i Proposal Skripsi PENGARUH AKTIVITAS PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TEHADAP PENGUATAN MODAL SOSIAL KOMUNITAS (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh Rohmah Khayati (I34120033) DEPARTEMENT SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA 2016 ii PERTANYAAN MENGENAI PROPOSAL PENELITIAN DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Tehadap Penguatan Modal Sosial Komunitas (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” adalah benar saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016 Rohmah Khayati NIM. I34120033 iii ABSTRAK ROHMAH KHAYATI, Pengaruh Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Tehadap Penguatan Modal Sosial Komunitas (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibawah bimbingan SAHARUDDIN Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan keindahan alam yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. salah satu fungsi dari pariwisata budaya adalah menjaga identitas, nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang baik dalam pariwisata budaya dapat mengantisipasi dampak negative globalisasi yakni masuknya budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal, perilaku konsumtif dan kapasitas yang dibawa warga Negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial (Ningrum 2014). Pengaruh pengelolaan pariwisata budaya berpengaruh terhadap modal sosial pada komunitas atau masyarakat baik modal sosial struktural maupun kognitif. Semakin kuat modal sosial yang dimiliki maka akan mendorong pengelolaan pembangunan yang lebih baik. Kata kunci : Modal sosial, pembangunan, pariwisata budaya ABSTRACT ROHMAH KHAYATI Effect Of Culture Tourism Development Activities to The Enhancement of Social Capital Community (cases Setu Babakan, Serengseng Sawah Jagakarsam South Jakarta) . Under direction of SAHARUDIN The tourism sector in Indonesia is one sector which is the mainstay and economic development priorities .Potential of wealth and natural beauty that exist in Indonesia is the attractiveness of an area to improve the source of government revenue through levies. One of functions of cultural tourism is keeping the identity, values, and norms of the nation. Good governance in cultural tourism can anticipate the negative impacts of globalization which is the entry of foreign culture that is contrary to the local culture, consumer behavior and capacities brought foreign nationals are being copied by local communities so scraped local wisdom and declining social capital (Ningrum 2014). The influence on the management of cultural tourism influence social capital in a community or society, both structural and cognitive social capital. The stronger the social capital possessed it will encourage better management. Keywords : Social Capital, Development, Cultural Tourism iv PENGARUH AKTIVITAS PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP PENGUATAN MODAL SOSIAL KOMUNITAS (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh ROHMAH KHAYATI I34120033 Proposal Penelitian Sebagai syarat kelulusan KPM 403 Pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 v INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT Dengan ini menyatakan bahwa Proposal Penelitian Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Rohmah Khayati Nomor Pokok : I34120033 Judul : Pengaruh Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap Penguatan Modal Sosial Komunitas (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat kelulusan pada Departement Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 18 Februari 2016 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Saharuddin, MSi NIP. 196412031993031001 Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Siti Amanah M.Sc NIP. 196709031992122001 vi RIWAYAT HIDUP Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1994 dari Bapak Dwi Hartono dan Ibu Sulatin.Peneliti merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Depok, yaitu SD Negeri Gandul 01 lulus tahun 2006, SMP Negeri 13 Depok lulus tahun 2009, dan SMA Negeri 6 Depok lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis di terima sebagai salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) undangan dan diterima sebagai mahasiswa Departement Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Peneliti juga aktif sebagai anggota UKM Lises Gentra Kaheman 20132014, kemudian menjadi anggota Divisi Kominfo UKM Lises Gentra Kaheman 2015-2016. Serta sebagai anggota Redaksi Online di Majalah Komunitas FEMA Februari-Desember 2014. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Komunikasi Massa pada tahun 2016. vii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul Pengaruh Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap Modal Sosial Komunitas ini dengan baik. Proposal penelitian ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Saharuddin sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Sulatin dan Bapak Dwi Hartono, orang tua tersayang, serta Dewi Suhandary, adik tercinta sebagai sumber motivasi utama yang telah membantu serta mendukung segala pilihan penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 49, teman-teman di UKM Lises Gentra Kaheman , serta teruntuk Haerani Aslesmana, Yulinda Devianty, Paramita Dwi Febriani, Nuraini, Fithriyah Sholihah yang selalu mengisi hari-hari dalam menempuh pendidikan di KPM yang telah memberi semangat dan dukungan dalam penyusunan laporan Studi Pustaka ini. Peneliti mengetahui bahwa karya ini belumlah sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Februari 2016 Rohmah Khayati NIM. I34120033 viii DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Masalah Penelitian .............................................................................................. 4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5 PENDEKATAN TEORITIS ................................................................................... 6 Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 6 Modal Sosial .................................................................................................... 6 Pariwisata ....................................................................................................... 14 Pengelolaan Wisata Budaya........................................................................... 16 Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 24 Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 25 Definisi Operasional .......................................................................................... 28 PENDEKATAN LAPANGAN ............................................................................. 26 Lokasi dan Waktu .............................................................................................. 26 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 26 Teknik Pemilihan Responden dan Informan ..................................................... 28 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35 LAMPIRAN .......................................................................................................... 38 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1 Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging ................ 10 Tabel 2 Kategori Modal Sosial ............................................................................. 14 Tabel 3 Ragam Kegiatan Kampung Budaya Sindangbarang ................................ 21 Tabel 4 Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data .............................................. 27 Tabel 5 Definisi Operasional Pembangunan Wisata Budaya .............................. 28 Tabel 6 Definisi Operasional Modal Sosial ......................................................... 30 x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 24 Gambar 2. Lokasi Penelitian di Kelurahan Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan ................................................................................................ 38 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... 38 Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016 ..................................... 39 Lampiran 3. Kerangka Sampling .......................................................................... 40 Lampiran 4. Kuesioner Penelitian ......................................................................... 41 Lampiran 5. Panduan Pertanyaan .......................................................................... 46 Lampiran 6. Format Catatan Lapang ................................................................... 49 Lampiran 7. Rancangan Skripsi ........................................................................... 52 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan keindahan alam yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. Dengan diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya tanggung jawab dan tuntutan untuk menggali dan mengembangkan potesi sumber daya yang dimiliki didaerah dalam rangka menopang perjalanan pembangunan daerah. Pembangunan di sektor pariwisata, merupakan salah satu bentuk dari pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan kepuasan batiniah karena semua manusia memiliki kesempatan untuk mencari hiburan. Dengan pemenuhan kebutuhan tersebut banyak keuntungan-keuntungan yang didapatkan dari pihak-pihak pemilik, pengelola dan pihak negara seperti keuntungan finansial atau membuat suatu daerah tersebut menjadi lebih dikenal. Namun, jika keuntungan tersebut tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik, justru akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang merugikan khususnya kepada masyarakat. Untuk menjamin supaya suatu daerah yang memiliki sektor pariwisata dapat berkembang dengan baik dan berkelanjutan seta mendatangkan manfaat bagi manusia meminimalisasi dampak negatif atau konflik yang mungkin akan timbul maka pengembangan masyarakat pariwisata perlu didahului dengan kajian mendalam, yakni dengan melakukan penelitian terhadap semua daya pendukungnya (Wardiyanta 2006:47). Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya dalam rangka bermasyarakat yang dijadikan miliki manusia dengan belajar. Kebudayaan memiliki tiga wujud (i) ide, gagasan, nilai atau norma; (ii) aktivitas atau pola tindakan dalam masyarakat; (iii) benda atau hasil karya. (Koentjaraningrat (1979: 186-187) dalam Oktinaldi (2012:21) Pariwisata budaya merupakan salah satu fungsi dalam menjaga identitas, nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang baik dalam pariwisata busaya dapat mengantisipasi dampak negative globalisasi yakni masuknya budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal, perilaku konsumtif dan kapasitas yang dibawa warga Negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial (Ningrum 2014). Dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya terdapat beberapa strategi yang dibutuhkan seperti aspek regulasi, aspek manajemen pembangunan 2 sarana dan prasarana ODTW yang menunjang dan mencakup pengembangan infrastruktur kawasan wilayah pariwisata, aspek manajemen kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, mekanisme yang mengatur berbagai kepentingan secara operasional serta koordinasi agar memiliki efisiensi yang tinggi, aspek SDM, aspek manajemen permasaran dan promosi, aspek manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik lingkungan dan sosial ekonomi dari ODTW dengan profesionalisme dan pengelolaan ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dan mampu memanfaatkan potensi ODTW secara lestari. Kemampuan pembangunan pariwisata dalam pemenuhan kebutuhan, berbanding lurus dengan perkembangan global yang semakin pesat, dampak yang terjadi pun tidak sedikit. Salah satu dampak yang dirasakan adalah klaim budaya Nusantara. Berawal dari akhir 2007 oleh Negara Malaysia mengklaim Reog Ponorogo, pada tahun 2008 klaim lagu Rasa Sayange dari Maluku dan pada Januari 2009 terjadi klaim Batik. Dampak negative lainnya adalah masuknya budaya asing yang bertolak belakan dengan budaya lokal berpengaruh dengan perilaku konsmtif dan kapitalis yang dibawa warga negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial. Kampung Budaya Sindangbarang terletak Desa Pasir eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terletak di desa pasir eurih kecamatan tamansari kabupaten Bogor Jawa Barat. Berjarak hanya 5 km kota Bogor. Merupakan Kampung Tertua untuk Wilayah kota dan kab Bogor, berdasarkan sumber naskah Pantun Bogor dan Babad Pajajaran. Kalau menurut Pantun Bogor diperkirakan Sindangbarang sudah ada sejak jaman Kerajaan Sunda lebih kurang abad ke XII.Disinilah dahulu terdapat suatu Kerajaan Bawahan yang bernama Sindangbarang dengan Ibukotanya Kutabarang. Disinilah menurut cerita rakyat digemblengnya para satria-satria kerajaan. Disini pula kebudayaan Sunda Bogor bermula dan bertahan hingga kini dalam wujud Upacara Adat Seren Taun. Sekilas tentang lokasi, Kampung Budaya Sindangbarang secara geografis berbatasan dengan Desa Parakan di sebelah Utara, Desa Srigalih di sebelah Timur, Desa Taman Sari di sebelah selatan dan Desa Sukaresmi di sebelah Barat. Luas wilayah DesaPasir Eurih 285,394 ha2. Sindangbarang yang terletak di kaki gunung Salak, mempunyai curah hujan 300 mm, sedang suhunya antara 25 oC sampai dengan 30 oC. Sindangbarang dilalui beberapa sungai, di sebelah Barat terletak sungai Ciapus, di bagian Timur sungai Cisadane dan Cipininggading, di bagian tengah sungai Cipamali, Ciomas dan beberapa sungai kecil lainnya. 