BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perhatian

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perhatian pada isu-isu etika dalam dunia bisnis dan profesi secara dramatis
telah meningkat belakangan ini, terlebih setelah kasus skandal-skandal khususnya
di bidang akuntansi menarik perhatian masyarakat. Profesi akuntan telah menjadi
sorotan banyak pihak. Sorotan tajam diberikan karena akuntan publik dianggap
memiliki
kontribusi
terhadap
banyak
kasus
kebangkrutan
perusahaan.
Profesionalisme akuntan seolah dijadikan kambing hitam dan harus memikul
tanggungjawab pihak lain yang seharusnya bertanggungjawab atas kegagalan itu.
Sehingga, muncul anggapan atau pandangan skeptis terhadap profesi akuntan
publik memang beralasan, karena cukup banyak laporan keuangan suatu
perusahaan,
yang
mendapatkan
wajar
tanpa
pengecualian,
mengalami
kebangkrutan justru setelah opini tersebut dikeluarkan. Misalnya saja seperti
kasus Enron yang melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen di
Amerika Serikat yang berakibat menurunnya kepercayaan investor terhadap
integritas terhadap penyajian laporan keuangan (Sudirman, 2002 dalam Engar,
2006).
Di Indonesia juga, isu-isu etika dalam dunia bisnis dan politik belakangan ini
menarik perhatian nasyarakat. Kondisi sosial politik negeri ini juga turut
menghambat perkembangan etika bisnis di negeri ini. Contoh di dalam negeri
adalah kasus penggelapan dana pembangunan Wisma Atlet oleh pihak kementrian
olahraga yang di dalamnya melibatkan mantan Putri Indonesia yaitu Angelina
2
Sondakh. Kasus ini telah diperiksa oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)
dalam proses persidangan di Pengadilan Tinggi Negeri, Jakarta. Maka, dalam
kasus yang terjadi terhadap partai politik sangat mengecewakan. Partai politik
yang diharapkan menjadi agen reformasi untuk pemberantasan KKN (korupsi,
kolusi, dan nepotisme) dimana kenyataannya mereka malah menjadi pelaku
korupsi. Kasus-kasus akuntansi diatas telah telah menimbulkan pertanyaan
penting tentang pengembangan etika profesi akuntan. Selain itu kasus lainnya
yaitu misalnya kasus deforestation, impor dan ekspor illegal, pekerja-pekerja
Indonesia ilegal, illegal logging, kasus Buyat atau Minahasa, kasus Freeport, dan
yang belakangan masih hangat dibicarakan masyarakat yaitu kasus Lapindo
Brantas.
Terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan diatas, seharusnya
memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan
pekerjaan profesi akuntan. Menurut Arifin (2005) menyatakan bahwa para
akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan
perusahaan (corporate governance). Good Corporate Governance (GCG) atau
tata kelola perusahaan yang baik selalu merujuk kepada dua hal, yakni pembagian
dan pelaksanaan tugas.
Dalam hubungannya dengan prinsip good corporate governance (GCG),
peran pemerintah sebagai regulator (penggerak) secara signifikan terlibat dalam
berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu sistem atau perangkat yang
3
mengatur hubungan di antara semua pihak yang terlibat dalam suatu organisasi,
entah bisnis atau bahkan organisasi politik sekalipun.
Terbongkarnya kasus-kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam
praktik manajemen laba memberikan kesadaran tentang pentingnya peran dunia
pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan bermoral.
Prinsip-prinsip good corporate governance menyatakan bahwa sikap independen,
transparan, adil, dan akuntabel harus dimiliki oleh semua pengelola organisasi,
baik swasta maupun pemerintah. Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi
apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk
menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan
pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999).
Sudibyo (1995) dalam Khomsiyah dan Indriantoro (1998) menyatakan bahwa
dunia pendidikan akuntansi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku
etika auditor. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral
auditor (akuntan) dapat terbentuk melalui proses pendidikan yang terjadi dalam
lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit
banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai
output.
Studi sebelumnya menemukan bahwa hilangnya kepercayaan publik dan
meningkatnya campur tangan dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan
membawa kepada matinya profesi akuntan, dimana masalah etika melekat dalam
lingkungan pekerjaan para akuntan professional (Ponemon dan Gabhart, 1993;
Leung dan Cooper, 1995).
