Modal sosial, pembangunan, pariwisata budaya

advertisement
i
Proposal Skripsi
PENGARUH AKTIVITAS PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA
TEHADAP PENGUATAN MODAL SOSIAL KOMUNITAS
(Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh
Rohmah Khayati
(I34120033)
DEPARTEMENT SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
2016
ii
PERTANYAAN MENGENAI PROPOSAL PENELITIAN DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Aktivitas
Pembangunan Pariwisata Budaya Tehadap Penguatan Modal Sosial
Komunitas (Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” adalah benar saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2016
Rohmah Khayati
NIM. I34120033
iii
ABSTRAK
ROHMAH KHAYATI, Pengaruh Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya
Tehadap Penguatan Modal Sosial Komunitas (Kasus Kampung Budaya
Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat). Dibawah bimbingan SAHARUDDIN
Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan
dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan keindahan alam
yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan
sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. salah satu fungsi dari pariwisata
budaya adalah menjaga identitas, nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang
baik dalam pariwisata budaya dapat mengantisipasi dampak negative globalisasi
yakni masuknya budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal,
perilaku konsumtif dan kapasitas yang dibawa warga Negara asing yang mulai
ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya
modal sosial (Ningrum 2014).
Pengaruh pengelolaan pariwisata budaya berpengaruh terhadap modal sosial pada
komunitas atau masyarakat baik modal sosial struktural maupun kognitif.
Semakin kuat modal sosial yang dimiliki maka akan mendorong pengelolaan
pembangunan yang lebih baik.
Kata kunci : Modal sosial, pembangunan, pariwisata budaya
ABSTRACT
ROHMAH KHAYATI Effect Of Culture Tourism Development Activities to
The Enhancement of Social Capital Community (cases Setu Babakan, Serengseng
Sawah Jagakarsam South Jakarta) . Under direction of SAHARUDIN
The tourism sector in Indonesia is one sector which is the mainstay and economic
development priorities .Potential of wealth and natural beauty that exist in
Indonesia is the attractiveness of an area to improve the source of government
revenue through levies. One of functions of cultural tourism is keeping the
identity, values, and norms of the nation. Good governance in cultural tourism
can anticipate the negative impacts of globalization which is the entry of foreign
culture that is contrary to the local culture, consumer behavior and capacities
brought foreign nationals are being copied by local communities so scraped local
wisdom and declining social capital (Ningrum 2014).
The influence on the management of cultural tourism influence social capital in a
community or society, both structural and cognitive social capital. The stronger
the social capital possessed it will encourage better management.
Keywords : Social Capital, Development, Cultural Tourism
iv
PENGARUH AKTIVITAS PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA
TERHADAP PENGUATAN MODAL SOSIAL KOMUNITAS
(Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh
ROHMAH KHAYATI
I34120033
Proposal Penelitian
Sebagai syarat kelulusan KPM 403
Pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
v
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Dengan ini menyatakan bahwa Proposal Penelitian Skripsi yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Rohmah Khayati
Nomor Pokok
: I34120033
Judul
: Pengaruh Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya
Terhadap Penguatan Modal Sosial Komunitas (Kasus
Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih,
Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan pada Departement Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 18 Februari 2016
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Saharuddin, MSi
NIP. 196412031993031001
Mengetahui
Ketua Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Siti Amanah M.Sc
NIP. 196709031992122001
vi
RIWAYAT HIDUP
Peneliti dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1994 dari Bapak Dwi
Hartono dan Ibu Sulatin.Peneliti merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Peneliti menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Depok, yaitu SD Negeri
Gandul 01 lulus tahun 2006, SMP Negeri 13 Depok lulus tahun 2009, dan SMA
Negeri 6 Depok lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis di terima sebagai salah
satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SNMPTN (Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) undangan dan diterima sebagai
mahasiswa Departement Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Peneliti juga aktif sebagai anggota UKM Lises Gentra Kaheman 20132014, kemudian menjadi anggota Divisi Kominfo UKM Lises Gentra Kaheman
2015-2016. Serta sebagai anggota Redaksi Online di Majalah Komunitas FEMA
Februari-Desember 2014. Pengalaman kerja penulis adalah sebagai asisten
praktikum Mata Kuliah Komunikasi Massa pada tahun 2016.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi
Pustaka berjudul Pengaruh Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap Modal
Sosial Komunitas ini dengan baik. Proposal penelitian ini ditujukan untuk
memenuhi syarat kelulusan
pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Saharuddin sebagai
pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan
hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan
hormat dan terimakasih kepada Ibu Sulatin dan Bapak Dwi Hartono, orang tua
tersayang, serta Dewi Suhandary, adik tercinta sebagai sumber motivasi utama
yang telah membantu serta mendukung segala pilihan penulis. Tidak lupa
terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat angkatan 49, teman-teman di UKM Lises Gentra
Kaheman , serta teruntuk Haerani Aslesmana, Yulinda Devianty, Paramita Dwi
Febriani, Nuraini, Fithriyah Sholihah yang selalu mengisi hari-hari dalam
menempuh pendidikan di KPM yang telah memberi semangat dan dukungan
dalam penyusunan laporan Studi Pustaka ini.
Peneliti mengetahui bahwa karya ini belumlah sempurna, sehingga kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan ini bermanfaat
bagi semua pihak.
Bogor, Februari 2016
Rohmah Khayati
NIM. I34120033
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Masalah Penelitian .............................................................................................. 4
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 5
PENDEKATAN TEORITIS ................................................................................... 6
Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 6
Modal Sosial .................................................................................................... 6
Pariwisata ....................................................................................................... 14
Pengelolaan Wisata Budaya........................................................................... 16
Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 24
Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 25
Definisi Operasional .......................................................................................... 28
PENDEKATAN LAPANGAN ............................................................................. 26
Lokasi dan Waktu .............................................................................................. 26
Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 26
Teknik Pemilihan Responden dan Informan ..................................................... 28
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35
LAMPIRAN .......................................................................................................... 38
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Tabel 1 Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging ................ 10
Tabel 2 Kategori Modal Sosial ............................................................................. 14
Tabel 3 Ragam Kegiatan Kampung Budaya Sindangbarang ................................ 21
Tabel 4 Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data .............................................. 27
Tabel 5 Definisi Operasional Pembangunan Wisata Budaya .............................. 28
Tabel 6 Definisi Operasional Modal Sosial ......................................................... 30
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ........................................................................... 24
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Kelurahan Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta
Selatan ................................................................................................ 38
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... 38
Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016 ..................................... 39
Lampiran 3. Kerangka Sampling .......................................................................... 40
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian ......................................................................... 41
Lampiran 5. Panduan Pertanyaan .......................................................................... 46
Lampiran 6. Format Catatan Lapang ................................................................... 49
Lampiran 7. Rancangan Skripsi ........................................................................... 52
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi
andalan dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan
keindahan alam yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk
meningkatkan sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. Dengan
diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004 yang
memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Daerah untuk mengelola
wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya tanggung jawab dan tuntutan
untuk menggali dan mengembangkan potesi sumber daya yang dimiliki didaerah
dalam rangka menopang perjalanan pembangunan daerah.
Pembangunan di sektor pariwisata, merupakan salah satu bentuk dari
pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan
kepuasan batiniah karena semua manusia memiliki kesempatan untuk mencari
hiburan. Dengan pemenuhan kebutuhan tersebut banyak keuntungan-keuntungan
yang didapatkan dari pihak-pihak pemilik, pengelola dan pihak negara seperti
keuntungan finansial atau membuat suatu daerah tersebut menjadi lebih dikenal.
Namun, jika keuntungan tersebut tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik,
justru akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang merugikan khususnya
kepada masyarakat. Untuk menjamin supaya suatu daerah yang memiliki sektor
pariwisata dapat berkembang dengan baik dan berkelanjutan seta mendatangkan
manfaat bagi manusia meminimalisasi dampak negatif atau konflik yang mungkin
akan timbul maka pengembangan masyarakat pariwisata perlu didahului dengan
kajian mendalam, yakni dengan melakukan penelitian terhadap semua daya
pendukungnya (Wardiyanta 2006:47).
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
dalam rangka bermasyarakat yang dijadikan miliki manusia dengan belajar.
Kebudayaan memiliki tiga wujud (i) ide, gagasan, nilai atau norma; (ii) aktivitas
atau pola tindakan dalam masyarakat; (iii) benda atau hasil karya.
(Koentjaraningrat (1979: 186-187) dalam Oktinaldi (2012:21)
Pariwisata budaya merupakan salah satu fungsi dalam menjaga identitas,
nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang baik dalam pariwisata busaya dapat
mengantisipasi dampak negative globalisasi yakni masuknya budaya asing yang
bertolak belakang dengan budaya lokal, perilaku konsumtif dan kapasitas yang
dibawa warga Negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga
tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial (Ningrum 2014).
Dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya terdapat beberapa
strategi yang dibutuhkan seperti aspek regulasi, aspek manajemen pembangunan
2
sarana dan prasarana ODTW yang menunjang dan mencakup pengembangan
infrastruktur kawasan wilayah pariwisata, aspek manajemen kelembagaan
meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, mekanisme yang
mengatur berbagai kepentingan secara operasional serta koordinasi agar memiliki
efisiensi yang tinggi, aspek SDM, aspek manajemen permasaran dan promosi,
aspek manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik lingkungan dan sosial
ekonomi dari ODTW dengan profesionalisme dan pengelolaan ODTW yang siap
mendukung kegiatan usaha pariwisata dan mampu memanfaatkan potensi ODTW
secara lestari.
Kemampuan pembangunan pariwisata dalam pemenuhan kebutuhan,
berbanding lurus dengan perkembangan global yang semakin pesat, dampak yang
terjadi pun tidak sedikit. Salah satu dampak yang dirasakan adalah klaim budaya
Nusantara. Berawal dari akhir 2007 oleh Negara Malaysia mengklaim Reog
Ponorogo, pada tahun 2008 klaim lagu Rasa Sayange dari Maluku dan pada
Januari 2009 terjadi klaim Batik. Dampak negative lainnya adalah masuknya
budaya asing yang bertolak belakan dengan budaya lokal berpengaruh dengan
perilaku konsmtif dan kapitalis yang dibawa warga negara asing yang mulai ditiru
oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal
sosial.
Kampung Budaya Sindangbarang terletak Desa Pasir eurih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat terletak di desa pasir eurih kecamatan
tamansari kabupaten Bogor Jawa Barat. Berjarak hanya 5 km kota Bogor.
Merupakan Kampung Tertua untuk Wilayah kota dan kab Bogor, berdasarkan
sumber naskah Pantun Bogor dan Babad Pajajaran. Kalau menurut Pantun Bogor
diperkirakan Sindangbarang sudah ada sejak jaman Kerajaan Sunda lebih kurang
abad ke XII.Disinilah dahulu terdapat suatu Kerajaan Bawahan yang bernama
Sindangbarang dengan Ibukotanya Kutabarang. Disinilah menurut cerita rakyat
digemblengnya para satria-satria kerajaan. Disini pula kebudayaan Sunda Bogor
bermula dan bertahan hingga kini dalam wujud Upacara Adat Seren Taun.
Sekilas tentang lokasi, Kampung Budaya Sindangbarang secara geografis
berbatasan dengan Desa Parakan di sebelah Utara, Desa Srigalih di sebelah Timur,
Desa Taman Sari di sebelah selatan dan Desa Sukaresmi di sebelah Barat. Luas
wilayah DesaPasir Eurih 285,394 ha2. Sindangbarang yang terletak di kaki
gunung Salak, mempunyai curah hujan 300 mm, sedang suhunya antara 25 oC
sampai dengan 30 oC. Sindangbarang dilalui beberapa sungai, di sebelah Barat
terletak sungai Ciapus, di bagian Timur sungai Cisadane dan Cipininggading, di
bagian tengah sungai Cipamali, Ciomas dan beberapa sungai kecil lainnya.
3
Pusat Budaya lokal Kampung Sindangbarang menyimpan potensi bagi
generasi muda untuk mengenal berbagai peninggalan berupa seni dan budaya
yang hingga saat ini tetap dilestarikan, salah satunya adalah pencak silat betawi.
Seperti suku-suku lainnya di Tanah Air, seni dan budaya merupakan warisan
leluhur mereka yang diturunkan bagi generasi selanjutnya untuk dilestarikan,
begitu pula dengan Kampung budaya Sindangbarang tidak ketinggalan ikut serta
dalam melestarikan budaya mereka, khususnya di tanah kelahirannya.
