nesa pusparini d1a012339 - fh unram

advertisement
1
JURNAL
TINJAUAN TERHADAP PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA ASING
OLEH WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007
TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
Pada Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
NESA PUSPARINI
D1A 012 339
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2016
2
HALAMAN PENGESAHAN
TINJAUAN TERHADAP PENGANGKATAN ANAK WARGA
NEGARA ASING OLEH WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT PP
NOMOR 54 TAHUN 2007
TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
Oleh:
NESA PUSPARINI
D1A 012 339
Menyetujui
Dosen Pembimbing Pertama,
Muhammad Umar, SH., MH.
NIP. 195212311984031104
3
TINJAUAN TERHADAP PENGANGKATAN ANAK WARGA NEGARA
ASING OLEH WARGA NEGARA INDONESIA MENURUT PP NOMOR 54
TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK
NESA PUSPARINI
D1A 012 339
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur
pengangkatan Anak Warga Negara Asing di Indonesia dan akibat hukum
pengangkatan Anak Warga Negara Asing di Indonesia. Metode penelitian yang
digunakan adalah normatif. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini bahwa
prosedur pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia harus memenuhi
semua persyaratan yang berlaku baik syarat materil maupun administratif, adapun
syarat bagi anak yang diangkat yaitu maksimal berusia 18 tahun dan bagi calon
orang tua angkatminimal berusia 30 tahun. Akibat hukum pengangkatan anak
Warga Negara Asing di Indonesia dari aspek Hukum Adat dan Hukum Islam
berpengaruh terhadap perwalian, dan pewarisan anak angkat.
Kata kunci : Pengangkatan Anak, Warga Negara.
THE OBSERVATION ABOUT THE ADOPTION OF FOREIGNER
CHILDREN BY INDONESIAN PEOPLE ACCORDING TO THE
GOVERNMENT REGULATION NO 54 OF 2007 ABOUT
IMPLEMENTATION OF CHILDREN ADOPTION
ABSTRACT
This research is head for knowing about the procedure of adoption the
foreigner children in Indonesia and the effect of adoption foreigner children’s law
in Indonesia. The method which used is normative. The conclution in the study
that the procedure the children of foreign country in Indonesia beforehand must
fulfill all the requirements that in material and administrative requirements. Due
to the law of the children of foreign country in Indonesia of aspects the law,
traditional law and legal Islam influential on custody and inheritance.
Keywords : Children Adoption, Citizen
i
I.
PENDAHULUAN
Kelahiran anak dalam suatu perkawinan selalu di anggap sebagai salah satu
syarat yang sangat penting untuk terciptanya suatu keluarga yang “bahagia” baik
pada masyarakat tradisional maupun modern. Pengangkatan anak yang lazim
disebut adopsi (adoption) merupakan lembaga hukum yang dikenal sejak lama
dalam budaya masyarakat indonesia.
Eksistensi adopsi di Indonesia sebagai suatu lembaga hukum masih belum
sinkron, sehingga masalah adopsi masih merupakan problema bagi masyarakat,
terutama
dalam
masalah
yang
menyangkut
ketentuan
hukumnya.
Ketidaksinkronan tersebut sangat jelas dilihat, kalau dipelajari ketentuan tentang
eksistensi lembaga adopsi itu sendiri dalam sumber-sumber yang berlaku di
Indonesia, baik hukum barat yang bersumber dari ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW); hukum adat yang merupakan “the living
law” yang berlaku di masyarakat Indonesia, maupun hukum islam yang
merupakan konsekuensi logis dari masyarakat Indonesia yang mayoritas mutlak
beragama islam.1
Dalam BW tidak diatur tentang masalah adopsi atau lembaga
pengangkatan anak. Sedangkan menurut hukum adat terdapat keanekaragaman
hukum yang berbeda, antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Dalam
hukum islam lebih tegas dijelaskan, bahwa pengangkatan seorang anak dengan
pengertian menjadikannya sebagai anak kandung di dalam segala hal, tidak
1
Muderis Zaini, Adopsi: Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
2002, hlm. 1.
ii
dibenarkan. Hal ini sesuai dengan pembahasan Al Ustadz Umar Hubies dalam
bukunya “Fatwa”. Hanya yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa larangan
yang dimaksudkan adalah pada status pengangkatan anak menjadi anak kandung
sendiri, dengan menempati status yang persis sama dalam segala hal.
