i Laporan Studi Pustaka (KPM 403) DAMPAK AKTIVITAS PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP MODAL SOSIAL KOMUNITAS ROHMAH KHAYATI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 ii PERTANYAAN MENGENAI PROPOSAL PENELITIAN DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa Laporan Studi Pustaka yang berjudul “Dampak Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap Modal Sosial Komunitas” adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi dan lembaga mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari pustaka yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Daftar pustaka di bagian akhir Laporan Studi Pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini. Bogor, Desember 2015 Rohmah Khayati NIM. I34120033 iii ABSTRAK ROHMAH KHAYATI, Dampak Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Tehadap Modal Sosial Komunitas (Kasus Setu Babakan, Serengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan). Dibawah bimbingan SAHARUDDIN Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan keindahan alam yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. salah satu fungsi dari pariwisata budaya adalah menjaga identitas, nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang baik dalam pariwisata budaya dapat mengantisipasi dampak negative globalisasi yakni masuknya budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal, perilaku konsumtif dan kapasitas yang dibawa warga Negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial (Ningrum 2014). Pengaruh modal sosial pada komunitas atau masyarakat baik modal sosial struktural maupun kognitif berpengaruh terhadap pengelolaan pariwisata budaya. Semakin kuat modal sosial yang dimiliki maka akan mendorong pengelolaan yang lebih baik. Kata kunci : Modal sosial, pembangunan, pariwisata budaya ABSTRACT ROHMAH KHAYATI Impact of Development Activities of Cultural Tourism against of social capital community (cases Setu Babakan, Serengseng Sawah Jagakarsam South Jakarta) . Under direction of SAHARUDIN The tourism sector in Indonesia is one sector which is the mainstay and economic development priorities .Potential of wealth and natural beauty that exist in Indonesia is the attractiveness of an area to improve the source of government revenue through levies. One of functions of cultural tourism is keeping the identity, values, and norms of the nation. Good governance in cultural tourism can anticipate the negative impacts of globalization which is the entry of foreign culture that is contrary to the local culture, consumer behavior and capacities brought foreign nationals are being copied by local communities so scraped local wisdom and declining social capital (Ningrum 2014). The influence of social capital in a community or society, both structural and cognitive social capital influence on the management of cultural tourism. The stronger the social capital possessed it will encourage better management. Keywords : Social Capital, Development, Cultural Tourism iv DAMPAK AKTIVITAS PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP MODAL SOSIAL KOMUNITAS Oleh ROHMAH KHAYATI I34120033 Laporan Studi Pustaka Sebagai syarat kelulusan KPM 403 Pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 v LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Rohmah Khayati Nomor Pokok : I34120033 Judul : Dampak Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap Modal Sosial Komunitas dapat diterima sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Disetujui oleh Dr.Saharuddin Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah M.Sc Ketua Departemen Tanggal Pengesahan: _______________ vi PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul Dampak Aktivitas Pembangunan Pariwisata Budaya Terhadap Modal Sosial Komunitas ini dengan baik. Laporan Studi Pustaka ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Saharuddin sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan Studi Pustaka ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ibu Sulatin dan Bapak Dwi Hartono, orang tua tersayang, serta Dewi Suhandary, adik tercinta sebagai sumber motivasi utama yang telah membantu serta mendukung segala pilihan penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 49, teman-teman di UKM Lises Gentra Kaheman , serta teruntuk Haerani Aslesmana, Yulinda Devianty, Paramita Dwi Febriani, Nuraini, Fithriyah Sholihah yang selalu mengisi hari-hari dalam menempuh pendidikan di KPM yang telah memberi semangat dan dukungan dalam penyusunan laporan Studi Pustaka ini. Semoga laporan Studi Pustaka ini bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Desember 2015 Rohmah Khayati NIM. I34120033 vii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Maret 1994 dari Bapak Dwi Hartono dan Ibu Sulatin.Penulis merupakan putrid pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Depok, yaitu SD Negeri Gandul 01 lulus tahun 2006, SMP Negeri 13 Depok lulus tahun 2009, dan SMA Negeri 6 Depok lulus tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis di terima sebagai salah satu mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) tertulis Departement Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Mssyarakat, Institut Pertanian Bogor. Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif sebagai anggota UKM Lises Gentra Kaheman 2013-2014, kemudian menjadi anggota Divisi Kominfo UKM Lises Gentra Kaheman 2015-2016. Serta sebagai anggota Redaksi Online di Majalah Komunitas FEMA Februari-Desember 2014. viii DAFTAR ISI DAFTAR ISI..................................................................................................................... viii DAFTAR TABEL...............................................................................................................ix DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................ix PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1 Tujuan tulisan.................................................................................................................. 3 Metode Penulisan ............................................................................................................ 3 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ..................................................................... 4 Penguatan Modal Sosial Untuk Pengembangan Nafkah Berkelanjutan dan Berkeadilan ........................................................................................................................................ 4 Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil Pertanian .................... 6 Analisis Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam Melestarikan Kebudayaan dan Pengembangan Sektor Pariwisata ....................................................... 8 Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang ....................................................................................... 10 Interaksi Sosial Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Alam Di Kawasan Gunung Salak Endah .................................................................................................................. 12 Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas: Suatu Kajian Teoritis................... 14 Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal di Kawasan Sosrowijayan ................................................................................................................. 16 Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan ...................................................................... 18 Modal Sosial Masyarakat dalam Mengembangkan Ekowisata Bahari di Pulau Pramuka DKI Jakarta ................................................................................................................... 20 Strategi Pengelolaan Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Kepulauan Sitaro ............................................................................................................................. 21 Kajian Aspek Sosiologi Wisatawan di Objek Agrowisata (Kasus di Kampung Wisata Cinangneng, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat .................................................... 23 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 25 Modal Sosial ................................................................................................................. 25 Konsep Modal Sosial ................................................................................................ 25 Dimensi dan Tipologi Modal Sosial ......................................................................... 27 Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial ..................................................................... 29 ix Pariwisata ...................................................................................................................... 33 Konsep Pariwisata ..................................................................................................... 33 Pengembangan Pariwisata Budaya ........................................................................... 34 Pengelolaan Wisata Budaya .......................................................................................... 35 Strategi Pengelolaan Pariwisata ................................................................................ 35 SIMPULAN ...................................................................................................................... 40 Hasil Rangkuman dan Pembahasan .............................................................................. 40 Usulan Kerangka Analisis Baru .................................................................................... 45 Perumusan Masalah dan Pernyataan Penelitian Skripsi................................................ 46 DAFTAR PUTAKA ......................................................................................................... 47 DAFTAR TABEL Tabel 1. Data Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012…………………………………………………………………….1 Tabel 2. Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging……...29 Tabel 3. Kategori Modal Sosial………………………………………………..34 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran…………………………………………………4 x 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu modal sosial untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan. Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja yang memiliki pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan yang memiliki semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat kebaikan sebagai pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan memberikan implikasi positif kepada produktivitas (output) dan hasil (outcome). Sektor pariwisata di Indonesia merupakan salah satu sektor yang menjadi andalan dan prioritas pengembangan perekonomian. Potensi kekayaan dan keindahan alam yang ada di Indonesia merupakan daya tarik suatu wilayah untuk meningkatkan sumber pendapatan pemerintah melalui retribusi. Dengan diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Daerah untuk mengelola wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya tanggung jawab dan tuntutan untuk menggali dan mengembangkan potesi sumber daya yang dimiliki didaerah dalam rangka menopang perjalanan pembangunan daerah. Pengembangan dan pembangunan di sektor pariwisata, merupakan salah satu bentuk dari pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan kepuasan batiniah karena semua manusia memiliki kesempatan untuk mencari hiburan. Dengan pemenuhan kebutuhan tersebut banyak keutnungankeuntungan yang didapatkan dari pihak-pihak pemilik, pengelola dan pihak negara seperti keuntungan finansial atau membuat suatu daerah tersebut menjadi lebih dikenal. Namun, jika keuntungan tersebut tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik, justru akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang merugikan khususnya kepada masyarakat. Untuk menjamin supaya suatu daerah yang memiliki sektor pariwisata dapat berkembang dengan baik dan berkelanjutan seta mendatangkan manfaat bagi manusia meminimalisasi dampak negatif atau konflik yang mungkin akan timbul maka pengembangan masyarakat pariwisata perlu didahului dengan kajian mendalam, yakni dengan melakukan penelitian terhadap semua daya pendukungnya (Wardiyanta 2006:47). Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya dalam rangka bermasyarakat yang dijadikan miliki manusia dengan belajar. Kebudayaan memiliki tiga wujud (i) ide, gagasan, nilai atau norma; (ii) aktivitas atau pola tindakan dalam masyarakat; (iii) benda atau hasil karya. (Koentjaraningrat (1979: 186-187) dalam Oktinaldi (2012:21) 2 Pariwisata budaya merupakan salah satu fungsi dalam menjaga identitas, nilai serta norma bangsa. Pengelolaan yang baik dalam pariwisata busaya dapat mengantisipasi dampak negative globalisasi yakni masuknya budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal, perilaku konsumtif dan kapasitas yang dibawa warga Negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial (Ningrum 2014). Dalam aktivitas pembangunan pariwisata budaya terdapat beberapa strategi yang dibutuhkan seperti aspek regulasi, aspek manajemen pembangunan sarana dan prasarana ODTW yang menunjang dan mencakup pengembangan infrastruktur kawasan wilayah pariwisata, aspek manajemen kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, mekanisme yang mengatur berbagai kepentingan secara operasional serta koordinasi agar memiliki efisiensi yang tinggi, aspek SDM, aspek manajemen permasaran dan promosi, aspek manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik lingkungan dan sosial ekonomi dari ODTW dengan profesionalisme dan pengelolaan ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dab mampu memanfaatkan potensi ODTW secara lestari. Kemampuan pembangunan pariwisata dalam pemenuhan kebutuhan, berbanding lurus dengan perkembangan global yang demakin pesat, dampak yang terjadi pun tidak sedikit. Salah satu dampak yang dirasakan adalah klaim budaya Nusantara. Berawal dari akhir 2007 oleh Negara Malaysia mengklaim Reog Ponorogo, pada tahun 2008 klaim lagu Rasa Sayange dari Maluku dan pada Januari 2009 terjadi klaim Batik. Dampak negative lainnya adalah masuknya budaya asing yang bertolak belakan dengan budaya lokal berpengaruh dengan perilaku konsmtif dan kapitalis yang dibawa warga negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial. Mawardi (2007) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakatnya (ekonominya) di banyak negara termasuk di Indonesia terlalu menekankan pentingnya peranan modal alam (natural capital) dan modal ekonomi (economi capital) modern seperti barang-barang modal buatan manusia, teknologi dan manajemen dan sering mengabaikan pentingnya modal sosial seperti kelembagaan lokal, kearifan lokal, norma-norma dan kebiasaan lokal. “Komunitas