ANALISA SEMANTIK KUCING PADA EMPAT KOTOWAZA JEPANG Brenda Aprillina Universitas Bina Nusantara, Jl. Kemanggisan Ilir III no. 45, (62-21) 5327630, [email protected] Dra. Nalti Novianti, M.Si ABSTRAK Idiom is a preparation of senctence which is very simple, and everything associated with the good human life associated with psychological knowledge and used in a treasury. Kotowaza many who use animals as subjects. One is a cat. Cats for Japanese people is one animal that is considered as one of the cherished animals. The author analyzes the semantic meaning cat in Japanese kotowaza four. Kotowaza merupakan persiapan bentuk dari sebuah kalimat, yang sangat simple, dan semuanya yang berhubungan dengan kehidupan manusia baik yang berhubungan dengan pengetahuan maupun psikologis dijadikan dalam satu perbendaharaan. Banyak kotowaza yang menggunakan hewan sebagai subjeknya. Salah satunya adalah kucing. Kucing bagi masyarakat Jepang merupakan salah satu hewan yang dianggap sebagai salah hewan yang dihargai. Penulis menganalisis makna semantik kucing dalam empat kotowaza Jepang. Kata kunci : Kotowaza, kucing, semantic PENDAHULUAN Di dunia ini Tuhan menciptakan mahkluk hidup saling berdampingan. Tidak hanya manusia dengan manusia ataupun hewan dengan hewan, namun tidak ada juga manusia yang hidup berdampingan dengan hewan. Karena di dunia ini semua mahkluk hidup diciptakan untuk hidup saling berdampingan dan saling membutuhkan satu sama lain. Yang membuat semua mahkluk hidup dapat saling mengerti satu sama lain adalah dengan adanya komunikasi. Di dalam komunikasi dibutuhkan yang namanya bahasa untuk dapat dimengerti satu sama lain baik dari pihak pendengar maupun pihak pembicara. Menurut Rogers yang menjadi seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika membuat definisi “komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi terhadap satu sama lain yang pada gilirannya akan tiba saling pengertian. komunikasi akan efektif apabila terjadi pemahaman yang sama dan pihak lain terangsang untuk berpikir atau melakukan sesuatu” (2004, hal.19). Berbeda Negara berbeda pulalah bahasa yang digunakan. Menurut Kridalaksana (2005, hal.3) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Selain bahasa inggris yang memang sudah menjadi mata pelajaran wajib di setiap sekolah di Indonesia, sekarang bahasa Jepang pun sudah mulai banyak peminatnya sehingga bahasa Jepang mulai dimasukkan kedalam mata pelajaran wajib maupun mata pelajaran tambahan. Bukan hanya sekedar bahasanya saja, namun budaya Jepang pun dipelajari secara bersamaan. Karena untuk lebih dapat mendalami suatu bahasa, kita juga harus mengenal budaya dari Negara itu sendiri. Disini penulis akan membahas mengenai kotowaza atau idiom Jepang yang menggunakan neko atau kucing sebagai subjeknya. Alasan mengapa penulis mengambil tema ini sebagai tema skripsi adalah, karena penulis sendiri ingin meneliti peran kucing bagi orang Jepang. Kucing sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hewan berbulu, lucu, berkaki 4, dengan nama latin Felis Silvestris-Catus. M. Ball dalam bukunya Maneki Neko Japan’s Beckoning Cat, orang Jepang jika ditanyakan mengenai agama apa yang mereka pegang, rata-rata menjawab “tidak ada”, namun di Jepang ada 1 agama yang lahir secara alami di Jepang sejak jaman nenek moyang yaitu Shinto. Shinto adalah agama yang mempercayai dewa sebagai penguasa tertinggi di dunia ini, baik dewa itu adalah hewan ataupun alam. Salah satu dewa yang yang diagungkan dalam Shinto adalah dewa Amaterasu atau dewa matahari dimana menurut mitos atau legenda dari Jepang sendiri dewa Amaterasu memiliki hewan kesayangan yaitu kucing. Menurut legenda Jepang, pada