perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KARAKTERISTIK PEMAKAIAN BAHASA DALAM IKLAN KOMERSIAL DI RADIO SKRIPSI Oleh: ESTI PRIASTUTI NIM K1206020 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KARAKTERISTIK PEMAKAIAN BAHASA DALAM IKLAN KOMERSIAL DI RADIO Oleh: ESTI PRIASTUTI NIM K1206020 Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010 ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dra. Raheni Suhita, M. Hum. NIP19630309 198803 2 001 Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum. NIP19761013 200212 1 005 commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. Sekertaris : Drs. Suyitno, M. Pd. Anggota I : Dra. Raheni Suhita, M. Hum. Anggota II : Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum. ________________ ________________ Disahkan oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP19600727 198702 1 001 commit to user iv ________________ ________________ perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Esti Priastuti. K1206020. KARAKTERISTIK PEMAKAIAN BAHASA DALAM IKLAN KOMERSIAL DI RADIO. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli. 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: (1) karakteristik pemakaian diksi dan gaya bahasa dalam iklan komersial di radio dan (2) wujud campur kode dan alih kode dalam iklan komersial di radio. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah bahasa iklan di radio dengan sampel bahasa iklan komersial yang disiarkan oleh Radio JPI. Sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik rekam, simak, catat, dan teknik wawancara mendalam (indepth interviewing). Validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber data dan metode. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis jalinan atau mengalir (Flow Model of Analysis). Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan: (1) karakteristik diksi dalam bahasa iklan komersial di radio meliputi: a) pemakaian kata-kata gaul, b) pemakaian kata-kata asing, c) pemakaian kata bersinonim, d) pemakaian kata khusus, e) pemakaian kata-kata daerah, dan f) pemakaian kata bermakna konotasi; sedangkan pemakaian gaya bahasa dalam iklan komersial di radio meliputi: a) gaya bahasa metonimia, b) gaya bahasa polisidenton, c) gaya bahasa asidenton, d) gaya bahasa eksklamasio, e) gaya bahasa klimaks, f) gaya bahasa interupsi, g) gaya bahasa hiperbola, dan h) gaya bahasa alusio. Pemakaian diksi di atas didasarkan pada jenis produk yang diiklankan, daerah asal pendengar, usia pendengar, dan keinginan pengiklan untuk menyampaikan pesan atau informasi iklannya dengan bahasa yang komunikatif, terkesan modern dan gaul, serta mudah dimengerti pendengar; sedangkan pemakaian gaya bahasanya didasarkan pada jenis produk yang diiklankan, bentuk wacana iklan, pendengar yang menjadi sasaran iklan, dan kebiasaan-kebiasaan pendengar. (2) wujud campur kode dalam bahasa iklan komersial di radio meliputi: a) campur kode berwujud kata, b) campur kode berwujud frasa, c) campur kode berwujud baster, dan d) campur kode berwujud klausa. Wujud alih kode dalam bahasa iklan komersial di radio bersifat ke dalam atau intern yang meliputi bahasa Jawa, dialek Jakarta, dan bahasa Betawi. Alih kode dalam bahasa iklan komersial di radio dilatarbelakangi oleh faktor penutur, mitra tutur, topik pembicaraan, dan membangkitkan rasa humor. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam bidang bahasa periklanan, khususnya iklan komersial di radio. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam surga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Yaitu yang bersabar dan bertawakal pada Tuhan-nya. (Q. S. Al-Ankabut: 58-59) commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSEMBAHAN Kusuntingkan hasil karya ini untuk: 1. Kedua orang tuaku, ibu Surati dan bapak Budi, atas segala linangan do’a tanpa ujung yang menghantarkanku hingga jenjang sarjana. 2. Saudara-saudaraku, Mbak Indah Nian, Mas Hirto, Mbak Yunita, Dek Afive Ca’em yang mengajariku makna kasih sayang, persaudaraan, dan ketegasan pilihan hidup. 3. Mas Top, tekad dan semangat juangmu menjadi lentera dalam setiap episode commit to user kehidupanku. vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yang telah melimpahkan belas kasih, rahmat, dan ilmu-Nya yang Mahaluas hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Selama penyusunan skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin menyusun skripsi; 2. Drs. Suparno, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan persetujuan skripsi; 3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan skripsi; 4. Dra. Raheni Suhita, M. Hum. dan Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik; 5. Bapak dan ibu dosen Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan tulus memberikan ilmunya selama penulis menimba ilmu di prodi ini; 6. Teman-teman JPI semuanya, tanpa terkecuali, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. 7. Teman-teman Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2006 yang telah memberikan kesempatan untuk saling mencicip indahnya suatu persahabatan; 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca. Surakarta, Juli 2010 commit to user viii Penulis perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel halaman 1. Perincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian …………………………… 42 2. Data Pengklasifikasian Iklan Komersial yang Disiarkan oleh Radio JPI Periode Desember 2009-Januari 2010 ……………………………………... 46 commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar halaman 1. Kerangka Berpikir ………………………………………………………… 41 2. Analisis Data Flow Model of Analysis ……………………………………. 45 commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran halaman 1. Transkripsi Grafemis Iklan Komersial yang Disiarkan Radio JPI ………. 127 2. Klasifikasi Data ………………………………………………………….. 146 3. Daftar Pertanyaan ………………………………………………………... 165 4. Transkripsi Hasil Wawancara……………………………………………... 167 commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i HALAMAN PENGAJUAN …………………………………………………... ii HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………… iii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iv HALAMAN ABSTRAK ……………………………………………………… v HALAMAN MOTTO ………………………………………………………… vi HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………… vii KATA PENGANTAR ………………………………………………………… viii DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. ix DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………. x DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. xi DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………… 4 C. Tujuan Penelitian …………………………………………………. 4 D. Manfaat Penelitian ………………………………………………… 5 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Landasan Teori ……………………………………………………. 6 1. Bahasa ………………………………………………………….. 6 2. Diksi ……………………………………………………………. 9 3. Gaya Bahasa ……………………………………………………. 20 4. Campur Kode …………………………………………………... 27 5. Alih Kode ………………………………………………………. 30 6. Iklan ……………………………………………………………. 33 7. Ragam Bahasa Iklan di Radio …………………………………. 35 commit to user B. Penelitian yang Relevan …………………………………………... 39 xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. Kerangka Berpikir ………………………………………………… 40 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………. 42 B. Bentuk dan Strategi Penelitian …………………………………… 42 C. Populasi dan Sampel ……………………………………………… 43 D. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………….. 43 E. Validitas Data …………………………………………………….. 44 F. Analisis Data ……………………………………………………… 44 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data …………………………………………………….. 46 B. Analisis Data ……………………………………………………... 48 1. Karakteristik Diksi ……………………………………………... 48 2. Pemakaian Gaya Bahasa ………………………………………... 71 3. Wujud Campur Kode …………………………………………... 93 4. Wujud Alih Kode ………...…………………………………….113 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan …………………………………………………………. 120 B. Implikasi …………………………………………………………. 121 C. Saran ……………………………………………………………… 122 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 124 LAMPIRAN ………………………………………………………………….. 127 commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERSETUJUAN Proposal skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Pembimbing Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta pada: Hari : Tanggal : Persetujuan Pembimbing, Pembimbing I Pembimbing II Dra. Raheni Suhita, M. Hum. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S., M. Hum. NIP 19630309 198803 2 0001 NIP 19761013 200212 1 0005 commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..…………………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN……………...…………………………………… ii DAFTAR ISI …………….……………………………………………………... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...…………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah …………………………………………………… 4 C. Tujuan Penelitian ……….…………………………………………… 4 D. Manfaat Penelitian ……...…………………………………………… 5 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Landasan Teori ………….……………………………………............ 6 1. Bahasa ……...…………………………………………………... 6 2. Diksi ……………………………………………………………. 9 3. Gaya Bahasa ...…………………………………………........... 12 4. Campur Kode …………………………………………………..19 5. Alih Kode ……………………………………………………... 22 6. Iklan …………………..………………………………………. 24 7. Ragam Bahasa Iklan …..……………………………………... 27 B. Penelitian yang Relevan ..…………………………………………... 28 C. Kerangka Berpikir ……...…………………………………………... 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ….…………………………………... 31 B. Bentuk dan Strategi Penelitian ……………………………………... 31 C. Populasi dan Sampel …...…………………………………………... 32 D. Teknik Pengumpulan Data ……..…………………………………... 32 E. Validitas Data …………………..…………………………………... 33 F. Analisis Data …………………...…………………………………... 33 DAFTAR PUSTAKA ……………………...…………………………………... 35 commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PENGESAHAN Proposal skripsi ini telah diseminarkan dan dipertahankan di hadapan Tim Pembimbing Skripsi pada forum Seminar Proposal Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Tanggal : Mengetahui, Pembimbing I, Pembimbing II, Dra. Raheni Suhita, M. Hum. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S., M. Hum. NIP 19630309 198803 2 0001 NIP 19761013 200212 1 0005 Ketua Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. NIP 19620728 199003 1 002 Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Drs. Soeparno, M. Pd. NIP 195111127 198601 1 001 commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KARAKTERISTIK PEMAKAIAN BAHASA DALAM IKLAN KOMERSIAL DI RADIO Oleh: Esti Priastuti NIM K1206020 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010 v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KARAKTERISTIK PEMAKAIAN BAHASA DALAM IKLAN KOMERSIAL DI RADIO Oleh : ESTI PRIASTUTI NIM K1206020 Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2010 vi 1 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan manusia sebagai alat komunikasi dalam upaya berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya, hal tersebut tidaklah mutlak bebas. Ada seperangkat aturan berbahasa yang telah disepakati oleh suatu masyarakat. Suatu kelompok orang atau masyarakat merupakan lingkungan untuk seseorang hidup dan bergaul dengan anggota-anggotanya yang lain sesuai dengan tata nilai yang menjadi pedoman mereka dalam upaya berinteraksi dengan sesamanya. Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi adalah cerminan bahasa masyarakat. Masyarakat dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas dan dapat pula menyangkut sekelompok kecil orang. Suatu kelompok orang yang karena faktor daerah, profesi, dan hobi menggunakan bentuk bahasa dan penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakannya, dapat disebut sebagai masyarakat tutur. Variasi atau ragam bahasa yang digunakan dalam komunikasi setiap masyarakat tutur selalu berbeda. Bahasa sebagai bagian dari masyarakat merupakan gejala sosial yang tidak dapat dilepaskan dari pemakaiannya. Pengkajian bahasa sebagai alat komunikasi masyarakat dan segala aktivitasnya masuk dalam ranah ilmu sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari berbagai macam ragam bahasa berkenaan dengan fungsi pemakaiannya. Dalam sosiolinguistik, bahasa dikaji sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat. Setiap kegiatan kemasyarakatan manusia tidak akan terlepas dari penggunaan bahasa. Sosiolinguistik memberikan pedoman dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa yang harus dipakai. Pemakaian bahasa selalu dipengaruhi faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor linguistik tersebut adalah faktor sosial dan situasional. Faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa yaitu tingkat pendidikan, user situasional yang mempengaruhi umur, tingkat ekonomi, dan jenis commit kelamin.toFaktor 1 2 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pemakaian bahasa yaitu siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan mengenai masalah apa. Hal ini dirumuskan oleh Fishman (dalam Suwito, 1997: 3) Who speak what language to whom and when. Fungsi bahasa yang paling utama adalah sebagai sarana komunikasi. Setiap anggota masyarakat dan komunitas selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik dia bertindak sebagai komunikator (pembicara atau penulis) maupun sebagai komunikan (mitra bicara, penyimak, pendengar, atau pembaca). Jika bertolak pada fungsi dari bahasa, yaitu bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi (Chaer dan Agustina, 2004: 18), maka penggunaan bahasa meliputi seluruh ranah kehidupan manusia, baik di bidang pendidikan, ekonomi, perdagangan, kebudayaan, politik, hukum, maupun bidang-bidang kehidupan yang lain. Bisa dikatakan, bahasa merupakan alat yang ampuh untuk berhubungan dan bekerja sama. Keberagaman penggunaan bahasa dalam kehidupan manusia menyebabkan munculnya ragam bahasa. Setiap ragam bahasa memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini juga tampak pada ragam bahasa iklan. Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi. Iklan dalam berbagai media penyampaiannya ada yang diucapkan secara lisan, seperti melalui televisi, radio, dan media elektronik lainnya. Iklan juga disampaikan melalui tulisan, seperti dalam surat kabar, majalah, dan papan reklame. Radio, sebagai salah satu media penyampai informasi, memiliki sumbangsih yang cukup besar terhadap dunia periklanan. Radio merupakan sarana terhandal untuk menjangkau orangorang yang mungkin tidak mempunyai akses ke media yang lain. Radio dapat juga menjangkau orang-orang yang buta huruf yang tidak dapat membaca surat kabar. Penggunaan suara, baik vokal maupun musikal, menjadikan radio sebagai suatu sarana iklan yang hidup dan lebih menarik jika dibandingkan dengan media iklan yang pasif dan statis. Efek suara juga dapat digunakan untuk menajamkan kesan. Pendengar radio secara otomatis akan terekspos iklan yang disiarkan pada waktu mendengarkan radio. Iklan dapat hadir di tengah-tengah siaran tanpa mengakibatkan orang beralih ke siaran lainnya. Oleh karena itu, radio cocok digunakan untuk commit to user mengiklankan produk baru, terutama produk-produk yang tidak menjadi prioritas 2 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bagi calon konsumen (seperti komputer pribadi atau jasa keuangan). Radio cepat dalam penyampaian pesannya dan mudah dimengerti tanpa menuntut kemampuan membaca dari pendengarnya. Radio, sebagai media komunikasi, menyajikan berbagai macam programa dengan musik sebagai unsur yang essensial dalam keseluruhan acara karena tulang punggung siaran radio adalah musik. Berbagai program diolah dan diberi ilustrasi musik, termasuk dalam penyajian iklan. Iklan berisi suatu pesan yang disiarkan kepada publik agar publik tertarik pada isi informasi tersebut. Bahasa iklan dalam dunia periklanan digunakan untuk menyampaikan informasi-informasi mengenai suatu produk atau jasa. Penggunaan bahasa dalam iklan dibuat lebih menarik agar pesan yang disampaikan memiliki nilai jual dan menarik perhatian publik, sehingga publik terbujuk untuk membeli produk atau pun jasa yang ditawarkan. Sama halnya dengan penggunaan bahasa dalam iklan di radio, pemakaian bahasa iklan memiliki sifat-sifat persuatif, gaul, memakai ragam santai, memiliki unsur pengingat, dan lebih sering menggunakan kata-kata yang berkonotasi. Pemakaian diksi atau pilihan kata dalam iklan di radio sering didasarkan pada usia pendengar, daerah asal pendengar, tingkat sosial pendengar, dan jenis produk yang diiklankan. Gaya bahasa yang dipakai harus disesuaikan dengan mitra tutur atau pendengar, kebiasaan-kebiasaan perilaku atau sasaran iklan, dan tempat-tempat yang biasa mereka melakukan aktivitasnya. Penggunaan bahasa iklan dalam iklan komersial berikut ini merupakan salah satu iklan komersial yang disiarkan oleh radio. A B A C A B C : “Wa…h, Pak. Kita butuh dana banyak lho, Pak. Buat mantu.” : “Tenang saja, Buk. Kita ambil kredit di BPR Trihasta Prasojo saja. Piye?” : “A…h Bapak iki, apa-apa kok andalane BPR Trihasta Prasojo. Dulu waktu kredit pendidikan juga di sana. Bank lain kenapa to, Pak?” : “Bapak itu bener, Buk. Untuk anggunan kendaraan, kredit di BPR Trihasta Prasojo prosesnya cepet. Hari ini daftar, besok cair. Ada juga ni kredit bidikan, kredit modal kerja, kredit konsumtif untuk barang-barang kebutuhan harian, dan ada juga kredit hajatan yang bebas bunga.” : “Wah, wah, wah, wa…h. Jangan-jangan syarate angel.” : “Angel piye to? Syaratnya ya umum saja. Fotokopi KTP suami istri dan KK yang masih berlaku, fotokopi surat nikah, slip gaji, jaminan BPKB dan SHM. Lebih detail lagi ya ke BPR Trihasta Prasojo saja.” : “Di BPR Trihasta Prasojo adatojuga, commit user produk tabungan Trihasta yang bebas potongan dan juga tabungan Prasojo suku bunga menarik. Ada juga 3 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id A C B A deposito dengan suku bunga bersaing yang dijamin LPS atau pemerintah sampai dengan dua milyar.” : “Kosik, kosik, kosik, kosik. BPR Trihasta Prasojo ini masih di tempat yang lama kan?” : “Masih dong, Buk. Kantor pusatnya itu masih di Jalan SoloTawangmangu km 16 Palur telpon 825042.” : “Atau di komplek Ruko Beteng Blok A No. 6 Solo telpon 651358.” : “Kalau gitu let’s go yo, Pak ke BPR Trihasta Prasojo. Biar kreditnya cepet cair. Aku selak pingin mantu.” (Sumber: Radio JPI Sabtu, 03 Januari 2010) Bahasa iklan yang digunakan dalam iklan di atas memunculkan ragam bahasa informal dengan mencampur atau menggunakan beberapa bahasa dalam satu tuturan. Pemilihan kata yang digunakan pun lebih terkesan santai, luwes, komunikatif dan memiliki variasi yang berbeda untuk setiap jenis iklan, sehingga bisa dikatakan penggunaan bahasa dalam iklan yang disiarkan radio tersebut menarik dan laik untuk peneliti kaji. Dari sinilah, peneliti mencoba mengkaji lebih dalam pemakaian bahasa iklan di radio tersebut yang peneliti tuangkan dalam sebuah tulisan dengan judul Karakteristik Pemakaian Bahasa dalam Iklan Komersial di Radio. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat rumuskan beberapa masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana karakteristik diksi dan gaya bahasa dalam iklan komersial yang disiarkan Radio JPI? 2. Bagaimana wujud campur kode dan alih kode dalam iklan komersial yang disiarkan Radio JPI? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tulisan ini bertujuan untuk: 1. mendeskripsikan karakteristik diksi dan gaya bahasa dalam iklan komersial yang disiarkan Radio JPI. 2. mendeskripsikan wujud campur kode dan alih kode dalam iklan komersial commit to user yang disiarkan Radio JPI. 4 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah khazanah penelitian ilmu bahasa dan sastra Indonesia, khususnya tentang karakteristik pemakaian bahasa iklan. 2. Manfaat praktis a. Bagi siswa Dapat menambah pengetahuan dan pemahaman siswa tentang karakteristik bahasa iklan, khususnya dalam pemilihan kata dan penggunaan gaya bahasa. b. Bagi pengajar bahasa dan sastra Indonesia Dapat dijadikan tambahan materi ajar bahasa dan sastra Indonesia, khususnya yang terkait dengan pilihan kata, gaya bahasa, campur kode dan alih kode ragam bahasa iklan. c. Bagi praktisi radio Dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam pembuatan iklan komersial, khususnya yang terkait dengan pemilihan diksi. d. Bagi penelitian lain Dapat dijadikan referensi untuk penelitian lain yang berkaitan dengan permasalahan yang sama dalam penelitian ini. commit to user 5 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Landasan Teori 1. Bahasa a. Hakikat Bahasa Bahasa merupakan lambang atau sebuah rangkaian bunyi yang membentuk suatu arti tertentu. Subroto berpendapat bahwa bahasa memiliki sistem, asas-asas, pola-pola yaitu seperangkat kaidah yang bersifat mengatur dan merupakan paduan dari aspek bentuk (formal aspect) dan aspek arti (semantic aspect) bahkan juga aspek situasi (1997: 18). Sedikit berbeda dengan pendapat tersebut, Wirjosoedarmo (dalam Husein dan Banasuru, 1996: 4) mengatakan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antaranggota masyarakat, yang berupa bunyi suara atau tanda atau isyarat atau lambang yang dikeluarkan oleh manusia untuk menyampaikan isi hati kepada manusia. Kridalaksana (dalam Chaer, 1994: 32) mengatakan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Manusia mengumpulkan lambang-lambang ini dan menyusun segala sesuatu yang dikenalnya sebagai perbendaharaan kata-kata. Perbendaharaan ini pada hakikatnya merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran mereka. Pandangan muncul dari linguistik struktural dengan tokoh Bloomfield (dalam Sumarsono dan Partana, 2002: 18) bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi yang bersifat sewenang-wenang (arbitrer) yang dipakai oleh anggota-anggota masyarakat untuk saling berhubungan dan berinteraksi. Bahasa mempunyai aturan-aturan yang saling bergantung dan mengandung struktur unsur-unsur yang bisa dianalasis secara terpisah-pisah, karena merupakan suatu sistem. Sedikit lebih rinci, Hockett (dalam Chaer, 1994: 284) menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-kebiasaan. Sistemcommit user subsistem, antara lain: subsistem sistem bahasa yang dimaksud terdiri daritolima 6 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Hymes (dalam Purwoko, 2008: 4) mengatakan bahwa bahasa adalah sesuatu yang integral dengan budaya sehingga bahasa merupakan petunjuk simbolik menuju budaya. Bahasa sebagai pedoman simbolik untuk memahami budaya masyarakat yang sedang diteliti, sehingga perilaku budaya akan tercermin dalam penggunaan bahasa oleh penutur aslinya. Dari berbagai pendapat para ahli di atas, penulis dapat simpulkan bahwa bahasa bukan sekedar alat komunikasi, melainkan juga sebagai alat untuk menunjukkan identitas kelompok. Bahasa adalah satu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan. Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia. Bahasa senantiasa diperkaya oleh seluruh lapisan masyarakat yang menggunakannya. Adanya bahasa memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu dalam kepala mereka, meskipun obyek yang sedang dipikirkan tersebut tidak berada di dekatnya. Manusia dengan kemampuan berbahasanya memungkinkan untuk memikirkan suatu masalah secara terus menerus. Bukan itu saja, dengan bahasa manusia pun dapat mengekspresikan sikap dan perasaannya. b. Fungsi Bahasa Kata fungsi, dalam arti yang paling sederhana, dapat dipandang sebagai padanan kata guna dan penggunaan. Dengan demikian, fungsi bahasa dapat diartikan sebagai cara orang menggunakan bahasa mereka, atau bahasa-bahasa mereka bila mereka berbahasa lebih dari satu bahasa. Jika dinyatakan dalam pengertian yang lebih sempit, yaitu orang melakukan sesuatu dengan bahasa mereka; dengan cara bertutur dan menulis, mendengarkan dan membaca, mereka berharap dapat mencapai banyak sasaran dan tujuan. Fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi dapat dilakukan dengan cara lisan maupun tertulis. Komunikasi lisan, biasanya, dilakukan dalam percakapan antar-anggota keluarga dan percakapan dengan teman akrab. Komunikasi lisan dapat dilakukan langsung atau melalui alat perantara, misalnya telepon. Komunikasi secara tertulis dapat dilakukan dengan surat menyurat antaranggota keluarga, handai taulan, teman atau sahabat. commit to user 7 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Di dalam kehidupan masyarakat fungsi bahasa secara tradisional dapat dikatakan sebagai alat komunikasi verbal yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi. Akan tetapi, fungsi bahasa tidak hanya semata-mata sebagai alat komunikasi. Ada beberapa pengelompokan fungsi kebahasaan yang sudah dikenal, misalnya pengelompokan yang dikemukakan oleh Malinowski (dalam Halliday dan Hasan, 1992: 20). Dia mengelompokkan fungsi bahasa ke dalam dua kelompok besar, yaitu penggunaan bahasa yang praktis atau pragmatik dan penggunaan bahasa yang ritual atau magis yang berkaitan dengan kegiatankegiatan seremonial atau keagamaan dalam kebudayaan. Berbeda dengan pendapat di atas, seorang pakar psikologi, Bűhler (dalam Halliday dan Hasan, 1992: 20) mengatakan fungsi bahasa bukan dari sudut pandangan kebudayaan, tetapi dari sudut pandangan perseorangan. Lebih jelasnya, dia membedakan fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif (terarah pada diri sendiri/si pembicara), bahasa konatif (terarah pada lawan bicara) dan bahasa representasional (terarah pada kenyataan lainnya). Secara lebih rinci, Morris (dalam Halliday dan Hasan, 1992: 21) mengelompokkan fungsi bahasa menjadi empat fungsi, yaitu information talking (pertukaran keterangan), mood talking (fungsi ekspresif), exploratory talking (ujaran untuk kepentingan ujaran, fungsi estetis, fungsi drama), dan grooming talking (tuturan yang sopan dan tidak berarti dalam peristiwa-peristiwa sosial). Chaer (1994: 15) berpendapat bahwa fungsi bahasa yang menjadi persoalan dalam sosiolingustik adalah dari segi penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan. Maksud dari pernyataan tersebut adalah fungsi bahasa akan berbeda apabila ditinjau dari sudut pandang yang berbeda. Berkaitan dengan fungsi bahasa, Halliday (dalam Sumarlam, 2005: 25) mengemukakan tujuh fungsi bahasa, di antaranya: (1) fungsi instrumental; (2) fungsi regulasi; (3) fungsi pemerian/representasi; (4) fungsi interaksi; (5) fungsi perorangan; (6) fungsi heuristik; dan (7) fungsi imajinatif. Dari berbagai pendapat di atas, penulis lebih condong pada pendapat yang dikemukakan oleh Chaer bahwa pada intinya fungsi bahasa akan berbeda apabila ditinjau dari sudut pandang yang berbeda pula, commit to user 8 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id seperti ditinjau dari sudut pandang penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan. 2. Diksi a. Hakikat Diksi Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Pilihan kata bukanlah masalah sederhana karena menyangkut persoalan yang bersifat dinamis, inovatif, dan kreatif sejalan dengan perkembangan masyarakat penunturnya. Diksi merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 264) diksi berarti pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Diksi atau pilihan kata yang baik berhubungan dengan pemilihan kata yang bermakna tepat dan selaras, yang penggunaannya cocok dengan pokok pembicaraan, peristiwa dan khalayak pembaca atau pendengar. Pilihan kata atau diksi bukan saja untuk menyatakan kata-kata yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan (Keraf, 2007: 23). Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakterisitik. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh seseorang yang memiliki sejumlah kosa kata atau perbendaharaan kata yang banyak. commit to user 9 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Hakikat Kata Kata merupakan tataran terendah dalam tataran gramatikal bahasa. Kata merupakan kunci utama dalam upaya membentuk tulisan. Kata adalah sekumpulan huruf atau bunyi ujaran yang mengandung arti. Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti dan ortografi. Mereka berpendapat bahwa kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan mempunyai satu arti (Chaer, 1994: 162). Sementara itu, batasan kata yang dibuat Bloomfield (dalam Chaer, 1994: 163) kata adalah satuan bebas terkecil (a minimal free form). Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi (dapat diserap dengan panca indera) dan aspek isi makna (reaksi yang timbul pada pendengar atau pembaca) (Keraf, 2007: 25). Chomsky (dalam Chaer, 1994: 163) mengatakan kata adalah dasar analisis kalimat, menyajikan kata itu dengan simbol-simbol V (verba), N (nomina), A (adjektiva), dan sebagainya. Batasan kata yang umum dijumpai dalam berbagai buku linguistik Eropa adalah bahwa kata merupakan bentuk yang ke dalam mempunyai susunan fonologis yang stabil dan tidak berubah, dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas di dalam kalimat. Batasan tersebut menyiratkan dua hal, yaitu (1) bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dapat diselipi atau diselang oleh fonem lain dan (2) setiap kata mempunyai kebebasan berpindah tempat di dalam kalimat atau tempatnya dapat diisi atau digantikan oleh kata lain, atau juga dapat dipisahkan dari kata lainnya. Dari berbagai pendapat di atas, penulis coba simpulkan bahwa kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. commit to user 10 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Klasifikasi Kata Klasifikasi kata adalah penggolongan kata atau penjenisan kata. Dalam peristilahan bahasa Inggris disebut juga part of speech (Chaer, 1994: 166). Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi untuk mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasi kelas verba, nomina, dan ajektiva; sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasi preposisi, konjungsi, adverbia, pronomina. Mereka mengatakan (dalam Chaer, 1994: 163) yang disebut verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata yang menyatakan benda atau yang dibendakan; dan yang disebut konjungsi adalah kata yang bertugas atau berfungsi untuk menghubungkan kata dengan kata, atau bagian kalimat yang satu dengan bagian yang lain. Berbeda dengan Keraf, dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa, dia menjelaskan bahwa untuk mencapai ketepatan pengertian lebih baik memilih kata khusus daripada kata umum (2007: 89). Kata umum dan kata khusus dibedakan berdasarkan luas tidaknya cakupan makna yang dikandungnya. Jika sebuah kata mengacu pada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya maka kata itu disebut kata umum, sedangkan jika ia mengacu pada pengarahanpengarahan khusus dan kongkret maka disebut kata khusus. Para tata bahasawan strukturalis (dalam Chaer, 1994: 167) membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau konstruksi. Nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata bukan. Verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak. Adjektifa adalah kata-kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat. Kelompok linguis (dalam Chaer, 1994: 168) menggunakan kriteria fungsi sintaksis sebagai patokan untuk menentukan kelas kata. Secara umum, fungsi subyek diisi oleh kelas nomina; fungsi predikat diisi oleh verba atau adjektifa; fungsi objek diisi oleh kelas nomina; dan fungsi keterangan diisi oleh adverbia. commit to user 11 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Hakikat Makna Makna adalah bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari suatu ujaran yang kita tuturkan. Istilah makna memiliki pengertian yang beragam. Pateda (2001: 79) mengemukakan istilah makna merupakan katakata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Makna kata merupakan hubungan antara bentuk dengan hal atau barang yang diwakilinya (referen-nya) (Keraf, 2007: 25). Makna adalah pertalian antara bentuk dengan referennya. Senada dengan pendapat di atas, Ullman (dalam Pateda, 2001: 82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan pengertian. Sementara itu, Saussure (dalam Chaer, 1994: 286) mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Bloomfield (dalam Wahab, 1995: 40) mengemukakan bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas-batas unsur-unsur penting situasi di mana penutur mengujarnya. Terkait dengan hal tersebut, Aminuddin (1998: 50) mengemukakan bahwa makna merupakan hubungan antara bahasa dengan bahasa luar yang disepakati bersama oleh pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Dari pengertian para ahli bahasa di atas, dapat penulis simpulkan bahwa batasan tentang pengertian makna sangat sulit ditentukan karena setiap pemakai bahasa memiliki kemampuan dan cara pandang yang berbeda dalam memaknai sebuah ujaran atau kata. e. Jenis Makna Ada berbagai jenis makna di dalam bahasa yang secara dikotomis dibedakan menjadi beberapa macam. Penggolongan makna dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Wijana dan Rohmadi (2008: 22-26) menggolongkan jenis-jenis makna menjadi 8, yang meliputi: (1) makna leksikal; (2) makna gramatikal; (3) makna denotatif; (4) makna konotatif; (5) makna literal; (6) makna figuratif; (7) makna primer; dan (8) makna sekunder. Makna leksikal lazim dipandang sebagai sifat kata sebagai unsur leksikal. commit to user Makna leksikal adalah makna yang muncul tanpa menggabungkan antara unsur 12 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang satu dengan unsur yang lain, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang muncul dengan menggabungkan unsur yang satu dengan yang lain (Wijana dan Rohmadi, 2008: 22). Jenis makna yang selanjutnya yaitu makna denotasi dan makna konotasi. Makna denotasi dan makna konotasi oleh para ahli semantik lazim dibedakan. Makna denotasi adalah referensi pada sesuatu yang ekstralingual menurut makna kata yang bersangkutan, sedangkan makna konotasi adalah “arti” yang dapat muncul pada penutur akibat penilaian afektif atau emosional (Verhaar, 2008: 390). Senada dengan pendapat tersebut, Wijana dan Rohmadi (2008: 23) mengungkapkan bahwa makna denotatif adalah keseluruhan komponen makna yang dimiliki oleh sebuah kata atau makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran, sedangkan makna konotatif adalah makna suatu kata yang muncul karena pengaruh nilai atau rasa emotifnya. Makna literal adalah makna yang langsung menunjuk pada sesuatu, baik benda, gejala, kenyataan, peristiwa maupun proses; makna yang langsung berhubungan dengan acuan yang ditunjuk oleh kata atau ujaran. Makna figuratif adalah makna bentuk kebahasaan yang menyimpang dari referennya (Wijana dan Rohmadi, 2008: 25). Makna primer adalah makna satuan kebahasaan yang dapat diidentifikasi tanpa bantuan konteks, sedangkan makna sekunder adalah makna satuan kebahasaan yang dapat diidentifikasi dengan bantuan konteks (Wijana dan Rohmadi, 2008: 26). Berbeda dengan pendapat di atas, Keraf (2007: 27) membedakan jenisjenis makna menjadi dua, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif muncul jika makna suatu kata mengandung makna tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar; sedangkan makna denotatif adalah suatu makna yang muncul jika makna suatu kata tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan, hanya makna dasarnya saja. f. Hubungan Makna Kata-kata biasanya mengandung komponen makna yang kompleks. Hal ini to useryang memperlihatkan kesamaan, mengakibatkan adanya berbagaicommit hubungan 13 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pertentangan, dan tumpang tindih. Dalam hal ini, para ahli semantik telah mengklasifikasikan hubungan makna ke dalam beberapa kategori, yang meliputi: sinonimi, antonimi, polisemi, homonimi, dan hiponimi. 1) Sinonimi Sinonimi digunakan untuk menyatakan sameness of meaning ‘kesamaan arti’ (Djajasudarma, 1993: 36). Wijana dan Rohmadi (2008: 28) mengungkapkan bahwa sinonimi, yaitu hubungan atau relasi persamaan makna. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata wafat, gugur, meninggal, dan mati sering dikatakan bersinonim, tetapi masing-masing kata mempunyai tempat sendiri dalam pemakaiannya sehari-hari. Sama halnya dengan pendapat di atas, Keraf (2007: 34) berpendapat bahwa sinonimi adalah telaah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama. Istilah sinonim digunakan untuk menyatakan kata-kata yang memiliki makna yang sama. Sinonim digunakan untuk menghindari pengulangan kata untuk gagasan yang sama. Meskipun demikian, sedikit sekali kata yang bersinonim secara sempurna, dalam arti bisa dipertukarkan dalam segala konteks tanpa ada perubahan sedikit pun dari makna objektifnya, rasa nada atau nilai evokatifnya. Jika ada dua kata atau lebih untuk mengekspresikan satu gagasan, maka akan dipilih satu kata yang paling cocok untuk konteksnya, yaitu kata yang paling mampu memuat beban emosi dan tekanan (empasis), yang paling serasi untuk struktur fonetik kalimat, dan yang paling mampu mendukung nada umum ujaran. Collinson (dalam Ullman, 2007: 177) mentabulasikan perbedaanperbedaan antara sinonimi, yang meliputi: a) satu kata lebih umum dari yang lain, misal kata binatang-hewan; b) satu kata lebih intens dari yang lain, misal kata mengamati-memandang; c) satu kata lebih emotif dari yang lain, misal kata memohon-meminta; d) satu kata lebih profesional dari yang lain, misal kata riset-penelitian; e) satu kata lebih literer dari yang lain, misal kata mafhum-memahami; f) satu kata lebih kolokial dari yang lain, commit userdialek dari yang lain, misal kata misal kata aku-saya; g) satu katatolebih 14 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lu-kamu; h) satu kata dapat mencakup penerimaan atau penolakan moral sedang yang lain netral, misal kata sedekah-pemberian; dan i) salah satu dari sinonim termasuk bahasa kanak-kanak, misal kata mimik-minum. Sinonim adalah kata-kata yang memiliki kesamaan atau kemiripan makna. Dalam bahasa iklan sekali pun, sinonim lebih membuka peluang untuk memilih kosakata yang lebih sesuai dengan konteks tanpa harus mengubah gagasan. Penggunaan kata mulus, yang bersinonim dengan kata halus, lebih sering digunakan dalam bahasa iklan kecantikan dibanding dengan kata halus. Selain itu, penggunaan sinonim mampu mengadakan variasi dalam pemakaian kosakata sehingga ujaran atau tuturan yang ditampilkan menjadi lebih segar, dan menarik. 2) Antonimi Antonimi adalah relasi antarmakna yang wujud logisnya sangat berbeda atau bertentangan (Keraf, 2007: 39). Istilah antonimi dipakai untuk menyatakan lawan makna, sedangkan kata yang berlawanan disebut antonim. Rustamaji (2003: 47) mengungkapkan bahwa antonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang berlawanan. Senada dengan pendapat di atas, Wijana dan Rohmadi (2008: 30) mengatakan bahwa antonimi, yaitu perlawanan makna. Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain, misal kata keraslembek, naik-turun, kaya-miskin, surga-neraka, laki-laki-perempuan, atasbawah. 3) Polisemi Wijana dan Rohmadi (2008: 37) mengatakan bahwa polisemi, yaitu sebuah bentuk kebahasaan yang memiliki berbagai macam makna. Senada dengan pendapat tersebut, Keraf (2007: 36) berpendapat bahwa polisemi adalah suatu bentuk kata yang mempunyai beberapa makna. Polisemi adalah suatu kata yang memiliki makna ganda. Namun demikian, di antara makna tersebut masih terdapat hubungan makna. commit to user 15 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4) Homonimi Wijana dan Rohmadi (2008: 53) mengatakan bahwa homonimi, yaitu dua kata atau lebih yang secara kebetulan memiliki pola bunyi yang sama. Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homofon. Sementara itu, Keraf (2007: 36) berpendapat bahwa homonimi adalah dua kata atau lebih, tetapi memiliki bentuk yang sama (homograf dan homofon). Kata amplop dalam kalimat Untuk mengirim surat kepada bapak presiden kita harus menggunakan amplop memiliki arti yang berbeda dengan kata amplop dalam kalimat Agar bisa diterima menjadi PNS ia memberi amplop kepada para pejabat. Kata amplop pada kalimat pertama memiliki arti amplop surat biasa, sedangkan pada kalimat kedua memiliki arti sogokan atau uang pelicin. 5) Hiponimi Hiponimi merupakan cakupan-cakupan makna dalam sebuah makna yang lain. Hiponim adalah suatu kata yang maknanya telah tercakup oleh kata yang lain (Rustamaji, 2003: 48). Hubungan makna kata yang satu dengan yang lain akan menghasilkan kata (superordinat dan subordinat). Kata bunga yang merupakan superordinat dapat menghasilkan kata melati, mawar, anggrek yang merupakan subordinat. Wijana dan Rohmadi (2008: 68) mengatakan bahwa hiponimi, yaitu hubungan semantik antara makna spesifik dan makna generik; atau antara anggota taksonomi dengan nama taksonomi. Hampir sama dengan pendapat tersebut, Keraf (2007: 36) berpendapat bahwa hiponimi adalah semacam relasi antarkata yang dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Dari berbagai pendapat dari para ahli bahasa di atas, penulis coba simpulkan bahwa hubungan makna meliputi sinonim, yaitu dua buah kata yang mempunyai kemiripan makna diantaranya disebut dua kata yang commit to makna user yang dipakai untuk menyebut sinonim; antonim, yaitu hubungan 16 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id makna yang berlawanan; hiponim, yaitu menyatakan hubungan makna yang mengandung pengertian hubungan hierarkis. Bila sebuah kata memiliki semua komponen makna kata lainnya, tetapi tidak sebaliknya, maka hubungan itu disebut hiponimi; homonimi, yaitu bila terdapat dua buah makna atau lebih yang dinyatakan dengan sebuah bentuk yang sama; dan polisemi, yaitu kata yang mempunyai banyak makna. g. Ungkapan atau idiom Dalam bahasa Indonesia, idiom disejajarkan dengan pengertian peribahasa. Idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya (Keraf, 2007: 109). Pemahaman makna idiomatis tiada cara lain kecuali dengan cara memahami istilah demi istilah secara benar. Hampir senada dengan pendapat di atas, Rustamaji mengungkapkan idiom atau ungkapan adalah kata yang memiliki makna khusus dan tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa dan situasi lain (2003: 45). Bentuk-bentuk idiom hanya bisa dipelajari dari pengalaman-pengalaman, bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa. Hal ini disebabkan, sebuah idiom bersifat tradisional dan bukan bersifat logis. Kata-kata tertentu yang terusun dalam suatu idiom mampu mengungkapkan atau menggambarkan siatuasi secara cermat. Dalam Ensiklopedia Bebas dikatakan bahwa idiom merupakan suatu ungkapan (seperti istilah atau frase) yang maknanya tak dapat diturunkan dari definisi langsung dan penyusunan bagian-bagiannya, melainkan merupakan suatu makna tak langsung yang hanya dikenal melalui penggunaan umum. Dalam ilmu bahasa atau linguistik, idiom umumnya dianggap sebagai gaya bahasa yang bertentangan dengan prinsip penyusunan (principle of compositionality). Idiom dapat membingungkan orang yang belum terbiasa dengannya. Orang-orang yang belajar suatu bahasa harus mempelajari makna idiom bahasa tersebut sebagaimana mereka mempelajari kosa kata lain dalam bahasa itu. Untuk mengetahui makna sebuah idiom, setiap orang harus mempelajarinya commit to user sebagai seorang penutur asli, tidak mungkin hanya dengan melalui makna dari 17 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kata-kata yang membentuknya. Beberapa contoh dari idiom yang diambil dari bahasa Indonesia antara lain: cuci mata, kambing hitam, jago merah, kupu-kupu malam, dan hidung belang. Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa idiom atau disebut juga dengan ungkapan adalah gabungan kata yang membentuk arti baru yang tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya. h. Kata-kata Gaul Secara harfiah, istilah gaul memiliki arti hidup berteman (KBBI, 2005: 339). Bahasa gaul merupakan bahasa pergaulan. Bahasa gaul sudah muncul sejak tahun 1970-an. Bahasa gaul juga sering disebut dengan bahasa prokem. Kata prokem merupakan bahasa pergaulan dari preman. Bahasa gaul atau prokem awalnya digunakan oleh kalangan preman untuk berkomunikasi satu sama lain secara rahasia. Bahasa prokem yang berkembang di Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh bahasa Betawi yang mengalami penyimpangan atau pengubahsuaian pemakaian kata oleh kaum remaja Indonesia yang menetap di Jakarta. Saragih (2010) mengatakan bahwa bahasa gaul dianggap lebih bergengsi karena merupakan campuran antara bahasa masyarakat ibu kota (etnis Betawi) dengan bahasa asing, sehingga masyarakat khususnya remaja secara psikologis ingin dianggap memiliki gengsi yang lebih tinggi dengan menggunakan bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa pergaulan anak-anak remaja merupakan dialek bahasa Indonesia non-formal. Pada dasarnya, bahasa gaul digunakan untuk memberikan kode kepada lawan bicara. Rumusan bahasa gaul di tiap komunitas atau daerah berbeda satu sama lain, termasuk bahasa gaul yang digunakan oleh kalangan militer, kalangan kepolisian, atau kalangan homo seksual (waria) di suatu daerah atau komunitas. Penggunaan bahasa gaul menjadi lebih dikenal khalayak ramai. Bahasa gaul telah banyak terasimilasi dan menjadi umum digunakan sebagai bentuk percakapan sehari-hari dalam pergaulan di lingkungan sosial, bahkan dalam media-media populer serperti TV, radio, dunia perfilman nasional, dan seringkali digunakan dalam bentuk pengumuman-pengumuman. Bahasa gaul merupakan commit to useratau kelompok tertentu, bersifat bahasa sandi yang dipahami oleh kalangan 18 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sementara, dan hanya berupa variasi bahasa. Penggunaan bahasa gaul meliputi kosakata, ungkapan, singkatan, intonasi, pelafalan, pola, konteks dan distribusi. Kelompok-kelompok tertentu yang menggunakan bahasa gaul (Ensiklopedia Bebas) seringkali merancang kata-kata baru dengan cara mengganti kata ke lawan kata, mencari kata sepadan, menentukan angka-angka, penggantian fonem, distribusi fonem, penambahan awalan, sisipan, atau akhiran. Kelompok-kelompok tertentu tersebut menciptakan ungkapan-ungkapan baru yang sifatnya tidak baku. Struktur dan tatabahasa dari bahasa gaul tidak terlalu jauh berbeda dari bahasa formal, yaitu bahasa Indonesia. Perbedaan utama antara bahasa formal dengan bahasa gaul, yaitu dalam hal perbedaharaan kata. Kosakata yang dimiliki hanya merupakan singkatan dari bahasa formalnya. Saleh (2006) menyatakan bahwa kosakata bahasa gaul sering tidak beraturan atau tidak memiliki rumus tertentu, sehingga perlu upaya untuk menghafal setiap kali muncul istilah atau kata baru. Salah satu kosakata baru dalam bahasa gaul yang tidak memiliki rumus tertentu, misal untuk sebuah lawakan yang tidak lucu biasa disebut dengan istilah garing, jayus, jasjus; untuk sesuatu yang tidak bagus atau tidak cocok biasa disebut dengan istilah cupu. Partikel sich, nich, tuh, dan dong merupakan sebagian dari partikelpartikel bahasa gaul yang membuatnya terasa lebih hidup dan membumi, menghubungkan satu anak muda dengan anak muda lain dan membuat mereka merasa berbeda dengan orang-orang tua yang berbahasa baku. Partikel-partikel bahasa gaul memiliki arti jauh lebih bermakna melebihi jumlah huruf yang menyusunnya. Partikel-partikel tersebut mampu memberikan informasi tambahan kepada orang lain yang tidak dapat dilakukan oleh bahasa Indonesia baku seperti tingkat keakraban antara pembicara dan pendengar, suasana hati atau ekspresi pembicara, dan suasana pada kalimat yang diucapkan. Kosakata bahasa gaul di Indonesia diambil dari kosakata bahasa yang hidup di lingkungan kelompok remaja tertentu. Pembentukan kata dan maknanya sangat beragam dan bergantung pada kreativitas pemakainya. Bahasa gaul berfungsi sebagai ekspresi rasa kebersamaan para pemakainya. Selain itu, dengan commit to user 19 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menggunakan bahasa gaul, mereka ingin menyatakan diri sebagai anggota kelompok masyarakat yang berbeda dari kelompok masyarakat yang lain. 3. Gaya Bahasa a. Hakikat Gaya Bahasa Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin (Keraf, 2007: 112). Ada dua aliran yang terkenal, yaitu: (1) Aliran Platonik yang menganggap style sebagai kualitas suatu ungkapan dan (2) Aliran Aristoteles yang menganggap bahwa gaya adalah suatu kualitas yang inheren, yang ada dalam tiap ungkapan. Majas atau gaya bahasa adalah cara pengarang atau seseorang yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan perasaan dan buah pikiran yang terpendam di dalam jiwanya (Rustamaji, 2003: 83). Kata gaya secara umum dapat dikatakan sebagai cara mengungkapkan diri sendiri, baik melalui bahasa, tingkah laku, maupun cara berpakaian. Semakin baik gaya bahasa seseorang, semakin baik pula penilaian orang lain terhadap orang tersebut; sebaliknya semakin buruk gaya bahasa seseorang, semakin buruk pula penilaian diberikan pada orang tersebut. Dari beberapa pendapat dia atas dapat penulis simpulkan bahwa style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian seseorang (pemakai bahasa). b. Macam-macam Gaya Bahasa Gaya bahasa atau majas dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang. Pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat tentang gaya bahasa sejauh ini sekurang-kurangnya dapat dibedakan, pertama, dilihat dari segi nonbahasa, dan kedua dilihat dari segi bahasanya sendiri (Keraf, 2007: 115). Pada dasarnya majas atau gaya bahasa dapat dibagi menjadi empat, yang meliputi: (1) majas perbandingan; (2) majas sindiran; (3) majas penegasan; dan (4) majas pertentangan. commit to user 20 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1) Majas perbandingan Majas perbandingan adalah majas yang berupa kata-kata kias untuk menyatakan perbandingan untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya terhadap pendengar atau pembaca. Majas perbandingan dibagi menjadi lima belas, di antaranya: (1) gaya bahasa personifikasi; (2) gaya bahasa metafora; (3) gaya bahasa eufemisme; (4) gaya bahasa sinekdokhe; (5) gaya bahasa alegori; (6) gaya bahasa hiperbola; (7) gaya bahasa simbolik; (8) gaya bahasa litotes; (9) gaya bahasa alusio; (10) gaya bahasa asosiasi; (11) gaya bahasa perifrasis; (12) gaya bahasa metonimia; (13) gaya bahasa antonomasia; (14) gaya bahasa tropen; dan (15) gaya bahasa parabel. Majas personifikasi adalah majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda-benda mati, sedangkan majas metafora adalah majas yang melukiskan suatu benda dengan perbandingan langsung dengan benda lain atas dasar sifat yang sama atau hampir sama (Rustamaji, 2003: 83). Contoh dari masing-masing gaya bahasa di atas, misalnya Baru 3 km berjalan mobilnya sudah batukbatuk (personifikasi) dan Raja siang (matahari) telah pergi ke peraduannya (metafora). Sementara itu, majas eufemisme adalah majas yang melukiskan suatu benda dengan kata-kata yang lebih lembut dan sopan untuk menggantikan kata-kata lain, misal Para tunakarya perlu perhatian yang serius dari pemerintah. Keraf (2007: 142) menyatakan bahwa majas sinekdokhe adalah suatu istilah yang diturunkan dari kata Yunani synekdechesthai yang berarti menerima bersama-sama. Majas ini dibedakan menjadi dua, yaitu: sinekdokhe pars pro toto dan sinekdokhe totem pro parte. Rustamaji (2003: 83) mengatakan sinekdokhe pars pro toto adalah majas yang menuliskan sebagian tetapi yang dimaksud adalah seluruhnya, sebaliknya totem pro parte adalah majas yang melukiskan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian, misal pada contoh kalimat berikut ini. Dia mempunyai commit to user 21 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lima ekor kuda (pars pro toto) dan Kaum wanita memperingati hari Kartini (totem pro parte). Untuk majas alegori, Rustamaji (2003: 84) menyatakan bahwa majas alegori adalah majas yang memperlihatkan suatu perbandingan utuh dan membentuk kesatuan yang menyeluruh, misal Hidup ini diperbandingkan dengan perahu yang tengah berlayar di lautan. Berbeda dengan pendapat di atas, Keraf berpendapat bahwa majas alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan (2007: 140). Sementara itu, majas hiperbola adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat pengertiannya untuk menyangatkan arti, misal Kakak membanting tulang demi menghidupi keluarganya. Senada dengan pengertian di atas, Keraf (2007: 135) menyatakan bahwa hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesarbesarkan sesuatu hal. Majas simbolik adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan memperbandingkan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambang, misal Dari dulu tetap saja ia menjadi lintah darat. Litotes adalah majas yang melukiskan keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya guna merendahkan diri, misal Perjuangan kami hanyalah setitik air dalam samudera luas. Alusio adalah majas dengan menggunakan ungkapan peribahasa, misal Ah, dia itu tong kosong nyaring bunyinya. Asosiasi adalah majas yang membandingkan sesuatu dengan keadaan lain karena adanya persamaan sifat, misal Wajahnya muram bagai bulan kesiangan. Perifrasis adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan menguraikan sebuah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu, misal Petang barulah dia pulang kalimat tersebut menjadi Ketika matahari hilang di balik gunung barulah dia pulang. Metonimia adalah majas yang menggunakan merk dagang untuk to user sehingga kata itu berasosiasi melukiskan sesuatu yangcommit dipergunakan, 22 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan benda keseluruhan. Kata metonimia (Keraf, 2007: 142) diturunkan dari kata Yunani meta yang berarti menunjukkan perubahan dan anoma yng berarti nama, misal Kemarin dia memakai Fiat (mobil merk Fiat). Antonomasia adalah majas yang menyebutkan nama lain terhadap seseorang berdasarkan ciri atau sifat menonjol yang dimilikinya, misal si pincang, si jangkung, si keriting. Tropen adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan suatu pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian yang sejalan dan sejajar, misal Setiap malam ia menjual suaranya untuk nafkah anak dan istrinya. Parabel adalah majas perbandingan dengan menggunakan perumpamaan dalam hidup. Majas ini terkandung dalam seluruh isi karangan, misal Baghawat Gita, Mahabarata, Bayan Budiman. 2) Majas Sindiran Majas sindiran adalah majas yang yang bertujan untuk menyindir. Majas sindiran meliputi ironi, sinisme, dan sarkasme. Ironi adalah majas sindiran yang melukiskan sesuatu yang menyatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud untuk menyindir orang. Keraf (2007: 143) berpendapat bahwa ironi adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya, misal Harum benar bunga bangkai ini! Sinisme adalah majas sindiran dengan menggunakan kata-kata sebaliknya seperti ironi tetapi kasar, misal Itukah yang dinamakan bekerja. Dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa, Keraf (2007: 143) mengatakan bahwa sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati, sedangkan sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Sarkasme adalah majas sindiran yang terkasar serta langsung menusuk perasaan, misal Otakmu memang otak udang! commit to user 23 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Majas Penegasan Majas penegasan adalah majas yang betujuan untuk menegaskan sesuatu. Majas penegasan dibagi menjadi lima belas, yaitu (1) pleonasme; (2) repetisi; (3) pararelisme; (4) tautologi; (5) simetri; (6) enumerasio; (7) klimaks; (8) antiklimaks; (9) retorik; (10) koreksio; (11) asidenton; (12) polisidenton; (13) ekslamasio; (14) praeterito; dan (15) interupsi. Rustamaji (2003: 84) mengatakan bahwa pleonasme adalah majas penegasan yang menggunakan sepatah kata yang sebenarnya tidak perlu dikatakan lagi karena arti kata tersebut sudah terkandung dalam kata yang diterangkan, misalnya Salju putih sudah mulai turun ke bawah. Repetisi adalah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan mengulang kata atau beberapa kata berkali-kali, yang biasanya dipergunakan dalam pidato, sedangkan pararelisme adalah majas penegasan seperti repetisi tetapi dipakai dalam puisi. Pararelisme dibagi menjadi dua, yaitu: anafora dan epifora. Anafora, yaitu bila kata atau frase yang diulang terletak di awal kalimat, sedangkan epifora, yaitu bila kata atau frase yang diulang terletak di akhir kalimat atau lirik. Tautologi adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan mempergunakan kata-kata yang sama artinya (bersinonim) untuk mempertegas arti, misal Saya khawatir serta was-was akan keselamatannya. Simetri adalah majas penegasan yang melukiskan suatu dengan mempergunakan satu kata, kelompok kata atau kalimat yang diikuti oleh kata atau kalimat yang seimbang artinya dengan yang pertama, misal Kakak berjalan tergesa-gesa, seperti orang dikejar anjing gila. Enumerasio adalah majas penegasan yang melukiskan beberapa peristiwa membentuk satu kesatuan yang dituliskan satu per satu supaya tiap-tiap peristiwa dalam keseluruhannya tampak jelas, misal Angin berhembus, lalu tenang, bulan memancar lagi. Masih dalam bukunya yang sama, Keraf (2007: 124) berpendapat bahwa majas klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung user urutan-urutan pikiran yangcommit setiap to kali semakin meningkat kepentingannya 24 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dari gagasan-gagasan sebelmnya. Bisa dikatakan, klimaks adalah majas penegasan dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin memuncak pengertiannya, misal Anak-anak, remaja, dewasa datang menyaksikan film “Saur Sepuh”. Antiklimaks adalah majas penegasan dengan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin melemah pengertiannya, misal Jangankan seribu, atau seratus, serupiah pun tak ada. Untuk majas antiklimaks, Keraf (2007: 125) berpendapat bahwa antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturutturut ke gagasan yang kurang penting. Retorik adalah majas penegasan dengan mempergunakan kalimat tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban karena sudah diketahuinya, misalnya Mana mungkin orang mati hidup kembali? Koreksio adalah majas penegasan berupa membetulkan (mengoreksi) kembali kata-kata yang salah diucapkan, baik disengaja maupun tidak, misal Hari ini sakit ingatan, eh … maaf, sakit kepala maksudku. Dengan memberikan istilah yang lain dari majas koreksio ini, yaitu majas epanortosis, Keraf (2007: 135) mengatakan bahwa koreksio atau epartonosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Berikutnya, majas yang masih termasuk dalam kelompok majas penegasan adalah asidenton. Asidenton adalah majas penegasan yang menyebutkan beberapa benda, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata penghubung (Rustamaji, 2003: 85). Dengan sedikit memberikan penjelasan yang lebih lengkap, Keraf (2007: 131) mengatakan bahwa asidenton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, misal Kemeja, sepatu, kaos kaki, dibelinya di toko itu. Majas penegasan yang merupakan commitpolisidenton. to user kebalikan dari asidenton adalah Bisa dikatakan, polisidenton 25 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id adalah majas penegasan yang menyatakan beberapa benda, hal atau keadaan secara berturut-turut dengan memakai kata penghubung, misal Dia tidak tahu, tetapi tetap saja ditanyai, akibatnya dia marah-marah. Ekslamasio adalah majas penegasan yang memakai kata-kata seru sebagai penegas, misal Amboi, indahnya pemandangan ini! Praeterio adalah majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu dan pembaca harus menerka apa yang disembunyikan itu, misal Tidak usah kau sebut namanya, aku sudah tahu siapa penyebab kegaduhan ini. Interupsi adalah majas penegasan yang mempergunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya, misal Aku, orang yang sepuluh tahun bekerja di sini, belum pernah dinaikkan pangkatku. 4) Majas Pertentangan Majas pertentangan mempertentangkan sesuatu. adalah majas Kata-kata yang berkias bertujuan yang untuk menyatakan pertentangan dengan yang dimaksudkan sebenarnya oleh pembicara atau penulis dengan maksud untuk memperhebat atau meningkatkan kesan dan pengaruhnya kepada pembaca atau pendengar. Majas pertentangan dibagi menjadi empat, yang meliputi: (1) antitesis; (2) paradoks; (3) okupasi; dan (4) kontradiskio intermimis. Antitesis adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan mempergunakan kepaduan kata yang berlawanan arti, misal Cantik atau tidak, kaya atau miskin, bukanlah suatu ukuran nilai seseorang wanita. Untuk majas paradoks Keraf (2007: 136) mengungkapkan bahwa paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Senada dengan hal tersebut, Rustamaji (2003: 84) berpendapat paradoks merupakan majas pertentangan yang melukiskan sesuatu seolah-olah bertentangan, padahal maksud sesungguhnya tidak, misal Hatinya sunyi commit to user tinggal di kota Jakarta yang ramai. 