dalam masyarakat tampak semakin tidak terkelola dan rentan. Sedikit sekali tanda-tanda terbangunnya modal sosial dan kepercayaan sosial. Situasi ini menuntut adanya upaya-upaya inovatif untuk pemecahan masalah. Mendorong partisipasi publik dalam pengambilan keputusan adala bentuk inovasi yang sangat esensia agar bangsa Indonesia dapat bertahan mengahadapu krisis sekaligus 3 membangun kapasitas untuk menghadapi globalisasi dan mencegah dampak negatif desentralisasi. Melalui pendekatan partispatif dan inovatif, akan dihasilkan solusi yang akan mendorong capaian lebih dari biasanya. Tanpa itu, sulit dicapai proses percepatan untuk pemecahan masalah.” (Sumarto 2009) Masyarakat yang memiliki sikap modal sosial yang tinggi mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan dengan lebih mudah. Saling percaya, toleransi antara beberapa pihak dan kerjasama mereka dapat membangun jaringan baik jaringan internal kelompok, maupun jaringan diluar masyarakat lain. Pengembangan pariwisata dengan modal sosial dianggap mampu mengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) serta meningkatkan ekonomi dan lapangan pekerjaan. Tujuan tulisan 1. Mengidentifikasi konsep-konsep modal sosial komunitas budaya 2. Mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi aktivitas pariwisata budaya Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini adalah metode analisis data sekunder atau metode studi literarature yakni dimulai dengan meringkas dan menganalisis literature. Bahan pustaka yang digunakan dalam penulisan studi pustaka ini berasala dari hasil penelitian, yakni berupa disertasi, laporan penelitian, jurnal ilmiah dan buku teks dan sebagainya yang didapatkan melelui internet maupun pustaka cetak dengan tema yang berkaitan dengan studi pustaka ini.Bahan pustaka yang didapatkan akan akan dibuat suatu rangkuman dan pembahasan, yang disimpulkan menjadi sebuah konsep-konsep yang menjadi fokus pembahasan dalam laporan studi pustaka ini menjadi suatu kerangka pemikiran serta pertanyaan penelitian yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya. Analisis pustaka dilakukan dengan cara membuat riangkasan pusataka pada masing-masing pustaka serta menganalisis dan mengkritisi seluruh aspek termasuk berkaitan antara variabel dengan hasil penelitian pada jurnal. Tulisan yang disusun menggunakan beberapa literatur, menyintesiskan hasil dari konsep-konsep yang dibahas, yakni modal sosial komunitas, faktor-faktor yang mempengaruhi, bentuk-bentuk modal sosial dan pengukuran komunitas. Selanjutnya menyimpulkan konsep-konsep yang menjadi fokus pembahasan laporan studi pustaka ini dapat memenuhi keseluruhan substansi yang diperlukan. 4 RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Judul Buku Volume (Edisi), Hal Alamat URL / doi Tanggal Unduh : Penguatan Modal Sosial Untuk Pengembangan Nafkah Berkelanjutan dan Berkeadilan : 2012 : Prosiding : Online : Slamet Widodo : Strategi Nafkah keberlanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir : http://agribisnis.trunojoyo.ac.id/wpcontent/uploads/2015/05/Penguatan-Modal-SosialUntuk-Pengembangan-Nafkah-Berkelanjutan-danBerkeadilan.pdf : 17 September 2015 Ringkasan Pustaka Tujuan dari penelitian adalah menganalisis modal sosial yang ada di masyarakat, menganalisis strategi nafkah yang dijalankan oleh masyarakat dan penyusunan model penguatan modal sosial yang ada di masyarakat yang diarahkan pada pembentukan nafkah keberlanjutan. Instrument yang digunakan untuk menganalisis modal sosial adalah Social Capital Assessment Tool (SOCAT), menganalisis stategi nafkah menggunakan instrument The Livelihood Assessment Tool-kit (LAT). Fluktuasi musim, akses terhadap modal, konflik sosial, bencana alam dan kebijakan pemerintah merupakan faktor kerentanan yang selama ini dihadapi oleh masyarakat yang berada di daerah pesisir. Dengan menggungkan metode SOCAT yang merupakan salah satu fitur penting informasi rinci tentang modal sosial struktural dan kognitif yang dikumpulkan pada tingkat rumah tangga,yang sangat penting untuk menghubungkan informasi modal sosial dengan kesejahteraan kemiskinan dan rumah tangga. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pada masyarakat perdesaan, pelapisan sosial seringkali muncul berdasarkan kepemilikkan aset produksi. Pelapisan sosial ini terlihat antara nelayan tradisional dan nelayan modern, sehingga terjadilah kesenjangan antara nelayan tersebut. Namun jika dilihat dari pemanfaatan modal sosial antar nelayan tradisional sangat kuat. Strategi sosial dilakukan dengan jalan memanfaatkan ikatan-ikatan sosial baik berupa lembaga kesejahteraan lokal, hubungan produksi hingga jejaring sosial berbasis 5 kekerabatan atau pertemanan. Lembaga kesejahteraan lokal yang masih bertahan di Desa Karang Agung ini adalah kegiatan dalam sambatan dan anjeng. Rasa percaya antar warga (trust) sangat tinggi, menyebabkan pola hutang –piutang antar rumah tangga dapat berjalan dengan baik. Hutang menjadi salah satu bentuk strategi nafkah bagi rumah tangga miskin yang memanfaatkan jejaring sosial yang ada. Pola relasi yang egaliter menyebabkan rumah tangga miskin dapat dengan mudah mengakses berbagai bentuk kelembagaaan lokal. Untuk strategi nafkah di desa Karang Agung yang dijalankan antara lain dengan pola nafkah ganda, penggunaan tenaga kerja dari dalam rumah tangga dan melakukan migrasi. Modal sosial masih terbatas digunakan untuk pemenuhan kebutuhan jangka pendek (konsumtif), belum mengarah pada pemenuhan kebutuhan jangka panjang (produktif). Modal sosial masih dalam tahap bounding (pengikat) , belum sebagai bridging (jembatan) yang menghubungkan potensi warga. Strategi penguatan modal sosial di Karang Agung dapat dilakukan dengan memperkuat kapasitas mengembangkan jejaring kerjasama antar kelompok secara internal maupun eksternal. Analisis Pustaka : Kerangka Penelitian Penguatan Modal Sosial 1. Kerja sama 2. Perluasan jaringan kerja 3. Peningkatan daya saing kolektif yang berkelanjutan Keterangan : Strategi Nafkah Berkelanjutan 1. Akses terhadap modal 2. Kegiatan produktif untuk meningkatkan pendapatan yang berkelanjutan dan berkeadilan : Mempengaruhi Kepercayaan para nelayan sangat bergantung dengan alam, pada saat musim ombak besar, sangat tidak memungkinkan bagi nelayang kecil untuk pergi melaut. Inilah yang menyebabkan jumlah ikan yang dapat ditangkap mengalami penurunan. Untuk Akses yang digunakan, nelayan tradisional masih menggunakan peralatan yang sederhana, berbeda dengan nelayan modern yang memiliki alat yang canggih, inilah yang menyebabkan terjadinya pelapisan sosial antar nelayan. Namun, pada komunitas nelayan tradisional tidak muncul adanya pelapisan sosial dan ini yang menyebabkan penguatan modal sosial dalam rasa kepercayaan, dan jejaring sosial sangat tinggi dilingkup komunitas ini, karena mereka memiliki satu rasa yaitu sama-sama menempati lapisan paling bawah dalam stratifikasi masyarakat. Namun dalam kasus penelitian ini, penguatan modal sosial di desa Karang Agung hanya dalam permasalahan hutang-piutang dan dalam kegiatan hajatan, 6 atau modal sosial yang tergolong konsumtif dan berlaku jangka pendek. Rasa percaya dan jejaring sosial antar komunitas nelayan tradisonal, mungkin dapat dimanfaatkan pada kelompok sosial dilingkungan tersebut untuk penguatan dalam sektor perekonomian, seperti diberikan suatu pelatihan kerajinan untuk ibuibu pengajian di desa tesebut. Penguatan modal sosial dan strategi nafkah harus dikembangkan. Ikatan jejaring sosial diluar komunitas nelayan tradisional, agar ada kerjasama yang kuat dalam peningkatan produksi dan pemasaran. Tingkat kepercayaan antar warga yang tinggi sangat bermanfaat untuk memulai kegiatan simpan pinjam dan merintis usaha melalui modal bersama. Peran pemerintah diharapkan dapat memberikan fasilitas kredit melalui lembaga koperasi. Tahun : Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil Pertanian : 2008 Jenis Pustaka : Jurnal Judul Bentuk Pustaka : Online Nama Penulis : Syahyuti Kota dan Nama Penerbit : Bogor, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Volume (Edisi), Hal : http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/ FAE26-1c.pdf, Volume 26 No. 1 Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : 29 September 2015 Ringkasan Pustaka Tulisan ini merupakan kajian sistem sosial perdagangan hasil pertanian, sebagai upaya memahami kondisi yang melatarbelakangi sistem perdagangan yang berjalan. Modal sosial memiliki dampak yang signifikan terhadap prosesproses pembangunan. Pada kenyataannya jaringan sosial, sebagai bagian dari modal sosial belum mampu menciptakan modal fisik dan modal finansial yang juga dibutuhkan. Agar modal sosial tumbuh baik dibutuhkan adanya “nilai saling berbagi” serta pengorganisasian peran yang diekpresikan dalam hubungan personal, kepercayaan dan common sense tentang taunggung jawab bersama; sehingg masyarakat menjadi lebih dari sekedar kumpulan individu belaka. Ada dua pendapat tentang dimana posisi modal sosial. Menurut pendapat pertama, modal sosial melekat pada jaringan hubungan sosial. Hal ini terlihat dari kepemilikkan informasi, rasa percaya, saling memahami, kesamaan nilai dan saling mendukung. Sementara pendapat lain meyakini bahwa modal sosial dapat dilihat sebagai karakteristik yang melekat pada individu. 7 Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis disini, melihat bagaiman peran modal sosial dalam sistem perdagangan hasil pertanian. Faktor kunci keberhasilan berdagang menurut pedagang adalah reputasi dan relasi, yang merupakan komponen pokok modal sosial. Reputasi terbangun karena kepercayaan yang diberikan pihak lain kepada kita, sedangkan relasi merupakan wadah dimana interaksi dapat dijalankan. Peran modal sosial yang dijalankan oleh pedagang tersebut dilihat dari peminjaman kredit antar pedagang, khususnya pedagang kecil kepada pedagang besar, kemudian pada sistem kontrak jual beli antar kedua belah pihak, jika terjadi suatu perselisihan, solusi yang digunakan adalah melalui negosiasi karena pada prinsipnya semua pedagan ingin melanjutkan hubungannya. Hubungan pedagang dan pemasok dangat penting dalam sistem perdagangan ini karena dapat menghindarkan pedagang dari kerugian karena kualitas bahan yang buruk. Modal sosial yang tumbuh dalam sistem perdagangan, memang sangat berpengaruh dalam kinerja. Modal sosial juga mampu mengurangi dampak negative seperti kerugian, kualitas barang yang buruk dan dapat mereduksi biaya transaksi dan dapat juga membantu jika menghadapi kesulitan keuangan. Untuk mengembangkan modal sosial kata kuncinya adalah “waktu”. Analisis Pustaka Dari tujuan yang digunakan oleh penulis, hasil yang diperoleh terlihat bagaimana perilaku dalam berdagang dipengaruhi oleh relasi yang dibangun antara pedagang dengan pihak lain yang mendukung kegiatan perdagangan tersebut. Dilihat dari hubungan atau jaringan pada pelaku transportasi, pemasok bahan atau barang dan pedagang lainnya. Batasan dan variable-variabel modal sosial dan penelitian ini, penulis menggunakan konsep dari World Bank, Putnam, Coleman, Grootaert, Subejo yang disimpulkan modal sosial melekat pada jaringan hubungan sosial, terlihat dari kepemilikkan informasi, rasa percaya, saling memahami, kesamaan nilai dan saling mendukung, kemudian penulis juga menggunakan konsep didala kelembagaan perdagangan menurut Fafchamps dan Minten (1999) mengukur modal sosial yang dimiliki seorang pedagan atas empat hal yaitu (a) jumlah hubungan dalam sistem perdagangan, (b) jumlah pedagang yang diketahui, (c) jumlah orang yang dapat membantu financial dan (d) jumlah pedagang pemasok dan penerimaan yang dikenal secara mendalam. Dari konsep yang dipilih oleh penulis dapat dilihat hasilnya (a) jumlah hubungan sistem pedagangan, pedagang mengambil keuntungan tidak secara langsung didapatkan mereka melibatkan para uruh yang membantu pedagang, pelaku transportasi, penyedia jasa dalam penimbangan, bongkar muatan dan lain- 8 lain. (b) jumlah pedagang yang diketahui, dalam satu jaringan dijumpai begitu banyaknya pedagang yang terlibat, mulai pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul kecamatan, kemudian ke pedagang penumpul yang lebih tinggi lagi sampai akhirnya pada pedagang antar daerah, antar pulau atau eksportir. (c) jumlah orang yang dapat membantu secara financial, pedagan kecil jika mengalami suatu kesulitan mereka akan dibantu oleh keluarga dan orang lain, namun terkadang mereka lebih mngandalkan kemampuan yang dimiliki, berbeda dengan pedagang besar yang memiliki pengaruh. Atau dengan cara lain mereka berusaha dengan menggunakan sumber kredit, disinilah modal sosial memainkan perannya, sistem kredit dibrikan hanya kepada orang yang telah memiliki hubungan yang cukup lama dalam bekerja sama. (d) jumlah pedagang pemasok dan penerimaan yang dikenal secara mendalam, guna dari konsep ini sangat berpengaruh dalam mendapatkan bahan atau barang yang akan diperoleh pedagang. Pedagang akan mempercayai pemasok yang telah dikenalnya, karena untuk menghindarkan pedagang dari kerugian karena buruknya kualitas barang. Dari kesimpulan yang dibuat oleh penulis, modal sosial terbukti tumbuh dan terakumulas menurut waktu, dalam penelitiannya belum ditemukan hubungan modal sosial dengan waktu yang disebutkan didalam kesimpulan. Mungkin sebaiknya dibuat jangka waktu dalam menumbuhkan hubungan antar pihak. