Templat tesis dan disertasi

advertisement
IDENTIFIKASI, PROFIL PROTEIN DAN ANALISIS WARNA
FILET DORI
NURFAJRIN NISA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Identifikasi, Profil
Protein dan Analisis Warna Filet Dori” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Nurfajrin Nisa
NIM C351130041
RINGKASAN
NURFAJRIN NISA. Identifikasi, Profil Protein dan Analisis Warna Filet
Dori. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI, MALA NURILMALA DAN
NURLISA A BUTET.
Filet dori banyak beredar pada swalayan besar, namun kepastian ikan yang
digunakan dalam produk filet dori masih belum jelas. Spesies yang digunakan
untuk nama dagang dori menurut FDA merupakan Zeus faber, sedangkan pasar
Eropa juga memiliki persoalan nama dagang untuk pacific dory, vietnames sole
dan fresh water dory yang merupakan Pangasius. Informasi yang disediakan pada
label makanan laut sering tidak jelas atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Konsumen sering disajikan ikan yang salah yaitu spesies yang berbeda dari yang
mereka bayar. Identifikasi spesies pada filet ikan sangat penting dalam
menghadapi kasus economic fraud. Metode analisis molekuler merupakan metode
yang akurat untuk identifikasi sehingga perlu diterapkan untuk memperoleh
kepastian spesies yang digunakan. DNA mitokondria (mtDNA) telah banyak
digunakan untuk identifikasi. Marka gen 16S rRNA dan COI merupakan marka
gen mitokondria yang banyak digunakan untuk identifikasi. Filet dori juga
memiliki penampakan warna yang berbeda. Warna tersebut mempengaruhi tingkat
penerimaan konsumen. Warna merupakan parameter penting yang digunakan
untuk mengetahui kualitas produk perikanan. Tujuan penelitian ini adalah (1)
mengidentifikasi filet dori secara molekuler menggunakan marka gen 16S rRNA
dan COI meliputi penentuan nukleotida spesifik yang menjadi penciri (barcode)
tiap filet dori, jarak genetik, dan pohon filogenetik, serta menyimpan runutan
nukleotida yang didapat berdasarkan marka gen 16S rRNA dan COI pada genbank,
(2) Mempelajari profil protein menggunakan SDS PAGE dan analisis warna yang
meliputi pengukuran warna menggunakan chromameter dan konsentrasi
mioglobin pada filet dori dan ikan patin.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa spesies yang digunakan adalah
Pangasianodon hypophthalmus (KC846907.1) dengan tingkat kesamaan sebesar
98-99%. Jarak genetik pada gen 16SrRNA dan COI antar sampel memiliki
kekerabatan yang erat. Marka gen 16S rRNA dan COI menunjukkan terdapat
variasi basa nukleotida antar sampel filet dori dan ikan patin. Marka gen 16S
rRNA mendapatkan 5 nomor akses dan marka gen COI mendapatkan 7 nomor
akses. Hasil penentuan profil protein didapatkan bahwa sampel DI, DM dan DG
terdapat pita tambahan pada berat molekul 44,6 kDa. Hasil analisis warna
menunjukkan bahwa filet DI dan DG masih baik dan belum mengalami
autooksidasi mioglobin.
Kata kunci: filet dori, identifikasi, profil protein, warna.
SUMMARY
NURFAJRIN NISA. Identification, Protein Profile and Color Measurement of
Dory Fillets. Supervised by TATI NURHAYATI, MALA NURILMALA and
NURLISA A BUTET.
Dory fillets commonly found in supermarkets, but the certainty of fishes are
used in product dory fillets still unclear. The species is used to the trade name of
dory fillets according to the FDA is Zeus faber, while the experience from
European market also occure issues of naming. Some names for pangasius species,
such as Pacific dory, Vietnamese sole and fresh water dory, have been misleading.
The information that is provided on seafood labels is frequently misleading or
fraudulent. Consumers are frequently served the wrong species a completely
different with the one they paid for. Species authentication on fish fillet is very
important to againts cases of economic fraud. Molecular analysis method is an
accurate method for identify, so it is used to the certainty of the species in the fish
fillet product. Mitochondrial DNA (mtDNA) has been applied on species
identification, genetic markers belong to mtDNA, i,e., 16S rRNA and COI are of
the one. Dory fillets has the appearance of a different color that affects the level of
consumer acceptance. Color is an important parameter used to know the quality of
fishery products. This study was aimed: (1) to identify dory fillet using molecular
markers 16S rRNA and COI gene includes determining specific nucleotide that
became identifier (barcode) each dory fish fillet, genetic distance, phylogenetic
tree and submit the sequence of nucleotides 16S rRNA and COI gene in GenBank,
(2) to study protein profile using SDS PAGE and color analysis includes color
determination using chromameter and myoglobin extractability of dory fillets and
catfish.
The results of identification showed that the samples used in dory fish fillet
products is Pangasianodon hypophthalmus (KC846907.1) and the degree of
similarity are 98-99%. The genetic distance using 16S rRNA and COI gene
between samples had a close relationship. Marka gene of 16S rRNA and COI
showed that there are nucleotide variations between samples fillet dori and catfish.
Marka gene of 16S rRNA obtain 5 accession numbers and marka gene of COI
obtain 7 accession numbers. Results showed at the protein profile determination
of sample DI, DM and DG there is an additional band at a molecular weight of
44.6 kDa. Results of the color measurement showed that the fillet of DI and DG
still good and has not experienced myoglobin autooxidation.
Key words: dory fish fillet, identification, protein profile, color.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI, PROFIL PROTEIN DAN ANALISIS WARNA
FILET DORI
NURFAJRIN NISA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Asadatun Abdullah SPi MSM MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini
adalah ”Identifikasi, Profil Protein dan Analisis Warna Filet Dori”.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr Tati Nurhayati SPi MSi, Dr Mala Nurilmala SPi MSi dan Dr Ir Nurlisa A
Butet MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
arahan, dukungan, semangat kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
2. Dr Asadatun Abdullah SPi MSM MSi selaku dosen penguji luar komisi yang
telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis mampu
menyelesaikan tesis ini.
3. Dr Ir Wini Trilaksani MSc selaku perwakilan tim gugus kendali mutu atas
saran serta masukannya kepada penulis.
4. Keluarga: Kedua orang tua (Eva Fauziah dan Faruq Cahyono) beserta kakak
(Azwar Effendi) dan adik (Illiyin M Yazaka, M Alhakam Yazaka, Nur Fath
Aliyah) yang telah memberikan dukungan baik materil maupun spiritual kepada
penulis.
5. Teman-teman satu tim penelitian yang saya banggakan (Mbak Lita, Mbak
Yustin, Mbak Nuring, Mas Deden, Asya, Lela, Agus, Yuyun, Kak Findra, Kak
Panji, Kak Wahyu, Kak Samsul, Lusita, Feby, Dewi). Terimakasih atas bantuan
yang tulus. Laboran yang telah membantu penelitian saya (Paqih, Mas Ipul, Mba
Dila, Mba Dini dan Bu Ema).
6. Keluarga besar mahasiswa sekolah pascasarjana Teknologi Hasil Perairan, yang
telah memberikan dorongan semangat baik selama penelitian maupun saat
penyusunan tesis ini.
7. Teman-teman Jamilah yang banyak memberikan motivasi (Rosmely, Atika,
Nurma, Mbak Yani, Kak Rina, Teh Yeni, Teh Herly, Mila, Fifit, Anit, Risa,
Mbak Anty, Mbak Nurmi, Pei, Elis, Uni Iil, Teh Pera).
8. DIKTI yang telah membiayai pendidikan dan penelitian melalui beasiswa
BPPDN.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan
tesis ini. Oleh karena itu, jika terdapat kesalahan penulis memohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga bermanfaat untuk penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Nurfajrin Nisa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat Penelitian
1
2
3
3
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis
Identifikasi Secara Molekuler
Penentuan Profil Protein dengan SDS PAGE
Analisis Warna
4
4
4
5
6
6
9
10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Secara Molekuler
Penentuan Profil Protein dengan SDS PAGE
Analisis Warna
12
17
19
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
22
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR TABEL
1 Komposisi PCR untuk amplifikasi gen 16S rRNA dan COI
2 Kuantitas isolasi DNA filet dori dan ikan patin
3 Hasil identifikasi spesies dari filet dori dan ikan patin menggunakan
BLASTn
4 Situs nukleotida gen 16S rRNA dan COI pada filet dori dan ikan patin
5 Pairwise distance pada gen 16S rRNA dan COI pada filet dori dan
ikan patin
6 Nomor akses pada marka gen 16S rRNA dan COI pada filet dori dan
ikan patin
7 Hasil pegukuran warna filet dori dan ikan patin
8 Indeks kemerahan filet dori dan ikan patin
9 Konsentrasi mioglobin (mg/100 g) daging merah dan daging putih
pada filet dori dan ikan patin
8
12
14
14
15
17
20
20
21
DAFTAR GAMBAR
Tahap identifikasi secara molekuler
Tahap penentuan profil protein dan analisis warna
Visualisasi DNA filet dori dan ikan patin menggunakan agarosa 1,2%
Amplifikasi DNA filet dori dan ikan patin marka menggunakan gen
16S rRNA dan COI
5 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen 16S rRNA
6 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen COI
7 Profil protein filet dori dan ikan patin
1
2
3
4
5
6
13
13
16
16
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi sampel filet dori
2 Pensejajaran nukleotida gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb yang dibandingkan dengan P.
hypophthalmus dan Z. faber dari NCBI
3 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb yang dibandingkan dengan P.
hypophthalmus dan Z. faber dari NCBI
4 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb yang dibandingkan dengan P.
hypophthalmus dari NCBI
5 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb
31
32
33
35
35
6 Pensejajaran nukleotida gen COI antar sampel filet dori dan ikan patin
berdasarkan sekuen 598 pb yang dibandingkan dengan P.
hypophthalmus dan Z. faber dari NCBI
7 Situs nukleotida spesifik gen COI antar sampel filet dori dan ikan
patin berdasarkan sekuen 598 pb yang dibandingkan dengan P.
hypophthalmus dan Z. faber dari NCBI
8 Situs nukleotida spesifik gen COI antar sampel filet dori dan ikan
patin berdasarkan sekuen 598 pb yang dibandingkan dengan P.
hypophthalmus dari NCBI
9 Situs nukleotida spesifik gen COI antar sampel filet dori dan ikan
patin berdasarkan sekuen 598 pb
8 Perhitungan berat molekul
36
37
39
40
41
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filet dori banyak beredar pada swalayan besar, namun kepastian ikan yang
digunakan dalam produk filet dori masih belum jelas. Spesies yang digunakan
untuk nama dagang dori menurut FDA merupakan Zeus faber (Yanci et al. 2008),
sedangkan di Eropa nama dagang untuk pacific dory, vietnames sole dan fresh
water dory yang merupakan pangasius masih menjadi persoalan karena nama
dagang tersebut menyesatkan (Lee 2006). Ikan dori merupakan ikan air laut yang
memiliki nilai ekonomi tinggi, sedangkan ikan patin merupakan ikan air tawar
yang memiliki ekonomi rendah (Kuan et al. 2015). Ikan patin sering diubah nama
dagangnya menjadi ikan cajun delight catfish, ikan delta fresh catfish, ikan white
roughy, ikan pacific dory, dan ikan grouper (Jacquet dan Pauly 2008).
Produk perikanan merupakan salah satu makanan yang paling diminati
namun konsumen sering diberikan sedikit atau tidak ada informasi mengenai label
spesies. Informasi yang disediakan pada label produk perikanan juga sering tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Konsumen sering diberikan ikan yang salah, yaitu
spesies yang berbeda dari yang mereka bayar (Stiles et al. 2011).
Ikan patin Vietnam yang biasa dikenal sebagai basa atau tra, dijual sebagai
ikan grouper di Kansas, Baltimore dan Tampa. Di Amerika ikan patin tersebut
juga dijual sebagai ikan grouper untuk menghindari tarif lebih pada tahun 2010
(NOAA 2007). Ikan dengan nama dagang atlantic cod telah diganti dengan
escolar. Ikan tersebut dapat menyebabkan gejala diare berat, mual, muntah, dan
kram perut (Lam 2007). Mislabeling juga terjadi pada ikan monkfish yang ternyata
merupakan ikan buntal beracun dan hanya dapat dimakan dengan pengolahan
khusus. Ikan beku tersebut diimpor dari California, diproses di Cina, berlabel di
Korea dengan lokasi penangkapan yang tidak diketahui (Cohen et al. 2009).
Identifikasi spesies pada filet ikan sangat penting dalam menghadapi kasus
commercial fraud, yaitu mengganti spesies yang memiliki nilai komersial tinggi
dengan spesies bernilai komersial rendah yang sering dilakukan oleh para
produsen. Menurut Jacquet dan Pauly (2008) dorongan finansial merupakan
motivasi kuat untuk mengubah nama ikan dengan nama yang lebih menarik.
Banyak ikan yang diberi nama baru dan sering mirip dengan ikan yang telah
populer. Hal ini tentu saja sangat merugikan konsumen. Pelabelan spesies yang
salah tersebut menyebabkan masalah serius dalam hal kesehatan, ekologi, dan
ekonomi (Gomes et al. 2014).
Identifikasi spesies yang digunakan dalam produk filet dori belum
diketahui secara pasti dan identifikasi secara morfologi masih belum dapat
menghasilkan identifikasi yang akurat sehingga pengembangan metode analisis
molekuler perlu dilakukan. Metode ini merupakan salah satu metode yang paling
banyak digunakan dan akurat untuk penelusuran keaslian spesies (Teletchea et al.
