dr. abdul mun`im, apt. fakultas farmasi program magister herbal

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS FITOTERAPI
DERMATITIS
SYAVIKA AYUNI TASLIM
1106107510
DOSEN: DR. ABDUL MUN’IM, APT.
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM MAGISTER HERBAL
2012
DERMATITIS
I. Pendahuluan [7]
A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh fakor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal.
B. Etiologi
Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari,
suhu ), mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).

Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
C. Faktor Predisposisi

Keringnya kulit.

Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.

Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak
dengan pakaian berlapis.

Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.

Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.

Virus dan infeksi lain.

Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.
D. Gejala klinis
Pada umumnya penderita dermatitis akan mengeluh gatal, dimana gejala klinis
lainnya bergantung pada stadium penyakitnya.

Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan
eksudasi sehingga tampak basah.

Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.

Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak
awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
E. Klasifikasi
 Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
1. Dermatitis kontak (dermatitis venemata).
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh bahan yang menempel pada kulit
atau dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV.
Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang
disebabkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
a. Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau
fisik merusak kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan
iritan atau kontak ulang dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini
terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut,
konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan dan trauma fisis, suhu
serta kelembaban.
b. Dermatitis kontak alergik.
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit
dengan bahan alergik (bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas). Tipe ini memiliki
periode sensitisasi 10 – 14 hari.
c. Dermatitis kontak fototoksik
Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan
kombinasi sinar matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran
klinis yang terjadi serupa dengan dermatitis iritan.
d. Dermatitis kontak fotoalergik
Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping
kontak alergen untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa
dengan dermatitis iritan.
2. Dermatitis Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T
dan sel Mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering
disebut eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan
akut, yang pertama tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak
pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih
sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar
adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi
yang merupakan keluhan utama mencari bantuan.
3. Dermatitis medikamentosa
Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan
untuk ruam kulit karena pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada
umumnya reaksi obat timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik
atau menyeluruh.
 Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :

Dermatitis papulosa

Dermatitis vesikulosa

Dermatitis madidans

Dermatitis eksfloliative
 Berdasarkan bentuknya , dermatitis diklasifikasikan menjadi :

Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong,
berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah
sehingga basah. Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat
gatal, lesi akut berupa vesikel dan papulo vesikel ( 0,3 – 1.0 cm ) kemudian
membesar dengan cara meluas kesamping. Membentuk satu lesi karakteristik
seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas.
Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau simetris dengan
ukuran bervariasi mulai dari miliar – numular.
II. Formula dan Produk [11]
Herba Histaminic
 Herba Histaminic adalah salah satu herbal produksi
Herbal Indo Utama yang memiliki banyak manfaat
terutama bagi penderita alergi kulit, psoriasis, gatalgatal, biduren, dermatitis, bisul, cacar air serta penyakit
kulit lainnya.
 Isi : 60 Kapsul @ 500 mg
Sertifikat Halal BP POM MUI No. 00140016360701
untuk Cangkang Kapsul Produksi : Herbal Indo Utama
 Komposisi :
 Tinospora crispae (Brotowali)
 Andrographis paniculata (Sambiloto)
 Azadirachta indica (Mimba)
 Curcuma longa (Kunyit)
III. Tanaman
1. Lidah Buaya (Aloe vera (L.) Burm. f.) [4, 9]
Famili
: Liliaceae
Sinonim: Aloe barbadensis Mill., Aloe chinensis Bak., A. elongata Murray, A. indica
Royle, A. officinalis Forsk., A. perfoliata L., A. rubescens DC, A. vera L. var. littoralis
König ex Bak., A. vera L. var. chinensis Berger, A. vulgaris Lam.
A. Deskripsi tanaman [10]
Daun berair, panjang 30-50 cm dan lebar sekitar 10 cm, berwarna hijau terdapat
bercak putih pada daun, bunga berbentuk pipa berwarna kuning terang, tersusun rapat dan
memanjang.
Simplisia yang digunakan
Merupakan ekstrak yang dikeringkan, berasal dari sel-sel persikel yang berbatasan
dengan parenkim daun, dan secara spontan mengikuti potongan daun, disediakan dalam
bentuk kering baik dengan atau pemanasan. Gel Aloe vera berupa musilago tidak
berwarna, yang dihasilkan dari sel-sel parenkim daun Aloe vera.
B. Kandungan Kimia [10]
Kandungan utama dalam aloe berupa senyawa turunan hidroksiantron, sebagian
besar jenis aloe-emodin-antron C-glikosida. Kandungan utama dikenal sebagai barbaloin
(aloin) 15-40%, yang merupakan campuran dari aloin A dan B. Kandungan lain
hidroksialon (sekitar 3%), aloeresin, asam sinamat dan turunan 1-metil-tetralin.
Aloe vera gel: glucomannans (termasuk glukosa, asam mannose, glukuronat),
polisakarida lainnya termasuk galactogalacturans dan galactoglucoarabinomannans. Zat
Pectic, lupeol, sterol dan steroid organik dan anorganik lainnya juga telah diidentifikasi.
Konstituen yang paling banyak adalah air (99%).
Resin Aloe: mengandung C-glikosida dan resin, anthroquinone glikosida (termasuk
aloe-emodin dan aloin A dan B).
C. Farmakologi
Data klinis
Aloe vera gel digunakan pada luka penyembuhan (krim, gel dan salep) untuk
pengobatan dari berbagai kondisi kulit seperti luka bakar, psoriasis, radiasi luka bakar, dan
herpes. Aloe vera gel juga digunakan secara internal pada pengobatan kolitis ulserativa.
Aloe vera gel: Sebuah tinjauan sistematis dari khasiat terapi gel lidah buaya menunjukkan
beberapa bukti keberhasilan dalam psoriasis dan herpes genital. Namun penelitian yang
lebih baru meninjau penggunaannya dalam radiasi diinduksi reaksi kulit dan mucositis
radiasi terkait dalam pasien kanker, tidak menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan
plasebo untuk penyembuhan luka, rasa sakit, dan nyeri. Sebuah penelitian terkontrol acak
lanjut tampaknya menunjukkan kurangnya keberhasilan lidah buaya dalam pengobatan
dari jaringan payudara yang terkena iradiasi. Dalam penelitian ini penggunaan krim
acqueous secara signifikan lebih baik daripada Aloe vera gel dalam mengurangi
deskuamasi dan sakit karena radiasi pengobatan. Studi terbaru lainnya dengan double
blind placebo control dari penggunaan gel lidah buaya dalam pengobatan vulgaris
psoriasis ringan sampai sedang menunjukkan efek yang tidak lebih baik dari placebo.
D. Mekanisme kerja
Gel Aloe vera telah menunjukkan beberapa efek penyembuhan luka termasuk
mendorong granulasi jaringan, dan aloe polisakarida telah menunjukkan beberapa efek
positif dalam studi mencegah luka bakar radiasi pada hewan. Keduanya bersifat
antimikroba dan anti-inflammatory. Aktivitas penyembuhan luka dari gel dianggap berasal
dari sejumlah konstituen kimianya termasuk aktivitas antiinflamasi, hidrofilik, fibroblaststimulating dan sifat antibakteri. Resin lidah buaya memiliki efek stimulan laksatif yang
kuat, seperti halnya sebagian besar tanaman yang kaya zat antrakuinon.
E. Keamanan
Peringatan: resin lidah buaya dapat menyebabkan diare berat dan dapat menyebabkan
masalah dengan keseimbangan elektrolit jika digunakan jangka panjang (lebih dari dua
minggu).
Kontraindikasi: resin lidah buaya dikontraindikasikan pada anak-anak, dan pada
kehamilan. Hal ini juga dikontraindikasikan pada obstruksi usus parsial atau lengkap.
Penggunaan dalam kehamilan / menyusui: resin lidah buaya dikontraindikasikan pada
kehamilan. Tidak ada informasi tentang penggunaannya dalam lactasi. Gel lidah buaya
dapat digunakan secara eksternal pada kehamilan dan menyusui. Tidak ada bukti tentang
penggunaannya secara internal dalam kehamilan dan laktasi.
Interaksi obat
Interaksi dapat terjadi dengan obat lainnya terkait dengan ketidakseimbangan elektrolit.
Glikosida jantung dalam obat dianggap kombinasi yang kurang efektif dengan Aloe vera
resin.
Efek samping
Hipersensitivitas dalam bentuk dermatitis eksim dan kontak telah dilaporkan. Ada satu
laporan hepatitis akut yang dikaitkan dengan penggunaan lidah buaya. Laporan
berspekulasi bahwa itu mungkin sebuah reaksi hipersensitivitas. Namun penggunaan
tanaman tidak dijelaskan, diverifikasi atau diuji untuk kontaminasi sehingga laporan sulit
untuk dievaluasi.
F. Dosis
