SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II) TRIHIDRAT DAN TRI(8-HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III) DIHIDRAT Disusun oleh SUGIARTO M0399039 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2006 i HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I Pembimbing II Sayekti Wahyuningsih, M.Si NIP. 131 479 681 Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. NIP. 131 570 162 Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada : Hari : Jumat Tanggal : 3 November 2006 Anggota Tim Penguji : 1. Dian Maruto Widjonarko, M.Si. NIP. 132 258 053 1...................................... 2. Soerya Dewi Marliana, M.Si. NIP. 132 162 561 2...................................... Disahkan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan Ketua Jurusan Kimia Drs. Marsusi, M.S. NIP. 130 906 776 Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. NIP. 131570162 ii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT DAN TRI (8 - HIDROKSIKUINOLIN) BESI(III) DIHIDRAT” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan penelitian ilmiah dan gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam naskah daftar pustaka. Surakarta, November 2006 SUGIARTO iii ABSTRAK SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPLEKS DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT DAN TRI(8-HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III)DIHIDRAT. Surakarta. Fakultas Sugiarto, 2006. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Kompleks tembaga(II)-(8-hidroksikuinolin) dan kompleks besi(III)8-hidroksikuinolin disintesis dengan mencampurkan CuSO4.5H2O dan FeCl3.6H2O dengan 8-hidroksikuinolin pada perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 2 dan 1 : 3 dalam metanol. Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya perubahan serapan maksimum pada spektra elektronik kompleks. Formula kompleks diperkirakan dari analisis kadar logam dalam kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), analisis H2O dalam kompleks dengan Differential Thermal Analyzer (DTA) dan analisis perbandingan muatan kation dan anion kompleks dengan pengukuran daya hantar listrik (DHL) larutan kompleks dengan konduktivitimeter. Sifat kemagnetan ditentukan dengan Magnetic Susceptibility Balance (MSB) dan gugus fungsi dari ligan yang terkoordinasi pada ion pusat diperkirakan dari pergeseran serapan maksimum pada spektra Infra Merah Kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin telah berhasil disintesis, terbentuknya kompleks ditandai adanya perubahan serapan maksimum pada spektra elektronik kedua kompleks dalam metanol yang memperlihatkan beberapa serapan maksimum pada daerah UV dan tampak. Formula kompleks diperkirakan [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O dan Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O. Serapan maksimum kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3(H2O) terjadi pada 316,50 nm (ε= 2044,50 L.mol-1.cm-1), 333,50 nm (ε = 2419,23 L.mol-1.cm-1), 388,50 nm (ε= 5346,15 L.mol-1.cm-1) dan 605,00 nm (ε = 93,4066 l.mol-1.cm-1) sedangkan Serapan maksimum pada kompleks Fe(8-hidroksikuinolin)3].2(H2O) terjadi pada 310,00 nm (ε = 3828,85 l.mol-1.cm-1), 359,50 nm (ε = 3395,38 l.mol-1.cm-1), 458,00 nm (ε = 2583,46 L.mol-1.cm-1) dan 576,50 nm (ε = 2002,69 L.mol-1.cm-1). Kedua kompleks bersifat paramagnetik dengan µeff = 1,83-1,87 BM untuk kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2]. 3(H2O) dan µeff = 2,64 – 2,66 BM untuk kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2(H2O). Spektrum IR menunjukkan pergeseran serapan gugus C=N dan gugus C-O yang mengindikasikan kedua gugus fungsi tersebut terkoordinasi pada ion pusat. Kata kunci: Sintesis, Karakterisasi, Di(8-hidroksikuinolin)Tembaga(II)Trihidrat, Tri(8-hidroksikuinolin)Besi(III) Dihidrat iv ABSTRACT Sugiarto. 2006. SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION COMPLEXES DI(8-HYDROXYQUINOLINE)COPPER(II)TRIHYDRATE TRI(8-HYDROXYQUINOLINE)IRON(III)DIHYDRATE. AND Surakarta. Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty. Sebelas Maret University. Complexes of copper(II)-(8-hydroxyquinoline) and iron(III)(8-hydroxyquinoline) are synthesized by mixing CuSO4.5H2O and FeCl3.6H2O with 8-hidroksikuinolin in 1 : 2 and 1 : 3 mole ratio of metal to ligan in methanol. The forming of complex was indicated by maximum absorption shift of electronic spectra of complex. The formula of complexes are predicted from analysis of % metal in complexes by Atomic Absorption Spectroscopy (AAS), analysis of H2O in complexes by Differential Thermal Analyzer (DTA) and analysis the ratio of cation and anion charge of complex by the electric conductivity measurement by conductivitymeter. The nature of magnetism complexes are determined by Magnetic Susceptibility Balance (MSB) and the functional group of ligand is coordinated to the center ion predicted from absorbtion maxima shift of infra red spectra. Complexes of copper(II)-(8-hydroxyquinoline) and iron(III)(8-hydroxyquinoline) have been synthesized succeessfully, the forming of complex was indicated by maximum absorption shift of electronic spectra of both the complexes in methanol displays several absorption maximum in the UV and visible regions. The formula of the complexes are predicted [Cu(8hydroxyquinoline)2].3H2O and [Fe(8-hydroxyquinoline)3].2H2O. The maximum absorption of [Cu(8-hydroxyquinoline)2].3H2O complex occur at 316,50 nm (ε= 2044,50 L.mol-1.cm-1), 333,50 nm (ε = 2419,23 L.mol-1.cm-1), 388,50 nm (ε= 5346,15 L.mol-1.cm-1) and 605,00 nm (ε = 93,4066 l.mol-1.cm-1) while the maximum absorption of Fe(8-hydroxyquinoline)3].2H2O complex occur at 310,00 nm (ε=3828,85 l.mol-1.cm-1) 359,50 nm (ε = 3395,38 l.mol-1.cm-1), 458,00 nm (ε = 2583,46 L.mol-1.cm-1) and 576,50 nm (ε = 2002,69 L.mol-1.cm-1). Both the complexes were paramagnetic with µeff = 1,83-1,87 BM for [Cu(8-hydroxyquinoline)2].3H2O and µeff = 2,64 – 2,66 BM for [Fe(8-hydroxyquinoline)3].2H2O. Data of infra red spectra show a shift of C=N group and C-O group indicate this functional group coordinated to the center ion. Keyword:Synthesis, Characterization, Di(8-droxyquinoline)Copper(II)Trihydrate, Tri(8-Hydroxyquinoline)Iron(III) Dihydra v MOTTO Hanya kepada Engkaulah kami menyembah Dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan (Q.S Al Fatihah : 5) Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, Kecuali bagi orang-orang yang khusuk. (Q.S Al Baqarah : 45) … sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan … (Q.S Al Insyirah : 5) vi PERSEMBAHAN Karya kecil ini kupersembahkan pada: Ibu dan ayah (Alm) tercinta, Keluarga dan semua teman-temanku vii KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI DI(8-HIDROKSIKUINOLIN)TEMBAGA(II)TRIHIDRAT KOMPLEKS DAN TRI(8- HIDROKSIKUINOLIN)BESI(III) DIHIDRAT. Sholawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Rasulullah SAW sebagai pembimbing seluruh umat manusia. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan banyak terima kasih secara khusus kepada : 1. Bapak Drs. Marsusi, MS., selaku Dekan Fakultas MIPA UNS. 2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNS, selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademis yang telah banyak memberikan pengarahan selama masa kuliah. 3. Ibu Sayekti Wahyuningsih, M.Si. selaku Pembimbing II. 4. Ibu Desi Suci Handayani, M.Si. selaku Ketua Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS 5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing dan mengajarkan ilmunya. 6. Teknisi yang ada di Sub Lab. Kimia dan Laboratorium Kimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA UNS yang telah membantu saya. 7. Ayah(Alm) ibuku tercinta dan kakak adikku tersayang yang selalu memberikan doa restu, dukungan dan segalanya telah diberikan. 8. Seluruh teman-temanku yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih semuanya atas segala bantuannya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga karya kecil ini bermanfaat bagi pembaca Surakarta, November 2006 Sugiarto viii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL……………………………………………............... i HALAMAN PENGESAHAN…………..................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................... iii ABSTRAK .................................................................................................. iv ABSTRACT................................................................................................ v MOTTO ...................................................................................................... vi HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vii KATA PENGANTAR ................................................................................ viii DAFTAR ISI……………………………………………………............... ix DAFTAR TABEL…………....................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR………… .................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN………………………………………................... xvi TABEL LAMPIRAN………………………………………...................... xvii GAMBAR LAMPIRAN……………………………………… ................. xviii BAB I PENDAHULUAN…………………………… ............................. 1 A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1 B. Perumusan Masalah…………………………........................ 2 1. Identifikasi Masalah…………………............................... 2 2. Batasan Masalah………………… .................................... 3 3. Rumusan Masalah………………….................................. 3 C. Tujuan Penelitian……………………………........................ 3 D. Manfaat Penelitian………………………………….............. 3 BAB II LANDASAN TEORI…… ............................................................. 4 A. Tinjauan Pustaka…………………………… ........................ 4 1. Senyawa kompleks…………………………… ............. 4 a. Kompleks Besi(III) ................................................... 4 b. Kompleks Tembaga(II).............................................. 5 2. Ligan 8-hidroksikuinolin…………… ............................. 7 3. Teori Pembentukan Kompleks ........................................ 8 ix a. Teori Ikatan Valensi……………................................ 8 b. Teori Medan Kristal……………................................ 10 1) Kompleks Oktahedral........................................... 11 2) Kompleks Tetrahedral.......................................... 13 3) Kompleks Squareplanar ...................................... 14 c. Teori Orbital Molekul…………… ............................. 16 4. Sifat Senyawa Kompleks................................................ 19 a. Spektrum Elektronik ................................................. 19 1) Transisi yang Meliputi Elektron σ, π, dan n....... 20 2) Transisi yang Melibatkan Elektron d.................. 20 a. Spektrum Elektronik Kompleks Fe(III) ......... 21 b.Spektrum Elektronik Kompleks Cu(III)......... 21 3) Transisi transfer muatan ...................................... 22 b. Daya Hantar Listrik.................................................... 22 c. Spektroskopi Infra Merah .......................................... 24 d. Sifat Magnetik............................................................ 26 e. Differential Thermal Analysis (DTA) ........................ 27 B. Kerangka Pemikiran…. .......................................................... 28 C. Hipotesis………………………............................................. 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………............................ 30 A. Metode Penelitian……………………................................... 30 B. Tempat dan Waktu Penelitian………………………… ........ 30 C. Alat dan Bahan yang Digunakan………………………….... 30 1. Alat………………………………… .............................. 30 2. Bahan………………………… ....................................... 31 D. Prosedur Percobaan ................................................................ 32 1. Skema Percobaan............................................................. 32 2. Sintesis Senyawa Kompleks ............................................ 34 a. Sintesis Besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin ............... 34 b. Sintesis Tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin......... 34 x 3. Penentuan Kadar Cu dan Fe dalam kompleks ................. 34 a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)....................... 34 b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)...................... 34 4. Pengukuran Momen Magnet............................................ 35 5. Pengukuran Spektra Elektronik ....................................... 35 6. Pengukuran Spektra Infra Merah..................................... 35 7. Pengukuran dengan Differensial Thermal Analyzer (DTA) ............................................................................. 35 8. Pengukuran Daya Hantar Listrik ..................................... 35 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ............................... 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………… 37 A. Sintesis Kompleks………………… ...................................... 37 1. Sintesis Kompleks Cu(II) dengan 8-hidroksikuinolin ....... 37 2. Sintesis Kompleks Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin....... 38 B. Perkiraan Formula Kompleks…………………………......... 39 1. Penentuan Kadar Logam dalam Kompleks ....................... 39 2 Identifikasi H2O dalam Kompleks..................................... 40 a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) ........................ 40 b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)........................ 41 3. . Pengukuran Daya Hantar Listrik ..................................... 42 C. Karakterisasi Kompleks.......................................................... 43 1. Sifat Kemagnetan............................................................... 43 2. Spektra Elektronik ............................................................. 44 3. Spektra IR .......................................................................... 46 a. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O................ 46 b. Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].2H2O ........... 