Analisis Lanskap Terpadu “Geologi Dan Perkembangan Tektonik

advertisement
Analisis Lanskap Terpadu
“Geologi Dan Perkembangan Tektonik Pulau Sumatera”
Oleh :
PUTRI ASTRIA 115040201111319
KELAS :C
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MINAT MANAJEMEN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
GEOLOGI SUMATERA
Gambaran Umum Pulau Sumatera
Pulau Sumatra, berdasarkan luas merupakan pulau terbesar keenam di dunia. Pulau ini
membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau
Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan.
Pegunungan Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di atas
permukaan laut, merupakan barisan gunung berapi aktif, berjalan sepanjang sisi barat pulau dari
ujung utara ke arah selatan; sehingga membuat dataran di sisi barat pulau relatif sempit dengan
pantai yang terjal dan dalam ke arah Samudra Hindia dan dataran di sisi timur pulau yang luas
dan landai dengan pantai yang landai dan dangkal ke arah Selat Malaka, Selat Bangka dan Laut
China Selatan
A.
Kondisi Geologi Sumbar
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur perlipatan (antiklinorium)
dan struktur sesar dengan arah umum baratlaut – tenggara, yang mengikuti struktur regional P.
Sumatera. Kondisi stratigrafi dari struktur geologi sumatera barat adalah sebagai berikut.

Kelompok Pra Tersier : kelompok ini mencakup masa Paleozoikum – Mesozoikum,
dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan melange, kelompok
batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.

Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit, dunit,
serpentinit, gabro dan basalt.

Kelompok Melange Pra Tersier merupakan kelompok batuan campur aduk yang
disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan, rijang aneka warna.
Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan sekis, filit, kwarsit, batusabak,
batugamping termetakan.

Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping hablur
sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit, diorit, granodiorit,
porfiri kuarsa, diabas dan basalt.

Kelompok transisi Pra Tersier – Tersier Bawah yang merupakan kelompok batuan
terobosan yang terdiri dari batuan granodiorit dan granit.

Kelompok Tersier dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok batuan
melange; kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan
terobosan. Kelompok batuan ultrabasa Tersier disusun oleh batuan serpentinit, piroksenit
dan dunit.

Kelompok batuan melang Tersier yang merupakan batuan campur aduk disusun oleh
graywake, serpih, konglomerat, batupasir kwarsa, arkose, serpentinit, gabro, lava basalt
dan batusabak.

Kelompok batuan sedimen Tersier disusun oleh konglomerat, aglomerat, batulanau,
batupasir, batugamping, breksi dan napal.

Kelompok batuan gunungapi Tersier disusun oleh batuan gunungapi bersifat andesitikbasaltik, lava basalt sedangkan kelompok batuan terobosan Tersier terdiri dari granit,
granodiorit, diorit, andesit porfiritik dan diabas.

Kelompok transisi Tersier – Kwarter (Plio-Plistosen) dapat dipisahkan menjadi
kelompok batuan sedimen; kelompok batuan gunungapi dan kelompok batuan terobosan.

Kelompok batuan sedimen Plio-Plistosen disusun oleh konglomerat polimik, batupasir,
batulanau dan perselingan antara napal dan batupasir.

Kelompok batuan gunungapi Plio-Plistosen disusun oleh batuan gunungapi andesitikbasaltik, tufa, breksi dan endapan lahar sedangkan kelompok batuan terobosan PlioPlistosen terdiri dari riolit afanitik, retas basalt dan andesit porfir.

