MANAJEMEN PORTOFOLIO KONSUMEN BAB 5 CUSTOMER RELATIONSHIP MANAGEMENT RIZACKY HENDRATAMA 1206246295 Apakah Portofolio Itu? Istilah portofolio sering digunakan dalam konteks investasi untuk menggambarkan koleksi aset yang dimiliki oleh seorang individu atau lembaga. Setiap aset dikelola secara berbeda sesuai dengan perannya dalam investasi pemilik strategi. Portofolio memiliki arti paralel dalam konteks konsumen. Sebuah portofolio konsumen bisa didefinisikan sebagai berikut: Sebuah portofolio konsumen adalah kumpulan kelompok konsumen saling eksklusif yang terdiri dari seluruh basis konsumen bisnis. Dengan kata lain, portofolio konsumen perusahaan terdiri atas kelompok (cluster) konsumen yang berbasis satu atau lebih variabel penting yang strategis. Setiap konsumen ditempatkan untuk hanya satu cluster dalam portofolio. Pada satu kondisi ekstrem, semua konsumen dapat diperlakukan sebagai identik; di sisi lain, masing-masing konsumen diperlakukan sebagai unik. Sebagian besar perusahaan diposisikan di suatu tempat diantara kondisi-kondisi ekstrem ini. Salah satu prinsip dasar strategis CRM adalah bahwa tidak semua konsumen bisa, atau harus, dikelola dengan cara yang sama, kecuali memang masuk akal untuk melakukannya. Konsumen tidak hanya memiliki kebutuhan, preferensi, dan harapan yang berbeda, tetapi juga pendapatan yang berbeda dan profil biaya, dan karena itu harus dikelola dengan cara yang berbeda. Misalnya, dalam konteks B2B, beberapa konsumen mungkin ditawari produk kustom dan manajemen piutang tatap muka; orang lain mungkin ditawari produk standar dan self-service berbasis web. Jika kelompok kedua ditawarkan pilihan produk dan tingkat pelayanan sama sebagaimana kelompok konsumen pertama, mereka mungkin berakhir menjadi perusak nilai dan bukannya pencipta nilai bagi perusahaan. Manajemen portofolio konsumen (CPM) bertujuan untuk mengoptimalkan performa bisnis - apakah itu berarti pertumbuhan penjualan, penguatan profitabilitas konsumen, atau sesuatu yang lain - di seluruh basis konsumen. Ini dilakukan dengan menawarkan proposisi nilai berbeda untuk segmen yang konsumen yang berbeda. Sebagai contoh, NatWest Bank yang berbasis di Inggris mengelola konsumen bisnisnya secara portofolio. Mereka telah membagi konsumen menjadi tiga segmen berdasarkan ukuran, nilai hidup mereka dan nilai kreditnya. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 5.1, setiap cluster dalam portofolio diperlakukan dengan proposisi nilai yang berbeda. Ketika perusahaan memberikan tingkat pelayanan berjenjang seperti ini, mereka menghadapi sejumlah pertanyaan. Apakah penggolongan tingkatan konsumen dilakukan berdasarkan nilai mereka saat ini atau nilai mereka di masa depan? Bagaimana seharusnya penjualan dan layanan dukungan berbeda-beda di tiap tingkatan? Bagaimana harapan konsumen dikelola untuk menghindari masalah konsumen tingkat rendah benci tidak ditawari pelayanan tingkat tinggi? Kriteria apa yang harus digunakan ketika menggeser konsumen naik dan turun dalam hierarki? Akhirnya, apakah biaya pengelolaan kompleksitas tambahan ini dapat lunas dalam hasil outcome konsumen seperti peningkatan level retensi, atau hasil finansial seperti pendapatan tambahan dan profit? Gambar 5.1 Manajemen portofolio konsumen di NatWest Corporate Banking Siapakah Konsumennya? Konsumen dalam konteks B2B berbeda dari konsumen dalam konteks B2C. Konsumen B2C adalah konsumen akhir: individu atau rumah tangga. Konsumen B2B adalah sebuah organisasi: sebuah perusahaan (produsen atau reseller) atau lembaga (lembaga non-profit atau badan pemerintah). Praktik CPM dalam konteks B2B sangat berbeda dari yang ada dalam konteks B2C. Konteks B2B berbeda dari konteks B2C dalam beberapa cara. Pertama, ada lebih sedikit konsumen. Di Australia, misalnya, meskipun ada populasi dua puluh juta orang, hanya ada satu juta bisnis terdaftar. Kedua, konsumen bisnis jauh lebih besar daripada konsumen rumah tangga. Ketiga, hubungan antara konsumen bisnis dan pemasok mereka biasanya cenderung jauh lebih dekat daripada antara anggota rumah tangga dan pemasok mereka. Anda dapat membaca lebih lanjut tentang ini dalam Bab 2. Seringkali hubungan bisnis memiliki perdagangan timbal balik. Perusahaan A membeli dari perusahaan B, dan perusahaan B membeli dari perusahaan A. Ini sangat umum di kalangan usaha kecil dan menengah. Keempat, permintaan barang input dan jasa oleh perusahaan berasal dari permintaan pengguna akhir. Permintaan rumah tangga terhadap roti menciptakan permintaan organisasi untuk tepung. Kelima, pembelian organisasi dilakukan secara profesional. Tidak seperti pembeli rumah tangga, petugas pengadaan barang untuk perusahaan seringkali merupakan profesional dengan pelatihan formal. Proses pembelian bisa jadi sangat ketat dan formal, terutama untuk barang-barang dan jasa yang penting, di mana unit pengambilan keputusan terdiri dari pihak-pihak yang tertarik dapat dibentuk untuk menentukan kebutuhan, mencari pemasok, mengevaluasi proposal dan membuat keputusan sourcing. Seringkali, nilai dari pembelian organisasi tunggal adalah besar: membeli pesawat terbang, jembatan atau pembangkit listrik adalah pembelian besar-besaran yang hampir tidak akan dilakukan oleh rumah tangga. Akhirnya, banyak perdagangan B2B terjadi secara langsung. Dengan kata lain, tidak ada saluran perantara dan pemasok menjual langsung kepada konsumen. Perbedaan ini berarti bahwa proses CPM sangat berbeda dalam dua konteks. Dalam konteks B2B, karena pemasok memiliki akses ke lebih banyak informasi konsumen yang spesifik, CPM menggunakan data-data spesifik perusahaan, seperti volume penjualan dan biaya untuk melayani, untuk mengalokasikan konsumen ke cluster-cluster strategis. Dalam konteks B2C, data tingkat individu tidak tersedia. Oleh karena itu, data yang digunakan untuk tujuan pengelompokan cenderung tidak menjadi spesifik untuk konsumen individu. Sebaliknya, data tentang kelompok konsumen, untuk contoh segmen pasar geografis, digunakan untuk melakukan clustering. Disiplin Ilmu Dasar untuk CPM Pada bagian ini, Anda akan membaca tentang sejumlah disiplin dasar yang dapat berguna selama CPM. Termasuk di dalamnya adalah segmentasi pasar, peramalan penjualan, kegiatan berbasis biaya, estimasi nilai konsumen seumur hidup dan data mining. Segmentasi Pasar CPM dapat menggunakan disiplin yang secara rutin digunakan oleh manajemen pemasaran: segmentasi pasar. Segmentasi pasar dapat didefinisikan sebagai berikut: Segmentasi pasar adalah proses membagi pasar ke dalam subset yang lebih-atau-kurang homogen yang memungkinkan untuk terciptanya proposisi nilai yang berbeda. Pada akhir proses perusahaan dapat menentukan segmen-segmen yang ingin dilayani. Jika perusahaan memilih, setiap segmen dapat dilayani dengan proposisi nilai yang berbeda dan dikelola dengan cara yang berbeda. Proses segmentasi pasar dapat digunakan selama CPM untuk dua tujuan utama. Mereka bisa digunakan untuk mengsegmentasi pasar potensial untuk mengidentifikasi konsumen mana yang ingin diperoleh, dan untuk menentukan cluster konsumen saat ini dengan maksud untuk menawarkan proposisi nilai yang berbeda yang didukung oleh strategi manajemen hubungan yang berbeda. Dalam pembahasan ini kita akan fokus pada penerapan proses segmentasi pasar untuk mengidentifikasi konsumen yang akan diperoleh. Yang membedakan segmentasi pasar untuk tujuan CRM ini adalah fokusnya yang jelas pada nilai konsumen. Hasil dari proses harusnya adalah identifikasi potensi nilai untuk setiap segmen yang teridentifikasi. Perusahaan akan ingin mengidentifikasi dan menargetkan konsumen yang dapat menghasilkan profit di masa depan: mereka adalah para konsumen yang perusahaan dan jaringannya akan layani dan puaskan dengan lebih dari pesaing mereka. Segmentasi pasar di banyak perusahaan sangat intuitif. Tim pemasaran akan mengembangkan profil kelompok konsumen berdasarkan wawasan dan pengalaman mereka. Ini kemudian digunakan untuk memandu pengembangan strategi pemasaran di seluruh segmen. Dalam konteks CRM, segmentasi pasar sangat tergantung data. Data mungkin dihasilkan dari sumber internal ataupun eksternal. Data internal dari pemasaran, penjualan dan catatan finansial sering ditingkatkan dengan data tambahan dari sumber eksternal seperti perusahaan riset pemasaran, organisasi mitra di jaringan perusahaan dan spesialis data (lihat Gambar 5.2). Gambar 5.2 Proses segmentasi berbasis intuisi dan data Proses segmentasi pasar dapat diurai menjadi beberapa langkah: 1. Mengidentifikasi bisnis anda 2. Mengidentifikasi variabel segmentasi yang relevan 3. Menganalisis pasar menggunakan variabel-variabel tersebut 4. Melakukan penilaian terhadap segmen-segmen pasar 5. Menyeleksi pasar target yang akan dilayani Mengidentifikasi Bisnis Anda Ini adalah pertanyaan strategis yang penting yang banyak, tapi tidak semua, perusahaan punya jawabannya. Artikel klasik Ted Levitt, 'Miopia Pemasaran 'memperingatkan perusahaan dari bahaya berpikir hanya dalam hal jawaban berorientasi produk.1 Dia menulis tentang sebuah perusahaan abad kesembilan belas yang mendefinisikan dirinya berada di industri kereta-cambuk. Perusahaan ini tidak mampu bertahan. Penting untuk mempertimbangkan jawaban dari sudut pandang konsumen. Sebagai contoh, apakah film Blockbuster dalam bisnis video rental atau bisnis lainnya, termasuk hiburan rumah atau ritel? Apakah produsen lemari dapur beradadi industri pengolahan kayu, atau bisnis peningkatan rumah? Jawaban berorientasi konsumen untuk pertanyaan ini akan memungkinkan perusahaan untuk bergerak melalui proses segmentasi pasar karena ia membantu mengidentifikasi batas-batas pasar yang dilayani, ia mendefinisikan keuntungan yang dicari konsumen, dan menyingkirkan pesaing perusahaan. Mari kita asumsikan bahwa perusahaan furniture dapur telah mendefinisikan bisnisnya dari perspektif konsumen. Mereka percaya bahwa mereka berada dalam bisnis peningkatan nilai