3 Pusat Budaya lokal Kampung Sindangbarang menyimpan potensi bagi generasi muda untuk mengenal berbagai peninggalan berupa seni dan budaya yang hingga saat ini tetap dilestarikan, salah satunya adalah pencak silat betawi. Seperti suku-suku lainnya di Tanah Air, seni dan budaya merupakan warisan leluhur mereka yang diturunkan bagi generasi selanjutnya untuk dilestarikan, begitu pula dengan Kampung budaya Sindangbarang tidak ketinggalan ikut serta dalam melestarikan budaya mereka, khususnya di tanah kelahirannya. Mawardi (2007) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakatnya (ekonominya) di banyak negara termasuk di Indonesia terlalu menekankan pentingnya peranan modal alam (natural capital) dan modal ekonomi (economi capital) modern seperti barang-barang modal buatan manusia, teknologi dan manajemen dan sering mengabaikan pentingnya modal sosial seperti kelembagaan lokal, kearifan lokal, norma-norma dan kebiasaan lokal. Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu modal sosial untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan. Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja yang memiliki pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan yang memiliki semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat kebaikan sebagai pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan memberikan implikasi positif kepada produktivitas (output) dan hasil (outcome). “Komunitas dalam masyarakat tampak semakin tidak terkelola dan rentan. Sedikit sekali tanda-tanda terbangunnya modal sosial dan kepercayaan sosial. Situasi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif untuk pemecahan masalah. Mendorong partisipasi publik dalam pengambilan keputusan adala bentuk inovasi yang sangat esensia agar bangsa Indonesia dapat bertahan mengahadapu krisis sekaligus membangun kapasitas untuk menghadapi globalisasi dan mencegah dampak negatif desentralisasi. Melalui pendekatan partispatif dan inovatif, akan dihasilkan solusi yang akan mendorong capaian lebih dari biasanya. Tanpa itu, sulit dicapai proses percepatan untuk pemecahan masalah.” (Sumarto 2009) Masyarakat yang memiliki sikap modal sosial yang tinggi mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan lebih mudah. Saling percaya, toleransi antara beberapa pihak dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik jaringan internal kelompok, maupun jaringan diluar masyarakat lain. Pengembangan pariwisata dengan modal sosial dianggap mampu mengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) serta meningkatkan ekonomi dan lapangan pekerjaan. 4 Masalah Penelitian Sektor pariwisata yang menjadi andalan dan prioritas pembangunan negara karena memiliki potensi kekayaan dan keindahan alam serta budaya yang ada merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan sumber pendapatan pemerintah. Pembangunan tersebut merupakan salah satu bentuk dari pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan kepuasan batiniah karena semua manusia memiliki kesempatan untuk mencari hiburan. Kemampuan pembangunan pariwisata dalam pemenuhan kebutuhan, berbanding lurus dengan perkembangan global yang demakin pesat, dampak yang terjadi pun tidak sedikit. Salah satu dampak yang dirasakan adalah klaim budaya Nusantara. Berawal dari akhir 2007 oleh Negara Malaysia mengklaim Reog Ponorogo, pada tahun 2008 klaim lagu Rasa Sayange dari Maluku dan pada Januari 2009 terjadi klaim Batik. Dampak negative lainnya adalah masuknya budaya asing yang bertolak belakan dengan budaya lokal berpengaruh dengan perilaku konsmtif dan kapitalis yang dibawa warga negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial. Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu modal sosial untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan. Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja yang memiliki pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan yang memiliki semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat kebaikan sebagai pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan memberikan implikasi positif kepada produktivitas (output) dan hasil (outcome). Latar belakang penelitian ini mengemukakan bahwa pariwisata budaya merupakan salah satu wadah untuk menjaga identitas suatu komunitas. Dampak globalisasi mengikis kebudayaan dengan informasi dan teknologi secara meluas hal ini menyebabkan adanya pengaruh aktivitas pembangunan pariwisata budaya, dari segi pemanfaatan dan pengelolaan serta pelestariaan budaya terhadap penguatan modal sosial. Oleh karena itu,pertanyaan spesifik pertama dalam penelitian ini adalah Bagaimana intervensi pengaruh aktivitas pembangunan pariwisata budaya dalam penguatan modal sosial masyarakat lokal? Dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya dapat menjadi faktor penguatan modal sosial. Aktivitas yang dilaksanakan oleh pengelola wisata mengikut sertakan warga masyarakat sekitar untuk keberlanjutan kegiatan wisata. Oleh karena itu pertanyaan spesifik kedua dalam penelitian ini adalah faktor apakah dari aktivitas pembangunan pariwisata budaya yang memperkuat modal sosial masyarakat? Dan jika pengelola tidak mengikutsertakan atau dalam pengelolaan hanya bertujuan komersil dan yang berperan hanya pengunjung maka pertanyaan pertanyaan ketiga adalah faktor apakah dari 5 aktivitas pembangunan pariwisata yang memperlemah modal sosial masyarakat? Modal sosial pada penelitian ini dilihat dari individu unit analisinya yaitu rumah tangga pada masyarakat Setu Babakan, Kelurahan Serengseng Sawah, Jagakara, Jakarta Selatan. Pembangunan pariwisata budaya yang ada di wilayah wisata berpengaruh terhadap kepercayaan, trust, solidaritas, jaringan, norma dan nilai yang terdapat pada individu masyarakat lokal. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan, disusunlah tujuan penelitian untuk menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut, yaitu: 1. Mengukur intervensi yang terjadi karena aktivitas pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial yang terjadi di masyarakat. 2. Menganalisis faktor pengaruh dari aktivitas pembangunan pariwisata budaya yang mengakibatkan semakin kuatnya modal sosial masyarakat lokal. 3. Menganalisis faktor pengaruh dari aktivitas pembangunan pariwisata budaya yang mengakibatkan semakin lemahnya modal sosial masyarakat. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan. Penelitian ini berguna untuk 1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji secara ilmiah mengenai peran masyarakat dalam melestarikan kebudayaan serta pengaruh pembagunan wisata budaya terhadap modal sosial lokal 2. Menambah literatur dari kalangan akademisi dalam mengakaji Pengaruh pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial yang dimiliki masyarakat. 3. Acuan dalam pelaksanaan pengelola kawasan wisata budaya, dimana dilihatnya hubungan modal sosial dengan pengelola wisata budaya bagi kalangan non akademisi, seperti masyarakat, swasta, dan pemerintah. 6 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Modal Sosial Konsep Modal Sosial Modal sosial dalam pengertiannya memiliki unsur modal yang berarti memiliki kesamaan dengan modal fisik dan modal manusia. Seperti odal fisik, modal sosial memerlukan investasi awal dan perawatan berkala, dalam bentuk interaksi yang berulang atau membangun perilaku kepercayaan. Modal sosial juga memberikan gambaran yang berbeda dibandingkan modal fisik, modal sosial manusia (Bastelaer dan Grootaert 2002). Perhatian terhadap konsep ini didorong oleh masalah yang sama, sebab banyak pengalaman di dunia yang menunjukkan bahwa inisiatif pembangunan yang tidak mempertimbangkan dimensi manusia termasuk faktor-faktor seperti nilai, norma, budaya, motivasi, solidaritas, akan cenderung kurang berhasil dibanding dengan yang mempertimbangkan dimensi manusia. Sehingga bukan hal yang aneh kalau model pembangunan yang mengabaikan semua itu akan berujung pada kegagalan. Saat ini, konsep modal sosial lebih menarik, karena jika berhasil memahaminya, maka dapat berinvestasi di dalamnya untuk menciptakan aliran manfaat yang lebih besar (Uphoff 2000). Coleman (1998) menjelaskan modal sosial adalah suatu keragaman entitas yang empunyai dua karakter umum, yaitu keseumanya mengandung aspek-aspek struktur sosial, dan memfasilitasi aksi individu dalam struktur tersebu,…modal sosial dalam hal ini merupakan struktur hubungan antar individu diantara individu-individunya. Modal sosial tersebut didefinisikan berdasarkan fungsinya, bukanlah suatu entitas tunggal tetapi terdiri dari sejumlah entitas dengan dua elemen yang sama yaitu (1) semua terdiri dari aspek struktur-struktur sosial dan (2) memfasilitasi tindakan-tindakan antara orang perorang dalam struktur. Dalam hal ini, Coleman (1988) memandang modal sosial dari sudut pandang struktur sosial yang memiliki berbagai tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan bersama. Poli (2007) menjelaskan bahwa modal sosial adalah saling percaya yang mempersatukan masyarakat sebagai kesatuan hidup yang beradab. Muncul dari pengalaman bersama yang memuaskan, karena itu diulang-uangi sehingga membentuk pola prilaku, yang dipertahankan melalui aturan yang disepakati, sehingga menyatukan masyarakat dalam suatu struktur tertentu. Pengalaman bersama yang memuaskan dapat muncul secara spontan maupun melalui rekayasa manajemen. Poli pun menjelaskan mengenai ciri-ciri dari modal sosial seperti: a. Dimiliki bersama, b. Dapat digunakan untuk pencapaian tujuan bersama c. Dapat bertambah dan dapat pula berkurang d. Kian dibagi-bagi kian bertambah 7 e. Kian tidak dibagi-bagi, kian berkurang. Putnam dalam Yularmi (2011) mengatakan bahwa, modal sosial mengacu kepada ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kinerja agar saling menguntungkan. Dia melihat modal sosial sebagai bentuk barang publik berbeda dengan pengaruhnya terhadap kinerja ekonomi dan politik pada level kolektif. Dia menekankan bahwa partisipasi orangorang dalam kehidupan asosiasional menghasilkan institusi publik lebih efektif dan layanan lebih baik. Modal sosial adalah informasi, kepercayaan, dan norma dari timbal balik yang melekat dalam jaringan sosial (Woolcock, 1998 dalam Yuliarmi, 2011). Modal sosial mengacu kepada