this PDF file - Jurnal AL-AZHAR INDONESIA

advertisement
18
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011
Perbandingan Kualitas Es di Lingkungan Universitas
Al Azhar Indonesia dengan Restoran Fast Food di Daerah
Senayan dengan Indikator Jumlah Escherichia coli Terlarut
Dewi Elfidasari1*, Anita Mira Saraswati2, Grariani Nufadianti3, Rugayah Samiah4, Viki Setiowati5
1,2,3,4,5)
Program Studi Biologi (Bioteknologi), Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Al Azhar Indonesia, Jl. Sisingamangaraja, Jakarta 12110
Tlp. 7244456, Fax. 7244767, *Penulis untuk Korespondensi : ( [email protected] )
Abstract- Escherichia coli (E. coli) is bacteria
that usually be an indicator of faecal
contamination in the beverages test. This study
was conducted to determine the level of hygiene
or the purity of ice that is consumed by people in
the surrounding of University of Al Azhar
Indonesia (UAI) and Senayan, South Jakarta. In
this study, E. Coli serves as an indicator.
Performed several laboratory tests with the test
sample contained ice in sampling three points
from UAI food court, street vendors around the
UAI, and fast food restaurants in the area of
Senayan. Totally we have 24 samples whereas 5
samples from the food court UAI, 12 samples
from vendors around the UAI, and 7 samples
from fast-food restaurants in the area the
Senayan. We culture bacteria samples on
MacConkey media orders, then the bacteria
identified by macroscopic morphology and
microscopy to determine the presenc of E. coli.
From this study, most samples contain E. coli,
with the highest percentage found from street
vendors around the UAI (98%), then from the
food court UAI (87.20%), and the lowest
(18.40%) came from fast food restaurants in the
area the Senayan.
Keywords – Escherichia coli, ice quality, beverage
samples
I. PENDAHULUAN
E
s yang berasal dari air yang dibekukan dalam
refrigerator merupakan bahan pendingin yang
biasa dicampurkan pada minuman, biasanya untuk
memberikan rasa segar. Es biasanya ditemukan di
setiap tempat yang menjual minuman, dari restoran
ternama sampai warung pinggir jalan.
Es yang digunakan seharusnya higienis,
sehingga minuman yang dikonsumsi juga higienis.
Namun, saat ini tingkat kebersihan es menunjukkan
hasil yang sangat mencengangkan. Es yang selama
ini digunakan pedagang minuman terbuat dari air
Kali Ciliwung yang diberi zat pemutih sehingga
membuat warna air dari keruh menjadi lebih jernih.
Diketahui karena asal air sebagai bahan utama
membuat es, menunjukkan bahwa jumlah
Escherichia coli (E. coli) tidak sedikit dalam es
yang selama ini dikonsumsi masyarakat dari
berbagai tempat yang menjual minuman sebagai
pendingin. Seperti data dari Bidang Penegakan
Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup
Daerah (BPLHD) DKI Jakarta bahwa terlihat
adanya pencemaran E. coli secara merata di seluruh
Jakarta.
Menurut Departemen Kesehatan, standar
kandungan E. coli dalam air adalah kurang dari 200
koloni/ 100 ml air karena jumlah tersebut sudah
tidak layak konsumsi, sedangkan kandungan E. coli
dalam es yang selama ini dikonsumsi mencapai
10.000 – 20.000 koloni/ 100 ml. Ketidak layakan
dari es yang dikonsumsi dapat mengakibatkan
infeksi seperti demam typhoid, hepatitis,
gastroenteritris, disentri, dan infeksi telinga.
Keberadaan E. coli juga menyebabkan
timbulnya penyakit diare. Diare merupakan salah
satu penyebab tingginya angka kematian pada
balita, terutama di Indonesia. Namun, pendapat lain
mengatakan bahwa E. coli bukan penyebab
timbulnya diare, melainkan merupakan indikasi
awal bahwa suatu medium telah terkontaminasi
bakteri–bakteri strain E. coli yang bersifat patogen
seperti Shigella sp., Salmonela sp., atau Yersinia sp.
yang menyebabkan diare.
