konsep bahagia: analisis terhadap pemikiran plato

advertisement
KONSEP BAHAGIA: ANALISIS TERHADAP
PEMIKIRAN PLATO
SURURUDIN
Abstrak
Artikel ini membahas tentang kebahagiaan menurut filsuf Yunani Plato.
Penulis berpendapat bahwa kebahagiaan menurut Plato tidak terlepas dari
pemikiran etikanya, karena pendapat tentang kebahagiaan Plato ada pada
pendapatnya tentang etika. Etika atau ethik yang berarti baik adalah sesuatu
yang berharga untuk suatu tujuan. Sebaliknya, yang tidak berharga, tidak
berguna untuk tujuan. Sesuatu itu baik bagi seseorang bila hal tersebut
sesuai dan berguna untuk tujuannya. Walau tujuan seseorang atau golongan
berbeda, semua punya akhir sama, yaitu ingin baik dan bahagia. Menurut
Plato, kebaikan tertinggi adalah kebahagiaan.
Kata Kunci: Plato, kebahagiaan, etika, tujuan.
Pendahuluan
Setiap manusia normal memiliki pemikiran bahwa hidup ini adalah
mencari kebahagiaan. Namun dambaan kebahagiaan tentu tidak serta
merta dapat diperoleh begitu saja tanpa melakukan apa pun. Karena
itu, untuk mendapatkan kebahagiaan, seseorang harus berusaha
dengan berbagai cara agar bisa mendapatkan, merasakan, dan
memanfaatkan kebahagiaan.
Konsep bahagia telah banyak diusulkan oleh pemikir-pemikir
zaman dulu dari segala segi dan bentuk, sehingga lahirlah aliran-aliran
pemikiran yang hkusus mempersoalkan kebahagiaan seperti aliran
hedonisme, utilitarisme, dan deontologi. Dari aliran hedonisme
(hedone=kesenangan), tokoh pertama yang mengajarkan konsep ini
adalah Demokritos (400–300 SM). Dia memandang bahwa
kesenangan merupakan tujuan pokok dalam kehidupan. Sementara
utilitarisme adalah aliran yang memandang baik-buruk perbuatan
112
| Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
ditinjau dari sudut pandang kuantitas, besar-kecil manfaat; dan
deontologi memandang bahwa kebahagiaan cocok dengan pengalaman
moral, terutama yang berhubungan dengan hati nurani.
Sokrates (470–399 SM) dalam Rappar1 mengatakan bahwa tujuan
hidup manusia adalah kebahagiaan. Plato, murid Sokrates, membahas
tentang kesenangan dari sudut pandang psikologi, sebagaimana juga
dilakukan terhadap etika. Plato banyak berdiskusi tentang nilai-nilai
dan tabiat kesenangan dalam buku Republic, Temaues, dan Philabus,
di mana Plato memberi anggapan tentang apa itu kesenangan.
Konsep kebahagiaan yang dibahas pemikir-pemikir tempo dulu
memiliki dasar rasionalitas tinggi, sehingga argumentatif dan sulit
dibantah. Namun demikian, tidak ada konsep yang sempurna
sehingga, hemat penulis, konsep-konsep pemikiran bahagia harus
diambil secara cermat agar manusia bisa memeroleh kebahagiaan
hidup.
Menulis seluruh konsep pemikiran bahagia dari para pemikir
tempo dulu secara keseluruhan tentu sulit diwujudkan. Karena itu,
penulis hanya menelusuri salah satu tokoh pemikir saja, yakni Plato.
Riwayat Hidup Plato
Plato adalah salah satu murid dan sekaligus teman Sokrates,2 karena
itu pendapat Plato sering memperkuat pendapat Sokrates. Tempat dan
tahun kelahiran Plato tidak diketahui pasti. Ada yang mengatakan
Plato lahir di Athena, namun ada juga yang menyebut lahir di Pulau
Aegina. Begitu juga tahun kelahirannya, ada yang mengatakan 428
SM dan ada juga yang menulis 427 SM.3
Setelah Sokrates meninggal dunia, Plato pergi dari Athena. Inilah
permulaan Plato mengembara selama kurang-lebih 12 tahun, dari
tahun 399 sampai 387 SM. Pertama kali dia mengembara ke Megara,
1
2
3
Jan Hendrik Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2000).
