Pertapa Gotama_Jalan Tengah

advertisement
PERTAPA GOTAMA MEMILIH
JALAN TENGAH
&
ARIYASĀVAKA TANPA JHĀNA
Pariyatti Sāsana Yunior 2
www.pjbi.or.id; hp.0813 1691 3166; pin
!
2965F5FD
JALAN TENGAH
PERUMPAMAAN TENTANG KECAPI
Gb: Vīnā (kecapi India)
•
Kehidupan mewah di
istana dan 6 tahun
penyiksaan diri.
•
Sakka membawa
kecapi surgawi dengan
3 dawai: kendor,
sangat kencang dan
yang telah di-stem
dengan baik.
TERMINOLOGI JALAN TENGAH
1. Dhammadāyāda Sutta (M 3): “Disini, kawan, lobha adalah kejahatan,
dosa adalah kejahatan. Ada jalan tengah untuk meninggalkan lobha
dan dosa…yaitu JMB8.”
2. Acelaka Paṭipadā Sutta (A 3.151-152) memberikan 3 jalan
(paṭipadā) yaitu ‘larut dalam kesenangan’, ‘yang membakar’, dan
jalan tengah.
3. Sampasādanīya Sutta (D 3:113) menyebutkan 2 ekstrim, dilanjutkan
dengan pencapaian 4 Jhāna tanpa menyebutkan JMB8.
4. Kaccānagotta Sutta (S 12.15), Acela Kassapa Sutta (S 12.17),
Aññatara Brāhmaṇa Sutta (S 12.46) dan Jāṇussoṇi Sutta (S 12.47):
“semua eksis” (sabbam atthi) dan “tidak ada yang eksis” (sabbaṃ
natthi), kekekalan (sassata) dan pemusnahan (uccheda). Tidak
mengikuti kedua ekstrim tersebut, Tathāgata mengajarkan Dhamma
yang ditengah (paṭicca samuppāda).
JHĀNA PERTAMA
•
Pencerahan adalah tentang
pengembangan batin bukan penyiksaan
diri.
•
“Aku teringat ketika ayahku, dari Sakya,
sedang sibuk, ketika Aku sedang duduk di
bawah bayangan pohon jambu, terpisah
total dari kenikmatan inderawi, terpisah
dari keadaan batin yang tidak baik, Aku
memasuki dan berdiam di jhāna pertama,
yang disertai dengan vitakka dan vicāra,
dengan kegiuran dan kebahagiaan yang
lahir dari pengasingan. Apakah ini Jalan
menuju pencerahan?” Kemudian,
mengikuti ingatan tersebut, muncul
realisasi: “Inilah jalan menuju pencerahan!”
(M 2:209f)
APAKAH BUDDHA MENEMUKAN JHĀNA?
(RINGKASAN DARI: “THE JHĀNAS” OLEH AJAHN BR AHMAVAṂSO[2003]; LIHAT JUGA:
SUPERPOWER MINDFULNESS, AJAHN BRAHM [EHIPASSIKO, 2008], HAL. 179F.)
•
Yo jhānamabujjhi buddho —“Buddha, dia lah, yang menemukan
jhāna.” (S 1:49)
•
“…tetapi di India, 26 abad yang lalu, semua pengetahuan
tentang jhāna telah hilang. Inilah mengapa tidak ada
pembahasan tentang jhāna di naskah religius apapun sebelum
jaman Buddha.”
•
Ālāra Kālāma dan Uddaka Rāmaputta tidak mengajarkan jhāna
➾ Bodhisatta, 7 tahun, meditasi dibawah pohon jambu: “Inilah
jalan menuju pencerahan!”
•
Buddha menemukan jalan (JMB 8 yang berujung pada jhāna)
menuju kota-tua (nibbāna) yang telah hilang (S 12,65).
APAKAH BUDDHA MENEMUKAN JHĀNA?
(RINGKASAN DARI: “THE JHĀNAS” OLEH AJAHN
BR AHMAVAṂSO[2003])
•
“Salah satu alasan mengapa jhāna tidak dilatih sebelum
pencerahan Buddha adalah karena semua orang terlena
dengan terus mencari kenikmatan dan kenyamanan tubuh atau,
yang lain, mengikuti satu agama yang mengajarkan penyiksaan
tubuh. Keduanya terjebak di dalam tubuh dan lima-indera serta
tidak mengetahui cara melepaskan diri dari lima-indera. Tidak
pula menghasilkan ketenangan-tubuh—terus-menerus yang
dibutuhkan sebagai landasan untuk jhāna. Ketika Bodhisatta
mulai berlatih-mudah guna menuju ketenangan tubuh yang
demikian, lima murid beliau meninggalkannya dengan
kemuakan. Latihan seperti itu tidak dianggap sebagai latihan
yang benar. Oleh karena itulah, hal seperti itu tidak pernah
dilatih, dan, dengan demikian jhāna tidak pernah terjadi”
APAKAH BUDDHA MENEMUKAN JHĀNA?