Dari pemaparan di atas, jelas bahwa minuman
yang terkontaminasi E. coli dapat menimbulkan
dampak buruk bagi tubuh kita, dalam hal ini es
yang selama ini dikonsumsi. Berdasarkan beberapa
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011
fakta di atas, Kami merasa perlu dilakukan
penelitian untuk kualitas es yang selama ini
dikonsumsi di Universitas Al Azhar Indonesia
(UAI), baik di food court maupun pedagang kaki
lima di sekitar UAI, dan restoran fast food di daerah
Senayan, Jakarta Selatan. Pemilihan topik ini
didasari karena kurangnya kepedulian masyarakat
akan kebersihan asupan makanan dan minuman
khususnya es yang selama ini dikonsumsi, serta
pentingnya hidup sehat dan keinginan untuk lebih
mengembangkan cara hidup sehat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Es merupakan wujud lain dari air dalam bentuk
padatan yang terjadi bila air didinginkan pada suhu
0 OC (273.15 K, 32 OF) pada tekanan atmosfer
standar. Es dapat terbentuk pada suhu yang lebih
tinggi dengan tekanan yang lebih tinggi juga, dan
air akan tetap sebagai cairan atau gas sampai -30 °C
pada tekanan yang lebih rendah.
Air akan mulai membeku jika molekulnya tidak
memiliki lagi cukup energi untuk melepaskan diri
dari ikatan atom hidrogen (H). Pada suhu 0 OC
mulailah terbentuk ikatan–ikatan yang kuat, dimana
setiap atom oksigen (O) secara tetraedris dikelilingi
oleh 4 atom hidrogen, yang pada mulanya ikatan
molekul air tidak erat menjadi struktur kristal yang
berlubang (cluster).
E. coli
Taksonomi
E.
coli
(Dwidjoseputro, 1978:105):
Divisi : Protophyta
Kelas
: Schilomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
sebagai
berikut
E. coli merupakan bakteri gram negatif yang
berbentuk basil, ada yang individu (monobasil),
saling berpasangan (diplobasil) atau berkoloni
membentuk rantai pendek (streptobasil), tidak
membentuk spora maupun kapsula, berdiameter ±
1,1 – 1,5 x 2,0 – 6,0 µm, dapat bertahan hidup di
medium sederhana dan memfermentasi laktosa
menghasilkan asam dan gas, kandungan G+C DNA
ialah 50 ‒ 51 mol % (Pelczar dan Chan, 1988:949).
Pergerakan bakteri ini motil, tidak motil, dan
peritrikus. Ada yang bersifat aerobik dan anaerobik
fakultatif. E. coli merupakan penghuni normal usus,
dan seringkali menyebabkan infeksi.
19
Kecepatan berkembang biak bakteri ini berada
pada interval 20 menit jika faktor media, derajat
keasaman, dan suhu sesuai. Selain tersebar di
banyak tempat dan kondisi, bakteri ini tahan
terhadap suhu, bahkan pada suhu ekstrim sekalipun.
Suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri ini
adalah antara 8 OC – 46 OC, tetapi suhu optimalnya
adalah 37 OC. Oleh karena itu, bakteri tersebut
dapat hidup dalam tubuh manusia dan vertebrata
lainnya (Dwidjoseputro, 1978:82)
E. coli merupakan bagian dari mikrobiota
normal saluran pencernaan. E. coli dapat berpindah
karena adanya kegiatan seperti dari tangan ke mulut
atau dengan pemindahan pasif lewat minuman. E.
coli dalam usus besar bersifat patogen jika melebihi
jumlah normalnya. Strain tertentu dapat
menyebabkan peradangan selaput perut dan usus
(gastroenteritis) (Pelczar dan Chan, 1988:809-810).
Bakteri ini menjadi patogen berbahaya apabila
hidup di luar usus seperti pada saluran kemih, yang
dapat mengakibatkan peradangan selaput lendir
(sistitis) (Pelczar dan Chan, 1988:545).