ciri-ciri organisasi sosial seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama saling menguntungkan. Modal sosial juga menambahkan elemen-elemen subyektif, proses budaya seperti kepercayaan dan norma dari timbal balik yang memfasilitasi aksi sosial. Perbedaan ini menunjukkan hubungan timbal balik di antara modal sosial, organisasi sosial masyarakat, dan jaringan sosial. Jaringan sosial dan organisasi sosial masyarakat memberikan sumber daya yang dapat digunakan untuk memfasilitasi aksi. Modal sosial pada gilirannya menghasilkan sumber daya lebih lanjut yang memberikan kontribusi kepada organisasi sosial masyarakat dan sumber daya jaringan sosial (Voydanoff dalam Yuliarmi, 2011). Menurut Uphoff (2000), modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Aset disini diartikan segala sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat untuk membuat proses produktif di masa mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat diperluas atau disebarkan dengan mudah. Sedangkan perilaku bermakna sama positifnya antara apa yang dilakukan untuk orang lain dengan perilaku untuk diri sendiri. Artinya, perilaku tersebut bermanfaat untuk orang lain dan tidak hanya diri sendiri. Dalam hal ini, Uphoff (2000) menghubungkan konsep modal sosial dengan proposisi bahwa hasil dari interaksi sosial haruslah dapat mendorong lahirnya “manfaat bersama” (Mutually Beneficial Collective Action/MBCA). Uphoff (2000) menjelaskan unsure-unsur modal sosial yang dirinci menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Aset modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik, asset struktural datang dari hasil proses kognitif. Lebih jauh Uphoff (2000), menegaskan bahwa kedua kategori modal sosial ini memiliki ketergantungan yang sangat kuat, bentuk yang satu mempengaruhi bentuk yang lain dan keduanya mempengaruhi perilaku individu hingga mekanisme terbentuknya harapan (ekspektasi). Keduanya terkondisikan oleh pengalaman dan diperkuat oleh budaya, semangat pada masa tertentu (zeitgeist), dan pengaruh-pengaruh lainnya. 8 Dalam kajian modal sosial yang dijelaskan oleh beberapa ahli, modal sosial yang secara garis besat menujukan bahwa modal sosial merupakan peranan penting dalam suatu organisasi atau pembangunan yang berkelanjutan. Peranan tersebut mencakup nilai-nilai, norma, aturan, sikap, kepercayaan masyarakat dalam mengatur hubungan-hubungan sosial dan perilaku secara individu maupun bersama dalam pemanfaatan sumberdaya secara lestari. Dimensi dan Tipologi Modal Sosial Dimensi modal sosial menurut Coleman (2010) mengklasifikasikan modal kedalam dua tipe yaitu modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital), dua tipe ini seringkali saling melengkapi. Dimensi yang menarik perhatian adalah yang terkait dengan tipologi modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk bonding/exclusive dan bridging/ inclusive. Keduanya memiliki implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam proses kehidupan dan pembangunan masyarakat. Modal sosial terikat adalah cenderung bersifat eksklusif (Hasbullah, 2006). Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, adalah lebih berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan dengan berorientasi keluar (outward looking). Ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada umumnya homogenius (cenderung homogen). Di dalam bahasa lain bonding social capital ini dikenal pula sebagai ciri sacred society. Menurut Putman (1993), pada masyarakat sacred society dogma tertentu mendominasi dan mempertahankan struktur masyarakat yang totalitarian, hierarchical, dan tertutup. Di dalam pola interaksi sosial sehari-hari selalu dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang menguntungkan level hierarki tertentu dan feodal. Hasbullah (2006) menyatakan, pada mayarakat yang bonded atau inward looking atau sacred, meskipun hubungan sosial yang tercipta memiliki variabel kohesifitas yang kuat, akan tetapi kurang merefleksikan kemampuan masyarakat tersebut untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang tumbuh sekedar dalam batas kelompok dalam keadaan tertentu, struktur hierarki feodal, kohesifitas yang bersifat bonding. Salah satu kehawatiran banyak pihak selama ini adalah terjadinya penurunan keanggotaan dalam perkumpulan atau asosiasi, menurunnya ikatan kohesifitas kelompok, terbatasnya jaringan-jaringan sosial yang dapat diciptakan, menurunnya saling mempercayai dan hancurnya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang tumbuh dan berkembang pada suatu entitas sosial. 9 Misalnya seluruh anggota kelompok masyarakat berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun temurun yang telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata perilaku (code conduct) dan perilaku moral (code of ethics). Mereka lebih konservatif dan mengutamakan solidarity making dari pada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok masyarakatnya sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma-norma yang lebih terbuka. Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani atau Bridging Social Capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri). Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok. Prinsip kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam (kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut. Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah merupakan dasar-dasar ide humanitarian. Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal. 10 Tabel 1 Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging Tipologi Social Capital Bounding • Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif • Pembedaan yang kuat antara “orang kami” dan “orang luar” • Hanya ada satu alternatif jawaban • Sulit menerima arus perubahan • Kurang akomodatif terhadap pihak luar • Mengutamakan kepentingan kelompok • Mengutamakan solidaritas kelompok Bridging • Terbuka • Memiliki jaringan yang lebih fleksibel • Toleran • Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah • Akomodatif untuk menerima perubahan • Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitarianistik dan universal Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial Lubis (2002) dalam Badaruddin (2006) mengemukakan teori modal sosial lebih lanjut, dimana modal sosial beriintikan elemen-elemen pokok yang mencakup: a. Saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egalitarianism), toleransi (tolerance), tanggung jawab (responsibility), kemurahan hati (generoity) kerjasama (collaboration/cooperation) dan keadilan (equity); b. Jaringan sosial (social networking), yang meliputi adanya partisipasi(participations), solidaritas (solidarity); c. Pranata (institution), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared valueI), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms and sanctionsI) dan aturanaturan (rules). Elemen-elemen modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, melainkan harusdirekreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti keluarga, komunitas, asosiasi sukarela, negara dan sebagainya. Merujuk pada Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringanjaringan (networks). Kasih (2007) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu norma yang muncul secara informal melandasi kerjasama diatara dua atau lebih individu. Selain pendefinisian tersebut, pada hal ini juga menjelaskan manfaat umum yang diperoleh dari modal sosial antara lain: a. Modal sosial memungkinkan masyarakat memecahkan masalah-masalah bersama dengan lebih mudah. b. Modal sosial menumbuhkan rasa saling percaya dalam hubungan sosial untuk mewujudkan kepentingan bersama. c. Modal sosial memungkinkan terciptanya jaringan kerja sehingga mudah mendapatkan informasi. Masyarakat yang memiliki modal sosial lebih 11 mudah bekerjasama mencapai kepentingan bersama baik bidang sosial maupun ekonomi, dibanding dengan masyarakat sebaliknya. Flassy et al. (2009), menyatakan bahwa unsur utama dan terpenting dari modal sosial adalah kepercayaan (trust) sebagai syarat keharusan (necessary condition) terbangunnya modal sosial dari suatu masyarakat. Modal sosial mempunyai tiga pilar utama, yaitu: 1. Trust (Kepercayaan) Fukuyama (2002) berpendapat, unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan (trust) orang-orang akan bisa bekerja sama secara lebih efektif. Modal sosial di negara-negara yang kehidupan sosial dan ekonominya sudah modern dan kompleks. Elemen modal sosial adalah kepercayaan (trust) karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial dengan kepercayaan. Fukuyama (2002: 36) menambahkan kepercayaan (trust) adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku dalam komunitas yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur dan kooperatif. Hal lainnya pun dikemukakan oleh Lawang (2004) kepercayaan adalah rasa percaya yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk saling berhubungan. Ada tiga hal yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu: 1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Sesorang percaya pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang-orang dalam institusi itu bertindak. 2) Harapan yang akan terkandung dalam hubangan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak. 3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. 2. Networking (Jaringan) Menurut Coleman (1998) jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. Jaringan sosial juga menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait baik langsung maupun tidak langsung. Membahas jaringan sosial, tentu saja tidak bisa terlepas dari komunikasi yang terjalin antar individu (interpersonal 12 communication) sebagai unit analisis dan perubahan prilaku yang disebabkannya. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar individu (interpersonal communication) yang memfokuskan pada pertukaran informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan bersama dan pengertian bersama (Rogers & Kincaid 1980). Coleman (1998) sebagai salah satu seorang penggagas konsep modal sosial, melihat bahwa jaringan (networks) dalam modal sosial merupakan konsekuensi yang telah ada ketika kepercayaan diterapkan secara meluas dan didalamnya terdapat hubungan timbale balik yang terjalin dalam masyarakat dengan adanya harapan-harapan dalam masyarakat. Granovetter dalam Mudiarta (2009) menjelaskan gagasan mengenai pengaruh struktur sosial terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan terhadap manfaat ekonomis khususnya menyangkut kualitas informasi. Menurutnya terdapat empat prinsip utama yang melandasi pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh antara jaringan sosial dengan manfaat ekonomi, yakni: Pertama, norma dan kepadatan jaringan (network density). Kedua, lemah atau kuatnya ikatan (ties) yakni manfaat ekonomi yang ternyata cenderung didapat dari jalinan ikatan yang lemah. Dalam konteks ini ia menjelaskan bahwa pada tataran empiris, informasi baru misalnya, akan cenderung didapat dari kenalan baru dibandingkan dengan teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang hampir sama dengan individu, dan kenalan baru relatif membuka cakrawala dunia luar individu. Ketiga, peran lubang struktur (structural holes) yang berada di luar ikatan lemah ataupun ikatan kuat yang ternyata berkontribusi untuk menjembatani relasi individu dengan pihak luar. Keempat, interpretasi terhadap tindakan ekonomi dan non ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang dilakukan dalam kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya. Dalam hal ini Granovetter menyebutnya ketertambatan tindakan non ekonomi dalam kegiatan ekonomi sebagai akibat adanya jaringan sosial. 3. Norm (Norma) Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam 1993 dalam Suharto 2006). Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. Sementara Lawang (2004) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepentingan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai berikut: 13 a) Norma itu muncul dari pertukuran yang saling menguntungkan, artinya kalau pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu, norma yang muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang terus-meneruas menjadi sebuah kewajiban sosial yang harus dipelihara. b) Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak, akan diberi sanksi negativ yang sangat keras. c) Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga. Uphoff (2000) menjelaskan unsur-unsur modal sosial dirinci menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Kategori struktural berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial. Peranan (roles) dan aturan (rules) mendukung empat fungsi dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk tindakan kolektif, yaitu pembuatan keputusan, mobilisasi dan pengelolaan sumberdaya, komunikasi dan koordinasi, dan resolusi konflik. Hubunganhubungan sosial membangun pertukaran (exchange) dan kerjasama (cooperation) yang melibatkan barang material maupun non material. Hubungan-hubungan sosial membentuk jejaring (networks). Peranan, aturan, dan jejaring memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan (mutually beneficial collective action/MBCA). Kategori kognitif datang dari proses mental yang menghasilkan gagasan/pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi. Norma, nilai, sikap, dan kepercayaan memunculkan dan menguatkan saling ketergantungan positif dari fungsi manfaat dan mendukung MBCA. Terdapat dua orientasi, yaitu orientasi ke arah pihak/orang lain dan orientasi mewujudkan tindakan. Orientasi pertama, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan kepada pihak lain, bagaimana seseorang harus berfikir dan bertindak ke arah orang lain. Kepercayaan (trust) dan pembalasan (reciprocation) merupakan cara membangun hubungan dengan orang lain. Sedangkan tujuan membangun hubungan sosial adalah solidaritas. Kepercayaan (trust) dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan (belief) untuk membuat kerjasama dan kedermawanan efektif. Solidaritas juga dibangun berdasarkan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk membuat kerjasama dan kedermawanan bergairah. Orientasi Kedua, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan untuk mewujudkan tindakan (action), bagaimana seseorang harus berkemauan untuk bertindak. Kerjasama (cooperation) merupakan cara tindakan 14 bersama dengan yang lain. Sedangkan tujuan dari tindakan adalah kedermawanan (generosity). Kerjasama dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan (belief) untuk memunculkan harapan bahwa pihak/orang lain akan bersedia kerjasama dan membuat tindakannya efektif. Kedermawanan juga dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk memunculkan harapan bahwa “moralitas yang tinggi akan mendapat penghargaan (virtue will be rewarded)”. Unsur-unsur modal sosial berdasarkan kategori struktural dan kognitif disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kategori Modal Sosial Kategori Sumber dan perwujudannya/manifestasi Domain/ranah Faktor-faktor dinamis Elemen umum Struktural Kognitif Peran dan aturan Norma-norma Jaringan dan hubungan Nilai-nilai antar Sikap pribadi lainnya Keyakinan Prosedur-prosedur dan preseden-preseden Organisasi sosial Budaya sipil/kewargaan Hubungan horisontal Kepercayaan, solidaritas, Hubungan vertikal kerjasama, kemurahan Harapan yang mengarah pada perilaku kerjasama, yang akan menghasilkan manfaat bersama Harapan yang mengarah pada perilaku kerjasama, yang akan menghasilkan manfaat bersama Sumber: Uphoff (2000) Dua kategori pembentuk unsur modal sosial tersebut secara intrinsik saling terkait. Walaupun peran, aturan, jaringan preseden dan prosedur dapat diamati di dalamnya, itu semua tetap datang dari hasil proses kognitif. Aset modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik (Uphoff 2000). Pariwisata Konsep Pariwisata Pariwisata menurut UU no. 9/1990 merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara, serta perjalanan itu sebagian atau seluruhnya bertujuan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut Yoeti ( 1996:12) seringkali pariwisata dianggap sebagai bingkai ekonomi, padahal ia merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi, lingkungan, sosial budaya yang bersifat global. Manfaat daripada pelestarian sektor pariwisata antara lain: (i) pelestarian budaya dan adat istiadat; (ii) peningkatan kecerdasan masyarakat; (iii) peningkatan kesehatan dan kesegaran; (iv) terjaganya sumber daya alam dan lingkungan lestari; (v) terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan leluhur; dsb. 15 Dasar hukum pengembangan pariwisata yang sesuai dengan prinsip pengembangan adalah Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan tentang Pembangunan Kepariwisataan (Pasal 6: Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata, Pasal 8: 1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. 2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional. Pasal 11: Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.) serta UUNo 10 tahun 2009 tentang Kawasan Strategis (Pasal 12: 1) Aspek-aspek penetapan kawasan strategis pariwisata). Wisata adalah salah satu kegiatan yang dibutuhkan setiap manusia. Dalam Undang-undang No. 10 tahun 2009, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara. Goeldner (2003) melihat pariwisata dari empat perspektif yang berbeda yaitu dari wisatawan, pebisnis yang menyediakan pelayanan bagi wisatawan, pemerintah setempat dan masyarakat setempat. Dengan melihat keempat persperktif tersebut, Goeldner (2003) mendefinisikan pariwisata sebaga proses, kegiatan dan hasil yang didapat dari hubungan dan interaksi antara wisatawan, tourism-suppliers, pemerintah setempat, masyarakat setempat dan lingkungan sekitar yang dilibatkan ketertarikan dan tuan rumah dari pengunjung, “Tourism may be defined as processes, activities, and outcomes rising from the relationships and the interactions among tourist, tourism-suppliers, host governments, host communities, and surrounding enironments that are involved in the attracting and hosting of visitor” (Goeldner 2003) Pengembangan Pariwisata Budaya Pariwisata Budaya adalah salah satu jenis pariwisata yang menjadikan budaya sebagai daya tarik utama. International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) (2012) menyatakan pariwisata budaya meliputi semua pengalaman yang didapat oleh pengunjung dari sebuah tempat yang berbeda dari lingkungan tempat tinggalnya. Dalam pariwisata budaya pengunjung diajak untuk mengenali budaya dan komunitas lokal, pemandangan, nilai dan gaya hidup lokal, museum dan tempat bersejarah, seni pertunjukan, tradisi dan kuliner dari populasi lokal 16 atau komunitas asli. Pariwisata budaya mencakup semua aspek dalam perjalanan untuk saling mempelajari gaya hidup maupun pemikiran (Goeldner, 2003). Timothy dan Nyaupane (2009) menyebutkan bahwa pariwisata budaya yang disebut sebagai heritage tourism biasanya bergantung kepada elemen hidup atau terbangun dari budaya dan mengarah kepada penggunaan masa lalu yang tangible dan intangible sebagai riset pariwisata. Hal tersebut meliputi budaya yang ada sekarang, yang diturunkan dari masa lalu, pusaka non-material seperti musik, tari, bahasa, agama, kuliner tradisi artistik dan festival dan pusaka material seperti lingkungan budaya terbangun termasuk monumen, katredal, museum, bangunan bersejarah, kastil, reruntuhan arkeologi dan relik. Ahimsa-Putra (2004) mendefinisikan wisata budaya yang lestari (sustainable) adalah wisata budaya yang dapat dipertahankan keberadaannya. Tumbuhnya model pariwisata budaya yang berkelanjutan atau sustainable cultural tourism tampak sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pariwisata yang terlalu menekankan tujuan ekonomi (Suranti, 2005), yang pada dasarnya bertujuan agar eksistensi kebudayaan yang ada selalu diupayakan untuk tetap lestari. Untuk mempertahankan keberadaan suatu wisata budaya maka harus mempertahankan pula budaya menjadi daya tarik utama dari wisata ini. Dengan kata lain harus ada pengelolaan pusaka budaya yang baik. Menurut McKercher dan du Cros (2002), pertumbuhan pariwisata budaya bertepatan dengan timbulnya apresiasi massa dalam kebutuhan untuk menjaga dan mengkonservasi aset budaya dan pusaka budaya yang mulai berkurang. Selanjutnya, mereka menyatakan bahwa pariwisata bisa dilihat sebagai pisau bermata dua bagi komunitas pengelolaan pusaka budaya. Di satu sisi, kebutuhan wisata memberikan justifikasi politik dan ekonomi yang kuat untuk memperluas kegiatan konservasi. Akan tetapi di sisi lain, peningkatan kunjungan, pemakaian yang berlebihan, pemakaian yang tidak pantas dan komodifikasi aset yang sama tanpa menghargai nilai budaya yang memberikan ancaman bagi integritas aset. Pengkomodifikasian tersebut seringkali bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan pusaka budaya. MacCannel (1992) dan Greenwood (1989) dalam Soeriaatmaja, (2005) mempermasalahkan “pengkomoditasan” (commodification) budaya dimana budaya menjadi pelayan dari konsumerisme sehingga nilai-nilai mendalam, fungsi-fungsi sosial dan authenticity (keaslian) hilang menjadi sesuatu yang dangkal. Soeriaatmaja menjelaskan bahwa istilah authenticity bisa mencerminkan suatu benda, budaya atau lingkungan secara sebenar-benarnya. Pengelolaan Wisata Budaya Strategi Pengelolaan Pariwisata Strategi pengembangan Kawasan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) meliputi: 1) Aspek Regulasi. Penguatan Instrumen kebijakan dan penguatan sistem regulasi pariwisata dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan 17 untuk mendukung potensi pariwisata. Kelemahan yang mendasar pada birokrasi tidak lain adalah kelemahan dalam sistem koordinasi. Pada pemerintahan sekarang ini, banyak kebijakan lintas sektoral yang terbengkalai karena masalah birokrasi.Jika hendak mengatasi masalah itu, kita perlu membangun sistem koordinasi yang diwajibkan UU agar sektor terkait memberikan dukungan kuat terhadap kebijakan dan program untuk pencapaian tujuan dan sasaran pariwisata serta efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. 2) Aspek Manajemen Pembangunan Sarana Prasarana ODTW yang menunjang dan mencakup pengembangan infrastruktur kawasan wilayah pariwisata. Peningkatan dukungan sarana prasarana serta infrastruktur pendukungnya guna menunjang aksesibilitas objek dan atau kawasan yang telah ada. Adanya sarana dan prasarana yang representatif pada kawasan site wisata merupakan daya tarik tertentu untuk dikunjungi wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. Namun, kondisi sarana dan prasarana tersebut belum memadai. Pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya tarik wisata serta meningkatkan keterpaduan perencanaan pengembangan wilayah yang mampu menjadi penggerak perekonomian lokal daerah secara berkesinambungan. Dalam hal ini peran Infrastruktur merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan kawasan pariwisata. Pengembangan komponen ini tergantung pada variabel pelayanan pendukungnya, seperti jumlah penduduk, variabel dan skala pelayanan, sumberdaya alam/fisik yang tersedia, sistem jaringan transportasi dan distribusi.Adapun pembangunan prasarana dan prasana infra-struktur yang non-fisik materil dalam tulisan ini ditujukan pada pembangunan atau rekonstruksi kepariwisataan oleh masyarakat. Konsep pengembangan infrastruktur kawasan pariwisata merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan kawasan pariwisata. Pengembangan sistem transportasi di kawasan perencanaan merupakan bagian integral terhadap pengembangan sistem transportasi daerah secara keseluruhan. Maka diperlukan pengemasan ulang (re-packaging) secara menyeluruh serta strategi yang lebih pas mengenai pengembangan potensi wisata dengan manajemen dan konsep yang baik dan internalisasi nilainilai yang mendukung kepariwisataan itu sendiri, sehingga yang menjadi perhatian dalam pengembangan kawasan pariwisata adalah aspek pendukung dalam dunia pariwisata tentunya perlu sarana dan prasarana pendukung seperti membangun infrastruktur penunjang seperti fasilitas umum, tourist information, art trade, fasilitas jalan, transportasi, akomodasi, dan pos pengamanan serta akses penerangan. 