Aloe vera gel (stabil atau segar) 25 ml 1-4 kali setiap hari. Aloe resin 0,1 gm setiap hari.
2. Kunyit (Curcuma longa L.) [2, 9]
Famili
: Zingiberaceae
Sinonim : Curcuma domestica Valeton., C. rotunda L., C. xanthorrhiza Naves, Amomum
curcuma.
Nama Lokal: Tumeric (Inggris), Kurkuma (Belanda), Kunyit (Indonesia)
Nama Daerah: Temu Kuning (Jawa), Koneng (Sunda), Kunyir (Lampung)
A. Deskripsi tanaman [9, 10]
Tumbuhan berbatang semu, basah yang dibentuk dari pelepah daun. Tinggi
tanaman dapat mencapai 1,5 m, berbunga majemuk berwarna putih sampai kuning muda.
Berdaun tunggal, berbentuk lanset lebar, ujung dan pangkalnya runcing, tangkainya
panjang, tepinya rata, bertulang menyirip, panjangnya 20 – 40 cm, lebar 8 – 12,5 cm,
warna hijau pucat. Tanaman menghasilkan rimpang berwarna kuning jingga, kuning
jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk
dan anak rimpang, rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki.
Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari, panjang rimpang 2 – 10 cm,
diameter 1 – 2 cm
Simplisia yang digunakan
Rimpang berwarna kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecokelatan.
B. Kandungan Kimia [10]
Kandungan utama dalam rimpang kunyit adalah kurkuminoida: berupa campuran
kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin. Selain itu simplisia rimpang
kunyit juga mengandung minyak atsiri (sekitar 3-5 %): berupa seskuiterpen keton (sekitar
60%) seperti arturmeron, zingiberen, β-atlanton, felandren, eugenol, borneol. Kandungan
lainnya adalah polisakarida seperti glikan,ukonan A-D.
C. Farmakologi [1, 13, 14]
1. Aktivitas anti-inflamasi dan antioksidan
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kurkumin merupakan antioksidan kuat.
Bahkan, kurkumin telah ditemukan setidaknya 10 kali lebih aktif sebagai antioksidan
daripada vitamin E. Kurkumin mencegah oksidasi hemoglobin dan menghambat
peroksidasi lipid. Aktivitas antioksidan kurkumin dapat dimediasi melalui antioksidan
enzim seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Penekanan
peroksidasi lipid oleh kurkumin dapat menyebabkan penekanan peradangan.
a. Uji praklinis
 Aktivitas anti-inflamasi Curcumae longae Rhizoma telah dibuktikan pada hewan
coba. Pemberian obat secara intraperitoneal pada tikus efektif mengurangi peradangan
akut dan kronis pada edema kaki yang diinduksi karagenan, tes kantong granuloma,
dan tes kapas granuloma pelet. Efektivitas obat pada tikus dilaporkan mirip dengan
hidrokortison asetat atau indometacin dalam eksperimen inflamasi yang diinduksi.
Pemberian oral jus kunyit atau bubuk tidak menghasilkan efek anti-inflamasi, hanya
injeksi intraperitoneal yang efektif. Minyak atsiri telah menunjukkan aktivitas antiinflamasi pada tikus terhadap induksi arthritis adjuvant, edema kaki diinduksi
karagenan, dan hyaluronidase-inflamasi yang diinduksi. Aktivitas anti-inflamasi
muncul harus dimediasi melalui penghambatan dari enzim tripsin dan hialuronidase.
Kurkumin dan turunannya adalah konstituen obat anti-inflamasi aktif. Setelah
pemberian intraperitoneal, kurkumin dan Natrium curcuminate memberikan efek
aktivitas anti-inflamasi yang kuat dalam tes edema diinduksi karagenan pada mencit
dan tikus. Kurkumin juga ditemukan efektif setelah pemberian oral dengan karagenan
untuk induksi tes edema akut pada mencit dan tikus. Aktivitas anti-inflamasi
kurkumin mungkin karena kemampuannya untuk mengikat radikal oksigen, yang
telah terlibat dalam proses peradangan. Selain injeksi, intraperitoneal dari fraksi
polisakarida, isolasi dari obat, peningkatan kapasitas fagositosis pada tikus dalam tes
karbon pembersihan koloid.
b. Uji klinis
Pemberian obat secara oral untuk 116 pasien dengan asam dispepsia, kembung
dispepsia, dispepsia atau lemah dalam penelitian, secara acak, double-blind
mengakibatkan respon statistik signifikan pada pasien yang menerima obat. Para
pasien menerima 500 mg bubuk obat empat kali sehari selama 7 hari. Dua uji klinis
lain yang mengukur efek obat pada tukak lambung menunjukkan bahwa pemberian
obat maag secara oral memperbaiki penyembuhan dan mengurangi sakit perut yang
timbul. Dua studi klinis telah menunjukkan bahwa kurkumin merupakan obat
antiperadangan yang efektif. Pada jangka pendek (2 minggu), double-blind, crossover
study dari 18 pasien dengan rheumatoid arthritis menunjukkan bahwa pasien yang
menerima baik kurkumin (1200 mg / hari) atau fenilbutazon (30 mg / hari) memiliki
peningkatan kekakuan pagi yang signifikan, waktu berjalan dan pembengkakan sendi.
Dalam kedua studi, efektivitas kurkumin dan fenilbutazon pada pasca operasi
peradangan diteliti dalam study double-blind. Kedua obat menghasilkan respon anti-
inflamasi lebih baik dibandingkan plasebo, tetapi Curcumae longae Rhizoma tingkat
peradangan pada pasien sangat bervariasi dan tidak merata didistribusikan di antara
tiga kelompok
2. Penyakit Kulit
Kurkumin telah terbukti efektif terhadap kulit yang berbeda penyakit termasuk
psoriasis kulit karsinogenesis, skleroderma, dan dermatitis. Sejumlah laporan
menunjukkan curcumin yang mempercepat penyembuhan luka. Selain itu, kurkumin
juga mencegah pembentukan bekas luka dan berperan dalam regenerasi otot
disebabkan oleh trauma.
3. Antikanker
Potensi antikanker kurkumin dalam berbagai system baru-baru ini dibahas. Kurkumin
menunjukkan dapat memblokir transformasi, inisiasi tumor, promosi tumor, invasi,
angiogenesis, dan metastasis. In vivo, curcumin menekan karsinogenesis pada kulit,
lambung, usus, dan hati pada tikus. Kurkumin juga menekan karsinogenesis payudara.
Kurkumin telah menunjukkan dapat menghambat proliferasi berbagai sel tumor,
termasuk B-sel dan sel T leukemia, karsinoma kolon, karsinoma epidermoid, dan
berbagai sel karsinoma payudara.
4. Antibakteri dan antijamur
