keanekaragaman bakteri pelarut fosfta dari kawasan mangrove

advertisement
Seminar Nasional Biodiversitas VI, Surabaya 3 September 2016
KEANEKARAGAMAN BAKTERI PELARUT FOSFTA DARI KAWASAN MANGROVE
WONOREJO DENGAN PENDEKATAN TAKSONOMI NUMERIK FENETIK
Enny Zulaika1 dan Dyan Novita Rositawati1
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
1
*Email: [email protected]; Telp/fax: 0315963857
________________________________________________________________________________________________
ABSTRAK
Kawasan mangrove Wonorejo merupakan lahan basah di pantai timur Surabaya. Umumnya lahan mangrove
merupakan habitat dari berbagai mikroorganisme dekomposer termasuk bakteri sehingga kaya akan bahan
organik dari hasil dekomposisinya. Keanekaragaman bakteri dapat dikaji dengan pendekatan taksonomi
numerik fenetik. Beberapa bakteri tanah dapat melarutkan fosfat, dimana fosfat terlarut merupakan salah
satu parameter bahwa bakteri pelarut fosfat dapat digunakan sebagai bahan baku biofertilizer. Tujuan
penelitian adalah mengetahui kenekaragaman bakteri pelarut fosfat dari kawasan mangrove Wonorejo
Surabaya dengan pendekatan taksonomi numerik fenetik. Isolasi bakteri dilakukan dengan metode
komposit. Seleksi bakteri pelarut fosfat menggunakan media selektif Pykovskaya’s agar. Karakterisasi isolat
terdiri dari morfologi koloni dan sel, uji fisiologi dan reaksi biokimia. Pendekatan taksonomi numerik fenetik
menggunakan indeks similaritas dengan algoritma UPGMA dan konstruksi dendogram. Isolat terseleksi
yang dapat melarutkan fosfat sebanyak 8 isolat, berdasarkan konstruksi dendogram terbentuk 3 klaster yaitu
klaster A, B, dan C dengan indeks similaritas 59 - 90%.
Kata Kunci : pelarut-fosfat, similaritas, taksonomi-numerik, Wonorejo
PENDAHULUAN
Kawasan mangrove merupakan suatu ekosistem peralihan yang kompleks, terletak di daerah pasang
surut, mempunyai interaksi antara tanaman, hewan dan mikroorganisme. Pohon-pohon mangrove
menghasilkan sejumlah seresah seperti daun, bunga, dan ranting-ranting sehingga merupakan habitat yang
ideal bagi banyak detritivor termasuk mikroorganisme pendegradasi seresah seperti jamur dan bakteri
(Vanmathi & Sivakumar, 2013). Kemampuan bakteri mendegradasi seresah mangrove akan menghasilkan
molekul sederhana yang ikut berperanan dalam siklus biogeokimia, di antaranya siklus karbon, nitrogen,
fosfor dan sebagainya (Mendes & Tsai, 2014). Lingkungan di ekosistem mangrove sangat bervariasi,
mempunyai salinitas yang fluktuatif, perubahan temperatur yang relatif cepat, kadar oksigen yang ekstrim
rendah, hal tersebut menjadikan kondisi lingkungan mangrove mempunyai keanekaragaman organisme
termasuk bakteria yang relatif tinggi. Umumnya mikroorganisme di kawasan ekosistem mangrove memiliki
bermacam-macam potensi dan peranan penting terhadap perbaikan lingkungan, disamping ikut berperanan
dalam siklus biogeokimia (Mendes & Tsai, 2014).
Keanekaragaman bakteri dapat ditinjau dari morfologi, fisiologi, genetika maupun molekularnya.
