Sensitivitas metode PCR (Polymerase chain reaction) dalam

advertisement
J Kedokter Trisakti
Januari-April 2002, Vol.21 No.1
Sensitivitas metode PCR (Polymerase chain reaction)
dalam mendekteksi isolat klinis Mycobacterium tuberculosis
Maria Lina Rosilawati*, Pratiwi Sudarmono**, Fera Ibrahim**
* Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta
** Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
ABSTRACT
The PCR method was carried out to detect Mycobacterium tuberculosis H37Rv, clinical isolates of M.
tuberculosis from sputum of tuberculosis patients, and atypical mycobacteria strains. The bacteria were cultured
on Lowenstein Jensen medium. DNA extraction was done by using phenol-chloroform method after lysing the
bacterial cells with lyzozyme, proteinase-K, and SDS. Serial dilution of extracted DNA was done to determine
the sensitivity of the PCR assay. Primers used for DNA amplification were Pt8 and Pt9. The primers were
designed from insertion sequence (IS)6110 of M. tuberculosis. Amplification product was analysed by gel agarose
electrophoresis. Gel was stained with ethidium bromide solution and visualized under ultraviolet transilluminator.
Results showed that the detection limits of amplified DNA of M. tuberculosis isolates were 100 fg - 500 pg,
equivalent to 20 - 100.000 bacteria cells. PCR assay on isolate IMt3 and isolate IMt4, resulted the highest and
the lowest sensitivities, respectively. The ampllified fragment DNA of 541 bp was resulted by using the primers
mentioned above. Amplification of DNA did not occur on atypical mycobacteria strains.The result shows that
the PCR using Pt8 and Pt9 primers is a specific assay.
Key words : PCR method, M. tuberculosis H37Rv, clinical isolates of M. tuberculosis, atypical
Mycobacteria, sensitivity
ABSTRAK
Metode PCR digunakan untuk mendeteksi M. tuberculosis H37Rv, isolat M. tuberculosis dari sputum
penderita tuberkulosis, dan strain mikobakteria atipik. Pembiakan bakteri dilakukan dalam medium Lowensen
Jensen. Metode fenol-kloroform digunakan untuk mengekstraksi DNA bakteri setelah sel dilisiskan dengan
lisosim, proteinase-K, dan SDS. Untuk mengetahui sensitivitas uji PCR, DNA hasil ekstraksi diencerkan dalam
beberapa pengenceran. Amplifikasi DNA dilakukan dengan menggunakan primer oligonukleotida Pt8 and Pt9
yang disintesis dari sekuens sisipan 6110 M. tuberculosis. Teknik elektroforesis gel agarosa digunakan untuk
mendeteksi hasil amplifikasi. Gel kemudian diwarnai dengan larutan etidium bromida dan divisualisasi dengan
ultraviolet transilluminator. Hasil penelitian menunjukkan batas deteksi DNA isolat klinis M. tuberculosis
hasil amplifikasi berkisar 100 fg - 500 pg yang setara dengan 20-100.000 sel bakteri. Uji sensitivitas PCR
tertinggi adalah pada isolat klinis IMt3 dan terendah pada isolat IMt4. Besarnya fragmen DNA hasil amplifikasi
adalah 541 bp. Amplfikasi DNA beberapa strain mikobakteria atipik menggunakan primer Pt8 and Pt9 cukup
spesifik, karena tidak ada amplifikasi DNA strain-strain bakteri tersebut.