jaman dahulu kala, diceritakan bahwa kucing peliharaan dewa Amaterasu sengaja dikirim ke dunia untuk menolong orang-orang berhati baik. Suatu hari si kucing menemukan orang yang berhati teramat baik namun hidupnya sangatlah miskin. Lalu si kucing melaporkan kepada dewa kemakmuran, sejak dari itu si kucing ditugaskan untuk memberikan rezeki kepada orang berbaik hati tersebut. Oleh karena itu warga Jepang pun ikut mengagungkan kucing sebagai salah satu dewa, lebih tepatnya dewa rezeki. Bahkan para kaisar yang menduduki posisi tahta pemerintahan selalu memelihara kucing sebagai hewan peliharaannya. Tidak hanya Jepang yang memiliki mitos yang berhubungan dengan kucing, namun seperti si Mesir juga memiliki mitos yang menceritakan dimana jaman dahulu ada yang bernama Dewi Bast atau Dewi pelindung kaum wanita yang berwujud badan manusia berkepala kucing. Dewi Bast adalah permaisuri dari Dewi Ptah dan ibu dari Mihos dan juga diyakini sebagai mata-mata Dewi Ra, yaitu Dewi matahari yang sangat diagungkan di Mesir. Mitos mengenai Dewi Bast ini menjadi lebih kuat ketika ditemukannya mummi atau mayat yang diawetkan berbentuk kucing yang sangat diyakini oleh orang Mesir kalau itu adalah perwujudan dari Dewi Bast. Tidak hanya di Mesir, Negara seperti Eropa pun memiliki mitos tersendiri mengenai kucing. Kita sering mendengar cerita mengenai penyihir yang memiliki kucing hitam sebagai hewan peliharaannya. Salah satu bukti bahwa kucing dijadikan sebagai dewa rezeki adalah lahirnya Maneki Neko. Biasanya dibuat dalam bentuk boneka atau patung kucing yang duduk dan melambaikan salah satu kaki depannya. Orang Jepang percaya jika kita menaruh patung atau boneka ini di depan toko maka toko itu akan membawa rejeki. Di Jepang sendiri banyak tempat seperti kafe ataupun kuil yang bernuansakan kucing. Salah satunya seperti desa Tashiro, Ishinomaki, prefektur Miyagi, Jepang, dimana terkenal sebagai desa kucing atau pulau kucing. Di pulau ini populasinya lebih sedikit dari populasi kucing itu sendiri. ditengah-tengah pulau ini dibangun atau kuil kucing. Dan juga ada sekitar 51 patung batu kucing yang kuil kecil yang bernama neko jinja dibangun, dan jumlah ini mengalahkan jumlah patung batu di prefektur manapun. Selain itu ada juga yang terkenal yaitu stasiun kereta api yang terdapat di prefektur Wakayama. Stasiun kereta ini di desain bernuansa kucing karena ada ada kucing yang dijadikan sebagai icon disini. Bahkan dia diangkat sebagai petugas stasiun tersebut (artikelbahasaindonesia.org). Namun tidak semua kucing di Jepang dianggap pembawa rezeki. Karena adapun legenda lainnya yang menceritakan mengenai Nekomata, kucing yang sudah berumur puluhan tahun yang mana ekornya akan terbelah menjadi 2 dan memiliki kekuatan spiritual. Ada yang menganggap nekomata sebagai penjaga rumah yang dia tinggali, namun ada juga yang menganggapnya monster karena konon dia bisa berubah menjadi sosok manusia ataupun bisa membangunkan mayat hidup kembali jika dia melompatinya. Catatan pertama yang mencatat deskripsi mengenai nekomata muncul pada zaman Kamakura, tepatnya dalam buku Meigetsuki yang ditulis oleh Sadaie Fujiwara. Dikisahkan pada tanggal 2 bulan ke-8 tahun Tenpuku (1233M) seekor nekomata memangsa beberapa orang sekaligus dalam 1 malam di ibukota selatan (prefektur Nara). Lalu pada zaman Edo, kisah mengenai nekomata ini semakin meluas karena diyakini mampu berjalan dengan 2 kaki dan menari, ukurannya pun semakin besar hingga mencapai 2,8 meter. Karenanya, pada zaman Edo, orang yang memelihara kucing selalu memotong ekor kucingnya hingga pendek agar tidak berubah menjadi nekomata tersebut. 