LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA DISKUSI KELOMPOK (DK-09) B.S DEMOGRAFI Kertas Karya Acuan Tema Pendidikan : Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa. I. Judul : Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Guna Meningkatkan Ketahanan Pangan Dalam Rangka Kemandirian Bangsa. II. Variabel : Variabel-1 : Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional. Variabel-2 : Meningkatkan Ketahanan Pangan. Variabel-3 : Kemandirian Bangsa. III. Pokok Permasalahan. Seperti diketahui bahwa berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010 (SP 2010), jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237.641.326 jiwa dengan komposisi laki-laki 119.630.913 dan perempuan 118.010.413 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata tahun 1990-2000 sebesar 1,49 yang sebelumnya tahun 1980-1990 sebesar 1,89 dan tahun sebelumnya lagi 19711980 sebesar 2,31.1 Jumlah penduduk sebesar ini menduduki peringkat ke empat dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2012 ini jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 29,89 juta jiwa (12,36%) turun sebesar 0,13 juta jiwa jika dibanding dengan tahun sebelumnya Maret 2011 sebesar 30,02 juta jiwa (12,49%). Kemudian pada tahun 2012 ini tingkat penganguran terbuka sebesar 6,32% atau sebesar 7,61 juta jiwa dari usia kerja. Data penganguran dapat dilihat sebagai berikut : 1 Website BPS, dds.bps.go.id/eng/aboutus.php/sp=0., Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010, Jakarta, 2010. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Menurut Jenis Kegiatan Utama 2010-2012 (Juta orang) 2 NO JENIS KEGIATAN UTAMA 1 ANGKATAN KERJA Bekerja 2010 2011 * 2012 FEB AGUS FEB AGUS 116,0 116,53 119,40 117,37 120,41 107,41 108,21 111,28 109,67 112,80 8,59 8,32 8,12 7,70 7,61 67,83 67,72 69,96 68,34 69,66 7,41 7,14 6,80 6,56 6,32 Pengangguran FEB 2 TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (%) 3 TINGKAT PENGANGURAN TERBUKA (%) 4 PEKERJA TIDAK PENUH 32,80 33,27 34,19 34,59 35,55 Setengah Pengangguran 15,27 15,26 15,73 13,52 14,87 Paruh Waktu 17,53 18,01 18,46 21,06 20,68 * Sejak tahun 2011 menggunakan penimbangan penduduk berdasarkan SP 2010 (final). Begitupun jumlah penduduk yang bekerja dengan sektor atau lapangan kerja dapat dilihat sebagai berikut : Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, 2010–2012 (Juta orang) NO JENIS KEGIATAN UTAMA 2010 FEB 2011 AGUS FEB 2012 AGUS FEB 1 Petani 42,83 41,49 42,48 39,33 41,20 2 Industri 13,05 13,82 13,70 14,54 14,21 3 Konstruksi 4,84 5,59 5,59 6,34 6,10 4 Perdagangan 22,21 22,49 23,24 23,40 24,02 5 Transportasi, pergudangan dan komunikasi 5,82 5,62 5,58 5,08 5,20 6 Keuangan 1,64 1,74 2,06 2,63 2,78 7 Jasa kemasyarakatan 15,62 15,96 17,02 16,65 17,37 8 Lainnya * 1,40 1,50 1,61 1,70 1,92 107,41 108,21 111,28 109,67 112,80 JUMLAH * Lapangan pekerjaan Utama/ Sektor lainnya terdiri dari sektor pertambangan, listrik, gas dan air. Kemudian masalah kemiskinan secara data dalam penjelasan statistik BPS dapat dilihat sebagai berikut : Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada September 2011 mencapai 29,89 juta orang 2 Website BPS, Berita Resmi Statistik No. 33/05/Th. XV, 7 Mei 2012, diunduh tanggal 13 Juli 2012. 2 (12,36 persen), turun 0,13 juta orang (0,13 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Selama periode Maret 2011–September 2011, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,09 juta orang (dari 11,05 juta orang pada Maret 2011 menjadi 10,95 juta orang pada September 2011), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,04 juta orang (dari 18,97 juta orang pada Maret 2011 menjadi 18,94 juta orang pada September 2011). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah selama periode ini. Penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 9,23 persen, menurun sedikit menjadi 9,09 persen pada September 2011. Penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2011 sebesar 15,72 persen, juga menurun sedikit menjadi 15,59 persen pada September 2011. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2011, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,53 persen, tidak jauh berbeda dengan Maret 2011 yang sebesar 73,52 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mie instan, tempe, dan tahu. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, listrik, angkutan, dan pendidikan. 3 Berdasarkan konstitusi Indonesia UUD 1945 (Amandemen) pada baba XIV “Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial” Pasal 34 di atur sebagai berikut : (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, (2) Negara Mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang baik, (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ii di atur dalam undang-undang. 4 Berkaitan dengan Pasal 34 UUD 1945 ini telah dikeluarkan sebuah undangundang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yaitu UU No. 40 Tahun 2004. UU ini sebagai mana disebutkan dibuat atas pertimbangan antara lain : (1) Bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur; (b) Bahwa untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. 5 Jaminan sosial dimaksudkan adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. 3 Website BPS, http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan12.pdf, diunduh pada tanggal 14 Juli 2012. 4 Lemhannas R.I., Team B.S. Demografi, TOR Penyusunan KKA B.S Demografi PPRA XLVIII, 2012, Jakarta, Hal 1 dan 2 dan UUD 1945 (amandemen), Pasal 34. 5 ______ Undang-undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. 3 Sedangkan sistem jaminan sosial nasional dimaksudkan adalah suatu cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/ atau anggota keluarganya. Apabila hal di atas dikaitkan dengan masalah pangan, khususnya UU NO. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, maka dikatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan SDM yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional.6 Dikatakan bahwa pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2002 Tentang Ketahanan Pangan dikatakan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan nasional untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Dari uraian fakta dan analis singkat di atas, maka tulisan kertas karya acuan ini merumuskan pokok permasalahannya adalah : Bagaimana sistem jaminan sosial nasional guna meningkatkan ketahanan pangan dalam rangka kemandirian bangsa ?. IV. Pokok-Pokok Persoalan. Sesungguhnya berdasarkan beberapa literatur persoalan-persoalan sistem jaminan sosial nasional cukup banyak, akan tetapi pokok-pokok persoalan dalam KKA ini dikaitkan dengan permasalahan di atas hanya dikemukakan tiga persoalan saja antara lain sebagai berikut : 1. Belum atau tidak transparan dan akuntabelnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang selama ini sudah berjalan 6 ______ Undang-undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. 4 dan yang akan dibentuk sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, kondidi ini berdampak pada tingkat pemberian kemamfaatan atau pelayanan yang diberikan misalnya pada saat masyarakat membutuhkan pelayanan kesehatan seringkali di terlantarkan dan melalui proses birokrasi yang berbelitbelit. Hal ini berkaitan dengan kebiasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang justru diberitakan menjadi “sapi perahan” orang-orang birokrat maupun partai politik, sehingga menimbulkan keraguan apakah keuangan yang ditarik berdasarkan iuran dan kepersertaan dapat senantiasa dipublikasikan secara transparan dan akuntabel. BPJS sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN adalah (a) Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), (b) Perusahaan Perseroan (Persero) Dana tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN), (c) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) dan (d) Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES). 