1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak masalah yang dialami oleh anak cacat khususnya anak cacat mental diantaranya diskriminasi hukum, sosial, kekerasan ataupun yang lainnya. Belum lagi masalah psikologis yang menimpa orang tua mereka, bahkan ada orang tua yang menyembunyikan dan menutup-nutupi anaknya yang cacat dengan alasan mempunyai anak cacat adalah aib keluarga. Mendidik anak cacat dibutuhkan kesabaran, pengulangan pengajaran berkali-kali serta komunikasi yang ringan dan mudah dimengerti. Hal tersebut tidak lepas dari kemampuan anak cacat mental yang kemampuan IQ-nya di bawah rata-rata anak normal pada umumnya. Kenyataan hingga sekarang ini bahwa sebagian dari anak-anak ini hidup dengan mimpi buruk yang begitu menghantui mereka sehingga setiap gerakan dipenuhi dengan teror yang tidak diketahui. Sebagian hidup dengan kekerasan dan kekejian baik dari lingkungan luar maupun dalam keluarga mereka, bahkan hidup dengan martabat yang hanya layak dimiliki oleh hewan. Sebagian hidup tanpa cinta, harapan, tapi mereka menerima semua itu. Opini masyarakat yang kadang tidak sesuai dengan kenyataan mengenai anak cacat mental penting untuk dikomunikasikan. Baik itu berupa teks dan diekspresikan dalam wacana ataupun pembicaraan. Hal ini mampu menjadi dasar bagi orang tua yang memilik anak cacat mental 2 untuk pembelajaran maupun berbagi pengalaman. Foucault dalam Wijana, (2009:69), menyimpulkan bahwa wacana kadang kala sebagai bidang dari semua pernyataan, kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadang kala sebagai praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan. Wacana, selain secara lisan, dapat pula direalisasikan dalam bentuk karangan utuh (buku/novel, seri ensiklopedi, majalah, koran, dsb), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat lengkap. Dengan kata lain media massa mengandung wacana baik lisan maupun tulisan dalam bentuk cetak dan elektronik. Salah satu media massa yang memiliki peran penting dalam penyebaran ideologi yaitu buku/novel. Selanjutnya, dijelaskan oleh Dominick dalam Ardianto (2007:1416) fungsi media massa terdiri dari surveillance (pengawasan) yaitu pengontrol lingkungan sosial masyarakat berupa penyampaian atau penyebaran informasi yang dapat membantu kalayak dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian yang kedua adalah fungsi interpretation (penafsiran) yaitu media massa tidak hanya memasok fakta dan data tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Fungsi yang ketiga yaitu linkage (pertalian). Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam sehingga membentuk pertalian berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. Fungsi yang keempat yaitu transmission of values (penyebaran nilai-nilai) yaitu media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar 3 dan dibaca. Media massa memperlihatkan bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Serta fungsi yang kelima yaitu entertainment (hiburan) tujuannya untuk menguragi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca berita-berita ringan atau meihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali. Dalam novel ini Torey menceritakan pengalaman pribadinya menjadi guru bagi anak-anak cacat mental. Hal ini akan melihatkan bagaimana konstruksi dari sebuah teks atau wacana akan melahirkan sesuatu. Konstruksi realitas (sosial) adalah upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, orang atau benda tak terkecuali hal-hal yang berkaitan dengan sosial. Konstruktivisme dapat dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Sebuah teks seringkali diibaratkan sebagai hasil konstruksi atas realitas sosial yang sedang berkembang. Hadirnya teks juga dipengaruhi oleh kondisi sosial yang menjadi asas lahirnya sebuah teks. Bahasa merupakan unsur utama dalam konstruksi sosial. 4 Torey Hayden, seorang psikolog pendidikan dan guru pendidikan luar biasa menulis pengalaman pribadinya menghadapi murid-murid yang menderita gangguan mental dan emosi yang cukup parah. Novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil adalah novel pertamanya yang merupakan terjemahan dari One Child. Novel tersebut terbit pada tahun 1980. Di Indonesia diterbitkan oleh Qanita pada Juni 2003. Pengalaman beliau mengajar dituangkan melalui novel berjudul Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil tersebut. Novel ini bercerita tentang dunia pendidikan, kemanusiaan, perjuangan serta kekerasan ganda yang dialami seorang anak perempuan yang digambarkan dengan cara yang