2005). Marka genetik yang bersumber dari mitokondria yang diwariskan secara
maternal telah banyak dieksplorasi untuk membantu memecahkan permasalahan
identifikasi dan kepastian pada tingkat spesies, bahkan sampai tingkat populasi
pada spesies yang sama (Brown et al. 1996; Arif et al. 2011; Chiu et al. 2012).
Beberapa marka gen mitokondria yang sering digunakan adalah marka gen
cytochrome oxidase I (COI) (Hebert et al. 2003; Hajibabei et al. 2006),
2
cytochrome b (Cyt b) (Pepe et al. 2005), 16S rRNA (Mane et al. 2013), dan
control region (Johnson dan O’Brien 1997).
Laju mutasi yang cepat pada gen COI dapat mengidentifikasi spesies yang
berbeda (Solihin 1994). Gen tersebut banyak digunakan untuk identifikasi spesies,
beberapa peneliti melaporkan bahwa COI mengandung cukup variasi sehingga
mampu mengidentifikasi secara akurat berbagai macam hewan, termasuk
organisme air tawar (Hubert et al. 2008) dan organisme air laut (Ward et al. 2005;
Spies et al. 2006). Gen ini juga telah berhasil digunakan dalam identifikasi olahan
ikan dan kasus commercial fraud (Cawthorn et al. 2012).
Gen 16S rRNA sering dipakai untuk identifikasi spesies bahkan populasi,
baik untuk organisme eukariot dan prokariot (Devereux dan Wilkinson 2004).
Pemalsuan olahan ikan pada restoran di Jerman berhasil dideteksi menggunakan
16S rRNA(Kappel dan Schrőder 2016), juga berhasil mendeteksi beberapa produk
fish maw (Wen et al. 2015). Gen 16S rRNA dapat digunakan untuk
mengidentifikasi hewan laut, tumbuhan, dan bakteri (Baharum dan Nurdalila
2012).
Filet dori yang terdapat di Indonesia berasal dari produksi lokal dan impor
yang memiliki karakteristik penampakan daging yang berbeda. Filet dori impor
lebih disukai konsumen karena memiliki warna yang lebih putih dibandingkan
dori lokal, sedangkan filet dori lokal memiliki warna yang lebih merah. Warna
merah tersebut disebabkan oleh adanya protein pigmen mioglobin. Mioglobin
diketahui memberikan warna merah pada otot, tergantung turunan dan
konsentrasinya (Faustman et al. 1992; postnikova et al. 1999). Stabilitas
mioglobin juga mempengaruhi warna daging (Chantai et al. 1998; Chen 2003;
Suzuki dan Kisamori 1984). Proses penanganan, penyimpanan ikan, kandungan
biokimia, dan mikrobiologi dapat menyebabkan perubahan warna daging
(Faustman et al. 1992; O’Grady et al. 2001; Pacheco-Aguilar et al. 2000),
penambahan asam dan basa pada perlakuan awal juga mempengaruhi perubahan
warna daging (Ochiai et al. 2009). Perubahan warna tersebut dapat dipengaruhi
oleh banyak faktor seperti pH, suhu, kekuatan ion dan reaksi oksigen (Renerre dan
Labas 1987). Karakteristik penampakan warna filet yang berbeda tersebut perlu
dipelajari menggunakan profil protein, pengukuran warna dan konsentrasi
mioglobin (Chaijan et al. 2007; Thiansilakul et al. 2011; Nurilmala dan Ochiai
2013).
Perumusan Masalah
Identifikasi spesies ikan menjadi penting untuk mendeteksi dan mencegah
mislabeling di pasar. Identifikasi secara morfologi tidak dapat dilakukan ketika
ikan telah dilakukan proses pengolahan misalnya filet ikan dan makanan olahan
lainnya, sehingga diperlukan identifikasi secara molekuler. Identifikasi secara
molekuler merupakan metode yang efektif dan banyak digunakan dalam
ketelusuran bahan baku pembuatan produk makanan. Hal ini didasarkan pada
keragaman urutan daerah DNA pendek (barcode DNA) pada genom yang
memiliki sebuah interspesifik tinggi, namun antar jenis rendah (Galimberti et al.
2013). Beberapa penanda telah digunakan untuk identifikasi ikan (Wen et al.
2010). Fragmen gen COI dan 16S rRNA sering digunakan untuk memecahkan
3
permasalahan identifikasi dan kepastian pada tingkat spesies bahkan sampai
tingkat populasi pada spesies yang sama.
Penipuan dengan mislabeling pada produk olahan berbahan dasar ikan
menjadi masalah penting pada industri produk perikanan ditingkat Internasional
dan Regional. Mislabeling terjadi ketika salah satu spesies digantikan oleh spesies
yang lain (Rasmussen dan Morrissey 2008). Efek merugikan dari mislabeling
pada produk berbahan baku ikan yaitu ekonomi dan bahaya kesehatan (Galimberti
et al. 2013). Umumnya penyebab terjadinya mislabeling adalah ingin
meningkatkan nilai jual dari produk (Von der Heyden et al. 2010). Motif penipuan
ekonomi didalam industri makanan laut, telah diungkap berdasarkan pada
penggantian spesies dari ikan mahal diganti dengan menggunakan spesies yang
lebih murah (Rasmussen dan Morrissey 2008).
Warna daging dari filet dori sangat mempengaruhi tingkat penerimaan
konsumen dan harga dari filet tersebut, hal ini merupakan tantangan utama dalam
industri pengolahan filet ikan. Warna daging filet yang tidak putih (merah muda
atau kuning) menyebabkan harga filet menjadi lebih rendah di pasar (Sørensen
2005), sehingga warna yang tidak diinginkan tersebut umumnya dihilangkan
dengan metode fisik misalnya dengan pencucian (Chaijan et al. 2006), pendarahan
(bleeding) (Richards dan Hultin 2002; Sakai et al. 2006) dan metode kimia yang
bertujuan untuk memutihkan filet yaitu dengan menambahkan hidroperoksida
(Huges et al. 1979) dan titanium dioksida (Benjakul et al. 2004). Proses perlakuan
pemfiletan yang beragam tersebut menyebabkan karakteristik penampakan yang
berbeda, sehingga perlu dipelajari menggunakan profil protein, pengukuran warna
dan konsentrasi mioglobin (Chaijan et al. 2007; Thiansilakul et al. 2011;
Nurilmala dan Ochiai 2013).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi filet dori secara molekuler menggunakan marka gen 16S
rRNA dan COI meliputi penentuan urutan nukleotida spesifik yang menjadi
penciri (barcode) tiap filet dori, jarak genetik dan filogenetik, serta
menyimpan runutan nukleotida yang didapat berdasarkan marka gen 16S
rRNA dan COI pada genbank.
2. Mempelajari profil protein menggunakan SDS PAGE dan analisis warna
yang meliputi pengukuran warna menggunakan chromameter dan
konsentrasi mioglobin pada filet dori dan ikan patin.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah
dan masyarakat mengenai spesies yang digunakan pada filet dori lokal dan impor
menggunakan analisis molekuler berdasarkan marka gen 16S rRNA dan COI,
meliputi urutan nukleotida spesifik yang menjadi penciri (barcode) filet dori, jarak
genetik dan pengelompokan filet dori melalui analisis filogenetik. Hasil penelitian
ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai profil protein dan
analisis warna yang meliputi pengukuran warna menggunakan chromameter dan
konsentrasi mioglobin dari filet dori lokal maupun impor.
4
2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai Januari 2016
di Laboratorium Biologi Molekuler Departemen Pengelolaan Sumberdaya
Perairan, Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Bioteknologi
Hasil Perairan II, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Terpadu
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat sampel filet
dori lokal dan dua filet dori impor yang diambil dari beberapa supermarket yang
ada diwilayah Bogor menggunakan teknik random sampling, serta satu ikan patin
dari Desa Petir, Bogor, Jawa Barat sebagai kontrol positif karena ikan tersebut
diduga merupakan spesies yang digunakan dalam filet dori. Tiga filet dori dari
setiap sampel (DI, PU, DN, DL, DG, DS dan DM) digunakan untuk uji
pengukuran warna dan konsentrasi mioglobin. Sampel yang telah dikumpulkan
disimpan pada suhu -20 ºC sebelum dianalisis molekuler.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah kit isolasi komersial Dneasy
Blood & Tissue Kit (Qiagen), gel agarose 1,2% (Vivantis Inc., US), buffer Tris
Acetic EDTA (TAE) 1x (Vivantis Inc., US), primer universal 16S rRNA dan COI,
PCR mix Kapa Taq Extra Hot Start Ready Mix PCR Kit (Kapa Biosystems),
loading buffer dan marker DNA (Vivantis Inc., US), Separating gel (12,5%),
stacking gel (3%), tetrametiletilendiamin (TEMED) dan O-ftatalaldehid (OPA),
akuabides, NaNO3, KCN, bufer potasium fosfat 1 N, SDS (Merck, Darmstadt,
Germany), glisin (Merck, Darmstadt, Germany), gliserol (Merck, Darmstadt,
Germany), ammonium persulfat (APS) (Sigma-Aldrich, Missouri, USA), βmerkaptoetanol (Merck, Darmstadt, Germany), coomassie brilliant blue (Merck,
Darmstadt, Germany), metanol (Merck, Darmstadt, Germany), asam asetat glasial
(Merck, Darmstadt, Germany), dan bromphenol blue (Merck, Darmstadt,
Germany), buffer laemmli 2x (Bio-Rad Laboratories, Inc. US), marker protein
8,8-192 kDa (Nacalai tesque, Inc. Kyoto-Japan). Bahan software yang dipakai
adalah CustalW program MEGA 5.05 (Molecular Evolutionary Genetic Analysis),
BLASTn (Basic Local Alignment Search Tool nucleotide).
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah alat bedah, pinset, tube 1,5 mL (Axygen,
USA), vortex (Corning, USA), mikro tip (Axygen, USA), mikro pipet ((Thermo
Scientific Vantaa, Finland), inkubator (Corning, USA), sentrifuse (J2-21
BECKMAN, Germany), spin column (Axygen, USA), spektrofotometer UV
(NanoPhotometer P360, Implen GmbH, Schatzbogen, Germany), chamber
elektroforesis (Mupid-Exu Submarine Electrophoresis System Advance, Tokyo),
monitor UV (Ultraviolet Viewer Tipe UV-1 ExtraGene, Inc. Taiwan), mesin PCR
Termocycler (Biometra T1, Biometra GmbH, Gottingen, Jerman), gelas ukur,
stirrer, beaker glass, falcon, kuvet, eppendorf, mikropipet, timbangan analitik,
tabung reaksi, spektrofotometer (UV-VIS 2500, LaboMed, California, Amerika),
5
kromameter (minolta CR-310, Konika Minolta, Tokyo, Jepang), sentrifuse (Himac
CR 21G, Hitachi, Tokyo, Jepang).
Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi identifikasi secara molekuler, profil protein
dan analisis warna pada filet dori. Identifikasi secara molekuler meliputi
penentuan nukleotida spesifik yang menjadi penciri (barcode) tiap filet dori, jarak
genetik, dan filogenetik berdasarkan marka gen 16S rRNA dan COI. Pengukuran
warna menggunakan chromameter dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Pengumpulan sampel
Isolasi DNA
(Dneasy ® blood and tissue protocol, 2011)
DNA sampel
Amplifikasi DNA dengan
marka gen 16S rRNA
(Kappa HotStart Protokol)
- Visualisasi DNA
(Elektroforesis)
-Kualitas DNA
(Spektrofotometer)
Amplifikasi DNA dengan
marka gen COI
(Kappa HotStart Protokol)
Produk PCR
Sekuensing
(Sanger et al. 1977)
Runutan
nukleotida
Visualisasi produk PCR
Elektroforesis
Analisis nukleotida
(Tamura et al. 2013):
- Identifikasi spesies (Blast n)
- Nukleotida spesifik
- Jarak genetik (kimura 2-parameter)
- Pohon filogenetik (Neighbor-Joining)
penyimpanan nukleotida
pada genbank
Nomor akses
Keterangan :
= input/output
= proses
= data
Gambar 1 Tahap identifikasi secara molekuler.
6
Pengumpulan sampel
Identifikasi profil protein
(Laemmli 1970)
Pembuatan separating
gel
Analisis warna
Pengukuran warna
menggunakan chromameter
(hutching 1999)
Konsentrasi mioglobin
(modifikasi dari Nurilmala et al. 2013)
Pembuatan stacking gel
Preparasi dan injeksi
sampel
Pengukuran dengan
chromameter
minolta
Pengukuran dengan
spektrofotometer
panjang gelombang
540 nm
Running SDS-PAGE
Pewarnaan gel
Nilai derajat
warna L*, a*, b*
Konsentrasi
mioglobin
Destaining gel
Penentuan berat
molekul protein
yang terpisahkan
profil protein
Keterangan :
= input/output
= proses
= data
Gambar 2 Tahap penentuan profil protein dan analisis warna.
Prosedur Analisis
Identifikasi Secara Molekuler
Isolasi DNA
Sebanyak 25 mg daging ikan dimasukkan ke dalam microtube, ditambahkan
180 μL buffer ATL dan 20 μL proteinase K, kemudian divortex selama 10 detik.
7
Sampel diinkubasi selama 1 jam pada suhu 56ºC (dishake setiap 15 menit).
