MEDIA SOSIAL PATH DAN PENCITRAAN DIRI (Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pencitraan Diri Para Pengguna Media Sosial Path di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler FISIP UNS Angkatan 2014) Yuvita Balianna Ch. Heny Dwi Surwati Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Now everybody could easly used the internet media for their needed, example they used internet to access social media. Even that the media social become like one of lifestyle trending. And the one of the popular social media is Path. Path is the new comers of media social. Path just need short time to reach their popularity, even from SINDO news said that the Path users became one of the top in the world. Common people used Path to showing up or just to appreciated their activities. These activities are known as self-image. This research aims to find out and describe the use of Path as a social media and the reason behind, to find out and describe how. Path, as a social media can be a media for the users to show their self image. The research also aims to find out and describe how the users show their self image through Path. The analysis method used in this research is qualitative descriptive. The population from this research are Communication Science UNS Regular students of 2014. Resources obtained frompurposive sampling and in-depth interview to collect the data that are needed. Analysis of this study started by asking the background create social media Path accounts, and then the research took photos or teks that appeared in September 2014 – June 2015 in a Path account, after that the researcher conducted an analysis and get the categorization. The categorization to he informant confirmed by finding out the formation of self-image with the theory that triggered of Elvinaro and Soemirat who divide themselves into four image formation of perception, cognition, motivation and attitude. The result of this research shows that the forming of self image can be done through social media, such as Path as an example. The forming of self image can be shown from the posting of users, as the main activity on Path. This posting is a form of communication among Path users that later can be used as a media to 1 2 share everyday life. The intensity of Path users when posting can affect the interaction inside the Path world itself, because this interaction is a form of activity that is done to show and create someone’s self image. The self image that is created on Path has an influence towards the reality of Path users. This shows that social media can be an easy way to form someone’s self image in their everyday life. Keyword : Path, Social Media, Self-Image. Pendahuluan Perkembangan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat di abad ke – 21 ini. Teknologi menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam mempermudah setiap pekerjaan manusia. Salah satunya dalam hal komunikasi. Mudahnya setiap orang untuk berkomunikasi saat dimana pun dan kapan pun membawa dampak besar bagi kehidupan. Kehadiran internet membuka jalan media baru untuk hadir ditengah masyarakat yang memberikan layanan kemudahan dalam berinteraksi serta berkomunikasi dengan sesama pengguna membawa pengaruh besar dan kemudian membentuk budaya baru dalam berkomunikasi. Dalam konteks komunikasi, media merupakan alat sarana yang digunakan dalam berlangsungnya proses komunikasi. