KONSEP BAHAGIA: ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN PLATO SURURUDIN Abstrak Artikel ini membahas tentang kebahagiaan menurut filsuf Yunani Plato. Penulis berpendapat bahwa kebahagiaan menurut Plato tidak terlepas dari pemikiran etikanya, karena pendapat tentang kebahagiaan Plato ada pada pendapatnya tentang etika. Etika atau ethik yang berarti baik adalah sesuatu yang berharga untuk suatu tujuan. Sebaliknya, yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan. Sesuatu itu baik bagi seseorang bila hal tersebut sesuai dan berguna untuk tujuannya. Walau tujuan seseorang atau golongan berbeda, semua punya akhir sama, yaitu ingin baik dan bahagia. Menurut Plato, kebaikan tertinggi adalah kebahagiaan. Kata Kunci: Plato, kebahagiaan, etika, tujuan. Pendahuluan Setiap manusia normal memiliki pemikiran bahwa hidup ini adalah mencari kebahagiaan. Namun dambaan kebahagiaan tentu tidak serta merta dapat diperoleh begitu saja tanpa melakukan apa pun. Karena itu, untuk mendapatkan kebahagiaan, seseorang harus berusaha dengan berbagai cara agar bisa mendapatkan, merasakan, dan memanfaatkan kebahagiaan. Konsep bahagia telah banyak diusulkan oleh pemikir-pemikir zaman dulu dari segala segi dan bentuk, sehingga lahirlah aliran-aliran pemikiran yang hkusus mempersoalkan kebahagiaan seperti aliran hedonisme, utilitarisme, dan deontologi. Dari aliran hedonisme (hedone=kesenangan), tokoh pertama yang mengajarkan konsep ini adalah Demokritos (400–300 SM). Dia memandang bahwa kesenangan merupakan tujuan pokok dalam kehidupan. Sementara utilitarisme adalah aliran yang memandang baik-buruk perbuatan 112 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010 ditinjau dari sudut pandang kuantitas, besar-kecil manfaat; dan deontologi memandang bahwa kebahagiaan cocok dengan pengalaman moral, terutama yang berhubungan dengan hati nurani. Sokrates (470–399 SM) dalam Rappar1 mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan. Plato, murid Sokrates, membahas tentang kesenangan dari sudut pandang psikologi, sebagaimana juga dilakukan terhadap etika. Plato banyak berdiskusi tentang nilai-nilai dan tabiat kesenangan dalam buku Republic, Temaues, dan Philabus, di mana Plato memberi anggapan tentang apa itu kesenangan. Konsep kebahagiaan yang dibahas pemikir-pemikir tempo dulu memiliki dasar rasionalitas tinggi, sehingga argumentatif dan sulit dibantah. Namun demikian, tidak ada konsep yang sempurna sehingga, hemat penulis, konsep-konsep pemikiran bahagia harus diambil secara cermat agar manusia bisa memeroleh kebahagiaan hidup. Menulis seluruh konsep pemikiran bahagia dari para pemikir tempo dulu secara keseluruhan tentu sulit diwujudkan. Karena itu, penulis hanya menelusuri salah satu tokoh pemikir saja, yakni Plato. Riwayat Hidup Plato Plato adalah salah satu murid dan sekaligus teman Sokrates,2 karena itu pendapat Plato sering memperkuat pendapat Sokrates. Tempat dan tahun kelahiran Plato tidak diketahui pasti. Ada yang mengatakan Plato lahir di Athena, namun ada juga yang menyebut lahir di Pulau Aegina. Begitu juga tahun kelahirannya, ada yang mengatakan 428 SM dan ada juga yang menulis 427 SM.3 Setelah Sokrates meninggal dunia, Plato pergi dari Athena. Inilah permulaan Plato mengembara selama kurang-lebih 12 tahun, dari tahun 399 sampai 387 SM. Pertama kali dia mengembara ke Megara, 1 2 3 Jan Hendrik Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000). Dikc Hartoko, Kamus Populer Filsafat, ( Jakarta: Rajawali, 1986). Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato. Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” | 113 tempat kelahiran Euklides, seorang pengikut Sokrates, dan mengajarkan filsafat. Dari Megara, dia pergi ke Kyrene dan memperdalam pengetahuan tentang matematika pada seorang guru bernama Theodoros. Di tempat itu juga Plato mengajarkan filsafat dan menulis buku.4 Selanjutnya Plato pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa di Pulau Sisilia, yang waktu itu diperintah seorang tiran bernama Dyonisius. Dyonisius mengajak Plato tinggal di istananya, karena ia bangga jika di antara orang yang mengelilinginya terdapat pujangga yang tersohor namanya. Di sinilah Plato kenal dengan ipar Dyonisius yang masih muda belia bernama Dion, yang akhirnya menjadi sahabat karibnya. Di antara mereka terdapat kata sepakat untuk memengaruhi Dyonisius dengan ajaran filsafat agar tercapai perbaikan sosial kemasyarakatan. Keyakinan yang tertanam dalam diri Plato adalah bahwa kesengsaraan di dunia akan berakhir bila filsuf menjadi raja atau raja merupakan filsuf. Ajaran Plato yang menitikberatkan kepada moral dan segala perbuatan lambat-laun menjemukan Dyonisius, yang pada akhirnya menuduh Plato berbahaya bagi kerajaannya. Dari sini dihembuskan kabar bahwa Plato adalah bekas murid Anikes yang membahayakan kerajaan. Kedatangan Plato karena ditebus raja. Peristiwa itu diketahui para sahabat dan pengikut Plato di Athena. Akhirnya mereka mengumpulkan uang untuk mengganti harga penebus yang dibayarkan raja tetapi ditolak dengan ungkapan bahwa mereka saja yang punya hak memelihara seorang Plato. Akhirnya uang yang dikumpulkan dibelikan sebidang tanah dan diserahkan kepada Plato untuk dijadikan sekolah tempat ia mengajar filsafat. Tempat tersebut diberi nama Akademia. Di sanalah Plato sejak umur 40 tahun mengajarkan filsafat dan mengarang buku-buku yang tersohor sepanjang masa.5 4 5 A. Epping, dkk, Filsafat Ensie, (Bandung: Jemmars, 2003). Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato. 114 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010 Pada 367 SM, setelah menetap di Akademia, Plato menerima undangan dan desakan dari Dion untuk datang lagi ke Sirakusa, karena raja Dyonisius yang jahat sudah meninggal dan digantikan anaknya yang bernama Dyonisius II. Sahabatnya itu berharap agar Plato mendidik dan mengajar raja yang masih muda tentang pandangan filosofis dan kewajiban pemerintah kepada rakyat. Plato yang bercita-cita menerapkan teori pemerintahannya akhirnya datang kembali ke Sirakusa. Plato disambut dan diterima raja dengan gembira, tetapi bagi raja filsafat tidak menarik. Pada akhirnya intrik fitnah dan hasutan merajalela di lingkungan kerajaan, muaranya Dion dibenci raja dan dibuang ke luar Sisilia. Plato berusaha membela sahabatnya namun tidak berhasil, dan akhirnya Plato berusaha kembali ke Athena. Enam tahun kemudian, tepatnya pada 361 SM, hati Plato tergerak untuk kembali lagi ketiga kalinya ke Sirakusa. Raja memandang, merupakan kehormatan bila seorang filsuf yang begitu tersohor berada di istananya. Maksud kedatangan Plato adalah ingin mendamaikan kembali pertentangan antara Dyonisius II dan sahabatnya, Dion, dan berusaha meyakinkan kembali agar Dion boleh kembali lagi ke Sirakusa. Maksud itu juga tidak berhasil. Sang filsuf akhirnya kembali lagi ke Athena. Sejak itu dia memusatkan perhatian pada