Problematika Guru PAI Realita Dan Idealita Sebagai Akuntabilitas Sosial Sukarno L. Hasyim STAI Miftahul „Ula Kertosono Nganjuk [email protected] Diterima : 01 Januari 2015 Direview : 12 Februari 2015 Diterbitkan : 16 Maret 2015 Abstract: Problematic Islamic Education Teachers (PAI) is a gap / difference between desired in the implementation of the learning process carried out by the Islamic Education Teachers, so the results are not in accordance with the desired objectives and the problem either comes from the teacher and of the learning process of school. While the reality and idealist as social accountability is a fact and a desire to be possessed by an ideal teacher. The ideal teacher according to the guidance of Islamic law is behaving imitate the Prophet Muhammad. Meanwhile, according to the legal provisions of the country is having the competence standards as mandated by the PP. No. 19 of 2005 on National Education Standards. In addition, as the responsibility of a teacher as a public official, the teacher is the servant of the state and public servant. Keywords: Teacher PAI Problems, Reality and Idealist, Social Accountability Pendahuluan Dalam kegiatan belajar mengajar terutama mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah-sekolah sering membuat peserta didik merasa bosan dan jenuh. Mengapa demikian, apakah masalah ini disebabkan oleh ketidak profesionalan seorang guru PAI atau peserta didik yang sudah kurang bergairah untuk mempelajari ilmu agama? Atau ada faktor lain yang menyebabkan problema di atas. Wallahua’lam. Tentunya permasalahan tersebut tidaklah sedikit, namun berseliweran kemana-mana bahkan bisa jadi kompleks, artinya masalah yang satu berkaitan dengan masalah-masalah lainnya. Andaikan saja yang menjadi permasalahan tersebut ialah pada guru yang kurang profesional dalam mengajar, seperti metode mengajar yang kurang menarik perhatian siswa atau mengajarkan materi ajar yang tidak dapat dijangkau oleh siswa (tidak efektif), ini bisa diselesaikan dengan berbagai macam JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 P-ISSN : 1693-6922/ E-ISSN : 2540-7767 Problematika Guru PAI Realita dan Idealita sebagai Akuntabilitas Sosial metode, teknik dan strategi belajar. Guru dapat mempelajari dan menerapkan berbagai macam metode tersebut di dalam kelas supaya peserta didik lebih tertarik mengikuti pelajaran. Namun perlu kita cermati bersama, apabila yang menjadi permasalahan tersebut berasal dari peserta didik yang mulai berkurang semangat belajarnya terlebih khusus mempelajari ilmu agama, ini yang berbahaya. Apa yang akan terjadi seandainya semangat belajar peserta didik pudar. Bagaimana masa depan negara ini kalau generasi penerusnya apatis terhadap Pendidikan Agama Islam. Pembahasan A. Problematika Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang intinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang menimbulkan masalah, permasalahan, situasi yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi atau disesuaikan.1 Menurut Endang Porwanti (1994:20) menyatakan bahwa "problema/problematika adalah suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat menyelesaikan atau dapat diperlukan atau dengan kata lain dapat mengurangi kesenjangan itu". Jadi, problema adalah berbagai persoalanpersoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal) maupun dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern).2 B. Guru PAI Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama Surabaya, 200), 499. Ade Sanjaya, “Problema yang Dihadapi Guru PAI”. http://adesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-guru-pai-dalam.html, [Diakses 25 Maret 2015]. 1 2 Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 | 101 Sukarno L. Hasyim pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.3 Guru merupakan jabatan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Sedangkan yang dimaksud dengan guru agama adalah "orang dewasa yang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan memberikan pertolongan terhadap mereka dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya sebagai hamba atau khalifah Allah maupun sebagai makhluk sosial serta makhluk individu yang mandiri.4 Pendidikan agama adalah usaha-usaha secara sistematis dan progmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. Berdasarkan definisi