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia media dimunculkan dengan hadirnya sebuah media baru (new media). Menurut ebook yang berjudul “The Internet : An Introduction to New Media” menjelaskan bahwa banyak perubahan yang ditimbulkan oleh media baru dengan adanya media baru yang berkembang sangat cepat menciptakan sebuah budaya populer (pop culture). Salah satu efek dari media baru adalah munculnya media sosial seperti situs jejaring sosial lainnya (Green, 2010 : 3). Bahkan media sosial menjadi salah satu lifestyle trending. Popularitas penggunaan media sosial di kalangan generasi abad ini tidak terlepas dari fungsinya yang mampu menjadi sarana presentasi diri guna mendukung eksistensi pribadi sebagai manusia. Dengan merebaknya pengguna media sosial, kini media sosial hadir dalam sebuah smartphone. Media sosial sebelumnya yang sempat booming dalam sebuah smartphone yaitu Facebook dan Twitter. Kini pengguna media sosial 3 dikenalkan dengan media sosial Path yang didirikan pada tahun 2010. Path merupakan pendatang baru di ranah jejaring sosial yang meraih popularitas dalam waktu relatif singkat, bahkan kini menjadi sangat trend dikalangan anak muda hingga dewasa. Path adalah jurnal sosial pintar interaktif dimana kita bisa mengetahui kegiatan seseorang sehari – hari melalui timeline kita dan bisa langsung mengomentari atau memberi emoticon pada aktifitas tersebut. Path hanya dibatasi dengan 500 pengguna, keeksklusifan dan keprivasian yang dihadirkan dalam Path juga menjadi daya tarik tersendiri terhadap jejaring sosial. Bahkan pengguna Path Indonesia menjadi one of the top di dunia sejak 2012 dan secara global saat ini pengguna aktif Path mencapai 50 juta orang (http://www.koran- sindo.com/read/974299/152/unsur-privat-dan-publik-di-path-1425952919 diakses pada 2 April 2015 pukul 21.00). Dikarenakan kelebihan Path yang bisa menjadi jurnal pribadi dan bersifat personal, membuat Path menjadi trend terbaru di masyarakat Indonesia terutama anak – anak muda. Masyarakat Indonesia yang mengikuti trend penggunaan Path menunjukkan berbagai aktivitas kesehariannya melalui Path. Aktivitas di Path – lah yang nantinya menunjukkan karakter dari pengguna Path, dan juga bagaimana seseorang menggambarkan sosok atau jati diri yang diinginkannya atau yang dikenal dengan istilah citra diri. Kesan yang diperoleh seseorang dapat terbentuk cukup dengan melakukan aktivitas dalam jejaring sosial terutama jejaring sosial Path. Bahkan Jalaludin Rakhmad dalam Ardianto dan Soemirat (2012 : 114), mendefinisikan citra sebagai gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi. Media sosial memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk menjadi produsen pesan tanpa melihat latar belakang budaya, usia, status sosial, bahkan gender. Tidak mengherankan jika media sosial sangat digandrungi di kalangan remaja. Dari hasil penelitian Nielsen menemukan bahwa mayoritas pengguna jejaring sosial adalah usia 18 – 34 tahun “boasts the highest concentration of 4 active visitors among all age groups” (State of The Media: The Social Media Report, 2011). Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti menilih mahasiswa terutama mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Angkatan 2014 sebagai obyek penelitian. Menurut data Pers Ilmu Komunikasi menyebutkan bahwa mahasiswa Ilmu Komunikasi lebih aktif dalam menggunakan media sosial. Selain itu, mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler Angkatan 2014 merupakan lulusan dari Sekolah Menengah Atas menuju Perguruan Tinggi yang dimana akan menampilkan citra diri baru di lingkungan barunya. Atas dasar itulah, peneliti ingin mengetahui bagaimana pencitraan diri mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Angkatan 2014 sebagai pengguna Path dalam jejaring sosial tersebut. Berpijak pada pertanyaan tersebut, maka penlis memilih judul “Media Sosial Path dan Pencitraan Diri (Studi Deskriptif Kualitatif Pencitraan Diri Para Pengguna Media Sosial Path di Kalangan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler FISIP UNS Angkatan 2014)” sebagai judul penelitian ini. Rumusan Masalah Peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Reguler Angkatan 2014 membentuk citra diri dalam Path sebagai pengguna jejaring sosial Path? Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui memahami citra diri mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Angkatan 2014 yang ditunjukkan dalam aktivitas di jejaring sosial Path. 5 Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Secara estimologis istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendy, 2003 : 9). Sedangkan secara termologi yaitu penciptaan makna antara dua orang atau lebih lewat penggunaan simbol – simbol atau tanda – tanda. Komunikasi disebut efektif bila makna yang tercipta relatif sesuai dengan yang diinginkan komunikator (Mulyana, 2010 : 49). Beberapa para ahli mendefinisikan komunikasi menurut sudut pandang mereka masing – masing. Menurut Bernard Berelson dan Gary A. Steiner yang dikutip oleh Mulyana (2010 : 68) mengatakan bahwa : “Komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol – simbol, kata – kata, gambar, figur, grafik, dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi”. Kalau di tarik pengertian secara umum dari pendapat para pakar komunikasi diatas, maka menurut McQuail & Windahl (1993 : 5) menjelaskan bahwa komunikasi tersebut berkaitan erat dengan unsur – unsur seperti : “a sender, a message, a receiver, a relationship between sender and receiver, an effect, a context in which communication occurs and a range of the things to which ‘messages’ refer. Sometimes, communication can be any or all of the following: action on another with others and reaction to other”. (Pengirim pesan, media saluran, pesan – pesan, penerima dan terjadi hubungan antara pengirim dan penerima yang menimbulkan efek tertentu, atau kaitannya dengan kegiatan komunikasi dan suatu hal dalam rangkaian penyampaian pesan – pesan. Kadang – kadang, komunikasi dapat terjadi pada seseorang atau semuanya, mulai dari yang melakukan aksi kepada lainnya, atau terjadi interaksi dan reaksi dari suatu pihak kepada pihak lainnya). 6 2. Komunikasi Massa Definisi komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Rakhmat, 2003 : 188) dalam buku Elvinaro, Lukiati dan Siti yang berjudul Komunikasi Massa Suatu Pengantar, yakni : “Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people)” (Elvinaro, Lukiati & Siti, 2007 : 3). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar di lapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran dan televisi, keduanya dikenal sebagai media elektronik, surat kabar dan majalah keduanya disebut sebagai media cetak. Definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh ahli komunikasi lain yaitu Gerbner, yang dikutip dari bukunya (Rakhmat, 2003 : 188), yaitu : “Mass comunication is the technologically and institusionally based production amd distribution of the most broadly shared contiuous flow of message industrial societis”. (Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri) (Elvinaro, Lukiati & Siti, 2007 : 3). 3. Teori Konstruktivisme Teori Konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komuikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Delia. Teori Konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Menurut teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam 7 bentuknya yang kasar tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2013 : 166). Teori konstruktivisme dibangun berdasarkan teori yang ada sebelumnya yaitu : “konstruksi pribadi” atau “konstruksi personal” (personal construct) oleh George Kelly yang menyatakan, bahwa orang memahami pengalamannya dengan cara mengkelompokkan berbagai peristiwa menurut kesamaannya dan membedakan berbagai hal melalui perbedaannya (Kelly, 1991 : 118 – 120). Teori konstruktivisme mengakui bahwa konstruksi personal memiliki latar belakang sosial, dengan demikian konstruksi personal dipelajari melalui interaksi dengan orang lain. Karenanya, kebudayaan memiliki peran signifikan dalam menentukan makna suatu peristiwa. Budaya dapat mempengaruhi bagaimana tujuan komunikasi ditentukan, bagaimana tujuan baru harus dicapai sekaligus tipe konstruksi yang digunakan dalam skema kognitif. Walaupun teori ini mengakui efek interaksi sosial dan budaya dalam sistem kognitif, namun teori konstruktivisme lebih mengutamakan pengamatannya pada berbagai perbedaan individu melalui kompleksitas konstruksi personalnya dan juga strategi yang digunakan dalam berkomunikasi (Morrisan, 2013 : 167). Paradigma konstruktivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif. Realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang. paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Guba dan Lincoln, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertidak sebagai agen yang mengkonstruksikan dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku, menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan – alasan subjektif (Eriyanto, 2004 : 13). 