Akademia. Hatta mengatakan Plato sebagai: Pandai berbuat, ia dapat belajar seperti Solon dan mengajar seperti Sokrates, ia pandai mendidik pemuda yang ingin belajar dan dapat memikat hati dan perhatian sahabat-sahabat pada dirinya, murid-muridnya begitu sayang padanya seperti ia sayang kepada mereka, dia itu bagi mereka adalah sahabat, guru, dan penuntun.6 Ketika salah satu muridnya merayakan pernikahan, Plato diundang dan datang. Saat itu, menurut catatan, Plato yang berusia 80 tahun menunggu acara jamuan malam. Setelah larut, Plato mengundurkan diri dari acara jamuan dan pindah ke sudut yang sepi di tempat 6 Muhammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, ( Jakarta: Tintamas, 1980). Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” | 115 tersebut. Di tempat itulah Plato tidur untuk selama-lamanya dan tidak bangkit lagi. Pada pagi harinya seluruh Athena mengantarkannya ke peristirahatan terakhir. Plato tidak pernah menikah dan tidak punya anak. Ia meninggal pada 347 SM. Selanjutnya keponakannya, Speusippos, melanjutkan mengurus Akademia.7 Pemikiran Plato Pemikiran Plato secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga pemikiran besar: ide, etika, dan negara republik. 1. Ide. Filsafat Plato seluruhnya tertumpu pada ajarannya tentang ide. Plato percaya bahwa ide adalah realitas sebenarnya dari segala sesuatu yang ada yang dapat dikenal dan diketahui lewat pancaindra. Pohon, bunga, manusia, hewan, dan lain-lain akan mati dan berubah, tetapi “ide” pohon, bunga, manusia, hewan, dan lain-lain tidak pernah berubah, karena ide adalah realitas yang sebenarnya atau keberadaan ada yang sesungguhnya. Bagi Plato, ide bukan sekadar gagasan atau gambaran yang berada di dalam pemikiran manusia. Plato membandingkan ide kebaikan dengan matahari. Jika cahaya matahari menjadikan benda konkret di dunia yang visibel dan merupakan sumber kehidupan, pertumbuhan, serta nilai, ide kebaikan memberikan kebenaran yang membuat bentuk menjadi dapat dinalar dan merupakan sumber keberadaan dan kebaikan. Kebaikan merupakan nilai tertinggi yang merupakan sumber dari nilai-nilai lainnya. Ide kebaikan merupakan konsepsi Plato atas hal yang absolut, prinsip sempurna dari segala realitas, kebenaran, dan nilai-nilai. Selama 2.000 tahun, ketika manusia berpikir mengenahi Tuhan, mereka memimpikan akan adanya garis pembagi dan menapak keluar dari gua melalui kekuatan akal dan 7 Hatta, Alam Pikiran Yunani. 116 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010 kekuatan cinta menuju ide kebaikan Plato.8 Ide bukanlah sesuatu yang subjektif, yang tercipta oleh daya pikir manusia. Karena itu keberadaan ide tidak bergantung pada daya pikir manusia. Sebagai realitas yang sebenarnya, bagi Plato, ide bersifat objektif. Keberadaannya tidak bergantung pada daya pikir manusia. Ide mandiri, abadi, dan tidak berubah-ubah.9 Dapat dikatakan bahwa dunia ide bagi Plato merupakan suatu realitas yang objektif. Karena itu idealisme Plato bisa disebut dengan idealisme realitas, karena berdasar pada pemikiran-pemikiran riil. Plato dengan ajaran ide yang lepas dari objek, yang masih ada dalam alam ide, memperkuat pendapat Sokrates. Seperti gurunya juga, Plato berpendapat bahwa selain kebenaran yang umum, ada juga kebenaran khusus, yaitu konkretisasi ide di alam. Kucing di alam ide, misalnya, merupakan kebenaran umum. Sedangkan kucing hitam di rumah seseorang merupakan kebenaran khusus. 