Mawardi (2007) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan pemberdayaan
masyarakatnya (ekonominya) di banyak negara termasuk di Indonesia terlalu
menekankan pentingnya peranan modal alam (natural capital) dan modal
ekonomi (economi capital) modern seperti barang-barang modal buatan manusia,
teknologi dan manajemen dan sering mengabaikan pentingnya modal sosial
seperti kelembagaan lokal, kearifan lokal, norma-norma dan kebiasaan lokal.
Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun
komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu modal
sosial untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau
program yang sedang
dilaksanakan. Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja
yang memiliki pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan
yang memiliki semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat
kebaikan sebagai pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan
memberikan implikasi positif kepada produktivitas (output) dan hasil (outcome).
“Komunitas dalam masyarakat tampak semakin tidak terkelola dan
rentan. Sedikit sekali tanda-tanda terbangunnya modal sosial dan
kepercayaan sosial. Situasi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif
untuk pemecahan masalah. Mendorong partisipasi publik dalam
pengambilan keputusan adala bentuk inovasi yang sangat esensia agar
bangsa Indonesia dapat bertahan mengahadapu krisis sekaligus
membangun kapasitas untuk menghadapi globalisasi dan mencegah
dampak negatif desentralisasi. Melalui pendekatan partispatif dan inovatif,
akan dihasilkan solusi yang akan mendorong capaian lebih dari biasanya.
Tanpa itu, sulit dicapai proses percepatan untuk pemecahan masalah.”
(Sumarto 2009)
Masyarakat yang memiliki sikap modal sosial yang tinggi mampu
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan lebih mudah. Saling percaya,
toleransi antara beberapa pihak dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan
baik jaringan internal kelompok, maupun jaringan diluar masyarakat lain.
Pengembangan pariwisata dengan modal sosial dianggap mampu mengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) serta
meningkatkan ekonomi dan lapangan pekerjaan.
4
Masalah Penelitian
Sektor pariwisata yang menjadi andalan dan prioritas pembangunan negara
karena memiliki potensi kekayaan dan keindahan alam serta budaya yang ada
merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan sumber pendapatan
pemerintah. Pembangunan tersebut merupakan salah satu bentuk dari pemenuhan
kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan kepuasan
batiniah karena semua manusia memiliki kesempatan untuk mencari hiburan.
Kemampuan pembangunan pariwisata dalam pemenuhan kebutuhan, berbanding
lurus dengan perkembangan global yang demakin pesat, dampak yang terjadi pun
tidak sedikit. Salah satu dampak yang dirasakan adalah klaim budaya Nusantara.
Berawal dari akhir 2007 oleh Negara Malaysia mengklaim Reog Ponorogo, pada
tahun 2008 klaim lagu Rasa Sayange dari Maluku dan pada Januari 2009 terjadi
klaim Batik. Dampak negative lainnya adalah masuknya budaya asing yang
bertolak belakan dengan budaya lokal berpengaruh dengan perilaku konsmtif dan
kapitalis yang dibawa warga negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal
sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial.
Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun
komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu modal
sosial untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau
program yang sedang
dilaksanakan. Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja
yang memiliki pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan
yang memiliki semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat
kebaikan sebagai pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan
memberikan implikasi positif kepada produktivitas (output) dan hasil (outcome).
Latar belakang penelitian ini mengemukakan bahwa
pariwisata budaya
merupakan salah satu wadah untuk menjaga identitas suatu komunitas. Dampak
globalisasi mengikis kebudayaan dengan informasi dan teknologi secara meluas
hal ini menyebabkan adanya pengaruh aktivitas pembangunan pariwisata budaya,
dari segi pemanfaatan dan pengelolaan serta pelestariaan budaya terhadap
penguatan modal sosial. Oleh karena itu,pertanyaan spesifik pertama dalam
penelitian ini adalah Bagaimana intervensi pengaruh aktivitas pembangunan
pariwisata budaya dalam penguatan modal sosial masyarakat lokal?
Dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya dapat menjadi faktor
penguatan modal sosial. Aktivitas yang dilaksanakan oleh pengelola wisata
mengikut sertakan warga masyarakat sekitar untuk keberlanjutan kegiatan wisata.
Oleh karena itu pertanyaan spesifik kedua dalam penelitian ini adalah faktor
apakah dari aktivitas pembangunan pariwisata budaya yang memperkuat
modal sosial masyarakat? Dan jika pengelola tidak mengikutsertakan atau
dalam pengelolaan hanya bertujuan komersil dan yang berperan hanya
pengunjung maka pertanyaan pertanyaan ketiga adalah faktor apakah dari
5
aktivitas pembangunan pariwisata yang memperlemah modal sosial
masyarakat?
Modal sosial pada penelitian ini dilihat dari individu unit analisinya yaitu
rumah tangga pada masyarakat Setu Babakan, Kelurahan Serengseng Sawah,
Jagakara, Jakarta Selatan. Pembangunan pariwisata budaya yang ada di wilayah
wisata berpengaruh terhadap kepercayaan, trust, solidaritas, jaringan, norma dan
nilai yang terdapat pada individu masyarakat lokal.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah penelitian yang telah dipaparkan, disusunlah tujuan
penelitian untuk menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian tersebut,
yaitu:
1. Mengukur intervensi yang terjadi karena aktivitas pembangunan
pariwisata budaya terhadap modal sosial yang terjadi di masyarakat.
2. Menganalisis faktor pengaruh dari aktivitas pembangunan pariwisata
budaya yang mengakibatkan semakin kuatnya modal sosial masyarakat
lokal.
3. Menganalisis faktor pengaruh dari aktivitas pembangunan pariwisata
budaya yang mengakibatkan semakin lemahnya modal sosial masyarakat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
yang berkepentingan. Penelitian ini berguna untuk
1. Menambah wawasan serta ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengkaji
secara ilmiah mengenai peran masyarakat dalam melestarikan kebudayaan
serta pengaruh pembagunan wisata budaya terhadap modal sosial lokal
2. Menambah literatur dari kalangan akademisi dalam mengakaji Pengaruh
pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial yang dimiliki
masyarakat.
3. Acuan dalam pelaksanaan pengelola kawasan wisata budaya, dimana
dilihatnya hubungan modal sosial dengan pengelola wisata budaya bagi
kalangan non akademisi, seperti masyarakat, swasta, dan pemerintah.
6
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Modal Sosial
Konsep Modal Sosial
Modal sosial dalam pengertiannya memiliki unsur modal yang berarti
memiliki kesamaan dengan modal fisik dan modal manusia. Seperti odal fisik,
modal sosial memerlukan investasi awal dan perawatan berkala, dalam bentuk
interaksi yang berulang atau membangun perilaku kepercayaan. Modal sosial juga
memberikan gambaran yang berbeda dibandingkan modal fisik, modal sosial
manusia (Bastelaer dan Grootaert 2002). Perhatian terhadap konsep ini didorong
oleh masalah yang sama, sebab banyak pengalaman di dunia yang menunjukkan
bahwa inisiatif pembangunan yang tidak mempertimbangkan dimensi manusia
termasuk faktor-faktor seperti nilai, norma, budaya, motivasi, solidaritas, akan
cenderung kurang berhasil dibanding dengan yang mempertimbangkan dimensi
manusia. Sehingga bukan hal yang aneh kalau model pembangunan yang
mengabaikan semua itu akan berujung pada kegagalan. Saat ini, konsep modal
sosial lebih menarik, karena jika berhasil memahaminya, maka dapat berinvestasi
di dalamnya untuk menciptakan aliran manfaat yang lebih besar (Uphoff 2000).
Coleman (1998) menjelaskan modal sosial adalah suatu keragaman entitas
yang empunyai dua karakter umum, yaitu keseumanya mengandung aspek-aspek
struktur sosial, dan memfasilitasi aksi individu dalam struktur tersebu,…modal
sosial dalam hal ini merupakan struktur hubungan antar individu diantara
individu-individunya. Modal sosial tersebut didefinisikan berdasarkan fungsinya,
bukanlah suatu entitas tunggal tetapi terdiri dari sejumlah entitas dengan dua
elemen yang sama yaitu (1) semua terdiri dari aspek struktur-struktur sosial dan
(2) memfasilitasi tindakan-tindakan antara orang perorang dalam struktur. Dalam
hal ini, Coleman (1988) memandang modal sosial dari sudut pandang struktur
sosial yang memiliki berbagai tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan
bersama.
Poli (2007) menjelaskan bahwa modal sosial adalah saling percaya yang
mempersatukan masyarakat sebagai kesatuan hidup yang beradab. Muncul dari
pengalaman bersama yang memuaskan, karena itu diulang-uangi sehingga
membentuk pola prilaku, yang dipertahankan melalui aturan yang disepakati,
sehingga menyatukan masyarakat dalam suatu struktur tertentu. Pengalaman
bersama yang memuaskan dapat muncul secara spontan maupun melalui rekayasa
manajemen. Poli pun menjelaskan mengenai ciri-ciri dari modal sosial seperti:
a. Dimiliki bersama,
b. Dapat digunakan untuk pencapaian tujuan bersama
c. Dapat bertambah dan dapat pula berkurang
d. Kian dibagi-bagi kian bertambah
7
e. Kian tidak dibagi-bagi, kian berkurang.
Putnam dalam Yularmi (2011) mengatakan bahwa, modal sosial mengacu kepada
ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi
koordinasi dan kinerja agar saling menguntungkan. Dia melihat modal sosial
sebagai bentuk barang publik berbeda dengan pengaruhnya terhadap kinerja
ekonomi dan politik pada level kolektif. Dia menekankan bahwa partisipasi orangorang dalam kehidupan asosiasional menghasilkan institusi publik lebih efektif
dan layanan lebih baik.
Modal sosial adalah informasi, kepercayaan, dan norma dari timbal balik
yang melekat dalam jaringan sosial (Woolcock, 1998 dalam Yuliarmi, 2011).
Modal sosial mengacu kepada ciri-ciri organisasi sosial seperti jaringan, norma
dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama saling
menguntungkan. Modal sosial juga menambahkan elemen-elemen subyektif,
proses budaya seperti kepercayaan dan norma dari timbal balik yang memfasilitasi
aksi sosial. Perbedaan ini menunjukkan hubungan timbal balik di antara modal
sosial, organisasi sosial masyarakat, dan jaringan sosial. Jaringan sosial dan
organisasi sosial masyarakat memberikan sumber daya yang dapat digunakan
untuk memfasilitasi aksi. Modal sosial pada gilirannya menghasilkan sumber daya
lebih lanjut yang memberikan kontribusi kepada organisasi sosial masyarakat dan
sumber daya jaringan sosial (Voydanoff dalam Yuliarmi, 2011).
Menurut Uphoff (2000), modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe
sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang
dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Aset
disini diartikan segala sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat untuk membuat
proses produktif di masa mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat
diperluas atau disebarkan dengan mudah. Sedangkan perilaku bermakna sama
positifnya antara apa yang dilakukan untuk orang lain dengan perilaku untuk diri
sendiri. Artinya, perilaku tersebut bermanfaat untuk orang lain dan tidak hanya
diri sendiri. Dalam hal ini, Uphoff (2000) menghubungkan konsep modal sosial
dengan proposisi bahwa hasil dari interaksi sosial haruslah dapat mendorong
lahirnya “manfaat bersama” (Mutually Beneficial Collective Action/MBCA).
Uphoff (2000) menjelaskan unsure-unsur modal sosial yang dirinci
menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Aset
modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek
kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik, asset
struktural datang dari hasil proses kognitif.
Lebih jauh Uphoff (2000), menegaskan bahwa kedua kategori modal
sosial ini memiliki ketergantungan yang sangat kuat, bentuk yang satu
mempengaruhi bentuk yang lain dan keduanya mempengaruhi perilaku individu
hingga mekanisme terbentuknya harapan (ekspektasi). Keduanya terkondisikan
oleh pengalaman dan diperkuat oleh budaya, semangat pada masa tertentu
(zeitgeist), dan pengaruh-pengaruh lainnya.
8
Dalam kajian modal sosial yang dijelaskan oleh beberapa ahli, modal
sosial yang secara garis besat menujukan bahwa modal sosial merupakan peranan
penting dalam suatu organisasi atau pembangunan yang berkelanjutan. Peranan
tersebut mencakup nilai-nilai, norma, aturan, sikap, kepercayaan masyarakat
dalam mengatur hubungan-hubungan sosial dan perilaku secara individu maupun
bersama dalam pemanfaatan sumberdaya secara lestari.
