1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dampak

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dampak buruk krisis ekonomi pada tahun 2008 memaksa bank sentral di
negara-negara maju untuk mengambil kebijakan yang tidak pernah dilakukan
sebelumnya untuk menyelamatkan sektor ekonomi dan finansial di negara masingmasing. Demi menghindari ancaman resesi yang berkepanjangan, bank sentral di
negara-negara maju memangkas tingkat suku bunga acuannya hingga mendekati nol
persen. Bahkan, bank sentral di Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris mengambil
kebijakan yang disebut unconventional monetary policy—kebijakan moneter yang
tidak biasa diambil—untuk memberikan stimulus pada perekonomian yang telah ada
pada titik zero lower bound1.
Gambar 1.1 Perkembangan Suku Bunga Acuan
Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris 2008-2014
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
4-Jan-08
4-Jan-09
4-Jan-10
BoJ Rate
4-Jan-11
4-Jan-12
The Fed Fund Rate
4-Jan-13
4-Jan-14
BoE Rate
Sumber: Bank of Japan, The Federal Reserve of the United States, dan Bank of England
(2015)
1
IMF, 2014.
1
Kebijakan moneter inkonvensional adalah kebijakan moneter yang digunakan
sebagai alternatif dari kebijakan moneter tradisional yang menggunakan suku bunga
sebagai instrumen kebijakan utama (Williams, 2011). Ada dua kebijakan moneter
inkonvensional utama yang digunakan oleh Bank Sentral Amerika Serikat yaitu:
forward guidance dan pembelian aset secara besar-besaran—yang dikenal dengan
istilah quantitative easing. Kebijakan ini seolah bagai angin segar bagi emerging
markets. Aliran modal mulai mengalir ke luar Amerika Serikat menuju negara-negara
lain, terutama emerging markets2. Akan tetapi, hal ini tidak berlangsung lama, karena
pada tahun 2013 Ben Bernanke—yang merupakan gubernur Bank Sentral Amerika
Serikat pada waktu itu—menyatakan bahwa ada rencana dari Bank Sentral Amerika
Serikat untuk mengurangi pembelian aset berharga seiring dengan membaiknya
kondisi perekonomian Amerika Serikat3.
Pernyataan Bernanke tersebut direspon dengan peningkatan volatilitas di
pasar keuangan global. Respon ini merupakan wujud kekhawatiran dari negaranegara emerging markets terhadap kemungkinan kembalinya aliran modal ke
Amerika Serikat. Rencana ini akhirnya direalisasikan pada pertemuan Federal Open
Market Committee (FOMC) yang berlangsung tanggal 18 Desember 2013, dimana
Bank Sentral Amerika Serikat akan mengurangi jumlah pembelian aset berharga
menjadi sebesar 75 milyar dollar setiap bulan, dari sebelumnya 85 milyar dollar
setiap bulan. Pengurangan pembelian aset berharga oleh Bank Sentral Amerika
Serikat—yang dikenal dengan istilah tapering off—terus dilakukan secara bertahap
2
IMF, 2013.
Pernyataan ini disampaikan Bernanke pada 22 Mei 2013 dihadapan Joint Economic Committee,
United States Congress.
3
2
dengan pengurangan sebesar 10 juta dollar di setiap pertemuan FOMC. Lagi-lagi,
pasar keuangan global kembali bergejolak di sekitar hari-hari rapat FOMC.
Fenomena ini menunjukkan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh FOMC
merupakan instrumen kebijakan yang sangat powerful, karena pelaku pasar akan
selalu menunggu, mengamati, dan merespon pengumuman dari FOMC. Komunikasi
yang dilakukan oleh FOMC menjadi menarik untuk diteliti, karena pelaku pasar tidak
lagi melihat pergerakan suku bunga per se, tetapi juga menaruh perhatian terhadap
substansi dari pengumuman yang dilakukan oleh FOMC, baik itu mengenai suku
bunga, kondisi perekonomian, maupun arah kebijakan moneter yang akan diambil.