Kenyataan sosial yang tidak dapat lagi dipungkiri ialah bahwa pengangkatan
anak merupakan salah satu aspek dalam hubungan antar bangsa dan negara.
Indonesia sebagai negara yang sudah memasuki kancah dalam hubungan
dunia internasional tidak dapat terlepas dari masalah pengangkatan anak antar
negara dimaksud, yang timbul lebih kurang sejak tahun 1912.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
prosedur pengangkatan anak warga negara asing oleh warga negara Indonesia
menurut PP Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan
untuk mengetahui akibat hukum pengangkatan anak warga negara asing di
Indonesia. Adapun manfaat penelitian sebagai berikut: Secara teoritis: untuk
mengembangkan konsep pemikiran secara lebih logis, sistematis dan rasional
dalam meneliti permasalahan terkait dengan masalah pengangkatan anak dan
diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pihak yang
terkait, juga melatih kemampuan penulis dalam mengaplikasikan ilmu hukum
yang diperoleh dibangku kuliah serta dapat memberikan tambahan informasi
dibidang hukum perdata khususnya dalam bidang hukum keluarga (pengangkatan
anak/adopsi).
Metode penelitian adalah penelitian hukum normatif, menggunakan
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual
iii
(conseptualical approach), dan pendekatan sosiologis (sosiological approach).
Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik atau cara
memperoleh bahan hukum, bahan hukum diperoleh dari studi pustaka yaitu
dilakukan dengan teknik dokumentasi yaitu mengumpulkan bahan-bahan bacaan
yang relevansinya sama dengan masalah yang diteliti yakni mengumpulkan
bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, bahan hukum tersier. Setiap bahan hukum ini harus diperiksa ulang
validitas dan realibilitasnya. Bahan hukum yang telah terkumpul kemudian
dianalisis dengan cara evaluatif, interpretatif, kontruksi, dan argumentatif.
iv
II.
PEMBAHASAN
Tinjauan Terhadap Pengangkatan Anak Warga Negara Asing oleh Warga
Negara Indonesia Menurut PP Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak.
Prosedur Pengangkatan Anak Warga Negara Asing di Indonesia
Sejarah Pengangkatan Anak di Indonesia
Di Indonesia, pengangkatan anak telah menjadi kebutuhan masyarakat dan
menjadi bagian dari sistem hukum kekeluargaan, karena menyangkut kepentingan
orang perorang dalam keluarga. Oleh karena itu, lembaga pengangkatan anak
(adopsi) yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat, akan mengikuti
perkembangan situasi dan kondisi seiring dengan tingkat kecerdasan serta
perkembangan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu pemerintah Hindia Belanda
berusaha untuk membuat suatu aturan tersendiri tentang adopsi tersebut, maka
dikeluarkan Staatblad Nomor 129 Tahun 1917, yang mengatur tentang
pengangkatan anak, dalam Bab II diatur tentang pengangkatan anak yang berlaku
khusus bagi golongan Tionghoa.
Dalam Staatblad 1917 Nomor 129 ini hanya sebagai pedoman bahwa yang
boleh diangkat hanyalah anak laki-laki, sedangkan untuk anak perempuan dengan
tegas dikemukakan dalam pasal 15 ayat (2) bahwa ; “ pengangkatan terhadap
anak-anak perempuan dan pengangkatan dengan cara lain daripada cara membuat
akta autentik adalah batal karena hukum”. Setelah zaman kemerdekaan pada tahun
1958
dikeluarkan
Undang-Undang
Nomor
62
Tahun
1958
tentang
v
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pada tahun 1978 dikeluarkan Surat Edaran
Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman
Nomor JHA 1/12 Tanggal 24 Februari 1978 yang mengatur tentang prosedur
pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh orang asing. Dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan anak, khususnya anak angkat maka pada tahun 1979
dikeluarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Kemudian pada Tahun 1983 dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983, yang merupakan penyempurnaan dari
Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1979
mengenai Pengangkatan Anak. Surat Edaran tersebut merupakan petunjuk dan
pedoman bagi para hakim dalam mengambil putusan atau penetapan bila ada
permohonan pengangkatan anak. Pada Tahun 1984 dikeluarkan Keputusan
Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak.