2. Etika Etika menurut Plato merupakan filsafat atau etika moral. Etika moral bisa diartikan sebagai cabang filsafat yang membahas alam kebaikan dan kejahatan, baik-buruk, tugas atau kewajiban. Plato membenarkan adanya kebaikan tertinggi bagi manusia. Sifatnya absolut, abadi dan tak terbantahkan, dapat diketahui dan rasional.10 Sebagaimana telah diuraikan, dunia sesungguhnya bagi Plato adalah dunia ide. Ide kebaikan merupakan ide tertinggi yang ada di dunia ide; merupakan realitas sebenarnya. Sedangkan segala sesuatu yang ada di dunia indrawi hanya realitas bayangan. Agar manusia siap kembali ke dunia ide, selama hidup di dunia indrawi, manusia harus memiliki pengetahuan yang disempurnakan oleh pengertian yang seluas-luasnya dan sedalam- 8 9 10 TZ. Lavine, Plato: Kebajikan adalah Pengetahuan, (Yogyakarta: Jendela, 2003). Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato. Lavine, Plato. Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” | 117 dalamnya. Plato memandang kebaikan tertinggi untuk manusia adalah kebahagiaan atau ketenteraman yang didapat dari pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan akal. Menurut etika Plato, kebajikan atau perbuatan baik dalam kehidupan merupakan tindakan yang mengalir dari pengetahuan tentang jiwa triparti, bentuk, dan ide kebaikan.11 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil pemikiran Plato tentang etika adalah bila manusia ingin mencapai kebahagiaan, ia harus mengupayakan dengan cara meraih pengetahuan yang benar. Karena itu, untuk meraih kebahagiaan, sesorang harus berbuat kebaikan. 3. Negara Republik Pandangan Plato tentang republik menampilkan pandangan filsafat alam kebenaran, keindahan, dan kebaikan yang abadi di atas pergeseran pandangan yang berubah-ubah. Plato menyebutkan bahwa melalui kecintaan terhadap kebenaran dan kekuatan akal, manusia akan bisa mengetahui esensi dari segalanya. Dengan ide kebaikan dan pengetahuan etika, akan tercipta dan terbangun masyarakat ideal. Ini janji dari republik Plato.12 Dalam buku Republik, tujuan hidup Plato tergambar oleh pendapatnya tentang pembinaan negara, masyarakat, dan pendidikan. Plato hidup pada masa Athena. Ia memilih jalan turun setelah mencapai kedudukan yang dan gemilang dalam segala lapangan kehidupan. Pertentangan antara kaya dan miskin sangat terlihat. Karena itu, pertentangan politik juga hebat. Kekuasaan aristokrasi, oligarki, dan demokrasi datang berganti. Dengan tidak dapat mendudukkan pemerintahan yang stabil, menurut Plato, nasib Athena hanya dapat tertolong dengan mengubah sama sekali dasar hidup rakyat dan 11 12 Lavine, Plato. Lavine, Plato. 118 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010 sistem pemerintahan. Itulah alasan Plato menciptakan negara yang ideal. Kebahagiaan Menurut Plato Kebahagiaan menurut Plato tidak terlepas dari pemikiran etikanya, karena pendapat tentang kebahagiaan Plato ada pada pendapatnya tentang etika. Etika atau ethik yang berarti baik adalah sesuatu yang berharga untuk suatu tujuan. Sebaliknya, yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan. Yang merugikan atau mengakibatkan tidak tercapainya tujuan adalah tidak baik atau “buruk”. Sebagaimana pengertian “benar dan salah”, pengertian “baik dan buruk” subjektif dan relatif, tergantung individu yang memandangnya. Baik bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu itu baik bagi seseorang bila hal tersebut sesuai dan berguna untuk tujuannya. Hal sama