rumah. Mereka tahu dari penelitian bahwa konsumen membeli produk-produknya untuk satu alasan utama: mereka adalah pemilik rumah yang ingin meningkatkan nilai properti mereka. Perusahaan ini sekarang dalam posisi untuk mengidentifikasi pasar dan pesaingnya pada tiga tingkatan: 1. Pesaing kegunaan: perusahaan lain yang memberikan kegunaan yang serupa untuk konsumen. Ini mungkin termasuk perusahaan penggantian jendela, perusahaan pemanas dan pendingin udara, dan perusahaan renovasi kamar mandi 2. Pesaing produk: perusahaan lain yang memasaran furnitur dapur untuk konsumen yang mencari kegunaan serupa 3. Pesaing geografis: mereka adalah pesaing kegunaan dan pesaing produk yang beroperasi di wilayah geografis yang sama. Identifikasi Variabel Segmentasi yang Relevan dan Analisis Pasar Ada banyak variabel yang digunakan untuk segmen konsumen dan pasar organisasi. Perusahaan dapat menikmati keunggulan kompetitif melalui inovasi dalam segmentasi pasar. Misalnya, sebelum Haagen-Dazs, diketahui bahwa es krim adalah produk musiman yang dijual dan ditujukan terutama bagi anak-anak. Haagen-Dazs melawan logika ini dengan menargetkan kelompok konsumen dewasa dengan produk yang berbeda, mewah, dan berpotensi dijual sepanjang tahun (tidak musiman). Kita akan melihat pasar konsumen terlebih dahulu. Pasar Konsumen Konsumen dapat dikelompokkan berdasarkan sejumlah karakteristik yang sama. Karakteristik ini dapat dikelompokkan ke dalam atribut pengguna dan atribut penggunaan, seperti yang dirangkum dalam Gambar 5.3. Dalam beberapa tahun terakhir tidaklah menjadi tren lagi dari hanya menggunakan atribut demografis untuk mengsegmentasi pasar konsumen. Permasalahannya adalah bahwa ada terlalu banyak varians dalam setiap cluster demografis untuk menganggap semua anggota segmen sebagai lebih-ataukurang homogen. Sebagai contoh, beberapa orang berusia 30-40 tahun memiliki keluarga dan rumah yang digadaikan; beberapa yang lain tinggal di apartemen sewaan dan pergi clubbing di akhir pekan. Beberapa anggota kelompok agama bersifat tradisionalis; beberapa lainnya progresif. Gambar 5.3 Kriteria untuk segmentasi pasar konsumen Gagasan siklus hidup keluarga (Family Life Cycle/FLC) telah sangat terancam. FLC melacak perkembangan kehidupan seseorang sepanjang jalan dari yang muda dan tanpa pasangan, ke yang telah menikah dan tanpa anak, ke yang menikah dan memiliki anak-anak, ke pasangan dengan anakanak yang lebih tua, ke pasangan suami istri yang lebih tua dan tanpa anak di rumah, ke penghuni rumah yang masih bekerja, ke pasangan pensiunan penghuni rumah kosong, hingga ke yatim piatu yang bekerja ataupun tidak bekerja. Hidup bagi banyak orang, jika tidak bagi sebagian besar orang, tidak mengikuti jalan ini. Jalan ini gagal memperhitungkan banyaknya dan bervariasinya pilihan hidup yang yang dibuat orang: beberapa orang tidak pernah menikah, orang lain menikah terlambat, ada juga pasangan tanpa anak, pasangan gay dan lesbian, keluarga besar, rumah tangga orang tua tunggal dan pasangan yang telah bercerai. Mari kita lihat beberapa variabel yang dapat digunakan untuk mendefinisikan segmen pasar. Status pekerjaan secara luas digunakan untuk menggolongkan orang ke dalam kelas sosial. Sistem bervariasi di seluruh dunia. Di Inggris, sistem pengelasan sosial JICNARS digunakan. Sistem ini mengalokasikan rumah tangga ke salah satu dari enam kategori (A, B, C1, C2, D dan E) tergantung pada pekerjaan kepala rumah tangga. Pekerjaan manajerial yang lebih tinggi berperingkat A; pekerja kasual dan tidak terampil adalah peringkat E. Pemilik media sering menggunakan skala JICNARS untuk membedakan profil audiens mereka. Sejumlah perusahaan analisis data telah mengembangkan skema klasifikasi geodemografis. CACI, misalnya, telah mengembangkan ACORN yang mengalokasikan individu, rumah tangga, dan kode pos ke salah satu dari lima kategori yang ditunjukkan pada Gambar 5.4, dan seterusnya menjadi 17 kelompok dan 56 jenis. Data ACORN menunjukkan bahwa kelompok rumah tangga yang sama menunjukkan perilaku pembelian yang sama. Hasil pengelompokan ini didasarkan pada data meliputi lebih dari 400 variabel, dari perilaku online ke jenis perumahan, pendidikan, hingga struktur keluarga. Penelitian gaya hidup menjadi populer pada 1980-an. Alih-alih menggunakan kategori deskriptif tunggal untuk mengklasifikasikan konsumen seperti yang telah terjadi dalam kasus demografi, digunakan analisis multivariat untuk mengelompokkan konsumen. Analis gaya hidup mengumpulkan data tentang aktivitas orang-orang, minat dan pendapatnya. Sebuah instrumen survei gaya hidup mungkin memerlukan jawaban atas 400 atau 500 pertanyaan, membutuhkan beberapa jam untuk menyelesaikannya. Menggunakan proses analisis seperti analisis faktor dan analisis cluster, para peneliti mampu menghasilkan profil gaya hidup atau profil psikografis. Pernyataan tersebut dibuat seolah kita membeli produk mereka karena kesesuaian produk mereka dengan gaya hidup kita. Penelitian gaya hidup telah dilakukan di banyak negara, demikian pula dilakukan di lintas negara. Sejumlah perusahaan melakukan penelitian gaya hidup dalam basis komersil dan menjual hasilnya ke klien mereka. Gambar 5.4 Geodemografi, ACORN Atribut penggunaan dapat sangat berguna untuk tujuan CRM. Segmentasi kegunaan telah menjadi alat standar bagi manajer pemasaran. Hal ini menjadi aksiomatik bahwa konsumen membeli produk untuk kegunaan yang diberikan, bukan semata untuk produknya itu sendiri. Tak seorang pun yang pernah membeli 5 mm bor karena mereka ingin 5 mm bor. Mereka membelinya untuk apa yang bor tersebut dapat memberikan: lubang 5 mm. Praktisi CRM perlu memahami kegunaan yang dicari oleh pasar yang mereka layani. Pasar untuk pasta gigi, misalnya, dapat dibagi sepanjang garis kegunaannya. Ada tiga segmen kegunaan utama: gigi putih, nafas segar, dan gigi dan gusi yang sehat. Ketika berbicara seputar penciptaan proposisi nilai untuk dipilih konsumen, segmentasi kegunaan menjadi sangat penting. Dua atribut penggunaan lainnya, volume yang dikonsumsi dan bagian penggunaan golongan, juga berguna dari perspektif CRM. Banyak perusahaan mengklasifikasikan konsumen mereka sesuai dengan volume bisnis yang mereka menghasilkan. Misalnya, dalam konteks B2C, McDonald AS, menemukan bahwa 77 persen dari penjualan mereka berasal dari laki-laki berusia 18 sampai 34 yang makan di McDonald tiga sampai lima kali per minggu, meskipun misi perusahaannya adalah untuk menjadi restoran favorit keluarga dunia. Dengan asumsi bahwa mereka berkontribusi dalam proporsi yang sama ke baris bawah, merekalah konsumen yang perusahaan harus pertahankan dan tidak boleh hilang. Volume yang mereka berikan memungkinkan perusahaan untuk beroperasi dengan biaya yang sangat efektif, menjaga satuan biaya tetap rendah. Perusahaan yang memeringkatkan konsumen ke tingkatan sesuai dengan volume, dan kemudian dapat mengidentifikasi konsumen yang masuk ke setiap tingkatan, mungkin mampu mengembangkan rencana migrasi konsumen untuk memindahkan konsumen dengan volume yang lebih rendah menjadi lebih tinggi menaiki tangga dari konsumen yang membeli untuk pertama kali menjadi konsumen yang membeli berulang kali, konsumen mayoritas, konsumen setia, dan seterusnya untuk mendukung status. Ini hanya masuk akal ketika konsumen dengan volume yang lebih rendah menyajikan peluang. Pertanyaan kuncinya adalah apakah mereka membeli produk dari pemasok lainnya dalam kategori (produk) tersebut. Sebagai contoh, konsumen Jones membeli lima pasang sepatu per tahun. Dia hanya membeli satu pasang sepatu dari outler ritel 'Shoes4less'. Oleh karena itu, dia menyajikan peluang yang lebih besar dari konsumen Smith yang membeli dua pasang setahun, tetapi keduanya dibeli dari Shoes4less. Shoes4less memiliki kesempatan untuk memenangkan empat penjualan lebih dari Jones, tapi tidak dari Smith. Ini tidak berarti bahwa Jones lebih berharga daripada Smith. Itu tergantung pada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan lain. Pertama, berapa banyak biaya untuk mengalihkan Jones dari penjual sepatunya saat ini, dan biaya apa yang akan dibutuhkan untuk mempertahankan bisnis Smith? Kedua, apa margin yang diperoleh dari konsumen ini? Jika Jones sangat berkomitmen pada pemasoknya yang lain, mengalihkannya mungkin menjadi tidak pantas untuk dicoba. Jika Smith membeli sepatu fashion dan rekreasi margin tinggi dan Jones membeli sepatu margin rendah, maka Smith mungkin menyajikan kesempatan yang lebih baik meskipun volume penjualannya lebih rendah. Kebanyakan program segmentasi mengambil lebih dari satu variabel. Sebagai contoh, sekelompok bar dapat mungkin mendefinisikan konsumen atas dasar geografi, usia dan preferensi musiknya. Gambar 5.5 menunjukkan bagaimana pasar untuk coklat dapat tersegmentasi oleh frekuensi pembelian dan kepuasan. Empat segmen utama muncul dari segmentasi pasar bivariat ini. Gambar 5.5 Segmentasi bivariat pasar cokelat (Sumber: Mintel 1998) Pasar Bisnis Pasar bisnis juga dapat disegmentasikan dalam beberapa cara, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.6. Gambar 5.6 Bagaimana pasar bisnis disegmentasikan Titik awal dasar untuk sebagian segmentasi B2B adalah Klasifikasi Industri Standar Internasional (ISIC), yang merupakan milik Divisi Statistik PBB. Meskipun ini merupakan standar digunakan secara luas, beberapa negara telah mengembangkan skema mereka sendiri. Di Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, ada sebuah sistem klasifikasi industri Amerika Utara (NAICS). Sebuah manual NAICS setebal 1400 halaman dipublikasikan pada tahun 2007. Di Selandia Baru dan Australia ada klasifikasi industri standar Australia dan Selandia Baru (ANZSIC). ISIC mengklasifikasikan semua bentuk aktivitas ekonomi. Setiap entitas bisnis diklasifikasikan sesuai produk prinsipal dan aktivitas bisnisnya, dan disematkan empat digit kode. Kemudian keseluruhan digabung menjadi 99 kategori utama. Gambar 