Kata kunci : Metode PCR, M. tuberculosis H37Rv, isolat M. tuberculosis, mikobakteria atipik, sensitivitas
PENDAHULUAN
Perkembangan biologi molekuler di bidang
kedokteran sangat cepat khususnya pada
pengendalian penyakit infeksi yang meliputi
diagnosis, pengobatan, epidemiologi, dan
7
Rosilawati, Sudarmono, Ibrahim
pencegahan. Diagnosis penyakit infeksi dengan
biologi molekuler adalah mendeteksi asam nukleat
mikroorganisme penyebab dengan menggunakan
pelacak DNA,(1) PCR,(2,3) dan LCR (ligase chain
reaction).(4) Sekuens DNA target spesifik yang
berbeda pada tiap organisme merupakan dasar
penggunaan pelacak DNA. Sementara itu metode
PCR dan LCR dapat memperbanyak jumlah salinan
DNA target sehingga dapat mendeteksi
mikroorganisme meskipun dalam jumlah sedikit.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi
yang disebabkan M. tuberculosis dan ditemukan
lebih dari 100 tahun yang lalu. Namun, sampai saat
ini penyakit tersebut masih merupakan masalah
kesehatan yang sangat penting terutama di negara
berkembang. WHO menyatakan sekitar 1,9 milyar
manusia yaitu kurang lebih sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis (TB) dan
setiap tahunnya terdapat sekitar 8 juta penderita
dengan 3 juta orang yang meninggal. Pada tahun
2000 diperkirakan di seluruh dunia penderita baru
lebih dari 10,2 juta dengan 3,5 juta kematian akibat
penyakit tersebut.(5,6) Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, tuberkulosis
paru di Indonesia menduduki peringkat kedua
setelah penyakit kardiovaskular.(7) Data terakhir
WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahun
terdapat 550.000 kasus TB dan 175.000 kematian
akibat penyakit tersebut.(5)
Salah satu alasan gagalnya program
pengendalian tuberkulosis di negara berkembang
karena kelemahan diagnostik untuk mendeteksi
kasus infeksi pada saat dini. (8) Pada umumnya
metode diagnostik penyakit tuberkulosis dilakukan
secara konvensional seperti pemeriksaan
mikroskopik, kultur, dan serologi. Namun, metode
tersebut mempunyai banyak kelemahan.
Pemeriksaan mikroskopik di samping memerlukan
kuman/bakteri minimal 10.000 sel/ml, juga tidak
dapat mendeteksi spesies mikobakteria. (9,10)
Pemeriksaan kultur kuman mempunyai sensitivitas
dan spesifisitas cukup tinggi, akan tetapi
memerlukan waktu yang cukup lama yaitu berkisar
3-8 minggu. (10,11) Sensitivitas metode tersebut
mendekati 100% dan dapat dilakukan pada sampel
klinis yang mempunyai kandungan bakteri 10-100
8
Mycobacterium tuberculosis
sel.(12,13) Spesifisitas dan sensitivitas uji serologi
juga masih kurang memuaskan.(14) Penggunaan
pelacak DNA untuk deteksi M. tuberculosis juga
telah banyak diteliti, spesifitas metode tersebut
tinggi tetapi sensitivitas tidak berbeda jauh dengan
pemeriksaan mikroskopik yang memerlukan sel
kuman dalam jumlah banyak.(15)
Untuk mengatasi keterbatasan cara diagnostik
tersebut, sejumlah penelitian mengembangkan
metode berdasarkan pada amplifikasi DNA
menggunakan metode PCR(2,3,16) ataupun metode
PCR yang dilanjutkan dengan teknik hibridisasi
menggunakan sekuens DNA spesifik yang dilabel
dengan radioaktif/non radioaktif. (17,3) Metode
tersebut adalah metode yang cepat, sensitif dan
spesifik jika dibandingkan dengan pembiakan yang
merupakan metode baku emas (gold standard).
Penelitian pada tahap pertama bertujuan untuk
mengetahui batas deteksi uji PCR pada beberapa
isolat klinis M. tuberculosis menggunakan primer
oligonukleotida Pt8 dan Pt9 yang spesifik dapat
mendeteksi kuman tersebut.
BAHAN DAN CARA
Pembiakan bakteri
Strain bakteri yang digunakan adalah M.
tuberculosis H37Rv sebagai kuman standar, M.
tuberculosis hasil isolasi sputum penderita
tuberkulosis sebanyak 6 isolat (IMt1, IMt2, IMt3,
IMt4, IMt5, IMt6) yang diperoleh dari salah satu
rumah sakit di Jakarta. Sebagai pembanding
digunakan strain mikobakteria atipik yaitu M.
smegmatis, M. phlei, M. chelonae, M. terrae, M.
scrofulaceum, dan M. fortuitum. Isolat M.
tuberkulosis, kuman standar, M. scrofulaceum, dan
M. terrae ditumbuhkan dalam medium miring
Lowestein-Jensen, diinkubasi pada suhu 37oC
selama 3-4 minggu, sedangkan untuk mikobakteria
atipik yang lain diinkubasi selama ± 3 hari.