Sampel ditambahkan 200 μL buffer AL dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu
56ºC kemudian ditambahkan 200 μL etanol 96% dan divortex. Sebanyak 600 μL
sampel dipindahkan ke dalam Dneasy Mini spin column yang telah ditempatkan
pada collection tube kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 8.000 rpm selama
1 menit, kemudian larutan dalam collection tube dibuang. Buffer AW1 sebanyak
500 μL ditambakan pada DNeasy Mini spin column, dilanjutkan sentrifugasi
dengan kecepatan 8.000 rpm selama 1 menit, kemudian larutan dalam collection
tube dibuang. Buffer AW2 sebanyak 500 μL ditambahkan pada DNeasy Mini spin
column kemudian disentrifugasi selama 3 menit pada kecepatan 14.000 rpm,
setelah proses sentrifugasi, collection tube beserta larutan yang berada didalamnya
dibuang. DNeasy Mini spin column ditempatkan pada microtube baru dengan
ukuran 1,5 mL dan ditambahkan 100-200 μL buffer AE ke dalam bagian DNeasy
membranes. Langkah ini dilanjutkan dengan inkubasi selama 1 menit pada suhu
ruang (15-25ºC), kemudian dilakukan sentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan
8.000 rpm dan diambil cairannya. Hasil dari ektraksi DNA dilakukan visualisasi.
Pengukuran Konsentrasi dan Kemurnian DNA
Konsentrasi DNA dianalisis dengan spektrofotometer, didasarkan pada
prinsip iradiasi ultra violet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam larutan.
Penyerapan maksimal oleh DNA dicapai pada panjang gelombang 260 nm,
sedangkan penyerapan maksimal oleh protein diperoleh pada panjang gelombang
280 nm (Muladno 2010). Pengukuran konsentrasi DNA adalah sebagai berikut:
Konsentrasi DNA (µg/mL) A260
50
faktor pengenceran
Kemurnian DNA ditentukan dengan cara menghitung rasio antara nilai OD
(optical density) 260 dan 280 pada sampel DNA yang diukur melalui
spektrofotometer. Kemurnian DNA didapatkan berdasarkan perbandingan nilai
absorbansi panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Absorbansi maksimal dari
nukleotida terjadi pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan absorbansi
maksimal dari kontaminan protein berada pada panjang gelombang 280 nm
(Boyer dan Rodney 2005).
Visualisasi Isolat DNA
Visualisasi DNA dianalisis menggunakan elektroforesis, meliputi:
a. Pembuatan gel agarosa 1,2%
Pembuatannya adalah dengan cara melarutkan 1,2 gram bubuk agarosa
pada 100 mL buffer TAE 1x, larutan dipanaskan di atas hot plate selama beberapa
menit sampai mendidih dan warna larutan menjadi jernih. Larutan didiamkan
selama beberapa menit kemudian ditambahkan 0,5 μL ethidium bromide
kemudian larutan dituangkan dalam cetakan yang telah dipasang electrophoresis
comb.
b. Elektroforesis
Gel agarosa yang telah membentuk gel dilepaskan dari cetakannya dan
diambil electrophoresis combnya. Gel dipindahkan ke dalam casting tray yang
telah digenangi larutan buffer TAE sehingga gel agarosa terendam di dalam
8
larutan buffer. Sebanyak 2,5 μL hasil ekstraksi DNA ditambahkan 0,20 μL larutan
loading dye yang digunakan sebagai pemberat. Larutan tersebut dicampurkan
pada plastik steril dan dimasukkan ke dalam sumur gel agarosa. Sebanyak 2,5 μL
DNA marker dimasukkan ke dalam salah satu sumur. Alat casting tray kemudian
dihubungkan dengan seperangkat alat katoda-anoda. Bagian yang terdapat DNA
berada di sisi negatif, DNA bermuatan negatif sehingga ketika alat dijalankan
DNA akan bergerak dari kutub negatif ke positif. Alat dijalankan selama 30 menit
dan 100 V. Langkah terakhir adalah visualisasi DNA dengan menggunakan sinar
UV (elektroforsis DNA genom).
Amplifikasi fragmen gen 16S rRNA dan COI dengan PCR
Amplifikasi fragmen DNA untuk fragmen gen 16S rRNA dan COI
menggunakan primer universal untuk beberapa biota akuatik. Komposisi PCR
untuk amplifikasi menggunakan PCR mix Kapa Taq Extra Hot Start Ready Mix
PCR Kit (Kapa Biosystems) sebanyak 25 µL, komposisi yang digunakan terdapat
pada Tabel 1.
Amplifikasi ini menggunakan mesin PCR Termocycler dengan kondisi
amplifikasi untuk fragmen gen 16S rRNA dilakukan pada suhu predenaturasi
94ºC selama 3 menit, suhu denaturasi 94ºC selama 45 detik, suhu annealing 46ºC
selama 1 menit, suhu elongasi 72ºC selama 1 menit, suhu post PCR 72ºC selama 7
menit, dan suhu penyimpanan 15ºC selama 10 menit. Prosedur ini dilakukan
sebanyak 35 siklus.
Tabel 1 Komposisi PCR untuk amplifikasi gen 16S rRNA dan COI
No
1
2
3
4
5
Bahan
ddH2O
PCR mix
Primer Forward
Primer Reverse
DNA template
Jumlah (µL)
9
25
3
3
10
Kondisi amplifikasi untuk fragmen gen COI dilakukan pada suhu
predenaturasi 94ºC selama 3 menit, suhu denaturasi 94ºC selama 45 detik, suhu
annealing 54ºC selama 1 menit, suhu elongasi 72ºC selama 1 menit, suhu post
PCR 72ºC selama 7 menit dan suhu penyimpanan 15ºC selama 10 menit. Prosedur
ini dilakukan sebanyak 35 siklus.
Hasil PCR divisualisasi menggunakan elektroforesis. Sampel PCR
sebanyak 2,5 µL dimasukkan ke dalam electrophoresis chamber untuk
dimigrasikan selama 60 menit, kemudian divisualisasi di bawah monitor UV.
Sampel PCR yang menghasilkan pita yang tebal dan terang dikirimkan ke
perusahaan jasa sekuensing untuk dilakukan perunutan nukleotida.
Pensejajaran nukleotida
Runutan nukleotida sampel filet dori dari fragmen gen 16S rRNA dan COI
disejajarkan (alignment) menggunakan CustalW program MEGA 5.2 (Molecular
Evolutionary Genetic Analysis) (Tamura et al. 2011), kemudian dianalisis variasi
9
nukleotida menggunakan program MEGA 5.2. Hasil pensejajaran dikomparasi
menggunakan Basic Local Alignment Search Tool nucleotide (BLASTn).
Jarak genetik dan kekerabatan
Jarak genetik antar sampel dianalisis menggunakan pairwise distance
dengan metode kimura 2-parameter menggunakan program MEGA 5.2, jarak
genetik antar sampel dan outgrup sampel yang diambil dari GenBank juga
dianalisis. Konstruksi pohon filogenetik dibuat berdasarkan jarak genetik yang
sudah dihitung dengan menggunakan metode Neighbor-Joining (NJ) pada
program MEGA 5.2.
Penyimpanan nukleotida pada genbank
Bank data nukleotida berupa pangkalan data primer yang digunakan untuk
menyimpan sekuen primer dari asam nukleat dan protein. Pangkalan data
Genbank dioperasikan oleh National Center for Biotechnology Information
(NCBI) yang mengakomodasi semua publikasi sekuen DNA dengan annotations
(penjelasan atau catatan) yang akan selalu berkembang dan diperbaharui. Sekuen
DNA filet dori berdasarkan marka gen 16S rRNA dan COI disimpan pada situs
web
Bankit-National
Center
for
Biotechnology
Information
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/WebSub/?tool=genbank)
dengan
mengisikan
penjelasan meliputi informasi pribadi, sequence authors, sequencing technology,
nucleotide, submission category, source modifiers, features, review & correct.
Penentuan profil protein dengan SDS PAGE (Laemmli 1970)
SDS-Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) dilakukan untuk
menentukan berat molekul protein. Analisis SDS-PAGE dilakukan menggunakan
gel akrilamid dengan konsentrasi separating gel 12,5% dan stacking gel 3%.
Sampel yang dielektroforesis adalah ekstrak protein larut air. Beberapa tahapan
utama yang harus dilakukan dalam melakukan elektroforesis SDS-PAGE adalah
a) pembuatan separating gel, b) pembuatan stacking gel, c) persiapan sampel, d)
running gel, e) pewarnaan gel, f) destaining gel, dan g) penentuan berat molekul
protein-protein yang terpisahkan.
a) Pembuatan separating gel
Dua lempengan kaca (mini slab) yang akan digunakan sebagai cetakan gel
dirangkai sesuai dengan petunjuk pemakaian. Bahan yang digunakan untuk
membuat separating gel adalah 4,8 mL ddH2O, 6,2 ml 30% acrilamid, 3,75 mL
1,5M Tris-HCl (pH 8,8), 150 µL 10% SDS, 150 µL 10% APS, 15 µL TEMED.
Bahan tersebut dicampurkan dengan penambahan APS dan TEMED secara urut
kemudian dimasukkan sebanyak ±5 mL campuran ke dalam lempengan kaca
(mini slab) tanpa menimbulkan gelembung udara dengan menggunakan mikro
pipet sampai sekitar 1 cm dari atas lempengan. Bagian yang tidak diisi gel diberi
akuades sebanyak ±1 mL untuk meratakan gel yang terbentuk. Gel kemudian
dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30-60 menit.
b) Pembuatan stacking gel
Air dibuang dari atas separating gel dan dikeringkan dengan
menggunakan tissue. Bahan yang digunakan untuk membuat stacking gel adalah
10
3,7 mL ddH2O; 0,5 mL 30% acrilamid; 0,65 mL 1,5 M Tris-HCl (pH 6,8); 50 µL
10% SDS, 50 µL 10% APS, 5 µL TEMED. Campuran dimasukkan ke dalam
mini slab, kemudian sisir dimasukkan dengan cepat tanpa menimbulkan
gelembung udara. Stacking gel dibiarkan mengalami polimerisasi selama 30-60
menit. Sisir diangkat dari atas gel dengan perlahan dan slab ditempatkan ke dalam
wadah elektroforesis. Bufer elektroforesis dimasukkan ke dalam wadah
elektroforesis di bagian dalam dan luar agar gel terendam.
c) Preparasi dan injeksi sampel
Sampel diekstrak proteinnya dengan cara 1 g sampel ditambahkan 3 mL
akuades dikocok-kocok kemudian disentrifuse dengan kecepatan 5.000 rpm, suhu
4°C selama 30 menit dan diambil supernatannya. Volume yang sama dari sampel
dicampur dengan buffer sampel laemmli. Campuran sampel dan buffer diinkubasi
pada 95ºC selama 3 menit. Sampel siap diinjeksikan ke dalam sumur
menggunakan mikropipet sebanyak 5 μL. Salah satu sumur diinjeksikan protein
marker sebanyak 5 μL protein marker.
d) Running SDS-PAGE
Katup elektroda dipasang dengan arus mengalir ke anoda. Sumber listrik
dinyalakan dan dijaga konstan pada 13 mA dan voltase 150 V selama ±3 jam.
Setelah selesai, aliran listrik dimatikan dan katup elektroda dilepaskan, lalu plat
gel dipindahkan dari elektroda.
e) Pewarnaan gel
Gel diangkat dari slab dan dipindahkan ke dalam wadah tertutup yang
telah berisi pewarna coomasie briliant blue (kurang lebih 20 mL) dan didiamkan
selama 2 jam.
f) Destaining gel
Gel diangkat dan dicuci menggunakan akuades beberapa kali. Larutan
penghilang warna (destaining solution) ditambahkan dan digoyangkan hingga
latar belakang pita protein menjadi terang. Larutan penghilang warna dibuang dan
gel siap dianalisis. Gel hasil elektroforesis SDS-PAGE tersebut di
dokumentasikan dalam bentuk gambar.
g) Penentuan berat molekul protein yang terpisahkan
Berat molekul protein sampel dapat dihitung dari persamaan regresi antara
mobilitas relatif protein marker (penanda protein) dengan logaritma dari berat
molekul marker yang diketahui. Mobilitas relatif protein dihitung dengan
membandingkan jarak migrasi protein diukur dari garis awal separating gel
sampai ujung pita protein yang dibandingkan dengan jarak migrasi tracking dye.
Mobilitas relatif tersebut dirumuskan sebagai persamaan berikut :
Rf = jarak migrasi protein
jarak migrasi tracking dye
Analisis warna
Pengukuran warna menggunakan chromameter (Hutching 1999)
Warna diukur dengan menggunakan alat chromameter minolta cr-310.
Nilai L, a, dan b dikalibrasi sebelum dilakukan pengukuran menggunakan
pelat standar warna putih, setelah proses kalibrasi selesai, dilanjutkan dengan
11
pengukuran warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem L, a,
dan b.
Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian tombol start
ditekan dan akan diperoleh nilai L, a dan b. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam
sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan (light) yang
mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai L menyatakan cahaya pantul
yang menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam. Semakin tinggi
nilai L maka semakin tinggi kecerahan warna. Notasi a menyatakan warna
kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 80 untuk
warna merah dan –a (negatif) dari 0 sampai –80 untuk warna hijau. Notasi b
menyatakan warna kromatik campuran kuning-biru dengan nilai +b (positif) dari 0
sampai 70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai –70 untuk
warna biru.
