18 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 Perbandingan Kualitas Es di Lingkungan Universitas Al Azhar Indonesia dengan Restoran Fast Food di Daerah Senayan dengan Indikator Jumlah Escherichia coli Terlarut Dewi Elfidasari1*, Anita Mira Saraswati2, Grariani Nufadianti3, Rugayah Samiah4, Viki Setiowati5 1,2,3,4,5) Program Studi Biologi (Bioteknologi), Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Al Azhar Indonesia, Jl. Sisingamangaraja, Jakarta 12110 Tlp. 7244456, Fax. 7244767, *Penulis untuk Korespondensi : ( [email protected] ) Abstract- Escherichia coli (E. coli) is bacteria that usually be an indicator of faecal contamination in the beverages test. This study was conducted to determine the level of hygiene or the purity of ice that is consumed by people in the surrounding of University of Al Azhar Indonesia (UAI) and Senayan, South Jakarta. In this study, E. Coli serves as an indicator. Performed several laboratory tests with the test sample contained ice in sampling three points from UAI food court, street vendors around the UAI, and fast food restaurants in the area of Senayan. Totally we have 24 samples whereas 5 samples from the food court UAI, 12 samples from vendors around the UAI, and 7 samples from fast-food restaurants in the area the Senayan. We culture bacteria samples on MacConkey media orders, then the bacteria identified by macroscopic morphology and microscopy to determine the presenc of E. coli. From this study, most samples contain E. coli, with the highest percentage found from street vendors around the UAI (98%), then from the food court UAI (87.20%), and the lowest (18.40%) came from fast food restaurants in the area the Senayan. Keywords – Escherichia coli, ice quality, beverage samples I. PENDAHULUAN E s yang berasal dari air yang dibekukan dalam refrigerator merupakan bahan pendingin yang biasa dicampurkan pada minuman, biasanya untuk memberikan rasa segar. Es biasanya ditemukan di setiap tempat yang menjual minuman, dari restoran ternama sampai warung pinggir jalan. Es yang digunakan seharusnya higienis, sehingga minuman yang dikonsumsi juga higienis. Namun, saat ini tingkat kebersihan es menunjukkan hasil yang sangat mencengangkan. Es yang selama ini digunakan pedagang minuman terbuat dari air Kali Ciliwung yang diberi zat pemutih sehingga membuat warna air dari keruh menjadi lebih jernih. Diketahui karena asal air sebagai bahan utama membuat es, menunjukkan bahwa jumlah Escherichia coli (E. coli) tidak sedikit dalam es yang selama ini dikonsumsi masyarakat dari berbagai tempat yang menjual minuman sebagai pendingin. Seperti data dari Bidang Penegakan Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta bahwa terlihat adanya pencemaran E. coli secara merata di seluruh Jakarta. Menurut Departemen Kesehatan, standar kandungan E. coli dalam air adalah kurang dari 200 koloni/ 100 ml air karena jumlah tersebut sudah tidak layak konsumsi, sedangkan kandungan E. coli dalam es yang selama ini dikonsumsi mencapai 10.000 – 20.000 koloni/ 100 ml. Ketidak layakan dari es yang dikonsumsi dapat mengakibatkan infeksi seperti demam typhoid, hepatitis, gastroenteritris, disentri, dan infeksi telinga. Keberadaan E. coli juga menyebabkan timbulnya penyakit diare. Diare merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian pada balita, terutama di Indonesia. Namun, pendapat lain mengatakan bahwa E. coli bukan penyebab timbulnya diare, melainkan merupakan indikasi awal bahwa suatu medium telah terkontaminasi bakteri–bakteri strain E. coli yang bersifat patogen seperti Shigella sp., Salmonela sp., atau Yersinia sp. yang menyebabkan diare. Dari pemaparan di atas, jelas bahwa minuman yang terkontaminasi E. coli dapat menimbulkan dampak buruk bagi tubuh kita, dalam hal ini es yang selama ini dikonsumsi. Berdasarkan beberapa Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 fakta di atas, Kami merasa perlu dilakukan penelitian untuk kualitas es yang selama ini dikonsumsi di Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), baik di food court maupun pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan restoran fast food di daerah Senayan, Jakarta Selatan. Pemilihan topik ini didasari karena kurangnya kepedulian masyarakat akan kebersihan asupan makanan dan minuman khususnya es yang selama ini dikonsumsi, serta pentingnya hidup sehat dan keinginan untuk lebih mengembangkan cara hidup sehat. II. TINJAUAN PUSTAKA Es merupakan wujud lain dari air dalam bentuk padatan yang terjadi bila air didinginkan pada suhu 0 OC (273.15 K, 32 OF) pada tekanan atmosfer standar. Es dapat terbentuk pada suhu yang lebih tinggi dengan tekanan yang lebih tinggi juga, dan air akan tetap sebagai cairan atau gas sampai -30 °C pada tekanan yang lebih rendah. Air akan mulai membeku jika molekulnya tidak memiliki lagi cukup energi untuk melepaskan diri dari ikatan atom hidrogen (H). Pada suhu 0 OC mulailah terbentuk ikatan–ikatan yang kuat, dimana setiap atom oksigen (O) secara tetraedris dikelilingi oleh 4 atom hidrogen, yang pada mulanya ikatan molekul air tidak erat menjadi struktur kristal yang berlubang (cluster). E. coli Taksonomi E. coli (Dwidjoseputro, 1978:105): Divisi : Protophyta Kelas : Schilomycetes Ordo : Eubacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Spesies : Escherichia coli sebagai berikut E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk basil, ada yang individu (monobasil), saling berpasangan (diplobasil) atau berkoloni membentuk rantai pendek (streptobasil), tidak membentuk spora maupun kapsula, berdiameter ± 1,1 – 1,5 x 2,0 – 6,0 µm, dapat bertahan hidup di medium sederhana dan memfermentasi laktosa menghasilkan asam dan gas, kandungan G+C DNA ialah 50 ‒ 51 mol % (Pelczar dan Chan, 1988:949). Pergerakan bakteri ini motil, tidak motil, dan peritrikus. Ada yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif. E. coli merupakan penghuni normal usus, dan seringkali menyebabkan infeksi. 19 Kecepatan berkembang biak bakteri ini berada pada interval 20 menit jika faktor media, derajat keasaman, dan suhu sesuai. Selain tersebar di banyak tempat dan kondisi, bakteri ini tahan terhadap suhu, bahkan pada suhu ekstrim sekalipun. Suhu yang baik untuk pertumbuhan bakteri ini adalah antara 8 OC – 46 OC, tetapi suhu optimalnya adalah 37 OC. Oleh karena itu, bakteri tersebut dapat hidup dalam tubuh manusia dan vertebrata lainnya (Dwidjoseputro, 1978:82) E. coli merupakan bagian dari mikrobiota normal saluran pencernaan. E. coli dapat berpindah karena adanya kegiatan seperti dari tangan ke mulut atau dengan pemindahan pasif lewat minuman. E. coli dalam usus besar bersifat patogen jika melebihi jumlah normalnya. Strain tertentu dapat menyebabkan peradangan selaput perut dan usus (gastroenteritis) (Pelczar dan Chan, 1988:809-810). Bakteri ini menjadi patogen berbahaya apabila hidup di luar usus seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan peradangan selaput lendir (sistitis) (Pelczar dan Chan, 1988:545). E. Coli merupakan organisme penghuni utama di usus besar, hidupnya komensalisme dalam kolon manusia dan diduga berperan dalam pembentukan vitamin K yang berperan penting untuk pembekuan darah. Dari berbagai penelitian, menunjukkan bahwa beberapa strain E. coli juga dapat menyebabkan wabah diare atau muntaber, terutama pada anak-anak. Berbagai makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak lepas dari keberadaan bakteri di dalamnya. Namun, jika makanan dan minuman tersebut diolah secara higienis, mungkin bakteri di dalamnya masih memiliki batas toleransi untuk dikonsumsi terutama bakteri patogen penyebab penyakit. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) keberadaan E. coli pada bahan pangan (makanan dan minuman) berjumlah 0 (nol) koloni dalam 100 ml air. Morfologi koloni bakteri Berdasarkan informasi dari http://www.rci.rutgers.edu/, morfologi bakteri secara umum adalah sebagai berikut: 1. Form, mengacu kepada bentuk dari suatu koloni bakteri, yaitu melingkar (circular), tidak menentu (irregular), benang (filamentous), dan berakar (rhizoid). Form tersebut adalah bentukbentuk dari koloni bakteri yang mungkin akan sering kita jumpai. Ukuran suatu koloni dapat menjadi suatu karakteristik yang berguna untuk 20 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 identifikasi. Diameter dari koloni secara representatif dapat diukur. Koloni yang berukuran mungil disebut punctiform. Permukaan. Biasanya permukaan suatu koloni bakteri mengkilap (shiny) dan halus (smooth). Deskripsi permukaan lainnya adalah berurat (veined), kasar (rough), tumpul (dull), berkerut (wrinkled or shriveled), dan berkilau (glistening). Tekstur. Beberapa istilah yang mungkin sesuai untuk menunjukkan tekstur atau konsistensi pertumbuhan bakteri adalah kering (dry), lembab (moist), berlendir (mucoid), rapuh (brittle), kental (viscous), butyrous (butter). Warna. Sangat penting untuk mendeskripsikan warna atau pigmen dari suatu koloni. Juga termasuk istilah deskriptif untuk setiap karakteristik optik lainnya yang relevan seperti tak tembus cahaya atau buram (opaque), keruh (cloudy), tembus cahaya (translucent), dan warna - warni (iridescent). 2. Elevasi. Untuk mendeskripsikan tampak samping dari suatu koloni. Jenis elevasi adalah rata (flat), timbul (raised), timbul dan memiliki tonjolan kecil (unbonate), seperti mangkuk (crateriform), cembung (convex), dan berbentuk bantalan (pulvinate). 3. Margin. Margin atau tepi suatu koloni juga merupakan karakteristik yang penting dalam mengidentifikasi suatu organisme. Margin dari suatu bakteri antara lain penuh (entire), bergelombang (undulate), berlekuk (lobate), keriting (curled), dan seperti kawat (filiform). III. METODE Pengambilan sampel Sampel diambil dari tiga titik pengambilan yaitu pada food court UAI, pedagang kaki lima di sekitar UAI dan restoran fast food di daerah Senayan. Dari ketiga titik tersebut, diperoleh 24 sampel dengan masing-masing 5 sampel dari food court UAI, 12 sampel dari pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan 7 sampel dari restoran fast food di daerah Senayan. Sampel diambil dengan menggunakan pinset lalu dimasukkan ke dalam plastik kecil, setelah itu dimasukkan ke dalam ice box untuk diuji di laboratorium mikrobiologi UAI. Isolasi dan identifikasi sampel Setelah sampel diperoleh, untuk tetap menjaga keadaan optimumnya, sampel dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu dihomogenkan dengan vortex. Kemudian, sampel diinkubasi selama satu hari sebelum disebar pada media. Lalu, sampel siap dikultur ke dalam media. Sebelum disebar, sampel diberi perlakuan yaitu pengenceran sebanyak tiga kali dengan menggunakan air steril. Kemudian, sampel dikultur ke dalam media MacConkey Agar. MacConkey Agar yang digunakan dalam penelitian ini merupakan media selektif yang dapat mambedakan antara bakteri gram negatif yang dapat memfermentasi laktosa dengan yang bukan. Sehingga kemungkinan adanya E. coli di dalam cawan lebih besar karena E. coli adalah bakteri gram negatif yang dapat memfermentasi laktosa. Setelah dikultur, sampel diinkubasi selama 48 jam. Barulah masuk ke tahap selanjutnya yaitu identifikasi sampel. Untuk mengidentifikasi E. coli di dalam cawan dilakukan identifikasi morfologi secara makroskopis dan mikroskopis. Pada saat identifikasi secara mikroskopis, E. coli terlihat berbentuk basil, ada yang individu, saling berpasangan dan berkoloni membentuk rantai pendek, tidak membentuk spora maupun kapsula, motil, tidak motil, dan peritrikus. Bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian yang dilakukan, didapat 24 sampel dari tiga tempat yang berbeda, yaitu 5 sampel dari food court UAI, 12 sampel dari pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan 7 sampel dari restoran fast food di daerah Senayan. Hasil penelitian menunjukkan persentase jumlah E. coli dalam es adalah 87,20% dari food court UAI, 98% dari pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan 18,40% dari restoran fast food di daerah Senayan (Tabel 1). Tabel 1. Persentase Jumlah E.coli dan Bakteri Lain dalam Sampel No 1 2 3 Lokasi Food court UAI Pedagang kaki lima di sekitar UAI Restoran fast food di daerah Senayan Jumlah Sampel Persentase Positif E. coli Persentase Bakteri lain 