E. Coli merupakan organisme penghuni utama
di usus besar, hidupnya komensalisme dalam kolon
manusia dan diduga berperan dalam pembentukan
vitamin K yang berperan penting untuk pembekuan
darah. Dari berbagai penelitian, menunjukkan
bahwa beberapa strain E. coli juga dapat
menyebabkan wabah diare atau muntaber, terutama
pada anak-anak.
Berbagai makanan dan minuman yang
dikonsumsi tidak lepas dari keberadaan bakteri di
dalamnya. Namun, jika makanan dan minuman
tersebut diolah secara higienis, mungkin bakteri di
dalamnya masih memiliki batas toleransi untuk
dikonsumsi terutama bakteri patogen penyebab
penyakit. Menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI) keberadaan E. coli pada bahan pangan
(makanan dan minuman) berjumlah 0 (nol) koloni
dalam 100 ml air.
Morfologi koloni bakteri
Berdasarkan
informasi
dari
http://www.rci.rutgers.edu/, morfologi bakteri
secara umum adalah sebagai berikut:
1. Form, mengacu kepada bentuk dari suatu
koloni bakteri, yaitu melingkar (circular), tidak
menentu (irregular), benang (filamentous), dan
berakar (rhizoid). Form tersebut adalah bentukbentuk dari koloni bakteri yang mungkin akan
sering kita jumpai.
 Ukuran suatu koloni dapat menjadi suatu
karakteristik
yang
berguna
untuk
20
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011
identifikasi. Diameter dari koloni secara
representatif dapat diukur. Koloni yang
berukuran mungil disebut punctiform.
 Permukaan. Biasanya permukaan suatu
koloni bakteri mengkilap (shiny) dan halus
(smooth). Deskripsi permukaan lainnya
adalah berurat (veined), kasar (rough),
tumpul (dull), berkerut (wrinkled or
shriveled), dan berkilau (glistening).
 Tekstur. Beberapa istilah yang mungkin
sesuai untuk menunjukkan tekstur atau
konsistensi pertumbuhan bakteri adalah
kering (dry), lembab (moist), berlendir
(mucoid), rapuh (brittle), kental (viscous),
butyrous (butter).
 Warna.
Sangat
penting
untuk
mendeskripsikan warna atau pigmen dari
suatu koloni. Juga termasuk istilah deskriptif
untuk setiap karakteristik optik lainnya yang
relevan seperti tak tembus cahaya atau
buram (opaque), keruh (cloudy), tembus
cahaya (translucent), dan warna - warni
(iridescent).
2. Elevasi. Untuk mendeskripsikan tampak
samping dari suatu koloni. Jenis elevasi adalah
rata (flat), timbul (raised), timbul dan memiliki
tonjolan kecil (unbonate), seperti mangkuk
(crateriform),
cembung
(convex),
dan
berbentuk bantalan (pulvinate).
3. Margin. Margin atau tepi suatu koloni juga
merupakan karakteristik yang penting dalam
mengidentifikasi suatu organisme. Margin dari
suatu bakteri antara lain penuh (entire),
bergelombang (undulate), berlekuk (lobate),
keriting (curled), dan seperti kawat (filiform).
III. METODE
Pengambilan sampel
Sampel diambil dari tiga titik pengambilan yaitu
pada food court UAI, pedagang kaki lima di sekitar
UAI dan restoran fast food di daerah Senayan. Dari
ketiga titik tersebut, diperoleh 24 sampel dengan
masing-masing 5 sampel dari food court UAI, 12
sampel dari pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan
7 sampel dari restoran fast food di daerah Senayan.
Sampel diambil dengan menggunakan pinset lalu
dimasukkan ke dalam plastik kecil, setelah itu
dimasukkan ke dalam ice box untuk diuji di
laboratorium mikrobiologi UAI.
Isolasi dan identifikasi sampel
Setelah sampel diperoleh, untuk tetap menjaga
keadaan optimumnya, sampel dipindahkan ke
dalam tabung reaksi lalu dihomogenkan dengan
vortex. Kemudian, sampel diinkubasi selama satu
hari sebelum disebar pada media. Lalu, sampel siap
dikultur ke dalam media. Sebelum disebar, sampel
diberi perlakuan yaitu pengenceran sebanyak tiga
kali dengan menggunakan air steril. Kemudian,
sampel dikultur ke dalam media MacConkey Agar.