Kelompok Kwarter dipisahkan menjadi kelompok batuan sedimen; batuan gunungapi
dan aluvium.
B.
Kondisi Geologi Sumteng (Cekungan Sumatera Tengah)
Tektonik Regional, Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier
penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya, Cekungan Sumatra
tengah merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara, dimana
pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-Australia dibawah lempeng
Asia (gambar 1). Batas cekungan sebelah Barat daya adalah Pegunungan Barisan yang tersusun
oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas
tenggara cekungan ini yaitu Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan
Sumatra tengah dengan Cekungan Sumatra selatan. Adapun batas cekungan sebelah barat laut
yaitu Busur Asahan, yang memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara
(gambar 2).
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra tengah
adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi lempeng yang miring
dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan terjadinya strong dextral wrenching stress di
Cekungan Sumatra tengah (Wibowo, 1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam
yang berubah sepanjang jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure
yang terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur (gambar 3).
Selain itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan sedimen
terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang hampir sama
dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang berkembang berupa struktur
Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun
demikian, struktur berarah Utara-Selatan jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–
Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah
dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Pada gambar 4 dapat dilihat pengaruh
struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan Sumatra tengah
(kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter dari graben dan half graben.
Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat pada daerah ini dan dapat ditelusuri di
sepanjang cekungan Sumatra tengah. Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan
tektonik paling muda (tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat
diamati sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari cekungan
Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat disimpulkan menjadi beberapa
tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah Barat lautTenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura akhir dan zaman
Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen) menghasilkan
sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik
ini terhadap paleogeomorfologi di Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan
lingkungan pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin, dan
ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal yang
mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas, tektonik Sumatra relatif
tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama bersumber dari daratan Sunda dan dari
arah Timur laut meliputi Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur
laut Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-struktur berarah
Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan Tersier ini lebih dipengaruhi oleh
fluktuasi muka air laut global (eustasi) yang menghasilkan episode sedimentasi
transgresif dari kelompok Sihapas dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi
regresif yang menghasilkan Formasi Petani.
5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali intensif dengan rejim
kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah Barat daya cekungan. Pegunungan
Barisan ini menjadi sumber sedimen pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah
sedimentasi pada Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan
menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan terjadinya inversiinversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik dan lipatan yang berarah Barat
laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen ini juga menghasilkan ketidakselarasan
regional antara formasi Minas dan endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di
bawahnya.
Stratigrafi Regional , Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada
awal tersier (Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah
berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
1.
Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar (basement) berumur Pra Tersier berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra
Tengah. Eubank dan Makki (1981) serta Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa batuan
dasar Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari batuan berumur Mesozoikum dan batuan metamorf
karbonat berumur Paleozoikum-Mesozoikum. Batuan tersebut dari timur ke barat terbagi dalam
3 (tiga) satuan litologi, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Greywacke Terrane.