猫 猫神社 Linguistik menurut Aitchison didefinisikan menjadi “Linguistics can be defined as ‘the systematic study of language’ – a disicipline which describes language in all its aspects and formulates theories as to how it works (2000, hal.13)”. Yang artinya linguistik dapat didefinisikan sebagai studi yang sistematis tentang bahasa, atau disiplin ilmu yang mendeskripsikan bahasa dalam semua aspeknya dan memformulasikan teori bagaimana bahasa itu bekerja. Dalam bahasa Jepang sendiri linguistik diartikan sebagai nihon go gaku. Didalam tema yang dibahas oleh penulis, penulis akan menggunakan teori semantik (imiron). Semantik sendiri artinya adalah studi tentang makna, karena itu untuk memahami suatu ujaran dalam konteks yang tepat, seseorang harus memahami makna dalam komunikasi (Keraf, 2007, hal.25). Dan sebagai teori pendukung dalam penulisan proposal maupun skripsi nanti, penulis akan menggunakan juga teori-teori lainnya seperti teori neko atau kucing itu sendiri, dan teori kotowaza atau idiom. 日本語学 METODE PENELITIAN Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif. Menurut Frick, metode deskriptif disebut juga dengan penguraian empiris, yaitu metode yang paling sering digunakan. Penelitian empiris berarti penelitian yang berdasarkan pengalaman, apakah pengalaman sendiri ataupun pengalaman orang lain. Penelitian empiris selalu berusaha membuktikan hipotesis dengan coba dan ralat (Trial and Error) (2004, hal.28). Lalu penulis juga menggunakan metode kepustakaan, dimana menurut Zed merupakan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (2004, hal.3). HASIL DAN BAHASAN Terdapat empat kotowaza Jepang yang mengandung kata kucing udah diteliti. Dengan awalnya yaitu pencarian makna konotatif dan denotatif dari kata kucing itu sendiri. Kemudian, dari setiap kotowazanya pun, dijelaskan per morfem, lalu dikaitkan dengan makna yang tertera pada buku yang menjadi sumber dasar kotowaza tersebut. Setelah itu dicari makna dari arti kotowaza tersbut, yang nantinya akan dikaitkan dengan kotowaza tersebut dengan menggunakan medan makna. Berikut salah satu contoh hasil penelitian semantik kotowaza Jepang : Dalam mencari makna kotowaza ini, sebelumnya penulis akan menjelaskan makna dari morfem yang terdapat ): pada kotowaza Karitekita Neko ( 借りてきた猫 借りて ― 動詞(借りる) きた 猫 連用形 名詞 Tabel 3.2.1 Pembentukan Kotowaza Karitekita Neko 「借りてきた猫」 Sesuai dengan analisis penulis, kucing memiliki beberapa makna seperti hewan peliharaan yang juga dijadikan hewan penangkap tikus. Menurut Garrison dalam bukunya Basic Japanese idioms, disebutkan bahwa neko yang berada di tempat baru atau tempat yang tidak dikenalnya maka kucing tersebut akan bersikap diam dan tidak seperti biasanya. 猫 「~てくる」 Sebelum penulis menjelaskan penggunaan ~te kuru, penulis akan menjelaskan cara perubahan hingga menjadi bentuk ~te kuru terlebih dahulu. Kata kerja kariru termasuk 「~てくる」 借りる ~て kata kerja II dalam bahasa Jepang, lalu setelah kata kerja tersebut diubah menjadi bentuk barulah diikuti . Bentuk pada Karitekita Neko merupakan bentuk lampau. dengan bentuk Berikut adalah pembentukkannya : ~てくる ~た 借りてきた猫 借りる => 借りて => 借りてくる => 借りてきた Adapun makna ~te kuru 「~てくる」 menurut Sunagawa (1998, hal.250) memiliki bermacammacam fungsi yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) どんな動作をしながら来るのか、またはどんな手段で行くのかを表す。 Menyatakan hal datang sambil melakukan suatu tindakan, juga menyatakan datang dengan apa. Contoh : バスは時間がかかるから、タクシーに乗ってきてください。 Terjemahan : karena dengan bus memakan waktu, datanglah dengan naik taksi. 離れたところや物が、話し手の領域に近づくを表す。 Menyatakan orang atau benda yang terpisah, tetapi mendekati wilayah penutur. Contoh :船はゆっくりとこちらに向かってきます。 Terjemahan : perlahan-lahan kapal mendekat kesini. ある行為を行ったから来る事を表す。 