26 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Majas pertentangan yang berikutnya, yaitu okupasi dan kontradiskio intermimis. Okupasi adalah majas pertentangan yang melukiskan sesuatu dengan bantahan, tetapi kemudian diberi penjelasan atau diakhiri dengan kesimpulan, sedangkan kontradiskio intermimis adalah majas pertentangan yang memperlihatkan pertentangan dengan penjelasan semua (Rustamaji, 2003: 85). Misalnya, Merokok itu merusak kesehatan, akan tetapi si perokok tak dapat menghentikan kebiasaannya. Maka, muncullah pabrik-pabrik rokok karena untungnya banyak (okupasi); Semua murid kelas ini hadir, kecuali si Hasan yang sedang ikut jambore (kontradiskio intermimis). 4. Campur Kode a. Hakikat Campur Kode Nababan mengatakan bahwa (1993: 32) campur kode (code-mixing) adalah bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act or discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu menentukan percampuran bahasa itu. Proses ini terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan yang mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, dan rasa keagamaan. Apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Seorang penutur misalnya, yang dalam berbahasa Indonesia banyak menyelipkan serpihan-serpihan bahasa daerahnya, bisa dikatakan telah melakukan campur kode. Akibatnya, akan muncul satu ragam bahasa Indonesia yang kejawa-jawaan (kalau bahasa daerahnya adalah bahasa Jawa). Nababan (dalam Purwo, 1989: 94) memberikan batasan, yaitu campur commit tobahasa user dan ragam bahasa yang hanya kode sebagai pemilihan atau penggunaan 27 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ditentukan oleh kebiasaan atau enaknya perasaan oleh mudahnya pengungkapan seseorang pengguna bahasa. Hampir senada dengan pendapat tersebut, Kachru (dalam Suwito, 1997: 76) memberikan batasan mengenai campur kode sebagai pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur-unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain secara konsisten. Kridalaksana (dalam Saddhono, 2007: 26) berpendapat bahwa campur kode adalah (1) interferensi dan (2) penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, dan sapaan. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan hakikat campur kode pada dasarnya hampir sama, yaitu fenomena pencampuran bahasa kedua ke dalam bahasa pertama, pencampuran bahasa asing atau daerah ke dalam struktur bahasa ibu baik dalam tingkat kata, frase, klausa, idiom, maupun sapaan. b. Ciri-ciri Campur Kode Campur kode memiliki beberapa ciri penanda. Ciri-ciri campur kode di antaranya: (1) ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan, (2) unsur-unsur bahasa atau variasivariasinya yang menyisip di dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi sendiri, dan (3) dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi kebahasaan (linguistic convergence) yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsi bahasa yang disisipinya, baik campur kode ke dalam maupun keluar (Suwito, 1997: 75). Ciri-ciri ketergantungan campur kode ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan maksudnya siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai oleh penutur dengan tuturannya. Unsur-unsur bahasa atau variasivariasinya menyisip di dalam bahasa lain dan tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri. Unsur-unsur itu telah menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan hanya mendukung satu fungsi. Dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi kebahasaan (linguistic convergence) yang commit to user 28 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. c. Latar Belakang Campur Kode Suwito (1997: 90) mengatakan latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tipe yang berlatar belakang pada sikap (Attitudinal Type) dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan (Linguistic Type). Kedua tipe tersebut saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih (over laping). Atas dasar latar belakang sikap dan kebahasaan yang saling bergantung dan bertumpang tindih, maka dapat diidentifikasikan beberapa alasan atau penyebab yang mendorong terjadinya campur kode, di antaranya: (a) identifikasi peranan; (b) identifikasi ragam; dan (c) identifikasi keinginan menjelaskan dan menafsirkan. Untuk identifikasi peranan adalah sosial, registral, dan edukasional. Identifikasi ragam ditentukan oleh bahasa seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia di dalam hierarki status sosialnya. Identifikasi keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan tampak dalam sikap dan hubungan orang lain terhadap orang lain. Dengan demikian, campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Penutur yang mempunyai latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu. Pemilihan tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya dalam masyarakat. d. Macam-macam Campur Kode Campur kode yang bersumber dari bahasa asli atau daerah dengan segala variasinya disebut campur kode ke dalam (Innercode Mixing), sedangkan campur kode yang berasal dari bahasa asing disebut campur kode ke luar (Outercode Mixing). Campur kode itu dapat berupa percampuran serpihan kata, frase, dan klausa suatu bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Intinya, ada satu bahasa yang digunakan, tetapi di dalamnya terdapat serpihan-serpihan dari bahasa lain. commit to user 29 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Di dalam campur kode, ada sebuah kode utama atau kode dasar yang memiliki fungsi dan keotonomiannya; sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito (1997: 78-80) mengklasifikasikan campur kode menjadi 6 macam, antara lain: 1) penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, misal Mangka seringkali sok ada kata-kata seolah-olah bahasa; 2) penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa, misal Nah, karena saya kadhung apik sama dia, ya tak teken; 3) penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster, misal Banyak klap malam yang harus ditutup; 4) penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata, misal Sudah waktunya kita menghindari backing-backingan dan klik-klikan; 5) penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, misal Pada waktu ini hendaknya kita hindari cara bekerja alon-alon asal kelakon; dan 6) penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa, misal Pemimpin yang bijaksana akan selalu bertindak ing ngarso sung tuladha, ing madya mbangun karsa, tut wur handayani. 5. Alih Kode a. Hakikat Alih Kode Nababan (1993: 31) berpendapat bahwa alih kode adalah peralihan dari satu ragam fungsiolek (umpamanya ragam santai) ke ragam yang lain (umpamanya ragam formal), atau dari satu dialek ke dialek lain. Senada dengan Nababan, Chaer (1994: 141) menyatakan bahwa alih kode merupakan perubahan dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke ragam santai. Suwito (1997: 81) menyatakan alih kode sebagai suatu peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Jadi, apabila penutur menggunakan kode A (misalnya bahasa Indonesia) kemudian beralih kode (umpamanya bahasa Jawa), maka peristiwa peralihan pemakaian bahasa seperti itu disebut dengan alih kode. Thelander (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 115) mengungkapkan bahwa bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa yang lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Sedikit berbeda dengan pendapat di atas,commit Fasold to (dalam user Chaer dan Agustina, 2004: 115) 30 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mengatakan bahwa apabila satu klausa jelas-jelas memiliki struktur gramatika bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Alih kode terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja karena sebab-sebab tertentu. Appel (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 107) memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi. Berbeda dengan Appel yang mengatakan alih kode itu terjadi antarbahasa, maka Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 107) menyatakan alih kode bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gayagaya yang terdapat dalam suatu bahasa. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (language dependency) dalam masyarakat multilingual. Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cenderung mendukung fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya. b. Ciri-ciri Alih Kode Alih kode mempunyai sejumlah ciri-ciri sebagaimana yang diungkapkan oleh Suwito (1997: 69), antara lain: (1) alih kode merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungn masyarakat multilingual; (2) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya; (3) fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks; dan (4) dalam peristiwa alih kode mungkin terjadi kontinum yaitu peralihan antara kode satu ke kode yang lain. Dengan demikian, alih kode menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasi relevansi di dalam pemakaian dua bahasa atau lebih. Gejala tersebut dalam praktiknya, sering ditemukan peristiwa tutur tertentu terjadi alih kode intern dan alih kode ekstern secara beruntun. Hal tersebut terjadi apabila fungsi kontekstual dan situasi relevansialnya dinilai oleh penutur cocok untuk dilakukan. commit to user 31 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Latar Belakang Alih Kode Peristiwa alih kode tidak terjadi begitu saja. Banyak faktor yang melatarbelakanginya. Suwito (1997: 85-87) menyatakan beberapa faktor yang menyebabkan alih kode, antara lain: (1) penutur; (2) lawan tutur; (3) hadirnya penutur ketiga; (4) pokok pembicaraan; (5) membangkitkan rasa humor; dan (6) untuk sekedar bergengsi. Seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan atau maksud. Misalnya, mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Dengan kata lain, seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat dari tindakannya tersebut. Alih kode yang dilakukan seorang penutur untuk memperoleh keuntungan biasanya terjadi dalam peristiwa tutur yang mengharapkan bantuan lawan tuturnya. Faktor kedua penyebab alih kode adalah mitra tutur. Lawan bicara atau mitra tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode, misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa si mitra tutur. Mitra tutur yang latar belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa. Perbedaan latar belakang bahasa juga berkitan erat dengan hadirnya penutur ketiga dalam pembicaraan. Kehadiran orang ketiga atau pihak lain yang tidak memiliki latar belakang bahasa yang sama dengan latar belakang bahasa yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur dapat menyebabkan terjadinya alih kode. Untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Chaer dan Agustina (2004: 110) menambahkan bahwa status penutur ketiga dalam alih kode juga menentukan bahasa atau varian yang digunakan. Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku dengan gaya netral dan serius, commit to user sedangkan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa 32 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tak baku, gaya sedikit emosional, dan serba seenaknya. Meskipun demikian, alih kode tidak akan terjadi jika pergantian topik pembicaraan masih dalam situasi formal (Chaer dan Agustina, 2004: 112), misalnya topik tentang kesejahteraan masyarakat tuna susila berubah menjadi topik tentang pengurangan hak seorang napi, yang dalam masyarakat tutur Indonesia harus menggunakan ragam resmi. Perubahan yang terjadi hanya mungkin pada registernya. Faktor berikutnya, yang melatar belakangi terjadinya alih kode, adalah faktor humor dan gengsi. Alih kode juga sering dimanfaatkan oleh guru, pemimpin rapat, atau pun pelawak untuk membenagkitkan rasa humor. Biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara. Untuk sekedar bergengsi oleh penutur walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode. Hal ini terjadi apabila si penutur mempunyai penilaian bahasa yang satu dianggap lebih tinggi dan bahasa lainnya dianggap lebih rendah. Faktor-faktor penyebab alih kode tersebut sangat berkaitan dengan verbal repertoire yang terdapat dalam masyarakat tutur. 6. Iklan a. Hakikat Iklan Iklan adalah produk tontonan yang dikemas dalam sebuah rangkaian yang berisi berbagai tanda, ilusi, manipulasi, citra, dan makna. Informasi melalui iklan dinilai berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap persepsi, pemahaman, dan tingkah laku masyarakat (Darmawan, 2006). Rahmadi (1994: 36) menyatakan bahwa iklan atau advertising berasal dari bahasa Latin adverte yang berarti mengarahkan. Berbeda dengan pendapat Rahmadi, Sudiana (1986: 1) menyatakan bahwa iklan merupakan bagian dari reklame yang berasal dari bahasa Prancis re-clame yang berarti meneriakkan berulang-ulang. Wright (dalam Liliweri, 1992: 20) berpendapat bahwa iklan adalah komunikasi yang mempunyai kekuatan yang sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Suatu user gaya, dan daya tarik (appeal) iklan yang baik memperhatikan commit strukturtopesan, 33 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pesan yang terkandung di dalamnya (Liliweri, 1992: 75). Struktur pesan adalah cara menampilkan pesan dalam bentuk simpulan (tersirat atau tersurat). Gaya adalah cara pemilihan pesan. Daya tarik (appeal) mengacu pada motif-motif psikologis yang terkandung seperti pesan yang rasional, emosional, dan daya tarik ganjaran tertentu. Institusi praktisi periklanan Inggris (dalam Frank, 1996: 5) menyatakan bahwa iklan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli yang paling potensial atas produk dan jasa tertentu dengan biaya semurah-murahnya. Dalam hal ini, iklan merupakan pesan komersial yang dibiayai oleh perusahaan untuk menawarkan produknya. Melihat berbagai pendapat mengenai pengertian iklan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa iklan adalah pesan atau pemberitahuan atau informasi yang disampaikan mengenai suatu barang atau jasa dari produsen kepada konsumen dengan bahasa dan kata-kata persuatif. Bahasa persuatif adalah bahasa yang dapat menimbulkan rasa ketertarikan dan rasa keingintahuan masyarakat terhadap barang yang ditawarkan. b. Klasifikasi Iklan Para praktisi periklanan menggolongkan iklan menjadi beberapa macam. Frank (1996: 39) menggolongkan iklan menjadi tujuh kategori pokok, antara lain: (1) iklan konsumen; (2) iklan bisnis atau iklan antar bisnis; (3) iklan perdagangan; (4) iklan eceran; (5) iklan keuangan; (6) iklan langsung; dan (7) iklan lowongan kerja. Iklan konsumen (consumen advertising) merupakan iklan barang-barang yang umum dibeli masyarakat, misalnya bahan makanan, shampoo, sabun. Iklan antarbisnis (business to business advertising) berguna untuk mempromosikan barang-barang atau jasa nonkonsumen. Iklan perdagangan secara khusus ditujukan kepada kalangan distributor, para agen, para pedagang besar dan kecil. Iklan eceran (retail advertising) merupakan iklan-iklan yang dilancarkan oleh para swalayan atau toko-toko serba ada berukuran besar. Iklan keuangan (financial advertising) merupakan iklan-iklan untuk bank, jasa tabungan, asuransi, dan inventasi. Iklan rekruitmen (recruitment advertising) merupakan iklan yang bertujuan merekrut calon pegawai.commit to user 34 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kasali (1995: 121) menyatakan bahwa terdapat 3 jenis iklan yaitu (1) iklan komersial; (2) iklan layanan masyarakat; (3) iklan trailer. Iklan komersial adalah iklan yang menawarkan barang atau jasa. Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang bertujuan menggalang solidaritas masyarakat. Iklan trailer adalah iklan potongan adegan film atau sinetron. Pembicaraan mengenai klasifikasi iklan sangat beragam, hal ini disebabkan oleh dasarnya penggolongan yang berbeda. Berkenaan dengan hal tersebut penulis akan berpijak pada pendapat Kasali, yaitu seperti yang telah disebutkan di atas bahwa iklan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu iklan komersial, iklan layanan masyarakat, dan iklan trailer. c. Media Iklan Dalam menyampaikan iklan diperlukan media. Sudiana (1986: 53) menyatakan bahwa media iklan meliputi televisi, radio, surat kabar, majalah, papan reklame, dan pameran di tempat penjualan. Secara lebih rinci, Sigit (1982: 53) membagi media iklan menjadi lima jenis, antara lain: (1) harian untuk umum dan golongan tertentu, majalah untuk umum dan golongan tertentu, buletin, katalog; (2) pada kendaraan atau bangunan meliputi kereta api, truk, mobil, kapal, tembok-tembok, lantai, jembatan; (3) alat hiburan meliputi radio, televisi, bioskop, slides, dan sebagainya; (4) direct advertising meliputi folders, bookets, kalender, kartu pos, surat edaran, dan sebagainya; dan (5) demonstrasi pameran dan pertunjukkan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa media iklan sebenarnya sangat banyak. Pemasangan iklan dapat dilakukan dimana saja asalkan bisa dijangkau publik. Iklan dapat dipasang di tembok-tembok, jembatan, pinggir jalan. Iklan dapat juga disampaikan melalui selebaran-selebaran, pamflet, kalender, dan surat edaran. 7. Ragam Bahasa Iklan di Radio Dalam setiap bahasa memiliki bermacam-macam variasi-variasi bahasa. Setiap variasi bahasa memiliki kekhasan tersendiri. Variasi bahasa tersebut commit to user disebut ragam bahasa. Berdasarkan tingkat formalitas (keresmian) ragam bahasa 35 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id oleh Nababan (1993: 22-23) dibagi menjadi lima tingkatan, antara lain: (1) ragam beku (frozen) adalah ragam bahasa yang paling resmi yang dipergunakan dalam situasi-situasi yang khidmat dan upacara-upacara resmi; (2) ragam resmi (formal) adalah ragam bahasa yang dipakai dalam pidato-pidato resmi, rapat dinas, atau rapat resmi pimpinan suatu badan; (3) ragam usaha (consultative) adalah ragam bahasa yang sesuai dengan pembicaraan biasa di sekolah, perusahaan dan rapatrapat usaha yang berorientasi kepada hasil dan produksi; (4) ragam santai (casual) adalah ragam bahasa santai antarteman dalam bincang-bincang, rekreasi, olah raga, dan sebagainya; dan (5) ragam akrab (intimate) adalah ragam bahasa antar anggota-anggotanya yang akrab dalam keluarga, teman-teman yang tidak perlu berbahasa secara lengkap dengan artikulasi yang terang, tetapi cukup dengan ucapan-ucapan pendek. Frank (1996: 228) menyatakan bahwa dalam pembuatan naskah iklan perlu diperhatikan kata-kata kunci, di antaranya klise, kata aksi, dan kata-kata yang menggugah perasaan dan menyenangkan. Klise atau cliches merupakan kata-kata sederhana yang biasa digunakan dan tampak unik dalam pembuatan suatu iklan, misal kata gratis, sekarang, baru, di sini, hari ini. Kata-kata tersebut dapat digunakan dalam berbagai cara, misalnya dicantumkan pada alamat pengiklan jika fasilitas bebas biaya pengiriman. Kata aksi merupakan kata kerja yang dapat digunakan untuk memberikan suatu derajat keurgensian pada iklan untuk membantu iklan mengalir dan tidak terkesan kaku. Hampir semua kata-kata aksi merupakan kata-kata singkat, misal kata-kata aksi yang biasa digunakan dalam periklanan adalah cobalah, saksikanlah, belilah, dapatkan, hubungi. Kata-kata aksi tersebut akan membantu, memperkuat, dan menghidupkan pesan penjualan; menciptakan citra yang positif terhadap produk atau jasa yang diiklankan; serta menciptakan keinginan dan mempertebal keyakinan. Kata kunci yang lain dalam pembuatan naskah iklan adalah kata-kata yang menggugah perasaan dan menyenangkan. Kata jenis ini adalah kata sifat, yaitu kata yang menggambarkan dan memaparkan fakta-fakta. Beberapa kata sifat yang user adalah kata sempurna, indahnya, dapat digunakan untuk pembuatancommit naskahtoiklan 36 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menyenangkan, ekonomis, hemat, menggiurkan, tidak mahal. Struktur kata dalam iklan harus mampu menggugah khalayak, yaitu dengan mencermati kebutuhan konsumen, memberikan solusi, dan memberikan perhatian. Struktur kata dalam iklan di radio haruslah lebih informatif dengan menggunakan kata-kata yang jelas, bersahabat, komunikatif, dan persuasif. Rangkaian kalimat iklan yang digunakan dapat membuat konsumen nyaman, senang, dan terhibur. Bahasa yang dipakai dalam iklan di radio harus mengarahkan target khalayak atau pendengar untuk membeli, menggunakan, atau beralih pada produk jasa yang diiklankan. Gaya bahasa yang dipakai harus disesuaikan dengan siapa ia berbicara, bagaimana kebiasaan perilaku atau sasaran iklan, dan di mana mereka berada. Terkadang, dalam bahasa iklan dipandang menarik jika bersifat mainmain atau Sulistyaningtyas (2008: 498) mengatakan bersifat “lanturan”. Kata lanturan berbeda dengan kata yang melantur atau ngawur, tidak nyambung dengan topik yang dibahas. Lanturan adalah sengaja melantur atau melantur dengan tujuan. Namun, lanturan yang dibuat harus selalu dijaga relevansinya. Relevansi dalam konteks ini adalah kata asli yang diplesetkan atau disimpangkan dari arti sebenarnya dari kata tersebut. Dalam setiap iklan memunculkan unsur pengingat atau catcher baik yang berupa suara, gambar, atau bahasa verbal menjadi amat penting; sehingga suatu saat hanya dengan mendengar, melihat, atau membaca pengingat itu, konsumen langsung terhubung dengan produk yang diiklankan. Permainan bahasa dan pemakaian makna konotatif umum dipakai dan diterapkan pada bahasa iklan. Rahmadi (1994: 34) menyatakan bahwa bahasa iklan memiliki ciri-ciri yaitu, singkat, jelas, dan kata-katanya bersifat persuatif. Persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 215) persuasi berarti bujukan atau bujuk rayu (yang meyakinkan). Beriklan dengan media radio berarti menuntut kemampuan mendengar dari target khalayak sebagai pendengar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam user mendengar apa yang diiklankan, penyusunan iklan radio agar targetcommit tertariktountuk 37 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id antara lain: (1) menarik perhatian; (2) memuat tema atau topik tunggal; (3) mengandung inti pesan; dan (4) mampu memandu penyusunan kalimat berikutnya. Terdapat tiga macam peralatan dalam menyampaikan pesan melalui iklan radio atau radio spot, meliputi: (1) suara manusia; (2) musik; dan (3) efek suara. Suara manusia baik suara pemeran percakapan maupun suara penyiar (announcer) adalah elemen yang paling penting. Suara-suara tersebut dapat terdengar dalam suatu jingle, dialog, maupun pemberitahuan. Kebanyakan iklan radio memunculkan suara penyiar, baik sebagai suara utama maupun menjadi penutup iklan dengan identifikasi produk. Dialog dalam iklan radio sebaiknya diperankan oleh orang-orang yang bisa memberi imajinasi atau gambaran seperti keadaan sesungguhnya terhadap pendengarnya, terutama sasaran iklan tersebut. Musik adalah elemen penting lainnya. Banyak iklan radio yang menampilkan musik instrumental saja, tetapi tidak sedikit iklan yang hanya berupa jingle. Musik yang sederhana dan mudah, baik nada maupun lirik, akan dapat dengan mudah diingat atau bahkan dinyanyikan oleh pendengarnya dalam berbagai kesempatan. Apalagi jika dinyanyikan oleh penyanyi yang sedang menjadi pujaan publik. Musik juga dapat digunakan sebagai ilustrasi latar belakang di dalam dialog. Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan atau pemilihan musik dalam iklan radio adalah jangan sampai ada suara yang bertabrakan. Alat penyampai iklan radio yang terakhir adalah efek suara. Efek suara dapat banyak membantu dalam pembuatan iklan radio. Efek suara ini bisa merupakan suara aneh yang dapat menarik perhatian pendengar atau suara latar belakang yang memberi kesan hidup pada suatu percakapan. Suara ombak berdebur misalnya, bisa memberi imajinasi suatu percakapan yang berlangsung di pantai. Begitu juga suara-suara piring pecah, derit ban mobil, hingar bingar lalu lintas yang mengalami kemacetan, dan suara-suara yang lainnya. Dari beberapa paparan di atas, penulis dapat simpulkan bahwa dalam pembuatan naskah iklan atau ragam bahasa iklan di radio terdapat beberapa hal commit to user yang perlu diperhatikan agar iklan yang diproduksi bisa lebih efektif dalam 38 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memperkenalkan produknya ke pendengar. Spot iklan yang dibuat harus dapat membuat pendengar tertarik untuk mendengarkan, membangkitkan rasa keingintahuan pendengar, dan mampu menggugah perasaan pendengar dengan penggunaan musik, efek suara dan tentunya naskah iklan yang tepat. Penyampaian pesan-pesan promosi atau iklan harus dengan cara-cara yang personal, seperti saat sedang berbicara dengan rekan, adanya pelibatan pendengar atau mitra tutur sehingga pendengar merasa tertarik dan terhibur. B. Penelitian yang Relevan Pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2001) yang berjudul Karakteristik Bahasa Iklan di Majalah Remaja menghasilkan temuan sebagai berikut. Karakteristik bahasa iklan dalam majalah remaja, meliputi ejaan, diksi, dan kalimat. Wujud interferensinya meliputi interferensi morfologi, sintaksis, dan kosakata, sedangkan wujud campur kode meliputi tingkatan reduplikasi dan kata. Bahasa iklan diteliti juga dari aspek karakteristik kata-kata yang digunakan, karakteristik wacana iklan, dan maksud ujaran oleh Sustiyanti dalam penelitiannya yang berjudul Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Wacana Iklan Majalah (2000). Dalam penelitiannya dihasilkan karakteristik kata-kata yang digunakan dari segi fenomena kebahasaan memanfaatkan unsur bahasa lain, yaitu bahasa Jawa, Arab, Inggris, dan Belanda. Pada karakteristik wacana dapat diketahui jenis wacana yang berupa wacana verbal bila ditinjau dari segi realitasnya, dari segi pemaparannya digolongkan ke dalam wacana ekspositori, dan dari segi jenis pemakaiannya berwujud monolog. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningtyas dalam jurnal Sosioteknologi (2008) yang berjudul Diksi dalam Wacana Iklan Berbahasa Indonesia: Satu Kajian Sosiopragmatik menghasilkan temuan berupa kata-kata dalam iklan merupakan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Kata-kata tersebut merupakan jenis ilokusi langsung dan taklangsung, serta memiliki fungsi asertif. Penelitian tentang bahasa iklan juga dilakukan oleh Susilo (2007) dengan judul penelitian Pilihan Bahasa dalam Iklan Televisi. Pada penelitiannya user dalam iklan televisi terdiri atas dihasilkan temuan berupa wujudcommit pilihan tobahasa 39 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tunggal bahasa, alih kode, dan campur kode. Tunggal bahasa berupa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, serta terdapat adanya ragam yaitu ragam usaha atau konsultatif dan ragam santai atau kasual. Wujud alih kode pada peristiwa tutur dalam iklan televisi yaitu berupa kalimat. Wujud campur kode pada peristiwa tutur dalam iklan televisi dapat berupa kata dan frasa. Sementara itu, pada penelitian ini peneliti akan menganalisis tentang karakteristik diksi, gaya bahasa, wujud campur kode dan alih kode dalam iklan komersial di radio. C. Kerangka Berpikir Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud, melahirkan perasaan dan memungkinkan seseorang menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Bertolak dari hal tersebut, kemunculan berbagai ragam bahasa yang sesuai dengan keperluan dan tujuan semakin dibutuhkan, termasuk ragam bahasa iklan. Sebagai salah satu media penyampai iklan, radio memiliki peranan yang cukup penting dalam hal ini. Iklan di radio merupakan kombinasi tiga unsur, yaitu ilustrasi atau musik, bahasa atau kata-kata, dan efek suara. Ketiga unsur tersebut saling berpadu sehingga menjadikan iklan sangat menarik dan memberikan informasi yang jelas. Radio merupakan salah satu media komunikasi yang sering dipakai masyarakat. Audience atau khalayak yang menjadi objek sasaran iklan membutuhkan bahasa yang jelas dan menarik, sehingga mereka akan tergugah untuk membeli produk yang ditawarkan. Permainan bahasa, pilihan diksi yang enak didengar dan mudah dipahami, serta pemakaian makna konotatif umum dipakai dan diterapkan pada bahasa iklan di radio. Ragam bahasa iklan yang disiarkan oleh sebuah radio, khususnya Radio JPI sebagai sampelnya, akan dianalisis dari segi diksi, gaya bahasa, wujud campur kode, dan alih kode. Hasil analasis, yang merupakan simpulan dari penelitian ini, memunculkan karakteristik pemakaian bahasa iklan di radio. commit to user 40 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bahasa Ragam Bahasa Iklan Komersial di Radio Diksi (Pilihan Kata) Gaya Bahasa Karakteristik Pemakaian Bahasa Iklan Komersial di Radio Gambar 1. Kerangka Berpikir commit to user 41 Campur Kode dan Alih Kode 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan secara fleksibel sesuai dengan kondisi dan situasi saat penelitian dilakukan. Waktu penelitian dimulai bulan November 2009 hingga bulan April 2010. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat dilihat dalam tabel 1 berikut. Tabel 1. Perincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian Waktu November Jenis Kegiatan 1 A. Tahap persiapan 1. Pengajuan proposal 2. Revisi proposal 3. Persetujuan proposal 2 3 x x Desember 4 1 2 3 x x x x Januari 4 Februari 1 2 3 4 x x x x x x x x 1 2 x x Maret 3 4 x x 1 2 x x 3 April 4 1 2 3 4 x x x x x x B. Tahap pelaksanaan 1. Pengajuan materi bab I, II, III 2. Pencarian data 3. Seleksi data 4. Verifikasi data x x x x C. Tahap akhir 1. Pengecekan data 2. Penarikan kesimpulan 3. Penyusunan laporan x B. Bentuk dan Strategi Penelitian Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu pemerian data yang berupa kata-kata dan bukan angka-angka (Aminuddin, 1990: 16). Istilah deskriptif mengacu pada penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada faktor-faktor yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993: 62). Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah naturalistik. Nasution (2002: 5) menjelaskan bahwa commit to user strategi ini dilakukan dalam situasi yang wajar atau dalam “natural setting”. Lebih 42 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id lanjut dia mengungkapkan, pada hakikatnya, penelitian kualitatif ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. C. Populasi dan Sampel Dalam penelitian linguistik, populasi pada umumnya adalah bahasa yang dipakai oleh sekelompok orang tertentu atau segi tertentu dan bahasa tertentu (Subroto, 1997: 32). Populasi penelitian ini adalah bahasa iklan di radio. Adapun pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu memilih bahasa iklan komersial yang disiarkan radio yang dianggap sesuai dengan kajian dan memungkinkan penerapan teori yang ada. Penelitian ini tidak memungkinkan menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti memilih bahasa iklan komersial yang disiarkan oleh Radio Jaya Pemuda Indonesia (JPI) sebagai sampelnya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan: (1) Radio JPI belum pernah menjadi objek penelitian dengan materi yang sama; (2) bahasa iklan yang disiarkan Radio JPI sesuai dengan kajian penelitian; (3) komunikasi dan wawancara dengan informan mudah dilakukan; dan (4) lokasinya mudah dijangkau. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Desember 2009 hingga bulan Januari 2010. D. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik rekam, teknik simak, dan teknik catat. Teknik rekam adalah pemerolehan data dengan menggunakan alat rekam (Subroto, 1997: 36). Teknik simak dan catat adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian bahasa yang bersifat spontan dan mengadakan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian (Subroto, 1997: 43). Peristiwa tutur yang telah direkam di pita kaset (dengan menggunakan handrecord) kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk transkripsi grafemis. Setelah data diperoleh kemudian dicatat dalam kartu data untuk diseleksi dan diklasifikasikan commit to user (Sudaryanto, 1993: 135) agar dapat mempermudah pelaksanaan kerja analisis 43 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id data. Kegiatan penelitian ini dengan langkah-langkah mencatat data dalam kartu data, lalu membuat pengklasifikasian data untuk dianalisis. Selain itu, peneliti juga akan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interviewing). Kegiatan ini dilakukan dengan informan, baik manajer bagian iklan di Radio JPI maupun para pendengar radio JPI, khususnya yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. E. Validitas Data Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, teknik pengembangan validitas data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moeleong, 2000: 178). Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data dan metode. Triangulasi sumber data yaitu dengan menggunakan berbagai sumber data untuk memperoleh data yang sama. Sumber data diperoleh dari transkripsi grafemis rekaman iklan, pihak radio JPI, dan pendengarnya. Sementara itu, teknik triangulasi metode yaitu dengan metode wawancara, mengkaji transkripsi rekaman iklan dan jajak pendapat terhadap pendengar JPI. F. Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian data, sehingga dapat ditemukan temanya. Peneliti dalam menganalisis data menggunakan model analisis jalinan atau mengalir (Flow Model of Analysis), yaitu saling terjalinnya tiga komponen utama analisis yang dilakukan secara bersamaan dalam proses pengumpulan data (Sutopo, 2002: 85). Teknik ini meliputi pengumpulan data, reduksi data (memilih dan memilah data sebagai usaha pemfokusan, penyaringan, dan penyelesaian), sajian data commit to user 44 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (merakit data yang telah terklarifikasi), dan penarikan simpulan. Uraian tersebut dapat diperjelas dengan gambar berikut. Pengumpulan data Reduksi data Penulisan laporan Sajian data Penarikan simpulan Gambar 2. Analisis Data Flow Model of Analysis (Sutopo, 2002: 86) commit to user 45 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data yang berupa iklan komersial yang disiarkan oleh Radio JPI pada periode Desember 2009-Januari 2010. Peneliti mengambil data iklan pada periode bulan Desember 2009 hingga bulan Januari 2010 dengan tujuan agar sampel data dalam penelitian ini mampu mewakili iklan-iklan yang disiarkan oleh radio JPI dalam kurun waktu tahun 2009 hingga tahun 2010. Hal ini didasarkan pada periode kontrak iklan yang sebagian menggunakan sistem kontrak per tahun dan sebagian lagi sistem kontrak per tiga bulan. Keseluruhan data yang terkumpul berjumlah 26 data iklan. Semua data iklan yang telah direkam dan ditranskripsikan terdiri dari 5 iklan komersial yang berupa monolog dan 21 iklan komersial yang berupa dialog. Sebelum dianalisis, data iklan terlebih dahulu diklasifikasikan atau digolong-golongkan. Berikut ini data iklan komersial yang disiarkan oleh Radio JPI yang telah terklasifikasi. Tabel 2. Data Pengklasifikasian Iklan Komersial yang Disiarkan oleh Radio JPI Periode Desember 2009-Januari 2010 No. Jenis Iklan Nama Iklan Kode Iklan 1. Iklan Produk Properti Iklan Toko Colombus (Pr) CLM Iklan Toko Purnama Steel Kanopi PSKK Kanopi 2. Iklan Toko Meubel Jempol MJ Iklan Toko Margo Murah Baru MMB Iklan Produk Iklan Kecap Sedaap (monolog dan KS Makanan (Mk) dialog) Iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan TNP Iklan Sirup Niki Sari (monolog) commit to user SNS 46 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. 4. 5. Iklan Ale-Ale ALE Iklan Produk Iklan New Give White GW Kosmetik (Ks) Iklan Hair Sense HS Iklan Jasa (Js) Iklan Tabib Ibu Rizal TIR Iklan Tabib dr. Nita, M. A. TN Iklan BPR Trihasta Prasojo TP Iklan BPR Weleri Makmur WM Iklan PT. Sarana Insan Mandiri SIM Iklan Altolud (monolog) ALT Iklan Produk (Ob) 6. 7. 8. Obat Iklan Bio Activa (monolog) BA Iklan Hemaviton Jreng (monolog) HJ Iklan Paramex PRX Iklan Produk Iklan Mama Lemon ML Kebersihan (Kb) Iklan Soklin Softergent SKS Iklan Produk Pakaian Iklan Arco Baleno (versi 1 dan 2) AB dan Asesoris (Pk) Iklan Optik Pranoto OP Iklan Produk Iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya PJ Kendaraan (Kd) Grup Semua iklan yang telah terklasifikasi, yang memunculkan karakteristik bahasa iklan, baik diksi, gaya bahasa, campur kode maupun alih kode diambil sebagai data analisis. Dari keseluruhan wacana iklan yang disiarkan oleh Radio JPI di atas, terdapat 13 wacana iklan yang bukan merupakan buatan Radio JPI, yaitu iklan Kecap Sedaap (baik monolog maupun dialog), iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan, iklan Sirup Niki Sari, iklan Ale-Ale, iklan New Give White, iklan Altolud, iklan Bio Activa, iklan Hemaviton Jreng, iklan Paramex, iklan Arco Baleno (versi 2), iklan Mama Lemon, dan iklan Soklin Softergent. Untuk 13 wacana iklan lainnya merupakan hasil produksi Radio JPI sendiri yang meliputi proses pembuatan naskah iklan, pemeran iklan, sound effect atau efek suara yang dimasukkan, dan proses pemroduksiannya. commit to user 47 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Iklan-iklan buatan Radio JPI tersebut lebih banyak termasuk dalam iklan lokal, yakni iklan produk jasa dan properti yang meliputi iklan Toko Colombus, iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi, iklan Meubel Jempol, iklan Margo Murah Baru, iklan Hair Sense, iklan Tabib Ibu Rizal, iklan Tabib dr. Nita M. A., iklan BPR Trihasta Prasojo, iklan BPR Weleri Makmur, iklan PT Sarana Insan Mandiri, iklan Arco Baleno (versi 1), iklan Optik Pranoto, dan iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup. Beberapa data iklan yang terkumpul merupakan iklan dengan satu merk yang disiarkan dalam dua jenis versi, sedangkan yang lainnya merupakan iklan dengan satu merk yang disiarkan dalam satu versi saja. Hal ini didasarkan pada jam siaran sebuah radio yang tinggi, yang memungkinkan pemutaran sebuah iklan radio atau sering juga disebut dengan spot iklan, memiliki frekuensi pemutaran yang cukup tinggi. Dengan adanya upaya pembedaan versi iklan dalam satu merk produk, diharapkan dapat menghindari kejenuhan dan kebosanan pendengar atau khalayak sasaran iklan, seperti dalam iklan Toko Arco Baleno. B. Analisis Data 1. Karakteristik Diksi Diksi merupakan pemilihan kata untuk mengungkapkan gagasan. Penganalisisan karakteristik diksi pada iklan komersial di radio dilakukan berdasarkan klasifikasi jenis iklan yang telah disebutkan sebelumnya. Analisis karakteristik diksi terhadap data iklan komersial dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Iklan Produk Properti Iklan produk properti merupakan iklan yang menawarkan produk-produk atau barang-barang properti, seperti meja, kursi, dan almari. Iklan-iklan, yang disiarkan Radio JPI, yang termasuk dalam iklan produk properti meliputi iklan Toko Colombus, iklan iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi, iklan Meubel Jempol, dan iklan Margo Murah Baru. Dari beberapa iklan produk properti tersebut muncul karakteristik diksi yang terdiri dari pemakaian idiom, pemakaian kata-kata asing, pemakaian kata-kata gaul, pemakaian kata bersinonim, dan pemakaian kata commit to user 48 49 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bermakna konotasi. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi keempat iklan di atas. 1) Pemakaian Idiom atau Ungkapan Idiom atau ungkapan adalah gabungan kata yang membentuk arti baru yang tidak berhubungan dengan kata pembentuk dasarnya. Data di bawah ini merupakan data yang menunjukkan adanya pemakaian idiom atau ungkapan dalam iklan produk properti. Kulo nuwun… (Pr/ CLM/ 1) Kata kulo nuwun di atas muncul dalam iklan produk properti dengan berlatarkebahasaan yang sama antara pemeran-pemeran iklan, yakni bahasa Jawa. Iklan ini, secara garis besar, menceritakan tentang si A (salah satu pemeran iklan) yang berkomentar mengenai perabotan rumah si B (pemeran iklan yang lain), lalu si A menawarkan alternatif solusi yang disetujui oleh si B. Penyajian iklan tersebut disertai dengan efek-efek suara seperti suara pintu diketuk kemudian dibuka, suara orang berjalan, dan beberapa efek suara lainnya yang mendukung cerita. Pemakaian idiom atau ungkapan ditunjukkan dengan gabungan antara kata kulo dan nuwun yang membentuk kata kulo nuwun. Kedua kata tersebut merupakan kata-kata hasil pungutan dari bahasa Jawa. Kata kulo memiliki padanan arti dengan kata saya dalam bahasa Indonesia, sedangkan kata nuwun memiliki arti terima kasih. Namun, gabungan kedua kata di atas bukan merupakan kata yang dimaksudkan untuk menyatakan rasa terima kasih seseorang, melainkan bermaksud minta izin atau permisi saat bertamu di rumah orang lain. Pemakaian idiom kulo nuwun pada pembukaan dialog data iklan produk properti di atas, menurut informan, dimaksudkan untuk membentuk setting atau latar cerita yang kejawaan. Iklan yang disiarkan radio dengan sasaran pendengar masyarakat berdomisili Jawa, dirasa lebih cocok bila pemakaian ungkapan yang dimasukkan dalam dialog menggunakan bahasa daerah, yakni bahasa Jawa. commit to user 49 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Soko ndhek mbiyen sampe sak iki sing jenenge Toko Meubel Jempol di semua cabang lan kota ora pernah dodolan secara door to door. (Pr/ MJ/ 2) Ungkapan yang diambil dari bahasa Inggris di atas memiliki padanan makna, dalam bahasa Indonesia, dengan dari rumah ke rumah atau menjual produknya langsung dengan mendatangi calon pembeli di rumahnya. Ungkapan tersebut dimunculkan dalam iklan Toko Meubel Jempol yang menceritakan tentang keinginan salah satu pemeran iklan yang akan membeli tempat tidur baru karena mendapat arisan. Iklan tersebut disajikan dalam bentuk dialog dengan 2 pemeran iklan yang berlatar cerita kekeluargaan, sehingga dialog-dialog yang muncul seringkali menggunakan bahasa Jawa. Meskipun demikian, pemakaian kosakata bahasa asing seperti bahasa Inggris juga dipakai guna menyampaikan maksud ujaran yang lebih tepat oleh pengiklan. Pemakaian idiom bahasa asing di atas dirasa lebih sesuai dipakai dalam pengiklanan produk properti karena ungkapan tersebut menyampaikan cara pemasaran dalam suatu sistem jual beli. Selain itu, pemakaian idiom tersebut dimaksudkan untuk menciptakan kesan modern dan agar menarik pendengar iklan. 2) Pemakaian Kata-kata Asing Pemakaian kata asing dalam iklan produk properti juga sering dimunculkan. Kata cash, showroom, sales, dan spring bed pada beberapa data di bawah ini memiliki frekuensi kemunculan yang lebih sering dibanding dengan kata tunai, tempat memamerkan produk yang dijual, penjual, dan tempat tidur yang dilengkapi dengan per. Cash atau kredit. (Pr/ CLM/ 3) Makanya, segera kunjungi showroom Colombus Jalan Lawu No. 31 Karanganyar telp. 7006760 atau Jalan Honggowongso No. 97 Pasar Kembang Solo telp. 719837, tepatnya utara Pasar Kembang. (Pr/ CLM/ 4) Sales kami akan datang untuk isi aplikasi yang Anda inginkan. (Pr/ CLM/ 5) Hah, spring bed?! (Pr/ MMB/ 6) commit to user 50 51 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Data di atas merupakan data yang diambil dari data bahasa iklan Toko Colombus dan Toko Margo Murah Baru yang keduanya termasuk dalam jenis iklan produk properti. Kedua data iklan di atas, secara garis besar, menggunakan cara penyajian yang hampir sama. Efek-efek suara seperti suara orang berjalan, suara orang tertawa, dan suara-suara lainnya yang mengesankan kelucuan dan humor. Iklan-iklan tersebut berlatar kekeluargaan dan berlatar kebahasaan yang sama, yaitu bahasa Jawa. Meski demikian, pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa Inggris juga ditampilkan, yakni pada penyampaian informasi-informasi penting iklan. Kata-kata yang diambil dari bahasa asing dalam iklan properti di atas dirasa mampu memunculkan kesan modern, terbaru, dan kualitas yang baik atas produk yang diiklankan. Selain itu, menurut informan, kata-kata tersebut lebih menarik perhatian pendengar iklan. 3) Pemakaian Kata-kata Gaul Kata-kata gaul adalah kosakata pertemanan atau kosakata pergaulan yang bersifat nonformal dan sangat berbeda dengan kosakata dari bahasa induknya. Data di bawah ini menunjukkan adanya pemakaian kata-kata gaul yang muncul pada iklan produk properti. Nggak usah bawa uang, tinggal pilih barangnya, langsung bawa pulang. (Pr/ CLM/ 7) Kredit aja, Bu. Kan ada Colombus. (Pr/ CLM/ 8) Pokoknya, semuanya dech yang berhubungan dengan stainless steel. (Pr/ PSKK/11) Tadi itu ada orang yang ke sini nawarin. (Pr/ MJ/ 12) Yang nyicil 6 kali murni tanpa bunga. (Pr/ MMB/ 13) Makasih ya, Pak. Adik dibeliin meja belajar. (Pr/ MMB/ 14) Kalo meja belajar ini beli, Dik. (Pr/ MMB/ 15) Penggunaan kata nggak dimaksudkan untuk mengganti kata tidak, sedangkan kata kalo berasal dari kata kalau yang mengalami perubahan fonem /au/ menjadi /o/. Kedua kata tersebut merupakan kata bentukan hasil pengaruh dari dialek Jakarta. Kata saja mengalami penghilangan fonem /s/, sehingga terbentuk kata aja seperti pada data di atas. Partikel kan dan dech, yang merupakan partikel dialek Jakarta, digunakan untuk menyatakan suatu commit to user 51 52 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebab yang pasti (pernyataan). Pemakaian kata-kata gaul berupa perubahan fonem, penghilangan fonem, penyingkatan kata, dan pemakaian partikelpartikel dialek Jakarta dimaksudkan untuk kemudahan dalam pengucapan tuturan iklan. Kata-kata tersebut di atas terasa lebih akrab di telinga pendengar. Kata yang seharusnya berbunyi terima kasih berubah menjadi makasih tanpa mengubah arti dimaksudkan agar tuturan lebih komunikatif dan luwes. Pemakaian kata nawarin, nyicil, dan dibeliin merupakan kata-kata gaul yang terpengaruh dialek Jakarta. Kata-kata tersebut berbunyi menawarkan, menyicil, dan dibelikan dalam pemakaian bahasa Indonesia yang benar. Kata-kata gaul seperti pada data di atas, sengaja pengiklan gunakan untuk membentuk suatu tuturan bahasa iklan produk properti yang santai, fleksibel, dan terkesan metropolitan. 4) Pemakaian Kata Bersinonim Sinonim adalah persamaan makna kata. Dalam iklan produk properti muncul karakteristik kata bersinonim sebagai berikut. I…ih, kuno banget lho, Bu. (Pr/ CLM/ 16) Segala perabotan modern ada. (Pr/ CLM/ 17) Sales kami akan datang untuk isi aplikasi yang Anda inginkan. (Pr/ CLM/ 19) Spesial kanopi harga dijamin termurah dengan mutu terbaik dan ada garansinya lho. (Pr/ PSKK/ 20) Lha trus kapan rumah kita direnovasi? (Pr/ PSKK/ 21) Ada juga spesial diskon lho, 50 persen. (Pr/ MMB/ 22) Kata kuno memiliki padanan kata atau bersinonim dengan kata tradisional, konvensional, dan lama (dari jaman dahulu). Kata tersebut digunakan karena dianggap lebih sesuai dengan konteks tuturan dalam menawarkan produk properti. Sama halnya dengan kata modern pada data nomor 16 di atas, kata modern bersinonim dengan kata mutakhir, terbaru, dan canggih. Namun, kata modern lah yang diambil untuk melengkapi tuturan di atas. Selain itu, kata aplikasi, yang bersinonim dengan kata formulir, lamaran, pendaftaran, dan permohonan, dirasa lebih profesional commit userdisebutkan sebelumnya. dibanding dengan padanan kata yangtotelah 52 53 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Sementara itu, kata garansi bersinonim dengan kata jaminan dan tanggungan; kata renovasi bersinonim dengan kata pembaharuan, peremajaan, dan penyempurnaan; sedangkan kata diskon bersinonim dengan kata potongan harga. Pemakaian kata garansi, renovasi, dan diskon dalam iklan produk properti dirasa lebih tepat dan pas dibanding kata-kata yang lain. Hal ini didasarkan pada jenis iklan yang menawarkan barang-barang yang berhubungan dengan rumah dan bangunan, sehingga kata-kata tersebut mampu mewakili jenis produk yang diiklankan. 5) Pemakaian Kata Bermakna Konotasi Kata yang bermakna konotasi yakni kata yang memiliki makna kias atau tidak sebenarnya. Dalam iklan produk properti muncul satu data yang menunjukkan kata bermakna konotasi, yaitu pemakaian kata bunga pada data di bawah ini. Yang nyicilnya setahun bunganya cuma 0,9 persen. (Pr/ MMB/ 23) Kata bunga dalam arti yang sebenarnya berarti bagian tumbuhan yang akan menjadi buah, biasanya elok warnanya dan harum baunya. Namun, pada data di atas kata bunga memiliki makna kias, yakni imbalan jasa untuk penggunaan uang atau modal yang dibayar pada waktu tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan, umumnya dinyatakan dalam persentase. Kata tersebut dipilih pengiklan dalam tuturan iklannya, mengingat sistem jual beli produk yang diiklankan berupa sistem kredit dengan penawaran yang spesial. b. Iklan Produk Makanan Iklan produk makanan merupakan iklan yang menawarkan produk atau barang-barang berupa makanan, baik makanan yang langsung konsumsi maupun makanan yang semi konsumsi. Iklan-iklan yang disiarkan oleh Radio JPI yang termasuk dalam iklan produk makanan meliputi iklan Kecap Sedaap (monolog dan dialog), iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan, iklan Sirup Niki Sari, dan iklan Ale-Ale. Dari beberapa iklan produk makanan tersebut muncul karakteristik diksi yang meliputi pemakaian kata-kata gaul, pemakaian kata khusus, pemakaian katacommit to user 53 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kata daerah, pemakaian unsur pengingat, dan pemakaian kata bersinonim. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi iklan tersebut. 1) Pemakaian Kata-kata Gaul Pemakaian kata-kata gaul yang muncul pada iklan produk makanan ditunjukkan oleh data di bawah ini. Pemakaian kata nggak, dibikinin, tungguin, ngliat, ngomongin, dan pake merupakan wujud kata-kata gaul pengaruh dialek Jakarta; sedangkan partikel dong dan sich merupakan partikel atau unsur pelengkap yang digunakan untuk mengukuhkan dan melengkapi kalimat bentukannya. Dibikinin teh tiap hari kok nggak pernah puas. (Mk/ TNP/ 24) Itu sich kita juga tahu. (Mk/ ALE/ 29) Andi, tungguin dong. (Mk/ KS/ 31) Seneng ya ngliat anak-anak ceria. (Mk/ KS/ 32) Karena makan pake Kecap Sedaap. (Mk/ KS/ 34) Lagi ngomongin Kecap Sedaap ya? (Mk/ KS/ 36) Kata nggak sama maknanya dengan kata tidak. Kata dibikinin, tungguin, ngliat, ngomongin, dan pake dalam penggunaan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah secara berturut-turut berbentuk dibuatkan, tunggu, melihat, membicarakan, dan pakai. Pada kata pake terjadi penggantian diftong /ai/ menjadi monoftong /e/. Kata-kata tersebut terpengaruh oleh dialek Jakarta. Pemakaian kata-kata gaul di atas dalam iklan produk makanan dimaksudkan agar lebih mudah dalam pengucapannya, tidak kaku, dan mudah dimengerti pendengar iklan. Kata-kata di atas sudah biasa dan akrab di telinga pendengar, kata-kata itu sudah populer, dan kata-kata tersebut bukan merupakan sesuatu yang asing dalam komunikasi untuk menimbulkan suasana santai dan akrab. Kata-kata tersebut digunakan dalam tuturan bahasa iklan di radio, sehingga penggunaannya sangat berpengaruh terhadap ketertarikan pendengar terhadap iklan. Pembentukan kata-kata baru tersebut tetap tidak meninggalkan aspek kemudahan pendengar dalam memahami maknanya. commit to user 54 55 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Selain itu, aspek kejelasan dan keefektifan bahasa yang digunakan juga menjadi prioritas pengiklan dalam menyampaikan iklan-iklannya. Pemakaian partikel dialek Jakarta yang ditunjukkan dengan munculnya kata-kata dong dan sich pada kedua data di atas, berfungsi sebagai pembentuk atau penambah kesan metropolitan dan gaul. Jika partikel-partikel tersebut dihilangkan, maka tidak mengubah maksud atau inti pesan ujaran di atas. Hal ini disebabkan fungsi partikel itu sendiri hanya sebagai penambah. Penggunaan partikel-partikel di atas dikarenakan keinginan atau kebutuhan pengiklan, khususnya iklan di radio. Para pengiklan mempunyai tujuan utama yakni ketertarikan pendengar terhadap iklan yang disiarkan oleh radio, sehingga memunculkan hasrat pendengar untuk sekedar tahu produk yang ditawarkan. 2) Pemakaian Kata Khusus Kata khusus adalah kata yang cangkupan maknanya lebih sempit. Dalam iklan produk makanan muncul pemakaian kata khusus sedap. Kata sedap pada awal kalimat dengan kata sedap pada akhir kalimat data di bawah ini, memiliki makna yang berbeda. Pakai Kecap Sedaap pasti lebih sedap. (Mk/ KS/ 39) Kata sedap yang berada di awal kalimat, tepatnya setelah kata kecap di atas, memiliki makna yang lebih sempit dibanding kata sedap yang berada di akhir kalimat. Kata sedap di akhir kalimat mengacu pada makanan, sedangkan kata sedap di awal kalimat mengacu pada merk atau nama dagang produk yang diiklankan. Pemilihan kata sedap yang dipakai pada kalimat tuturan iklan produk makanan dimaksudkan oleh pengiklan untuk menyangatkan arti dan menciptakan satu pemahaman pesan kepada pendengar iklan bahwa produk yang diiklankan sesedap namanya. Selain itu, pemakaian kata sedap dirasa mampu memunculkan rasa penasaran oleh pendengar iklan untuk mencoba produk tersebut. commit to user 55 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Pemakaian Kata-kata Daerah Kata-kata daerah yang muncul pada iklan produk makanan di bawah ii antara lain : kata rame, hush, nyes, dan kata panggilan mbak dan jeng. Semua kata tersebut dipungut dari kosakata bahasa Jawa. Denger-denger, kok rame terus sama suami. (Mk/ TNP/ 40) Hush, bukan itu maksudku. (Mk/ TNP/ 41) Coba dech, pasti nyes. (Mk/ TNP/ 42) Iya, Mbak. (Mk/ KS/ 43) Hei, Jeng?! (Mk/ KS/ 44) Kata rame berawal dari kata ramai yang mengalami perubahan diftong /ai/ menjadi monoftong /e/. Pemakaian kata panggilan terhadap seseorang yang berupa Mbak dan Jeng dimaksudkan untuk menciptakan suasana tuturan yang kejawaan, komunikatif, dan akrab di telinga pendengar. Sama halnya dengan pemakaian kata hush dan nyes di atas. Kedua kata tersebut tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia, sehingga pengiklan tetap menggunakan kata tersebut karena dirasa cukup mampu dan tepat mengungkapkan maksud yang diinginkan dalam iklan tersebut. Dalam iklan jenis produk makanan ini, menurut informan, penggunaan kata nyes sangat tepat untuk mengungkapkan rasa mantap dan kelezatan produk teh yang diiklankan. 4) Penggunaan Unsur Pengingat Unsur pengingat atau catcher merupakan salah satu unsur atau bagian dalam tuturan iklan sebagai pengingat atau ciri khas sebuah iklan, agar mudah diingat oleh pendengar atau sasaran iklan. Dalam iklan produk makanan muncul unsur-unsur pengingat untuk iklan Kecap Sedaap dan Sirup Niki Sari. Yang hitam, gurih, kental itu lho. (Mk/ KS/ 45) Sirup Niki Sari sesegar buah asli. (Mk/ SNS/ 46) Unsur pengingat atau catcher dalam suatu iklan biasanya sering diulang pengucapannya, agar pendengar atau sasaran iklan cepat menghafalnya. Tuturan kalimat pada data pertama di atas merupakan unsur commit to user pengingat iklan produk makanan Kecap Sedaap, sedangkan tuturan kalimat 56 57 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pada data kedua merupakan unsur pengingat iklan produk makanan Sirup Niki Sari. Selain pengucapan unsur pengingat yang diulang-ulang, tuturan tersebut menjadi ciri khas produk yang diiklankan. Jadi, setiap muncul tuturan yang menjadi catcher, masyarakat langsung tahu dan paham maksud atau pun merek dagang suatu produk tersebut. 5) Pemakaian Kata Bersinonim Kata-kata bersinonim juga muncul melengkapi karakteristik iklan produk makanan. Kata bersionim adalah kata yang memiliki persamaan makna dengan kata lain. Pemakaian kata bersinonim ditunjukkan oleh data berikut ini. Teh Cap Nyapu Pekalongan harum, kental, dan nikmat. (Mk/ TNP/ 47) Anak-anak ceria banget memulai hari mereka. (Mk/ KS/ 48) Ayo ceriakan suasana yang ada dengan kesegaran alami. (Mk/ SNS/ 51) Kata harum dan nikmat pada data di atas merupakan kata-kata yang dimasukkan dalam diksi iklan teh. Kata harum bersinonim dengan kata wangi, sedangkan kata nikmat bersinonim dengan kata enak dan lezat. Namun, dalam penggunaannya kata harum dan nikmat lebih dipilih dan dirasa lebih tepat untuk mewakili atau menggambarkan rasa dan bau dari produk teh tersebut dibanding persamaan dari kata-kata tadi. Untuk kata alami pada data di atas digunakan untuk mengiklankan produk sirup. Kata alami lebih dipilih oleh pengiklan untuk menyampaikan maksud bahwa sirup atau produk yang diiklankan terbuat dari buah atau bahan asli dari alam, tanpa pemanis buatan, tanpa pewarna sintetis, dan tanpa pengawet. Sementara itu, kata ceria pada data yang terakhir bersinonim dengan kata senang dan bahagia. Namun, kata ceria lebih dipilih pengiklan untuk menyampaikan atau menggambarkan perasaan, mimik muka, dan tingkah laku yang berseri-seri penuh semangat setelah makan dengan Kecap Sedaap. commit to user 57 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Iklan Produk Kosmetik Iklan produk kosmetik merupakan iklan yang menawarkan produk atau barang-barang yang berupa alat kosmetik atau kecantikan. Yang termasuk dalam kategori ini hanya ada dua, yaitu iklan New Give White dan iklan Hair Sense. Dalam iklan produk kosmetik, karaktristik diksi yang muncul meliputi pemakaian kata khusus, pemakaian kata bersinonim, pemakaian kata-kata asing, dan pemakaian kata-kata gaul. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi iklan tersebut. 1) Pemakaian Kata Khusus Rumus 2x3 kulit putih, cerah alami. (Ks/ GW/ 52) Data di atas adalah data yang diambil dari iklan sabun mandi yang diperankan oleh dua pemeran iklan. Iklan tersebut berlatar tempat di sebuah ruang kelas dengan disertai efek-efek suara yang mendukung cerita. Pemakaian kata putih pada data di atas bukan berarti putih dalam cakupan makna warna putih pada umumnya, melainkan putih dalam konteks tuturan yang disampaikan, yaitu warna kulit yang putih. Tuturan di atas mendeskripsikan manfaat yang akan diperoleh konsumen jika memakai produk yang diiklankan, yakni memiliki kulit yang putih, bersih, tidak pucat, dan cerah alami. Pemakaian kata cerah dan alami pada tuturan di atas digunakan sebagai penjelas dari kata putih yang ada di depannya, agar konsumen memiliki pemahaman pesan yang utuh dan sesuai dengan keinginan pengiklan. 2) Pemakaian Kata-kata Bersinonim Cermin, siapakah wanita tercantik di dunia ini? (Ks/ HS/ 53) Tuturan di atas ada pada iklan Hair Sense, yang termasuk dalam jenis iklan produk kecantikan. Pemilihan kata dalam iklan tersebut disesuaikan dengan sasaran produk iklannya, yaitu masyarakat usia dewasa yang merasa mempunyai rambut yang beruban. Oleh karena itu, kata wanita lebih dipilih daripada kata perempuan. Kata wanita memiliki arti perempuan dewasa dan penggunaannya lebih pada bidang keprofesian, keorganisasian atau commit to user 58 59 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id perkumpulan, sedangkan kata perempuan memiliki arti orang (manusia) yang memiliki kelamin perempuan atau lawan jenis dari laki-laki. Sama halnya dengan pemakaian kata cantik. Kata cantik bersinonim dengan kata ayu, elok, dan molek. Namun, kata cantik dipilih dalam tuturan bahasa iklan produk kosmetik di atas karena dirasa lebih sesuai dengan konteks maksud produk iklan tersebut, yakni wanita cantik secara keseluruhan, tidak hanya wajah atau bentuk badan saja. Hair Sense mengandung protein sutra menutup uban dengan sempurna. (Ks/ HS/ 54) Kata sempurna memiliki persamaan makna dengan kata sangat baik, utuh, dan lengkap. Pada tuturan data di atas, kata sempurna dipilih pengiklan dengan alasan karena kata tersebut lebih tepat digunakan dan sesuai dengan maksud iklan dalam menggambarkan keunggulan produk yang diiklankan dibanding kata-kata yang lain, yang semakna dengan kata sempurna. Selain itu, kata sempurna dipakai pengiklan dalam iklan produk kecantikan karena dirasa kata tersebut lebih intens pendeskripsian maknanya dibanding katakata yang lain. 3) Pemakaian Kata-kata Asing Data di bawah ini terdiri dari data iklan sabun mandi Give White dan iklan pewarna rambut Hair Sense. Keduaya termasuk dalam jenis iklan kecantikan. Iklan Give White dibuat berlatar suasana kelas yang sedikit agak gaduh karena terdapat salah satu siswi yang selalu menyela penjelasan sang guru, sedangkan iklan Hair Sense dibuat berlatar cerita kerajaan yang memiliki putri cantik tetapi beruban. Moisterwhite-nya melembapkan plus bikin kulit kita putih tapi nggak kering. (Ks/ GW/ 55) Hair Sense mengandung protein sutra berfungsi sebagai conditioner khusus yang menjaga rambut tetap sehat, jadi tidak rusak dan menutup uban dengan sempurna. (Ks/ HS/ 56) Pemakaian kata-kata asing dalam iklan produk kecantikan ditunjukkan dengan pemakaian kata moisterwhite, plus, dan conditioner. Dalam bahasa user Indonesia kata-kata tersebut,commit secara to berurutan, memiliki arti pelembap yang 59 60 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memutihkan, tambah, dan pengkondisi atau sesuatu yang digunakan untuk merawat. Kata-kata asing di atas, sengaja dipilih untuk dimasukkan dalam tuturan bahasa iklan produk kecantikan oleh pengiklan dengan maksud katakata tersebut memiliki ketepatan makna atau arti yang sesuai dengan maksud pengiklan. Dengan kata lain, penggantian kata-kata tersebut dengan kosakata bahasa Indonesia, akan mengubah makna dan maksud secara keseluruhan dari pesan iklan. Selain itu, pemakaian kata asing dalam tuturan bahasa iklan produk kecantikan akan menambah daya tarik dan rasa ingin tahu konsumen terhadap produk tersebut. 