Bab.1 SIFAT-SIFAT UMUM VIRUS Oleh : Nanik Sianita Widjaja Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini : Mahasiswa dapat memahami sifat virus Mahasiswa dapat memahami struktur dan ukuran virus Mahasiswa dapat memahami susunan kimiawi virus Dahulu adanya virus hanya dapat dideteksi lewat kemampuannya melalui saringan ultra filter dan kemampuan menginfeksi binatang yang peka. Kemudian, ditemukan bahwa virus adalah suatu mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa dan tidak dapat dibiakkan pada media yang tidak mengandung sel hidup. Istilah "virus dapat difilter" kemudian menjadi kacau setelah kemudian ternyata bahwa kuman spesies tertentu mempunyai ukuran lebih kecil dari pada ukuran virus yang paling besar dan terdapat filter yang dapat menahan partikel virus yang terkecil. Pada tahun 1940 ditemukan teknik elektron mikroskop yang dapat digunakan untuk melihat morfologi virus. Kemudian pada tahun 1959 ditemukan metode "pengecatan negatif" (negative staining) yang memperluas pengetahuan mengenai ultra struktur virus. 1. Definisi: Virus adalah mikroorganisme penyebab infeksi yang dapat melalui ultrafilter, bersifat intraseluler obligat parasit dan hanya dapat berkembang biak didalam sel hidup. Virus dibedakan dengan mikroorganisme lain berdasarkan: (1) Partikel virus yang lengkap mengandung satu jenis asam nukleat sebagai genom yang terbungkus dalam selubung protein yang melindungi asam nukleat virus terhadap pengaruh luar dan mempermudah perlekatan serta kemungkinan penetrasi virus pada sel-sel yang peka. (2) Genom, asam nukleat mengandung satu jenis asam nukleat DNA atau RNA, beruntai satu (single stranded) atau beruntai ganda ( double stranded). (3) Virus tidak mempunyai aktivitas metabolisme dan tidak mempunyai sistem enzim serta lain-lain unsur pokok untuk hidup bebas dan berkembang biak. (4) Virus tidak mempunyai ribosom. (5) Virus tidak dapat tumbuh berkembang melalui pembelahan seperti pada lain-lain mikroorganisme, tetapi virus berkembang biak dengan unsur genetis pada asam nukleatnya dengan cara biosintesis. (6) Virus tidak mempunyai metabolisme sehingga virus tidak peka terhadap antibiotika dan lain-lain bahan yang bekerja pada proses metabolisms mikroorganisme. (7) Sebagian virus peka tethadap interferon. (8) Beberapa virus dapat menyebabkan infeksi laten. Pada keadaan ini tercapai keseimbangan antara virus dengan tuan rumah. 2. Struktur dan Ukuran Virus Partikel virus yang lengkap (virion) mengandung asam nukleat pada inti pusatnya yang dikelilingi oleh selubung protein (kapsid) yang melindungi struktur dalam dari virus terhadap pengaruh dari luar. Asam nukleat dengan selubung kapsidnya disebut nukleokapsid. Kapsid tersusun oleh subunit protein pada permukaan partikel virus yang disebut kapsomer yang dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Beberapa virus mempunyai selubung paling luar (amplop) yang mengandung lipid, karbohidrat, dan protein spesifik.Beberapa mempunyai aktivitas ensim. (gambar 1.1). Kapsomer Asam nukleat Kapsid nukleokapsid Selubung luar (amplop) Gambar 1.1 Struktur komponen partikel virus yang lengkap (virion) Ukuran virus bervariasi dari, virus yang terbesar (pox virus) yaitu 300 