Ekstraksi DNA bakteri
Bakteri yang sudah tumbuh, dibuat suspensi
dengan menambahkan larutan NaCl 0,9% (b/v) ke
dalam kultur tersebut. Suspensi kemudian
dipanaskan, disentrifugasi, dan dicuci sebanyak 2
J Kedokter Trisakti
kali. Pelet bakteri kemudian dilarutkan dengan
larutan penyangga TE/Tris-EDTA pH 8,0.
Ekstraksi DNA dilakukan sesuai dengan prosedur
peneliti terdahulu(18) yang secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut. Sel bakteri dilisis dengan
lisosim, proteinase-K, dan SDS (sodium dodecyl
sulfate). Suspensi tersebut ditambah dengan larutan
fenol-kloroform-isoamilalkohol dengan volume
sama, digoyang supaya menjadi homogen (tanpa
divorteks), kemudian disentrifugasi. Fase DNA
yang didapat dipisahkan dan diendapkan dengan
larutan NaCL 5M, etanol absolut dan etanol 70%
dingin, dan disentrifugasi pada suhu 10oC dengan
kecepatan tinggi (13.000 rpm). Pelet DNA yang
diperoleh setelah dikeringkan, dilarutkan dengan
larutan 1 x TE. Konsentrasi dan kemurnian DNA
hasil ekstraksi ditentukan dengan spektrofotometer
pada l 260 nm dan 280 nm. Untuk mengetahui batas
deteksi DNA yang diamplifikasi dengan primer
oligonukleotida yang digunakan, dilakukan
pengenceran DNA hasil ekstraks dengan beberapa
konsentrasi. Pengenceran DNA isolat M.
tuberculosis yang berasal dari sputum penderita TB
adalah pada konsentrasi 1ng/ml, 500 pg/ml, 100pg/
ml, 50pg/ml, 10pg/ml, 1pg/ml, 500fg/ml, 100fg/ml,
50fg/ml, 10fg/ml, dan 1fg/ml. Penentuan
konsentrasi tersebut adalah berdasarkan penelitian
terdahulu.(19) Sebagai kontrol positif dan negatif
digunakan DNA M. tuberculosis H37Rv dan M.
smegmatis 1008.
Proses amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dilakukan dengan metode
PCR menggunakan primer oligonukleotida Pt8 (5'GTGCGGATGGTCGCGAGAT-3') dan Pt9 (5'CTGGATGCC CTC ACG GTTCA-3'). Sekuens
ini masing-masing terletak pada pasangan basa 105
sampai 124 dan 626 sampai 645 dari sekuens
sisipan (IS: insertion sequence) 6110 M.
tuberculosis.(18) Komponen yang dipakai untuk
proses PCR adalah larutan penyangga (10mM TrisHCl pH 8,3 + 50 mM KCl), 2,0 mM MgCl2, 0,01%
(b/v) gelatin, dNTP (dATP, dCTP, dGTP, dTTP)
masing-masing 0,2 mM, primer Pt8 dan Pt9 masingmasing 0,2 mM, dan 1 unit Taq DNA polimerase.
Campuran tersebut sebanyak 40 ml ditambah
dengan 10 ml DNA sampel dan 50 ml minyak
Vol.21 No.1
mineral. Proses PCR dilakukan dalam DNA
thermocycler (Perkin-Elmer) dengan tahap
denaturasi 1,5 menit pada suhu 94oC, annealing
pada suhu 65oC, 2 menit, tahap extension 3 menit
pada suhu 72oC, dan extended extension pada suhu
72oC selama 7 menit, untuk tiap siklus. Jumlah
siklus yang diperlukan 40 siklus.