5.7 mengilustrasikan beberapa empat digit kode tersebut. Gambar 5.7 Contoh kode ISIC Pemerintah dan asosiasi perdagangan sering mengumpulkan dan mempublikasikan informasi yang menunjukkan ukuran masing-masing kode ISIC. Ini bisa menjadi berguna untuk mengarahkan jawaban pertanyaan, “Konsumen mana yang harus kita dapatkan?” Namun demikian, menargetkan dalam konteks B2B sering dilakukan tidak pada tingkat agregat dari ISIC, tapi pada tingkat perorangan. Pertanyaannya tidak jauh berbeda, "Apakah kami ingin melayani segmen ini?” seperti halnya “Apakah kita ingin melayani konsumen ini?” Beberapa dari variabel segmentasi tingkat individual ini secara spesifik penting untuk tujuan CRM: nilai piutang individu, andil kategori pembelanjaan dan kecenderungan untuk beralih. Case 5.1 Dell didirikan pada tahun 1984 dengan ide revolusioner menjual komputer custom-built secara langsung kepada konsumen. Dell telah tumbuh menjadi salah satu pabrik manufaktur PC paling besar di dunia dan hingga kini terus menjualnya langsung ke konsumen individu dan organisasi. Model bisnis langsung dari Dell dan fokus pada melayani konsumen bisnis telah mejadikan organisasi mereka melakukan investasi besar-besaran dalam mengembangkan sistem CRM yang canggih untuk mengelola konsumennya yang tersegmentasi dengan jelas. Dell telah mengidentifikasi delapan segmen konsumen, yaitu: piutang-piutang global, perusahaan besar, perusahaan menengah, pemerintah federal, pemerintah pusat dan daerah, pendidikan, perusahaan kecil dan konsumen. Dell telah menyelenggarakan bisnisnya untuk delapan segmen tersebut, di mana masing-masing dikelola oleh unit bisnis yang lengkap dengan unit penjualan, keuangan, IT, dukungan teknis dan perlengkapan manufakturnya sendiri. Account Value (Nilai Piutang) Sebagian besar perusahaan memiliki skema untuk mengklasifikasikan konsumen mereka sesuai nilai yang dimiliki. Sebagian besar skema ini mengasosiasikan nilai dengan beberapa ukuran pendapatan atau volume penjualan. Ini bukan ukuran nilai yang memadai, karena tidak memperhitungkan biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan konsumen. Kami mengatasi masalah ini di bagian berikutnya dari bab ini. Share of Wallet (SOW) Andil kategori pembelanjaan memberikan indikasi potensi masa depan yang ada dalam sebuah piutang. Sebuah pemasok dengan hanya berandil 15 persen dari pembelanjaan konsumen perusahaan pada beberapa bahan baku adalah pemasok yang memiliki potensi yang cukup besar. Kecenderungan untuk Beralih Kecenderungan untuk beralih mungkin tinggi atau rendah. Adalah mungkin untuk mengukur kecenderungan untuk beralih dengan menilai kepuasan dengan pemasok saat ini, dan dengan menghitung biaya switching. Ketidakpuasan saja tidak menunjukkan kecenderungan yang tinggi untuk beralih. Biaya switching mungkin sedemikian tingginya hingga, bahkan dalam menghadapi tingkat ketidakpuasan yang tinggi, konsumen tidak mau beralih. Sebagai contoh, konsumen tidak senang dengan kinerja pemasok telekomunikasi mereka, tetapi mungkin tidak mau beralih karena gangguan yang akan dibawa perubahan tersebut. Memberi Penilaian dalam Segmen Pasar dan Memilih Pasar yang Dilayani Sejumlah alternatif pasar target harus muncul dari proses segmentasi pasar. Potensi dari alternatifalternatif ini yang menghasilkan nilai bagi perusahaan ini akan perlu dinilai. Nilai potensial dari kesempatan segmentasi bergantung pada jawaban atas dua pertanyaan: 1. Seberapa menarik kesempatannya? 2. Seberapa baik perusahaan dan jaringannya mengeksploitasi kesempatan tersebut? Gambar 5.8 mengidentifikasi sejumlah atribut yang dapat dipertimbangkan selama penilaian ini. Daya tarik sebuah segmen pasar terkait dengan sejumlah hal, termasuk ukuran dan potensi pertumbuhan, jumlah pesaing dan intensitas persaingan di antara mereka, hambatan masuk, dan kecenderungan konsumen untuk beralih dari pemasok mereka saat ini. Pertanyaan perusahaan cocok dengan masalah kompetensi relatif kompetitif dari perusahaan dan anggota jaringannya untuk memenuhi kebutuhan dari segmen tersebut. Gambar 5.8 Mengevaluasi alternatif segmentasi Pada prinsipnya, jika segmennya menarik dan perusahaan dengan kompetensi jaringannya mengindikasikan kecocokan, kesempatan tersebut mungkin layak untuk dikejar. Namun, karena banyak perusahaan menemukan bahwa mereka memiliki beberapa peluang, semacam proses penilaian harus dikembangkan dan diterapkan untuk mengidentifikasi peluang yang lebih berharga. Matriks di Gambar 5.9 dapat digunakan untuk tujuan ini. Awalnya, perusahaan perlu untuk mengidentifikasi atribut yang menunjukkan daya tarik sebuah segmen pasar (beberapa tercantum di Gambar 5.8), dan kompetensi perusahaan dan jaringannya. Sebuah bobot kepentingan disepakati untuk setiap atribut dan sebuah skor dihitung. Kesempatan-kesempatan tersebut kemudian dipetakan ke Gambar 5.9. Gambar 5.9 Matriks portofolio konsumen McKinsey/General Electric Peramalan Penjualan Disiplin ilmu kedua yang dapat digunakan untuk CPM adalah peramalan penjualan. Salah satu isu utama yang umumnya dihadapi perusahaan yang melakukan CPM adalah bahwa data yang tersedia untuk mengelompokkan konsumen membutuhkan sudut pandang historis, atau setidaknya, sudut masa kini. Data mengidentifikasi para konsumen yang telah, atau sedang, penting untuk penjualan, profit atau alasan strategis lainnya. Namun demikian, jika lingkungan bisnis berubah-ubah, tidak akan terjadi masalah. Karena tujuan CPM adalah untuk mengidentifikasi para konsumen yang akan menjadi penting di masa depan, peramalan penjualan dapat menjadi disiplin ilmu yang berguna. Peramalan penjualan, beberapa pesimis berpendapat, adalah buang-buang waktu, karena lingkungan bisnis berubah dengan cepat dan tak terduga. Kejadian besar di dunia seperti serangan teroris, perang, kekeringan dan perubahan berbasis pasar, seperti produk-produk baru dari pesaing atau kampanye promosi dengan visibilitas tinggi, bisa membuat perkiraan penjualan tidak valid. Ada sejumlah teknik peramalan penjualan yang dapat diterapkan, yang memberikan informasi yang berguna untuk CPM. Teknik-teknik ini, yang digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, sesuai untuk situasi-situasi yang berbeda. ● metode kualitatif: - survei konsumen - perkiraan tim penjualan ● metode rangkaian waktu: - moving average - exponential smoothing - time-series decomposition ● metode kausal: - leading indicators - Model regresi. Metode kualitatif mungkin yang merupakan metode peramalan yang paling banyak digunakan. Survei konsumen meminta konsumen atau petugas purchasing untuk memberikan pendapat atas apa yang mereka cenderung akan beli pada periode peramalan. Ini masuk akal ketika konsumen merencanakan pembelian mereka jauh ke depan. Data dapat diperoleh dengan memasukkan pertanyaan ke dalam survei kepuasan konsumen. Sebagai contoh, “Dalam enam bulan ke depan apakah Anda akan membeli lebih banyak, sama atau lebih sedikit pada periode saat ini?" Dan, "Jika lebih, atau kurang, berapa volume yang Anda akan beli dari kami?" Kadang-kadang, organisasi pihak ketiga seperti asosiasi industri atau kelompok trans-industri seperti Chamber of Commerce atau Institute of Directors mengumpulkan data yang menunjukkan niat pembelian masa mendatang atau kuasanya untuk niat, seperti kepercayaan diri bisnis Perkiraan Tim penjualan dapat berguna ketika penjual telah membangun hubungan dekat dengan konsumen mereka. Sebuah tim manajemen piutang kunci dapat ditempatkan dengan baik untuk menghasilkan beberapa perkiraan individu dari keanggotaan tim. Ini dapat dirata-ratakan atau dibobotkan dalam beberapa cara yang merefleksikan kedekatan estimator kepada konsumen. Manajer piutang untuk Dyno Nobel, pemasok bahan peledak komersial untuk pertambangan dan industri penggalian, begitu dekat dengan konsumen mereka hingga mereka mampu memperkirakan penjualan dua sampai tiga tahun ke depan. Sistem CRM Operasional mendukung metode peramalan penjualan kualitatif, khususnya perkiraan tim penjualan. Sistem CRM memperhitungkan nilai penjualan, probabilitas penutupan penjualan dan periode antisipasi untuk penutupan. Banyak sistem CRM juga memungkinkan manajemen untuk menyesuaikan perkiraan anggota tim penjualan mereka, sehingga memungkinkan bagi penjual yang terlalu pesimis ataupun terlalu optimis. Pendekatan rangkaian waktu mengambil data historis dan mengekstrapolasikannya secara maju dalam tren linear atau lengkung. Pendekatan ini masuk akal ketika ada data penjualan historis, dan asumsi dapat dengan aman dibuat bahwa masa depan akan merefleksikan masa lalu. Metode moving average adalah metode yang paling sederhana. Metode ini membutuhkan penjualan di sejumlah periode sebelumnya dan rata-ratanya. Proses perhitungan rata-rata dapat mengurangi atau menghilangkan variasi acak. Metode moving average dihitung pada periode data yang berturut-turut, berpindah pada satu periode dalam satu waktu, seperti pada Gambar 5.10. Moving average berdasarkan periode yang berbeda dapat dihitung pada data historis untuk menghasilkan metode yang akurat. Sebuah variasi digunakan untuk memberi bobot pada periode yang lebih baru dengan lebih berat. Alasannya adalah bahwa periode yang lebih baru adalah prediktor yang lebih baik. Dalam memproduksi perkiraan untuk tahun 2009 di Gambar 5.10, pembobotan performa penjualan empat tahun diberikan sebesar 0,4, 0,3, 0,2, dan 0,1, masing-masing, untuk mencapai perkiraan. Hal ini akan menghasilkan perkiraan senilai 5461. Pendekatan ini disebut dengan exponential smoothing. Gambar 5.10 Peramalan penjualan menggunakan moving average Metode dekomposisi diterapkan ketika ada bukti pola siklus atau musiman dalam data historis. Metode ini berusaha untuk memisahkan empat komponen rangkaian waktu: faktor tren, faktor siklus, faktor musiman, dan faktor acak. Faktor tren adalah arah jangka panjang dari tren setelah tiga unsur lainnya dihilangkan. Faktor siklus merepresentasikan