gambaran kadar glukosa pada jaringan keloid

advertisement
GAMBARAN KADAR GLUKOSA PADA JARINGAN KELOID
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Zulfahmi Siregar
NIM :1111103000024
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/2014 M
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW,
beserta keluarganya, sahabatnya, serta umatnya.
Alhamdulillah penelitian penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Banyak sekali bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan
penelitian ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. DR. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Program
Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang selalu membimbing
serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di
Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed dan dr.Ahmad Azwar Habibi,
M.Biomed selaku dosen pembimbing penelitian saya, yang selalu
membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan penelitian ini
dengan baik.
4. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT dan bapak Chris Adhiyanto, M.Biomed,
PhD selaku dosen penguji sidang penelitian saya.
5. Kedua orang tua saya yang tercinta, ayahanda Mahfuz Siregar dan Ibunda
Sam’idah Nasution yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang,
memberikan doa, nasihat, serta semangat dalam hidup saya.
v
6. Adik saya, Resky Yuniarty Siregar, Nurul Nanda Fadhilah Siregar, dan
Fahrurrozi siregar yang menjadi penyemangat hidup saya dan banyak
membantu saya dalam penelitian ini.
7. Saudara saya Sutan Rijal Hakim Nasution, kak Wina Situmorang, Sukma
mardiyah yang telah mengajari dan menyemangati saya dalam penelitian
ini.
8. Anisah Mona Yunita Situmorang yang selalu memotivasi, memarahi dan
menyemangati saya dalam penelitian ini.
9. Untuk teman seperjuangan penelitian saya, Reiza olivia yang selalu
membantu saya dalam penelitian ini.
10. Seluruh mahasiswa PSPD 2011 dan semua teman serta sahabat saya
11. Laboran yang terlibat Ibu Ai, yang sangat membantu berlangsungnya
penelitian ini.
Saya sangat mengharapkan kritik dan saran dalam penelitian ini agar dapat
terus dilanjutkan kepada adik-adik di angkatan selanjutnya. Karena Penelitian
ini masih jauh dari kesempurnaan.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Jakarta, 12 September 2014
Penulis
vi
ABSTRAK
Zulfahmi Siregar. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Kadar
Glukosa Pada Jaringan Keloid. 2014.
Di negara berkembang, 100 juta pasien dengan keluhan timbulnya jaringan keloid di
mana 55 juta diantaranya timbul setelah pembedahan dan 25 juta kasus lainnya
merupakan hasil akibat trauma. Keloid dapat menimbulkan dampak psikologis negatif
pada penderita. Dalam penelitian ini untuk mengetahui kadar glukosa sebagai sumber
penghasil energi pada jaringan keloid dengan jaringan preputium sebagai kontrol. Sampel
pada penelitian ini sebanyak 20 orang yang terdiri dari 10 orang kelompok kontrol dan 10
orang kelompok kasus yaitu sampel jaringan keloid dan preputium. sampel yang
digunakan kemudian dihomogenisasi menggunakan pelumat jaringan Potter-Elvehjehm
menggunakan microspestle menjadi supernatan, setelah itu diukur aktivitas glukosa pada
kedua supernatan jaringan tersebut. Jenis penelitian berupa deskriptif sehingga
Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan secara kuantitatif dengan desain studi
cross sectional. Untuk mengetahui gambaran glukosa pada jaringan keloid. Uji statistik
yang digunakan adalah Uji T-test independent dengan menggunakan program SPSS versi
16.0. Dari data didapatkan rerata kelompok kasus 9.493, sedangkan pada kelompok
kontrol 17.965. Setelah dilakukan uji statistik dengan metode T-Test Independent
didapatkan perbedaan antar kelompok penelitian yang bermakna (p value < 0.05). Pada
penelitian didapatkan peningkatan kadar glukosa pada jaringan keloid. Hal ini
menunjukkan glukosa berperan saat terjadi pemecahan dari glukosa menjadi asam laktat
pada jaringan keloid untuk memenuhi pasokan energi pada pembentukan jaringan keloid.
Kata kunci: Jaringan keloid, jaringan preputium, glukosa
ABSTRACT
Zulfahmi Siregar. Medical Education Study Program. Description Glucose Levels in
tissue a Keloids. 2014
In developing countries, 100 million patients with complaints the emergence of a keloid
in which 55 million of them arise after surgery and 25 million other cases is the result of
resulting from trauma. A keloid can show a psychological impact negative on the patient.
In this research to know the glucose levels as a source of energy supply in the tissues a
keloid with a network of preputium as control. A sample in this research as many as 20
people consisting of 10 people the control group and 10 others group cases namely a
sample of tissue a keloid and preputium.sampel used then been homogenized by using
tissue potter-elvehjehm using microspestle be supernatant, after is measured the activity
of glucose on both supernatant the network. The kind of research in the form of
descriptive so as to an approach that is done is the approach in a quantitative manner with
a design the study of cross sectional. To know the picture of glucose in the tissues a
keloid. The statistics that we use is test t-test independent with using program spss 16.0
version. From the data obtained rerata group cases 9.493, while in the control group
17.965. After test the statistics with the methods t-test independent obtained the
difference between a group of research meaning ( p value & it; 0.05 ). In the research
found elevated levels of glucose in the tissues a keloid. It shows that the glucose role
when the next breakthrough from glucose into lactic acid on a keloid to meet the energy
supply in tissue formation a keloid.
Keywords: Tissue a keloid, tissue a preputium, glucose
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN ...........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ABSTRAK ........................................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
ii
iii
iv
v
vii
viii
x
xi
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................
1.3 Hipotesis ...........................................................................................
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................................
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................
1.5.1 Bagi Peneliti ............................................................................
1.5.2 Bagi Institusi ...........................................................................
1.5.3 Bagi Masyarakat ......................................................................
1
3
3
3
4
4
4
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glukosa...............................................................................................
2.2 Glikolisis.............................................................................................
2.3 Fisiologi Penyembuhan Luka
2.3.1 Fase Inflamasi
2.3.2 Fase Proliferasi
2.3.3 Fase Remodeling.............................................................
2.4 Keloid
2.4.1 Pengertian Keloid............................................................
2.4.2 Epidemiologi...................................................................
2.4.3 Etiologi Keloid.................................................................
2.4.4 Patogenesis dan Patofisiolog Keloid.................................
2.4.5 Sifat dan Karesteristik
Keloid...........................................