berbeda. Beliau menceritakannya dari sudut pandang seorang pendidik. Menghadapi murid seistimewa ini, bekal sang guru hanyalah kesabaran, kasih sayang yang mendalam serta komunikasi yang baik yang bisa diterima oleh anak seperti ini. Cerita dari novel ini sendiri ditulis dengan amat sangat cepat yaitu hanya delapan hari dari awal sampai akhir. Lalu, dibutuhkan waktu hanya 42 hari sejak dia menulis novel ini sampai diterbitkan. Novel ini kemudian menjadi novel International Best Seller karena mendapat sambutan yang cukup luas dari khalayak masyarakat baik di New York, tempat pertama diterbitkan maupun di negara-negara lainnya termasuk di Indonesia sendiri. Sampai tahun 2010 novel tersebut telah terjual 60 ribu eksemplar, terbit dalam 28 bahasa dan sudah diadaptasi dalam berbagai format, antara lain opera satu babak, sandiwara boneka jepang dan sinetron untuk TV. 5 Torey Hayden dalam novelnya menceritakan pengalaman pribadinya sebagai seorang guru sekolah luar biasa yang bertanggung jawab atas sebuah kelas. Ada 8 murid di kelasnya. Usia mereka tak lebih dari 10 tahun, dengan latar belakang yang beragam. Seorang anak yang kondisi neurologisnya memburuk, seorang pernah dua kali mencoba bunuh diri, seorang anak buta, pemarah dan agresif luar biasa, dua orang anak menderita autisme, seorang skizofrenia, seorang pernah mengalami penganiayaan fisik dan seksual sedangkan yang terakhir menderita beragam fobia. Dengan 8 anak bermasalah tersebut, Torey hanya dibantu 2 orang asisten yang tidak kompeten, 1 orang laki-laki yang belum berpengalaman mendidik anak berkebutuhan khusus dan seorang relawan pelajar SMP. Dalam keadaan yang demikian, Torey dipaksa menerima seorang murid baru bernama Sheila. Sheila adalah seorang gadis kecil berusia 6 tahun, yang baru saja menculik seorang anak laki-laki berumur 3 tahun lalu mengikatnya di sebuah pohon dan membakarnya hingga nyaris tewas. Sheila mempunyai problem emosional yang parah. Dia agresif dan membangkang. Anehnya, meski dalam keadaan sedih, marah atau kesakitan, tak sekali pun Sheila menangis. Satu-persatu fakta pun terungkap. Ternyata Sheila adalah anak yang luar biasa, IQ-nya diatas 180. Banyak sekali bekas luka di tubuhnya. Saat berusia 4 tahun, ibunya mendorong Sheila dari mobil dan meninggalkannya begitu saja di jalan raya. Ayahnya keluar masuk penjara, 6 pemabuk, dan tidak mampu memberinya pengasuhan yang layak. Lalu saat semuanya sudah mulai membaik, saat Sheila sudah bisa dikendalikan dan bisa bersikap seperti anak-anak normal lainnya, hal yang buruk pun terjadi. Anak 6 tahun itu mengalami kekerasan seksual yang mengerikan, yang dilakukan oleh pamannya sendiri. Masalah-masalah sosial, pendidikan, kekerasaan terhadap anak dan kegigihan seorang guru menghadapi anak cacat mental yang menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang bagaimana konstruksi realitas perilaku dari salah satu anak cacat mental yang ada dalam novel ini hingga bentuk komunikasi dalam menghadapi perilaku dari anak cacat mental itu sendiri. Konstruksi realitas ini sendiri dianalisis dengan model analisis wacana Van Dijk yang mencoba mengkaji dan mengungkap fungsi dan makna dibalik penggunaan teks / unsur bahasa, struktur sosial, serta bagaimana konteks tersebut diproduksi dan dikonsumsi. Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan di atas, penulis memilih untuk mengkaji novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil ke dalam bentuk skripsi dengan judul : Konstruksi Perilaku Sheila Sebagai Anak Cacat Mental Dalam Novel “Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil” (Studi Analisis Wacana) 7 B. Rumusan Masalah : Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka penulis merumuskan masalah yaitu: 1. Bagaimana konstruksi perilaku Sheila sebagai anak cacat mental dalam novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil. 2. Bagaimana komunikasi verbal dan non verbal Torey Hayden sebagai guru dalam menghadapi perilaku Sheila sebagai anak cacat mental. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian : a. Tujuan Penelitian : 1. Untuk mengetahui konstruksi perilaku Sheila sebagai anak cacat mental dalam novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil. 2. Untuk mengetahui komunikasi verbal dan non verbal Torey Hayden sebagai guru dalam menghadapi perilaku Sheila sebagai anak cacat mental. b. Kegunaan Penelitian : 1. Secara Teoritis a. Sebagai masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu komunikasi, terutama pengetahuan tentang analisis wacana buku. b. Sebagai bahan referensi mengenai komunikasi massa dan analisis teks media. 