Dimensi dan Tipologi Modal Sosial
Dimensi modal sosial menurut Coleman (2010) mengklasifikasikan modal
kedalam dua tipe yaitu modal manusia (human capital) dan modal sosial (social
capital), dua tipe ini seringkali saling melengkapi.
Dimensi yang menarik perhatian adalah yang terkait dengan tipologi
modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut
konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk bonding/exclusive dan
bridging/ inclusive. Keduanya memiliki implikasi yang berbeda pada hasil-hasil
yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam proses
kehidupan dan pembangunan masyarakat.
Modal sosial terikat adalah cenderung bersifat eksklusif (Hasbullah, 2006).
Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus
sebagai ciri khasnya, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, adalah lebih
berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan dengan berorientasi keluar
(outward looking). Ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada
umumnya homogenius (cenderung homogen).
Di dalam bahasa lain bonding social capital ini dikenal pula sebagai ciri
sacred society. Menurut Putman (1993), pada masyarakat sacred society dogma
tertentu mendominasi dan mempertahankan struktur masyarakat yang totalitarian,
hierarchical, dan tertutup. Di dalam pola interaksi sosial sehari-hari selalu
dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang menguntungkan level hierarki
tertentu dan feodal.
Hasbullah (2006) menyatakan, pada mayarakat yang bonded atau inward
looking atau sacred, meskipun hubungan sosial yang tercipta memiliki variabel
kohesifitas yang kuat, akan tetapi kurang merefleksikan kemampuan masyarakat
tersebut untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang
tumbuh sekedar dalam batas kelompok dalam keadaan tertentu, struktur hierarki
feodal, kohesifitas yang bersifat bonding. Salah satu kehawatiran banyak pihak
selama ini adalah terjadinya penurunan keanggotaan dalam perkumpulan atau
asosiasi, menurunnya ikatan kohesifitas kelompok, terbatasnya jaringan-jaringan
sosial yang dapat diciptakan, menurunnya saling mempercayai dan hancurnya
nilai-nilai dan norma-norma sosial yang tumbuh dan berkembang pada suatu
entitas sosial.
9
Misalnya seluruh anggota kelompok masyarakat berasal dari suku yang
sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang
turun temurun yang telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata perilaku
(code conduct) dan perilaku moral (code of ethics). Mereka lebih konservatif dan
mengutamakan solidarity making dari pada hal-hal yang lebih nyata untuk
membangun diri dan kelompok masyarakatnya sesuai dengan tuntutan nilai-nilai
dan norma-norma yang lebih terbuka.
Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani atau Bridging
Social Capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan,
group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut
didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan,
serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan
mandiri).
Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok
masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan
kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok.
Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan
yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok.
Prinsip kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara,
mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut.
Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam
(kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya
ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut.
Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai
kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain
yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok,
atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan
penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah
merupakan dasar-dasar ide humanitarian.
Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging
social capital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang
budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk
membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan,
kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan
membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan
networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity
yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk
berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima
secara universal.
10
Tabel 1 Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging
Tipologi Social Capital
Bounding
• Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif
• Pembedaan yang kuat antara “orang
kami” dan “orang luar”
• Hanya ada satu alternatif jawaban
• Sulit menerima arus perubahan
• Kurang akomodatif terhadap pihak luar
• Mengutamakan kepentingan kelompok
• Mengutamakan solidaritas kelompok
Bridging
• Terbuka
• Memiliki jaringan yang lebih fleksibel
• Toleran
• Memungkinkan untuk memiliki banyak
alternatif jawaban dan penyelesaian
masalah
• Akomodatif untuk menerima perubahan
• Cenderung memiliki sikap yang altruistik,
humanitarianistik dan universal
Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial
Lubis (2002) dalam Badaruddin (2006) mengemukakan teori modal sosial
lebih lanjut, dimana modal sosial beriintikan elemen-elemen pokok yang
mencakup:
a. Saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty),
kewajaran (fairness), sikap egaliter (egalitarianism), toleransi
(tolerance), tanggung jawab (responsibility), kemurahan hati
(generoity) kerjasama (collaboration/cooperation) dan keadilan
(equity);
b. Jaringan sosial (social networking), yang meliputi adanya
partisipasi(participations), solidaritas (solidarity);
c. Pranata (institution), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki
bersama (shared valueI), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms
and sanctionsI) dan aturanaturan (rules).
Elemen-elemen modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya, melainkan harusdirekreasikan dan ditransmisikan
melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti
keluarga, komunitas, asosiasi sukarela, negara dan sebagainya. Merujuk pada
Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter
kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan
jaringanjaringan (networks). Kasih (2007) mendefinisikan modal sosial sebagai
suatu norma yang muncul secara informal melandasi kerjasama diatara dua atau
lebih individu. Selain pendefinisian tersebut, pada hal ini juga menjelaskan
manfaat umum yang diperoleh dari modal sosial antara lain:
a.
Modal sosial memungkinkan masyarakat memecahkan masalah-masalah
bersama dengan lebih mudah.
b. Modal sosial menumbuhkan rasa saling percaya dalam hubungan sosial
untuk mewujudkan kepentingan bersama.
c. Modal sosial memungkinkan terciptanya jaringan kerja sehingga mudah
mendapatkan informasi. Masyarakat yang memiliki modal sosial lebih
11
mudah bekerjasama mencapai kepentingan bersama baik bidang sosial
maupun ekonomi, dibanding dengan masyarakat sebaliknya.
Flassy et al. (2009), menyatakan bahwa unsur utama dan terpenting dari
modal sosial adalah kepercayaan (trust) sebagai syarat keharusan (necessary
condition) terbangunnya modal sosial dari suatu masyarakat.
Modal sosial mempunyai tiga pilar utama, yaitu:
1.
Trust (Kepercayaan)
Fukuyama (2002) berpendapat, unsur terpenting dalam modal sosial adalah
kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam
kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan (trust) orang-orang akan bisa bekerja
sama secara lebih efektif. Modal sosial di negara-negara yang kehidupan sosial
dan ekonominya sudah modern dan kompleks. Elemen modal sosial adalah
kepercayaan (trust) karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial
dengan kepercayaan. Fukuyama (2002: 36) menambahkan kepercayaan (trust)
adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku
normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama,
demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku
dalam komunitas yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur
dan kooperatif.
Hal lainnya pun dikemukakan oleh Lawang (2004) kepercayaan adalah rasa
percaya yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk saling berhubungan.
Ada tiga hal yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu:
1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut
adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Sesorang percaya
pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang-orang dalam
institusi itu bertindak.
2) Harapan yang akan terkandung dalam hubangan itu, yang kalau
direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak.
3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud.
Ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara
dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu
atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial.
2.
Networking (Jaringan)
Menurut Coleman (1998) jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial
yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. Jaringan sosial juga
menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling
terkait baik langsung maupun tidak langsung. Membahas jaringan sosial, tentu
saja tidak bisa terlepas dari komunikasi yang terjalin antar individu (interpersonal
12
communication) sebagai unit analisis dan perubahan prilaku yang disebabkannya.
Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar
individu (interpersonal communication) yang memfokuskan pada pertukaran
informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan
bersama dan pengertian bersama (Rogers & Kincaid 1980).
Coleman (1998) sebagai salah satu seorang penggagas konsep modal sosial,
melihat bahwa jaringan (networks) dalam modal sosial merupakan konsekuensi
yang telah ada ketika kepercayaan diterapkan secara meluas dan didalamnya
terdapat hubungan timbale balik yang terjalin dalam masyarakat dengan adanya
harapan-harapan dalam masyarakat.
Granovetter dalam Mudiarta (2009) menjelaskan gagasan mengenai pengaruh
struktur sosial terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan terhadap manfaat
ekonomis khususnya menyangkut kualitas informasi. Menurutnya terdapat empat
prinsip utama yang melandasi pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh
antara jaringan sosial dengan manfaat ekonomi, yakni: Pertama, norma dan
kepadatan jaringan (network density). Kedua, lemah atau kuatnya ikatan (ties)
yakni manfaat ekonomi yang ternyata cenderung didapat dari jalinan ikatan yang
lemah. Dalam konteks ini ia menjelaskan bahwa pada tataran empiris, informasi
baru misalnya, akan cenderung didapat dari kenalan baru dibandingkan dengan
teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang hampir sama dengan
individu, dan kenalan baru relatif membuka cakrawala dunia luar individu. Ketiga,
peran lubang struktur (structural holes) yang berada di luar ikatan lemah ataupun
ikatan kuat yang ternyata berkontribusi untuk menjembatani relasi individu
dengan pihak luar. Keempat, interpretasi terhadap tindakan ekonomi dan non
ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang dilakukan dalam
kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya.
Dalam hal ini Granovetter menyebutnya ketertambatan tindakan non ekonomi
dalam kegiatan ekonomi sebagai akibat adanya jaringan sosial.
3.
Norm (Norma)
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang.
Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan
berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk
mendukung iklim kerjasama (Putnam 1993 dalam Suharto 2006). Norma-norma
dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
Sementara Lawang (2004) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari
jaringan dan kepentingan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran
sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai
berikut:
13
a) Norma itu muncul dari pertukuran yang saling menguntungkan, artinya
kalau pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak
saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu,
norma yang muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja.
Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling
menguntungkan dan ini dipegang terus-meneruas menjadi sebuah
kewajiban sosial yang harus dipelihara.
b) Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan
kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang
diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini
yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak,
akan diberi sanksi negativ yang sangat keras.
c) Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak
secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar
prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga.
Uphoff (2000) menjelaskan unsur-unsur modal sosial dirinci menjadi dua
kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Kategori
struktural berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial. Peranan (roles) dan
aturan (rules) mendukung empat fungsi dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk
tindakan kolektif, yaitu pembuatan keputusan, mobilisasi dan pengelolaan
sumberdaya, komunikasi dan koordinasi, dan resolusi konflik. Hubunganhubungan sosial membangun pertukaran (exchange) dan kerjasama (cooperation)
yang melibatkan barang material maupun non material. Hubungan-hubungan
sosial membentuk jejaring (networks). Peranan, aturan, dan jejaring memfasilitasi
tindakan kolektif yang saling menguntungkan (mutually beneficial collective
action/MBCA).
Kategori kognitif datang dari proses mental yang menghasilkan
gagasan/pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi. Norma, nilai, sikap,
dan kepercayaan memunculkan dan menguatkan saling ketergantungan positif
dari fungsi manfaat dan mendukung MBCA. Terdapat dua orientasi, yaitu
orientasi ke arah pihak/orang lain dan orientasi mewujudkan tindakan. Orientasi
pertama, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan kepada
pihak lain, bagaimana seseorang harus berfikir dan bertindak ke arah orang lain.
Kepercayaan (trust) dan pembalasan (reciprocation) merupakan cara membangun
hubungan dengan orang lain. Sedangkan tujuan membangun hubungan sosial
adalah solidaritas. Kepercayaan (trust) dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan
kepercayaan (belief) untuk membuat kerjasama dan kedermawanan efektif.
Solidaritas juga dibangun berdasarkan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk
membuat kerjasama dan kedermawanan bergairah.
Orientasi Kedua, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang
diorientasikan untuk mewujudkan tindakan (action), bagaimana seseorang harus
berkemauan untuk bertindak. Kerjasama (cooperation) merupakan cara tindakan
14
bersama dengan yang lain. Sedangkan tujuan dari tindakan adalah kedermawanan
(generosity). Kerjasama dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan
(belief) untuk memunculkan harapan bahwa pihak/orang lain akan bersedia
kerjasama dan membuat tindakannya efektif. Kedermawanan juga dilandasi oleh
norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk memunculkan harapan bahwa
“moralitas yang tinggi akan mendapat penghargaan (virtue will be rewarded)”.