2.4.6 Perkembangan Terapi.......................................................
2.4.7 Aktivitas Metabolisme Keloid..........................................
2.4.8 Peningkatan Penggunaan Glukosa pada Keloid................
2.5 Kerangka Teori....................................................................................
2.6 Kerangka Konsep................................................................................
2.7 Defenisi Operasional...........................................................................
viii
5
6
9
9
10
10
10
10
11
12
12
13
14
14
15
16
17
17
BAB 3 METODE PENELITIAN
1.1 Jenis dan Desain Penelitian................................................................
1.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................
1.3 Sampel Penelitian ..............................................................................
1.4 Alat dan Bahan penelitian .................................................................
1.4.1 Alat Penelitian .........................................................................
1.4.2 Bahan Penelitian ......................................................................
1.5 Cara Kerja Penelitian .........................................................................
3.5.1 Pengambilan Sampel.................................................................
3.5.2 Pembuatan Homogenat.............................................................
3.5.3 Pengukuran Kadar Glukosa......................................................
3.5.4 Alur Penelitian..........................................................................
1.6 Pengolahan Data dan Analisis Data...................................................
3.6.1 Analisis Data............................................................................
18
18
18
19
19
19
19
20
20
20
20
21
21
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karasteristik Sampel ..........................................................................
4.2 Pengukuran Kadar Glukosa.................................................................
4.2.1 Pengukuran Standar Glukosa......................................................
4.2.2 Pengukuran Glukosa Sampel......................................................
21
21
21
24
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...........................................................................................
5.2 Saran ..................................................................................................
25
25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN .....................................................................................................
26
28
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Jaringan Keloid dan Jaringan hipertrofi .........................
Tabel 4.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Sampel Jaringan.....................
Tabel 4.2 Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Antara Jaringan Keloid dan
Preputium .........................................................................................................
Tabel 4.3 Uji Normalitas...................................................................................
Tabel 4.4 Hasil Uji T-Test Independent Antara Jaringan Keloid dan
Preputium..........................................................................................................
x
13
22
24
24
25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Glikolisis Awal Glikolisis.....................................................
Gambar 2.2 Alur Glikolisis ……………………..............................................
Gambar 2.3 Gambaran Keloid .........................................................................
Gambar 4.1 Grafik Standar Glukosa.................................................................
Gambar 4.2 Grafik Perhitungan Kadar Glukosa...............................................
Gambar 6.1 Surat Kode Etik.............................................................................
Gambar 6.2 Jaringan Preputium dan Jaringan Keloid.......................................
Gambar 6.3 Jaringan Preputium yang Ke-5......................................................
Gambar 6.4 Jaringan Sampel............................................................................
Gambar 6.5 Reagen Glukosa ……...................................................................
Gambar 6.6 Glukosa Standar ...........................................................................
Gambar 6.7 Sampel yang Akan Diukur ...........................................................
Gambar 6.8 Pengabilan Glukosa Reagen R1 ……………………...................
Gambar 6.9 Memasukkan Reagen ke Tabung Reaksi ......................................
Gambar 6.10 Pengambilan Sampel .................................................................
Gambar 6.11 Alat Sfektofotometer...................................................................
xi
7
8
11
23
23
29
31
31
31
31
31
31
32
32
32
32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lolos Etik Pengambilan Jaringan Keloid dan Preputium..............
Lampiran 2 Hasil Uji Statistik ..........................................................................
Lampiran 3 Gambaran Proses Penelitian..........................................................
Lampiran 4 Riwayat Penulis.............................................................................
xii
28
29
31
33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keloid merupakan salah satu gangguan pada kulit yang muncul karena
adanya pembentukan jaringan parut yang timbul sebagai akibat dari proses
penyembuhan luka abnormal.1 Jaringan parut abnormal ini terbentuk terutama
akibat dari sinstesis dan degradasi kolagen yang tidak seimbang pada kulit yang
sebelumnya mengalami trauma atau mengalami luka.2 Keloid bersifat diturunkan
terdapat sekitar 5-15% terjadinya luka, pada akhir proses pemulihan akan
terbentuk suatu jaringan parut yang nantinya akan berkembang menjadi keloid.
Insidensi timbulnya keloid terbanyak terjadi pada usia 10-30 tahun. Setiap
tahunnya di negara berkembang, terdapat 100 juta pasien dengan keluhan timbul
jaringan keloid
dimana 55 juta diantaranya merupakan terjadi setelah
pembedahan dan 25 juta kasus lainnya merupakan hasil akibat trauma.3,4,5
Kecenderungan keloid lebih sering terjadi pada individu yang berkulit
hitam, angka kejadian keloid berkisar antara 4,5-16% telah dilaporkan terjadi pada
populasi yang didominasi ras kulit hitam dan Hispanik, dan 16% diantaranya
terjadi pada ras kulit hitam Afrika dan angka kejadian keloid di Hawai, ditemukan
lima kali lebih banyak pada orang-orang keturunan Jepang dan tiga kali lebih
banyak pada orang keturunan Cina yang berkulit putih (Polinesia). Dibandingkan
penduduk Malaysia dan India, penduduk Cina lebih sering terkena keloid.5 Di
Indonesia, berdasarkan hasil penelitian observasional yang dilakukan di RSU dr.
Soetomo Surabaya, pada 30 kasus keloid, diperoleh data bahwa 76.67% penderita
keloid berusia 10-30 tahun dan terbanyak pada wanita. Dari hasil tersebut
diperkirakan bahwa pada rentang usia 10-30 tahun, kasus trauma lebih sering
dialami dan laju sintesis kolagen lebih besar pada rentang usia tersebut.1
Keloid yang muncul sebagai manifestasi dari penyembuhan luka yang
dianggap sangat mengganggu pada penderita karena secara estetika mengganggu
penampilan dan menimbulkan gangguan psikologis pada penderitanya. Upaya
penanganan sampai keloid saat ini masih menjadi masalah yang belum ada obat
1
2
penyembuhannya, serta tingginya insidensi dan beragamnya variasi respon
terhadap terapi pada masing-masing individu.1
Keloid secara estetika, merupakan permasalahan yang sangat serius
dimana keberadaannya dinilai sangat mengganggu, terutama apabila terdapat pada
wajah dan telinga sehingga menimbulkan ketidakpercayaan penderita terhadap
lingkungan sekitarnya. Keloid juga diduga memiliki keterkaitan erat dengan
faktor genetik baik secara autosomal dominan maupun resesif. Keloid juga diduga
ada kaitan dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) faktor B14, B21, BW16,
BW35, DR5, DQW3, dan golongan darah B.2 Orang yang memiliki riwayat
keluarga dengan keloid tentunya akan memiliki faktor resiko lebih besar terkena
keloid paska terkena luka. Oleh sebab itu, orang yang memiliki riwayat keluarga
dengan bakat keloid memiliki peluang timbul keloid lebih besar dibanding orang
yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan keloid. Gejala-gejala keloid yang
timbul yaitu, jaringan terus melebar, gatal, dan nyeri jika di sentuh serta timbul
perasaan tidak nyaman, walaupun pada sebagian individu bersifat asimptomatik.4
Terapi untuk keloid yang saat ini sudah ada adalah dengan pemberian
kortikosteroid melalui injeksi yang berguna untuk mengurangi gejala pruritus atau
sensitivitas dari lesi serta mengurangi volume keloid. Namun, terapi keloid ini
belum efektif. Terapi keloid lain yang juga telah dilakukan yaitu melalui teknik
krioterapi, dimana lesi atau jaringan abnormal dimatikan dengan cara dibekukan
dengan nitrogen cair. Tidak jarang pula dilakukan penanganan keloid melalui
eksisi dengan pembedahan pada jaringan keloid, namun permasalahan yang
muncul adalah lesi yang dieksisi dengan pembedahan lebih cenderung akan
kambuh kembali bahkan dapat timbul lesi yang lebih besar dari lesi semula.
