kemandirian masyarakat desa batang uru merubah air menjadi listrik

advertisement
Prakarsa
KEMANDIRIAN MASYARAKAT DESA BATANG URU
MERUBAH AIR MENJADI LISTRIK
Ir. Linggi
Penerima Penghargaan Energi Prakarsa 2011 - Perorangan
SARI
Linggi adalah salah seorang Penerima Penghargaan Energi Prakarsa 2011 - Perorangan yang
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2229 K/74/MEM/
2011 Tanggal 27 September 2011 tentang Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Tahun 2011.
Dalam lampiran Keputusan Menteri ESDM tersebut, Linggi dinyatakan berjasa luar biasa sebagai
inspirator, motivator mewujudkan Desa Batang Uru terlistriki dengan mengembangkan potensi
mikrohidro untuk membangun PLTMH, Bengkel Hidro Batang Uru yang memproduksi Turbin 191
unit berkapasitas 1881 kWatt, yang berdampak meningkatnya rasio elektrifikasi 60% di Kabupaten
Mamasa, kesadaran menjaga lingkungan, perekonomian, sosial, dan budaya masyarakat sekitar,
secara lebih luas pembangunan sektor energi dan sumber daya mineral.
Desa Batang Uru merupakan salah satu desa terpencil dan tidak terdapat jaringan listrik nasional
sehingga tidak banyak kegiatan bernilai tambah tinggi yang dapat dilakukan di desa tersebut. Di
dalam keterbatasan tersebut, terdapat aliran sungai Batang Uru yang berpotensi dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik. Berbekal kerja keras Linggi bersama masyarakat sekitar,
akhirnya dapat menggapai cita-citanya untuk menerangi desa yang gelap gulita melalui
pembangunan mikrohidro di aliran sungai tersebut. Keberhasilan ini kemudian dikembangkan ke
daerah lainnya khususnya ke perdesaan yang tidak terjangkau jaringan listrik nasional. Perjuangan
panjang tersebut telah memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan listrik disaat negara
dihadapkan krisis energi listrik. Kini desa Batang Uru telah terang benderang, perekonomian
masyarakat pun telah tumbuh dan berkembang lebih baik.
1. DESA BATANG URU
Hingga kini sebagian besar wilayah Indonesia
masih mengalami krisis energi listrik.
Pemadaman terjadi silih berganti di luar Jawa
dan belum dapat dipastikan kapan
permasalahan ini akan berakhir. Pada sisi lain
jaringan listrik yang dikelola PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN) belum dapat menjangkau
seluruh wilayah Indonesia khususnya wilayah
pedesaan. Rasio elektrifikasi di tahun 2010
24
hanya 67,63% dan hingga 2014 dipastikan
pemerintah belum mampu 100% menyediakan
listrik bagi seluruh rakyat Indonesia mengingat
target yang ditetapkan hanya 80% (Gambar 1).
Rasio elektrifikasi Sulawesi Barat masih dibawah
rasio elektrifikasi nasional yaitu hanya 60,85%.
Nilai tersebut berasal dari 5 kabupaten/ kota
dimana salah satunya adalah Kabupaten
Mamasa dimana hanya 52,9% rumah tangga
yang telah mendapatkan listrik atau hanya 17
M&E, Vol. 9, No. 4, Desember 2011
Prakarsa
Gambar 1. Peta rasio elektrifikasi (Sumber : KESDM, 2011)
ribu rumah tangga (PLN, 2011). Kabupaten
Mamasa mempunyai karakteristik wilayah
berbukit dan distribusi penduduk yang tidak
merata sehingga belum mendapat prioritas
utama dalam proyek perluasan infrastruktur
jaringan listrik. Hal ini berdampak pada salah
satu desanya yaitu Desa Batang Uru Kecamatan Sumarorong yang selalu gelap
gulita di malam hari karena jaringan listrik
terdekat jaraknya 50 km. Sebagai ilustrasi
terbelakangnya pembangunan wilayah ini, jarak
dari ibukota Provinsi Sulawesi Barat adalah 249
km yang membutuhkan waktu tempuh sekitar
8 jam. Secara umum kondisi masyarakatnya
tergolong terbelakang dan miskin. Hal ini
diperparah dengan ruang gerak masyarakat
yang terbatas dalam melakukan kegiatan akibat
tidak adanya listrik sehingga mempengaruhi
perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Bertekad untuk memperbaiki keterbelakangan
pembangunan tersebut, masyarakat desa
berinisiatif sendiri menghasilkan energi dengan
memanfaatkan aliran sungai Batang Uru.
