Pengaruh Kondisi Sosial dan Pengetahuan

advertisement
Pengaruh Kondisi Sosial dan Pengetahuan Lingkungan Ibu-ibu Rumah Tangga
terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kecamatan Nganjuk,
Kabupaten Nganjuk
Oleh:
*Ahmad Johanto
Universitas Negeri Malang
E-mail: [email protected]
Pembimbing: (1) Drs. Dwiyono Hari Utomo, M.Pd, M.Si
(2) Dra. Yuswanti Ariani Wirahayu, M.Si.
Abstrak
Meningkatnya jumlah penduduk menjadi faktor meningkatnya jumlah
sampah. Berdasarkan data dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Daerah
Kabupaten Nganjuk 2010, jumlah produksi sampah yang dihasilkan 425 m3/hr
dan sampah yang terangkut hanya sebesar 150 m3/hr, maka masih terdapat 275
m³/hr yang belum terlayani. Kondisi tersebut jika terus dipertahankan tanpa
adanya upaya penangan sampah yang baik akan menyebabkan pencemaran
lingkungan. Timbulnya masalah sampah di Kecamatan Nganjuk, diduga tidak
lepas dari berbagai faktor antara lain kurangnya pengetahuan tentang lingkungan
dan rendahnya faktor sosial masyarakat. Ibu-ibu rumah tangga dianggap memiliki
hubungan langsung dan tanggungjawab yang tinggi dalam proses penimbunan
dan pengelolaannya.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1)
kondisi sosial Ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Ngajuk (2) tingkat
pengetahuan lingkungan Ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Nganjuk (3)
pengaruh kondisi sosial Ibu-ibu rumah tangga terhadap pengelolaan sampah
rumah tangga; dan (4) pengaruh tingkat pengetahuan Ibu-ibu rumah tangga
terhadap pengelolaan sampah rumah tangga. Hasil analisis korelasi menunjukkan
bahwa semua variabel bebas yaitu tingkat pendidikan, status bekerja, keaktifan
organisasi, sumber informasi dan pengetahuan lingkungan yang diteliti
berpengaruh terhadap pengelolaan sampah. Hasil analisis regresi menunjukkan
bahwa semua variabel bebas secara simultan/bersama-sama maupun parsial
mampu mempengaruhi pengelolaan sampah ibu-ibu rumah tangga. Variabel bebas
yang mempunyai bobot sumbangan terbesar terhadap pengelolaan sampah adalah
sumber informasi.
Kata kunci : pengetahuan lingkungan, pengelolaan sampah.
*Ahmad Johanto : Mahasiswa Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang.
A. Latar Belakang
Salah satu faktor yang mempengaruhi lingkungan adalah masalah
pembuangan dan pengelolaan sampah. Sampah adalah bahan buangan sebagai
akibat dari aktivitas manusia yang merupakan bahan yang sudah tidak dapat
dipergunakan lagi. Menurut Keputusan Dirjen Cipta Karya, nomor
07/KPTS/CK/1999: Juknis Perencanaan, Pembangunan dan Pengelolaan Bidang
Ke-PLP-an Perkotaan dan Perdesaan, sampah adalah limbah yang bersifat padat
terdiri dari zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan
harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan.
Kehadiran sampah kota merupakan salah satu persoalan yang dihadapi
oleh masyarakat dan pengelola kota, terutama dalam hal penyediaan sarana dan
prasarananya. Keberadaan sampah tidak diinginkan bila dihubungkan dengan
faktor kebersihan, kesehatan, kenyamanan dan keindahan (estetika). Tumpukan
onggokan sampah yang mengganggu kesehatan dan keindahan lingkungan
merupakan jenis pencemaran yang dapat digolongkan dalam degradasi lingkungan
yang bersifat sosial (Bintarto, 1997:57).
Sampah menjadi masalah penting saat ini, terutama untuk kota-kota besar
yang padat penduduknya. Bahkan sampah bisa menjadi persoalan krusial, jika
tidak ditangani serius. Sebab dampaknya bisa mengganggu infrastruktur kota,
termasuk kerawanan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Santosa, 2009).