Tingkat rekurensi terapi tunggal dengan eksisi pada keloid adalah 45-100%.
Terapi keloid lainnya adalah dengan pemberian krim silikon dan gel silikon secara
topikal, yang bersifat tidak invasif.4
Terjadinya keloid disebabkan karena adanya abnormalitas pada fase
fibroblas saat penyembuhan luka, dimana terjadi peningkatan aktivitas fibroblas,
peningkatan kolagen tipe III serta miofibroblas. pada pembentukan keloid ini
diduga terjadi proliferasi sel sehingga terjadi peningkatan kebutuhan energi (O2)
dan dapat menyebabkan hipoksia jaringan sehingga jaringan membutuhkan energi
3
tambahan yang menyebabkan terjadinya proses glikolisis anaerob sehingga
terjadinya pemecahan dari glukosa menjadi asam laktat di sitosol pada jaringan
keloid.7 Proses metabolisme pada jaringan bisa berjalan apabila pasokan energi
(O2) tersedia dan dapat berlangsung secara aerob dimana asam piruvat
dimetabolisme menjadi asetil-KoA, lalu masuk ke siklus asam sitrat untuk
dioksidasi menjadi carbon dioksida (CO2), H2O dan sejalan dengan terbentuknya
adenosine triphosphate (ATP) melalui proses fasforilasi dengan bantuan laktat
dehidrogenasi (LDH). Saat pasokan oksigen di sel jaringan berkurang yang
menyebabkan reoksidasi natrium dehidrogenasi (NADH) dengan mereduksi asam
piruvat menjadi laktat di mitokondria yang terbentuk saat proses glokolisis
terhambat sehingga glikolisis dapat berlanjut kembali.8 Pada pembentukan keloid
diduga terjadi peningkatan dari glikolisis yang menghasilkan asam piruvat dan
kemudian direduksi menjadi asam laktat. Pada riset ini, peneliti ingin mengetahui
kadar glukosa sumber penghasil energi pada jaringan keloid dengan jaringan
preputium sebagai kontrol.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran kadar glukosa
pada jaringan keloid.
1.3 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah terdapat peningkatan kadar glukosa pada
jaringan keloid.
1.4 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran kadar glukosa pada
jaringan keloid.
4
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Mengetahui informasi tentang peran glukosa dalam pembentukan
jaringan keloid dalam upaya mencari terapi pengobatan keloid
tersebut.
2. Bagi Institusi
Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian
lebih dalam bagi peneliti yang lain.
3. Masyarakat
Menginformasikan
pada
masyarakat
peran
molekul
dalam
pembentukan keloid, sebagai upaya untuk menemukan pengobatan
yang lebih efektif terhadap penyembuhan keloid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Glukosa
Glukosa sangat penting
sebagai penyediaan energi di dalam tubuh,
glukosa merupakan pusat dari semua metabolisme. Glukosa merupakan bahan
bakar bagi sel tubuh manusia.9 Hal ini disebabkan karena semua jenis karbohidrat
baik monosakarida, disakarida maupun polisakarida yang dikonsumsi oleh
manusia akan terkonversi menjadi glukosa di dalam hati. Glukosa ini kemudian
akan berperan sebagai salah satu molekul utama bagi pembentukan energi di
dalam tubuh. Berdasarkan bentuknya, molekul glukosa dapat dibedakan menjadi 2
jenis yaitu molekul D-Glukosa dan L-Glukosa. Faktor yang menjadi penentu dari
bentuk glukosa ini adalah posisi gugus hidrogen (-H) dan alkohol (–OH) dalam
struktur molekulnya.10
Di dalam tubuh manusia glukosa yang telah diserap oleh usus halus
kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah. Di
dalam tubuh, glukosa tidak hanya dapat tersimpan dalam bentuk glikogen di
dalam otot & hati namun juga dapat tersimpan pada plasma darah dalam bentuk
glukosa darah (blood glucose).10
Di dalam tubuh selain akan berperan sebagai bahan bakar bagi proses
metabolisme, glukosa juga akan berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja
otak. Melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa
kemudian akan digunakan untuk mensintesis molekul ATP
yang merupakan
molukel molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh. Dalam konsumsi
keseharian, glukosa akan menyediakan hampir 50-75% dari total kebutuhan
energi tubuh. Untuk dapat menghasilkan energi, proses metabolisme glukosa akan
berlangsung melalui dua mekanisme utama yaitu melalui proses anaerobik dan
proses aerobik. Proses metabolisme secara anaerobik akan berlangsung di dalam
sitoplasma sedangkan proses metabolisme anaerobik akan berjalan dengan
mengunakan enzim sebagai katalis di dalam mitokondria dengan kehadiran
Oksigen (O2 ).10
5
6
2.2 Glikolisis
Glikolisis diawali dengan reaksi pembentukan senyawa glukosa 6-fosfat
dari glukosa. Reaksi tersebut merupakan reaksi yang membutuhkan energi yang
diambil dari pemutusan ikatan fosfat dari ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim
heksokinase atau glukokinase. Heksokinase dapat ditemukan dalam semua sel