MacConkey Agar yang digunakan dalam penelitian
ini merupakan media selektif yang dapat
mambedakan antara bakteri gram negatif yang
dapat memfermentasi laktosa dengan yang bukan.
Sehingga kemungkinan adanya E. coli di dalam
cawan lebih besar karena E. coli adalah bakteri
gram negatif yang dapat memfermentasi laktosa.
Setelah dikultur, sampel diinkubasi selama 48 jam.
Barulah masuk ke tahap selanjutnya yaitu
identifikasi sampel. Untuk mengidentifikasi E. coli
di dalam cawan dilakukan identifikasi morfologi
secara makroskopis dan mikroskopis. Pada saat
identifikasi secara mikroskopis, E. coli terlihat
berbentuk basil, ada yang individu,
saling
berpasangan dan berkoloni membentuk rantai
pendek, tidak membentuk spora maupun kapsula,
motil, tidak motil, dan peritrikus. Bersifat aerobik
dan anaerobik fakultatif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang dilakukan, didapat 24
sampel dari tiga tempat yang berbeda, yaitu 5
sampel dari food court UAI, 12 sampel dari
pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan 7 sampel
dari restoran fast food di daerah Senayan. Hasil
penelitian menunjukkan persentase jumlah E. coli
dalam es adalah 87,20% dari food court UAI, 98%
dari pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan
18,40% dari restoran fast food di daerah Senayan
(Tabel 1).
Tabel 1. Persentase Jumlah E.coli dan Bakteri Lain
dalam Sampel
No
1
2
3
Lokasi
Food court
UAI
Pedagang
kaki lima di
sekitar UAI
Restoran
fast food di
daerah
Senayan
Jumlah
Sampel
Persentase
Positif E. coli
Persentase
Bakteri lain
5
87.20%
12.80%
12
98%
2%
7
18.40%
81.60%
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011
Salah satu perlakuan pada sampel adalah
pengenceran, hal itu dilakukan agar suspensi
bakteri yang terdapat pada sampel memiliki jumlah
yang relatif dapat terhitung pada saat pengkulturan
dan memperkecil jumlah koloni.
Perubahan warna pada media terjadi akibat
adanya penggunaan nutrisi dari media oleh bakteri.
Adanya fermentasi laktosa yang menyebabkan
penurunan pH, sehingga mempermudah absorpsi
neutral red sehingga mengubah warna koloni
menjadi merah bata dan media menjadi kuning
kecoklatan.
Gambar 1. (a)
Gambar 1. (b)
Gambar 1. Perubahan warna pada media biakan MacConkey
Agar. (a) Sebelum digunakan sebagai media kultur sampel. (b)
Setelah digunakan sebagai media kultur sampel.
Setelah bakteri tumbuh pada cawan, perlakuan
yang sangat penting dilakukan adalah mengamati
masa pertumbuhan optimum bakteri. E. coli
memiliki masa pertumbuhan dengan suhu optimum
35 OC ‒ 37 OC dan pH 7 ‒ 7,5 dengan masa
inkubasi selama 48 jam dalam inkubator. Seluruh
pekerjaan dilakukan secara aseptis untuk
mengurangi kemungkinan paparan mikroorganisme
lain yang menyebabkan over growing bakteri di
cawan.
Dari hasil pengamatan secara makroskopis dan
mikroskopis, dapat dikatakan bahwa E. coli
memiliki morfologi seperti keterangan yang
terdapat di tabel 2.
Tabel 2. Morfologi koloni E. coli
No
1.
2.