pengaruh berulang jangka panjang pada penjualan; pengaruh musiman umumnya terjadi dalam siklus tahunan. Kadang-kadang mungkin untuk memprediksi penjualan menggunakan indikator utama (leading indicators). Sebuah indikator utama adalah beberapa aktivitas kontemporer atau peristiwa yang menunjukkan bahwa kegiatan atau acara lain akan terjadi di masa depan. Pada tingkat makro, misalnya, perumahan yang baru adalah prediktor yang baik dari penjualan perabot dapur masa mendatang. Pada tingkat mikro, ketika seorang konsumen kartu kredit melakukan panggilan ke contact center untuk bertanya tentang tingkat bunga saat ini, maka ini adalah indikator kuat yang menandai bahwa konsumen akan beralih ke pemasok lain di masa depan. Model regresi bekerja dengan menggunakan data pada sejumlah prediktor variabel untuk memperkirakan permintaan di masa mendatang. Variabel yang diprediksi disebut variabel dependen; variabel yang digunakan sebagai prediktor disebut variabel bebas. Misalnya, jika Anda ingin memprediksi permintaan untuk mobil (variabel dependen), Anda mungkin menggunakan data pada ukuran populasi, disposable income rata-rata, harga mobil rata-rata untuk kategori yang diprediksi dan harga rata-rata bahan bakar (variabel independen). Persamaan regresi dapat diuji dan divalidasi pada data historis sebelum diadopsi. Variabel prediktor baru dapat disubstitusi atau ditambahkan untuk melihat apakah mereka meningkatkan akurasi ramalan. Hal ini dapat menjadi pendekatan berguna untuk memprediksi permintaan dari suatu segmen. Biaya Berdasarkan Aktivitas Disiplin ilmu ketiga yang berguna untuk CPM adalah aktivitas berbasis biaya. Banyak perusahaan, terutama yang berada dalam konteks B2B, bisa melacak pendapatan hingga konsumen. Dalam lingkungan B2C, biasanya hanya mungkin untuk melacak pendapatan dari konsumen yang dapat diidentifikasi jika perusahaan mengoperasikan sistem penagihan yang membutuhkan rincian konsumen, atau skema keanggotaan seperti klub konsumen, kartu toko atau program loyalitas. Dalam konteks B2B, pendapatan dapat dilacak dalam penjualan dan database piutang. Biaya merupakan masalah yang sama sekali berbeda. Karena tujuan CPM adalah untuk menggolongkan konsumen sesuai dengan nilai strategis mereka, sangat diinginkan untuk dapat mengidentifikasi konsumen mana yang, atau akan, menghasilkan profit. Jelas, jika sebuah perusahaan ingin memahami profitabilitas konsumen, ia harus mampu untuk melacak biaya, serta pendapatan, kepada konsumen. Biaya bervariasi dari konsumen ke konsumen. Beberapa konsumen sangat mahal untuk diperoleh dan dilayani, yang lain tidak. Ada cukup varians bagi seluruh basis konsumen dalam beberapa kategori biaya: ● biaya akuisisi konsumen: dibutuhkan cukup usaha penjualan untuk memindahkan beberapa konsumen dari prospek status konsumen pertama kali: lebih banyak panggilan penjualan, kunjungan ke referensi lokasi konsumen, sampel gratis, saran teknik, menjamin bahwa biaya switching akan dipenuhi oleh vendor ● terms of trade: potongan harga, iklan dan dukungan promosi, tunjangan slotting (cash dibayarkan kepada pengecer untuk ruang pajang), tanggal jatuh tempo faktur yang diperpanjang. ● biaya pelayanan konsumen: permintaan penanganan, klaim dan keluhan, tuntutan pada tenaga penjualan dan contact center, ukuran pesanan kecil, frekuensi pemesanan tinggi, pengiriman just-intime, pengiriman muatan sebagian, breaking bulk untuk pengiriman ke beberapa tempat ● biaya modal kerja: membawa persediaan untuk konsumen, biaya kredit. Sistem biaya berbasis produk tradisional atau buku besar tidak menyediakan jenis detail seperti ini, dan tidak memungkinkan perusahaan untuk memperkirakan profitabilitas konsumen. Sistem biaya produk melacak material, tenaga kerja dan biaya energi untuk produk, sering membandingkannya dengan biaya standar aktual. Mereka tidak, bagaimanapun, mencakup kegiatan pemasaran menghadapi konsumen, penjualan dan pelayanan. Sistem biaya buku besar melacak biaya di semua bagian bisnis, tetapi biasanya diagregatkan terlalu tinggi untuk membangun konsumen atau segmen mana bertanggung jawab untuk menghasilkan biaya-biaya tersebut. Biaya berdasarkan aktivitas (ABC) adalah sebuah pendekatan untuk penetapan biaya yang membagi biaya menjadi dua kelompok: biaya berbasis volume dan biaya terkait pemesanan. Biaya berbasis volume (berhubungan dengan produk) adalah variabel terhadap ukuran pesanan, tapi tetap per unitnya untuk setiap pesanan dan setiap konsumen. Biaya bahan dan biaya tenaga kerja langsung adalah contohnya. Biaya terkait pemesanan (berhubungan dengan konsumen) bervariasi sesuai dengan produk dan proses persyaratan masing-masing konsumen. Bayangkan dua konsumen ritel, masing-masing melakukan pembelian produk dengan volume yang sama dari suatu produsen. Konsumen 1 tidak melakukan permintaan produk atau proses khusus. Pendapatan penjualan adalah $ 5.000; margin kotor untuk vendor adalah $ 1.000. Konsumen 2 adalah cerita yang berbeda: produk disesuaikan, kemasan luar dicetak khusus, pengiriman just-in-time ke tiga lokasi, penyediaan bahan, syarat penjualan atau pengembalian dan diskon harga. Tidak hanya itu, Konsumen 2 juga menghabiskan banyak waktu mempermasalahkan syarat dan ketentuan ini dengan seorang pramuniaga yang harus meneleponnya sebanyak tiga kali sebelum menutup penjualan. Pendapatan penjualan adalah $ 5.000, tapi setelah akuntansi untuk produk dan proses biaya untuk memenuhi tuntutan khusus konsumen ini, margin ditahan oleh vendor adalah $ 250. Hal-hal lain yang sama, konsumen 1 adalah empat kali lebih berharga sebagai Customer 2. Sedangkan praktek akuntansi biaya konvensional melaporkan apa yang telah dibelanjakan, ABC melaporkan apa yang dilakukan oleh uang yang dibelanjakan. Sedangkan pendekatan buku besar konvensional mengidentifikasi biaya sumber daya seperti gaji, peralatan dan bahan, pendekatan ABC menunjukkan apa yang sedang dilakukan ketika biaya tersebut terjadi. Gambar 5.11 menunjukkan bagaimana ABC melihat departemen pemrosesan biaya klaim perusahaan asuransi memberikan gambaran yang sama sekali berbeda dengan pandangan tradisional.3 Gambar 5.11 ABC dalam departemen pemrosesan klaim ABC memberikan manajer departemen pemrosesan klaim pengetahuan yang jauh lebih jelas tentang kegiatan mana yang menciptakan biaya. Pertanyaan berikutnya dari perspektif CPM adalah 'Konsumen mana yang menciptakan aktivitas?' Atau, konsumen mana yang mengakibatkan biaya? Jika Anda ingin memeriksa biaya aktivitas 'Analisa klaim: $ 121.000', dan mendapati bahwa 80 persen dari klaim yang dibuat oleh pengemudi di bawah usia 20, Anda akan memiliki pemahaman yang jelas tentang kelompok konsumen yang menciptakan biaya aktivitas untuk bisnis tersebut. CRM membutuhkan ABC karena tujuan utamanya yang menghasilkan hubungan yang menguntungkan dengan konsumen. Kecuali ada sistem biaya di tempat untuk melacak biaya kepada konsumen, CRM akan sangat sulit digunakan untuk peningkatan profitabilitas konsumen. Secara keseluruhan, ABC melayani manajemen portofolio konsumen dalam beberapa cara: 1. Bila dikombinasikan dengan angka-angka pendapatan, ia memberitahu Anda tingkat relatif dan tingkat mutlak dari profit yang dihasilkan oleh masing-masing konsumen, segmen atau kelompok 2. Ia menuntun Anda menuju tindakan yang dapat diambil untuk mengembalikan konsumen untuk mendatangkan profit 3. Membantu memprioritaskan dan mengakuisisi konsumen langsung, retensi dan strategi pembangunan 4. Membantu menentukan apakah kustomisasi dan bentuk lain dari nilai penciptaan bagi konsumen akan menghasilkan keuntungan ABC terkadang menjustifikasi kepercayaan diri manajemen dengan prinsip Pareto, atau dikenal sebagai aturan 80:20. Aturan ini menunjukkan bahwa 80 persen dari profit berasal dari 20 persen konsumen. ABC memberitahu Anda konsumen mana yang termasuk ke dalam 20 persen yang penting tersebut. Penelitian umumnya mendukung aturan 80:20. Misalnya, satu laporan dari Coopers dan Lybrand menemukan bahwa, dalam industri ritel, 4 persen konsumen teratas menghasilkan 29 persen dari profit, 26 persen berikutnya menghasilkan 55 persen dari profit dan 70 persen sisanya hanya menghasilkan 16 persen dari profit. Estimasi Nilai Umur (Lifetime Value) Disiplin ilmu keempat yang dapat digunakan untuk CPM adalah estimasi nilai umur konsumen (Lifetime Value/LTV), yang pertama diperkenalkan pada Bab 2. LTV diukur dengan menghitung nilai hari ini dari semua margin bersih (margin kotor dikurangi biaya untuk melayani) yang diperoleh dari hubungan dengan konsumen, segmen atau kelompok. Perkiraan LTV memberikan wawasan yang membimbing perusahaan dalam strategi manajemen konsumen mereka. Jelas, perusahaan ingin melindungi dan menjaga baik hubungan mereka dengan konsumen, segmen atau kelompok yang akan menghasilkan jumlah profit signifikan. Sunil Gupta dan Donald Lehmann menunjukkan bahwa nilai LTV dapat dihitung sebagai berikut: 𝑟 𝐿𝑇𝑉 = 𝑚 ( ) 1+𝑖−𝑟 di mana LTV = Lifetime Value m = margin atau profit dari konsumen per periode (misal per tahun) r = retention rate (misal 0,8 atau 80%) i = discount rate (misal 0,12 atau 12%) Ini berarti bahwa LTV sama dengan margin (m) dikali dengan faktor r/(1+i-r). Faktor ini disebut sebagai kelipatan margin, dan ditentukan oleh retention rate konsumen (r) dan discount rate (i). Bagi kebanyakan retention rate perusahaan berada di kisaran 60 sampai 90 persen. Biaya rata-rata modal (WACC), yang dibahas dalam Bab 2, umumnya digunakan untuk menentukan discount rate. Discount rate yang diterapkan untuk membawa margin masa depan kembali ke nilai saat ini. Tabel 5.1 menyajikan beberapa kelipatan margin sampel berdasarkan dua variabel: retention rate dan discount rate. Sebagai contoh, dengan 12 persen discount rate dan 80 persen retention rate kelipatan marginnya adalah 2,5. Dari tabel ini, Anda dapat melihat bahwa kelipatan margin untuk sebagian besar perusahaan, diberikan WACC 10 sampai 16 persen, dan