Elearning - ETIKA BISNIS

advertisement
ETIKA BISNIS
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
1.
Tanggung jawab legal dan tanggung jawab moral perusahaan
Kalau ditanya apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab legal, jawabannya tidak
bisa diragukan. Dengan jelas sekali perusahaan mempunya tanggung jawab legal karena
sebagai badan hukum ia memiliki status legal karena sebagai badan hukum ia memiliki
status legal. Karena merupakan badan hukum, perusahaan mempunyai banyak hak dan
kewajiban legal yang dimiliki juga oleh manusia perorangan.
Kalau adanya tanggung jawab legal tidak mungkin diragukan, lebih sulit adalah
menjawab pertanyaan berikut : apakah perusahaan mempunyai juga tanggung jawab
moral? Supaya mempunyai tanggung jawab moral, perusahaan perlu berstatus moral atau
dengan kata lain perlu merupakan pelaku moral. Pelaku moral (moral agent) bisa
melakukan perbuatan yang kita beri kualifikasi etis atau tidak etis. Untuk itu salah satu
syarat yang penting adalah memiliki kebebasan atau kesanggupan mengambil keputusan
bebas. Apakah perusahaan merupakan suatu pelaku moral atau tidak, adalah masalah
yang sulit untuk dipecahkan.Ada argumen pro dan kontra. Disatu pihak harus diakui
bahwa hanya individu atau manusia perorangan mempunyai kebebasan untuk mengambil
keputusan dan akibatnya hanya individu dapat memikul tanggung jawab. Tetapi dilain
pihak sulit juga untuk menerima pandangan bahwa perusahaan hanyalah semacam benda
mati yang dikemudikan oleh manajer seperti halnya dengan mobil dan kapal.
2.
Pandangan Milton Friedman tentang tanggung jawab sosial perusahaan
Yang dimaksudkan disini dengan tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung
jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan tentu
bisa diarahkan kepada banyak hal : kepada dirinya sendiri, kepada para karyawan,
kepada perusahaan lain dan seterusnya. Jika kita berbicara tentang tanggung jawab
sosial, yang disoroti adalah tanggung jawab moral terhadap masyarakat di mana
perusahaan menjalankan kegiatnnya, entah masyarakat dalam arti sempit seperti
lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas. Menurut Milton Friedman
satu-satunya tanggung jawab perusahaan adalah meningkatkan keuntungan sampai
menjadi sebesar mungkin. Tanngung jawab ini diletakkan dalam tangan para manajer.
3.
Tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab sosial
Masalah tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadi lebih jelas, jika kita
membedakannya dari tanggung jawab lain. Bisnis selalu mempunyai dua tanggung jawab
ini : tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab soaial. Dua tanggung jawab ini tidak
bisa dipisahkan. Dalam kapitalis liberalistis tanggung jawab ekonomis itu di lihat sebagai
profit maximization atau mendapat keuntungan sebesar mungkin. Tanggung jawab sosial
perusahaan adalah tanggung jawanya terhadap masyarakat di luar tanggung jawab
ekonomis, Jika kita berbicara tentang tanggung jawab soail perusahaan, kita
memaksudkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan demi suatu tujuan soaial
dengan tidak memperhitungkan untung atau rugi ekonomis. Hal itu bisa terjadi dengan
dua cara : positif atau negatif. Secara positif, perusahaan bisa melakukan kegiatan yang
tidak membawa keuntungan ekonois dan semata-mata dilangsungkan demi kesejateraan
masyarakat atau salah satu kelompok di dalamnya. Secara negatif, perusahaan bisa
menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, yang
sebenarnya
menguntungkan dari segi bisnis, tetapi akan merugikan masyarakat atau sebagian
masyarakat.
4.
Kinerja sosial perusahaan
Sebagaimana tanggung jawab ekonomis perusahaan mempunyai suatu aspek moral,
demikianpun yang disebut “tanggung jawab sosial” ini mempunyai suatu aspek
ekonomis dan karenanya tidak lagi merupakan tanggung jawab sosial secara murni.
Inilah karya amal yang menguntungkan bagi perusahaan tiu sendiri.
Kini upaya meningkatkan citra perusahaan dengan mempraktekkan karya amal sering di
sebut corporate social performance “kinerja soaial perusahaan”. Perusahaan tidak saja
mempunyai kinerja ekonomis, tetapi juga kinerja sosial. Disadari betul bahwa bagi
perusahaan masih ada hal lain yang perlu diperhatikan daripada memperoleh laba sebesar
mungkin. Tidak kalah pentingnya mempunyai hubungan baik dengan masyarakat di
sekitar pabrik dan dengan masyarakat umum. Untuk mencapai tujuan itu, perlu kesediaan
perusahaan untuk menginvestasikan dana dalam program-program khusus.
Upaya kinerja sosial perusahaan sebaiknya tidak dikategorikan sebagai pelaksana
tanggung jawab sosial perusahaan. Walaupun tidak secara langsung dikejar keuntungan,
namun usaha-usaha kinerja sosial ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab
ekonomis perusahaan. Di sini tetap berlaku bahwa bisnis bukan karya amal. Dan
perbedaan yang menentukan antara keduanya adalah pencarian keuntungan
5.
Beberapa kasus
1. Susu formula Nesle
Hanya sebagian kecil dari ibu-ibu muda tidak bisa menyusui anaknya sendiri. Untuk
membantu mereka, pada akhir abad ke – 19 dikembangkan susu formula sebagai
pengganti Air Susu Ibu (ASI). Tetapi karena pelbagai alasan, lama kelamaan semakin
banyak ibu mulai memberi susu botol kepada bayinya. Di Amerika Serikat antara
1950 – 1970 hanya sekitar 22 persen ibu-ibu masih memberi ASI kepada bayinya,
Jadi sekitar 78 persen memberi susu formula. Industri susu formula menjadi bisnis
yang penting. Tetapi sekitar pertengahan 1970-1n kebiasaan ini mulai berubah.
Diperkirakan, sekitar 1978 persentase ibu-ibu yang memberi susu formula berkurang
sampai 50 persen.
2. Musibah pabrik Unian Carbide di Bhopal
Pada 3 Desember 1984 malam pukul 00.40 terjadi kecelakaan besar dalam pabrik
pestisida milik Union Carbide di kota Bhopal di negara bagian madya Pradesh India.
Sampai saat itu belum pernah terjadi kecelakaan industri pada skala begitu besar.
Musibah ini menewaskan seketika lebih 2000 orang. Hari-hari berikutnya jumlah
korban mati naik lagi sampai 3500 orang. Diduga ada 5000 orang menjadi buta dan
200.000 orang mengalami gangguan kesehatan lainnya.
3. Pabrik Multi Bintang di Surabaya
Ketika saya memutuskan agar PT Mulia bintang Indonesia membangun fasilitas
pengolahan limbah (water treatment plant) di Surabaya pada 1984, mula-mula saya
dianggap tidak rasional. Hampir semua eksekutif Multi Bintang geleng-geleng
kepala. Soalnya, mesin yang diperlukan amat mahal hanrganya : US$ 2 juta.
Pembelian mesin tersebut dianggap investasi yang tidak meningkatnkan produksi,
atau aset yang tidak produktif. Tetapi saya kukuh bahwa pengeluaran untuk fasilitas
itu bukan “biaya”, melainkan “investasi”.
Download