x 200 nm, kira-kira sebesar elementary body dari chlamydia; sedangkan ukuran virus yang terkecil (picorna virus) berdiameter 200x 28 nm, lebih kurang sebesar molekul protein yang besar. Bila dibandingkan dengan ukuran kuman maka secara diagram dapat digambarkan bahwa sekelompok virus besarnya adalah sama dengan satu sel bakteri E.coli ( gambar 1.2). Struktur dasar virus dan simetri virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dengan menggunakan zat warna logam berat misalnya phosphotungstic acid (PTA) untuk mempertegas struktur permukaan virus melalui "pewarnaan negatif”. Arsitektur virus dapat dikelompokkan dalam 3 tipe berdasarkan simetri virus: (1) memiliki simetri helix atau helical symetry; (2) memiliki simetri kubus atau cubic symetry; (3) memiliki struktur kompleks. Outline of E.Coli Orthomyxovirus Poxvirus Parvovirus Paramyxovirus Papovavirus Rhabdovirus Leukovirus Ad eno virus Coronavirus Herpesvirus Picornavirus Reovirus Iridovirus Togavirus T-even bacteriophage Arenavirus 100 nm Gambar 1.2 : Diagram skematis. perbandingan antara satu sel bakteri dengan sekelompok virus. 3. Satuan Ukuran Virus 1). Dalam satuan masa: Dalton. Satu dalton adalah masa dari satu atom hidrogen yaitu sama dengan 1.67 x 10-24 g. Berat molekul komponen asam nukleat virus dinyatakan dalam dalton. Untuk memisahkan asam nukleat dari virion dapat dilakukan dengan menambah (1) fenol, (2) detergen yang akan melisis protein virus misalnya sodium deoksikholat, (3) ensim proteolitik pada suspensi virus. Setelah pemurnian asam nukleat yang telah bebas dari virion maka dapat ditentukan berat molekulnya. Berat molekul genom virus RNA berkisar antara 2 x 106 dan 4 x 106, tetapi pada virus RNA beruntai ganda misalnya reovirus berat molekulnya lima kali lebih besar yaitu kira-kira 15 x 106. Kebanyakan virus DNA mempunyai berat molekul asam nukleat sangat tinggi dan lebih bervariasi daripada virus RNA, misalnya virus vaksinia mempunyai berat molekul DNA 160 x 106; virus herpes mempunyai berat molekul DNA 50 – 90 x 106 dalton. 2). Dalam satuan panjang: milimikron (mu) atau nanometer (nm) yaitu sama dengan 10-6 milimeter (mm). Angstrom (A atau AU) digunakan untuk mengukur struktur yang terkecil dari virus, misalnya kapsomer. Hubungan antara unit satuan panjang adalah sebagai berikut: 1 meter (m) = 1000 milimeter (mm) 1 milimeter = 1000 mikrometer (um) 1 mikrometer = 1000 nanometer (nm) 1 nanometer = 10 Angstrom unit (A atau AU) 4. Cara-cara Mengukur Partikel Virus Berbagai macam cara dapat digunakan untuk mengetahui ukuran partikel virus, dari cara yang klasik dengan penyaringan (filtrasi) menggunakan filter yang mempunyai bermacam-macam diameter pori-pori sampai pada cara yang lebih sering digunakan karena lebih akurat yaitu dengan melihat langsung di bawah mikroskop elektron. Penyaringan (filtrasi) dengan menggunakan saringan yang mempunyai membran filter yang mempunyai diameter pori-pori tertentu. Suspensi virus dilewatkan melalui membran filter yang mempunyai diameter pori-pori bertingkat dari diameter yang besar, sedang dan kecil. Bila suspensi virus dapat melalui suatu deret membran filter dengan ukuran pori-pori tertentu dan tertahan pada deret membran filter dengan ukuran pori-pori yang lain, maka ukuran rata-rata diameter pori-pori (APD = average pore diameter) yang menahan virus dapat diperkirakan dengan cara mengalikan APD dengan 0,67. Dengan cara ini, tidak dapat ditentukan ukuran virus dengan tepat, mengingat adanya variasi pada struktur virus. Namun penyaringan dengan menggunakan filter ini sangat berguna dalam memisahkan partikel virus dengan bahan-bahan lain yang mengkontaminasi virus. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan teknik-teknik yang lain Dengan menggunakan mikroskop elektron, struktur dan ukuran virus dapat diamati secara langsung dan tepat sehingga cara ini banyak digunakan. Phosphotungstic acid (PTA), suatu zat warna yang biasanya digunakan dalam "pewarnaan negatif', yaitu dengan mencampur suspensi virus dengan zat warna PTA di atas lempeng tembaga yang dilapisi carbon. Setelah dikeringkan di udara, diperiksa langsung dibawah mikroskop elektron. Struktur dan ukuran virus dapat dilihat dengan jelas dari latar belakang yang gelap. Dengan "pengecatan positif', sediaan dibuat dalam potongan-potongan yang sangat tipis dengan menggunakan mikrotom kemudian diwarnai dengan osmium tetroksida, potasium phosphotungstat atau uranil asetat. Ultrastruktur dan virus dapat diamati dengan cara ini. 5. Susunan Kimiawi Virion 5.1 Asam Nukleat Virus Susunan kimiawi virus pertama kali diteliti oleh Schlesinger pada tahun 1933, ditemukan bahwa virus bakteri mengandung protein esensial dan DNA. Kemudian pada tahun 1935 Stanley's melaporkan bahwa isolat virus tobaco mosaic ternyata mengandung protein dan RNA. Selanjutnya ahli-ahli biokimia meneliti susunan kimiawi beberapa virus yang lain, baik virus tanaman, insek, virus bakteria atau virus hewan, kesemuanya hanya mempunyai asam nukleat satu jenis, ribonukleat (RNA) atau deoksiribonukleat (DNA) yang mengatur informasi genetik yang diperlukan untuk replikasi virus. Genom RNA atau DNA dapat beruntai tunggal (single stranded) maupun beruntai ganda (double stranded). Asam nukleat virus terdiri dan unit dasar yang disebut nukleotida. Nukleotida adalah senyawa kimia yang terdiri dari: (1) Basa nitrogen; (2) gula dari 5 atom karbon, deoksiribose atau ribose; (3) molekul asam phosphat yang menghubungkan basa dan gula. Susunan kimia RNA hampir sama dengan DNA, hanya terdapat beberapa perbedaan yang penting, yaitu (1) Pada DNA terdapat 4 macam nitrogen basa yaitu, adenin (A) dan guanin (G) yang keduanya mempunyai inti purin, serta thymin (T) dan cytosin (C) yang keduanya mempunyai inti pirimidin. Susunan purin pada DNA dan RNA adalah sama yaitu, adenin (A) dan guanin (G), tetapi susunan pirimidin berbeda. Pada DNA pirimidinnya adalah cytosin (C) dan thymin (T) sedangkan pada RNA cytosin (C) dan uracil (U). (2) Pada DNA gugusan pentosanya adalah deoksiribose sedangkan pada RNA pentosanya adalah ribose. (gambar 1.3). 5.2 Protein Virus Beberapa protein virus merupakan protein struktural yaitu merupakan bagian dari virion; beberapa merupakan protein non-struktur yang berperan dalam pengaturan siklus replikasi. Protein struktur virus mempunyai fungsi melindungi genom virus terhadap daya kerja nuklease, berperan pada perlekatan partikel virus pada sel yang peka; misalnya hemaglutinin pada virus Influensa atau virus Newcastle Disease (ND); menentukan simetri struktural partikel virus; juga menentukan sifat-sifat antigenik virus. 