Data di Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2010 menyebutkan, volume
rata-rata sampah di Indonesia mencapai 200 ribu ton per hari. Daerah perkotaan
yang menyumbang sampah paling banyak. Berbagai kendala masih dihadapi
dalam melaksanakan pengelolaan sampah tersebut baik kendala ekonomi, sosial
budaya maupun penerapan teknologi (Nuryani, 2003:56).
Meningkatnya volume sampah dari kegiatan penduduk berimbas terhadap
lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah juga makin terbatas. Kondisi ini
akan semakin buruk apabila dalam pengelolaan sampah di masing - masing
daerah masih kurang efektif, efisien dan berwawasan lingkungan serta tidak
terkoordinasi dengan baik (Rudianto dan Azizah, 2005: 152-153). Pengelolaan
sampah sebenarnya telah diatur pemerintah melalui UU Nomor 18/2008. Di
dalamnya termaktub bahwa pengelolaan sampah tidak hanya menjadi kewajiban
pemerintah saja. Masyarakat dan pelaku usaha sebagai penghasil sampah juga
bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Pemerintah
melalui UU tersebut memberi ruang yang cukup banyak bagi pemerintah provinsi,
kotamadya/kabupaten untuk merencanakan dan mengelola sampah dalam
kawasannya.
Kepedulian masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat diperlukan
untuk membantu pemerintah dalam menangani permasalahan sampah. Kurangnya
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan kendala terpenting
dalam menangani permasalahan sampah. Mengingat kondisi fisik perkotaan yang
lahannya semakin sempit dan kurangnya ruang terbuka untuk pengelolaan sampah
sehingga perlu di tingkatkan partisipasi masyarkat dalam pengelolaan sampah
agar masyarakat mampu secara mandiri peduli terhadap lingkungan. Untuk
mewujudkan kondisi lingkungan yang bersih dan sehat maka perlu adanya
partisipasi dari berbagai pihak baik dari pemerintah maupun masyarakat
khususnya dalam pengelolaan sampah perkotaan.
Permasalahan dalam pengelolaan sampah perkotaan tidak hanya terjadi di
kota-kota besar, namun juga terjadi di kota-kota kecil dan kabupaten yang
mempunyai kepadatan cukup tinggi dan adanya aktifitas perekonomian yang
tinggi pula. Seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Nganjuk terdapat
permasalahan pembuangan dan pengolahan sampah. Meningkatnya jumlah
penduduk menjadi faktor meningkatnya jumlah sampah yang ada. Berdasarkan
data dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Daerah Kabupaten Nganjuk 2010,
jumlah produksi sampah yang dihasilkan 425 m3/hr dan sampah yang terangkut
hanya sebesar 150 m3/hr, maka masih terdapat 275 m³/hr yang belum terlayani.
Namun, untuk antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang, dengan
memperhitungkan asumsi sampah yang dihasilkan per orang per hari sebesar 3
lt/org/hari dan jumlah penduduk sebesar 163.393 jiwa, maka besarnya sampah
yang masih harus diangkut adalah sebesar 340,18 m³/hr. Kondisi tersebut jika
terus dipertahankan tanpa adanya upaya pengurangan volume sampah baik dari
sumber sampah maupun di TPA akan menyebabkan pencemaran lingkungan.
Dari survei awal menunjukan bahwa memang masih banyak sampah yang
belum terangkut baik di rumah-rumah warga maupun di TPS-TPS yang ada
sehingga banyak sampah berserakan di sekitarnya. Pemerintah saat ini mulai
mensosialisasikan pengelolaan sampah program 3R untuk menciptakan kondisi
lingkungan yang bersih dan sehat, terlebih adalah bertujuan agar timbunan
sampah yang ada di TPA kedungdowo berkurang bahkan nol dengan konsep Zero
waste. Permasalahan sampah ini muncul tidak hanya dari usaha pemerintah dalam
pengelolaan sampah tetapi juga tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
Timbulnya masalah sampah di Kabupaten Nganjuk, diduga tidak lepas
dari berbagai faktor antara lain kurangnya pengetahuan tentang lingkungan dan
rendahnya faktor sosial masyarakat. Menurut Suparmoko (2000) bahwa faktor
lain dari permasalahan pengelolaan smpah, adalah masyarakat masih cenderung
menganggap bahwa pengelolaan sampah semata-mata merupakan tanggung jawab
Pemerintah Kota (PEMKOT).