diatas, dapat difahami bahwa guru pendidikan agama Islam adalah orang dewasa yang memiliki keahlian dalam ilmu keguruan yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani yang pada akhirnya anak didik tersebut mampu menjalankan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT, serta mampu berinteraksi sosial di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial di bidang pembangunan. (Sadiman, 2007:125). Jadi problematika guru dalam pendidikan agama Islam adalah persoalanpersoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran oleh guru yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak didik hingga memperoleh kedewasaan baik jasmani maupun rohani dalam ini pendidikan agama Islam. Secara khusus, bila dilihat tugas guru pendidikan agama Islam adalah disamping harus dapat memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama, juga diharapkan dapat membangun jiwa dan karakter keagamaan yang dibangun melalui pengajaran agama tersebut. Artinya tugas pokok guru agama menurut Abudin Nata adalah menanamkan ideologi Islam yang sesungguhnya pada jiwa anak. M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), 122. 4 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Rosda, 2003), 163. 3 102 | JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Problematika Guru PAI Realita dan Idealita sebagai Akuntabilitas Sosial Teladan kepribadian dan kewibawaan yang dimiliki oleh guru akan mempengaruhi positif atau negatifnya pembentukan kepribadian dan watak anak. keteladanan tersebut dapat mencontoh kepribadian Rosululloh Muhammad SAW sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Rasulullah adalah suri tauladan dan gurunya guru adalah Rasulullah, oleh karena itu guru dituntut memiliki kepribadian yang baik seperti apa yang ada pada diri Rasulullah SAW. Kedudukan guru yang demikian, senantiasa relevan dengan zaman dan sampai kapanpun diperlukan. Lebih-lebih untuk mendidik kader-kader bangsa yang berbudi pekerti luhur (akhlaqul karimah). Dalam mengajarkan Pendidikan agama Islam, tugas pendidik menurut Malik Fajar adalah menanamkan rasa dan amalan hidup beragama bagi peserta didiknya. Dalam hal ini yang, dituntut adalah bagaimana setiap pendidik agama mampu membawa peserta didik untuk menjadikan agamanya sebagai landasan moral, etik dan spiritual dalam kehidupan kesehariannya. C. Guru PAI yang Ideal Untuk mencapai keberhasilan Pendidikan Agama Islam yaitu perilaku seorang Guru PAI tidak bisa dilepaskan dari kajian terhadap berbagai asumsi yang melandasi keberhasilan guru itu sendiri. Secara ideal, untuk melacak masalah ini dapat mungacu kepada perilaku Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah satu-satunya pendidik yang berhasil. Karena kita adalah manusia biasa yang tidak sama dengan Nabi Muhammad SAW, maka dalam melacak asumsiasumsi keberhasilan pendidik (agama perlu meneladani beberapa, hal yang di anggap esensial yang daripadanya diharapkan dapat mendekatkan antara, realitas (perilaku pendidik agama yang ada) dan idealitas (Nabi Muhammad SAW Sebagai Pendidik).5 Para ulama telah memformulasikan sifat-sifat, ciri-ciri dan tugas-tugas guru (termasuk didalamnya guru PAI) yang diharapkan agar berhasil dalam menjalankan 5 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 94. Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 | 103 Sukarno L. Hasyim tugas-tugas kependidikannya berbagai sifat, ciri-ciri, dan tugas tersebut sekaligus mencerminkan profil guru yang diharapkan.6 Dalam kaitannya mengajar Pendidikan Agama Islam, guru idealnya melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pendidik dengan benar. Oleh karena itu seorang guru harus mempunyai sifat profesional. Menurut Abudin Nata bahwa sifat profesionalisme itu dapat dilihat dari ciri-ciri: 1. Mengandung unsur pengabdian, dimana pendidik mesti dalam melaksanakan tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2. Mengandung unsur idealisme dimana bekerja sebagai pendidik bukan semata mata mencari natkah, tetapi mengajar merupakan untuk menegakkan keadilan, kebenaran, meringankan beban penderitaan manusia. 