retention rate antara 60 dan 90 persen, berkisar 1,07x dan 4,5x. Ketika discount rate lebih tinggi, kelipatan marginnya lebih rendah. Ketika retention rate yang lebih tinggi, kelipatan marginnya lebih tinggi. Tabel 5.1 Kelipatan Margin Tabel tersebut dapat digunakan untuk menghitung nilai konsumen dengan cara ini. Jika Anda memiliki retention rate konsumen senilai 90 persen dan WACC Anda 12 persen dan konsumen Anda menghasilkan $ 100 margin dalam setahun, LTV konsumen bernilai sekitar $ 400 (atau $ 409 tepatnya, yaitu 4,09 kali $ 100). Perhitungan yang sama dapat diterapkan pada segmen atau kelompok konsumen. Perusahaan Anda dapat melayani dua kelompok konsumen, A dan B. Konsumen dari kelompok A masing-masing menghasilkan margin tahunan sebesar $ 400; cluster Konsumen B masingmasing menghasilkan $ 200 marjin. Retention rate bervariasi antar cluster. Cluster A memiliki retention rate 80 persen; cluster B memiliki retention rate 90 persen. Jika WACC sama 12 persen diterapkan untuk kedua kelompok, maka LTV dari konsumen dari kelompok A adalah $ 1000 ($ 400 x 2,50), dan LTV dari konsumen kelompok B adalah $ 818 ($ 200 x 4,09). Jika Anda memiliki 500 konsumen dalam cluster A, dan 1000 konsumen dalam cluster B, LTV dari basis konsumen Anda adalah $ 1.318.000, dihitung sebagai berikut: ((500 x $ 1000) + (1000 x $ 818)). Penerapan rumus ini berarti bahwa Anda tidak harus memperkirakan kepemilikan konsumen. Seiring retention rate konsumen naik otomati akan ada kenaikan kepemilikan konsumen, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 dalam Bab 2. Rumus ini dapat disesuaikan untuk mempertimbangkan perubahan margin dan retention rate di masa depan yang bisa naik ataupun turun, seperti yang dijelaskan dalam buku Gupta dan Lehmann Managing Customers as Investments.5 Tabel tersebut dapat digunakan untuk menilai dampak dari sejumlah strategi manajemen konsumen: apa yang akan menjadi dampak dari mengurangi pelayanan dengan memindahkan konsumen ke saluran pelayanan mandiri? Apa yang akan dihasilkan dari penjualan produk dengan margin yang lebih tinggi? Apa yang akan menjadi hasil dari program loyalitas yang dirancang untuk meningkatkan retention rate 80-82 persen? Sebuah manfaat tambahan yang penting dari perhitungan LTV ini adalah bahwa perhitungan ini memungkinkan Anda untuk memperkirakan nilai suatu perusahaan. Sebagai contoh, telah dihitung bahwa LTV dari rata-rata konsumen maskapai American Airlines yang berbasis di AS adalah $ 166,94. American Airlines memiliki 43.700.000 konsumen, menghasilkan nilai perusahaan yang diperkirakan mencapai $ 7.300.000.000. Roland Karat dan asisten penelitinya mencatat bahwa, mengingat tidak adanya penumpang internasional dan pertimbangan barang dari perhitungan ini, perhitungan itu sangat dekat dengan kapitalisasi pasar perusahaan pada saat penelitian mereka dilakukan.6 Data Mining Disiplin ilmu kelima yang dapat digunakan untuk CPM adalah data mining. Ia memiliki nilai tertentu ketika Anda mencoba untuk menemukan pola atau hubungan dalam volume data yang besar, seperti yang ditemukan dalam konteks B2C seperti ritel, perbankan dan pembelanjaan rumah tangga. Operasi ritel internasional seperti Tesco, misalnya, memiliki lebih dari 14 juta anggota Clubcard dalam basis konsumen di UK. Tidak hanya perusahaan memiliki data demografis yang diberikan konsumen ketika menjadi anggota klub, tetapi juga data transaksional konsumen. Jika sepuluh juta anggota klub menggunakan Tesco dalam seminggu dan membeli rata-rata 30 barang, basis data Tesco tumbuh sebesar 300 juta lembar data per minggu. Hal ini tentunya membutuhkan biaya yang besar, tetapi berpotensi menghasilkan keuntungan besar. Data mining dapat dianggap sebagai ciptaan kecerdasan yang berasal dari jumlah data yang besar. Manajemen portofolio konsumen perlu jawaban cerdas atas pertanyaan-pertanyaan seperti ini: 1. Bagaimana kita melakukan segmentasi pasar untuk mengidentifikasi konsumen potensial? 2. Bagaimana kita bisa mengelompokkan konsumen kita saat ini? 3. Konsumen mana yang menawarkan potensi terbesar untuk masa depan? 4. Konsumen mana yang paling mungkin untuk beralih? Data mining dapat melibatkan penggunaan teknik statistik canggih, tapi untungnya manajer tidak perlu menjadi teknokrat. Umumnya cukup untuk sekedar memahami apa yang dapat dilakukan oleh alat-alat perhitungan, bagaimana menafsirkan hasil, dan bagaimana melakukan data mining. Dua vendor besar alat data mining telah mengembangkan model untuk memandu pengguna melalui proses data mining. SAS mempromosikan lima langkah proses data mining yang disebut SEMMA (sampel, eksplorasi, modifikasi, model, penilaian) dan penggunaan SPSS untuk 5As (penilaian, akses, analisis, tindakan, dan otomatisasi). Model ini, meskipun berbeda secara rinci, pada dasarnya mempromosikan langkah pendekatan yang umum. Langkah pertama melibatkan pendefinisian masalah bisnis (seperti contoh di atas). Kemudian Anda harus membuat database data mining. Praktik terbaik melibatkan penggalian sejarah data dari gudang data, menciptakan pengumpulan data khusus, dan mengeksplorasi dataset untuk pola dan hubungan yang dapat memecahkan masalah bisnis Anda. Langkah pemecahan masalah melibatkan proses pembangunan model berulang, pengujian dan perbaikan. Pengumpul data sering membagi dataset mereka menjadi dua himpunan bagian. Satu digunakan untuk model pelatihan, yaitu estimasi parameter model, dan yang lain digunakan untuk model validasi. Setelah model yang dikembangkan mampu memecahkan masalah bisnis, model tersebut dapat diadopsi oleh manajemen. Sementara data baru dimuat ke gudang data, subset lebih lanjut dapat diekstraksi dengan data mining. Data mart dan model dapat diperbaiki lebih lanjut lagi. Sejumlah alat data mining yang berbeda berlaku untuk masalah CPM: clustering, decision tree dan neural networks. Clustering Teknik clustering digunakan untuk menemukan pengelompokan alami dalam dataset. Seperti diterapkan pada data konsumen, teknik ini umumnya berfungsi sebagai berikut: 1. Setiap konsumen dialokasikan hanya satu kelompok. Konsumen memiliki atribut yang berhubungan lebih dekat dengan kelompoknya daripada kelompok lain. 2. Setiap kelompok relatif homogen. 3. Kelompok kolektif sangat berbeda satu sama lain. Dengan kata lain, teknik pengelompokan umumnya mencoba untuk memaksimalkan homogenitas dalam kelompok dan heterogenitas antar kelompok. Ada sejumlah teknik clustering, termasuk CART (klasifikasi dan pohon regresi) dan CHAID (deteksi interaksi chi-square otomatis).7 Setelah cluster homogen statistik dibentuk, mereka perlu ditafsirkan. Strategi CRM sering tertarik pada perilaku masa depan dari konsumen: segmen, kelompok atau individu. Nilai potensial konsumen ditentukan oleh kecenderungan mereka untuk membeli produk di masa depan. Penambang data (data miners) dapat membangun model prediktif dengan memeriksa pola dan hubungan dalam data historis. Model prediktif dapat dihasilkan untuk mengidentifikasi: 1. Manakah konsumen, segmen atau kelompok yang paling mungkin untuk membeli suatu produk? 2. Manakah konsumen yang kemungkinan lalai dalam pembayaran? 3. Manakah konsumen yang paling mungkin cacat/defect (churn)? Analis data menjelajahi data historis untuk mencari prediktor dan hasil variabel. Kemudian model dibuat dan divalidasi pada data historis ini. Ketika model tampaknya bekerja dengan baik pada data historis, ia dijalankan pada data kontemporer, di mana data prediktor dikenal tapi data hasilnya tidak. Hal ini dikenal sebagai 'scoring'. Skor adalah jawaban atas pertanyaan seperti kecenderungan membeli, kelalaian dan churn yang tercantum di atas. Pemodelan prediktif didasarkan pada tiga asumsi, yang masing-masing mungkin benar untuk sebagian besar atau lebih kecil:8 1. Masa lalu adalah prediktor masa depan yang baik ... NAMUN ini mungkin tidak benar. Penjualan banyak produk biasanya bersiklus atau musiman. Sebagian lainnya memiliki siklus hidup fashion atau dadakan. 2. Data tersedia ... NAMUN ini mungkin tidak benar. Data yang digunakan untuk melatih model mungkin tidak lagi dikumpulkan. Data mungkin terlalu mahal untuk dikumpulkan, atau mungkin dalam format yang salah. 3. Database yang berkaitan dengan konsumen berisi apa yang Anda ingin prediksikan ... NAMUN ini mungkin tidak benar. Data mungkin tidak tersedia. Jika Anda ingin memprediksi konsumen yang paling mungkin untuk membeli perlindungan hipotek asuransi, dan Anda hanya memiliki data tentang kebijakan hidup, Anda tidak akan mampu menjawab pertanyaan. Dua alat yang digunakan untuk memprediksi perilaku masa depan adalah decision tree dan neural networks. Decision Trees Decision trees disebut demikian karena output model grafisnya memiliki penampilan struktur bercabang. Decision trees bekerja dengan menganalisis dataset untuk menemukan variabel independen yang, bila digunakan untuk membagi populasi, menghasilkan node yang paling berbeda satu sama lain sehubungan dengan variabel yang mengikat untuk prediksi. Gambar 5.12 berisi satu set data tentang lima konsumen dan profil risiko kredit.9 Gambar 5.12 Set pelatihan risiko kredit Kami ingin menggunakan data empat dari lima kolom tersebut untuk memprediksi pemeringkatan risiko di kolom kelima. Sebuah decision tree dapat dibangun untuk tujuan ini. Dalam analisis decision tree, Risiko ada di kolom 'dependen'. Ini juga dikenal sebagai variabel target. Empat kolom lain merupakan kolom independen. Maka tidak mungkin bahwa nama konsumen adalah prediktor Risiko, jadi kita akan menggunakan tiga potong data lainnya sebagai variabel independen: utang, pendapatan dan status perkawinan. Dalam contoh ini, masing-masing kategori barang adalah sederhana, yang masing-masing hanya memiliki dua nilai yang mungkin (tinggi atau rendah; ya atau tidak). Data dari Gambar 5.12 terwakili dalam bentuk berbeda pada Gambar 5.13, dengan cara yang memungkinkan Anda melihat variabel independen yang