Beberapa bakteri dengan morfologi yang sama dapat memiliki fisiologi atau reaksi biokimia yang berbeda
dan sebaliknya. Keanekaragaman dapat dikaji melalui pendekatan taksonomi yaitu taksonomi numerik
fenetik. Menurut Sahoo dan Dhal (2009) beberapa genus bakteri yang berasal dari ekosistem mangrove
mempunyai potensi dapat melarutkan fosfat, genus tersebut adalah Bacillus, Azotobacter dan
Pseudomonas. Di kawasan mangrove Wonorejo yang memproduksi serasah sampai 4,5 ton/ha/tahun
(Sopana dkk., 2013), merupakan kawasan yang kaya akan bahan organik. Apakah di kawasan mangrove
tersebut juga akan didapatkan isolat bakteri yang dapat melarutkan fosfat dengan suatu pendekatan
taksonomi numerik fenetik.
.
Seminar Nasional Biodiversitas VI, Surabaya 3 September 2016
METODE PENELITIAN
Isolasi
Pengambilan tanah sebagai sumber inokulum dilakukan dengan metode komposit. Satu gram sampel
tanah dimasukkan ke dalam 9 ml aquadest steril selanjutnya dilakukan pengenceran sampai 10-3. Dengan
metode cawan tuang, sebanyak 100 µL diinokulasikan ke dalam medium agar Pykovskaya dengan
komposisi glukosa 10 g; Ca3(PO4)2 5 g; (NH4)2SO4 0,5 g; NaCl 0,2 g; MgSO4.7H2O 0,1 g; KCl 0,2 g; ekstrak
yeast 0,5 g; MnSO4.H2O 0,002 g; FeSO4.7H2O 0,002 g, dan akuades sampai dengan 1000 ml (Zulaika dkk,
2015). Diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam, koloni yang tumbuh diindikasikan sebagai bakteri pelarut
fosfat endogenik dari kawasan mangrove Wonorejo Surabaya.
Purifikasi
Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan metode 16 gores pada medium nutrien agar, diinkubasi pada
suhu ruang ± 24 jam, jika bentuk koloni sudah seragam dianggap koloni sudah murni. Validasi kemurniannya
dilakukan dengan melihat bentuk sel menggunakan pewarnaan sederhana methylene blue yang diamati di
bawah mikroskop (Harley & Prescott, 2002). Jika belum diperoleh bentuk sel yang seragam maka dilakukan
pemurnian ulang dengan metode 16 gores sampai diperoleh bentuk sel yang seragam.
Seleksi Isolat
Isolat yang telah murni selanjutnya diseleksi kemampuannya melarutkan fosfat secara kualitatif. Metode
yang digunakan adalah inokulasi titik pada medium Pikovskaya agar. Kultur diinkubasi pada suhu ruang
diamati setiap 24 jam. Koloni yang tumbuh dan membentuk zona bening di sekitar koloni merupakan isolat
yang mampu melarurkan fosfat. Koloni yang dipilih adalah koloni yang mempunyai zona bening relatif lebar
dibanding isolat lainnya (Zulaika dkk, 2015).
Karakterisasi Fenotipik
Data fenotipik, respon fisiologis dan reaksi biokimiawi dari hasil karakterisasi dikonversikan dengan nilai
positif (+) atau negatif (-). Data ditabulasikan ke dalam matrik n x t dan dimasukkan ke dalam PFE atau
Programer File Editor (Moore et al., 2010),
Pengolahan data
Matrik n x t diedit dengan PFE dan danalisis dengan MVSP. Untuk Operational Taxonomical Unit
(OTU), setiap isolat dikode dengan A, B, C dan seterusnya, untuk karakter diberi kode AA, AB, AC dan
seterusnya sesuai dengan banyaknya karakter yang digunakan. Penghitungan nilai similaritas antar isolat
digunakan Simple Matching Coeficient (SSM). Pengelompokan dilakukan dengan
algoritma Unweighted
Paired Group Methode with Arithmatic Averages (UPGMA) dalam bentuk dendogram (Sneath & Sokal, 1973
dalam Zulaika et al., 2013). Dendogram yang didapatkan kemudian diedit sesuai dengan skala yang tepat
sehingga dihasilkan dendogram yang representatif sesuai dengan nilai masing-masing titik (Backeljau et al.,
1996).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolat pelarut fosfat
Isolat yang mampu melarutkan fosfat sebanyak 8, ditandai dengan terbentuknya zona pelarutan fosfat
di sekitar koloni. Isolat tersebut adalah isolat BW 3, BW 5, BW 6, BW 8, BW 10, BW 10a, BW 10 b, dan BW
11. Koloni dan zona pelarutan fosfat dapat dilihat pada Gambar 1.
.
