SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 PM -165 Efek Cognitive Load Theory dalam Mendesain Bahan Ajar Geometri Fitraning Tyas Puji Pangesti (Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta) [email protected] Abstrak—Belajar adalah proses perubahan susunan pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori melalui rekonstruksi pengetahuan lama maupun mengkonstruksi pengetahuan baru. Belajar melibatkan suatu sistem memori (sistem kognitif) dalam proses memperoleh, mengolah, dan menyimpan pengetahuan. Cognitive Load Theory merupakan salah satu teori desain pembelajaran yang terkait dengan proses belajar siswa. Teori ini menekankan pada metode untuk membantu siswa mencapai kemampuan optimal yang didasarkan pada cara kerja sistem kognitif. Selain memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan awal siswa, penggunaan bahan ajar juga berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam memperoleh dan memahami pengetahuan. Pada pembelajaran matematika khususnya materi geometri, masih banyak siswa mengalami kesulitan belajar sehingga menyebabkan rendahnya prestasi geometri. Penyusunan bahan ajar geometri menjadi suatu alternatif untuk membantu siswa memahami materi geometri. Penyajian worked example dipilih dalam mendesain bahan ajar geometri ini. Worked example menyediakan langkah demi langkah dalam menyelesaikan masalah. Teknik penyusunan worked example harus menghindari split attention dan efek redundancy. Split attention terjadi ketika setidaknya ada dua sumber informasi yang menyebabkan perhatian siswa terpisah baik secara ruang maupun waktu. Efek redundancy terjadi apabila sumber-sumber berbeda menyajikan informasi yang sama. Split attention dan efek redundancy menyebabkan peningkatan beban siswa dalam memperoleh pengetahuan. Dalam makalah ini akan dibahas efek Cognitive Load Theory beserta penerapannya dalam mendesain bahan ajar geometri. Kata kunci: bahan ajar geometri, efek redundancy, split attention, worked example I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah proses perubahan susunan pengetahuan yang telah tersimpan dalam memori melalui rekonstruksi pengetahuan lama maupun mengkonstruksi pengetahuan baru. Belajar melibatkan suatu sistem memori (sistem kognitif) dalam proses memperoleh, mengolah, dan menyimpan pengetahuan. Pengetahuan tentang bagaimana manusia belajar, berpikir, dan memecahkan masalah berhubungan dengan arsitektur kognitif manusia. Sweller menyatakan“Cognitive Load Theory (CLT) began as an instructional theory based on our knowledge of human cognitive architecture” [1]. CLT bermula sebagai teori pembelajaran yang berbasis pada pengetahuan tentang arsitektur kognitif manusia. Terdapat tiga komponen utama dari memori manusia, yaitu: memori penginderaan, memori kerja, dan memori jangka panjang. Pemahaman mengenai arsitektur kognitif manusia dalam memperoleh, mengolah dan menyimpan informasi merupakan dasar penjelasan mengapa beberapa metode instruksional bekerja sementara yang lain gagal. Pemrosesan informasi untuk menjadi pengetahuan yang tersimpan dalam memori manusia atau proses pengolahan pengetahuan di memori disebut dengan proses kognitif [2]. CLT menekankan pada metode untuk membantu siswa mencapai kemampuan optimal yang didasarkan pada cara kerja sistem kognitif. Geometri menjadi salah satu aspek matematika yang penting untuk dipelajari. Terdapat tiga alasan mengapa geometri dipelajari [3]. Pertama, “geometry uniquely connects mathematics with the real physical word.” Geometri mengaitkan matematika dengan bentuk fisik pada dunia nyata. Misalnya sarang lebah yang merupakan representasi dari susunan segienam. Kedua, “geometry uniquely enables ideas from other areas of mathematics to be pictured.” Geometri memungkinkan ide-ide matematika yang lain 1169 ISBN. 978-602-73403-0-5 dapat divisualisasikan. Contohnya, penyelesaian masalah statistika menggunakan diagram batang, diagram lingkaran, maupun berbagai macam kurva. Ketiga, “geometry nonuniquely provides an examples of a mathematical system.” Secara umum geometri menyediakan suatu contoh mengenai sistem matematika, misalnya pembuktian dua garis yang sejajar menggunakan teorema dasar kekongruenan. Groth menyatakan bahwa geometri menyajikan banyak ide menarik untuk dipelajari. Ide-ide tersebut bermula dari era sejarah sebelum Euclid namun masih relevan untuk dipelajari hingga sekarang. Tujuan dasar belajar geometri yakni pemahaman, mampu