MODUL PERKULIAHAN Studio Desain II Material Plastik dan Prosesnya Fakultas Program Studi Fakultas Teknik Perencanaan & Desain Desain Produk Tatap Muka 14 Kode MK Disusun Oleh Kode MK Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Abstract Kompetensi Dalam perencanaan perlu diketahui sifat mekanisme dari bahan agar dalam menentukan bahan apa yang digunakan lebih efisien. Dengan mengetahui sifat mekansime bahan maka dapat diketahui apakah bahan itu mampu menerima beban yang terjadi pada masing-masing bahan berupa kekuatan tarik, tegangan geser, modulus elastisitas, dan sebagainya. Dapat mengerti dan mengetahui dasardasar dari penyajian presentasi yang menarik. Material kayu: Hutan di Indonesia yang sangat potensial terbagi menjadi hutan alam, hutan rakyat dan hutan tanaman industri. Sejak perhatian pemerintah dalam bentuk pengawasan terhadap maraknya penebangan liar pada hutan alam, sumber bahan kayu sebagai bahan bangunan maupun untuk industri lainnya mulai beralih pada hasil hutan tanaman industri dan hutan rakyat. Banyaknya kebutuhan kayu dalam dunia konstruksi menyebabkan dikembangkannya hutan tanaman industri dengan kayu cepat tumbuh seperti kayu akasia, sengon, albasia, jabon dll. Diharapkan dengan pengelolaan dan kebijakan pemerintah yang baik kebutuhan kayu sebagai bahan bangunan dapat terpenuhi pada masa mendatang. Di daerah dimana kesulitan bahan semen dan baja untuk membuat bangunan dari beton atau baja, bangunan kayu merupakan solusinya karena dapat menggunakan material lokal seperti kayu. Material kayu ramah lingkungan (green) dan bersumber dari alam yang tidak pernah habis (sustainable) kurang dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Penggunaan bahan bangunan kayu di berbagai negara sebagai bahan yang ramah lingkungan dan hemat enerji menyebabkan kemajuan teknologi dalam bidang konstruksi kayu maju dengan sangat pesat. Kayu mempunyai sifat ortotropik yang sangat berbeda dengan material lainnya, mempunyai 3 buah sumbu, longitudinal, tangensial dan radial seperti Gambar 1. Dibandingkan dengan material isotropik seperti beton dan baja, material kayu yang merupakan material ortotropik mempunyai 3 buah modulus elastisitas, 3 buah modulus geser dan 6 buah angka poisson. Karena merupakan material alam dengan 3 sumbu tersebut kuat lentur, kuat tarik (sejajar Pada tahun 1977, industri kayu berdaun jarum (softwood) di Amerika Utara dan USDA Forest Products Laboratory memulai program pengujian untuk mengevaluasi besaran‐besaran kekuatan kayu dimensi berukuran penuh in‐ grade yang dipilah secara visual yang terbuat dari berbagai species yang secara komersial penting di Amerika Utara. Program pengujian tersebut, yang dilakukan pada periode 8 tahun, meliputi pengujian destruktif pada lebih dari 70000 potong kayu dari 33 species atau kelompok species. Standar pengujian menggunakan ASTM - D143. Hasil penelitian berupa korelasi berat jenis dengan kuat kayu diberikan dalam Wood Handbook, 2010 seperti tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Korelasi berat jenis dengan kuat kayu, Wood Handbook, 2010 Selain kayu gergajian solid juga muncul berbagai macam produk kayu laminasi atau komposit, mulai dari LVL, PSL, plywood OSB, particleboard dan fiberboard. 2016 2 Studio Desain II Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kebutuhan akan perumahan: Kebutuhan akan perumahan di Indonesia bagi rakyat golongan menengah kebawah masih sangat besar. Pencanangan pembangunan seribu tower rusun/ apartemen belum dapat dipenuhi. Material yang digunakan mayoritas menggunakan beton dan baja, sangat kontras dengan residential building/housing di luar negeri yang hampir 80% menggunakan kayu sebagai material bangunan. Sedangkan bangunan apartemen bertingkat dari kayu sampai dengan 10 lantai juga sudah ada di Negara-negara di Eropa, seperti Inggris dan Swedia. Ketahanan bangunan terhadap gempa bumi: Wilayah kepulauan Indonesia termasuk dalam daerah gempa aktif atau biasa disebut Pacific Ring of Fire. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi gempa-gempa besar seperti, gempa Aceh (2004), gempa Yogyakarta (2006), gempa Bengkulu (2007), gempa Tasikmalaya (2009) dan gempa Padang (2009). Gempagempa besar tersebut menghancurkan sangat banyak gedung, fasilitas umum beserta isinya dan juga korban jiwa. Jenis bangunan yang runtuh mulai dari rumah rakyat biasa tanpa perhitungan teknik (non-engineered building) maupun bangunan bertingkat yang seharusnya didisain tahan gempa (engineered building), Wijanto et.al. 2010. Pelajaran dari kegagalan struktur akibat gempa-gempa yang sudah terjadi menimbulkan keprihatinan akan lemahnya pengetahuan baik teori, analisis maupun standar akan disain bangunan yang baik. Pengalaman pada bangunan dengan beton dan baja menunjukkan bahwa pada umumnya kegagalan tersebut diakibatkan oleh; soft story mechanism, short column effect, pounding, masa yang berlebihan, kurangnya tulangan longitudinal dan geser, tidak ada tulangan pada hubungan balok dan kolom serta detailing tulangan seperti syarat jarak sengkang, bengkokan dan overlap tulangan yang tidak memenuhi syarat. Dapat diindikasikan bahwa standar–standar yang ada tidak/belum diketahui atau diikuti persyaratannya atau bahkan tidak memadai. Dari pengalaman yang ada di daerah yang mengalami gempa, bangunan dari kayu menunjukkan ketahanan yang baik terhadap gempa walaupun merupakan non-engineered building. Bangunan kayu secara umum lebih tahan terhadap gempa karena massanya yang ringan sehingga menghasilkan gaya inersia yang kecil akibat gempa dengan rasio kekuatan/massa yang besar. Peraturan konstruksi kayu. Pada bangunan kayu keruntuhan pada umumnya akibat sambungan atau hubungan yang tidak memenuhi standar dan sistem strukturnya tidak tahan gempa. Peraturan Kayu di Indonesia sangat ketinggalan jaman, sejak tahun 1961 Peraturan 2016 3 Studio Desain II Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kayu Indonesia (PKKI 1961) 52 tahun tidak mengalami perubahan. Beberapa draft peraturan kayu tahun 1980, dan 2002 pernah dibuat sampai dengan terbitnya SNI 7973:2013 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. Saat ini peraturan-peraturan di luar negeri menggunakan metode disain baik Load and Resistance Factor Design (LRFD) maupun Alowable Stress Design (ASD), Breyer 2008. PKKI 1961 menggunakan cara ASD lama. Pada SNI 7973:2013 yang mengadopsi NDS 2012, memuat baik LRFD/DFBK dan ASD/DTI dan keduanya dapat digunakan dalam desain. Penelitian dan kemajuan teknologi: Penelitian di negara-negara seperti Kanada, Australia, New Zealand Amerika Serikat dan banyak Negara di Eropa menghasilkan teknologi yang berkembang dengan pesat. Forest Product Laboratory di Amerika telah 100 tahun lebih melakukan penelitian kayu, Woodhandbook, 2010. Jenis kayu di luar negeri pada negaranegara tersebut di atas pada umumnya adalah softwood atu kayu berdaun jarum, sedangkan di daerah tropis atau Indonesia adalah hardwood atau kayu berdaun lebar. Peraturan Kayu Indonesia yang baru SNI 7973:2013 sebagian besar mengacu kepada peraturan luar negeri. Sifat-sifat kayu tropis yang umumnya hardwood dapat berbeda dengan softwood sehingga peraturan dari luar negeri tidak dapat diadopsi begitu saja. Penelitian mengenai sifat-sifat kayu tropis pada cara-cara atau teori yang ada dalam SNI 7973:2013 sebagian telah dilakukan. Penyesuaian telah dilakukan pada kuat acuan untuk kayu berdaun lebar pada SNI 7973:2013. Peralatan dan dana yang besar dukungan dari industri dan pemerintah di luar negeri menyebabkan perkembangan teknologi yang cepat dalam penelitian untuk menyiapkan teknologi tepat guna dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan dan juga pengurangan risiko bencana khususnya akibat gempa. Bangunan bertingkat rendah dengan elemen-elemen struktur kayu rekayasa prafabrikasi (contoh pada Gambar 3) telah menjadi solusi utama untuk bangunan perumahan. Akhir-akhir ini penggunaan kayu laminasi silang (Cross Laminated Timber/ CLT) sebagai dinding geser maupun lantai untuk bangunan tinggi banyak digunakan. CLT menggunakan perekat untuk merangkaikan lapisan-lapisan papan atau balok kayu menjadi suatu panel berukuran besar. Perekat di Indonesia masih termasuk mahal harganya, sehingga penggunaan paku untuk merekatkan atau melaminasi papan-papan menjadi satu kesatuan lebih murah dan mudah dilakukan. Dinding geser papan kayu silang laminasi-paku merupakan salah satu pengembangan dibandingkan CLT yang menggunakan perekat. 