Identifikasi
Morfologi
Cawan Biakan
(Makroskopis)
Mikroskop
(Mikroskopis)
Ciri-ciri yang teramati
- Volume koloni : dot, moderate,
irregular
- Bentuk koloni : circular
- Bentuk permukaan koloni : convex
- Margin koloni : entire
- Permukaan koloni : smooth
- Warna koloni : merah muda
- Berwarna merah (gram negatif)
- Berbentuk bacillus
Dari tabel 1, dapat dikatakan bahwa kualitas es
yang selama ini dikonsumsi masyarakat di sekitar
tempat pengambilan sampel masih jauh dari nilai
21
kelayakan konsumsi menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI). Terdapat berbagai faktor
penyebab tingginya jumlah E. coli terlarut dalam
minuman yang dikonsumsi. Faktor-faktor tersebut
meliputi:
1. Tidak diperhatikannya tingkat kebersihan dalam
pembuatan es, baik dari air yang digunakan
sebagai bahan membuat es, wadah untuk
membuat es, bahkan pembuat es yang juga
kurang memperhatikan kebersihan tubuhnya.
2. Dilihat dari sumber air, jika air yang digunakan
kurang memenuhi standar kelayakan konsumsi,
sebaiknya air yang akan digunakan dipanaskan
terlebih dahulu sehingga dapat meminimalisasi
bakteri atau mikroorganisme lain yang terdapat
di air.
3. Lingkungan pembuatan es juga mempengaruhi
tingkat kebersihan dan cemaran bakteri di air
atau es.
4. Kurangnya kesadaran, pengetahuan, dan disiplin
manusia dalam memperhatikan kebersihan.
Menurut hasil penelitian dari pemerintah
Hongkong, adanya E. coli pada es dapat
dikarenakan permukaan pembungkus es telah
terkontaminasi saat pengantaran atau penyimpanan
es.
Permukaan
pembungkus
yang
telah
terkontaminasi dapat mencemari es tersebut saat
pembungkus dibuka atau saat es dikeluarkan dari
plastik pembungkus. Selain itu, apabila air yang
digunakan untuk es bukanlah air bersih. Karena
menurut hasil penelitian, E. coli yang terkandung
dalam air tidak mati dalam proses pembekuan
sehingga saat es tersebut mencair dapat
memungkinkan E. coli untuk aktif kembali.
Persentase hasil jumlah koloni bakteri dihitung
menggunakan metode SPC dari perbandingan
antara jumlah tiap titik sampel dengan jumlah
keseluruhan cawan. Metode SPC merupakan
metode yang sering digunakan untuk menghitung
koloni bakteri pada media Nutrien Agar (NA)
secara kuantitatif dengan syarat khusus berdasarkan
statistik untuk memperkecil kesalahan dalam
perhitungan
Tabel 3.Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri
padaSampel dengan Metode SPC
Sampel Es di
Food Court UAI
702/805 x 100%
= 87.2 %
103/805 x 100%
= 12.8 %
Sampel Es di
Pedagang Kaki
Lima di sekitar UAI
4234/4321 x 100%
= 98 %
87/4321 x 100%
=2%
Sampel Es di
Restoran Fast Food
di Daerah Senayan
612/3318 x 100% =
18.4 %
2706/3318 x 100%
= 81.6 %
22
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011
Dari tabel 3, hasil perhitungan dapat
dipresentasikan dalam bentuk diagram lingkaran
(pie chart) (Gambar 2):
(2a)
V. KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa es yang selama ini dikonsumsi
oleh masyarakat masih memiliki nilai kelayakan
konsumsi yang rendah atau jauh dari standar
kelayakan yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 0
sel E. coli per 100 ml air. Berdasarkan jumlah E.
coli yang terkandung di dalamnya, konsumsi es
batu dalam intensitas yang berkala dapat
menimbulkan berbagai penyakit yang mengganggu
sistem pencernaan yang diakibatkan oleh
meningkatnya jumlah E. coli dalam usus. Jika
dikonsumsi dalam intensitas rendah, dapat
dikatakan jumlah E. coli dalam usus masih dalam
kadar normal. Kadar E. coli yang cukup dalam usus
dapat membantu sistem pencernaan.