mendefinisikan bentuk geometri, dan mengkonstruksikan bukti [4]. Di Indonesia, sesuai dengan kurikulum tahun 2006 kompetensi dasar (KD) mengenai geometri menempati porsi terbesar dalam pembelajaran matematika di tingkat SMP yakni 24 dari 59 KD matematika [5]. Hal ini menunjukkan banyaknya materi geometri yang perlu dipelajari oleh siswa di tingkat SMP. Bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam belajar geometri. Salah satu studi internasional untuk mengevaluasi pendidikan, khususnya prestasi siswa kelas VIII SMP yang diikuti oleh Indonesia adalah Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Dalam TIMSS 2011, Indonesia menempati posisi terendah dibandingkan negara lain di kawasan Asia. Kemampuan rata-rata siswa di Indonesia dalam menyelesaikan masalah geometri baru mencapai 24%. Sebagai perbandingan, kemampuan siswa dalam geometri di Singapura mencapai 71%, Jepang 67%, Malaysia 33%, dan Thailand 29% [6]. Bukti masih rendahnya kemampuan siswa dalam geometri ditunjukkan juga dari hasil Ujian Nasional tahun 2013/2014. Penguasaan siswa terhadap materi geometri baru mencapai 57% [7]. Bukti di lapangan telah menunjukkan perlunya terobosan baru dalam membelajarkan geometri agar siswa mampu memahami dan mengaplikasikan materi geometri dengan tepat. Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan prestasi geometri siswa SMP belum memuaskan. Penulis menduga faktor-faktor penyebabnya antara lain karena: (1) siswa masih beranggapan matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipelajari dan dipahami; (2) pembelajaran masih bertujuan untuk penyampaian materi bukan pada pengembangan kompetensi; (3) guru matematika cenderung monoton dalam menerapkan metode pembelajaran geometri; (4) siswa jarang memiliki pengalaman langsung berinteraksi dengan lingkungan ketika belajar geometri; (5) terbatasnya alat peraga dan bahan ajar geometri; dan (6) siswa cenderung menghafal rumus dalam geometri tanpa adanya pemahaman dan penalaran dalam mengaplikasikan rumus-rumus tersebut. Lebih lanjut, berdasarkan hasil pembicaraan terhadap beberapa guru matematika yang lain, salah satu faktor utama penyebab rendahnya prestasi siswa SMP dalam geometri adalah terbatasnya bahan ajar berkualitas yang beorientasi pada kegiatan siswa untuk menggunakan konsep geometri. Bahan ajar merupakan komponen penting yang harus dipersiapkan guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika. Prastowo mengemukakan bahwa bahan ajar merupakan segala bentuk bahan yang digunakan dalam proses pembelajaran, disusun secara sistematis dan menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa [9]. Kualitas bahan ajar matematika yang digunakan merupakan faktor penentu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, bahan ajar hendaknya disusun berdasarkan kemampuan awal siswa sehingga akan lebih membantu siswa dalam belajar. Siswa dengan kemampuan rendah memperoleh lebih banyak bantuan dalam penyelesaian masalah dan siswa dengan kemampuan awal tinggi difasilitasi melalui pemecahan masalah. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa perlu untuk mengembangkan bahan ajar geometri SMP dengan memperhatikan efek CLT. Dalam makalah ini akan ditunjukkan contoh desain bahan ajar geometri SMP menggunakan worked example (contoh-kerja) yang penyajiannya menghindari efek perulangan dan efek perhatian terpisah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang, rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimanakah mendesain bahan ajar geometri SMP yang memperhatikan efek Cognitive Load Theory? 1170 SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 C. Tujuan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah menghasilkan contoh desain bahan ajar geometri SMP yang memperhatikan efek Cognitive Load Theory. D. Manfaat Kajian Manfaat penyusunan makalah ini yaitu: 1. Tersedianya contoh desain bahan ajar geometri SMP yang memperhatikan efek Cognitive Load Theory. 2. Sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang akan meneliti terkait topik ini. II. PEMBAHASAN Informasi yang baru pertama kali diperoleh, diterima dan diidentifikasi awal oleh memori penginderaan lalu diteruskan untuk diorganisasikan dan diberi makna oleh memori kerja, kemudian akan disimpan dalam memori jangka panjang. Memori penginderaan dan memori kerja mempunyai keterbatasan dalam kapasitas dan durasi, sehingga untuk memproses sejumlah besar informasi baru dalam waktu yang bersamaan dapat memunculkan suatu beban kognitif pada memori kerja. Sweller menyatakan terdapat tiga sumber beban kognitif yang mempengaruhi memori kerja yaitu intrinsic cognitive load, extraneous cognitive load, dan germane cognitive load [1][8]. Intrinsic cognitive load ditentukan oleh tingkat kompleksitas informasi atau materi yang sedang dipelajari. Beberapa materi secara intrinsik sulit untuk dipahami dan akhirnya diberikan tanpa memperhatikan bagaimana seharusnya materi tersebut diajarkan. Faktor penting dalam mengajarkan suatu materi yaitu memahami timbulnya elemen interaktivitas, yakni sejumlah elemen yang secara bersamasama harus diproses dalam memori kerja di bawah instruksi. Elemen interaktivitas yang tinggi menyebabkan beban pada memori kerja dan intrinsic cognitive load menjadi tinggi. Unsur interaktivitas bersifat tetap karena secara intrinsik dimiliki oleh semua materi yang harus dipelajari dan tidak dapat diubah. Extraneous cognitive load ditentukan oleh teknik penyajian materi. Teknik penyajian materi yang baik, yaitu yang tidak menyulitkan pemahaman dapat menurunkan extraneous cognitive load. Sebaliknya, teknik penyajian yang menyulitkan pemahaman akan meningkatkan extraneous cognitive load. Pemahaman suatu materi akan mudah terjadi jika ada pengetahuan prasyarat yang cukup dan dapat dipanggil dari memori jangka panjang. Jika pengetahuan prasyarat ini dapat hadir di memori kerja secara otomatis, maka meminimalkan extraneous cognitive load. Semakin banyak pengetahuan yang dapat digunakan secara otomatis, semakin minimum beban kognitif pada memori kerja. Extraneous cognitive load juga berhubungan dengan faktor yang seharusnya diminimalkan dalam pembelajaran, misalnya penggunaan bahan ajar yang membingungkan, suara gaduh, dan tampilan media komputer yang terlalu banyak animasinya. Beban kognitif konstruktif (germane cognitive load) disebabkan oleh banyaknya usaha mental yang diberikan dalam proses kognitif yang relevan dengan pemahaman materi yang sedang dipelajari dan proses konstruksi pengetahuan. Beban kognitif konstruktif memiliki hubungan positif dengan pembelajaran karena berhubungan dengan pembentukan skema dan otomatisasi pengolahan informasi. Jika memori kerja telah dipenuhi oleh intrinsic dan extraneous cognitive load maka tidak ada muatan yang tersisa untuk beban kognitif konstruktif. Apabila tidak ada beban kognitif konstruktif maka memori kerja tidak dapat mengorganisasikan, mengkonstruksi, mengelaborasi atau mengintegrasikan materi yang 1171 ISBN. 978-602-73403-0-5 sedang dipelajari untuk menjadi pengetahuan yang tersimpan dengan baik di memori jangka panjang. Beban kognitif konstruktif antara siswa yang satu dengan yang lain mungkin berbeda, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman dan pengetahuan, serta karakteristik siswa. Dalam pembelajaran matematika, materi-materi matematika cenderung memiliki tingkat kompleksitas tinggi. Contohnya pada geometri dalam materi bangun ruang, siswa perlu memahami pernyataan tentang sifat-sifat bangun ruang, mampu mengidentifikasi bentuknya, dapat menggunakan rumus-rumus yang sesuai, dan menerapkan konsep bangun ruang dalam pemecahan masalah. Karena memiliki kompleksitas tinggi dan hal itu bersifat tetap, maka pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan awal siswa, misalnya menggunakan worked example (contoh-kerja) menjadi alternatif untuk membantu siswa memahami materi matematika. Pemilihan metode pembelajaran yang tidak tepat, misalnya dengan menyajikan informasi secara terpisah padahal seharusnya dapat disajikan secara terpadu sehingga menyebabkan split attention (perhatian terpisah) maupun menggunakan berbagai sumber belajar dengan informasi yang sama sehingga menyebabkan efek redundancy (perulangan) dapat mengakibatkan bertambahnya extraneous cognitive load siswa. CLT terutama digunakan untuk memberikan prinsip-prinsip dalam meminimalkan extraneous cognitive load. Secara umum, extraneous cognitive load bisa disebabkan oleh satu atau lebih dari sumber-sumber [1] berikut: 1. Ketidakcukupan pengetahuan dasar siswa yang tidak diimbangi guru dengan memberikan bimbingan instruksional, sehingga memaksa siswa untuk mencari solusi menggunakan prosedur acak (siswa tidak diajarkan prosedur mencari solusi dari suatu instruksi). 