Dikc Hartoko, Kamus Populer Filsafat, ( Jakarta: Rajawali, 1986).
Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato.
Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” |
113
tempat kelahiran Euklides, seorang pengikut Sokrates, dan
mengajarkan filsafat. Dari Megara, dia pergi ke Kyrene dan
memperdalam pengetahuan tentang matematika pada seorang guru
bernama Theodoros. Di tempat itu juga Plato mengajarkan filsafat dan
menulis buku.4
Selanjutnya Plato pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa di
Pulau Sisilia, yang waktu itu diperintah seorang tiran bernama
Dyonisius. Dyonisius mengajak Plato tinggal di istananya, karena ia
bangga jika di antara orang yang mengelilinginya terdapat pujangga
yang tersohor namanya. Di sinilah Plato kenal dengan ipar Dyonisius
yang masih muda belia bernama Dion, yang akhirnya menjadi sahabat
karibnya. Di antara mereka terdapat kata sepakat untuk memengaruhi
Dyonisius dengan ajaran filsafat agar tercapai perbaikan sosial
kemasyarakatan.
Keyakinan yang tertanam dalam diri Plato adalah bahwa kesengsaraan di dunia akan berakhir bila filsuf menjadi raja atau raja
merupakan filsuf. Ajaran Plato yang menitikberatkan kepada moral
dan segala perbuatan lambat-laun menjemukan Dyonisius, yang pada
akhirnya menuduh Plato berbahaya bagi kerajaannya. Dari sini
dihembuskan kabar bahwa Plato adalah bekas murid Anikes yang
membahayakan kerajaan. Kedatangan Plato karena ditebus raja. Peristiwa
itu diketahui para sahabat dan pengikut Plato di Athena. Akhirnya
mereka mengumpulkan uang untuk mengganti harga penebus yang
dibayarkan raja tetapi ditolak dengan ungkapan bahwa mereka saja
yang punya hak memelihara seorang Plato. Akhirnya uang yang
dikumpulkan dibelikan sebidang tanah dan diserahkan kepada Plato
untuk dijadikan sekolah tempat ia mengajar filsafat. Tempat tersebut
diberi nama Akademia. Di sanalah Plato sejak umur 40 tahun
mengajarkan filsafat dan mengarang buku-buku yang tersohor
sepanjang masa.5
4
5
A. Epping, dkk, Filsafat Ensie, (Bandung: Jemmars, 2003).
Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato.
114
| Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
Pada 367 SM, setelah menetap di Akademia, Plato menerima
undangan dan desakan dari Dion untuk datang lagi ke Sirakusa, karena
raja Dyonisius yang jahat sudah meninggal dan digantikan anaknya
yang bernama Dyonisius II. Sahabatnya itu berharap agar Plato
mendidik dan mengajar raja yang masih muda tentang pandangan
filosofis dan kewajiban pemerintah kepada rakyat.
Plato yang bercita-cita menerapkan teori pemerintahannya akhirnya
datang kembali ke Sirakusa. Plato disambut dan diterima raja dengan
gembira, tetapi bagi raja filsafat tidak menarik. Pada akhirnya intrik
fitnah dan hasutan merajalela di lingkungan kerajaan, muaranya Dion
dibenci raja dan dibuang ke luar Sisilia. Plato berusaha membela
sahabatnya namun tidak berhasil, dan akhirnya Plato berusaha
kembali ke Athena.
Enam tahun kemudian, tepatnya pada 361 SM, hati Plato tergerak
untuk kembali lagi ketiga kalinya ke Sirakusa. Raja memandang,
merupakan kehormatan bila seorang filsuf yang begitu tersohor berada
di istananya. Maksud kedatangan Plato adalah ingin mendamaikan
kembali pertentangan antara Dyonisius II dan sahabatnya, Dion, dan
berusaha meyakinkan kembali agar Dion boleh kembali lagi ke
Sirakusa. Maksud itu juga tidak berhasil. Sang filsuf akhirnya kembali
lagi ke Athena. Sejak itu dia memusatkan perhatian pada Akademia.