48 D. Perkiraan Struktur Kompleks ................................................ 50 E. 1. Perkiraan Struktur Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O 50 2. Perkiraan Struktur Kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O 50 xi BAB V PENUTUP..................................................................................... 52 A. Kesimpulan ........................................................................................... 52 B. Saran ..................................................................................................... 53 DAFTAR PUSTAKA………………………………… ............................. 54 LAMPIRAN……………………………………………............................ 57 xii DAFTAR TABEL Tabel 1. Halaman Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri ………………….. 8 Tabel 2. Kadar Logam dalam Kompleks...................................................... Tabel 3. Kadar besi dalam kompleks besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa komposisi secara Teoritis....................................... Tabel 4. Kadar Tembaga dalam Kompleks Tembaga(II) Harga Momen Magnet Efektif 42 (µeff) Kompleks [Cu(8- hidroksikuinolin)2].3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O..... Tabel 7. 40 Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Senyawa Kompleks dalam metanol................................................................................ Tabel 6. 39 dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa omposisi secara teoritis........ Tabel 5. 39 43 Panjang Gelombang maksimum (λmaks), Absorbansi (A) dan Absortivitas Molar (ε) untuk 8-hidroksikuinolin, CuSO4.5H2O, [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O, FeCl3.6H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3]. 2H2O..................................................... Tabel 8. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan Kompleks Cu(II)- (8-hidroksikuinolin (cm-1)................................................ Tabel 9. 44 47 Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan Kompleks Fe(III)- 8-hidroksikuinolin (cm-1)................................................. xiii 49 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Struktur ligan 8-Hidroksikuinolin................................................................ 1 Gambar 2. Struktur Kompleks Fe(III) dengan ligan N-(2’-hidroxybenzyl)N,N-bis(2-benzimidazolylmethyl)amine ……………………….. Gambar 3. Kompleks besi(III) dengan ligan 5 3.3’-bis(triphenylsilyl) biphenoxide dan bipyridyl............................................................ 5 Gambar 4. Kompleks Bis(L-Methioninato)Copper(II)……………………. 6 Gambar 5. Ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine.............................................. 6 Gambar 6. Cu(II) dengan ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine........................ 7 Gambar 7. Kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin............................... 8 Gambar 8. Hibridisasi kompleks [Fe(CN)6]3+.............................................. 9 Gambar 9. Hibridisasi pada kompleks [Cu(NH3)4]2+................................... 10 Gambar 10. Kontur Orbital d......................................................................... 10 Gambar 11. Pemisahan Orbital d Ion Logam Medan Oktahedral................... 11 Gambar 12. Struktur kompleks oktahedral [Cu(1,3,6,7- 2- tetramethyllumazine)2 (H2O)2] ................................................. 12 Gambar 13. Pemisahan Orbital d Ion Logam medan tetrahedral…………… 13 Gambar 14. Struktur kompleks tetrahedral [Cu(qbsa)2]................................ 14 Gambar 15. Distorsi kompleks oktahedral..................................................... 15 Gambar 16. Pembelahan orbital d kompleks planar segiempat..................... 15 Gambar 17. Struktur senyawa kompleks Cu(troponolato)2........................... 16 Gambar 18. Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Oktahedral.... 17 Gambar 19. Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Tetrahedral.... 18 Gambar 20. Tingkat energi Orbital Molekul pada kompleks Square Planar.. 18 Gambar 21. 5 Tingkat energi orgel untuk konfigurasi elektron d dalam medan ligan oktahedral............................................................... Gambar 22. Tingkat energi orgel untuk elektron konfigurasi d pada medan ligan oktahedral........................................................................... Gambar 23. 21 9 22 Kemungkinan ikatan koordinasi antara 8-hidroksikuinolin dengan logam Cu2+ dan Fe3+...................................................... xiv 28 Gambar 24. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin.......................................................... Gambar 25. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Cu(II) dengan 8-hidroksikuinolin......................................................... Gambar 26. 32 Spektra Elektronik (a) CuSO4.5H2O (b) 33 Cu(II)- (8-hidroksikuinolin) dalam metanol ......................................... 37 Gambar 27. Spektra Elektronik 8-hidroksikuinolin dalam metanol............... 38 Gambar 28. Spektra Elektronik (a) FeCl3.6H2O dan (b) Fe(III) (8-hidroksikuinolin) dalam metanol............................................ 38 Gambar 29. Termogram DTA kompleks CuSO4. 5H2O…………………… 40 Gambar 30. Termogram DTA kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)........... 41 Gambar 31. Termogram DTA FeCl3.6H2O................................................... 41 Gambar 32. Termogram DTA kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin)......... 42 Gambar 33. Spektra Serapan Gugus Fungsi C=N (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].nH2O ................ Gambar 34. Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O (a) 8-hidroksikuinolin dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2)]nH2O.................. Gambar 35. 47 Spektra Serapan Gugus Fungsi C=N (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].nH2O .......... Gambar 36. 46 48 Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O (a) 8-hidroksikuinolin dan (b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3)]nH2O................... 49 Gambar 37. Perkiraan Struktur [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O.................. 50 Gambar 38 Perkiraan Struktur [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O................... 51 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks………… Lampiran 2. Pengukuran Kadar Tembaga dan Besi dalam Kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)…......…... Lampiran 3. Pengukuran Sampel Kompleks dengan 57 59 Differential Thermal Analyzer (DTA)………………………………… 62 Lampiran 4. Penentuan Momen Magnet Efektif……………………… 63 Lampiran 5 Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan konduktivitimeter 67 Lampiran 6. Perhitungan Nilai Absorbtivitas Molar…………………… 68 Lampiran 7. Perhitungan Energi Transisi 10 Dq..................................... 72 Lampiran 8. Spektra Infra Merah……………………………………….. 73 xvi TABEL LAMPIRAN Halaman Tabel 1. Data dan hasil pengukuran kadar Cu dengan AAS dalam 60 kompleks Cu2+-(8-hidroksikuinolin)............................................................ Tabel 2. Data dan hasil pengukuran kadar Fe dengan AAS dalam 61 kompleks Fe2+-(8-hidroksikuinolin).. .......................................................... Tabel 3. 62 Kondisi pengukuran sampel kompleks dengan DTA ................................ Tabel 4. 63 Hasil pengukuran kerentanan magnetik....................................................... Tabel 5. Harga μeff pada beberapa Harga Xg dari sampel kompleks [Cu(8hidroksikuinolin)2].3H2O................................................................ Tabel 6. Harga μeff pada beberapa harga Xg dari sampel kompleks [Fe(8hidroksikuinolin)3].2H2O ................................................................ Tabel 7. 65 66 Daya hantar listrik larutan standar dan sampel kompleks dalam metanol.......……………………………………………………… xvii 67 GAMBAR LAMPIRAN Halaman 2+ Gambar 1. Kurva standar Cu …………………………………… .............................. 59 Gambar 2. Kurva standar Fe3+…………………………………….................. 60 Gambar 3. Spektra infra merah ligan 8-hidroksikuinolin ………….. .......................... 73 Gambar 4. Spektra infra merah kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O.... 74 Gambar 5. Spektra infra merah kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O..... 75 xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem biologi makhluk hidup sejumlah kompleks kelat banyak terjadi secara alamiah. Asam amino, protein, dan asam trikarboksilat merupakan ligan utama dalam kompleks kelat tersebut, sedangkan logamnya antara lain besi, magnesium, mangan, tembaga, kobalt, dan seng. Kompleks kelat yang mengandung besi antara lain hemoglobin dan mioglobin yang terdapat dalam sel darah merah verterbrata dan berperan dalam transport oksigen. Kompleks kelat yang mengandung tembaga terdapat pada enzim oksidase seperti asam askorbat dan tirosinase. Kompleks kelat yang mengandung seng terdapat pada insulin yang berperan dalam mengaktifkan beberapa karboksilase, enzim proteolitik dan fosfatase (Wilson dan Gisvold, 1990: 45-46). Fakta bahwa sejumlah senyawa penting secara biologik adalah kompleks kelat, membuka pendekatan pada kemoterapi dengan pembentukkan kompleks kelat tak alamiah. Salah satu contoh adalah (±) penisilamin yang efektif untuk pengobatan keracunan tembaga (penyakit Wilson). Senyawa (±) Penisilamin dapat meningkatkan ekskresi tembaga dalam urin yang terakumulasi di dalam hati dengan membentuk kompleks kelat dengan logam tersebut. Ligan 8-hidroksikuinolin yang strukturnya ditunjukkan oleh Gambar 1 merupakan senyawa aromatis polisiklis. Senyawa ini memungkinkan membentuk kompleks kelat karena mempunyai dua atom donor elektron, yaitu O pada gugus C-O dan N tersier pada rantai siklisnya, terutama dengan logam-logam transisi deret pertama yang mempunyai orbital d yang masih kosong. OH N Gambar 1. Ligan 8- hidroksikuinolin 1 2 Tembaga(II) dan besi(III) merupakan contoh logam transisi blok d divalen deret pertama yang mempunyai konfigurasi elektron 3d8 dan 3d5. Sifat khas logam-logam transisi blok d adalah kemampuannya membentuk kompleks dengan ligan baik anion maupun molekul netral yang dapat bertindak sebagai donor elektron bebas (Cotton and Wilkinson, 1989: 545). Kompleks 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(II) dan besi(III) menarik untuk dipelajari karena eksperimen dan uji klinik menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri 8-hidroksikuinolin muncul karena kemampuannya untuk membentuk kelat dengan logam yang esensial dalam metabolisme mikroorganisme terutama dengan tembaga(II) dan besi(III) (Schunack et al, 1990: 774). Kompleks kelat 8-hidroksikuinolin dengan logam tersebut mampu mengkatalis oksidasi gugus tiol asam tiositat, suatu koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteri untuk proses oksidatif dekarboksilasi asam piruvat (Soekardjo, 1995: 103). B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Beberapa metode yang dapat digunakan untuk sintesis kompleks antara lain merefluks larutan, mencampurkan tanpa pemanasan atau dengan pemanasan. Sintesis kompleks dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain suhu, pelarut, dan bahan tambahan lain. Pelarut yang digunakan dalam sintesis harus sesuai baik dengan logam maupun dengan ligan dan pelarut tidak menimbulkan reaksi samping. Ligan 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor elektron, yaitu O pada gugus hidroksil dan N pada rantai siklisnya. Adanya dua atom donor ini membuat 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(II) dan besi(III) dapat membentuk kompleks dengan beberapa kemungkinan atom/ gugus atom yang terkoordinasi pada atom pusat. Koordinasi dapat terjadi pada salah satu atom donor atau terjadi pada kedua atom donor tersebut membentuk kelat. Kemampuan atom donor berikatan dengan atom pusat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keelektronegatifan dan keruahan (sterik hidran). Untuk mengetahui apakah senyawa kompleks yang disintesis telah benarbenar terbentuk, maka dilakukan serangkaian karakterisasi sehingga diperoleh 2 3 informasi mengenai sifat fisik dan kimiawi dari bahan seperti formula, struktur, sifat kemagnetan, spektra IR, spektra UV-Vis, daya hantar listrik, ada atau tidaknya H2O dalam kompleks dan lain-lain. 2. Batasan Masalah Terbentuknya kompleks ditandai dengan adanya perubahan serapan maksimum pada spektra elektronik kompleks. Formula kompleks diperkirakan dari hasil pengukuran kadar logam dalam kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Sifat kemagnetan yang menunjukkan jumlah elektron yang tidak berpasangan ditentukan dengan menggunakan Magnetic Susceptibility Balance (MSB). Gugus atom dari ligan yang terkoordinasi pada ion pusat atau logam diperkirakan dari pergeseran puncak serapan pada spektra Infra Merah. Perbandingan muatan kation dan anion diperkirakan dari hasil pengukuran daya hantar listrik (DHL) larutan kompleks dengan konduktivitimeter. Keberadaan H2O dalam kompleks diperkirakan dari analisis Differential Thermal Analyzer (DTA). 3. Rumusan Masalah Permasalahan yang timbul adalah: 1. Bagaimana sintesis kompleks tembaga(II) dan besi(III) dengan ligan 8-hidroksikuinolin? 2. Bagaimana karakteristik dari masing-masing kompleks yang terbentuk? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui cara sintesis kompleks tembaga(II) dan besi(III) dengan ligan 8-hidroksikuinolin. 2. Mengetahui karakteristik dari masing-masing kompleks yang terbentuk. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sintesis dan karakteristik kompleks tembaga(II) dan besi(III) dengan ligan 8-hidroksikuinolin sebagai alternatif obat antibakteri untuk bidang kesehatan. 