Analisis DNA hasil amplifikasi
Teknik elektroforesis gel agarosa digunakan
untuk menganalisis DNA hasil amplifikasi dengan
konsentrasi agarosa 1,5% (b/v). Proses ini
dilaksanakan dalam larutan penyangga TBE (TrisBorat-EDTA). Pewarnaan DNA hasil elektroforesis
dilakukan dengan menggunakan larutan etidium
bromida dengan konsentrasi 0,5 mg/ml. Setelah
diwarnai, gel kemudian divisualisasi melalui
ultraviolet transilluminator. Untuk menentukan
ukuran fragmen DNA, digunakan penanda berat
molekul HaeIII∅X174 yang dinyatakan dengan
pasangan basa (basepair = bp). Hasil positif
ditunjukkan dengan adanya pita fragmen DNA pada
gel agarosa setelah diwarnai dan divisualisasi.
HASIL
Konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA hasil
ekstraksi yang dinyatakan dengan nilai rasio
absorbansi (l 260 nm/280 nm) dari M. tuberculosis
H37Rv sebagai strain standar, isolat M. tuberculosis,
dan mikobakteria atipik, dapat dilihat pada Tabel
1. Nilai rasio absorbansi DNA strain standar dan
isolat M. tuberculosis berkisar 1,500 - 2,000,
sedangkan untuk DNA mikobakteria atipik adalah
1,413 - 1,844. Sampel DNA dinyatakan murni
apabila nilai rasio absorbansi (l 260 nm / 280 nm)
= 1,8 - 1,9.(18,20)
Batas deteksi uji PCR, yaitu jumlah DNA
minimum yang memberikan hasil positif dengan
metode PCR dan elektroforesis gel agarosa,
ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada gel dari
6 isolat M. tuberculosis diperlihatkan pada Tabel
2.
Sensitivitas uji PCR yang ditunjukkan dengan
batas deteksi tersebut untuk 6 isolat yang digunakan
dalam penelitian ini bervariasi. Pada umumnya
makin tinggi tingkat kemurnian DNA, sensitivitas
9
Rosilawati, Sudarmono, Ibrahim
Mycobacterium tuberculosis
Tabel 1. Konsentrasi dan tingkat kemurnian DNA hasil ekstrasi M. tuberculosis strain H37Rv,
isolat klinis M. tuberculosis, dan mikobakteria atipik
Strain bakteri
M. tuberculosis H37Rv
M. tuberculosis isolat IMt1
M. tuberculosis isolat IMt2
M. tuberculosis isolat IMt3
M. tuberculosis isolat IMt4
M. tuberculosis isolat IMt5
M. tuberculosis isolat IMt6
M. smegmatis
M. phlei
M. chelonae
M. terrae
M. scrofulaceum
M. fortuitum
Konsentrasi DNA
(ng/µ1)
1160
310
278
78
138
100
58
1068
765
634
118
88
168
uji PCR makin meningkat. Namun, apabila
dibandingkan hasil amplifikasi DNA isolat IMt3
yang mempunyai nilai rasio absorbansi 2,000
dengan isolat IMt1 dan IMt2 dengan nilai rasio
masing-masing 1,829 dan 1,827, terlihat senstivitas
uji PCR untuk isolat IMt3 lebih tinggi. Batas deteksi
DNA isolat IMT3, isolat IMt1, dan isolat IMt2
masing-masing adalah 100 fg, 1 pg, dan 5 pg setara
dengan 20, 200, dan 1000 sel bakteri. Menurut Kolk
et al,(3) DNA M. tuberculosis 5 fg setara dengan 1
sel bakteri. Demikian juga sensitivitas uji PCR pada
DNA isolat IMt6 dengan tingkat kemurnian paling
rendah, sensitivitasnya lebih tinggi dari isolat IMt4
dan IMt5 yang mempunyai tingkat kemurnian lebih
tinggi. Berdasarkan batas deteksi DNA, sensitivitas
tertinggi dan terendah hasil uji PCR dalam penelitian
ini masing-masing adalah dari isolat IMt3 dan IMt4
dengan batas deteksi 100 fg (Tabel 2, Gambar 1)
dan 500 pg (Tabel 2, Gambar 2). Jumlah tersebut
setara dengan 20 dan 100.000 sel bakteri. Besarnya
fragmen DNA hasil amplifikasi menggunakan
primer Pt8 dan Pt9 yang digunakan dalam penelitian
adalah 541 bp.Gambar 3 menunjukkan hasil
amplifikasi dan analisis dengan teknik elektroforesis
dari strain mikobakteria atipik dengan jumlah DNA
yang diamplifikasi cukup besar yaitu 100 ng.