organisme. Enzim ini memiliki spesifitas katalitik yang rendah. Hampir semua
monosakarida dapat difosforilasi. Aktivitasnya dapat dihambat oleh produknya,
yaitu glukosa-6-fosfat. Glukokinase diitemukan di lever dan memiliki spesifitas
katalitik yang tinggi dan tidak dapat dihambat oleh glukosa-6-fosfat. Enzim ini
aktif bila kadar glukosa tinggi di dalam darah. Tahap selanjutnya adalah
Isomerisasi glukosa 6-fosfat, yaitu reaksi pembentukan isomer fruktosa 6-fosfat
dari glukosa 6-fosfat. Reaksi ini dikatalisis oleh fosfoglukoisomerase. Setelah itu
akan masuk ketahap Fosforilasi kedua yaitu reaksi fosforilasi fruktosa-6-fosfat
menjadi fruktosa-1,6-bisfosfat oleh enzim fosfofruktokinase, reaksi ini berjalan
spontan dan merupakan rate limiting step pada proses glikolisis. Pada reaksi ini
dibutuhkan 1 mol ATP dan diregulasi secara ketat. Fosfofruktokinase dapat
dihambat oleh ATP. Reaksi pemutusan menjadi 2 triosafosfat. Reaksi ini
dikatalisis oleh enzim aldolase dan terjadi pemutusan aldol yang merupakan
kebalikan dari reaksi kondensasi aldol membentuk membentuk 2 molekul
gliseraldehid 3-fosfat yang selanjutnya mengalami isomerisasi membentuk
dihidroksiasetonfosfat. Reaksi isomerisasi ini dikatalisis oleh enzim triosefosfat
isomerase. Pada saat isomerisasi triosafosfat ini hanya gliseraldehid-3-fosfat yang
akan diteruskan dalam proses glikolisis sehingga dengan adanya reaksi isoerisasi
ini memungkinkan proses glikolisis berjalan sempurna. Pada akhir tahap I
glikolisis ini menghasilkan 2 molekul gliseraldehid-3-fosfat dan membutuhkan 2
molekul ATP untuk setiap 1 molekul glukosa. Oksidasi gliseraldehid-3-fosfat
Reaksi ini dikatalisis oleh enzim gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase dengan
NAD+ sebagai koenzimnya. Reaksi oksidasi ini terjadi addisi gugus fosfat dan
menghasilkan NADH. Pada tahap ini terbentuk pertama kali senyawa yang
mengandung energi tinggi. Transfer fosfat untuk membentuk ATP Senyawa 1,3
bisfosfogliserat merupakan senyawa berenergi tinggi yang selanjutnya gugus
7
8
memiliki ko-faktor Mg2+. Reaksi ini dapat dihambat oleh fluorida. Pembentukan
ATP akhir reaksi ini berjalan spontan dan terjadi transfer gugus fosfat dari
fosfoenolpirufat ke ADP membentuk ATP. Pelepasan fosfat ion menyebabkan
terjadinya ikatan enol yang tidak stabil sehingga akan terkonversi ke bentuk keto
dan menjadi piruvat. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim piruvat kinase. Enzim ini
memerlukan Mg+ sebagai ko-faktor. Piruvat merupakan hasil akhir glikolisis.11
Sepanjang proses glikolisis ini akan terbentuk beberapa senyawa, seperti
Glukosa 6-fosfat, Fruktosa 6-fosfat, Fruktosa 1,6-bisfosfat, Dihidroksi aseton
fosfat,
Gliseraldehid
3-fosfat,
1,3-Bisfosfogliserat,
3-Fosfogliserat,
2-
Fosfogliserat, Fosfoenol piruvat dan piruvat. Selain itu, proses glikolisis ini juga
akan menghasilkan molekul ATP dan NADH (di mana 1 NADH menghasilkan 3
ATP). Sejumlah 4 molekul ATP dan 2 molekul NADH (6 molekul ATP) akan
dihasilkan dan pada tahap awal proses ini memerlukan 2 molekul ATP. Sebagai
hasil akhir, 8 molekul ATP akan terbentuk.9
Peningkatan konsentrasi NADH dapat
menghambat siklus asam
trikarboksilat dan masuknya piruvat serta asam lemak ke dalam siklus tersebut.
Akibatnya, piruvat diubah menjadi laktat yang muncul dalam darah dan asam
lemak tertimbun dalam jaringan sebagai trigliserida.9
Gambar 2.2 : Alur Glikolisis 12
9
2.3
Fisiologi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu perbaikan atau penyusunan kembali
jaringan/organ yang rusak, terutama pada kulit. Adanya luka pada kulit organ kulit
akan mengaktifkan proses sistemik sebagai respon tubuh terhadap jaringan yang
rusak sebagai usaha pengembalian ke kondisi homeostasis sehingga tercapai
kestabilan fisiologi jaringan organ. Proses penyembuhan luka sendiri melibatkan
komponen seluler dan ekstraseluer sebagai penyusun kembali jaringan yang rusak.
Diawali dengan serangkaian proses yaitu koagulasi, inflamasi, proliferasi dan
migrasi sel, angiogenesis, sintesis matriks,, remodeling dan kontraksi luka.fase
fase dari penyembuhan secara langsung yaitu :12
2.3.1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskular dan seluler akibat adanya
luka pada jaringan lunak. Tujuannya adalah untuk menghentikan perdarahan dan
membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati, dan bakteri untuk
dimulainya proses penyembuhan pada luka.13
Fase ini dimulai sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Segera setelah
terjadinya luka, pembuluh darah yang putus mengalami konstriksi dan retraksi
disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin
membekukan
darah.