3 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Suatu kompleks akan terbentuk antara suatu kation atau logam dengan beberapa molekul netral atau ion donor elektron. Kation atau logam tersebut berfungsi sebagai ion pusat, sedangkan molekul netral atau ion donor elektron berfungsi sebagai gugus pengeliling atau lebih sering disebut ligan. Ikatan kovalen koordinasi dalam senyawa kompleks ini terjadi karena donasi pasangan elektron dari ligan ke dalam orbital kosong dari ion pusat. Pada umumnya, ion pusat memiliki orbital-orbital d yang masih belum terisi penuh elektron sehingga dapat berfungsi sebagai akseptor pasangan elektron tersebut (Syarifudin, 1994: 151). Kestabilan kompleks dipengaruhi oleh ion logam sebagai ion pusat dan ligan penyusunnya. Kestabilan ion kompleks tergantung muatan ion logam, jarijari, dan muatan (medan listrik). Selain itu dipengaruhi pula faktor CFSE (Crystal Field Stabilyzation Energy) dan faktor distribusi muatan (logam-logam transisi deret pertama membentuk kompleks yang stabil dengan yang memilki atom donor N, O dan F). Dilihat dari ligannya kestabilan kompleks juga dipengaruhi oleh faktor besar dan muatan ion, sifat basa, faktor pembentukan kelat (ligan-ligan multidentat yang tidak terlalu besar membentuk kompleks yang lebih stabil dari pada ligan monodentat), faktor besar lingkaran dan faktor ruang atau efek sterik, makin banyak cabang makin tidak stabil (Sukardjo, 1992: 105-110). 1. Senyawa Kompleks a. Kompleks Besi(III) Besi merupakan salah satu ion logam transisi trivalensi deret pertama yang cukup labil, sehingga dapat membentuk berbagai macam streokimia pada senyawa kompleksnya. Senyawa kompleks Fe(III) umumnya membentuk struktur oktahedral dengan bilangan koordinasi enam. Namun struktur lain seperti tetrahedral dengan bilangan koordinasi empat dan segiempat piramida dengan bilangan koordinasi lima juga dapat terjadi (Cotton dan Wilkinson, 1989: 436 ). 4 5 Contoh senyawa kompleks besi(III) dengan struktur oktahedral adalah kompleks besi(III) dengan ligan N-(2’-hidroxybenzyl)-N,N-bis(2- benzimidazolylmethyl)amine, pada kompleks ini atom pusat mengikat lima atom N dan satu atom O dari ligan seperti ditunjukkan oleh Gambar 2. Spektrum elektroniknya menghasilkan beberapa puncak serapan pada 210, 270, 280, 329354, dan 415-565 nm (Wang, et al, 1997: 71-77). N N N N N N N N Fe O N N CH 2 N H 2C C H2 Gambar 2. Kompleks Besi (III) dengan ligan N-(2’-hydroxybenzyl)-N,N-bis(2benzimidazolylmethyl)amine (Wang, et al, 1997: 71-77) Ajay Kayal dan Sonny C. Lee (2002: 321-330) melaporkan sintesis kompleks besi(III) dengan ligan 3.3’-bis(triphenylsilyl)biphenoxide dan bipyridyl. Senyawa kompleks yang terbentuk mempunyai struktur segiempat piramida, dengan atom besi(III) mengikat dua atom O, dua atom N dari ligan dan satu Clseperti yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Cl S iP H 3 O N Fe O N S iP H 3 Gambar 3. Kompleks besi(III) dengan ligan 3.3’-bis(triphenylsilyl)biphenoxide dan bipyridyl. b. Kompleks Tembaga(II) Cu(II) memiliki stabilitas terbesar jika dibandingkan dengan logam transisi deret pertama yang lain dan lebih stabil jika dibandingkan dengan bilangan oksidasi +1 dan +3, karena Cu(I) mudah teroksidasi menjadi Cu(II) dan Cu(III) 5 6 mudah tereduksi menjadi Cu(II) (Day and Selbin, 1985: 473 ; Lee, 1991: 827). Cu(II) bisa membentuk senyawa kompleks dengan beberapa bilangan koordinasi, umumnya berada pada bilangan kordinasi 4, 5 dan 6. Cu(II) dengan ligan L-Metionin (L) membentuk senyawa kelat dengan formula [Cu(L)2] dan berada pada bilangan koordinasi 4. Struktur geometri kompleks yang terjadi adalah square planar (hasil dari oktahedral yang terdistorsi) dengan dua atom oksigen dan dua atom nitrogen yang terkoordinasi pada Cu(II) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4. Momen magnetik kompleks ini pada temperatur kamar menunjukkan 1,79 BM (Wagner and Baran, 2002 : 283). Gambar 4. Struktur senyawa kompleks Bis(L-Methioninato)Copper(II) . Kompleks Cu(II) dengan bilangan koordinasi 6 dijumpai pada kompleks Cu(II) dengan ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine. Struktur kompleks ini adalah oktahedral dengan atom Cu(II) mengikat 2 atom N dan 2 atom O dari ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine (membentuk cincin lima anggota) dan 2 atom O dari H2O seperti ditunjukkan oleh Gambar 6. Momen magnetik kompleks ini 1,95 BM yang meingindikasikan kompleks bersifat paramagnetik (Urena, Jimenez and Moreno, 1997: 234-238). O H 3C N CH3 N H 3C N N O CH3 Gambar 5. Ligan 1,3,6,7-tetramethyllumazine 6 7 H H O H3C CH3 H3C CH3 N O O N Cu N N N N N O N H3C CH3 H3C CH3 O O H H Gambar 6. Struktur kompleks Cu(II) dengan 1,3,6,7-tetramethyllumazine 2. Ligan 8-hidroksikuinolin Ligan 8-hidroksikuinolin (C9H7NO) adalah senyawa yang termasuk dalam senyawa aromatis polisiklis yang mempunyai berat molekul 145,16 g/mol. Senyawa ini larut dalam pelarut organik dan asam seperti asam asetat. Ligan ini relatif cukup stabil dengan titik beku 74 sampai 760C dan mempunyai titik didih 2760C. Ligan 8-hidroksikuinolin akan kurang stabil bila berinteraksi dengan oksidator kuat dan ion logam, dengan ion logam. Ligan 8-Hidroksikuinolin mudah membentuk kompleks kelat. Ligan 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor yaitu O pada gugus hidroksil dan N pada rantai siklisnya yang masing-masing mempunyai pasangan elektron yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat. Alafandy, M., et al, (1996: 175-179) melaporkan sintesis antara Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin. Terbentuknya kompleks ditandai adanya adanya pergeseran spektra IR gugus C=N ligan bebasnya dari 1508 cm-1 menjadi 1500 cm-1 dan serapan gugus OH ligan bebas yang muncul pada 3048 cm-1 sedangkan pada kompleksnya serapan pada daerah tersebut tidak muncul. Adanya pergeseran spektra IR pada gugus C=N dan OH mengindikasikan terkoordinasinya dua gugus tersebut pada ion pusat. Kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin berstruktur geometri square planar seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 7 dan mempunyai serapan maksimum pada 363 nm. 7 8 O N Sn O N Gambar 7. Struktur kompleks Sn(II) dengan 8-hidroksikuinolin Ligan 8-Hidroksikuinolin dapat digunakan sebagai zat anti bakteri dan fungi, dimana kemampuan sebagai zat antibakteri dan antifungi diduga karena kemampuannya membentuk kelat dengan mineral-mineral yang esensial pada permukaan bakteri dan fungi. 3. Teori Pembentukan Kompleks Pembentukan kompleks Cu(II) dan Fe(III) dijelaskan dengan teori ikatan valensi, teori medan kristal, dan teori orbital molekul. a. Teori ikatan valensi Teori ikatan valensi atau Valence Bond Theory (VBT) mula-mula diberikan oleh Linus Pauling atas dasar pembentukan ikatan hibrida dalam orbital hibrida (Sukardjo, 1992: 29). Teori ini membahas orbital atom logam dan ligan yang digunakan untuk berikatan. Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan pada ion kompleks terjadi karena ligan mempunyai pasangan elektron bebas dan atom logam mempunyai orbital yang masih kosong (Lee, 1994 : 202). Pauling meramalkan bentuk geometri dari beberapa orbital seperti ditunjukkan oleh Tabel 1 (Sharpe, 1992 : 463) Tabel 1. Bentuk Hibridisasi dan Konfigurasi Geometri Bilangan Koordinasi Geometri Hibridisasi Orbital 2 Linear sp 3 Trigonal planar sp2 Tetrahedral sp3 Square planar dsp2 Trigonal bipiramidal dsp3 Square pyramidal dsp3 Oktahedral d2sp3 4 5 6 8 9 Dalam pembentukan kompleks, ion pusat harus menyediakan orbital kosong sebanyak ligan yang terkoordinasi untuk ditempati pasangan elektron bebas dari ligan. Misalnya kompleks Fe(III) dengan CN1- yang membentuk geometri oktahedral seperti ditunjukkan oleh Gambar 8. Menurut teori ikatan valensi, Fe(III) harus menyediakan 6 orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari CN1- seperti diilustrasikan oleh Gambar 8, orbital tersebut adalah dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p. Ditinjau dari bentuk dan energi, orbital 3d, orbital 4s dan orbital 4p berbeda. Akan tetapi penggabungan dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p menghasilkan bentuk oktahedral, ini dapat terjadi karena dua orbital 3d, satu orbital 4s dan tiga orbital 4p mengadakan hibridisasi d2sp3 yang berbentuk oktahedral. Ion kompleks [Fe(CN)6]3- disebut sebagai inner orbital complex karena orbital d yang dipakai lebih rendah daripada orbital s dan p dan ion kompleks dalam keadaan spin rendah. [A r] Fe 4s 3d Fe 3+ 4p [A r] 3d 1C N 1- C N C N 1- C N 1- C N 1- C N 1- [F e ( C N )6 ]3 - [ A r ] 3d 4s 4p e le k t r o n d a r i C N 1 o rb ita l d 2 sp 3 Gambar 8. Hibridisasi pada kompleks [Fe(CN)6]3+ Contoh hibridisasi logam Cu(II) adalah pada kompleks [Cu(NH3)4]+2 yang mempunyai bentuk geometri square planar. Menurut teori ikatan valensi, Cu(II) menyediakan 4 orbital kosong untuk ditempati pasangan elektron bebas dari NH3 seperti diilustrasikan oleh Gambar 9, orbital tersebut adalah satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p. Ditinjau dari bentuk dan energi, satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p berbeda. Akan tetapi penggabungan satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p menghasilkan bentuk square planar, ini dapat 9 10 terjadi karena satu orbital 3d, satu orbital 4s dan dua orbital 4p mengadakan hibridisasi dsp2 yang berbentuk square planar. Cu [A r] 3d C u2+ 4p 4s [A r] 3d NH3 [C u (N H 3 )]2+ NH3 NH3 NH3 [A r] 3d 4s 4p e le k tro n d a ri N H 3 o rb ita l h ib rid a d s p 2 Gambar 9. Hibridisasi pada kompleks [Cu(NH3)4]2+ Teori ikatan valensi mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan terjadinya warna-warna dalam kompleks dan adanya spektra elektronik senyawa kompleks. Maka untuk dapat menjelaskannya dibutuhkan teori medan kristal. b. Teori Medan Kristal Menurut teori medan kristal atau Crytal Field Theory(CFT), ikatan yang terjadi antara ion pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ionik, sehingga gaya-gaya yang terlibat hanya berupa gaya eletrostatik. Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan di sekelilingnya sedangkan medan gabungan dari ligan akan mempengaruhi elektron dari ion pusat. Pengaruh ligan tergantung dari jenisnya, terutama pada kekuatan medan ligan dan kedudukan geometri ligan dalam kompleks. Kedudukan obital-orbital d ion logam terhadap sumbu x, diilustrasikan oleh Gambar 10. Gambar10. Kontur Orbital d 10 dan z 11 Kedudukan orbital dz2 terkonsentrasi sepanjang sumbu z, sedangkan Orbital dx2-y2 terkonsentrasi sepanjang sumbu x dan y dan kedudukan ketiga orbital dxy, dxz dan dyz terkonsentrasi diantara sumbu x, y dan z. Dalam keadaan bebas, kelima orbital ion logam mempunyai energi yang sama (tergenerasi), bila ligan mendekati ion pusat maka terbentuk medan ligan yang menyebabkan terjadinya pembelahan orbital-orbital d dengan tingkat energi yang berbeda atau dapat dikatakan mengalami splitting. 1) Kompleks Oktahedral Pada kompleks oktahedral, satu ion pusat sebagai pusat oktahedral dikelilingi oleh enam ligan yang terletak pada sumbu oktahedral dalam bidang kubik. Orbital dz2, dx2-y2 yang berada pada sumbu oktahedral mengalami tolakan lebih besar dari pada dxy, dxz, dyz yang berada diantara sumbu oktahedral karena adanya tolakan dari ligan. Hal ini mengakibatkan pemisahan (splitting) orbital d, dimana orbital dz2 dan dx2-y2 (orbital eg) mengalami kenaikan energi sedangkan orbital dxy, dxz, dyz (orbital t2g) mengalami penurunan energi (Huheey and Keither, 1993: 397-398). Pembelahan orbital d pada kompleks oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 11. Gambar 11. Pemisahan Orbital d Ion Logam Medan Oktahedral Setelah terjadi splitting atau pembelahan, orbital eg mempunyai energi yang lebih tinggi daripada t2g. Pada pengisian elektron, orbital t2g akan terisi terlebih dahulu daripada orbital eg. Perbedaan energi antara eg dan t2g biasanya dinyatakan sebagai ∆o atau 10 Dq. Karena pada pembelahan tidak terjadi 11 12 kehilangan energi, maka energi eg menjadi 0,6 Dq lebih tinggi sedangkan orbital t2g menjadi 0,4 Dq lebih rendah daripada kompleks hipotesis. Besarnya ∆o untuk bermacam-macam kompleks berkisar antara 30-60 Kkal/mol. Energi sebesar 0,4 ∆o disebut sebagai Cristal Field Stabilization Energy (CFSE) dari kompleks. CFSE dihitung dengan memberi harga 0,4 ∆o untuk tiap elektron di orbital t2g dan -0,6 ∆o untuk tiap elektron di orbital eg. Contoh kompleks oktahedral adalah Kompleks [Cu(1,3,6,7- tetramethyllumazine)2(H2O)2]2-, atom Cu(II) sebagai ion pusat terletak ditengahtengah medan oktahedral dan dikelilingi oleh dua atom N dan dua atom O dari 1,3,6,7-tetramethyllumazine dan dua atom O dari H2O, yang terletak pada sumbu oktahedral, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 12. H H O O N H3C N N Cu N y CH 3 H 3C CH 3 N O H 3C CH 3 N N O N H 3C CH 3 O O H H x z Gambar 12. Struktur kompleks oktahedral [Cu(1,3,6,7-tetramethyllumazine)2 (H2O)2]2Pada kompleks Fe(III) pembelahan orbital d sangat bergantung pada kekuatan ligan yang terkoordinasi pada Fe(III). Apabila ligan yang digunakan adalah ligan lemah maka medan ligan akan menghasilkan pembelahan orbital d yang tidak terlalu besar. Jika keadaan ini terjadi, maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin tinggi. Pada keadaan ini, menghasilkan peningkatan kestabilan total sama dengan nol. Namun bila ligan yang digunakan adalah ligan 12 13 kuat maka orbital d akan mengalami pembelahan yang cukup besar dan menyebabkan energinya mengalami peningkatan kestabilan total sebesar 20 Dq. Jika keadaan ini terjadi maka elektron-elektron berada dalam keadaan spin rendah (Sukardjo, 1992: 31-51). 