Kim et al melaporkan secara in vivo aksi Kurkumin dan bahan yang berasal dari
rimpang Curcuma longa terhadap beberapa jamur patogen. Responnya bervariasi
dengan patogen yang diuji. Mishra et al telah menguji berbagai sintesis biokonjugasi
Kurkumin yaitu. 4,4 '-di-O-glycinoyl-curcumin, 4,4'-di-OD-alaninoyl-curcumin,
curcumin-4, 4'-di-O-β-Dglucopyranoside dan 4,4 '-di-O-acetylcurcumin, bersama
dengan piperoyl glisin, terhadap bakteri dan jamur yang berbeda secara in vitro. 4,4 'di-O-(glycinoyl-di-N piperoyl) - kurkumin dan 4,4'-di-O-acetylcurcumin ditemukan
lebih efektif daripada Cefepime, obat antibakteri yang tersedia secara komersial, pada
konsentrasi yang sama. Sintesis biokonjugasi dari Kurkumin ini ditemukan lebih kuat
dari kurkumin sendiri terhadap banyak strain umum bakteri, serta jamur.
D. Mekanisme kerja [14]
Kurkuminoid, sekelompok senyawa fenolik diisolasi dari akar Curcuma longa, memiliki
aktivitas anti-inflamasi, antioksidan dan antimikroba.
 Dalam sebuah penelitian, efek antioksidan kurkumin ditunjukkan dari penghambatan
masuknya Ca2 + dan aktivitas PKC.
 Hong et al. menunjukkan bahwa ekstrak aktif Curcuma longa menengahi aktivitas
penghambatan COX-2 dan iNOS.
 Kurkumin menunjukkan penghambatan karsinogenesis eksperimental, mutagenesis dan
penekanan ekspresi COX-2 dengan menghambat aktivitas ERK dan aktivasi NFkappaB
 In vitro, kurkumin menghambat LPS-induced production dari TNF dan IL-1 oleh
macrophages monocytic.
 Mani et al. mengamati suatu peningkatan dalam perbaikan luka dan efek regulasi pada
transforming growth factor-beta (TGF-beta1), reseptor dan iNOS dalam makrofag, oleh
curcumin. Perbaikan jaringan dan penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks
yang melibatkan peradangan, granulasi dan remodeling jaringan. Interaksi sel yang
berbeda, protein matriks ekstraseluler dan reseptornya terlibat dalam penyembuhan
luka, dan dimediasi oleh sitokin dan faktor pertumbuhan. Dalam satu studi, luka diobati
dengan kurkumin menunjukkan re-epitelisasi yang lebih awal, neovaskularisasi
meningkat, peningkatan migrasi sel (myofibroblasts kulit, fibroblast, dan makrofag) ke
tempat uka, dan konten kolagen lebih tinggi.
E. Data Keamanan [2, 9, 10]
The Food and Drug Administration telah mengklasifikasikan tumeric sebagai
Generally Recognized as Safe (GRAS) yang secara umum dianggap aman untuk
dikonsumsi sehari-hari. Studi toksisitas pada hewan telah dilakukan dan kurkumin telah
ditemukan aman bahkan pada dosis tinggi dalam kebanyakan studi pada tikus, guinea
babi, dan monyet (Shankar et al., 1980). Namun, beberapa spesies (misalnya, tikus, dan
tikus dengan asupan dosis tinggi berkepanjangan) rentan terhadap hepatotoksisitas pada
kunyit yang ditelan.
Lebih dari 600 individu berpartisipasi dalam studi open-kontrolled untuk pemberian
turmeric (dosis sampai 6 g/hari) dan curcumin (sampai 1,5 g/hari) untuk perlakuan selama
beberapa minggu. Tidak terdapat efek yang merugikan hanya efek minor seperti rasa tidak
nyaman pada saluran cerna.
Toksisitas akut
Tidak ditemukan tanda-tanda keracunan pada mencit yang menerima dosis oral ekstrak
etanol 0,5; 1 atau 3 g/ kg berat badan. Atau juga dengan bubuk turmeric dosis 2,5 g/kg.
Pada tikus, guinea pig dan monyet dengan dosis 300 mg/kg.
Ditemukan nilai LD50 dari ekstrak turmeric fraksi petroleum eter, alcohol dan air akibat
pemberian intraperitonial pada mencit, yaitu ditentukan pada dosis 0,525; 3,980; 0,43o dan
1,5 kg/bb
Toksisitas dosis berulang
Ditemukan tanda penurunan berat badan pada hari ke 102-109 pada dosis tertinggi.
Setelah pemberian turmeric oleoresin yang diberikan pada babi dengan dosis 60; 296 dan
1551 mg/ kg bb.
Kontraindikasi
Obstruksi saluran empedu. Dalam kasus batu empedu, gunakan hanya setelah
berkonsultasi dengan dokter. Hipersensitivitas terhadap obat tersebut.
Pencegahan / Precautions
Karsinogenetik, mutagenetik, penghambatan fertilitas. Curcumae longae Rhizoma tidak
mutagenic secara in vitro
Kehamilan : efek teratogenik
Curcumae longae Rhizoma secara oral tidak tetratogenic pada mencit atau tikus
Kehamilan : efek non-teratogenik
Keamanan Curcumae longae Rhizoma selama kehamilan belum ditetapkan. Sebagai
tindakan pencegahan obat tidak boleh digunakan selama kehamilan kecuali pada saran
medis
Ibu menyusui
Ekskresi obat ke dalam ASI dan efeknya pada bayi baru lahir belum ditetapkan. Sampai
data tersebut tersedia, obat tidak boleh digunakan selama menyusui, kecuali atas saran
medis.
F. Interaksi obat [2]
a. Interaksi dengan obat-obatan
Kemungkinan berinteraksi dengan obat antikoagulan, antiplatelet, heparin, dan agen
trombolitik. Secara teori, kurkumin dapat meningkatkan aktivitas obat-obatan tersebut
sehingga meningkatkan resiko pendaharan. Penelitian in vitro pada hewan menunjukkan
kurkumin dapat menghambat agregasi platelet, dimana mengakibatkan waktu pendaharan
lebih lama jika dikonsumsi bersama dengan obat-obatan yang mempengaruhi fungsi
platelet. Perlu perhatian khusus pada penggunaan kurkumin secara bersamaan dengan
obat-obatan tersebut.
b. Interaksi dengan tanaman obat lain
Piperin, zat aktif yang terkandung dalam lada, dapat meningkatkan bioavailabilitas
kurkumin. Dalam sebuah penelitian silang (crossover study), 8 relawan sehat diberi dosis
tunggan kurkumin 2 g, serbuk tunggal, atau dengan piperin serbuk 20 mg. Dosis tunggal
kurkumin menunjukkan kadar serum rendah atau tidak terdeteksi. Penambahan piperin
meningkatkan kadar kurkumin 30 kali lipat pada 45 menit pertama, dan bioavailabilitas
relatif meningkat 20 kali lipat. Sehingga penggunaan bersama kedua senyawa tersebut
ditoleransi dengan baik.
Reaksi yang tidak diinginkan
Dosis besar atau pemakaian yang berkepanjangan dapat mengakibatkan iritasi membran
mukosa lambung. Tidak dapat digunakan pada kholangitis akut atau ikterus.