5.3 Lipid Virus Sejumlah virus mengandung lipid sebagai bagian dari struktur virus dan terdapat pada selubung luar (amplop), Virus yang mengandung lipid pada selubungnya peka terhadap pelarut lemak, misalnya eter, chloroform, sodium deoksikholat, phospholipase. Reaksi ini dapat digunakan dalam melakukan klasifikasi virus. Virus yang mengalami gangguan kehilangan lipid akan menyebabkan kehilangan infektivitasnya. 5.4 Karbohidrat Virus Selubung luar virus selain mengandung lipid, protein, juga mengandung karbohidrat dalam glikoprotein. Myxovirus dan beberapa virus hewan lainnya mengandung sejumlah kecil karbohidrat. Gambar 1.3 Rumus struktur nitrogen basa (adenin, guanin, thymin, cytosin) pada DNA. Pada RNA thymin diganti dengan uracil (adenin, guanin, uracil, cytosin). Pentosa pada DNA dioksiribosa, pada RNA ribosa. Molekul asam phosphat rnenghubungkan basa dengan gula. Pertanyaan: 1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan virus merupakan organisme "intraseluler obligat parasit"? 2. Bagaimana cara memisahkan kontaminan bakteri yang terdapat pada suspensi virus? 3. Bagaimana cara menghilangkan pencemaran bakteri pada suspensi virus? Bab.VI PENGHITUNGAN VIRUS Oleh : Nanik Sianita Widjaja Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini : Mahasiswa dapat memahami penghitungan virus secara kimiawi dan alami Mahasiswa dapat memahami penghitungan virus berdasarkan infektivitas Penghitungan virus didasarkan atas sifatnya sebagai bahan kimia yang kompleks dan sebagai mikroorganisme yang hidup. Jadi dapat dihitung secara kimiawi atau alami, atau akibat interaksinya dengan sel yang hidup yaitu infektivitas. 1. Penghitungan Secara Kimiawi dan Alami Virion dapat dihitung secara langsung pada mikroskop elektron. Teknik ini menghitung secara langsung jumlah partikel virus yang ada; penghitungan ini tidak membedakan antara partikel yang menular (infeksius) dengan yang tidak menular (non-infeksius). Hemaglutinasi: Eritrosit manusia, ayam dan lain-lain hewan dapat diaglutinasi oleh banyak macam virus. Hemaglutinasi ini biasanya disebabkan oleh virionnya sendiri. Pada beberapa hal, seperti pada pox virus, hemaglutinasi disebabkan oleh hemaglutinin yang dihasilkan selama pembiakan virus dan bukan oleh virion sendiri. Pecahan-pecahan virion juga dapat menyebabkan hemaglutinasi, yaitu hemaglutinin yang disebabkan oleh miksovirus yang dipecah oleh eter. Karena ini positif baik pada virus penyebab infeksi maupun yang tidak menyebabkan infeksi, teknik ini menentukan seluruh jumlah partikel virus yang ada. 2. Penghitungan Berdasarkan Infektivitas Kekuatan virus dalam menginfeksi ditentukan oleh sejumlah kecil virus yang terkandung dalam suatu bahan yang diperlukan untuk menimbulkan respon yang spesifik dari induk semang. Penentuan secara kuantitatif kekuatan virus disebut titrasi. Istilah ini dipakai juga dalam ilmu kimia dan bakteriologi. Tetapi titrasi virus lebih dekat dengan titrasi bakteri dari pada titrasi kimia, sebab titrasi kimia ditentukan oleh sejumlah reagen