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : Analisis Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam Melestarikan Kebudayaan dan Pengembangan Sektor Pariwisata : 2014 : : : : : Jurnal Online Indriani Rahma Ningrum Malang http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/ view/1360/1255 : 3 Oktober 2015 Ringkasan Pustaka Penulis melakukan penelitian ini adalah untuk melihat masyarakat dan pemerintah dalam upaya pelestarian budaya yang ada di Ubud di era globalisasi ini. Kajian yang digunakan pada penelitian ini adalah (1) pemberdayaan masyarakat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimana konsep pemberdayaan disini, masyarakat sebagai subjek dan pelaku utama. Pembangunan dalam pendekataan bottom-up bertujuan menumbuhkan partisipasi masyarakat. Dari implementasi atau tujuan pemberdayaan meningkatkan juga kesejahteraan 9 masyarakat baik dalam pemenuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial. (2) peran modal sosial dan kehidupan bermasyarak, modal sosial ini dibentuk karena adanya relasi antar indvidu yang memiliki tujuan yang sama, (3) Pelestarian budaya sebagai penunjang sektor pariwisata. Adanya aturan yang menjadi pedoman kehidupan masyarakat atau sebagai control desa Padang Tegal yang disebut awig-awig, fungsinya adalah untuk menyakngkal dampak buruk dari banyaknya budaya luar yang berlalu lalang. Adanya dampak negative modal sosial pun terjadi di masyarkat desa Padang Tega, yaitu adanya batasan akses terhadap pihak luar desa yang tercantum dalam awig-awig. Untuk meminimalkan dampak negative tersebut, masyarakat menanam kepercayaan dengan cara menumbuhkan kebudayaan gotong royong. Kegiatan ini merupakan hal wajib yang telah disepakati. Jaringan juga dapat menumbuhkan dampak positif dari peran modal sosial, jaringan yang dibangun oleh masyarakat melalui suatu kerjasama oleh pihak masyarakat dengan pihak luar melaui suatu oraganisasi dalam pariwisata. Keuntungan dalam membangun jaringan ini masyaraka dapat berbagi ilmu serta pengalaman, lantas berkembanglah kreasi dan inovasi alam dunia pariwisata. Dengan adanya peran modal sosial yang baik, maka partisipasi dalam masyarakat akan akif, oleh karena ini pemberdayaan masyarakat bisa tercipta dan mampu mandiri tanpa adanya bantuan pemerintah. Tri Hita Kirana merupakan penunjang modal sosial masyarakat desa Padang Tegal di Era Globalisasi. Penerapan makna Tri Hita Kirana di segala aspek kehidupan masyarakat Bali, tidak hanya kehidupan sosial keagamaan, juga dalam bentuk rumah, dalam hal pariwisata harus mengamalkan azas tersebut. Dengan berbekal falsafah, masyarakat menjaga dengan baik hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia juga manusia dengan alam. Sehingga nilai, norma kepercayaan, jaringan dan informasi dapat berjalan baik di masyarakat karena masyaraka mengamalkan azas tersebut. Modal sosial berfungdi untuk meningkatkan kesejahteraan baik rohani maupun jasmani. Pelestarian budaya merupakan kesejahteraan rohani, sedangkan kesejahteraan jasmanidiukur dari pengembangan sektor pariwisata. Analisis Pustaka Peran modal sosial di internal masyarakat Desa Padang Tegal memang sangat kuat, apalagi didukung oleh pedoman-pedoman yang telah di buat secara budaya sehingga dalam pemberdayaan masyarakat menjadi semkin kuat dan partisipatif, namun pemberdayaan masyarakat seogyanya dilakukan bersama-sama oleh pemerintah dan masyarakat. Jika pemerintah adat dan masyarakt telah bekerja sama, maka peran dari pemerintah dinas pun menjadi hal yang dinantikan masyarakat. 10 Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang : 2013 : : : : : : Jurnal Online Oktaniza Nafila Bandung Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota V0l. 24 No. 1 April 2013, hlm 65-80 http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wpcontent/uploads/2014/04/173-181.pdf : 5 Oktober 2015 Ringkasan Pustaka Penelitian yang dilakukan di Gunung Padang, yang merupkan salah satu cagar budaya yang berada di Kabupaten Cianjur. Walaupun masih dalam tahap perencanaan destinasi wisata wisata ini sangat diminati. Salah satu stakeholder yang membawa pengunjung datang ke Gunung Padang adalah komunitas kreatif. Komunitas kretif ini mengembangkan produk wisata yang berbeda sesuai dengan target peserta tur tersebut. Komunitas kreatif ini merupakan unit analisis dari penelitian ini. Tujuan dari peneliti adalah mengidentifikasi karakteristik destinasi eisata budaya Situs Megalitikum Gunung padang, mengidentifikasi karakteristik komunitas kreatif yang mengembangkan produk wisata ke Situs Magalit Gunung Padang, Mengidentifikasi produk wisata yang direncanakan dan dikembangkan oleh komunitas kreatif dan mengidentifikasi peran komunitas kreatif dalam pengembangan pariwisata Situs Megalitikum Gunung Padang. Hasil penelitian yang dijabarkan, dengan beberapa literature yang digunakan didapatkan bahwa destinasi wisata Gunung Padang yang masih dalam tahap perencanaan memiliki banyak potensi yang menarik termasuk budaya masyarakat local dan masyrakat yang masih menjadikan situs ini sebagai tempat ritual pemujaan kepercayaan Sunda Kuna. Meskipun daya tarik dalam Gunung Padang sudah dapat menarik pengunjung yang cukup tinggu, namun fasilitas seperti jala, rumah makan dan fasilitas pendukung lainnya belum memadai. Terdapat tiga komunitas yang membawa wisatawan ke Situs Megalit Gunung Padang yaitu Komunita Aleut!, Komunitas Geotrek dan Komunitas Mahanagari. Komunitas ini memiliki perbedaan dan peran tersenditi dalam mengembangkan wisata budaya Gunung Padang. Dari hasil penelitian, produk atau hasil wisata Komunitas Kreatif yang telah disebutkan di Situs Gunung 11 Padang. Produk wisata yang dikembangkan tiap komunitas memiliki ciri khas tersendiri. Komunitas Aleurt! Melaksanakan kegiatannya dengan prinsip dari komunitas, oleh komunitas dan untuk komunitas. Komunitas Geotrek Indonesia mengembangkan perjalanan yang lebih nyaman dan aman, karena mereka menawarkan fasilitas-faslititas yang menggiurkan, menyampaikan pengetahuan dengan cara yang menyenangkan. Sedangkan Mahanagari, mengasumsikan sebagai sebuah perusahann mengutamakan konsumen sebagai raja. Komunitas-komunitas kreatif telah berperan dalam memberikan manfaat kepada masyarakat setempat melalui pemberian kesempatan melalui pemberian kesempatan kerja sebagai local guides atau interpreter dan menyediakan alokasi pendapatan untuk penjagaan konservasi dan penyajiaan objek wisata. Analisis Pustaka Dari beberapa literature yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan dalam penelitian, peneliti menggunakan konsep dari Goeldner (2003) melihat pariwisata dari empat perspektif yang berbeda yaitu dari wisatawan, pebisnis yang menyediakan pelayanan bagi wisatawan, pemerintah setempat dan masyarakat setempat. Dengan unit analisisnya adalah komunitas kreatif yang ada di Gunung Padang, komunitas kreatif disini berperan sebagai pengembangan destinasi wisata. Merujuk pada konsep Florida (2002), Richard dan Wilson (2006) dan Widiastuti (2010) disimpulkan bahwa komnitas kreatif itu akan menumbuhkan krativitas dan menguatkan peran yang dimainkan, mempunyai daya tarik yang lebih luas dibandingkan dengan industry budaya yang sudah ketinggalan jaman. Komunitas kreatif bisa membuat ruang terbuka yang tidak berfungs menjadi lebih menarik untuk didatangai dan menggunakannya untuk kegiatan yang mereka suka. Dalam pengembangan wisata Gunung Padang terdapat tiga komunitas kreatif yang telah mengembangan wisata ini. Kararkteristik bagi masing-masing komunitas memiliki ciri dan keunikan tersendiri. Hasil-hasil yang diperoleh berdasarkan literature kreatif yang digunakan, komunitas kreatif tersebut telah membuat masyarakat memiliki kesempatan kerja, memberikan interpretasi yang meningkatkan apresiasi dan pengetahuan tentang pusaka budaya, mengkonservasi nilai intrinsic, memberikan interpretasi yang mendorong kepedulian dan dukungan public terhadap pusaka budaya, mengubah pusaka budaya menjadi produk wisata budaya untuk memfasilitasi konsumsi pengalaman, memberikkan kesempatan bagi pengunjung dan komunitas setempat untuk mengalami dan mengerti budaya dan pusaka komunitas secara langsung, mendorong pengunjung mengetahui lebih banyak merasakan pusaka budaya di suatu wilayah, memastikan pengunjung puas, senang dan mendapat pengalaman, menyajikan informasi yang berkualitas untuk mengoptimalkan pengertian dan pengetahuan terhadap pusaka budaya. Jadi dari hasil yang telah dilakukan oleh ketiga komunitas kreatif tersebut 12 telah menunjukan perannya dengan cara mereka masing-masing, dengan menggunakan media sosial seperti facebook dan blog, informasi tentang tempat yang didatangi akan cepat menyebar. Tahun : Interaksi Sosial Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Alam Di Kawasan Gunung Salak Endah : 2011 Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : Jurnal : Online : E. Rachmawati et al. : http://download.portalgaruda.org/article.ph p?article=86372&val=245. : Judul Ringkasan Pustaka Pada pustaka ini, peneliti menerapkan variable modal sosial pada masyarakat di sekitar kawasan Gunung Salak Endah, untuk mengoptimalkan perkembangan wisata di kawasan GSE, masyarakat setempat yang memiliki peran penting diharapkan dapat memiliki jaringan sosial yang kuat. Oleh karena itu perlu diteliti mengani interaksi sosial yang terjadi di masyarakat dalam kaitannya dengan pengembangan wisata. Interaksi sosial merupakan proses sosial yang terjadi apabila terdapat kontak sosial baik bersifat positif maupun negative dalam bentuk primer atau sekunder dan komunikasi antar pihak yang terlibat. Soekanto (2009) menyebutkan bahwa bentuk-bentuk proses interaksi sosial terdiri dari kerja sama, persaingan, akomodasi dan pertentangan atau konflik. Interaksi sosial antar indivudu dakam satu kelompok (interpersonal bersifat primer positif akan mengarah pada kerja sama, sedangakan interaksi sosial sekunder negative akan mengarahkan pada persaingan. Di Kawasan GSE interaksi yang terjadi adalah primer positif. Setiap individu memiliki status dan peran masing-masing, misalnya ada yang menjadi penyedia konsumsi, akomodasi dan pemandu wisata. Diantara mereka juga telah terbangun kesepakatan untuk pembagian manfaat/ keuntungan yang diperoleh. Interaksi antarindividu beda kelompok terjadi pada stakeholder di Desa Gunung Bunder 2 dan kelompok-kelopok lain yang ada, interaksi yang terjadi antar indivudu yang berbeda kelompok, yang dapat mendukung terbentuknya jaringan sosial, lebih banyak yang bersifat sekunder (tidak langsung) atau bahkan bersifat negative yang mengarahkan persaingan dan perpecahan. Hal ini akan mendorong terjadinya pengklusteran dalam pengembangan wisata alam yang menyebabkan lemahnya jaringan sosial yang ada. 13 Kemudian Interaksi antara individu dan kelompok terjadi antara ketua kelompok dan para anggotanya interaksi ketua KOMPEPAR Gunung Sari, Ketua KSM GSE, coordinator paguyuban Villa, ketua BLVRI, ketua KOMPEPAR Desa Gunung Bunder 2, Koordinator Valunteer, coordinator Format dan para masingmasing anggotanya bersifat primer positif, sedangkan kepala desa dengan masyarakatnya bersifat sekunder. Interaksi antarkelompok yang terjadi adalah interaksi antara KOMPEPAR dengan KSM GSE. Sifat interaksinya adalah sekunder negatif yang berbentuk pesaingan yang mengarah pada pertikaian (kontraversi). Akan ttapi, persaingan ini masih bersifat tertutup (latent), pertikaian terjadi karena prinsip yang berbeda. Permasalahan tersebut menyebabakan tidak optimalnya pengembangan wisata alam di GSE. Adanya interaksi sekunder positif yang mengarah pada akomodasi dapat dijadikkan awal untuk membentuk jaringan sosial yang meningkat menjadi suatu kerja sama dalam pengembangan wisata. Jaringan sosial menunjukan hubungan yang terjalin antara individu yang terlibat dalam pengembangan wisata alam di GSE. Pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan wisata alam di kawasan GSE belum membentuk jaringan sosial tersebut. . Interaksi yang bersifat negatif lebih banyak terjadi di wilayah Desa Gunung Sari. Analisis Pustaka Interaksi yang ada di Kawasan GSE sangat bervariasi, namun dilihat dari stakeholder yang terlibat interaksi sekunder negatif masih dirasakan dalam pengembangan wisata ini terkait pentingnya jaringan sosial yang dibentuk. Kemudian adanya persaingan antar kelompok yang memiliki prinsip yang berbeda dapat berdampak dalam pengembangan wisata, perlu adanya pertemuan secara langsung agar dapat berkerjasama dalam menyatukan pemikiran atau persepsi antar kelompok-kelompok tersebut. Penelitian ini harus ditambahkan modal sosial, seperti trust atau kepercayaan bagaimana tingkat kepercayaan bagi masing-masing individu dengan kelompok, antar individu dengan kelompok lain dan antar kelompok agar jaringan sosial dalam kerjasama dapat terjalin dengan baik dalam pengembangan wisata. Interaksi yang bsifat negatf dapat di minimalisirkan. Tidak hanya trust, norma atau nilai yang dianut oleh masyarakat perlu diperhatikan, agar masyarakat tidak merasa dirugikan, dalam penelitian ini interaksi yang terjadi antarkelompok lebih pada kepentingan ekonomi jangka pendek dari kegiatan wisata alam daripada pengembangan jangka panjangnya. Hal ini menyebabkan kurangnya hubungan kerja sama antar stakeholder dan tidak 14 terbangunnya jaringan sosial untuk mendukung keberhasilan pengembangan wisata alam. Oleh karena tidak sedikit dampak yang diterima oleh masyarakat. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi), Hal Alamat URL / doi Tanggal Unduh : Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas: Suatu Kajian Teoritis : 2008 : Prosiding : Online : BRA Baskoro dan Cecep Rukendi : : : : Jurnal Kepariwisataan Indonesia : Vol. 3 No. 1, Maret 2008 ISSN 1907-9419 http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/DHS/1%23.pdf : 8 November 2015 Ringkasan Pustaka Pada jurnal ini mencoba untuk menganalisis aspek teori tentang pariwisata berbasis komunitasdi Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. Jalan jaksa merupakan tempat berinteraksinya pariwisata urban seperti turis asing dari backpackerss. Kegiatan turis ini di atur oleh Komunitas yang ada di Jalan Jaksa, bukan dari pemerintah daerah. Komunitas ini juga yang secara mandiri melalui berbagai organisasi masyarakat yang ada mengelola keberadaan daya tarik wisata Jalan Jaksa. Salah satu kegiatan yang populer dilakukan oleh komunitas ini adalah Festival Jalan Jaksa. Untuk mengelola keberadaan objek dan daya tarik wisata di Jalan Jaksa, komunitas tersebutlah yang merancang dan mengelola secara langsung keberadaan objek dan daya tarik wisata tersebut. Dalam jurnal ini terdapat tujuan untuk meneliti 1) apakah ada korelasi secara teoritik antara pembangunan kota pariwisata dengan pembangunan komunitas, 2) apakah ada social and economic benefits dari pembangunan kota pariwisata dalam mengatasi pembangunan perkotaan? Menelaah konsep pembangunan kota pariwisata berbasis komunitas. Pembangunan sangat terkait dengan modernisasi, transformasi perubahan masyarakat dalam segenap aspek. Menurut Sghoorl modernisasi masyarakat sebagai penerapan pengetahuan ilmiah yang ada ke dalam semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek-aspek masyarakat. Menurut Todaro (1997) pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas sgenap bidang 15 kehidupan manusia yang meliputi tiga aspek penting 1) peningkatan standar hidup setiap orang (pendapatan, tingkat konsumsi pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain-lain) melalui proses-proses pertumbuhan ekonomi yang relavan 2) penciptaan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri setiap orang melalui pembentukan segenap sistem ekonomi dan lembaga sosial, politik dan juga ekonomi yang mampu mempromosikan jati diri dan penghargaan hakekat manusia, dan 3) peningkatan kebebasan setiap orang melalui perluasan jangkauan pilihan mereka serta peningkatan kualitas maupun kuantitas aneka barang dan jasa. Kota sebagai nodes atau titik awal pertumbuhannya pembangunan, penyerap dan penerus dari laju ini kepada jejaring keterhubungan pembangunan. Community based Tourism,yaitu menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama melalui pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kegiatan kepariwisataan, sehingga kemanfaatan kepariwisataan sebesar-besarnya diperumtukan bagi masyarakat. Tujuan yang ingin diraih adalah pemberdayaan sosial-ekonomi komunitas itu sendiri dan melekatkan nilai lebih dalam berpariwisata, khususnya kepada para wisatawan. Dalam pengembangan community based tourism ada 5 aspek yang harus diberdayakan, yakni: 1) social assets yang dimilikki oleh komunitas tersebut, seperti: budya, adat istiadat, social networks, trust, gaya hidup; 2) saran dan prasarana, bagaimana sarana dan prasarana objek wisata tersebut apakah sudah ideal dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan; 3) organisasi, apakah telah ada organisasi masyarakat yang mamu secara mandiri mengelola objek dan daya tarik wisata; 4) aktivitas ekonomi; 5) proses pembelajaran. Secara teoritis, pembangunan kota pariwisata akan mampu meningkatkan taraf kehidupan komunitas di sekitar objek dan daya tarik wisata. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila kebijakan, program dan strategi pemerintah serta dunia usaha mendukung pembangunan pariwisata berbasis aset dan menyediakan akses dana bagi mereka. Analisis Pustaka Dari jurnal didapatkan teori-teori bagaimana membangun kota pariwisata berbasis komunitas. Kota yang merupakan peran penting terhadap pembangunan melalui jejaring keterhubungan pembangunan.sistem perkotaan yang erat kaitannya dengan faktor-faktor urbanisasi, yakni inovasi, kesempatan dan transformasi sosial-ekonomi-politik, yang semuanya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Integrasi sosial diharapkan dapat tercapai melaui partisipasi masyarakatdalam penerapan good governance dalam pengelolaan pembangunan. Peningkatan modernisasi juga berperan malalui 16 penciptaan kerangka kelembagaan yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk merangsang maupun menerima perubahan yang akan terjadi. Dalam konsep pembangunan komunitas bisa dilakukan sejalan dengan pembangunan pariwisata di suatu daerah tertentu. Melalui pembangunan pariwisata, komunitas tersebut secara aktif berpartisipasi untuk mendorong terjadinya social interaksi antar individu dalam komunitas dan juga dengan para wisatawan. Penekanannya lebih kepada partisipatid aktif komunitas dan pola hubungan yang terjalin antar komunitas lokal dan wisatawan. Community based development adalah konsep yang menekankan kepada pemberdayaan komunitas untuk menjadi lebih memahami nilai-nilai dan asset yang mereka miliki seperti kebudayaan, adat istiadat, masakan kuliner dan gaya hidup. Peranannya adalah pembuatan keputusan, menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Jurnal Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal di Kawasan Sosrowijayan : 2013 Jurnal Online Sri Safitri Oktaviyanti Jurnal Nasional Pariwisata Volume 5, nomer 3, Desember 2013 (201208) ISSN 1411-9862 http://jurnal.ugm.ac.id/tourism_pariwisata/ article/download/6693/5256. : 19 September 2015 : : : : : Ringkasan Pustaka Sosrowijayan merupakan kawasan pariwisata di Yogyakarta, dimana interaksi antara wisatawa dan masyarakat local member dampak pada pertumbuhan kehidupan pariwisata. Bentuk interaksi berdasarkan motivasi dan pelaku interaksi. Pertama, dilakukan untuk transaksi bisnis, wisatawan sebagai konsumen dan pelaku usaha sebagai penyedia. Kedua terjadi saat wisatawan dan masyarakat bertemu di atraksi wisata yang sama, yitu café resto dengan motivasi 17 pertemanan, kuangan dan romantisme. Interaksi berikutnya terjadi saat kedua belah pihak menggali informasi, baik mengenai pariwisata, budaya maupun data pribadi. Interaksi untuk bertransaksi wisatawan dengan masyarakat pekerja, dan dengan masyarakat non pekerja. Dampak sosial budaya akibat interaksi tersebut meliputi efek demonstrative, perubahan nilai sosial, contoh: norma perubahan pandangan akan hubungan pria dan wanita, sifat materialistis dan nilai budaya pada pertunujukan sen, pembelajaran budaya serta budaya pariwisata. Narasumber yang dipilih dengan sistem purposive sampling yaitu orang yang sianggap tahu diharapkan dapat memberikan informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya (Prastowo, 2011). Data diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Interaksi wisatawan dan masyarakat lokal, terdapat tiga interaksi 1) Interaksi untuk transaksi wisata, contohnya seperti membeli produk wisata. Interaksi berlangsung singkat apabila tujuannya hanya mencapai pada transaksi.2) Interaksi di atraksi wisata yang sama, kontak terjadi saat wisatawan bertemy masyarakat lokal di resto, café atau area umum lain.3) Interaksi untuk mendapatkan informasi, contohnya pemberian informasi pariwisata, budaya, pengalaman pribadi Dampak sosial budaya interaksi wisatwan dan masyarakat lokal a) efek demonstartif adalah perubahan nilai, sikap dan perilaku masyarakat sebagai akibat wisatawan yang membawa budaya asing, imitasi budaya asing termasuk pada perubahan gaya hidup seperti mengobrol sampai larut malam, minum alcohol, bermesraan di tempat umum dan kesukaan akan musik asing seperti reggae dan blues. b) perubahan nilai-nilai, seperti 1) adanya budaya konsumtif dan materilistik, contohnya keinginan kamera dan handphone terbaru. 2) Perubahan persepsi hubungan pria dan wanita terutama sebagai akibat interaksi antara wisatawan asing Kaukasi yang disebut bule dengan para pemburu bule disebut sebagai bule hunter (menjalin hubungan negara asing). 3) Berkurangnya tenggang rasa dan menghargai. c) Pembelajaran budaya, wisatawan dan masyarakat bertemu, keduanya membaca sikap dan perilaku satu sama lain menghormati perbedaan yang ada. d) Budaya pariwisata, budaya yang berdasarkan kebutuhan wisatawan. Analisis Pustaka Dalam pusataka ini, menggunakan variable interaksi antara wisatawan lokal dengan dampak sosial budaya damapak nya bisa positif maupun negative. Pelaku interaksinya adalah wisatawan, masyarakat pekerja dan masyarakat non pekerja. Pada interaksi untuk transaksi wisata dan saat bertemu disatu atraksi wisata, kedua pihak dapat melakukan kontak baik dengan intensitas rendah atau tinggi, sementara interaksi untuk mendapatkan informasi cnderung berintenstas rendah. Dampak sosial budaya sebagai akibat dari terjadinya interaksi meliputi 18 terjadinya efek demonstratif, munculnya perubahan nilai sosial seperti pada perubahan norma, pandangan mengenai hubungan pria dan wanita, sifat materialism dan perubahan unsur budaya dalam pertunjukan seni, adanya pembelajaran budaya serta terciptanya budaya pariwisata. Dampak ini lebih berpengaruh pada masyarakat lokal dibandingkan pada wisatawan dikarenakan singkatnya masa kunjungan wisatawan. Adapun interaksi yang memberi lebih banyak dampak pada kehidupan keduanya berasal dari kontak akan tercapainya transaksi wisata dan saat keduanya bertemu di atraksi wisata yang sama. Kesemuanya dapat bersifat positif maupun negatif mengingat meskipun terjadi perubahan pada nilai sosial budaya masyarakat setempat, hal ini menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung ke Sosrowijayan. Judul Tahun : Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah : 2012 Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi : Thesis : Online : Nengsih Anen : http://repository.ipb.ac.id/handle/1234567 89/63118 Tanggal Unduh : 19 September 2015 Ringkasan Pustaka Modal sosial (social capital) sebagai salah satu konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kapasitas masyarakat (Seragelsin and Grootaert, 2000), memiliki peranan yang cukup penting dalam memelihara dan membangun integrasi dalam masyarakat dan merupakan factor penting yang mendorong percepatan. Kajian keterkaitan antara modal sosial dan pengelolaan sumberdaya hutan berbasis masyarakat atau hutan rakyat belum banyak diteliti. Sistem pengelolaan hutan rakyat tidak terlepas dari peran modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengukur modal sosial dalam pengelolaan hutan rakyaat lestari di Kabupaten Wonogiri dan menjelaskan hubungan modal sosial terhadap performansi hutan rakyat. Konsep modal sosial yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang dikembangkan oleh Uphoff (2002). Mengacu Uphoff (2000) modal sosial dirinci menjadi dua kategori, yaitu structural dan kognitif. Pada kategori structural, unsure yang dikaji ditekankan pada peranan (roles), aturan (rules), dan jaringan (networks). Sedangkan pada kategoru kognitifm unsure yang dikaju ditekankan 19 pada kepercayaan (trust) dan solidaritas (Solidarity), kedua unsure tersbut datang dari norma (norm), nilai (value), sikap (Attitudes), kepercayaan (belief) yang menciptakan dan memperkuat kesalingketergantungan positif dan mendorong peningkatan aliran manfaat yang dapat dirasakan oleh komunitas pengelolaan hutan rakyat lestari. Dalam sistem pengelolaan hutan rakyat terdapat beberapa sub siste untuk menjaga mempertahankan performasi hutan rakyat antara dipengaruhi oleh (1) sub sistem produksi yaitu sistem penguasaan dan pengambilan keputusan apakah secara individual atau komunal. Sistem penguasaan dan pengambilan keputusan pengelolaan mempengaruhi responsibilitas terhadap ekonomi pasar dan model ekonomi sosialnya (2) Sub sistem pengolahan dasil (orientasi usaha), apakan subsisten atau komunal. Tingkat subsistensi dan komersialisasi merupakan ukuran reposnsibilitas terhadap ekonomi pasar; (3) Sub sistem pemasaran hasil, jenis dan keragaman produk yang sikonsumdi atau dipasarkan merupakan responsibilitas terhadap kebutuhan dan pasar yang sekaligus mempengaruhi performasi pengelolaannya. Penulis yang menggunakan konsep modal sosial dari Uphoff, dalam bentuk struktural (peranan, aturan, prosedur, preseden dan jaringan) dengan cara menurunkan biaya transaksi, mengkoordinaskan berbagai usaha, menciptakan harapan dan membuat kemungkinan berhasil lebih besar dan menyediakan jaminan tentang bagaimana orang lain akan bertindak dan sebagainya. Terdapat tiga variable, yaitu unsur peranan, unsr aturan dan unsure persaingan. Analisis Pustaka Dalam konsep yang dipilih oleh penulis yaitu konsep modal sosial yang diambil dari konsep Uphoff yaitu dalam bentuk struktural dan kognitif serta konsep dalam pengelolaan hutan rakyat yang mengacu pada lembaga penelitian IPB (1990). Dalam modal sosial struktural, unsur peranan mendukung empat fungsi dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk tidakan kolektif yaitu pembuatan keputusan, mobilisasi dan pengelolaan sumberdaya, komunikas dan koordinasi dan resolusi konflik. Pihak yang terlibat di dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemudian ada dua tingkatan peranan para pihak yang ditinjau dalam mendukung kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Pertama tingkat peranan pihak informal dan pihak formal. Tingkat peranan tertinggi dalam sub sistem produksi yang mengambil keputusan berada di tingkat petani/individu/rumah tangga. Lembaga formal yang terkait langsung dalam pengelolaan hutan rakyat di kelurhan Seloputo yang sangat sering sebagai sarana informasi adalah kelompok tani dan Gapoktan, pertemuan/ komunikasi dan koordinasi sering dilakukan dalam kegiatan pertemuan Kelompok Tani yang silakukan secara rutin tiap bulan atau tiap selapanan. Kemudian tingkat kejelasan peran dan posisi pengurus organisasi Kelompok Tani dan Gapoktan di Kelurahan 20 Selopuro tergolong tinggi. Ini membuktikan tingkat modal sosial di keluruhan ini lebih tinggi dibandingkan di Desa Belikurip. Dalam Unsur Aturan, Kelurahan Selopuro juga lebih tinggi karena memiliki pengetahuan, pemahaman dan kepatuhan petani terhadap pelaksanaan aturan, namun tingkat pelanggaran juga lebih tinggi di daerah ini. Petani lebih mematuhi nilai, norma, kesepakatan dan kebiasaan yang ada di masyarakat. Tingkat jaringan modal sosial pun lebih tinggi di kelurahan Selopuro, ini ditunjukan tingkat keeratan dan intensitas hubungan/ interaksi antar petani dengan internal, external dan pihak lain lebih kuat. Bentuk modal sosial kognitif dala kategori kepercayaan, kelurahan Selopuro juga tinggi, ditunjukan tingkat kepercayaan respon terhadap peran dan posisi para pihak yang terlibat aturan (aturan tertulis dan aturan tudak tertulis), jaringan, kepatuhan dan kemampuan anggota masyarakat dalam melaksanakan aturan, manfaat hutan rakyat, kepatuhan dan kemampuan para pihak dalam menjaga kelestarian hutan rakyat, warga masyarakat lain memiliki kemampuan untuk bekerjasama dalam mendukung pengelolaan hutan rakyat dan tingkat kepercayaan terhadap warga masyarakat bersedia untuk saling menguatkan hubungan sosial. Tingkat solidaritas kelurahan Selopuro juga cukup tinggi. Modal sosial yang dimiliki di kelurahan Selopuroberpengaruh nyata terhadap pengelolaan hutan rakyat terutama dalam menjaga performasinya. Modal sosial struktural lebih tinggi dibandingkan modal sosial kognitif. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : Modal Sosial Masyarakat dalam Mengembangkan Ekowisata Bahari di Pulau Pramuka DKI Jakarta : 2015 : Skripsi : Cetak : Yandra Azhari : : : : : http://repository.ipb.ac.id/handle/12345678 9/66322 : 29 September 2015 Ringkasan Pustaka Sumberdaya alam merupakan factor yang sangat menentukan bagi kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan dalam kehidupannya, manusia tidak 21 dapat hidup tanpa adanya sumberdaya alam. Ketergantungan manusia akan sumberdaya alam tersebut berpengaruh terhadap pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam yang ada. Indonesia sebagai negara sedang berkembang, dimana peningkatan jumlah penduduk yang terus terjadi mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah permintaan akan pemenuhan kebutuhan hidup dari sumberdaya alam, maka hal ini akan berkorelasi terhadap semakin eksploitatifnya pemanfaatan sumberdaya alam yang ada (Sulton 2011). Sumberdaya alam di wilayah pesisir di pulau pramuka menjadi suatu potensi dan pendukung dalam pengembangan ekowisata bahari. Konsep yang digunakan oleh peneliti yaitu mengenai pengembangan ekowisata bahari yang mencakup tingkat keterlibatan masyarakat dalam melestarikan alam, tingkat pelaksanaan dan manajemen ekowisata berkelanjutan, tingkat pengetahuan lingkungan serta manfaat terhadap masyarkat lokal yang kemudian konsep tersebut dihubungkan dengan konsep modal sosial, unsur modal sosial yang digunakan adalah (1) Norma, untuk mengetahui pemahaman terhadap norma, (2) kepercayaan, untuk mengetahui tingkat kepercayaan terhadap masyarakat, dan (3) Jaringan. Modal sosial pada pustaka ini dilihat dari individu unit analisisnya, yaitu kepala keluarga pada masyarakat pulau pramuka. Analisis Pustaka Hubungan antara usia dengan modal sosial kepala keluarga. Pertama yang di analisis adalah mengenai norma, diketahui tingkat pemahaman masyarakat terhadap norma lebih tinggi pada usia dewasa dibandingkan dengan usia lain. Pada tingkat kepercayaan usia tidak terlalu terpengaruh.sedangkan hubungan dengan jumlah orang yang dikenal cenderung lebih tinggi pada usia sedang atau dewasa, tidak hanya usia yang mempengaruhi namun karakteristik setiap individu turut mempengaruhi keeratan antar jumlah orang yang dikenal. Pengaruh hubungan tingkat pendidikan dengan modal sosial. Unsur norma dengan pendidikan tidak terlalu