Hatta mengatakan Plato sebagai:
Pandai berbuat, ia dapat belajar seperti Solon dan mengajar seperti Sokrates,
ia pandai mendidik pemuda yang ingin belajar dan dapat memikat hati dan
perhatian sahabat-sahabat pada dirinya, murid-muridnya begitu sayang padanya
seperti ia sayang kepada mereka, dia itu bagi mereka adalah sahabat, guru,
dan penuntun.6
Ketika salah satu muridnya merayakan pernikahan, Plato diundang
dan datang. Saat itu, menurut catatan, Plato yang berusia 80 tahun
menunggu acara jamuan malam. Setelah larut, Plato mengundurkan
diri dari acara jamuan dan pindah ke sudut yang sepi di tempat
6
Muhammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, ( Jakarta: Tintamas, 1980).
Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” |
115
tersebut. Di tempat itulah Plato tidur untuk selama-lamanya dan tidak
bangkit lagi.
Pada pagi harinya seluruh Athena mengantarkannya ke
peristirahatan terakhir. Plato tidak pernah menikah dan tidak punya
anak. Ia meninggal pada 347 SM. Selanjutnya keponakannya,
Speusippos, melanjutkan mengurus Akademia.7
Pemikiran Plato
Pemikiran Plato secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga
pemikiran besar: ide, etika, dan negara republik.
1. Ide.
Filsafat Plato seluruhnya tertumpu pada ajarannya tentang ide. Plato
percaya bahwa ide adalah realitas sebenarnya dari segala sesuatu
yang ada yang dapat dikenal dan diketahui lewat pancaindra. Pohon,
bunga, manusia, hewan, dan lain-lain akan mati dan berubah, tetapi
“ide” pohon, bunga, manusia, hewan, dan lain-lain tidak pernah
berubah, karena ide adalah realitas yang sebenarnya atau keberadaan
ada yang sesungguhnya. Bagi Plato, ide bukan sekadar gagasan atau
gambaran yang berada di dalam pemikiran manusia.
Plato membandingkan ide kebaikan dengan matahari. Jika
cahaya matahari menjadikan benda konkret di dunia yang visibel
dan merupakan sumber kehidupan, pertumbuhan, serta nilai, ide
kebaikan memberikan kebenaran yang membuat bentuk menjadi
dapat dinalar dan merupakan sumber keberadaan dan kebaikan.
Kebaikan merupakan nilai tertinggi yang merupakan sumber dari
nilai-nilai lainnya. Ide kebaikan merupakan konsepsi Plato atas hal
yang absolut, prinsip sempurna dari segala realitas, kebenaran, dan
nilai-nilai. Selama 2.000 tahun, ketika manusia berpikir
mengenahi Tuhan, mereka memimpikan akan adanya garis
pembagi dan menapak keluar dari gua melalui kekuatan akal dan
7
Hatta, Alam Pikiran Yunani.
116
| Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
kekuatan cinta menuju ide kebaikan Plato.8
Ide bukanlah sesuatu yang subjektif, yang tercipta oleh daya pikir
manusia. Karena itu keberadaan ide tidak bergantung pada daya
pikir manusia. Sebagai realitas yang sebenarnya, bagi Plato, ide
bersifat objektif. Keberadaannya tidak bergantung pada daya pikir
manusia. Ide mandiri, abadi, dan tidak berubah-ubah.9
Dapat dikatakan bahwa dunia ide bagi Plato merupakan suatu
realitas yang objektif. Karena itu idealisme Plato bisa disebut dengan
idealisme realitas, karena berdasar pada pemikiran-pemikiran riil.
Plato dengan ajaran ide yang lepas dari objek, yang masih ada dalam
alam ide, memperkuat pendapat Sokrates. Seperti gurunya juga,
Plato berpendapat bahwa selain kebenaran yang umum, ada juga
kebenaran khusus, yaitu konkretisasi ide di alam. Kucing di alam
ide, misalnya, merupakan kebenaran umum. Sedangkan kucing
hitam di rumah seseorang merupakan kebenaran khusus.