4) Pemakaian Kata-kata Gaul Pemakaian kata-kata gaul dalam iklan produk kosmetik terdiri dari pemakaian kata dialek Jakarta, penyingkatan kata, pemakaian partikel dialek Jakarta, dan penghilangan fonem. Data di bawah ini merupakan data yang menunjukkan pemakaian kata-kata gaul dari kedua jenis iklan produk kosmetik. Give White baru dengan ekstrak pepaya atau bengkoang dan vitamin A, B, C, E-nya bikin kulit kita sehat dan cerah alami. (Ks/ GW/ 57) Eit, entar dulu. (Ks/ GW/ 58) Apaan tu, Pak? (Ks/ GW/ 59) Bagaimana dong. (Ks/ HS/ 61) Sudah kucoba macam-macam pewarna rambut, tapi ubanku tetep aja nongol. (Ks/ HS/ 62) Berkat Hair Sense sekarang rambutku indah, sehat, lembut, bercahaya, dan ubanku nggak ada lagi. (Ks/ HS/ 63) Kata bikin, apaan, nggak, tetep, dan nongol memiliki padanan arti dengan kata buat, apa, tidak, tetap, dan terlihat dalam bahasa Indonesia. Kata-kata tersebut merupakan kata bentukan akibat pengaruh dialek Jakarta. Penyingkatan kata sebentar menjadi entar dan penghilangan fonem /i/ pada kata itu dan fonem /s/ pada kata saja, serta pemakaian partikel dong di atas berfungsi sebagai pembentuk tuturan bahasa yang metropolitan dan gaul. Penanggalan vokal di awal kata dimaksudkan untuk mempermudah pengucapan kata dan tuturan terdengar tidak kaku. Partikel dong dimasukkan dalam tuturan bahasa iklan, commit dalam hal ini bahasa iklan di radio, berfungsi to user 60 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebagai penambah kesan atau suasana tuturan menjadi lebih gaul, terdengar renyah, dan metropolis. Pemakaian kata-kata gaul sengaja digunakan dalam tuturan bahasa iklan produk kecantikan karena disesuaikan dengan sasaran pemasaran produk yang diiklankan, yaitu masyarakat usia dewasa dan remaja. Oleh karena itu, kosakata bahasa gaul akan sangat membantu ketersampaian pesan iklan kepada khalayak sasaran iklan. Selain itu, pemakaian kata-kata gaul bertujuan untuk pemvariasian kosakata bahasa iklan, menciptakan suasana bahasa iklan yang variatif, komunikatif, dan menarik. d. Iklan Jasa Iklan jasa merupakan iklan yang menawarkan jasa atau suatu pelayanan. Yang termasuk dalam kategori ini ada enam, antara lain iklan Tabib Ibu Rizal, iklan Tabib dr. Nita, M. A., iklan BPR Trihasta Prasojo, iklan BPR Weleri Makmur, iklan PT Sarana Insan Mandiri, dan iklan Altolud. Dalam iklan jasa, karakteristik diksi yang muncul meliputi pemakaian idiom atau ungkapan, pemakaian kata khusus, pemakaian kata bermakna konotasi, pemakaian kata-kata asing, dan pemakaian kata-kata gaul. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi iklan tersebut. 1) Pemakaian Idiom atau Ungkapan Data di bawah ini adalah data iklan BPR Weleri Makmur yang diperankan oleh dua orang pemeran iklan. Iklan tersebut berlatar suasana pagi yang menggambarkan salah satu pemeran iklan yang menyapa pemeran iklan lainnya saat akan mengantarkan anaknya mendaftar kuliah. Kedua pemeran iklan diceritakan memiliki latar kebahasaan yang sama, yakni bahasa Jawa. Padahal anak saya juga pingin kuliah, tapi saya ini nggak gableg duit, blas. (Js/ WM/ 64) Kata-kata yang dicetak miring diatas merupakan idiom atau ungkapan yang digunakan dalam tuturan bahasa iklan jasa, yaitu iklan BPR Weleri commit to user 61 62 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Makmur. Idiom di atas merupakan idiom dari bahasa Jawa yang kurang lebih bermakna kemudahan dan kelancaran dalam menghasilkan uang. Idiom atau ungkapan di atas sengaja digunakan dalam tuturan bahasa iklan jasa dengan alasan karena ungkapan tersebut mampu mendukung maksud dan alur cerita iklan yang disusun pengiklan. Iklan BPR Weleri Makmur merupakan iklan jenis iklan jasa yang menawarkan jasa peminjaman uang. Oleh karena itu, pemakaian idiom atau ungkapan yang maknanya berkaitan dengan urusan pinjam meminjam uang dirasa perlu dimasukkan dalam dialog tuturan iklan jasa di atas. 2) Pemakaian Kata Khusus Dengan metode refleksi Dokter Nita, M. A. (Js/ TN/ 65) Dengan metode ala Rosul, bekam, dan kombinasi terapi modern mengeluarkan virus, darah kotor langsung ke sumber penyakit dalam tubuh. (Js/ TIR/ 66) Kata metode sering digunakan dalam tuturan bahasa iklan jasa, terutama jasa pengobatan. Kata metode memiliki arti cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Pemakaian kata khusus, yaitu kata metode, pada kedua data di atas dirasa lebih tepat dan pas jika digunakan dalam iklan jasa. Kata tersebut dipakai untuk mengungkapkan atau mengenalkan cara-cara pengobatan yang ditawarkan kepada sasaran iklan atau konsumen. 3) Pemakaian Kata-kata Asing Menjadi retailer pulsa HP adalah jalan paling cepat dan nyaman untuk hidup lebih nyaman dan jadi kaya. (Js/ ALT/ 67) Pemakaian kata asing, yaitu retailer, pada data di atas berarti penjual eceran. Kata tersebut digunakan dalam tuturan bahasa iklan jasa, khususnya jasa penjualan. Pemakaian kata retailer pada tuturan bahasa iklan jasa dimaksudkan untuk menarik perhatian dan rasa ingin tahu pendengar iklan. Selain itu, pemakaian kata tersebut, oleh pengiklan, dirasa cocok dan mampu untuk meningkatkan prestise calon retailer, serta terdengar lebih keren. commit to user 62 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4) Pemakaian Kata-kata Gaul Belum nyoba ke Tabib Ibu Rizal to, Bu? (Js/ TIR/ 68) Nggak usah operasi bisa sembuh. (Js/ TIR/ 69) Ada juga nich kredit bidikan, kredit modal kerja, kredit konsumtif untuk barang-barang kebutuhan harian, dan ada juga kredit hajatan yang bebas bunga. (Js/ TP/ 72) Masih dong, Buk. (Js/ TP/ 73) Bisa nguliahin anak sampai perguruan tinggi. (Js/ WM/ 75) Wah, kalo gitu saya juga mau kredit pendidikan di BPR Weleri Makmur. (Js/ WM/ 79) Kata-kata gaul juga digunakan dalam tuturan dialog iklan jasa. Hampir di setiap iklan yang menawarkan layanan jasa, baik jasa pengobatan, jasa simpan pinjam, maupun jasa penjualan semuanya menyisipkan kata-kata gaul. Pemakaian kata-kata dan partikel yang dicetak miring pada data di atas menunjukkan adanya pemakaian kata-kata dan partikel dari bahasa gaul yang terpengaruh oleh dialek Jakarta. Kata-kata tersebut sudah sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, sehingga pengiklan memilih kata-kata tersebut dalam dialog tuturan iklan jasanya dengan alasan untuk menciptakan kesan akrab, mudah dimengerti, dan komunikatif. 5) Pemakaian Kata-kata atau Istilah Bahasa Jawa Sakit nich, senut…senut… (Js/ TIR/ 80) Kata senut senut merupakan kata dari bahasa Jawa. Kata tersebut tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia. Pemakaian kata senut senut dalam tuturan bahasa iklan jasa, khususnya jasa pengobatan, dimaksudkan untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan rasa sakit yang sedang diderita. Pengiklan merasa tepat memasukkan kata tersebut karena kata tersebut juga mampu memberikan pemahaman kepada konsumen bahwa rasa sakit yang mungkin dirasa pendengar iklan tersebut sama dengan yang diiklankan. Oleh karena itu, pendengar iklan bisa mendatangi tempat pengobatan yang diiklankan pengiklan tersebut guna menyembuhkan penyakitnya. 6) Pemakaian Kata-kata atau Istilah Bidang Tertentu Ada juga deposito dengan suku bunga bersaing yang dijamin LPS atau pemerintah sampai dengan dua milyar. (Js/ TP/ 81) Mas Suryo, pendidikan itu investasi masa depan. (Js/ WM/ 82) commit to user 63 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kredit di BPR Weleri Makmur angsurannya jelas lebih ringan. (Js/ WM/ 83) Mau jadi TKI ya lewat PT. Sarana Insan Mandiri saja. (Js/ SIM/ 84) Cukup dengan modal awal lima puluh ribu. (Js/ ALT/ 85) Pemakaian kata-kata atau istilah tertentu yang dipakai dalam iklan jasa di antaranya deposito, suku bunga, investasi, kredit, angsuran, modal, dan TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Kata-kata atau istilah tersebut merupakan kata-kata atau istilah bidang jasa simpan pinjam uang dan jasa penyaluran tenaga kerja. Frekuensi kemunculan kata-kata tersebut dalam iklan jasa simpan pinjam dan jasa penyaluran tenaga kerja bisa dikatakan cukup sering. Hal ini dikarenakan, kata-kata atau istilah di atas sangat tepat penggunaannya, sesuai dengan bidangnya, dan mampu mewakili maksud pesan yang diinginkan pengiklan. Meskipun kata-kata atau istilah di atas memiliki padanan kata yang hampir sama dengan kata tersebut, namun pengiklan lebih condong menggunakan kata-kata di atas karena ketepatan arti dan kesesuaian bidangnya. e. Iklan Produk Obat Iklan produk obat adalah iklan yang menawarkan barang-barang atau produk berupa obat. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori ini ada tiga, yang terdiri dari iklan Bio Activa, iklan Hemaviton Jreng, dan iklan Paramex. Dalam iklan produk obat, karakteristik diksi yang muncul meliputi pemakaian kata bersinonim, pemakaian kata khusus, pemakaian kata-kata asing, dan pemakaian kata-kata daerah. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi iklan tersebut. 1) Pemakaian Kata Bersinonim Telah hadir ekstrak nutrisi herbal dalam bentuk tetes. (Ob/ BO/ 86) Bio Activa dibuat dari daun-daun herbal terbaik, ramuan tradisional Kalimantan yang sudah terkenal khasiatnya. (Ob/ BO/ 87) Bio Activa diproses secara inkubasi berfungsi sebagai aktivator sel tubuh, membantu meningkatkan metabolisme, regenerasi sel, dan meningkatkan sifat kekebalan terhadap penyakit. (Ob/ BO/ 88) commit to user 64 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pemakaian kata-kata bersinonim yang digunakan dalam iklan produk obat ditunjukkan oleh kata-kata yang dicetak miring di atas. Kata ekstrak bersinonim dengan kata sari, pati, dan kentalan; sedangkan kata khasiat bersinonim dengan kata manfaat, guna, dan fungsi. Untuk kata kekebalan bersinonim dengan kata daya tahan. Meskipun kata ekstrak, khasiat, dan kekebalan memiliki banyak sinonim atau persamaan makna dengan kata-kata yang lain, namun ketiga kata yang muncul pada data di atas lebih dipilih pengiklan dalam tuturan bahasa iklan obatnya. Pemilihan ketiga kata di atas didasarkan pada alasan bahwa kata-kata tersebut memiliki makna yang tepat dan sesuai dengan produk yang diiklankannya, yaitu iklan produk obat. 2) Pemakaian Kata Khusus Telah hadir ekstrak nutrisi herbal dalam bentuk tetes. (Ob/ BO/ 89) Bio Activa dibuat dari daun-daun herbal terbaik, ramuan tradisional Kalimantan yang sudah terkenal khasiatnya. (Ob/ BO/ 90) Bio Activa diproses secara inkubasi berfungsi sebagai aktivator sel tubuh, membantu meningkatkan metabolisme, regenerasi sel, dan meningkatkan sifat kekebalan terhadap penyakit. (Ob/ BO/ 91) Kata-kata khusus yang digunakan dalam iklan produk obat di antaranya kata nutrisi, herbal, inkubasi, metabolisme, regenerasi, dan sel. Kata nutrisi bermakna proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh, kata herbal bermakna tumbuh-tumbuhan terna, kata ramuan bermakna hasil meramu yakni dari bahan-bahan untuk membuat obat-obatan dari daun, kata inkubasi bermakna pemanasan buatan, kata metabolisme bermakna pembentukan dan penguraian zat di dalam badan yang memungkinkan berlangsungnya hidup, kata regenerasi bermakna penggantian alat yang rusak atau hilang dengan pembentukan jaringan sel baru, dan kata sel bermakna bagian atau bentuk terkecildari organisme. Pemakaian kata-kata khusus di atas didasarkan pada jenis produk yang diiklankan. Data di atas adalah tuturan bahasa iklan produk obat, sehingga kata-kata khusus yang digunakan pun berhubungan dengan ilmu kesehatan dan obat-obatan. commit to user 65 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Pemakaian Kata-kata Asing Jreng original dengan energi vitamin C8, Jreng Lemon, Jreng Mangga, Jreng Anggur. (Ob/ HJ/ 92) Kata original berasal dari bahasa Inggris. Kata tersebut berarti asli. Kata dari bahasa Inggris di atas dimasukkan dalam tuturan bahasa iklan Hemaviton Jreng. Iklan dengan sasaran konsumen usia dewasa tersebut dirasa tepat bila sedikit menggunakan kosakata dari bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Pemakaian kata asing dalam tuturan bahasa iklan produk obat dimaksudkan untuk menarik perhatian publik atau pendengar iklan dan meningkatkan prestise iklan itu sendiri. 4) Pemakaian Kata-kata Daerah Cenut, cenut sakit kepala. (Ob/ PRX/ 93) Pemakaian kata-kata daerah juga muncul dalam bahasa iklan produk obat. Data di atas menampilkan kata cenut cenut yang berasal dari bahasa Jawa. Kata tersebut digunakan pengiklan untuk mendeskripsikan rasa sakit yang diderita seseorang saat sakit kepala menyerang. Selain itu, alasan dipakainya kata-kata dari bahasa daerah ini didasarkan pada daerah asal pendengar iklan. f. Iklan Produk Kebersihan Iklan produk kebersihan merupakan iklan yang menawarkan produk atau barang-barang kebersihan. Iklan ini terdiri dari iklan Mama Lemon dan iklan Soklin Softergent. Dalam iklan produk kebersihan, karakteristik diksi yang muncul meliputi pemakaian kata bermakna konotasi, pemakaian kata-kata gaul, pemakaian kata-kata asing, dan pemakaian kata bersinonim. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi iklan tersebut. 1) Pemakaian Kata Bermakna Konotasi Tapi ini lemak soto, lemak rendang, lemak sate, lemak tongseng, lemak sambel, lemak gorengan, lemak bakso. (Kb/ ML/ 94) Pemakaian kata bermakna konotasi muncul pada iklan produk commit to user kebersihan, yaitu iklan Mama Lemon. Kata lemak pada data di atas bukan 66 67 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id bermakna lemak yang ada pada tubuh penyebab kegemukan (makna sebenarnya), melainkan kotoran sisa makanan bersantan dan minyak yang menempel di perabot makan (makna kias). Kata tersebut sengaja dipakai pengiklan dalam iklan produk kebersihan karena kata tersebut dirasa sangat mendukung jenis produk yang diiklankan dan alur cerita yang diinginkan. 2) Pemakaian Kata-kata Gaul Lemakku bertambah nich…! (Kb/ ML/ 95) Biasa aja, nggak gemuk. (Kb/ ML/ 96) Loh Jeng, nunggu apa lagi. (Kb/ ML/ 98) Eh sayang…gimana sekolahnya? (Kb/ SKS/ 99) Kenapa sich? (Kb/ SKS/ 101) lembutnya nyentuh…banget. (Kb/ SKS/ 102) Kedua iklan produk kebersihan merupakan iklan dalam bentuk dialog. Untuk memberikan kesan luwes, santai, dan akrab pada tuturan-tuturan dialog, pengiklan menggunakan kata-kata gaul. Pemakaian kata-kata dan partikel gaul yang muncul di antaranya partikel nich dan sich; kata aja, nggak, nunggu, gimana, nyentuh, dan banget. Kata gaul tersebut ada yang berupa pemendekan kata, yakni dari kata bagaimana dipendekkan menjadi gimana. Selain itu, pemakaian kata-kata gaul di atas didasarkan pada keinginan pengiklan untuk mengemas iklannya dalam bentuk wacana iklan yang berlatar kekeluargaan dengan bahasa keseharian yang sering digunakan. 3) Pemakaian Kata-kata Asing Mama Lemon kini dengan three action cleaning (Kb/ ML/ 105) Triple daya cucinya. (Kb/ ML/ 106) Mama Lemon double extrac lemon. (Kb/ ML/ 107) power. Pemakaian kata asing juga ditampilkan dalam iklan produk kebersihan di atas. Pengiklan sengaja menggunakan kosakata bahasa Inggris untuk menyampaikan keunggulan produk yang diiklankan. Kata-kata asing yang dibubuhkan pada tuturan bahasa iklan produk kebersihan dengan alasan agar konsumen tertarik terhadap produk yang ditawarkan, sehingga menggugah konsumen untuk, paling tidak, mendengarkan iklan tersebut. commit to user 67 68 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4) Pemakaian Kata Bersinonim Detergen plus pelembut yang mampu membersihkan tanpa noda, lembut, dan harumnya terasa di setiap helainya. (Kb/ SKS/ 108) Pemakaian kata noda, lembut, dan harum muncul pada tuturan bahasa iklan Soklin Softergent. Untuk menyampaikan manfaat yang akan didapat konsumen jika memakai produk tersebut, pengiklan lebih memilih kata noda dibanding kata noktah, kotoran, dan bercak. Sama halnya dengan pemilihan kata lembut dan harum. Kedua kata tersebut lebih dipilih dibanding sinonimnya, yakni kata halus dan wangi. Pemakaian kata-kata tersebut didasarkan pada ketepatan arti dan kesesuaian konteks jenis produk yang diiklankan. g. Iklan Produk Pakaian dan Asesoris Iklan ini merupakan iklan yang menawarkan produk-produk berupa pakaian dan asesoris. Iklan-iklan yang termasuk iklan produk pakaian dan asesoris ada dua jenis, yaitu iklan Arco Baleno dan iklan Optik Pranoto. Dalam iklan produk pakaian dan asesoris, karakteristik diksi yang muncul meliputi pemakaian kata-kata asing, pemakaian kata-kata gaul, dan pemakaian kata bersinonim. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi iklan tersebut. 1) Pemakaian Kata-kata Asing Aku mau pake softlense ah, supaya terlihat cantik dan beda. (Pk/ OP/ 109) Disposable warna funky tones dan disposable frequency dari seratus tiga puluh lima ribu jadi seratus ribu. (Pk/ OP/ 110) Besok habis ke Arco Baleno PGS di lantai basement di Blok A8-1, 2, dan 3 kita langsung ke Arco Baleno di Jalan Cendrawasih M5 Solo Baru. (Pk/ OP/ 111) Pemakaian kata asing dalam iklan produk pakaian dan asesoris ditunjukkan dengan adanya kata-kata yang dicetak miring di atas. Kata-kata istilah tersebut sengaja dipilih pengiklan karena dengan pemakaian kata-kata dan istilah asing mampu memunculkan rasa ketertarikan konsumen terhadap produk yang diiklankan. Selain itu, istilah asing yang dipakai dalam tuturan commit to user iklan Optik Pranoto di atas merupakan iklan produk asesoris yang 68 69 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menawarkan produk barunya, sehingga akan sangat menarik dan terkesan keren bila memasukkan istilah asing di atas. 2) Pemakaian Kata-kata Gaul Kata-kata gaul adalah kosakata pertemanan atau kosakata pergaulan yang bersifat nonformal dan sangat berbeda dengan kosakata dari bahasa induknya. Pemakaian kata-kata gaul dapat terdiri dari pemakaian partikel dialek daerah, pemakaian kata dialek Jakarta, dan perubahan fonem. Data di bawah ini menunjukkan adanya pemakaian kata-kata gaul yang muncul pada iklan produk pakaian dan asesoris. Nyidam beli baju batik di Arco Baleno PGS. (Pk/ AB/ 112) Nggak cuma itu, kaos cowox cewex, sepatu, sandal cewex diskonnya tiga puluh persen. (Pk/ AB/ 113) Koko bawain oleh-oleh buat Mei Mei. (Pk/ AB/ 115) Kalo batik sarimbit di PGS diskonnya dua puluh lima persen. (Pk/ AB/ 116) Mei Mei pengen dianter ke Arco Baleno. (Pk/ AB/ 117) Um… sun dulu dong, Koko. (Pk/ AB/ 118) Kata nyidam dan pengen merupakan kata yang terpengaruh dialek daerah; kata nggak, cowox, cewex, bawain, kalo, dan dianter merupakan kata-kata pengaruh dialek Jakarta; dan partikel dong merupakan partikel dialek Jakarta. Pemakaian kata-kata gaul dalam tuturan bahasa iklan produk pakaian dan asesoris di atas dimaksudkan untuk menciptakan suasana tuturan yang gaul, akrab, dan mudah dimengerti semua kalangan masyarakat. 3) Pemakaian Kata Bersinonim Kata bersinonim adalah kata yang memiliki persamaan makna dengan kata yang lain. Pada tuturan iklan produk pakaian dan asesoris juga muncul adanya pemakaian kata bersinonim. Pemakaian tersebut ditunjukkan dengan munculnya kata cantik, promo, diskon, dan indah seperti pada data di bawah ini. Aku mau pake softlense ah, supaya terlihat cantik dan beda. (Pk/ OP/ 119) Ada promo softlense di Optik Pranoto? (Pk/ OP/ 120) Diskonnya sampai tiga puluh persen. (Pk/ AB/ 121) O…h, indah sekali. (Pk/ AB/ 122) commit to user 69 70 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kata cantik memiliki sinonim dengan kata ayu dan elok. Pemakaian kata cantik lebih dipilih dalam tuturan bahasa iklan produk asesoris, yaitu Optik Pranoto dengan alasan karena kata tersebut mampu menggambarkan kecantikan seseorang secara keseluruhan, tidak hanya cantik wajahnya saja. Kata promo memiliki sinonim dengan kata demo, peragaan; sedangkan kata diskon memiliki sinonim dengan kata potongan. Namun, kata promo dan diskon lebih dipilih dalam tuturan bahasa iklan produk pakaian dan asesoris dengan alasan kata-kata tersebut dirasa lebih tepat dan sesuai dengan jenis produk yang diiklankan. Untuk kata indah yang dimasukkan dalam tuturan bahasa iklan pakaian, yaitu Arco Baleno, memiliki sinonim dengan kata bagus dan mempesona. Pemakaian kata tersebut lebih dipilih pengiklan dengan alasan karena kata tersebut cocok untuk mendeskripsikan keunggulan dari produk yang diiklankan, yaitu pakaian. h. Iklan Produk Kendaraan Kategori atau klasifikasi iklan yang terakhir adalah iklan produk kendaraan. Iklan produk kendaraan merupakan iklan yang menawarkan produkproduk atau barang-barang berupa mobil, motor, dan truk. Yang termasuk dalam kategori iklan ini hanya satu, yaitu iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Group. Dalam iklan produk kendaraan, karakteristik diksi yang muncul meliputi pemakaian katakata asing, pemakaian kata-kata gaul, dan pemakaian kata daerah. Berikut ini penjelasan masing-masing karakteristik diksi iklan tersebut. 1) Pemakaian Kata-kata Asing Pada tuturan bahasa iklan produk kendaraan muncul pemakaian katakata asing berupa kata man dan center. Kedua kata tersebut diambil dari bahasa Inggris yang berarti panggilan orang laki-laki dan pusat. Halo man, apa kabar? (Kd/ PJ/ 123) Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup, Yamaha Center pertama di Indonesia yang menyediakan lebih lengkap segala tipe motor Yamaha. Vega ZR, Jupiter, Mio, Scorpio Z, Viction, dan lain-lain. (Kd/ PJ/ 124) Pemilihan kata dalam tuturan bahasa iklan produk kendaraan commit to user disesuaikan dengan jenis produk yang diiklankan dan sasaran masyarakatnya. 70 71 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pemakaian kata-kata gaul di atas dianggap sesuai dengan produk kendaraan yang ingin menampilkan image bahwa produk tersebut adalah produk dengan kualitas internasional. Pemakaian kata-kata asing di atas dimaksudkan untuk memunculkan kesan modern dan kemenarikan konsumen terhadap produk yang diiklankan. 2) Pemakaian Kata-kata Gaul Hei, brow. Tambah gaya aja kamu. Motor baru nich? (Kd/ PJ/ 125) A…iya dong. (Kd/ PJ/ 126) Mudik nggak repot lagi, Brow. (Kd/ PJ/ 127) Buktikan dech sekarang juga. (Kd/ PJ/ 128) Pemakaian kata-kata gaul yang muncul pada tuturan bahasa iklan produk kendaraan meliputi penggunaan kata panggilan, penghilangan fonem, penggunaan partikel dialek Jakarta, dan penggunaan kata pengaruh dialek Jakarta. Iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup di atas termasuk jenis iklan produk kendaraan yang memiliki sasaran pendengar masyarakat usia dewasa dan remaja, sehingga pemakaian kata-kata gaul tersebut dirasa perlu dan sesuai dengan kebutuhan. Dari segi keluwesan, kemudahan, dan kekomunikatifan tuturan pengiklan merasa tepat menggunakan kata-kata gaul tersebut. 3) Pemakaian Kata Daerah Beli motor Yamaha di Pusat Jaya gampang. (Kd/ PJ/ 129) Iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup dibuat dengan setting atau latar sebuah hubungan keakraban sepasang sahabat. Oleh karena itu, pemakaian kata-kata daerah, tepatnya bahasa Jawa, dalam tuturan bahasa iklan di atas dimaksudkan untuk mendukung latar cerita yang ingin ditampilkan. Kata gampang memiliki padanan makna dengan kata mudah dalam bahasa Indonesia. Pemakaian kata-kata daerah dalam tuturan bahasa iklan produk kendaraan juga didasarkan pada asal daerah pendengar dan daerah penyebaran iklan tersebut, yaitu Jawa. commit to user 71 72 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Dari analisis karakteristik diksi dalam iklan komersial di radio, yang terbagi dalam tujuh jenis iklan, memunculkan beberapa karakteristik diksi. Karakteristik diksi yang seringkali muncul dalam iklan komersial di atas di antaranya pemakaian kata-kata gaul, pemakaian kata-kata asing, pemakaian kata bermakna konotasi, pemakaian kata bersinonim, dan penggunaan unsur pengingat atau catcher. Kelima karakteristik diksi yang muncul di atas disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, di antaranya faktor jenis produk iklan, sasaran pendengar iklan (usia, profesi, daerah asal), dan bentuk wacana iklan (dialog atau monolog). 2. Pemakaian Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian seseorang (pemakai bahasa). Penganalisisan pemakaian gaya bahasa dalam data iklan komersial di bawah ini dilakukan sesuai dengan jenis iklan atau klasifikasi iklan masing-masing. Analisis pemakaian gaya bahasa terhadap data iklan komersial di radio dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Iklan Produk Properti Iklan produk properti merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk properti, seperti meja, kursi, dan perabot rumah lainnya. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan properti meliputi iklan Toko Colombus, iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi, iklan Meubel Jempol, dan iklan Margo Murah Baru. Dalam iklan produk properti, pemakaian gaya bahasa yang muncul meliputi gaya bahasa eksklamasio, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa retorik, gaya bahasa polisidenton, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa antitesis, dan gaya bahasa praeterito. Berikut ini penjelasan masing-masing pemakaian gaya bahasa iklan tersebut. 1) Gaya Bahasa Eksklamasio Dalam iklan Colombus hanya muncul satu pemakaian gaya bahasa, yaitu gaya bahasa atau majas eksklamasio. Gaya bahasa eksklamasio adalah to user gaya bahasa penegasan yangcommit memakai kata-kata seru sebagai penegas. Data 72 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id di bawah ini merupakan dialog yang diucapkan narator iklan dalam menyampaikan atau menjelaskan informasi iklan secara lebih detail. Kalimat yang menjadi data nomor 1 ini menjadi kalimat pembuka sebelum kalimatkalimat penjelas iklan lainnya dituturkan. Waow, spektakuler! (Pr/ CLM/ 1) Pada kalimat di atas menggunakan gaya bahasa eksklamasio yang ditunjukkan dengan kata waow. Kata tersebut menegaskan kata sesudahnya, yaitu kata spektakuler. Pemakaian gaya bahasa atau majas eksklamasio dalam bahasa iklan produk properti dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa produk yang ditawarkan oleh pengiklan merupakan produk yang berbeda dengan produk-produk properti lainnya dan memberikan keuntungan yang luar biasa pada konsumen, baik dari segi kualitas maupun harga yang ditawarkan. 2) Gaya Bahasa Personifikasi Rumah kita terlihat makin cantik. (Pr/ PSKK/ 2) Ni dapat hadiah kursi cantik. (Pr/ MMB/ 8) Pada kata yang dicetak miring menunjukkan bahwa kalimat di atas menggunakan gaya bahasa personifikasi. Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda-benda mati, sehingga seolah-olah memiliki sifat seperti manusia atau benda hidup. Pemakaian gaya bahasa personifikasi pada bahasa iklan produk properti, khususnya iklan produk kanopi dimaksudkan untuk mendeskripsikan salah satu keunggulan atau manfaat yang akan diperoleh konsumen bila memakai produk ini. Selain itu, dengan memakai gaya bahasa ini akan menimbulkan daya tarik tersendiri kepada konsumen. 3) Gaya Bahasa Retorik Pasti pesannya di Purnama Steel Kanopi Kanopi di Jalan Raya Telukan No. 1 selatan Jembatan Bacem, Solo Baru itu kan? (Pr/ PSKK/ 3) Gaya bahasa retorik adalah gaya bahasa penegasan dengan menggunakan kalimat tanyacommit yang to sebenarnya tidak memerlukan jawaban user 73 74 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id karena sudah diketahuinya. Pada kalimat di atas, jelas menggunakan gaya bahasa retorik yang ditunjukkan dengan kalimat tanya yang dilontarkan kepada pendengar atau sasaran iklan. Pemakaian gaya bahasa retorik dimunculkan dalam bahasa iklan produk properti dengan alasan karena pemakaian gaya bahasa ini akan memberikan penekanan pada tuturan iklan dan secara tidak langsung meminta penegasan atau persetujuan pendengar terhadap kalimat yang disampaikan pengiklan tersebut. Selain itu, gaya bahasa tersebut juga bisa digunakan sebagai pemvariasian gaya bicara dalam menyampaikan alamat atau pesan iklan lainnya yang sekiranya perlu untuk disampaikan kepada khalayak. 4) Gaya Bahasa Polisidenton Selain ahli bikin kanopi dan besi tempa, juga ahli mengerjakan relling tangga dan balkon, pagar, pintu, tralis. (Pr/ PSKK/ 4) Kata-kata yang dicetak miring di atas merupakan kata penghubung dalam kalimat yang menyebutkan beberapa benda secara berturut-turut. Gaya bahasa yang digunakan kalimat di atas adalah gaya bahasa polisidenton, yaitu gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa benda, hal atau keadaan secara berturut-turut dengan memakai kata penghubung. Pemakaian gaya bahasa polisidenton dalam tuturan bahasa iklan produk properti di atas bertujuan untuk menghindari kemonotonan bahasa yang digunakan pengiklan dalam menyampaikan informasi atau pesan iklan yang sangat komplek dan banyak. 5) Gaya Bahasa Klimaks Spesial kanopi harga dijamin termurah dengan mutu terbaik dan ada garansinya lho. (Pr/ PSKK/ 5) Pada kalimat di atas disebutkan beberapa hal secara berturut-turut dengan urutan kata yang semakin lama semakin meningkat. Oleh karena itu, kalimat tersebut menunjukkan pemakaian gaya bahasa klimaks, yaitu gaya bahasa penegasan dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin memuncak commit to user pengertiannya. Pemakaian gaya bahasa klimaks pada tuturan bahasa iklan 74 75 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id properti di atas digunakan untuk menyampaikan keunggulan-keunggulan produk tersebut dibanding produk yang lain. Secara tidak langsung, penyampaian dengan gaya bahasa seperti ini akan menarik perhatian konsumen untuk mencoba produknya. 6) Gaya Bahasa Antitesis Dengan dana minimal kami wujudkan hasil yang maksimal. (Pr/ PSKK/ 6) Gaya bahasa penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan kepaduan kata yang berlawanan arti disebut dengan gaya bahasa antitesis. Pada kata yang dicetak miring di atas, yaitu kata minimal dan maksimal, menunjukkan bahwa kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa antitesis. Pemakaian gaya bahasa antitesis dalam tuturan bahasa iklan produk properti dimaksudkan untuk menyampaikan nilai lebih yang ditawarkan pengiklan kepada konsumen. Meskipun pernyataan yang disampaikan pengiklan dengan gaya bahasa ini (dana minimal hasil maksimal) sedikit tidak masuk logika, namun cukup menarik perhatian konsumen untuk mencobanya. 