3) Aspek Manajemen Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan 18 secara operasional serta koordinasi agar memiliki efisiensi tinggi. Meningkatkan kapabilitas dan efektifitas institusi kelembagaan terhadap fungsi dan peran dalam pembangunan pariwisata ditinjau dari aspek keterpaduan koordinasi dan interaksi yang sinergis antar stakeholder terkait. Koordinasi dan peran serta keterlibatan dan keterpaduan program antar stakeholder maupun sektor terkait dalam pengembangan kebudayaan dan pariwisata masih sangat kurang. Pengembangan kawasan wisata merupakan salah satu konsep pengembangan jaringan. Pola pengembangan jaringan pariwisata memerlukan kerjasama antar pemerintah daerah maupun sektor swasta secara sinergis. 4) Aspek SDM. Menggalang kapabilitas dan kemampuan SDM profesional serta mempunyai etos kerja yang tinggi dan senantiasa mengikuti dan meningkatkan penguasaan IPTEK dalam pengelolaan kawasan pariwisata. Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pariwisata yang profesional dan berkemampuan tinggi dirasakan sampai saat ini, yang mana human resources ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan yakni the right man and the right place. Pelaku pariwisata sangat kurang jumlahnya dan kualitasnya tidak sesuai dengan sumber daya yang ada di dinas maupun di lapangan. Oleh karena itu diperlukan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. 5) Aspek Manajemen Pemasaran dan promosi. Promosi adalah strategi pokok dalam pemasaran suatu industri wisata. Peran serta organisasi – organisasi kepariwisataan mutlak diperlukan melalui program promosi wisata. Tindakan promosi harus berdasarkan pada analisis terhadap situasi dan permintaan pasar terkini. Ini berarti bahwa promosi yang dilakukan harus berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang segmentasi pasar pariwisata, bukan merupakan pendapat dan perasaan penguasa atau pemegang yang memandang perlu atau tidaknya diadakan promosi. Belum optimalnya program promosi dan pemasaran dalam rangka peningkatan misi yang merupakan sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan agar memberikan konstribusi positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pelaksanaan promosi wisata daerah yang belum digarap secara optimal, dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal yang berkunjung. Unsur promosi pariwisata diharapkan menjadi alat utama untuk melakukan destinasi pariwisata. Oleh karena itu pengembangan dan peningkatan usaha-usaha promosi terus divariabelkan dari tahun ke tahun sehingga konstribusi Pendapatan dari sektor kebudayaan dan pariwisata dapat lebih meningkat. 6) Aspek Manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTW dengan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dan mampu 19 memanfaatkan potensi ODTW secara lestari. Pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan produktifitas pengelolaan potensi kawasan wisata (ODTW) yang potensial serta alternatif usaha pariwisata yang kreatif dan inovatif. Aktivitas Pembangunan Pariwisata Konsep kebijakan yang diambil di dalam buku II RPJMN tahun 20102014, khususnya Bab II: Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, pembangunan bidang kebudayaan diprioritaskan pada penguatan jati diri bangsa dan pelestarian budaya yang dilakukan melalui empat focus prioritas: 1. Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman budaya, dengan meningkatkan: (a) pembangunan karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman tentang kesejarahan dan kewawasan kebangsaan; (c) pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalan rangka memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d) pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran dan pertukaran budaya. 2. Peningakatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya, melalui (a) peningkatan perhatian dan kesetaraan pemerintah dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten; (c) pengembangan kesenian seperti seni rupa, seni pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi, pendukung dan penghargaan. 3. Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya, melalui: (a) penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakan di seluruh Indonesia; (b) perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk peninggalan bawah air; (c) pengembangan permuseuman nasional sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan kesejarahan dan kebudayaan; dan (d) penelitian dan pengembangan arkeologi nasional. 4. Pengembangan sumber budaya kebudayaan, melalui (a) pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaan oleh masyarakat luas dibidang kebudayaan, (b) peningkatan jumlah, 20 pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM kebudayaan; (c) peningkatan pendukung sarana dan prasarana dan pengembangan seni dan budaya masyarakat; (d) peningkatan penelitian dan pengembangan kebudayaan; (e) peningkatan kualitas informasi dan basis data kebudayaan; dan (f) pengembangan kemitraan antara pemerintahan pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan swasta. Kegiatan pengembangan Kampung Sindangbarang 1. Serentaun Tradisional Pada Masyarakat Agraris Penelitian Adimihardja (1992) masyarakat Sindangbarang masih sekerabat dengan masyarakat kasepuhan d sekitar komplek konservasi hutan Gunung Halimun, Sukabumi. Kondisi masyarakat Sindangbarang yang masih transisional dan sebagian besar penduduknya sudah beralih menjadi pengrajin industry sepatu membuat peneliti tidak mengambil sistem upacara Sedekah Bumi yang masih dilakukan masyarakat setiap tahun. Kebanyakan upacara Sedekah Bumi yang dilakukan masyarakat Sindangbarang tidak menggunakan ritus-ritus seperti dalam serentaun. 2. Sistem Upacara Upacara Serentaun trasisional mempunyai ritus-ritus yang tidak dapat dipisahkan dengan upacara-upacara lain. Adimihardja (1992) menulis konsep masyarakat kesepuhan di daerah Sukabumi perbatasan dengan Bogor Selatan dan Banten Selatan yang masih menjalani adat tali karuhun dari masa kerajaan Pakwan Pajajaran, meskipun agama masyarakat setempat menurut Adimihardja adalah Islam. Temin tradisional tidak dilihat dari asal upacara tersebut dalam agama Sunda Wiwitan, tetapi lebih pada upacara yang masih menjadi bagian kehidupan masyarakat sehari-hari tanpa unsure komodifikasi. Rangkaian upacara-upacara dari membuka lading hingga memanen padi berangkat dari cara pandang tentang keseimbangan terhadap mikro dan makro kosmos. Cara pandang ini menghasilkan pedoman hidup yang tertuang dalam norma sehari-hari yang tak boleh dilanggar atau tabu. Keseimbangan selalu dijaga dengan berusaha mengontrol diri untuk tetap berada posisi tengah. Dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang dijelaskan oleh Suwarsih Warnaen (1986: 12), terdapat kata-kata “makan sekedar menghilang rasa lapar, minum sekedar menghilangkan rasa haus”. Segala sesuatu dilaksanakan dengan wajar , tidak berlebihan atau berat sebelah. 3. Sistem Mata Pencaharian Sistem mata pencaharian warga kasepuhan adalah lading berpindah.Kegiatan bertani dengan sistem kepercayaan pada nilai-nilai yang diturunkan oleh nenek moyang yaitu menghormati alam agar terhindar dari 21 bencana. Tahun pertama setelah panen bekas lading yang disebut jami diolah dan ditanami berbagai buah-buahan. Lahan tersebut menyerupai hutan buatan yang disebut talun. Jami juga ditanami sayuran. Jami ada yang dibiarkan ditumbuhi semak belukar dan jika bertahun-tahun ditinggalkan maka akan kembali menjadi hutan. Kegiatan berladang dimulai lagi ditempat lain dengan menghitung hari baik dan buruk berdasarkan rasi bintang yang muncul. Menurut Dahlan (2009) ada beberapa ragam kegian di Kampung Budaya Sindang Barang. Tabel 3 Ragam Kegiatan Kampung Budaya Sindangbarang Jenis Kegiatan Aktivitas Seni Reog Tari Jaipong atau Merak Pengenalan Musik Aktivitas Tani Nandur Pare Ngahuma Nutu Pare Pawon Aktivitas Air Marak Lauk Mapay Walungan Aktivitas Sejarah: Napak Tilas Outbond dan Flying Fox Deskripsi Kesenian yang tersiri dari empat orang dengan satu pemimpin. Menggunakan alat musik dog-dog dan menampilkan tarian, nyanyian Kaesenian berupa tarian yang ditampilkan secara solo maupung grup (rampak) dan diiringi musi Degung. Beberapa alat musik tradisional Sunda seperti Angklungm Calungm Dog-Dog, Saron, Goong, Kendang dan sebagainya. Aktivitas menanam padi di sawah Aktivitas menanam padi di lading Aktivitas menanam padi di lisung Aktivitas di dalam dapur, mengenal peralatan dan cara memasak tradisional Sunda Aktivitas di dalam kolam untuk menangkap ikan dan hasilnya menjadi milik wisatawan Aktivitas menyusuri dan bermain di sungai dengan daya tarik sungai yang dipenuhi oleh bebatuan dan air yang jernih Aktivitas mengunjungi beberapa situs bersejarah yang ada di kawasan Sindangbarang Aktivitas menguji ketangkasan, kreativitas, dan game building 22 Dampak dalam Pembangunan Pariwisata Budaya Dampak positif dari pembangunan pariwisata (budaya) yaitu meningkatkan neraca perdagangan, pemenuhan kebutuhab dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik (Ningrum 2014). Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pariwisata (termasuk budaya) sebagai katalisator dalam pembangunan karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Kegiatan ekowisata memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosialbudaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Berdasarkan kacamata ekonomimakro, jelas pariwisata (termasuk budaya) memberikan dampak positif yaitu : 1. Dapat menciptakan kesempatan berusaha. 2. Dapat meningkatkan kesempatan kerja. 3. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masayarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif kcukup besar itu. 4. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. 5. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB) 6. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya. 7. Dapat memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesi dan sebaliknya (Yoeti 2008). Dampak negatif yang terjadi akibat pengembangan pariwisata (termasuk budaya) adalah : 1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang 2. Pembuangan sampah sembarangan, selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman di sekitarnya mati. 3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya 4. Terjadi pemalsuan benda-benda budaya, seperti lukisan atau keramik 5. Terjadinya demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakain anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana kedodoran. 6. Demi dollar wisatawan, upacara adat dijual kepada wisatawan (Mac Kawin dengan adat Bali (Yoeti 2008). Pengembangan wisata tentu saja akan memberikan dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Chohen (1984) dalam Pitana (2006) menyebutkan bahwa dampak wisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi 8 kelompok besar, yaitu dampak terhadap: 23 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Dampak terhadap penerimaan devisa, Dampak terhadap pendapatan masyarakat, Dampak terhadap kesempatan peluang kerja, Dampak terhadap harga-harga, Dampak terhadap distribusi, Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol, Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Sedangkan menurut Tafalas (2010) dampak ekonomi dari adanya pengembangan wisata ialah akan terjadi perubahan variabel pendapatan, mata pencaharian dan pola konsumsi. Proses kepariwisataan mempunyai dampak yang sangat tinggi terhadap eksistensi kebudayaan lokal, yang mampu mentransformasikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Secara teoritis, menurut Wibowo (2007) dampak sosial budaya dapat dikelompokkan dalam sepuluh kelompok besar yaitu: 1. Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk otonomi dan ketergantungannya. 2. Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat. 3. Dampak terhadap dasar-dasar organisasi. 4. Dampak migrasi dari dan ke daerah pariwisata. 5. Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat. 6. Dampak terhadap pola pembagian kerja. 7. Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial. 8. Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan. 9. Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan sosial. 10. Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat. 24 Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengacu kepada konsep modal sosial Uphoff (2000) yang lebih operasional dan unsur-unsurnya terperinci. Uphoff (2000) mengartikan modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan asset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan kemuningkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Uphoff (2000) membagi modal sosial menjadi dua kategori, pertama kategori pertama yaitu unsur struktural yang berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial, khususnya terkait peranan, aturan, preseden dan prosedur serta beragam jaringan yang mendukung kerjasama yang memeberikan manfaat bersama (MBCA). Kategori kedua adalah kognitif yang berkaitan dengan proses mental yang menghasilkan gagasan/ pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideology masyarakat, meliputi norma, nilai, sikap, keyakinan yang berkontribusi pada terciptanya perilaku kerjasama dan MBCA. Pada kategori struktural, unsur yang akan dikaji ditekankan pada peranan (roles), aturan (rules), dan jaringan (networks). Sedangkan pada kategori kognitif, unsur yang akan dikaji ditekankan pada kepercayaan (trust) dan solidaritas (solidarity), kedua unsur tersebut datang dari norma (norms), nilai (value), sikap (attitudes), kepercayaan (belief) yang menciptakan dan memperkuat kesalingtergantungan positif dan mendorong meningkatnya harapan akan aliran manfaat yang dapat dirasakan oleh komunitas pemilik/pengelola.Adapun aktivitas pembangunan pariwisata budaya adalah penguatan jati diri dan karakter bangsa, peningkatan apresiasi seni dan budaya, peningakatan kualitas warisan budaya dan pengembangan sumberdaya kebudayaan. Kerangka pemikiran yang diuraikan tersebut dapat digambarkan sebagaimana disajikan pada Gambar 1. Aktivitas pembangunan pariwisata budaya (X) Penguatan jati diri dan karakter bangsa Peningkatan apresiasi seni dan budaya Peningakatan kualitas warisan budaya Pengembangan sumberdaya kebudayaan Modal Sosial (Y) - Kepercayaan - Nilai dan Norma - Jaringan - Peranan : Berperngaruh Gambar 1 Kerangka Pemikiran 25 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini disajikan adalah diduga jika pengaruh aktivitas pembangunan wisata budaya kuat, maka penguatan modal sosial masyarakat dalam segi peranan, nilai, norma, kepercayaan, dan jaringan kuat. 26 PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di salah satu obyek wisata Setu Babakan atau yang lebih dikenal sebagai Kampung Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yakni: Kawasan Kampung budaya Sindangbarang ini memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kebudayaan yang berbasiskan masyarakat Sunda, dan berpeluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan. Waktu penelitian direncanakan seperti (Lampiran 2). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi, siding skripsi dan perbaikan laporan penelitian. Teknik Pengumpulan Data Pendekatan ini menggunakan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif, karena bertujuan untuk memperkaya data dan lebih memahami situasi yang sedang diteliti. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah metode survey kepada responden menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi 2008). Untuk memperoleh responden, maka ditentukan kerangka percontohan (sampling frame) ialah rumah tangga di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Lampiran 3). Responden diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sample yaitu Simple Random Sampling sebanyak 45 responden.Namun metode pengumpulan sampel selanjutnya akan di tentukan setelah melakukan observasi lapang. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi, kuesioner (Lampiran 4) , serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan dengan menggunakan panduan pertanyaan (Lampiran 5). Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian serta pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini, seperti kantor kelurahan, kantor kecamatan, pengelola obyek wisata, Dinas Pariwisata, Pemerintah Daerah dan sebagainya. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis peluang bekerja dan berusaha responden di bidang wisata, jenis-jenis pekerjaan yang ada di sektor wisata dan non-wisata, serta variabel pendapatan responden. Informan adalah pihak yang dapat mendukung kelancaran dalam penelitian ini dengan memberikan berbagai informasi ataupun data yang mendukung serta 27 berhubungan dengan penelitian ini. Unit analisis dari penelitian ini adalah individu yakni masyarakat pelaku usaha yang berada di sekitar obyek wisata kampung budaya Sindangbarang baik masyarakat lokal maupun pendatang sebagai responden. Tabel 4 Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Data Yang Dikumpulkan Kuesioner Wawancara mendalam Observasi lapang dan dokumnetasi Karakteristik responden Peranan sosial masyarakat Peran norma sosial Peran jaringan sosial Peran kepercayaan Peran solidaritas Variabel pengembangan aktualisasi nilai dan tradisi Variabel pemberdayaan masyarakat Variabel pengembangan promosi Variabel perhatian dan kesetaraan pemerintah Variabel pengembangan kesenian Variabel pendukung sarana prasarana Peranan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata Nilai dan norma masyarakat dalam pengelolaan Variabel kepercayaan Luasan Jaringan Variabel pengembangan aktualisasi nilai dan tradisi Variabel pemberdayaan masyarakat Variabel pengembangan promosi Variabel perhatiaan dan kesetaraan pemerintah Variabel pengembangan kesenian Variabel pendukung sarana prasarana Gambaran umum lokasi Setu Babakan, Kelurahan Serengseng Sawah (gambaran lokasi/ letak geografis) 28 Definisi Operasional Definisi operasional pada variable-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Pembangunan Wisata Budaya Pembangunan wisata budaya (X) merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini variabel independen adalah pembangunan wisata budaya. Modal sosial salah satu bagian penting dalam aktivitas pembangunan wisata budaya. Aktivitas pembangunan wisata budaya dapat dilakukan oleh masyarakat lokal, melihat kebijakan yang tercantum dalam buku II RPJMN tahun 2010-2014, khususnya Bab II: Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, pembangunan bidang kebudayaan diprioritaskan pada penguatan jati diri bangsa dan pelestarian budaya yang dilakukan melalui empat focus prioritas: penguatan jati diri dan karakter bangsa, peningkatan apresiasi seni dan budaya, peningakatan kualitas warisan budaya dan pengembangan sumberdaya kebudayaan.Oleh karena itu, aktivitas pembangunan yang dilakukan dapat melestarikan budaya lokal. Tabel 5 Definisi Operasional Pembangunan Wisata Budaya No Variabel Indikator 1. 1. Mengetahui perilaku masyarakat 2. Menerapkan budaya lokal 3. Mewariskan budaya 2. Definisi Operasional Penguatan jati Pembangunan diri dan wisata dari karakter bangsa karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal dan pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalam rangka memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa. Apresiasi penyediaan sarana terhadap yang memadai keragaman bagi serta kreativitas pengembangan, seni dan budaya pendalaman dan pagelaran seni budaya. Apresiasi dilakukan dengan Mengetahui apresiasi seni melalui pengembangan kegiatan seni Jenis Data Ordinal Skor Ordinal Rendah : 6-8 Tinggi : 9-12 Rendah : 6-8 Tinggi : 9-12 29 3. Kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya 4 Pengembangan sumber budaya kebudayaan pengembangan kesenian serta pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi, pendukung dan penghargaan. Penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakan di seluruh Indonesia pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaan oleh masyarakat luas dibidang kebudayaan. 1. Mengetahui Ordinal sikap masyarakat dalam pengelolaan 2. Tanggung jawab masyarakat dalam perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan budaya 1. Kualitas Nominal informasi pembangunan kebudayaan 2. Pengembangan kemitraan pemerintahan pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan swasta Rendah : 7-10 Tinggi : 11-14 Rendah : 7-10 Tinggi : 11-14 30 Variabel Modal Sosial Modal sosial (Y) adalah variabel yang memberikan reaksi atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel dependen modal sosial. Modal sosial dapat dilihat dari persepsi dari masyarakat lokal: 1. Peranan yaitu perihal atau tindakan spesifik yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat baik formal maupun informal dalam struktur sosial dalam mendukung aktivitas pembangunan pariwisata budaya Setu Babakan. Peranan diukur dari variabelan peranan para pihak (formal maupun informal) melalui ada tidaknya peran para pihak, intensitas pertemuan, jelas/sesuai tidaknya peran dan posisi para pihak dalam pembagian peran dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya Setu Babakan. 2. Aturan yaitu segala ketentuan yang ada dalam kelompok masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis, yaitu berfungsi sebagai pengontrol dan pengatur perilaku masyarakat. Aturan diukur dari variabel pengetahuan, pemahaman, kepatuhan, pelanggaran, sangsi responden, dan pandangan responden terhadap pengetahuan, pemahaman, kepatuhan, pelanggaran, sangsi yang dilakukan oleh masyarakat lain dalam aktivitas pembagunan pariwisata budaya Setu Babakan. 3. Jaringan sosial yaitu pola interaksi sosial yang menggambarkan hubungan antar masyarakat dengan pihak internal maupun eksternal (pengelolaa wisata Setu Babakan) dalam mendukung aktivitas pembangunan wisata Setu Babakan. Jaringan diukur dari ada atau tidak jalinan hubungan baik internal maupun eksternal. 4. Kepercayaan yaitu perasaan percaya dalam berhubungan dengan orang lain yang dimiliki masyarakat dalam mempersepsikan seseorang. Kepercayaan diukur dari pengetahuan masyarakat tentang tahapan pembangunan dengan pengelola wisata. 