Ketiganya hampir paralel berarah NNW-NW.
1.
Mallaca Terrane
Ciri: litologinya terdiri dari kuarsit, argilit, batugamping kristalin serta intrusi pluton
granodioritik dan granitik yang berumur Jura. Mallaca Terrane disebut juga Quartzite Terrane,
Kelompok ini dijumpai pada Coastal Plain, yaitu pada bagian timur dan timur laut Cekungan
Sumatra Tengah.
2.
Mutus Assemblage
Mutus Assemblage atau Kelompok Mutus merupakan zona sutura yang memisahkan antara
Mallaca Terrane dan Greywacke Terrane. Kelompok Mutus ini terletak di sebelah barat daya
coastal plain. Litologinya terdiri dari baturijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, lapisan
tipis batugamping dan batuan beku basalt serta sedimen laut dalam lainnya.
3.
Greywacke Terrane
Greywacke Terrane disebut juga Deep Water Mutus Assemblage. Kelompok ini tersusun oleh
litologi greywacke, pebbly mudstone dan kuarsit. Kelompok ini terletak di bagian barat dan barat
daya Kelompok Mutus yang dapat dikorelasikan dengan pebbly mudstone Formasi Bahorok
(Kelompok Tapanuli) yang berumur Perm - Karbon.
Secara tidak selaras diatas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier.
Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah dari yang tua ke yang paling muda adalah
Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, dan Duri),
Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.
2.
Kelompok Pematang (Pematang Group)
Kelompok Pematang merupakan lapisan sedimen tertua berumur Eosen-Oligosen yang
diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar. Sedimen Kelompok Pematang disebut
sebagai Syn Rift Deposits. Kelompok ini diendapkan pada lingkungan fluvial dan danau dengan
sedimen yang berasal dari tinggian sekelilingnya. Pada lingkungan fluvial litologinya terdiri dari
konglomerat, batupasir kasar, dan batulempung aneka warna. Sedangkan pada lingkungan danau
litologinya terdiri dari batulempung dan batupasir halus berselingan dengan serpih danau yang
kaya material ornagik. Serpih organik dari Kelompok Pematang merupakan batuan induk (source
rock) bagi hidrokarbon yang ada di Cekungan Sumatra Tengah Kelompok ini tersusun oleh
Formasi Lower Red Bed, Formasi Brown Shale, dan Formasi Upper Red Bed.
1.
Formasi Lower Red Bed
Formasi Lower Red Bed tersusun atas litologi batulumpur (mudstone), batulanau, batupasir, dan
sedikit konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan
kipas alluvial dan berubah secara lateral menjadi lingkungan fluviatil dan lakustrin.
2.
Formasi Brown Shale
Formasi Brown Shale menumpang di atas Lower Red Bed namun di beberapa tempat
menunjukkan adanya kesamaan lingkungan pengendapan secara lateral. Litologi penyusunnya
terdiri dari serpih berlaminasi baik, kaya akan material organik, berwarna cokelat sampai hitam
mengindikasikan lingkungan pengendapan dengan kondisi air tenang seperti lakustrin. Pada
bagian cekungan yang lebih dalam dijumpai perselingan batupasir yang diperkirakan diendapkan
oleh mekanisme arus turbidit.
3.
Formasi Upper Red Bed
Formasi Upper Red Bed di beberapa tempat dijumpai ekivalen secara lateral dengan Formasi
Brown Shale dan di tempat lain menunjukkan menumpang di atasnya. Litologinya terdiri atas
serpih, batubara, dan sedikit batupasir yang diendapkan pada lingkungan lakustrin.
3.
Kelompok Sihapas (Sihapas Group)
Kelompok Sihapas diendapkan di atas Kelompok Pematang, merupakan suatu seri sedimen pada
saat aktifitas tektonik mulai berkurang, terjadi selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah.
Kompresi yang terjadi bersifat setempat yang ditandai dengan pembentukan sesar dan lipatan
pada tahap inversi yang terjadi bersamaan dengan penurunan muka air laut global. Proses
geologi yang terjadi pada saat itu adalah pembentukan morfologi hampir rata (peneplain) yang
terjadi pada Kelompok Pematang dan basement yang tersingkap. Periode ini diikuti oleh
terjadinya subsiden kembali dan transgresi ke dalam cekungan tersebut.Kelompok Sihapas ini
terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi
Telisa.
1.
Formasi Menggala
Formasi Menggala merupakan bagian terbawah dari Kelompok Sihapas yang berhubungan
secara tidak selaras dengan Kelompok Pematang yang dicirikan oleh kontak berupa hiatus.
Litologinya tersusun atas batupasir konglomeratan berselang-seling dengan batupasir halus
sampai sedang. Diendapkan pada saat Miosen Awal pada lingkungan Fluvial Channel dengan
ketebalan pada tengah cekungan sekitar 900 kaki, sedangkan pada daerah yang tinggi
ketebalannya tidak lebih dari 300 kaki. Sedimen klastik diendapkan pada Fluvial Braided Stream
dan secara lateral berubah menjadi Marine Deltaic ke arah utara.
Formasi Menggala onlap terhadap basement dan struktur yang dihasilkan oleh inversi Oligosen
dan jarang dijumpai pengendapan di atas tinggian. Formasi ini berubah secara lateral dan vertikal
ke arah barat menjadi Marine Shale yang termasuk Formasi Bangko dan menjadi lingkungan
transisi dan laut terbuka ke arah timur yang merupakan Formasi Bekasap. Batupasir formasi ini