2) Kompleks Tetrahedral Koordinasi secara tetrahedral identik dengan koordinasi kubus, jika delapan ligan yang berada pada sudut-sudut kubus mendekati atom logam pusat maka ligan-ligan tersebut akan lebih dekat ke arah orbital t2g daripada orbital eg sehingga energi orbital t2g naik 4 Dq dan energi eg terstabilkan turun 6 Dq. Jadi, splitting orbital-orbital d dalam medan tetrahedral adalah kebalikan dari medan oktahedral seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13. Gambar 13. Pemisahan Orbital d Ion Logam medan tetrahedral Jika empat ligan yang arahnya berseberangan (alternate) menjauhi dari sudut kubus maka ligan yang tetap berada pada sudut kubus akan membentuk struktur geometri tetrahedral disekitar ion logam. Secara kualitatif energi untuk kesimetrian tetrahedral sama dengan kubus tetapi splitting 10 Dq besarnya setengah dari besar kubus. Contoh kompleks tetrahedral adalah kompleks [Cu(qbsa)2] dengan qbsa= N-Quinolin-8-yl-benzenesulfonamid (Macias, Villa, Garcia, Castineiras, Borras and Marin, 2003:243). Ligan qbsa mendekati ion pusat secara tetrahedral, dimana arah pendekatan ligan-ligan tersebut tidak searah, baik dengan kelompok 13 14 orbital t2g maupun dengan orbital eg walaupun demikian arah pendekatan ligan menuju ion pusat lebih dekat kepada orbital t2g (dxy, dxz, dyz) dibanding dengan orbital eg ( dx2-y2 dan dz2). Struktur kompleks ini ditunjukkan oleh Gambar 14. N N Cu N N O y O S S O O x z Gambar 14. Struktur kompleks tetrahedral [Cu(qbsa)2] 3) Kompleks Square planar Apabila kedua ligan pada posisi trans pada kompleks oktahedral bergerak menjauh dari ion pusat, maka kompleks yang dihasilkan adalah kompleks oktahedral terdistorsi secara tetragonal. Distorsi seperti ini dinamakan distorsi Jahn-Teller. Distorsi Jahn-Teller terdapat pada bentuk oktahedral dimana orbital ion pusatnya terisi secara tidak simetris, yaitu seperti pada Tembaga(II) dengan konfigurasi d9. Kedua ligan disepanjang sumbu z yang menjauhi ion pusat menyebabkan orbital dz2, dxz dan dyz terstabilkan dan energinya berkurang karena elektron-elektron yang terdapat pada orbital tersebut memperoleh tolakan yang lebih kecil dibandingkan dengan tolakan yang diperoleh dalam bentuk oktahedral. Berkurangnya energi orbital-orbital di atas, disertai dengan bertambahnya energi orbital-orbital dx2-y2 dan dxy (Huheey and Keither, 1993:403-404; Miessler and Tar, 1991:349). Selanjutnya apabila kedua ligan di sepanjang sumbu z lepas maka menghasilkan struktur square planar (Gambar 15), seperti yang umumnya 14 15 terbentuk pada kompleks tembaga(II). Pembelahan orbital d pada kompleks square planar dinotasikan sebagai ∆sp (Gambar 16), yaitu energi pembelahan medan kristal square planar (Day and Selbin, 1985:396). Gambar 15. Distorsi kompleks oktahedral yang kemudian menjadi kompleks square planar Gambar 16. Pembelahan orbital d kompleks planar segiempat (Madan, 1987: 1362; Cotton, et al, 1995: 509) Salah satu contoh kompleks dengan bentuk geometri planar segiempat adalah kompleks [CuL2], L=Troponolato. Pada kompleks ini atom pusat Cu2+ dengan ligan troponolato (L) membentuk senyawa kelat dengan 4 atom oksigen yang terkoordinasi pada atom pusat tersebut seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 17. Serapan maksimum kompleks [Cu(troponolato)2] berada pada 220, 252,9, 267, 387, 338 nm yang merupakan transisi π-π*, sedangkan serapan 15 16 maksimum pada daerah 316 nm adalah transisi transfer muatan ligan ke logam atau logam ke ligan (Hasegawa, et al, 1997: 259-264). x O O Cu O O y Gambar 17. Struktur senyawa kompleks Cu(troponolato)2 c. Teori Orbital Molekul Anggapan bahwa ikatan pada kompleks adalah ikatan ionik murni seperti dinyatakan dalam teori medan kristal ternyata tidak sesuai dengan fakta eksperimen (Huheey and Keither, 1993: 413). Hasil eksperimen mengenai besarnya energi yang dilepas bila kompleks terbentuk memberi petunjuk bahwa terdapat sifat ikatan kovalen dalam kompleks. Adanya ikatan kovalen pada kompleks dapat dijelaskan dengan teori orbital molekul. Seperti halnya orbital molekul pada molekul-molekul sederhana, pada kompleks juga terbentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul anti bonding (Sharpe, 1992: 473). Pada kompleks oktahedral yang digunakan untuk membentuk orbital molekul adalah enam orbital logam (orbital s, px, py, pz, dx2-y2, dan dz2) dan enam orbital ligan (Sharpe, 1992 : 474). Orbital ligan yang simetrinya sesuai akan bertumpang tindih (overlap) dengan orbital logam, tumpang tindih orbital tersebut dapat membentuk orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Tiga orbital d logam t2g(dxy, dxz, dyz) merupakan orbital nonbonding, yang tidak terlibat dalam pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t1u dan orbital molekul antibonding t1u*. Orbital dx2-y2 dan dz2 membentuk orbital molekul bonding e1g dan orbital molekul antibonding e1g*. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a1g dan orbital molekul antibonding a1g* (Huheey and 16 17 Keither, 1993: 396). Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks octahedral ditunjukkan oleh Gambar 18. t1u* px* py* pz* antibonding a1g* eg* p t1u dx2-y2 dz2 s 10 Dq a1g d t2g dx2-y2 dz2 eg dxy dxz dyz dxy dxz nonbonding dyz t2g eg dx2-y2 dz2 bonding px py t1u pz a1g orbital logam orbital molekul orbital ligan Gambar 18. Orbital Tingkat Energi Orbital Molekul Kompleks Oktahedral Pada kompleks tetrahedral, lima orbital d logam terpisah menjadi dua kelompok yaitu orbital e (dx2-y2, dan dz2) dan t2 (dxy, dxz, dyz). Orbital dx2-y2 dan dz2 merupakan orbital nonbonding, e, yang tak terlibat pada pembentukan ikatan. Ketiga orbital p membentuk orbital molekul bonding t2 dan orbital molekul antibonding t2*. Orbital dxy, dxz, dan dyz membentuk orbital molekul bonding t2 dan orbital molekul antibonding t2*. Orbital s membentuk orbital molekul bonding a1 dan orbital molekul antibonding a1* (Huheey and Keither, 1993: 396). Empat orbital ligan yang punya simetri sama dengan orbital molekul bonding dan orbital molekul antibonding. Diagram tingkat energi orbital molekul pada kompleks tetrahedral ditunjukkan oleh Gambar 19. 17 18 t2* py* px* p z* antibonding a1 t2* p t2 d xy s d xz d yz a1 10 Dq e d t2 d xy d xz d yz nonbonding e d x2-y2 d z2 2 d x -y 2 dz 2 a1 t2 orbital logam d xy d xz d yz px py pz bonding t2 orbital molekul orbital ligan Gambar 19. Diagram Tingkat Energi Orbital Molekul pada Kompleks Tetrahedral (Huheey and Keither, 1993 : 411). Pada senyawa kompleks square planar, diagram tingkat energi orbital molekulnya ditunjukkan oleh Gambar 20. Gambar 20. Diagram tingkat energi untuk senyawa kompleks Square Planar (Huheey, 1985 : 412) 18 19 Pendekatan teori orbital molekul dapat memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai antaraksi antara ligan dan ion logam. Orbital ligan kuat dan lemah memberikan interaksi yang berbeda terhadap orbital-orbital logam. Orbitalorbital ligan kuat memiliki interaksi yang sangat kuat dengan orbital logam. Interaksi yang sangat kuat tersebut menyebabkan jarak pembelahan antara kelompok orbital e*g dan t2g besar (∆o-nya juga besar). Pada orbital molekul ini, yang tidak terjadi adalah transisi elektron dari logam ligan (π*) yang melibatkan ikatan π juga disebut sebagai ikatan π balik (π back bonding) dimana densitas elektron dari orbital d dikembalikan lagi oleh logam ke ligan (π*) dikarenakan keruahan elektron. Ikatan π dari logam ligan meningkatkan kestabilan kompleks yang tinggi dan menyukai konfigurasi spin rendah (Miessler dan Tarr, 1991). Orbital-orbital ligan lemah lebih berinteraksi lemah dengan orbital logam. Hal ini disebabkan ligan-ligan menghasilkan harga ∆o pembelahan kecil sehingga jarak pembelahan orbital-orbital e*g dan t2g dari interaksi ligan-logam menjadi kecil. Pendeknya jarak ikatan antara kelompok orbital t2g dan e*g menyebabkan kelima elektron dari Fe(III) menempati kelompok orbital t2g dan e*. Kelima elektron ini tidak berpasangan semua. Kompleks tipe ini disebut kompleks spin tinggi. Pada orbital molekul ini terjadi transisi elektron dari ligan ke logam. Ikatan yang terjadi pada umumnya dapat memberikan kestabilan kompleks dan cenderung berada konfigurasi spin tinggi (Huheey and Keither, 1993). 4. Sifat Senyawa Kompleks a. Spektrum Elektronik Salah satu ciri utama dari senyawa kompleks adalah memiliki warna yang bervariasi. Warna ini disebabkan oleh adanya eksitasi elektron dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron yang tereksitasi ini menyerap energi, energi tersebut berbanding terbalik dengan panjang gelombang sinar yang diserap, seperti yang ditunjukkan oleh persamaan (1) (Miessler and Tarr, 1991 : 313-325). E= _ h.c = h . c. ν ………………………………………………………(1) λ 19 20 Keterangan: E = energi (J) H = Konstanta Plank (6,626 . 10-34 Js) C = Kecepatan cahaya (2,998. 108 m/s) λ = Panjang gelombang (m) _ 1/λ= ν = Bilangan gelombang (m-1) Elektron-elektron yang terlibat dalam pengabsorpsian cahaya oleh senyawa organik adalah: (1) elektron-elektron yang terlibat langsung dalam ikatan antar atom-atom, (2) elektron-elektron bebas/ tak berpasangan seperti oksigen, nitrogen, halogen, dan belerang. Unsur-unsur blok d menyerap sinar pada daerah sinar tampak dengan pita yang lebar, yang puncak spektranya dipengaruhi oleh lingkungan yang mengelilinginya, seperti konsentrasi larutan dan kestabilan kompleks (Hendayana, 1994: 148). Spesies yang mengabsorpsi dapat mengalami transisi meliputi transisi elektron σ, π, dan n, transisi elektron-elektron d dan f, dan transfer muatan. 1) Transisi yang meliputi elektron σ, π, dan n Jenis transisi ini terjadi pada molekul-molekul organik dan sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi radiasi elektromagnetik karena adanya elektron valensi yang akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Pengabsorpsian energi pada tingkat-tingkat energi menyebabkan terjadinya transisi σ-σ*, n-π*, dan π-π* dimana π* dan σ* adalah orbital antiikatan sedang n adalah orbital yang tak berikatan. Transisi σ-σ* mempunyai daerah absorpsi di daerah UV vakum (<180 nm). Transisi σ-σ* terjadi pada panjang gelombang 150-250 nm, sedangkan transisi n-π*, dan π-π* terjadi pada panjang gelombnag 200-700 nm. transisi n-π* mempunyai absorpsitivitas molar 10-100 L. cm-1mol-1 sedangkan transisi π-π* mempunyai absorpsitivitas molar 103-104 L. cm-1mol-1 2) Transisi yang melibatkan elektron d Transisi d-d mempunyai pita lebar dan umumnya terdeteksi pada daerah tampak. 20 21 a. Spektrum Elektronik Kompleks Besi(III) Konfigurasi elektron besi(III) isoelektronik dengan Mn(II), termasuk dalam sistem d5, pada keadaan ground state medan lemah oktahedral masingmasing orbital d terisi satu elektron, dengan spin pararel sehingga dalam keadaan dasar term simbolnya 6S. Spektrum yang teramati adalah konsekuensi dari transisi spin terlarang dan sangat lemah, seperti pada [Mn(H2O)]2+ (Miessler and Tarr, 1991 : 332). Diagram tingkat Orgel yang menggambarkan eksitasi elektron besi(III) dengan konfigurasi d5 pada medan ligan oktahedral ditunjukkan oleh Gambar 21, yang enam transisinya adalah: 6 A1g → 4T1g (G) 18.000 cm-1 atau 556 nm 6 A1g → 4T2g (G) 23.000 cm-1 atau 435 nm 6 A1g → 4Eg, 4A1g (G) 24.000-25.000 cm-1 atau 417-400 nm 6 A1g → 4T2g (D) 28.000 cm-1 atau 357 nm 6 A1g → 4Eg (D) 29.000 cm-1 atau 339 nm Transisi pada 4F dan 4P tidak terlihat serapannya karena energinya jauh lebih besar dibanding dengan 4G dan 4D sehingga serapan transisi elektron yang terjadi tidak terlihat (serapan sangat kecil). 4 T2g T1g 4 4 F 4 A2g energi 4 T1g 4 4 Eg T2u 4 T2g 4 Eg ,4A1g D 4 4 P 4 G 4 T1g A1g 4 4 S Daerah Medan Ligan Gambar 21. Diagram tingkat energi orgel untuk konfigurasi elektron d5 dalam medan ligan oktahedral b. Spektrum Elektronik Kompleks Cu(II) Cu(II) memiliki konfigurasi elektron d9 dan term simbol 2D. Term 2D dalam medan oktahedral maupun tetrahedral mengalami splitting menjadi dua 21 22 tingkat energi yang ditunjukkan oleh diagram orgel pada gambar 22 (Sharpe 1992: 481). Energi E T2g d9 oktahedral d1 tetrahedral d1 oktahedral d9 tetrahedral T2g E Kekuatan Medan Ligan Gambar 22. Pembelahan tingkat energi konfigurasi d9 pada medan oktahedral (Sharpe 1992: 481). Unsur konfigurasi d9 pada medan oktahedral hanya mempunyai satu transisi yaitu 2Eg 2 2 T2g, karena hanya terdapat dua tingkat energi (2Eg dan T2g) dan hanya satu absorbsi spin yang diperbolehkan dengan energi yang diserap setara dengan 10 Dq. Sebagai contoh kompleks [Cu(H2O)6]2+ hanya menunjukkan satu puncak serapan pada 13.000 cm-1 dengan panjang gelombang 769,23 nm. 3) Transisi transfer muatan Transisi tranfer muatan adalah transisi elektronik dari molekul elektronik yang kaya elektron (basa lewis, donor) ke molekul miskin elektron (asam lewis, akseptor) (William Kemp, 1987: 211). Spektra dari transisi ini biasanya sangat kuat. Kompleks-kompleks yang meliputi yang mengalami transisi ini, misalnya [Fe(SCN)6]3+, [Fe(o-phen)3]3+, [Fe2+Fe3+(CN)6]+(SM Khopkar, 1990: 204). Transisi d-d memberikan warna pucat bagi senyawa sedangkan transisi transfer muatan memberikan intensitas yang lebih kuat karena warna yang dihasilkan gelap (Jolly, 1991: 238). b Daya Hantar Listrik Larutan elektrolit dapat menghantarkan aliran listrik, karena dalam larutan terdapat partikel-partikel bermuatan listrik yaitu ion-ion. Aliran listrik tidak lain adalah aliran elektron. Didalam larutan, elektron-elektron dibawa oleh ion-ion positif dan negatif (Sukardjo, 1992: 89). Daya hantar listrik (conductivity) larutan 22 23 elektrolit pada setiap temperatur tergantung pada ion-ion yang ada dan konsentrasi ion-ion tersebut. Apabila larutan suatu elektrolit diencerkan maka daya hantar listriknya akan turun karena ion yang berada dalam larutan per cm3 membawa arus lebih sedikit. Daya hantar listrik larutan elektrolit dapat dinyatakan sebagai daya hantar listrik molar (molar conductivity) yang didefinisikan sebagai daya hantar yang ditimbulkan oleh satu mol zat, sesuai persamaan (2) (Atkins, 1990 : 303). Λm = k ....................................................................................... C (2) Keterangan : Λm = daya hantar listrik molar (S.cm2.mol-1) k = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm-1) C = Konsentrasi molar elektrolit (mol cm-3) Apabila satuan Λ adalah Scm2.mol-1 dan satuan konsentrasi mol.L-1 maka persamaan (3) menjadi: Λm = 1000k …………………………………………………… C (3) keterangan: Λm = daya hantar listrik molar (S.cm2.mol-1) k = daya hantar listrik spesifik larutan elektrolit (S cm-1) C = Konsentrasi molar elektrolit (mol L-1) Jika daya hantar spesifik larutan merupakan daya hantar yang sudah terkoreksi (k*) dalam satuan μS.cm-1 maka daya hantar molar larutan elektrolit dapat ditulis sesuai persamaan (4). Λm = k* …………………………………………………. 