Komponen
hemostasis
ini
akan
melepaskan
dan
mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like
Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor beta (TGF-β) yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil,
makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblas. Keadaan ini disebut fase
inflamasi. Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit
Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator
inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) yang juga dikeluarkan
oleh makrofag. Adanya TGF β1 akan mengaktivasi fibroblas untuk mensintesis
kolagen.14
10
2.3.2. Fase Proliferasi
Pada fase ini disebut proliferasi karena pada masa ini peran fibroblas
banyak. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen
yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada
fase ini mulai terjadinya granulasi, kontraksi luka dan epitelialisasi.15
2.3.3 Fase Remodeling
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen,
kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen
berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2
tahun. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang
mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal.16
2.4
Keloid
2.4.1 Pengertian Keloid
Keloid merupakan hasil dari pertumbuhan jaringan kolagen yang
berlebihan (proliferasi berlebihan) pada kulit yang membentuk jaringan parut
yang terjadi akibat penyembuhan luka yang abnormal. Proses penyembuhan luka
pada sel memerlukan ATP sebagai sumber energi. ATP biasanya dihasilkan di
mitokondria, namun ATP dalam proses munculnya keloid dihasilkan oleh
glikolisis
sebagai sumber energi utama. Peningkatan asam laktat dalam
jaringan keloid menunjukkan bahwa glikolisis dapat memberikan sumber energi
utama.7
11
12
kali lebih sering pada orang-orang keturunan Jepang dan tiga kali lebih sering
pada orang keturunan Cina dari orang kulit putih. Dibandingkan penduduk
Malaysia dan India, penduduk Cina lebih sering terkena keloid5. Di Indonesia,
berdasarkan hasil penelitian observasional yang dilakukan di RSU dr. Soetomo
Surabaya, pada 30 kasus keloid, diperoleh data bahwa 76.67% penderita keloid
berusia 10-30 tahun dan terbanyak pada wanita. Dari hasil tersebut diperkirakan
bahwa pada rentang usia 10-30 tahun, kasus trauma lebih sering dialami dan laju
sintesis kolagen lebih besar pada rentang usia tersebut.1
2.4.3
Etiologi Keloid
Etiologi yang jelas pada keloid belum diketahui secara pasti penyebabnya,
keloid umumnya muncul setelah terjadinya cedera pada kulit, misalnya bekas luka
operasi, laserasi, abrasi pada kulit, cryosurgery, dan elektrokoagulasi serta
vaksinasi, jerawat dan lain lain. Keloid juga diduga memiliki disposisi familial
yang erat dimana telah dilaporkan faktor genetik keloid dapat terjadi baik secara
autosomal dominan maupun resesif dan berkaitan dengan Human Leukocyte
Antigen (HLA) faktor B14, B21, BW16, BW35, DR5, DQW3, dan golongan
darah B.3,4,5
2.4.4
Patogenesis dan Patofisiologi Keloid
Pemahaman tentang penyembuhan luka secara normal sangat penting
untuk memahami mekanisme pembentukan keloid, secara nomal penyembuhan
luka ada 3 tahap yaitu: inflamasi, fibroblastik dan maturasi.12
Pembentukan keloid melibatkan ekspresi transforming growth factor-β
(TGF-β) oleh sel-sel endotel neovaskular dengan diikuti produksi autokrin TGF-β
oleh fibroblast yang berdekatan. Ekspresi gen kolagen tipe I dan VI juga
meningkat dalam jaringan keloid. Demikian pula aktivitas kolagenase juga
meningkat pada keloid, dimana peningkatan sintesis kolagen ini melampaui
jumlah peningkatan katabolisme, akibatnya terjadi peningkatan jaringan ikat yang
berlebih. Pada mikroskop cahaya, keloid menyerupai jaringan parut hipertrofik,
tetapi perbedaan morfologi dapat dilihat dalam bentuk histologi dan klinis:7
13
Tabel 2.1. Perbedaan Jaringan Keloid dan Jaringan Hipertrofi 7
2.4.5
Sifat dan Karesteristik Keloid
Keloid dapat muncul secara spontan, tanpa ada riwayat cedera ataupun
luka, biasanya pada daerah presternal. Gejala umumnya biasanya asimptomatik,
namun dapat juga terasa gatal dan nyeri jika di sentuh. Lesi yang masih awal
biasanya kenyal, permukaannya licin, seperti karet dan sering disertai rasa gatal.
Sedangkan pada lesi yang lanjut biasanya sudah mengeras, hiperpigmentasi, dan
asimptomatik.17
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi dengan karakteristik mulai dari
papul, nodul sampai lesi tuberous besar. Umumnya dapat tampak seperti warna
kulit normal, dapat juga merah muda, merah terang bahkan ada juga yang
kebiruan. Dapat terjadi linear setelah cedera traumatik atau bedah. Keloid dapat
tumbuh menjalar memanjang melebihi garis batas asal luka dan dapat pula
membentuk nodular (tumor-like). Pada palpasi dapat teraba jaringan keloid lunak
hingga keras, mungkin juga lembut dengan permukaan yang tampak halus.18
14
Secara histopatologi keloid merupakan peningkatan kolagen dan
glikosaminoglikan, tampak susunan jaringan fibrosa yang masih muda dan
fibroblas yang tersusun tidak beraturan, eosinofilik dan terdapat pita-pita jaringan
kolagen. Gambaran lainnya menunjukkan adanya hialinisasi serabut kolagen yang
tersusun melingkar, adanya gambaran sepertiujung lidah di bawah epidermis dan
papilar dermis yang tampak norma, gambaran horizontal fibrous band dan fascia
like band di dermis retikuler bagian atas.19
2.4.6
Perkembangan Terapi
Selama ini terapi yang diberikan untuk keloid adalah preparat
kortikosteroid, yaitu dengan menginjeksikan triamsinolone secara intralesi dengan
dosis 10-40 mg/mL setiap bulan. Terapi ini berguna untuk mengurangi gejala
pruritus atau sensitivitas dari lesi serta mengurangi volumenya. Terapi ini dinilai
cukup efektif untuk hypertrophic scar, tetapi kurang efektif untuk keloid. Oleh
karena itu, terapinya dapat dikombinasikan dengan krioterapi dimana lesi aslinya
dibekukan dengan nitrogen cair, setelah membeku, lesi menjadi edematous dan
lebih mudah untuk diinjeksi.2
Terapi keloid lainnya adalah dengan dieksisi. Namun, lesi yang dieksisi
dengan pembedahan lebih sering terjadi kekambuhan bahkan dapat timbul lesi
yang lebih besar dari lesi semula. Eksisi yang dilakukan sesegera mungkin setelah
radioterapi pasca bedah, mungkin lebih menguntungkan. Terapi lainnya adalah
dengan menggunakan krim silikon dan gel silikon secara topikal, dimana
keduanya tidak nyeri saat digunakan dan tidak bersifat invasif 7.
2.4.7
Aktivitas Metabolisme Keloid
Keloid merupakan bentuk dari tumor jinak, seperti kebanyakan dari sel
tumor, yang diduga memiliki aktivitas metabolisme glukosa yang meningkat
dibanding jaringan kulit yang normal pada umumnya. Peningkatan kecepatan
metabolisme glukosa yang diamati melalui Positron Emission Tomography (PET)
dengan fluorine-18-fluorodeoxyglucose (FDG) yang disuntikkan secara intravena
pada 5 pasien dengan keloid, hasilnya dikalkulasi dengan Standardized Uptake
Value (SUV= konsentrasi jaringan/aktivitas injeksi per KgBB), maka didapatkan
15
jaringan keloid memiliki serapan yang lebih besar terhadap FDG bila
dibandingkan jaringan sehat disekitarnya dengan SUV jaringan keloid berkisar
antara 1.0 hingga 2.74, dengan rata-rata 1.79. Hal tersebut mengindikasikan
adanya peningkatan kecepatan metabolisme glukosa.
