Edu – Physic Vol. 3, Tahun 2012 PEMBUATAN ALAT UKUR KONDUKTIVITAS PANAS BAHAN PADAT UNTUK MEDIA PRAKTEK PEMBELAJARAN KEILMUAN FISIKA Vandri Ahmad Isnaini, S.Si., M.Si Program Studi Pendidikan Fisika IAIN STS Jambi Abstrak Pada bidang studi keilmuan fisika diperlukan seperangkat alat-alat praktek sebagai pendukung dalam pembuktian dari teori-teori keilmuan fisika. Diantaranya teori perpindahan panas pada bahan padat, dibutuhkan suatu alat berupa alat ukur konduktivitas panas yang dapat menggambarkan proses hantaran panas didalam bahan yang kemudian nilai konduktivitas panas pada bahan tersebut dapat terukur. Pembuatan alat ukur konduktivitas panas terdiri dari dua sistem termal berbeda dimana sampel ditempatkan diantara dua sistem ini, kemudian sistem – sistem ini dibatasi oleh isolasi panas dari bahan batu bata castable. Alat ini kemudian diuji dengan sampel bahan padat Tembaga (Cu), Alumunium (Al) dan Alumina (Al2O3). Kata kunci : panas, konduktivitas, media praktek, isolasi panas. 1. Pendahuluan Dibidang keilmuan fisika dikenal adanya aliran panas atau konduktivitas panas, dimana setiap medium yang di alirinya memiliki nilai konduktivitas panas berbeda-beda. Untuk mengetahui nilai dari konduktivitas panas ini maka diperlukan sebuah alat yang dapat mengukur nilai dari konduktivitas panas secara akurat. Akan tetapi dalam pembuatan alat ini, keakuratan nilai konduktivitas panas ini susah didapat, dikarenakan adanya beberapa faktor penyebab. Diantaranya adalah lepasnya panas dari alat ukur ke lingkungan luar disaat pengukuran. Dengan mengatur parameter pembuatan alat seperti bahan dasar pembuatan alat, ukuran alat yang harus presisi dan adanya usaha untuk mengisolasi panas pada pengukuran agar suhu yang tercatat tidak dipengaruhi oleh suhu lingkungan luar. Penentuan nilai konduktivitas panas dari suatu bahan sangat diperlukan dalam bidang keilmuan fisika dasar, yaitu untuk mempelajari sifat medium atas faktor aliran panas. Begitu juga bidang fisika material atau pada bidang industri material. Contohnya dalam pembuatan microprocessor, dibutuhkan bahan semikonduktor yang mempunyai karakteristik panas yang sesuai dengan proses kerja dari microprocessor tersebut. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan 117 Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat … sebuah alat pengukur konduktivitas panas bahan dengan keakuratan yang sangat tinggi. 2. Pengertian Panas Panas adalah zat alir yang bersifat kalorik yang terdapat di dalam setiap benda dan tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Antoine Laurent Lavoisier. Berdasarkan teori inilah satuan dari panas adalah kalori atau kilo kalori sebagai satuan terbesarnya. Kemudian semakin berkembangnya teknologi, Count Rumford dan Prescolt Joule melakukan percobaan aliran panas, dimana ada dua sistem yang salah satunya memiliki panas yang lebih tinggi, kemudian dua sistem ini dihubungkan, maka akan terjadi aliran panas atau perpindahan panas. Kemudian mereka berkesimpulan bahwa perpindahan panas ini adalah perpindahan energi yang satuannya adalah Joule. Satuan ini masih sering digunakan untuk menyatakan kandungan energi yang dimiliki makanan, dimana satu kalori sama dengan 4,18 joule (Zemansky, 1994). Di dalam keilmuan teknik satuan panas dikenal juga dengan Satuan Termal Inggris (British Thermal Unit) atau (Btu), yang didefenisikan sebagai panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur satu pon air dari 63oF ke 64oF. Nilai konversi dari Btu adalah 1 kcal = 1000 cal = 3,968 Btu (Wikipedia.org, 2012). Panas merupakan energi yang dapat berpindah atau bisa juga didefenisikan sebagai sesuatu yang dipindahkan di antara sebuah sistem dan sekelilingnya sebagai akibat dari perbedaan temperatur. Karena itu, satuan yang digunakan untuk mengukur panas sama dengan satuan energi. Dimana satu joule adalah energi yang digunakan ketika gaya satu Newton memindahkan suatu benda searah gaya sejauh satu meter. Hubungan panas