(RINGKASAN DARI: “THE JHĀNAS” OLEH AJAHN
BR AHMAVAṂSO[2003])
•
“Di dalam teks-teks Buddhis asli, hanya ada satu kata untuk tingkatan
apapun di dalam meditasi. Jhāna merujuk kepada meditasi yang
benar, dimana batin mereka yang bermeditasi menjadi tenang dan
semua pikiran berhenti, terpisah dari semua aktifitas lima-inderawi dan
bersinar terang dengan kebahagiaan-yang-bukan-duniawi. Secara
lugas dikatakan apabila bukan jhāna maka bukan meditasi Buddhis!
Barangkali, inilah mengapa faktor puncak dari JMB8 dari Buddha,
faktor yang berhubungan dengan meditasi yang benar [yaitu
sammā,samādhi atau konsentrasi-benar] tidak lain adalah jhāna.”
•
Konsentrasi-Benar (sammā-samādhi): Jhāna 1 sd 4. (DN 2:313).
•
Visuddhimagga: dua jenis konsentrasi: konsentrasi-akses (upacāra
samādhi) dengan menekan rintangan-batin dan absorpsi (jhāna)
dengan kemunculan faktor-faktor jhāna. (Bhikkhu Ñāṇamoli, Path of
Purification, IV.32)
APAKAH BUDDHA MENEMUKAN JHĀNA?
(RINGKASAN DARI: “THE JHĀNAS” OLEH AJAHN
BR AHMAVAṂSO[2003])
•
Apakah dua guru meditasi Bodhisatta mengajarkan jhāna?
•
•
Di Mahāsaccaka Sutta (M 36), Bodhisatta menyatakan bahwa
pengalamannya dibawah bimbingan kedua guru sebagai
pengalaman yang tidak membawa ke Pencerahan. Demikian
juga dengan latihan-latihan pertapaan dari guru yang lain.(lih.
Ariya Pariyesanā Sutta, M 1:160-175)
Argumen-argumen Ajahn Brahm yang orisinil dan menarik ini
masih perlu diuji lebih lanjut!
•
“…Dhamma ini [Uddaka Rāmaputta] tidak membawa ke
keadaan jijik, ke penghentian (penderitaan), ke pengetahuanlangsung, ke Pencerahan, ke Nibbāna, tetapi hanya ke kelahiran
di alam bukan-persepsi-dan-bukan-non-persepsi.” (ibid)
MENJADI MAHLUK SUCI
TANPA JHĀNA?
•
Dari Cūḷa Dukkhakkhandha Sutta (M 14):
•
Meskipun Mahānāma mengerti bahwa lobha,
dosa dan moha adalah kekotoran batin, tetapi
kadang2 LDM masih saja menyerang batin dan
pikirannya. Kualitas batin internal seperti apa yg
belum ditinggalkan?
•
Buddha: karena ada yang belum ditinggalkan
maka Mahānāma masih menikmati kehidupan
rumah-tangga, menikmati kenikmatan dan
keinginan-keinginan inderawi.
MENJADI MAHLUK SUCI
TANPA JHĀNA?
•
Dari Cūḷa Dukkhakkhandha Sutta (M 14):
•
“Mahānāma, seandainya pun seorang murid-suci telah
melihat dengan jelas sebagai-mana adanya, dengan
kebijaksanaan-benar, bahwa keinginan-keinginan
inderawi membawa sedikit kepuasan, tetapi banyak
penderitaan, banyak keputus-asaan, bahaya yang lebih
besar, disini, selama dia tidak mencapai kegiuran dan
kebahagiaan yang terpisah dari kenikmatan inderawi,
terpisah dari keadaan tidak-baik, atau sesuatu yang
lebih damai dari itu, dia tidak akan bisa tidak terkena
dampak dari kenikmatan inderawi.”
ANALISA: CŪḶA DUKKHAKKHANDHA
SUTTA (M 14)
•
“Seorang murid-suci” (ariyasāvaka), walaupun istilah ini kadang
merujuk kepada murid-biasa yang belum tercerahkan, tetapi dengan
adanya kalimat “melihat dengan kebijaksanaan-benar” maka bisa
dipastikan bahwa yang dimaksud oleh Buddha adalah paling tidak
seorang Sotāpanna.
•
“Tidak mencapai kegiuran dan kebahagiaan yang terpisah dari
kenikmatan inderawi, terpisah dari keadaan tidak-baik”
menginformasikan bahwa yang dimaksud oleh Buddha tidak memiliki
bahkan Jhāna pertama; tetapi dia mungkin adalah seorang Sotāpanna
atau Sakadāgāmī, karena seorang Anāgāmī dan Arahat sudah
terbebaskan dari kenikmatan inderawi.
•
“Atau sesuatu yang lebih damai dari itu” merujuk pada Jhāna yang
lebih tinggi.