8 4. Internet Internet sendiri meruapakan singkatan dari Interconnected Network, berupa sebuah sistem komunikasi yang menghubungkan jaringan – jaringan di seluruh dunia. Istilah internet pada mulanya diciptakan oleh para pengembangnya karena mereka memerlukan kata yang dapat menggambarkan jaringan dari jaringan – jaringan yang saling terkoneksi yang tengah mereka buat waktu itu. Menurut Budi Sutejo Dharma Oetomo dalam Sutejo (2002 : 52) menjelaskan bahwa : “Internet adalah sebuah jaringan komputer yang sangat besar yang terdiri dari jaringan – jaringan kecil yang saling terhubung yang menjangkau seluruh dunia”. Maka dalam hal ini internet dapat dirumuskan sebagai “a large collection of computer in networks that are tied together so that many users can share their vast resources”. Tampaklah bahwa pengertian internet tidak hanya terbatas pada aspek perangkat keras berupa seperangkat komputer yang saling berhubungan satu sama lain dan memiliki kemampuan untuk mengirimkan data, baik berupa teks, pesan, grafis, maupun suara. Dengan kemampuannya dapat dikatakan bahwa suatu jaringan komputer yang saling terkoneksi dengan jaringan komputer lainnya ke seluruh dunia (Munir, 2008 : 195) 5. Social Media dalam Kajian New Media Media baru telah merombak konsep audien lama yang merupakan para pengguna pasif dari media menjadi para pengguna aktif. Keaktifan tersebut ditunjukkan dengan penggunaan media tersebut oleh audien sebagai media untuk menyampaikan pesan yang telah mereka produksi, edit, dan unggah sendiri. Konten media tradisional yang sebelumnya one to many didominasi oleh institusi media tersebut sendiri, maka kini telah dikenal user-generated contents. Artinya isi media yang dibuat dari, oleh, dan untuk user, alih-alih katakanlah pengelola website (Swasty, 2011: 41). 9 Media sosial menurut Utari (2011: 49) adalah sebuah media online dimana para penggunanya dapat dengan mudah berpartisipasi, dengan mudah berbagi informasi; menciptakan content/isi yang ingin disampaikan kepada orang lain; memberi komentar terhadap masukan yang diterimanya dan seterusnya. Media sosial sudah barang tentu tidak sama dengan interaksi tatap muka, namun media sosial memberikan bentuk-bentuk baru dalam interaksi yang membawa orang kembali ke dalam kontak pribadi dalam cara-cara yang tidak dapat dilakukan oleh media konvensional. 6. Pencitraan Diri Citra merupakan serangkaian pengetahuan, pengalaman, perasaan (emosi) dan penilaian yang diorganisasikan dalam sistem kognisi manusia atau pengetahuan pribadi yang sangat diyakini kebenarannya. Rahmat dalam bukunya Ardianto berjudul “Metodologi penelitian untuk public relations”, pengertian citra adalah : “Citra adalah peta kita tentang dunia. Tanpa citra, kita akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia menurut persepsi kita (Rakhmat, dalam Ardianto, 2009 : 28). Menurut Ardianto dan Soemirat pada bukunya “Dasar – dasar Public Relations”, pembentukan citra dipengaruhi oleh empat komponen yaitu (1) persepsi – hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan; (2) kognisi – suatu keyakinan diri dari terhadap memberi rangsangan tersebut sehingga individu harus diberikan informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya; (3) motivasi – keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan – kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan; (4) sikap – kecenderungan bertindakan, berpersepsi, berfikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai (2012:116). 