2. Tumpang tindih pengetahuan dasar yang tersedia dalam suatu bimbingan instruksional padahal pengetahuan tersebut ditujukan pada kegiatan kognitif yang sama. 3. Langkah maupun informasi yang berlebihan. Menyebabkan terlalu banyak elemen informasi baru dalam memori kerja untuk dimasukkan ke dalam struktur memori jangka panjang. 4. Terpisah (dalam ruang-waktu), terkait representasi instruksional. Siswa harus berkali-kali melakukan proses pencarian dan mencocokkan satu informasi dengan informasi yang lain. Salah satu metode meminimalkan extraneous cognitive load yakni menggunakan worked example. Selain dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas, worked example dapat diterapkan pada buku(bahan ajar)[10]. Penyusunan worked example bertujuan agar siswa memperoleh pemahaman. Worked example secara umum digunakan untuk menunjukkan cara memecahkan suatu masalah, kemudian dilanjutkan dengan praktek pada sejumlah masalah yang memiliki kesamaan karakteristik. Seorang guru yang menerapkan strategi worked example harus mampu memberikan contoh pemecahan masalah yang dapat diikuti maupun ditiru oleh siswa. Pernyataan tentang masalah beserta langkah-langkah menuju solusi akhir beserta komentar-komentar penting dicantumkan dalam worked example. Pertimbangan penting bagi guru ketika akan menerapkan worked example dalam proses pembelajarannya adalah bagaimana menentukan struktur dari worked example tersebut. Sweller dan Cooper menyajikan pasangan antara worked example dengan masalah identik yang harus diselesaikan. Sweller dan Cooper menyatakan setelah mempelajari suatu masalah beserta pemecahannya, motivasi siswa akan meningkat untuk menyelesaikan masalah dengan karakter yang sama. Struktur yang sering dipakai pada penyelidikan efek worked example yaitu study one-solve one [3]. 1172 SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Berikut ini contoh worked example geometri, khususnya pada materi balok. Belajar melalui contoh Contoh 1: Perhatikan gambar balok ABCD.EFGH berikut ini, Tentukan panjang diagonal ruang HB. Solusi: langkah 1: konsep teorema Pythagoras Perhatikan segitiga siku-siku BDH HB2 = HD2 + BD2 Perhatikan segitiga siku-siku ABD BD2 = AB2 + AD2 langkah 2: menemukan hubungan diagonal ruang dengan diagonal bidang. HB2 = HD2 + BD2 = HD2 + (AB2 + AD2) = HD2 + AB2 + AD2 langkah 3: menghitung panjang HB HB2 = HD2 + AB2 + AD2 = 72 + 52 + 4 2 = 90 HB = Jadi panjang diagonal HB adalah cm. H G E F 7 cm D C 4 cm A 5 cm B Latihan soal 1: Perhatikan gambar balok KLMN.OPQR berikut ini, R O Q P N Berapakah panjang diagonal ruang KQ?. 6 cm M 5 cm K L 12 cm Solusi: .......................................................................................................................................................... .......................................................................................................................................................... .......................................................................................................................................................... .......................................................................................................................................................... ... Gambar 1: Contoh worked example (study one-solve one) Dalam CLT disebutkan bahwa efek worked example efektif digunakan bagi siswa dengan kemampuan awal rendah maupun untuk mempelajari konsep dan prosedur baru [1][3][10]. Namun, apabila kemampuan siswa telah meningkat metode worked example dapat diganti dengan faded example yaitu dengan mengurangi beberapa langkah maupun penjelasan dalam penyelesaian soal. Metode pemecahan masalah diberikan dan akan lebih efektif bagi siswa dengan kemampuan awal tinggi [3]. Berikut ini contoh faded example yang merupakan pengembangan worked example. 1173 ISBN. 978-602-73403-0-5 Melengkapi langkah Contoh 2: Akan dibuat model kerangka balok dari kawat yang panjangnya 7 m. Jika ukuran panjang (p), lebar(l), dan tinggi(t) balok yaitu 25 cm, 12 cm, dan 18 cm. Berapa banyak kerangka balok yang dapat dibuat?. Solusi: langkah 1: menghitung kawat yang dibutuhkan untuk membuat sebuah balok, Panjang kawat yang dibutuhkan = 4 ( p + l + t ) karena balok memiliki 12 rusuk = .......................... Jadi, panjang kawat yang dibutuhkan untuk membuat sebuah balok adalah .................. langkah 2: menghitung banyaknya kerangka balok yang dapat dibuat. Tersedia 700 cm kawat, berarti banyaknya kerangka balok yang dapat dibuat yaitu: .......................... Latihan soal 2: Akan dibuat model kerangka balok dari kawat yang