Seminar Nasional Biodiversitas VI, Surabaya 3 September 2016
Gambar 1. Isolat dengan zona pelarutan fosfat
Medium Pikovskaya padat berwarna putih keruh karena mengandung fosfat terikat yaitu Ca 3(PO4)2.
Fosfat yang terlepas dalam medium akan ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening yaitu zona
pelarutan fosfat (Rahardjo et al., 2007). Zona pelarutan fosfat yang semakin lebar dan semakin jernih secara
kualitas menunjukkan kelarutan fosfat yang semakin tinggi. Menurut Khiari & Parent (2005), bakteri pelarut
fosfat dapat melarutkan fosfat karena menghasilkan asam organik. Asam organik dihasilkan melalui proses
metabolisme glukosa dalam siklus asam trikarboksilat (TCA) yang merupakan kelanjutan dari reaksi
glikolisis. Menurut Chen et al. (2006), asam organik mampu berikatan dengan ion Ca dari Ca 3(PO4)2 dan
membebaskan H2PO4 sehingga membentuk area yang berwarna jernih dan mengakibatkan fosfat terikat
menjadi bentuk yang tersedia.
Konstruksi Dendogram
Isolat bakteri pelarut fosfat yang terseleksi, selanjutnya dikarakterisai bentuk koloni dan selnya, tipe
pertumbuhan koloni pada media, sifat Gram, keberadaan spora, kista dan kapsul, kebutuhan oksigen,
metabolisme karbohidrat, resistensi terhadap kadar garam dan antibiotik, kemampuan melarutkan fosfat,
semuanya berjumlah 74 karakter. Konstruksi dendogram terhadap 8 isolat menghasilkan 3 kelompok isolat
berdasarkan karakter di atas yaitu A, B, dan C dengan indeks similaritas antara 59 – 90 % (Gambar 2).
Gambar 2. Dendogram yang menunjukkan similaritas di antara 8 isolat bakteri pelarut fosfat
(angka menunjukkan tingkat similaritas)
Nilai koefisien korelasi fenetik pada konstruksi dendogram adalah 90%. Menurut Sembiring (2011), jika
nilai koefisien korelasi fenetik ≥ 70% maka diasumsikan dendogram yang terbentuk semakin mewakili
matriks similaritas yang menjadi dasar konstruksinya.
.
Seminar Nasional Biodiversitas VI, Surabaya 3 September 2016
Berdasarkan Gambar 1, kelompok A beranggotakan 3 isolat yaitu BW 3, BW5, dan BW 6 dengan
indeks similaritas 79-90%, kelompok B beranggotakan BW 10 dan BW 10a dengan indeks similaritas 70%
dan kelompok C beranggotakan BW 3, BW 8, dan BW 11 dengan indeks similaritas 71-80%. Menurut
Goodfellow & O´Donnell (1993 ) dalam Zulaika et al., (2013), apabila nilai similaritas isolat satu dengan isolat
lain ≥70% maka berdasarkan konsep takso spesies isolat tersebut dapat dimasukkan ke dalam spesies yang
sama. Namun untuk menentukkan spesies yang sama dengan strain sama atau berbeda diperlukan uji
karakterisasi molekular dengan marka 16S rRNA (Woose, 1987 dalam Zulaika et al., 2013).
Isolat pada kelompok A mempunyai karakter mampu melarutkan fosfat, dapat mendegradasi senyawa
organik karbohidrat dan lipid, mampu menggunakan senyawa organik seperti asam sitrat sebagai sumber
energi, mampu tumbuh pada kadar NaCl 3%, dan resisten terhadap kloramfenikol dan tetrasiklin 30 μg.