G. Penyiapan dan Dosis [2]
Secara tradisional:
Penyiapan: 0,5-1 g simplisia direbus dengan air mendidih dalam penangas air, tutup,
diamkan 5 menit dan kemudian saring dan encerkan dengan perbandingan 1:10.
Dosis: Simplisia kasar 3-9 g per hari. Rata-rata dosis adalah 1,5-3 g per hari. Serbuk harus
diminum sebelum makan. Dosis tingtur adalah 10-15 tetes (0,5-1 ml) 2-3 kali perhari.
Penyimpanan
Simpan ditempat sejuk dan kering di dalam wadah tertutup rapat, jauh dari jangkauan
anak-anak.
3. Mimba (Azadirachtae indica A. Juss) [3]
Famili: Meliaceae
Sinonim: Antelaea azadirachta (L.) Adelb., A. javanica Gaertn., Azedarach fraxinifolia
Moench, Melia azadirachta L., M. Fraxinifolia Adelb., M. Indica (A. Juss.) Brandis, M.
Pinnata Stokes.
Nama Daerah: Imba, mimba (Jawa), membha, mempheuh (Madura), intaran, mimba (Bali)
Nama Asing: Neem(USA, Filipina), Azad dirakhat (India)
A. Deskripsi tanaman [10]
Tanaman berupa pohon tinggi dapat mencapai 40 m. Daun tunggal pinnatus selalu
berwarna hijau. Bunga berupa bunga majemuk berbau harum, berwarna putih. Buah
berwarna hijau dan berubah menjadi hijau kekuningan atau kuning jika masak, berbentuk
bulat atau bulat panjang.
Simplisia yang digunakan
Daun, buah, dan kulit batang yang telah dikeringkan.
B. Kandungan Kimia [3, 10]
Kulit batang dan kulit akar mimba mengandung nimbin, nimbinin, nimbidin,
nimbosterol, nimbosterin, sugiol, dan nimbiol. Pada bagian kayu terdapat nimaton, dan
flavonoid dalam jumlah sedikit. Daun mimba mengandung senyawa-senyawa diantaranya
adalah β-sitosterol, hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin,
nimbin, nimbine, 6-desacetylbimbine.
Nimbin
C. Farmakologi [3, 5, 15]
1. Imunomodulator & Imunostimulator
 Hasil pengujian praklinis pada hewan percobaan diperoleh bahwa ekstrak air
Azadirachtae indicae folium dosis 160 mg/kgBB secara intragastik menunjukkan
aktivitas imunomodulator pada tikus terinduksi ulcers.
 Ekstrak air daun Azadirachtae indicae dosis 100 mg/kgBB secara intraperitonial
pada tikus menunjukkan aktivitas imunostimulator. Pemberian ekstrak daun mimba
dengan dosis 100 mg/kg bobot mencit menunjukkan tingkat antibodi IgE, IgM, dan
antiovalbumin yang lebih tinggi pada mencit yang telah diimunisasi ovalbumin
dibandingkan mencit yang diimunisasi pembawa. Dosis pemberian tersebut juga
meningkatkan inhibisi makrofag.
2. Antibakteri dan antivirus
Azadirachta indica efektif terhadap jamur tertentu, termasuk Trichophyton ruberum,
mentagrophytes, Trichophyton violaceum, Epidermophyton, Microsporum Nanum,
Trichosporon, Geotricum, Epidermophyton floccosum, dan Candida. Azadirachta
indica memiliki spektrum yang luas dari aksi antibakteri terhadap microorganisms
Gram-negatif dan Gram-positif dan menghambat Vibrio cholerae, Klebsiella
pneumoniae, Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium pyogenes, Streptococcus
mutans dan Streptococcus faecalis. Azadirachta indica memiliki aktivitas antivirus
melawan Vaccinia virus, Chikungemya, virus campak dan kelompok-B Coxsackie
viruses.
3. Anti-kanker
 Pemberian ekstrak etanol dari mimba dapat mempercepat kematian sel kanker
prostate (PC-3) in vitrodengan menaikkan fragmentasi DNA dan menurunkan
jumlah sel kanker, menurunkan protein Bcl-2 (anti-apoptotic protein), serta
menaikkan protein Bax.
 Ekstrak air daun mimba dapat menaikkan respon imun melalui peningkatan respon
antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dan cytotoxic T cell (CTL)
terhadap sel MCF-7 (sel kanker payudara).
4. Penyakit kulit
Neem telah sangat berhasil terhadap jamur yang berbahaya, parasit, dan virus.
Ia telah sangat membantu dalam mengobati berbagai masalah kulit dan penyakit
termasuk psoriasis, eksim dan kondisi persisten lainnya. Psoriasis berhasil diobati
dengan minyak Neem.
D. Mekanisme kerja
 Aktivitas antibakteri ampuh Azadirachta indica adalah karena penghambatan sintesis
sel-membran pada bakteria.
 Azadirachta
indica
menunjukkan
aktivitas
anti-inflamasi
dengan
menekan
mikroorganisme yang disebabkan ROS dan pro-inflamasi cytokines.
 Njiro et al. menegaskan bahwa Azadirachta indica meningkatkan respon kekebalan
secara invivo. Azadirachta indica meningkatkan IgM, titer antibodi IgG (respon imun
humoral) dan meningkatkan penghambatan migrasi makrofag (cell mediated immune
responses).
E. Data Keamanan [4]
Toksisitas
 Efek toksik terlihat pada ekstrak air panas1000 ml pada laki-laki dewasa. Dapat
menyebabkan iritasi mata dan jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab
konjungtivitas dan inflamasi.
 LD50 minyak mimba adalah 14 mL/kgBB pada tikus dan 80 mL/kgBB pada kelinci.
Pada anak-anak, dapat menimbulkan gejala seperti pada sindroma Reye dengan
pemberian 5-13 mL minyak mimba.
Peringatan: tidak boleh digunakan untuk anak-anak, ibu hamil, menyusui dan penderita
yang hipersensitivitas terhadap tanaman mimba. Penggunaan tidak boleh lebih dari 3
minggu. Hati-hati jangan sampai terkena mata karena dapat menyebabkan iritasi mata dan
jaringan lunak, serta kemungkinan sebagai penyebab konjungtivitas dan inflamasi.
Interaksi obat
Pemberian bersamaan ekstrak cair daun mimba dengan klorokuin sulfat (antimalaria)
dapat mempengaruhi bioavailabilitas dan menurunkan parameter farmakokinetik
klorokuin.
Reaksi yang tidak diinginkan
Mual, muntah, anoreksia, hipersensirivitas, dan dapat menyebabkan sindroma Reye’s pada
bayi.
F. Penyiapan dan Dosis [4]
Secara tradisional: 7 lembar daun mimba, 150 g akar tapak liman segar dan 4 ruas jari
rimpang temulawak segar, direbus dengan 2 gelas air, hingga rebusan tersisa 1 gelas, lalu
didinginkan. Diminum setiap 1 jam sebelum makan, 3 kali sehari sebanyak 1 gelas.
4.
Brotowali (Tinospora crispa (L.)) [2]
Famili: Menispermaceae
Sinonim: T. Rumphii Boerl., T. Tuberculata (Lamk) Beaumae ex Heyne.
