Awas, Bahaya Pelantang Telinga!

advertisement
MINGGU, 8 JUNI 2014
Awas, Bahaya
Pelantang Telinga!
Mendengarkan musik bagi sebagian orang kurang asyik
jika tidak mengenakan pelantang telinga atau headset.
Alat tersebut dapat membuat suara yang dikeluarkan
pemutar musik terdengar lebih keras di telinga.
Oleh Siti Khatijah
C
ara memakainya mudah,
hanya dengan menempelkan
ke telinga serta mengatur volumenya sehingga membuat
siapa saja bisa menggunakannya.
Menyumbat telinga dengan speakerkecil
itu bertujuan mencegah masuknya suara
dari luar. Suara akan terdengar lebih keras
karena langsung mengarah ke indra pendengaran.a
Dalam proses mendengar, telinga
mempunyai dua sistem hantaran dalam
menerima bunyi dari luar. Pertama hantaran udara (air conduction)dan kedua
hantara tulang (bone conduction). Pada
hantaran udara, bunyi dihantarkan udara
lalu masuk ke telinga dan meggetarkan
gendang telinga. Kemudian, getaran tersebut akan terus masuk pada rumah siput
(koklea). Cairan dalam rumah siput
mengarah ke bulu-bulu halus untuk
merangsang serabut syaraf pendengaran.
Syaraf pendengaran lalu menyampaikan
ke otak sehingga kita bisa mengartikan
atau mengidentifikasikan suara tertentu.
Proses yang hampir sama terjadi
pada hantaran tulang, bedanya getaran
bunyi tidak disampaikan udara melainkan tulang-tulang tengkorak ke cairan di
telinga dalam. Jenis ini berperan dalam
penghantaran bunyi yang sangat keras.
Nah, jika kita menempelkan pelantang telinga, maka yang terjadi adalah
telinga menerima bunyi dari dua jenis
hantaran sekaligus, yaitu udara dan
tulang. Ditambah dengan tidak adanya
suara dari luar yang masuk ke telinga,
maka pelantang telinga memang selalu
berhasil membuat pendengar fokus pada
suara yang didengar.
Sayangnya, banyak yang belum
memahami bahwa di balik kebiasaan
mendengarkan musik dengan volume
keras, indra pendengaran terancam
mengalami kerusakan. Hal itu bisa terjadi
jika kita mendengarkan suara sangat
keras dan dalam waktu yang lama.
Secara normal, ambang pendengaran
manusia sangat fleksibel, sehingga
kadang kala nilai ambang dapat begeser
susuai lamanya papaparan suara atau
intensitas suara yang didengar.
Saat suara mencapai 90 desibel, kita
tidak disarankan mendengarkannya lebih
dari 30 menit. Namun, hal tersebut
seringkali tidak diindahkan oleh kaum
muda yang gemar mendengarkan musik
dengan pelantang telinga berjam-jam.
Mereka mendengarkan lagu sembari
melakukan aktivitas lain seperti dalam
perjalanan jauh, berolahraga bahkan saat
tidur.
Sebenarnya, secara otomatis, telinga
memiliki kemampuan meredam suara
keras menjadi tidak bermasalah bagi pendengaran. Namun, telinga mempunyai
batas kemampuan untuk mendengar.
Jadi, saat telinga terkena paparan suara
keras, kita harus mempertimbangkan
waktunya. Semakin tinggi intensitasnya,
telinga hanya boleh mendengar dalam
waktu singkat.
Apabila telinga terus-menerus terpapar suara keras rumah siput akan mengalami gangguan karena terjadi perubahan
energi mekanik menjadi energi listrik.
Akibatnya sel-sel rambut getar yang
seharusnya mentransmisi suara mekanik
menjadi rusak.
Gangguan pendengaran adalah
risiko paling mungkin terjadi jika pelantang telinga digunakan secara berlebihan.
Gangguan bisa berupa berkurangnya
daya pendengaran secara perlahan-lahan,
bahkan akhirnya tuli.
Kondisi itu diawali telinga berdengung (tinnitus). Memang telinga berdengung bukanlah penyakit, namun itu
merupakan gejala adanya gangguan pada
saraf telinga. Biasanya itu terjadi karena
telinga terkena hantaran suara volume
tinggi pada waktu lama, infeksi telinga,
serta benturan atau cedera kepala.
Efek Jangka Panjang
Kerusakan akibat terlalu sering
menggunakan pelantang telinga
memang tidak segera bahkan tidak membahayakan jiwa. Namun, berkurangnya
daya pendengaran seringkali tidak disadari dan sangat memungkinkan seseorang kehilangan pendengaran di usia
muda.
