Topik 4 DNA Sebagai Bahan Genetik Pada tahun 1953 James Watson dan Francis Crick mempublikasikan sebuah paper yang terdiri dari dua halaman dalam majalah Nature berjudul `struktur molekuler asam nukleat : suatu struktur asam deoksiribosa nukleat' yang menjelaskan tentang struktur DNA sebagai material genetik. Paper ini menjadi tonggak sejarah perkembangan genetika molekuler modem dibandingkan dengan paper yang dikemukankan oleh Mendel dan Darwin. 4.1. Bahan genetik Sebelum akhimya para ahli sepakat bahwa DNA merupakan material genetik, banyak percobaan yang telah dilakukan para ahli untuk mengidentifikasi suatu material genetik. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi suatu material genetik, yakni a. menyandi sintesis enzim dan protein, b. mampu melakukan self-replicate, dan c. berada di dalam kromosom. a. Menyandi sintesis enzim dan protein Pertumbuhan, perkembangan dan fungsi-fungsi fisiologis/biokemis di dalam suatu sel dikendalikan oleh protein didalamnya, utamanya enzim. Secara alamiah fenotipe suatu sel dikendalikan oleh proses sintesis protein didalam sel tersebut. Dengan demikian suatu material genetik harus mampu menentukan keberadaan dan jumlah yang memadai suatu enzim yang mampu secara efektif mengendalikan fungsifungsi fisiologis di dalam sel yang bersangkutan. Misalnya, sebuah sel darah merah pada mamalia mampu menghasilkan hemoglobin; sebuah sel E. coil mampu membentuk garam anorganik tertentu dan glukosa yang diperlukan untuk pertumbuhan, mempertahankan hidup, dan reproduksi, melalui lintasan serangkaian reaksi biokimiawi yang dikendalikan secara enzimatis. Dalam konteks ini enzim dipandang sebagai suatu protein yang memiliki fungsi khusus dalam metabolisme (mengkatalisis suatu reaksi, tanpa mengalami perubahan). Reaksi enzimatis bersifat khusus didalam suatu jaringan hidup dengan cara menurunkan energi aktivasi suatu reaksi biokimiawi. Sebagai contoh reaksi oksidasi yang secara alamiah berlangsung pada suhu yang tinggi, maka reaksi oksidasi yang dikendalikan enzim di dalam jaringan hidup berlangsung pada suhu yang jauh lebih rendah. Universitas Gadjah Mada b. Replikasi Suatu material genetik harus mampu menggandakan dirinya sendiri secara sempuma sehingga setiap sel anak memiliki materi yang identik dengan materi genetik tetuanya, termasuk didalamnya kemampuan untuk mengalami mutasi karenadidalam pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme hal ini sering terjadi. Atson dan Crick dalam papernya telah menjelaskan akan kemampuan ini yang dimiliki oleh DNA, dimana proses ini berlangsung secara luar biasa akurat. Didalam papemya kedua ahli tersebut menunjukkan bahwa kesalahan yang terjadi didalam suatu proses replikasi DNA hanya sebesar satu per satu milliar. c. lokasi di dalam kromosom Telah diketahui bahwa gen sebagai suatu unit fungsional dari material genetik berlokasi di dalam kromosom, yang memiliki perilaku khusus selama sel mengalami pembelahan mitosis maupun meiosis. Dengan demikian suatu material dapat dikatakan bahan genetik apabila berada didalam kromosom suatu sel. Protein telah lama dipandang sebagai material genetik karena kompleksitas struktur dan fungsi molekulernya di dalam kromosom. Pembuktian pertama kali yang menyatakan bahwa DNA, dan bukan protein, merupakan material genetik dilakukan oleh Oswald Avery dan koleganya pada tahun 1944. DNA sebagai bahan genetik Telah diketahui bahwa suatu material genetik harus memiliki 3 syarat seperti telah dijelaskan di atas, sehingga DNA harus juga memenuhi ketiga syarat tersebut untuk dapat dikatakan sebagai material genetik. Pada tahun 1928, F. Griffith melaporkan hasil percobaannya yang kemudian dibuktikan oleh Oswald Avery dan dua koleganya yaitu C. Macleod dan M. McCarthy, bahwa DNA merupakan material genetik. Dalam percobaannya, Griffith membuktikan bahwa suatu tipe bakteri yang dimatikan dengan panas mampu melakukan `transformasi' dengan bakteri hidup tipe lain. Bakteri yang digunakan Griffith adalah Streptococcuc pneumoniae. Salah satu strain (S) menghasilkan koloni halus (smooth) dalam media karena sel-selnya memiliki kapsul yang terbuat dari polisakarida. Sel-sel ini mampau menimbulkan bakterimia (infeksi karena bakteri) yang fatal pada tikus. Strain lain (R) dari jenis bakteri yang sama menghasilkan koloni yang kasar (rough) karena tidak memiliki kapsul polisakarida, tidak memiliki efek patologis pada tikus. Dalam sistem tubuh tikus, keberadaan bakteri strain R dihancurkan oleh sel darah putih tikus, sementara strain S tetap bertahan hidup karena memiliki kapsul sehingga sel darah tikus tidak mampu mematikannya. Griffith menemukan bahwa baik bakteri Universitas Gadjah Mada strain S yang telah dimatikan dengan panas maupun strain R yang masih hidup, kedua-duanya tidak memiliki efek bakterimia dalam keadaan sendiri-sendiri, akan tetapi apabila keduanya dicampur maka akan terjadi transformasi antara kedua strain tersebut dan mampu menimbulkan efek bakterimia.Selama proses transformasi terjadi perubahan tipe strain R hidup menjadi tipestrain S hidup karena 'sesuatu' (dalam hal ini kapsul polisakarida) dipindahkan dari strain tipe S yang mati kedalam strain tipe R yang masih hidup, sehingga berubah menjadi strain tipe S yang hidup dan memiliki efek bakterimia. Pada tahun 1944, Oswald Avery dan koleganya menunjukkan substansi alamiah suatu materi yang dipindahkan dalam proses transformasi_ Dalam percobaannya yang dilakukan secara in vitro (dalam tabung reaksi), mereka menunjukkan adanya proses transformasi berdasarkan pada morfologi koloni, bukan efek bakterimia dalam sistem hidup (in vivo). Dalam percobaannya, Oswald dkk menghilangkan karbohidrat, lemak dan protein dengan prosedurekstraksi tertentu, kemudian melakukan analisis kimiawi materi yang tertinggal, selanjutnya menunjukkan bahwa hanya enzim yang mampu menghancurkan kemampuan transformasi yang mampu menghancurkan DNA. Dengan demikian jeiaslah bahwa DNA merupakan material genetik, yang kemudian digunakan untuk menjelaskan percobaan Griffith sehingga dapat dikatakan bahwa DNA merupakan materi genetik yang mentransformasikan dari bakteri tipe R yang tidak memiliki efek bakterimia menjadi tipe S yang memiliki efek bakterimia. RNA sebagai bahan genetik Pada beberapa jenis virus RNA merupakan material genetik. Sebagai contoh virus mosaik tembakau (TMV, tobacco mosaic virus) hanya memiliki RNA dan protein. Pada tahun 1955 Fraenkel-Conrad dan R. Williams menunjukkan secara in vitro bahwa bagian-bagian penyusun tubuh virus dapat dipisah-pisahkan dan digabungkan kembali menjadi virus yang tetap hidup. Dari percobaan ini kemudian mereka melakukan percobaan menggunakan TMV. Dalam percobaannya, mereka menggabungkan RNA dari TMV biasa dengan protein dari suatu strain TMV yang disebut tipe M (diben masker), dan sebaliknya yaitu, protein dan TMV biasa dengan RNA TMV tipe M. Dari kedua tipe kombinasi tersetbut diketahui bahwa reproduksi yang berlangsung selama proses infeksi terkait dengan tipe RNA, bukan tipe proteinnya. Hal ini menjelaskan bahwa RNA-lah, dan bukan protein, yang berfungsi sebagai material genetik. Universitas Gadjah Mada 4.2. Komposisi kimia DNA Setelah berhasil membuktikan bahwa material genetik adalah DNA dan atau RNA para ahli kemudian berhasil mengkaji struktur molekuler DNA dan RNA. Dari struktur molekulernya menjelaskan bagaimana DNA dan RNA berfungsi.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa DNA/RNA merupakan serangkaian nukleotida yang berulang, sehingga membentuk rangkaian panjang yang menyerupai polimer. Nukleotida tersusun dari tiga komponen utama, yakni gula ribosa (deoksiribosa untuk DNA), fosfat, dan basa nitrogen. Dalam suatu rangkaian DNA, suatu nukleotida tersusun masing-masing satu unit dari ketiga komponen dasar tersebut, tetapi dalam keadaan bebas nukleotida berupa trifosfat. Suatu nukleosida merupakan senyawa gula dengan basa. Dengan kata lain sebuah nukleotida merupakan senyawa nukleosida fosfat. Baik DNA maupun RNA memiliki empat tipe basa, yaitu dua dari jenis pirimidin dan dua dari jenis purin dalam rantai nukleotidanya. Dari jenis purin basa DNA maupun RNA berupa adenin dan guanin, sedang dan jenis pirimidin basa DNA berupa timin dan sitosin, dan basa RNA berupa urasil dan sitosin. Dengan demikian tiga macam basa ditemukan baik dalam DNA maupun RNA yaitu adenin, guanin dan sitosin, sedang timin hanya dimiliki DNA dan urasil hanya dimiliki RNA. Suatu nukleotida dibentuk di dalam sel dengan merangkaikan basa pada atom karbon nomor 1 dari gula ribosa dan fosfat pada karbon nomor 5 dari molekul gula yang bersangkutan. 