terhadap beberapa faktor penentu yang mempengaruhi besarnya panas yang diberikan kepada suatu sistem, yaitu: 1. Hubungan panas dengan kenaikan suhu. Panas yang diberikan (Q) sebanding dengan nilai kenaikan suhunya ( T ). Semakin tinggi panas yang diberikan kedalam sistem maka nilai kenaikan suhu pada sistem tersebut akan semakin besar. QT 2. Hubungan panas dengan massa. Panas yang diberikan (Q) sebanding dengan massa zat (m). Untuk pencapaian suhu tertentu, semakin besar massa dari suatu sistem, maka nilai panas yang harus diberikan adalah semakin besar juga. Qm 3. Hubungan panas dengan kalor jenis zat. Panas yang diberikan (Q) sebanding dengan kalor jenis zat (c). Qc 118 Edu – Physic Vol. 3, Tahun 2012 3. Kesetimbangan Termal Keadaan dua sistem setimbang adalah suatu keadaan sistem yang memiliki nilai suhu internalnya tetap selama kondisi eksternalnya tidak ada perubahan suhu. Pada percobaan yang ditunjukkan Gambar 1 menunjukkan bahwa keadaan setimbang dari dua sistem bergantung pada sistem lain yang berada didekatnya dan dipengaruhi oleh sifat dinding pemisahnya (Dittman, 1986). Dinding pemisah dari sitem ini dapat dibagi menjadi dua menurut sifat hantaran panasnya, yaitu : 1. Dinding pembatas adiabat. Dinding pembatas adiabat adalah dinding pembatas yang daya hantar panasnya tidak bagus atau konduktivitas panasnya kecil. Contohnya adalah kayu, beton, asbes dan karet. 2. Dinding pembatas diaterm. Dinding pembatas diaterm adalah dinding pembatas yang daya hantar panasnya sangat bagus atau nilai konduktivitas panasnya tinggi. Contohnya adalah lempengan logam. Gambar 1. Dua sistem termal yang dibatasi oleh dinding adiabat dan diaterm. Dalam percobaan dua sistem (sistem A dan sistem B) yang dibatasi oleh dinding pembatas adiabat tidak terjadi perpindahan energi atau panas, ini dikarenakan dinding pembatas terbuat dari bahan yang memiliki konduktivitas panas yang kecil. Keadaan setimbang hanya terjadi pada sistem A saja atau sistem B saja, dimana kesetimbangan panasnya hanya dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya bukan dipengaruhi oleh sistem lain yang berada didekatnya. Sedangkan untuk percobaan yang menggunakan dinding diaterm terjadi adanya perpindahan energi atau panas dari sistem A ke sistem B (dikondisikan nilai suhu pada sistem A lebih tinggi daripada sistem B). Dinding diaterm dapat menghantarkan panas dari sistem A ke sistem B dengan baik. Proses ini akan berjalan terus menerus sampai keadaan dari dua sistem ini telah mencapai setimbang (sistem A dan sistem B telah memiliki suhu yang sama). 119 Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat … 4. Rumus Menghitung Panas Kalor atau panas yang diberikan kepada suatu sistem dilambangkan dengan Q yang dianggap sebagai perubahan nilai tertentu yang dihasilkan di dalam sebuah benda selama proses tertentu. Jadi, jika temperatur dari satu kilogram air dinaikkan suhunya dari 14oC sampai 15oC dengan memanaskan air tersebut, maka dapat dikatakan bahwa satu kilokalori kalor telah ditambahkan kepada benda tersebut (Dittman, 1986). Setiap benda atau zat memiliki nilai yang berbeda dalam kuantitas panas yang diperlukan untuk menghasilkan suatu kenaikan temperatur dalam satu kilogram massa. Perbandingan banyaknya kalor Q yang diberikan kepada sebuah benda untuk menaikkan temperaturnya sebanyak T dinamakan kapasitas kalor (Heat capacity) dari benda tersebut yang dilambangkan dengan C; C Q T Kapasitas kalor ini dapat diartikan sebagai tenaga dalam bentuk panas yang harus ditambahkan untuk menaikkan temperatur benda sebanyak satu derajat. Untuk nilai kalor jenis suatu benda dirumuskan dengan kapasitas kalor per satuan massa (m) dari sebuah benda. Kalor jenis ini disebut juga dengan spesific heat, yaitu karakteristik sifat panas dari bahan penyusun yang membentuk benda tersebut. c Q mT Satuannya adalah : c J J atau c o Kg C Kg o K Maka dari hubungan diatas dapat disimpulkan bahwa kalor (Q) yang diperlukan suatu zat untuk