yang bereaksi dengan suatu zat yang belum diketahui. Reaksi ini tidak begitu peka bila zat yang tidak diketahui sangat sedikit. Sebaliknya pada titrasi virus walaupun terdapat satu virus yang hidup, virus ini dalam induk semang akan memperbanyak diri sehingga akan menimbulkan gejala atau perubahan yang spesifik. Pada titrasi virus dapat ditentukan sejumlah kecil virus yang dapat menimbulkan gejala atau perubahan yang spesifik pada induk semang. Untuk itu diperlukan suatu metode biologik untuk menilai daya infeksi virus, dalam hal ini digunakan telur ayam berembrio, perbenihan jaringan dan binatang percobaan sebagai induk semang virus. Untuk menilai daya infeksi ini digunakan istilah infeksius unit (IU). IU dinyatakan dalam ID50, ElD50, TCID50 ID 50 (=infektive dose 50) adalah dosis minimal yang masih dapat menginfeksi 50% dari telur ayam berembrio, perbenihan jaringan atau binatang percobaan yang digunakan. Bila yang digunakan untuk titrasi adalah telur ayam berembrio maka istilahnya EID50 (=egg infektive dose 50) . Penilaian daya infeksi pada telur ayam berembrio adalah khas untuk virus tertentu; reaksi positif pada virus ND berupa adanya hemaglutinasi; pada virus herpes dan virus cacar berupa lesi pock pada selaput khorio alantois. Pada titrasi dengan binatang percobaan bila infeksi berakhir dengan kematian memakai istilah LD50 (= lethal dose 50). TCID50 (= tissue culture infective dose 50) bila titrasi pada perbenihan jaringan, infeksi yang positif berupa adanya efek sitopatik pada selselnya. Titrasi pada perbenihan jaringan juga dapat dengan cara membentuk plaque, dengan melapisi sel yang sudah diinfeksi dengan 1% agar. Titer dari virus dapat dihitung secara langsung dari jumlah plaque yang terbentuk dan pengenceran virus yang dinyatakan dalam plaque forming unit (=PFU). 3. Metode Dilution End Point (DEP) = Menentukan Titik Akhir DEP yaitu pengenceran tertinggi yang masih dapat menimbulkan reaksi positif pada hewan percobaan, telur ayam berembrio atau perbenihan jaringan. 50% DEP dihitung berdasarkan rumus; Reed and Muench atau rumus Karber. Virus yang akan dititrasi terlebih dahulu diencerkan dengan berbagai pengenceran, untuk mudahnya dibuat kelipatan 10, misalnya pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan seterusnya dengan 37 menggunakan pelarut yang umum digunakan untuk virus, yaitu PBS (= phosphat buffer saline) atau larutan PZ (= physiologis zout, NaCl physiologis) dengan pH netral. Kemudian dari tiap-tiap pengenceran disuntikkan pada sejumlah hewan percobaan, telur ayam berembrio atau perbenihan jaringan. Kemudian diinkubasi, selanjutnya dihitung reaksi yang positif dan negatif, titik akhir 50% (50% DEP) ditentukan dengan rumus. Sebagai contoh dalam menghitung titer virus dengan cara Reed and Muench tertera pada tabel berikut: Tabel 5.1: Data untuk menghitung titer virus (TC1D50) menurut cara Reed and Muench PENGENCERAN CPE CPE VIRUS POS NEG 10-1 10-2 JUMLAH RATIO % POS POS POS NEG 13 9 0 0 13/13 9/9 100 100 5 1 5/6 83 4 0 4 0 10 3 1 10-4 2 2 2 3 2/5 40 10-5 0 4 0 7 0/7 0 -3 (-,) 2 Jumlah test yang menunjukkan reaksi positif (CPE positif) didapat dengan jalan menjumlahkan 0 CPE positif pada pengenceran tertentu dari