1000C keterangan: Λm = daya hantar listrik molar (S.cm2.mol-1) k* = daya hantar listrik spesifik terkoreksi (μS cm-1) = k – kpelarut C = Konsentrasi molar elektrolit (mol L-1) 23 (4) 24 Pada senyawa kompleks, anion dapat terkoordinasi pada ion pusat maupun tidak terkoordinasi pada ion pusat. Perbandingan muatan anion dan kation yang terdapat dalam kompleks dapat diketahui dengan pengukuran konduktivitas dari larutan senyawa tersebut. Pengukuran konduktivitas ini memberikan informasi berapa banyak ion (kation dan anion) yang ada dalam larutan saat senyawa itu dilarutkan (Szafran, et al; 1991: 102-103). c Spektroskopi Infra Merah Suatu molekul dapat menyerap energi infra merah apabila gerakan vibrasi dan rotasi dari molekul tersebut menghasilkan perubahan netto momen dwikutubnya, sehingga medan listrik bolak-balik dari sinar infra merah sama dengan frekuensi alamiah dari molekul tersebut maka sinar infra merah diserapmolekul (Silverstein, Bassler and Morril, 1986: 96). Daerah radiasi spektroskopi Infra Merah atau infrared spectroscopy (IR) berkisar pada bilangan gelombang 12800-10 cm-1, atau panjang gelombang 0,781000 µm. Umumnya daerah radiasi IR terbagi dalam daerah IR dekat (128004000 cm-1; 3,8- 1,2 x 1014 Hz; 2,5-50 μm), daerah IR tengah (4000-200 cm-1; 0,012- 6 x 1012 Hz; 0,78-2,5 μm), dan daerah IR jauh (200-10 cm-1; 60-3 x 1011 Hz; 50-1000 μm). Daerah yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah 4000-690 cm-1 (12 – 2 x 1013 Hz; 2,5 - 1,5 µm). Daerah yang biasa disebut sebagai daerah IR tengah (Khopkar, 1990: 231). Daerah antara 1400 – 4000 cm-1 (2,5 sampai kira-kira 7,1 μm) merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorpsi sinar infra merah yang disebabkan oleh modus uluran. Sedangkan daerah di sebelah kanan 1400 cm-1 sering kali sangat rumit karena baik uluran maupun tekukan dapat mengakibatkan absorpsi sinar infra merah. Dalam daerah ini biasanya korelasi antara suatu pita serapan dan suatu gugus fungsional secara spesifik tidak dapat disimpulkan, namun tiap senyawa organik mempunyai serapannya yang khas. Oleh karena itu bagian spektrum sebelah kanan 1400 cm-1 disebut daerah sidik jari (finger print region) (Fessenden dan Fessenden, 1984: 317). 24 25 Frekuensi vibrasi ulur antara dua atom dan ikatan yang menghubungkannya dapat dihitung berdasarkan hukum Hooke yang ditunjukkan oleh persamaan (5) (Kemp, 1987: 18-19). 1/2 1 k ν= ………………………………………..(5) 2π m1.m 2 /(m11 + m 2 ) keterangan: ν = frekuensi (detik-1) k = tetapan gaya ikatan (Nm-1) m1 dan m2 = massa dau atom (g) Gugus yang dapat menyerap sinar infra merah antara lain: 1) Karbon – Nitrogen pada Amina Gugus C-N siklik mempunyai vibrasi ulur pada 1342-1266 cm-1 (Silverstain, dan Morril, 1986). Gugus C=N pada rantai siklik mempunyai serapan pada daerah 1580-1570 cm-1 (Alzuet et al, 1998: 317). 2) Karbon-Hidrogen pada metil Vibrasi tekuk gugus CH3 terletak pada daerah 1470-1430 cm-1 dan 13801370 cm-1, sedangkan vibrasi ulur aromatik CH3 berada pada daerah -1 3080-3010 cm (Silverstein et al, 1986: 135). 3) Hidrogen-Oksigen pada fenol Gugus OH pada fenol mempunyai vibrasi ulur simetri dengan serapan tajam pada daerah 3600 cm-1 dan vibrasi ulur keadaan melebar pada daerah 3331 cm-1 - 2600 cm-1 (Silverstein, et al, 1986 : 110). 4) Vibrasi C-C aromatik Gugus C-C aromatik menunjukkan 2 atau 3 pita yang terlihat pada daerah sekitar 1600 cm-1 (Kemp, 1987). Serapan gugus fungsi pada ligan bebas akan mempunyai serapan yang berbeda dengan serapan senyawa kompleks. Sebagai contoh kompleks [Sn(8-hidroksikuinolin)2] mempunyai serapan gugus C=N pada 1500 cm-1 sedangkan pada ligan bebasnya terletak pada 1508 cm-1 dan serapan gugus C-O 25 26 ligan bebasnya muncul pada 1100 cm-1 sedangkan pada kompleksnya terletak pada 1108 cm-1 (Alafandy, et al, 1997 : 175-179). d. Sifat Magnetik Logam transisi setidaknya mempunyai satu tingkat oksidasi dengan d atau f yang belum terisi elektron. Karena spin elektron menyebabkan medan magnet, maka sifat magnetik dari logam transisi bisa digunakan untuk menentukan tingkat oksidasi, konfigurasi elektronik dan lain-lain. Beberapa senyawa logam transisi mempunyai satu atau lebih elektron tak berpasangan, karenanya mempunyai sifat paramagnetik. Jumlah elektron tak berpasangan pada logam menentukan harga momen magnetik (µ). Momen magnetik efektif dapat dihitung dari harga kerentanan magnetik (Magnetic Susceptibility), Xg yang diukur dengan Neraca Kerentanan Magnetik atau Magnetic Susceptibility Balance (MSB). Nilai Xg ini diubah menjadi nilai kerentanan magnetik molar, XM dan selanjutnya ini dikoreksi terhadap faktor diamagnetik, XL, dari ion logam, ligan dan anion, sehingga didapatkan nilai kerentanan magnetik yang terkoreksi, XA (Szafran, Pike, dan Singh, 1991: 49-51). Hubungan nilai momen magnetik (µeff) dengan kerentanan magnetik terkoreksi (XA) ditunjukkan oleh persamaan 6. 1/2 μ eff 3k = 2 X A .T ……..…………………………………………….(6) Nβ Subsitusi nilai N dan k menghasilkan persamaan (7) μ eff = 2,828[X A .T ] …………………………………………………….(7) 1/2 Keterangan: N = Tetapan Avogadro (6,022 x 1023 mol-1) k = Tetapan Boltzman (1,381 x 10-16 erg. det-1) β = Konversi Bohr Magneton (9,273 x 10-21 erg.gauss-1) T = Suhu (oK) Hubungan nilai momen magnetik spin (µs) uatu senyawa dengan banyak elektron yang tidak berpasangan dinyatakan dalam persamaan (8) (Jolly, 1991: 454-456). 26 27 μ s = [n (n + 2)] ………………………………………………………..(8) 1/2 keterangan: µs = Momen magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron (Bohr Magneton) n = Jumlah elektron yang tidak berpasangan Dari persamaan (6), terlihat bahwa nilai momen magnetik bergantung pada jumlah elektron yang tidak berpasangan. Nilai µs dari senyawa kompleks besi(III) pada umumnya mendekati 5,92 BM pada suhu ruangan jika dalam keadaan spin tinggi dan 1,73 BM pada spin rendah (Lee, 1994: 669). e. Differential Thermal Analysis (DTA) Analisis thermal didefinisikan sebagai pengukuran sifat fisika dan kimia dari material sebagai fungsi temperatur. Differential Thermal Analysis (DTA) mengukur perbedaan temperatur (T) antara sampel dengan material pembanding inert (alumina, aluminium, silikon karbida dan gelas), jika temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepatan yang sama dan konstan. Panas yang ditambahkan kemudian dicatat dan perubahan ini sebagai konsekuensi dari proses yang terjadi pada sampel yaitu eksotermis atau endotermis (Skoog, 1998 : 803). Prinsip kerja DTA yaitu apabila temperatur sampel dan zat pembanding dipanaskan pada temperatur konstan maka zat pembanding akan mengalami kenaikan temperatur sesuai dengan kenaikan temperatur yang mengenainya, sementara itu pada sampel akan terjadi kenaikaan suhu atau penurunan temperatur pada batas tertentu sesuai dengan peristiwa yang terjadi pada sampel. Jika perubahan pada sampel telah sempurna maka temperatur sampel akan konstan kembali, seiring dengan zat pembandingnya. Ketika peristiwa yang terjadi adalah eksotermal, maka panas akan dilepaskan oleh sampel sehingga dalam sampel akan terjadi kenaikan temperatur yang ditandai dengan suatu puncak maksimum pada kurva DTA. Sedang apabila perubahan yang terjadi pada sampel adalah proses endotermal maka akan terjadi penyerapan panas oleh sampel yang ditandai dengan penurunan temperatur dari sampel sehingga kurva DTA yang diperoleh adalah sebagai puncak minimum (Currell , 1987 : 117 ). 27 28 B. Kerangka Pemikiran Suatu kompleks dapat terbentuk jika terjadi ikatan kovalen koordinasi antara suatu kation atau logam yang mempunyai orbital kosong dengann molekul netral atau anion yang mempunyai atom donor elektron. Senyawa 8-hidroksikuinolin mempunyai dua atom donor elektron, yaitu atom O pada gugus C-O dan N tersier pada rantai siklisnya sedangkan tembaga(II) dan besi(III) mempunyai orbital d yang masih kosong. Hal ini membuat kompleks 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(II) dan besi(III) dapat terbentuk. Adanya dua atom donor elektron membuat 8-hidroksikuinolin dapat membentuk kompleks dengan besi(III) dan tembaga(II) dengan beberapa kemungkinan atom/gugus yang dapat terkoordinasi pada ion pusat(logam) tetapi ligan-ligan mulltidentat yang tidak terlalu besar cenderung membentuk struktur bidentat (kelat). Pembentukkan kompleks kelat biasanya memberikan kestabilan kompleks yang relatif tinggi akibat penurunan entropi yang signifikan. Berdasarkan kompleks [Sn(8-hidroksikuinolin)2] yang telah disintesis dari SnCl2.2H2O dan 8-hidroksikuinolin oleh Alafandy, et al, (1997) menunjukkan kompleks yang terbentuk adalah kompleks kelat dan atom oksigen terkoordinasi pada atom pusat dalam bentuk anion (ligan mengalami deprotonasi pada gugus OH). Hal ini didukung dengan pergeseran serapan gugus C=N, gugus OH dan gugus C-O pada spektra IR-nya. Dengan demikian kemungkinan ikatan koordinasi yang terjadi antara 8-hidroksikuinolin dengan tembaga(II) dan besi(III) ditunjukkan oleh Gambar 23. N N O O 3+ 2+ Cu Fe Gambar 23. Kemungkinan ikatan koordinasi antara 8-hidroksikuinolin dengan logam Cu2+ dan Fe3+ 28 29 C. Hipotesis 1. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dapat disintesis dengan cara mencampurkan tembaga(II) dan besi (III) dengan 8-hidroksikuinolin dengan perbandingan tertentu. 2. Karakteristik kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe (III)-(8- hidroksikuinolin) antara lain: a. Kemungkinan formula kompleks tembaga(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin adalah Cu(L)2(H2O)n (n = 0, 1, 2, 3, 4, 5, atau 6) sedangkan formula besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin adalah Fe(L)3(H2O)n (n = 0, 1, 2, 3, 4, 5, atau 6). b. Spektra elektronik kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)(8-hidroksikuinolin) mempunyai puncak serapan lebih dari satu sebagai hasil transisi transfer muatan dari ligan ke logam, transisi π- π* ligan dan transisi d-d logam. c. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) bersifat paramagnetik. d. Pada spektra IR kompleks terjadi pergeseran puncak serapan pada gugus C=N dan gugus C-O dari 8-hidroksikuinolin yang mengindikasikan terkoordinasinya kedua gugus tersebut pada atom pusat. 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) 8-hidroksikuinolin kompleks dengan dibuat CuSO4.5H2O Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dengan dalam dibuat mereaksikan pelarut dengan metanol mereaksikan ligan dan ligan 8-hidroksikuinolin dengan FeCl3.6H2O dalam pelarut metanol. Karakterisasi kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8- hidroksikuinolin) dilakukan dengan pengukuran terhadap rendemen, spektrum UV-Vis, kadar logam, keberadaan molekul H2O, spektra IR, daya hantar listrik dan sifat magnetik senyawa kompleks. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama enam belas bulan yaitu bulan Agustus 2005 – November 2006. 1. Sintesis senyawa kompleks dilakukan Sub. Laboratorium Anorganik Laboratorium FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Penentuan kadar Fe dan Cu dalam kompleks, analisis DTA, pengukuran daya hantar listrik dan pengukuran momen magnet dilakukan di Sub. Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta sedangkan analisis kompleks dengan FTIR dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Kimia Universitas Gajah Mada Yogyakarta. C. Alat dan Bahan yang Digunakan 1. Alat a. Peralatan gelas pyrex b. Magnetik Susceptibility Balance (MSB) AUTO Sherwood Scientific 10169 c. Spektrofotometer UV-Vis Double Beam Shimadzu PC 1601 d. Konduktivitimeter 4071 CE Jenway e. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-6650 30 31 f. Spektrofotometer FTIR Perkin Elmer 2000 g. Pengaduk magnetik Haeidholp M1000 Germany h. Neraca Analitik Shimadzu AEL-200 i. Differential Thermal Analyzer Shimadzu DTA-50 j. Desikator 2. Bahan Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat kemurnian proanalisis (pa). e. FeCl3.6H2O (Merck). b. CuSO4.5H2O Merck). c. 8-hidroksikuinolin (Merk) d. Metanol (Merck) e. Asam Klorida (HCl) pekat 37% (Merck) f. Akuades g. Kertas saring 31 32 D. Prosedur Percobaan 1. Skema Percobaan Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap seperti ditunjukkan oleh Gambar 24 dan 25 : FeCl3.6H2O dalam pelarut metanol Ligan 8-hidroksikuinolin dalam pelarut metanol 1. Diaduk selama 1 jam 2. Didiamkan selama 24 jam Endapan dan Filtrat Penyaringan Endapan 1. 2. filtrat Dicuci dengan metanol Pengeringan dalam desikator Senyawa Kompleks 1. 2. 3. Pengukuran kadar besi Pengukuran dengan DTA Pengukuran daya hantar listrik 1. 2. 3. Pengukuran momen magnet Pengukuran spektra UV-VIS Pengukuran spektra IR SIFAT SENYAWA KOMPLEKS FORMULA SENYAWA KOMPLEKS Gambar 24. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin 32 33 CuSO4.5H2O dalam pelarut metanol Ligan 8-hidroksikuinolin dalam pelarut metanol 1. 2. Diaduk selama 1 jam Didiamkan selama 24 jam Endapan dan Filtrat Penyaringan Endapan 1. 2. filtrat Dicuci dengan metanol Pengeringan dalam desikator Senyawa Kompleks 1. 2. 