menaikkan suhu sebanding dengan massa (m), sebanding dengan kalor jenis zat (c), dan sebanding juga dengan kenaikan suhunya ( T ). Kalor yang dibutuhkan benda satuannya adalah Joule. Q mcT Massa dari suatu benda dianggap m = 1 kg dan kenaikan suhunya sebesar T = 1oC, maka diperoleh, Q mcT Q (1Kg )c(1oC ) , maka, Qc Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kalor yang diberikan (Q) sama dengan kalor jenis (c) sehingga dapat didefenisikan bahwa kalor jenis suatu zat 120 Edu – Physic Vol. 3, Tahun 2012 adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg massa benda sebesar 1oC. 5. Perpindahan Kalor Kalor secara alami berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang suhunya rendah. Dan perpindahan ini akan berhenti apabila keadaan suhu dari kedua benda ini telah mencapai kesetimbangan. Pada saat proses perpindahan kalor, keadaan akhir dari kalor tersebut tidak bisa diketahui. Namun pada proses perpindahan panas laju aliran Q dapat diketahui sebagai nilai yang merupakan fungsi waktu. 2 Q Qd 1 Nilai akhir dari Q dapat ditentukan apabila fungsi waktu 2 1 telah berlalu atau dapat diartikan bahwa proses perpindahan kalor telah selesai (mencapai keadaan kesetimbangan)(Dittman, 1986). Perpindahan panas menurut sifat hantarannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Perpindahan panas secara konduksi. Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas melalui zat tanpa disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut. Proses ini dapat dilihat pada percobaan sebuah batang logam yang salah satu ujungnya diletakkan pada nyala api, dan salah satu ujung lainnya dipasang sensor suhu. Setelah beberapa waktu, pada sensor suhu akan mengalami peningkatan nilai suhu. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa adanya aliran panas secara konduksi dari ujung logam yang kena nyala api ke arah ujung logam yang ada sensor suhunya. Namun dalam proses aliran panas ini, partikel bahan penyusun dari logam tersebut tidak mengalami perpindahan. Panas berpindah diakibatkan oleh adanya interaksi dari partikel – partikel penyusun logam tersebut. Perpindahan panas secara konduksi hanya terjadi pada suatu benda apabila sebahagian dari benda tersebut memiliki suhu yang berbeda. Dimana arah aliran panasnya selalu dari bagian benda yang suhunya lebih tinggi ke bagian benda dengan suhu lebih rendah. 2. Perpindahan panas secara konveksi. Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas melalui zat dimana proses ini disertai dengan perpindahan partikel dari zat tersebut. Perpindahan partikel zat ini diakibatkan oleh perbedaan massa jenis zat karena adanya perbedaan suhu diantara partikel – partikel dalam sistem ini. Contoh dari proses ini adalah pada percobaan pemanasan air dan pemanasan udara pada ruangan. 121 Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat … 3. Perpindahan panas secara radiasi (pancaran) Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantara (medium). Proses ini merupakan pancaran energi secara terus menerus dari permukaan suatu benda yang merupakan sumber panas. Jenis dari energi ini adalah energi yang memancar melalui gelombang elektromagnet, dapat melalui ruang hampa udara dan bergerak dengan kecepatan cahaya. Energi yang dipancarkan oleh suatu benda, per satuan waktu dan per satuan luas bergantung pada sifat permukaan benda tersebut. Pada suhu rendah nilai dari radiasinya kecil dan panjang gelombang elektromagnetnya bernilai besar, begitu juga dengan keadaan sebaliknya (Zemansky, 1994). Contohnya adalah pancaran panas dari Matahari sampai ke permukaan Bumi. Panas yang di pancarkan dari Matahari bergerak melalui ruang hampa dan kemudian masuk ke dalam atmosfer (udara) Bumi. Pada saat melewati atmosfer Bumi panas ini akan diserap oleh udara dan energinya makin mengecil sampai ke permukaan Bumi. 6. Hantaran Kalor (Heat Conduction) Perpindahan panas atau energi yang timbul karena perbedaan temperatur di antara bagian – bagian