Unsur-unsur modal sosial berdasarkan kategori struktural dan kognitif disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2 Kategori Modal Sosial
Kategori
Sumber dan
perwujudannya/manifestasi
Domain/ranah
Faktor-faktor dinamis
Elemen umum
Struktural
Kognitif
Peran dan aturan
Norma-norma
Jaringan dan hubungan
Nilai-nilai
antar
Sikap
pribadi lainnya
Keyakinan
Prosedur-prosedur dan
preseden-preseden
Organisasi sosial
Budaya sipil/kewargaan
Hubungan horisontal
Kepercayaan, solidaritas,
Hubungan vertikal
kerjasama, kemurahan
Harapan yang mengarah pada perilaku kerjasama, yang
akan
menghasilkan manfaat bersama Harapan yang mengarah
pada perilaku kerjasama, yang akan
menghasilkan manfaat bersama
Sumber: Uphoff (2000)
Dua kategori pembentuk unsur modal sosial tersebut secara intrinsik saling
terkait. Walaupun peran, aturan, jaringan preseden dan prosedur dapat diamati di
dalamnya, itu semua tetap datang dari hasil proses kognitif. Aset modal sosial
struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek kognitif tidak
dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik (Uphoff 2000).
Pariwisata
Konsep Pariwisata
Pariwisata menurut UU no. 9/1990 merupakan kegiatan perjalanan yang
dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara, serta perjalanan itu sebagian
atau seluruhnya bertujuan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut
Yoeti ( 1996:12) seringkali pariwisata dianggap sebagai bingkai ekonomi, padahal
ia merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi, lingkungan, sosial budaya yang
bersifat global. Manfaat daripada pelestarian sektor pariwisata antara lain: (i)
pelestarian budaya dan adat istiadat; (ii) peningkatan kecerdasan masyarakat; (iii)
peningkatan kesehatan dan kesegaran; (iv) terjaganya sumber daya alam dan
lingkungan lestari; (v) terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan leluhur; dsb.
15
Dasar hukum pengembangan pariwisata yang sesuai dengan prinsip
pengembangan adalah Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan tentang Pembangunan Kepariwisataan (Pasal 6: Pembangunan
kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan
dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan
alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata, Pasal 8: 1) Pembangunan
kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan
nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk
pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. 2) Pembangunan kepariwisataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana
pembangunan jangka panjang nasional. Pasal 11: Pemerintah bersama lembaga
yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.)
serta UUNo 10 tahun 2009 tentang Kawasan Strategis (Pasal 12: 1) Aspek-aspek
penetapan kawasan strategis pariwisata).
Wisata adalah salah satu kegiatan yang dibutuhkan setiap manusia. Dalam
Undang-undang No. 10 tahun 2009, wisata adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat
tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara. Goeldner (2003)
melihat pariwisata dari empat perspektif yang berbeda yaitu dari wisatawan,
pebisnis yang menyediakan pelayanan bagi wisatawan, pemerintah setempat dan
masyarakat setempat. Dengan melihat keempat persperktif tersebut, Goeldner
(2003) mendefinisikan pariwisata sebaga proses, kegiatan dan hasil yang didapat
dari hubungan dan interaksi antara wisatawan, tourism-suppliers, pemerintah
setempat, masyarakat setempat dan lingkungan sekitar yang dilibatkan
ketertarikan dan tuan rumah dari pengunjung, “Tourism may be defined as
processes, activities, and outcomes rising from the relationships and the
interactions among tourist, tourism-suppliers, host governments, host
communities, and surrounding enironments that are involved in the attracting and
hosting of visitor” (Goeldner 2003)
Pengembangan Pariwisata Budaya
Pariwisata Budaya adalah salah satu jenis pariwisata yang menjadikan
budaya sebagai daya tarik utama. International Council on Monuments and Sites
(ICOMOS) (2012) menyatakan pariwisata budaya meliputi semua pengalaman
yang didapat oleh pengunjung dari sebuah tempat yang berbeda dari lingkungan
tempat tinggalnya. Dalam pariwisata budaya pengunjung diajak untuk mengenali
budaya dan komunitas lokal, pemandangan, nilai dan gaya hidup lokal, museum
dan tempat bersejarah, seni pertunjukan, tradisi dan kuliner dari populasi lokal
16
atau komunitas asli. Pariwisata budaya mencakup semua aspek dalam perjalanan
untuk saling mempelajari gaya hidup maupun pemikiran (Goeldner, 2003).
Timothy dan Nyaupane (2009) menyebutkan bahwa pariwisata budaya
yang disebut sebagai heritage tourism biasanya bergantung kepada elemen hidup
atau terbangun dari budaya dan mengarah kepada penggunaan masa lalu yang
tangible dan intangible sebagai riset pariwisata. Hal tersebut meliputi budaya
yang ada sekarang, yang diturunkan dari masa lalu, pusaka non-material seperti
musik, tari, bahasa, agama, kuliner tradisi artistik dan festival dan pusaka material
seperti lingkungan budaya terbangun termasuk monumen, katredal, museum,
bangunan bersejarah, kastil, reruntuhan arkeologi dan relik.
Ahimsa-Putra (2004) mendefinisikan wisata budaya yang lestari
(sustainable) adalah wisata budaya yang dapat dipertahankan keberadaannya.
Tumbuhnya model pariwisata budaya yang berkelanjutan atau sustainable cultural
tourism tampak sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pariwisata yang
terlalu menekankan tujuan ekonomi (Suranti, 2005), yang pada dasarnya bertujuan
agar eksistensi kebudayaan yang ada selalu diupayakan untuk tetap lestari. Untuk
mempertahankan keberadaan suatu wisata budaya maka harus mempertahankan
pula budaya menjadi daya tarik utama dari wisata ini. Dengan kata lain harus ada
pengelolaan pusaka budaya yang baik.
Menurut McKercher dan du Cros (2002), pertumbuhan pariwisata budaya
bertepatan dengan timbulnya apresiasi massa dalam kebutuhan untuk menjaga dan
mengkonservasi aset budaya dan pusaka budaya yang mulai berkurang.
Selanjutnya, mereka menyatakan bahwa pariwisata bisa dilihat sebagai pisau
bermata dua bagi komunitas pengelolaan pusaka budaya. Di satu sisi, kebutuhan
wisata memberikan justifikasi politik dan ekonomi yang kuat untuk memperluas
kegiatan konservasi. Akan tetapi di sisi lain, peningkatan kunjungan, pemakaian
yang berlebihan, pemakaian yang tidak pantas dan komodifikasi aset yang sama
tanpa menghargai nilai budaya yang memberikan ancaman bagi integritas aset.
Pengkomodifikasian tersebut seringkali bertentangan dengan prinsip-prinsip
pengelolaan pusaka budaya. MacCannel (1992) dan Greenwood (1989) dalam
Soeriaatmaja, (2005) mempermasalahkan “pengkomoditasan” (commodification)
budaya dimana budaya menjadi pelayan dari konsumerisme sehingga nilai-nilai
mendalam, fungsi-fungsi sosial dan authenticity (keaslian) hilang menjadi sesuatu
yang dangkal. Soeriaatmaja menjelaskan bahwa istilah authenticity bisa
mencerminkan suatu benda, budaya atau lingkungan secara sebenar-benarnya.
Pengelolaan Wisata Budaya
Strategi Pengelolaan Pariwisata
Strategi pengembangan Kawasan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
meliputi:
1) Aspek Regulasi. Penguatan Instrumen kebijakan dan penguatan sistem
regulasi pariwisata dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan
17
untuk mendukung potensi pariwisata. Kelemahan yang mendasar pada
birokrasi tidak lain adalah kelemahan dalam sistem koordinasi. Pada
pemerintahan sekarang ini, banyak kebijakan lintas sektoral yang
terbengkalai karena masalah birokrasi.Jika hendak mengatasi masalah itu,
kita perlu membangun sistem koordinasi yang diwajibkan UU agar sektor
terkait memberikan dukungan kuat terhadap kebijakan dan program untuk
pencapaian tujuan dan sasaran pariwisata serta efektif untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
2) Aspek Manajemen Pembangunan Sarana Prasarana ODTW yang
menunjang dan mencakup pengembangan infrastruktur kawasan wilayah
pariwisata. Peningkatan dukungan sarana prasarana serta infrastruktur
pendukungnya guna menunjang aksesibilitas objek dan atau kawasan yang
telah ada. Adanya sarana dan prasarana yang representatif pada kawasan
site wisata merupakan daya tarik tertentu untuk dikunjungi wisatawan
lokal dan wisatawan mancanegara. Namun, kondisi sarana dan prasarana
tersebut belum memadai. Pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan
koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan
obyek dan daya tarik wisata serta meningkatkan keterpaduan perencanaan
pengembangan wilayah yang mampu menjadi penggerak perekonomian
lokal daerah secara berkesinambungan. Dalam hal ini peran Infrastruktur
merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan kawasan
pariwisata. Pengembangan komponen ini tergantung pada variabel
pelayanan pendukungnya, seperti jumlah penduduk, variabel dan skala
pelayanan, sumberdaya alam/fisik yang tersedia, sistem jaringan
transportasi dan distribusi.Adapun pembangunan prasarana dan prasana
infra-struktur yang non-fisik materil dalam tulisan ini ditujukan pada
pembangunan atau rekonstruksi kepariwisataan oleh masyarakat. Konsep
pengembangan infrastruktur kawasan pariwisata merupakan salah satu
komponen utama dalam pengembangan kawasan pariwisata.
Pengembangan sistem transportasi di kawasan perencanaan merupakan
bagian integral terhadap pengembangan sistem transportasi daerah secara
keseluruhan. Maka diperlukan pengemasan ulang (re-packaging) secara
menyeluruh serta strategi yang lebih pas mengenai pengembangan potensi
wisata dengan manajemen dan konsep yang baik dan internalisasi nilainilai yang mendukung kepariwisataan itu sendiri, sehingga yang menjadi
perhatian dalam pengembangan kawasan pariwisata adalah aspek
pendukung dalam dunia pariwisata tentunya perlu sarana dan prasarana
pendukung seperti membangun infrastruktur penunjang seperti fasilitas
umum, tourist information, art trade, fasilitas jalan, transportasi,
akomodasi, dan pos pengamanan serta akses penerangan.
3) Aspek Manajemen Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan
kapasitas institusi, mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan
18
secara operasional serta koordinasi agar memiliki efisiensi tinggi.
Meningkatkan kapabilitas dan efektifitas institusi kelembagaan terhadap
fungsi dan peran dalam pembangunan pariwisata ditinjau dari aspek
keterpaduan koordinasi dan interaksi yang sinergis antar stakeholder
terkait. Koordinasi dan peran serta keterlibatan dan keterpaduan program
antar stakeholder maupun sektor terkait dalam pengembangan kebudayaan
dan pariwisata masih sangat kurang. Pengembangan kawasan wisata
merupakan salah satu konsep pengembangan jaringan. Pola
pengembangan jaringan pariwisata memerlukan kerjasama antar
pemerintah daerah maupun sektor swasta secara sinergis.
4) Aspek SDM. Menggalang kapabilitas dan kemampuan SDM profesional
serta mempunyai etos kerja yang tinggi dan senantiasa mengikuti dan
meningkatkan penguasaan IPTEK dalam pengelolaan kawasan pariwisata.
Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pariwisata yang
profesional dan berkemampuan tinggi dirasakan sampai saat ini, yang
mana human resources ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan
yakni the right man and the right place. Pelaku pariwisata sangat kurang
jumlahnya dan kualitasnya tidak sesuai dengan sumber daya yang ada di
dinas maupun di lapangan. Oleh karena itu diperlukan pendidikan dan
pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan Kebudayaan dan
Pariwisata.
5) Aspek Manajemen Pemasaran dan promosi. Promosi adalah strategi pokok
dalam pemasaran suatu industri wisata. Peran serta organisasi – organisasi
kepariwisataan mutlak diperlukan melalui program promosi wisata.
Tindakan promosi harus berdasarkan pada analisis terhadap situasi dan
permintaan pasar terkini. Ini berarti bahwa promosi yang dilakukan harus
berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang segmentasi pasar
pariwisata, bukan merupakan pendapat dan perasaan penguasa atau
pemegang yang memandang perlu atau tidaknya diadakan promosi. Belum
optimalnya program promosi dan pemasaran dalam rangka peningkatan
misi yang merupakan sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan agar
memberikan konstribusi positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pelaksanaan promosi wisata daerah yang belum digarap secara optimal,
dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan
lokal yang berkunjung. Unsur promosi pariwisata diharapkan menjadi alat
utama untuk melakukan destinasi pariwisata. Oleh karena itu
pengembangan dan peningkatan usaha-usaha promosi terus divariabelkan
dari tahun ke tahun sehingga konstribusi Pendapatan dari sektor
kebudayaan dan pariwisata dapat lebih meningkat.