Berdasarkan uraian di atas, bahwa sumber terbesar dari permasalahan
sampah adalah sampah rumah tangga dan berbagai upaya yang telah dilakukan
oleh pemerintah untuk meningkatkan cara pengelolaannya, tetapi belum
memperoleh hasil yang maksimal. Ibu rumah tangga dianggap memiliki hubungan
langsung dan tanggungjawab yang tinggi melebihi anggota keluarga yang lain
dalam proses penimbunan dan pengelolaannya. Melihat kondisi tersebut maka
perlu adanya penelitian mengenai kondisi sosial dan pengetahuan lingkungan ibuibu rumah tangga terhadap pengelolaan sampah di Kecamatan Nganjuk,
Kabupaten Nganjuk.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional.
Mendeskripsikan tentang kondisi sosial, tingkat pengetahuan lingkungan dan cara
pengelolaan sampah ibu rumah tangga serta mendeskripsikan hubungan antara
variabel bebas berupa kondisi sosial, pengetahuan lingkungan, dengan variabel
terikat berupa pengelolaan sampah rumah tangga. Penelitian ini mengambil
wilayah penelitian Kecamatan Nganjuk Kabupaten Nganjuk dengan populasi
seluruh ibu-ibu rumah tangga. Pengambilan sampel area menggunakan Purposive
Random Sampling. Banyaknya sampel yang diambil sebesar 100 KK. Data
diambil dengan menggunakan instrument berupa kuesioner. Kemudian data
mentah yang terkumpul dimasukkan dalam tabulasi tunggal kemudian dianalisis
menggunakan teknik analisis regresi linier berganda.
C. Pembahasan
Pengelolaan sampah rumah tangga dalam penelitian ini adalah kegiatan
pemisahan, pemanfaatan, dan pemusnahan sampah rumah tangga yang bertujuan
untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan. Menurut Saribanon E,.dkk (2007) keberlanjutan pengelolaan sampah
memerlukan sistem yang efektif dalam mengatasi masalah lingkungan,
menghasilkan secara ekonomi dan dapat diterima oleh masyarakat. Sebagian besar
model pengelolaan lingkungan, khususnya pengelolaan sampah, hanya
memperhatikan aspek ekonomi dan lingkungan, serta sangat sedikit
mempertimbangkan aspek sosial, sehingga seringkali mengakibatkan
implementasi model tersebut kurang berhasil. Penelitian terhadap program
pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat yang telah berjalan di
Taiwan, memperlihatkan bahwa perilaku masyarakat untuk mendaur ulang
sampah dipengaruhi oleh sikap (attitude), norma subyektif (subjective norm) dan
pengendalian perilaku (perceived behavioral control). Oleh karena itu,
pendekatan secara multidimensional pada struktur keyakinan (belief) dalam
masyarakat, sangat diperlukan untuk membentuk perilaku (behaviour) dalam
pengelolaan sampah. Dalam penelitian ini peneliti mencoba meneliti dari aspek
sosial yaitu mengenai kondisi sosial dan pengetahuan lingkungan masyarakat. Ibu
rumah tangga dianggap memiliki hubungan langsung dan tanggungjawab yang
lebih dalam pengelolaan sampah, maka dari itu penelitian ini terfokus pada
kondisi sosial dan pengetahuan lingkungan yang dimiliki oleh ibu-ibu rumah
tangga.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pengelolaan sampah ibu-ibu rumah
tangga di Kecamatan Nganjuk tergolong dalam kategori sedang atau dapat
dikatakan cukup baik yaitu Ibu-ibu rumah sudah memisahkan sampah antara
sampah basah dan sampah kering . Sesuai informasi yang peneliti dapat dari
lembar jawaban kuisioner dan wawancara singkat rata-rata Ibu-ibu rumah tangga
di Kecamatan Nganjuk sudah memisahkan antara sampah basah dan sampah
kering namum dalam pengelolaannya lebih lanjut belum maksimal hanya
bergantung pada petugas pengangkut sampah jika sampah menumpuk. Ibu-ibu
rumah tangga mengganggap bahwa masalah sampah sudah menjadi tanggup
jawab pemerintah karena mereka sudah memberikan retribusi sampah tiap
bulannya. Seperti yang dikemukakan oleh Suparmoko (2000) bahwa faktor lain
dari permasalahan pengelolaan sampah, adalah masyarakat masih cenderung
menganggap bahwa pengelolaan sampah semata-mata merupakan tanggung jawab
Pemerintah Kota (PEMKOT). Sebagian ibu-ibu rumah tangga cara pengelolaan
sampahnya masih sederhana, membuang sampah di lahan kosong di belakang
rumah dan cara memusnahkan dengan membakarnya. Alasan mereka masih
melakukan pengelolaan sampah yang masih sederhana karena mereka masih
punya lahan untuk menampung sampah dan terlebih dengan cara seperti itu tidak
adanya pungutan biaya dari pemerintah. Terdapat ibu-ibu rumah tangga cara
pengelolaan sampahnya sangat baik, mereka sudah menerapkan program 3R
karena bekal dari pengetahuan yang mereka dapat dari organisasi setempat yaitu
Sripekung.