8 c. Sebagai bahan rujukan bagi mahasiswa komunikasi yang ingin mengkaji tentang analisis wacana. 2. Secara Praktis a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca agar lebih kritis terhadap informasi yang disajikan media b. Untuk masukan kepada pembaca terutama yang tertarik dengan pembahasan analisis wacana pada buku atau novel terutama yang menyangkut sosial dan pendidikan. D. Kerangka Konseptual 1. Novel sebagai Media Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif (Wikipedia). Novel merupakan sutu karya imajinasi seseorang atau merujuk pada kehidupan nyata yang telah terjadi. Pengarang membuat sedemikian rupa dengan cara mengkreasikan dan menyiasati masalah kehidupan untuk menjadi berbagai kemungkinan dan kebenaran. Novel sesuai dengan isinya mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sikap sosial tertentu, ataupun dapat mencetuskan suatu peristiwa tertentu. Novel merupakan proses komunikasi yang membutuhkan pemahaman yang sangat luas. Kedudukan novel sama dengan ilmu pengetahuan lain, yaitu sesuatu yang penting bagi kehidupan dan kemajuan masyarakat. 9 Dengan karya novel pengarang bisa menanamkan nilai-nilai moral dan pesan-pesan tertentu kepada masyarakat pembacanya. Subjektivitas yang disampaikan pengarang melalui karya novel mampu untuk memberikan motivasi atau dorongan bagi suatu perubahan pola pikir baik secara individu atau masyarakat. Novel merupakan salah satu media massa yang dapat memberikan masukan dan pengaruh besar bagi masyarakat. Seseorang menggunakan media massa untuk memperoleh informasi tentang sesuatu, kemudian dia menggunakan media sebagai bagian dari pengetahuan. Kebutuhan dasar lainnya adalah hiburan serta untuk memenuhi kepentingan sosial. Pakar psikologi mengidentifikasikan penetapan integrasi sosial, mencakup kebutuhan untuk memperkuat hubungan dengan keluarga, teman atau yang lainnya dalam masyarakat. Kebutuhan ini diperoleh melalaui pembicaraan atau diskusi tentang sebuah program TV, film terbaru ataupun novel best seller. Media memberikan kesamaan landasan untuk pembicaraan masalah sosial (Ardianto, 2007:24-25). 2. Bahasa, Teks, Konteks, dan Makna a. Bahasa Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa erat kaitannya 10 dengan kognisi manusia, dinyatakan bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi. Bahasa merupakan alat yang dipergunakan dalam usaha memengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Bahasa juga mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat. Menurut Halliday dalam Sobur, (2009:17) secara makro fungsi-fungsi bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Fungsi ideasional: untuk membentuk, mempertahankan dan memperjelas hubungan diantara anggota masyarakat. 2. Fungsi interpersonal: untuk menyampaikan informasi diantara anggota masyarakat. 3. Fungsi tekstual: untuk menyediakan kerangka serta pengorganisasian diskursus (wacana) yang relevan dengan situasi. b. Teks Teks merupakan suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Teks dibentuk dalam suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Secara implisit terdapat hubungan antara tulisan dan teks. Apabila tulisan adalah bahasa lisan yang difiksasikan (ke 11 dalam bentuk tulisan), maka teks adalah wacana (lisan) yang difiksasikan ke dalam bentuk teks. Dalam teori bahasa, apa yang dinamakan teks tak lebih dari himpunan huruf yang membentuk kata dan kalimat yang dirangkai dengan sistem tanda yang disepakati oleh masyarakat, sehingga sebuah teks ketika dibaca bisa mengungkapkan makna yang dikandungnya. c. Konteks Konteks menurut Guy Cook dalam Eriyanto, (2009:9) adalah semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Konteks begitu penting untuk menentukan makna dari suatu ujaran. Dan bila konteks berubah maka berubah pulalah makna itu. Pada dasarnya, konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam (Syafi’ie, dalam Sobur, 2009: 57), yaitu: 1. Konteks fisik yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu, dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu. 2. Konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara maupun pendengar. 