4.3. Struktur DNA Pada tahun 1953 Watson dan Crick mengemukakan model fisis dan kemis struktur DNA yang didasarkan pada 3 data sbb.: a. Molekul DNA tersusun atas tiga komponen utama yakni, basa nitrogen, gula ribosa, dan fosfat yang terangkai dalam suatu rantai polinukleotida. b. Dan percobaan Chargaff yang melakukan hidrolisis DNA diketahui bahwa perbandingan basa purin dan pirimidin dari DNA sebesar 50% : 50%. Lebih jauh lagi dikemukankan bahwa jumlah adenin sebanding dengan timin, guanin sebanding dengan sitosin. Ekuivalensi ini kemudian dikenal dengan hukum Chargaff. Secara sederhana hukum Chargaff yang berlaku untuk berbagai jenis organisme dinyatakan sbb.: rasio A/T =1, rasio G/S =1, tetapi rasio (A+T)/(G+S) yang biasa dikenal dengan istilah persentase GS (%GS) bervanasi antar Universitas Gadjah Mada organisme. Oleh karena persentase basa purin = basa pirimidin, maka (A+G)/(S+T) =1. c. Dari percobaan Rosalind Franklin dan Maurice H.F. Wilkins yang melakukan teknik penyinaran sinar-X dari bahan serat DNA diketahui bahwa difraksi molekul merupakan fungsi bobot dan susunan jarak molekul. Dari percobaan ini diketahui bahwa DNA memiliki struktur double-helix (pita ganda berpilin) dengan dua tipe pilinan berulang masing-masing berukuran 0,34 nm dan 34 nm. (1 nm = 10-9 m =10 Angstrom) Dari ketiga data dasar di atas selanjtunya Watson dan Crick mengemukakan teori struktur double helix DNA yang prinsipnya sbb.: 1. DNA tersusun atas dua rantai polinukleotida yang saling memilin kekanan. 2. Diameter luar dari struktur double helix sebesar 2 nm. 3. Kedua rantai polinukleotida bersifat antiparalel. Salah satu rantai berorientasi dari ujung 5' ke 3', sebaliknya rantai pasangannya berorientasi dari ujung 3' ke 5'. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa apabila ujung 5' disebut 'kepala' dan ujung 3' disebut 'ekor' dari suatu rantai polinukleotida, maka antiparalel berarti kepala suatu rantai berhadapan dengan ekor dari rantai pasangannya. 4. Rangka gula-fosfat berada dibagian luar dari struktur helik, dimana basa berorientasi terhadap sumbu utama. Basa dari kedua rantai memiliki struktur datar dan saling tegak lurus terhadap sumbu DNA, sehingga seperti tumpukan uang togam sepanjang helik. 5. Basa dari kedua utas DNA dihubungkan oleh suatu ikatan hidrogen yang secara kimiawi merupakan jenis ikatan yang lemah. Pasangan basa A dengan T dihubungkan dengan 2 ikatan hidrogen, sedangkan G dengan S dihubungkan oleh 3 ikatan hidrogen. Karena dihubungkan dengan ikatan hidrogen, utas DNA mudah dipisahkan satu dari yang lain misalnya dengan pemanasan. lkatan A-T Iebih mudah dipisahkan dibanding ikatan G-S. Pasangan spesifik antara A-T dan G-S disebut pasangan basa komplementer sehingga sekuen nukleotida dalam salah satu untai DNA mendikte sekuen nukleotida dari utas fain DNA yang bersangkutan. Sebagai contoh apabila salah satu utas memiliki sekuen 5'TATTCCGA-3', maka sekuen DNA utas pasangannya adalah 3'-ATAAGGST-5'. 6. Setiap pasangan basa berjarak 0,34 nm dalam struktur double helix. Dalam satu pilinan sempurna struktur double helix berjarak 34 nm, dengan demikian setiap pilinan sempuma terdiri dari 10 pasangan basa. Universitas Gadjah Mada 7. Oleh karena ikatan basa berbeda satu dengan yang lain, maka rangka gula-fosfat dalam struktur double helix memiliki ukuran ruang yang berbeda sepanjang sumbu sehingga menyebabkan adanya struktur lekukan (groove) yang berbeda. Dikenal dua jenis lekukan yaitu lekukan mayor (major groove) yang lebar dan lekukan minor (minor groove) yang sempit. Universitas Gadjah Mada