Nama Daerah: Bratawali, kar Putarwali, Batang Wali
Nama Asing: Akar putarwali, petawali, Makabuhay, paliaban.
A. Deskripsi Tanaman [2]
Habitus berupa perdu memanjat, tinggi batang sampai 2,5 cm, berkutil-kutil yang rapat,
pepagannya mudah terlepas. Daun bertangkai, panjang sampai 16 cm, bentuknya seperti
jantung atau agak membundar telur tetapi berujung runcing, lebar 6-13 cm. Perbungaan
berbentuk tandan semu dengan 1-3 bunga bersama-sama, menggantung panjang 7-25 cm.
Bunga (jantan) bergagang pendek 3-4 mm, kelopak 6, hijau panjang lebih kurang 3,5 mm,
daun mahkota 3, panjang lebih kurang 8 mm.
Simplisia: Berupa potongan batang, warna hijau kecoklatan, permukaan tidak rata,
bertonjolan, beralur-alur membujur, lapisan luar mudah terkelupas, tidak berbau dan rasa
sangat pahit.
B. Kandungan Kimia [2, 10]
Alkaloid
kuarterner; N-asetilnornusiferin, N-formil-annonain; N-formil-nornusiferin;
Tinokrisposida, Boropetol B, borapetoside B, C & F, jatrorhizin, magnoflorin,
protoberberin, tembolarin, diosmetin, cycloeucalenol, cycloeucalenon dan yang lainnya.
Amritosida A, B, C, dan D, glikosida Flavone (apigenin), picroretosid, berberin, picroretin
dan resin.
C. Farmakologi [16, 17]
Digunakan untuk hipertensi, diabetes mellitus, mengobati malaria, bat diare dan sebagai
vermifuge. Di Malaysia, ekstrak T. crispa diberikan kepada pasien diabetes tipe 2 (tidak
tergantung insulin) untuk mengobati hiperglikemia. Anti inflamasi, antioksidan,
antimalaria, antiprotozoa dan hipoglikemia.
Data Pra Klinik (In Vitro dan In Vivo)
In Vitro
 Antibakteri [17]
Penelitian ini telah dilakukan untuk mengevaluasi efek antibakteri dan interaksi antara
ekstrak Tinospora crispa dan Swietenia mahagoni terhadap strain yang resisten
terhadap
Methicillin-resistant
Staphylococcus
aureus
(MRSA).
Konsentrasi
penghambatan minimum (MIC) dan konsentrasi bakterisida minimal (MBCs)
ditentukan dengan isolat klinis MRSA. Ekstrak T. crispa dan S. mahagoni dalam
bentuk campuran dan terpisah diuji untuk mengetahui aktivitas antibakteri mereka
terhadap delapan isolat klinis MRSA. Ekstrak T. crispa dan S. mahagoni dalam bentuk
terpisah efektif terhadap strain MRSA. Namun, interaksi tidak ditemukan dalam
kombinasi tanaman kedua. Sebagai kesimpulan, T. crispa dan S. mahagoni sangat
potensial sebagai agen anti MRSA, tetapi campuran dari T. crispa dan S. mahagoni
tidak memiliki sinergisme melawan MRSA strain
 Anti proliferatif dan Anti oksidan [19]
Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan potensi sitotoksisitas dan aktivitas
antioksidan dari T. crispa. Viabilitas sel diukur dengan menggunakan MTT assay pada
MCF-7, MDA-MB-231, HeLa dan sel-sel fibroblast yang normal 3T3 sementara
aktivitas antioksidan ditentukan oleh pengukuran kadar flavonoid total, kadar fenolik
total dan radikal bebas dengan DPPH. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
viabilitas sel menurun tergantung dosis dalam semua sel kanker untuk masing-masing
ekstrak. IC50 terendah (33,75 ± 4,65 pg / ml) diamati pada MCF-7 dengan
menggunakan ekstrak metanol. Lebih lanjut, ada perbedaan yang signifikan untuk
kadar fenolik total (p <0,01, df = 2, X2 = 9,836) dan kadar flavonoid (p <0,05, df =
0,02, X2 = 7.20) masing-masing ekstrak dengan ekstrak metanol memiliki aktivitas
tertinggi untuk kedua fenolik (255,33 ± 10,79 mg GAME / g sampel) dan kadar
flavonoid (9,53 ± 0,50 mg QE / g sampel). Uji DPPH menunjukkan bahwa ekstrak
metanol memiliki aktivitas tergantung dosis dengan nilai IC50 adalah 12 pg/ml. T.
crispa memiliki aktivitas tergantung dosis antiproliferatif terhadap berbagai jenis sel
kanker mana IC50 terendah dalam ekstrak metanol pada MCF-7. Lebih lanjut, ekstrak
metanol dari T. crispa memiliki kadar fenolik total dan kadar flavonoid dan aktivitas
radikal bebas lebih tinggi dibandingkan untuk ekstrak air dan ekstrak kloroform.
In Vivo
 Antiatherogenic dan antioksidan [20]
Studi ini menyarankan bahwa suplementasi ekstrak Tinospora crispa akan dapat
mengurangi plak aterosklerotik disebabkan oleh diet kolesterol. HDL kolesterol serum
dan peningkatan status antioksidan dapat mendasari mungkin mekanisme efek
antiatherogenic Tinospora crispa.
Data Klinik
 Hipoglikemia [18]
Untuk menentukan efek hipoglikemik serbuk kering Tinospora crispa pada pasien
dengan sindrom metabolik, double-blind randomized placebo-controlled, desain
crossover dilakukan di klinik rawat jalan pengobatan internal di Raja Chulalongkorn
Memorial Hospital selama Oktober 2008 hingga Maret 2009. Tiga puluh enam
pasien yang memenuhi kriteria NCEP III pedoman untuk sindrom metabolik
dimasukkan dan secara acak untuk menerima kapsul T. crispa serbuk kering 250 mg
atau plasebo dua kali sehari selama 2 bulan masa pengobatan. Pasien yang menerima
T. crispa serbuk kering mengalami penurunan tingkat glukosa darah puasa secara
signifikan dari awal (4,03 ± 11,35 mg / dl, p = 0,027, median = 4,00 mg / dl, n = 36).
Pasien yang menerima T. crispa untuk 2 bulan pertama juga secara signifikan
mengurangi kadar glukosa darah puasa yang secara statistik berbeda dari awal (6.29
± 10,47 mg / dl, p = 0,007, median = 8,00 mg/dl, n = 24). Menilai kepatuhan dengan
metode hitungan pil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91,6% pasien patuh
mengkonsumsi T. crispa. Tujuh puluh dua persen dari pasien tidak memiliki asupan
kalori secara signifikan berbeda antara T. crispa dan kelompok plasebo. Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam berat tubuh antara T. crispa dan kelompok plasebo
selama periode penelitian (p = 0,920).
D. Mekanisme kerja
Efek antioksidan yang dimiliki oleh brotowali dapat meredam radikal bebas sehingga
sangat membantu untuk memelihara daya tahan tubuh. Sebagai antibakteri brotowali