Sebuah penelitian menemukan,
murid-murid yang mendengarkan musik
dengan tingkat kekerasan di atas 110-120
desibel. Dengan tingkat kekerasan tersebut, mereka dapat mengalami kehilangan
pendengaran sementara sesudah satu
sampai 15 menit. Jika jangka panjang,
kemungkinan terburuk adalah tuli.
Tuli akibat terlalu sering menggunakan pelantang telinga termasuk jenis tuli
hantaran. Menurut dr Dwi Antono Sp
THT-KL(K), kesadaran masyarakat terhadap bahaya kebisingan termasuk
kebisingan akibat pelantang telinga
masih sangat rendah.
’’Jika di jalan terdapat standar kebersihan udara, tapi di jalan tidak ada informasi tentang batas toleransi kebisingan,’’
katanya.
Dokter yang kini menjadi Ketua
Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Indonesia (Perhati -KL) Jawa Tengah
dan Komite Daerah Penanggulangan
Gangguan Pendengaran dan Ketulian
(Komda PGPKt Jateng) itu menghimbau para anak muda menyadari volume
yang mereka dengarkan saat menggunakan pelantang telinga.
Selain berbahaya bagi telinga,
gelombang elektromagnetik yang
dihasilkan alat tersebut juga akan mempengaruhi otak. Namun, seberapa besar
pengaruhnya terhadap otak, belum ada
penelitian yang mengungkapkan hal itu
secara detail.
Oleh karena itu, kita harus menjaga
kesehatan indra pendengaran. Tidak
sekadar bijak mengurangi kebisingan
dari pelantang telinga, mengkonsumsi
asupan makanan kaya antioksidan juga
bisa membantu telinga tetap berfungsi
dengan baik.
’’Aliran darah ke telinga terletak
paling ujung sehingga jika mengalami
penyumbatan darah, maka akibatnya
organ tersebut tidak akan berfungsi. Oleh
karena itu, suplay makanan dan oksigen
ke darah harus banyak supaya aliran selalu lancar.
Salah satu cara menjaganya adalah
dengan banyak mengkonsumsi bahanbahan yang mengandung antioksidan.
Antioksidan bisa kita dapat pada
makanan dan buah-buahan,’’ujar dokter
yang berpraktik di RSUPDr Kariadi dan
RSI Sultan Agung Semarang.
Jadi, cintai indra pendengaran kita.
Pelantang telinga memang salah satu
perangkat untuk menikmati musik.
Namun jika tidak mengetahui informasi
tentang dampak dan cara penggunaannya, maka justru akan merugikan kita
sendiri. (92)
Agar Telinga Tetap Sehat
Hindari Tuli pada Usia Dini
DEWASA ini, mendengarkan musik dengan menggunakan pelantang telinga sudah
menjadi gaya hidup sebagian
besar orang. Sayangnya, kesadaran terhadap pengaruh buruk
akibat penggunaan pelantang
telinga masih sangat rendah.
Kendati sebenarnya tak sedikit
orang yang telah mengetahui
bahaya yang mengancam kesehatan telinga jika menggunakan
alat tersebut.
Rendahnya kesadaran itu
wajar saja lantaran efek buruk
pelantang telinga tidak langsung
dirasakan. Badan kesehatan
dunia, WHO melalui program
sound hearing 2030 telah membuat program untuk mengurangi
kasus gangguan pendengaran
dan tuli hingga 50 persen pada
2015, dan 90 persen dalam 15
tahun berikutnya. Masalah utama yang disorot adalah gaya hidup yang salah seperti kebiasaan
menggunakan pelantang telinga.
Sementara itu, berdasar riset
yang dilakukan The Royal National Institute for Deaf People
(RNID), penggunaan pelantang
telinga terlalu sering dapat
menyebabkan tuli dini. Terbukti
dari hasil penelitian yang dilakukan pada 2 dari 3 orang pengguna earphoneberusia 18-30 tahun
yang mendengarkan suara dalam volume tinggi. Pada usia 40an tahun mereka mengalami tuli
atau tuli usia dini (presbiakusis).
Padahal secara normal tuli akan
dialami ketika seseorang sudah
menginjak usia 60-70 tahun.
Di AS kian banyak orang
dewasa dan remaja yang didiagnosis mengalami tuli usia dini.
Menurut hasil riset yang dilakukan, para remaja dan orang
dewasa muda itu adalah orangorang yang setiap hari mendengarkan earphoneselama berjam-jam.
Akumulasi
Menurut ahli audio dari
Cape Town Medi-Clinic, Lisa
Nathan, akumulasi suara bising
atau keras memang akan berkembang secara perlahan dan
nyaris tanpa gejala.