panjangnya 10 m. Jika ukuran panjang (p), lebar(l), dan tinggi(t) balok yaitu 23 cm, 16 cm, dan 19 cm. Berapa banyak kerangka balok yang dapat dibuat?. Solusi: langkah 1: ........................................................................................................................................... langkah 2: ........................................................................................................................................... Gambar 2: Contoh faded example Terdapat dua efek kognitif yang teridentifikasi sebagai sumber dari extraneous cognitive load yang berpengaruh terhadap desain worked example yaitu efek perhatian terpisah dan efek pengulangan. Perhatikan contoh berikut ini, H titik puncak E G diagonal bidang E rusuk F diagonal ruang sisi tinggi sisi tegak tinggi D titik sudut D A C limas sisi tegak alas B A B Gambar 3: Teknik integratif dalam penyajian gambar bangun ruang 1174 C SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Teknik integratif digunakan untuk menghindari terpisahnya perhatian siswa dalam memahami gambar beserta keterangan yang menyertainya. Berikut ini contoh penyajian soal dengan perhatian terpisah yang seharusnya dapat dihindari dalam penyusunan bahan ajar. Gambar 4: Penyajian soal dengan perhatian terpisah Sumber: Buku matematika siswa kelas VIII semester II Efek pengulangan terjadi apabila informasi yang sama disajikan secara berulang, berikut ini contohnya. Gambar 5: Penyajian soal dengan pengulangan sumber informasi yang sama Sumber: Buku matematika siswa kelas VIII semester II Beberapa sumber informasi yang sama tidak perlu secara bersama-sama disajikan, karena akan menambahkan beban siswa untuk menghubungkan dan mengecek kesesuaian antara sumber-sumber informasi tersebut. III. PENUTUP A. Simpulan Pengetahuan tentang bagaimana manusia belajar, berpikir, dan memecahkan masalah berhubungan dengan arsitektur kognitif manusia. Terdapat tiga komponen utama dari memori manusia, yaitu: memori sensorik, memori kerja, dan memori jangka panjang. Pemahaman mengenai arsitektur kognitif manusia dalam memperoleh, mengolah dan menyimpan informasi sebagai suatu pengetahuan baru merupakan dasar penjelasan mengapa beberapa prosedur instruksional bekerja sementara yang lain gagal. Cognitive Load Theory menekankan pada metode untuk membantu siswa mencapai kemampuan optimal yang didasarkan pada cara kerja sistem kognitif. Memori kerja memiliki keterbatasan kapasitas dalam 1175 ISBN. 978-602-73403-0-5 mengolah sejumlah informasi secara bersama-sama. Teknik penyajian materi yang buruk dapat mengakibatkan beban kognitif pada siswa. Pengetahuan mengenai efek CLT dapat digunakan sebagai acuan guru dalam mendesain bahan ajar yang dapat membantu siswa memperoleh pemahaman. B. Saran Dalam pembelajaran geometri, guru hendaknya memperhatikan dengan seksama gambar maupun ilustrasi pada bahan ajar yang akan digunakan dalam proses belajar siswa. Gambar maupun ilustrasi dapat mempengaruhi kemampuan dalam memahami dan mengintepretasikan informasi yang akan disajikan. Penyajian gambar yang tepat akan meminimalkan terjadinya miskonsepsi yang dilakukan siswa ketika mempelajari geometri. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] Plass, J. L., Moreno, R., & Brunken, R., Cognitive Load Theory, Cambridge: Cambridge University Press, 2010. Retnowati, E., “Keterbatasan Memori dan Implikasinya dalam Mendesain Metode Pembelajaran Matematika,” Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Yogyakarta: UNY, 2008. [3] Sweller, J., Ayres, P., & Kalyuga, S., Cognitive Load Theory. Spring Street,NY: Springer, 2011 [4] NCTM, “From 1980s: What Should Not Be in The Algebra and Geometry Curricula of Average College-Bound Students?,” Mathematics Teacher, vol. 100, pp. 72-74. 2007. [5] Groth, R. E, Teaching Mathematics in grade 6-12, Los Angeles: SAGE Publications Inc, 2013. [6] Kemdiknas, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, 2006. [7] Mullis, I. V., Martin, M. O., Foy, P., & Arora, A., TIMSS 2011 International, USA: TIMSS & PIRLS International Study Center, 2012. [8] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang Kemdikbud), Laporan Hasil Ujian Nasional, 2014. [9] Prastowo, A., Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, Jogjakarta: DIVA Press, 2012. [10] Retnowati, E., “Worked Examples in Mathematics,” 2nd International STEM in Education Conference, Beijing,China: Beijing Normal University, 2012. 1176