mempengaruhi dalam menjalankan peraturannya. Sedangkan hubungan kepercayaanya dengan pendidikannya masih tergolong masih kurang di masyarakat. Kemudian melihat hubungan tingkat pendidikan dengan jumlah orang yang dikenal tergolong tinggi pada tingkat pendidikan yang rendah. Tahun : Strategi Pengelolaan Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Kepulauan Sitaro : 2013 Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis : Jurnal : Online : Meydrikson Hiborang Judul 22 Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnal eksekutif/article/viewFile/4833/4358 : 2 Desember 2015 Ringkasan Pustaka Pengembangan pariwisata Indonesia telah tercermin dalam rencana strategi yang dirumuskan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, yakni: (1) meningkatkan kesejateraan masyarakat dengan membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja seta pemerataan pembangunan di bidang pariwisata; (2) mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkesinambungan sehingga memberikan manfaat sosial-budya, sosial ekonomi bagi masyarakat dan daerah, serta terpeliharanya mutu lingkungan hidup; (3) meningkatkan kepuasan wisatawan dan memperluasan pangsapasar; dan (4) menciptakan iklim yang kondusif bagi pembanguan pariwisata Indonesia sebagai berdayaguna, produktif, transparan dan bebas KKN untuk melaksanakan fungsi pelayanan kepada masyakat, dalam intitusi yang merupakan amanah yang dipertanggungjawabkan (accoutanble). Demikianlah pandangan Kementarian Kebudayaan dan Pariwisata RI, bahwa pengembangan pariwisata Indonesia harus didahului dengan pemahaman mengenai berbagaitantangan dan hambatan yang harus dihadapi dalam merencakan dan melaksanakan pengembangan pariwisata di Indonesia. Peranan pemerintah sebagai fasilitator sangat strategis dalam mewujudkan upaya-upaya ke arah pengembangan pariwisata tersebut melalui kepemimpinan institusinya bertanggung jawab atas empat hal utama yaitu; perencanaan (planning) daerah atau kawasan pariwisata, pembangunan (development) fasilitas utama dan pendukung pariwisata, pengeluaran kebijakan (policy) pariwisata, dan pembuatan dan penegakan peraturan (regulation). Menjadikan suatu daerah menjadi daerah tujuan wisata andalan diperlukan adanya suatu perencanaan strategi yang baik dan adanya introspeksi terhadap isu/faktor strategis, sehingga dengan adanya strategi yang baik dalam pengembangan sektor pariwisata maka akan meningkatkan penerimaan bagi pendapatan asli daerah (PAD) dengan demikian dapat mengetahui prospek perkembangan sektor pariwisata daerah kedepannya. Analisis Pustaka Dalam pengelolaan kawasan pariwisata untuk upaya mencapai tujuan terdapat beberapa sejumlah isu dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Isu-isu strategis meliputi (1) belum efektifnya regulasi dalam rangka efektifitasnya pengembangan dan pengendalian pembangunan pariwisata, (2) Kurangnya sarana dan prasarana pariwisata, (3) Tidak adanya koordinasi dan keterpaduan program antar stakeholder maupun 23 sektor terkait, (4) Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pariwisata yang professional dan berkemampuan tinggi, (5) Belum optimalnya program promosi dan pemasaran yang membeerikan kontribusi positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), (6) Belum optimalnya pengembangan pengelolaan dan pelestarian obyek dan daya tarik wisata dan kebudayaan daerah, (7) Belum optimalnya jaringan hubungan kemitraan berbasis kerakyatan. Strategi pengembangan potensi kepariwisataan meliputi: (1) Aspek regulasi, (2) Aspek manajemen pembangunan sarana prasarana ODTW yang menunjang pengembangan infrastruktur kawasan wilayah pariwisata, (3) Aspek Manajemen Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan secara operasional serta koordinasi agar memiliki efisiensi tinggi, (4) Aspek SDM, (5) Aspek pemasaran dan promosi, (6) Aspek manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik lingkungan dan sosial ekonomi dari ODTW dengan professionalism dan pola pengelolaan ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dan mampu memanfaatkan potensi ODTW secara lestari. Judul Tahun Jenis Pustaka Bentuk Pustaka Nama Penulis Nama Editor Judul Buku Kota dan Nama Penerbit Nama Jurnal Volume (Edisi), Hal Alamat URL/ doi Tanggal Unduh : Kajian Aspek Sosiologi Wisatawan di Objek Agrowisata (Kasus di Kampung Wisata Cinangneng, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat) : 2012 : : : : : : Jurnal Online Dina Ratih Dewi, Hepi Hapsari Jurnal Ilmiah Pariwisata JAKARTA, PUSLITDIMAS : Jurnal Ilmiah Pariwisata : Vol 17, No. 2, Juli 2012, Hal 121- 138 http://www.stptrisakti.ac.id/puslit/jurnal/JIPariwisata-Vol%2017%20No%202Juli2012.pdf : 7 Desember 2015 Ringkasan Pustaka Kampung wisata Cinangneng (KWC) merupakan objek wisata dengan konsep “Pariwisata Berbasis Masyarakat (Pariwisata Inti Rakyat)”- pariwisaya yang berlandaskan semangat ekonomi kerakyatan dan diharapkan dapat bertahan di tengah krisis ekonomi. Bauran pemasaran kampong wisata Cinangneng 1) Product/Service, seperti jasa penginapan dan kegiatan wisata focus dalam 24 penelitian ini adala program Poelang Kampoeng. 2) Price, dikenakan biaya Rp 95.000/ min 20 orang biaya tersebut mendapatkan semua fasilitas yang ada. Harga ditetapkan berdasarkan pertimbangan karena dalam pengadaan paket wisata ini KWC bekerja sama dengan masyarakat setempat. 3) Place/ Location, 4) Promotion, promosi dilakukan hanya melalui web pribadi dan penyebaran brosur serta promosi dari mulut ke mulut yang berkembang ke Koran, tabloid sampai ke stasiun televisi. 5) People, hampir semua karyawannya penduduk sekitar. 6) Physical Evidence, bangunannya seperti rumah dengan desain unik dengan budaya Indonesia, berbagai tanaman dan pepohonan tumbuh dengan baik dan tertata rapi. 7) Process, wisatawan yang berkunjung ke KWC bisa mendapatkan informasi tentang KWC melalui tema, kerabat, internet tentang paket wisata. 8) Power, KWC sangat mengandalkan kekayaan alam dan kebudyaan. 9) Promise, Para tamu akan merasa puas dan senang. Dampak sosial ekonomi dari keberadaan Kampoeng Wisata Cinangneng bagi Masyarakat sekitar adalah pembukaan lapangan kerja karena tenaga kerja KWC diambil dari penduduk sekitar KWC serta peningkatan pendapatan penduduk yang tidak terlibat langsung dalam perusahaan. Damapak positif lain adalah hubungan antara KWC dengan masyarakat juga terjalin baik, serta mengdapatkan pengetahuan. Analisis Pustaka Berdasarkan hasil penelitian, motivasi wisatawan KWC pada Paket Program Poelang Kampoeng yang tertinggi adalah keinginan untuk mendapatakan kegembiraan dan pengalaman baru. Faktor penarik yang mempengaruhi kunjungan wisatawan KWC adala keindahan, fasilitas, pelayanan, harga, dan semua kegiatan wisata pada Paket Program Poelang Kampoeng yaitu Tour ke Kampoeng, belajar angklung dll. Pada variable aksesbilitas dan jarak tempuh merupakan factor penarik wisata ini. Faktor penarik ini cukup memlilki kekuatan dalam menarik untuk berwisata ke KWC. Faktor Pendorong yang memengaruhi kunjungan wisata ke KWC terdiri dari anggaran wisata yang similiki, waktu senggang yang tersedia serta kejelasan informasi mengenai KWC dan sumber informasi yang diperoleh pengunjung. 25 RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN Modal Sosial Konsep Modal Sosial Modal sosial dalam pengertiannya memiliki unsur modal yang berarti memiliki kesamaan dengan modal fisik dan modal manusia. Seperti odal fisik, modal sosial memerlukan investasi awal dan perawatan berkala, dalam bentuk interaksi yang berulang atau membangun perilaku kepercayaan. Modal sosial juga memberikan gambaran yang berbeda dibandingkan modal fisik, modal sosial manusia (Bastelaer dan Grootaert 2002). Perhatian terhadap konsep ini didorong oleh masalah yang sama, sebab banyak pengalaman di dunia yang menunjukkan bahwa inisiatif pembangunan yang tidak mempertimbangkan dimensi manusia termasuk faktor-faktor seperti nilai, norma, budaya, motivasi, solidaritas, akan cenderung kurang berhasil dibanding dengan yang mempertimbangkan dimensi manusia. Sehingga bukan hal yang aneh kalau model pembangunan yang mengabaikan semua itu akan berujung pada kegagalan. Saat ini, konsep modal sosial lebih menarik, karena jika berhasil memahaminya, maka dapat berinvestasi di dalamnya untuk menciptakan aliran manfaat yang lebih besar (Uphoff 2000). Coleman (1998) menjelaskan modal sosial adalah suatu keragaman entitas yang empunyai dua karakter umum, yaitu keseumanya mengandung aspek-aspek struktur sosial, dan memfasilitasi aksi individu dalam struktur tersebu,…modal sosial dalam hal ini merupakan struktur hubungan antar individu diantara individu-individunya. Modal sosial tersebut didefinisikan berdasarkan fungsinya, bukanlah suatu entitas tunggal tetapi terdiri dari sejumlah entitas dengan dua elemen yang sama yaitu (1) semua terdiri dari aspek struktur-struktur sosial dan (2) memfasilitasi tindakan-tindakan antara orang perorang dalam struktur. Dalam hal ini, Coleman (1988) memandang modal sosial dari sudut pandang struktur sosial yang memiliki berbagai tindakan dan aturan yang dapat dimanfaatkan bersama. Poli (2007) menjelaskan bahwa modal sosial adalah saling percaya yang mempersatukan masyarakat sebagai kesatuan hidup yang beradab. Muncul dari pengalaman bersama yang memuaskan, karena itu diulang-uangi sehingga membentuk pola prilaku, yang dipertahankan melalui aturan yang disepakati, sehingga menyatukan masyarakat dalam suatu struktur tertentu. Pengalaman bersama yang memuaskan dapat muncul secara spontan maupun melalui rekayasa manajemen. Poli pun menjelaskan mengenai ciri-ciri dari modal sosial seperti: a. Dimiliki bersama, b. Dapat digunakan untuk pencapaian tujuan bersama c. Dapat bertambah dan dapat pula berkurang d. Kian dibagi-bagi kian bertambah e. Kian tidak dibagi-bagi, kian berkurang. 26 Putnam dalam Yularmi (2011) mengatakan bahwa, modal sosial mengacu kepada ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kinerja agar saling menguntungkan. Dia melihat modal sosial sebagai bentuk barang publik berbeda dengan pengaruhnya terhadap kinerja ekonomi dan politik pada level kolektif. Dia menekankan bahwa partisipasi orang-orang dalam kehidupan asosiasional menghasilkan institusi publik lebih efektif dan layanan lebih baik. Modal sosial adalah informasi, kepercayaan, dan norma dari timbal balik yang melekat dalam jaringan sosial (Woolcock, 1998 dalam Yuliarmi, 2011). Modal sosial mengacu kepada ciri-ciri organisasi sosial seperti jaringan, norma dan kepercayaan yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama saling menguntungkan. Modal sosial juga menambahkan elemen-elemen subyektif, proses budaya seperti kepercayaan dan norma dari timbal balik yang memfasilitasi aksi sosial. Perbedaan ini menunjukkan hubungan timbal balik di antara modal sosial, organisasi sosial masyarakat, dan jaringan sosial. Jaringan sosial dan organisasi sosial masyarakat memberikan sumber daya yang dapat digunakan untuk memfasilitasi aksi. Modal sosial pada gilirannya menghasilkan sumber daya lebih lanjut yang memberikan kontribusi kepada organisasi sosial masyarakat dan sumber daya jaringan sosial (Voydanoff dalam Yuliarmi, 2011). Menurut Uphoff (2000), modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan aset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan kemungkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Aset disini diartikan segala sesuatu yang dapat mengalirkan manfaat untuk membuat proses produktif di masa mendatang lebih efisien, efektif, inovatif dan dapat diperluas atau disebarkan dengan mudah. Sedangkan perilaku bermakna sama positifnya antara apa yang dilakukan untuk orang lain dengan perilaku untuk diri sendiri. Artinya, perilaku tersebut bermanfaat untuk orang lain dan tidak hanya diri sendiri. Dalam hal ini, Uphoff (2000) menghubungkan konsep modal sosial dengan proposisi bahwa hasil dari interaksi sosial haruslah dapat mendorong lahirnya “manfaat bersama” (Mutually Beneficial Collective Action/MBCA). Uphoff (2000) menjelaskan unsure-unsur modal sosial yang dirinci menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Aset modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik, asset struktural datang dari hasil proses kognitif. Lebih jauh Uphoff (2000), menegaskan bahwa kedua kategori modal sosial ini memiliki ketergantungan yang sangat kuat, bentuk yang satu mempengaruhi bentuk yang lain dan keduanya mempengaruhi perilaku individu hingga mekanisme terbentuknya harapan (ekspektasi). Keduanya terkondisikan oleh pengalaman dan diperkuat oleh budaya, semangat pada masa tertentu (zeitgeist), dan pengaruh-pengaruh lainnya. 27 Dalam kajian modal sosial yang dijelaskan oleh beberapa ahli, modal sosial yang secara garis besat menujukan bahwa modal sosial merupakan peranan penting dalam suatu organisasi atau pembangunan yang berkelanjutan. Peranan tersebut mencakup nilai-nilai, norma, aturan, sikap, kepercayaan masyarakat dalam mengatur hubungan-hubungan sosial dan perilaku secara individu maupun bersama dalam pemanfaatan sumberdaya secara lestari. Dimensi dan Tipologi Modal Sosial Dimensi modal sosial menurut Coleman (2010) mengklasifikasikan modal kedalam dua tipe yaitu modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital), dua tipe ini seringkali saling melengkapi. Dimensi yang menarik perhatian adalah yang terkait dengan tipologi modal sosial, yaitu bagaimana perbedaan pola-pola interaksi berikut konsekuensinya antara modal sosial yang berbentuk bonding/exclusive dan bridging/ inclusive. Keduanya memiliki implikasi yang berbeda pada hasil-hasil yang dapat dicapai dan pengaruh-pengaruh yang dapat muncul dalam proses kehidupan dan pembangunan masyarakat. Modal sosial terikat adalah cenderung bersifat eksklusif (Hasbullah, 2006). Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, adalah lebih berorientasi ke dalam (inward looking) dibandingkan dengan berorientasi keluar (outward looking). Ragam masyarakat yang menjadi anggota kelompok ini pada umumnya homogenius (cenderung homogen). Di dalam bahasa lain bonding social capital ini dikenal pula sebagai ciri sacred society. Menurut Putman (1993), pada masyarakat sacred society dogma tertentu mendominasi dan mempertahankan struktur masyarakat yang totalitarian, hierarchical, dan tertutup. Di dalam pola interaksi sosial sehari-hari selalu dituntun oleh nilai-nilai dan norma-norma yang menguntungkan level hierarki tertentu dan feodal. Hasbullah (2006) menyatakan, pada mayarakat yang bonded atau inward looking atau sacred, meskipun hubungan sosial yang tercipta memiliki tingkat kohesifitas yang kuat, akan tetapi kurang merefleksikan kemampuan masyarakat tersebut untuk menciptakan dan memiliki modal sosial yang kuat. Kekuatan yang tumbuh sekedar dalam batas kelompok dalam keadaan tertentu, struktur hierarki feodal, kohesifitas yang bersifat bonding. Salah satu kehawatiran banyak pihak selama ini adalah terjadinya penurunan keanggotaan dalam perkumpulan atau asosiasi, menurunnya ikatan kohesifitas kelompok, terbatasnya jaringan-jaringan sosial yang dapat diciptakan, menurunnya saling mempercayai dan hancurnya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang tumbuh dan berkembang pada suatu entitas sosial. 