2. Etika
Etika menurut Plato merupakan filsafat atau etika moral. Etika
moral bisa diartikan sebagai cabang filsafat yang membahas alam
kebaikan dan kejahatan, baik-buruk, tugas atau kewajiban. Plato
membenarkan adanya kebaikan tertinggi bagi manusia. Sifatnya
absolut, abadi dan tak terbantahkan, dapat diketahui dan rasional.10
Sebagaimana telah diuraikan, dunia sesungguhnya bagi Plato
adalah dunia ide. Ide kebaikan merupakan ide tertinggi yang ada
di dunia ide; merupakan realitas sebenarnya. Sedangkan segala
sesuatu yang ada di dunia indrawi hanya realitas bayangan.
Agar manusia siap kembali ke dunia ide, selama hidup di dunia
indrawi, manusia harus memiliki pengetahuan yang
disempurnakan oleh pengertian yang seluas-luasnya dan sedalam-
8
9
10
TZ. Lavine, Plato: Kebajikan adalah Pengetahuan, (Yogyakarta: Jendela, 2003).
Rappar, Pengantar Filsafat Politik Plato.
Lavine, Plato.
Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” |
117
dalamnya. Plato memandang kebaikan tertinggi untuk manusia
adalah kebahagiaan atau ketenteraman yang didapat dari
pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan akal. Menurut etika
Plato, kebajikan atau perbuatan baik dalam kehidupan merupakan
tindakan yang mengalir dari pengetahuan tentang jiwa triparti,
bentuk, dan ide kebaikan.11
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil pemikiran Plato
tentang etika adalah bila manusia ingin mencapai kebahagiaan, ia
harus mengupayakan dengan cara meraih pengetahuan yang benar.
Karena itu, untuk meraih kebahagiaan, sesorang harus berbuat
kebaikan.
3. Negara Republik
Pandangan Plato tentang republik menampilkan pandangan filsafat
alam kebenaran, keindahan, dan kebaikan yang abadi di atas
pergeseran pandangan yang berubah-ubah. Plato menyebutkan
bahwa melalui kecintaan terhadap kebenaran dan kekuatan akal,
manusia akan bisa mengetahui esensi dari segalanya. Dengan ide
kebaikan dan pengetahuan etika, akan tercipta dan terbangun
masyarakat ideal. Ini janji dari republik Plato.12
Dalam buku Republik, tujuan hidup Plato tergambar oleh
pendapatnya tentang pembinaan negara, masyarakat, dan
pendidikan. Plato hidup pada masa Athena. Ia memilih jalan turun
setelah mencapai kedudukan yang dan gemilang dalam segala
lapangan kehidupan.
Pertentangan antara kaya dan miskin sangat terlihat. Karena itu,
pertentangan politik juga hebat. Kekuasaan aristokrasi, oligarki, dan
demokrasi datang berganti. Dengan tidak dapat mendudukkan
pemerintahan yang stabil, menurut Plato, nasib Athena hanya dapat
tertolong dengan mengubah sama sekali dasar hidup rakyat dan
11
12
Lavine, Plato.
Lavine, Plato.
118
| Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
sistem pemerintahan. Itulah alasan Plato menciptakan negara yang
ideal.
Kebahagiaan Menurut Plato
Kebahagiaan menurut Plato tidak terlepas dari pemikiran etikanya,
karena pendapat tentang kebahagiaan Plato ada pada pendapatnya
tentang etika. Etika atau ethik yang berarti baik adalah sesuatu yang
berharga untuk suatu tujuan. Sebaliknya, yang tidak berharga, tidak
berguna untuk tujuan. Yang merugikan atau mengakibatkan tidak
tercapainya tujuan adalah tidak baik atau “buruk”.
Sebagaimana pengertian “benar dan salah”, pengertian “baik dan
buruk” subjektif dan relatif, tergantung individu yang memandangnya.
Baik bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu itu baik
bagi seseorang bila hal tersebut sesuai dan berguna untuk tujuannya.
Hal sama mungkin buruk bagi orang lain, karena hal tersebut tidak
berguna bagi tujuannya.