Konsentrasi mioglobin (modifikasi dari Nurilmala et al. 2013)
Sebanyak 3 gram sampel ditambahkan dengan 21 mL akuabides dingin (0 –
4ºC) kemudian dihomogenkan selama 1 menit. Setelah itu disentrifuse selama 15
menit dengan kecepatan 3.000 g pada suhu 4ºC. Sebanyak 1 mL ekstrak filet dori
dicampur dengan 0,5 mL buffer potasium phosphat (25 mM, pH 7), tambahkan
25 µL NaNO3 5% dan 25 µL KCN 1%. Absorbansi diukur menggunakan
spektrofotometer (540 nm). Konsentrasi Mb dihitung menggunakan rumus :
Konsentrasi (
mg
)
g
absorban 2
Keterangan :
11.300 = koefisien molekuler extinction
16.000 = berat molekul mioglobin
Analisis statistik (Steel dan Torrie 1993)
Analisis statistik dilakukan terhadap data yang diperoleh pada analisis
warna yang meliputi hasil pengukuran warna menggunakan chromameter dan
konsentrasi mioglobin dengan menggunakan perhitungan berdasarkan tingkat
kepercayaan 95%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap (RAL), rancangan tersebut digunakan untuk membandingkan pengukuran
warna dan konsentrasi mioglobin filet dori yang terdiri dari satu faktor dan tujuh
taraf dengan tiga kali ulangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
analisis ragam, apabila pengaruhnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji
lanjut least significant difference (LSD). Hipotesis yang digunakan adalah sebagai
berikut :
H0:
H1:
Perbedaan produk filet dori tidak berpengaruh terhadap pengukuran warna
dan konsentrasi mioglobin filet dori.
Perbedaan produk filet dori berpengaruh terhadap pengukuran warna dan
konsentrasi mioglobin filet dori.
12
Rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij     i   ij
Keterangan :
Yij = Hasil pengukuran warna dan konsentrasi mioglobin ke-j dengan produk filet
dori ke-i
µ = Pengaruh rata-rata dari produk filet dori
τi = Pengaruh produk filet dori ke-i
εij = Galat percobaan
i = variasi produk filet dori
j = ulangan (1, 2 dan 3)
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Secara Molekuler
Isolasi DNA
Kuantitas isolasi DNA filet dori dan ikan patin dapat dilihat pada Tabel 2.
Kemurnian DNA didapatkan berdasarkan perbandingan nilai absorbansi panjang
gelombang 260 nm dan 280 nm.
Tabel 2. Kuantitas isolasi DNA filet dori dan ikan patin
Nama sampel
Patin utuh
Filet dori produksi Jakarta 1
Filet dori produksi Jakarta 2
Filet dori impor 1
Filet dori produksi Medan
Filet dori impor 2
Filet dori produksi Sidoarjo
Kode sampel
PU
DN
DL
DI
DM
DG
DS
Konsentrasi (ng/µL)
13,25
15,05
26,70
7,15
8,6
4,5
5,75
260/280
2,17
1,97
2,06
2,60
1,96
1,81
2,28
Menurut Boyer dan Rodney (2005) kemurnian DNA terhadap protein
(A260/ A280) berkisar antara 1,8-2. Kemurnian DNA sampel berkisar antara
1,81-2,60. Sampel PU, DI dan DS memiliki nilai kemurnian lebih dari 2, hal ini
dapat terjadi karena adanya kontaminasi RNA. Menurut Santella (2006) rasio
absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 yang berada diatas kisaran nilai
DNA murni menunjukkan terdapat kontaminasi RNA, sedangkan rasio dibawah
1,8 menunjukkan adanya kontaminasi protein. Hal ini diduga kurangnya
penambahan enzim RNAse, sehingga RNA belum terdegradasi secara sempurna.
Hasil visualisasi isolasi DNA sampel filet dori menunjukkan bahwa semua
hasil isolasi DNA memiliki pita yang tebal dan terang termasuk PU, DI dan DS
(Gambar 3), sehingga sampel tersebut masih layak dijadikan sebagai cetakan
untuk amplifikasi gen COI dan 16S rRNA.
13
PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor 1; DS= Filet dori produksi Sidoarjo; DN= Filet dori produksi Jakarta 1;
DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM= Filet dori produksi Medan; DG= Filet dori Impor 2.
Gambar 3 Visualisasi DNA filet dori dan ikan patin menggunakan agarosa 1,2%.
Amplifikasi fragmen gen 16S rRNA dan COI dengan PCR
Hasil elektroforegram fragmen gen 16S rRNA dan COI (Gambar 4)
memperlihatkan bahwa semua sampel DNA filet dori dan ikan patin berhasil
teramplifikasi pada 640 bp untuk 16S rRNA dan 700 bp untuk COI, hal ini sesuai
dengan DNA target. Produk PCR tersebut dilanjutkan pada tahap pemurnian dan
sekuensing.
(a)
(b)
PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor 1; DS= Filet dori produksi Sidoarjo; DN= Filet dori produksi Jakarta 1;
DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM= Filet dori produksi Medan; DG= Filet dori Impor 2.
Gambar 4 Amplifikasi DNA filet dori dan ikan patin (a) marka gen 16S rRNA
(b) marka gen COI.
Pensejajaran Nukleotida Gen 16S rRNA dan COI
Sekuen nukleotida gen 16S rRNA dan COI hasil pensejajaran diunggah
pada BLASTn untuk identifikasi keaslian spesies. Hasil analisis molekuler
menggunakan marka gen 16S rRNA dan COI menunjukkan bahwa semua filet
dori teridentifikasi sebagai Pangasianodon hypophthalmus (KC846907.1) dengan
tingkat kesamaan sebesar 98-99% (Tabel 3).
14
Tabel 3 Hasil identifikasi spesies filet dori dan ikan patin menggunakan BLAST n
kode Nama dagang
Komposisi
PU
DI
Hasil identifikasi
Kesamaan
Kode akses
16S COI 16S rRNA
COI
rRNA
P.hypophthalmus 99% 99% KC846907.1 KC846907.1
P.hypophthalmus 99% 99% KC846907.1 KC846907.1
Ikan patin
Ikan patin
Filet dory
super
DG
Fillet dory
P.hypophthalmus 98% 99% KC846907.1 KC846907.1
DS Golden dory
P.hypophthalmus 99% 99% KC846907.1 KC846907.1
fillet
DM Dory fish fillet
Ikan dori
P.hypophthalmus 99% 99% KC846907.1 KC846907.1
DL
Fillet dory
P.hypophthalmus 99% 99% KC846907.1 KC846907.1
local
DN Ikan dory fillet Pangasius sp. P.hypophthalmus 99% 99% KC846907.1 KC846907.1
*Keterangan : PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor 1; DS= Filet dori produksi Sidoarjo; DN=
Filet dori produksi Jakarta 1; DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM= Filet dori produksi
Medan; DG= Filet dori Impor 2.
Hasil analisis molekuler menunjukkan bahwa spesies yang digunakan pada
semua sampel (DI, PU, DN, DL, DG, DS dan DM) merupakan Pangasianodon
hypophthalmus. Sampel DI, DG, DS dan DL tidak mencantumkan komposisi atau
ikan yang digunakan, hal ini dapat menyebabkan asumsi yang salah pada
konsumen, sedangkan pada sampel DM terjadi mislabeling karena ikan yang
dicantumkan dalam komposisi adalah ikan dori, hal ini menunjukkan telah terjadi
kesengajaan oleh produsen dengan memakai ketidaktahuan konsumen sehingga
filet ikan patin lebih diminati dan nilai komersial dari ikan patin tersebut menjadi
naik. Menurut PP No. 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, produsen
seharusnya menuliskan daftar bahan yang digunakan dalam produk.
Pensejajaran nukleotida gen 16S rRNA dan COI sampel filet dori dengan
spesies Zeus faber dan Pangasianodon hypophthalmus yang berasal dari GenBank
(Lampiran 2 dan 6) menghasilkan nilai conserved, variable dan singleton (Tabel
4).
Tabel 4 Situs nukleotida gen 16S rRNA dan COI pada filet dori dan ikan patin
Antar sampel filet
Sampel filet
dengan P.
hypophthalmus
(KC846907.1)
Sampel filet
dengan Zeus faber
(AP002941.1)
Conserved
97,67%
(588/602)
97,51%
(587/602)
16S rRNA
variable
0,33%
(2/602)
0,5%
(3/602)
singleton
0,33%
(2/602)
0,5%
(3/602)
conserved
98,9%
(592/598)
98,8%
(591/598)
COI
variable
1%
(6/598)
1,2%
(7/598)
singleton
0,8%
(5/598)
1%
(6/598)
91,7%
(552/602)
14,6%
(88/602)
14,5%
(87/602)
79,9%
(478/598)
20,7%
(124/598)
20,4%
(122/598)
Nilai variable antar sampel filet dori berdasarkan marka gen 16S rRNA dan
COI menunjukkan bahwa terdapat variasi basa nukleotida antar sampel. Nilai
variable menunjukkan bahwa terdapat variasi basa nukleotida yang merupakan
karakteristik pembeda.
15
Menurut Hardjamulia et al. (1987) ikan patin jenis P. hypophthalmus yang
dalam beberapa tahun terakhir berkembang di Indonesia merupakan ikan yang
diintroduksi dari Thailand pada tahun 1972. Ikan patin ini banyak disebut dengan
nama patin siam (Sadili 1998). Setelah 40 tahun lebih diintroduksi, ikan patin
lokal tidak mengembangkan mutasi nukleotida yang signifikan dibanding ikan
patin impor, hal ini menunjukkan bahwa ikan patin mampu mengembangkan daya
adaptasi lokal yang tinggi.
Jarak genetik dan kekerabatan
Jarak genetik disajikan pada Tabel 5. Penentuan jarak genetik
menggambarkan kedekatan genetik antar spesies maupun intraspesies, persentase
jarak genetik dapat digunakan untuk mengetahui status spesies yaitu spesies yang
sama atau berbeda spesies (Sahara et al. 2015). Jarak genetik berdasarkan gen 16S
rRNA antar kelompok sampel filet dori dengan ikan patin (Pangasianodon
hypophthalmus) dari GenBank menunjukkan kesamaan spesies yang tinggi (00,3%), sedangkan antar kelompok sampel filet dori dengan ikan dori (Zeus faber)
dari GenBank memiliki jarak genetik antara 0-16,2%.
Tabel 5 Pairwise distance gen 16S rRNA dan COI pada filet dori dan ikan patin
COI
16S rRNA
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8
PU
DI
0,002
0,003
DS
0,000 0,002
0,003 0,003
DN
0,000 0,002 0,000
0,002 0,002 0,002
DL
0,000 0,002 0,000 0,000
0,005 0,005 0,005 0,003
DM
0,002 0,003 0,002 0,002 0,002
DG
0,000 0,002 0,000 0,000 0,000
P.
hypophthalmus
KC846907.1
0,002 0,003 0,002 0,002 0,002
Z. faber
AP002941.1
0,160 0,158 0,160 0,160 0,160
0,002 0,002 0,002 0,000 0,003
0,002
0,005 0,005 0,005 0,003 0,003 0,003
0,003 0,002
0,003 0,003 0,003 0,002 0,005 0,002 0,005
0,162 0,160 0,162 0,240 0,240 0,242 0,240 0,235 0,240 0,240 0,240
Keterangan : PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor; DS= Filet dori produksi Sidoarjo; DN= Filet
dori produksi Jakarta 1; DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM= Filet dori produksi
Medan; DG= Filet dori Impor.
Jarak genetik berdasarkan marka gen COI antar kelompok sampel filet dori
dengan ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus) dari GenBank menunjukkan
kesamaan spesies yang tinggi sebesar 0,2-0,5%, sedangkan jarak genetik antar
kelompok sampel filet dori dengan ikan dori (Zeus faber) dari GenBank memiliki
jarak genetik antara 0,2-24,2%. Menurut Herbert et al. (2003), perbedaan jarak
genetik kurang atau sama dengan 3% menunjukkan spesies identik secara
molekuler. Menurut Zein dan Fitriana (2012), jarak genetik dalam satu spesies
yang rendah dan jarak genetik antar spesies yang tinggi pada COI menunjukkan
bahwa gen ini efektif untuk identifikasi pada tingkat spesies dan tepat digunakan
sebagai DNA barcode.
Pohon filogenetik dikonstruksi menggunakan metode neighbor joining tree
yaitu model Kimura 2-parameter dengan bootstrap 1.000 kali (Gambar 5 dan 6).
Pohon filogenetik dari 16S rRNA memperlihatkan keidentikan yang tinggi antar
16
sampel filet dan sampel dari GenBank kecuali sampel filet dori DI. Pohon
filogenetik dari 16S rRNA pada sampel lokal (PU, DL dan DN) dan sampel yang
diambil dari GenBank membentuk satu cluster dengan nilai bootstrap sebesar
68%, sedangkan filet impor DI membentuk cluster yang terpisah dari ketiga
sampel lokal.
DM
KC846907 Pangasianodon hypophthalmus
DN
68
DL
PU
DS
DG
DI
AP002941 Zeus faber
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
PU=Patin utuh; DI=Filet dori impor 1; DS=Filet dori produksi Sidoarjo; DN=Filet dori produksi Jakarta 1;
DL=Filet dori produksi Jakarta 2; DM=Filet dori produksi Medan; DG=Filet dori Impor 2.
Gambar 5 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen 16S rRNA.
Menurut Sahara et al. (2015), pengelompokan taksa dalam satu cluster
menggambarkan kedekatan kekerabatannya. Semakin tinggi kemiripan urutan
nukleotida maka semakin tinggi similiritasnya menyebabkan posisinya ada dalam
percabangan pohon filogenetik menjadi berdekatan.