Kemudian
dalam
rangka
perlindungan,
pemenuhan
hak-hak
dan
peningkatan kesejahteraan anak. Maka pada tahun 2002 disahkannya UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang merupaakan
komitmen pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan
merupakan salah satu solusi untuk menangani permasalahan anak yang dimaksud
yaitu dengan memberi kesempatan bagi orang tua yang mampu untuk
melaksanakan pengangkatan anak dengan tujuan pengangkatan anak tersebut
hanya dapat dilakukan bagi kepentingan terbaik bagi anak dan harus berdasarkan
vi
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau berdasarkan pada adat
kebiasaan setempat.
Kemudian pada Tahun 2005, setelah terjadinya bencana alam gempa bumi
dan gelombang Tsunami yang melanda Aceh dan Nias, yang menimbulkan
masalah sosial berupa banyak anak-anak yang kehilangan orang tuanya dan
adanya keinginan sukarelawan asing untuk mengangkatnya sebagai anak angkat
oleh LSM dan Badan Sosial Keagamaan lainnya yang sangat membahayakan
akidah agama anak tersebut, maka dibentuklah Surat Edaran Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Anak, yang
mulai berlaku mulai 8 Februari 2005.
Mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat atas
pelaksanaan pengangkatan anak, yaitu pengangkatan anak dilakukan tanpa
melalui prosedur yang benar, pemalsuan data, perdagangan anak, bahkan telah
terjadi jual beli organ tubuh anak. Untuk itu perlu pengaturan tentang pelaksanaan
pengangkatan anak, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat, yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang
merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Sifat Hukum Pengangkatan Anak Internasional di Indonesia
Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan dalam suatu peristiwa
hukum yang melahirkan suatu hubungan hukum baru, yaitu antara orang tua
angkat dan anak angkat, lepas dari lenyap atau tidaknya hubungan antara anak
vii
angkat dengan orang tua asalnya. Dengan demikian perbuatan hukum
pengangkatan anak bersiifat konstitutif.2
Syarat-Syarat Pengangkatan Anak di Indonesia
Syarat Anak Yang Diangkat, syarat calon orang tua angkat, syarat
tambahan bagi pengangkatan oleh orang tua tunggal, syarat tambahan bagi
pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara Indonesia.
Syarat-Syarat Untuk Mendapatkan Izin
Bagi pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia: (1) Calon orang
tua angkat (Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimal 45
tahun, selisih umur antara calon orang tua angkat dengan calon anak angkat
minimal 20 tahun, pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak
sekurang-kurangnya sudah kawin 5 (lima) tahun, dengan mengutamakan yang
keadaannya sebagai berikut, tidak mungkin mempunyai anak (dengan surat
keterangan dokter kebidanan/dokter ahli), belum mempunyai anak, mempunyai
anak kandung seorang, atau mempunyai anak angkat seorang dan tidak
mempunyai anak kandung, dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat
keterangan dari pejabat yang berwenang serendah-rendahnya Lurah/Kepala Desa
setempat, berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari Kepolisian RI,
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dokter
Pemerintah, mengajukan persyaratan tertulis bahwa pengangkatan anak sematamata untuk kepentingan kesejahteraan anak). (2) Calon anak angkat (berada dalam
asuhan organisasi sosial). (3) Laporan sosial.
2
Rusli Pandika, Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 91
viii
Bagi pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara
Indonesia: (1) Calon orang tua angkat (berstatus kawin dan berumur minimal 25
tahun atau maksimal 45 tahun, pada saat mengajukan permohonan pengangkatan
anak, sekurang-kurangnya sudah kawin 5 tahun, dalam keadaan mampu ekonomi
berdasarkan surat keterangan dari pejabat yang berwenang serendah-rendahnya
Lurah Kepala Desa setempat, berkelakuan baik berdasarkan surat keterangan dari
kepolisian RI, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat
keterangan dari dokter pemerintah, mengajukan pernyataan tertulis bahwa
pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak). (2)
Calon anak angkat (berumur kurang dari 5 tahun, persetujuan tertulis dari
Pemerintah Negara asal calon anak angkat, berada dalam asuhan organisasi
sosial). (3) Laporan sosial.