Amplifikasi DNA strain tersebut juga dilakukan
untuk jumlah DNA yang bervariasi. Dari gambar
tersebut dengan jumlah DNA yang cukup besar
10
Rasio absorbansi
(λ 260 nm/280 nm)
1,901
1,829
1,827
2,000
1,761
1,682
1,500
1,940
1,842
1,627
1,511
1,500
1,413
maupun dengan jumlah DNA yang bervariasi
menggunakan primer yang sama (Pt8 dan Pt9) tetap
menunjukkan tidak adanya amplifikasi DNA strain
mikobakteria tersebut (tidak ada pita DNA pada
gel agarosa).
Tabel 2. Jumlah DNA minimun isolat klinis M.
tuberculosis yang memberikanhasil positif dengan
metode PCR dan elektroforesis gel agarosa
Sampel DNA
M. tuberculosis isolat IMt1
M. tuberculosis isolat IMt2
M. tuberculosis isolat IMt3
M. tuberculosis isolat IMt4
M. tuberculosis isolat IMt5
M. tuberculosis isolat IMt6
Jumlah DNA
1 pg
5 fg
100 fg
500 pg
100 pg
5 pg
PEMBAHASAN
Konsentrasi dan tingkat kemurnian hasil
ekstraksi DNA dinyatakan dengan nilai rasio
absorbansi (l 260 nm/280 nm) dalam penelitian ini,
bervariasi. Menurut Hill et al, (22) DNA M.
tuberculosis hasil ekstraksi yang diendapkan dengan
CTAB (cetyltrimethyl-amonium bromide)
mempunyai rasio absorbansi 1,88 dibanding dengan
nilai sebelum penambahan yaitu 1,75. Ekstraksi
J Kedokter Trisakti
DNA dalam peneltian ini adalah menggunakan
metode yang tidak memakai CTAB. Hal lain yang
mungkin menyebabkan berkurangnya tingkat
kemurnian DNA hasil ekstraksi dengan nilai rasio
di bawah 1,8-1,9, adalah adanya kontaminasi bahan
yang terdapat pada medium pertumbuhan pada saat
penyediaan suspensi sel bakteri di samping bahan
lain pada waktu proses ekstraksi. Nilai rasio
absorbansi di bawah 1,8 - 1,9 menunjukkan adanya
kontaminasi protein, fenol, SDS dan
polisakarida.(20,21)
Sensitivitas uji PCR pada 6 isolat M.
tuberculosis yang dipakai dalam penelitian ini, juga
bervariasi. Seperti dijelaskan sebelumnya,
sensitivitas tersebut sangat dipengaruhi tingkat
kemurnian DNA. Berdasarkan penelitian Sjobring
et al,(12) sensitivitas PCR sangat dipengaruhi metode
ekstraksi DNA . Dari hasil penelitian yang telah
dikemukakan terlihat sensitivitas PCR pada isolat
IMt3 lebih tinggi dari pada isolat IMt1 dan IMt2,
sedangkan tingkat kemurnian DNA IMt3 yang
diamplifikasi lebih rendah dari ke dua isolat
tersebut. Demikian juga isolat IMt6 dengan tingkat
kemurnian DNA paling rendah (nilai rasio
absorbansi = 2,000), mempunyai batas deteksi uji
PCR lebih tinggi yaitu 5 pg setara 1000 sel bakteri
Vol.21 No.1
dibandingkan dengan isolat IMt4 dan IMt5 dengan
batas deteksi 100 pg dan 500 pg yang masingmasing setara dengan 20.000 dan 100.000 sel
bakteri. Perbedaan sensitivitas tersebut
kemungkinan besar disebabkan banyaknya salinan/
fragmen DNA target yang terdapat berulang
(IS6110) dalam genom antara strain M.