2. Belum adanya kejelasan tentang jaminan sosial terhadap masyarakat yang bekerja di sektor informal seperti wiraswasta, supir bus, pedagang, pertanian dan lain-lain. Hal ini berkaitan dengan basis sistem jaminan sosial nasional itu sendiri, yaitu berasal dari iuran dan kepersertaan dimana dalam pasal 13 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN ini menyatakan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS. Yang ditanggung oleh negara untuk menerima bantuan iuran sebagai kepesertaan kepada BPJS hanyalah fakir miskin dan orang tidak mampu. Belum lagi jika dilihat standart kemiskinan inipun belum begitu jelas apa kriterianya yang dapat dibantu iurannya oleh negara. 3. Belum diaturnya secara jelas dalam SJSN ini tentang ketidak mampuan masyarakat terhadap akses pangan. Hal ini berkaitan dengan pemaknaan Ketahanan Pangan adalah sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dan pemaknaan terjangkau adalah keadaan di mana rumah tangga secara 5 berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan kebutuhan, untuk hidup yang sehat dan produktif. Kondisi ini dikaitkan dengan BPJS yang dibentuk sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN adalah untuk jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek), dana tabungan dan asuransi pegawai negeri (Taspen), asuransi sosial Angkatan Bersenjata (Asabri) dan asuransi kesehatan Indonesia (Askes), dimana pelayanan kemamfaatan dapat diberikan karena berdasarkan iuran dan kepersertaan. Jika demikian halnya bagaimana dengan masyarakat yang tidak mampu mengakses pangan, padahal angka kemiskinan Indonesia sebagaimana data BPS diatas terbesar disebabkan karena komoditi pangan, yaitu sebesar 73,53% (Data September 2011). V. Pokok-Pokok Pemecahan Persoalan. 1. Kebijakan. Sebagai upaya mewujudkan sistem jaminan sosial nasional yang baik sebagaimana telah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sisitim Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dirumuskan dalam KKA ini adalah maka kebijakan yang “Reformasi total Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang telah ada selama ini, yaitu Jamsostek, Taspen, Asabri dan Askes menuju badan usaha yang transparan dan akuntabel dan berorientasi kepada pelayanan prima kepada publik”. 2. Strategi. Untuk mewujudkan kebijakan di atas maka strategi yang ditempuh adalah mereformasi secara total baik struktur, instrumental dan kultur organisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan berorientasi kepada : a. Menjadikan organisasi BPJS sebagai lembaga pengelola jaminan sosial yang transparan dan akuntabel kepada publik. b. Mewujudkan BPJS sebesar-besarnya untuk kepentingan dan pelayanan bagi masyarakat Indonesia baik yang sudah bekerja, pengangguran, orang kaya maupun yang fakir miskin sesuai dengan 6 kebutuhan berdasarkan pada jenis iuran dan kepersertaan maupun yang belum kedua-duanya. c. SJSN dikembangkan juga untuk mewujudkan kemampuan aksesibilitas masyarakat khususnya kelompok rentan terhadap pangan. Hal ini sesuai dengan pasal 5 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SSJN tentang kemungkinan pembentukan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. 3. Upaya. Upaya strategi-1; Menjadikan organisasi BPJS sebagai lembaga pengelola jaminan sosial yang transparan dan akuntabel kepada negara dan publik. a. Kementerian Koordinator Kesra bersama stakeholder seperti Kementerian BUMN, Keuangan melakukan reformasi secara total baik struktur BPJS yang sudah ada saat ini yaitu Persero Jamsostek, Persero Taspen, Persero Asabri dan Persero Askes. Reformasi struktur dimaksudkan untuk memberikan akses kepada pemerintah untuk ikut mengatur lebih detail kepengurusan organasisasi BPJS khususnya yang menyangkut masalah hidup orang banyak yaitu masyarakat Indonesia. Artinya juga pemerintah tidak semata-mata melepaskan kepada sistem pasar yang liberalisme atau