Pohon filogenetik dari COI memperlihatkan cluster pertama dengan nilai
bootstrap sebesar 60% terdiri dari sampel DS, DM, DN, PU, sampel yang diambil
dari GenBank dan sampel DI, sedangkan sampel DG dan DL terpisah dari semua
sampel. Hasil konstruksi pohon filogenetik berdasarkan marka gen 16S rRNA dan
COI menunjukkan bahwa marka gen COI lebih mampu menunjukkan perbedaan
basa nukleotida dari tiap sampel. Bucklin et al. (2003) menyatakan bahwa COl
memiliki laju perubahan sekuens yang tinggi dan memperlihatkan adanya
divergensi sekuen intraspesies. Menurut Hebert et al. (2003), COI memiliki
rentang sinyal filogenetik yang lebih besar daripada gen mitokondria lainnya,
serta memiliki laju mutasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju mutasi dua
gen mitokondria lain seperti 12S rRNA dan 16S rRNA.
DS
29
20
29
60
DM
DN
PU
KC846907 Pangasianodon hypophthalmus
DI
DG
DL
AP002941 Zeus faber
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
PU=Patin utuh; DI=Filet dori impor 1; DS=Filet dori produksi Sidoarjo; DN=Filet dori produksi Jakarta 1;
DL=Filet dori produksi Jakarta 2; DM=Filet dori produksi Medan; DG=Filet dori Impor 2.
Gambar 6 Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan gen COI.
17
Nilai bootstrap pada pohon filogenetik baik menggunakan marka gen 16S
rRNA maupun COI termasuk dalam katergori belum stabil karena suatu cabang
dikatakan stabil jika nilai bootstrap diatas 95% dan dikatakan tidak stabil jika nilai
bootstrap berada dibawah 70% (Osawa et al. 2004). Menurut Sahara et al. (2015),
nilai bootstrap 71% menunjukkan pengelompokan belum stabil sehingga masih
bisa berubah posisinya dalam pohon filogenetik.
Penyimpanan nukleotida pada genbank
Hasil penyimpanan nukleotida pada genbank didapatkan nomor akses.
Nomor akses pada marka gen 16S rRNA dan COI dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Nomor akses marka gen 16S rRNA dan COI pada filet dori dan ikan patin
Kode
16S rRNA
COI
sampel
Nomor akses
Nomor akses
PU
KX121772
KX090145
DI
KX174297
KX121766
DL
KX174298
KX121767
DN
KX174299
KX121768
DM
KX121769
DS
KX174300
KX121770
DG
KX121771
Keterangan : PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor; DS= Filet dori produksi Sidoarjo; DN= Filet
dori produksi Jakarta 1; DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM= Filet dori produksi
Medan; DG= Filet dori Impor.
Penentuan profil protein dengan SDS PAGE
Hasil SDS-PAGE fraksi protein yang diekstrak menggunakan akuades dapat
dilihat pada Gambar 7. Gambar tersebut memperlihatkan meskipun spesies yang
digunakan dalam produk filet dori sama tetapi memiliki profil pita yang berbeda,
hal ini diduga karena adanya penambahan aditif yang berbeda saat proses
pencucian filet dori. Klorin umumnya digunakan saat pencucian pada industri filet
ikan dori dan pH optimum dari air yang digunakan untuk klorin adalah 6,5-7,5.
Menurut Tong thi et al. (2015), tahap pencucian menggunakan klorin umumnya
digunakan oleh industri filet patin di Vietnam. Fukuzaki (2006) menambahkan pH
optimum yang digunakan untuk klorin adalah 6,5-7,5. pH pencucian yang berbeda
dari filet dori diduga menghasilkan profil protein yang berbeda. Menurut
Tadpitchayangkoon et al. (2010), perbedaan perlakuan pH pada ikan striped
catfish menghasilkan pola profil protein yang berbeda.
DI, DM dan DG terdapat pita tambahan pada berat molekul 44,6 kDa,
adanya pita tambahan tersebut diduga karena saat proses pencucian filet dalam
kondisi asam. Menurut Tadpitchayangkoon et al. (2005), pada pH 5 dan 5,5
ditemukan tambahan protein sarkoplasma dengan berat molekul 38 dan 43 kDa
pada ikan striped catfish. pH rendah menyebabkan rusaknya struktur sekunder dan
tersier pada protein sehingga protein lebih mudah larut. Menurut Ledword (1979)
perubahan pH dapat menyebabkan rusaknya struktur sekunder dan tersier protein
pada produk perikanan. Kim et al. (2003) menambahkan bahwa protein
sarkoplasma pada ikan lebih mudah larut pada pH asam.
18
DG memiliki pita tambahan dengan berat molekul 201,3 yang diduga
sebagai myosin heavy chain. Menurut Ladrat et al.(2003), MHC memiliki berat
molekul ~200 kDa. MHC diduga ikut terekstrak saat ekstraksi menggunakan
akuades karena adanya penambahan asam dan zat aditif garam saat proses
pemfiletan dori. Menurut Ngapo et al. (1996) protein miofibril dapat larut pada
pH dibawah 4. Wu et al. (2016) juga menambahkan pada pH 5,5; 6,5; dan 7,5
kelarutan protein miofibril meningkat dengan meningkatnya konsentrasi NaCl.
Menurut Baylan et al. (2015) protein miosin pada ikan teri terdenaturasi dengan
penambahan 8-10% garam (b/v). Orban et al. (2008) menambahkan, zat aditif
yang digunakan saat proses pemfiletan umumnya dituliskan pada kemasan, tulisan
E 451 (sodium atau potassium triphosphates) pada kemasan menunjukkan adanya
penambahan fosfat, senyawa tersebut digunakan untuk menahan air selama proses
penyimpanan dingin dan non-fosfat untuk filet yang menggunakan garam. Garam
aditif, fosfat, glukosa dan askorbat sering digunakan dalam proses filet ikan
(Thorarinsdottir et al. 2004; Esaiassen et al. 2005, Woyewoda dan Bligh 2006).
PU=Patin utuh; DI=Filet dori impor 1; DS=Filet dori produksi Sidoarjo; DN=Filet dori produksi Jakarta 1;
DL=Filet dori produksi Jakarta 2; DM=Filet dori produksi Medan; DG=Filet dori Impor 2.
Gambar 7 Profil protein filet dori dan ikan patin.
Hasil pemisahan protein sampel secara keseluruhan menunjukkan bahwa
pita protein sarkoplasma lebih banyak dibandingkan dengan protein miofibril.
Menurut Scopes (1970), protein sarkoplasma merupakan protein otot yang larut
dalam air atau larutan yang memiliki kekuatan ion rendah. Protein sarkoplasma
mengandung banyak enzim yang terlibat dalam metabolisme otot. Protein
sarkoplasma pada ikan adalah enzim glikolitik, termasuk fosforilase, laktat
dehidrogenase, enolase, kreatin kinase, aldolasa, dan gliseraldehida fosfat
dehidrogenase. Ladrat et al. (2003) menambahkan fraksi sarkoplasma terdiri dari
mioglobin, albumin dan beberapa enzim yang terkait dengan metabolisme
penghasil energi seperti kreatinin kinase, aldolasa dan gliseraldehid-3-phospat,
sedangkan protein miofibril terdiri dari myosin heavy chain (MHC), aktin,
troponin dan tropomiosin (Hashimoto et al. 1979).
19
Identifikasi protein sarkoplasma dari berat molekul 27,8, 36, 44,6, 50,8,
55,3 dan 57,8 kDa adalah carbonic anhydrase III, glyceraldehyde-phosphate
dehydrogenase (GAPDH), kreatin kinase, enolase, phosphoglucose isomerase dan
pyruvate kinase.
Menurut Toyohara et al. (1999) berat molekul 43, 35 dan 50 kDa pada ikan
mackerel
(Scomber japonicus) merupakan glyceraldehydes-phosphate
dehydrogenase (GAPDH), kreatin kinase dan enolase. Nakagawa et al. (1988)
menambahkan protein sarkoplasma dengan berat molekul 43 kDa pada ikan red
sea bream, pacific mackerel dan carp merupakan kreatin kinase. Menurut
Gratacos-Cubarsi dan Lametsch (2008), protein sarkoplasma dengan berat
molekul 28 dan 58 kDa diidentifikasi sebagai carbonic anhydrase III dan pyruvate
kinase, sedangkan berat molekul 55 kDa pada White croaker (Argyrosomus
argentatus) diidentifikasi sebagai phosphoglucose isomerase (Cao et al. 2000).
Identifikasi protein miofibril dari berat molekul 39,2, 110,2 dan 201,3 kDa
adalah tropomiosin, paramiosin dan MHC. MHC memiliki berat molekul ~200
kDa dan berat molekul tropomiosin adalah 38,63 (Ladrat et al.2003), sedangkan
berat molekul 110 kDa merupakan paramiosin pada kerang jenis Aulacomya ater
ater (Molina) (Paredi et al.1998).
Analisis warna
Pengukuran warna menggunakan chromameter
Nilai L* (kecerahan), a* (kemerahan), b* (kekuningan) pada PU, DI, DS,
DN, DL, DM dan DG ditunjukkan pada Tabel 7. Sampel DS, DN, DM dan filet
patin karawang dan impor (Nurilmala et al. 2015) memiliki nilai a* yang rendah
dan nilai b* yang tinggi. Nilai a* yang rendah menunjukkan bahwa filet tersebut
telah mengalami autooksidasi mioglobin. Menurut Chen dan Chow (2001)
autooksidasi mioglobin dapat menyebabkan meningkatnya nilai L* dan
menurunnya nilai a*. Shon et al. (2005) juga menemukan penurunan nilai a*
bertepatan dengan meningkatnya tingkat metmioglobin pada ikan ekor kuning.
Menurut Thiansilakul et al. (2011) meningkatnya nilai L* bertepatan dengan
menurunnya nilai a* pada larutan metmioglobin (autooksidasi mioglobin).
Sampel PU, DL dan filet patin jambi (Nurilmala et al. 2015) didapatkan
nilai L* rendah dan nilai a* tinggi, sedangkan pada DI dan DG memiliki nilai a*
dan b* yang rendah dibandingkan sampel lainnya diduga karena adanya
penambahan asam saat perlakuan awal. Menurut Ochiai et al. (2009) efek
penggunaan asam saat proses perlakuan awal pada filet ikan nila selama 18 hari
penyimpanan dingin menghasilkan nilai L* yang meningkat, a* menurun, dan
nilai b* yang tidak berubah nyata. Hamre et al. (2003) menambahkan bahwa
penggunaan asam pada proses filet tidak mempengaruhi nilai L* tetapi
memberikan pengaruh pada rendahnya nilai b*.
20
Tabel 7 Hasil pengukuran warna filet dori dan ikan patin
Kode sampel
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
Jambi1
Karawang1
Impor1
Filet nila pH 5,62
L*
(kecerahan)
52,8 ± 4,1a
66,14 ± 3,4b
68,19 ± 0,7b
65,05 ± 5,5b
57,47 ± 3,4c
63,02 ± 2,6b
69,7 ± 2,3d
49,62 ± 0,68
62,43 ± 0,01
55,02 ± 0,26
>10 menjadi
<10
a*
(kemerahan)
13,9 ± 2,2a
5,11 ± 0,6b
4,33 ± 0,4b
6,56 ± 2,61c
11,46 ± 1,8d
7,9 ± 0,7c
4,93 ± 0,04b
12,65 ± 0,13
7,71 ± 0,01
9,79 ± 0,06
>15 menjadi
<10
b*
(kekuningan)
14,9 ± 3,4a
4,8 ± 3,2b
14,9 ± 3,9a
23,9 ± 3,5c
11,7 ± 2,7a
12,1 ± 2,3a
5,19 ± 1,03b
17,24 ± 0,01
18,22 ± 0,14
26,52 ± 0,17
7,2 - 7,6
Keterangan : PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor 1; DS= Filet dori produksi Sidoarjo;
DN= Filet dori produksi Jakarta 1; DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM=
Filet dori produksi Medan; DG= Filet dori Impor 2. L= kecerahan, a=
kemerahan, b= kekuningan. Angka-angka pada kolom yang sama yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
1
Nurilmala et al. (2015), 2 Ochiai et al. (2009).
Nilai indeks kemerahan (redness index (a*/b*)) ditunjukkan pada Tabel 8.
Didapatkan nilai indeks kemerahan yang tinggi pada sampel PU, DI, DL dan DG
dibandingkan sampel lainnya, nilai indeks kemerahan yang tinggi tersebut
menunjukkan bahwa daging sampel tersebut memiliki warna yang tidak gelap.
Tabel 8 Indeks kemerahan filet dori dan ikan patin
Kode sampel
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
Jambi1
Karawang1
Impor1
a*/b*
0,97 ± 0,31ab
1,64 ± 1,42a
0,36 ± 0,03b
0,29 ± 0,14b
1,01 ± 0,16ab
0,67 ± 0,15b
0,98 ± 0,2ab
0,73 ± 0,01
0,42 ± 0,00
0,37 ± 0,00
Keterangan : PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor 1; DS= Filet dori produksi Sidoarjo; DN= Filet
dori produksi Jakarta 1; DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM= Filet dori produksi
Medan; DG= Filet dori Impor 2. a*/b*= indeks kemerahan. Angka-angka pada kolom
yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%.
1
Nurilmala et al. (2015).
Menurut Ochiai et al. (1988) indeks kemerahan (a*/b*) digunakan untuk
mengevaluasi perubahan warna pada daging tuna. Ditambahkan oleh Chaijan dan
Panpipat (2009), meningkatnya metmioglobin bertepatan dengan menurunnya
21
indeks kemerahan pada daging selama penyimpanan dingin. Chaijan et al. (2005)
melaporkan bahwa indeks kemerahan dari ikan sarden dan makarel menurun
ketika waktu penyimpanan meningkat, hal ini menunjukkan penggelapan daging
kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan pigmen, terutama mioglobin.