Tata Cara Permohonan Untuk Mendapatkan Izin
Bagi pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia: 1) Permohonan
izin diajukan kepada Kanwil Departemen Sosial Setempat dengan ketentuan
sebagai berikut: (a) Diajukan secara tertulis diatas kertas bermaterai cukup. (b)
Ditandatangani sendiri atau kuasanya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (c) Memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
SK Menteri Sosial RI No. 13/HUK/1993. 2) Permohonan tersebut harus dilampiri
surat-surat sebagai berikut: Surat permohonan izin pengangkatan anak dari yang
bersangkutan di atas kertas bermaterai (asli), surat kelakuan baik dari POLRI
(Suami-Istri), surat pernyataan dari calon orang tua angkat mengenai motif
pengangkatan anak di atas kertas bermaterai Rp6000, foto copy surat nikah dan
ix
surat lahir calon orang tua angkat. 3) Tembusan surat permohonan disampaikan
kepada Menteri Sosial dan Organisasi Sosial dimana calon anak angkat tersebut
berada beserta foto copy lampirannya. 4) Kanwil Departemen Sosial setempat
dalam mengadakan penelitian atas permohonan tersebut dibantu oleh tim yang
keanggotaannya terdiri dari: Pemerintah Daerah/ Biro/ Dinas Sosial, Kepolisian,
Kanwil Departemen Kehakiman RI, Kanwil Departemen Kesehatan RI, Kanwil
Departemen Agama RI. 5) Kepala Kanwil Departemen Sosial setempat
berdasarkan hasil penelitian dalam waktu selambat-lambatnya 3 bulan sejak
diterimanya permohonan tersebut memberikan jawaban tertulis. 6) Pemberian
surat keputusan izin/ penolakan pengangkatan anak dikeluarkan oleh Kepala
Kanwil Departemen Sosial.
Bagi pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga Negara
Indonesia: 1) Permohonan izin diajukan kepada Menteri Sosial/pejabat yang
ditunjuk dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Diajukan secara tertulis di atas
kertas bermaterai cukup. (b) Ditandatangani sendiri atau kuasanya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Menteri Sosial/Pejabat yang
ditunjuk dalam mengadakan penelitian atas permohonan tersebut dibantu dengan
sebuah tim yang keanggotaannya terdiri dari wakil-wakil : Kantor Menteri
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Departemen Kehakiman, Departemen
Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Departemen
Agama, Kepolisian, Organisasi Sosial. 3) Menteri Sosial/pejabat yang ditunjuk
x
berdasarkan hasil penelitian dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak
diterimanya permohonan tersebut harus memberikan jawaban secara tertulis.3
Tata Cara Pengangkatan Anak di Indonesia
Menurut Peraturan Perundang-undangan: Calon Orang Tua Angkat
mengajukan
permohonan
secara
tertulis
diatas
kertas
bermaterai
dan
ditandatangani sendiri atau oleh kuasanya serta memenuhi semua persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada Menteri Sosial
Republik Indonesia melalui Organisasi Sosial yang akan meneruskan permohonan
tersebut kepada Menteri Sosial RI c.q. Direktur Jenderal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial. Jika Permohonan pengangkatan anak disetujui maka diajukan
kepada Pengadilan Negeri RI untuk mendapatkan pengesahannya (keputusannya).
Sedangkan menurut Hukum Adat di Indonesia yaitu pengangkatan anak secara
terang dan tunai, pengangkatan anak tidak secara terang dan tunai, pengangkatan
anak secara tunai saja.