3. Pengukuran kadar besi Pengukuran dengan DTA Pengukuran daya hantar listrik FORMULA SENYAWA KOMPLEKS 1. Pengukuran momen magnet 2. Pengukuran spektra UV-VIS 3. Pengukuran spektra IR SIFAT SENYAWA KOMPLEKS Gambar 25. Skema tahap-tahap sintesis dan karakterisasi kompleks Cu(II) dengan 8-hidroksikuinolin 33 34 2. Sintesis Kompleks a. Sintesis kompleks besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin FeCl3.6H2O (0,270 gram; 1 mmol) dalam metanol (5 ml) ditambahkan pada 8-hidroksikuinolin (0,435 gram ; 3 mmol) dalam metanol (15 ml), diaduk selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 24 jam. b. Sintesis kompleks tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin CuSO4.5H2O (0,250 gram; 1 mmol) dalam metanol (5 ml) ditambahkan pada 8-hidroksikuinolin (0,290 gram ; 2 mmol) dalam metanol (15 ml), diaduk selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Endapan yang terbentuk disaring dan dicuci dengan metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 24 jam. 3. Penentuan Kadar Cu dan Fe dalam kompleks a. Kompleks Cu(II)–(8-hidroksikuinolin) Seri larutan standar dibuat dari larutan induk logam Cu(II) masing-masing dengan konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm. Masing-masing larutan standar diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang maksimumnya dan dibuat kurva kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Sejumlah sampel senyawa kompleks Cu(II)–(8-hidroksikuinolin) (1,4 mg, 2,6 mg dan 2,1 mg) dilarutkan dalam HCl 0,1 M sampai volumenya 50 ml. Larutan sampel diperkirakan berkonsentrasi antara 0-10 ppm kemudian diukur absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi sample diestrapolasi terhadap kurva kalibrasi standart, kadar Cu dalam kompleks dapat ditentukan. b. Kompleks Fe(III) –(8-hidroksikuinolin) Seri larutan standar dibuat dari larutan induk logam Cu(II) masing-masing dengan konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Masing-masing larutan standar diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom (SSA) pada panjang gelombang maksimumnya dan dibuat kurva kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Sejumlah sampel senyawa kompleks Fe(III)–(8-hidroksikuinolin)(1,1 mg, 1,4 mg dan 10 mg) dilarutkan dalam HCl 0,1 M sampai volumenya 50 ml. Larutan sampel diperkirakan berkonsentrasi antara 34 0-5 ppm kemudian diukur 35 absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi sampel diestrapolasi terhadap kurva kalibrasi standart, kadar Fe dalam kompleks dapat ditentukan. 4. Pengukuran Momen Magnet Senyawa kompleks padat yang terbentuk yang akan ditentukan harga kemagnetannya dimasukan dalam tabung kosong, diukur tinggi sampel dalam tabung dengan tinggi 1,5 – 4,5 cm dan ditimbang beratnya dalam satuan gram. Harga momen magnet diukur dengan menggunakan magnetig subsubility balance. 5. Pengukuran Spektra Elektronik Kompleks Cu-(8-hidroksikuinolin) dan kompleks Fe-(8-hidroksikuinolin) dilarutkan dalam pada metanol, pada konsentrasi 10-3 M sampai 10-4 M. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer UV-VIS double beam pada daerah UV dan tampak. 6. Pengukuran Spektra Infra Merah Kompleks (1mg) dibuat pelet dengan KBr kering (300 mg), diukur spektrumnya dengan spektrofotometer FTIR pada daerah 4000-400 cm-1 7. Pengukuran dengan Differensial Thermal Analyzer (DTA) Pengukuran DTA dilakukan dengan menempatkan sejumlah sample kompleks (10-30 mg) pada perangkat sampel DTA (platina) dan dianalisis pada temperatur 0-500 0C. 8. Pengukuran Daya Hantar Listrik Zat standar (CuSO4.5H2O, CuCl2.2H2O, dan FeCl3.6H2O) dan sample dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi yang sama yaitu 10-3 M kemudian diukur daya hantar listriknya dengan konduktivitimeter. E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Analisis data meliputi tahap awal sintesis kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin. Setelah itu dilakukan karakterisasi masing-masing kompleks. Data hasil diolah secara non statistik. Pembentukan kompleks dilihat dari adanya pergeseran spektra elektronik kompleks Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin. Adanya gugus fungsi 35 36 ligan yang terikat pada ion logam diperkirakan dari serapan infra merah dengan cara membandingkan spektra infra merah ligan bebas dan serapan infra merah dari kompleks. Serapan gugus fungsi ligan akan bergeser jika terkoordinasi pada ion pusat logam. Formula senyawa kompleks diperoleh dari hasil analisis SSA yang prosentasenya mendekati perhitungan secara teori. Perbandingan kation dan anion senyawa kompleks diketahui dengan cara membandingkan daya hantar listrik larutan senyawa kompleks dengan daya hantar listrik larutan standar dan adanya molekul H2O dalam kompleks diperkirakan dengan DTA. Momen magnetik senyawa kompleks diketahui dari harga kerentanan magnetik per gram (xg). momen magnet yang dapat menunjukkan banyaknya elektron yang tidak berpasangan dan kompleks berada pada spin rendah atau tinggi. 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Senyawa Kompleks 1. Sintesis Kompleks Cu(II) Dengan 8-hidroksikuinolin Sintesis kompleks dilakukan dengan mencampurkan CuSO4.5H2O dan ligan 8-hidroksikuinolin (L) dalam metanol dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 2. Reaksi CuSO4.5H2O dengan 8-hidroksikuinolin menghasilkan endapan yang berwarna hijau kecoklatan (0,275 gram; 67,530%), perhitungan selengkapnya pada lampiran 1. Indikasi terbentuknya kompleks Cu(II )-(8-hidroksikuinolin) ditandai oleh adanya perubahan spektra elektronik CuSO4.5H2O yang merupakan bahan awal dalam sintesis kompleks ini, seperti ditunjukkan oleh Gambar 26. 819.0 nm a 605.0 nm b b b a a Gambar 26. Spektra Elektronik (a) CuSO4.5H2O (b) Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dalam metanol Gambar 26 menunjukkan kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) mempunyai spektra elektronik yang berbeda dengan spektra elektronik CuSO4.5H2O maupun spektra elektronik ligan 8-hidroksikuinolin (Gambar 27). Pada spektra kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) muncul tiga puncak serapan yang kuat pada 316,5 nm, 333,5 nm dan 388,5 nm dan satu puncak serapan yang lemah pada 605,0 nm, sedangkan CuSO4.5H2O mempunyai satu puncak serapan yang lemah pada 819,0 nm. Hal ini mengindikasikan terbentuknya kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin). 37 38 Gambar 27. Spektra Elektronik 8-hidroksikuinolin dalam metanol 2. Sintesis Kompleks Fe(III) Dengan 8-hidroksikuinolin Sintesis komplek Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dilakukan dengan cara yang sama dengan sintesis kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) yaitu dengan mencampurkan FeCl3. 6H2O dan ligan 8-hidroksikuinolin (L) dalam metanol dengan perbandingan mol logam dan mol ligan 1 : 3. Reaksi FeCl3. 6H2O dengan 8-hidroksikuinolin menghasilkan endapan yang berwarna hitam (0,382 gram; 72,410%), perhitungan selengkapnya pada lampiran 1. Indikasi terbentuknya komplek Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) ditandai dengan adanya perubahan spektra elektronik FeCl3.6H2O yang merupakan bahan awal dalam sintesis kompleks ini, seperti ditunjukkan oleh gambar 28. b a Gambar28. Spektra Elektronik (a) FeCl3.6H2O dan (b) Fe(III)(8-hidroksikuinolin) dalam metanol. 38 39 Gambar 28 menunjukkan kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) mempunyai spektra elektronik yang berbeda dengan spektra elektronik FeCl3.6H2O maupun spektra elektronik ligan 8-hidroksikuinolin. Pada spektra kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) muncul puncak-puncak serapan yang kuat pada 310 nm, 359,5 nm, 453,5 nm dan 576,5 nm, sedangkan spektra FeCl3.6H2O mempunyai puncak serapan yang relatif lebih lemah pada pada 355 nm. Hal ini mengindikasikan terbentuknya kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin). B. Perkiraan Formula Kompleks Formula kompleks 8-hidroksikuinolin dengan ion Cu2+ dan Fe3+ diperkirakan dari pengukuran kadar logam (besi dan tembaga) dalam kompleks dengan AAS, identifikasi H2O dengan DTA dan pengukuran daya hantar listrik dengan konduktivitimeter. 1. Pengukuran Kadar Logam dalam Kompleks Hasil pengukuran kadar besi dan tembaga dalam kompleks ditunjukkan oleh Tabel 2, sedangkan kadar besi dan tembaga dalam kompleks secara teoritis pada berbagai komposisi ditunjukkan oleh Tabel 3 dan 4 (data dan perhitungan selengkapnya pada lampiran 2). Tabel 2. Kadar Logam dalam Kompleks No Kompleks 1 Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) (15,51± 0,4)% 2 Fe(III)-(8-Hidrosksi Kuinolin) (10,59± 0,3)% Tabel 3. No % Logam Kadar besi dalam kompleks besi(III) dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa komposisi secara Teoritis Formula Kompleks Mr % Cu 1. Fe(8-hidroksikuinolin)3 491,317 11,38 2. Fe(8-hidroksikuinolin)3 H2O 509,332 10,96 3. Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)2 527,347 10,59 4. Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)3 545,362 10,24 5. Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)4 563,377 9,91 6. Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)5 581,392 9,60 7. Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)6 599,407 9,31 39 40 Tabel 4. Kadar tembaga dalam kompleks tembaga(II) dengan 8-hidroksikuinolin pada beberapa komposisi secara teoritis No Formula Kompleks Mr % Cu 1. Cu(8-hidroksikuinolin)2 353,872 17,96 2. Cu(8-hidroksikuinolin)2.H2O 371,887 17,09 3. Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)2 389,902 16,30 4. Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)3 407,917 15,58 5. Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)4 425,932 14,92 6. Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)5 443,947 13,76 7. Cu(8-hidroksikuinolin)2 (H2O)6 461,962 13,24 Formula kompleks ditentukan dengan membandingkan kadar logam hasil eksperimen (Tabel 2) dengan kadar logam secara teoritis (Tabel 3 dan Tabel 4). Dari perbandingan tersebut dapat diperkirakan bahwa formula kompleks untuk Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) sedangkan formula adalah kompleks Cu(8-hidroksikuinolin)2(H2O)3, Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) adalah Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)2. 2. Identifikasi H2O dalam Kompleks a. Kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) Hasil pengukuran DTA untuk CuSO4.5H2O ditunjukkan oleh Gambar 29 sedangkan kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) oleh Gambar 30. Gambar 29. Termogram DTA kompleks CuSO4. 5H2O 40 41 Pada termogram CuSO4.5H2O yang ditunjukkan oleh Gambar 29 muncul tiga puncak endotermis pada 105,300C, 130,090C dan 266,870C. 0 Puncak 0 endotermis di dekat titik didih air (100 C) pada 105,30 C dan 130,090C menunjukkan lepasnya molekul H2O dari CuSO4.5H2O terjadi dalam dua tahap. Pada 266,870C diperkirakan CuSO4.5H2O terdekomposisi. Gambar 30. Termogram DTA kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) Gambar 30 menunjukkan dua puncak endotermis pada 118,460C dan 237, 520C. Puncak endotermis di dekat titik didih air (1000C) pada 118,460C mengindikasikan adanya molekul H2O yang lepas dari kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin), sedangkan puncak pada 237,520C diperkirakan kompleks terdekomposisi. b. Kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) Hasil pengukuran DTA FeCl3.6H2O ditunjukkan oleh Gambar 31 sedangkan kompleks Fe(II)-(8-hidroksikuinolin) oleh Gambar 32. Gambar 31. Termogram DTA FeCl3.6H2O 41 42 Pada Gambar 31 tampak dua puncak endotermis pada 137,000C dan 236,900C. Puncak endotermis di dekat titik didih air (1000C) pada 137,000C menunjukkan lepasnya molekul H2O dari FeCl3.6H2O. Puncak pada 236,900C diperkirakan FeCl3.6H2O terdekomposisi. Gambar 32. Termogram DTA kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) Gambar 32 menunjukkan dua puncak endotermis pada 105,380C dan 269,960C. Munculnya puncak endotermis di dekat titik didih air (1000C) pada 105,380C mengindikasikan adanya molekul H2O dalam kompleks Fe(III)-(8hidroksikuinolin), sedangkan puncak pada 269,960C diperkirakan kompleks terdekomposisi. 3. Pengukuran Daya Hantar Listrik Hasil pengukuran daya hantar listrik terhadap larutan sampel dan standar dalam metanol ditunjukkan oleh Tabel 5. Perhitungan daya hantar listrik secara lengkap terdapat pada lampiran 5. Tabel 5. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Senyawa Kompleks dalam Metanol No Λ*m Perbandingan Larutan 2 -1 (S cm .mol ) Kation : Anion 1. Metanol 0 2. CuSO4.6H2O 5 1:1 3 CuCl2.2H2O 112 2:1 4 FeCl3.6H2O 200 3:1 5 Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) 0 6 Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) 0 - 42 43 Tabel 5 menunjukkan bahwa kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dan Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) mempunyai hantaran molar sebesar 0 S cm2.mol-1. Hal ini mengindikasikan kompleks bersifat non elektrolit, yang berarti tidak ada anion bebas dalam kompleks dan ligan 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada atom pusat dalam bentuk anion. Dengan demikian formula kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin)(H2O)3 adalah [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O dan kompleks Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3(H2O)2 adalah [Fe(8-hidroksikuinolin)3]. 2H2O. C. Karakterisasi Kompleks 1. Harga momen Sifat Kemagnetan magnet efektif (µeff) kompleks [Cu(8- hidroksikuinolin)2].3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O ditunjukkan oleh Tabel 6 (Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 4). Tabel No 6. Harga Momen Magnet Efektif (µeff) Kompleks [Cu(8hidroksikuinolin)2].3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O Kompleks Mr µeff rata-rata 1 [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O 407,917 1,85(0,02) 2 [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O 527,347 2,65(0,01) Tabel 6 menunjukkan harga momen magnet efektif (µeff) kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O berada pada daerah 1,83-1,87 BM), yang berarti kompleks bersifat paramagnetik dan tidak ada ikatan antara Cu-Cu. Adanya ikatan Cu-Cu dapat mengakibatkan kompleks bersifat diamagnetik dengan harga momen magnet efektif (µeff) lebih kecil µs (1,73 BM) (Zvi and Ronald, 1991: 53). Harga momen magnet efektif (µeff) kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3]. 2H2O berada pada daerah 2,64 – 2,66 BM, ini menunjukkan bahwa kompleks Fe bersifat paramagnetik dengan satu elektron yang tidak berpasangan, yang berarti 8-hidroksikuinolin merupakan ligan kuat. Ligan yang kuat akan menyebabkan pembelahan orbital eg dan t2g yang besar sehingga harga ∆0 besar dan elektron pada orbital d lebih menyukai berpasangan (spin rendah). 43 44 2. Spektra Elektronik Panjang gelombang maksimum (λmaka) dan absortivitas molar (ε) CuSO4.5H2O, 8-hidroksikuinolin, [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O, FeCl3.6H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O ditunjukkan oleh Tabel 7 (perhitungan selengkapnya pada lampiran 3). Tabel 7 Panjang Gelombang maksimum (λmaks), Absorbansi (A) dan Absortivitas Molar (ε) untuk 8-hidroksikuinolin, CuSO4.5H2O, [Cu(8hidroksikuinolin)2].3H2O, FeCl3.6H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3]. 