konsentrasi virus yang terkecil (dari bawah ke atas). Untuk menghitung jumlah yang menunjukkan reaksi negatif dengan cara sebaliknya yaitu dengan cara menjumlahkan CPE negatif dimulai dari pengenceran virus dengan konsentrasi terbesar (dari atas ke bawah), Sehingga dengan demikian 50% end point (titik akhir 50%) dapat ditentukan yaitu antara pengenceran 10-3 dengan 104, terletak pada jarak sebanding (proportionate distance = PD) yang tertentu dari 10-3. PD dapat dihitung dengan rumus berikut: PD = % pos yang terinfeksi pada pengenceran di atas 50%) — (50%) % pos yang terinfeksi pengenceran di atas 50% - % pos yang terinfeksi di bawah 50% = 83 — 50 83 — 40 = 0,77 Karena pengencerannya kelipatan 10 maka digunakan log 10. 50% dilution end point (DEP) = 10-3-0,77 = 10-3,77 TCID50 = 50% DEP x dosis inokulum =10--3,77 x 10-1 = 10-4.77 ml Titer virus = 104,77TCID50 / ml Rumus perhitungan titer dengan cara Karber: Log TCID50 = L — d (S — 0,5) L = log pengenceran terendah D = perbedaan log pengenceran S = jumlah proporsi positif Tabel 6.2: Penghitungan Titer Virus dengan Cara Karber Pengenceran Virus Proporsi Reaksi Positif 10-1 4/4= 1 10.2 4/4= 1 10-3 3/4= 0,75 104 2/4= 0,5 10-5 0/4 = 0 Log TCID50 = L — d (S — 0,5) = -1–1(3,25—0,5) = -3,75 = 10—3,75 x 10-1 ml TCID50 =10—4,75 ml Titer virus = 104.75 TCID50 / ml Contoh soal : Suspensi 10% dari jaringan paru-paru ayam yang terinfeksi virus ND dititer pada telur ayam berembrio dan menimbulkan kematian embrio sebagai berikut : 10-3 10-4 10-5 10-6 5/5 4/5 2/5 1/5 Berapa kandungan virus dalam tiap gram jaringan tersebut, bila dosis inokulum 0,1 ml? Jawab: Penghitungan titer virus menurut cara Reed and Muench Pengenceran Embrio Virus Mati Jumlah Hidup Mati 10-3 10-4 5 4 0 1 12 7 -5 10 2 3 10-6 1 4 PD= 88 50 — 88 — 43 =0,84 50% DEP = 10-4-0,84 = 10-4,84 ELD50 = 10-4,84 x 10-1 ml = 10-5,84 ml % Ratio Pos Pos Hidup 1 12/12 7/8 100 88 3 4 3/7 43 1 8 1/9 11 0 Titer virus = 105,84 ELD50 / ml = 106,84 ELD50 /gram Penghitungan titer virus menurut cara Karber: Pengenceran Virus Proporsi Reaksi Positif 10-3 10-4 4/5 = 0,8 4/5 = 0,8 10-5 2/5 = 0,4 10-6 1/5 = 0,2 Log ELD50 = L — d (5 —0,5) ELD 5 0 = -3 -1 (2,4 — 0,5) =10-4,9 x 10-1 ml = 10-5,9 ml =5,9 105'9 ELD50 / ml Titer virus = 10 ELD50 / ml = 10" ELD50 / gram = 106,9 ELD50 / gram Pertanyaan : 1. Suspensi 10% dari jaringan paru-paru ayam yang terinfeksi virus ND dititer pada telur ayam berembrio dan memberikan hasil sebagai berikut: 10-1 10-2 10-3 10-4 4/4 4/4 2/4 0/4 Berapa EID50 yang terkandung dalam tiap gram jaringan, bila dosis inokulum 0,1 ml? (Kerjakan perhitungan titer virus berdasarkan rumus dari Reed and Muench serta rumus dari Karber) 2. Satu vial vaksin ND disuspensikan menjadi 10 ml, kemudian vaksin tersebut dititer pada telur ayam berembrio ( TAB ) dan memberikan hasil sebagai berikut: 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 6/6 6/6 4/6 2/6 0/6 Dosis inokulum tiap TAB = 0,03 ml (10-1,5 ml) Pertanyaan: a. Berapa ELD50 terkandung dalam satu vial vaksin ND tersebut? (Penghitungan titer vaksin berdasarkan rumus Reed and Muench) b. Bila dosis vaksin untuk seekor ayam adalah 105 ELD50, berapa ekor ayam dapat divaksin dengan 1 vial vaksin ND tersebut?