3. Mengandung unsur pengembangan, disini maknanya adalah pendidik mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerjanya mendaFari pengabdiannya secara terus menerus.7 Seorang guru juga harus memiliki kemampuan memadai dalam bidang ilmu yang akan dilahirkannya, yakni memiliki penguasaan bidang ilmu dan loyal dengan ilmu tersebut yaitu terus mengikuti perkembangan dengan senantiasa meningkatkan keilmunnya lewat bacaan, menulis, dan lain sebagainya. Kemudian guru juga harus menguasai ilmu-ilmu bagaimana mencerdaskan dan membelajarkan siswa. Guru harus terus mengembangkan pengalaman dan keterampilan strategi pembelajaran sehingga mampu memberikan layanan pada siswa secara optimal. Disamping itu guru harus mampu membuat persiapan mengajar dengan baik, mampu mengevaluasi untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa-siswinya mendalami berbagai bahan ajar yang ditawarkan. Semua model dan pendekatan belajar, dari awal kegiatan proses pembelajaran sampai model evaluasinya harus terus dicoba oleh guru sampai memperoleh model yang paling efektif untuk pengalaman-pengalaman baik dalam rangka memperoleh berbagai kompetensi yang diharapkan.8 6 Ibid., 95. Nur Hidayah, “70 Karya Siswa”. http://smait.nurhidayahsolo.com/index.php/component/content/article/70-karya-siswa, [Diakses 25 Maret 2015]. 8 Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi, (Jakarta: Ken cana, 2007), 116-117. 7 104 | JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Problematika Guru PAI Realita dan Idealita sebagai Akuntabilitas Sosial Dalam bahasa Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan kompetensi pendidik di kategorikan menjadi 4: 1. Kompetensi Pedagogis adalah: guru harus paham terhadap peserta didik perancangan, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi dan pengembangannya, menguasai teori dan strategi pembelajarannya, mampu melakukan pengembangan akademik dan non akademik. 2. Kompetensi kepribadian adalah: guru harus memiliki kepribadian yang mantab dan stabil, dewasa, arif, berwibawa, dan berakhlak mulia dengan melaksanakan norma hukum dan sosial, memiliki rasa bangga dengan profesi guru, memiliki etos kerja yang tinggi. 3. Kompetensi Profesional adalah: guru harus menguasai keilmuan bidang studi yang diajarkannya, serta mampu melakukan kajian kritis dan pendalaman isi bidang studi. 4. Kompetensi Sosial adalah: guru harus mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, dan masyarakat yakni dengan kemampuan bersikap menarik, empati, suka menolong, menjadi panutan, komunikatif.9 D. Analisa Problematika Guru PAI Antara Realita dan Idealita Sebagai Akuntabilitas Sosial Pada prinsipnya guru merupakan profesi yang mulia dan terpuji. Berkat sentuhan tangan seorang guru lahirlah sederet tenaga profesional yang benar-benar dibutuhkan. Guru merupakan salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam meraih berbagai prestasi dan dalam menggapai cita-cita. Dalam pendidikan guru mempunyai tugas ganda yaitu sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi negara, guru dituntut melaksanakan tugas-tugas yang telah menjadi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sebagai abdi masyarakat, guru di tuntut berperan aktif 9 PPRI No mo r 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan bagian ke-1 pasal 2b ayat 3. Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 | 105 Sukarno L. Hasyim mendidik masyarakat dari belenggu keterbelakangan menuju kehidupan masa depan yang gemilang.10 Akuntabilitas diartikan sebagai kewajiban para pemegang kekuasaan (pejabat publik) untuk mempertanggung jawabkan segala aktifitasnya yang mengatas namakan publik. Pejabat publik tersebut adalah mereka yang atas nama publik diberi kewenangan politik, keuangan, atau bentuk lain dari kekuasaan. Jadi akuntabilitas sosial yakni merupakan bentuk akuntabilitas yang bertumpu pada pelibatan masyarakat.11 Problematika Guru PAI antara realita dan idealita sebagai akuntabilitas sosial dapat dilihat melalui potret guru PAI yang sedang mengajar disekolah yaitu: 1. Gambaran menunjukkan bahwa pengetahuan guru PAI, meski tidak semuanya, memiliki kekurangan tentang pengelolaan proses belajar mengajar, pengetahuan evaluasi dan pengukuran, serta pengetahuan tentang pengembangan kurikulum. Kekurangan mendapat perhatian serius, terutama oleh pemerintah, sekolah dan termasuk juga guru PAI. Jika tidak ada pembenahan dari kekurangan diatas tujuan mata pelajaran PAI tidak terwujud sepenuhnya. 