Meningkatnya cara pengelolaan sampah rumah tangga disebabkan oleh
tingginya tingkat pengetahuan lingkungan, tingkat pendidikan, adanya pekerjaan,
banyaknya media informasi, dan aktifnya di organisasi sosial dari Ibu-ibu rumah
tangga. Berdasarkan hasil analisis korelasi bivariate menujukan pengaruh
signifikan antara kondisi sosial (tingkat pendidikan, status bekerja, keaktifan
organisasi masyarakat dan jumlah sumber informasi) dan pengetahuan lingkungan
terhadap pengelolaan sampah. Sedangkan dari hasil analisis regresi ganda
menunjukan bahwa pengelolaan sampah dipengaruhi secara bersama-sama oleh
kondisi sosial dan pengetahuan lingkungan sebesar 68,8% dan sisanya 31,2%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam penelitian ini.
Penelitian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Slamet (2002) bahwa
sampah baik kualitas maupun kuantitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai
kegiatan dan taraf hidup masyarakat dan beberapa faktor penting antara lain
adalah tingkat pengetahuan, keadaan sosial ekonomi, jumlah penduduk dan
kemajuan teknologi. Demikian pula yang dikemukakan oleh Wignyosoebroto
(dalam Feliana, 2001) bahwa dengan melihat karakteristik masyarakat kota yang
plural, maka pendekatan sosial dan pendekatan ekonomi merupakan pendekatan
yang cocok diintensifkan untuk menangani masalah sampah.
A. Pengaruh Kondisi Sosial Ibu Rumah Tangga terhadap Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga
Berdasarkan hasil analisis regresi ganda dapat diketahui bahwa variabel
kondisi sosial yang terdiri dari tingkat pendidikan, status bekerja, keaktifan
organisasi masyarakat dan jumlah sumber informasi mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap pengelolaan sampah. Hal tersebut dapat diketahui secara
parsial berdasarkan hasil analisis regresi ganda bahwa tingkat pendidikan
berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan sampah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengelolaan
sampah, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang
dimiliki oleh ibu-ibu rumah tangga, semakin tinggi pula wawasan pengetahuannya
tentang cara pengelolaan sampah. Sebaliknya semakin rendah pendidikan yang
dimiliki ibu-ibu rumah tangga, semakin rendah pula wawasan pengetahuannya
tentang cara pengelolaan sampah. Sehingga implikasi penerapannya tentang cara
pengelolaan sampah tergantung dari tingkat pendidikan yang dimiliki oleh Ibu-ibu
rumah tangga.
Temuan penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Pabeta (1995), bahwa
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kebersihan
lingkungan sangat erat hubungannya dengan tingkat pendidikan Ibu-ibu rumah
tangga, maka pendidikan Ibu-ibu rumah tangga perlu mendapat perhatian
sungguh-sungguh. Selanjutnya hal tersebut didukung oleh Wignyosoebroto
(dalam Feliana, 2001), bahwa pentingnya pendidikan sejak dini, yaitu
menanamkan kesadaran akan arti penting kegiatan membuang sampah pada
tempatnya terhadap kebersihan, kesehatan, keindahan, dan etika.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan menujukan bahwa ibu-ibu rumah
tangga di Kecamatan Nganjuk rata-rata menyelesaikan pendidikannya di tingkat
SMA/SMK dan keatas ini menunjukan tingkat pendidikan yang cukup baik.