merupakan reservoir yang penting pada Cekungan Sumatra Tengah.
2.
Formasi Bangko
Formasi Bangko diendapkan secara selaras di atas Formasi Menggala. Litologinya tersusun atas
batulempung yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka (Open Marine Shelf) mulai dari
lingkungan paparan (shelf) sampai delta plain dan batulempung karbonatan yang berselingan
dengan batupasir lanau dan berubah secara lateral menjadi batugamping pada daerah yang sedikit
menerima suplai material klastik. Pengaruh lingkungan laut menyebabkan pengendapan
foraminifera yang berfungsi sebagai penunjuk umur formasi ini yaitu Miosen Awal. Ketebalan
formasi ini mencapai 300 kaki. Formasi ini merupakan batuan tudung (seal) bagi batupasir yang
ada di bawahnya.
3.
Formasi Bekasap
Formasi Bekasap disusun oleh litologi batupasir glaukonit halus sampai kasar, struktur sedimen
masif, berselang-seling dengan serpih tipis, dan diendapkan secara selaras di atas Formasi
Bangko. Kadang kala dijumpai lapisan tipis batubara dan batugamping. Formasi ini diendapkan
pada Miosen Awal di lingkungan delta plain dan delta front atau laut dangkal. Ketebalan formasi
ini mencapai 1300 kaki. Batupasir Formasi Bekasap adalah sedimen yang secara diacronous
menutup Cekungan Sumatra Tengah yang pada akhirnya menutup semua tinggian yang
terbentuk sebelumnya. Kandungan fosil foraminifera menunjukkan umur Miosen Awal.
4.
Formasi Duri
Formasi Duri diendapkan secara selaras di atas Formasi Bekasap dan merupakan bagian teratas
dari Kelompok Sihapas. Di beberapa tempat Formasi Duri mempunyai umur yang sama dengan
Formasi Bekasap. Litologinya tersusun atas suatu seri batupasir yang terbentuk pada lingkungan
inner neritic-deltaic di bagian utara dan tengah cekungan. Seri tersebut dicirikan oleh batupasir
berbutir halus sampai sedang yang secara lateral menjadi batupasir laut dalam dari Formasi
Telisa. Formasi ini berumur Miosen Tengah dengan ketebalan mencapai 900 kaki.
5.
Formasi Telisa (Tmt)
Kelompok batuan :Batuan sedimen
CIri-ciri
:batu lumpur gampingan
Hubungan
: Formasi telisa selaras dengan formasi sihapas yang ada disampingnya
Umur
: Miosen tengah
Sebaran
:Tebing tinggi,pematang siantar,Padang sidempuan-sibolga, dumai dan
bagansiapapi, Bengkalis, lubuksikaping, Pakanbaru
6.
Kelompok Petani (Tup)
Kelompok batuan :Batuan sedimen
CIri-ciri :batu lanau,batu lumpur mengandung karbon
Hubungan : Formasi petani selaras dengan formasi keutapang
Umur : Miosen akhir
Sebaran:Tebing tinggi,pematang siantar,Padang sidempuan –sibolga, dumai dan bagansiapapi,
Bengkalis,Pakanbaru
7.
Formasi Minas (Qpmi)
Kelompok batuan :Batuan sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :krikil,pasir,dan lempung
Hubungan: Formasi Minas menjemari formasi totolan dan tidak selaras dengan formasi samosir
Umur :Plistosen
Sebaran:Pematang siantar, Padang sidempuan-sibolga,dumai dan bagansiapapi,
Bengkalis,lubuksikaping
C.
Kondisi Geologi Sumsel ( Cekungan Sumatera Selatan)
Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan
erat dengan penunjaman Lempeng Indi-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut
terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zone penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah
barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada
di antara zone interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zone konvergensi dalam
berbagai bentuk dan arah. Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi
keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik
lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang.
Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang
dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di
akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). Selain Pegunungan Barisan
sebagai pegunungan bongkah (block mountain) beberapa tinggian batuan tua yang masih
tersingkap di permukaan adalah di Pegunungan Tigapuluh, Pegunungan Duabelas, Pulau Lingga
dan Pulau Bangka yang merupakan sisa-sisa tinggian "Sunda Landmass", yang sekarang berupa
Paparan Sunda. Cekungan Sumatera Selatan telah mengalami tiga kali proses orogenesis, yaitu
yang pertama adalah pada Mesozoikum Tengah, kedua pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal
dan yang ketiga pada Plio-Plistosen. Orogenesis Plio-Plistosen menghasilkan kondisi struktur
geologi seperti terlihat pada saat ini. Tektonik dan struktur geologi daerah Cekungan Sumatera
Selatan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu, Zone Sesar Semangko, zone perlipatan
yang berarah baratlaut-tenggara dan zona sesar-sesar yang berhubungan erat dengan perlipatan
serta sesar-sesar Pratersier yang mengalami peremajaa.
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah
barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya,
Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan
cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga
Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan
Sumatera Tengah.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan yaitu
orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio –
Plistosen
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit serta telah
membentuk pola dasar struktur cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan
Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut – tenggara yang berupa sesar –
sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak
tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah umum utara – selatan. Dikombinasikan
dengan hasil orogenesa Mesozoik dan hasil pelapukan batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak
tensional ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra – Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur perlipatan dan
sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar mendatar Semangko yang
berkembang sepanjang Pegunungan Bukit Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai
Plistosen Awal sampai sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan Tengah
sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini mempunyai perkembangan hampir
sejajar dengan sesar Semangko. Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada
Plio – Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi sesar yang
terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat laut – tenggara. Jenis sesar yang terdapat
pada cekungan ini adalah sesar naik, sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah barat laut – tenggara
sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan demikian pola struktur yang terjadi dapat
dibedakan atas pola tua yang berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda
yang berarah barat laut – tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
Stratigrafi Regional, Sub Cekungan Jambi merupakan bagian Cekungan Sumatra
Selatan yang merupakan cekungan belakang busur (back arc basin) berumur Tersier yang
terbentuk sebagai akibat tumbukan antara Sundaland dan Lempeng Hindia. Secara Geografis Sub
Cekungan Jambi dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh di sebelah utara, Tinggian Lampung di
bagian selatan, Paparan Sunda di sebelah timur, dan Bukit Barisan di sebelah barat.
1.
Batuan Dasar, Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum
dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat. Batuan
Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik di Bukit Barisan,
Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa batuan karbonat berumur permian,
Granit dan Filit. Batuan dasar yang tersingkap di Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang
terlipat kuat berwarna kecoklatan berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah
Utara tersingkap Granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah
dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara Granit dan filit tidak
teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan yang kuat, daerah ini juga tertutup
hutan yang lebat.Menurut Simanjuntak, et.al (1991) umur Granit adalah Jura. Hal ini berarti
Granit mengintrusi batuan filit.
a.
·
Gumai (Tmg)
Ciri: Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping,
napal dan batulanau.
·
Umur : Miosen tengah
·
Hubungan : Menjemari dengan formasi air benakat diatasnya dan formasi tualang
dibawahnya
·
Sebaran : rengat, solok, muarabongu
·
Batuan : Edapan Permukaan
b.
·
Air Banakat ( Tma)
Ciri: batulempung putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam
kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan
sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
·
Umur : Miosen tengah hingga akhir
·
Batuan : Endapan permukaan
·
Hubungan : Menjemari dengan formasi muaraenim diatasnya dan formasi gumai diatasnya
·
Sebaran : Rengat, solok, Muarabongu
c.
Muaraenim (Tmpm)
·
Ciri : batupasir, batulempung , batulanau dan batubara.
·
Umur : Miosen Akhir hingga pliosen awal
·
Sebaran : Rengat, Solok
·
Hubungan : Menjemari dengan formasi air banakat diatasnya
·
Batuan : Endapan Permukaan
d.
·
Kasai (QTk)
Ciri : batupasirtufan dan tefra riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuf pumice kaya
kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf
berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit serta kayu
yang terkersikkan.
·
Umur : Pliosen akhir hingga plistosen awal
·
Hubungan : Menjemari dengan formasi kerumutan
·
Sebaran : Rengat, Solok, Muarabongu
·
Batuan : Endapan Permukaan
e.
·
Lahat (Toml)
Ciri : dari konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan
batupasir kuarsa.
·
Umur : Miosen awal
·
Hubungan: Selaras dengan formasi Tualang diatasnya dan formasi kelesa dibawahnya
·
Sebaran : Rengat, solok, Muarabongu
·
Batuan : Endapan Permukaan
f.
Batu Raja ( Tmb )
·
Ciri : Litologi terdiri dari batugamping, batugamping terumbu, batugamping pasiran,
batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral.
·
Umur : Miosen Tengah Hingga Awal
·
Batuan: Terobosan
·
Hubungan : Menjemari dengan formasi gumai diatasnya
·
Sebaran : Bengkulu
g.
Talan Akar (Tomt)
·
Ciri : batulanau, batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal
hingga transisi.
·