4
Dalam praktik profesinya, para akuntan profesional harus berinteraksi dengan
aturan-aturan etika profesi dan bisnis dengan para stakeholder, yaitu terhadap
individu-individu, perusahaan dan organisasi. Disini, etika bisnis merupakan
wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak manusia di
bidang ekonomi, khususnya bisnis. Studi sebelumnya menemukan bahwa para
akuntan
profesional
cenderung mengabaikan
persoalan
moral
bilamana
menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, et al. 1985),
artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral
apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi.
Ponemon dan Glazer (1990) menyatakan bahwa sosialisasi etika profesi
akuntan pada kenyataanya berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi
sebagai calon akuntan profesional di masa datang. Agar, di masa yang akan
datang para mahasiswa bisa memahami bagaimana bersikap profesional dan
dalam ranah etika, bisnis, dan lingkungan hidup di dalamnya. Sehingga, mereka
(mahasiswa) mampu mengaktualisasi diri sebagai makhluk beretika sekaligus
sebagai insan bermoral dan mengerti mengenai pengambilan keputusan yang etis.
Pendidikan etika bisnis diharapkan tidak mengulangi kesalahan yang
dilakukan dalam pendidikan agama, pendidikan etika pada umumnya, pendidikan
moral, dan pendidikan lainnya yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan dalam
vakum, yang mengabaikan konteks kehidupan nyata atau menyederhanakan
kompleksitas lingkungan dan dilema etis yang akan dihadapi.
Pendidikan etika bisnis harus dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa mengenai lingkungan bisnis dan lingkungan kerja yang akan mereka
5
hadapi serta menyiapkan mahasiswa untuk bertahan dalam menghadapi tekanan
lingkungan dan tidak mudah dipengaruhi oleh nilai-nilai buruk yang dihasilkan
oleh lingkungan tempat mereka bekerja nanti.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Leitsch
(2004), yang dilakukan terhadap mahasiswa jurusan akuntansi di Northeast,
Amerika. Penelitian yang dilakukan Leitsch (2004) sebagai dasar penelitian
dengan menggunakan Model Empat Komponen Rest dan Model Isu-Kontinjen
Jones (1991) untuk menguji pengaruh persepsi intensitas moral dalam proses
pembuatan keputusan moral. Jones (1991) menyatakan bahwa intensitas moral
memiliki 6 (enam) karakteristik yaitu besaran konsekuensi (magnitude of
consequences), konsensus sosial (social consensus), probabilitas efek (probability
of effect), kesegaran temporal (temporal immediacy), efek konsentrasi
(consentration of effect), dan kedekatan (proximity).
Penelitian juga pernah dilakukan oleh Novius dan Sabeni (2010) dengan
sampel mahasiswa Akuntansi S1, PPA, dan S2. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Novius dan Sabeni (2010) adalah sampel yang
digunakan mahasiswa S1-Akuntansi reguler. Dalam penelitian ini, dijelaskan
sampel yang digunakan yaitu mahasiswa S1-akuntansi semester 1 (satu) dengan
mahasiswa S1-akuntansi semester 7 (tujuh).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang
menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah: Apakah isu akuntansi
6
memiliki dampak terhadap pentingnya komponen intensitas moral dan sensitivitas
moral yang dirasakan mahasiswa?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun penelitian tentang “Persepsi Intensitas Moral Terhadap Proses
Pembuatan Keputusan Moral (Studi Empiris Mahasiswa S1-Akuntansi Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya” ini memiliki tujuan, yaitu:
Untuk menguji apakah isu akuntansi memiliki dampak terhadap persepsi
pentingnya komponen intensitas moral dan sensitivitas moral yang dirasakan
mahasiswa.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian tujuan diatas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut:
1.
Kontribusi Praktis
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis
bagi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya dan
Fakultas Ekonomi agar dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
mengenai pengaruh proses pembuatan keputusan moral dalam bidang
akuntansi.
2.
Kontribusi Teoretis
Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan referensi, bahan rujukan,
ilmu pengetahuan bagi pembaca dan diharapkan dapat dipakai sebagai acuan
untuk riset-riset mendatang.
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitian dengan cara
mengambil data dari responden yaitu mahasiswa S1-akuntansi semester 1 (satu)
dan mahasiswa semester 7 (tujuh) reguler di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Indonesia (STIESIA) Surabaya.
Download