2.4.8
Peningkatan Penggunaan Glukosa pada Keloid
Pada penelitian yang dilakukan Vincent (2008) . telah dibuktikan adanya
penyerapan lebih banyak dari penggunaan dari glukosa itu sendiri. pada
penelitiannnya ini yang berjudul “metabolic parameter involved in keloid scar
formation “. Pada penelitian dibandingkankan antara jaringan keloid dan jaringan
yang normal dengan melakukan kultur yang terlihat pada hari ke 3 terjadi lebih
banyak jaringan keloid mengkonsumsi glukosa yang tercermin dengan penurunan
glukosa dalam medium dan juga banyak terakumulasi dari asam laktat
dibandingkan dengan jaringan yang normal. 6
16
2.5
Kerangka Teori
Luka pada kulit
Faktor Risiko
Proses
penyembuhan
Fase penyembuhan
luka normal
Fase proliferasi
Fase inflamasi
Terjadi proliferasi
dan pembentukan
fibroblast dari sel
mesenkim
Vasokonstriksi
pembuluh
darah
Pembentukan
bekuan fibrin
Menghasilkan
mukopolisakarida
dan serat kolagen
Pelepasan
mediator
inflamasi
Pertautatan tepi
luka dan terbentuk
jaringan granulasi
Permeabilitas
vaskular
Antibodi,
plasma
protein,
elektrolit,
komplemen,
dan air
menembus
spasium
vaskular
Epitel basal tepi luka
terlepas, bermigrasi
ke dasar luka
Permukaan luka
tertutup epitel
Fase remodeling
Fibroblast
meninggalkan
jaringan granulasi
dan digantikan
oleh kolagen
Jaringan ikat yang
baru di produksi, sel
yang tidak
diperlukan di
hancurkan
Internal
Eksternal
Usia, genetik, ras,
kebersihan, status
gizi, hipovolemik,
faktor lokal edema
Penanganan luka,
sosial ekonomi,
lingkungan, tradisi
Kolagen
yang di
produksi
>
Dihancurk
-an
Produksi
kolagen
berlebihan
Proliferasi jaringan
ikat berlebih,
hipoksia jaringan
Luka mengecil
Metabolisme
jaringan
meningkat
Kekuatan jaringan
kembali seperti
sebelum luka
Glikolisis
anaerob
Luka sembuh
Pemecahan
glukosa
Pemakaian
glukosa
Terjadi reaksi
inflamasi
(kalor, dolor,
rubor, pallor,2.6
functio laesa)
2.7
Keloid
Penumpukan
asam laktat
Terapi
17
2.8 Kerangka Konsep
Luka
Proses Penyembuhan Luka Abnormal
Produksi Kolagen Berlebih
Glikolisi yang
Tidak Terkontrol
?
Keloid
Pemakaian Glukosa
2.7 Defenisi Operasional
No
1
Variabel
Kadar Glukosa
jaringan
keloid,
preputium dan
standar
glukosa
Defenisi
Operasional
Alat Ukur
kuantitas atau Spektofotometet
jumlah glukosa (λ=546nm)
yang terdapat
dalam jaringan
dan standar
Cara
Pengukuran
Sampel
jaringan di
ukur dengan
Kit Glucose
Rajawali
Nusindo (cat.no.;112191,
ReG.-no,:
AKL
20101803460)
Skala
penguku
ran
Numerik
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif untuk mengetahui
peran metabolisme glukosa dalam pembentukan jaringan keloid. Pendekatan yang
dilakukan adalah pendekatan secara kuantitatif dengan desain studi cross sectional
dengan membandingkan kadar glukosa antara kelompok yang tidak memiliki
jaringan keloid (kelompok kontrol) dengan kelompok yang memiliki jaringan
keloid (kelompok kasus).
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 – Mei
2014 di
Laboratorium biologi dan biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Kertamukti No.05 Kelurahan Pisangan
Barat, Ciputat, Tangerang Selatan.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini sebanyak 20 orang yang terdiri dari 10 orang
kelompok kontrol dan 10 orang kelompok kasus. Sampel untuk kelompok kasus
diperoleh dari biopsi jaringan keloid pada 10 pasien dari beberapa rumah sakit
berbeda yaitu di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Salemba, Rumah Sakit
Jakarta Islamic Hospital Pasar Rebo, Rumah Sakit Sari Asih Pamulang, Rumah
Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Rumah Sakit Prima Medika Bintaro dan
Rumah Sakit Hermina Ciputat.
Sedangkan sampel untuk kelompok kontrol diperoleh dari jaringan kulit
preputium pada 10 pasien sirkumsisi massal yang diadakan di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni 2013. Pengambilan sampel telah disetujui
melalui izin komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada
penelitian ini, sampel yang diteliti berasal dari sampel yang didapatkan dari
pembimbing 1 (Bu Endah Wulandari) dalam bentuk supernatan.
18
19
3.4
Alat dan Bahan Penelitian
3.4.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain autoclave, open,
spektrofotometer, timbangan analitik, sentrifuge, tabung mikro, mikropipet 220µl, mikropipet 20-200µl, mikropipet 100-1000µl, kuvet, tip (putih, biru, dan
kuning), tabung reaksi( besar dan kecil) , gelas ukur, bekker glass, glove dan
masker.
3.4.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, sampel jaringan keloid
dan preputium, pelumat jaringan Potter-Elvehjehm, Kit glucose Rajawali Nusindo
(cat : 112191 ) Reagen 1 ( 4x100 ml atau 1000 ml enzyme reagent ), Reagen 2 (1
x 3 ml standard ) dan akuades.
3.5. Cara Kerja Penelitian
3.5.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.
Banyaknya jumlah sampel jaringan kulit preputium adalah 10 jaringan yang
diperoleh dari pasien sirkumsisi massal dan banyaknya jumlah jaringan keloid
adalah 10 jaringan yang diperoleh melalui biopsi jaringan keloid.
3.5.2 Pembuatan Homogenat
Jaringan keloid dan preputium yang diperoleh segera disimpan dalam suhu
21oC, pada saat dibuat homognenat langsung ditimbang dalam kondisi segar atau
beku sebanyak 50 mg dalam tabung mikro (berukuran 1,5 mL). Kemudian
ditambahkan akuades ke dalam tabung pada suhu 15-25oC (menggunakan es)
sebanyak 1 mL. Selanjutnya dilakukan homogenisasi dengan menggunakan
pelumat jaringan Potter-Elvehjehm menggunakan microspestle. Hasilnya dari
homogenat tersebut di sentrifugasi kemudian supernatan diukur kadar glukosa
pada kedua jaringan tersebut.
20
3.5.3 Pengukuran Kadar Glukosa
Pengukuran kadar glukosa dilakukan dengan cara berikut. Sampel 20µL
ditambahkan dengan reagen 1 ( Kit glucose Rajawali Nusindo (cat : 112191 )
kemudian diinkubasi selama 10 menit dengan temperature 25°C. Absorban dibaca
dengan spektrofotometer ( λ = 546 nm ) kemudian hasil pengukuran absorban
dibandingkan dengan kontrol dan antar sesamanya.