Umur : Oligosen akhir hingga Miosen awal
·
Batuan : Batuan sedimen dan malihan
·
Hubungan ; Selaras denga formasi gumai diatasnya
·
Sebaran Muarabongu
D.
Kondisi Geologi Sumatera Utara
Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang berupa
tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya
gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan
sedimen tersier dalam cekungan sumatera utara. Tektonik yang terjadi pada akhir Tersier
menghasilkan bentuk cekungan bulat memanjang dan berarah barat laut – tenggara. Proses
sedimentasi yang terjadi selama Tersier secara umum dimulai dengan trangressi, kemudian
disusul dengan regresi dan diikuti gerakan tektonik pada akhir Tersier. Pola struktur cekungan
sumatera utara terlihat adanya perlipatan-perlipatan dan pergeseran-pergeseran yang berarah
lebih kurang lebih barat laut – tenggara Sedimentasi dimulai dengan sub cekungan yang
terisolasi berarah utara pada bagian bertopografi rendah dan palung yang tersesarkan.
Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan adanya ketidak selarasan antara sedimen dengan
batuan dasar yang berumur Pra-tersier, merupakan hasil trangressi, membentuk endapan berbutir
kasar – halus, batu lempung hitam, napal, batulempung gampingan dan serpih.
Transgressi mencapai puncaknya pada Miosen Bawah, kemudian berhenti dan
lingkungan berubah menjadi tenang ditandai dengan adanya endapan napal yang kaya akan fosil
foraminifora planktonik dari formasi Peutu. Di bagian timur cekungan ini diendapkan formasi
Belumai yang berkembang menjadi 2 facies yaitu klastik dan karbonat. Kondisi tenang terus
berlangsung sampai Miosen tengah dengan pengendapan serpih dari formasi Baong. Setelah
pengendapan laut mencapai maksimum, kemudian terjadi proses regresi yang mengendapkan
sedimen klastik (formasi Keutapang, Seurula dan Julu Rayeuk) secara selaras diendapkan diatas
Formasi Baong, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan Tufa Toba Alluvial.
Stratigrafi Cekungan Sumatera Utara
Proses tektonik cekungan tersebut telah membuat stratigrafi regional cekungan
Sumatera Utara dengan urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
1.
Formasi Parapat
Formasi Parapat dengan komposisi batupasir berbutir kasar dan konglomerat di bagian
bawah, serta sisipan serpih yang diendapkan secara tidak selaras. Secara regional, bagian bawah
Formasi Parapat diendapkan dalam lingkungan laut dangkal dengan dijumpai fosil Nummulites
di Aceh. Formasi ini diperkirakan berumur Oligosen.
2.
Formasi Bampo
Formasi Bampo dengan komposisi utama adalah serpih hitam dan tidak berlapis, dan
umumnya berasosiasi dengan pirit dan gamping. Lapisan tipis batugamping, ataupun
batulempung berkarbonatan dan mikaan sering pula dijumpai. Formasi ini miskin akan fosil,
sesuai dengan lingkungan pengendapannya yang tertutup atau dalam kondisi reduksi (euxinic).
Berdasarkan beberapa kumpulan fosil bentonik dan planktonik yang ditemukan, diperkirakan
formasi ini berumur Oligosen atas sampai Miosen bawah. Ketebalan formasi amat berbeda dan
berkisar antara 100 – 2400 meter.
3.
Formasi Belumai
Pada sisi timur cekungan berkembang Formasi Belumai yang identik dengan formasi Peutu
yang hanya berkembang dicekungan bagian barat dan tengah. Terdiri dari batupasir glaukonit
berselang – seling dengan serpih dan batugamping. Didaerah Formasi Arun bagian atas
berkembang lapisan batupasir kalkarenit dan kalsilutit dengan selingan serpih. Formasi Belumai
terdapat secara selaras diatas Formasi Bampo dan juga selaras dengan Formasi Baong, ketebalan
diperkirakan antara 200 – 700 meter. Lingkungan pengendapan Formasi ini adalah laut dangkal
sampai neritik yang berumur Miosen awal
4.
Formasi julurayeu (QTjr)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri
:endapan sungai,batupasir tufaan,lempung berlignit dan batu lumpur
Hubungan :formasi juluraye selaras dengan formasi seureula yang ada dibawahnya
Umur :Plistosen
Sebaran
5.
:Lhokseumawe,Takengon,langsa,medan
Formasi seureula (Tps)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :batupasir gunugapi klastika dan batulumpur dan batulumpur sublitoral
Hubungan
:formasi seureula selaras dengan formasi juluraye yang ada diatasnya
Umur :Pliosen
Sebaran:Lhoksomawe,takengon,Langsa,medan
6.
Formasi Keutapang(Tuk)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :batupasir gunungapi klastika sublitoral dan delta sungai
Hubungan
:formasi keutang selaras dengan formasi baong dibawahnya
Umur:Pliosen
Sebaran:lhoksomawe,langsa,medan,tebing tinggi,sidikalang
7.
Formasi Baong (Tmb)
Kelompok batuan :sedimen dan metasedimen
CIri-ciri :batulumpur gampingan
Hubungan :formasi baong selaras dengan formasi baong yang ada diatasnya
Umur :Miosen akhir
Sebaran:Lhoksomawe,Langsa,medan,tebing tinggi,sidikalang
8.
Formasi Bampo (Tib)
Kelompok batuan :Batuan terobosan
CIri-ciri :Batu lumpur gelap
Hubungan
: formasi bampo selaras dengan formasi bruksa yang ada dibawahnya dan
formasi peutu yang ada diatasnya
Umur :oligosen
Sebaran: Lhoksomawe ,langsa,medan,tebing tinggi,sidikalang
Download