UCAPAN TERIMA KASIH
(2b)
Penelitian ini mendapat bantuan dana dari
Lembaga
Pengkajian
dan
Pengembangan
Pendidikan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
(LP5M) Universitas Al Azhar Indonesia. Untuk itu,
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya. Terima kasih pula kepada Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi (FST) dan Kaprodi
Biologi (Bioteknologi) atas dukungannya.
DAFTAR PUSTAKA
(2c)
Gambar 2. Perbandingan hasil perhitungan koloni bakteri
dengan metode SPC pada daerah yang berbeda. (a) hasil
perhitungan di food court UAI. (b) hasil perhitungan di
pedagang kaki lima di sekitar UAI. (c) hasil perhitungan di
daerah Senayan.
Hasil perbandingan jumlah koloni E. coli yaitu
12,65% di food court UAI, 76,32% di pedagang
kaki lima di sekitar UAI, dan 11,03% di restoran
fast food di daerah Senayan.
Gambar 3. Persentase perbandingan keberadaan E. coli di
daerah pengambilan sampel
[1] A, Munif. 2009. “Eschericia Coli Disekitar Air Minum
Kita” Environmental Sanitation jurnal, (online),
(http://environmentalsanitation.wordpress.com/2009
/05/06/eschericia-coli/). (Diakses pada 25 Oktober
2010)
[2] Departemen Makanan dan Kebersihan Lingkungan
Hongkong. Desember, 2005. “The Microbiological
Quality Of Edible Ice From Ice Manufaturing
Plants And Retail Busissnes In Hongkong”, (online),
(http://www.cfs.gov.hk/english/programme/program
me_rafs/files/edible_ice_ra.pdf). (Diakses pada 28
Oktober 2010)
[3] Dewanti, R dan Haryadi. 2005. “Bakteri Indikator
Sanitasi dan Keamanan Air Minum”, (online),
(http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_bctrindktr.
php). (Diakses pada 21 Februari 2010)
[4] Ginting, Periksa. 2008. “Awas, Bakteri E. coli pada
Es Batu!” Sinar Harapan”, (online), (http://digilibampl.net/detail/detail.php?row=1&tp=kliping&ktg=
sanitasi&kode=7041). (Diakses pada 21 Februari
2010)
[5] Health Today. 2009. “Air Minum Plus Dalam
Botol”.
Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011
[6] Lubis, Irfan. 2009. “Air Tanah Depok Tercemar E.
coli” Gerakan Konsumen.blogspot.com, (online),
(http://gerakankonsumen.blogspot.com/2009/07/airtanah-depok-tercemar-e-coli.html). (Diakses pada
21 Februari 2010)
[7] NN,(http://www.rci.rutgers.edu/~microlab/CLASSI
NFO/IMAGESCI/colony%20Morphology.pdf).
(Diakses pada 21 Februari 2010)
[8] Ok. 2009. “Tercemar E. coli, Air Jakarta Tak Layak
Minum”
Indonesia
Files.com,
(online),
(http://indonesiafile.com/content/view/963/1/).
(Diakses pada 21 Februari 2010)
[9] Pelczar, M.J dan E.C.S, Chan. 2006, “Dasar–Dasar
Mikrobiologi”. UI Press. Jakarta.
[10] R. Hunter, P. “Drinking water and diarrhoeal
disease due to E. coli” jurnal water and health,
(online),
jilid
1,
no
2,
(http://www.iwaponline.com/jwh/001/0065/001006
5.pdf). (Diakses pada 29 September 2010)
23
[11] Republik
Indonesia.
2002.
“KEPUTUSAN
MENTERI
KESEHATAN
REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR
907/MENKES/
SK/VII/2002 TENTANG SYARAT-SYARAT
DAN
PENGAWASAN
KUALITAS
AIR
MINUM”. Departemen Kesehatan. Jakarta.
[12] Suwandi, U. 1999. “Peran Media untuk Identifikasi
Bakteri Patogen” Cermin Dunia Kedokteran jurnal,
(online),
(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10PeranMedi
auntukIdentifikasiMikroba124.pdf/10PeranMediaun
tukIdentifikasiMikroba124.html). (Diakses pada 19
Februari 2010).
Download