6) Aspek Manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan
sosial ekonomi dari ODTW dengan profesionalisme dan pola pengelolaan
ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dan mampu
19
memanfaatkan potensi ODTW secara lestari. Pembangunan, pemeliharaan
dan peningkatan produktifitas pengelolaan potensi kawasan wisata
(ODTW) yang potensial serta alternatif usaha pariwisata yang kreatif dan
inovatif.
Aktivitas Pembangunan Pariwisata
Konsep kebijakan yang diambil di dalam buku II RPJMN tahun 20102014, khususnya Bab II: Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, pembangunan
bidang kebudayaan diprioritaskan pada penguatan jati diri bangsa dan pelestarian
budaya yang dilakukan melalui empat focus prioritas:
1. Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman
budaya, dengan meningkatkan: (a) pembangunan karakter dan pekerti
bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman
tentang kesejarahan dan kewawasan kebangsaan; (c) pelestarian,
pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalan rangka
memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d)
pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi
kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran dan
pertukaran budaya.
2. Peningakatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan
budaya, melalui (a) peningkatan perhatian dan kesetaraan pemerintah
dalam program-program seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat
dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan
budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan,
pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota
kabupaten; (c) pengembangan kesenian seperti seni rupa, seni
pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis
budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam
pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi,
pendukung dan penghargaan.
3. Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan
pemanfaatan warisan budaya, melalui: (a) penetapan dan pembentukan
pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi
museum dan perpustakan di seluruh Indonesia; (b) perlindungan,
pengembangan, dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk
peninggalan bawah air; (c) pengembangan permuseuman nasional
sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan kesejarahan dan
kebudayaan; dan (d) penelitian dan pengembangan arkeologi nasional.
4. Pengembangan sumber budaya kebudayaan, melalui
(a)
pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian,
penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaan oleh
masyarakat luas dibidang kebudayaan, (b) peningkatan jumlah,
20
pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM
kebudayaan; (c) peningkatan pendukung sarana dan prasarana dan
pengembangan seni dan budaya masyarakat; (d) peningkatan penelitian
dan pengembangan kebudayaan; (e) peningkatan kualitas informasi
dan basis data kebudayaan; dan (f) pengembangan kemitraan antara
pemerintahan pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan swasta.
Kegiatan pengembangan Kampung Sindangbarang
1. Serentaun Tradisional Pada Masyarakat Agraris
Penelitian Adimihardja (1992) masyarakat Sindangbarang masih sekerabat
dengan masyarakat kasepuhan d sekitar komplek konservasi hutan Gunung
Halimun, Sukabumi. Kondisi masyarakat Sindangbarang yang masih transisional
dan sebagian besar penduduknya sudah beralih menjadi pengrajin industry sepatu
membuat peneliti tidak mengambil sistem upacara Sedekah Bumi yang masih
dilakukan masyarakat setiap tahun. Kebanyakan upacara Sedekah Bumi yang
dilakukan masyarakat Sindangbarang tidak menggunakan ritus-ritus seperti dalam
serentaun.
2. Sistem Upacara
Upacara Serentaun trasisional mempunyai ritus-ritus yang tidak dapat
dipisahkan dengan upacara-upacara lain. Adimihardja (1992) menulis konsep
masyarakat kesepuhan di daerah Sukabumi perbatasan dengan Bogor Selatan dan
Banten Selatan yang masih menjalani adat tali karuhun dari masa kerajaan
Pakwan Pajajaran, meskipun agama masyarakat setempat menurut Adimihardja
adalah Islam. Temin tradisional tidak dilihat dari asal upacara tersebut dalam
agama Sunda Wiwitan, tetapi lebih pada upacara yang masih menjadi bagian
kehidupan masyarakat sehari-hari tanpa unsure komodifikasi.
Rangkaian upacara-upacara dari membuka lading hingga memanen padi
berangkat dari cara pandang tentang keseimbangan terhadap mikro dan makro
kosmos. Cara pandang ini menghasilkan pedoman hidup yang tertuang dalam
norma sehari-hari yang tak boleh dilanggar atau tabu. Keseimbangan selalu dijaga
dengan berusaha mengontrol diri untuk tetap berada posisi tengah. Dalam naskah
Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang dijelaskan oleh Suwarsih Warnaen
(1986: 12), terdapat kata-kata “makan sekedar menghilang rasa lapar, minum
sekedar menghilangkan rasa haus”. Segala sesuatu dilaksanakan dengan wajar ,
tidak berlebihan atau berat sebelah.
3. Sistem Mata Pencaharian
Sistem mata pencaharian warga kasepuhan adalah lading
berpindah.Kegiatan bertani dengan sistem kepercayaan pada nilai-nilai yang
diturunkan oleh nenek moyang yaitu menghormati alam agar terhindar dari
21
bencana. Tahun pertama setelah panen bekas lading yang disebut jami diolah dan
ditanami berbagai buah-buahan. Lahan tersebut menyerupai hutan buatan yang
disebut talun. Jami juga ditanami sayuran. Jami ada yang dibiarkan ditumbuhi
semak belukar dan jika bertahun-tahun ditinggalkan maka akan kembali menjadi
hutan. Kegiatan berladang dimulai lagi ditempat lain dengan menghitung hari baik
dan buruk berdasarkan rasi bintang yang muncul.
Menurut Dahlan (2009) ada beberapa ragam kegian di Kampung Budaya
Sindang Barang.
Tabel 3 Ragam Kegiatan Kampung Budaya Sindangbarang
Jenis Kegiatan
Aktivitas Seni
Reog
Tari Jaipong atau Merak
Pengenalan Musik
Aktivitas Tani
Nandur Pare
Ngahuma
Nutu Pare
Pawon
Aktivitas Air
Marak Lauk
Mapay Walungan
Aktivitas Sejarah: Napak Tilas
Outbond dan Flying Fox
Deskripsi
Kesenian yang tersiri dari empat orang
dengan satu pemimpin. Menggunakan
alat musik dog-dog dan menampilkan
tarian, nyanyian
Kaesenian
berupa
tarian
yang
ditampilkan secara solo maupung grup
(rampak) dan diiringi musi Degung.
Beberapa alat musik tradisional Sunda
seperti Angklungm Calungm Dog-Dog,
Saron,
Goong,
Kendang
dan
sebagainya.
Aktivitas menanam padi di sawah
Aktivitas menanam padi di lading
Aktivitas menanam padi di lisung
Aktivitas di dalam dapur, mengenal
peralatan dan cara memasak tradisional
Sunda
Aktivitas di dalam kolam untuk
menangkap ikan dan hasilnya menjadi
milik wisatawan
Aktivitas menyusuri dan bermain di
sungai dengan daya tarik sungai yang
dipenuhi oleh bebatuan dan air yang
jernih
Aktivitas mengunjungi beberapa situs
bersejarah yang ada di kawasan
Sindangbarang
Aktivitas
menguji
ketangkasan,
kreativitas, dan game building
22
Dampak dalam Pembangunan Pariwisata Budaya
Dampak positif dari pembangunan pariwisata (budaya) yaitu
meningkatkan neraca perdagangan, pemenuhan kebutuhab dalam negeri yang
tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik (Ningrum 2014). Yoeti (2008)
mengemukakan bahwa pariwisata (termasuk budaya) sebagai katalisator dalam
pembangunan karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan
perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Kegiatan ekowisata
memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosialbudaya, ekonomi, dan
lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif.
Berdasarkan kacamata ekonomimakro, jelas pariwisata (termasuk budaya)
memberikan dampak positif yaitu :
1. Dapat menciptakan kesempatan berusaha.
2. Dapat meningkatkan kesempatan kerja.
3. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan
pendapatan masayarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari
pengeluaran wisatawan yang relatif kcukup besar itu.
4. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah.
5. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto
(GDB)
6. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan
sektor ekonomi lainnya.
7. Dapat memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran
mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca
pembayaran Indonesi dan sebaliknya (Yoeti 2008).
Dampak negatif yang terjadi akibat pengembangan pariwisata (termasuk
budaya) adalah :
1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia
kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang
2. Pembuangan sampah sembarangan, selain menyebabkan bau tidak sedap,
juga membuat tanaman di sekitarnya mati.
3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya
4. Terjadi pemalsuan benda-benda budaya, seperti lukisan atau keramik
5. Terjadinya demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara
berpakain anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana
kedodoran.
6. Demi dollar wisatawan, upacara adat dijual kepada wisatawan (Mac
Kawin dengan adat Bali (Yoeti 2008).
Pengembangan wisata tentu saja akan memberikan dampak baik itu dampak
positif maupun dampak negatif. Chohen (1984) dalam Pitana (2006) menyebutkan
bahwa dampak wisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat
dikategorikan menjadi 8 kelompok besar, yaitu dampak terhadap:
23
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Dampak terhadap penerimaan devisa,
Dampak terhadap pendapatan masyarakat,
Dampak terhadap kesempatan peluang kerja,
Dampak terhadap harga-harga,
Dampak terhadap distribusi,
Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol,
Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan
Dampak terhadap pendapatan pemerintah.
Sedangkan menurut Tafalas (2010) dampak ekonomi dari adanya
pengembangan wisata ialah akan terjadi perubahan variabel pendapatan, mata
pencaharian dan pola konsumsi. Proses kepariwisataan mempunyai dampak yang
sangat tinggi terhadap eksistensi kebudayaan lokal, yang mampu
mentransformasikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Secara teoritis,
menurut Wibowo (2007) dampak sosial budaya dapat dikelompokkan dalam
sepuluh kelompok besar yaitu:
1. Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat
dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk otonomi dan
ketergantungannya.
2. Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat.
3. Dampak terhadap dasar-dasar organisasi.
4. Dampak migrasi dari dan ke daerah pariwisata.
5. Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat.
6. Dampak terhadap pola pembagian kerja.
7. Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial.
8. Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan.
9. Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan sosial.
10. Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat.
24
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini mengacu kepada konsep modal sosial Uphoff (2000) yang
lebih operasional dan unsur-unsurnya terperinci. Uphoff (2000) mengartikan
modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya,
kognitif, kelembagaan, dan asset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan
kemuningkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama.
Uphoff (2000) membagi modal sosial menjadi dua kategori, pertama
kategori pertama yaitu unsur struktural yang berkaitan dengan beragam bentuk
organisasi sosial, khususnya terkait peranan, aturan, preseden dan prosedur serta
beragam jaringan yang mendukung kerjasama yang memeberikan manfaat
bersama (MBCA). Kategori kedua adalah kognitif yang berkaitan dengan proses
mental yang menghasilkan gagasan/ pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan
ideology masyarakat, meliputi norma, nilai, sikap, keyakinan yang berkontribusi
pada terciptanya perilaku kerjasama dan MBCA. Pada kategori struktural, unsur
yang akan dikaji ditekankan pada peranan (roles), aturan (rules), dan jaringan
(networks). Sedangkan pada kategori kognitif, unsur yang akan dikaji ditekankan
pada kepercayaan (trust) dan solidaritas (solidarity), kedua unsur tersebut datang
dari norma (norms), nilai (value), sikap (attitudes), kepercayaan (belief) yang
menciptakan dan memperkuat kesalingtergantungan positif dan mendorong
meningkatnya harapan akan aliran manfaat yang dapat dirasakan oleh komunitas
pemilik/pengelola.Adapun aktivitas pembangunan pariwisata budaya adalah
penguatan jati diri dan karakter bangsa, peningkatan apresiasi seni dan budaya,
peningakatan kualitas warisan budaya dan pengembangan sumberdaya
kebudayaan.
Kerangka pemikiran yang diuraikan tersebut dapat digambarkan
sebagaimana disajikan pada Gambar 1.
Aktivitas pembangunan pariwisata
budaya (X)
 Penguatan jati diri dan karakter
bangsa
 Peningkatan apresiasi seni dan
budaya
 Peningakatan kualitas warisan
budaya
 Pengembangan sumberdaya
kebudayaan
Modal Sosial (Y)
- Kepercayaan
- Nilai dan Norma
- Jaringan
- Peranan
: Berperngaruh
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
25
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini disajikan adalah diduga jika pengaruh aktivitas
pembangunan wisata budaya kuat, maka penguatan modal sosial masyarakat
dalam segi peranan, nilai, norma, kepercayaan, dan jaringan kuat.