10 Metodologi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah: pertama, untuk mengetahui frekuensi suatu aspek fenomena sosial tertentu. Kedua, untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UNS Reguler Angkatan 2014. Adapun profil Path yang akan diteliti merupakan update profil yang dilakukan informan dalam kurun waktu bulan September 2014 hingga Juni 2015. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, artinya bahwa penentuan sampel mempertimbangkan kriteria – kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, penulis mengambil sampel lima mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UNS Reguler Angkatan 2014. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, observasi, dan juga kepustakaan dengan analisis data menggunakan triangulasi data dan juga menggunakan model analisis interaktif untuk validitas data pada penelitian ini. Sajian dan Analisis Data A. Persepsi Pengguna Media Sosial Path Path menjadi sarana baru dalam berkomunikasi menggunakan new media yang digemari di Indonesia. Keekslusifan dan keprivasian yang dihadirkan dalam Path menjadi salah satu keunggulannya. Persepsi informan mengenai media sosial Path secara umum dapat diketahui dari pengalamannya setelah menggunakan media sosial Path, sedangkan persepsi pencitraan diri tiap – tiap fitur di Path dapat diketahui dari pengetahuan informan tentang bagaimana dirinya melihat berdasarkan pengalaman yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dari berbagai pendapat para informan bahwa mereka mempersepsikan media sosial Path sebagai media sosial untuk memperoleh sebuah informasi. Tak bisa dipungkiri setiap pengguna sosial media tentunya memiliki kebutuhan untuk 11 mengakses sebuah informasi dan kebutuhan informasi pun menjadi berbeda. Kebutuhan informasi yang dijelaskan oleh Katz, Gurevitch, dan Haas (dalam Severin dan James, 2005 : 357), memiliki beberapa elemen seperti : kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kebutuhan integratif personal, kebutuhan integratif sosial, dan kebutuhan pelepasan ketegangan. Adapun kebutuhan informasi yang diinginkan oleh kelima informan yaitu, kebutuhan kognitif berupa mendapatkan informasi tentang lokasi atau tempat terbaru, film terbaru, dan info event seputar Solo; kebutuhan afektif berupa berbagi quote – quote hanya sebagai hiburan; kebutuhan integratif personal berupa menunjukkan kepada para pengguna media sosial Path bahwa dirinya pernah mengunjungi lokasi tersebut, menonton film baru agar mendapatkan pengakuan dari teman – temannya; kebutuhan integratif sosial berupa bersosialisasi dengan teman – temannya dan menunjukkan kebersamaan mereka. Para informan juga mengatakan bahwa sebagian besar teman – teman yang ada di akun Path – nya membentuk citra dirinya dengan cara mengunggah lokasi yang kelas keatas, memilih foto yang menurutnya paling bagus, dan lain sebagainya karena para informan mempersepsikan membentuk citra diri di Path berdasarkan pengalaman yang ia lihat. B. Kognisi Pengguna Media Sosial Path Proses pengolahan dan penyampaian sebuah informasi setiap orang yang bereda – beda yang menyebabkan opini setiap individu terhadap informasi dan media yang digunakan untuk penyampaian informasi pun berbeda – beda. Seperti yang kita ketahui masyarakat beranggapan bahwa media sosial banyak dijadikan sebuah media untuk pencitraan. Namun, tidak semua orang yang menggunakan media sosial untuk mencitrakan dirinya. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kognisi yang berbeda – beda. Menurut Woodworth dan Marwuis dalam Walgito, 2002 (dalam Kurniawan, 2014 : 5) ada beberapa aktifitas kognitif, diantaranya adalah persepsi, ingatan, dan berpikir, a) persepsi adalah proses penerimaan dan stimulus yang diterima dan stimulus yang diterima; b) ingatan adalah kemampuan yang 12 berkaitan dengan kemampuan individu untuk menerima atau memasukkan dan menyimpan dan menimbulkan dan kembali hal – hal yang telah lampau; c) berpikir adalah proses pengolah dan memanipulasi informasi dari lingkungan dengan simbol – simbol atau materi – materi yang disimpan dan dalam ingatannya. Seperti