Orang-orang memiliki tujuan masing-masing. Tujuan yang
berbeda mungkin saling bertentangan, sehingga yang berharga bagi
orang atau suatu golongan berbeda dari orang atau golongan lain. Akan
tetapi secara objektif, walau tujuan seseorang atau golongan berbeda,
akhirnya semua punya tujuan sama, yaitu ingin baik dan bahagia.
Menurut Plato, kebaikan tertinggi adalah “kebahagiaan”.
Lavine13 menjelaskan bahwa bagi Plato kebaikan tertinggi untuk
manusia adalah kebahagiaan dan ketenteraman yang didapat dari
pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan akal. Kebajikan menurut
Plato adalah perbuatan baik dalam kehidupan. Hal ini merupakan
tindakan yang mengalir dari pengetahuan tentang jiwa triparti,
bentuk, dan kebaikan.
Filsafat Plato bukan hanya bersumber dari pemikiran pra-Sokratik,
tetapi juga pada ajaran sofis. Ajaran Plato di samping kebahagiaan
13
Lavine, Plato.
Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” |
119
adalah ajaran tentang etika. Seperti dijelaskan Robert, 14 Plato
memberikan pemikiran tentang etika, meliputi semua tindak pribadi
dan kelompok yang dapat diterima, mulai aturan, sopan santun seharihari, sampai pendirian untuk menentukan pekerjaan, siapa yang
menjadi sahabat, cara-cara berhubungan dengan keluarga, dan orang
lain. Sebaliknya, moralitas lebih khusus merupakan bagian dari
hukum etika. Gunanya khusus, seperti orang yang tidak memenuhi
janji baik perbuatan maupun lisan dianggap orang yang tidak dapat
dipercaya atau tidak etis.
Berbagai masalah etika telah ada dan akan selalu ada bersama
kehidupan manusia. Masalah etika tidak akan lenyap begitu saja,
sekalipun masalah ini tidak banyak dibahas oleh filsafat. Walau filsafat
merupakan induk dari etika filsafat atau filsafat moral, tidak banyak
memberikan pemikiran tentang cara menangani masalah-masalah
etika. Padahal, untuk memeroleh suatu kebahagiaan juga harus
beretika.
Plato menyamakan manusia dengan penghuni gua yang
ditakdirkan untuk menganggap bayang-bayang sebagai kenyataan.
Sesudah manusia dibebaskan dari kebohongannya, manusia belajar
melihat benda-benda yang disinari matahari dan kemudian melihat
matahari.15
Bahagia sangat erat hubungannya dengan etika dan moral. Menurut
Robert,16 etika dan moral harus berdasarkan cinta, karena cinta
merupakan dasar satu-satunya untuk kehidupan. Dan memang cinta
telah menjadi fokus pemikiran selama berabad-abad. Para penyair
mengumandangkan bahwa cinta adalah segala-galanya.
Sementara Plato memandang bahwa bahagia bukan hanya karena
cinta, tetapi bahagia erat hubungannya dengan keadilan. Oleh sebab
14
15
16
Robert C. Solomon dan Andre Karo-karo, Etika: Suatu Pengantar, ( Jakarta: Erlangga,
2005).
Epping, dkk., Filsafat Ensie.
Solomon dan Karo-karo, Etika.
20
21
Lavine, Plato.
Lavine, Plato.
120
| Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
itu Plato mengajarkan konsep negara demokrasi. Menurut Muchtar,17
keadilan terjadi pada diri manusia melalui tiga daya (kuasa), yaitu
daya tutur, daya syahwat, dan daya marah. Ketiga daya itu dikendalikan
oleh tiga keutamaan seperti hikmah, menahan diri, dan keberanian.
Seseorang yang bijaksana (mempunyai hikmah) hendaklah menahan
diri dan tidak suka pada kelezatan dan tidak tunduk pada syahwat dan
daya marah. Daya marah bila tunduk kepada akal, terjelmalah
keadilan. Orang yang adil senantiasa bahagia, walaupun ditimpa
bencana dan jauh dari kelezatan, sebab bahagia erat hubungannya
dengan keadilan, jadi bahagia inilah kebaikan tertinggi menurut Plato.