26
PENDEKATAN LAPANGAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini akan dilakukan di salah satu obyek wisata Setu Babakan atau
yang lebih dikenal sebagai Kampung Betawi, Kelurahan Srengseng Sawah,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan beberapa alasan, yakni:
Kawasan Kampung budaya Sindangbarang ini memiliki potensi besar untuk
menjadi pusat kebudayaan yang berbasiskan masyarakat Sunda, dan berpeluang
untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan menjaga kelestarian budaya dan
lingkungan. Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan. Waktu penelitian
direncanakan seperti (Lampiran 2). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan
proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi,
siding skripsi dan perbaikan laporan penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Pendekatan ini menggunakan kuantitatif yang didukung dengan data
kualitatif, karena bertujuan untuk memperkaya data dan lebih memahami situasi
yang sedang diteliti. Pendekatan kuantitatif yang digunakan adalah metode survey
kepada responden menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok
(Singarimbun dan Effendi 2008).
Untuk memperoleh responden, maka ditentukan kerangka percontohan
(sampling frame) ialah rumah tangga di Kampung Budaya Sindangbarang, Desa
Pasir eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Lampiran 3).
Responden diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sample yaitu
Simple Random Sampling sebanyak 45 responden.Namun metode pengumpulan
sampel selanjutnya akan di tentukan setelah melakukan observasi lapang. Data
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data
primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang didapatkan langsung di lapangan
dengan cara observasi, kuesioner (Lampiran 4) , serta wawancara mendalam
yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan dengan
menggunakan panduan pertanyaan (Lampiran 5). Data sekunder sebagai data
pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang
berkaitan dengan penelitian serta pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini,
seperti kantor kelurahan, kantor kecamatan, pengelola obyek wisata, Dinas
Pariwisata, Pemerintah Daerah dan sebagainya.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui dan menganalisis
peluang bekerja dan berusaha responden di bidang wisata, jenis-jenis pekerjaan
yang ada di sektor wisata dan non-wisata, serta variabel pendapatan responden.
Informan adalah pihak yang dapat mendukung kelancaran dalam penelitian ini
dengan memberikan berbagai informasi ataupun data yang mendukung serta
27
berhubungan dengan penelitian ini. Unit analisis dari penelitian ini adalah
individu yakni masyarakat pelaku usaha yang berada di sekitar obyek wisata
kampung budaya Sindangbarang baik masyarakat lokal maupun pendatang
sebagai responden.
Tabel 4 Teknik Pengumpulan Data dan Jenis Data
Teknik Pengumpulan Data
Data Yang Dikumpulkan
Kuesioner












Wawancara mendalam










Observasi lapang dan dokumnetasi

Karakteristik responden
Peranan sosial masyarakat
Peran norma sosial
Peran jaringan sosial
Peran kepercayaan
Peran solidaritas
Variabel
pengembangan
aktualisasi nilai dan tradisi
Variabel
pemberdayaan
masyarakat
Variabel pengembangan promosi
Variabel perhatian dan kesetaraan
pemerintah
Variabel pengembangan kesenian
Variabel
pendukung
sarana
prasarana
Peranan
masyarakat
dalam
pengelolaan pariwisata
Nilai dan norma masyarakat
dalam pengelolaan
Variabel kepercayaan
Luasan Jaringan
Variabel
pengembangan
aktualisasi nilai dan tradisi
Variabel
pemberdayaan
masyarakat
Variabel pengembangan promosi
Variabel
perhatiaan
dan
kesetaraan pemerintah
Variabel pengembangan kesenian
Variabel
pendukung
sarana
prasarana
Gambaran umum lokasi Setu
Babakan, Kelurahan Serengseng
Sawah (gambaran lokasi/ letak
geografis)
28
Definisi Operasional
Definisi operasional pada variable-variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Variabel Pembangunan Wisata Budaya
Pembangunan wisata budaya (X) merupakan variabel stimulus atau
variabel yang mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini variabel
independen adalah pembangunan wisata budaya. Modal sosial salah satu bagian
penting dalam aktivitas pembangunan wisata budaya. Aktivitas pembangunan
wisata budaya dapat dilakukan oleh masyarakat lokal, melihat kebijakan yang
tercantum dalam buku II RPJMN tahun 2010-2014, khususnya Bab II: Sosial
Budaya dan Kehidupan Beragama, pembangunan bidang kebudayaan
diprioritaskan pada penguatan jati diri bangsa dan pelestarian budaya yang
dilakukan melalui empat focus prioritas: penguatan jati diri dan karakter bangsa,
peningkatan apresiasi seni dan budaya, peningakatan kualitas warisan budaya dan
pengembangan sumberdaya kebudayaan.Oleh karena itu, aktivitas pembangunan
yang dilakukan dapat melestarikan budaya lokal.
Tabel 5 Definisi Operasional Pembangunan Wisata Budaya
No Variabel
Indikator
1.
1. Mengetahui
perilaku
masyarakat
2. Menerapkan
budaya lokal
3. Mewariskan
budaya
2.
Definisi
Operasional
Penguatan jati
Pembangunan
diri dan
wisata dari
karakter bangsa karakter dan
pekerti bangsa
yang dilandasi
oleh nilai-nilai
kearifan lokal dan
pelestarian,
pengembangan
dan aktualisasi
nilai dan tradisi
dalam rangka
memperkaya dan
memperkokoh
khasanah budaya
bangsa.
Apresiasi
penyediaan sarana
terhadap
yang memadai
keragaman
bagi
serta kreativitas pengembangan,
seni dan budaya pendalaman dan
pagelaran seni
budaya. Apresiasi
dilakukan dengan
Mengetahui
apresiasi seni
melalui
pengembangan
kegiatan seni
Jenis
Data
Ordinal
Skor
Ordinal
Rendah :
6-8
Tinggi :
9-12
Rendah :
6-8
Tinggi :
9-12
29
3.
Kualitas
perlindungan,
penyelamatan,
pengembangan
dan
pemanfaatan
warisan budaya
4
Pengembangan
sumber budaya
kebudayaan
pengembangan
kesenian serta
pemberian insentif
kepada para
pelaku seni dalam
pengembangan
kualitas seni dan
budaya dalam
bentuk fasilitasi,
pendukung dan
penghargaan.
Penetapan dan
pembentukan
pengelolaan
terpadu untuk
pengelolaan cagar
budaya,
revitalisasi
museum dan
perpustakan di
seluruh Indonesia
pengembangan
kapasitas nasional
untuk pelaksanaan
penelitian,
penciptaan dan
inovasi dan
memudahkan
akses dan
penggunaan oleh
masyarakat luas
dibidang
kebudayaan.
1. Mengetahui
Ordinal
sikap
masyarakat
dalam
pengelolaan
2. Tanggung
jawab
masyarakat
dalam
perlindungan,
pengembangan
dan
pemanfaatan
budaya
1. Kualitas
Nominal
informasi
pembangunan
kebudayaan
2. Pengembangan
kemitraan
pemerintahan
pusat dan
daerah, sektor
terkait,
masyarakat
dan swasta
Rendah :
7-10
Tinggi :
11-14
Rendah :
7-10
Tinggi :
11-14
30
Variabel Modal Sosial
Modal sosial (Y) adalah variabel yang memberikan reaksi atau respon jika
dihubungkan dengan variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel dependen
modal sosial. Modal sosial dapat dilihat dari persepsi dari masyarakat lokal:
1. Peranan yaitu perihal atau tindakan spesifik yang dilakukan oleh para
pihak yang terlibat baik formal maupun informal dalam struktur sosial
dalam mendukung aktivitas pembangunan pariwisata budaya Setu
Babakan. Peranan diukur dari variabelan peranan para pihak (formal
maupun informal) melalui ada tidaknya peran para pihak, intensitas
pertemuan, jelas/sesuai tidaknya peran dan posisi para pihak dalam
pembagian peran dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya Setu
Babakan.
2. Aturan yaitu segala ketentuan yang ada dalam kelompok masyarakat baik
tertulis maupun tidak tertulis, yaitu berfungsi sebagai pengontrol dan
pengatur perilaku masyarakat. Aturan diukur dari variabel pengetahuan,
pemahaman, kepatuhan, pelanggaran, sangsi responden, dan pandangan
responden terhadap pengetahuan, pemahaman, kepatuhan, pelanggaran,
sangsi yang dilakukan oleh masyarakat lain dalam aktivitas pembagunan
pariwisata budaya Setu Babakan.
3. Jaringan sosial yaitu pola interaksi sosial yang menggambarkan hubungan
antar masyarakat dengan pihak internal maupun eksternal (pengelolaa
wisata Setu Babakan) dalam mendukung aktivitas pembangunan wisata
Setu Babakan. Jaringan diukur dari ada atau tidak jalinan hubungan baik
internal maupun eksternal.
4. Kepercayaan yaitu perasaan percaya dalam berhubungan dengan orang
lain yang dimiliki masyarakat dalam mempersepsikan seseorang.
Kepercayaan diukur dari pengetahuan masyarakat tentang tahapan
pembangunan dengan pengelola wisata.
5. Solidaritas adalah upaya membantu orang lain sebagai wujud perhatian
dan kepedulian dari masyarakat terhadap pengelolaan dan pembangunan
wisata.
Tabel 6 Definisi Operasional Modal Sosial
No
Variabel
1.
Kepercayaan
Definisi
Indikator
Operasional
Kepercayaan
1. Mengetahui
masyarakat
perilaku
dalam
masyarakat
penguatan
2. Mengetahui
karakter nilaikepercayaan
nilai kearifan
masyarakat
lokal, Kejujuran 3. Mengetahui
Jenis
Data
Ordinal
Skor
Rendah :
3-4
Tinggi :
5-6
31
2.
Jaringan sosial
3.
Aturan
pengelolaan
kawasan budaya
serta
pengembangan
SDM.
Masyarakat
yang memiliki
partisipasi dan
solidaritas yang
kuat dalam
tahapan
pembangunan
wisata serta
kerjasama
dengan berbagai
pihak.
Nilai-nilai
agama dan
budaya serta
norma-norma
yang berlaku
untuk
memotivasi
dalam
pembangunan
wisata
kejujuran
pihak-pihak
1. Mengetahui
Ordinal
partisipasi
masyarakat
2. Mengetahui
solidaritas
dengan
pihak-pihak
yang terlibat
3. Mengetahui
kerjasama
dengan pihak
pengelola
1. Mengetahui
Ordinal
sikap
dari
nilai agama
yang berlaku
2. Mengetahui
sikap
dan
nilai budaya
yang berlaku
Rendah :
3-4
Tinggi :
5-6
Rendah :
3-4
Tinggi :
5-6
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari responden dan informan
yang berada dalam suatu populasi. Populasi adalah keseluruhan objek atau subyek
yang telah ditetapkan oleh peneliti secara umum berdasarkan karakteristik tertentu
yang telah sitentukan sebelumnya oleh peneliti dan sesuai dengan penelitian yang
diteliti. Oleh karena itu, maka populasi dalam penelitian ini adalah unit rumah
tangga yang berada di wilayah kelurahan Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta
Selatan.
Sampel adalah bagian yang mewakili populasi dalam penelitian dan
mewakili karakteristik yang diteliti. Dalam penyusunan sampel terlebih dahulu
ditentukan dengan menggunakan kerangka sampel (lampiran 2) untuk
mempermudah peneliti dalam pemilihan responden yang sesuai dengan kriteria
untuk penelitian ini. Metode dalam pengambilan sampel menggunakan teknik
yang digunakan dalam metode ini adalah teknik pengambilan sampel acak
sederhana (simple random sampling), metode ini merupakan pengambilan sampel
yang mana setiap unit penelitian memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih.
Jumlah penduduk yang diperoleh dari data desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari sebanyak 6852 penduduk yang produktif. Berdasarkan jumlah tersebut
32
maka ditentukan jumlah sampel yang diambil melalui perhitungan rumus Slovin
sehingga jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 44,128 orang, atau
dibulatkan menjadi 45 orang responden yang diambil dalam jangka waktu satu
bulan.