5. Solidaritas adalah upaya membantu orang lain sebagai wujud perhatian dan kepedulian dari masyarakat terhadap pengelolaan dan pembangunan wisata. Tabel 6 Definisi Operasional Modal Sosial No Variabel 1. Kepercayaan Definisi Indikator Operasional Kepercayaan 1. Mengetahui masyarakat perilaku dalam masyarakat penguatan 2. Mengetahui karakter nilaikepercayaan nilai kearifan masyarakat lokal, Kejujuran 3. Mengetahui Jenis Data Ordinal Skor Rendah : 3-4 Tinggi : 5-6 31 2. Jaringan sosial 3. Aturan pengelolaan kawasan budaya serta pengembangan SDM. Masyarakat yang memiliki partisipasi dan solidaritas yang kuat dalam tahapan pembangunan wisata serta kerjasama dengan berbagai pihak. Nilai-nilai agama dan budaya serta norma-norma yang berlaku untuk memotivasi dalam pembangunan wisata kejujuran pihak-pihak 1. Mengetahui Ordinal partisipasi masyarakat 2. Mengetahui solidaritas dengan pihak-pihak yang terlibat 3. Mengetahui kerjasama dengan pihak pengelola 1. Mengetahui Ordinal sikap dari nilai agama yang berlaku 2. Mengetahui sikap dan nilai budaya yang berlaku Rendah : 3-4 Tinggi : 5-6 Rendah : 3-4 Tinggi : 5-6 Teknik Pemilihan Responden dan Informan Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari responden dan informan yang berada dalam suatu populasi. Populasi adalah keseluruhan objek atau subyek yang telah ditetapkan oleh peneliti secara umum berdasarkan karakteristik tertentu yang telah sitentukan sebelumnya oleh peneliti dan sesuai dengan penelitian yang diteliti. Oleh karena itu, maka populasi dalam penelitian ini adalah unit rumah tangga yang berada di wilayah kelurahan Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sampel adalah bagian yang mewakili populasi dalam penelitian dan mewakili karakteristik yang diteliti. Dalam penyusunan sampel terlebih dahulu ditentukan dengan menggunakan kerangka sampel (lampiran 2) untuk mempermudah peneliti dalam pemilihan responden yang sesuai dengan kriteria untuk penelitian ini. Metode dalam pengambilan sampel menggunakan teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling), metode ini merupakan pengambilan sampel yang mana setiap unit penelitian memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Jumlah penduduk yang diperoleh dari data desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari sebanyak 6852 penduduk yang produktif. Berdasarkan jumlah tersebut 32 maka ditentukan jumlah sampel yang diambil melalui perhitungan rumus Slovin sehingga jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 44,128 orang, atau dibulatkan menjadi 45 orang responden yang diambil dalam jangka waktu satu bulan. 𝑛= 𝑁 6852 6852 = = = 44,128 ≈ 45 2 2 1 + 𝑁𝑒 1 + 6852(0,15) 155,17 Keterangan: n : jumlah sampel N : jumlah populasi e : nilai frekuensi galat 15% Informan dalam penelitian ini tidak dibatasi dengan tujuan untuk memperkaya informasi mengenai permasalahn yang diteliti. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball), yaitu penentuan informan berdasarkan informasi dari informan sebelumnya. Pencaharian data dan informasi menggunakan teknik ini akan berhenti apabila informasi yang didapatkan sudah bersifat jenuh, artinya tidak ada informasi atau pengetahuan baru lagi yang didapat dari kegiatan wawancara. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pengelola wisata Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif yang didapatkan dari hasil kuesioner responden diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Data kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeleminasi data-data yang tidak diperlukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah. penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Penarikan kesimpulan merupakan hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Untuk melihat adanya pengaruh pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial digunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial yang ada di Wisata Setu Babakan, Kelurahan Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. “Model analisis regresi sederhana digunakan untuk melihat pengaruh pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial komunita, yang dikutip dalam buku Walpole (1995:342)” dengan rumus sebagai berikut : 33 𝒀 = 𝒂 + 𝒃𝒙 + 𝒆 Dimana: Y a b x e = Modal Sosial Masyarakat = Konstanta = Koefisien regresi = Pembangunan pariwisata budaya = Standar error Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara pembangunan wisata budaya terhadap modal sosial komunitas digunakan koefesien korelasi (r) yang dikutip dalam buku Walpole (1995: 371) sebagai berikut: 𝑟= 𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑦 √𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 √𝑛 ∑ 𝑦2 − (∑ 𝑦)2 Dimana: r x y n = Koofesien relasi = Pembangunan pariwisata budaya = Modal sosial komunitas = Jumlah responden Apabila nila koefisien korelasi sudah diketahui, maka mendapatkan koefisien determinasi dapat diperoleh dengan menguadratkannya. Fungsi dari koefisien determinasi adalah kemampuan variabel X mempengaruhi variabel Y. Semakin besat koefisien determinasi menunjukkan semakin baik kemampuan X mempengaruhi Y. 2 𝑟 = (𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − (∑ 𝑥)(∑ 𝑦)) 2 √𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 √𝑛 ∑ 𝑦2 − (∑ 𝑦)2 1. Pengujian Hipotesis Instumen penelitian (kuesioner) yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu valid dan reliabel. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner perlu dilakukan pengujian atas kuesioner dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. a. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakn indicator dari variabel. Reliablitas dukur dengan uji statistic cronbach’s alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronch’s alpha >0,06 (Imam Ghozali, 2007: 41) b. Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi 34 bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor variabel. 35 DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, Kusnaka. 1992. Kasepuhan Yang Tumbuh Di Atas Yang Luruh. Bandung: Tarsito Anen, N. 2012. Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah [thesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63118 Azhari, Y. 2015. Modal Sosial Masyarakat dalam Mengembangkan Ekowisata Bahari di Pulau Pramuka DKI Jakarta [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/66322 Baskoro, B & Rukendi, C. 2008. Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas: Suatu Kajian Teoritis. Jurnal Kepariwisataan Indonesia. Vol 3 No. 1, Maret 2008 ISSN 1907-9419. Dapat diunduh dari http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/DHS/1%23.pdf. Dahlan, MZ. 2009. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor (Pendekatan Community Based Planning) [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dapat di unduh di http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44815/A09mzd.p df?sequence=1&isAllowed=y Dewi, D. R. & Hapsari, H. 2012. Kajian Aspek Sosiologi Wisatawan di Objek Agrowisata (Kasus di Kampung Wisata Cinangneng, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat). Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol 17, No. 2, Juli 2012, Hal 121- 138. Dapat diunduh di http://www.stptrisakti.ac.id/puslit/jurnal/JI-PariwisataVol%2017%20No%202-Juli2012.pdf, Hiborang, M. 2013. Strategi Pengelolaan Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Kepulauan Sitaro. Dapat diunduh dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/viewFile/483 3/4358 Mawardi, M.J. 2007. Peranan Social Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat.Komunitas 2, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. Nafila, O. 2013. Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang. Jurnal Perencanaan 36 Wilayah dan Kota.Vol 24 : (65-80). Bandung. Dapat diunduh dari http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wp-content/uploads/2014/04/173-181.pdf Ningrum, I.R. 2014. Analisis Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam Melestarikan Kebudayaan dan Pengembangan Sektor Pariwisata (Di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabpaten Gianyar, Bali)[pdf].[internet].[dikutip tanggal 3 September 2015]. Dapat diunduh dari: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1360/1255 Oktaviyanti, S.S. 2013. Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal di Kawasan Sosrowijayan. Jurnal Nasional Pariwisata. Volume 5, nomer 3, Desember 2013 (201-208) ISSN 14119862. Dapat diunduh dari http://jurnal.ugm.ac.id/tourism_pariwisata/article/download/6693/5256. Rachmawati, E. et. al. Interaksi Sosial Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Alam Di Kawasan Gunung Salak Endah. Dapat diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=86372&val=245. Sumarto, Hetifah Sj. 2009. Inovasi, Patisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Susamto, Dina A. 2008. Hibrida Lokal-Global Pada Politik Komodifikasi Budaya Serentaun Rekontruktif, Upacara Tahunan Masyarakat Sunda, Di Sindangbarang, Kabupaten Bogor [thesis]. Universitas Indonesia. [Dikutip tanggal 16 Februari 2016]. Dapat di unduh dari: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251262-RB00S439hHibrida%20lokal.pdf Syahyuti. 2008. Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol. 25 No.1. Dapat diunduh dari http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE26-1c.pdf. Widodo, S. 2012. Penguatan Modal Sosial Untuk Pengembangan Nafkah Berkelanjutan dan Berkeadilan. Strategi Nafkah keberlanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Dapat diunduh dari http://agribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/PenguatanModal-Sosial-Untuk-Pengembangan-Nafkah-Berkelanjutan-danBerkeadilan.pdf. Yoeti, O.A. 2010. Dasar-dasar Pengertian Hospitaliti dan Pariwisata. PT Alumni, Bandung ------------. 2008. Ekonomi Pariwisata. Kompas, Jakarta 37 ------------. 1980. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung [ID]: Angkasa. 372 halaman. http://www.kemenpar.go.id/userfiles/file/RENSTRAKEMENBUDPAR2010.pdf http://www.kp-sindangbarang.com 38 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian Peta Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Gambar 2. Lokasi Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 39 Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016 Januari Februari Maret April Mei Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi 40 Lampiran 3. Kerangka Sampling DAFTAR PENDUDUK KELURAHAN SERENGSENG SAWAH, JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN NO NAMA UMUR ALAMAT 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 … *Yang akan dijadikan responden adalah sebanyak 45 dengan menggunakan rumus Slovin dan responden akan diambil dari hasil teknik simple random sampling 41 Lampiran 4. Kuesioner Penelitian PENGARUH PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP MODAL SOSIAL KOMUNITAS (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Rohmah Khayati Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor No. Kuesioner Tanggal Wawancara Nama Responden Alamat Responden I. Umum : : : : Responden yang terhormat, Pernyataan di bawah ini hanya semata-mata digunakan untuk data penelitian dalam penyusunan skripsi Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner sesuai dengan penilaian Bapak/Ibu miliki Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama dan bantuan dari Bapak/Ibu yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi angket kusioner penelitian ini. II. Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin b. Umur c. Pendidikan terakhir d. Jumlah tanggungan dalam keluarga e. Lama tinggal di lokasi (tahun) f. Pekerjaan : 1. Laki-Laki 2. Perempuan : ...................................... : ...................................... : ...................................... : ...................................... : ...................................... 42 III. Variabel Pembangunan Wisata Budaya A. Variabel Penguatan Jati Diri dan Karakter Bangsa No 1. Pernyataan Budaya lokal memberikan pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku masyarakat. 2. Kegitan Serentaun mencerminkan variabel penghayatan secara umum dari masyarakat terhadap asumsi, nilai dan norma. Budaya lokal yang dominan secara luas sering tampak sehingga dapat membedakan watak masyarakat betawi asli dengan masyarakat pendatang. Budaya lokal memberikan kemungkinan untuk menciptakan dan melaksanakan pengendalian sehingga dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan perilaku masyarakat. Kegitan Serentaun diterapkan oleh masyarakat melalui upacara, symbol material dan bahasa sehari-hari. Budaya lokal yang ada harus diwariskan kepada anak dan cucu dan harus benarbenar dilestarikan oleh masyarakat lokal 3. 4. 5. 6. Setuju Tidak Setuju B. Variabel Apresiasi Terhadap Keragaman Serta Kreativitas Seni Dan Budaya No Pernyataan 7. Pernahkah anda mengembangkan kemampuan apresiasi seni pada diri anda atau anak anda melalui kegiatan mengenalkan seni budaya lokal seperti: seni tari daerah, pencak silat, menumbuk dan menanam padi, pengenalan alat masak Pernahkah anda mengembangkan kemampuan apresiasi seni melalui kegiatan memahami latar belakang terciptanya karya tari setempat. Pernahkah anda menumbuhkembangkan kemampuan apesiasi seni melalui suatu promosi baik secara online atau secara langsung 8. 