yang berdekatan dari sebuah benda dinamakan hantaran kalor (heat conduction). Percobaan dua buah benda yang dipisahkan oleh suatu bidang batas yang bersifat diaterm membuktikan bahwa Q adalah sebanding dengan T dan sebanding dengan luas penampang A untuk suatu perbedaan temperatur T yang diberikan. Dimana Q adalah sebanding dengan T x bernilai kecil, x x , dengan syarat T dan adalah ketebalan lempeng. Q T A t x Didalam kasus limit ketebalan lempeng yang sangat kecil dx, dan terdapat suatu perbedaan temperatur yang dilambangkan dengan dT, maka didapatkan hukum hantaran kalor, dimana aliran kalor H dapat dilihat pada rumus di bawah ini; H kA dT dx Dengan H adalah aliran kalor yang mempunyai satuan kal/detik dan dapat didefenisikan sebagai banyaknya perpindahan kalor per satuan waktu yang melalui luas benda (A), kemudian nilai dari dT dinamakan gradien dx temperatur (suhu) dan k adalah sebuah konstanta perbandingan yang dinamakan konduktivitas termal (thermal conductivity). 122 Edu – Physic Vol. 3, Tahun 2012 Sebuah benda yang mempunyai konduktivitas termal yang bernilai besar adalah benda yang mempunyai sifat penghantar panas yang baik, dan benda yang mempunyai konduktivitas termal yang bernilai kecil adalah penghantar kalor yang buruk, atau sebuah isolator termal yang baik. Dalam kata lain konduktor panas yang sempurna bernilai k dan isolator panas yang sempurna adalah k 0 (Zemansky, 1994). Nilai dari k bergantung pada temperatur pada suatu benda, akan tetapi k dapat diambil sebagai konstanta diseluruh zat jika perbedaan temperatur pada bagian – bagian penyusun benda tersebut tidak terlalu besar. Persamaan konduktivitas termal dapat dipakai kepada sebuah tongkat yang panjangnya L dan luas penampangnya A yang didalamnya telah dicapai suatu keadaan setimbang (steady state). Pada keadaan itu temperatur di setiap titik adalah konstanta terhadap waktu. Gambar 2. Penghantaran kalor melalui sebuah batang penghantar yang diisolasi. Jika nilai H adalah sama di semua penampang logam penghantar, sehingga nilai k dan luas A akan bernilai tetap, maka nilai gradien temperatur dT adalah sama di semua penampang logam penghantar. Jadi, Nilai T akan dx berkurang secara linier sepanjang tongkat dT (T2 T1 ) dx L tersebut. Maka, rumusan H, H kA T2 T1 L Rumusan ini dapat diambil kesimpulan bahwa konduktivitas termal adalah sebagai arus panas (negatif) per satuan luas yang tegak lurus pada arah 123 Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat … aliran, dan per satuan gradien suhu (Zemansky, 1994). Nilai negatif dari gradien temperatur adalah tanda arah aliran panasnya. Dalam sistem cgs, satuan aliran panas adalah satu kalori per detik (1 kal dtk-1), satuan luas adalah satu sentimeter kuadrat (cm2), dan satuan gradien temperatur adalah satu derajat celcius per sentimeter (1oC cm-1). Logam memiliki sifat konduktivitas panas yang bagus sedangkan yang non logam memiliki konduktivitas panas yang buruk. 7. Tahap Pembuatan Alat Dimulai dengan tahap perancangan bentuk dari alat ukur konduktivitas panas dengan menggunakan software Corel Draw 12. Setelah gambar dan ukuran-ukurannya telah diperhitungkan, maka alat dibuat menurut sketsa di bawah ini dengan memakai berbagai peralatan bengkel, seperti : 1. Mesin gergaji Mesin gergaji digunakan untuk pemotongan-pemotongan logam Al untuk pemanas dan untuk logam ukur. 2. Mesin Bor Mesin bor digunakan untuk melubangi logam-logam ukur untuk penempatan termokopel. 3. Mesin Bubut Mesin bubut digunakan untuk pembentukan logam-logam supaya sesuai dengan ukuran badan dari alat ukur konduktivitas kalor bahan. 4. Mesin gerinda Mesin gerinda digunakan untuk memperhalus permukaan bahanbahan pembuatan alat. 5. Alat potong Alat potong digunakan untuk pemotongan plat-plat logam bahan pembuatan alat konduktivitas kalor bahan. 6. Kikir Kikir digunakan untuk memperhalus permukaan logam. 7. Mata bor Mata bor digunakan untuk pisau dari mesin bor 8. Sarung tangan Sarung tangan digunakan untuk keselamatan kerja. 