𝑛=
𝑁
6852
6852
=
=
= 44,128 ≈ 45
2
2
1 + 𝑁𝑒
1 + 6852(0,15)
155,17
Keterangan:
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : nilai frekuensi galat 15%
Informan dalam penelitian ini tidak dibatasi dengan tujuan untuk
memperkaya informasi mengenai permasalahn yang diteliti. Pemilihan informan
dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball), yaitu penentuan
informan berdasarkan informasi dari informan sebelumnya. Pencaharian data dan
informasi menggunakan teknik ini akan berhenti apabila informasi yang
didapatkan sudah bersifat jenuh, artinya tidak ada informasi atau pengetahuan
baru lagi yang didapat dari kegiatan wawancara. Informan yang dipilih dalam
penelitian ini adalah pengelola wisata Kampung Budaya Sindangbarang, Desa
Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang didapatkan dari hasil kuesioner responden diolah dan
dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows dan
Microsoft Excel 2007 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Data
kualitatif akan diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yaitu reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan
untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeleminasi data-data
yang tidak diperlukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah.
penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh
menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan.
Penyajian data berupa narasi, diagram, dan matriks. Penarikan kesimpulan
merupakan hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.
Untuk melihat adanya pengaruh pembangunan pariwisata budaya terhadap
modal sosial digunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda
bertujuan untuk melihat ada tidaknya pengaruh yang signifikan antara
pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial yang ada di Wisata Setu
Babakan, Kelurahan Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
“Model analisis regresi sederhana digunakan untuk melihat pengaruh
pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial komunita, yang
dikutip dalam buku Walpole (1995:342)” dengan rumus sebagai berikut :
33
𝒀 = 𝒂 + 𝒃𝒙 + 𝒆
Dimana:
Y
a
b
x
e
=
Modal Sosial Masyarakat
=
Konstanta
=
Koefisien regresi
=
Pembangunan pariwisata budaya
=
Standar error
Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara pembangunan wisata budaya
terhadap modal sosial komunitas digunakan koefesien korelasi (r) yang dikutip
dalam buku Walpole (1995: 371) sebagai berikut:
𝑟=
𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑦
√𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 √𝑛 ∑ 𝑦2 − (∑ 𝑦)2
Dimana:
r
x
y
n
=
Koofesien relasi
=
Pembangunan pariwisata budaya
=
Modal sosial komunitas
=
Jumlah responden
Apabila nila koefisien korelasi sudah diketahui, maka mendapatkan
koefisien determinasi dapat diperoleh dengan menguadratkannya. Fungsi dari
koefisien determinasi adalah kemampuan variabel X mempengaruhi variabel Y.
Semakin besat koefisien determinasi menunjukkan semakin baik kemampuan X
mempengaruhi Y.
2
𝑟 =
(𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − (∑ 𝑥)(∑ 𝑦))
2
√𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 √𝑛 ∑ 𝑦2 − (∑ 𝑦)2
1. Pengujian Hipotesis
Instumen penelitian (kuesioner) yang baik harus memenuhi persyaratan
yaitu valid dan reliabel. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
kuesioner perlu dilakukan pengujian atas kuesioner dengan menggunakan
uji validitas dan uji reliabilitas.
a. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakn indicator dari variabel. Reliablitas dukur dengan uji
statistic cronbach’s alpha (α). Suatu variabel dikatakan reliabel
jika memberikan nilai cronch’s alpha >0,06 (Imam Ghozali, 2007:
41)
b. Uji Validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya
suatu kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan melakukan korelasi
34
bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor
variabel.
35
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, Kusnaka. 1992. Kasepuhan Yang Tumbuh Di Atas Yang Luruh.
Bandung: Tarsito
Anen, N. 2012. Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Di
Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah [thesis]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari :
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63118
Azhari, Y. 2015. Modal Sosial Masyarakat dalam Mengembangkan Ekowisata
Bahari di Pulau Pramuka DKI Jakarta [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari :
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/66322
Baskoro, B & Rukendi, C. 2008. Membangun Kota Pariwisata Berbasis
Komunitas: Suatu Kajian Teoritis. Jurnal Kepariwisataan Indonesia. Vol
3 No. 1, Maret 2008 ISSN 1907-9419. Dapat diunduh dari
http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/DHS/1%23.pdf.
Dahlan, MZ. 2009. Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya Di Kampung
Budaya Sindangbarang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor (Pendekatan Community Based Planning) [Skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dapat di unduh di
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/44815/A09mzd.p
df?sequence=1&isAllowed=y
Dewi, D. R. & Hapsari, H. 2012. Kajian Aspek Sosiologi Wisatawan di Objek
Agrowisata (Kasus di Kampung Wisata Cinangneng, Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat). Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol 17, No. 2, Juli 2012,
Hal 121- 138. Dapat diunduh di
http://www.stptrisakti.ac.id/puslit/jurnal/JI-PariwisataVol%2017%20No%202-Juli2012.pdf,
Hiborang, M. 2013. Strategi Pengelolaan Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
kabupaten Kepulauan Sitaro. Dapat diunduh dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/viewFile/483
3/4358
Mawardi, M.J. 2007. Peranan Social Capital Dalam Pemberdayaan
Masyarakat.Komunitas 2, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam.
Nafila, O. 2013. Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata
Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang. Jurnal Perencanaan
36
Wilayah dan Kota.Vol 24 : (65-80). Bandung. Dapat diunduh dari
http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wp-content/uploads/2014/04/173-181.pdf
Ningrum, I.R. 2014. Analisis Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan
Masyarakat dalam Melestarikan Kebudayaan dan Pengembangan Sektor
Pariwisata (Di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabpaten Gianyar,
Bali)[pdf].[internet].[dikutip tanggal 3 September 2015]. Dapat diunduh
dari: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1360/1255
Oktaviyanti, S.S. 2013. Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan
Masyarakat Lokal di Kawasan Sosrowijayan. Jurnal Nasional
Pariwisata. Volume 5, nomer 3, Desember 2013 (201-208) ISSN 14119862. Dapat diunduh dari
http://jurnal.ugm.ac.id/tourism_pariwisata/article/download/6693/5256.
Rachmawati, E. et. al. Interaksi Sosial Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata
Alam Di Kawasan Gunung Salak Endah. Dapat diunduh dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=86372&val=245.
Sumarto, Hetifah Sj. 2009. Inovasi, Patisipasi, dan Good Governance: 20
Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta.
Yayasan Obor Indonesia.
Susamto, Dina A. 2008. Hibrida Lokal-Global Pada Politik Komodifikasi Budaya
Serentaun Rekontruktif, Upacara Tahunan Masyarakat Sunda, Di
Sindangbarang, Kabupaten Bogor [thesis]. Universitas Indonesia.
[Dikutip tanggal 16 Februari 2016]. Dapat di unduh dari:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251262-RB00S439hHibrida%20lokal.pdf
Syahyuti. 2008. Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil
Pertanian. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol. 25
No.1. Dapat diunduh dari
http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE26-1c.pdf.
Widodo, S. 2012. Penguatan Modal Sosial Untuk Pengembangan Nafkah
Berkelanjutan dan Berkeadilan. Strategi Nafkah keberlanjutan Bagi
Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Dapat diunduh dari
http://agribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/PenguatanModal-Sosial-Untuk-Pengembangan-Nafkah-Berkelanjutan-danBerkeadilan.pdf.
Yoeti, O.A. 2010. Dasar-dasar Pengertian Hospitaliti dan Pariwisata. PT Alumni,
Bandung
------------. 2008. Ekonomi Pariwisata. Kompas, Jakarta
37
------------. 1980. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung [ID]: Angkasa. 372
halaman.
http://www.kemenpar.go.id/userfiles/file/RENSTRAKEMENBUDPAR2010.pdf
http://www.kp-sindangbarang.com
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Peta Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat
39
Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
Proposal
Skripsi
Kolokium
Perbaikan
Proposal
Skripsi
Pengambilan
Data Lapang
Pengolahan
dan Analisis
Data
Penulisan
Draft Skripsi
Sidang Skripsi
Perbaikan
Laporan
Skripsi
40
Lampiran 3. Kerangka Sampling
DAFTAR PENDUDUK KELURAHAN SERENGSENG SAWAH,
JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN
NO
NAMA
UMUR
ALAMAT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
…
*Yang akan dijadikan responden adalah sebanyak 45 dengan menggunakan
rumus Slovin dan responden akan diambil dari hasil teknik simple random
sampling
41
Lampiran 4. Kuesioner Penelitian
PENGARUH PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP
MODAL SOSIAL KOMUNITAS
(Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh : Rohmah Khayati
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
No. Kuesioner
Tanggal Wawancara
Nama Responden
Alamat Responden
I. Umum
:
:
:
:
Responden yang terhormat,
Pernyataan di bawah ini hanya semata-mata digunakan untuk data penelitian
dalam penyusunan skripsi Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Saya mengharapkan
kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner sesuai dengan penilaian Bapak/Ibu
miliki
Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama dan bantuan dari Bapak/Ibu yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi angket kusioner penelitian ini.
II. Karakteristik Responden
a. Jenis Kelamin
b. Umur
c. Pendidikan terakhir
d. Jumlah tanggungan dalam keluarga
e. Lama tinggal di lokasi (tahun)
f. Pekerjaan
: 1. Laki-Laki 2. Perempuan
: ......................................
: ......................................
: ......................................
: ......................................
: ......................................
42
III.
Variabel Pembangunan Wisata Budaya
A. Variabel Penguatan Jati Diri dan Karakter Bangsa
No
1.
Pernyataan
Budaya lokal memberikan pengaruh
terhadap sikap dan tingkah laku masyarakat.
2.
Kegitan Serentaun mencerminkan variabel
penghayatan secara umum dari masyarakat
terhadap asumsi, nilai dan norma.
Budaya lokal yang dominan secara luas
sering tampak sehingga dapat membedakan
watak masyarakat betawi asli dengan
masyarakat pendatang.
Budaya lokal memberikan kemungkinan
untuk menciptakan dan melaksanakan
pengendalian sehingga dapat menumbuhkan
dan mengembangkan sikap dan perilaku
masyarakat.
Kegitan Serentaun diterapkan oleh
masyarakat melalui upacara, symbol
material dan bahasa sehari-hari.
Budaya lokal yang ada harus diwariskan
kepada anak dan cucu dan harus benarbenar dilestarikan oleh masyarakat lokal
3.
4.
5.
6.
Setuju
Tidak Setuju
B. Variabel Apresiasi Terhadap Keragaman Serta Kreativitas Seni Dan
Budaya
No
Pernyataan
7.
Pernahkah anda mengembangkan
kemampuan apresiasi seni pada diri anda
atau anak anda melalui kegiatan
mengenalkan seni budaya lokal seperti:
seni tari daerah, pencak silat, menumbuk
dan menanam padi, pengenalan alat
masak
Pernahkah anda mengembangkan
kemampuan apresiasi seni melalui
kegiatan memahami latar belakang
terciptanya karya tari setempat.
Pernahkah anda menumbuhkembangkan
kemampuan apesiasi seni melalui suatu
promosi baik secara online atau secara
langsung
8.
9.
Pernah
Tidak Pernah
43
10.
Pernahkah anda menumbuhkembangkan
kemampuan apesiasi seni melalui
kegiatan ikut merasakan atau melakukan
kesenian setempat.
Pernahkah anda menumbuhkembangkan
kemampuan apesiasi seni melalui
kegiatan proses kritis terhadap karya seni
melalui analisa baik atau tidak kesenian
tersebut.
Pernahkah anda menumbuhkembangkan
kemampuan apesiasi seni melalui
kegiatan menyebutkan bentuk yang
tampak pada seni meliputi: gerak, musik,
kostum, alat yang mendukung dan rias.
11.
12.
C. Variabel Kualitas Perlindungan, Penyelamatan, Pengembangan dan
Pemanfaatan Warisan Budaya
No
Pertanyaan
13.
Saya merasa sebagai bagian penting dari
pengelolaan wisata budaya terutama dalam
pemeliharaan tempat wisata
Saya senang tinggal dilingkup komunitas
budaya lokal
Saya perlu menjaga keutuhan pembentukan
pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar
budaya
Saya merasa memiliki tanggung jawab dalam
perlindungan warisan budaya maupun tempat
wisata
Saya merasa memiliki tanggung jawab dalam
penyelamatan warisan budaya maupun tempat
wisata
Saya merasa memiliki tanggung jawab dalam
pemanfaatan peninggalan budaya lokal
Saya turut membantu dalam pengembangan
revitalisasi sarana dan prasarana
14.
15.
16.
17.
18.
19.
No
20.
21.
22.