mungkin buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak berguna bagi tujuannya. Orang-orang memiliki tujuan masing-masing. Tujuan yang berbeda mungkin saling bertentangan, sehingga yang berharga bagi orang atau suatu golongan berbeda dari orang atau golongan lain. Akan tetapi secara objektif, walau tujuan seseorang atau golongan berbeda, akhirnya semua punya tujuan sama, yaitu ingin baik dan bahagia. Menurut Plato, kebaikan tertinggi adalah “kebahagiaan”. Lavine13 menjelaskan bahwa bagi Plato kebaikan tertinggi untuk manusia adalah kebahagiaan dan ketenteraman yang didapat dari pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan akal. Kebajikan menurut Plato adalah perbuatan baik dalam kehidupan. Hal ini merupakan tindakan yang mengalir dari pengetahuan tentang jiwa triparti, bentuk, dan kebaikan. Filsafat Plato bukan hanya bersumber dari pemikiran pra-Sokratik, tetapi juga pada ajaran sofis. Ajaran Plato di samping kebahagiaan 13 Lavine, Plato. Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” | 119 adalah ajaran tentang etika. Seperti dijelaskan Robert, 14 Plato memberikan pemikiran tentang etika, meliputi semua tindak pribadi dan kelompok yang dapat diterima, mulai aturan, sopan santun seharihari, sampai pendirian untuk menentukan pekerjaan, siapa yang menjadi sahabat, cara-cara berhubungan dengan keluarga, dan orang lain. Sebaliknya, moralitas lebih khusus merupakan bagian dari hukum etika. Gunanya khusus, seperti orang yang tidak memenuhi janji baik perbuatan maupun lisan dianggap orang yang tidak dapat dipercaya atau tidak etis. Berbagai masalah etika telah ada dan akan selalu ada bersama kehidupan manusia. Masalah etika tidak akan lenyap begitu saja, sekalipun masalah ini tidak banyak dibahas oleh filsafat. Walau filsafat merupakan induk dari etika filsafat atau filsafat moral, tidak banyak memberikan pemikiran tentang cara menangani masalah-masalah etika. Padahal, untuk memeroleh suatu kebahagiaan juga harus beretika. Plato menyamakan manusia dengan penghuni gua yang ditakdirkan untuk menganggap bayang-bayang sebagai kenyataan. Sesudah manusia dibebaskan dari kebohongannya, manusia belajar melihat benda-benda yang disinari matahari dan kemudian melihat matahari.15 Bahagia sangat erat hubungannya dengan etika dan moral. Menurut Robert,16 etika dan moral harus berdasarkan cinta, karena cinta merupakan dasar satu-satunya untuk kehidupan. Dan memang cinta telah menjadi fokus pemikiran selama berabad-abad. Para penyair mengumandangkan bahwa cinta adalah segala-galanya. Sementara Plato memandang bahwa bahagia bukan hanya karena cinta, tetapi bahagia erat hubungannya dengan keadilan. Oleh sebab 14 15 16 Robert C. Solomon dan Andre Karo-karo, Etika: Suatu Pengantar, ( Jakarta: Erlangga, 2005). Epping, dkk., Filsafat Ensie. Solomon dan Karo-karo, Etika. 20 21 Lavine, Plato. Lavine, Plato. 120 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010 itu Plato mengajarkan konsep negara demokrasi. Menurut Muchtar,17 keadilan terjadi pada diri manusia melalui tiga daya (kuasa), yaitu daya tutur, daya syahwat, dan daya marah. Ketiga daya itu dikendalikan oleh tiga keutamaan seperti hikmah, menahan diri, dan keberanian. Seseorang yang bijaksana (mempunyai hikmah) hendaklah menahan diri dan tidak suka pada kelezatan dan tidak tunduk pada syahwat dan daya marah. Daya marah bila tunduk kepada akal, terjelmalah keadilan. Orang yang adil senantiasa bahagia, walaupun