7) Gaya Bahasa Praeterito Tadi itu ada orang yang ke sini nawarin. (Pr/ MJ/ 7) Gaya bahasa praeterito adalah gaya bahasa penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu, sehingga pendengar harus menerka maksud ujaran yang disembunyikan itu. Pada frasa yang dicetak miring di atas menunjukan pemakaian gaya bahasa praeterito. Para pendengar atau sasaran iklan diajak untuk menerka kira-kira siapa yang orang yang dimaksud dalam kalimat di atas. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian pendengar agar mendengarkan iklan hingga selesai. b. Iklan Produk Makanan Iklan produk makanan merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk makanan. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan commit to user produk makanan di antaranya iklan Kecap Sedaap (monolog dan dialog), iklan 75 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Teh Cap Nyapu Pekalongan, iklan Sirup Niki Sari, dan iklan Ale-Ale. Dalam iklan produk makanan, pemakaian gaya bahasa yang muncul meliputi gaya bahasa polisidenton, gaya bahasa sinekdhoke totem pro parte, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa interupsi, gaya bahasa pararelisme anafora, dan gaya bahasa asidenton. Berikut ini penjelasan masing-masing pemakaian gaya bahasa iklan tersebut. 1) Gaya Bahasa Polisidenton Dari bahan alami, proses multifiltrasi, tiga kali penyaringan, higienis, dan bergizi. (Mk/ KS/ 9) Teh Cap Nyapu Pekalongan harum, kental, dan nikmat. (Mk/ TNP/ 13) Kedua kalimat di atas menyebutkan beberapa hal secara berurutan dengan menggunakan kata hubung, yaitu kata hubung dan. Pemakaian ini sesuai dengan pengertian gaya bahasa polisidenton. Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa benda, hal atau keadaan secara berturut-turut dengan memakai kata penghubung disebut dengan gaya bahasa polisidenton. Pemakaian gaya bahasa polisidenton dalam tuturan bahasa iklan produk makanan bertujuan untuk menyebutkan keunggulan-keunggulan suatu produk yang ditawarkan pengiklan. Untuk menghindari kemonotonan dalam penyebutannya, pengiklan membubuhkan tanda hubung pada kata terakhir atau hal terakhir yang disampaikannya. 2) Gaya Bahasa Sinekdhoke Totem Pro Parte Seneng ya ngliat anak-anak ceria. (Mk/ KS/ 10) Ya di warung-warung, di toko-toko. (Mk/ TNP/ 12) Penyebutan kata anak-anak, warung-warung, dan toko-toko pada kalimat di atas hanya mengacu pada anak, warung dan toko yang dimaksud dalam alur cerita produk di atas. Pada kalimat di atas yang dimaksud dengan kata anak-anak hanya mengacu pada anak-anak pemeran iklan di atas (Andi dan Ricky) yang makan dengan Kecap Sedaap. Sama halnya dengan kata warung-warung dan toko-toko pada data kedua di atas. Kata warung-warung dan toko-toko hanya mengacu pada warung dan toko yang menjual produkcommit to user produk tersebut. 76 77 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Hal ini menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa sinekdhoke totem pro parte, yaitu gaya bahasa perbandingan yang melukiskan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian. Pemakaian gaya bahasa sinokdhoke totem pro parte dalam tuturan bahasa iklan produk makanan di atas dimaksudkan sebagai penjelas atau gaya pemaparan pengiklan kepada pendengar atau sasaran iklan yang apabila mereka makan memakai Kecap Sedaap atau mengkonsumsi produk (teh cap Nyapu Pekalongan) yang ditawarkan pengiklan di atas, maka mereka atau konsumen sekeluarga akan merasa ceria seperti pada iklan tersebut dan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan produk tersebut. 3) Gaya Bahasa Metonimia Dukung ALE dong…! (Mk/ ALE/ 17) Rasa dan segernya, ALE-ALE juaranya…! (Mk/ ALE/ 18) Pengulangan kata yaitu kata ALE-ALE di atas menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa metonimia. Gaya bahasa metonimia adalah gaya bahasa perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang digunakan atau dikerjakan, sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan. Pemakaian gaya bahasa metonimia dalam tuturan bahasa iklan produk makanan, khususnya iklan ALE-ALE, di atas didasarkan pada alasan karena penggunaan merk dagang atau nama produk dalam iklan akan memudahkan pengiklan dalam menyampaikan pesan atau informasi kepada konsumen. Produk ALE-ALE termasuk produk minuman yang dapat langsung dikonsumsi oleh konsumen, sehingga pengiklan merasa perlu menyebutkan langsung nama produk untuk memudahkan konsumen mengingatnya. 4) Gaya Bahasa Interupsi Minumlah, minuman yang segar bermutu, Sirup Niki Sari. (Mk/ SNS/ 14) ALE-ALE, minuman dengan gula asli dan vitamin C, ada orange, strawberry, dan apel fuji. (Mk/ ALE/ 19) Pemakaian gaya bahasa interupsi muncul pada kalimat di atas yang commit to user ditunjukkan dengan penyisipan kalimat di antara kalimat pokok. Gaya bahasa 77 78 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id interupsi adalah gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di antara kalimat pokok, guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya. Pemakaian gaya bahasa interupsi dalam tuturan bahasa iklan produk makanan dimaksudkan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan secara detail jenis dan keunggulan produk yang ditawarkan dalam iklan tersebut, yaitu Sirup Niki Sari dan minuman ALE-ALE. 5) Gaya Bahasa Pararelisme Anafora Sirup Niki Sari sesegar buah asli. Sirup Niki Sari sahabat kita semua. Sirup Niki Sari beraneka rasanya. (Mk/ SNS/ 15) Kecap Sedaap lebih hitam, kental, dan gurih. Kecap Sedaap untuk semua masakan, untuk semua makanan. (Mk/ KS/ 11) Pengulangan kata-kata yang dicetak miring di atas menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa pararelisme anafora. Gaya bahasa pararelisme anafora adalah gaya bahasa penegasan yang mengulang kata atau frase dengan pengulangan yang terletak di awal kalimat. Pemakaian gaya bahasa pararelisme anafora dalam tuturan bahasa iklan produk makanan, khususnya iklan Sirup Niki Sari dan Kecap Sedaap yang berbentuk monolog di atas, dimaksudkan untuk membentuk keserasian bunyi pada setiap tuturannya. Hal ini bertolak pada gaya penyampaian iklan tersebut, yakni berbentuk sebuah jingle lagu. 6) Gaya Bahasa Asidenton Frambors, jeruk, mocca, rose melon. (Mk/ SNS/ 16) Penyebutan beberapa hal secara berurutan seperti pada kalimat di atas dengan tanpa menggunakan kata hubung menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa asidenton. Gaya bahasa asidenton adalah gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa benda, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata penghubung. Pemakaian gaya bahasa asidenton dalam tuturan bahasa iklan produk makanan di atas dimaksudkan untuk commit to user 78 79 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menyampaikan macam-macam atau aneka rasa yang ditawarkan produk tersebut. c. Iklan Produk Kosmetik Iklan produk kosmetik merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk kosmetik. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk kosmetik ada dua, yaitu iklan New Give White dan iklan Hair Sense. Dalam iklan produk kosmetik, pemakaian gaya bahasa yang muncul meliputi gaya bahasa eksklamasio, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa polisidenton, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa hiperbola, dan gaya bahasa sinekdhoke totem pro parte. Berikut ini penjelasan masing-masing pemakaian gaya bahasa iklan tersebut. 1) Gaya Bahasa Eksklamasio Waow, rumus Give White baru tu, Pak! (Ks/ GW/ 20) Penggunaan kata waow dimaksudkan untuk menegaskan atau menggambarkan perasaan kaget sekaligus takjub yang ingin disampaikan pengiklan lewat kalimat di atas. Kata tersebut menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa eksklamasio. Gaya bahasa eksklamasio adalah gaya bahasa penegasan yang memakai kata-kata seru sebagai penegas. Pemakaian gaya bahasa eksklamasio dalam tuturan bahasa iklan produk kosmetik di atas dengan alasan karena iklan produk kosmetik di atas, yaitu iklan sabun Give White, memiliki sasaran konsumen masyarakat remaja yang penuh ekspresi dalam mengungkapkan suatu hal. Oleh karena itu, pemakaian gaya bahasa eksklamasio yang berwujud waow di atas menyimbolkan pengungkapan seorang remaja yang teramat senang dan takjub atas sesuatu yang dia dengar sesuai dengan setting atau latar cerita iklan yang ingin pengiklan tampilkan. 2) Gaya Bahasa Klimaks Rumus 2x3 kulit putih, cerah alami. (Ks/ GW/ 21) Berkat Hair Sense sekarang rambutku indah, sehat, lembut, bercahaya. (Ks/ HS/ 25) Pemakaian gaya bahasa klimaks muncul pada kedua kalimat di atas. Kata-kata yang dicetak miring hasil yang akan didapat commitmenjelaskan to user 79 80 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pendengar jika memakai produk yang ditawarkan tersebut. Urut-urutan kata yang digunakan menggambarkan urut-urutan yang makin lama makin meningkat, yaitu kulit menjadi putih dan terlihat cerah alami (data nomor 21); dari rambut menjadi indah, sehat, lembut, kemudian menjadi bercahaya (data nomor 25). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa gaya bahasa klimaks adalah gaya bahasa penegasan dengan menyatakan beberapa hal secara berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin memuncak pengertiannya. Pemakaian gaya bahasa klimaks dalam tuturan bahasa iklan produk kosmetik dimaksudkan pengiklan untuk mengungkapkan manfaat yang akan didapatkan konsumen apabila mengkonsumsi produk tersebut. Manfaat yang diperoleh pun tidak seperti manfaat yang biasa konsumen dapat bila mengkonsumsi produk sabun mandi dan pewarna rambut pada umumnya, namun di sini pengiklan mencoba meyakinkan konsumen dengan menggunakan urut-urutan manfaat yang disebutkan di atas yang tentunya dengan pemakaian gaya bahasa klimaks. Hal ini dilakukan untuk menarik perhatian konsumen. 3) Gaya Bahasa Polisidenton Hair Sense mengandung protein sutra berfungsi sebagai conditioner khusus yang menjaga rambut tetap sehat jadi tidak rusak dan menutup uban dengan sempurna. (Ks/ HS/ 23) Penyebutan beberapa hal secara berurutan seperti pada kalimat di atas dengan menggunakan tanda hubung merupakan wujud dari pemakaian gaya bahasa polisidenton. Gaya bahasa polisidenton adalah gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa benda, orang, hal atau keadaan secara berturutturut dengan memakai kata penghubung. Pemakaian gaya bahasa polisidenton dalam bahasa iklan produk kosmetik didasarkan pada kebutuhan pengiklan untuk menyampaikan keunggulan dan manfaat produk yang ditawarkan secara bersamaan. Pengiklan merasa perlu mengungkapkan keunggulan dan manfaat produk dengan cara menggabungkan keduanya, agar commit to user 80 81 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id konsumen mendapatkan pesan iklan secara utuh dan merasa mendapat nilai lebih apabila memakai produk tersebut. 4) Gaya Bahasa Metonimia Give White baru dengan ekstrak pepaya atau bengkoang dan vitamin A, B, C, E-nya bikin kulit kita sehat dan cerah alami. (Ks/ GW/ 22) Berkat Hair Sense sekarang rambutku indah, sehat, lembut, bercahaya, dan ubanku nggak ada lagi. (Ks/ HS/ 24) Kata yang dicetak miring merupakan merk produk yang diiklankan. Kedua tuturan di atas menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa metonimia. Gaya bahasa metonimia adalah gaya bahasa perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang digunakan atau dikerjakan, sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan. Pemakaian gaya bahasa metonimia dalam bahasa iklan produk kosmetik bertujuan untuk memberitahu kepada pendengar merk produk yang diiklankan dan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan konsumen dalam membedakan merk produk sabun mandi dan pewarna rambut dengan yang lainnya. 5) Gaya Bahasa Hiperbola Betul, putri lah wanita yang tercantik di dunia ini. (Ks/ HS/ 26) Kalimat yang dicetak miring di atas menunjukan adanya pemakaian gaya bahasa hiperbola. Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat pengertiannya untuk menyangatkan arti. Pemakaian gaya bahasa hiperbola dalam bahasa iklan produk kosmetik bertujuan untuk mengungkapkan manfaat yang diperoleh konsumen dengan memakai produk di atas. Pengungkapan tersebut pengiklan lakukan dengan memberikan permainan makna kata agar konsumen merasa mendapatkan sesuatu yang lebih pada produk tersebut. Selain itu, pemakaian gaya bahasa di atas akan menarik perhatian konsumen, terutama wanita usia dewasa yang telah beruban dan menginginkan rambutnya indah kembali. commit to user 81 82 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 6) Gaya Bahasa Sinekdhoke Totem Pro Parte Dapatkan Hair Sense di supermarket atau toko-toko terdekat. (Ks/ HS/ 27) Kalimat di atas memakai gaya bahasa sinekdhoke totem pro parte, yaitu gaya bahasa perbandingan yang melukiskan keseluruhan benda atau hal tetapi yang dimaksud sebagian. Kata supermarket dan toko hanya mengacu pada supermarket dan toko yang menjual produk yang diiklankan saja, bukan seluruh supermarket dan toko yang ada. Pemakaian gaya bahasa sinekdhoke totem pro parte dalam tuturan bahasa iklan produk kosmetik di atas mampu meyakinkan konsumen dalam mendapatkan produk yang diiklankan. d. Iklan Jasa Iklan Jasa merupakan iklan yang menawarkan layanan jasa atau service kepada masyarakat. Dalam penelitian ini iklan jasa yang dimaksud adalah iklan jasa pengobatan dan jasa peminjaman uang atau kredit. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan jasa meliputi iklan Tabib Ibu Rizal, iklan Tabib dr. Nita, MA., iklan BPR Trihasta Prasojo, iklan BPR weleri Makmur, iklan PT Sarana Insan Mandiri, dan iklan Altolud. Dalam iklan jasa, pemakaian gaya bahasa yang muncul meliputi gaya bahasa polisidenton, gaya bahasa sarkasme, gaya bahasa asidenton, gaya bahasa eksklamasio, gaya bahasa interupsi, gaya bahasa alusio, gaya bahasa alegori, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa metonimia, dan gaya bahasa tropen. Berikut ini penjelasan masing-masing pemakaian gaya bahasa iklan tersebut. 1) Gaya Bahasa Polisidenton Seperti tumor, kanker, kista, gula, jantung, kencing manis, kencing batu, maag, hipertensi, rematik, asam urat, strok, lemah syahwat, dan asma cukup sekali terapi langsung sembuh. (Js/ TIR/ 28) Kanker otak, tumor kandungan, kista, lumpuh, diabetes, ginjal, jantung koroner, dan penyakit lainnya. (Js/ TN/ 30) Ada juga nich kredit bidikan, kredit modal kerja, kredit konsumtif untuk barang-barang kebutuhan harian, dan ada juga kredit hajatan yang bebas bunga. (Js/ TP/ 33) Brunei membutuhkan tenaga perbengkelan, teknisi AC, sopir, commit to lain-lain. user restoran, kantor, sekertaris, dan (Js/ SIM/ 40) 82 83 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pada keempat data di atas menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa polisidenton. Kata hubung dan menjadi penanda adanya gaya bahasa tersebut. Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa benda, hal atau keadaan secara berurutan dengan memakai kata hubung adalah gaya bahasa polisidenton. Pemakaian gaya bahasa polisidenton dalam tuturan bahasa iklan jasa di atas, baik jasa pengobatan maupun jasa perkreditan, dimaksudkan untuk menyebutkan satu per satu jenis layanan yang ditawarkan pengiklan. 2) Gaya Bahasa Sarkasme Jam semene isih kemul sarung, klumbrak-klumbruk. (Js/ TN/ 29) Pada kalimat di atas penutur mengomentari secara langsung kepada lawan tutur perihal kelakuan si lawan tutur. Kata klumbrak-klumbruk hanya merupakan istilah dalam bahasa Jawa yang digunakan untuk menggambarkan pakaian kering yang habis dicuci tetapi belum dilipat dan dirapikan. Jika kalimat di atas diartikan dalam bahasa Indonesia, kurang lebih akan menjadi seperti ini, sudah jam segini masih berselimut sarung, seperti cucian yang belum dilipat. Bisa dikatakan kalimat di atas muncul adanya pemakaian gaya bahasa sarkasme yang dilakukan pengiklan. Gaya bahasa sarkasme adalah adalah gaya bahasa sindiran yang terkasar serta langsung menusuk perasaan. Pemakaian gaya bahasa sarkasme dalam tuturan iklan jasa di atas digunakan untuk mendukung cerita yang disusun pengiklan. Gaya bahasa sarkasme di atas mampu memberikan nilai rasa pada tuturan bahasa iklan, sehingga konsumen lebih tertarik untuk mendengarkannya. 3) Gaya Bahasa Asidenton Kanker payudara, keputihan separah apapun satu minggu sembuh total, ingin keturunan dua sampai tiga kali terapi langsung hamil. (Js/ TN/ 31) Fasilitas asuransi, asrama, tabungan TKI. (Js/ SIM/ 41) Penyebutan beberapa hal secara berurutan tanpa memakai tanda hubung seperti pada kedua data di atas disebut dengan gaya bahasa asidenton. Gaya bahasa asidenton adalah gaya bahasa penegasan yang menyebutkan commitsecara to userberturut-turut tanpa memakai kata beberapa benda, hal atau keadaan 83 84 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id penghubung. Gaya bahasa ini bisa dikatakan lawan dari gaya bahasa polisidenton. Gaya bahasa asidenton termasuk gaya bahasa penegasan yang cukup sering digunakan dalam bahasa-bahasa iklan karena lebih singkat dan padat. Sama halnya dengan kedua tuturan di atas, gaya bahasa asidenton digunakan untuk menyingkat pengucapan atau penyebutan beberapa hal atau layanan yang bisa diperoleh konsumen. 4) Gaya Bahasa Eksklamasio Wa…h Pak, kita butuh dana banyak lho, Pak. (Js/ TP/ 32) Wah, beruntung lho Mas Cahyo ini. (Js/ WM/ 35) Oow… sini to tempatnya. (Js/ SIM/ 38) Pemakaian gaya bahasa eksklamasio kembali muncul pada data di atas. Gaya bahasa eksklamasio merupakan gaya bahasa penegasan yang memakai kata-kata seru sebagai penegas. Kata seru oow dan wah pada konteks kalimat di atas digunakan penutur untuk menyatakan perasaan lega dan senang karena sudah menemukan sesuatu yang dicari-carinya, sedangkan kata wah pada data pertama digunakan untuk menegaskan perasaan bahagia campur bingung yang ingin disampaikan pengiklan dalam konteks iklan di atas. Rasa bahagia dan senang karena akan punya hajat, sedangkan rasa bingung karena harus mencari dana untuk hajatan tersebut. Pemakaian gaya bahasa eksklamasio dalam tuturan bahasa iklan jasa di atas dimaksudkan untuk mendukung pengungkapan maksud cerita yang disusun pengiklan. Selain itu, gaya bahasa tersebut sengaja dipakai pengiklan karena mampu menghilangkan kesan kaku dalam tuturan bahasa iklan di radio. 5) Gaya Bahasa Interupsi Mau nganter anakku, si Danang, masuk kuliah. (Js/ WM/ 34) Demikian tadi pengumuman khusus untuk Anda, yang siap menjadi kaya, dengan menjadi retailer pulsa HP Altolud. (Js/ ALT/ 44) Kata-kata yang dicetak miring pada data di atas mengindikasikan adanya pemakaian gaya bahasa interupsi. Gaya bahasa interupsi adalah gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan commit to user bagian kalimat sebelumnya. Bagian kalimat yang berbunyi yang siap menjadi 84 85 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kaya pada data tersebut digunakan untuk menerangkan bagian kalimat sebelumnya, yaitu kata Anda. Kata tersebut mengacu pada pendengar atau sasaran iklan yang merasa siap menjadi kaya dan produk ini siap untuk membantu mewujudkannya. Sama halnya dengan kata si Danang yang disisipkan pada kalimat pokok data pertama di atas, dimaksudkan untuk menegaskan atau menekankan pengertian dari kata sebelumnya, yaitu kata anakku. Bisa dikatakan penggunaan kata si Danang untuk menjelaskan nama anak penutur yang akan masuk kuliah seperti pada potongan kalimat iklan di atas. Pemakaian gaya bahasa interupsi dalam tuturan bahasa iklan jasa dapat memberikan tambahan informasi atau penjelas tuturan sebelumnya. Pengiklan merasa perlu memakai gaya bahasa interupsi karena kejelasan dan ketepatan maksud dapat tersampaikan kepada konsumen. 6) Gaya Bahasa Alusio Padahal anak saya juga pingin kuliah, tapi saya ini nggak gableg duit, blas. (Js/ WM/ 36) Penggunaan ungkapan dalam bahasa Jawa yang dicetak miring di atas jika diartikan dalam bahasa Indonesia kurang lebih memiliki arti kemudahan dan kelancaran memperoleh uang atau penghasilan. Ungkapan tersebut digunakan karena dirasa pengertiannya cocok untuk melukiskan perbuatan penutur atau untuk mengistilahkan sesuatu yang ada pada penutur. Kata-kata tersebut menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa alusio, yaitu gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan ungkapan peribahasa atau katakata yang artinya diketahui umum, seperti pada data di atas. Pemakaian gaya bahasa alusio dalam tuturan bahasa iklan jasa di atas dipilih dengan alasan gaya bahasa tersebut mampu menampilkan istilah atau perumpamaan yang sekiranya cocok dan sesuai dengan jenis produk yang diiklankan atau kebutuhan pengiklan. commit to user 85 86 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 7) Gaya Bahasa Alegori Mas Suryo, pendidikan itu investasi masa depan. (Js/ WM/ 37) Kata pendidikan pada kalimat di atas diibaratkan seperti investasi atau tabungan untuk masa depan seseorang. Pendidikan diperbandingkan dengan suatu hal secara keseluruhan dan utuh. Perbandingan yang memperlihatkan suatu perbandingan utuh dan membentuk kesatuan yang utuh merupakan pengertian dari gaya bahasa alegori. Dalam kalimat diatas penggunaan gaya bahasa alegori ditunjukkan dengan kata-kata yang dicetak miring, yaitu pendidikan itu investasi masa depan. Pemakaian gaya bahasa alegori dalam tuturan bahasa iklan jasa di atas didasarkan pada kebutuhan pengiklan untuk menyampaikan pesan iklan dalam bentuk perbandingan. Dengan perbandingan tersebut, pengiklan secara tidak langsung telah memberikan gambaran atau pemahaman lebih dan utuh kepada konsumennya. 8) Gaya Bahasa Klimaks Aman, nyaman, mandiri, sejahtera. (Js/ SIM/ 39) Pada data di atas diutarakan beberapa hal secara berurutan dari hal yang pengertiannya sederhana hingga hal yang pengertiannya lebih meningkat, yaitu mulai dari kata aman, nyaman, mandiri, kemudian sejahtera. Hal tersebut menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa klimaks, yaitu gaya bahasa penegasan dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin memuncak. Kata aman diartikan dengan suatu keadaan yang bebas gangguan, sedangkan kata nyaman diartikan suatu keadaan yang tanpa gangguan, bisa membuat perasaan tenang dan enak. Urutan kata berikutnya, yaitu kata mandiri dan sejahtera. Kata mandiri memiliki arti lebih meningkat lagi dari dua kata sebelumnya, yaitu suatu keadaan yang tanpa bantuan orang lain mampu mencukupi diri sendiri atau mampu menciptakan suatu karya atau usaha sendiri; sedangkan kata sejahtera berarti suatu keadaan hidup yang aman, nyaman, sentosa, makmur, dan bahagia. Pemakaian gaya bahasa klimaks dalam tuturan bahasa iklan jasa di atas bertujuan untuk commit to user 86 87 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menyampaikan manfaat-manfaat yang akan diperoleh konsumen dengan mengikuti program atau layanan jasa yang ditawarkan pengiklan. 9) Gaya Bahasa Tropen Menjadi retailer pulsa HP adalah jalan paling cepat dan nyaman untuk hidup lebih nyaman dan jadi kaya. (Js/ ALT/ 42) Penggunaan kata retailer berarti pedagang eceran, yang pada data di atas adalah berjualan pulsa. Dalam pengklasifikasian jenis-jenis gaya bahasa, hal ini termasuk dalam pemakaian gaya bahasa tropen. Gaya bahasa tropen adalah gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan memperbandingkan suatu pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata yang mengandung pengertian yang sejalan dan sejajar. Pemakaian gaya bahasa tropen dalam bahasa iklan jasa dipilih pengiklan untuk menggantikan istilah atau sebutan yang sudah biasa digunakan dengan istilah atau sebutan yang baru tanpa mengurangi arti dengan istilah yang lama. Hal ini dimaksudkan guna menghindari kebosanan dan kemonotonan gaya penyampaian iklan. 10) Gaya Bahasa Metonimia Sekarang telah hadir Altolud untuk membantu Anda jadi kaya dan lebih nyaman. (Js/ ALT/ 43) Kata Altolud pada kalimat di atas merupakan nama jasa yang ditawarkan. Penggunaan nama jasa pada data tersebut digunakan untuk mengasosiasikan produk yang digunakannya atau produk yang ditawarkan pengiklan. Pemakaian nama jasa ini mengindikasikan adanya penggunaan gaya bahasa metonimia, yaitu gaya bahasa perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang digunakan atau dikerjakan, sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan. Pemakaian gaya bahasa metonimia dalam tuturan bahasa iklan jasa dimaksudkan untuk kemudahan dalam pengucapan atau penyampaian jenis jasa kepada konsumen. commit to user 87 88 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e. Iklan Produk Obat Iklan produk obat merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk obat. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk obat ada tiga, yaitu iklan Bio Activa, iklan Hemaviton Jreng, dan iklan Paramex. Dalam iklan produk obat, pemakaian gaya bahasa yang muncul meliputi gaya bahasa interupsi, gaya bahasa polisidenton, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa asidenton, dan gaya bahasa hiperbola. Berikut ini penjelasan masing-masing pemakaian gaya bahasa iklan tersebut. 1) Gaya Bahasa Interupsi Bio Activa dibuat dari daun-daun herbal terbaik, ramuan tradisional Kalimantan yang sudah terkenal khasiatnya. (Ob/ BA/ 45) Bagian akhir dari kalimat di atas merupakan penjelas dari bagian kalimat pokoknya atau kalimat sebelumnya, yaitu Bio Activa. Dengan mengacu pada keterangan tersebut, bisa dikatakan bahwa data tersebut mengandung pemakaian gaya bahasa interupsi. Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan di dalam kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya adalah pengertian dari gaya bahasa interupsi. Pemakaian gaya bahasa interupsi dalam tuturan bahasa iklan produk obat di atas didasarkan pada keinginan pengiklan untuk menjelaskan lebih detail produk yang ditawarkannya. Selain itu, gaya bahasa ini pengiklan gunakan untuk memudahkan konsumen memahami jenis obat yang diiklankannya agar tidak takut dan was was untuk mengkonsumsinya. 2) Gaya Bahasa Polisidenton Bio Activa terbukti sudah banyak menolong penderita diabetes, asam urat, kolesterol, rematik, kanker, darah tinggi, maag, dan masih banyak lagi. (Ob/ BA/ 46) Kata hubung dan pada data di atas merupakan kata hubung yang menggabungkan penyebutan beberapa hal secara berurutan. Hal itu menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa polisidenton, yaitu gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa commit to userbenda, hal atau keadaan secara 88 89 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id berurutan dengan menggunakan kata hubung. Pemakaian gaya bahasa polisidenton dalam tuturan bahasa iklan produk obat bertujuan untuk menyebutkan satu per satu keunggulan dari produk, yakni obat yang ditawarkan, dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Penyebutan ini, menurut informan, sangat diperlukan oleh konsumen guna mengetahui kegunaan apa saja atau penyakit apa saja yang bisa disembuhkan oleh obat tersebut. 3) Gaya Bahasa Metonimia Kalau haus minum Jreng. (Ob/ HJ/ 47) Paramex cepat sembuhkan sakit kepala. (Ob/ PRX/ 50) Kata Jreng dan Paramex pada kalimat di atas merupakan sebutan merk produk yang ditawarkan. Pemakaian merk dagang tersebut mengindikasikan adanya penggunaan gaya bahasa metonimia, yaitu gaya bahasa perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang digunakan atau dikerjakan, sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan. Pemakaian gaya bahasa metonimia dalam tuturan bahasa iklan produk obat didasarkan pada keinginan pengiklan agar merk dagang atau nama produknya lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan menyebutkan merk dagang secara langsung dan diikuti dengan keunggulan dan manfaatnya, pengiklan akan lebih mudah untuk menarik perhatian pembeli atau konsumen. 4) Gaya Bahasa Asidenton Jreng original dengan energi vitamin C8, Jreng Lemon, Jreng Mangga, Jreng Anggur. (Ob/ HJ/ 48) Penyebutan beberapa hal secara berurutan tanpa memakai tanda hubung seperti pada data di atas disebut dengan gaya bahasa asidenton. Gaya bahasa ini bisa dikatakan lawan dari gaya bahasa polisidenton. Gaya bahasa asidenton termasuk gaya bahasa penegasan yang cukup sering digunakan dalam bahasa-bahasa iklan karena lebih singkat dan padat. Pemakaian gaya bahasa asidenton dalam tuturan bahasa iklan produk obat, khususnya iklan commitsebuah to userjingle di atas, dimaksudkan untuk Hemaviton Jreng yang berbentuk 89 90 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memudahkan pengiklan dalam pengucapan bunyinya. Gaya bahasa tersebut digunakan iklan Hemaviton Jreng hanya untuk menyebutkan aneka rasa dari produk tersebut, sehingga pengiklan menganggap gaya bahasa tersebut tepat dan sesuai dengan keinginan pengiklan. 5) Gaya Bahasa Hiperbola Sakit kepalaku, mau pecah… rasanya. (Ob/ PRX/ 49) Kalimat sakit kepalaku, mau pecah… rasanya yang dicetak miring di atas menunjukan adanya pemakaian gaya bahasa hiperbola. Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat pengertiannya untuk menyangatkan arti. Kalimat di atas ingin menggambarkan keadaan seseorang yang sedang merasakan sakit kepala yang teramat sakit, sehingga penggunaan kata kepalaku mau pecah dianggap cukup mampu mengutarakan maksud pengiklan. Pemakaian gaya bahasa hiperbola dalam tuturan bahasa iklan produk obat di atas secara tidak langsung mampu menyampaikan keunggulan dari produk obat yang ditawarkan, yakni obat Paramex. Keunggulan yang dimaksud adalah obat Paramex mampu menyembuhkan sakit kepala yang terasa amat sakit apabila konsumen merasa sakit kepala yang dideritanya tersebut seakan-akan mau pecah. f. Iklan Produk Kebersihan Iklan produk kebersihan merupakan iklan yang menawarkan barang- barang atau alat-alat untuk kebersihan. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk kebersihan ada dua, yaitu iklan Mama Lemon dan iklan Soklin Softergent. Dalam iklan produk obat, pemakaian gaya bahasa yang muncul meliputi gaya bahasa asidenton dan gaya bahasa metafora. Berikut ini penjelasan masing-masing pemakaian gaya bahasa iklan tersebut. 