12 3. Konteks linguistik yang terdiri atas kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi. 4. Konteks sosial yang relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara (penutur) dengan pendengar. d. Makna Makna adalah suatu kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata. Pada umumnya makna dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan bersifat konotatif. Makna kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut makna denotatif , sedangkan makna kata yang menagndung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum disebut makna konotatif atau konotasi (Keraf, 2010: 27-31). 13 Menurut Hikam, dalam Sobur (2009:22-23) persoalan makna memang merupakan persoalan yang sangat menarik. Untuk dapat memahami tindakan manusia dengan baik, kita harus memahami pula motif dasarnya dengan cara menempatkan diri kita pada posisi sang pembicara. Pengucapan tidak dapat diterima secara apa adanya meskipun ia telah memenuhi kaidah-kaidah sintaksis dan semantik. Tetapi, ia masih memerlukan penafsiranpenafsiran mengikuti struktur makna dari sang pembicaranya. Hanya dengan cara inilah, hubungan simbolik antara pendengar dan pembicara dapat menempati posisi sentral dalam rangka pengungkapan makna yang tersembunyi dari suatu wacana. 3. Konstruksi atas Realitas Sosial Konstruksi sebagai suatu pandangan lain terhadap dunia bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan / pandangan manusia dibentuk oleh kemampuan tubuh inderawi dan intelektual, asumsi-asumsi kebudayaan dan bahasa tanpa kita sadari. Bahasa dan ilmu pengetahuan bukanlah cerminan semesta, melainkan bahasa membentuk semesta, bahwa setiap bahasa mengkonstruksi aspek-aspek tertentu dari semesta dengan caranya sendiri. Sebagian dari realitas sosial adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk penggunaan bahasa. 14 Realitas sosial itu memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh individu. Jadi individu mengonstruksi realitas sosial dan merekonstruksikannya dalam dunia nyata serta memantapkan realitas itu berdasarkan pandangan subjektif individu. Konstruksi juga sarat dengan kepentingan, masyarakat selalu berupaya mengenalkan diri mereka melalui hal-hal yang mereka miliki. Menurut Berger dan Luckmann (dalam Bungin, 2008:23-25), realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Media massa melakukan berbagai tindakan dalam konstruksi realitas dimana hasil akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan makan suatu realitas. Media massa tidak hanya dianggap sebagai penghubung antara pengirim pesan kepada penerima pesan. Intinya terletak pada bagaimana pesan/teks berinteraksi dengan orang untuk memproduksi makna. (Fiske, dalam Sobur 2009: 93). Konstruksi sosial adalah pembentukan pengetahuan yang diperoleh dari hasil penemuan sosial. Realitas memiliki makna ketika realitas sosial tersebut dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh orang lain sehingga memantapkan realitas tersebut secara objektif. Konstruksi sosial realitas merupakan teori yang mengasumsikan sebuah persetujuan berkelanjutan atas makna, karena orang-orang 15 berbagi sebuah pemahaman mengenai realitas tersebut. (Baran & Davis, 2009: 383) 4. Pendekatan Analisis Wacana Kritis Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi atau telaah mengenai aneka fungsi (pragmatik) bahasa. Analisis wacana merupakan penekanan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks yang disebut wacana (Littlejohn, dalam Sobur, 2009: 48). Teun A. van Dijk dalam Eriyanto, (2009:221) memperkenalkan model analisis wacana seseorang atau lembaga dengan perangkat “kognisi sosial”. Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atau teks belaka, karena sesungguhnya teks hanya hasil dari sutu praktek produksi yang harus diamati. Teks dalam hal ini harus dilihat bagaimana produksi dari suatu teks, sehingga akan muncul sebuah penyadaran untuk memperoleh pengetahuan mengapa sebuah teks bisa hadir. Van Dijk dalam Eriyanto, (2009:224) menggambarkan analisis wacana dalam tiga dimensi / bangunan yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana 16 struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Model analisis Van Dijk ini dapat digambarkan sebagai berikut: Teks Kognisi Sosial Konteks Sumber: diadopsi dari Eriyanto (2009: 225) Gambar 1.1 Model Analisis Van Dijk Secara umum, ada tiga tingkatan analisis wacana, yaitu analisis mikro, fokus analisis pada teks terutama unsur bahasa yang digunakan; analisis makro, analisis struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat; dan analisis meso, analisis pada diri individu/khalayak sebagai penghasil dan konsumen teks. Menurut van Dijk dalam Eriyanto, (2009: 226), meskipun terdiri atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Dari paparan diatas, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah: 