Menyatakan kedatangan setelah terjadinya suatu aktivitas. Contoh :遅くなってごめんなさい。途中で本屋さんに寄ってきたから。 Terjemahan : maaf saya terlambat. Ini dikarenakan saya mampir dulu ke toko buku. 変化や動作が過去から続いて今にいることを表す。 Menyatakan perubahan atau perbuatan yang masih berlanjut dari dulu hingga sekarang. Contoh :20 歳のときからずっとここで働いてきた。 Terjemahan : saya sudah bekerja ditoko ini sejak saya berumur 20 tahun. 今まで存在しなかったり見えなかったりしたものが、現れることを表す。 Menyatakan hal yang sampai sekarang tidak ada, tidak muncul, namun kemudian muncul. Contoh :雲の間から月が出てきた。 Terjemahan : bulan muncul diantara awan. 変化が生じることを表す。 Menyatakan terjadinya suatu perubahan. Contoh :雨が降ってきた。 Terjemahan : turun hujan. 話し手や話し手が視点を置いている人に向かってある動作が行われることをあらわす。動 作をする人は「が」、動作が向かれる人は「に」を伴って表せる。 Menyatakan perbuatan yang mengarah pada penutur sebagai orang yang meletakkan sudut pandang. Orang yang melakukan perbuatan diberikan partikel “GA”, sedangkan orang yang dikenai perbuatan di berikan partikel “NI”. Contoh : Terjemahan : pelanggan yang membeli kosmetik ini menyatakan keluhan. 化粧品を買ったお客さんが苦情に行ってきます。 「~てくる」 「~てくる」 Dari keenam jenis pengertian ~te kuru menurut Sunagawa ini, yang memiliki makna yang sama dengan kotowaza ini adalah ~te kuru pada nomor 6 yang menyatakan perubahan. Sunagawa (1998, hal.250). Dengan kata lain, karitekita memiliki makna terjadinya perubahan sifat menjadi tenang. 「~てくる」 Berikut makna kariru Sumber Satake 「借りてきた」 「借りる」 menurut koujien「広辞苑」: Denotasi 1. 後で返約束で、ある期間、他 人のものを自分で利用する Konotasi 1. 他の援助や協力を受ける。 ために自分のものとする。 (1993) Menerima bantuan atau kerja sama. Berjanji akan mengembalikan dalam jangka waktu tertentu, barang orang lain yang digunakan untuk kepentingan diri sendiri. 2. あるものを仮に自分の目的の ために使う。 Menggunakan barang pinjaman dalam waktu sementara yang digunakan untuk tujuan tertentu. 1. Menggunakan barang milik orang lain dengan janji akan mengembalikannya nanti. Shinmura (1995) 他人のものを、後で返す約束 で使う。借用する。 2. 仮に他のものを目的に使う。 代用する。 Meminjam dengan tujuan tertentu. 「借りる」 Untuk lebih jelasnya bagaimana fungsi dari kotowaza Karitekita Neko 借りてきた猫, penulis akan membahas kotowaza ini yang dikaitkan dengan Otonashii 大人しい. 3.2.1 Analisa kotowaza Karitekita Neko 借りてきた猫 yang dihubungkan dengan Otonashii 大人しい Penulis ingin menganalisa dan membuktikan kotowaza Karitekita Neko 借りてきた猫 yang diartikan menjadi Otonashii 大人しい yang terdapat didalam buku Kodansha’s Dictionary Basic Japanese Idioms karangan Garrison. Oleh karena itu, penulis telah mencari makna dari kata Otonashii 大人しい sebagi Tabel 3.2.2 makna kata Kariru berikut : 1. 落ち着いて穏やかである。 年長者らしい。 Seperti orang lanjut usia. けばけばしくなく、素直で落ち着 いている。 Tidak mencolok, tenang/penurut. (新村1998) Tenang dan tentram/damai. 大人しい 2. 3. 「大人しい」 3.2.1.1 Tabel Makna Otonashii Berikutnya penulis akan membuat tabel pembuktian medan makna dari kotowaza Karitekita Neko た猫」 yang dihubungkan dengan makna Otonashii「大人しい」。 Karitekita Neko「借りてきた猫」 Otonashii「大人しい」 1. 普段と違って非常に大人し くしている。(Shinmura, 1. 落ち着いて穏やかである。 年長者らしい。 S eperti orang lanjut usia. けばけばしくなく、素直で 落ち着いている。 Tenang dan tentram/damai. 2. 1998). 2. 「借りてき 普段の様子と違い、大人し く小さくなってい。る 3. Tidak mencolok, tenang/penurut (Shinmura, 1998). (Fujinami, 2004). 3.2.1.2 Tabel Pembuktian Medan Makna Hubungan Antara Karitekita Neko Otonashii 「大人しい」 「借りてきた猫」 dan Dalam tabel pembuktian medan makna antara Karitekita Neko「借りてきた猫」 dan Otonashii「大 人しい」, penulis menyimpulkan bahwa benar Karitekita Neko「借りてきた猫」berarti 普段と違って非 常に大人しくしている yang berarti “berbeda dengan biasanya, sangatlah tenang”. Berikut contoh penggunaan kotowaza Karitekita Neko「借りてきた猫」dalam beberapa contoh berikut ini : 1. 雅紀くんはお祖母さんの家に行くのが初めてだったので、借りてきた猫のようだった。 (Garrison, 2002, hal.429) Karena Masaki baru pertama kali kerumah nenek, dia bersikap baik tidak seperti biasanya. 