D. Variabel Pengembangan Sumber Budaya
Pertanyaan
Bagaimana pemahaman anda tentang
kawasan Wisata di daerah ini?
Bagaimana pengaruh aktivitas pembangunan
wisata terhadap kehidupan sehari-hari warga
Bagaimana keterlibatan masyarakat setempat
dalam pembangunan wisata Setu Babakan?
Setuju
Tidak
Setuju
Jawaban
a. Paham
b. Tidak paham
a. Berpengaruh
b. Tidak berpengaruh
a. Masyarakat berperan
besar, berpartisipasi
44
b.
23.
24.
25.
Apakah masyarakat pernah diberikan
sosialisasi mengenai rencana pengembangan
wisata? Berapa kali sosialisasi telah
dilakukan?
Apakah masyarakat pernah diundang untuk
dimintai pendapat/persetujuan atas
pembangunan wisata budaya?
a.
b.
aktif dan telibat
langsung berperan
Masyarakat tidak
terlibat
Ya,
Berapa kali………
Tidak pernah.
a.
Ya, masyarakat
diundang.
b. Tidak, pengembangan
wisata dilakukan
tanpa persetujuan
masyarakat.
Sejauh yang saudara ketahui, apakah a. Ya, sebagian besar
pelaksanaan pengembangan wisata saat ini
masyarakat mendukung
mendapat dukungan dari masyarakat
pembangunan tersebut.
setempat?
b. Tidak, pembangunan
tersebut justru
mendapat protes dari
warga.
IV. Variabel Modal Sosial
No
26.
Pertanyaan
Peranan
Dalam menyusun perencanaan pengelolaan
wisata, masyarakat harus ikut serta dan
terlibat dalam kegiatan tersebut
27.
Masyarakat harus terlibat dalam kegiatan
pemgambilan keputusan dalam pengelolaan
pembangunan wisata
28.
Masyarakat akan ikutserta jika pihak
pengelola wisata meminta untuk bergotong
royong dalam mengerjakan proyek
pembangunan wisata
29.
Jaringan Sosial
Masyarakat berpartisipasi dalam
perencanaan, pengelolaan dan pengawasan
pembangunan wisata
S
Jawaban
TS
45
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
Masyarakat memiliki solidaritas dengan
bergotong royong dalam pembangunan
wisata
Adanya kerjasama antara masyarakat dalam
perencanaan, pengelolaan dan pengawasan
pembangunan wisata memberikan kesadaran
pada masyarakat bahwa peran masyarakat
sangat dibutuhkan dalam memajukan potensi
daerah
Aturan
Nilai-nilai agama memberikan motivasi anda
untuk berpartisipasi dalam mengembangkan
wisata budaya (promosi, peningkatan
kreativitas seni, peningkatan sarana
prasarana)
Nilai-nilai budaya memberikan motivasi anda
untuk berpartisipasi dalam mengembangkan
wisata budaya (promosi, peningkatan
kreativitas seni, peningkatan sarana
prasarana)
Adanya aturan dari pemerintah maupun
tokoh adat, tokoh agama dan tokoh
masyrakat yang menyebabkan saudara ikut
berpartisipasi
Kepercayaan
Saling percaya dalam masyarakat cukup baik
dan hal tersebut menyebabkan penguatan
karakter dan pekerti terhadap nilai-nilai
kearifan lokal
Kejujuran dalam pengelolaan cagar budaya,
revitalisasi bangunan dan pemeliharaan
wilayah dengan masyarakat lokal merupakan
hal yang penting demi melestarikan budaya
Saling percaya dalam masyarakat cukup baik
dan hal tersebut menyebabkan
pengembangan SDM terutama di masyarakat
Solidaritas
Solidaritas masyarakat terhadap pengelolaan
wisata sangat tinggi
Solidaritas masyarakat terhadap
pembangunan wisata sangat tinggi
46
Lampiran 5. Panduan Pertanyaan
PANDUAN PERTANYAAN MENDALAM
PENGARUH PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP
MODAL SOSIAL KOMUNITAS
(Kasus Kampung Budaya Sindangbarang, Desa Pasir eurih, Kecamatan
Tamansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Tujuan: Menggali informasi terkait Pengaruh pembangunan pariwisata budaya
terhadap modal sosial komunitas di Wisata Setu Babakan, Serengseng Sawah,
Jagakarsa, Jakarta Selatan
Informan : Pihak Perkampungan Budaya Betawi
Hari/ tanggal wawancara
Lokasi wawancara
Nama dan Umur Informan
Pekerjaan
:
:
:
:
Pertanyaan Penelitian
1. Riwayat singkat kampung Sindangbarang yang ditetapkan sebagai
Perkampungan Budaya
2. Pemanfaatan yang telah dilakukan pengelola terhadap kawasan wisata
3. Permasalahan atau kendala yang terjadi dalam pengelolaan kawasan
wisata
4. Solusi atau tindakan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi dalam
pengelolaan kawasan
5. Kerja sama yang sudah dilakukan untuk pengembangan pengelolaan
wisata
6. Pengelola setuju atau tidak jika melibatkan masyarakat dalam mengelola
kawasan wisata? Dalam bentuk apa?
7. Anggaran / biaya yang dikeluarkan / dibutuhkan untuk pengelolaan wisata
8. Pendapatan yang diperoleh
9. Berapa jumlah karyawan/pegawai? Berasal darimana?
10. Jumlah wisatawan dalam satu tahun akhir
11. Apakah pelaku usaha sekitar kawasan merupakan masyarakat lokal atau
masyarakat pendatang?
12. Berapa banyak masyarakat lokal dan masyarakat pendatang yang menjadi
pelaku usaha?
13. Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini?
14. Peran pihak pengelola dalam mempertahankan keberadaan kampung
Sindangbarang?
15. Bentuk kegiatan apa saja yang dilakukan pihak pengelola dalam
mempertahankan dan melestarikan budaya lokal?
47
16. Bagaimana pengelola menjadwalkan wisata budaya dalam pertunjukan dan
pergelaran seni?
17. Bagaimana pengelola mempromosikan wisata budaya ke wisatawan?
18. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga eksistensi atraksi
budaya agar tetap menarik wisatawan?
Informan : Tokoh Masyarakat
Hari/ tanggal wawancara
Lokasi wawancara
Nama dan Umur Informan
Pekerjaan
:
:
:
:
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana sejarah singkat mengenai penetapan Perkampungan Budaya
Sindangbarang di Wilayah Desa Pasir Eurit?
2. Apakah ada perundingan dengan masyarakat mengenai penetapan
kawasan?
3. Apa mata pencaharian utama masyarakat wilayah ini?
4. Bagaimana sistem norma, nilai dan budaya yang berlaku di masyarakat?
5. Apakah kawasan wisata Perkampungan Budaya Sindangbarang
memberikan kontribusi peningkatan pendapatan pada masyarakat sekitar?
6. Apakah kawasan ini berperan dalam menopang kehidupan ekonomi
masyarakat sekitar?
7. Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini?
8. Apakah kawasan ini berpengaruh positif dalam pemeliharaan dan
pelestarian budaya lokal?
9. Bagaimana peran anda dalam memperkenalkan budaya lokal terhadap
masyarakat pendatang?
10. Apakah anda terlibat di dalam pergelaran maupun pelatihan atraksi budaya
di Perkampungan Budaya lokal?
11. Apakah masyarakat sekitar kawasan berpartisipasi mengikuti kegiatan
yang berkaitan dengan budaya lokal?
12. Kegiatan apa saja yang dilakukan masyarakat yang berkaitan dengan
budaya lokal?
13. Apakah pihak pengelola PBB melindungi dan membina secara terus
menerus tata kehidupan, seni budaya tradisional lokal?
14. Apa harapan anda untuk kawasan wisata PBB di masa yang akan datang
khususnya dalam pemeliharaan dan pelestari budaya?
Informan : Wawancara mendalam responden
Hari/ tanggal wawancara
Lokasi wawancara
Nama dan Umur Informan
Pekerjaan
:
:
:
:
48
Pertanyaan Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.
Apakah anda masyarakat lokal atau masyarakat pendatang?
Sudah berapa lama anda bekerja di kawasan ini?
Apa saja yang anda ketahui mengenai wisata budaya di kawasan ini?
Apa kelemahan dari pengembangan wisata budaya di daerah ini?
Setiap hari apa pergelaran seni musik, tari dan lainnya diadakan? Berapa
kali?
6. Menurut anda bagaimana keadaan setu babakan / perkampungan
Sindangbarang saat ini?
7. Menurut anda bagaimana hubungan pihak pengelola PBB dengan
masyarakat?
8. Apakah masyarakat dilibatkan dalam pengembangan kawasan wisata ini?
9. Apakah ekowisata memberikan kontribusi yang besar pada peningkatan
pendapatan rumahtangga? Berapa besar kontribusinya?
10. Apakah lahan yang anda tempati untuk usaha merupakan lahan sendiri?
Berapa luasnya?
11. Upaya – upaya apa saja yang anda lakukan untuk tetap menjaga budaya
betawi?
12. Apakah masyarakat merasa diuntungkan/dirugikan dengan pembangunan
di kawasan ini sebagai Perkampungan Budaya lokal? Jelaskan!
13. Apa harapan anda pada kawasan ini untuk keberlanjutan hidup masyarakat
sekitar?
49
Lampiran 6. Dummy table
Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Kepercayaan
Komunitas
Rendah
Tinggi
Kepercayaan
N
%
N
%
Aktivitas Pariwisata
Penguatan Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Apresiasi terhadap
keragaman serta
kreativitas seni dan
budaya
Kualitas Perlindungan,
Penyelamatan,
Pengembangan dan
Pemanfaatan Warisan
Budaya
Pengembangan Sumber
Budaya
Total
Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Nilai dan
Norma Komunitas
Rendah
Nilai dan Norma
N
Aktivitas Pariwisata
Penguatan Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Apresiasi terhadap
keragaman serta
kreativitas seni dan
budaya
Kualitas Perlindungan,
Penyelamatan,
Pengembangan dan
Pemanfaatan Warisan
Budaya
Pengembangan Sumber
Budaya
Total
Tinggi
%
N
%
50
Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Jaringan
Komunitas
Rendah
Tinggi
Jaringan
N
%
N
%
Aktivitas Pariwisata
Penguatan Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Apresiasi terhadap
keragaman serta
kreativitas seni dan
budaya
Kualitas Perlindungan,
Penyelamatan,
Pengembangan dan
Pemanfaatan Warisan
Budaya
Pengembangan Sumber
Budaya
Total
Dummy Table Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya terhadap Peranan
Komunitas
Rendah
Tinggi
Peranan
N
%
N
%
Aktivitas Pariwisata
Penguatan Jati Diri dan
Karakter Bangsa
Apresiasi terhadap
keragaman serta
kreativitas seni dan
budaya
Kualitas Perlindungan,
Penyelamatan,
Pengembangan dan
Pemanfaatan Warisan
Budaya
Pengembangan Sumber
Budaya
Total
51
Lampiran 7. Format Catatan Lapang
CATATAN LAPANG KE-….
Nama
:
Umur
:
Pekerjaan
:
Topik
:
Metode
:
Informan/Responden
:
Hari & Tanggal
:
Waktu& Durasi
:
Tempat
:
Kondisi & Situasi
:
DESKRIPSI
KESIMPULAN
52
Lampiran 8. Rancangan Skripsi
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Masalah Penelitian
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.2. Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotesis
2.4. Definisi Operasional
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. Lokasi dan Waktu
3.2. Teknik Pengumpulan Data
3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Geografis
4.2. Kondisi Ekonomi
4.3. Kondisi Sosial
5. PENGARUH PEMBANGUNAN WISATA BUDAYA
5.1. Penguatan Jati Diri Dan Karakter Bangsa
5.2. Peningkatan Apresiasi Seni Dan Budaya
5.3. Peningkatan Kualitas Warisan Budaya
5.4. Pengembangan Sumberdaya Kebudayaan
6. BENTUK-BENTUK MODAL SOSIAL MASYARAKAT
6.1. Peranan
6.2. Jaringan
6.3. Aturan
6.4. Kepercayaan
6.5. Solidaritas
7. ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENGARUH PEMBANGUNAN
WISATA BUDAYA TERHADAP MODAL SOSIAL MASYARAKAT
8. PENUTUP
8.1. Kesimpulan
8.2. Saran
9. DAFTAR PUSTAKA
10. LAMPIRAN
11. RIWAYAT HIDUP
Download