Konsentrasi mioglobin
Mioglobin memberikan kontribusi utama dalam memberikan warna pada
daging, tergantung pada turunan dan konsentrasinya (Faustman et al. 1992;
Postnikova et al. 1999). Konsentrasi mioglobin dari filet dori yang diekstrak
menggunakan akuades dapat dilihat pada Tabel 9. Pengukuran konsentrasi
mioglobin dilakukan pada daging terang (fast muscle) dan daging gelap (dark
muscle) pada setiap sampel filet dori.
Nilai konsentrasi mioglobin terendah ada pada DI (filet impor),
konsentrasi mioglobin yang rendah umumnya dikaitkan dengan kualitas yang
rendah, akan tetapi rendahnya konsentrasi mioglobin pada DI juga diduga karena
heme yang merupakan penyebab warna merah sengaja dihilangkan saat proses
pemfiletan melalui pencucian dengan penambahan asam. Menurut
Tadpitchayangkoon et al. (2010), protein heme dapat dihapus dengan pemisahan
daging merah dan daging putih sebelum proses deboning dan pencucian saat
pengolahan ikan sehingga warnanya menjadi lebih putih. Kristinsson dan Hultin
(2004) menambahkan bahwa mioglobin mudah didenaturasi pada pH rendah, akan
tetapi pH rendah tersebut dapat meneybabkan warna daging menjadi coklat
kekuningan akibat oksidasi saat denaturasi, hal tersebut menyebabkan ikan terlihat
seperti memiliki kualitas rendah. Menurut Nurilmala dan Ochiai (2013) daging
yang memiliki kualitas rendah, mioglobin menjadi kurang larut air sehingga sulit
diekstrak. Chaijan et al. (2007) dan Renerre et al. (1992) menyatakan, pH yang
rendah dapat mengurangi stabilitas dari ikatan antara heme dan globin dan
meningkatkan laju autooksidasi.
Tabel 9 Konsentrasi mioglobin (mg/100 g) daging merah dan daging putih pada
filet dori dan ikan patin
Kode sampel
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
Jambi1
Karawang1
Impor1
Daging merah
22,6 ± 9,04a
8,31 ± 2,2b
17,4 ± 7,3ab
17,2 ± 6,9ab
18,1 ± 4,3ab
36,9 ± 10,7c
17,5 ± 4,5ab
243,96
18,97
41,35
Daging putih
19,4 ± 10,9a
4,3 ± 0,6b
7,6 ± 0,4b
5,3 ± 0,9b
10,9 ± 4,01c
19,1 ± 0,7a
9,9 ± 1,7b
103,08
16,99
20,39
Keterangan : PU= Patin utuh; DI= Filet dori impor 1; DS= Filet dori produksi Sidoarjo; DN= Filet
dori produksi Jakarta 1; DL= Filet dori produksi Jakarta 2; DM= Filet dori produksi
Medan; DG= Filet dori Impor 2. L= kecerahan, a= kemerahan, b= kekuningan.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5%. 1Nurilmala et al. (2015).
22
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa spesies yang digunakan adalah
Pangasianodon hypophthalmus (KC846907.1) dengan tingkat kesamaan sebesar
98-99%. Jarak genetik pada gen 16SrRNA dan COI antar sampel memiliki
kekerabatan yang erat. Marka gen 16S rRNA dan COI menunjukkan terdapat
variasi basa nukleotida antar sampel filet dori dan ikan patin. Marka gen 16S
rRNA mendapatkan 5 nomor akses dan marka gen COI mendapatkan 7 nomor
akses. Hasil penentuan profil protein didapatkan bahwa sampel DI, DM dan DG
terdapat pita tambahan pada berat molekul 44,6 kDa. Hasil analisis warna
menunjukkan bahwa filet DI dan DG masih baik dan belum mengalami
autooksidasi mioglobin.
Saran
Identifikasi filet dori selanjutnya sebaiknya menggunakan marka gen COI
karena memiliki basa nukleotida yang lebih conserve dalam satu spesies,
sedangkan antar spesies memiliki sedikit basa nukleotida yang conserve.
Diperlukan penelitian lebih mendalam mengenai batasan maksimum dan
minimum konsentrasi mioglobin pada perbedaan penambahaan zat aditif sebagai
acuan kualitas filet dori yang mampu diterima, serta korelasi penerimaan
konsumen (organoleptik) terhadap warna daging.
DAFTAR PUSTAKA
Arif IA, Khan HA, Bahkali AH, Al Homaidan AA, Al Farhan AH, Al Sadoon M,
Shoobrak M. 2011. Review: DNA marker technology for wildlife
conservation. Saudi Journal of Biological Sciences. 18:219-225.
Baharum SN, Nurdalila AA. 2012. Application of 16S rDNA and cytochrome b
ribosomal markers in studies of lineage and fish populations structure of
aquatic species. Molecular Biology Report. 39:5225-5232.
Baylan M, Mazi G, Ozcan N, Ozcan BD, Akar M, Coskun A. 2015. Changes of
Electrophoretic Protein Profiles of Smoked and Marinated Rainbow Trout
(Oncorhynchus mykiss) During Refrigerated Storage. Journal Of
Agricultural Sciences. 21:262-269.
Benjakul S, Visessanguan W, Kwalumtharn Y, The effect of whitening agents on
the gel-forming ability and whiteness of surimi. International Journal of
Food Science and Technology. 39(7): 773-781.
Boyer, Rodney. 2005. Modern Experimental Biochemistry. Third Edition. India
(IN): Pearson Education, Inc.
Brown JR, Beckenbach K, Beckenbach AT, Smith MJ. 1996. Lenght variation
heteroplasmy and sequence divergence in the mitochondrial DNA of four
species of sturgeon (Acipmer). Genetics. 142:525-535.
Bucklin A, Frost BW, Bradford-Grieve J, Allen LD, Copley NJ. 2003. Molecular
systematic and phylogenetic assessment of 34 calanoid copepod species of
the calanidae and clausocalanidae. Marine Biology. 142:3333-3343.
23
Cao MJ, Osatomi K, Matsuda R, Ohkubo M, Hara K, Ishihara T. 2000.
Purification of a novel serine proteinase inhibitor from the skeletal muscle
of white croaker (Argyrosomus argentatus). Biochemical and Biophysical
Research Communications. 272:485–489.
Cawthorn DM, Steinman HA, Witthuhn RC. 2012. DNA barcoding reveals a high
incidence of fish species misrepresentation and substitution on the South
African market. Food Research International. 46:30–40.
Chaijan M, Benjakul S, Visessanguan W, Faustman C. 2006. Physicochemical
properties, gel-forming ability and myoglobin content of sardine (Sardinella
gibbosa) and mackerel (Rastrelliger kanagurta) surimi produced by
conventional method and alkaline solubilisation process. European Food
Research and Technology. V222(1):58-63.
Chaijan M, Benjakul S, Visessanguan W, Faustman C. 2007. Characterization of
myoglobin from sardine (Sardinella gibbosa) dark muscle. Food Chemistry.
100:156-164.
Chaijan M, Benjakul S, Visessanguan, Faustman C. 2005. Changes of pigments
and color in sardine (Sardinella gibbosa) and mackerel (Restrelliger
kanagurta) muscle during iced storage. Food Chemistry. 93:607-617.
Chaijan P, Panpipat W. 2009. Post harvest discoloration of dark-fleshed fish
muscle: a review. Walailak Journal Science. 6(2):149-166.
Chantai S, Neida H, Ogawa M, Tamiya T, Tsuchiya T. 1998. Effect of heating on
autoxidation rate of fish holo and reconstututed myoglobins. Fisheries
Science. 64:574-577.
Chen HH. 2003. Effect of cold storage on the stability of chub and horse mackerel
myoglobins. Journal of Food Science. 68:1416-1419.
Chen WL, Chow CJ. 2001. Studies on the physico chemical properties of milkfish
myoglobin. Journal Food Biochemical. 25:157-174.
Chiu TH, Shu YC, Pai JY, Chang HC. 2012. Molecular markers for detection and
diagnosis of the giant grouper (Epinephelus lanceolatus). Food Control.
24:29-37.
Cohen NJ, Deeds JR, Wong ES, Hanner RH, Yancy HF, White KD, Thompson
TM, Wahl M, Pham TD, Guichard FM, Huh I, Austin C, Dizikes G, Gerber
SI. 2009. Public health response to puffer fish (Tetrodotoxin) poisoning
from mislabeled product. Journal of Food Protection. 72(4):810-7.
Devereux R, Wilkinson SS. 2004. Amplification of Ribosomal RNA Sequences.
Molecular Microbial Ecology Manual 2nd ed. Netherlands (NL): Kluwer
Academic Publishers.
Esaiassen M, Østli J, Joensen SR. 2005. Brining of cod fillets: effects of
phosphate, salt, glucose, ascorbate and starch on yield, sensory quality and
consumers liking. Lwt-Food Science and Technology. 38:641–649.
Faustman C, Yin MC, Nadeau DB. 1992. Color stability, lipid stability, and
nutrient composition of red and white veal. Journal of Food Science.
57:302-306.
Fukuzaki S. 2006. Mechanisms of actions of sodium hypochlorite in cleaning and
disinfection processes. Biocontrol Science. 11(4):147–157.
Galimberti A, De Mattia F, Losa A, Bruni I, Federici S, Casiraghi M. 2013. DNA
barcoding as a new tool for food traceability. Food Research International.
50:55–63.
24
Gomes G, Schneider H, Sampaio I, Silva R, Oliveira J, Felipe B, Veneza I. 2014.
A barcode for the authentication of the snappers (Lutjanidae) of the western
atlantic : rDNA 5s or mitochondrial COI?. Journal Food Control. 38:116123.
Gratacos-Cubarsi M, Lametsch R. 2008. Determination of changes in protein
conformation caused by pH and temperature. Meat Science. 80:545-549.
Haard NF. 1992. Biochemistry and Chemistry of Color and Color Change in
Seafoods. Flick GJ, Martin RE, editor. USA (US): Technomic Publishing
Co., Inc. 312–319.
Hajibabei M, Smith MA, Janzen DH, Rodriguez JJ, Whitfield JB, Hebert PDN.
2006. A minimalist barcode can identify a specimen whose DNA is
degraded. Molecular Ecology. 6:959-964.
Hamre K, Lie Ø, Sandnes K. 2003. Development of lipid oxidation and flesh
colour in frozen stored fillets of Norwegian spring-spawning herring
(Clupea harengus L.) effects of treatment with ascorbic acid. Food
Chemistry. 82:447–453.
Hardjamulia A, Prihadi TH, Subagyo. 1987. Pengaruh salinitas terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan jambal siam (Pangasius sutchi).
Bulletin Penelitian Perikanan Darat. 5:111-117.
Hashimoto K, Watabe S, Kono M, Shiro K. 1979. Muscle protein composition of
sardine and mackerel. Bulletin of the Japanese Society of Scientific
Fisheries. 45(11):1435-1441.
Hebert PDN, Cywinska A, Ball SL, deWaard JR.. 2003. Biological identifications
through DNA barcodes. Proceedings of the Royal Society of London Series
B – Biological Sciences. 270:313–321. doi: 10.1098/rspb.2002.2218.
Hubert N, Hanner R, Holm E, Mandrak NE, Taylor E, Burridge M, Watkinson D,
Dumont P, Curry P, Bentzen P, Zhang JB, April J, Bernatchez L. 2008.
Identifying Canadian freshwater fishes through DNA barcodes. Plos One.
3:2490.
Hughes AR, McCrudden JE, Mayes BJR, penemu; 23 Jan 1979. Process for
bleaching dark fish meat, Patent America US 4136204.
Hultin HO, Kelleher SD, Feng Y, Kristinsson HG, Richards M P, Undeland IA.
2004 April 8. High efficiency alkaline protein extraction. Patent America
US 20040067551.
Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Gaithersburg (US): Aspen
Publisher. Inc, Maryland.
Jacquet JL, Pauly D. 2008. Trade secrets: renaming and mislabeling of seafood.
Journal of Marine Policy. 32:309-318.
Johnson WE, O’Brien SJ. 1997. Phylogenetic reconstruction of the Felidae using
16s rRNA and NADH-5 mitochondrial genes. Journal Molecular Evolution.
44:S98-S116.
Kappel K, Schrőder U. 2016. Substitution of high-priced fish with low-priced
species: adulteration of common sole in German restaurants. Food Control.
59:478-486.
Kim YS, Park JW, Choi YJ. 2003. New approaches for the effective recovery of
fish proteins and their physicochemical characteristics. Fisheries Science.
69(6):1231-1239.
25
Kuan J, Tsuei HW, Lin CY, Lin HY, Chung-Wang YJ, Chou HK, Cheng HF.
2015. Development of real-time PCR approach for rapid detection of dory
fish (Zeus faber) and catfish (Pangasianodon hypophthalmus) in Foods. Di
dalam: Blulmenthal M, Pauli G, editor. Adulteration and Fraud in Food
Ingredients and Dietary Supplements; 2015 December 2-4, Rockville, USA.
Maryland (US): Botanical Adulterants Monitor. 46.
Ladrat C, Verrez-Bagnis V, Noel J, Fleurence J. 2003. In vitro proteolysis of
myofibrillar and sarcoplasmic proteins of white muscle of sea bass
(Dicentrarchus labrax L.): effects of cathepsin B, D and L. Food Chemistry.
81:517-525.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the assembly of the heat
ofbacteriophag T4. Nature. 227(10):680-685.
Lam V. 2007. Oilfish – the case of the imitation Atlantic cod. The Sea Around Us
Project Newsletter. 40:1- 2. www.seaaroundus.org/ newsletter/Issue40.pdf
Ledword DA 1979. Protein-polysaccharides interactions. Blansshard MV,
Mitchell JR, editor. Sydney (AU): Butterwolih and Co. Ltd. 56-78
Lee D. 2006. Identity crisis: basa, tra products suffer from inconsistent naming.