Kondisi ini didukung dengan pendidikan di Kecamatan Nganjuk memang cukup
maju karena memang dalam wilayah perkotaan. Ibu-ibu yang hanya
menyelesaikan pendidikan di tingkat SD sebesar 25%, adapun alasan mereka
hanya menyelesaikan tingkat SD karena faktor ekonomi, keluarga dan adanya
pendapat yang masih tradisional. Modal pendidikan dapat mengubah tingkat
kesadaran manusia terhadap ekologinya, dapat mendorong keinginan untuk maju
dan merubah kehidupannya untuk lebih baik. Tentu hal tersebut akan berpengaruh
terhadap cara pengelolaan ibu-ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah.
Hal ini juga terjadi pada variabel status bekerja berdasarkan hasil analisis
menunjukan bahwa status bekerja berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan
sampah. Hal ini berarti bahwa variabel status bekerja berpengaruh terhadap cara
pengelolaan sampah, sehingga dapat dikatakan bahwa bahwa ibu yang bekerja
lebih memiliki ketrampilan terhadap pengelolaan sampah rumah tangga cukup
baik. Diduga Ibu-ibu yang bekerja walaupun tidak memiliki waktu cukup banyak
dirumah, tetapi memiliki penalaran, pemahaman dan penghayatan tentang
pengelolaan sampah yang lebih tinggi dan memperoleh informasi yang lebih
banyak tentang cara-cara pengelolaan sampah rumah tangga, sehingga dapat
menginformasikan kepada keluarga dan pembantu mereka dirumah.
Temuan penelitian ini sejalan dengan pendapat All Port (dalam Al
Muhdar, 1998) dalam berinteraksi dengan manusia lain baik dirumah, sekolah,
tempat ibadah, ataupun tempat lainnya melalui nasehat, teladan atau percakapan
dapat merubah sikap Ibu-ibu rumah tangga dalam mengelola sampah.
Diperkirakan Ibu-ibu rumah tangga yang memiliki sikap positif terhadap
pengelolaan sampah rumah tangga, akan berusaha menerima, mendukung dan
membuat seimbang perilakunya dalam pengelolaan sampah rumah tangga. Disisi
lain kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat serta peranannya dalam
pembangunan perlu dipelihara dan terus dikembangkan sehingga dapat
memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya bagi pembangunan bangsa.
Berdasarkan penelitian dilapangan menujukan bahwa ibu-ibu rumah
tangga di Kecamatan Nganjuk rata-rata bekerja sebagai ibu rumah tangga, sesuai
informasi yang peneliti dapat alasan mereka tidak bekerja karena memang semua
kebutuhan sudah ditanggung oleh suami jadi tidak ada tuntutan untuk bekerja.
Walaupun hanya sebagai ibu-ibu rumah tangga mereka tidak hanya mengurus
keluarga saja tetapi juga sebagian ada yang mengikuti organisasi kemayarakatan
seperti PKK.
Organisasi kemasyarakatan biasanya merupakan wadah yang paling
mudah dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang tinggi nilai
sosialnya atau sebagai ajang untuk mengekspresikan kepedulian seseorang atau
kelompok mengenai sesuatu. Oleh sebab itu, organisasi kemasyarakatan yang
disukai dan segani masyarakat bila ditunjang dengan informasi yang tepat dapat
dimanfaatkan untuk mengajak masyarakat umum berperan serta secara aktif
dalam menciptakan kehidupan berkelanjutan yang mantap (Kantjono, 1993).
Dengan demikian keaktifan Ibu di organisasi sosial diharapkan dapat berpengaruh
terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu rumah tangga dalam
pengelolaan sampah rumah tangga.
Berdasarkan analisis korelasi menunjukan bahwa keaktifan organisasi
masyarakat berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan sampah. Hal ini berarti
bahwa variabel keaktifan organisasi masyarakat berpengaruh terhadap
pengelolaan sampah, sehingga dapat dikatakan semakin aktif ibu-ibu rumah
tangga dalam organisasi masyarakat, maka semakin baik pula cara pengelolaan
sampah. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Al Muhdar (1998), bahwa Ibuibu rumah tangga yang aktif organisasi sosial berpengaruh meningkatkan sikap
dalam pengelolaan sampah rumah tangga, sehingga akan meningkatkan
manifestasi Ibu-ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah.