Plato berfilsafat bahwa tujuan hidup manusia adalah kehidupan
yang senang dan bahagia untuk memeroleh kesenangan dan
kebahagiaan; manusia harus mengupayakan hal tersebut. Menurut
Plato, kesenangan dan kebahagiaan bukan pemuasan nafsu hidup di
dunia (indrawi), tetapi kesenangan dan kebahagiaan dua dunia, yaitu
indrawi dan dunia ide. Menurut Plato, dunia yang sesungguhnya
adalah dunia ide.
Oliver Leaman 18 menjelaskan bahwa akal-teori sophia adalah
puncak kegiatan yang tertinggi dan kebahagiaan terletak pada olah
akal. Akal bagi Plato adalah sumber nilai satu-satunya. Untuk
mencapai kebahagiaan, maka akal harus digunakan dan diolah
maksimal. Teori lain adalah eudaimonia, diterjemahkan dengan
wellbeing, searti dengan kesejahteraan atau keadaan yang baik.
Kebanyakan manusia tidak mampu mencapai kebaikan secara
sempurna, kecuali orang-orang yang mampu mengadakan renungan
rasional atau renungan akal yang dapat menemukan kebaikan dan
kebahagiaan.
Dalam hal ini Plato menempatkan akal pada posisi yang tinggi.
17
18
Muchtar Lintang, Kuliah Islam: Tentang Etika dan Keadilan Sosial, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 2005).
Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam: Abad Pertengahan, terj. M. Amin Abdullah,
( Jakarta: Rajawali, 2004).
Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” |
121
Plato mengatakan bahwa ide kebaikan secara universal menciptakan
segala yang indah dan benar dan sumber kebenaran adalah akal.
Penjelasan-penjelasan di atas menggambarkan bahwa hanya orang
yang bijaksana dan berbudi baiklah yang akan dapat memahami segala
sesuatu yang beraneka ragam, yang selalu berubah-ubah di dunia
indrawi. Pemahaman dunia indrawi melalui jalan yang benar dapat
menuntun manusia menjadi bijaksana dan berbudi sampai kepada
pengenalan ide-ide yang akan membawa kepada kebenaran dan
kebahagiaan yang sejati.
Muchtar19 menjelaskan bahwa manusia sebaiknya senantiasa
berupaya menghadirkan dunia ide. Dengan ide tertingginya, manusia
dapat menemukan ide kebaikan dan kebajikan di tengah kehidupan
di dunia indrawi. Upaya seperti itu hanya mungkin terwujud bila
manusia memiliki pengetahuan yang benar. Itulah sebabnya manusia
harus berupaya memeroleh pengetahuan yang benar, karena
merupakan kunci utama untuk memeroleh dan mencapai kesenangan
dan kebahagiaan sesungguhnya.
Dari konsep-konep tersebut, dapat dikatakan bahwa karena
pendapat Plato manusia berasal dari dunia ide, tujuan di dunia tidak
terus-menerus ada di dunia indrawi (dunia bayang-bayang) saja,
tetapi harus kembali ke asal untuk selama-lamanya, yakni alam ide,
dengan ide tertinggi ide kebaikan atau kebahagiaan,
Di samping itu, Plato juga sering membahas tentang kesenangan
secara psikologis sebagaimana tentang persolanan etika dan bahagia.
Plato menganggap bahwa kesenangan bermacam-macam, lebih dari
sekadar pemenuhan kebutuhan seperti makan bila lapar dan istirahat
bila capai. Kesenangan adalah proses pemulihan pada suatu kondisi
alam.
Penjelasan tersebut menegaskan bahwa kebahagiaan dan kebaikan
subjektif, tergantung siapa dan bagaimana seseorang memandangnya.
19
Muchtar Lintang, Kuliah Islam: Tentang Etika dan Keadilan Sosial, ( Jakarta: Bulan
Bintang, 2005).
122
| Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
Banyak orang memandang kebahagiaan dan kebaikan dengan cara
masing-masing, seperti sebagian orang memandang kesehatan adalah
kebahagiaan dan kesenangan, sementara sebagian yang lain menyetarakan kebahagiaan dan kesenangan dengan kekayaan. Itu artinya
pandangan orang tentang kebahagiaan dan kesenangan subjektif.