28 Misalnya seluruh anggota kelompok masyarakat berasal dari suku yang sama. Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun temurun yang telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata perilaku (code conduct) dan perilaku moral (code of ethics). Mereka lebih konservatif dan mengutamakan solidarity making dari pada hal-hal yang lebih nyata untuk membangun diri dan kelompok masyarakatnya sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma-norma yang lebih terbuka. Hasbullah (2006), bentuk modal sosial yang menjembatani atau Bridging Social Capital ini biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi, atau masyarakat. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang: (a) persamaan, (b) kebebasan, serta (c) nilai-nilai kemajemukan dan humanitarian (kemanusiaan, terbuka, dan mandiri). Prinsip persamaan, bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok masyarakat memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Setiap keputusan kelompok berdasarkan kesepakatan yang egaliter dari setiap anggota kelompok. Pimpinan kelompok masyarakat hanya menjalankan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditentukan oleh para anggota kelompok. Prinsip kebebasan, bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Iklim kebebasan yang tercipta memungkinkan ide-ide kreatif muncul dari dalam (kelompok), yaitu dari beragam pikiran anggotanya yang kelak akan memperkaya ide-ide kolektif yang tumbuh dalam kelompok tersebut. Prinsip kemajemukan dan humanitarian, bahwasanya nilai-nilai kemanusiaan, penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain yang merupakan prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, group, kelompok, atau suatu masyarakat. Kehendak kuat untuk membantu orang lain, merasakan penderitaan orang lain, berimpati terhadap situasi yang dihadapi orang lain, adalah merupakan dasar-dasar ide humanitarian. Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada bridging social capital biasanya heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Bridging social capital akan membuka jalan untuk lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan reciprocity yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal. Tabel 2. Dimensi social capital dalam tipologi bounding dan bridging Tipologi Social Capital Bounding Bridging 29 • Terikat/ketat, jaringan yang eksklusif • Pembedaan yang kuat antara “orang kami” dan “orang luar” • Hanya ada satu alternatif jawaban • Sulit menerima arus perubahan • Kurang akomodatif terhadap pihak luar • Mengutamakan kepentingan kelompok • Mengutamakan solidaritas kelompok • Terbuka • Memiliki jaringan yang lebih fleksibel • Toleran • Memungkinkan untuk memiliki banyak alternatif jawaban dan penyelesaian masalah • Akomodatif untuk menerima perubahan • Cenderung memiliki sikap yang altruistik, humanitarianistik dan universal Unsur-unsur Pembentuk Modal Sosial Lubis (2002) dalam Badaruddin (2006) mengemukakan teori modal sosial lebih lanjut, dimana modal sosial beriintikan elemen-elemen pokok yang mencakup: a. Saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egalitarianism), toleransi (tolerance), tanggung jawab (responsibility), kemurahan hati (generoity) kerjasama (collaboration/cooperation) dan keadilan (equity); b. Jaringan sosial (social networking), yang meliputi adanya partisipasi(participations), solidaritas (solidarity); c. Pranata (institution), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared valueI), norma-norma dan sanksi-sanksi (norms and sanctionsI) dan aturanaturan (rules). Elemen-elemen modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, melainkan harusdirekreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti keluarga, komunitas, asosiasi sukarela, negara dan sebagainya. Merujuk pada Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringanjaringan (networks). Kasih (2007) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu norma yang muncul secara informal melandasi kerjasama diatara dua atau lebih individu. Selain pendefinisian tersebut, pada hal ini juga menjelaskan manfaat umum yang diperoleh dari modal sosial antara lain: a. Modal sosial memungkinkan masyarakat memecahkan masalah-masalah bersama dengan lebih mudah. b. Modal sosial menumbuhkan rasa saling percaya dalam hubungan sosial untuk mewujudkan kepentingan bersama. c. Modal sosial memungkinkan terciptanya jaringan kerja sehingga mudah mendapatkan informasi. Masyarakat yang memiliki modal sosial lebih mudah bekerjasama mencapai kepentingan bersama baik bidang sosial maupun ekonomi, dibanding dengan masyarakat sebaliknya. 30 Flassy et al. (2009), menyatakan bahwa unsur utama dan terpenting dari modal sosial adalah kepercayaan (trust) sebagai syarat keharusan (necessary condition) terbangunnya modal sosial dari suatu masyarakat. Modal sosial mempunyai tiga pilar utama, yaitu: 1. Trust (Kepercayaan) Fukuyama (2002) berpendapat, unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat. Dengan kepercayaan (trust) orang-orang akan bisa bekerja sama secara lebih efektif. Modal sosial di negara-negara yang kehidupan sosial dan ekonominya sudah modern dan kompleks. Elemen modal sosial adalah kepercayaan (trust) karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial dengan kepercayaan. Fukuyama (2002: 36) menambahkan kepercayaan (trust) adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku dalam komunitas yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur dan kooperatif. Hal lainnya pun dikemukakan oleh Lawang (2004) kepercayaan adalah rasa percaya yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk saling berhubungan. Ada tiga hal yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu: 1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Sesorang percaya pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang-orang dalam institusi itu bertindak. 2) Harapan yang akan terkandung dalam hubangan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak. 3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial. 2. Networking (Jaringan) Menurut Coleman (1998) jaringan sosial merupakan sebuah hubungan sosial yang terpola atau disebut juga pengorganisasian sosial. Jaringan sosial juga menggambarkan jaring-jaring hubungan antara sekumpulan orang yang saling terkait baik langsung maupun tidak langsung. Membahas jaringan sosial, tentu saja tidak bisa terlepas dari komunikasi yang terjalin antar individu (interpersonal communication) sebagai unit analisis dan perubahan prilaku yang disebabkannya. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan sosial terbangun dari komunikasi antar individu (interpersonal communication) yang memfokuskan pada pertukaran 31 informasi sebagai sebuah proses untuk mencapai tindakan bersama, kesepakatan bersama dan pengertian bersama (Rogers & Kincaid 1980). Coleman (1998) sebagai salah satu seorang penggagas konsep modal sosial, melihat bahwa jaringan (networks) dalam modal sosial merupakan konsekuensi yang telah ada ketika kepercayaan diterapkan secara meluas dan didalamnya terdapat hubungan timbale balik yang terjalin dalam masyarakat dengan adanya harapan-harapan dalam masyarakat. Granovetter dalam Mudiarta (2009) menjelaskan gagasan mengenai pengaruh struktur sosial terutama yang dibentuk berdasarkan jaringan terhadap manfaat ekonomis khususnya menyangkut kualitas informasi. Menurutnya terdapat empat prinsip utama yang melandasi pemikiran mengenai adanya hubungan pengaruh antara jaringan sosial dengan manfaat ekonomi, yakni: Pertama, norma dan kepadatan jaringan (network density). Kedua, lemah atau kuatnya ikatan (ties) yakni manfaat ekonomi yang ternyata cenderung didapat dari jalinan ikatan yang lemah. Dalam konteks ini ia menjelaskan bahwa pada tataran empiris, informasi baru misalnya, akan cenderung didapat dari kenalan baru dibandingkan dengan teman dekat yang umumnya memiliki wawasan yang hampir sama dengan individu, dan kenalan baru relatif membuka cakrawala dunia luar individu. Ketiga, peran lubang struktur (structural holes) yang berada di luar ikatan lemah ataupun ikatan kuat yang ternyata berkontribusi untuk menjembatani relasi individu dengan pihak luar. Keempat, interpretasi terhadap tindakan ekonomi dan non ekonomi, yaitu adanya kegiatan-kegiatan non ekonomis yang dilakukan dalam kehidupan sosial individu yang ternyata mempengaruhi tindakan ekonominya. Dalam hal ini Granovetter menyebutnya ketertambatan tindakan non ekonomi dalam kegiatan ekonomi sebagai akibat adanya jaringan sosial. 3. Norm (Norma) Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standarstandar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam 1993 dalam Suharto 2006). Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. Sementara Lawang (2004) mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepentingan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai berikut: a) Norma itu muncul dari pertukuran yang saling menguntungkan, artinya kalau pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu, norma yang muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. 32 Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang terus-meneruas menjadi sebuah kewajiban sosial yang harus dipelihara. b) Norma bersifat resiprokal, artinya isi norma menyangkut hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dapat menjamin keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan tertentu. Orang yang melanggar norma ini yang berdampak pada berkurangnya keuntungan di kedua belah pihak, akan diberi sanksi negativ yang sangat keras. c) Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga. Uphoff (2000) menjelaskan unsur-unsur modal sosial dirinci menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu struktural dan kognitif. Kategori struktural berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial. Peranan (roles) dan aturan (rules) mendukung empat fungsi dasar dan kegiatan yang diperlukan untuk tindakan kolektif, yaitu pembuatan keputusan, mobilisasi dan pengelolaan sumberdaya, komunikasi dan koordinasi, dan resolusi konflik. Hubunganhubungan sosial membangun pertukaran (exchange) dan kerjasama (cooperation) yang melibatkan barang material maupun non material. Hubungan-hubungan sosial membentuk jejaring (networks). Peranan, aturan, dan jejaring memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan (mutually beneficial collective action/MBCA). Kategori kognitif datang dari proses mental yang menghasilkan gagasan/pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi. Norma, nilai, sikap, dan kepercayaan memunculkan dan menguatkan saling ketergantungan positif dari fungsi manfaat dan mendukung MBCA. Terdapat dua orientasi, yaitu orientasi ke arah pihak/orang lain dan orientasi mewujudkan tindakan. Orientasi pertama, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan kepada pihak lain, bagaimana seseorang harus berfikir dan bertindak ke arah orang lain. Kepercayaan (trust) dan pembalasan (reciprocation) merupakan cara membangun hubungan dengan orang lain. Sedangkan tujuan membangun hubungan sosial adalah solidaritas. Kepercayaan (trust) dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan (belief) untuk membuat kerjasama dan kedermawanan efektif. Solidaritas juga dibangun berdasarkan norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk membuat kerjasama dan kedermawanan bergairah. Orientasi Kedua, yaitu norma, nilai, sikap, dan kepercayaan yang diorientasikan untuk mewujudkan tindakan (action), bagaimana seseorang harus berkemauan untuk bertindak. Kerjasama (cooperation) merupakan cara tindakan bersama dengan yang lain. Sedangkan tujuan dari tindakan adalah kedermawanan (generosity). Kerjasama dilandasi oleh norma, nilai, sikap, dan kepercayaan (belief) untuk memunculkan harapan bahwa pihak/orang lain akan bersedia kerjasama dan membuat tindakannya efektif. Kedermawanan juga dilandasi oleh 33 norma, nilai, sikap, dan kepercayaan untuk memunculkan harapan bahwa “moralitas yang tinggi akan mendapat penghargaan (virtue will be rewarded)”. Unsur-unsur modal sosial berdasarkan kategori struktural dan kognitif disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kategori Modal Sosial Kategori Struktural Kognitif Sumber dan perwujudannya/manifestasi Domain/ranah Faktor-faktor dinamis Elemen umum Peran dan aturan Norma-norma Jaringan dan hubungan Nilai-nilai antar Sikap pribadi lainnya Keyakinan Prosedur-prosedur dan preseden-preseden Organisasi sosial Budaya sipil/kewargaan Hubungan horisontal Kepercayaan, solidaritas, Hubungan vertikal kerjasama, kemurahan Harapan yang mengarah pada perilaku kerjasama, yang akan menghasilkan manfaat bersama Harapan yang mengarah pada perilaku kerjasama, yang akan menghasilkan manfaat bersama Sumber: Uphoff (2000) Dua kategori pembentuk unsur modal sosial tersebut secara intrinsik saling terkait. Walaupun peran, aturan, jaringan preseden dan prosedur dapat diamati di dalamnya, itu semua tetap datang dari hasil proses kognitif. Aset modal sosial struktural bersifat ekstrinsik dan dapat diamati, sementara aspek kognitif tidak dapat diamati, namun keduanya saling terkait di dalam praktik (Uphoff 2000). Pariwisata Konsep Pariwisata Pariwisata menurut UU no. 9/1990 merupakan kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara, serta perjalanan itu sebagian atau seluruhnya bertujuan untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Menurut Yoeti ( 1996:12) seringkali pariwisata dianggap sebagai bingkai ekonomi, padahal ia merupakan rangkaian dari kekuatan ekonomi, lingkungan, sosial budaya yang bersifat global. Manfaat daripada pelestarian sektor pariwisata antara lain: (i) pelestarian budaya dan adat istiadat; (ii) peningkatan kecerdasan masyarakat; (iii) peningkatan kesehatan dan kesegaran; (iv) terjaganya sumber daya alam dan lingkungan lestari; (v) terpeliharanya peninggalan kuno dan warisan leluhur; dsb. Dasar hukum pengembangan pariwisata yang sesuai dengan prinsip pengembangan adalah Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan tentang Pembangunan Kepariwisataan (Pasal 6: Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata, Pasal 8: 1) Pembangunan 34 kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. 