ditimpa bencana dan jauh dari kelezatan, sebab bahagia erat hubungannya dengan keadilan, jadi bahagia inilah kebaikan tertinggi menurut Plato. Plato berfilsafat bahwa tujuan hidup manusia adalah kehidupan yang senang dan bahagia untuk memeroleh kesenangan dan kebahagiaan; manusia harus mengupayakan hal tersebut. Menurut Plato, kesenangan dan kebahagiaan bukan pemuasan nafsu hidup di dunia (indrawi), tetapi kesenangan dan kebahagiaan dua dunia, yaitu indrawi dan dunia ide. Menurut Plato, dunia yang sesungguhnya adalah dunia ide. Oliver Leaman 18 menjelaskan bahwa akal-teori sophia adalah puncak kegiatan yang tertinggi dan kebahagiaan terletak pada olah akal. Akal bagi Plato adalah sumber nilai satu-satunya. Untuk mencapai kebahagiaan, maka akal harus digunakan dan diolah maksimal. Teori lain adalah eudaimonia, diterjemahkan dengan wellbeing, searti dengan kesejahteraan atau keadaan yang baik. Kebanyakan manusia tidak mampu mencapai kebaikan secara sempurna, kecuali orang-orang yang mampu mengadakan renungan rasional atau renungan akal yang dapat menemukan kebaikan dan kebahagiaan. Dalam hal ini Plato menempatkan akal pada posisi yang tinggi. 17 18 Muchtar Lintang, Kuliah Islam: Tentang Etika dan Keadilan Sosial, ( Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Abad Pertengahan, terj. M. Amin Abdullah, ( Jakarta: Rajawali, 2004). Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” | 121 Plato mengatakan bahwa ide kebaikan secara universal menciptakan segala yang indah dan benar dan sumber kebenaran adalah akal. Penjelasan-penjelasan di atas menggambarkan bahwa hanya orang yang bijaksana dan berbudi baiklah yang akan dapat memahami segala sesuatu yang beraneka ragam, yang selalu berubah-ubah di dunia indrawi. Pemahaman dunia indrawi melalui jalan yang benar dapat menuntun manusia menjadi bijaksana dan berbudi sampai kepada pengenalan ide-ide yang akan membawa kepada kebenaran dan kebahagiaan yang sejati. Muchtar19 menjelaskan bahwa manusia sebaiknya senantiasa berupaya menghadirkan dunia ide. Dengan ide tertingginya, manusia dapat menemukan ide kebaikan dan kebajikan di tengah kehidupan di dunia indrawi. Upaya seperti itu hanya mungkin terwujud bila manusia memiliki pengetahuan yang benar. Itulah sebabnya manusia harus berupaya memeroleh pengetahuan yang benar, karena merupakan kunci utama untuk memeroleh dan mencapai kesenangan dan kebahagiaan sesungguhnya. Dari konsep-konep tersebut, dapat dikatakan bahwa karena pendapat Plato manusia berasal dari dunia ide, tujuan di dunia tidak terus-menerus ada di dunia indrawi (dunia bayang-bayang) saja, tetapi harus kembali ke asal untuk selama-lamanya, yakni alam ide, dengan ide tertinggi ide kebaikan atau kebahagiaan, Di samping itu, Plato juga sering membahas tentang kesenangan secara psikologis sebagaimana tentang persolanan etika dan bahagia. Plato menganggap bahwa kesenangan bermacam-macam, lebih dari sekadar pemenuhan kebutuhan seperti makan bila lapar dan istirahat bila capai. Kesenangan adalah proses pemulihan pada suatu kondisi alam. Penjelasan tersebut menegaskan bahwa kebahagiaan dan kebaikan subjektif, tergantung siapa dan bagaimana seseorang memandangnya. 19 Muchtar Lintang, Kuliah Islam: Tentang Etika dan Keadilan Sosial, ( Jakarta: Bulan Bintang, 2005). 