Sementara itu, Plato konsisten dengan pendapatnya bahwa kebahagiaan dan kebaikan ada dalam alam ide. Karena itu, kebahagiaan dan
kesenangan abadi dan tidak hilang, walaupun orang-orang sudah tidak
ada di dunia indrawi seperti dunia ini.
Selanjutnya Lavine mengatakan bahwa kesenangan bukanlah
puncak kebaikan manusia. Jika Anda mengejar kesengan sebagai
kebahagiaan tertinggi, sebagai puncak moralitas Anda, itu akan
menghancurkan diri Anda.20 Mengapa kesenangan dan kepuasan
nafsu badaniyah tidak menjadi kebaikan tertinggi manusia? Menurut
Plato, kebaikan tertinggi bagi segalanya. Manusia maupun bukan
manusia terdapat dalam pemenuhan sifat alami masing-masing dalam
menghidupi bentuk dan esensinya.
Lavine21 menyimpulkan bahwa menurut Plato kesenangan bukan
puncak kebahagiaan, karena kesenangan bukan puncak kebaikan
manusia. Dalam pandangan Plato, puncak kebaikan tertinggi adalah
kebahagiaan.
Dapat dikatakan bahwa menurut Plato, kebaikan tertinggi bagi
manusia adalah kebahagiaan yang didapat dari pemenuhan tiga
bagian jiwa manusia (akal, ruh, dan nafsu) di bawah aturan akal.
Kemudian kebajikan menurut Plato adalah perbuatan baik dalam
kehidupan. Hal ini merupakan tindakan yang mengalir dari
pengetahuan tentang jiwa triparti, bentuk, dan ide kebaikan.
Konsep-konsep yang telah dikutip di atas dengan jelas menegaskan
bahwa kebahagiaan sesungguhnya menurut Plato adalah kebaikan
tertinggi yang didapat dari pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah
20
21
Lavine, Plato.
Lavine, Plato.
Sururudin, “Konsep Bahagia: Analisis terhadap Pemikiran Plato” |
123
aturan akal. Tiga bagian jiwa tersebut bisa didominasi oleh akal,
elemen ruh, dan nafsu. Jiwa yang didominasi akal dan tujuannya
adalah kebenaran dan kebijaksanaan, jiwa yang didominasi elemen ruh
dan tujuannya adalah keberhasilan serta pengakuan umum, dan jiwa
yang didominasi nafsu badaniyah adalah yang bertujuan hidup untuk
uang dan harta. Karena itu, kebahagiaan menurut Plato adalah
kebahagiaan yang didapat dari pemenuhan tiga unsur jiwa yang diatur
oleh akal.
Kesimpulan
Setelah menelusuri konsep-konsep tentang kebahagiaan menurut
Plato, dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan Plato kebahagiaan
didapat dari pemenuhan tiga unsur jiwa, yakni akal, ruh, dan nafsu.
Tiga unsur jiwa tersebut tergantung pada unsur yang mendominasi.
Kalau tiga unsur jiwa tersebut bisa diatur akal, menurut Plato, manusia
akan memeroleh kebahagiaan tertinggi.
124
| Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
Daftar Pustaka
Epping, A., dkk, Filsafat Ensie, (Bandung: Jemmars, 2003).
Hartoko, Dick, Kamus Populer Filsafat, ( Jakarta: Rajawali, 1986).
Hatta, Muhammad, Alam Pikiran Yunani, ( Jakarta: Tintamas, 1980).
Lavine, TZ, Plato: Kebajikan adalah Pengetahuan, (Yogyakarta: Jendela,
2003).
Leaman, Oliver, Pengantar Filsafat Islam: Abad Pertengahan, terj. M.
Amin Abdullah, ( Jakarta: Rajawali, 2004).
Lintang, Muchtar, Kuliah Islam: Tentang Etika dan Keadilan Sosial,
( Jakarta: Bulan Bintang, 2005).
Rappar, Jan Hendrik, Pengantar Filsafat Politik Plato, ( Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2000).
Solomon, Robert C. dan Andre Karo-karo, Etika: Suatu Pengantar,
( Jakarta: Erlangga, 2005).
Download