3.5.4 Alur Penelitian
Jaringan
Keloid
Preputium
Uji Kadar Glukosa
Analisis Statistik
3.6. Pengolahan Data dan Analisis Data
3.6.1 Analisis Data
Analisis data secara statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi
16.0 secara deskriftif. Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan
pengolaan data secara komputerisasi dengan Uji T-test independent bila distribusi
normal dan dan bila distribusi tidak normal menggunakan uji Mann whiteney.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Karasteristik Sampel
Penelitian ini menggunakan dua kelompok uji, yaitu kelompok jaringan
keloid dan jaringan preputium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
peningkatan penggunaan kadar glukosa.
Sampel jaringan keloid diperoleh dari biopsi jaringan keloid pada 10
pasien dari beberapa rumah sakit berbeda, antara lain RS Cipto Mangunkusumo
Salemba, RS Jakarta Islamic Hospital Pasar Rebo, RS Sari Asih Pamulang, RS
Mitra Keluarga Kelapa Gading, RS Prima Medika Bintaro, dan RS Hermina
Ciputat, sedangkan jaringan kulit preputium diperoleh dari 10 pasien sirkumsisi
massal yang diadakan di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni
2013, tetapi sampel yang digunakan peneliti sudah dalam bentuk homogenat.
Jenis Sampel Jaringan
Jumlah
Keloid
10
Preputium
10
Total
20
Tabel 4.1 Distribusi Subjek Berdasarkan Jenis Sampel Jaringan
4.2.Pengukuran Kadar Glukosa
4.2.1. Pengukuran Standar Glukosa
Pengukuran standar glukosa ini untuk menentukan standar awal atau batas
awal dari glukosa, untuk mempermudah peneliti menentukan hasil dari penelitian
dari glukosa pada jaringan keloid dan pada jaringan preputium. Sebelum
dilakukan penilaian kadar glukosa pada jaringan keloid maka harus diketahui
standar glukosa, maka berdasarkan grafik diatas maka standar glukosa adalah
21
22
y=319.78x – 41.514 yang dimana x pada rumusan tersebut adalah hasil
perhitungan kadar glukosa pada jaringan preputium dan jaringan kontrol.
Gambar 4.1 : Grafik Standar Glukosa
4.2.2. Pengukuran Glukosa Sampel
Pengukuran kadar glukosa jaringan keloid dan kadar glukosa jaringan
preputium didapatkan setelah diambil dari rerata hasil dari
menggunakan
penghitungan
alat spektofotometer maka didapatkan hasil yang tertera pada
diagram dibawah ini :
23
Gambar 4.2 : Grafik
Penghitungan Kadar Glukosa Jaringan
Kontrol Preputium dan Jaringan Keloid Dalam
Satuan (mg/dL)
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa kadar glukosa pada jaringan keloid
(sample 1- 10)
lebih
kecil dibandingkan dengan kadar jaringan preputium
(Kontrol: K) dengan data diatas pada jaringan keloid kadar glukosa tertinggi
adalah 17.645 mg/dL < dibandingkan dengan kadar glukosa pada preputium
17.966 mg/dL.
24
Tabel 4.2 : Perbedaan Rerata Kadar Glukosa Antara Jaringan Keloid dan
Preputium
NO
Nama Variabel
n
Kadar Glukosa (mg/dL)
Rerata (SB)
1
Jaringan Keloid
10
9.493 ± 5.955
2
Kontrol
10
17.965 ± 7.101
Penelitian ini untuk mengetahui berapa besar perbedaan kadar glukosa
antara jaringan keloid dan preputium pada dua kelompok sampel, maka dari itu
dilakukan analisis bivariat dengan menggunakan uji kompratif dua kelompok
tidak berpasangan (uji t independent ). Jika p> 0.05, maka Ho ditolak. Uji ini
memiliki ketentuan yaitu distribusii data harus normal, maka dilakukan uji
normalitas terlebih dahulu (saphiro- wilk).
No
Nama Variabel
Nilai p
Normalitas Distribusi
1
Kadar Glukosa
0.879
Normal
Tabel 4.3 Uji Normalitas
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui p value kadar glukosa sebesar
0.879 pada taraf signifikansi 0.05 maka p value > α maka sebaran data dalam
penelitian ini teruji kenormalannya. Berdasarkan hasil uji statistik dengan
menggunakan uji t independent pada tabel 4.4 pada taraf signifikansi 0.05
didapatkan p value < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang bermakna antara kadar glukosa jaringan keloid dan jaringan preputium.
Dari tabel 4.4 diketahui p value untuk uji hipotesis menggunakan uji t
independent sebesar 0.01, yang berarti p value < 0.05. hasil analisis statistik
25
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata kadar
glukosa jaringan keloid dengan jaringan preputium sehingga hipotesis nol ditolak.
Tabel. 4.4 Hasil Uji T- Test Independent Antara Jaringan Keloid Dengan
Pengukuran
n
Rerata ±SB
U/L
Perbedaan IK 95%
P Value
Rerata
Jaringan
10
9.493 ± 5.955
10
17.965 ± 7.101
8.47
2.314-14.429
0.01
keloid
Preputium
Preputium
Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk membandingkan adanya
perbedaan kadar glukosa antara jaringan keloid dengan jaringan preputium yang
hasilkan menunjukkan terdapat perbedaan kadar glukosa di jaringan keloid
daripada jaringan preputium, dimana pada jaringan keloid menunjukkan terjadi
peningkatan pemakaian glukosa sehingga pada penelitian ini ditemukan kadar
glukosa pada jaringan keloid lebih sedikit dibandingkan pada jaringan preputium (
normal ). Ini menunjukkan hal-hal yang sama dengan sel-sel tumor dikarenakan
disaat sel sel terkena hipoksia pada jaringan menyebabkan terjadi peningkatan
pemakaian glukosa dan produksi dari asam laktat.7 Pada penelitian yang dilakukan
Vincent (2008) pada kultur kulit manusia menunjukkan bioenergetik yang mirip
dengan sel-sel kanker dalam menghasilkan ATP terutama pada glikolisis dalam
peningkatan asam laktat. aktivitas heksokinase glyceraldehyde-3 phophate
dehydrogenase, dan laktat dehydrogenase lebih tinggi dibandingkan pada
jaringan normal fibroblas. Inhibitor glikolisis menurunkan tingkat biosintesis
ATP
lainnya
yang
menunjukkan
signifikansi
di
jaringan
keloid
dan
ketergantungan mereka pada. penghasilan ATP pada jaringan normal dapat
diperoleh terutama dari fosforilasi oksidatif
mitokondria.