terbaik dalam memprediksi risiko. Ketika Anda memeriksa data, Anda akan melihat bahwa pembagian terbaik adalah pendapatan (empat instansi disorot dalam huruf tebal pada diagonal: dua berpenghasilan tinggi/risiko yang baik ditambah dua berpenghasilan rendah/risiko buruk). Utang dan status perkawinan masing-masing menghasilkan skor tiga pada diagonal mereka. Setelah node dibagi, proses yang sama dilakukan pada setiap node berturut-turut, baik sampai tidak ada pembagian lebih lanjut yang mungkin atau sampai Anda telah mencapai model manajerial yang berguna. Gambar 5.13 Perhitungan lintas variabel dependen dan independen Output grafis dari analisis decision tree ini ditunjukkan pada Gambar 5.14. Setiap kotak adalah sebuah node. Node dihubungkan oleh cabang. Bagian atas node merupakan akar node. Data dari node akar dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan penghasilan. Di sebelah kanan, kotak penghasilan rendah, tidak dibagi lebih lanjut karena kedua konsumen berpenghasilan rendah diklasifikan sebagai risiko kredit yang buruk. Di sebelah kiri, kotak berpenghasilan tinggi dibagi lebih lanjut, menjadi konsumen menikah dan tidak menikah. Baik ini dibagi lebih lanjut karena satu konsumen yang belum menikah adalah risiko kredit yang buruk dan dua sisanya konsumen menikah dengan risiko kredit yang baik. Gambar 5.14 Output decision tree Sebagai hasil dari proses ini perusahaan tahu bahwa konsumen yang memiliki risiko kredit terendah akan berpenghasilan tinggi dan menikah. Mereka juga akan mencatat utang itu, salah satu variabel yang dimasukkan ke dalam model pelatihan, tidak melakukan dengan baik. Ini bukan prediktor kredit. Decision tree yang bekerja dengan data kategori seperti ini dikenal sebagai pohon klasifikasi (classification trees). Ketika decision tree diterapkan pada data kontinu mereka dikenal sebagai pohon regresi (regression trees). Neural Networks Neural networks adalah cara lain mencocokkan model dengan data yang ada untuk tujuan prediksi. Ungkapan 'neural networks' memiliki asal-usul di karya pembelajaran mesin dan kecerdasan buatan. Para peneliti di bidang ini telah mencoba untuk belajar dari jaringan saraf alami makhluk hidup. Neural networks dapat menghasilkan prediksi yang sangat baik dari dataset yang besar dan kompleks yang mengandung ratusan variabel prediktor interaktif, tetapi neural networks tidak mudah untuk dimengerti atau langsung digunakan. Neural networks merupakan persamaan matematika yang kompleks, dengan banyak penjumlahan, fungsi dan parameter eksponensial.10 Seperti teknik decision tree dan clustering, neural networks perlu dilatih untuk mengenali pola pada dataset sampel. Setelah dilatih, mereka dapat digunakan untuk memprediksi perilaku konsumen dari data baru. Mereka bekerja baik ketika ada banyak variabel prediktor potensial, yang beberapa di antaranya berlebihan. Case 5.2 Manajemen portofolio konsumen di Tesco Tesco, jaringan supermarket terbesar dan paling sukses di Inggris, telah mengembangkan strategi CRM yang membuat iri banyak pesaingnya. Pada prinsipnya pengecer makanan di pasar yang dewasa telah tumbuh sedikit dalam 20 tahun terakhir, Tesco menyadari bahwa satu-satunya jalan untuk pertumbuhan adalah mengambil pangsa pasar dari pesaing. Akibatnya, pengembangan strategi CRM dipandang sebagai keharusan. Dalam mengembangkan strategi CRM, Tesco pertama menganalisis basis konsumennya. Ditemukan bahwa 100 konsumen teratas bernilai sama dengan 4000 yang terbawah. Strategi tersebut juga menemukan bahwa 25 persen konsumen terbawah hanya mewakili 2 persen dari penjualan, dan bahwa 5 persen konsumen teratas bertanggung jawab atas 20 persen dari penjualan. Hasil analisis ini digunakan untuk segmentasi konsumen Tesco dan pengembangan program loyalitas yang sukses. CPM dalam Konteks Business-to-Business Banyak perusahaan B2B yang mengklasifikasikan konsumen mereka ke dalam kelompok berdasarkan pendapatan penjualan. Mereka percaya bahwa konsumen yang paling bagus adalah konsumen terbesar mereka. Beberapa perusahaan menerapkan prinsip Pareto, mengenali bahwa 80 persen penjualan dilakukan oleh 20 persen konsumen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.15. Gambar 5.15 Prinsip Pareto, atau aturan 80:20 Setelah mengelompokkan konsumennya berdasarkan volume, perusahaan akan memberikan pelayanan terbaiknya pada konsumen yang terbaik atau yang melakukan pembelian paling besar. Sering diasumsikan dalam konteks B2B bahwa akun yang besar merupakan akun yang menghasilkan profit. Metode activity based costing telah menjelaskan bahwa hal tersebut tidaklah penting. Bukan hal yang tidak umum menemukan konsumen kecil tidak menghasilkan profit karena biaya aktivitas mereka lebih besar dari margin yang mereka tentukan. Begitu juga dengan banyak ditemukan perusahaan besar yang tidak menghasilkan profit. Mengapa? Akun yang besar membutuhkan banyak pekerjaan dan aktivitas. Pekerjaan untuk mengatur akun membutuhkan servis dari banyak orang: seorang manajer penjualan, seorang eksekutif customer service, dan aplikasi teknik. Konsumen mungkin memesan produk yang kostumisasi, pengiriman kurang dari kapasitas kontainer, pengiriman just in time, perpanjangan jadwal pembayaran, dan pada akhirnta harga diskon volume. Banyak terjadi bhwa konsumen dengan pembelian yang midle merupakan konsumen yang paling banyak menghasilkan profit. Gambar 5.16 menunjukkan tingkat profit yang dihasilkan dari konsumen yang telah dikelompokkan berdasarkan volume pembelian. Gambar tersebut menunjukkan 20 persen konsumen dengan pembelian terbanyak tidak menghasilkan profit yang tinggi, seperti 20 persen konsumen dengan pembelian paling rendah. Ketika Kanthal, sebuah perusahaan manufaktur elemen pemanas yang memiliki resistensi terhadap listrik dari Swedia memperkenalkan ABC yang mereka temukan, hanya 40 persen dari konsumen mereka yang menghasilkan profit tinggi. Dua dari tiga pembeli terbesar mereka adalah pembeli yang paling tidak menghasilkan profit. Tantangan yang dihadapi oleh Kanthal adalah bagaimana menghadapi konsumen mereka yang tidak menghasilkan profit. Pilihan mereka adalah implementasi dari akuntansi open book sehingga konsumen dapat melihat seberapa besar biaya yang dihabiskan untuk mengelola mereka, level negosiasi konsumen, mengenalkan aturan transparansi, mensimplifikasi dan standarisasi proses pemesanan, mengenalkan portal self-services, menaikkan harga negosiasi, mensortir produk. Gambar 5.16 Profitabilitas konsumen dari kuintil volume penjualan Model Portofolio Konsumen Sejak tahun 1980an terdapat sejumalah teknik yang mendesain secara spesifik untuk menilai portofolio konsumen perusahaan B2B. Secara umum, konsumen yang sudah ada saat ini diklasifikasikan menggunakan pendekatan perhitungan dan matrik. Banyak kontribusi ini yang dilakukan oleh IMP (Industrial Marketing and Purchasing) yang dapat dibaca pada Bab 2. CPM pada perusahaan B2B menggunakan satu atau lebih variabel untuk mengelompokkan konsumen mereka; salah satu variabel yang paling banyak digunakan adalah pendapatan penjualan. Model Bivariat Benson Shapiro dan koleganya mengembangkan sebuah model portofolio konsumen yang bersama dengan cost-to-serve mengevaluasi nilai konsumen. Gambar 5.17 menunjukkan matriks yang mereka kembangkan. Gambar 5.17 Matriks klasifikasi konsumen Shapiro dkk Pada model ini, konsumen diklasifikasikan berdasarkan harga yang mereka bayar dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan dan melayani mereka. Terdapat empat kelas konsumen yang diidentifikasi: carriage trade (biasanya merupakan konsumen yang baru diakuisisi yang biaya pelayanannya besar tapi membayar dengan harga yang cukup tinggi), konsumen pasif, konsumen agresif, dan konsumen yang menawar. Kontribusi penting dari model ini adalah mengetahui bahwa biaya tidak selalu sama pada semua basis konsumen. Beberapa kosumen membutuhkan biaya yang tinggi untuk diakuisisi dan dilayani, dan jika perusahaan mengalokasikan biaya yang rendah, maka konsumen ini menjadi tidak menghasilkan profit bagi perusahaan. Tabel 5.2 menunjukkan bagaimana biaya dapat berbeda-beda sebelum penjualan, pada produksi, distribusi, dan biaya setelah penjualan. Tabel 5.2 Bagaimana biaya bervariasi antar konsumen Renato Fiocca membuat sebuah kemajuan pada model portofolio konsumen ketika dia mengenalkan pendekatan dua tahap. Pada tahap pertama, konsumen diklasifikasikan berdasarkan: 1. Kepentingan strategis konsumen 2. Tingkat kesulitan mengelola hubungan dengan konsumen Kepentingan strategis konsumen ditentukan oleh: • Nilai/volume pembelian konsumen • Potensi dan prestige konsumen • Customermarket leadership • Tingkat kesenangan dalam istilah diversifikasi pasar supplier, penyediaan akses ke pasar baru, meningkatkan keahlian teknologi, dan dampak pada hubungan konsumen yang lain. Tingkat kesulitan dalam mengelola hubungan konsumen berhubungan dengan: • Karakteristik produk, seperti kebaruan dan kompleksitas • Karakteristik akun, seperti kebutuhan konsumen, perilaku belanja konsumen, kekuatan konsumen, teknik dan kompetensi komersial konsumen, preferensi bisnis dengan beberapa supplier • Kompetisi untuk akun, yang menilai dengan mempertimbangkan jumlah kompetitor, kekuatan dan kelemahan kompetitor dan posisi kompetitor terhadap konsumen. Dengan basis terebut, maka dibuatlah matriks dua dimensi seperti gambar 5.18 di bawah ini. Gambar 5.18 Model CPM Fiocca: Langkah 1 Step kedua meliputi analisis akun kunci lebih jauh yang ditunjukkan bagian sebelah kiri gambar 5.18. Diklasifikasikan berdasarkan: • Kemenarikan bisnis yang dijalankan oleh konsumen • Kekuatan relatif dari hubungan pembeli/penjual Kemenarikan bisnis yang dijalankan oleh konsumen sangat dipengaruhi oleh pasar yang dilayani oleh konsumen itu sendiri. Fiocca mengidentifikasikan beberapa faktor pasar, kompetisi, faktor finansial dan ekonomi, faktor teknolofi, dan faktor sisial plitik yang diberikan