2. Dari proses belajar-mengajar, guru PAI lebih terkonsentrasi persoalan-persoalan teoritis keilmuan yang bersifat kognitif semata dan lebih menekankan pada pekerjaan mengajar/transfer ilmu. 3. Metodologi pengajaran PAI selama ini secara umum tidak kunjung berubah, ia bagaikan secara konvensional-tradisional dan monoton sehingga membosankan peserta didik. 4. Kegiatan belajar mengajar PAI seringkali terkonsentrasi dalam kelas dan enggan untuk dilakukan kegiatan praktek dan penelitian di luar kelas. 5. Penggunaan media pengajaran baik yang dilakukan guru maupun peserta didik kurang kreatif, variatif dan menyenangkan. 6. Kegiatan belajar mengajar (KBM) PAI cenderung normatif, linier, tanpa ilustrasi konteks sosial budaya dimana lingkungan peserta didik tersebut berada, atau dapat dihubungkan dengan perkembangan zaman yang sangat cepat perubahannya. 10 11 Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bina Ilmu , 2004), 34. http://jurnalpame1.b logspot.com/2009/04/defin isi-akuntabilitas.html, [Diakses 15 Maret 2015]. 106 | JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Problematika Guru PAI Realita dan Idealita sebagai Akuntabilitas Sosial 7. Kurang adanya komunikasi dan kerjasama dengan orang tua dalam menangani permasalahan yang dihadapi peserta didik.12 Agar tercapainya suatu tujuan PAI maka di perlukan proses yang mengantarkan ke arah sana, yang mana mau tidak mau perlu melibatkan kreatifitas sekolah. Hal ini merupakan upaya yang menantang alasannya, pertama, kejenuhan atas materi yang diulang-ulang dalam pelajaran. Kedua, perhatian pelajar atau murid apalagi bagi anak kelas tiga lebih terpusat pada pelajaran yang menjadi Ujian Nasional. Ketiga, krisis kepercayaan siswa terhadap mata pelajaran PAI dan Gurunya. Keempat, suasana dan metode belajar yang monoton terasa membosankan bagi siswa. Hal tersebut lama halnya dengan problem-problem yang muncul pada mana sekarang yang menunjukkan kebiasaan negatif yang terjadi dalam proses pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah termasuk di madrasah yaitu: 1. Islam lebih diajarkan pada hafalan 2. Pendidikan agama lebih di tekankan pada hubungan formalitas antara hamba dan Tuhannya 3. Penalaran dan argumentasi berfikir untuk masalah-masalah keagamaan kurang mendapat perhatian 4. Penghayatan nilai-nilai agama kurang mendapat perhatian 5. Kurangnya orientasi pada penghayatan terhadap lingkungan dan kehidupan sehari-hari 6. Kurangnya perhatian terhadap metode pengajaran agama yang lebih baik 7. Ukuran keberhasilan pendidikan agama masih formalitas 8. Pendidikan agama belum dijadikan fondasi pendidikan karakter anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Karena faktor-faktor di ataslah, maka tak heran kalau kita menemukan kenyataan bahwa kondisi moral/akhlak sebagian besar siswa madrasah tidak beda Majalah Pendidikan, “Problematika PAI di Sekolah”. http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/problematika-pai-di-sekolah.html, [Diakses 15 Maret 2015]. 12 Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 | 107 Sukarno L. Hasyim jauh dengan siswa pada sekolah umum yang notabene tidak mendapatkan pelajaran agama yang cukup di sekolah.13 E. Solusi Solusi untuk permasalahan guru yang memiliki kekurangan tentang pengelolaan proses belajar mengajar, pengetahuan evaluasi dan pengukuran, serta pengetahuan tentang peiigenibaiigan kurikulum yaitu saat ini pemerintah membuat progam Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) serta Uji Kompetensi Guru (UKG) untuk mengatasi permasalahan kualitas guru. Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengajar, pemerintah telah berupaya melalui: 1) Diadakannya berbagai penataran/ diklat guru, 2) Dilakukannya kualifikasi guru dan berbagai jenjang ke S1. Diharapkan pendidik bisa lebih familier atau lebih memberi contoh yang aplikatif. Sehingga nantinya peserta didik dapat membangun sebuah konsep sesuai dengan apa yang telah dipahami. Dan Sebaiknya guru menerapkan metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan kemampuan siswa dalam menyerap mata pelajaran yang berbeda-beda, sehingga diperlukan inovasi pembelajaran agar tidak menimbulkan kejenuhan di kelas. Solusi untuk masalah penggunaan media yang kurang oleh para guru, yaitu pihak sekolah maupun pemerintah harus memberi pelatihan kepada para guru tentang pemanfaatan TIK dalam pendidikan bisa melalui workshop atau lokakarva yang dilaksanakan secara berkala. Penguasaan TIK ini menurut kami memang sangat penting sekali karena guru harus bisa mengikuti perkembangan jaman, dimana arus informasi dan komunikasi bejalan sangat cepat sekali tanpa mengenal batas ruang dan waktu di era globalisasi seperti sekarang ini. Ada beberapa pendekatan yang digunakan baik itu pada tingkat sekolah dasar maupun menengah, yakni:14 Afrianti Daud, “Madrasah Antara Idealita dan Realita”. http://afriantodaud,multiply.com/journal/item/10/Madrasah_Antara_ldealita_dan_Realita?