122 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010 Banyak orang memandang kebahagiaan dan kebaikan dengan cara masing-masing, seperti sebagian orang memandang kesehatan adalah kebahagiaan dan kesenangan, sementara sebagian yang lain menyetarakan kebahagiaan dan kesenangan dengan kekayaan. Itu artinya pandangan orang tentang kebahagiaan dan kesenangan subjektif. Sementara itu, Plato konsisten dengan pendapatnya bahwa kebahagiaan dan kebaikan ada dalam alam ide. Karena itu, kebahagiaan dan kesenangan abadi dan tidak hilang, walaupun orang-orang sudah tidak ada di dunia indrawi seperti dunia ini. Selanjutnya Lavine mengatakan bahwa kesenangan bukanlah puncak kebaikan manusia. Jika Anda mengejar kesengan sebagai kebahagiaan tertinggi, sebagai puncak moralitas Anda, itu akan menghancurkan diri Anda.20 Mengapa kesenangan dan kepuasan nafsu badaniyah tidak menjadi kebaikan tertinggi manusia? Menurut Plato, kebaikan tertinggi bagi segalanya. Manusia maupun bukan manusia terdapat dalam pemenuhan sifat alami masing-masing dalam menghidupi bentuk dan esensinya. Lavine21 menyimpulkan bahwa menurut Plato kesenangan bukan puncak kebahagiaan, karena kesenangan bukan puncak kebaikan manusia. Dalam pandangan Plato, puncak kebaikan tertinggi adalah kebahagiaan. Dapat dikatakan bahwa menurut Plato, kebaikan tertinggi bagi manusia adalah kebahagiaan yang didapat dari pemenuhan tiga bagian jiwa manusia (akal, ruh, dan nafsu) di bawah aturan akal. Kemudian kebajikan menurut Plato adalah perbuatan baik dalam kehidupan. Hal ini merupakan tindakan yang mengalir dari pengetahuan tentang jiwa triparti, bentuk, dan ide kebaikan. Konsep-konsep yang telah dikutip di atas dengan jelas menegaskan bahwa kebahagiaan sesungguhnya menurut Plato adalah kebaikan tertinggi yang didapat dari pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah 20 21 Lavine, Plato. Lavine, Plato. Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” | 123 aturan akal. Tiga bagian jiwa tersebut bisa didominasi oleh akal, elemen ruh, dan nafsu. Jiwa yang didominasi akal dan tujuannya adalah kebenaran dan kebijaksanaan, jiwa yang didominasi elemen ruh dan tujuannya adalah keberhasilan serta pengakuan umum, dan jiwa yang didominasi nafsu badaniyah adalah yang bertujuan hidup untuk uang dan harta. Karena itu, kebahagiaan menurut Plato adalah kebahagiaan yang didapat dari pemenuhan tiga unsur jiwa yang diatur oleh akal. Kesimpulan Setelah menelusuri konsep-konsep tentang kebahagiaan menurut Plato, dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan Plato kebahagiaan didapat dari pemenuhan tiga unsur jiwa, yakni akal, ruh, dan nafsu. Tiga unsur jiwa tersebut tergantung pada unsur yang mendominasi. Kalau tiga unsur jiwa tersebut bisa diatur akal, menurut Plato, manusia akan memeroleh kebahagiaan tertinggi. 124 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010 Daftar Pustaka Epping, A., dkk, Filsafat Ensie, (Bandung: Jemmars, 2003). Hartoko, Dick, Kamus Populer Filsafat, ( Jakarta: Rajawali, 1986). Hatta, Muhammad, Alam Pikiran Yunani, ( Jakarta: Tintamas, 1980). Lavine, TZ, Plato: Kebajikan adalah Pengetahuan, (Yogyakarta: Jendela, 2003). Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam: Abad Pertengahan, terj. M. Amin Abdullah, ( Jakarta: Rajawali, 2004). Lintang, Muchtar, Kuliah Islam: Tentang Etika dan Keadilan Sosial, ( Jakarta: Bulan Bintang, 2005). Rappar, Jan Hendrik, Pengantar Filsafat Politik Plato, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000). Solomon, Robert C. dan Andre Karo-karo, Etika: Suatu Pengantar, ( Jakarta: Erlangga, 2005).