2H2O Mr No Kompleks A λmaks ε (nm) (L.mol-1.cm-1) 1. CuSO4.5H2O 249,70 819,00 0,0466 97,399 2. FeCl3.6H2O 270,35 355,00 0,1057 344,30 3. 8-hidroksikuinolin 145,161 309,00 0,7290 2321,65 318,00 0,7002 2229.30 316.5 0,3721 2044,50 333.5 0,4403 2419,23 388,50 0.9730 5346,15 605.00 0.0170 93,4066 310.00 0.9955 3828,85 359,50 0.8828 3395,38 453,50 0.6717 2583,46 576,50 0.5207 2002,69 4. 5. [Cu(8-hidroksikuinolin)2]. 3H2O [Fe(8-hidroksikuinolin)3]. 2H2O Tabel 7 menunjukkan 407,917 527,347 kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O mempunyai tiga puncak serapan yang kuat yang ditandai dengan harga absortivitas molar (ε) besar (> 1000 L.mol-1.cm-1), yaitu pada 316,5 nm, 333,5 nm, 388,5 nm dan satu puncak serapan yang lemah dengan harga absortivitas molar (ε) yang kecil, yaitu pada 605,0 nm. Puncak serapan pada 316,5 nm, 333,5 nm, dan 388,5 nm diperkirakan merupakan hasil transisi π - π* ligan 8-hidroksikuinolin dan transisi transfer muatan ligan ke logam. Puncak pada 316 nm yang tidak muncul pada spektra ligan bebas maupun logam bebasnya dimungkinkan adalah hasil transisi transfer muatan ligan ke logam. Hal yang 44 45 serupa terjadi pada kompleks [Cu(tropolonato)2] yang mempunyai puncak serapan pada daerah 316 nm yang merupakan hasil transisi transfer muatan intramolekuler ligan ke logam (Hasegawa, et al, 1997: 259-264). Puncak serapan pada 333,5 nm dan 388,50 nm merupakan transisi π - π* dari ligan seperti yang ditunjukkan pada spektra ligan 8-hidroksikuinolin bebas (Gambar 27) yang mempunyai dua puncak serapan hasil transisi π - π* pada 309 nm dan 318 nm. Puncak serapan ini bergeser kearah panjang gelombang yang lebih besar setelah terbentuk kompleks. Pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih besar ini menunjukkan terjadinya pergeseran batokromik yang disebabkan perubahan tingkat energi n, π dan π * akibat terkoordinasinya ligan pada ion logam. Sedangkan puncak lemah pada 605,0 nm dengan harga absortivitas molar (ε) relatif kecil bila dibandingkan dengan absortivitas molar (ε) puncak yang lain diperkirakan merupakan hasil transisi d-d, yaitu transisi 2Eg → 2T2g yang mengalami pergeseran kearah panjang gelombang yang lebih kecil bila dibanding transisi yang sama dari CuSO4.5H2O (819 nm). Hal ini mengindikasikan bahwa ligan 8-hidroksikuinolin lebih kuat daripada H2O. Transisi 2Eg → 2T2g yang merupakan 10 Dq untuk kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O adalah 16528,925 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)= 197,714 kJmol-1 dan 12210,012 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)= 146,053 kJmol-1 untuk CuSO4.5H2O. Pada spektra elektronik kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O muncul empat puncak serapan kuat, yaitu pada 310,00 nm, 360,00 nm, 458,00 nm, dan 578,50 nm. Puncak-puncak serapan ini dimungkinkan adalah hasil transisi π - π* ligan dan transisi transfer muatan ligan ke logam. Puncak pada 310,00 nm dan 360,00 nm merupakan transisi π - π* dari ligan yang mengalami pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar bila dibandingkan dengan puncak serapan dari ligan 8-hidroksikuinolin bebas (309 nm dan 318 nm) seperti yang terjadi pada kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O. Sedangkan puncak pada 458,00 nm, dan 578,50 nm yang tidak muncul pada spektra ligan bebas maupun logam bebasnya merupakan transisi transfer muatan dari orbital pπ atom oksigen phenolat ke orbital dπ* besi(III). Hal yang serupa terjadi pada spektra elektronik 45 46 kompleks [Fe(L)(N3)2] (L=N-(2’-hydroxybenzyl)-N,N-bis(2-benzimidazolyl- methyl) amine) yang memperlihatkan puncak serapan pada daerah 415-565 nm yang disebabkan karena transisi transfer muatan orbital pπ atom oksigen phenolat ke orbital dπ* besi(III) (Wang, et al, 1997: 71-77). Pada spektra kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)2].2H2O transisi d-d dari Fe3+ tidak teramati karena dimungkinkan bertumpang tindih dengan transisi π - π* dari ligan yang mempunyai daerah serapan yang hampir sama. Hal yang serupa terjadi pada transisi 4T1g(F) → 4A2g pada kompleks Co2+ yang tidak teramati karena biasanya berada tumpang tindih dengan dengan transisi 4 T1g(F) → 4T1g(P) (Lee, J.D., 1994: 964). Pada FeCl3.6H2O puncak serapan yang merupakan hasil transisi d-d, yaitu transisi 6A1g→ 4T2g berapada pada 355,00 nm. Transisi 6A1g→ 4T2g yang merupakan 10 Dq untuk FeCl3.6H2O adalah 28169,901 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1)= 336,950 kJmol-1. 3. Spektra IR a. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O Spektra IR ligan bebas 8-hidroksikuinolin dan kompleks Cu(II)8-hidroksikuinolin ditunjukkan oleh Gambar 33 dan Gambar 34 sedangkan data serapan IR ditunjukkan oleh Tabel 8. b a 1500,5 cm 1326,9 nm 3444,6 nm 3159,43159,4 3159,4 nm 1504,4 cm 1288,4 nm 40 υ( ) Gambar 33. Spektra Serapan Gugus Fungsi C=N (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O 46 47 b a 1326,9 nm 3444,6 nm 1095,5 cm 1114,8 cm 3159,4 nm 1288,4 nm 40 υ( ) Gambar 34. Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O ulur (a) 8-hidroksikuinolin dan (b) Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2)].3H2O Tabel 8. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan 8-hidroksikuinolin (cm-1) No Senyawa ṽ (C-O) ṽ (C-N) ulur ulur fenol aromatik 1. 8-hidroksikuinolin 1095,5 1288,4 2. Cu(II)-8-hidroksikuinolin 1114,8 1326,9 Kompleks Cu(II)ṽ (C=N ) ulur aromatik 1504,4 ṽ(O-H) ulur 1500,5 3444,6 3159,4 Gambar 33 dan 34 atau Tabel 8 menunjukkan adanya pergeseranpergeseran serapan gugus fungsi yang penting pada ligan bebas 8-hidroksikuinolin. Serapan gugus gugus fumgsi C=N bergeser dari 1504,4cm-1 menjadi 1500,5 cm-1. Pergeseran serapan C=N kearah bilangan gelombang yang lebih kecil pada spektra IR kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin disebabkan melemahnya ikatan C=N karena koordinasi atom N dari gugus C=N pada atom pusat (Cu2+). Hal yang serupa terjadi pada kompleks Sn(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin, koordinasi atom N dari gugus C=N pada Sn(II) menyebabkan serapan C=N mengalami pergeseran ke bilangan gelombang yang lebih kecil (dari 1508 cm-1 ke 1500 cm-1) (Alafandy, M., et al, 1997: 175-179). 47 48 Pergeseran serapan berikutnya terjadi pada serapan gugus C-O ulur dari 1095,5 cm-1 menjadi 1114,8 cm-1. Pergeseran serapan ini mengindikasikan bahwa gugus N tersier dan gugus C-O dari ligan terkoordinasi pada Cu membentuk struktur bidentat. Hal ini juga ditunjang pergeseran serapan ulur C-N (dari 1288,4 cm-1 ke 1323,1 cm-1) dan setelah terbentuk kompleks, serapan OH mengalami pergeseran yang cukup besar dari 3159,4 cm-1 ke 3444,6 cm-1, serapan OH pada kompleks diperkirakan adalah serapan OH dari hidrat kompleks. b. Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].2H2O Spektra IR ligan bebas 8-hidroksikuinolin dan kompleks Fe(III)- (8hidroksikuinolin) ditunjukkan oleh Gambar 35 dan Gambar 36 sedang data serapan IR ditunjukkan oleh Tabel 9. b a 1496,7 cm-1 3433,1 nm 3159,4 nm 1504,4 cm-1 1323,1 nm 1288,4 nm υ( ) Gambar 35. Spektra Serapan Gugus Fungsi N tersier (a) 8-hidroksikuinolin Dan (b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3].2H2O 48 49 b a 3433,1 nm 1095,5 cm-1 1107,1cm-1 3159,4 nm 1323,1 nm 1288,4 nm υ( ) Gambar 36. Spektra Serapan Gugus Fungsi C-O ulur (a) 8-hidroksikuinolin dan (b) Kompleks [Fe(III)(8-hidroksikuinolin)3)]2H2O Tabel 9. Serapan Gugus Fungsi Ligan 8-hidroksikuinolin dan 8-hidroksikuinolin (cm-1) No Senyawa ṽ (C-O) ṽ (C-N) ulur ulur fenol aromatik 1. 8-hidroksikuinolin 1095,5 1288,4 2. Fe(III)-8-hidroksikuinolin 1107,1 1323,1 Kompleks Fe(III)ṽ (C=N ) ulur aromatik 1504,4 1496,7 ṽ(O-H) ulur 3159,4 3433,1 Gambar 35 dan 36 atau Tabel 9 menunjukkan serapan gugus fumgsi C=N ligan bebas mengalami pergeseran ke arah bilangan gelombang yang lebih besar setelah membentuk kompleks (dari 1504,4cm-1 ke 1496,7cm-1 ), demikian pula serapan gugus C-O ulurnya juga mengalami pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih besar (1095,5 cm-1 menjadi 1107,1 cm-1). Pergeseran serapan ini mengindikasikan adanya koordinasi antara gugus N tersier dan gugus C-O dari ligan dengan Fe membentuk struktur bidentat. Hal ini juga ditunjang adanya pergeseran serapan ulur C-N (1288,4 cm-1 ke 1323,1 cm-1) dan setelah terbentuk kompleks, serapan OH mengalami pergeseran yang cukup besar dari 3159,4 cm-1 ke 3433,1 cm-1, serapan OH pada kompleks ini diperkirakan adalah serapan OH dari hidrat kompleks. 49 50 D. Perkiraan Struktur Kompleks 1. Perkiraan Struktur Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O Dari hasil pengukuran kadar Cu dalam kompleks (15,51± 0,4 %) dan di bandingkan dengan kadar Cu secara teori ( Tabel 4) menunjukkan formula kompleks Cu(8-hidroksikuinolin)2(H2O)3. Pengukuran DTA mengindikasikan adanya molekul H2O dalam kompleks. Pengukuran daya hantar listrik menunjukkan bahwa kompleks bersifat non elektrolit tidak ada anion bebas (sisa asam) dalam kompleks yang berarti ligan terkoordinasi dalam kompleks dalam bentuk anion. Berdasarkan data tersebut, formula kompleks Cu(8- hidroksikuinolin)2 (H2O)3 diperkirakan adalah [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O. Data spektrum IR menunjukkan ligan terkoordinasi pada atom pusat Cu pada atom N tersier dan atom O dari gugus C-O membentuk struktur bidentat. Dengan demikian struktur kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O diperkirakan seperti ditunjukkan oleh Gambar 37. O N Cu 3 H 2O N O Gambar 37. Perkiraan Struktur [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O 2. Perkiraan Struktur Kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O Dari hasil pengukuran kadar Fe dalam kompleks (10,59 ± 0,3) % dan di bandingkan dengan kadar Fe secara teori ( Tabel 3) menunjukkan formula kompleks Fe(8-hidroksikuinolin)3 (H2O)2. adanya molekul H2O dalam kompleks. 50 Pengukuran DTA mengindikasikan Pengukuran daya hantar listrik 51 menunjukkan bahwa kompleks bersifat non elektrolit tidak ada anion bebas (sisa asam) dalam kompleks yang berarti ligan terkoordinasi dalam kompleks dalam bentuk anion. Berdasarkan data tersebut, formula kompleks Fe(8- hidroksikuinolin)3 (H2O)2 diperkirakan adalah [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O. Data spektrum IR menunjukkan ligan terkoordinasi pada atom pusat Cu pada atom N tersier dan atom O dari gugus C-O membentuk struktur bidentat. Dengan demikian struktur kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O diperkirakan seperti ditunjukkan oleh Gambar 38. O N N Fe O O N Gambar 38. Perkiraan Struktur [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O 51 2 H 2O BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan: 1. Sintesis kompleks Cu(II)-(8-hidroksikuinolin) dapat dilakukan dengan cara mencampurkan CuSO4.5H2O dan ligan 8-hidroksikuinolin dalam metanol pada perbandingan mol logam : mol ligan =1: 2 sedangkan sintesis kompleks Fe(III)-(8-hidroksikuinolin) dilakukan dengan mencampurkan FeCl3.6H2O dan ligan 8-hidroksikuinolin dalam metanol pada perbandingan mol logam : mol ligan = 1: 3. 2. a. Formula kompleks yang terbentuk diperkirakan [Cu(8-hidroksikuinolin)2]. 3H2O dan [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2 H2O b. Karakteristik kompleks dari Cu(II) dan Fe(III) dengan 8-hidroksikuinolin antara lain: 1). Serapan maksimum untuk kompleks Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O adalah 316,50 nm (ε= 2044,50 L.mol-1.cm-1), 333,50 nm (ε= 2419,23 L.mol-1.cm-1), 388,50 nm (ε= 5346,15 L.mol-1.cm-1) dan 605,00 nm (ε= 93,4066 L.mol-1.cm-1) sedangkan serapan maksimum untuk kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3] .2H2O adalah 310,00 nm (3828,85 L.mol-1.cm-1), 359,50 nm (ε= 3395,38 L.mol-1.cm-1), 458,00 nm (ε = 2583,46 L.mol-1.cm-1) dan 578,50 nm (ε =2002,69 L.mol-1.cm-1). 2). Kompleks bersifat paramagnetik dengan μeff = 2,64 – 2,66 BM untuk [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O dan μeff = 1,83-1,87 BM untuk [Cu(8-hidroksikuinolin)2] .3H2O. 3). Spektra IR mengindikasikan atom N tersier dan atom O gugus C-O ligan 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada atom pusat Cu(II) dan Fe(III). 52 53 B. Saran Untuk kelanjutan dari penelitian ini diperlukan pengukuran kadar C, H, N, dan O kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O dan kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O dengan mikroanalisis dan perlu dibuat kristal tunggal untuk selanjutnya dianalisis secara kristalografi. Sifat elektrokimia kompleks besi dan tembaga perlu dipelajari untuk mengetahui adanya transfer muatan atau reaksi redoks yang terjadi dengan voltametri siklis. 53 54 DAFTAR PUSTAKA Alafandy, M., Willem, R., Mahieu, B., Alturky, Maher., Gielen, M., Biesemans, M., Legros, F., Camu, F., Kauffmann, J.M., 1997, ”Preparation and Characterization of Bis (8-quinolinato)tin(II)”, Inorganica Chemica Acta, Vol 255, 175-179. Alzuet, G., Casannova, J., Gracia, S., Guiterez, A., 1998, “Copper Complexes Modelling The Interaction Between Benzolamida and Cu-Substituted Carbonic Anhydrase Crystal Structure of [Cu(bz)(NH3)4] Complexes”. Inorganica Chemica Acta”, Vol 273, 334 – 338. Atkins, P.W., 1990, Physical Chemistry. Oxford University Press. Oxford. Alih Bahasa: Kartohadiprodjo, I.I., 1999, Kimia Fisika, Jilid Kedua. Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta. Currell, G., 1987, Analytical Chemistry, John Willey and Sons, London. Cotton, F.A and Wilkinson G, 1989, Advanced Inorganic Chemistry, Fifth Edition, John Wiley and Sons Inc, New York. Day, M. C. and Selbin, J., 1985, Theoritical Inorganic Chemistry, Second Edition, East-West Press, New Delhi. Fessenden, R.J, and J.S., Fessenden, 1984, Kimia Organik II, Alih Bahasa Pudjatmaka, A. H., Edisi 2, Erlangga, Jakarta. Hasegawa, M., Inomaki, Y., Inayosi, T., Hoshi, T. and Kobayashi, M., 1996, “Electronic Transitions and Electronic Structure of Bis (Tropolonato)Copper(II)”, Inorganica Chemica Acta, Vol 257, 259-264. Hendayana, S., Kadarohmah, A., Sumarna, A.A., Supriatna, A., 1994, Kimia Analitik Instrumen, edisi ke-1, IKIP Semarang, Semarang. Huheey, J.E. and Keither, R. L., 1993, Inorganic Chemistry, Fourth Edition, Hamper Collins College Publisher, New York. Jolly, W. L., 1991, Modern Inorganica Chemistry, 2nd Edition, McGraw-Hill Inc, NewYork. Kayal, A., and Lee, S. C., 2002, “3,3’-Bis(triphenylsilyl)biphenoxide as a Sterically Hindered Ligand on Fe(II), Fe(III), and Cr(II)”, Inorganic Chemistry, Vol 41, 321-330. 