2016 4 Studio Desain II Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 2. Sistem Struktur Kayu Sistim struktur bangunan pada umumnya menggunakan rangka sebagai sistim pendukung lantai. Rangka umumunya terdiri dari elemen-elemen balok dan kolom, baik dengan kayu solid maupun glulam, Gambar 4. Pada daerah gempa yang membutuhkan kekakuan dan kekuatan dalam arah horizontal, elemen dinding geser pada umumnya digunakan. Pada struktur bangunan kayu elemen-elemen tersebut juga umum digunakan. Perkembangan sistim struktur pada bangunan kayu karena kebutuhan akan bangunan bertingkat maupun kecepatan konstruksinya mulai bergeser dari sistim rangka kearah sistim panel. Sistim lantai, dan dinding pendukung lantai saat ini menggunakan panel CLT (cross laminated timber). Demikian pula dengan atap penutup bangunan juga menggunakan sistim panel yang sangat berbeda dengan atap rangka batang konvensional. Elemen dinding geser pada awal mulanya lebih banyak menggunakan rangka kayu dengan lapisan penutup dari gipsum atau plywood. Perkembangan terakhir adalah digunakannya papan kayu silang laminasi (Cross Laminated Timber / CLT). CLT ini dapat direkayasa sehingga mempunyai kekuatan dan kekakuan yang mencukupi untuk digunakan pada dinding geser bangunan bertingkat rendah, sedang maupun tinggi, seperti terlihat pada Gambar 5. Bangunan bertingkat dari kayu tersebut pada umumnya mempergunakan dinding geser sebagai penahan beban gravitasi selain penahan beban lateral angin atau gempa. Gambar 5. Struktur bangunan kayu dengan konstruksi dinding geser untuk apartemen perumahan di United Kingdom dan Swedia, Sumber: Forintek 2008. Sistim struktur yang fleksibel untuk mengikuti bentuk arsitektur seperti Gambar 6 juga dapat dibuat dengan kayu rekayasa seperti balok atau kolom glulam lengkung. Demikian pulan dengan sistim sambungan mengalami perkembangan dari sambungan konvensional menjadi seperti pada beberapa contoh di Gambar 8. Prospek penggunaan kayu rekayasa di Indonesia Road Map penelitian dari penulis pada bidang keteknikan kayu dimulai dengan penelitian material mengenai sifat mekanik dan fisik kayu-kayu di Indonesia, yang sebagian besar adalah hardwood (kayu berdaun lebar). Penelitian berlanjut pada elemen-elemen struktur, mulai dari balok, kolom dan pelat. Khususnya mengenai elemen struktur dinding geser kayu mulai kembali pada tahun 2011. Road map penelitian diperlukan agar tujuan dan arah serta kegunaan penelitian dapat terwujud. Akhir dari penelitian yang ada untuk jangka beberapa 2016 5 Studio Desain II Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tahun ke depan adalah bangunan bertingkat rendah dari kayu yang menggunakan data-data penelitian material, elemen-elemen struktur balok, kolom, pelat lantai dan dinding geser untuk menghasilkan bangunan kayu bertingkat rendah dengan dinding geser yang tahan gempa. Secara garis besar contoh road map dapat dilihat pada Gambar 9. Contoh-contoh hasil penelitian dipresentasikan. Dengan potensi wilayah hutan di Indonesia, pengembangan dan penggunaan kayu rekayasa untuk menjadi solusi perumahan di Indonesia sangat dimungkinkan. Kebijakan pemerintah, kerjasama antar universitas, litbang dan industri akan sangat mendukung hal tersebut. Produksi kayu rekayasa pada umumnya harus dengan fabrikasi dan masal, sehingga secara ekonomis akan menguntungkan. Spesifikasi Disain untuk Konstruksi Kayu Perencanaan struktur kayu harus memenuhi syarat kekuatan, kekakuan dan kestabilan disamping efisien dari segi ekonomis. SNI 7973:2013 Spesifikasi disain untuk konstruksi kayu telah mengatur tatacara disain struktur kayu tersebut. LRFD dan ASD yang digunakan dalam NDS 2012 menjadi salah satu acuan untuk SNI 7973:2013. Pertimbangan dan penyesuaian dilakukan untuk jenis kayu, iklim dan kondisi lingkungan di Indonesia. Penelitian- penelitian juga masih perlu dilakukan untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada di dalam peraturan tersebut. Kuat acuan kayu telah disesuaikan dengan jenis kayu dan kelembaban di Indonesia. Secara umum perhitungan mekanika tidak mengalami perubahan, tetapi banyak faktor-faktor koreksi yang berlaku baik untuk DTI maupun DFBK yang digunakan dalam disain, danakan dijelaskan di bawah ini. Faktor ketahanan, faktor waktu dan faktor