SUSĪMA SUTTA (S 2:119F):
MENJADI ARAHAT TANPA JHĀNA?
•
Deklarasi ke-Arahat-an: “Kelahiran telah dihancurkan. Kehidupan
suci telah dijalani. Apapun yang harus dilakukan telah dilakukan.
Tidak ada lagi kemunculan dalam bentuk apapun.”
•
“Kita terbebaskan oleh kebijaksanaan, kawan Susīma
(paññāvimutta).”
•
Tidak memiliki kesaktian, telinga-dewa, membaca pikiran,
mengingat kehidupan lampau, mengetahui kehidupan
lampau mahluk lain.
•
“Kawan, kita tanpa jhāna (alt. lain: ‘perenung), ‘praktisi
pandangan-terang-kering’, terbebaskan oleh kebijaksanaan
semata” (SA 2:127).
SUSĪMA SUTTA (S 2:119F):
MENJADI ARAHAT TANPA JHĀNA?
•
5 jenis Arahat yang ‘terbebaskan oleh
kebijaksanaan’:
•
Mereka yang mencapai satu dari 4 rūpajjhāna,
•
‘ Ya n g m e m i l i k i p a n d a n g a n - t e r a n g kering’ (sukhavipassaka) yaitu meskipun tidak
mempunyai jhāna duniawi tetapi memiliki jhāna
adi-duniawi yang muncul bersama Jalan.
(DA 2:512)
SUSĪMA SUTTA (S 2:119F):
MENJADI ARAHAT TANPA JHĀNA?
•
Buddha, “Susīma, awalnya (muncul) pengetahuan
‘kestabilan tentang Dhamma’, kemudian pengetahuan
tentang Nibbāna.” Kitab komentar dan sub-komentar
menjelaskan:
•
Pengetahuan ‘kestabilan tentang Dhamma’ adalah
kemantapan pemahaman tentang sifat-alamiah dari
realitas (nāma-rūpa) yaitu aniccatā, dukkhatā dan
anattatā, atau pengetahuan tentang hubungan matarantai dalam paṭiccasamuppāda (sebab-musabab yang
saling bergantungan).
•
‘Pengetahuan tentang Nibbāna’ adalah kemunculan
Kebijaksanaan Jalan (maggañāṇa).
SUSĪMA SUTTA (S 2:119F):
MENJADI ARAHAT TANPA JHĀNA?
•
Mengapa kalimat ini diucapkan: Susīma, awalnya
(muncul) pengetahuan ‘kestabilan tentang
Dhamma’, kemudian pengetahuan tentang
Nibbāna?
•
Untuk menunjukkan bahwa kemunculan
pengetahuan tsb bisa terjadi tanpa ‘konsentrasi’:
Jalan dan Buah bukan merupakan hasil, manfaat
dan produk dari konsentrasi melainkan
merupakan hasil, manfaat, dan produk dari
pandangan-terang. (SA 2:127)
SUSĪMA SUTTA (S 2:119F):
MENJADI ARAHAT TANPA JHĀNA?
•
Kitab Visuddhimagga menyatakan kemungkinan mencapai Nibbāna
hanya dengan pandangan-terang (tanpa jhāna). Di kitab ini
kemunculan Jalan dibedakan menjadi Jalan yang muncul pada praktisi
pandangan-terang kering dan Jalan yang muncul di mereka yang
mempunyai jhāna. (Vism. 21.111f/666f).
•
Susīma Sutta menunjukkan kemunculan pengetahuan bahkan tanpa
konsentrasi —vinā pi samādhiṃ (SA 2:258).
•
Arti: dimaksudkan untuk praktisi kendaraan-vipassanā, yaitu mereka
yang mencapai karakteristik ketenangan tanpa konsentrasi
(samathalakkhaṇappattaṃ), yakni ‘konsentrasi saat-demi-saat
(khaṇika samādhi) dengan menggunakan objek meditasi:
pañcakkhandha, 6 landasan-indera (āyatana) dan 18 elemen (dhātu).
•
Objek untuk jhāna: 40 objek meditasi.
SUSĪMA SUTTA (S 2:119F):
MENJADI ARAHAT TANPA JHĀNA?
•
Sutta ini hanya menyatakan tentang arahat yang tidak
mempunyai abhiññā dan pencapaian non-materi
(āruppa) tapi tidak menyatakan apakah mereka juga
tidak mempunyai satu dari 4 jhāna. Nijjhānaka tidak
diterjemahkan sebagai ‘tanpa jhāna’ melainkan sebagai
kata-benda yang melakukan sesuatu yakni ‘perenung’.
Apapun, Sutta ini hanya membedakan paññāvimutta
arahat dan arahat yang mempunyai 6 abhiññā serta
pencapian non-materi. Dengan demikian sutta ini tidak
menawarkan perbedaan yang radikal dari Nikāya secara
keseluruhan. (Bodhi, Bhikkhu, The Connected
Discourses of the Buddha, 785 n210)
Selesai
Download