tuberculosis, berbeda secara alamiah. Salah satu
faktor yang menentukan sensitivitas PCR adalah
jumlah salinan sekuens DNA sasaran yang terdapat
dalam genom suatu mikroorganisme.(22) Beberapa
strain bakteri tersebut di Asia hanya mempunyai 1
salinan IS6110 dalam genomnya.(23) Dari hasil
penelitian terdahulu(19) didapatkan batas deteksi
DNA M. tuberculosis H37Rv yang diamplifikasi
dengan primer yang sama (Pt8 & Pt9) adalah 10 fg
setara dengan 2 sel bakteri. Jumlah IS6110 M.
tuberculosis H37Rv yang merupakan sekuens DNA
sasaran primer Pt8 & Pt9 berjumlah 16 salinan
dalam genomnya.(24) Berdasarkan penelitian Kox
et al, (2) diperoleh jumlah DNA yang dapat
diamplifikasi/batas deteksi uji PCR pada strainstrain M. tuberculosis menggunakan primer yang
sama juga bervariasi, yaitu 10 fg pada 6 uji dari 8
uji sedangkan 2 uji lainnya menunjukkan hasil lebih
sensitif yaitu 1 fg.
Lajur 1 : DNA isolat IMt3 100 fg
Lajur 2 : DNA isolat IMt3 1 pg
Lajur 3 : DNA isolat IMt3 5 pg
Lajur 4 : DNA M. tuberculosis H37Rv 10 ng
(Kontrol+)
Lajur 5 : DNA isolat IMt3 10 pg
Lajur 6 : Kontrol – (tanpa DNA)
Lajur 7 : DNA isolat IMt3 100 pg
Lajur 8 : Marker (penanda berat molekul)
HaeIII∅X174
Gambar 1. Hasil amplifikasi DNA M. tuberculosis isolat IMt3 dengan metode PCR
dan elektroforesis gel agarosa
11
Rosilawati, Sudarmono, Ibrahim
Mycobacterium tuberculosis
Lajur 1
Lajur 2
Lajur 3
Lajur 4
Lajur 5
Lajur 6
Lajur 7
Lajur 8
: Marker (penanda berat molekul)
HaeIII∅X174 DNA
: DNA M. tuberculosis H37Rv 10 ng
(Kontrol+)
: Kontrol – (tanpa DNA)
: DNA isolat IMt3 5 ng
: DNA isolat IMt3 1 pg
: DNA isolat IMt3 500 pg
: DNA isolat IMt3 100 pg
: DNA isolat IMt3 10
Gambar 2. Hasil Aplifikasi DNA M. tuberculosis isolat IMt4 dengan metode PCR
dan elektroforesis gel agarosa
Lajur 1 : Marker (penanda berat molekul)
HaeIII∅X174
Lajur 2 : DNA M.chelonae 100 ng
Lajur 3 : DNA M. fortuitum 100 ng
Lajur 4 : DNA M. phlei 100 ng
Lajur 5 : DNA M. scrofulaceum 100 ng
Lajur 6 : DNA M. smegmatis 100 ng
Lajur 7 : DNA M. terrae 100 ng
Lajur 8 : DNA M. tuberculosis H37Rv 10 ng
(Kontrol +)
Gambar 3. Hasil amplifikasi DNA mikobakteria atipik dengan metode PCR
dan elektroforesis gel agarosa.