yang telah dijelaskan diatas bagian Persepsi Pengguna Media Sosial Path bahwa persepsi pencitraan diri di media sosial terutama media sosial Path bermacam – macam caranya. Setelah dipersepsikan, masyarakat terutama informan memasukan memori tersebut kedalam ingatannya, sehingga informan memaknai informasi berdasarkan simbol – simbol (moment – moment yang ada di Path) bahwasanya media sosial Path selain untuk mendapatkan informasi bisa dijadikan sebuah media untuk menciptakan citra diri. C. Motivasi Pengguna Dalam Menggunakan Media Sosial Path Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan – kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Ardianto & Soemirat, 2012 : 116). Ada lima fitur di dalam media sosial Path, diantaranya lokasi, foto, musik/film/buku, status dan tidur – bangun. Penuli ingin mengetahui latar belakang informan menggunakan fitur – fitur di Path. Beragam jawaban yang diutarakan oleh informan motivasi mereka menggunakan fitur – fitur yang ada di dalam Path diantaranya sebagai berikut: (a) fitur lokasi – Path memungkinkan pengguna untuk membagikan lokasi kepada pengguna lain. Menurut para informan selaku pengguna aktif Path, berbagai alasan melatarbelakangi motivasi menggunakan fitur lokasi dalam Path yaitu agar tidak ketinggalan jaman, pamer, kepentingan aktivitas kesenangan, menunjukkan kebersamaan bersama pasangan, dan menunjukkan keberadaan; (b) fitur foto – Keistimewaan dari fitur foto di Path ini adalah dilengkapi dengan fitur lokasi dan with, sehingga para pengguna Path bisa menambahkan lokasi dan dengan siapa dalam foto tersebut. Menurut para informan selaku pengguna aktif Path, berbagai alasan dapat melatarbelakangi motivasi menggunakan fitur foto dalam Path yaitu 13 untuk menyimpan momen di akun Path, sebagai sarana promosi, berbagi informasi, dan menunjukkan kebersamaan; (c) fitur lagu, film dan buku – pengguna Path dapat membagikan musik yang sedang mereka dengar, film yang sedang ditonton, atau buku yang sedang dibaca oleh pengguna sendiri kepada pengguna lainnya. Keistimewaan dari fitur ini adalah kita bisa menambahkan dengan siapa mendengarkan lagu, menonton film, dan membaca buku. Adapun berbagai macam motivasi dari para informan menggunakan fitur ini yaitu menyalurkan hobi dan selera dan menunjukkan perasaan; (d) fitur status - Fitur status tentunya di seluruh media sosial sudah tersedia. Namun, fitur status di Path ini berbeda dibanding dengan fitur status yang ada di media sosial lainnya. Fitur ini memungkinkan pengguna untuk menggungah status yang diinginkan dengan menggunakan huruf serta emoticon yang ada. Selain itu, para pengguna Path dapat menambahkan seseorang/with dan tempat. Fitur ini dapat dilakukan secara bersamaan dalam satu post. Berdasarkan hasil wawancara, ada yang senang menggunakan fitur status ini untuk kepentingan dan ada juga yang tidak senang menggunakannya karena menurutnya fitur ini tidak begitu penting; (e) fitur tidur – bangun – fitur ini merupakan fitur yang paling unik di media sosial Path, hal ini dikarenakan fitur ini tidak ditemukan di media sosial lainya. Adapun motivasi yang diutarakan oleh informan terhadap fitur ini yaitu untuk pamer, ketika kita menggunakan fitur ini disaat kita menekan fitur bangun maka akan terlihat lokasi kita berada secara otomatis. D. Sikap Pengguna Dalam Menggunakan Media Sosial Path Sebuah citra diri tidak bisa dilepaskan dari keberadaan objek atau benda. Dimana objek tersebut sebagai simbol untuk memproyeksikan citra diri seseorang. Sebuah citra diri terbentuk melalui suatu proses komunikasi, salah satu bentuknya adalah simbol – simbol. Dan simbol – simbol tersebut merupakan pernak – pernik dari pembentukan citra (A.B Susanto, 2001 : 10). Dalam hal ini peneliti melihat sikap yang ditunjukkan informan di dalam akun Path – nya berdasarkan tiap – tiap fiturnya, yaitu: (a) fitur lokasi – mereka mempunyai kriteria sendiri untuk memposting location di dalam fitur lokasi Path ini. Adapun kriteria – kriteria 14 lokasi yang biasanya diposting