54 55 Kemp, W., 1987, Organic Spestroscopy, Second Edition, Macmillan Publisher, London. Khopkar. S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta. Lee, J. D., 1994, Concise Inorganic Chemistry, Fourth Edition, Chapmann and Hall, London. Macias, B., Villa, M. V., Garcia, I., Castineiras, A., Borras, B., and Marin, R.C., 2003, “Copper Complexes with Sulfonamid: Crystal Structure an Interaction with pUC 18 Plasmid and Hydrogen Peroxide”, Inorganica Chemica Acta, Vol 342, 241-246. Madan, R.D., 1987, Modern Inorganic Chemistry. S. Chand and Company Ltd. New Delhi Miessler, G. L. and Tarr, D..A., 1991, Inorganic Chemistry, Prentice Hall, New Jersey. Schunack, V., Mayer, K., Haake, M., 1983, Arneistoffe, Lehrbunch Der Pharmazentisch Chemie, Alih bahasa Wattimena, J. R., dan Soebito, S., 1990, Senyawa Obat, Buku pelajaran Kimia Farmasi, Edisi ke 2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sharpe, A. G., 1992, Inorganica Chemistry, Third Eddition, Oxford University Press, Oxford. Silverstein, R.M., Bassler, G.C., Morril, C., 1986, Penyelidikan Spektrometrik Senyawa Organik, Terjemahan : Hartono, A. J. dan Purba, A. V., Erlangga, Jakarta. Skoog, A., Douglas, H., James, F., 1998, Principles of Instrumental Analysis, Fifth Edition, Thomson Learning Inc, Australia. Sukardjo, 1992, Kimia Anorganik, Bina Aksara, Yogyakarta. Szafran, Z., Pie, R. and Singh, M., 1991, Microscale Inorganic Chemistry, John Willey and Sons Inc. Canada. Syarifudin Nuraini, 1994, Ikatan Kimia, UGM Press. Yogyakarta. Urena, H.F., Paulido, S.B., Moreno, M. N., 1998, “Synthesis and Structural Studies on Metal Nitrat Complex with 1,3-Dimethillumazine and 1,3,6,7Tetramethilumazine: Crystal Structure of Two New Cobalt(II) and Copper(II) Three Dimensionally Hidrogen-Bonded Complexes and 55 56 Cadmium Complex with Unsual Geometry, Inorganica Chemica Acta, Vol 277, 103-110. Wagner, C.C., and Baran, E. J., 2002, Vibration Spectra of Bis(LMethionato)Copper(II), Acta Farm. Bonaerense, Vol. 21, No. 4 , 287-290. Wang, S., Wang, L., Wang, X., and Luo, Q., 1997, Synthesis, Characterization and Crystal Structure of a New Tripodal Ligand Containing Imidazole and Phenolate Moieties and Its Iron(III) Complexes, Inorganica Chemica Acta, Vol 254, 71-77. Wilson and Gisvold, 1982, Textbook of Organic Medicinal and Pharmaceutical Chemistry, 8th edition Harper and Row Publisher, Philadelphia. Zvi and Ronald, M. P., 1991, Inorganic Microscale Laboratory Techniques, John Wiley and Sons, New York. 56 57 LAMPIRAN I Perhitungan Rendemen Hasil Sintesis Kompleks 1. Kompleks tembaga(II) dengan 8-Hidroksikuinolin (HOx) Persamaan reaksi sintesis kompleks tembaga(II) dengan 8-Hidroksikuinolin adalah: CuSO4.5H2O + 2(HOx) [Cu(Ox)2].3H2O + 2H2O + 2H+ + SO42Mula-mula : 1 mmol 2 mmol Bereaksi : 1 mmol 2 mmol Sisa : - 1 mmol - 1 mmol Dari persamaan reaksi di atas diperoleh perbandingan mol: CuSO4.5H2O: 8-Hidroksikuinolin : [Cu(Ox)2].3H2O = 1 : 2 : 1 Dalam sintesis digunakan: CuSO4.5H2O = 1 mmol 8-Hidroksikuinolin = 2 mmol Maka secara stokiometri jumlah [Cu(Ox)2].3H2O yang dihasilkan adalah: 1 mmol = 1.10-3 x 407.917 gmol-1 = 0,408 gr Jumlah [Cu(Ox)2].3H2O hasil percobaan adalah 0,275 gr Re ndemen = 0.275 x100% = 67.53% 0.408 2. Kompleks besi(III) dengan 8-Hidroksikuinolin (HOx) Persamaan reaksi sintesis kompleks besi(II) dengan 8-hidroksikuinolin adalah: [Fe(Ox)3].2H2O + 3H2O +3Cl- + FeCl3.6H2O + 3(HOx) 3H+ Mula-mula : 1 mmol 3 mmol Bereaksi : 1 mmol 3 mmol Sisa : - 1 mmol - 1 mmol Dari persamaan reaksi di atas diperoleh perbandingan mol: FeCl3.6H2O: 8-Hidroksikuinolin: [Fe(Ox)3].2H2O = 1 : 3 : 1 Dalam sintesis digunakan: FeCl3.6H2O = 1 mmol 57 58 [Fe(Ox)3].2H2O = 3 mmol Maka secara stokiometri jumlah [Fe(Ox)3].2H2O yang dihasilkan adalah: 1 mmol = 1.10-3 x 527,347gmol-1 = 0.527 gr Jumlah [Fe(Ox)3].2H2O hasil percobaan adalah 0,382 gr Re ndemen = 0.382 g x100% = 72.41% 0.527 g 58 59 LAMPIRAN 2 Pengukuran Kadar Temabaga dan Besi dalam Kompleks dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SAA) A. Kompleks [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O mbar 1. Kurva standar tembaga Kadar tembaga dalam masing-masing sampel dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut : Konsentrasi Cu (ppm) = Berat Cu(mgr) Volume Laru tan (l) Berat Cu (mgr) = Konsentrasi Cu(ppm) x Volume larutan (l) %Cu = BeratCu ( gr ) x100% Berat sampel ( gr ) 59 60 Tabel lampiran 1. Data dan hasil pengukuran kadar Cu dengan AAS dalam komplek Cu(II)-(8-Hidroksikuinolin) No Volume Berat Sampel Larutan (ml) (mgr) 1 1,4 50 2 2,6 50 3 2,1 50 Konst. Cu Hasil PengUkuran(pp m) Abs Hasil AAS 0,2007 0,2029 0,1958 0,3598 0,3546 0,3639 0,2957 0,2896 0,2848 4,4116 4,4620 4,2995 8,0519 7,9330 8,1458 6,5853 6,4457 6,3359 B. [Fe(III)-(8-Hidroksikuinolin)3].2H2O Gambar 2. Kurva standar tembaga 60 Massa Cu (mgr) 0,2206 0,2231 0,2150 0,4026 0,3966 0,4073 0,3293 0,3223 0,3168 Cu (%) 15,7571 15,9357 15,3571 15,4846 15,2554 15,6654 15,6809 15,3476 15,0857 Ratarata %Cu (15,51 ± 0,4) 61 Kadar besi dalam masing-masing sampel dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut : Konsentrasi Fe(ppm) = BeratFe(mgr ) VolumeLaru tan( L) Berat Fe (mg) = konsentrasi Fe (ppm) x volume larutan (mL) x 10-3 sehingga: % Fe = BeratFe(mgr ) x100% BeratSampel (mgr ) Tabel lampiran 2. No Berat Sampel (mgr) Data dan hasil pengukuran kadar Fe dengan AAS dalam komplek Fe(III)-(8-Hidroksikuinolin) RataMassa Fe Konst. Fe Abs Volume (%) rata Fe Hasil PengHasil Larutan %Co Ukuran(ppm) (mgr) AAS (ml) 1 1,1 50 2 1,4 50 3 1,0 50 0,1068 0,1070 0,1062 0,1351 0,1366 0,1337 0,0992 0,0988 0,0963 61 2,3154 2,3204 2,3004 3,0209 3,0583 2,9860 2,1259 2,1159 2,0536 0,1158 0,1160 0,1150 0,1510 0,1529 0,1493 0,1063 0,1058 0,1027 10,5273 10,5454 10,4545 10,7857 10,9214 10,6643 10,6300 10,5800 10,2700 (10,59 ± 0,3) 62 LAMPIRAN 3 Pengukuran Sampel Kompleks dengan Differential Thermal Analyzer (DTA) Kondisi pengukuran pada penentuan adanya H2O dalam sampel senyawa kompleks ditunjukan dalam tabel : Tabel lampiran 3. Kondisi Pengukuran Sampel Kompleks dengan DTA N o Kondisi CuSO4.5H2O [Cu(Ox)2]. 3H2O FeCl3.6H2O [Fe(Ox)3]. 2H2O 1. Berat Sampel (mg) 26,00 18,00 20,00 18,00 2. Sel Platinum Platinum Platinum Platinum 3. Tekanan Gas Nitrogen Nitrogen Nitrogen Nitrogen 3 3 3 20, 50, 50 20, 50, 50 20, 50, 50 150,300,500 150,300,500 150,300,500 4. Kecepatan Alir 3 (mL/menit) Suhu 20, 50, 50 5. Kecepatan 0 ( C /menit) Suhu 150,300,500 Pemanasan (0C) 62 63 LAMPIRAN 4 Penentuan Momen Magnet Efektif Hasil penentuan kerentanan magnetik kedua kompleks ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel lampiran 4. Hasil Pengukuran Kerentanan Magnetik No Kompleks L (mm) M (g) T (0C) Xg (cgs) 1. [Cu(Ox)2]. 3H2O 17 17 17 0,062 0,067 0,068 25 25 25 3,000. 10-6 2,948. 10-6 3,075. 10-6 2. [Fe(Ox)3]. 2H2O 17 17 17 0,034 0,036 0,035 25 25 25 5,000. 10-6 5,114. 10-6 5,046. 10-6 Keterangan: L = tinggi sampel daalam tabung MSB (mm) M = berat sampel dalam tabung MSB (gram) Xg = kerentanan massa (cgs) T = suhu pada waktu pengukuran (oC) Kerentanan molar (XM) dengan persamaan (15): XM = Xg x Mr……………………………………… (15) Dimana Mr adalah massa molekul relatif dari kompleks yang diukur. Kerentanan yang terkoreksi XA dapat dihitung dengan persamaan (16): XA = XM - XL……………………………………… (16) XL adalah faktor koreksi diamagnetik. Nilai Koreksi diamagnetik untuk beberapa ion adalah sebagai berikut : Cu2+ = -13 x 10-6 c.g.s C = -6 x 10-6 c.g.s H = -2,93 x 10-6 c.g.s 63 64 N = -4,61 x 10-6 c.g.s O = -4,61 x 10-6 c.g.s H2O = -13 x 10-6 c.g.s Besarnya momen magnetik dihitung berdasarkan persamaan: μeff = 2,828 (XA. T)1/2 BM. 1. Kompleks [Cu(Ox)2]. 3H2O Data pertama untuk [Cu(Ox)2]. 3H2O Xg = 3,000. 10-6 cgs Mr = 407,917 XM = Xg x Mr XM = 3,000. 10-6 x 407,917 = 0,001224 c.g.s Koreksi diamagnetik: Cu2+ = 1 x (-13. 10-6) = -13 x 10-6 H2O = 3 x (-13. 10-6) = -39,00 x 10-6 C = 9 x (-6. 10-6) H = 6 x (-2,93. 10-6) = -17,58 x 10-6 N = 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6 O = 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6 = -54,00 x 10-6 ΣXL = -2,136 x 10-4 c.g.s XA = XM - XL = 0,001224 – (-2,136 x 10-4) = 0,00144 c.g.s μeff = 2,828 (XA. T)1/2 BM. = 2,828 (0,00144 x 298,15)1/2 = 1,85 BM Dengan cara yang sama diperoleh harga μeff untuk kompleks [Cu(Ox)2]. 3H2O pada pengukuran kedua dan ketiga sebesar 1,83 BM dan 1,87 BM, sehingga 64 65 harga momen magnet rata-rata kompleks [Cu(Ox)2]. 3H2O adalah 1,85 ± 0,02 BM, seperti ditunjukkan oleh tabel 7 Tabel lampiran 5. Harga μeff pada beberapa Harga Xg dari sampel kompleks [Cu(Ox)2]. 3H2O N Kompleks Mr Xg XM XA μeff o 1 μeff ratarata [[Cu(Ox)2]. 3H2O 407,917 3,000.10-5 0,001224 0,001438 1,85 1,85 ± 2,948. 10-6 0,001202 0,001416 1,83 0,02 3,075. 10-6 0,001468 1,87 0,001254 2. Kompleks [Fe(Ox)3]. 2H2O Data pertama untuk [Fe(Ox)3]. 2H2O Xg = 5,000. 10-6 c.g.s Mr = 527,347 XM = Xg x Mr XM = 5,000. 10-6 x 527,347= 2,637. 10-3 c.g.s Koreksi diamagnetik: Fe3+ = 1 x (-13. 10-6) = -13 x 10-6 H2O = 2 x (-13. 10-6) = -26,00 x 10-6 C = 9 x (-6. 10-6) H = 6 x (-2,93. 10-6) = -17,58 x 10-6 N = 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6 O = 1 x (-4,61. 10-6) = -4,61 x 10-6 = -54,00 x 10-6 ΣXL = -2,814 x 10-4 c.g.s XA = XM - XL = 2,637. 10-3 – (-2,814. 10-4) = 2,918.10-3 cgs 65 66 μeff = 2,828 (XA. T)1/2 BM. = 2,828 (2,918.10-3 x 298,15)1/2 = 2,64 BM Dengan cara yang sama diperoleh harga μeff untuk kompleks [Fe(Ox)3]. 2H2O pada pengukuran kedua dan ketiga sebesar 2,65 BM dan 2,66 BM, sehingga harga momen magnet rata-rata kompleks [Fe(Ox)3].2H2O adalah 2,65 ± 0,01 BM, seperti ditunjukkan oleh Tabel 8. Tabel lampiran 6. Harga μeff pada beberapa Harga Xg dari sampel kompleks [Fe(Ox)3]. 2H2O No 1 Kompleks [Fe(Ox)3]. 2H2O Mr Xg XM XA μeff 527,347 5,000.10-6 2,637.10-3 2,918.10-3 2,64 μeff ratarata 2,65 ± 5,046.10-6 2,661.10-3 2,942.10-3 2,65 0,01 5,114.10-6 2,697.10-3 2,978.10-3 2,66 66 67 LAMPIRAN 5 Pengukuran Daya Hantar Listrik dengan Konduktivitimeter k = daya hantar (μS. cm-1) harga Λ pada Tabel 7 diperoleh dari persamaan: Tabel lampiran 7. Daya Hantar Listrik Larutan Standar dan Sampel Kompleks dalam Metanol K K* -1 (μScm ) (μScm-1) ^*m Kat : (Scm2mol-1) Ani N o. Larutan Pelarut C (M) 1 Metanol - - - - - - 2 NiSO4.6H2O 10-3 6 6 6 1: 1 3 CuSO4.5H2O Metanol Metanol 10-3 5 5 5 1: 1 CuCl2.5H2O Metanol -3 112 112 112 1: 2 AlCl3.6H2O Metanol -3 205 205 205 1: 3 FeCl3.6H2O Metanol -3 200 200 200 1: 3 7 Cu(II)-(8hidroksikuinolin) Metanol 10 -4 0 0 0 - 9 Fe(III)-(8hidroksikuinolin) Metanol 10-4 0 0 0 - 4 6 7 10 10 10 k∗ Λ= 1000C Keterangan: k* = daya hantar spesifik terkoreksi = K - Kpelarut (μS. cm-1) Λ = daya hantar molar (S.cm2.mol-1) C = konsntrasi larutan (mol. L-1) 67 68 LAMPIRAN 6 Perhitungan Nilai Absorptivitas Molar Hukum Lambert-Beer menyatakan: A = ε. b. C Keterangan: A = absorbansi ε = absorptivitas molar (L. mol-1. cm-1) b = jarak yang ditempuh sinar (cm) C = konsentrasi (mol. L-1) Maka dapat dihitung besarnya aborptivitas molar 8-hidroksikuinolin FeCl3.6H2O, CuSO4.5H2O, [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O. 1. 8-Hidroksikuinolin Pada λmak = 309 nm A = 0,7290 b = 1 cm C = 3,14. 10-4 M Maka: ε = 0,729 A = = 2321,65 L−1mol cm −1 −4 b.C 3,14.10 Pada λmak = 318 nm A = 0,7002 b = 1 cm C = 3,14. 10-4 M Maka: ε = A 0,7002 = = 2229.94 L−1mol cm −1 −4 b.C 3,14.10 2. CuSO4.5H2O Pada λmak = 819 nm A = 0,0466 68 dan 69 b = 1 cm C = 1,25. 10-3 Maka: ε = A 0,0466 = = 97,399 L−1mol cm −1 b.C 1,25.10 − 3 3. [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O Pada λmak = 316,5 nm A = 0,3721 b = 1 cm C = 1,82. 10-4 M Maka: ε = 0,3721 A = = 2044,50 L−1mol cm −1 −4 b.C 1,82.10 Pada λmak = 333,5 nm A = 0,4403 b = 1 cm C = 1,82. 10-4 M Maka: ε= 0,4403 A = = 2419,23 L−1mol cm −1 −4 b.C 1,82.10 Pada λmak = 388,5 nm A = 0.9730 llll b = 1 cm C = 1,82. 10-4 M Maka: ε = A 0,9730 = = 5346,15 L−1mol cm −1 b.C 1,82.10 − 4 Pada λmak = 605 nm A = 0.0170 b = 1 cm C = 1,82. 10-4 M 69 70 Maka: ε = A 0,0170 = = 93,4066 L−1mol cm −1 −4 b.C 1,82.10 4. FeCl3.6H2O Pada λmak = 316 nm A = 0,1057 b = 1 cm C = 3,07. 10-4 M Maka: ε = A 0,1057 = = 344,30 L−1mol cm −1 b.C 3,07.10 − 4 5. [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O Pada λmak = 310 nm A = 0,9955 b = 1 cm C = 2,6. 10-4 M Maka: ε = 0,9955 A = = 3828,85 L−1mol cm −1 −4 b.C 2,6.10 Pada λmak = 359,5 nm A = 0,8828 b = 1 cm C = 2,6. 10-4 M Maka: ε = A 0,8828 = = 3395,38 L−1mol cm −1 b.C 2,6.10 − 4 Pada λmak = 453,50 nm A = 0,6717 b = 1 cm C = 2,6. 10-4 M Maka: 70 71 ε = A 0,6717 = = 2583,46 L−1mol cm −1 −4 b.C 2,6.10 Pada λmak = 576,5 nm A = 0,5207 b = 1 cm C = 2,6. 10-4 M Maka: ε = A 0,5207 = = 2002,69 L−1mol cm −1 b.C 2,6.10 − 4 71 72 LAMPIRAN 7 Perhitungan Energi Transisi 10 Dq Besarnya energi transisi 10 Dq diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut: υ = 1/λ cm-1 Energi transisi 10 Dq = υ x 1 kJmol-1/ 86,3 cm-1 A. CuSO4.5H2O λ = 819 nm υ = 12210,012 cm-1 Energi transisi 10 Dq = 12210,012 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1) = 146,053 kJmol-1 B. [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O λ = 605 nm υ = 16528,925 cm-1 Energi transisi 10 Dq = 16528,925 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1) = 197,714 kJmol-1 C. FeCl3.6H2O λ = 355 nm υ = 28169,901 cm-1 Energi transisi 10 Dq = 28169,901 cm-1 x (1 kJ mol-1/83,6 cm-1) = 336,950 kJmol-1. D. [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O Pada kompleks [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O transisi d-d tidak teramati maka Energi transisi 10 Dq tidak dapat ditentukan 72 73 LAMPIRAN 8 Spektra Infra Merah Gambar lampiran 3 . Spektra Infra Merah Ligan 8-hidroksikuinolin 73 74 Gambar lampiran 4. Spektra Infra Merah [Cu(8-hidroksikuinolin)2].3H2O 74 75 Gambar lampiran 5. Spektra Infra Merah [Fe(8-hidroksikuinolin)3].2H2O 75