124 Edu – Physic Vol. 3, Tahun 2012 B L1 A T1 F C T2 T3 L2 D E Gambar 3. Desain alat ukur konduktivitas panas bahan. Keterangan gambar : A = Pemanas dari kawat nikelin B = Batang logam dari bahan alumunium C = Batu bata tahan panas (castable) D = Papan fiber (fiberglass) E = Kaki-kaki F = Sampel L1 = Logam I (sistem termal I) L2 = Logam II (sistem termal 2) T1 = Termokopel I (suhu awal) T2 = Termokopel II (Suhu akhir) T3 = Termokopel III (Suhu rata-rata logam II) Untuk menggunakan alat ukur ini dibutuhkan beberapa alat penunjang, seperti : 1. Alat ukur suhu digital Alat ini digunakan untuk pengukuran suhu secara elektronik. Dimana alat ini bekerja atas respon dari termokopel yang ditanam pada alat ukur. 2. Slide Regulator Digunakan untuk pengatur tegangan yang memberikan arus pada pemanas alat konduktivitas panas bahan. Semakin tinggi tegangan yang diberikan akan semakin tinggi panas yang dihasilkan oleh pemanas dari kawat nikelin. 125 Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat … 8. Hasil Percobaan Alat Ukur Konduktivitas Panas 8.1. Untuk sampel Al Data yang didapat : T1 = 76,4 oC T2 = 64 oC T3 = 53,4 oC Penurunan suhu yang melewati T3 untuk mengetahui gradien dT/dt dengan grafik suhu berbanding waktu; 58 T suhu (celcius) 56 54 y = -0.162x + 57.147 Series1 52 Linear (Series1) 50 48 46 0 20 40 60 80 t waktu (detik) Gambar 4. Grafik waktu terhadap penurunan suhu untuk percobaan sampel Al. Gradien dari persamaan y = -0,162x + 57,147 adalah 0,162 oC/s dengan nilai konduktivitas panas k sampel alumunium sebesar 0,625 W/moC. 8.2. Untuk Sampel Cu Data yang diperoleh : T1 = 85,5 oC T2 = 60,1 oC T3 = 50,6 oC Penurunan suhu yang melewati T3 untuk mengetahui gradien dT/dt dengan grafik suhu berbanding waktu; 70 T suhu (celcius) 60 50 y = -0.3307x + 58.123 40 Series1 Linear (Series1) 30 20 10 0 0 20 40 60 80 t waktu (detik) Gambar 5. Grafik waktu terhadap penurunan waktu untuk percobaan sampel Cu. 126 Edu – Physic Vol. 3, Tahun 2012 Gradien untuk persamaan y = -0,3307x + 58,123 adalah 0,330 oC/s dengan nilai konduktivitas panas k sampel tembaga sebesar 0,603 W/moC. 8.3. Untuk Sampel Keramik Alumina Al2O3. Data yang didapat : T1 = 75,5 oC T2 = 44,2 oC T3 = 32 oC Penurunan suhu yang melewati T3 untuk mengetahui gradien dT/dt dengan grafik suhu berbanding waktu; 40 35 T suhu (celcius) 30 y = -0.0491x + 36.372 25 Series1 20 Linear (Series1) 15 10 5 0 0 100 200 300 t waktu (detik) Gambar 6. Grafik waktu terhadap penurunan suhu untuk percobaan sampel Al2O3. Gradien dari persamaan y = - 0,0491x + 36,372 adalah 0,0491 oC/s dengan nilai konduktivitas panas k sampel tembaga sebesar 0,959 W/moC. Gambar 7. Alat ukur konduktivitas panas. 127 Vandri Ahmad Isnaini, Pembuatan Alat … 9. Kesimpulan Pada percobaan perpindahan kalor dengan menggunakan alat ukur konduktivitas panas dapat membuktikan baha kalor yang diberikan sebanding dengan kenaikan suhu ( t ), massa zat (m), dan kalor jenis zat (c). Dimana pada praktek percobaan alat ini didapat nilai konduktivitas panas bahan sampel Al sebesar 0,625 W/moC, untuk sampel Cu sebesar 0,603 W/m oC dan untuk sampel Al2O3 sebesar 0,959 W/moC. Alat ukur konduktivitas panas yang dirancang pada penelitian ini merupakan tipe prototype yang harus disempurnakan lagi agar mendapatkan nilai pengukuran yang lebih akurat lagi terutama untuk mengisolasi panas agar tidak lepas ke udara luar. 10. Daftar Pustaka 1. Dittman, R., Zemansky, M. (1986), Kalor dan Termodinamika, Penerbit ITB, Bandung. 2. Halliday D. (1985), Fisika, Erlangga, Jakarta. 3. Ozisik N., M. (1985), Heat Transfer A Basic Approach, McGraw – Hill, Inc, New York. 4. Tt, (2012), British Thermal Unit, wikipedia.org. 5. Tye R., R. (1969), Thermal Conductivity, vols. 1 and 2, Academic, New York. 6. Vlack V., Laurence H. (1992), Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam), Erlangga, Jakarta. 7. Zemansky, S. (1994), Fisika Untuk Universitas 1, Binacipta, Jakarta. 128