2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional. Pasal 11: Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.) serta UUNo 10 tahun 2009 tentang Kawasan Strategis (Pasal 12: 1) Aspek-aspek penetapan kawasan strategis pariwisata). Wisata adalah salah satu kegiatan yang dibutuhkan setiap manusia. Dalam Undang-undang No. 10 tahun 2009, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara. Goeldner (2003) melihat pariwisata dari empat perspektif yang berbeda yaitu dari wisatawan, pebisnis yang menyediakan pelayanan bagi wisatawan, pemerintah setempat dan masyarakat setempat. Dengan melihat keempat persperktif tersebut, Goeldner (2003) mendefinisikan pariwisata sebaga proses, kegiatan dan hasil yang didapat dari hubungan dan interaksi antara wisatawan, tourism-suppliers, pemerintah setempat, masyarakat setempat dan lingkungan sekitar yang dilibatkan ketertarikan dan tuan rumah dari pengunjung, “Tourism may be defined as processes, activities, and outcomes rising from the relationships and the interactions among tourist, tourism-suppliers, host governments, host communities, and surrounding enironments that are involved in the attracting and hosting of visitor” (Goeldner, 2003) Pengembangan Pariwisata Budaya Pariwisata Budaya adalah salah satu jenis pariwisata yang menjadikan budaya sebagai daya tarik utama. International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) (2012) menyatakan pariwisata budaya meliputi semua pengalaman yang didapat oleh pengunjung dari sebuah tempat yang berbeda dari lingkungan tempat tinggalnya. Dalam pariwisata budaya pengunjung diajak untuk mengenali budaya dan komunitas lokal, pemandangan, nilai dan gaya hidup lokal, museum dan tempat bersejarah, seni pertunjukan, tradisi dan kuliner dari populasi lokal atau komunitas asli1. Pariwisata budaya mencakup semua aspek dalam perjalanan untuk saling mempelajari gaya hidup maupun pemikiran (Goeldner, 2003). Timothy dan Nyaupane (2009) menyebutkan bahwa pariwisata budaya yang disebut sebagai heritage tourism biasanya bergantung kepada elemen hidup atau terbangun dari budaya dan mengarah kepada penggunaan masa lalu yang tangible dan intangible sebagai riset pariwisata. Hal tersebut meliputi budaya 35 yang ada sekarang, yang diturunkan dari masa lalu, pusaka non-material seperti musik, tari, bahasa, agama, kuliner tradisi artistik dan festival dan pusaka material seperti lingkungan budaya terbangun termasuk monumen, katredal, museum, bangunan bersejarah, kastil, reruntuhan arkeologi dan relik. Ahimsa-Putra (2004) mendefinisikan wisata budaya yang lestari (sustainable) adalah wisata budaya yang dapat dipertahankan keberadaannya. Tumbuhnya model pariwisata budaya yang berkelanjutan atau sustainable cultural tourism tampak sebagai reaksi terhadap dampak negatif dari pariwisata yang terlalu menekankan tujuan ekonomi (Suranti, 2005), yang pada dasarnya bertujuan agar eksistensi kebudayaan yang ada selalu diupayakan untuk tetap lestari. Untuk mempertahankan keberadaan suatu wisata budaya maka harus mempertahankan pula budaya menjadi daya tarik utama dari wisata ini. Dengan kata lain harus ada pengelolaan pusaka budaya yang baik. Menurut McKercher dan du Cros (2002), pertumbuhan pariwisata budaya bertepatan dengan timbulnya apresiasi massa dalam kebutuhan untuk menjaga dan mengkonservasi aset budaya dan pusaka budaya yang mulai berkurang. Selanjutnya, mereka menyatakan bahwa pariwisata bisa dilihat sebagai pisau bermata dua bagi komunitas pengelolaan pusaka budaya. Di satu sisi, kebutuhan wisata memberikan justifikasi politik dan ekonomi yang kuat untuk memperluas kegiatan konservasi. Akan tetapi di sisi lain, peningkatan kunjungan, pemakaian yang berlebihan, pemakaian yang tidak pantas dan komodifikasi aset yang sama tanpa menghargai nilai budaya yang memberikan ancaman bagi integritas aset. Pengkomodifikasian tersebut seringkali bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan pusaka budaya. MacCannel (1992) dan Greenwood (1989) dalam Soeriaatmaja, (2005) mempermasalahkan “pengkomoditasan” (commodification) budaya dimana budaya menjadi pelayan dari konsumerisme sehingga nilai-nilai mendalam, fungsi-fungsi sosial dan authenticity (keaslian) hilang menjadi sesuatu yang dangkal. Soeriaatmaja menjelaskan bahwa istilah authenticity bisa mencerminkan suatu benda, budaya atau lingkungan secara sebenar-benarnya. Pengelolaan Wisata Budaya Strategi Pengelolaan Pariwisata Strategi pengembangan Kawasan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) meliputi: 1) Aspek Regulasi. Penguatan Instrumen kebijakan dan penguatan sistem regulasi pariwisata dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi pariwisata. Kelemahan yang mendasar pada birokrasi tidak lain adalah kelemahan dalam sistem koordinasi. Pada pemerintahan sekarang ini, banyak kebijakan lintas sektoral yang terbengkalai karena masalah birokrasi.Jika hendak mengatasi masalah itu, kita perlu membangun sistem koordinasi yang diwajibkan UU agar sektor terkait memberikan dukungan kuat terhadap kebijakan dan program untuk 36 pencapaian tujuan dan sasaran pariwisata serta efektif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. 2) Aspek Manajemen Pembangunan Sarana Prasarana ODTW yang menunjang dan mencakup pengembangan infrastruktur kawasan wilayah pariwisata. Peningkatan dukungan sarana prasarana serta infrastruktur pendukungnya guna menunjang aksesibilitas objek dan atau kawasan yang telah ada. Adanya sarana dan prasarana yang representatif pada kawasan site wisata merupakan daya tarik tertentu untuk dikunjungi wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. Namun, kondisi sarana dan prasarana tersebut belum memadai. Pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya tarik wisata serta meningkatkan keterpaduan perencanaan pengembangan wilayah yang mampu menjadi penggerak perekonomian lokal daerah secara berkesinambungan. Dalam hal ini peran Infrastruktur merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan kawasan pariwisata. Pengembangan komponen ini tergantung pada tingkat pelayanan pendukungnya, seperti jumlah penduduk, tingkat dan skala pelayanan, sumberdaya alam/fisik yang tersedia, sistem jaringan transportasi dan distribusi.Adapun pembangunan prasarana dan prasana infra-struktur yang non-fisik materil dalam tulisan ini ditujukan pada pembangunan atau rekonstruksi kepariwisataan oleh masyarakat Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Konsep pengembangan infrastruktur kawasan pariwisata merupakan salah satu komponen utama dalam pengembangan kawasan pariwisata.Pengembangan sistem transportasi di kawasanperencanaan merupakan bagian integral terhadap pengembangan sistem transportasi daerah secara keseluruhan. Maka diperlukan pengemasan ulang (re-packaging) secara menyeluruh serta strategi yang lebih pas mengenai pengembangan potensi wisata dengan manajemen dan konsep yang baik dan internalisasi nilai-nilai yang mendukung kepariwisataan itu sendiri, sehingga yang menjadi perhatian dalam pengembangan kawasan pariwisata adalah aspek pendukung dalam dunia pariwisata tentunya perlu sarana dan prasarana pendukung seperti membangun infrastruktur penunjang seperti fasilitas umum, tourist information, art trade, fasilitas jalan, transportasi, akomodasi, dan pos pengamanan serta akses penerangan. 3) Aspek Manajemen Kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi, mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan secara operasional serta koordinasi agar memiliki efisiensi tinggi. Meningkatkan kapabilitas dan efektifitas institusi kelembagaan terhadap fungsi dan peran dalam pembangunan pariwisata ditinjau dari aspek keterpaduan koordinasi dan interaksi yang sinergis antar stakeholder terkait. Koordinasi dan peran serta keterlibatan dan keterpaduan program 37 antar stakeholder maupun sektor terkait dalam pengembangankebudayaan dan pariwisata masih sangat kurang. Pengembangan kawasan wisata merupakan salah satu konsep pengembangan jaringan. Pola pengembangan jaringan pariwisata memerlukan kerjasama antar pemerintah daerah maupun sektor swasta secara sinergis. 4) Aspek SDM. Menggalang kapabilitas dan kemampuan SDM profesional serta mempunyai etos kerja yang tinggi dan senantiasa mengikuti dan meningkatkan penguasaan IPTEK dalam pengelolaan kawasan pariwisata. Kurangnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pariwisata yangprofesional dan berkemampuan tinggi dirasakan sampai saat ini, yang mana human resources ini belum sesuai dengan apa yang diharapkan yakni the right man and the right place. Pelaku pariwisata sangat kurang jumlahnya dan kualitasnya tidak sesuai dengan sumber daya yang ada di dinas maupun di lapangan. Oleh karena itu diperlukan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata. 5) Aspek Manajemen Pemasaran dan promosi. Promosi adalah strategi pokok dalam pemasaran suatu industri wisata. Peran serta organisasi – organisasi kepariwisataan mutlak diperlukan melalui program promosi wisata. Tindakan promosi harus berdasarkan pada analisis terhadap situasi dan permintaan pasar terkini. Ini berarti bahwa promosi yang dilakukan harus berdasarkan hasil analisis data penelitian tentang segmentasi pasar pariwisata, bukan merupakan pendapat dan perasaan penguasa atau pemegang yang memandang perlu atau tidaknya diadakan promosi. Belum optimalnya program promosi dan pemasaran dalam rangka peningkatan misi yang merupakan sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan agar memberikan konstribusi positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).Pelaksanaan promosi wisata daerah yang belum digarap secara optimal, dapat dilihat dari data kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan lokal yang berkunjung. Unsur promosi pariwisata diharapkan menjadi alat utama untuk melakukan destinasi pariwisata. Oleh karena itu pengembangan dan peningkatan usahausaha promosi terus ditingkatkan dari tahun ke tahun sehingga konstribusi Pendapatan dari sektor kebudayaan dan pariwisata dapat lebih meningkat. 6) Aspek Manajemen pengelolaan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan sosial ekonomi dari ODTW dengan profesionalisme dan pola pengelolaan ODTW yang siap mendukung kegiatan usaha pariwisata dan mampu memanfaatkan potensi ODTW secara lestari. Pembangunan, pemeliharaan dan peningkatan produktifitas pengelolaan potensi kawasan wisata (ODTW) yang potensial serta alternatif usaha pariwisata yang kreatif dan inovatif. 38 Aktivitas Pembangunan Pariwisata Konsep kebijakan yang diambil di dalam buku II RPJMN tahun 20102014, khususnya Bab II: Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, pembangunan bidang kebudayaan diprioritaskan pada penguatan jati diri bangsa dan pelestarian budaya yang dilakukan melalui empat focus prioritas: 1. Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman budaya, dengan menungkatkan: (a) pembangunan karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman tentang kesejarahan dan kewawasan kebangsaan; (c) pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalan rangka memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d) pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran dan pertukaran budaya. 2. Peningakatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya, melalui (a) peningkatan perhatian dan kesetaraan pemerintah dalam program-rogram seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten; (c) pengembangan kesenian seperti seni rupa, seni pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi, pendukung dan penghargaan. 3. Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya, melalui: (a) penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakan di seluruh Indonesia; (b) perlindungan, pengembangan,dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk peninggalan bawah air; (c) pengembangan permuseuman nasional sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan kesejarahan dan kebudayaan; dan (d) penelitian dan pengembangan arkeologi nasional. 4. Pengembangan sumber budaya kebudayaan, melalui (a) pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaan oleh masyarakat luas dibidang kebudayaan, (b) peningkatan jumlah, pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM kebudayaan; (c) peningkatan pendukung sarana dan prasarana dan pengembangan seni dan budaya masyarakat; (d) peningkatan penelitian dan pengembangan kebudayaan; (e) peningkatan kualitas 39 informasi dan basis data kebudayaan; dan (f) pengembangan kemitraan antara pemerintahan pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan swasta. Dampak dalam Pembangunan Pariwisata Budaya Dampak positif dari pembangunan pariwisata (budaya) yaitu meningkatkan neraca perdagangan, pemenuhan kebutuhab dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik (Ningrum 2014). Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pariwisata (termasuk budaya) sebagai katalisator dalam pembangunan karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Kegiatan ekowisata memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosialbudaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Berdasarkan kacamata ekonomimakro, jelas pariwisata (termasuk budaya) memberikan dampak positif yaitu : 1. Dapat menciptakan kesempatan berusaha. 2. Dapat meningkatkan kesempatan kerja. 3. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masayarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif kcukup besar itu. 4. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. 5. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB) 6. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya. Dapat memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesi dan sebaliknya (Yoeti 2008). Dampak negatif yang terjadi akibat pengembangan pariwisata (termasuk budaya) adalah : 1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang 2. Pembuangan sampah sembarangan, selain menyebabkan bau tidak sedap, juga membuat tanaman di sekitarnya mati. 3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya 4. Terjadinya demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakain anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana kedodoran (Yoeti 2008). 40 SIMPULAN Hasil Rangkuman dan Pembahasan DAMPAK AKTIVITAS PEMBANGUNAN PARIWISATA BUDAYA TERHADAP PENGARUH MODAL SOSIAL KOMUNITAS Perkembangan global semakin pesat berkembang, dampak yang terjadi pun tidak sedikit. Salah satu dampak yang dirasakan adalah klaim budaya Nusantara. Bermula pada November 2007 terhadap Reog Ponorogo yang diklaim oleh Negara Malaysia, pada tahun 2008 klaim lagu Rasa Sayange dari Maluku dan pada Januari 2009 terjadi klaim pada batik pernyataan tersebut diuraikan oleh wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan yaitu Wiendu Nuryanti (Marboen 2012). Masuknya budaya asing yang bertolak belakang dengan budaya lokal berpengaruh dengan perilaku konsumtif dan kapitaslis yang dibawa warga Negara asing yang mulai ditiru oleh masyarakat lokal sehingga tergeruslah kearifan lokal dan menurunnya modal sosial. Dampak positifnya yaitu meningkatkan neraca perdagangan, pemenuhan kebutuhan dalam negeri yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi domestik. Ini merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah melalui perkembangan sektor pariwisata. Dasar hukum pengembangan pariwisata yang sesuai dengan prinsip pengembangan adalah Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan tentang Pembangunan Kepariwisataan (Pasal 6: Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata, Pasal 8: 1) Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. 