sistem kapitalis yang dapat merugikan masyarakat yang rentan atau masyarakat miskin yang membutuhkan jaminan sosial itu sendiri. b. Segera merealisasikan pembentukan beberapa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri ataupun Peraturan Daerah untuk mendukung perubahan struktur BPJS yang ada maupun sebagai bentuk operasionalisasi dari UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN dan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS sendiri sesuai yang diamanatkan dalam masing-masing undang-undang. Diharapkan pembuatan beberapa peraturan tersebut pemerintah tidak melepaskannya kepada kelompok pengusaha yang dikuasai oleh sistem liberalisme dan kapitalis, tetapi harus memperhatikan kemamfaatan bagi kelompok rentan yang memang harus mendapatkan jaminan sosial itu sendiri. 7 c. Sistem rekruitmen SDM pada BPJS baik kelompok direksi maupun petugas pelaksana dan manajerial harus betul-betul terbuka dan akuntabel termasuk pemilihan semacam komisaris, dewan direksi, dewan pengawas dan lain-lain. Hal ini untuk menghindari jangan sampai justru BPJS tertentu seperti Jamsostek, Asabri, Taspen maupun Askes dijadikan “sarang penyamun” atau sarana pencucian uang untuk kepentingan perseorangan penguasa maupun partai dalam sistem politik partai yang sedang berlaku di Indonesia saat ini. d. Setiap anggota yang sudah masuk jaminan sosial tertentu dan masyarakat luas diberikan akses secara mudah seperti sistem online untuk mengakses kondisi keuangan BPJS maupun keuangan pribadi yang ikut sebagai peserta yang dikarenakan iuran sendiri maupun iuran yang dibantu oleh pemerintah yaitu kelompok fakir miskin dan orang yang tidak mampu. e. Adanya kontrak kinerja para direksi maupun pelaksana yang mengelola BPJS dengan pihak pemerintah untuk betul-betul merealisasikan ketentuan-ketentuan penyelenggaraan BPJS seperti yang diamanatkan oleh UU misalnya merealisasikan prinsif-prinsif BPJS (gotong royong, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepersertaan yang bersifat wajib, dana amanah dan pengelolaan dana). Melaksanakan fungsi, tugas, wewenang, hak dan kewajiban BPJS (lebih khusus pada kewajiban BPJS seperti memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta, memberikan informasi kondisi keuangan dan lain-lain). Apabila dalam perjalanan kinerja direksi dan para pelaksana justru merugikan kepentingan masyarakat dengan melakukan tindakan-tindakan yang tidak benar, maka seluruh harta kekayaan milik mereka dapat dijadikan jaminan sesuai ketentuan yang ada dengan tidak berbelit-belit untuk menghindari kerugian BPJS dan kerugian masyarakat luas. f. Polri dan aparat penegak hukum lainnya melakukan penegakan hukum secara lebih tegas, transparan, akuntabel dan ramhatan lil alamin dibidang sistem jaminan sosial nasional ini untuk memberikan 8 dampak yang baik dan menghindari kerugian masyarakat luas yang rentan atau memang membutuhkan jaminan sosial. Upaya strategi-2; Mewujudkan BPJS sebesar-besarnya untuk kepentingan dan pelayanan bagi masyarakat Indonesia baik yang sudah bekerja, pengangguran, orang kaya maupun yang fakir miskin sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pada jenis iuran dan kepersertaan maupun yang belum kedua-duanya. a. Kementerian Koordinator Kesra maupun BUMN mewajibkan kepada direksi atau penyelenggara BPJS untuk membuat sistem operasional prosedur yang jelas, bagaimana hak dan kewajiban masyarakat Indonesia maupun pemerintah dalam hal memberikan atau menyetorkan iuran kepersertaan, pengelolaan keuangan dan pemberian kemamfaatan kepada peserta atau masyarakat Indonesia. b. Pihak penyelenggara atau BPJS mengeluarkan sistem yang jelas tentang tata cara pengambilan mamfaat atau kemamfaatan dari kepersertaan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang telah mendapat jaminan sosial apabila mereka membutuhkannya. BPJS mengutamakan prinsif memberikan pelayanan lebih dahulu dari pada dukungan administrasi yang