dapat membantu dalam menekan bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan gangguan
kulit.
5.
Sambiloto (Andrographis paniculata) [4]
Familia : Achantaceae
Sinonim: A. subspathulata (C.B.) Clarke., Justicia paniculata Burm.f., J. stricta Lamk., J.
latebrosa Russ.
Nama Daerah: Sumatera: Ampadu tanah (Minang), pepaitan (Melayu); Jawa: Sambiloto,
bidara, sadilata, takila (Jawa), ki oray, ki peurat, takilo (Sunda).
Nama Asing: Inggris: King of bitter, creat, green chiretta, halviva, kariyat.
A. Diskripsi Tanaman [4]
Tumbuhan berhabitus terna semusim, tumbuh tegak, tinggi dapat mencapai 90 cm, batang
berbentuk segi empat dengan rusuk yang jelas, menebal di bagian buku- buku batang.
Helaian daun merupakan daun tunggal, terletak bersilang berhadapan, helaian daun bentuk
lancet, ukuran 3- 12 x 1- 3 cm, panjang tangkai daun 0,2- 0,5 cm, pangkal dan ujung
helaian daun runcing, tepi daun rata, permukaan atas hijau tua, bagian bawah hijau muda.
Perbungaan berupa bunga majemuk malai rata, di bagian ujung batang atau di bagian
ketiak daun bagian atas. Kelopak bunga berlekatan terbagi menjadi 5 helai. Daun mahkota
5, berlekatan membentuk tabung mahkota bunga, panjang tabung 6 mm, panjang helaian
daun mahkota lebih dari panjang tabung mahkota, 2 helai daun mahkota di bagian atas
(bibir atas) berwarna putih dengan garis kuning di bagian ujungnya, panjang helaian 7- 8
mm, bibir bawah terdiri atas 3 helaian daun mahkota, putih atau putih disertai warna ungu.
Tangkai sari 5, ukuran tangkai sari sepanjang mahkota bunga, tangkai sari melebar di
bagian pangkal. Tangkai putik panjang, melebihi panjang mahkota bunga. Buah berbentuk
kapsul, berkatup dan berisi 3- 7 biji berwarna coklat tua. Berbunga sepanjang tahun,
semua bagian tanaman terutama daun sangat pahit.
Simplisia: Berupa campuran daun, batang, bunga, dan buah kering, warna hijau, tidak
berbau, berasa sangat pahit.
B. Kandungan Kimia [4]
Seluruh bagian tanaman mengandung andrografolida, 2-cis-6-trans farnesol, 14dioksiandrografolida, 11,12- didehidro-14-dioksiandrografolida, neoandrografolida, 2trans- 6- transfarnesol, deoksidaandrografolida- 19α-D-glukosida, 14- deoksi-11dehidroandrografolida, 14- deoksi- 11- oksoandrografolida, 5- hidroksi-7,8,2’,3,- tetrametoksiflavon,
andrografolida,
panikulida-A,
asam
panikulida-B,
kafeat,
asam
panikulida-C.
klorogenat,
Daun
mengandung
dehidroandrografolida,
deoksiandrografolida, deoksiandrografolida-19-α-D-glukopiranosida, 14- deoksi- 11,12didehidroandrografolida,
3,5-
ninandrografolida, panikulida A,B,C.
dekafeoil-d-asam
kuinat,
neoandrografolida,
C. Farmakologi [21, 22]
1. Anti diabetes
 Ekstrak air dari Andrographis paniculata secara signifikan mencegah hiperglikemia
pada kelinci yang diberi glukosa, tapi gagal mencegah hiperglikemi yang disebabkan
induksi adrenalin. Pada penggunaan Andrographis paniculata jangka panjang (6
minggu),tidak mampu untuk menurunkan kadar gula puasa. Dengan demikian,
Andrographis dimungkinkan dapat menghambat absorbsi glukosa di usus.
 Ekstrak etanol Andrographis paniculata dievaluasi untuk menskrining efek pada
resistensi insulin menggunakan kombinasi diet lemak-makan dan streptozotocin dosis
rendah. Indeks glukosa-insulin sebagai ukuran efek insulin pada tingkat pembuangan
glukosa dihitung selama tes toleransi glukosa intraperitoneal. Oral 1000 mg / kg ekstrak
ke tikus mampu menyebabkan penurunan (p <0,05) signifikan peningkatan glukosainsulin indeks, menandakan efek insulin potensi meningkatnya kepekaan. Pemberiaan
ekstrak sacara oral pada dosis 1000 mg / kg sekali sehari selama 30 hari pada tikus
diabet meningkatkan respon hipoglikemik untuk tambahan dosis insulin eksogen,
sehingga menyebabkan peningkatan sensitivitas insulin. Hasil tampaknya menunjukkan
bahwa pemberian oral ekstrak etanol Andrographis paniculata mungkin memiliki
kemampuan untuk meningkatkan sensitivitas insulin dan menunda pengembangan
resistensi insulin, dan dengan demikian dapat memiliki peran dalam perbaikan
resistensi insulin pada pasien. Namun, potensinya yang digunakan pada manusia hanya
dapat divalidasi secara menyeluruh dengan penelitian lebih lanjut.
2. Anti oksidan dan Anti inflamasi
Das et al melaporkan bahwa terjadinya penghambatan nikotin yang diinduksi pada
kompleks rantai elektron mitokondria dan dihasilkan peningkatan oksida nitrat (NO) di
berbagai bagian otak tikus dicegah dengan simultan pengobatan dengan ekstrak air dan
etanol dari paniculata atau andrographolide A.; ekstrak air menunjukkan aktivitas
antioksidan lebih besar daripada etanol extract. Verma dan Vinayak membandingkan
efek antioksidan ekstrak air pada sistem pertahanan hati tikus. Ekstrak air secara
signifikan meningkatkan aktivitas katalase, superoksida dismutase, dan glutathione-Stransferase enzim dan mengurangi aktivitas laktat dehidrogenase.
3. Anti kanker [23]
Berdasarkan pada hasil penelitian senyawa andrografolida hasil isolasi dari tanaman
sambiloto (Andrographis paniculata Nees) memiliki aktivitas antikanker melalui
mekanisme apoptosis terhadap sel kanker HeLa dengan harga IC50 sebesar 109,90 μg/
ml. Perlu dilakukan uji aktivitas senyawa andrografolida dari tanaman sambiloto (
Andrographis paniculata Nees) terhadap ekspresi gen bertanggung jawab terhadap
proses apoptosis sel kanker HeLa secara in vitro.
D. Data Keamanan [3]
Kontraindikasi: Ibu hamil dan menyusui dilarang menggunakan herba ini karena dapat
menyebabkan keguguran (mempunyai aktivitas abortivum) dan adanya efek antagonis
dengan progesteron endogen. Penderita yang alergi terhadap tanaman Acanthaceae.
Interaksi Obat: Sambiloto memiliki sifat hipotensif dan anti platelet sehingga dapat
meningkatkan efek obat- obat antihipertensi dan antiplatelet.
Toksisitas Akut: Penelitian ini telah dirancang dengan tujuan untuk memeriksa