secara detail pada Tabel 5.3 Tabel 5.3 faktor yang mempengaruhi kemenarikan konsumen (Model Fiocca) Kekuatan hubungan konsumen ditentukan oleh : • Lama hubungan • Volume atau nilai dollar pebelian • Kepentingan konsumen (presentase penjualan supplier pada konsumen tersebut) • Hubungan personal • Kerjasama pada pengembangan produk • Pengelolaan jarak (bahasa dan budaya) • Jarak geografis Data dari tahap kedua ini kemudian dimasukkan ke dalam matriks sembilan kotak yang ditunjukkan Gambar 5.19, yang berfokus pada tiga strategi pengelolaan dasar konsumen: tahan, tarik atau tingkatkan. Terdapat beberapa validasi dari model ini yang telah dipublikasikan, tetapi model tersebut dikritisi karena gagal untuk menentukan profitabilitas konsumen. Gambar 5.19 Model CPM Fiocca: Langkah 2 Model CPM Trivariat Peter Turnbull dan Judy Zolkiewski telah mengembangkan kerangka kerja CPM tiga dimensi yang ditunjukkan oleh Gambar 5.20. Dimensi dari model yang mereka kembangkan adalah cost-to-serve, harga bersih dan nilai hubungan. Dua variabel pertama yang diadopsi dari model Shapiro. Nilai Relationship, dimensi ketiga, memungkinkan isu-isu strategis lain yang akan diperhitungkan. Gambar 5.20 Matriks klasifikasi konsumen tiga dimensi Turnbull dan Zolkiewski Nilai Relationship adalah 'lembut' atau lebih menghakimi dibandingkan dengan dua dimensi lainnya. Di antara pertanyaan dipertimbangkan ketika membentuk penilaian pada nilai hubungan adalah sebagai berikut: 1. Apakah barang atau jasa penting bagi konsumen? 2. Apakah konsumen generator utama volume untuk pemasok? 3. Apakah konsumen sulit untuk menggantikan jika ia beralih ke pemasok lain? 4. Apakah konsumen menghasilkan penghematan biaya bagi pemasok? Teknik Portofolio Manajemen Lainnya Selain dirancang khusus alat CPM ada sejumlah alat-alat lain yang umum digunakan untuk perencanaan strategis. Ini juga bisa sangat berguna untuk aplikasi CRM. Alat-alat ini, bagaimanapun, beroperasi pada tingkat tertentu perusahaan. Ini berarti bahwa strategi CRM akan menerapkan alat untuk konsumen yang spesifik untuk membantu dalam penilaian nilai bahwa konsumen masa depan. Di antara alat-alat yang analisis SWOT, analisis PESTE, analisis five forces dan analisis matriks BCG. Kami akan memperkenalkan mereka di sini sebentar. Untuk laporan lengkap Anda akan disarankan untuk mengacu pada setiap strategi perusahaan atau pemasaran buku strategi dasar. SWOT dan PESTE SWOT merupakan akronim dari strengths, weaknesses, opportunities dan threats. Analisis SWOT mengeksplorasi lingkungan internal (S dan W) dan lingkungan eksternal (O dan T) dari sebuah unit bisnis strategis. Audit internal (SW) mencari kekuatan dan kelamahan dari fungsi bisnis penjualan, pemasaran, manufaktur atau operasi, keuangan dan manajemen sumber daya manusia. Kemudian terlihat lintas fungsional untuk kekuatan dan kelemahan, misalnya, proses lintas fungsional (seperti pengembangan produk baru) dan budaya organisasi. Audit eksternal (OT) menganalisis lingkungan makro dan mikro dimana konsumen beroperasi. Lingkungan makro meliputi jumlah kondisi yang mempengaruhi perusahaan. Kondisi ini dikenal dengan analisis PESTE. PESTE adalah akronim dari kondisi political, economic, social, technological and environmental. Sebuah analisis yang mencari tahu kondisi tersebut adalah seperti di bawah ini: • lingkungan politik: permintaan untuk perjalanan udara internasional yang dikontrak sebagai stabilitas politik di seluruh dunia berkurang setelah September 11, 2001 • lingkungan ekonomi: permintaan untuk hipotik jatuh ketika ekonomi memasuki resesi • lingkungan sosial: sebagai penduduk usia, permintaan untuk rumah kesehatan dan perumahan meningkat • lingkungan teknologi: karena lebih banyak rumah tangga menjadi pemilik komputer, permintaan meningkat internet banking • kondisi lingkungan: sebagai konsumen menjadi lebih peduli tentang kualitas lingkungan, permintaan untuk produk lebih hemat energi meningkat. Lingkungan mikro merupakan bagian dari penilaian hubungan eksternal (OT) antara perusahaan dengan stakeholder eksternalnya: konsumen, supplier, partner bisinis dan investor. Analisis SWOT berbasis CRM merupakan pencarian konsumen atau potensi konsumen. Yaitu konsumen yang : 1. memiliki kekuatan relevan untuk mengekspliotasi kesempatan yang tersedia untuk mereka 2. menghadapi kelemahan dengan bekerjasama dengan organisasi lain untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan yang ada 3. berinvestasi agar perusahaan dapat mengeksploitasi kesempatan 4. merespon gangguan eksternal pada pasar saat ini dengan mengeksploitasi keunggulan mereka untuk diversifikasi. Five Forces Analisis five forces dikembangkan oleh Michael Porter. Dia mengklaim bahwa profitabilitas dari sebuah industri, yang dihitung dengan pengembaliannya kepada modal kerja relatif terhadap biaya dari modal, ditentukan oleh lima sumber dari tekanan kompetitif. Lima sumber ini terdiri dari tiga kondisi horizontal dan dua kondisi vertikal. Tiga kondisi horizontal tersebut antara lain: • Kompetisi antara bisnis yang sudah ada di pasar • Kompetisi dari pendatang baru yang potensial • Kompetisi dari pengganti atau barang subtitusi yang potensial Kondisi verikal merefleksikan pertimbangan rantai penawaran dan permintaan: • Kekuatan penawaran pembeli • Kekuatan penawaran supplier Dasar pemikiran Porter adalah bahwa kompetitor pada sebuah industri akan lebih menghasilkan profit jika lima kondisi ini dalam keadaan baik. Contohnya, jika pembeli sangan memiliki kekuatan, mereka dapat meminta tingkat pelayanan yang tinggi dengan harga rendah sehingga berpengaruh negatif pada profit yang akan diterima oleh pemasok. Namun, jika halangan untuk memasuki suatu pasar sangat tinggi, misalnya karena membutuhkan modal yang besar atau dominasi pasar oleh merk yang sangat berpengaruh kuat, perusahaan yang ada saat ini tidak akan mendapatkan pengaruh dari pendatang baru dan berkesempatan untuk meningkatkan profitnya. Mengapa penyusun strategi CRM tertarik menggunakan five forces untuk menevaluasi konsumennya? Hal yang mendasar adalah kesehatan finansial konsumen menawarkan potensi yang lebih baik bagi para pemasok dibandingkan dengan konsumen yang keadaan finansialnya tidak baik. Poin analisis untuk membedakan solusi CRM: 1. Konsumen pada industri yang memiliki profitabilitas sebagian besar stabil untuk waktu dekat dan merupakan tempat yang bagus untuk berinvestasi pada kesempatan di masa depan. Mereka memiliki nilai potensial yang lebih kuat. Konsumen yang sperti ini adalah konsumen yang akan dilayani secara eksklusif oleh perusahaan. 2. Konsumen yang berada pada industri yang kurang baik mungkin akan mencari pengurangan biaya dari suppliernya. Sebuah supplier yang berbasis CRM akan mencari cara bagaimana melayani konsumen jenis ini secara efektif. Matriks BCG Matriks Boston Consulting Group didesain untuk menganalisis produk portofolio sebuah perusahaan dengan pandangan untuk menggambarkan strategi mereka. Analisis ini dilakukan dengan dua kriteria, pangsa pasar relatif dan tingkat pertumbuhan pasar, untuk mengidentifikasi darimana profit dan aliran uang didapatkan. Gambar 5.21 adalah contoh dari matriks BCG. BCG mengklaim bahwa indikator terbaik dari pasar yang menarik adalah tingkat pertumbuhannya (yaitu sumbu vertikal matriks) dan indikator terbaik dari kekuatan kompetitif adalah pangsa pasar relatif (sumbu horizontal). Pangsa pasar relatif, dimana pangsa pasar dari suatu unit bisnis relatif terhadap kompetitor terbesar, diklaim untuk meningkatkan biaya posisi relatif mengacu pada kurva pengalaman. Gambar 5.21 Matriks Boston Consultant Group Matriks tersebut mengkategorikan produk pada sebuah portofolio ke dalam satu dari empat kotak dan akan menentukan strategi tertentu: milk the cows, invest in the stars, ditch the dogs, dan lalu sort the question marks ke arah yang perusahaan inginkan untuk kemudian didukung menjadi bintang, dan ingat perusahaan berekpektasi mengubahnya menjadi anjing. Sebuah portofolio produk yang seimbang mengandung question mark, star, dan cash cows. Cash cow menghasilkan aliran uang yang akan mendukung question mark. Kemudian question mark tumbuh dan akan menumbuhkan pangsa pasar yang juga akan memberikan aliran uang yang kuat. Hal ini akan terjadi ketika produk dapat mengelola posisinya pada pasar yang sudah dewasa. Dari perspektif CRM, konsumen dengan portofolio produk yang seimbang memiliki umur hidup yang lebih lama dan potensial bagi para pemasok dibandingkan dengan konsumen yang memiliki portofolio produk yang tidak seimbang. Perusahaan yang tidak memiliki produk baru akan berusaha tetap hidup ketika cash cows mulai mengering. Hal ini terjadi akan terjadi ketika kompetitor yang berusaha untuk memenangkan pangsa pasar dan perusahaan yang menghasilkan barang subtitusi mulai hadir. Konsumen Signifikan Strategis Tujuan dari semua proses analisis di atas adalah mengelompokkan konsumen ke dalam kelompok yang memiliki perbedaan proporsi nilainya dan pengelolaan penerapan serta strategi hubungannya. Salah satu hasil diharapkan adalah identifikasi konsumen yang strategis untuk masa depan perusahaan. Kami menyebutnya konsumen signifikan strategis (strategically significant costumers/SSCs). Terdapat beberapa kelas SSC, berikut adalah penjelasannya: 1. Konsumen dengan nilai umur hidup masa depan yang tinggi: konsumen ini akan berkontribusi secara signifikan pada keuntungan perusahaan di masa depan 2. Konsumen dengan voume besar: Konsumen ini mungkin tidak menghasilkan banyak profit, namun konsumen ini strategis karena mereka menyerap biaya total dan skala ekonomi yang mereka buat untuk menjaga harga tetap rendah. 