Isolat pada kelompok B mempunyai karakter mampu melarutkan fosfat, dapat mendegradasi protein seperti
gelatin dan kasein, mampu menggunakan senyawa organik sebagai sumber energi, mampu tumbuh pada
kadar NaCl 6,5%, resisten terhadap kloramfenikol dan ampisilin 30 μg. Sedangkan isolat pada mempunyai
karakter mampu melarutkan fosfat, dapat menghidrolisis karbohidrat dan protein, resisten terhadap antibiotik
ampisilin, kloramfenikol, dan tetrasiklin 30 μg.
KESIMPULAN
Delapan isolat yang terseleksi mampu melarutkan fosfat, mendegradasi senyawa organik karbohidrat,
lipid dan protein, serta resisten terhadap salinitas tinggi dan beberapa antibiotik.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini didukung dengan dana BOPTN Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, nomor
kontrak: 01711/IT2.11/PN.08/2016
DAFTAR PUSTAKA
Backeljau, T. & Winnepenninckx, B. 1996. 18S rRNA alignments derived from different secondary structure
models can produce alternative phylogenies. J. Zool. Syst. Evol. Res., 34: 135-143.
Chen Y.P., Rekha P.D., Arunshen A.B., Lai W.A. & Young C.C. 2006. Phosphate solubilizing bacteria from
subtropical soil and their tri-calcium phosphate solubilizing abilities. Appl. Soil Ecol. 34: 33-41.
Harley, J.P. & Prescott L.M. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology. Fifth Edition. USA : The
McGraw−Hill Companies.
Khiari, L. & Parent,L.E. 2005. Phosphorous Transformation In Acid-Textured Soils Treated With Dry Swine
Manure. Canadian Journal of Soil Sciene, 85: 75-87.
Mendes, L.W. & Tsai, S.M. 2014. Variations of Bacterial Community Structure and Composition in Mangrove
Sediment at Different Depths in Southeastern Brazil. Journal Diversity, 6: 827-843.
Moore, E.R.B., Mihaylova S.A, Vandamme, P. & Krichevsky M.I. 2010. Microbial Systematics and
Taxonomy: Relevance for a Microbial commons. Lenie Dijkshoorn Research in Microbiology, 161: 430-438.
Raharjo, B., Suprihadi, A. & Agustina D.K. 2007. Pelarutan Fosfat Anorganik oleh Kultur Campur Jamur
Pelarut Fosfat Secara In Vitro. Jurnal Sains & Matematika (JSM), 15 (2): 12-18.
Sahoo, K. & Dhal, N.K. 2009. Potential microbial diversity in mangrove ecosystem. A review. Indian journal
of marine sciences, 38(2): 249-256.
Sembiring, L. 2011. Sistemtika Mikrobia. Yogyakarta: Laboratorium Mikrobiologi, Universitas Gajah Mada.
Sopana, A.B., Widyaleksono, T. & Soedarti, T. 2013. Produktivitas Serasah Mangrove di Kawasan
Wonorejo Pantai Timur Surabaya. Jurnal Ilmiah Biologi, 1 (1); 6-10.
Vanmathi, S.K. & Sivakumar, T. 2013. Isolation, identification and Characterization of Fusarium species
from mangrove habitat of Pichavaram, Tamil Nadu, India. Int. J. Curr. Microbiol. App. Sci Volume, 1: 33-49.
.
Seminar Nasional Biodiversitas VI, Surabaya 3 September 2016
Zulaika, E. 2013. Eksplorasi Bakteri Resisten Merkuri (BRM) Endogenik Kalimas Surabaya yang Berpotensi
Sebagai Kandidatus Agensia Bioremediasi Pencemar Merkuri. Disertasi. Fakultas Sains & Teknologi.
Universitas Airlangga. Surabaya.
Zulaika, E., Shovitri, M. & Alami, H. 2015. Konsorsium Azotobacter Sebagai Agensia Bioremediasi Lahan
Tercemar Merkuri Sekaligus Sebagai Bahan Baku Biofertilizer Yang Ramah Lingkungan, LPPM ITS,
Surabaya
.
Seminar Nasional Biodiversitas VI, Surabaya 3 September 2016
.
Download