‘’Butuh waktu beberapa
tahun sebelum gangguan pendengaran muncul,’’ungkapnya.
Seorang remaja 15 tahun
yang sering mendengarkan MP3
atau iPod menggunakan earphone dengan volume suara keras setiap hari, mungkin baru mengalami gangguan pendengaran
saat usianya menjelang 30-an.
Suara diukur berdasarkan
desibel (dB), dengan nilai 0
merupakan suara paling lembut
yang bisa didengar manusia dan
180 adalah suara bising yang
ditimbulkan oleh roket yang
akan diterbangkan ke luar
angkasa.
Rata-rata level suara percakapan sekitar 60 dB, sementara suara konser musik rock mencapai 115 dB. Para ahli percaya,
paparan suara melebihi 85 dB
dalam jangka panjang sangat
berbahaya. Volume suara tertinggi pemutar MP3 atau iPod sekitar
100 dB. Level maksimal yang
Berbahayakah Sumbatan
Jalan Napas Waktu Tidur?
TONSILITIS kronik (radang amandelkronik) merupakan infeksi atau peradangan yang terjadi pada jaringan tonsil dan berlangsung selama lebih dari
tiga bulan. Kasus ini merupakan penyakit yang sering ditemukan terutama pada
anak-anak. Salah satu yang sering
dijumpai adalah tonsilitis kronik hipertrofi.
Pada tonsilitis jenis ini penderita dapat
mengalami obstruksi atau sumbatan
jalan nafas pada saat tidur (dalam berbagai derajat pembesaran/hipertropi)
‘’Manifestasi klinis yang terbanyak
adalah kesulitan bernafas pada saat
tidur yang biasanya berlangsung perlahan-lahan. Mendengkur merupakan
gejala yang mula-mula timbul. Dengkuran pada anak dapat terjadi terus menerus (setiap tidur) ataupun hanya
pada posisi tertentu,’’ kata Dr. Willy
Yusmawan Sp THT Msi Med dari
Rumah Sakit Telogorejo Semarang.
Pada Obstructive Sleep Apnea
Syndrome (OSAS) umumnya anak
mendengkur setiap tidur dengan suara
yang cukup keras dan terlihat episode
apne (henti nafas). Biasanya diakhiri
dengan gerakan badan atau terbangun.
Sebagian kecil anak tidak memperlhatkan dengkur yang klasik, tetapi berupa dengusan atau hembusan nafas,
noisy breathing (nafas berbunyi). Usaha
bernafas dapat terlihat dengan adanya
retraksi. Posisi pada saat tidur biasanya
tengkurap, setelah duduk, atau hiperekstensi leher untuk mempertahankan
potensi jalan nafas.
Faktor risiko terjadinya OSAS pada
anak antara lain sebagai akibat hipertrofi
adenoid (pembesaran amandel yang
terletak di belakang hidung) dan
tonsil/tonsila palatina (amandel yang terletak di dinding samping tenggorokan),
disproporsi kraniofasial, obesitas.
Hipertrofi adenoid dan tonsil merupakan keadaan yang paling sering
menyebabkanOSAS pada anak.
Walaupun umumnya ukuran tonsil dan
adenoid yang besar akan menimbulkan
OSAS namun ukuran keduanya tidak
berbanding lurus dengan berat ringannya OSAS.
Terdapat anak dengan hipertofi adenoid yang cukup besar, namun OSAS
yang terjadi masih ringan. Anak lain
dengan pembesaran adenoid ringan
menunjukkan gejala OSAS yang cukup
disarankan kurang dari 85 dB.
Jika hal semacam itu diabaikan maka pada 2015 akan ada
lebih dari 700 juta penduduk
dunia mengalami gangguan pendengaran. Menurut WHO, setengah jumlah ini berada di Asia
Tenggara termasuk Indonesia.
Data WHO menyatakan,
pada 2000 ada 4,2 persen atau
sekitar 250 juta penduduk dunia
mengalami gangguan pendengaran dan sekitar 50 persennya,
75-140 juta berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Penderita gangguan pendengaran di
Indonesia cukup dominan.
Indonesia menduduki nomor
empat dengan prosentase (4,6 %)
sesudah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%).
Karena itu kita harus bijak
dalam menggunakan pelantang
telinga demi menjaga alat pendengaran kita. (92)
■ Ike Purwaningsih
berat. Hal itu terjadi karena OSAS
dipengaruhi beberapa hal. Pada
dewasa obesitas merupakan penyebab
utama OSAS, sedangkan pada anak
obesitas bukan penyebab utama.