&show_i ntersitial=%&u= 01/02journal%2Fitem , [Diakses 25 Maret 2015]. 14 Abdul Majid & Tian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Rosda Karya 2005), 170-171. 13 108 | JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Problematika Guru PAI Realita dan Idealita sebagai Akuntabilitas Sosial 1. Pendekatan keimanan, yaitu memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya sebagai sumber kehidupan makhluk di atas. 2. Pendekatan pengalaman, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengalaman ibadah dan akhak dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah dalam kehidupan. 3. Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membiasakan sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah kehidupan. 4. Pendekatan rasional yaitu memberikan peran pada akal peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang baik dan buruk dalam kehidupan. 5. Pendekatan emosional yaitu upaya menggugah perasaan peserta didik dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa. 6. Pendekatan fungsional yaitu menyajikan bentuk semua standar materi (Al-Qur'an, hadits, keimanan, akhlak, fiqih, dan tarikh) dari segi manfaatnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti yang luas. 7. Pendekatan keteladaan yaitu menjadikan figur guru agama dan serta semua pihak sekolah sebagai cermin manusia yang berkepribadian. Penutup Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hakikat guru PAI adalah orang yang membimbing, mengarahkan, dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiannya sehingga tergambarlah dalam tingkah lakunya nilai agama Islam. 2. Idealita guru PAI adalah mencontoh kepribadian yang dimiliki Nabi Muhammad SAW dan memiliki beberapa kompetensi diantaranya adalah: 1. Kompetensi Kepribadian, 2. Kompetensi Profesional, 3. Kompetensi Pedagogis, 4. Kompetensi Sosial. 3. Analisa problematika guru PAI antara realita dan idealita sebagai akuntabilitas sosial adalah dapat dilihat melalui potret guru PAI yang sedang mengajar di sekolah. Gambaran menunjukkan bahwa pengetahuan guru PAI, meski tidak semuanya, memiliki kekurangan tentang pengelolaan proses belajar mengajar, Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 | 109 Sukarno L. Hasyim pengetahuan evaluasi dan pengukuran, serta pengetahuan tentang pengembangan kurikulum. Kekurangan ini perlu mendapat perhatian serius, terutama oleh pemerintah, sekolah dan termasuk juga guru PAI. Dan apabila tidak ada pembenahan dari kekurangan di atas tujuan mata pelajaran PAI tidak terwujud sepenuhnya. 110 | JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Problematika Guru PAI Realita dan Idealita sebagai Akuntabilitas Sosial Daftar Pustaka Daud, Afrianti. “Madrasah antara Idealita dan Realita”. http:/Afriantidaud.com/, [Diakses 25 Maret 2015]. Hasan, M. Ali dan Mukti Ali. Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003). Hidayah, Nur. “70 Karya Siswa”. http://smait.nurhidayahsolo.com/index.php/component/content/article/70 -karya-siswa, [Diakses 25 Maret 2015]. Majalah Pendidikan, “Problematika PAI di Sekolah”. http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/problematika-pai-disekolah.html, [Diakses 15 Maret 2015] Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam berbasis kompetensi, (Bandung: Rosda Karya, 2005). Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Rosda, 2003). PP RI No. 19 Tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Dirjen Pendidikan Islam Depag R.I., 2007). Rahmad, Ali. Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004). Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokrasi, (Jakarta: Kencana, 2007). Sanjaya, Ade. “Problema yang Dihadapi Guru PAI”. http://adesanjaya.blogspot.com/2010/10/problema-yang-dihadapi-guru-paidalam.html, [Diakses 25 Maret 2015]. Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 | 111