andrografolida (bentuk terisolasi A.paniculata) dalam rangka untuk mengevaluasi
toksisitas akut pada hewan percobaan mencit swiss albino. Dalam studi toksisitas akut
2000 mg andrografolida / kg berat badan diberikan secara oral, diamati setelah pemberian
dosis dan juga diamati selama 14 hari. Efek Andrographolide pada berat badan, nekropsi
kotor, parameter hematologi, dan parameter biokimia dipelajari. Tidak ada variasi yang
signifikan dalam berat badan dan berat organ antara kontrol dan kelompok perlakuan
diamati setelah pemberian tunggal andrografolida. Parameter hematologi dan biokimia
dari kontrol dan kelompok perlakuan tidak menunjukkan efek toksik dari Andrographolide
tersebut. Tidak ada kematian yang diamati selama 14 hari penelitian. Dari studi ini
dimungkinkan tingkat non toksik melalui rute oral hingga dosis 2000mg/kg berat badan.
LD
50
andrographolide dan turunannya adalah 13, 4 g/kg BB untuk pemberian oral
sedangkan ekstrak sambiloto mengandung ± 4% andrographplide sehingga dapat
disimpulkan LD 50 ekstrak sambiloto adalah 335g/ kg BB.
IV. Kesimpulan
 Pandey et al., (2010) dalam jurnal Formulation and evaluation of anti-bacterial and antifungal activity of a herbal ointment containing Aloe-vera, Azadirachta indica and
Curcuma- longa, didapatkan hasil bahwa semua salep menunjukkan aktivitas spektrum
anti-bakteri dan anti-jamur yang luas terhadap semua mikroorganisme yang diuji.
Ditemukan bahwa bakteri lebih sensitif dibandingkan dengan jamur untuk semua salep.
Khususnya salep Aloe menunjukkan lebih banyak aktivitas Anti-bakteri dan anti-jamur
dari yang lain. Di antara semua bakteri yang diuji, E.coli lebih sensitif terhadap salep
Aloe. Hal ini dikarenakan lidah buaya mungkin melarutkan kadar lemak yang ada dalam
Gram (-) ve E.coli. Secara umum jamur kurang sensitif dari bakteri. Namun dalam
penelitian ini diamati bahwa jamur A.varis menunjukkan sensitivitas lebih terhadap salep
Aloe dan Kunyit.
 Jadi, pemakaian masing-masing salep baik dari aloe vera, mimba maupun kunyit dapat
membantu dalam kondisi dermatitis dan akan lebih efektif apabila digabung karena
masing-masing aktivitas yang dimiliki masing-masing tanaman dapat bersinergi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonim. (1999). WHO Monographs On Selected Medicinal Plants. World Health
Organization. Geneva
2.
Badan POM RI. (2011). Acuan Sediaan Herbal. Vol. 6. Edisi I. Jakarta: BPOM RI.
3.
Badan POM RI. (2010). Acuan Sediaan Herbal. Vol. 5. Edisi I. Jakarta: BPOM RI.
4.
Badan POM RI. (2008). Acuan Sediaan Herbal. Vol. 4. Edisi I. Jakarta: BPOM RI.
5.
Badan POM RI. (2007). Acuan Sediaan Herbal. Vol. 3. Edisi I. Jakarta: BPOM RI.
6.
Badan POM RI. (2004). Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1.
Jakarta: BPOM RI.
7.
Djuanda, Adhi dkk. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
8.
Jerajani, H.R., et al. (2004). Evaluation of efficacy and safety of Purim Tablets in chronic
dermatitis, with special reference to atopic dermatitis. Medicine Update (2004): 12(2), 33-48.
9.
Kemenkes RI. (2011). Formularium Obat Herbal Asli Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI
10. Mun’im, Abdul dan Endang Hanani. (2011). Fitoterapi Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
11. Pandey, Abhijeet, et al. (2010). Formulation and evaluation of anti-bacterial and antifungal activity of a herbal ointment containing Aloe-vera, Azadirachta indica and
Curcuma- longa. J. Chem. Pharm. Res., 2010, 2(3):182-186
12. Ramadan G et al. (2011). Anti-inflammatory and anti-oxidant properties of Curcuma longa
(turmeric) versus Zingiber officinale (ginger) rhizomes in rat adjuvant-induced arthritis..
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
13. Shishodia, S., Sethi, G., and Aggarwal, B.B. (2005). Curcumin: Getting Back to the
Roots. New York Academy of Sciences. 1056: 206–217.
14. Nawaz et al. (2011). Curcumin: A Natural Product Of Biological Importance. Gomal
University Journal of Research 27(1): 07-14
15. Bhowmik, D. Et al. (2010). Herbal Remedies of Azadirachta indica and its Medicinal
Application. J. Chem. Pharm. Res., 2(1): 62-72.
16. Koh Hwee Ling et al. (2009). A Guide to Medicinal Plants An Illustrated, Scientific and
Medicinal Approach, Singapore, World Scientific Publishing, p.151-152
17. Alusi, Al et al. (2010). In Vitro Interaction Of Combined Plants: Tinospora Crispa And
Swietenia Mahagoni Against Methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA).
African Journal of Microbiology Research Vol. 4(21), pp. 2309-2312
18. Sriyapai, Chutima et al. (2009). Hypoglycemic Effect Of Tinospora Crispa Dry Powder
In Outpatients With Metabolic Syndrome At King Chulalongkorn Memorial Hospital. J
Health Res, 23(3): 125-133
19. Ibahin et al,. (2011). Anti-proliperative and antioxidant effects of Tinospora crispa
(Batawali), Biomedical Research, 22 (1): 57-62
20. Hasnah et al. (2007). Anti-Atherogenic And Antioxidant Effects Of Tinospora Crispa In
Rabbits Fed With High Fat Diet, International Symposium, Biology, Chemistry,
Pharmacology and Clinical Studies of Asian Plants, Surabaya
21. Jarukamjorn, K., Nemoto, N. (2008). Pharmacological
Aspect of Andrographis
paniculata on Health and Its Major Diterpenoid Constituent Andrographolide. Journal of
Health Science, 54 (4) 370- 381
22. Subramanian, R., Asmawi, M., Z., Sadikun, A. (2008). Effect of ethanolic extract of
Andrographis paniculata (burm. F.) Nees on a Combination of Fat-fed Diet and Low
Dose Streptozotocin Induced Chronic Insulin Resistance in Rats. Diabetologia Croatica
37-1
23. Sukardiman, dkk. (2005). Induksi Apoptosis Senyawa Andrografolida dari Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees) terhadap Kultur Sel Kanker, Media Kedokteran Hewan
Vol. 21, No. 3.
Download