5 87.20% 12.80% 12 98% 2% 7 18.40% 81.60% Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 Salah satu perlakuan pada sampel adalah pengenceran, hal itu dilakukan agar suspensi bakteri yang terdapat pada sampel memiliki jumlah yang relatif dapat terhitung pada saat pengkulturan dan memperkecil jumlah koloni. Perubahan warna pada media terjadi akibat adanya penggunaan nutrisi dari media oleh bakteri. Adanya fermentasi laktosa yang menyebabkan penurunan pH, sehingga mempermudah absorpsi neutral red sehingga mengubah warna koloni menjadi merah bata dan media menjadi kuning kecoklatan. Gambar 1. (a) Gambar 1. (b) Gambar 1. Perubahan warna pada media biakan MacConkey Agar. (a) Sebelum digunakan sebagai media kultur sampel. (b) Setelah digunakan sebagai media kultur sampel. Setelah bakteri tumbuh pada cawan, perlakuan yang sangat penting dilakukan adalah mengamati masa pertumbuhan optimum bakteri. E. coli memiliki masa pertumbuhan dengan suhu optimum 35 OC ‒ 37 OC dan pH 7 ‒ 7,5 dengan masa inkubasi selama 48 jam dalam inkubator. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptis untuk mengurangi kemungkinan paparan mikroorganisme lain yang menyebabkan over growing bakteri di cawan. Dari hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis, dapat dikatakan bahwa E. coli memiliki morfologi seperti keterangan yang terdapat di tabel 2. Tabel 2. Morfologi koloni E. coli No 1. 2. Identifikasi Morfologi Cawan Biakan (Makroskopis) Mikroskop (Mikroskopis) Ciri-ciri yang teramati - Volume koloni : dot, moderate, irregular - Bentuk koloni : circular - Bentuk permukaan koloni : convex - Margin koloni : entire - Permukaan koloni : smooth - Warna koloni : merah muda - Berwarna merah (gram negatif) - Berbentuk bacillus Dari tabel 1, dapat dikatakan bahwa kualitas es yang selama ini dikonsumsi masyarakat di sekitar tempat pengambilan sampel masih jauh dari nilai 21 kelayakan konsumsi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI). Terdapat berbagai faktor penyebab tingginya jumlah E. coli terlarut dalam minuman yang dikonsumsi. Faktor-faktor tersebut meliputi: 1. Tidak diperhatikannya tingkat kebersihan dalam pembuatan es, baik dari air yang digunakan sebagai bahan membuat es, wadah untuk membuat es, bahkan pembuat es yang juga kurang memperhatikan kebersihan tubuhnya. 2. Dilihat dari sumber air, jika air yang digunakan kurang memenuhi standar kelayakan konsumsi, sebaiknya air yang akan digunakan dipanaskan terlebih dahulu sehingga dapat meminimalisasi bakteri atau mikroorganisme lain yang terdapat di air. 3. Lingkungan pembuatan es juga mempengaruhi tingkat kebersihan dan cemaran bakteri di air atau es. 4. Kurangnya kesadaran, pengetahuan, dan disiplin manusia dalam memperhatikan kebersihan. Menurut hasil penelitian dari pemerintah Hongkong, adanya E. coli pada es dapat dikarenakan permukaan pembungkus es telah terkontaminasi saat pengantaran atau penyimpanan es. Permukaan pembungkus yang telah terkontaminasi dapat mencemari es tersebut saat pembungkus dibuka atau saat es dikeluarkan dari plastik pembungkus. Selain itu, apabila air yang digunakan untuk es bukanlah air bersih. Karena menurut hasil penelitian, E. coli yang terkandung dalam air tidak mati dalam proses pembekuan sehingga saat es tersebut mencair dapat memungkinkan E. coli untuk aktif kembali. Persentase hasil jumlah koloni bakteri dihitung menggunakan metode SPC dari perbandingan antara jumlah tiap titik sampel dengan jumlah keseluruhan cawan. Metode SPC merupakan metode yang sering digunakan untuk menghitung koloni bakteri pada media Nutrien Agar (NA) secara kuantitatif dengan syarat khusus berdasarkan statistik untuk memperkecil kesalahan dalam perhitungan Tabel 3.Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri padaSampel dengan Metode SPC Sampel Es di Food Court UAI 702/805 x 100% = 87.2 % 103/805 x 100% = 12.8 % Sampel Es di Pedagang Kaki Lima di sekitar UAI 4234/4321 x 100% = 98 % 87/4321 x 100% =2% Sampel Es di Restoran Fast Food di Daerah Senayan 612/3318 x 100% = 18.4 % 2706/3318 x 100% = 81.6 % 22 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 Dari tabel 3, hasil perhitungan dapat dipresentasikan dalam bentuk diagram lingkaran (pie chart) (Gambar 2): (2a) V. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa es yang selama ini dikonsumsi oleh masyarakat masih memiliki nilai kelayakan konsumsi yang rendah atau jauh dari standar kelayakan yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu 0 sel E. coli per 100 ml air. Berdasarkan jumlah E. coli yang terkandung di dalamnya, konsumsi es batu dalam intensitas yang berkala dapat menimbulkan berbagai penyakit yang mengganggu sistem pencernaan yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah E. coli dalam usus. Jika dikonsumsi dalam intensitas rendah, dapat dikatakan jumlah E. coli dalam usus masih dalam kadar normal. Kadar E. coli yang cukup dalam usus dapat membantu sistem pencernaan. UCAPAN TERIMA KASIH (2b) Penelitian ini mendapat bantuan dana dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP5M) Universitas Al Azhar Indonesia. Untuk itu, Kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya. Terima kasih pula kepada Dekan Fakultas Sains dan Teknologi (FST) dan Kaprodi Biologi (Bioteknologi) atas dukungannya. DAFTAR PUSTAKA (2c) Gambar 2. Perbandingan hasil perhitungan koloni bakteri dengan metode SPC pada daerah yang berbeda. (a) hasil perhitungan di food court UAI. (b) hasil perhitungan di pedagang kaki lima di sekitar UAI. (c) hasil perhitungan di daerah Senayan. Hasil perbandingan jumlah koloni E. coli yaitu 12,65% di food court UAI, 76,32% di pedagang kaki lima di sekitar UAI, dan 11,03% di restoran fast food di daerah Senayan. Gambar 3. Persentase perbandingan keberadaan E. coli di daerah pengambilan sampel [1] A, Munif. 2009. “Eschericia Coli Disekitar Air Minum Kita” Environmental Sanitation jurnal, (online), (http://environmentalsanitation.wordpress.com/2009 /05/06/eschericia-coli/). (Diakses pada 25 Oktober 2010) [2] Departemen Makanan dan Kebersihan Lingkungan Hongkong. Desember, 2005. “The Microbiological Quality Of Edible Ice From Ice Manufaturing Plants And Retail Busissnes In Hongkong”, (online), (http://www.cfs.gov.hk/english/programme/program me_rafs/files/edible_ice_ra.pdf). (Diakses pada 28 Oktober 2010) [3] Dewanti, R dan Haryadi. 2005. “Bakteri Indikator Sanitasi dan Keamanan Air Minum”, (online), (http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_bctrindktr. php). (Diakses pada 21 Februari 2010) [4] Ginting, Periksa. 2008. “Awas, Bakteri E. coli pada Es Batu!” Sinar Harapan”, (online), (http://digilibampl.net/detail/detail.php?row=1&tp=kliping&ktg= sanitasi&kode=7041). (Diakses pada 21 Februari 2010) [5] Health Today. 2009. “Air Minum Plus Dalam Botol”. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 1, No. 1, Maret 2011 [6] Lubis, Irfan. 2009. “Air Tanah Depok Tercemar E. coli” Gerakan Konsumen.blogspot.com, (online), (http://gerakankonsumen.blogspot.com/2009/07/airtanah-depok-tercemar-e-coli.html). (Diakses pada 21 Februari 2010) [7] NN,(http://www.rci.rutgers.edu/~microlab/CLASSI NFO/IMAGESCI/colony%20Morphology.pdf). (Diakses pada 21 Februari 2010) [8] Ok. 2009. “Tercemar E. coli, Air Jakarta Tak Layak Minum” Indonesia Files.com, (online), (http://indonesiafile.com/content/view/963/1/). (Diakses pada 21 Februari 2010) [9] Pelczar, M.J dan E.C.S, Chan. 2006, “Dasar–Dasar Mikrobiologi”. UI Press. Jakarta. [10] R. Hunter, P. “Drinking water and diarrhoeal disease due to E. coli” jurnal water and health, (online), jilid 1, no 2, (http://www.iwaponline.com/jwh/001/0065/001006 5.pdf). (Diakses pada 29 September 2010) 23 [11] Republik Indonesia. 2002. “KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 907/MENKES/ SK/VII/2002 TENTANG SYARAT-SYARAT DAN PENGAWASAN KUALITAS AIR MINUM”. Departemen Kesehatan. Jakarta. [12] Suwandi, U. 1999. “Peran Media untuk Identifikasi Bakteri Patogen” Cermin Dunia Kedokteran jurnal, (online), (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10PeranMedi auntukIdentifikasiMikroba124.pdf/10PeranMediaun tukIdentifikasiMikroba124.html). (Diakses pada 19 Februari 2010).