M&E, Vol. 9, No. 4, Desember 2011
Ketekunan dan kegigihan untuk mendapatkan
listrik akhirnya membuahkan hasil (Gambar 2).
Teknolog mikrohidro yang dikembangkan tidak
hanya menerangi desa Batang Uru namun justru
menjadi pemicu untuk mengembangkan desadesa lainnya di Kabupaten Mamasa dan Propinsi
Sulawesi Barat yang belum terjangkau listrik
PLN.
Gambar 2. Mikrohidro di desa Batang Uru
25
Prakarsa
2. BENGKEL HIDRO BATANG URU
Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang terbatas, sementara biaya membangun
mikrohidro sangatlah mahal, maka untuk
menurunkan biaya tersebut, perlu membuat
sendiri beberapa komponen mikrohidro melalui
usaha bengkel yang didirikan sendiri di desa
Batang Uru (Gambar 3). Usaha bengkel yang
terus berkembang, karena membuka lapangan
kerja baru di desa. 23 orang tamatan Sekolah
Dasar diperkerjakan sebagai pekerja las,
pekerja mesin bubut, petugas survei lokasi,
perencana hingga instalator pembangunan
PLTMH. Sejak mengembangkan mikrohidro di
tahun 1993, Bengkel Hidro Batang Uru dan
masyarakat desa telah membangun 191 unit
PLTMH yang menghasilkan listrik sebesar 1881
kW. Di antaranya 120 unit menggunakan turbin
buatannya sendiri dan dipasang di berbagai
wilayah Propinsi Sulawesi Barat, Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tengah hingga
pertengahan tahun 2011. Kapasitas Bengkel
sekarang mampu memproduksi mencapai 4
hingga 5 unit per bulan dengan jumlah tenaga
kerja sebanyak 23 orang. Pada umumnya
kapasitas turbin yang diproduksi adalah 2 kW
hingga 50 kW. Jenis turbin yang mampu
diproduksi Bengkel Hidro Batang Uru adalah
turbin cross flow dan turbin pelton walaupun
mayoritas turbin yang dipesan adalah jenis cross
flow (Gambar 4).
Gambar 3. Linggi di depan Bengkel Hidro
Batang Uru
26
3. PEMANFAATAN ALIRAN SUNGAI
UNTUK LISTRIK
Proses pengembangan mikrohidro diawali dari
kegiatan survei potensi energi air dengan
melakukan pengukuran debit dan ketinggian
jatuh air. Langkah selanjutnya adalah
melakukan perencanaan bagunan sipil, saluran
air hingga turbin yang akan digunakan.
Berdasarkan hasil perencanaan tersebut,
dibuatlah turbin dan kemudian pemasangan
peralatan mekanikal elektrikal dan pengujian
pengoperasian pembangkit listrik tenaga
mikrohidro (PLTMH). Selain itu juga, Bengkel
Hidro Batang Uru melakukan bimbingan
pengelolaan dan pemeliharaan PLTMH. Hal ini
dimaksudkan agar PLTMH yang telah terpasang
dapat dikelola secara mandiri oleh warga desa
setempat.
Kerja keras untuk keberhasilan bengkel Hidro
Batang Uru dalam mengembangkan mikrohidro
di Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tengah tetap dibantu juga oleh
beberapa pihak, antara lain :
–
Kosultan dari Jerman ( Helmut dan Gerhart)
yang membantu teknologi PLTMH;
–
MHPP-GTZ dalam bidang teknologi dan
bantuan langsung dana untuk beberapa unit
turbin serta pendampingan kelembagaan;
Gambar4.
Turbin produksi bengkel Hidro
Batang Uru
M&E, Vol. 9, No. 4, Desember 2011
Prakarsa
–
–
Pemerintah Pusat (Kementerian ESDM)
tahun 2008 membantu 1 unit mesin bubut,
1 unit mesin miling dan 1 unit mesin press;
Bakti Makassar sebagai mediator.
4. DAMP
AK DAN PROSPEK
DAMPAK
PEMBANGUNAN PL
TMH
PLTMH
Begitu banyaknya hasil yang dimanfaatkan dari
kreasi Bengkel Hidro Batang Uru yang terutama
mengubah gelapnya perdesaan menjadi terang
di malam hari. Keberadaan listrik di malam hari
memungkinkan anak-anak sekolah bisa belajar,
ibu-ibu dapat melakukan kegiatan usaha
produktif seperti menjahit dan membuat kue.
Sedangkan di siang hari, listrik digunakan untuk
usaha pertukangan/ bengkel, sekolah dan
fasilitas umum.