Mekanisme terjadinya OSAS pada obesitas karena terdapat penyempitan
saluran nafas bagian atas akibat penimbunan jaringan lemak di dalam otot dan
jaringan lunak baik di sekitar saluran
nafas, maupun kompresi eksternal leher
dan rahang.
Lakukan Polisomnografi
Diagnosis OSAS pada anak adalah
dengan melakukan polisomnografi,
dimana pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan baku emas untuk menegakkan OSAS. Pemeriksaan ini memberikan pengukuran yang obyektif
mengenai beratnya penyakit dan dapat
digunakan sebagai parameter untuk
mengevaluasi keadaan setelah operasi.
Diagnosa lain menggunakan kuesioner berupa penilaian skor meliputi
kesulitan bernafas, apnea, snoring.
Dengan menggunakan skor tersebut
dapat diprediksi kemungkinan terjadi
OSAS pada penderita. Teknik lain yang
bisa digunakan adalah review videotape
yang kemudian diamati beberapa hal di
antaranya frekuensi bangun, banyaknya apnea, retraksi dan nafas dari mulut.
Pada beberapa penelitian sebelum-
BERLEBIHAN menggunakan
pelantang telinga akan berdampak
buruk pada fungsi pendengaran kita,
bahkan bisa mengakibatkan tuli usia
dini. Agar terhindar dari ketulian atau
efek lain dari alat itu, berikut ini enam
langkah yang perlu diikuti.
1. Gunakan alat pemutar musik
yang memiliki volume control. Atur
volume agar tidak lebih dari 80 db atau
amannya tombol volume dipasang
pada maksimal 50-60 % total volume.
2. Copot pelantang telinga tiap 20
menit. Jangan terlalu lama mendengarkan musik melalui pelantang
telinga, apalagi terus menerus. Beri
istirahat telinga sebab jika organ
dalam koklea terlalu lelah, pendengaran bisa mengalami rusak permanen.
3. Jangan gunakan pelantang telinga dalam pesawat terbang atau pada
lingkungan dengan kondisi ramai,
sebab dalam situasi itu Anda cenderung menaikkan volume yang ujungujungnya akan mengganggu hingga
merusak pendengaran.
4. Gunakan headphone yang besar
nya terbukti derajat OSAS yang cukup
berat dapat mempengaruhi fungsi kognitif, psikologik dan kualitas hidup secara
umum. Maka apabila dijumpai OSAS
dengan faktor penyebab utama berupa
sumbatan jalan nafas karena adenoid
hipertrofi dan tonsillitis kronik, tentunya
tindakan operatif berupa adenoodektomi dan tonsillektomi perlu dipertimbangkan.
Menurut dr Willy Yusmawan, kelainan atau penyakit amandel pada anak
harus ditangani secara tepat. Pemberian pengobatan dengan terapi konservatif berupa pemberian antibiotika
umumnya merupakan langkah yang
diambil pertama kali.Apabila keadaan ini
(tipe yang lama) yang menutup seluruh permukaan telinga. Pada headphone suara lebih terdistribusi dan
lebih menutup suara bising dari luar
dibanding earphone yang kecil.
5. Jangan gunakan earphone saat
menyetir atau saat berada di jalan yang
bising. Hal ini akan membuat pengguna tidak mendengar suara peringatan
orang dari kendaraan lain, hingga kemungkinan besar bisa menyebabkan
kecelakaan.
Penggunaan earphone saat berkendara dapat menurun self-awareness
karena pengalihan konsentrasi dari
lingkungan sekitar dan jalan lebih ke
suara dari earphone.
Tak itu saja, keseimbangan badan
pun bisa kacau karena tekanan
udaranya memengaruhi keseimbangan badan saat Anda menggunakan
earphone di jalan atau sedang menyetir.
6. Jangan abaikan gangguan yang
terjadi pada indera pendengaran. Jika
terlanjur mengalami ketulian akan
sulit disembuhkan. Untuk itu, Anda
harus sadar benar bahwa kesehatan
telinga dan pendengaran merupakan
hal yang sangat vital. (92)
■ Ike Purwaningsih
terus berulang perlu dipertimbangkan
tindakan operatif berupa adenotonsilektomi. Tetapi tindakan ini harus dilakukan
dengan indikasi yang tepat serta pemeriksaan akurat dan cermat sehubungan dengan pentingnya amandel
dalam mempertahankan imunitas tubuh
anak.
Untuk informasi lebih lanjut, anda
dapat mengunjungi Klinik Spesialis di
Rawat Jalan lt 3 Semarang Medical
Center (SMC) RS Telogorejo Semarang, Telp. (024) 8446000 ext 6300,
6319 atau menghubungi HOTLINE
SERVICE 24 JAM SMC RS Telogorejo
081 6666 340. (92)
Download