di dalam media sosial Path mereka adalah tempat makan baru, mengunggah tempat makan anti maistream, tergantung partner, dan tempat makan mahal; (b) fitur foto - para informan mempunyai kriteria sendiri untuk memposting foto di dalam fitur ini dan memilih foto yang menurutnya paling bagus. Adapun kriteria foto yang diunggah menurut pemaparan para informan adalah kebersamaan bersama teman, event, hadiah dari pasangan, foodie, dan foto teman yang berulang tahun; (c) fitur lagu, film dan buku – sikap yang ditunjukkan para informan dalam fitur ini adalah memposting yang terbaru saja atau sekedar memposting berdasarkan selera pribadi masing – masing; (d) fitur status – fitur status di dalam media sosial Path tergolong jarang diminati oleh para penggunanya namun, ada yang menggunakannya untuk menginformasikan barang hilang atau sekedar memposting kata mutiara; (e) fitur tidur – bangun – adapun berbagai cara para informan membentuk citra diri di fitur ini yaitu memposting fitur ini apabila sedang berada di luar negeri atau luar kota. E. Citra Diri yang Dihasilkan Setelah membahas bagaimana mahasiswa Ilmu Komunikasi UNS Reguler Angkatan 2014 membentuk citra diri mereka di media sosial Path, saatnya membahas citra diri yang dihasilkan ditinjau dari persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap. Adapun citra diri yang dihasilkan sebagai berikut: (a) hits - seringnya memposting lokasi di tempat high, aktif mengunggah foto dan lagu, film dan buku membuahkan hasil. Citra diri yang didapatkan adalah teman – teman menganggap sebagai anak “hits”; (b) anak sosialita – salah satu informan mendapatkan citra sebagai anak sosialita. Hal ini dikarenakan moment – moment di akun Path-nya sebagian besar mengunggah tempat makan yang highclass, menampilkan foto yang bagus mulai dari makanan di tempat makan mahal dan juga venue di tempat yang dikatakan membutuhkan uang yang tidak sedikit; (c) menciptakan citra negatif - media sosial tidak selalu menghasilkan citra positif akan tetapi, juga dapat menghasilkan citra negatif. Seseorang menggunakan media sosial tentunya ingin mendapat citra positif dikalangan penggunanya. Akan tetapi, terkadang 15 seseorang memandang dari perspektif yang berbeda sehingga apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan harapan kita. Kesimpulan Dari analisa penulis terhadap penggunaan Path dikalangan mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler Angkatan 2014 dan pencitraan diri yang terjadi dalam media sosial Path, maka dapat disimpulkan bahwa : a. Semakin berkembangnya new media diantaranya melalui jejaring sosial, turut menjadikan Path sebagai salah satu yang banyak digunakan oleh kalangan remaja terutama mahasiswa Ilmu Komunikasi Reguler Angkatan 2014. Hal ini disebabkan karena mengikuti perkembangan jaman, ingin berinteraksi dengan teman – teman, ingin mengetahui aplikasinya, menambah teman, dan menambah informasi terkait tempat – tempat baru, film terbaru, event seputar di Solo. b. Para informan mempersepsikan pencitraan diri dalam media sosial Path dapat dilakukan dengan cara memilih foto terbaik, mengunggah tempat – tempat baru dan lumayan mahal, dan menggunakan fitur tidur – bangun saat berada di luar negeri atau luar kota. c. Dalam penggunaannya tidak jarang informasi yang disampaikan melalui media Path (berupa moment) justru menjadi bentuk kesan yang dengan sengaja diciptakan. Kesan yang dengan sengaja diciptakan itu membentuk sebuah citra. Hal ini dapat dianggap sebagai sebuah pencitraan diri yang dilakukan melalui media. d. Menurut hasil penelitian, penulis menemukan bagaimana para informan untuk melakukan pencitraan di media sosial Path, berikut cara informan membentuk citra dirinya adalah mengunggah tempat makan baru, mengunggah tempat makan anti mainstream, tergantung partner, tempat makan mahal, dengan cara mengunggah foto yang terbaik mulai dari hasil foto kebersamaan bersama teman, event, hadiah dari pasangan, foodie (hampir semua para informan mengunggah foto makanan yang