Kewenangan Aparat Negara Atas Pengangkatan Anak
Kewenangan Pemberian Izin Pengangkatan Anak: 1) Menteri Sosial
memiliki kewenangan memberikan izin pengangkatan anak untuk ditetapkan atau
diputuskan oleh Pengadilan. 2) Kepala Instansi Sosial Provinsi memiliki
kewenangan memberikan izin Pengangkatan Anak Antar Warga Negara
Indonesia.
Kewenangan
Pemberian
Rekomendasi
atas
Permohonan
Izin
Pengangkatan Anak: 1) Kepala Instansi Sosial Provinsi memiliki kewenangan
3
Departemen Sosial RI, Program Pengangkatan Anak (Departement of Social Affairs
Child Adoption Program), Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina
Pelayanan Sosial Anak Departemen Sosial, Jakarta, hlm. 23-26
xi
memberi rekomendasi untuk memberikan izin Pengangkatan Anak dari Menteri
Sosial. 2) Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota memiliki kewenangan
memberikan rekomendasi atas permohonan izin Pengangkatan Anak Warga
Negara Indonesia di dalam lingkup kabupaten/kota setempat untuk diteruskan ke
Tim Pertimbangan Pengangkatan Anak (Tim PIPA) Provinsi.
Kewenangan Pembinaan, Bimbingan, dan Pemberian Izin Pengangkatan
Anak: 1) Menteri Sosial melakukan Pembinaan, Bimbingan, dan Pengawasan atas
Pemberian Izin Pengangkatan Anak. 2) Gubernur melalui Kepala Instansi Sosial
Provinsi melakukan Pembinaan, Bimbingan, dan Pengawasan atas Pemberian Izin
Pengangkatan Anak antar Warga Negara Indonesia dan Pengangkatan Anak oleh
Orang Tua Tunggal di Provinsi dan Kabupaten/Kota. 3) Bupati/Walikota melalui
Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota melakukan Pembinaan, Bimbingan, dan
Pengawasan atas Pemberian Izin Pengangkatan Anak antar Warga Negara
Indonesia di lingkup wilayah Kabupaten/Kota.
Akibat Hukum Pengangkatan Anak Warga Negara Asing di Indonesia
Menurut Peraturan Perundang-undangan, dalam Staatblad 1917 Nomor 129
tentang adopsi, akibat hukum dari perbuatan adopsi adalah bahwa anak adopsi
secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang mengadopsi. Dan
anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang mengadopsi.
Menurut Hukum Adat, menurut hukum adat Indonesia, anak angkat ada yang
menjadi pewaris bagi orang tua angkatnya, tetapi ada pula yang tidak menjadi ahli
waris dari orang tua angkatnya. Menurut Hukum Islam: (1) Status Anak Angkat,
Hukum Islam tidak menjadikan anak angkat berstatus sama dengan anak kandung
xii
dalam segala hal, status anak ini hanya sebagai anak asuh dari orang tua
angkatnya dalam arti memelihara dan mendidik anak tersebut. (2) Hubungan
Dengan Orang Tua Kandung, hubungan anak angkat dengan orang tua asalnya
masih tetap ada, pengangkatan anak tidak menutupkan nasab antara orang tua
kandung dengan anak angkat, nasab adalah keturunan atau ikatan keluarga sebagai
hubungan darah, baik karena hubungan darah ke atas, ke bawah, maupun ke
samping. (3) Kekuasaan Orang Tua dan Perwalian, pengangkatan anak dalam
Hukum Islam tidak mengalihkan status anak angkat berubah menjadi berstatus
sama dengan anak kandung, sehingga dari aspek kekuasaan orang tua dan
perwalian, kekuasaan orang tua kandung tetap menjadi wali dari anak angkatnya.
xiii
III.
PENUTUP
KESIMPULAN
Prosedur Pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia terlebih
dahulu harus memenuhi semua persyaratan yang berlaku baik syara materil
maupun syarat administratif, diantaranya syarat untuk anak yang diangkat yaitu:
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, merupakan anak terlantar atau
ditelantarkan, berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan
Anak, memerlukan perlindungan khusus; Sedangkan syarat bagi calon orang tua
angkat yaitu: sehat jasmani dan rohani, berumur paling rendah 30 (tiga puluh)
tahun dan maksimal 55 (lima puluh lima) tahun, beragama sama dengan agama
calon anak angkat, berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan
kejahatan, berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun, dan tidak merupakan
pasangan sejenis; Adapun syarat tambahan bagi pengangkatan anak warga negara
asing yaitu: mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara asal anak yang
diangkat, memperoleh persetujuan tertulis dari Menteri Sosial RI, calon anak
angkat dan calon orang tua angkat harus berada di wilayah negara RI, dan
pelaksanaannya harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku di negara
asal anak angkat.