Salah satu usaha yang menjadikan
berkembangnya Bengkel Hidro Batang Uru
karena memanfaatkan listrik yang dihasilkan
sendiri juga saat ini memperkerjakan 23 teknisi
tenaga setempat dan 955 operator sehingga
mampu membangun 191 PLTMH yang telah
dibangun. Selain memproduksi komponen
PLMTH, bengkel tersebut juga menyediakan
serta memperbaiki alat-alat pertanian sehingga
masyarakat desa tidak perlu lagi ke kota untuk
membeli peralatan tersebut.
PLTMH karya Bengkel Hidro Batang Uru yang
telah mencapai 191unit sangat membantu
pemerintah dalam meningkatkan rasio
elektrifikasi sekaligus mengurangi jumlah
subsidi listrik. Hal ini disebabkan karena
beberapa PLTMH tersebut telah mengganti
pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD)
berbahan bakar minyak (BBM) yang
mempunyai biaya operasional tinggi. Anggaran
subsidi listrik yang dapat dihemat diprediksi
kurang lebih sebesar 22 miliar rupiah per tahun.
Perhitungan ini berasal dari total kapasitas
PLTMH yang menggantikan PLTD sebesar
M&E, Vol. 9, No. 4, Desember 2011
1.881 kW, sehingga jika setiap 1 kWh listrik dari
PLTD memerlukan BBM sebanyak 0,3 liter
maka dihemat BBM sebanyak 627 liter per jam
atau 2,5 juta rupiah per jam dengan alokasi
subsidi listrik sebesar Rp 4.000,-/ jam.
Selain mengurangi anggaran subsidi listrik
pemerintah, keberadaan PLTMH tersebut juga
mengurangi pengeluaran energi penerangan
masyarakat desa yang selama ini
menggunakan minyak tanah. Berdasarkan hasil
penelitian salah satu lembaga survei, yaitu
PUPUK Makassar, pada tahun 2005 dan 2006,
sebelum ada listrik PLTMH, rata-rata konsumsi
minyak tanah 4 liter / kepala keluarga (KK)/
bulan, namun sesudah ada listrik PLTMH
kebutuhan minyak tanah hanya 0,75 liter,
sehingga terjadi pengurangan konsumsi minyak
tanah 3,25 liter per KK per bulan. Terjadi
penurunan konsumsi minyak tanah sebanyak
48.220 liter per bulan, dengan perhitungan 191
unit PLTMH yang dibangun dimanfaatkan oleh
14.840 KK.
Menyadari besarnya manfaat PLTMH,
masyarakat desa Batang Uru secara sadar
menjaga keberlangsungan suplai air dengan
melakukan konservasi lahan hutan disekitar
aliran sungai Batang Uru. Dengan
berkurangnya frekuensi dan kuantitas
penebangan hutan, maka dengan sendirinya
produksi gas karbondioksida menurun dan
dilain pihak produksi gas oksigen meningkat.
Pada Desa Batang Uru 3, mempunyai
pembangkit berkapasitas 70 kW yang melayani
200 KK dengan kebutuhan listrik hanya sebesar
20 kW. Hal ini menunjukkan bahwa di tengah
krisis energi nasional yang terjadi saat ini, desa
Batang Uru mempunyai kelebihan energi yang
belum dimanfaatkan. Melihat masih banyaknya
potensi yang belum dimanfaatkan tersebut,
Bengkel Hidro Batang Uru berencana
mengembangkan mikrohidro dengan kapasitas
yang lebih besar dan listriknya akan disalurkan
27
Prakarsa
ke jaringan PLN. Namun untuk mewujudkan
cita-cita tersebut bukan suatu usaha yang
mudah karena harus menghadapi keterbatasan
dana untuk pembangunannya.
Pemanfaatan sumber energi lokal seperti
misalnya PLTMH memang sangat cocok untuk
dikembangkan di perdesaan yang belum
terlayani jaringan listrik sebagaimana yang telah
dilakukan desa Batang Uru. Kunci keberhasilan
pengembangan mikrohidro di daerah ini, tidak
terlepas dari kepemimpinan yang mampu
menggerakkan masyarakat untuk menyediakan
28
energi dari sumber energi yang tersedia banyak
di lingkungannya sendiri.
Selain membawa dampak yang positif terhadap
perekonomian dan sosial desa, masyarakat juga
telah menyadari betapa pentingnya menjaga
kelestarian hutan dan lingkungan agar PLTMH
yang telah menerangi kampungnya tetap
mendapat pasokan air.
*
Disusun oleh Umar Dhani, Puslitbang
Teknologi Mineral dan Batubara
M&E, Vol. 9, No. 4, Desember 2011
Download