9. Pernah Tidak Pernah 43 10. Pernahkah anda menumbuhkembangkan kemampuan apesiasi seni melalui kegiatan ikut merasakan atau melakukan kesenian setempat. Pernahkah anda menumbuhkembangkan kemampuan apesiasi seni melalui kegiatan proses kritis terhadap karya seni melalui analisa baik atau tidak kesenian tersebut. Pernahkah anda menumbuhkembangkan kemampuan apesiasi seni melalui kegiatan menyebutkan bentuk yang tampak pada seni meliputi: gerak, musik, kostum, alat yang mendukung dan rias. 11. 12. C. Variabel Kualitas Perlindungan, Penyelamatan, Pengembangan dan Pemanfaatan Warisan Budaya No Pertanyaan 13. Saya merasa sebagai bagian penting dari pengelolaan wisata budaya terutama dalam pemeliharaan tempat wisata Saya senang tinggal dilingkup komunitas budaya lokal Saya perlu menjaga keutuhan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya Saya merasa memiliki tanggung jawab dalam perlindungan warisan budaya maupun tempat wisata Saya merasa memiliki tanggung jawab dalam penyelamatan warisan budaya maupun tempat wisata Saya merasa memiliki tanggung jawab dalam pemanfaatan peninggalan budaya lokal Saya turut membantu dalam pengembangan revitalisasi sarana dan prasarana 14. 15. 16. 17. 18. 19. No 20. 21. 22. D. Variabel Pengembangan Sumber Budaya Pertanyaan Bagaimana pemahaman anda tentang kawasan Wisata di daerah ini? Bagaimana pengaruh aktivitas pembangunan wisata terhadap kehidupan sehari-hari warga Bagaimana keterlibatan masyarakat setempat dalam pembangunan wisata Setu Babakan? Setuju Tidak Setuju Jawaban a. Paham b. Tidak paham a. Berpengaruh b. Tidak berpengaruh a. Masyarakat berperan besar, berpartisipasi 44 b. 23. 24. 25. Apakah masyarakat pernah diberikan sosialisasi mengenai rencana pengembangan wisata? Berapa kali sosialisasi telah dilakukan? Apakah masyarakat pernah diundang untuk dimintai pendapat/persetujuan atas pembangunan wisata budaya? a. b. aktif dan telibat langsung berperan Masyarakat tidak terlibat Ya, Berapa kali……… Tidak pernah. a. Ya, masyarakat diundang. b. Tidak, pengembangan wisata dilakukan tanpa persetujuan masyarakat. Sejauh yang saudara ketahui, apakah a. Ya, sebagian besar pelaksanaan pengembangan wisata saat ini masyarakat mendukung mendapat dukungan dari masyarakat pembangunan tersebut. setempat? b. Tidak, pembangunan tersebut justru mendapat protes dari warga. IV. Variabel Modal Sosial No 26. Pertanyaan Peranan Dalam menyusun perencanaan pengelolaan wisata, masyarakat harus ikut serta dan terlibat dalam kegiatan tersebut 27. Masyarakat harus terlibat dalam kegiatan pemgambilan keputusan dalam pengelolaan pembangunan wisata 28. Masyarakat akan ikutserta jika pihak pengelola wisata meminta untuk bergotong royong dalam mengerjakan proyek pembangunan wisata 29. Jaringan Sosial Masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan, pengelolaan dan pengawasan pembangunan wisata S Jawaban TS 45 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. Masyarakat memiliki solidaritas dengan bergotong royong dalam pembangunan wisata Adanya kerjasama antara masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan dan pengawasan pembangunan wisata memberikan kesadaran pada masyarakat bahwa peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam memajukan potensi daerah Aturan Nilai-nilai agama memberikan motivasi anda untuk berpartisipasi dalam mengembangkan wisata budaya (promosi, peningkatan kreativitas seni, peningkatan sarana prasarana) Nilai-nilai budaya memberikan motivasi anda untuk berpartisipasi dalam mengembangkan wisata budaya (promosi, peningkatan kreativitas seni, peningkatan sarana prasarana) Adanya aturan dari pemerintah maupun tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyrakat yang menyebabkan saudara ikut berpartisipasi Kepercayaan Saling percaya dalam masyarakat cukup baik dan hal tersebut menyebabkan penguatan karakter dan pekerti terhadap nilai-nilai kearifan lokal Kejujuran dalam pengelolaan cagar budaya, revitalisasi bangunan dan pemeliharaan wilayah dengan masyarakat lokal merupakan hal yang penting demi melestarikan budaya Saling percaya dalam masyarakat cukup baik dan hal tersebut menyebabkan pengembangan SDM terutama di masyarakat Solidaritas Solidaritas masyarakat terhadap pengelolaan wisata sangat tinggi Solidaritas masyarakat terhadap pembangunan wisata sangat tinggi 46 Lampiran 5. Panduan Pertanyaan PANDUAN PERTANYAAN MENDALAM PENGARUH PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP MODAL SOSIAL KOMUNITAS (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Tujuan: Menggali informasi terkait Pengaruh pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial komunitas di Wisata Setu Babakan, Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan Informan : Pihak Perkampungan Budaya Betawi Hari/ tanggal wawancara Lokasi wawancara Nama dan Umur Informan Pekerjaan : : : : Pertanyaan Penelitian 1. Riwayat singkat kampung Sindangbarang yang ditetapkan sebagai Perkampungan Budaya 2. Pemanfaatan yang telah dilakukan pengelola terhadap kawasan wisata 3. Permasalahan atau kendala yang terjadi dalam pengelolaan kawasan wisata 4. Solusi atau tindakan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kawasan 5. Kerja sama yang sudah dilakukan untuk pengembangan pengelolaan wisata 6. Pengelola setuju atau tidak jika melibatkan masyarakat dalam mengelola kawasan wisata? Dalam bentuk apa? 7. Anggaran / biaya yang dikeluarkan / dibutuhkan untuk pengelolaan wisata 8. Pendapatan yang diperoleh 9. Berapa jumlah karyawan/pegawai? Berasal darimana? 10. Jumlah wisatawan dalam satu tahun akhir 11. Apakah pelaku usaha sekitar kawasan merupakan masyarakat lokal atau masyarakat pendatang? 12. Berapa banyak masyarakat lokal dan masyarakat pendatang yang menjadi pelaku usaha? 13. Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini? 14. Peran pihak pengelola dalam mempertahankan keberadaan kampung Sindangbarang? 15. Bentuk kegiatan apa saja yang dilakukan pihak pengelola dalam mempertahankan dan melestarikan budaya lokal? 47 16. Bagaimana pengelola menjadwalkan wisata budaya dalam pertunjukan dan pergelaran seni? 17. Bagaimana pengelola mempromosikan wisata budaya ke wisatawan? 18. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga eksistensi atraksi budaya agar tetap menarik wisatawan? Informan : Tokoh Masyarakat Hari/ tanggal wawancara Lokasi wawancara Nama dan Umur Informan Pekerjaan : : : : Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana sejarah singkat mengenai penetapan Perkampungan Budaya Sindangbarang di Wilayah Desa Pasir Eurit? 2. Apakah ada perundingan dengan masyarakat mengenai penetapan kawasan? 3. Apa mata pencaharian utama masyarakat wilayah ini? 4. Bagaimana sistem norma, nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat? 5. Apakah kawasan wisata Perkampungan Budaya Sindangbarang memberikan kontribusi peningkatan pendapatan pada masyarakat sekitar? 6. Apakah kawasan ini berperan dalam menopang kehidupan ekonomi masyarakat sekitar? 7. Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini? 8. Apakah kawasan ini berpengaruh positif dalam pemeliharaan dan pelestarian budaya lokal? 9. Bagaimana peran anda dalam memperkenalkan budaya lokal terhadap masyarakat pendatang? 10. Apakah anda terlibat di dalam pergelaran maupun pelatihan atraksi budaya di Perkampungan Budaya lokal? 11. Apakah masyarakat sekitar kawasan berpartisipasi mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan budaya lokal? 12. Kegiatan apa saja yang dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan budaya lokal? 13. Apakah pihak pengelola PBB melindungi dan membina secara terus menerus tata kehidupan, seni budaya tradisional lokal? 14. Apa harapan anda untuk kawasan wisata PBB di masa yang akan datang khususnya dalam pemeliharaan dan pelestari budaya? Informan : Wawancara mendalam responden Hari/ tanggal wawancara Lokasi wawancara Nama dan Umur Informan Pekerjaan : : : : 48 Pertanyaan Penelitian 1. 2. 3. 4. 5. Apakah anda masyarakat lokal atau masyarakat pendatang? Sudah berapa lama anda bekerja di kawasan ini? Apa saja yang anda ketahui mengenai wisata budaya di kawasan ini? Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini? Setiap hari apa pergelaran seni musik, tari dan lainnya diadakan? Berapa kali? 6. Menurut anda bagaimana keadaan setu babakan / perkampungan Sindangbarang saat ini? 7. Menurut anda bagaimana hubungan pihak pengelola PBB dengan masyarakat? 8. Apakah masyarakat dilibatkan dalam pengembangan kawasan wisata ini? 9. Apakah ekowisata memberikan kontribusi yang besar pada peningkatan pendapatan rumahtangga? Berapa besar kontribusinya? 10. Apakah lahan yang anda tempati untuk usaha merupakan lahan sendiri? Berapa luasnya? 11. Upaya – upaya apa saja yang anda lakukan untuk tetap menjaga budaya betawi? 12. Apakah masyarakat merasa diuntungkan/dirugikan dengan pembangunan di kawasan ini sebagai Perkampungan Budaya lokal? Jelaskan! 13. Apa harapan anda pada kawasan ini untuk keberlanjutan hidup masyarakat sekitar? 49 Lampiran 6. Dummy table Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Kepercayaan Komunitas Rendah Tinggi Kepercayaan N % N % Aktivitas Pariwisata Penguatan Jati Diri dan Karakter Bangsa Apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya Kualitas Perlindungan, Penyelamatan, Pengembangan dan Pemanfaatan Warisan Budaya Pengembangan Sumber Budaya Total Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Nilai dan Norma Komunitas Rendah Nilai dan Norma N Aktivitas Pariwisata Penguatan Jati Diri dan Karakter Bangsa Apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya Kualitas Perlindungan, Penyelamatan, Pengembangan dan Pemanfaatan Warisan Budaya Pengembangan Sumber Budaya Total Tinggi % N % 50 Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Jaringan Komunitas Rendah Tinggi Jaringan N % N % Aktivitas Pariwisata Penguatan Jati Diri dan Karakter Bangsa Apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya Kualitas Perlindungan, Penyelamatan, Pengembangan dan Pemanfaatan Warisan Budaya Pengembangan Sumber Budaya Total Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Peranan Komunitas Rendah Tinggi Peranan N % N % Aktivitas Pariwisata Penguatan Jati Diri dan Karakter Bangsa Apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya Kualitas Perlindungan, Penyelamatan, Pengembangan dan Pemanfaatan Warisan Budaya Pengembangan Sumber Budaya Total 51 Lampiran 7. Format Catatan Lapang CATATAN LAPANG KE-…. Nama : Umur : Pekerjaan : Topik : Metode : Informan/Responden : Hari & Tanggal : Waktu& Durasi : Tempat : Kondisi & Situasi : DESKRIPSI KESIMPULAN 52 Lampiran 8. Rancangan Skripsi 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Masalah Penelitian 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kegunaan Penelitian 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.2. Kerangka Pemikiran 2.3. Hipotesis 2.4. Definisi Operasional 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Teknik Pengumpulan Data 3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis 4.2. Kondisi Ekonomi 4.3. Kondisi Sosial 5. PENGARUH PEMBANGUNAN WISATA BUDAYA 5.1. Penguatan Jati Diri Dan Karakter Bangsa 5.2. Peningkatan Apresiasi Seni Dan Budaya 5.3. Peningkatan Kualitas Warisan Budaya 5.4. Pengembangan Sumberdaya Kebudayaan 6. BENTUK-BENTUK MODAL SOSIAL MASYARAKAT 6.1. Peranan 6.2. Jaringan 6.3. Aturan 6.4. Kepercayaan 6.5. Solidaritas 7. ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENGARUH PEMBANGUNAN WISATA BUDAYA TERHADAP MODAL SOSIAL MASYARAKAT 8. PENUTUP 8.1. Kesimpulan 8.2. Saran 9. DAFTAR PUSTAKA 10. LAMPIRAN 11. RIWAYAT HIDUP