Global Aquaculture Advocate. 20-21. Retrieved from http://www.
gaalliance.org/pdf/GAA-Lee-Jun06.pdf.
Mane BG, Mendiratta SK, Tiwari AK, Narayan R. 2013. Sequence analysis of
mitochondrial 16S rRNA gene to identify meat species. Journal of Applied
Animal Research. 41(1):77-81.
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi kedua. IPB Press. Bogor.
130 hlm.
Nakagawa T, Watabe S, Hashimoto K. 1988. Identification of three major
components in fish sarcoplasmic proteins. Nippon Suisan Gakkaishi.
54:999-1004.
[NOAA] National Oceanic and Atmospheric Administration. 2007. Seafood
importer and associated corporations receive imprisonment and fines.
Retrieved from http://www.publicaffairs.noaa.gov/releases2007/jan07/
noaa07-r101.html.
Ngapo TM, Wilkinson BHP, Chong R. 1996. Ultrastructural changes of
myofibrillar protein gelled with 1,5-glucono-delta-lactone at chilled
temperatures. Meat Science. 42(1):15-23.
Nurilmala M, Nurhayati T, Syukur AG, Vitner Y, Agus SB, Budiardi T. 2015.
Evaluation of nutritional and color on Indonesia and imported patin fish
(Pangasius sp.) fillets. Advance Journal of Food Science and Technology.
8(8):576-582.
Nurilmala M, Ochiai Y. 2013. Methods for evaluating the quality of Tuna Meat.
Journal of Ocean Technology. 8(Si):24-29.
Nurilmala M, Ushio H, Kaneko G, Ochiai Y. 2013. Assessment of commercial
quality evaluation of yellowfin tuna (Thunnus albacares) meat based on
myoglobin properties. Food Science Technology. 19(2):237-243.
O’Grady MN, Monahan FJ, Brunton NP. 2001. O ymyoglobin o idation in
bovine muscle-mechanistic studies. Journal of Food Science. 66:386-392.
Ochiai Y, Chow CJ, Watabe S, Hashimoto K. 1988. Evaluation of tuna meat
discoloration by hunter color difference scale. Nippon Suisan Gakk. 54:649653.
26
Ochiai Y, Chow CJ, Yang JI, Lee PF. 2009. Effect of acid and alkaline
pretreatment on the discoloration rates of dark muscle and myoglobin
extract of skinned tilapia fillet during iced storage. Food Science and
Technology. 75:1481-1488.
Orban E, Nevigato T, di Lena G, Masci M, Casini I, Gambelli L, Caproni R. 2008.
New trend in the seafood market. Sutchi catfish (Pangasius hypophthalmus)
fillets from vietnam: nutritional quality and safety aspects. Food Chemistry.
110:383-389.
Osawa S, Zhi-Hui S, Imura Y. 2004. Molecular Phylogeny and Evolution of
Carabid Graound Beetles. Springer-Verlag Tokyo (JP): SNP Best-set
Typesetter Ltd.
Pacheco-Aguilar R, Lugo-Sanchez ME, Robles-Burgueno MR. 2000.
Postmortem biochemical characteristic of Monterey sardine muscle stored at
0 °C. Journal of Food Science. 65:40-47.
Paredi ME, Maltio NV, Crupkin M. 1990. Biochemical properties of actomyosin
of cold storage striated adductor muscles of Aulacomya ater ater (Molina).
Journal of Food Science. 55:1567-1570.
Pepe T, Trotta M, Di Marco I, Cennamo P, Anastasio A, Cortesi ML. 2005.
Mitochondrial cytochrome b DNA sequence variation: an approach to fish
species identification in processed fish products. Journal of Food Protection.
68:421-425.
Postnikova GB, Tselikova SV, Kolaeva SG, Solomonov NG. 1999. Myoglobin
content in skeletal muscles of hibernating ground squirrels rises in autumn
and winter. Comparative Biochemistry and Physiology: Part B. 124:35–37.
Rasmussen RS, Morrissey MT. 2008. DNA-Based methods for the identification
of commercial fish and seafood species. Comprehensive Reviews in Food
Science and Food Safety. 7:280-295.
Renerre M, Anton M, Gatellier P. 1992. Autooxidation of purified myoglobin
from two bovine muscles. Meat Science. 32:331-342.
Renerre M, Labas R. 1987. Biochemical factors influencing metmyoglobin
formation in beef muscles. Meat Science. 19:151-165.
Richards MP, Hultin HO. 2002. Contributions of blood and blood components to
lipid oxidation in fish muscle. Journal of Agricultural and Food Chemistry.
50(3):555-564.
Sadili S. 1998. Marketing of pangasiid catfishes in Java and Sumatra, Indonesia.
Di dalam: Legendre M, Parisele A, editor. The biological diversity and
aquaculture of clariid and pangasiid in South-East Asia. 1998 Mei 11-15;
Cantho, Vietnam. Perancis (FR): Para Graphic.21-26.
Sahara A, Prastowo J, Widayanti R, Kurniasih, Nurcahyo W. 2015. Kekerabatan
genetik caplak Rhiphicephalus (Boophilus) microplus asal Indonesia
berdasarkan sekuen internal transcribed spacer-2. Jurnal Veteriner.
16(3):310-319.
Sakai T, Ohtsubo S, Minami T, Terayama M. 2006. Effect of bleeding on
hemoglobin contents and lipid oxidation in the skipjack muscle. Bioscience,
Biotechnology and Biochemistry. 70(4):1006-1008.
Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1977. DNA sequencing with chain-terminating
inhibitors. Proceedings of the National Academy of Science of the United
States of America. 74(12):5463-5467.
27
Santella RM. 2006. Approach to DNA/RNA extraction and whole genome
amplification. Cebp aacjournals. 15(9):1585-1587.
Scopes RK. 1970. Characterization and Study of Sarcoplasmic Proteins. Briskey
EJ, Cassens RG, Marsh BB, editor. Madison (US): University of Wisconsin
Press. 471–492.
Sohn JH, Taki Y, Ushio H, Kohata T, Shioya I, Oshima T. 2005. Lipid oxidations
in ordinary and dark muscles of fish: influences on rancid off-ordor
development and color darkening of yellowtail flesh during ice storage.
Journal of Food Science. 70:S490-S496.
Solihin DD. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman
genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati. ISSN 0854-8587.
Sørensen NK. 2005. Slaughtering processes for farmed pangasius in Vietnam,
consultancy surveying slaughter processes and by-products handling in the
Vietnamese industry. Tromsø (NO): Fiskeriforskning.
Spies IB, Gaichas S, Stevenson DE, Orr JW, Canino MF. 2006. DNA-based
identification of Alaska skates (Amblyraja, Bathyraja and Raja :Rajidae)
using cytochrome c oxidase subunit I (COI) variation. Journal of Fish
Biology. 69:283-292.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometri. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Stiles ML, Lahr H, Lahey W, Emily S, Bethel D, Falls J, Hirsh field MF. 2011.
Bait and Switch: how seafood fraud hurts our oceans, our wallets and our
health. Oceana. Retrieved from http://www. oceana.org/fraud.
Suzuki T, Kisamori T. 1984. Shark myoglobin: isolation and characterization of
myoglobins from the sharks, Squalus japonicus and Proscyllium habereri.
Competitive Biochemistry and Physiology Part B. 78:163-166.
Tadpitchayangkoon P, Park JW, Yongsawatdigul J. 2010. Conformational
changes and dynamic rheological properties of fish sarcoplasmic proteins
treated at various pHs. Food Chemistry. 121:1046–1052.
Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S. 2011. MEGA5:
molecular evolutionary genetics analysis using maximum likelihood,
evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Molecular
Biology and Evolution. 28:2731–2739.
Teletchea F, Maudet C, Hänni C. 2005. Food and forensic molecular
identification: update and challenges. Trends in Biotechnology. 23:359-366.
Thiansilakul Y, Benjakul S, Richard MP. 2011. Isolation, characterisation and
stability of myoglobin from eastern little tuna (Euthynnus affinis) dark
muscle. Food chemistry. 124:254-261.
Thorarinsdottir KA, Gudmundsdottir G, Arason S, Thorkelsson G, Kristbergsson
K. 2004. Effects of added salt, phosphates and proteins on the chemical and
physicochemical characteristics of frozen cod (Gadus morhua) fillets.
Journal of Food Science. 69(4):144 –152.
Tong Thi AN, Noseda B, Samapundo S, Nguyen BL, Broekaert K, Rasschaert G,
Heyndrickx M, Devlieghere F. 2013. Microbial ecology of Vietnamese Tra
fish (Pangasius hypophthalmus) fillets during processing. International
Journal of Food Microbiology. 167:144–152.
Tong Thi AN, Sampers I, Haute SV, Samapundo S, Nguyen BL, Heyndrickx M,
Devlieghere F. 2015. Decontamination of Pangasius fish (Pangasius
28
hypophthalmus) with chlorine or peracetic acid in the laboratory and in a
Vietnamese processing company. International Journal of Food
Microbiology. 208:93–101.
Toyohara M, Murata M, Ando M, Kubota S, Sakaguchi M, Toyohara H. 1999.
Texture changes associated with insolubilization of sarcoplasmic proteins
during salt-vinegar curing of fish. Journal of Food Science. 64:804–807.
Von der Heyden S, Barendse J, Seebregts AJ, Matthee CA. 2010. Misleading the
masses: Detection of mislabelled and substituted frozen fish products in
South Africa. ICES Journal of Marine Science. 67:176–185.
Ward RD, Zemlak TS, Innes BH, Last PR, Hebert PDN. 2005. DNA barcoding
Australia's fish species. Philosophical Transactions of the Royal Society BBiological Sciences. 1462:1847-1857.
Wen J, Hu C, Zhang L, Luo P, Zhao Z, Fan S. 2010. The application of PCRRFLP and FINS for species identification used in sea cucumbers
(Aspidochirotida: Stichopodidae) products from the market. Food Control.
21:403-407.
Wen J, Zeng L, Sun Y, Chen D, Xu Y, Luo P, Zhao Z, Yu Z, Fan S. 2015.
Authentication and traceability of fish maw products from the market using
DNA sequencing. Food Control. 55:185-189.
Woyewoda AD, Bligh EG. 2006. Effect of phosphate blends on stability of cod
fillets in frozen storage. Journal of Food Science. 51(4):932-935.
Wu L, Wu T, Wu J, Chang R, Lan X, Wei K, Jia X. 2016. Effect of cations on the
"salt in" of myofibrillar proteins. Food Hydrocolloids. 58:179-183.
Yancy HF, Zemlak TS, Mason JA, Washington JD, Tenge BJ, Nguyen NT,
Barnett JD, Savary WE, Hill WE, Moore MM, Fry FM, Randolph SC,
Rogers PL, Hebert PDN. 2008. Research note potential use of dna barcodes
in regulatory science: applications of the regulatory fish encyclopedia.
Journal of Food Protection. 71(1):210–217.
Zein MSA, Fitriana YS. 2012. Teknik molekuler untuk identifikasi spesies ordo
Cetartiodactyla menggunakan DNA Barcode. Zoo Indonesia. 21(2):1-8.
29
LAMPIRAN
30
31
Lampiran 1 Dokumentasi sampel filet dori
DL = Filet dori produksi Jakarta 2
DN = Filet dori produksi Jakarta 1
DG = Filet dori Impor 2.
DI = Filet dori impor 1
DM = Filet dori produksi Medan
DS = Filet dori produksi Sidoarjo
32
Lampiran 2 Pensejajaran nukleotida gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb yang dibandingkan dengan
P.hypophthalmus dan Zeus faber dari NCBI
33
Lampiran 3 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb yang dibandingkan dengan
P.hypophthalmus dan Zeus faber dari NCBI
Sampel
1
6
C
.
.
.
.
.
.
1
9
C
.
.
.
.
.
.
2
1
A
.
.
.
.
.
.
2
9
C
.
.
.
.
.
.
3
0
G
.
.
.
.
.
.
3
5
G
.
.
.
.
.
.
4
2
T
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke1 1
4 5 6 9 4 4
3 2 6 2 0 1
T A A G T G
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
P.
hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
T
A
T
A
A
A
C
C
T
T
A
C
A
T
C
G
T
T
C
.
2
0
6
C
.
.
.
.
.
.
2
1
0
C
.
.
.
.
.
.
2
1
1
A
.
.
.
.
.
.
2
1
6
C
.
.
.
.
.
.
2
3
3
T
.
.
.
.
.
.
2
4
2
A
.
.
.
.
.
.
2
4
6
T
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke2 2 2 2 2 2
4 4 5 5 5 5
7 8 1 2 3 4
A C G A T C
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
2
5
5
A
.
.
.
.
.
.
2
5
6
A
.
.
.
.
.
.
2
5
8
T
.
.
.
.
.
.
2
6
0
T
.
.
.
.
.
.
2
6
2
T
.
.
.
.
.
.
2
6
3
C
.
.
.
.
.
.
2
6
4
A
.
.
.
.
.
.
P.
hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
-
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
G
A
T
T
A
T
C
C
T
T
G
C
A
G
T
C
C
A
A
T
2
6
5
A
.
.
.
.
.
.
2
6
6
G
.
.
.
.
.
.
2
6
7
A
.
.
.
.
.
.
2
7
0
C
.
.
.
.
.
.
2
7
1
C
.
.
.
.
.
.
2
8
5
T
.
.
.
.
.
.
2
8
6
T
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke2 2 2 2 2 3
8 9 9 9 9 0
9 2 6 8 9 0
A A A C A A
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
. .