3. Konsumen pembanding: konsumen ini adalah mereka yang akan diikuti oleh konsumen lainnya. Sebagai contoh, Nippon Conlux memasok hardware dan software dari Coca Cola. Meskipun mereka mungkin tidak menghasilkan banyak margin dari hubungan itu, namun memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk mendapatkan akses ke banyak pasar lain. “Jika kita cukup untuk Coke baik, kami cukup bagi Anda baik”, adalah janji tersirat. Beberapa perusahaan IT membuat situs referensi 'di beberapa konsumen mereka lebih menuntut. 4. Inspirasi: mereka adalah konsumen yang memberikan peningkatan pada bisnis pemasok. Mereka dapat mengidentifikasi aplikasi baru untuk produk, perbaikan produk, atau peluang untuk pengurangan biaya. Mereka mungkin mengeluh keras dan membuat tuntutan tidak masuk akal, tetapi dengan begitu, pemasok akan membuat perubahan yang lebih baik. 5. Pembuka pintu: konsumen ini adalah mereka yang memunculkan kemungkinan pemasok untuk memasuki pasar baru. Hal ini dapat dilakukan tanpa keuntungan awal, tetapi dengan maksud untuk memberikan mandat untuk ekspansi lebih lanjut. Hal ini mungkin sangat penting jika melintasi batas-batas budaya, mengatakan antara barat dan timur. Salah satu perusahaan, prosesor kayu Skandinavia, telah mengidentifikasi lima kelompok konsumen utama yang signifikan strategis, seperti pada Gambar 5.22. Gambar 5.22 Konsumen signifikan strategis pada sebuah prosesor kayu Scandinavian Tujuh Inti Strategi Manajemen Konsumen 1. Menjaga hubungan: konsumen yang potensial dan strategis pasti menarik bagi pesaing. Oleh karena itu perusahaan harus menjaga hubungan dengan konsumennya. Kami membahas penciptaan hambatan keluar dalam review kami strategi retensi konsumen dalam Bab 9 2. Merekayasa ulang hubungan: dalam hal ini, konsumen saat ini menguntungkan atau kurang menguntungkan dari yang diinginkan. Namun, konsumen dapat dikonversi menjadi keuntungan jika biaya yang dipangkas dari hubungan tersebut. Ini mungkin berarti mengurangi atau mengotomatisasi tingkat layanan, atau melayani konsumen melalui saluran biaya yang lebih rendah. Dalam industri perbankan, biaya pemrosesan transaksi, sebagai kelipatan dari biaya pengolahan secara online adalah sebagai berikut. Jika proses transaksi Internet memiliki biaya unit 1, transaksi teller di bank biaya 120 unit, transaksi ATM biaya 40, biaya telepon 30 dan biaya PC perbankan 20. Dengan kata lain, itu adalah 120 kali lebih banyak untuk melakukan di mahal transaksi dari transaksi online identik -bank. Program pengurangan biaya telah memotivasi bank untuk bermigrasi konsumen mereka, atau setidaknya beberapa segmen konsumen, saluran biaya yang lebih rendah lainnya. Sebuah perusahaan listrik Australia telah menemukan bahwa marjin tahunan rata-rata per konsumen adalah $ 60. Biayanya $ 13 untuk melayani konsumen yang membayar dengan kartu kredit, tetapi hanya 64 sen untuk melayani konsumen debit langsung. Setiap konsumen pindah ke saluran biaya yang lebih rendah karena itu menghasilkan penghematan biaya transaksi lebih dari $ 12, yang meningkatkan nilai konsumen rata-rata sebesar 20 persen. Re-engineering hubungan memerlukan pemahaman yang jelas tentang kegiatan yang menciptakan biaya dalam hubungan (lihat Kasus 5.3). 3. Meningkatkan hubungan: seperti strategi di atas, tujuannya adalah untuk bermigrasi konsumen menaiki tangga nilai. Dalam hal ini hal itu dilakukan bukan dengan rekayasa ulang hubungan, tapi dengan meningkatkan share dari pengeluaran konsumen pada kategori, dan dengan mengidentifikasi peluang up-selling dan cross-selling. 4. Memanen hubungan: ketika share dari dompet stabil, dan Anda tidak ingin berinvestasi lebih banyak sumber daya dalam pengembangan konsumen, Anda mungkin merasa bahwa konsumen telah mencapai nilai maksimum. Dalam kondisi ini Anda mungkin ingin untuk panen, yaitu mengoptimalkan arus kas dari konsumen dengan maksud untuk menggunakan kas yang dihasilkan untuk mengembangkan konsumen lain. Hal ini mungkin sangat menarik jika konsumen di pasar yang menurun, memiliki biaya-untuk-melayani tinggi atau memiliki kecenderungan untuk berganti tinggi dengan pesaing. 5. Menyudahi hubungan: pemecatan konsumen umumnya kutukan bagi penjualan dan pemasaran. Namun, ketika konsumen tidak menunjukkan tanda membuat kontribusi yang signifikan di masa depan mungkin menjadi pilihan terbaik. Anda dapat membaca tentang strategi untuk memecat konsumen dalam Bab 9. 6. Menangkan konsumen kembali: kadang-kadang konsumen mengambil sebagian atau seluruh bisnis mereka dengan pemasok lain. Jika mereka tidak signifikan strategis, mungkin masuk akal untuk membiarkan mereka pergi. Namun, ketika konsumen penting, Anda mungkin perlu untuk mengembangkan dan menerapkan strategi memenangkan kembali. Titik awal harus memahami mengapa mereka mengambil bisnis mereka pergi. 7. Memulai hubungan: Anda telah mengidentifikasi prospek sebagai memiliki makna strategis yang potensial untuk masa depan. Anda perlu mengembangkan rencana akuisisi untuk merekrut konsumen ke tangga nilai. Anda dapat membaca tentang strategi akuisisi konsumen dalam Bab 8. Ringkasan Pada bab ini Anda telah belajar mengenai manajemen portofolio konsumen (CPM). CPM adalah komponen yang penting dalam strategi CRM. CPM dapat didefinisikan sebagai pengelompokkan konsumen menjadi kelompok-kelompok yang berbeda cara pelayanannya sesuai dengan value proposition masing-masing. Pengelompokkan tersebut dilakukan dengan mengestimasi nilai konsumen sekarang dan nilainya dimasa yang akan datang berdasarkan nilai pendapatannya dan akan menghasilkan biaya untuk akuisisi dan pelayanan masing-masing kelompok konsumen. Terdapat sejumlah disiplin ilmu yang berkaitan dengan proses CPM: segmentasi pasar, peramalan penjualan, activity-based costing, estimasi nilai seumur hidup konsumen, dan data mining. Segmentasi pasar banyak digunakan oleh manajemen marketing, namun dalam penerapannya pada CPM dibutuhkan fokus yang jelas pada nilai konsumen. Beberapa teknik peramalan penjualan dapat juga digunakan untuk memprediksi apa yang akan dibeli oleh konsumen di masa yang akan datang. Activity-based costing membuat perusahaan dapat memahami berapa biaya marketing, penjualan, dan pelayanan konsumen, sehingga dapat diketahui pula berapa profit yang mereka dapatkan. Estimasi nilai seumur hidup konsumen dapat digunakan untuk mengevaluasi seberapa berharga masa depan konsumen terhadap perusahaan, dan data mining sangat berguna untuk mendeteksi bentuk dan hubungan yang terjadi pada data historis konsumen. Proses CPM memiliki kecenderungan untuk membedakan konteks business-to-customer dengan business-to-business. Banyak teknik-teknik analisis portofolio yang khusus dikembangkan untuk konteks B2B. Selain itu activity-based costing juga lebih mudah digunakan dalam konteks B2B, namun data mining lebih sesuai jika digunakan dalam konteks B2C. Tujuan dari semua analisis yang digunakan adalah untuk membagi-bagi konsumen yang sudah ada dan konsumen potensial ke dalam kelompok yang memiliki perbedaan value proporsition dan perbedaan strategi pelayanan yang dikembangkan oleh perusahaan. Pada akhir bab ini terdapat tujuh inti strategi manajemen konsumen yang dapat diterapkan sesuai dengan portofolio konsumen perusahaan Referensi 1. Levitt , T. ( 1960 ) Marketing myopia . H arvard Business Review , July–August , pp. 45 – 56. 2. Day , G.S. ( 1986 ) Analysis for strategic market decisions . St Paul, MN: West Publishing. 3. Cokins , G. ( 1996 ) Activity-based cost management: making it work. London: McGraw-Hill. 4. Gupta , S. and Lehmann , D.R. ( 2005 ) Managing customers as investments: the strategic value of customers in the long run. Philadelphia: Wharton School Publishing. 5. Gupta , S. and Lehmann , D.R. ( 2005 ) Managing customers as investments: the strategic value of customers in the long run. Philadelphia: Wharton School Publishing. 6. Rust , R.T. , Lemon , K.N. and Narayandas , D. ( 2005 ) C ustomer equity management. Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall . 7. Saunders , J. ( 1994 ) Cluster analysis . In: G.J. Hooley and M.K. Hussey (eds). Quantitative methods in marketing . London: Dryden Press , pp. 13 – 28. 8. Berry , M.J.A. and Linoff , G.S. ( 2000 ) Data mining: the art and science of customer relationship management . New York: John Wiley. 9. The illustration is taken from Brand, E. and Gerritsen, R. Decision Trees . Available online at http://www.dbmsmag.com/9807m05.html 10. Berry , M.J.A. and Linoff , G.S. ( 2000 ) Data mining: the art and science of customer relationship management . New York: John Wiley . 11. Kanthal, A. Harvard Business School case study number 9–190–002. Robert S. Kaplan, author. 12. Reviewed by Zolkiewski, J. and Turnbull, P. (1999) A review of customer relationships planning: does customer profi tability and portfolio analysis provide the key to successful relationship management? UMIST, Manchester, UK: MSM Working Paper Series. See also Zolkiewski, J. (2005) Customer portfolios. Blackwell Encyclopaedia of Marketing , pp. 1–87, and Johnson, M.D. and Selnes, F. (2004) Customer portfolio management: towards a dynamic theory of exchange relationships. Journal of Marketing, Vol. 68(2), pp. 1–17. 13. Shapiro , B.P. , Rangan , K.V. , Moriarty , R.T. and Ross , E.B. (1987) Manage customers for profi ts (not just sales) . H arvard Business Review , September–October, pp. 101 – 108. 14. Fiocca , R. ( 1982 ) Account portfolio analysis for strategy development. Industrial Marketing Management , Vol. 11 , pp. 53 – 62 . 15. Turnbull, P.W. and Topcu, S. (1994) Customers’ profitability in relationship life-cycles. Proceedings of the 10th IMP conference, Groningen, Netherlands; Yorke, D.A. and Droussiotis, G. (1994) The use of customer portfolio theory: an empirical survey. Journal of Business and Industrial Marketing , Vol. 9(3), pp. 6–18. 16. Turnbull , P. and Zolkiewski, J. ( 1997 ) Profitability in customer portfolio planning. In: D. Ford (ed.) . Understanding business markets , 2nd edn. London: Dryden Press. 17. Porter, M.E. (1980) Competitive strategy: techniques for analysing industries and competitors. New York: Free Press.