12
J Kedokter Trisakti
Uji PCR dengan primer Pt8 & Pt9 dalam
penelitian ini cukup spesifik untuk mendeteksi
kuman M. tuberculosis, karena tidak ada amplifikasi
DNA mikobakteria atipik (Gambar 3). Hasil ini
sesuai dengan hasil peneliti lain(2) yang memperoleh
hasil PCR negatif menggunakan primer yang sama
pada 12 sampel klinis yang mengandung
mikobakteria bukan M. tuberculosis. Kent et al(25)
menyatakan 24 strain dari 35 strain mikobakteria
nontuberkulosis yang diuji dengan teknik PCR
menggunakan primer yang dirancang dari IS6110
menunjukkan hasil positif. Hal tersebut disebabkan
karena beberapa strain mikobakteria
nontuberkulosis mempunyai suatu sekuens DNA
yang homolog dengan IS6110. Sebaliknya, hasil
penelitian Hellyer et al,(26) menunjukkan tidak ada
sekuens DNA dalam mikobakteria nontuberkulosis
yang homolog dengan IS6110. Kemungkinan yang
menyebabkan hasil berbeda dari ke dua penelitian
tersebut adalah daerah elemen IS6110 yang menjadi
DNA sasaran, berbeda. Kemungkinan lain jumlah
DNA sasaran yang digunakan dalam penelitian Kent
et al terlalu banyak, sehingga besar kemungkinan
terjadi hasil positif semu yang dihasilkan DNA M.
tuberculosis sebagai kontaminan dan atau amplikon
yang terdapat dalam jumlah kecil. Oleh karenanya,
untuk menghindari reaksi silang dengan spesies
bukan M. tuberculosis kompleks, diperlukan
ketelitian mendisain primer berdasarkan sekuens
dalam IS6110, di samping persyaratan yang
memenuhi untuk menghindari kontaminasi.
KESIMPULAN
Metode PCR menggunakan primer
oligonukleotida Pt8 & Pt9 pada isolat klinis M.
tuberculosis mempunyai kemampuan mendeteksi
jumlah DNA sebesar 100 fg yang setara dengan 20
sel bakteri.
Primer oligonukleotida Pt8 & Pt9 untuk uji
PCR cukup spesifik untuk mendeteksi bakteri M.
tuberculosis. Mikobakteria atipik yang digunakan
dalam penelitian ini tidak terdeteksi dengan teknik
PCR menggunakan primer tersebut.
Daftar Pustaka
1.
Lebrun L, Espinase F, Poveda JD, Frebault VVL.
Vol.21 No.1
Evaluation of non radioactive DNA probe for
identification of mycobacteria. J Clin Microbiol
1992; 30:2476-78.
2. Kox, LFF, Rienthong, D, Miranda AM,
Udomsantisuk N, Ellis K, van Leeuwen J, et al A
more reliable PCR for detection of Mycobacterium
tuberculosis in clinical samples J Clin Microbiol
1994; 32:672-78.
3. Kolk AHJ, Schuitema ARJ, Kuijper S, van
Leeuwen J, Hermans PWM, van Embden JDA, et
al. Detection of Mycobacterium tuberculosis in
clinical samples by using polymerase chain
reaction and a non radioactive detection system.
J Clin Microbiol 1992; 30:2567-75.
4. Lindbrathen A, Gaustad P, Hovig B, TÆnjun T.
Direct detection of Mycobacterium tuberculosis
complex in clinical samples from patients in
Norway by ligase chain reaction. J Clin Microbiol
1997; 35:3248-53.
5. Tjandra JA, Priyanti ZS. Tuberkulosis. Diagnosis,
Terapi, dan Masalahnya. Edisi III Jakarta: Lab.
Mikobakteriologi RSUP Persahabatan/WHO
Collaborating Center for Tuberculosis; 2000.
6. Dollin PJ, Raviglione MC, Kochi A. Global
tuberculosis incidence and mortality during 19902000. Bull WHO 1994; 72:213-20.
7. Departemen Kesehatan R.I. Survei Kesehatan
Rumah Tangga 1992. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan RI; 1992.
8. Styblo K. Overview and epidemiologic assesment
of the current global tuberculosis situation with
an emphasis on control in developing countries.
Rev Infect Dis 1989; 11:339-46.
9. Koneman EW, Allen SD, Janda WM,
Schreckenberger PC, Winn WC, (ed). Color atlas
and textbook of diagnostic microbiology. 4th ed.
Philadelphia: JB Lippincott Company; 1990.
p.703-14
10. Plorde JJ. Mycobacteria. In: Sherris JC, Ryan KJ,
editor. Medical microbiology. An introduction to
infectious disease. London: Prentice-Hall
International Inc. (UK) Limited; 1994.p.401-15.
11. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN, Jawetz E,
Melnick JL, Adelberg EA. Medical microbiology
20th ed. Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange;
1995. p.263-71.
12. Sjobring JH, Mecklenburg M, Andersen AB,
Miorner H. Polymerase chain reaction for
detection of Mycobacterium tuberculosis. J Clin
Microbiol 1990; 28:2200-04.
13
Rosilawati, Sudarmono, Ibrahim
13. Hobby GT, Holman AP, Iseman MD, Jones JM.
Enumeration of tubercle bacilli in sputum of
patients with pulmonary tuberculosis. Antimicrob
Agents Chemother 1973; 4:97-104.
14. Daniel TM, Debanne SM. The serodiagnosis of
tuberculosis and other mycobacterial disease by
enzyme-linked immunosorbent assay. Am Rev
Respir Dis 1987; 135:1137-51.
15. Oka GMS, Okuzumi K, Kimura S, Shimada K.
Evaluation of acridinium-esterlabeled DNA probe
for identification of Mycobacterium tuberculosis
and Mycobacterium avium-Myco-bacterium
intracellular complex in culture. J Clin Microbiol
1991; 29:2473-76.
16. Beavis KG, Lichty MB, Jungkind DL, Giger O.
Evaluation amplicor PCR for direct detection of
Mycobacterium tuberculosis from sputum
specimens. J Clin Microbiol 1995; 33:2582-86.
17. Altamirano M, Kelly MT, Wong A, Bessuille ET,
Black WA, Smith JA. Characterization of DNA
probe for detection of Mycobacterium tuberculosis
complex in clinical samples by polymerase chain
reaction. J Clin Microbiol 1992; 30:2173-76.
18. Kolk AHJ, Kox LFF, van Leeuwen J, Kuijper S.
Polymerase chain reaction for the M. tuberculosis
complex. Laboratory of Tropical Hygiene,
Department of Biomedical Research Royal
Tropical Institute, Amsterdam, The Netherland;
1995.
19. Lina MR, Sudarmono P, Ibrahim F, Soebandrio
A. Deteksi Mycobacterium tuberculosis H37Rv
dengan reaksi berantai polimerase (PCR). Maj
Kedokt Indon 1999; 49:250-255.
14
Mycobacterium tuberculosis
20. Brown TA. Gene cloning: an introduction.
Workingham, Berkshire, England: Van Nostrand
Reinhold (UK) Co Ltd Molly Millars Lane;
1986.p. 26.
21. Hill EB, Wayne LG, Gross WM. Curent practices
in mycobacteriology: result of a survey of public
health laboratories. J Bacteriol 1972; 112:103339.
22. Thierry D, Brisson-Noel A, Frebault VVL,
Nguyen S, Jeanuc G, Gicquel B. Characterization
of a Mycobacterium tuberculosis insertion
sequence, IS6110, and its application in diagnosis.
J Clin Microbiol 1990; 28:2668-74.
23. Yuen LK, Ross BC, Jackson KM, Dwyer B.
Characterization of Mycobacterium tuberculosis
strains from Vietnamese patients by southern blot
hybridization. J Clin Microbiol 1993; 131:161518.
24. Philipp WJ, Poulet S, Eiglmeier K, Pascopella L,
Balasu BV, Heym B et al. An integrated map of
the genom of the tubercle bacillus, Mycobacterium
tuberculosis H 37 Rv, and comparison with
Mycobacteriunm leprae.
25. Kent L, McHugh Td, Billington O, Dale JW,
Gillespie SH. Demonstration of homolog between
IS6110 of Mycobacterium tuberculosis and DNAs
of other Mycobacterium spp. J Clin Microbiol
1995; 33:2290-93.
26. Hellyer TJ, DesJardin LE, Assaf MK, Bates JH,
Cave MD, Eisenach KD. Specificity of IS6110
based amplification assay for Mycobacterium
tuberculosis complex. J Clin Microbiol 1996;
34:2843-46.
Download