Berdasarkan penelitian dilapangan menunjukan ibu-ibu rumah tangga di
Kecamatan Nganjuk yang aktif organisasi masyarakat sebesar 28%, organisasi
yang diikuti diantaranya PKK. Sedangkan sebasar 72% mengatakan tidak ikut
organisasi masyarakat apapun alasan mereka salah satunya kurangnya minat
untuk berorganisasi, selain itu juga karena alasan waktu.
Selain variabel tingkat pendidikan, status bekerja, dan keaktifan organisasi
masyarakat variabel sumber informasi juga berpengaruh terhadap pengelolaan
sampah. Faktor kunci menentukan pengetahuan ibu-ibu rumah tangga dalam
pengelolaan sampah rumah tangga adalah tingkat pendidikan dan jumlah media
informasi yang dimiliki (Al Muhdar, 1998).
Sumber informasi berperan penting bagi seseorang dalam menentukan
sikap atau keputusan bertindak. Banyak media seperti media massa, baik media
cetak seperti surat kabar dan majalah, ataupun elektronika seperti televisi dan
radio; serta program-program penyeluhan dianggap cukup efektif untuk
menciptakan konsesus sosial.
Menurut Krech (1962) satu faktor penting yang mempengaruhi perubahan
kognisi adalah terjadinya perubahan informasi. Perubahan informasi tersebut
dapat diperoleh melalui sumber informasi yang dimiliki, selain itu perubahan
kognisi juga ditentukan oleh faktor kepribadian. Faktor-faktor kepribadian
tersebut antara lain kemampuan intelektual, sifat keterbukaan, dan cara-cara
menghadapai permasalahan.
Berdasarkan penelitian ini menunjukan bahwa semakin banyak Ibu-ibu
rumah tangga memiliki sumber informasi tentang pengelolaan sampah maka
semakin baik cara pengelolaan sampahnya. Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Al Muhdar (1998), bahwa sikap yang
dimiliki Ibu-ibu rumah tangga lebih tinggi dimiliki oleh Ibu-ibu yang memiliki
lebih banyak media informasi. Ibu-ibu yang memiliki lebih banyak media
informasi, akan memiliki penalaran, pemahaman, dan penghayatan tentang
sampah rumah tangga yang tinggi pula.
Berdasarkan penelitian dilapangan ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan
Nganjuk rata-rata hanya memiliki 1-3 sumber informasi tentang cara pengelolaan
sampah yaitu sebesar 81%. Informasi yang mereka dapat rata-rata dari iklan di
televisi yang sempat mereka lihat. Sedangkan 19% memiliki lebih dari 3 sumber
informasi selain didapat di pendidikan yang pernah meraka tempuh juga terdapat
di tempat mereka kerja, berorganisasi, membaca buku, informasi dari surat kabar
atau koran dan sosialisasi program dari pemerintah.
B. Pengaruh Tingkat Pengetahuan Lingkungan Ibu-ibu Rumah Tangga
Terhadap Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Berdasarkan hasil analisis regresi ganda dapat diketahui bahwa variabel
tingkat pengetahuan lingkungan pengaruh yang signifikan terhadap pengelolaan
sampah. Hal tersebut dapat diketahui secara parsial berdasarkan hasil analisis
regresi ganda bahwa tingkat pengetahuan lingkungan berpengaruh signifikan
terhadap pengelolaan sampah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
variabel tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pengelolaan sampah, sehingga
dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat pengetahuan lingkungan yang
dimiliki oleh ibu-ibu rumah tangga mempengaruhi cara pengelolaan sampahnya.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Al Muhdar (1998) bahwa tingkat
pengetahuan lingkungan yang dimiliki oleh Ibu-ibu rumah tangga sangat
berpengaruh terhadap cara pengelolaan sampah, sehingga semakin tinggi
pengetahuan lingkungan yang dimiliki, maka semakin baik pula cara pengelolaan
sampah.
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan
kesehatan masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan
lingkungan sosialnya menjadi sehat (Slamet, 1994). Sikap yang baik (positif)
terhadap pengelolaan sampah, didukung oleh pengetahuan lingkungan relatif baik.