1) Gaya Bahasa Asidenton Tapi ini lemak soto, lemak rendang, lemak sate, lemak tongseng, lemak sambel, lemak gorengan, commit to lemak user bakso. (Kb/ ML/ 51) 90 91 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Penyebutan beberapa hal secara berurutan tanpa memakai tanda hubung seperti pada data di atas disebut dengan gaya bahasa asidenton. Gaya bahasa asidenton termasuk gaya bahasa penegasan yang cukup sering digunakan dalam bahasa-bahasa iklan karena lebih singkat dan padat. Data di atas merupakan tuturan yang diambil dari tuturan bahasa iklan produk kebersihan, yakni iklan Mama Lemon yang berbentuk dialog. Berdasar pada bentuk penyampaian dari iklan tersebut, pengiklan menggunakan gaya bahasa asidenton untuk menyebutkan kotoran dari jenis makanan apa saja yang mampu dibersihkan oleh produk sabun cuci tersebut. Selain itu, gaya bahasa ini secara tidak langsung akan memberikan keyakinan kepada konsumen terhadap kehebatan produk sabun cuci yang diiklankan. 2) Gaya Bahasa Metafora Habis, lembutnya handuk ini kayak dipeluk Mama lho. (Kb/ SKS/ 52) Pemakaian gaya bahasa metafora ditunjukkan pada kata-kata yang dicetak miring pada data di atas. Gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir sama. Pada tuturan kalimat data nomor 52 di atas, kelembutan handuk yang dicuci dengan produk kebersihan sabun cuci Soklin Softergent diasosiasikan atau disamakan dengan kelembutan pelukan seorang mama. Pemakaian gaya bahasa metafora dalam tuturan bahasa iklan produk kebersihan di atas, tepatnya iklan Soklin Softergent, dipilih pengiklan dengan alasan gaya bahasa tersebut mampu memberikan pemahaman manfaat produk atau ketersampaian pesan iklan tersebut dapat tercapai melalui perbandingan yang digunakan pengiklan. Gaya bahasa ini lebih mudah untuk mempengaruhi konsumen agar memakai produk yang ditawarkannya. g. Iklan Produk Pakaian dan Asesoris Iklan produk pakaian dan asesoris merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk pakaian dan asesoris. Iklan-iklan yang commitinito ada userdua, yaitu iklan Arco Baleno dan termasuk dalam kategori iklan produk 91 92 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id iklan Optik Pranoto. Dalam iklan produk pakaian dan asesoris, pemakaian gaya bahasa yang muncul meliputi gaya bahasa alusio, gaya bahasa metonimia, gaya bahasa eksklamasio, dan gaya bahasa polisidenton. Berikut ini penjelasan masingmasing pemakaian gaya bahasa iklan tersebut. 1) Gaya Bahasa Alusio Uu…uh, istriku yang hamil muda. (Pk/ AB/ 53) Ungkapan atau idiom hamil muda pada data di atas memiliki maksud kehamilan yang masuk usia muda, sekitar 1-3 bulan. Pemakaian ungkapan di atas menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa alusio. Gaya bahasa alusio adalah gaya bahasa perbandingan yang menggunakan ungkapan peribahasa, atau kata-kata yang artinya diketahui umum. Gaya bahasa alusio digunakan pengiklan dalam tuturan bahasa iklan produk kebersihan dengan alasan gaya bahasa tersebut dapat menampilkan istilah atau perumpamaan yang sekiranya cocok dan sesuai dengan jenis produk yang diiklankan atau kebutuhan pengiklan. 2) Gaya Bahasa Metonimia Tapi, nama anak kita sama Arco Baleno itu hubungannya apa, Mas? (Pk/ AB/ 54) Penyebutan Arco Baleno pada kalimat di atas merupakan sebutan merk yang ditawarkan. Pemakaian merk dagang tersebut mengindikasikan adanya penggunaan gaya bahasa metonimia, yaitu gaya bahasa perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang digunakan atau dikerjakan, sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan. Pemakaian gaya bahasa metonimia dalam tuturan bahasa iklan produk pakaian didasarkan pada keinginan pengiklan agar merk dagang atau nama produknya lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan menyebutkan merk dagang secara langsung dan diikuti dengan keunggulan dan manfaatnya, pengiklan akan lebih mudah untuk menarik perhatian pembeli atau konsumen. commit to user 92 93 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Gaya Bahasa Eksklamasio O…h, indah sekali. (Pk/ AB/ 55) Penggunaan kata o…h pada data di atas dimaksudkan untuk menegaskan atau menggambarkan perasaan senang dan takjub terhadap suatu hal. Kata tersebut menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa eksklamasio. Gaya bahasa eksklamasio adalah gaya bahasa penegasan yang memakai katakata seru sebagai penegas. Pemakaian gaya bahasa eksklamasio dalam tuturan bahasa iklan produk pakaian di atas dimaksudkan untuk mendukung pengungkapan maksud cerita yang disusun pengiklan. Selain itu, gaya bahasa tersebut sengaja dipakai pengiklan karena mampu menghilangkan kesan kaku dalam tuturan bahasa iklan yang berbentuk dialog di radio. 4) Gaya Bahasa Polisidenton Ditunjang laboratorium modern, menerima resep dokter, askes, dan jamsostek. (Pk/ OP/ 56) Kata dan pada kalimat di atas merupakan kata hubung yang menggabungkan penyebutan beberapa hal secara berurutan, sehingga menjadi penanda adanya pemakaian gaya bahasa polisidenton. Pemakaian gaya bahasa polisidenton dalam tuturan bahasa iklan produk asesoris, yakni iklan Optik Pranoto, bertujuan untuk menyebutkan satu per satu keunggulan dari produk, yakni layanan yang ditawarkan, dalam memberikan berbagai pelayanan kepada konsumen. Penyebutan ini, menurut informan, sangat diperlukan oleh konsumen guna mengetahui fasilitas atau keuntungan apa saja yang bisa diperoleh dengan menggunakan produk ini. h. Iklan Produk Kendaraan Iklan produk kendaraan merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk kendaraan. Iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk ini hanya ada satu, yaitu iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup. Dalam iklan tersebut muncul satu jenis gaya bahasa, yaitu gaya bahasa metonimia. commit to user 93 94 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1) Gaya Bahasa Metonimia Dalam iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup hanya memunculkan satu macam pemakaian gaya bahasa, yaitu gaya bahasa metonimia. Gaya bahasa metonimia adalah gaya bahasa perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang digunakan atau dikerjakan, sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan. Untung ada Pusat Jaya. (Kd/ PJ/ 57) Penyebutan Pusat Jaya pada data di atas merupakan nama merk dagang produk yang diiklankan pengiklan yang menunjukkan adanya pemakaian gaya bahasa metonimia. Penyebutan merk dagang secara langsung ini dimaksudkan agar masyarakat atau sasaran iklan dapat cepat dan mudah mengingat nama merk yang ditawarkan. Dari hasil analisis pemakaian gaya bahasa dalam bahasa iklan komersial di radio menunjukkan bahwa gaya bahasa-gaya bahasa yang sering digunakan atau sering muncul dalam bahasa iklan komersial tersebut meliputi: gaya bahasa metonimia, gaya bahasa polisidenton, gaya bahasa asidenton, gaya bahasa eksklamasio, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa interupsi, gaya bahasa hiperbola, dan gaya bahasa alusio. Pemakaian gaya bahasa-gaya bahasa tersebut dikarenakan gaya bahasa di atas mampu memberikan nilai rasa bahasa tersendiri dalam iklan dan mampu memunculkan makna pesan yang disampaikan pengiklan, baik langsung maupun tak langsung. 3. Wujud Campur Kode Campur kode adalah fenomena pencampuran bahasa kedua ke dalam bahasa pertama, pencampuran bahasa asing atau daerah ke dalam struktur bahasa ibu baik dalam tingkat kata, frasa, klausa, idiom, maupun sapaan. Penganalisisan campur kode dalam iklan komersial di bawah ini dilakukan berdasarkan pada klasifikasi iklan sebelumnya. Analisis campur kode terhadap data iklan komersial di radio dapat dijelaskan sebagai berikut. commit to user 94 95 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a. Iklan Produk Properti Iklan produk properti merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk properti, seperti meja, kursi, dan perabot rumah lainnya. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan properti terdiri dari iklan Colombus, iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi, Iklan Meubel Jempol, dan iklan Margo Murah Baru. 1) Iklan Toko Colombus Dalam iklan Toko Colombus terdapat tiga macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK), campur kode baster (CKB), dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Data di bawah ini menunjukkan adanya campur kode yang berwujud kata. Eh Bu, kok perabotane dari dulu kok nggak ganti-ganti to, Bu. I…ih, kuno banget lho, Bu. (CKK 2) Pokokmen, Bu Dini tu kalo pengen apa-apa ya, datang aja ke Colombus. (CKK 4) Cash atau kredit. (CKK 5) Makanya, segera kunjungi showroom Colombus Jalan Lawu No. 31 Karanganyar telp. 7006760 atau Jalan Honggowongso No. 97 Pasar Kembang Solo telp. 719837, tepatnya utara Pasar Kembang. (CKK 6) Sales kami akan datang untuk isi aplikasi yang Anda inginkan. (CKK 7) Bahasa dasar: Bahasa Indonesia Pada kalimat di atas terjadi penyisipan kata nggak, banget, pingin dan partikel kok, to dan lho. Penyisipan kata dan partikel yang diambil dari bahasa Jawa dan dialek Jakarta di atas termasuk dalam kategori campur kode yang bersifat ke dalam. Peristiwa campur kode di atas dimaksudkan untuk menciptakan suasana tuturan yang luwes, santai, dan commit to user akrab. 95 96 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Selain campur kode ke dalam, data di atas juga menampilkan campur kode ke luar, yaitu pada data nomor 5, 6, dan 7. Penyisipan katakata bahasa Inggris seperti cash, showroom, dan sales yang dalam bahasa Indonesia berturut-turut memiliki arti tunai, tempat untuk memamerkan barang jualan, dan penjual merupakan peristiwa campur kode yang bersifat ke luar. Penggunaan unsur-unsur tersebut dimaksudkan untuk bergengsi, memberikan kesan modern, dan menarik perhatian pendengar iklan. b) Campur kode yang berwujud baster Baster adalah hasil perpaduan dua unsur bahasa yang membentuk satu makna. Campur kode yang berwujud baster ditunjukkan pada data di bawah ini. Eh Bu, kok perabotane dari dulu kok nggak ganti-ganti to, Bu. (CKB 1) Pokokmen, Bu Dini tu pengen apa-apa ya, datang aja ke Colombus. (CKB 3) Bahasa dasar : Bahasa Indonesia Kata perabotane dan pokokmen pada data di atas merupakan wujud baster. Serpihan unsur bahasa Jawa {-ne} dan {-men}, yang dalam bahasa Indonesia tidak ada padanannya, terpengaruh oleh dialek Jawa. Peristiwa campur kode bahasa Jawa ini termasuk dalam campur kode yang bersifat ke dalam. Peristiwa campur kode di atas dimaksudkan untuk menciptakan suasana tuturan yang luwes, santai, dan akrab. c) Campur kode yang berwujud frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Campur kode yang berwujud frasa dapat dilihat pada data berikut ini. Ada double bonus lho dari Colombus yang terlengkap, terjangkau, tercepat, terbaik, dan terjamin. (CKF 8) Bahasa dasar : Bahasa Indonesia Penggunaan frasa bahasa Inggris double bonus dalam bahasa Indonesia memiliki arti tambahan ganda. Campur kode ini termasuk commit to user campur kode yang bersifat ke luar. Penggunaan unsur bahasa Inggris ini 96 97 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dimaksudkan untuk kemantapan dan ketepatan arti yang dimaksud dalam suatu tuturan. 2) Iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi Dalam iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi terdapat dua macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK) dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Campur kode yang berwujud kata ditampilkan pada data di bawah ini. Selain ahli bikin kanopi dan besi tempa, juga ahli mengerjakan relling tangga dan balkon, pagar, pintu, tralis. (CKK 9) Bahasa dasar: bahasa Indonesia Kata yang dicetak miring di atas merupakan pungutan dari bahasa Inggris, yang secara harfiah berarti menggerakkan. Namun, kata di atas secara keseluruhan memiliki makna tangga lipat. Pencampuran unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia (bahasa ibu) tersebut masuk dalam campur kode yang bersifat ke luar dan pencampuran ini didasari pada faktor keinginan pengiklan untuk menciptakan kesan modern pada tuturannya. b) Campur kode yang berwujud frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Data di bawah ini menunjukkan adanya campur kode yang berwujud frasa. Pokoknya, semuanya dech yang berhubungan dengan stainless steel. (CKF 10) Bahasa dasar: bahasa Indonesia Frasa stainless steel merupakan pungutan dari bahasa Inggris. Frasa tersebut jika dijabarkan terdiri dari kata stainless berarti tidak dapat berkarat dan steel berarti besito (dalam commit user bahasa Indonesia), sehingga 97 98 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id stainless steel bisa diartikan besi yang tidak mudah atau tidak dapat berkarat. Penggunaan frasa dari bahasa asing tersebut dilatari faktor keinginan pengiklan untuk menggunakan suatu kata atau ungkapan yang tepat arti dan menciptakan kesan modern. Pencampuran kode di atas termasuk dalam campur kode yang bersifat ke luar. 3) Iklan Meubel Jempol Dalam iklan Meubel Jempol terdapat dua macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK) dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Wa…h, habis dapat arisan ni, Kang. Pengen beli tempat tidur baru. (CKK 11) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Data di atas menunjukkan adanya campur kode yang berwujud kata. Kata panggilan Kang dan kata pengen di atas merupakan kata atau unsur dari bahasa Jawa. Kata panggilan Kang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan ‘kakak laki-laki, saudara laki-laki’; sedangkan kata pengen sama maknanya dengan kata ingin. Campur kode yang unsurnya diambil dari bahasa daerah termasuk dalam campur kode yang bersifat ke dalam. Penggunaan kata-kata tersebut dimaksudkan untuk memunculkan suasana tuturan yang kedaerahan, komunikasi yang dilakukan antara pembicara atau pelaku iklan menjadi lebih santai dan akrab di telinga pendengar atau sasaran iklan. Hal ini, juga mendukung pemahaman pendengar akan alur cerita iklan atau pesan yang ingin disampaikan pengiklan. Loh, maksudmu opo Kang? (CKK 12) Wis akeh tonggo-tonggone dhewe sing keno tipu sales gadungan. (CKK 13) Wo…a meyakinkan tenan lho penampilane. (CKK 14) Bahasa dasar: bahasa Jawa Ketiga data di atas memiliki bahasa dasar berupa bahasa Jawa. Unsur-unsur yang dicampur dalam tuturan di atas berupa bahasa commit to usermaksudmu, tipu, dan gadungan Indonesia dan bahasa Inggris. Kata 98 99 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dipungut dari bahasa Indonesia, sedangkan kata sales, yang berarti penjual, dipungut dari bahasa Inggris. Penggunaan kata-kata tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan kesan metropolitan, modern, dan kemantapan maksud pengiklan yang disampaikan. b) Campur kode yang berwujud frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Data di bawah ini menunjukkan adanya campur kode yang berwujud frasa. Nganggo surat pengantar, barang. (CKF 15) Soko ndhek mbiyen sampe sak iki sing jenenge Toko Meubel Jempol di semua cabang lan kota ora pernah dodolan secara door to door. (CKF 16) Bahasa dasar: bahasa Jawa Frasa surat pengantar dan di semua cabang diambil dari bahasa Indonesia. Frasa tersebut digunakan dalam tuturan bahasa Jawa dengan maksud untuk ketepatan arti kata yang ingin disampaikan. Pencampuran kode di atas merupakan campur kode yang bersifat ke dalam. Frasa door to door diambil dari bahasa Inggris yang berarti mendatangi dari rumah ke rumah. Frasa ini digunakan dengan maksud untuk menimbulkan kesan modern dan kemantapan maksud yang diinginkan. Pencampuran di atas termasuk dalam campur kode ke luar. 4) Iklan Margo Murah Baru Dalam iklan Margo Murah Baru terdapat dua macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK) dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Data yang menampilkan campur kode yang berwujud kata dapat dilihat pada data di bawah ini. Mumpung ada penawaran commitspesial. to user(CKK 19) 99 100 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bahasa dasar : bahasa Indonesia Tuturan kalimat berbahasa dasar Indonesia di atas menampilkan adanya campur kode ke dalam. Pencampuran tersebut ditunjukkan dengan kata mumpung yang diambil dari bahasa Jawa. Kata tersebut memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia, yakni selagi. Penggunaan kata mumpung di atas oleh pengiklan dimaksudkan untuk menciptakan suasana tuturan yang kedaerahan. b) Campur kode yang berwujud frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Frasa spring bed pada data di bawah ini dipungut dari bahasa Inggris. Frasa tersebut berarti tempat tidur. Hah, spring bed?! (CKF 18) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Pencampuran unsur bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia di atas termasuk dalam campur kode yang bersifat ke luar. Pencampuran tersebut dimaksudkan untuk bergengsi, kemantapan maksud tuturan pengiklan, dan menciptakan kesan modern. b. Iklan Produk Makanan Iklan produk makanan merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk makanan. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk makanan meliputi iklan Kecap Teh Cap Nyapu Pekalongan, iklan Sirup Niki Sari, dan iklan Ale-Ale. 1) Iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan Dalam iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan hanya ada satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentukbentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. commit usersuami. (CKK 20) Denger-denger, kok rame terustosama 100 101 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Hush, bukan itu maksudku. (CKK 21) Kalo itu sich gampang, Bu. (CKK 22) Coba dech, pasti nyes. (CKK 23) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Penggunaan kata denger-denger, rame, hush, gampang, dan nyes di atas dipungut dari bahasa Jawa. Pemakaian kata denger-denger, rame, dan gampang disebabkan faktor keinginan pengiklan untuk memunculkan komunikasi yang bersifat kedaerahan, santai, dan mudah dipahami. Sementara itu, kata hush dan nyes dimasukkan dalam tuturan berbahasa dasar bahasa Indonesia di atas disebabkan dalam bahasa Indonesia tidak ada padanan kata yang sesuai dengan kata-kata tersebut. Dengan kata lain, kata tersebut digunakan untuk ketepatan arti atau ungkapan perasaan yang ingin pengiklan hadirkan dalam tuturan iklannya. 2) Iklan Sirup Niki Sari Dalam iklan Sirup Niki Sari hanya ada satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Campur kode yang muncul pada data di bawah ini merupakan campur kode yang bersifat ke luar. Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentukbentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Frambors, jeruk, mocca, rosemelon.(CKK24) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata rosemelon merupakan kata yang menunjukkan pencampuran tersebut. Kata yang dipungut dari bahasa Inggris di atas memiliki arti dalam bahasa Indonesia. Pencampuran di atas didasarkan pada keinginan untuk sekedar bergengsi dan memberi kesan metropolitan. 3) Iklan Ale-Ale Dalam iklan Ale-Ale terdapat dua macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK) dan campur kode klausa (CKKl). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. commit to user 101 102 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a) Campur kode yang berwujud kata Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Campur kode yang berwujud kata pada data di bawah ini termasuk dalam campur kode yang bersifat ke luar. Ada orange, strawberry, dan apel fuji.(CKK 25) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Pencampuran tersebut ditandai dengan adanya kata orange dan strawberry. Kedua kata tersebut dalam bahasa Indonesia sama maknanya dengan kata jeruk dan stroberi. Pencampuran di atas didasarkan pada faktor gengsi, metropolitan, dan modern. b) Campur kode yang berwujud klausa Klausa adalah suatu konstruksi (bangunan) yang sekurangkurangnya terdiri atas unsur subjek-predikat. Data di bawah ini merupakan data yang menunjukkan adanya campur kode yang berwujud klausa. Ale-Ale terbukti sebagai minuman Indonesia dan branch a world. (CKKl 26) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Pencampuran kode di atas ditunjukkan dengan klausa yang dipungut dari bahasa Inggris, yakni klausa branch a world. Klausa tersebut mempunyai makna merk dagang yang telah diakui semua negara. Pencampuran kode tersebut termasuk dalam campur kode ke luar yang disebabkan faktor gengsi dan menciptakan kesan modern. c. Iklan Produk Kosmetik Iklan produk kosmetik merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk kosmetik atau kecantikan. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk kosmetik ada dua, yakni iklan New Give White dan iklan Hair Sense. commit to user 102 103 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1) Iklan New Give White Dalam iklan New Give White ada dua macam campur kode, yaitu campur kode frasa (CKF) dan campur kode kata (CKK). Penjelasan masingmasing campur kode dapat dilihat pada uraian di bawah ini. a) Campur kode yang berwujud frasa Moisturewhite-nya melembapkan plus bikin kulit kita putih tapi nggak kering. (CKF 27) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Frasa moisturewhite dipungut dari bahasa Inggris yang berarti pelembap yang memutihkan. Frasa asing di atas digunakan karena faktor ketepatan arti tuturan, sekedar gengsi dan menciptakan kesan modern. Pencampuran di atas termasuk dalam campur kode ke luar. b) Campur kode yang berwujud kata Kata plus merupakan kata dari bahasa Inggris yang berarti tambah. Kata plus disebabkan faktor gengsi dan memunculkan kesan modern. Pencampuran di atas termasuk dalam campur kode ke luar. Moisturewhite-nya melembapkan plus bikin kulit kita putih tapi nggak kering. (CKK 28) Bahasa dasar : bahasa Indonesia 2) Iklan Hair Sense Dalam iklan Hair Sense juga hanya ada satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Kata conditioner termasuk kata dari bahasa Inggris yang berarti pengkondisi atau sesuatu yang bisa digunakan untuk merawat. Hair Sense mengandung protein sutra berfungsi sebagai conditioner khusus yang menjaga rambut tetap sehat, jadi tidak rusak dan menutup uban dengan sempurna. (CKK 28) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata conditioner disebabkan faktor keinginan pengiklan untuk menggunakan kata yang dirasa mantap dengan maksud tuturan iklan, sekedar commit to user 103 104 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id gengsi, dan memunculkan kesan modern. Pencampuran di atas termasuk dalam campur kode ke luar. d. Iklan Jasa Iklan jasa merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk- produk berupa layanan jasa. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan jasa di antaranya iklan Tabib Ibu Rizal, iklan BPR Trihasta Prasojo, iklan BPR Weleri Makmur, iklan PT Sarana Insan Mandiri, dan iklan Altolud. 1) Iklan Tabib Ibu Rizal Dalam iklan Ale-Ale hanya terdapat satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Sakit nich senut…senut… (CKK 29) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata senut adalah kata dalam bahasa Jawa yang digunakan oleh seseorang untuk mengungkapkan rasa sakit. Kata tersebut tidak memiliki padanan kata yang lain dalam bahasa Indonesia. Penggunaan unsur itu hanya untuk menyangatkan pesan atau ucapan yang disampaikan pengiklan. Pencampuran kata senut dalam tuturan yang berbahasa dasar bahasa Indonesia di atas dilatarbelakangi oleh faktor ketidakadaan padanan kata dalam bahasa Indonesia. Campur kode pada data di atas termasuk dalam campur kode yang bersifat ke dalam. 2) Iklan BPR Trihasta Prasojo Dalam iklan BPR Trihasta Prasojo terdapat tiga macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK), campur kode baster (CKB), dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata to user Buat mantu. (CKK commit 31) 104 105 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id A…h Bapak iki, apa-apa kok andalane BPR Trihasta Prasojo. (CKK 32) Bapak itu bener, Buk. (CKK 34) Jangan-jangan syarate angel. (CKK 35) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Penggunaan kata mantu, iki, bener, dan angel merupakan kata-kata yang diambil dari bahasa Jawa. Di dalam bahasa Indonesia, kata-kata tersebut sama maknanya dengan kata punya hajat, ini, benar, dan sulit. Pencampuran unsur suatu bahasa yang diambil dari bahasa daerah termasuk dalam campur kode ke dalam. Percampuran kata-kata tersebut dengan maksud ingin memunculkan suasana akrab dan santai antara pelaku-pelaku iklan, yaitu antaranggota keluarga. Pencampuran kode yang bersifat ke dalam di atas disebabkan faktor keinginan untuk memunculkan suasana kedaerahan dalam tuturan yang disampaikan pengiklan. b) Campur kode yang berwujud baster Baster adalah hasil perpaduan dua unsur bahasa yang membentuk satu makna. Campur kode yang berwujud baster ditunjukkan pada data di bawah ini. A…h Bapak iki, apa-apa kok apa-apa kok andalane BPR Trihasta Prasojo. (CKB 33) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata andalane di atas merupakan perpaduan dua unsur bahasa dari dua bahasa yang berbeda, yakni bahasa Indonesia (kata andalan) dan bahasa Jawa (akhiran /e/). Kata tersebut jika ditulis dalam penulisan yang baku seharusnya berbunyi andalannya. Pencampuran kode yang bersifat ke dalam di atas dilatarbelakangi oleh faktor keinginan pengiklan untuk menciptakan suasana tuturan yang kedaerahan dan terdengar lebih luwes. c) Campur kode yang berwujud frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Frasa dari bahasa asing yang muncul pada data di bawah ini memiliki padanan makna commit to user dengan kata ayo dalam bahasa Indonesia. 105 106 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kalau gitu let’s go yo, Pak ke BPR Trihasta Prasojo. (CKF 36) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Frasa let’s go mengindikasikan sebuah ajakan dengan penuh semangat terhadap suatu hal oleh penutur kepada mitra tutur. Frasa tersebut menunjukkan pencampuran kode yang bersifat ke luar yang dimaksudkan untuk memberikan kesan modern dan sekedar gengsi. 3) Iklan BPR Weleri Makmur Dalam iklan BPR Weleri Makmur terdapat dua macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK), campur kode baster (CKB), dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Monggo Mas Suryo. (CKK 37) Padahal anak saya juga pengen kuliah, tapi saya ini nggak gableg duit, blas. (CKK 38) Kayak aku, kredit di BPR Weleri Makmur. (CKK 39) Lha, BPR Weleri Makmur kuwi alamate mana to, Mas? (CKK 40) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Pencampuran kode berwujud kata pada data di atas termasuk campur kode yang bersifat ke dalam. Kata monggo, pengen, blas, dan kuwi dipungut dari bahasa Jawa; sedangkan kata kayak dipungut dari bahasa Betawi. Kata-kata tersebut secara berurutan memiliki padanan makna dengan kata silahkan, ingin, sama sekali, seperti, dan itu dalam bahasa Indonesia. Pencampuran kode di atas dilatarbelakangi faktor keinginan untuk menghormati mitra tuturnya, ketidakadaan padanan kata, ketepatan maksud sebuah kata, dan memunculkan suasana kedaerahan. b) Campur kode yang berwujud baster Sebelah utara prapatan Warung Pelem itu to? (CKB 41) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Baster yang terbentuk karena perpaduan antara unsur bahasa Jawa dan bahasa Indonesia di atas merupakan pencampuran kode yang bersifat ke dalam. Bentuk baster prapatan yang seharusnya berbunyi perempatan commit to user 106 107 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id didasari oleh faktor keinginan untuk menciptakan kesan tuturan yang santai, akrab, dan mudah dipahami. c) Campur kode yang berwujud frasa Kalo’ nggak gableg duit, ya kredit saja. (CKF 42) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Frasa gableg duit, hasil adopsi dari frasa bahasa Jawa, mempunyai makna mampu menghasilkan uang lebih banyak dan lebih cepat. Pencampuran kode di atas merupakan campur kode ke dalam yang didasari pada faktor ketepatan dan kemantapan suatu tuturan, serta memberikan suasana tuturan yang kedaerahan. 4) Iklan PT Sarana Insan Mandiri Dalam iklan PT Sarana Insan Mandiri hanya ada satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Kata fashion pada data di bawah ini menunjukkan adanya pencampuran kode yang berwujud kata. Kata tersebut dipungut dari bahasa Inggris yang berarti model. Perusahaan mainan anak dan fashion di Malaysia Barat. (CKK 43) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Pencampuran kata fashion di atas termasuk dalam campur kode yang bersifat ke luar. Campur kode ini dimaksudkan untuk memberikan kesan modern dan menarik. 5) Iklan Altolud Dalam iklan Altolud hanya ada satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Penggunaan kata retailer pada data di bawah ini termasuk campur kode ke luar, karena kata tersebut diambil dari bahasa Inggris. Demikian tadi pengumuman khusus untuk Anda yang siap menjadi kaya dengan menjadi retailer pulsa HP Altolud. (CKK 44) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata retailer memiliki arti penjual eceran. Campur kode yang muncul pada data di atas didasarkan pada faktor gengsi dan agar tuturan terdengar commit to user lebih menarik. 107 108 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e. Iklan Produk Obat Iklan produk obat merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk obat. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk obat di antaranya iklan Bio Activa, iklan Hemaviton Jreng, dan iklan Paramex. 1) Iklan Hemaviton Jreng Dalam iklan Hemaviton Jreng hanya terdapat satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Kata adalah satuan bebas terkecil yang memiliki satu pengertian atau arti, baik dalam bentuk verba (kata kerja), nomina (kata benda), adjektiva (kata sifat), maupun bentuk-bentuk yang lain sesuai pembagian kata tersebut. Penjelasan campur kode yang berwujud kata dapat dilihat pada uraian di bawah ini. Mate ngantuk jadi ngejreng. (CKK 45) Jreng original dengan energi vitamin C8, Jreng Lemon, Jreng Mangga, Jreng Anggur. (CKK 46) Rame-rame minum Jreng yang pake ekstrak ginseng. (CKK 47) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata mate diambil dari bahasa Betawi, kata original diambil dari bahasa Inggris, dan kata ulang rame-rame diambil dari bahasa Jawa. Ketiga kata di atas secara berurutan memiliki padanan makna dengan kata mata, asli, dan ramai-ramai dalam bahasa Indonesia. Pencampuran kode pada data nomor 45 dan 47 di atas termasuk dalam campur kode yang bersifat ke dalam, sedangkan pencampuran kode pada data nomor 46 di atas termasuk dalam campur kode yang bersifat ke luar. 2) Iklan Paramex Dalam iklan Paramex hanya terdapat satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini menunjukkan adanya campur kode berujud kata. Cenut, cenut sakit kepala. (CKK 48) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata cenut adalah kata hasil pungutan dari bahasa Jawa. Kata tersebut merupakan kata yang digunakan seseorang untuk mengungkapkan perasaan atau rasa sakit yang dideritanya. Dalam bahasa Indonesia, kata tersebut tidak commit to user 108 109 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memiliki padanan kata. Pencampuran kode diatas termasuk dalam campur kode yang bersifat ke dalam. Campur kode tersebut disebabkan karena ketidakadaan padanan kata dalam bahasa Indonesia dan keinginan untuk menciptakan suasana kedaerahan pada tuturan. f. Iklan Produk Kebersihan Iklan produk kebersihan merupakan iklan yang menawarkan barang- barang atau alat-alat kebersihan. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk kebersihan meliputi iklan Mama Lemon dan iklan Soklin Softergent. 1) Iklan Mama Lemon Dalam iklan Mama Lemon terdapat tiga macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK), campur kode frasa (CKF), dan campur kode klausa (CKKl). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Triple daya cucinya. (CKK 49) Ssst…ada juga yang Mama Lemon Apple lho. (CKK 50) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata triple dan apple memiliki arti tiga kali dan apel dalam bahasa Indonesia. Kedua kata di atas dipungut dari kosakata bahasa Inggris. Pencampuran kata di atas merupakan campur kode ke luar yang didasari faktor gengsi dan agar terkesan modern, serta menarik. b) Campur kode yang berwujud frasa Mama Lemon double extrac lemon. (CKF 51) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Frasa double extrac merupakan frasa dari bahasa Inggris. Frasa yang dicetak miring di atas memiliki arti khasiat ganda. Pencampuran kode tersebut termasuk campur kode yang bersifat ke luar. Campur kode itu disebabkan faktor gengsi dan kemenarikan tuturan bahasa iklan. commit to user 109 110 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c) Campur kode yang berwujud klausa Mama Lemon kini dengan three action cleaning power. (CKKl 52) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Klausa three action cleaning power, dalam bahasa Indonesia, memiliki arti kekuatan mencuci dengan tiga aksi. Pencampuran kode di atas termasuk campur kode ke luar yang dilatarbelakangi faktor rasa gengsi, modern, dan kemenarikan tuturan bahasa iklan. 2) Iklan Soklin Softergent Dalam iklan Soklin Softergent hanya terdapat satu macam campur kode, yaitu campur kode kata (CKK). Kata plus pada data di bawah ini menunjukkan adanya campur kode ke luar. Kata tersebut mempunyai arti tambah. Pencampuran kode tersebut didasarkan pada faktor gengsi dan kemenarikan sebuah kata. Deterjen plus pelembut yang mampu membersihkan tanpa noda, lembut, dan harumnya terasa di setiap helainya. (CKK 53) Bahasa dasar : bahasa Indonesia g. Iklan Produk Pakaian dan Asesoris Iklan produk pakaian dan asesoris merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk berupa pakaian dan asesoris. Iklan-iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk pakaian dan asesoris meliputi iklan Arco Baleno dan iklan Optik Pranoto. 1) Iklan Arco Baleno Dalam iklan Arco Baleno terdapat dua macam campur kode yang terdiri dari campur kode kata (CKK) dan campur kode frasa (CKF) dan. Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Nyidam beli baju batik di Arco Baleno PGS. (CKK 54) Besok habis ke Arco Baleno PGS di lantai basement di Blok A8-1, 2, dan 3 kita langsung ke Arco Baleno di Jalan Cendrawasih M5 Solo Baru. (CKK 55) Di Arco Baleno bajunya bagus, harganya nggak bikin getun. (CKK 56) commit to user Kaos dan T-shirt pasangan diskon empat puluh persen. (CKK 57) 110 111 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Bahasa dasar : bahasa Indonesia Keempat kata yang dicetak miring di atas menunjukkan adanya campur kode kata. Kata nyidam dan getun berasal dari kosakata bahasa Jawa, sedangkan kata basement dan t-shirt berasal dari kosakata bahasa Inggris. Kata-kata tersebut secara berurutan memiliki arti menyesal, dasar, dan kemeja dalam bahasa Indonesia. Pencampuran kode yang terjadi pada data nomor 54 dan 56 merupakan campur kode ke dalam dengan latar belakang faktor keinginan untuk menciptakan suasana tuturan yang kedaerahan, sedangkan pencampuran kode yang terjadi pada data nomor 55 dan 57 merupakan campur kode ke luar dengan latar belakang faktor gengsi, terkesan modern, dan kemenarikan sebuah kata. b) Campur kode yang berwujud frasa Arco Baleno memang terkenal dengan modelnya yang up to date, Koko. (CKF 58) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Frasa adalah satuan gramatikal yang merupakan kesatuan linguistik dan tidak melebihi batas fungsi atau jabatan kalimat. Frasa up to date yang berasal dari bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia, berarti terbaru. Frasa asing di atas mengindikasikan adanya campur kode yang bersifat ke luar. Campur kode tersebut didasarkan pada faktor gengsi, kemenarikan dan kemodernan sebuah kata. 2) Iklan Optik Pranoto Dalam iklan Optik Pranoto terdapat dua macam campur kode yang meliputi campur kode kata (CKK), dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Lagi ada promo softlense lho. (CKK 59) Disposable warna brilian dari seratus delapan puluh lima ribu jadi seratus tiga puluh lima ribu. (CKK 60) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Peristiwa campur kode di atas merupakan campur kode ke luar. Unsur bahasa asing yang berupa kata softlense dan disposable masingcommit to user masing memiliki arti lensa lunak dan tersedia. Penyisipan ini dilakukan 111 112 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id untuk menarik khalayak terhadap iklan yang ditawarkan dan untuk sekedar gengsi. b) Campur kode yang berwujud frasa Disposable warna funky tones dan disposable frequency dari seratus tiga puluh lima ribu jadi seratus ribu. (CKF 61) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Frasa funky tones dan disposable frequency diambil dari bahasa Inggris. Frasa tersebut menunjukkan adanya campur kode ke luar. Pencampuran kode di atas dimaksudkan untuk sekedar bergengsi, terdengar modern, dan menarik. h. Iklan Produk Kendaraan Iklan produk kendaraan merupakan iklan yang menawarkan barang-barang atau produk-produk kendaraan, seperti motor, mobil, dan truk. Iklan yang termasuk dalam kategori iklan produk kendaraan hanya ada satu, yaitu iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup. 1) Iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup Dalam iklan Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup terdapat dua macam campur kode yang terdiri dari campur kode kata (CKK) dan campur kode frasa (CKF). Berikut ini penjelasan masing-masing campur kode tersebut. a) Campur kode yang berwujud kata Halo man, apa kabar? (CKK 63) Kredit gampang. (CKK 64) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Kata sapaan bahasa Inggris man yang memiliki arti sebutan bagi orang laki-laki, merupakan peristiwa campur kode ke luar. Penggunaan kata sapaan ini agar terkesan bergengsi dan terdengar keren. Sementara itu, pada data nomor 64 muncul campur kode ke dalam. Hal itu ditunjukkan dengan penggunaan kata gampang yang memiliki arti mudah dalam bahasa Indonesia. Pencampuran kode tersebut dimaksudkan untuk menciptakan suasana tuturan yang kedaerahan dan mudah dimengerti pendengar. commit to user 112 113 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b) Campur kode yang berwujud frasa Pusat Jaya Harpindo Jaya Grup, Yamaha Center pertama di Indonesia yang menyediakan lebih lengkap segala tipe motor Yamaha. (CKF 65) Bahasa dasar : bahasa Indonesia Frasa Yamaha Center memiliki arti Pusat Yamaha. Penggunaan frasa tersebut dimaksudkan untuk gengsi, menimbulkan kesan modern, terdengar keren, dan terkesan lebih menarik. Campur kode di atas termasuk dalam campur ke luar. 4. Wujud Alih Kode Alih kode adalah suatu peristiwa peralihan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Analisis alih kode yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemakaian bahasa Indonesia ke bahasa lain atau peralihan dari bahasa lain ke penggunaan bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa iklan yang disiarkan oleh Radio JPI tidak hanya menggunakan kata-kata dari bahasa Indonesia, tetapi juga katakata dari bahasa lain. Dari 26 data iklan, terdapat 8 iklan yang menampilkan alih kode. Analisis alih kode yang terdapat dalam data iklan komersial di radio dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Iklan Colombus Penutur : si A Mitra tutur : si B Topik pembicaraan : perabotan kuno Tujuan pembicaraan : saling mengingatkan Situasi pembicaraan : di rumah, informal, dan santai Data Alih Kode (AK 1) : A : “Kulo nuwun…” B : “Monggo, monggo…” A : “Eh Bu, kok perabotane dari dulu kok nggak ganti-ganti to, Bu. I…ih, kuno banget lho, Bu.” B : “Perabotan sekarang mahal-mahal.” Wacana iklan Colombus berupa wacana dialog yang diperankan oleh dua commit to user orang pemeran iklan dan seorang narator. Pada dialog di atas menampilkan 113 114 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id adanya alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Dialog tersebut diawali penutur dengan menggunakan kata sapaan bahasa Jawa, yakni kulo nuwun. Mitra tutur, dengan latar kebahasaan yang sama, menanggapi sapaan tersebut dengan menggunakan bahasa Jawa pula. Penggunaan kalimat sapaan dalam bahasa Jawa dimaksudkan agar terkesan lebih akrab dan saling menghormati antara si A dan si B (pelaku iklan), serta lebih terdengar santai di telinga pendengar. Pada saat si A memulai pembicaraan inti, dia beralih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia dialek Jakarta. Peralihan kode ini termasuk dalam alih kode yang bersifat intern atau ke dalam. Alih kode yang ditampilkan di atas dilatarbelakangi oleh faktor topik pembicaraan. b. Iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi Penutur : si A (bapak) Mitra tutur : si B (ibu) Topik pembicaraan : rumah berkanopi Tujuan pembicaraan : meminta pendapat Situasi pembicaraan : di rumah, informal, dan santai Data Alih Kode (AK 2) : A : “Gimana Bu, setelah teras kita ada kanopinya?” B : “Bagus ya Pak. Eyup. Rumah kita terlihat makin cantik.” Wacana iklan Purnama Steel Kanopi Kanopi berupa wacana dialog yang diperankan oleh dua orang pemeran iklan dan seorang narator. Pada dialog di atas menampilkan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Dialog tersebut diawali penutur dengan menggunakan tuturan berupa kalimat pertanyaan dari bahasa Indonesia ragam santai. Pertanyaan tersebut dijawab si B atau mitra tutur dengan bahasa Indonesia pula, namun pada kalimat berikutnya mitra tutur mulai melakukan alih kode. Peralihan kode tersebut ditunjukkan dengan kata eyup. Peralihan di atas termasuk dalam alih kode ke dalam (intern) yang dilatarbelakangi faktor mitra tutur. Karena sama-sama memiliki latar kebahasaan yang sama, yakni bahasa Jawa, maka mitra tutur melakukan alih kode tersebut. commit to user 114 115 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Iklan Meubel Jempol Penutur : si A Mitra tutur : si B Topik pembicaraan : keinginan membeli tempat tidur Tujuan pembicaraan : menasehati untuk berhati-hati Situasi tuturan : informal dan santai Data Alih Kode (AK 3) : A : “Wa…h, habis dapat arisan ni, Kang. Pingin beli tempat tidur baru. Tadi itu ada orang yang ke sini nawarin. Harganya murah-murah lho, Kang.” B : “Ati-ati lho, Yu.” Wacana iklan Meubel Jempol berbentuk dialog dengan tanpa narator diperankan oleh dua orang, yakni si A dan si B. Latar cerita dalam iklan tersebut dibuat sesantai mungkin dengan ditandai adanya penggunaan kata panggilan Kang (saudara atau kakak laki-laki) dan Yu (saudara atau kakak perempuan). Pada awal dialog, si A sebagai penutur membuka pembicaraan dengan menggunakan bahasa Indonesia ragam santai. Penutur menyampaikan keinginannya untuk membeli tempat tidur baru karena baru saja mendapat arisan. Sebagai mitra tutur yang memiliki latar kebahasaan yang sama dengan penutur, si B menanggapi ucapan si A dengan menggunakan bahasa Jawa. Tanggapan yang diutarakannya hanya sekedar peringatan atau nasihat untuk berhati-hati kalau membeli tempat tidur. Hal ini ditunjukkan dengan kalimat ati-ati lho, Yu di atas. Peralihan kode yang dilakukan oleh si B sebagai mitra tutur termasuk dalam alih kode yang bersifat ke dalam. d. Iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan Penutur : Bu Ani Mitra tutur : Jeng Tatik Topik pembicaraan : perasaan tidak puas Tujuan pembicaraan : mempertanyakan rasa keheranannya Situasi tuturan : di sebuah pasar, informal, dan santai commit to user 115 116 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Data Alih Kode (AK 4) : Bu Ani Jeng Tatik : “Itu lho, Jeng. Bapaknya anak-anak masak dikasih tiap hari kok nggak pernah puas.” : “Opo? Nggak pernah puas?” Wacana iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan berbentuk dialog dengan disertai seorang narator. Iklan tersebut diperankan oleh dua orang, yakni si A dan si B. Dalam wacana iklan Teh Cap Nyapu Pekalongan muncul dua peristiwa alih kode yang berlatarbelakang mitra tutur. Pada data nomor 4 di atas, bu Ani sebagai penutur menggunakan bahasa Indonesia ragam santai. Penutur menceritakan ketidakpuasaan suaminya yang dianggapnya sudah keterlaluan. Si B, sebagai mitra tutur, menanggapi tuturan penutur tersebut dengan menggunakan bahasa Jawa berupa kalimat tanya Opo?. Tanggapan tersebut mitra tutur lanjutkan dengan penggunaan bahasa Indonesia ragam santai. Peralihan kode yang mitra tutur lakukan pada data di atas, dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, merupakan alih kode yang bersifat ke dalam. Data Alih Kode (AK 5) : Bu Ani Jeng Tatik Bu Ani : “Teh Cap Nyapu Pekalongan? Belinya dimana to, Jeng?” : “Ya di warung-warung, di toko-toko. Semua ada kok. Coba dech, pasti nyes.” : “Oo… ho oh, ho oh.” Masih dalam iklan yang sama, alih kode kedua muncul pada dialog selanjutnya. Data dengan nomor 5 di atas merupakan data alih kode yang bersifat ke dalam. Penutur dalam tuturannya menggunakan bahasa Indonesia ragam santai dan ditanggapi mitra tutur dengan bahasa Indonesia ragam santai pula. Pada tuturan yang dilakukan penutur berikutnya, dia menggunakan bahasa Jawa dalam bentuk kalimat pernyataan setuju. Pada data di atas, peralihan kode tersebut ditunjukkan dengan kalimat Oo… ho oh, ho oh. e. Iklan Tabib dr. Nita, MA. Penutur : si A Mitra tutur : si B commityang to user : penyakit pernah diderita kambuh Topik pembicaraan 116 117 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tujuan pembicaraan : memberikan informasi pengobatan alternatif Situasi pembicaraan : di rumah, informal, dan santai Data Alih Kode (AK 6) : A : “Jam semene isih kemul sarung, klumbrak-klumbruk. Jane ki yo gene to, Mbak, Mbak?” B : “Iki lho… ambeienku kumat.” A : “Gampang, Mbak. Nyang nggone wae dr. Nita, M. A. Mesti beres…” Narator : Tabib Nita, M. A. ahli mengobati penyakit kewanitaan. Kanker payudara, keputihan separah apapun satu minggu sembuh total, ingin keturunan dua sampai tiga kali terapi langsung hamil. Pada dialog di atas menampilkan adanya alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Dalam iklan di atas, pembicaraan yang dilakukan antara si A dan si B menggunakan bahasa Jawa. Pada saat narator mulai berdialog, dia melakukan alih kode ke bahasa Indonesia ragam resmi. Peralihan kode ini dilatarbelakangi faktor topik pembicaraan. Dialog yang diucapkan narator berupa topik tentang penjelasan pengobatan alternatif yang diiklankan. f. Iklan BPR Trihasta Prasojo Penutur : si A (ibu) Mitra tutur : si B (bapak) Topik pembicaraan : butuh dana Tujuan pembicaraan : memberikan informasi tempat kredit Situasi tuturan : di rumah, informal, dan santai Data Alih Kode (AK 7) : A : “Wa…h Pak, kita butuh dana banyak lho, Pak. Buat mantu.” B : “Tenang saja, Buk. Kita ambil kredit di BPR Trihasta Prasojo saja. Piye?” Wacana iklan BPR Trihasta Prasojo berupa dialog yang diperankan oleh tiga pelaku iklan dengan tanpa narator. Pada tuturan di atas menampilkan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Peralihan ini termasuk dalam alih kode yang bersifat intern atau ke dalam. Alih kode yang ditampilkan di atas dilatarbelakangi oleh faktor mitra tutur. Antara penutur dengan mitra tutur, commit user yaitu bahasa Jawa. Hal ini dapat keduanya memiliki latar kebahasaan yangtosama, 117 118 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dilihat dari suasana dialog yang coba ditampilkan pengiklan, yaitu setting keluarga. Dengan latar kebahasaan yang sama di atas, memungkinkan penutur dan mitra tutur beralih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa atau sebaliknya. Data Alih Kode (AK 8) : B : “Angel piye to? Syaratnya ya umum saja. Fotokopi KTP suami istri dan KK yang masih berlaku, fotokopi surat nikah, slip gaji, jaminan BPKB dan SHM. Lebih detail lagi ya ke BPR Trihasta Prasojo saja.” Pada dialog di atas, alih kode kembali muncul. Peralihan kode dilakukan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Kalimat angel piye to? memiliki arti sulit bagaimana to? dalam bahasa Indonesia. Peralihan di atas termasuk dalam alih kode ke dalam yang dilatarbelakangi oleh topik pembicaraan. Bahasa Jawa digunakan untuk dialog dengan topik pembicaraan yang santai antarkeluarga, sedangkan bahasa Indonesia digunakan untuk dialog dengan topik pembicaraan tentang informasi penting dari produk yang diiklankan. Data Alih Kode (AK 9) : A : “Biar kreditnya cepet cair. Aku selak pingin mantu.” Peralihan kode ketiga yang dimunculkan dalam iklan BPR Trihasta Prasojo dilatarbelakangi oleh faktor topik pembicaraan. Pada awal kalimat penutur menggunakan bahasa Indonesia untuk menyampaikan keunggulan produk yang diiklankan, sedangkan pada kalimat berikutnya penutur menggunakan bahasa Jawa untuk menyampaikan keinginannya mengadakan hajatan secepat-cepatnya. Peralihan di atas termasuk dalam alih kode yang bersifat ke dalam atau intern. g. Iklan BPR Weleri Makmur Penutur : Mas Cahyo Mitra tutur : Mas Suryo Topik pembicaraan : mengantar kuliah Tujuan pembicaraan : menanyakan tujuan pergi Situasi tuturan : di jalan, informal, dan santai Data Alih Kode (AK 10) : Mas Cahyo : “Monggo Mascommit Suryo.” to user Mas Suryo : “E…h Mas Cahyo. Mau kemana?” 118 119 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Mas Cahyo : “Mau nganter anakku, si Danang, masuk kuliah.” Wacana iklan BPR Weleri Makmur diperankan oleh dua orang pelaku dengan tanpa narator. Wacana iklan di atas berbentuk dialog. Dialog tersebut diawali dengan penggunaan bahasa Jawa berupa sapaan yang dilakukan oleh penutur. Selanjutnya, dialog dilakukan oleh mitra tutur yang menggunakan bahasa Indonesia. Pada tuturan berikutnya, penutur beralih kode menggunakan bahasa Indonesia ragam santai. Peralihan yang muncul pada data di atas merupakan alih kode ke dalam. Alih kode tersebut dilatarbelakangi faktor topik pembicaraan, yakni dari topik yang ringan hanya sekedar sapaan berubah ke topik tentang kuliah. h. Iklan Hemaviton Jreng Data Alih Kode (AK 11) : Jreng, jreng, ya Hemaviton Jreng. Jreng segarnya, jreng staminanya. Hehehe… ape gue kate. Jreng segarnya, jreng khasiatnya. Iklan Hemaviton Jreng merupakan iklan wacana monolog. Pada iklan ini muncul alih kode yang bersifat ke dalam, yakni bahasa Indonesia ke bahasa Betawi. Pengalihan tersebut ditandai dengan penggunaan kalimat ape gue kate. Kalimat tersebut merupakan kalimat tuturan dari bahasa Betawi. Pengalihan di atas dilatar belakangi faktor humor, yaitu agar tuturan lebih terdengar lucu dan menarik pendengar atau sasaran iklan. commit to user 119 120 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang karakteristik pemakaian bahasa iklan komersial di radio pada bab sebelumnya, maka peneliti dapat simpulkan sebagai berikut. 1. Karakteristik diksi yang muncul dalam bahasa iklan komersial di radio meliputi: a) pemakaian kata-kata gaul, b) pemakaian kata-kata asing, c) pemakaian kata bersinonim, d) pemakaian kata khusus, e) pemakaian katakata daerah, dan f) pemakaian kata bermakna konotasi. Pemakaian kata-kata tersebut didasarkan pada jenis produk yang diiklankan, daerah asal pendengar, usia pendengar, dan keinginan pengiklan untuk menyampaikan pesan atau informasi iklannya dengan bahasa yang komunikatif, terkesan modern dan gaul, serta mudah dimengerti pendengar. Pemakaian lima karakteristik diksi tersebut dikarenakan diksi-diksi di atas mampu menampilkan bahasa iklan komersial yang mudah dipahami pendengar, cocok dengan jenis produk iklannya, dan mampu menyampaikan pesan iklan tepat sasaran dan tujuan. Sementara itu, gaya bahasa yang muncul dalam iklan komersial di radio meliputi: a) gaya bahasa metonimia, b) gaya bahasa polisidenton, c) gaya bahasa asidenton, d) gaya bahasa eksklamasio, e) gaya bahasa klimaks, f) gaya bahasa interupsi, g) gaya bahasa hiperbola, dan h) gaya bahasa alusio. Pemakaian gaya bahasa tersebut didasarkan pada jenis produk yang diiklankan, bentuk wacana iklan, pendengar yang menjadi sasaran iklan, dan kebiasaan-kebiasaan pendengar. Pemakaian delapan gaya bahasa tersebut dikarenakan gaya bahasa di atas mampu memberikan nilai rasa bahasa tersendiri dalam iklan dan mampu memunculkan makna pesan yang disampaikan pengiklan, baik langsung maupun tak langsung. 2. Wujud campur kode yang muncul dalam iklan komersial di radio meliputi: a) campur kode berwujud kata, b) campur kode berwujud frasa, c) campur userberwujud klausa. Wujud alih kode kode berwujud baster, dan d) commit campur to kode 120 121 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dalam iklan komersial di radio bersifat ke dalam atau intern yang meliputi bahasa Jawa, dialek Jakarta, dan bahasa Betawi. Alih kode dalam iklan komersial di radio dilatarbelakangi oleh faktor penutur, mitra tutur, topik pembicaraan, dan membangkitkan rasa humor. B. Implikasi Implikasi adalah konsekuensi logis dari simpulan. Hasil penelitian ini, tentunya, berimplikasi pada pemakaian bahasa iklan di radio. Selain itu, hasil penelitian ini juga berimplikasi terhadap pengajaran bahasa Indonesia. Implikasi terhadap pemakaian bahasa iklan ditunjukkan dengan adanya pemakaian diksi, gaya bahasa, campur kode, dan alih kode yang memiliki karakteristik tertentu. Bertolak pada fungsi bahasa itu sendiri, penelitian ini memberikan gambaran bahwa fungsi bahasa sebagai gejala budaya bersifat dinamis. Bahasa akan tumbuh dan berkembang sejalan dengan meningkatnya keanekaragaman pemakaian bahasa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya adalah pemakaian bahasa Indonesia dalam dunia periklanan. Penggunaan bahasa yang dioptimalkan dengan baik dan tepat dalam setiap ranah akan menghasilkan suatu karya bahasa yang menarik, komunikatif, senantiasa berkembang, dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dalam arti, manfaat penggunaan bahasa Indonesia tidak hanya terbatas pada keperluan yang fungsional dan mendasar, akan tetapi mampu dikembangkan dalam penerapan pengetahuan bahasa di berbagai bidang. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia khususnya mengenai diksi, gaya bahasa, campur kode, dan alih kode. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan materi ajar tentang perbendaharaan kata, macam-macam gaya bahasa, dan pemanfaatan bahasa Indonesia kepada siswa, sehingga minat dan apresiasi untuk belajar bahasa akan meningkat. Hal ini sesuai dengan salah satu kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia SMP, yakni siswa mampu menulis naskah iklan dengan bahasa yang efektif, baik, dan benar. Semakin banyak siswa dihadapkan pada hasil karya yang tidak sekedar commit bahasa to user akan semakin meningkat. Selain teoretis, maka apresiasi siswa terhadap 121 122 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id itu, penelitian ini akan memberikan wawasan kepada siswa tentang pemilihan diksi dan pemakaian gaya bahasa pada bidang periklanan, sehingga mampu menumbuhkan kreativitas berbahasa. Semakin banyak siswa mengetahui fungsi dan peranan pemakaian bahasa Indonesia, maka semakin tinggi apresiasi siswa terhadap bahasa. Karakteristik pemakaian diksi, gaya bahasa, campur kode, dan alih kode tidak hanya ditemukan dalam iklan komersial di radio, tetapi juga dapat ditemukan pada iklan yang ada di media cetak dan elektronik lainnya dengan berbagai variasi dan jenis iklannya. Oleh karena itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan penunjang bagi penelitian-penelitian yang lain. C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, peneliti dapat kemukakan beberapa saran di antaranya: 1. kepada praktisi periklanan Bahasa yang dipakai dalam iklan harus mengarahkan target audience untuk membeli, menggunakan, atau beralih pada produk maupun jasa yang diiklankan. Gaya bahasa yang dipakai harus disesuaikan dengan siapa ia berbicara, bagaimana kebiasaan perilaku, dan di mana mereka berada. Penggunaan bahasa yang tidak efektif menyebabkan pesan yang ingin disampaikan kepada konsumen menjadi tidak tepat sasaran. Namun, pilihan kata yang dipilih harus dapat memberi ketepatan makna karena pada masyarakat tertentu sebuah kata sering mempunyai makna yang baik dan pada masyarakat yang lain memberikan makna yang kurang baik. Penggunaan bahasa harus disesuaikan dengan norma kebahasaan suatu kalangan. 2. kepada peneliti bahasa Bahasa yang digunakan dalam iklan, baik iklan di media massa maupun iklan di media elektronik, seringkali tidak sesuai dengan kaidah bahasa yang baik dan benar. Peneliti bahasa hendaknya mampu memberikan penelaahan bahasa iklan yang mendalam untuk berbagai jenis iklan dan media penyampaiannya, agar commit to user 122 123 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id masyarakat tidak mudah tertipu dan mendapatkan pemahaman yang positif tentang bahasa iklan. 3. kepada pihak radio Bahasa iklan komersial yang disiarkan melalui salah satu media elektronik, yakni radio, memiliki ragam maupun bentuk penyampaian iklan yang berbeda dengan media elektronik lainnya. Iklan di radio lebih menitikberatkan pada pemakaian bahasa dan unsur suara atau efek suara pendukung iklan. Oleh karena itu, penyampaian iklan khususnya iklan komersial harus mampu menampilkan nilai tambah kepada pendengarnya dibanding iklan yang disampaikan lewat media yang lain. commit to user 123 124 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 1998. Semantik. Bandung: Sinar Baru. Aminuddin, dkk. 1990. Penelitian Kualitatif dalam Bahasa dan Sastra. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh. Bahasa Prokem Indonesia Ensiklopedia Bebas. http://id.wikipedia.org (diakses pada hari Senin, 21 Juni 2010). Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Darmawan, Ferry. 2006. “Posmodernisme Kode Visual dalam Iklan Komersial”. Jurnal Komunikasi Mediator. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. _________, Pusat Bahasa. 2005. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka. Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 1: Pengantar Ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS. Frank, Jefkins. 1996. Periklanan. Jakarta: Balai Pustaka. Halliday, M. A. K. dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspekaspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Terjemahan Asruddin Barori Tou. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Husein, Junus dan Arifin Banasuru. 1996. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya dan Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar. Surabaya: Usaha Nasional. Kasali, Rhenald. 1995. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama. Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia. commit to user 124 125 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Lestari, Sri. 2001. Karakteristik Bahasa Iklan di Majalah Remaja. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni UNS, Surakarta. Liliweri, Alo. 1992. Dasar-dasar Komunikasi Periklanan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Moeleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Nababan, P. W. J. 1993. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia. Nasution, S. 2002. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. Purwo, Bambang Kaswanti (Ed). 1989. “Sosiolinguistik Suatu Pengantar” Pellba 2. Jakarta: Gramedia. Purwoko, Herudjati. 2008. Jawa Ngoko: Ekspresi Komunikasi Arus Bawah. Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang. Rahmadi, F. 1994. Public Relation dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Gramedia Pustaka. Rustamaji, dkk. 2003. Panduan Belajar Bahasa Indonesia. Surakarta: Primagama. Saleh, Chaerul. 2006. September 15. Bahasa Gaul Gitu Looh… . Kompas. 50. Saddhono, Kundharu. 2007. Oreng Madure dan Wong Solo (Fenomena Integrasi Linguistik Kultural). Surakarta: UNS Press. Saragih, Ferdinaen. 2010. Menyoal Bahasa “Gaul”. http://oase.kompas.com (diakses pada hari Senin, 21 Juni 2010). Subroto, D. Edi. 1997. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sudiana, Dendi. 1986. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remadja Karya. Sulistyaningtyas, Tri. 2008. “Diksi dalam Wacana Iklan Berbahasa Indonesia” Jurnal Sosioteknologi. Tahun ke-7, No. 15: 495-502. Sumarsono dan Paina Partana. 2002. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA. commit to user 125 126 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Susilo, Wahyu Hastho. 2007. Pilihan Bahasa dalam Iklan Televisi. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNNES, Semarang. Sustiyanti. 2000. Pemakaian Bahasa Indonesia pada Wacana Iklan Majalah. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni UNS, Surakarta. Sutopo, H. B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwito. 1997. Sosiolinguistik. Surakarta: UNS Press. Ullman, Stephen. 2007. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Verhaar, J. W. M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wahab, Abdul. 1995. Teori Semantik. Surabaya: Airlangga University Press. Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik (Teori dan Analisis). Surakarta: Yuma Pustaka. commit to user 126