7
yang lebih dikompromikan oleh
26
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian didapatkan peningkatan konsumsi kadar glukosa pada
jaringan keloid. Hal ini menunjukkan terjadi pemecahan dari glukosa menjadi
asam laktat pada jaringan keloid untuk memenuhi pasokan energi pada
pembentukan jaringan keloid.
5.2.Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penekanan glikolisis keloid,
sehingga suplai energi dapat ditekan dan terjadi regenerasi atau penurunan
jaringan keloid.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Pratiwi KD, Perdanakusuma D.. Hubungan antara Golongan Darah dengan
Timbulnya Keloid Pasca Luka. Airlangga University Press. Surabaya. 2009:1-8.
2. Robles, D.T, Berg, D. Abnormal Wound Healing: Keloids. Clinics in
Dermatology.
25:26-32
3. Van De Water, Thomas R and Hinrich Staecker.. Otolaryngology: Basic Science
and Clinical Review. New York: Thieme Medical Publisher’s Inc. 2006.(p.20)
4. Wolff, Klaus., Richard Allen Johnson, and Dick Suurmond. Fitzpatrick’s:
Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology 5th Edition. Massachusetts: The
McGraw-Hill Companies. 2007.
5. Jansen, David A., et.al,. Keloids. http://emedicine .medscape. com/article/1298013
overview#aw2aab6b3. diunduh pada 25/12/13 pukul 23.00.
6. Nemeth, Albert J. Keloids and Hyperthrophic Scars. Journal of Dermatology
Surgery and Oncology. 1993; 19: 738-746.
7. A.S.Vincent, T. Phan, A. Mukhopadhyay et al. Human skin keloid fibroblast
display
bioenergetics of cancer cells. The journal of investigative dermatology. 2008
vol.128 :702-709
8. Murray,Robert K, and Daryl K. Granner. Biokimia Harper .jakarta. 2009. EGC
9. Marks. Dawn B, Allan D. Marks, Collen M. Smith ; alih bahasa, Brahm U, Pendit
;
editor edisi bahasa indonesia, joko suyono, Vivi Sadikin, Lydia I, Mandera.
Biokimia Kedokteran Dasar : sebuah pendekatan klinis . Jakarta : 2000, EGC.
10.Sreeranjit,C.V.K.and Lal,J.J. Glucose : properties and Analysis. Ini Enclopedia of
Food Sciences & Nutrition, 2nd Edition, Caballero,B. Trugo,L.C. & Finglas,
P.M.Eds,. 2003. Academic Press.
eksperimental’noii
theoreticheskoi.1937
google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q
diunduh
pada
11.Landau.L,glikolisis:Zhurnal
http://scholar.
5/09/2014
26
12.King M. W., Glycolysis: Process of Glucose Utilization and Homeostasis. 2007
13.Voet D, Voet JG .Biochemistry 2nd ed. New york: John Wiley & Sons, Inc.1995.
14.Schawarz BF and Neumeister M. The Mechanics of Wound Healing. In Future
Direction in Surgery. Southern Ilinois. 2006. pp: 78-9
15.MacKay D and Miller AL.. Nutritional Support for Wound Healing.. Alt med
rev. 2003 8(4): 360-1
16.Diegelmann RF and Evans MC.. Wound Healing : an overview of
acute,fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 2004. 9: 283-9
17.Malleet P and Dweek A.C. Mechanisme involved in wound healing. Biomed
scient. 2008. 609-15
18.Urioste, S.S, Amdt, K.A, Dover, J.S. Keloids and Hypertrophic Scars: Review and
Treatment Strategies. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery.1999.
18(2):159-71
19.Lee, S, Yosipovitch, G, Chan, Y, Goh, C, pruritus, Pain, and Small Nerve
Fiber Function in Keloid: A controlled study. J Am Acad Dermatol 51.2004;
1002-6
20.Harting, M, Hicks, M,J, Levy, M,L. Dermal hypertropies. Dalam : Wolff k,
Golsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, paller AS, Leffel DJ, editor fizpatrick’s
Dermatology in General Medicine 7th ed, New York: The McGraw-Hill
Companies, 553-4
21.Ong, C.T, khoo, Y.T, Mukhopadhyay, A. Masilamani, J. Do, D.V, Lim, J, dkk.
Comperative proteomic analysis between normal skin and keloid scar. British
journal of Dermatology. 2010. 162: 1302-15
27
28
28
Lampiran 1
Lolos Etik Pengambilan Jaringan Keloid dan Preputium
Gambar 6.1 .Surat Kode Etik
29
Lampiran 2
Hasil Uji Statistik
A. Uji Normalitas dan Varians Data
Uji Normalitas
Descriptives
Statistic
aktivitas glukosa
Std. Error
Mean
1.37290E1
95% Confidence Interval for Lower Bound
1.01167E1
Mean
Upper Bound
1.725893
1.73413E1
5% Trimmed Mean
1.36489E1
Median
1.44500E1
Variance
59.574
Std. Deviation
7.718428E
0
Minimum
.060
Maximum
28.840
Range
28.780
Interquartile Range
11.580
Skewness
-.114
.512
Kurtosis
-.270
.992
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
aktivitas glukosa
.105
df
Shapiro-Wilk
Sig.
20
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
.200
Statistic
*
.976
df
Sig.
20
.879
30
(Lanjutan)
B. Uji T-Test Independent
31
Lampiran 3
Gambaran Proses Penelitian
Gambar 6.2: Jaringan
Preputium & Jaringan Keloid
Gambar 6.4: Jaringan Sampel
Gambar 6.3 : Jaringan
Preputium Yang Ke 5
32
Gambar 6.5: Reagen Glukosa-R1
(Lanjutan )
Gambar 6.6: Glucosa Standar
Gambar 6.7: Sampel Yang Akan
Diukur
33
Gambaran 6.10 :
Pengambilan Sampel
Gambaran 6.11: Alat
Spektofotometer
Lampiran 4
Riwayat Penulis
Identitas
Nama
: Zulfahmi Siregar
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir
: Okaba, 23 Nopember 1993
Agama
: Islam
Alamat
: Kampung Okaba RT 005 RW 002 , Desa: Okaba, Kec:
Okaba, Kab: Merauke , Provinsi: Papua
e-Mail
: [email protected]
34
Riwayat Pendidikan

1997-1999
: TK Okaba Papua

1999-2003
: SDN Inpres Okaba, Papua

2003-2005
: SDN 02 Tanggabosi, Sumatra Utara

2005-2008
: MTs.S Darul Mursyid, Sumatra Utara

2008-2011
: MAS Darul Mursyid, Sumatra Utara

2011-sekarang
: UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Download