Hal yang sama dikemukakan oleh Syafrudie dan Sri Mulyani dalam Yustina
(2006). Dari kedua peneliti ini dapat disimpulkan bahwa ada kaitan antara
pendidikan, pengetahuan LH seseorang dengan sikap terhadap pengelolaan
lingkungan hidup. Adanya pengetahuan seseorang tentang suatu hal akan
menyebabkan seseorang memiliki sikap tertentu. Dari sikap yang ada akan
terbentuk minat dan minat menentukan realisasi perilaku seseorang.
Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan sampah
dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana pemahaman masyarakat berkaitan
pengelolaan sampah, terutama dalam hal melakukan pemilahan, pemanfaatan dan
pemusnahan sampah. Hasil yang diperoleh ini jika dihubungkan dengan proses
atau tingkatan pendidikan dan hasil belajar sangatlah berkaitan. Hubungan antara
tingkat pengetahuan dan pendidikan sesuai dengan pernyataan Subiyanto (1988)
yang menyatakan bahwa dasar pembentuk pengetahuan adalah pengalaman, dan
jika pengalaman, dan jika pengalaman disusun secara sistematis akan menjadikan
ilmu. Pengetahuan pada hakikatnya terdiri dari sejumlah faktor dan teori yang
memungkinkan seseorang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan tidak dapat dijadikan patokan untuk
seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi, sebab pengetahuan dapat diperoleh
dari pengalaman diri sendiri atau orang lain, baik diperoleh secara tradisional atau
cara modern.
Berdasarkan penelitian dilapangan menujukan bahwa tingkat pengetahuan
lingkungan Ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Nganjuk rata-rata dengan
kategori tinggi yaitu sebesar 50%, namun dalam penerapan pengetahuannya
tentang cara pengelolaan sampah kurang maksimal. Hal tersebut sejalan dengan
hasil observasi lapangan bahwa masih ada sebagian warga yang belum memahami
cara pengelolaan sampah, yakni pemisahan, pemanfaatan dan pemusnahannya.
Mereka masih menganggap bahwa masalah penangan sampah menjadi tanggung
jawab pemerintah kabupaten. Daud (1997) mengemukakan bahwa untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan limbah rumah tangga
untuk memelihara dan menjaga kebersihan lingkungan serta tempat tinggal, maka
pengetahuan masyarakat perlu di tingkatkan melalui penyuluhan atau simulasi
tentang kependudukan dan lingkungan serta masalahnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan setelah melalui proses analisis maka
dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kondisi sosial ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Nganjuk dalam penelitian
ini menunjukan bahwa:
a. tingkat pendidikan formal ibu-ibu tergolong dalam kategori sedang atau
dapat dikatakan cukup baik yaitu rata-rata menamatkan pendidikan
terakhirnya pada tingkat SMA/SMK dan keatas.
b. status bekerja rata-rata ibu-ibu tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah
tangga.
c. Hanya sebagian kecil ibu-ibu yang aktif dalam organisasi masyarakat yaitu
mengikuti organisasi PKK.
d. Jumlah sumber informasi yang dimiliki oleh ibu-ibu rata-rata 1-3 macam
sumber informasi.
2. Tingkat pengetahuan lingkungan ibu-ibu rumah tangga di Kecamatan Nganjuk
tergolong sedang atau dapat dikatakan cukup baik yaitu ibu-ibu rumah tangga
sudah memisahkan antara sampah basah dan sampah kering.
3. Tinggi rendahnya kondisi sosial ibu-ibu rumah tangga berpengaruh signifikan
terhadap cara pengelolaan sampah rumah tangga di Kecamatan Nganjuk
4. Tinggi rendahnya tingkat pengetahuan lingkungan ibu-ibu rumah tangga
berpengaruh signifkan terhadap cara pengelolaan sampah rumah tangga di
Kecamatan Nganjuk.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, maka terdapat beberapa
saran agar cara pengelolaan sampah menjadi baik yaitu dengan cara:
1. Perlu adanya keterlibatan dari semua pihak dalam penanganan sampah di
Kecamatan Nganjuk, untuk mencapai tujuan lingkungan dan masyarakat yang
sehat. Masyarakat harus berpartisipasi dan mau merubah sikap untuk
membantu mulai dari mengurangi volume sampah, perbaikan kualitas sampah,
membuang sampah pada tempatnya, sampai memusnahkan sampah.