17 Novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil Konstruksi realitas sosial dalam novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil Analisis wacana Van Dijk 1. Teks 2. Kognisi Sosial 3. Konteks Konstruksi perilaku Sheila sebagai anak cacat mental Gambar 1.2 Kerangka Konseptual E. Definisi Operasional 18 1. Konstruksi adalah menghadirkan bentukan realitas bentuk komunikasi dan pengajaran Torey Hayden sebagai guru terhadap perilaku seorang anak cacat mental bernama Sheila yang ditampilkan dalam novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil. 2. Perilaku adalah respon atau reaksi Sheila sebagai anak cacat mental terhadap stimulus / rangsangan dari luar yang ditampilkan dalam novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil. 3. Konstruksi perilaku adalah bentukan realitas dari respon atau reaksi Sheila sebagai anak cacat mental yang dihasilkan oleh stimulus / rangsangan dari luar yang ditampilkan dalam novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil. 4. Anak cacat mental adalah seseorang yang mengalami kelainan mental (kelemahan kemampuan berfikir) yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan termasuk berkomunikasi secara selayaknya. 5. Novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil merupakan sebuah novel yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulisnya, Torey Hayden. Buku ini bercerita tentang dunia pendidikan, kemanusiaan, perjuangan dan juga tentang kekerasan ganda yang dialami seorang anak perempuan berumur 6 tahun bernama Sheila. Dia ber-IQ di atas 180, namun menderita problem emosional parah karena kekerasan dan kekurangan kasih sayang yang dia alami. Dalam novel ini, sang guru yaitu Torey Hayden sendiri menuturkan pengalaman nyatanya 19 berusaha menyentuh hati si gadis kecil dan memunculkan segala potensi yang dia miliki. 6. Analisis Wacana adalah metode penelitian yang memfokuskan pada pengkajian struktur pesan dan makna dalam komunikasi. Analisis wacana mengkaji muatan pesan, nuansa dan makna yang tersembunyi dalam teks yang menggunakan pendekatan interpretatif dengan mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui satu buah novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil karya Torey Hayden serta sejumlah data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut seperti berita-berita terkait, biografi penulis / penerjemah dan dokumen-dokumen lainnya. Pada penelitian ini datadata yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angkaangka. Hal ini dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian ditelaah satu demi satu (Moeloeng, 2002: 6). 2. Objek dan Waktu Penelitian a. Objek Penelitian Novel Sheila : Luka Hati Seorang Gadis Kecil karya Torey Hayden. 20 b. Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Agustus sampai bulan Oktober tahun 2011. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah melalui: a. Pengumpulan data berupa teks-teks tertulis dari novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil karya Torey Hayden serta sejumlah data yang berkaitan dengan objek penelitian tersebut, seperti beritaberita terkait, biografi penulis/penerjemah dan dokumen-dokumen lainnya. b. Penelitian pustaka (library research) dengan mengkaji dan mempelajari berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori permasalahan yang dibahas. c. Penelusuran data online, yaitu menelusuri data dari media online seperti internet sehingga peneliti dapat memanfaatkan data informasi online secepat dan semudah mungkin serta dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Peneliti memilih sumber-sumber data online mana yang kredibel dan dikenal banyak kalangan. 21 4. Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis teks tentang bentuk komunikasi dan pengajaran terhadap anak cacat mental serta perilaku seorang anak bernama Sheila yang ditampilkan dalam novel Sheila Luka Hati Seorang Gadis Kecil. Berdasarkan kerangka model Van Dijk, penelitian ini menggabungkan analisis teks, yaitu menganalisis bagaimana strategi wacana dan strategi tekstual yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu; analisis kognisi sosial, yaitu menganalisis bagaimana kognisi penulis dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu; dan analisis konteks sosial, yaitu menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa digambarkan. Dalam mengungkapkan makna sebuah wacana tidak hanya dilihat dari teks yang ada, tetapi mengaitkan dengan konteks yang melingkupi kehadiran teks tersebut.