.
.
.
.
3
0
6
T
.
.
.
.
.
.
3
0
7
C
.
.
.
.
.
.
3
0
9
T
.
.
.
.
.
.
3
1
1
A
.
.
.
.
.
.
3
1
6
C
.
.
.
.
.
.
3
3
5
A
.
.
.
.
.
.
3
3
6
G
.
.
.
.
.
.
P.
hypophthalmus
KC846907.1
G
-
-
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
.
A
T
T
T
A
A
G
C
G
A
T
C
C
A
C
G
T
G
A
DN
DI
DL
PU
DS
DM
DG
Sampel
DN
DI
DL
PU
DS
DM
DG
Sampel
DN
DI
DL
PU
DS
DM
DG
1
4
2
G
.
.
.
.
.
.
1
4
3
A
.
.
.
.
.
.
1
5
5
A
.
.
.
.
.
.
1
6
4
C
.
.
.
.
.
.
1
6
5
C
.
.
.
.
.
.
1
8
9
G
.
.
.
.
.
.
1
9
8
G
.
.
.
.
A
.
34
Sampel
Situs nukleotida ke3 3 3 3 3
7 8 8 8 9
1 5 6 7 1
C A A G T
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
3
4
5
G
.
.
.
.
.
.
3
4
7
T
.
.
.
.
.
.
3
5
4
C
.
.
.
.
.
.
3
5
8
C
.
.
.
.
.
.
3
6
1
G
.
.
.
.
.
.
3
6
7
A
.
.
.
.
.
.
3
6
8
A
.
.
.
.
.
.
3
6
9
T
.
.
.
.
.
.
P.
hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
A
C
A
T
A
C
T
A
T
G
C
C
4
3
4
A
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke4 4 4 4 4
3 3 4 4 5
6 7 2 8 2
T G C G A
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
. . . . .
4
9
1
T
.
.
.
.
.
.
P.
hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
G
A
A
T
A
G
C
DN
DI
DL
PU
DS
DM
DG
Sampel
DN
DI
DL
PU
DS
DM
DG
3
9
2
T
.
.
.
.
.
.
4
0
0
C
.
.
.
.
.
.
4
0
7
T
.
.
.
.
.
.
4
0
8
A
.
.
.
.
.
.
4
1
6
A
.
.
.
.
.
.
4
1
7
C
.
.
.
.
.
.
4
2
0
A
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
G
C
A
A
T
T
A
T
35
Lampiran 4 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb yang dibandingkan dengan
P.hypophthalmus dari NCBI
PU
DL
DI
DN
DS
DM
DG
Situs
nukleotida
ke1 2 4
9 6 1
8 5 0
.
.
.
.
.
.
.
.
C
G A T
.
.
.
A .
.
.
.
.
P. hypophthalmus
KC846907.1
.
Sampel
G
.
Lampiran 5 Situs nukleotida spesifik gen 16S rRNA antar sampel filet dori dan
ikan patin berdasarkan sekuen 602 pb
Sampel
PU
DL
DI
DN
DS
DM
DG
Situs
nukleotida
ke1
4
9
1
8
0
G
T
.
.
.
C
.
.
.
.
A
.
.
.
36
Lampiran 6 Pensejajaran nukleotida gen COI antar sampel filet dori dan ikan patin
berdasarkan sekuen 598 pb yang dibandingkan dengan
P.hypophthalmus dan Zeus faber dari NCBI
37
Lampiran 7 Situs nukleotida spesifik gen COI antar sampel filet dori dan ikan
patin berdasarkan sekuen 598 pb yang dibandingkan dengan
P.hypophthalmus dan Zeus faber dari NCBI
Sampel
Situs nukleotida ke2
1
T
.
.
.
.
.
.
2
4
T
.
.
.
.
.
.
2
7
C
.
.
.
.
.
.
3
6
T
.
.
.
.
.
.
3
9
A
G
G
G
G
G
G
4
5
A
.
.
.
.
.
.
5
1
T
.
.
.
.
.
.
5
4
C
.
.
.
.
.
.
6
6
A
.
.
.
.
.
.
7
2
A
.
.
.
.
.
.
8
7
T
.
.
.
.
.
.
9
3
C
.
.
.
.
.
.
9
6
A
.
.
.
.
.
.
1
0
2
T
.
.
.
.
.
.
1
0
5
T
.
.
.
.
.
.
1
0
6
G
.
.
.
.
.
.
1
0
8
C
.
.
.
.
.
.
1
1
1
T
.
.
.
.
.
.
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
3
T
.
.
.
.
.
.
1
5
T
.
.
.
.
.
.
P. hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
G
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
C
C
C
A
T
C
T
C
C
T
T
C
A
T
C
C
C
T
G
G
1
7
1
A
.
.
.
.
.
.
1
7
4
C
.
.
.
.
.
.
1
8
0
C
.
.
.
.
.
.
1
8
3
C
.
.
.
.
.
.
1
8
6
A
.
.
.
.
.
.
1
9
2
T
.
.
.
.
.
.
2
0
4
A
.
G
.
.
.
.
Sampel
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
1
2
3
A
.
.
.
.
.
.
1
2
9
T
.
.
.
.
.
.
1
3
2
T
.
.
.
.
.
.
1
3
8
T
A
.
.
.
.
.
1
4
1
A
.
.
.
.
.
.
1
4
4
A
.
.
.
.
.
.
1
5
3
A
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke1 1 1 1 1 1
5 5 6 6 6 6
6 9 5 6 8 9
G T C C C T
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
P. hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
T
C
C
C
G
C
G
A
A
G
T
A
C
T
A
T
A
G
C
.
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
2
1
3
A
.
.
.
.
.
.
2
1
6
T
.
.
.
.
.
.
2
2
2
C
.
.
.
.
.
.
2
3
7
T
.
.
.
.
.
.
2
4
6
A
.
.
.
.
.
.
2
6
1
A
.
.
.
.
.
.
2
7
0
C
.
.
.
.
.
.
2
7
6
T
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke2 2 3 3 3
9 9 0 0 0
4 7 3 6 9
T T G C A
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
3
1
5
A
.
.
.
.
.
.
3
2
7
A
.
.
.
.
.
.
3
3
3
G
.
.
.
.
.
.
3
3
6
A
.
.
.
.
.
.
3
4
2
A
.
.
.
.
.
.
3
4
5
T
.
.
.
.
.
.
3
4
8
T
.
.
.
.
.
.
P. hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
G
C
T
C
C
T
A
A
A
C
T
T
C
T
G
C
T
G
C
A
Sampel
38
Sampel
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
3
5
4
C
.
.
.
.
.
.
3
5
7
C
.
.
.
.
.
.
3
6
9
A
.
.
.
.
.
.
3
7
8
A
.
.
.
.
.
.
3
7
9
C
.
.
.
.
.
.
3
8
4
C
.
.
.
.
.
.
3
8
7
A
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke3 3 3 4 4
9 9 9 0 0
3 4 6 2 8
C C T T C
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
P. hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
T
T
T
C
T
A
C
T
T
A
C
T
T
T
C
C
T
T
T
T
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
4
4
4
A
.
.
.
.
.
.
4
4
7
C
.
.
.
.
.
.
4
5
0
T
.
.
.
.
.
.
4
5
6
T
.
.
.
.
.
.
4
6
2
A
.
.
.
.
.
.
4
6
5
C
.
.
.
.
.
.
4
6
8
A
.
.
.
.
.
.
4
7
1
A
.
.
.
.
.
.
Situs nukleotida ke4 4 4 4 4
7 8 8 9 9
4 3 6 0 2
C C T A G
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
4
9
4
G
.
.
.
.
.
.
4
9
5
A
.
.
.
.
.
.
4
9
8
C
.
.
.
.
.
.
5
0
1
C
.
.
.
.
.
.
5
0
4
C
.
.
.
.
.
.
5
1
0
A
.
.
.
.
.
.
5
1
9
C
.
.
.
.
.
.
P. hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
G
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
T
A
C
C
T
G
C
G
G
T
A
G
C
C
T
T
T
G
G
A
5
6
9
C
.
.
.
.
.
.
5
7
0
A
.
.
.
.
.
.
5
7
6
T
.
.
.
.
.
.
5
7
7
G
.
.
.
.
.
.
5
8
2
T
.
.
.
.
.
.
5
8
9
C
.
.
.
.
.
.
5
9
1
T
.
.
.
.
.
.
Sampel
Sampel
4
0
9
C
.
.
.
.
.
.
4
1
4
C
.
.
.
.
.
.
4
2
0
A
.
.
.
.
.
.
4
2
1
T
.
.
.
.
.
.
4
2
3
A
.
.
.
.
.
.
4
3
2
C
.
.
.
.
.
.
4
3
5
C
.
.
.
.
.
.
4
4
1
A
.
.
.
.
.
.
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
5
2
2
T
.
.
.
.
.
.
5
2
3
A
.
.
.
.
.
.
5
2
5
A
.
.
.
.
.
.
5
2
8
A
.
.
.
.
.
.
5
3
5
A
.
.
.
.
.
.
5
3
7
G
.
.
.
.
.
.
5
4
0
C
.
.
.
.
.
T
Situs nukleotida ke5 5 5 5 5 5
4 4 5 6 6 6
2 6 8 1 7 8
A C T T A A
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
P. hypophthalmus
KC846907.1
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Z. faber
AP002941.1
C
T
G
G
C
T
.
G
A
C
C
C
G
T
T
C
C
A
T
A
39
Sampel
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
P. hypophthalmus
KC846907.1
Z. faber AP002941.1
Situs
nukleotida
ke5
5
9
9
4
7
C
C
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
A
.
T
Lampiran 8 Situs nukleotida spesifik gen COI antar sampel filet dori dan ikan
patin berdasarkan sekuen 598 pb yang dibandingkan dengan
P.hypophthalmus dari NCBI
Sampel
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
Situs nukleotida ke1 1 2 4 5
3 3 5 0 9 4
9 8 0 4 5 0
A T T A A C
G A .
.
.
.
G .
.
G .
.
G .
.
.
.
.
G .
C .
.
.
G .
.
.
.
.
G .
.
.
.
T
P. hypophthalmus
KC846907.1
G
.
.
.
G
.
Lampiran 9 Situs nukleotida spesifik gen COI antar sampel filet dori dan ikan
patin berdasarkan sekuen 598 pb
PU
DI
DS
DN
DL
DM
DG
Situs nukleotida
ke1 1 2 5
3 3 5 0 4
9 8 0 4 0
A T T A C
G A .
.
.
G .
.
G .
G .
.
.
.
G .
C .
.
G .
.
.
.
G .
.
.
T
P. hypophthalmus
KC846907.1
G
Sampel
.
.
.
.
40
Lampiran 10 Perhitungan berat molekul sampel filet dori dan ikan patin
 Diukur jarak tracking masing-masing pita protein hasil gel elektroforesis,
jarak penuh tracking yaitu : 79
Pita
ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jenis protein
Myosin
β-galactosidase
Bovine serum albumin
glutamat dehydrogenase
ovalbumin
carbonic anhydrase
myoglobin
lysozyme
aprotinin
BM
(kDa)
192
112
85
60
47
35
28
21
8,8
Log BM
2,283301
2,049218
1,929419
1,778151
1,672098
1,544068
1,447158
1,322219
0,944483
Jarak
pergerakan(mm)
9
14
19
24
33
40
52
63
72
Rf
0,11392
0,17721
0,24050
0,30379
0,41772
0,50633
0,65822
0,79747
0,91139
 Berdasarkan hasil diatas dibuat kurva sebagai berikut :
1
0.9
y = -0.6774x + 1.5853
R² = 0.9505
0.8
0.7
Rf
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0
0.5
1
1.5
2
2.5
Log BM
 Dari kurva diatas diperoleh persamaan y = -0.441x + 1.191. Persamaan
tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai BM dari sampel filet dori,
dengan cara terlebih dahulu menghitung :
Rf
= (jarak tracking/ jarak penuh tracking)
Log BM (x)
= y-1.585/-0.677
BM
= 10 logBM
41
 Berat molekul filet dori
Pita ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
PU
39,2
36
33
30,3
29
27,8
25,5
15,2
10,7
DI
110,2
57,8
55,3
50,8
44,6
39,2
36
33
30,3
29
27,8
25,5
15,2
10,7
Berat Molekul (kDa)
DS
DN
DL
110,2
110,2
110,2
57,8
57,8
57,8
55,3
55,3
55,3
50,8
50,8
50,8
39,2
39,2
39,2
36
36
36
33
33
33
30,3
30,3
30,3
29
29
29
27,8
27,8
27,8
25,5
25,5
25,5
15,2
15,2
15,2
10,7
10,7
10,7
DM
110,2
57,8
55,3
50,8
44,6
39,2
36
33
30,3
29
27,8
25,5
15,2
10,7
DG
201,3
110,2
57,8
55,3
50,8
44,6
39,2
36
33
30,3
29
27,8
25,5
15,2
10,7
42
43
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nurfajrin Nisa, lahir di Surabaya 11 Juni 1989,
merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari ibu bernama Eva Fauziah dan
bapak Faruq Cahyono. Penulis mulai mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDI
Pancasila Krian lulus pada tahun 2001.
Melanjutkan di MTs Alzaytun Indramayu lulus pada tahun 2004 dan
dilanjutkan sekolah di MA Alzaytun Indramayu pada tahun 2007. Kemudian
penulis menjadi mahasiswa Program Studi Teknologi Hasil Perikanan di
Universitas Brawijaya dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2013 penulis
mendapatkan beasiswa pascasarjana BPPDN di Institut Pertanian Bogor.
Download