2. 毒舌の彼も奥さんの前では借りてきた猫だ。(Garrison, 2002, hal.429) Biasanya dia pintar berbicara, tetapi ketika didepan istrinya dia biasa saja. SIMPULAN DAN SARAN Menurut analisis penulis dari berbagai sumber, penulis menyimpulkan bahwa benar kalau kotowaza Karitekita Neko memiliki makna Otonashii yang berarti adanya perubahan sikap atau manner, dimana yang biasanya tidak bisa diam menjadi diam menjadi diam ketika sedang berada di tempat baru atau asing, bisa juga karena didepan seseorang yang kita hormati atau takuti. 「借りてきた猫」 「大人しい」 「猫に小判」 Penulis juga menghubungkan kotowaza Neko Ni Koban yang mana penulis menyimpulkan bahwa benar kotowaza ini memiliki persamaan makna dengan Muda Ni Naru yang berarti sia-sia. Semahal atau sehebat apapun sesuatu jika diberikan kepada orang yang salah maka akan percuma saja. Sama juga seperti orang yang jika masuk kedalam suatu jurusan atau komunitas tertentu yang tidak sesuai dengan bidangnya maka tidak aka nada artinya. 「無駄になる」 Sesuai dengan analisis penulis, juga disimpulkan bahwa benar kotowaza Neko Wo Kaburu 「猫をか ぶる」 memiliki makna Misekakeru「見せかける」 yang berarti berpura-pura. Dengan sengaja membuat suatu pikiran, fakta, benda, dsg menjadi terlihat seperti itu adanya. Dan terakhir penulis juga menyimpulkan bahwa benar dari analisa kotowaza Neko Ni Matatabi 「猫 にまたたび」ini memiliki persamaan makna dengan Muchuu Ni Naru「夢中になること」yang berarti seseorang akan sangat terfokus pada sesuatu jika sudah dihadapkan atau diberi sesuatu yang sangat disukanya atau menarik perhatiannya sampai lupa akan sekitar. Berdasarkan analisa penulis setelah menganalisis kotowaza ini, penulis merasa bahwa menganalisa kotowaza sangatlah menarik dan sangat berguna bagi pemelajar bahasa Jepang. Karena tidak sedikit kotowaza yang dibuat berdasarkan kehidupan nyata atau sehari-hari. Selain itu menganalisis kotowaza juga dapat menambah pengetahuan mengenai bahasa itu sendiri dan budaya. Karena setelah dianalisis dan diteliti lebih lanjut, ditemukan bahwa banyak makna-makna yang saling berhubungan dan menarik. Melihat banyaknya kotowaza yang ada di Jepang, walaupun terlihat tidak begitu penting, namun sebenarnya kotowaza itu sendiri sebenarnya sudah terpakai secara tidak sadar dalam kehidupan sehari-hari. Selain kotowaza yang sudah di analisis penulis yaitu yang menggunakan kata kucing didalamnya, masih banyak kotowaza lainnya yang menggunakan hewan bisa dianalisis. Contohnya , , dll. に念仏 猿も木から落ちる 馬の耳 REFERENSI Departemen Pendidikan Nasional. (2009) Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat bahasa Edisi Keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Garrison, J. (2002) Kodansha’s Dictionary of Basic Japanese Idioms. Tokyo: Kodansha Ueda, N. (2002). Haffizul, M. (2006). Jurnal Semantik. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/22596511/JURNALSEMANTIK Ikegami, Y.(1991). Imiron. Tokyo: Taishukan Shoten. Keraf, G. (2009). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama. Ueda, N. (2002). Kotowaza Gakushuu. Diunduh dari http://kotowaza.avaloky.com/pv_ani08_02.html Kitahara, Y. (2007). Meikyou Kotowaza Seiku Tsukaikata Jiten. Tokyo: Taishuukan Shoten. Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Parera, Jos Daniel. (1990). Teori Semantik. Jakarta: Erlangga. Shinmura, I. (1995). Koujien Dai-4 Han Edition. Japan: Iwanami Shoten. Shinmura, I. (1998). Koujien Dai-5 Han Edition. Japan: Iwanami Shoten. Sutedi, Dedi. (2004). Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora RIWAYAT PENULIS Brenda Aprillina lahir di kota Jakarta pada 21 April 1992. Penulis menamatkan pendidikan S11 di Bina Nusantara University dalam bidang Sastra Jepang 2013.