birokratik dan berbelit-belit. c. Pelayanan yang diberikan oleh BPJS maupun pihak lain yang telah ditunjuk dan sudah bekerja sama dengan BPJS untuk memberikan pelayanan kepada seluruh rakyat Indonesia dengan prinsif-prinsif pelayanan yang prima. Pelayanan prima yang dimaksudkan disini antara lain prosedur yang sederhana, adanya kejelasan persyaratan, adanya perincian biaya yang jelas, adanya kepastian waktu, memperhatikan akurasi tindakan, memberikan rasa aman dan kepastian hukum, adanya penaggung jawab yang jelas, adanya kelengkapan sarana dan prsarana, kemudahan untuk mengakses pelayanan, adanya kedisiplinan, kesopanan dan keramahan dari petugas pelayanan dan adanya kenyamanan di lingkungan tempat pelayanan. Upaya Strategi 3; SJSN dikembangkan juga untuk mewujudkan kemampuan aksesibilitas masyarakat khususnya kelompok rentan 9 terhadap pangan. Hal ini berkaitan dengan tujuan dari pada pembangunan pangan di Indonesia yang dikatakan penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan mamfaat secara adil dan merata berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, ketahanan pangan dan keamanan pangan serta tidak bertentangan dengan keyakian masyarakat. a. Kemenko Kesra melakukan pengajuan amandemen UU No. 40 Tahun 2004 tentang SSJN untuk menambahkan bahwa jenis program jaminan sosial yang saat ini dikatakan meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminana hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian perlu ditambah dengan program jaminan untuk mendapatkan pangan. Hal ini sesuai dengan pasal 5 ayat (4) UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SSJN tentang kemungkinan pembentukan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial yang lain dari pada yang sudah ada saat ini dan harus juga dibentuk berdasarkan undang-undang. b. Para direksi BPJS mengerahkan pengelolaan dana baik yang berasal dari hasil iuran atau kepersertaan warga masyarakat fakir miskin dan tidak mampu dan dibayarkan oleh negara pada upaya- upaya atau usaha yang bersifat penguatan ketahanan pangan dengan tetap memperhatikan prinsif-prinsif kehati-hatian dan sistem keekonomian kerakyatan yang berlaku. Pengelolaan dana ini misalnya dapat diberikan sebagai bantuan modal pengembangan usaha pada petani kecil atau lemah, pemeliharaan jaringan irigasi di daerah-daerah sentra produksi pangan yang berkolaborasi dengan Kementerian sektor utama misalnya dengan Kementerian PU dan lain-lain. c. Pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah mengusulkan agar seluruh petani baik yang kaya maupun yang miskin (khususnya yang memliki luasan lahan pertanian dibawah 0,5 Ha) untuk menjadi peserta jaminan sosial nasional, baik jaminan sosial kesehatan, jaminan sosial ketenaga kerjaan, jaminan kematian maupun jaminan pangan. Cara ini ditempuh dengan membayarkan iuran kepesertaan mereka masyarakat petani melalui APBN maupun APBD dengan tetap memperhatikan keefektifan dan keefisienan. 10 d. Pemerintah pusat dan daerah senantiasa memberikan bantuan sosial seperti beras untuk orang miskin kepada masyarakat yang memang membutuhkan bantuan. Pemberian bantuan ini senantiasa juga dilakukan evaluasi dan penegakan hukum agar maksud dan tujuan pemerintah yang baik dapat dirasakan oleh masyarakat yang memang membutuhkan. e. Pemerintah pusat membentuk team pengawas atas terealisasinya program-program pemberian bantuan seperti beras untuk orang miskin, pemberian bantuan untuk iuran kepersertaan sistem jaminan sosial nasional kepada BPJS dengan target awal adanya orang-orang yang diberikan kewenangan menyalurkan beras untuk orang miskin atau direksi atau pengelola BPJS maupun pihak ke tiga dihukum sebagai bentuk realisai berfungsinya sistem pengawasan yang dibuat. Upaya ini sebagai pemberian dampak penjeraan atas berbagai penyimpangan. Jakarta, Juli 2012. Peserta PPRA XLVIII/ 2012, Zulkarnain. Nomor ururt absen : 82 Lampiran : 1. Alur Pikir. 2. Pola Pikir. 11