terlihat highclass dan dengan disisipkan lokasi (tempat makan) yang kelas 16 menengah ke atas), foto teman yang berulang tahun, mengunggah film atau lagu terbaru, sekedar menunjukkan selera pribadi masing – masing, tergantung suasana hati, menggunakan fitur sleep awake saat berada di luar negeri atau luar kota. e. Para pengguna media melakukan hal tersebut agar membentuk citra yang diinginkan. Namun, kita tidak dapat mengetahui apakah aktivitas yang kita lakukan menghasilkan citra positif atau citra negatif. Hal tersebut perlu adanya tanggapan dari seseorang yang melihatnya. Saran Setelah penulis melakukan analisa dalam mendeskripsikan pemahaman pengguna media sosial dalam menggunakan media sosial Path yang terjadi, maka beberapa saran yang peneliti rekomendasikan sebagai berikut : Bagi para pengguna media sosial mengunggah momen atau memproduksi pesan dalam media sosial Path memang akan memunculkan kemungkinan beberapa pemahaman bagi orang yang membacanya. Maka penulis menyarankan agar lebih berhati – hati dalam memproduksi atau mengunggah momen karena, dengan kemungkinan dan pemahaman momen bisa saja dipahami oleh pembaca dengan suatu hal yang berbeda. Fenomena komunikasi baru yang hadir melalui media sosial Path, dapat menjadi kajian baru dalam bidang komunikasi. Pengunaan new media seperti jejaring sosial dan lain sebagainya banyak hal – hal baru yang bisa menjadi kajian bidang komunikasi. Bagi penelitian komunikasi selanjutnya dapat dikembangkan dengan memberikan batasan atau kategorisasi pencitraan diri sesuai dengan temanya, sehingga penelitian akan lebih fokus pada tema tertentu. 17 Daftar Pustaka A.B Susanto. (2011). Potret – Potret Gaya Hidup Metropolis. Jakarta : Penerbit Kompas. Admin. (2015). Unsur Privat dan Publik di Path. http://www.koransindo.com/read/974299/152/unsur-privat-dan-publik-di-path-1425952919. Diakses tanggal 2 April 2015. Ardianto, Elvinaro dan Soleh Soemirat. (2012). Dasar – dasar public relations. Bandung : Remaja Rosdakarya. Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala dan Siti Kerlinah. (2007). Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Ardianto, Elvinaro. (2009). Public Relations Praktis. Bandung: Widya Pajajaran. Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Eriyanto. (2004). Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta : LKIS. Green, Lelia. (2010). The Internet : An Introduction to New Media. New York : Oxford International Publishers Ltd. Kelly, George.A. (1991). The pyschology of personal constructs : A theory of personality (Vol. 1). London : Routledge. Kurniawan, Deni. (2014). Pembelajaran Terpadu Tematik (Teori, Praktik, dan Penilaian). Bandung: Alfabeta. McQuail, D. and Windahl, S. (1993). Communication Models for the Study of Mass Communications. 2nd ed. London: Longman. Morissan, M.A. (2013). Teori Komunikasi : Individu Hingga Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Mulyana, Deddy. (2010). Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Munir, Dr. M. IT. (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung : Alfabeta. Pers Ilmu Komunikasi. (2013). Media Sosial di Kalangan Mahasiswa. http://news2.jawsika.com/media-sosial-di-kalangan-mahasiswa/. Diakses pada tanggal 31 Mei 2015. Rakhmat, Jalaludin. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Severin, Werner J dan James W. Tankard. (2005). Teori Komunikasi. Kencana. Jakarta. State of the media. (2011). The social media report. http://blog.nielsen.com/nielsenwire/social/. Diakses tanggal 04 Juni 2015. Sutejo, Budi. (2002). e-Education, Konsep Teknologi dan Aplikasi Internet Pendidikan. Yogyakarta : Andi. Swasty, Poundra. (2011). New media. New audience (new media dan kemunculan spesies baru audien: rekonseptualisasi audien di era media digital. Bab Buku New Media : Teori dan Aplikasi. Surakarta: Lindu Pustaka. Utari, Prahastiwi. (2011). Media sosial. new media dan gender dalam pusaran teori komunikasi. Bab Buku Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi. Yogyakarta: Aspikom.