Adapun tata cara pengangkatan anak menurut peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu, Calon Orang Tua Angkat mengajukan permohonan
secara tertulis diatas kertas bermaterai dan ditandatangani sendiri atau oleh
kuasanya serta memenuhi semua persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-
xiv
undangan yang berlaku kepada Menteri Sosial Republik Indonesia melalui
Organisasi Sosial yang akan meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri
Sosial RI c.q. Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. Jika
Permohonan pengangkatan anak disetujui maka diajukan kepada Pengadilan
Negeri RI untuk mendapatkan pengesahannya (keputusannya). Namun jika
terdapat penyimpangan terhadap persyaratan pengangkatan anak, maka harus
mendapatkan dispensasi dari Departemen Sosial atau Mahkamah Agung RI
sebelum diajukan ke Pengadilan Negeri RI. Sedangkan tata cara menurut hukum
adat yaitu, pengangkatan anak dilakukan secara terang dan tunai, secara tidak
terang dan tunai, dan secara tunai saja.
Akibat Hukum Pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia yaitu:
Menurut Peraturan Perundang-undangan, dalam Staatblad 1917 Nomor 129
tentang adopsi, akibat hukum dari perbuatan adopsi adalah bahwa anak adopsi
secara hukum mempunyai nama keturunan dari orang yang mengadopsi. Dan
anak adopsi dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari orang yang mengadopsi.
Menurut Hukum Adat, menurut hukum adat Indonesia, anak angkat ada yang
menjadi pewaris bagi orang tua angkatnya, tetapi ada pula yang tidak menjadi ahli
waris dari orang tua angkatnya. Menurut Hukum Islam: (1) Status Anak Angkat,
Hukum Islam tidak menjadikan anak angkat berstatus sama dengan anak kandung
dalam segala hal, status anak ini hanya sebagai anak asuh dari orang tua
angkatnya dalam arti memelihara dan mendidik anak tersebut. (2) Hubungan
Dengan Orang Tua Kandung, hubungan anak angkat dengan orang tua asalnya
masih tetap ada, pengangkatan anak tidak menutupkan nasab antara orang tua
xv
kandung dengan anak angkat, nasab adalah keturunan atau ikatan keluarga sebagai
hubungan darah, baik karena hubungan darah ke atas, ke bawah, maupun ke
samping. (3) Kekuasaan Orang Tua dan Perwalian, pengangkatan anak dalam
Hukum Islam tidak mengalihkan status anak angkat berubah menjadi berstatus
sama dengan anak kandung, sehingga dari aspek kekuasaan orang tua dan
perwalian, kekuasaan orang tua kandung tetap menjadi wali dari anak angkatnya.
SARAN
Disarankan
kepada
pemerintah
untuk
memberikan
informasi
atau
penyuluhan tentang pengangkatan anak di tiap-tiap daerah, sehingga dapat
diketahui tentang proses pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh Warga
Negara Indonesia. Pengangkatan anak antar negara di Indonesia tidak dilarang
tapi sangat dibatasi terutama diperlukan adanya jaminan dan kepastian yang
meyakinkan bahwa kehidupan hari depan si anak akan lebih cerah, disamping itu
kepentingan dan martabat bangsa serta agama tidak dirugikan karena
pengangkatan anak.
xvi
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Pandika, Rusli, 2012, Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika, Jakarta.
Zaini, Muderis, 2002, Adopsi: Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum,
Sinar Grafika, Jakarta.
Departemen Sosial RI, Program Pengangkatan Anak (Departement of
Social Affairs Child Adoption Program), Direktorat Jendral
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial
Anak Departemen Sosial, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
PP Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Download