2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional. Pasal 11: Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.) serta UUNo 10 tahun 2009 tentang Kawasan Strategis (Pasal 12: 1) Aspek-aspek penetapan kawasan strategis pariwisata). Pertumbuhan sektor pariwisata dapat dilihat dalam tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Jumlah wisatawan Mancanegara ke Indonesia Tahun 2011-2013 Tahun Jumlah Wisataean (ribu Penerimaan Devisa 41 orang) (Miliar US$) 2011 7.649,7 8.6 2012 8.044,5 9.1 2013 8.802,1 10.1 Sumber: Badan pusat Statistik, data diolah tahun 2012-2013 Berdasarkan data BPS jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia pada tahun 2011-2013 tersebut di atas selalu mengalami peningkatan jumlah wisatawan yang berbanding lurus dengan penerimaan devisa yang diterima Negara. Pertumbuhan jumlah wisatawan pada tahun 2011-2012 sebesar 5,16% dan pada tahun 2012-2013 sebesar 9,42%. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis di bidang kebudayaan telah berperan penting dalam peningkatan pemahaman keragaman budaya, penyelesaian masalah tanpa kekerasan, serta pengembangan interaksi antarbudaya. Sementara itu dalam pembangunan kepariwisataan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata berperan penting sebagai penyelenggara pembangunan kepariwisataan yang terintegrasi dalam pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup di dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Konsep kebijakan yang diambil di dalam buku II RPJMN tahun 20102014, khususnya Bab II: Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, pembangunan bidang kebudayaan diprioritaskan pada penguatan jati diri bangsa dan pelestarian budaya yang dilakukan melalui empat focus prioritas: 5. Penguatan jati diri dan karakter bangsa yang berbasis pada keragaman budaya, dengan menungkatkan: (a) pembangunan karakter dan pekerti bangsa yang dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal; (b) pemahaman tentang kesejarahan dan kewawasan kebangsaan; (c) pelestarian, pengembangan dan aktualisasi nilai dan tradisi dalan rangka memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa; (d) pemberdayaan masyarakat adat; dan (e) pengembangan promosi kebudayaan dengan pengiriman misi kesenian, pameran dan pertukaran budaya. 6. Peningakatan apresiasi terhadap keragaman serta kreativitas seni dan budaya, melalui (a) peningkatan perhatian dan kesetaraan pemerintah dalam program-rogram seni budaya yang diinisiasi oleh masyarakat dan mendorong berkembangnya apresiasi terhadap kemajemukan budaya; (b) penyediaan sarana yang memadai bagi pengembangan, 42 pendalaman dan pagelaran seni budaya di kota besar dan ibu kota kabupaten; (c) pengembangan kesenian seperti seni rupa, seni pertunjukan, seni media, dan berbagai industri kreatif yang berbasis budaya; (d) pemberian insentif kepada para pelaku seni dalam pengembangan kualitas seni dan budaya dalam bentuk fasilitasi, pendukung dan penghargaan. 7. Peningkatan kualitas perlindungan, penyelamatan, pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya, melalui: (a) penetapan dan pembentukan pengelolaan terpadu untuk pengelolaan cagar budaya, revitalisasi museum dan perpustakan di seluruh Indonesia; (b) perlindungan, pengembangan,dan pemanfaatan peninggalan purbakala, termasuk peninggalan bawah air; (c) pengembangan permuseuman nasional sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan kesejarahan dan kebudayaan; dan (d) penelitian dan pengembangan arkeologi nasional. 8. Pengembangan sumber budaya kebudayaan, melalui (a) pengembangan kapasitas nasional untuk pelaksanaan penelitian, penciptaan dan inovasi dan memudahkan akses dan penggunaan oleh masyarakat luas dibidang kebudayaan, (b) peningkatan jumlah, pendayagunaan, serta kompetensi dan profesionalisme SDM kebudayaan; (c) peningkatan pendukung sarana dan prasarana dan pengembangan seni dan budaya masyarakat; (d) peningkatan penelitian dan pengembangan kebudayaan; (e) peningkatan kualitas informasi dan basis data kebudayaan; dan (f) pengembangan kemitraan antara pemerintahan pusat dan daerah, sektor terkait, masyarakat dan swasta. Dalam suatu pembangunan atau pemberdayaan masyarakat maupun komunitas di suatu organisasi ataupun non-organisasi, dibutuhkan suatu peran modal sosial yang kuat untuk keberlanjutan suatu kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan. Modal sosial merupakan modal sumberdaya berupa jaringan kerja yang memiliki pengetahuan tentang nilai, norma, struktur sosial atau kelembagaan yang memiliki semangat kerja sama, kejujuran atau kepercayaan, berbuat kebaikan sebagai pengetahuan sikap bertindak atau berperilaku yang akan memberikan implikasi positif kepada produktivitas (outpur) dan hasil (outcome). Semakin derasnya arus globalisai yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi menjadi tantangan bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan jati diri bangsa sekaligus memanfaatkannya untuk pengembangan toleransi terhadap keragaman budaya dan peningkatan daya saing. Mengacu kepada konsep modal sosial Uphoff (2000) yang lebih operasional dan unsur-unsurnya terperinci. Uphoff (2000) mengartikan modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, 43 kelembagaan, dan asset-aset yang terkait yang dapat kemuningkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. meningkatkan Uphoff (2000) membagi modal sosial menjadi dua kategori, pertama kategori pertama yaitu unsur struktural yang berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial, khususnya terkait peranan, aturan, preseden dan prosedur serta beragam jaringan yang mendukung kerjasama yang memeberikan manfaat bersama (MBCA). Kategori kedua adalah kognitif yang berkaitan dengan proses mental yang menghasilkan gagasan/ pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideology masyarakat, meliputi norma, nilai, sikap, keyakinan yang berkontribusi pada terciptanya perilaku kerjasama dan MBCA. Pada kategori struktural, unsur yang akan dikaji ditekankan pada peranan (roles), aturan (rules), dan jaringan (networks). Sedangkan pada kategori kognitif, unsur yang akan dikaji ditekankan pada kepercayaan (trust) dan solidaritas (solidarity), kedua unsur tersebut datang dari norma (norms), nilai (value), sikap (attitudes), kepercayaan (belief) yang menciptakan dan memperkuat kesalingtergantungan positif dan mendorong meningkatnya harapan akan aliran manfaat yang dapat dirasakan oleh komunitas pemilik/pengelola. Kerangka pemikiran yang diuraikan tersebut dapat digambarkan sebagaimana disajikan pada Gambar . Aktivitas pembangunan pariwisata budaya (X) Dampak Aktivitas Pembangun an Pariwisata Budaya Terhadap Modal Sosial Komunitas Penguatan jati diri dan karakter bangsa Peningkatan apresiasi seni dan budaya Peningakatan kualitas warisan budaya Pengembangan sumberdaya kebudayaan Modal Sosial (Y) Kognitif Struktural Peranan Aturan Jaringan Kepercayaan Solidaritas Kerangka pemikiran di atas menjelaskan bahwa dampak dari aktivitas pembangunan yang dilakukan pemerintah terhadap pembangunan pariwisata budaya berpengaruh terhadap modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Pengaruh penguatan jati diri dan karakter akan mempengaruhi tingkat peranan dari stakeholder yang ikut dalam perkembangan pariwisata, peningkatan apresiasi seni dan budaya dan peningkatan kualitas warisan budaya akan mempengaruhi 44 tingkat jaringan, kepercayaan dan solidaritas antar masyarakat dan wisatawan, dan pengaruh pengembangan sumberdaya kebudayaan akan mempengaruhi semua tingkat modal sosial. Dari konsep kebijakan dan modal sosial, akan diketahui dampak aktivitas pembangunan tersebut terhadap modal sosial yang mengarah pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan tetap memperhatikan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, seimbang, kemandirian, kelestarian, partisipasi masyarakat, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan, dan kesatuan serta berpegang teguh ada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan tata kelola pemerintah yang baik (good governance). 45 Usulan Kerangka Analisis Baru Penelitian ini mengacu kepada konsep modal sosial Uphoff (2000) yang lebih operasional dan unsur-unsurnya terperinci. Uphoff (2000) mengartikan modal sosial adalah akumulasi dari beragam tipe sosial, psikologis, budaya, kognitif, kelembagaan, dan asset-aset yang terkait yang dapat meningkatkan kemuningkinan manfaat bersama dari perilaku kerjasama. Uphoff (2000) membagi modal sosial menjadi dua kategori, pertama kategori pertama yaitu unsur struktural yang berkaitan dengan beragam bentuk organisasi sosial, khususnya terkait peranan, aturan, preseden dan prosedur serta beragam jaringan yang mendukung kerjasama yang memeberikan manfaat bersama (MBCA). Kategori kedua adalah kognitif yang berkaitan dengan proses mental yang menghasilkan gagasan/ pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideology masyarakat, meliputi norma, nilai, sikap, keyakinan yang berkontribusi pada terciptanya perilaku kerjasama dan MBCA. Pada kategori struktural, unsur yang akan dikaji ditekankan pada peranan (roles), aturan (rules), dan jaringan (networks). Sedangkan pada kategori kognitif, unsur yang akan dikaji ditekankan pada kepercayaan (trust) dan solidaritas (solidarity), kedua unsur tersebut datang dari norma (norms), nilai (value), sikap (attitudes), kepercayaan (belief) yang menciptakan dan memperkuat kesalingtergantungan positif dan mendorong meningkatnya harapan akan aliran manfaat yang dapat dirasakan oleh komunitas pemilik/pengelola.Adapun aktivitas pembangunan pariwisata budaya adalah penguatan jati diri dan karakter bangsa, peningkatan apresiasi seni dan budaya, peningakatan kualitas warisan budaya dan pengembangan sumberdaya kebudayaan. Kerangka pemikiran yang diuraikan tersebut dapat digambarkan sebagaimana disajikan pada Gambar 1. . Dampak Aktivitas Pembangun an Pariwisata Budaya Terhadap Modal Sosial Komunitas Aktivitas pembangunan pariwisata budaya (X) Penguatan jati diri dan karakter bangsa Peningkatan apresiasi seni dan budaya Peningakatan kualitas warisan budaya Pengembangan sumberdaya kebudayaan Modal Sosial (Y) Kognitif Struktural Peranan Aturan Jaringan Kepercayaan Solidaritas Gambar 1. Kerangka Pemikiran 46 Perumusan Masalah dan Pernyataan Penelitian Skripsi Berdasarkan kajian yang digunakan, penelitian ini akan menjelaskan bagaimana dampak aktivitas dalam pembangunan pariwisata budaya akan berpengaruh terhadap modal sosial di masyarakat lokal. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa besar dampak yang terjadi karena aktivitas pembangunan pariwisata budaya terhadap modal sosial yang terjadi di masyarakat? 2. Bagaimana hubungan aktivitas pembangunan pariwisata budaya dan modal sosial masyarakat lokal? Kategori yang digunakan dalam modal sosial adalah struktural dan kognitif. Unsur struktural terdiri dari peranan, aturan dan jaringan, sedangkan unsur kognitif terdiri dari kepercayaan dan solidaritas. Unsur tersebut berkembang di masyarakat yang merupakan tradisi dalam aktivitas pembangunan dalam pelestarian budaya. Aktivitas pembangunan yang dimaksud adalah. penguatan jati diri dan karakter bangsa, peningkatan apresiasi seni dan budaya, peningakatan kualitas warisan budaya dan pengembangan sumberdaya kebudayaan. 47 DAFTAR PUTAKA Anen, N. 2012. Modal Sosial Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah [thesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/63118 Azhari, Y. 2015. Modal Sosial Masyarakat dalam Mengembangkan Ekowisata Bahari di Pulau Pramuka DKI Jakarta [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari : http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/66322 Baskoro, B & Rukendi, C. 2008. Membangun Kota Pariwisata Berbasis Komunitas: Suatu Kajian Teoritis. Jurnal Kepariwisataan Indonesia. Vol 3 No. 1, Maret 2008 ISSN 1907-9419. Dapat diunduh dari http://demografi.bps.go.id/phpfiletree/bahan/DHS/1%23.pdf. Dewi, D. R. & Hapsari, H. 2012. Kajian Aspek Sosiologi Wisatawan di Objek Agrowisata (Kasus di Kampung Wisata Cinangneng, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat). Jurnal Ilmiah Pariwisata. Vol 17, No. 2, Juli 2012, Hal 121138. Dapat diunduh di http://www.stptrisakti.ac.id/puslit/jurnal/JI-PariwisataVol%2017%20No%202-Juli2012.pdf, Hiborang, M. 2013. Strategi Pengelolaan Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Kepulauan Sitaro. Dapat diunduh dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/viewFile/483 3/4358 Mawardi, M.J. 2007. Peranan Social Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat.Komunitas 2, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. Nafila, O. 2013. Peran Komunitas Kreatif dalam Pengembangan Pariwisata Budaya di Situs Megalitikum Gunung Padang. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota.Vol 24 : (65-80). Bandung. Dapat diunduh dari http://sappk.itb.ac.id/jpwk1/wp-content/uploads/2014/04/173-181.pdf Ningrum, I.R. 2014. Analisis Peran Modal Sosial Terhadap Pemberdayaan Masyarakat dalam Melestarikan Kebudayaan dan Pengembangan Sektor Pariwisata (Di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabpaten Gianyar, Bali)[pdf].[internet].[dikutip tanggal 3 September 2015]. Dapat diunduh dari: http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1360/1255 Oktaviyanti, S.S. 2013. Dampak Sosial Budaya Interaksi Wisatawan dengan Masyarakat Lokal di Kawasan Sosrowijayan. Jurnal Nasional Pariwisata. Volume 5, nomer 3, Desember 2013 (201-208) ISSN 14119862. Dapat diunduh dari http://jurnal.ugm.ac.id/tourism_pariwisata/article/download/6693/5256. 48 Rachmawati, E. et. al. Interaksi Sosial Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Alam Di Kawasan Gunung Salak Endah. Dapat diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=86372&val=245. Sumarto, Hetifah Sj. 2009. Inovasi, Patisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Syahyuti. 2008. Peran Modal Sosial (Social Capital) Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Vol. 25 No.1. Dapat diunduh dari http://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/FAE26-1c.pdf. Widodo, S. 2012. Penguatan Modal Sosial Untuk Pengembangan Nafkah Berkelanjutan dan Berkeadilan. Strategi Nafkah keberlanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Dapat diunduh dari http://agribisnis.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/PenguatanModal-Sosial-Untuk-Pengembangan-Nafkah-Berkelanjutan-danBerkeadilan.pdf. Yoeti, O.A. 1980. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung [ID]: Angkasa. 372 halaman.