konversi format digunakan hanya untuk DFBK. Nilai kuat acuan. Walaupun ada dual concept dalam SNI 7973:2013, hanya satu nilai acuan (DTI) yang dimuat dan dapat dipakai juga pada DFBK dengan faktor konversi format, studi lebih lanjut masih diperlukan untuk nilai acuan tersebut. Tabel 4.2.1 di bawah ini untuk nilai desain dan modulus elastisitas lentur acuan berdasarkan pada data-data penelitian di Indonesia dan Tjondro 2009. Penentuan nilai E dapat dilakukan secara mekanis dengan uji non destruktif. Tekuk torsi lateral merupakan kondisi limit di mana deformasi balok meliputi deformasi di bidang, deformasi ke luar bidang, dan puntir. Beban yang menyebabkan ketidakstabilan disebut beban tekuk torsi lateral elastis dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pembebanan dan kondisi tumpuan, penampang komponen struktur, dan panjang tak tertumpu. 2016 6 Studio Desain II Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Kondisi limit tekuk torsi lateral diatasi dengan menggunakan format panjang efektif di mana panjang tak tertumpu dikoreksi untuk memperhitungkan kondisi beban dan tumpuan yang mempengaruhi beban tekuk torsi lateral. Format lain adalah dengan menggunakan faktor momen ekuivalen untuk memperhitungkan kondisi-kondisi tersebut. AF&PA Technical Report 14 menguraikan dasar-dasar pendekatan panjang efektif yang saat ini digunakan dan merangkum pendekatan faktor momen ekuivalen serta memberikan perbandingan antara kedua pendekatan tersebut. in tekan tegak lurus serat acuan untuk panjang tumpu didasarkan atas hasil-hasil prosedur tes di ASTM D143 yang meliputi pembebanan pada tumpu plat baja yang lebarnya 50,8 mm yang bertumpu pada spesimen dengan lebar 50,8 mm, tinggi 50,8 mm dan panjang 152,4 mm. Riset di USDA Forest Product Laboratory tentang tegangan limit proporsional yang terkait dengan beban mur dan baut menunjukkan bahwa semakin kecil luas tumpu atau pelat relatif terhadap panjang spesimen uji, semakin tinggi tegangan limit proporsionalnya. Riset yang dilakukan di Australia dan Cekoslovakia mengkonfirmasi sifat dan besar dari efek panjang tumpu. Efek panjang tumpu ditimbulkan oleh kekuatan tarik sejajar serat dan lentur di serat-serat di tepi pelat tumpu. Karena adanya efek tepi yang terlokalisasi, maka kontribusi tersebut berkurang dengan membesarnya panjang area tersebut pada saat dibebani tekan. didasarkan atas faktor serupa yang terdapat di dalam ASTM D5457. Tahanan acuan LRFD adalah nilai desain level kekuatan untuk kondisi pembebanan jangka pendek. Dengan demikian, faktor konversi meliputi: 1) faktor koreksi untuk mengoreksi nilai desain izin ke nilai desain level kekuatan, 2) faktor koreksi untuk mengoreksi dari basis 10 tahun ke 10 menit (jangka pendek), dan 3) faktor koreksi untuk mengoreksi faktor tahanan yang ditetapkan, Ø. Faktor Ketahanan, Ø (untuk LRFD saja). Untuk LRFD, nilai desain acuan harus dikalikan dengan faktor tahanan, Ø, yang ditetapkan di dalam Lampiran N.3.2. Faktor tahanan, Ø, tidak berlaku untuk desain yang menggunakan metode ASD. Faktor tahanan, Ø, yang ditetapkan di dalam SNI 7973 2013 Tabel N2 didasarkan atas faktor tahanan yang didefinisikan di dalam ASTM D5457. Faktor tahanan diberikan untuk berbagai sifat kayu dengan hanya satu faktor untuk setiap ragam tegangan (yaitu lentur, geser, tekan, tarik, dan stabilitas). Pada umumnya, besar faktor tahanan antara lain merefleksikan variablitas sifat produk kayu. Perbedaan aktual pada variabilitas produk diperhitungkan di dalam penurunan nilai desain acuan. direpresentasikan dengan kombinasi beban yang berlaku. Dengan kekecualian kombinasi beban mati saja, setiap kombinasi beban dapat dipandang sebagai mennunjuk skenario beban yang meliputi nilai puncak dari satu atau lebih beban “utama” yang dikombinasi dengan 2016 7 Studio Desain II Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id beban tambahan lain. Faktor efek waktu spesifik untuk berbagai kombinasi beban ASCE 7-10 sangat bergantung pada besar, durasi, dan variasi beban utama di dalam masing-masing kombinasi. Sebagai contoh, faktor efek waktu sebesar 0,8 terkait dengan kombinasi beban tersebut. 2016 8 Studio Desain II Ariani Wardhani, S.Sn, M.Ds,Cs Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id