2. Kepada Dinas Kebersihan dan Pertamanan, bahwa untuk meningkatkan
pengetahuan tentang lingkungan perlu pemberian tuntunan dan panduan
sebagai pemberi informasi kepada Ibu-ibu rumah tangga.
3. Pemerintah Kabupaten sebaiknya memprioritaskan perlunya memberikan
pendidikan khususnya dalam bentuk penyuluhan kepada Ibu-ibu rumah tangga
tentang cara pengelolaan sampah rumah tangga, khususnya tentang cara
pemisahan, pemanfaatan dan pemusnahan sampah rumah tangga.
4. Mengefektifkan pemberitaan di media lokal sebagai sarana pendidikan kepada
masyarakat dengan jalan memuat berita-berita tentang kebersihan lingkungan
dan pemberian informasi secara terpadu melaui brosur-brosur tentang caracara praktis untuk menangangi masalah sampah.
DAFTAR RUJUKAN
Al Muhdar, H. M.1998. Keterkaitan antara faktor sosial, faktor ekonomi, faktor
budaya, pengetahuan dan sikap, dengan manifestasi perilaku ibu-ibu
rumah tangga dalam pengelolaan sampah rumah tangga di kotamadia
Surabaya. Desertasi tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana IKIP Malang.
Bintarto, R. 1997. Geografi kota, pengantar, cetakan pertama. Yogyakarta. Spring
Data Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Daerah Kabupaten Nganjuk tahun
2009-2010
Data Kementerian Lingkungan Hidup 2010
Daud, F. 1997. Pengetahuan dan sikap wanita terhadap lingkungan hidup
kaitannya dengan pengelolaan limbah di Kodya Ujung Pandang. Ujung
Pandang. Lembaga penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Feliana, Y. k. 2001. Membangun Budaya Disiplin Masyarakat dalam Penanganan
Sampah Kota. Pusat Studi Lingkungan, 7: 20-25
Krech D. dkk. 1962. Teori-teori Dasar tentang Tingkah laku Sosial. Terjemahan
oleh Wahjoedi. 1990. Malang. Penyelenggaraan Pendidikan Pasca Sarjana.
Proyek Peningkatan Perguruan Tinggi. IKIP. Malang
Nuryani S, dkk. 2003. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, UGM Yogayakarta.
Pabeta, R. 1995. Partisipasi Masyarakat dalam Mewujudkan Kebersihan
Lingkungan di Permukiman DAS Tallo dikaitkan dengan Tingkat
Pendidikan, Pendapatan dan Ukuran keluarga. Ujung Pandang. Lembaga
Penelitian Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Pasaribu L dan Simajuntak, B. 1982. Pendidikan Nasional. Bandung: Tasito
Rudianto dan Azizah, 2005. Studi tentang Perbedaan Jarak Perumahan ke TPA
Sampah Open Dumping dengan Indikator tingkat Kepadatan lalat dan
kejadian diare (studi di desa kenep kecamatan beji kabupaten pasuruan).
Jurnal Kesehatan lingkungan: 152-153.
Saribanon, dkk. Pendekatan tipologi dalam pengembangan partisipasi masyarakat
(studi kasus : pengelolaan sampah permukiman berbasis masyarakat Di
kotamadya jakarta timur). Jurnal Teknik Lingkungan: Vol. 8 hal 235-244.
Slamet J.S. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi.
Surakarta:UNS Press.
Subiyanto. 1988. Evaluasi Pendidikan dan Pengetahuan Alam. DEKDIKBUD
Suparmoko. 2000. Ekonomika Lingkungan. Edisi I. Yogyakarta : BPFE
Undang-undang pengelolaan sampah Nomor 18/2008
Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman penulisan karya ilmiah. Malang
Yustina. 2006. Hubungan pengetahuan lingkungan dengan persepsi, Sikap dan
minat dalam pengelolaan lingkungan hidup Pada guru sekolah dasar di
kota pekanbaru; Jurnal Biogenesis Vol. 2(2):67-71, 2006
Download