Gambar 1.2 Perkembangan Pembelian Aset Berharga oleh
Bank Sentral Amerika Serikat, 2008-2014 (dalam milyar
dollar)
2000
1800
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
01/09/14
01/05/14
01/01/14
01/09/13
01/05/13
01/01/13
01/09/12
01/05/12
01/01/12
01/09/11
01/05/11
01/01/11
01/09/10
01/05/10
01/01/10
01/09/09
01/05/09
01/01/09
01/09/08
01/05/08
01/01/08
0
Sumber: The Federal Reserve of the United States (2014)
Penelitian mengenai dampak komunikasi FOMC telah dilakukan sebelumnya
oleh Hayo dan Neuenkirch (2008) dan Hayo et al. (2008a, 2008b) dimana penelitian
3
tersebut meneliti dampak komunikasi yang dilakukan oleh FOMC dan pengumuman
makroekonomi di Amerika Serikat terhadap volatilitas berbagai instrumen keuangan
(saham, obligasi, dan valuta asing) di Argentina, Amerika Serikat, dan negara-negara
emerging markets. Dari penelitian tersebut, variabel komunikasi FOMC dan
pengumuman makroekonomi di Amerika Serikat terbukti berpengaruh terhadap
volatilitas saham di negara-negara sampel. Penelitian yang dilakukan Robitaille dan
Roush (2006) juga menemukan bukti bahwa pengumuman mengenai suku bunga dan
kebijakan ekonomi di Amerika Serikat berpengaruh terhadap harga saham dan
obligasi di Brazil. Rosa (2013) menemukan bukti bahwa komunikasi yang dilakukan
oleh FOMC berpengaruh positif terhadap volatilitas pasar uang, saham, dan valuta
asing di Amerika Serikat. Meski demikian, belum ada penelitian yang meneliti
dampak dari komunikasi FOMC, terutama pernyataan resmi pasca pertemuan rutin
FOMC, terhadap return dan volatilitas return saham di Indonesia. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan penelitian untuk meneliti dampak dari komunikasi FOMC terhadap
return dan volatilitas return saham di Indonesia. Meski demikian, penelitian ini tidak
hanya berfokus pada Indonesia saja tetapi juga lima negara sampel lainnya yaitu
Amerika Serikat, Meksiko, Tiongkok, Jepang, dan Singapura.
Dalam Hayo dan Neuenkirch (2008) dan Hayo et al. (2008a, 2008b),
pengelompokkan komunikasi FOMC dikelompokkan berdasar jenis komunikasi yang
dilakukan yaitu testimoni oleh anggota FOMC di hadapan kongres Amerika Serikat,
pengumuman pasca pertemuan rutin, laporan kebijakan moneter, dan pernyataan
resmi anggota FOMC. Kemudian, empat jalur komunikasi tersebut dibagi
4
berdasarkan dua substansi utamanya yaitu jenis kebijakan moneter dan outlook
perekonomian Amerika Serikat. Lalu, kedua substansi utama tersebut masih dibagi
lagi berdasarkan arah kebijakan dan kondisi perekonomian, yaitu kebijakan moneter
ketat dan longgar untuk kebijakan moneter dan outlook perekonomian yang positif
dan negatif. Dari proses ini, dihasilkan 16 variabel dummy. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hayo dan Neuenkirch (2008) dan Hayo et al. (2008a,
2008b), penelitian ini hanya berfokus pada satu jalur komunikasi FOMC saja, yaitu
jalur pengumuman pasca pertemuan rutin. Jalur komunikasi ini dipilih karena
pengumuman pasca pertemuan rutin biasanya memuat berita-berita penting terkait
dengan kondisi perekonomian dan kebijakan moneter yang akan atau sedang diambil
oleh Bank Sentral Amerika Serikat. Selain fokus pada satu jalur komunikasi saja,
penelitian ini mengambil periode observasi pada tahun 2008 sampai dengan 2014,
yang bertepatan dengan krisis finansial global dan dimulainya penggunaan kebijakan
moneter inkonvensional oleh Bank Sentral Amerika Serikat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak komunikasi yang
dilakukan FOMC melalui jalur pengumunan pasca pertemuan rutin terhadap return
dan volatilitas return pasar saham Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, baik
negara maju maupun negara emerging markets. Negara maju yang digunakan sebagai
sampel dalam penelitian ini adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura.
Sedangkan emerging markets yang digunakan sebagai sampel adalah Meksiko,
Tiongkok, dan Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini data time series
5
periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Desember 2014. Metode yang digunakan
dalam penelitain ini adalah GARCH (1,1).
1.2 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah komunikasi yang dilakukan oleh FOMC berpengaruh terhadap return
saham?
2. Apakah komunikasi yang dilakukan oleh FOMC berpengaruh terhadap
volatilitas return saham?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari komunikasi yang
dilakukan FOMC melalui jalur pengumunan pasca pertemuan rutin terhadap return
dan volatilitas return saham di enam negara sampel yaitu Amerika Serikat, Meksiko,
Tiongkok, Jepang, Singapura, dan Indonesia. Enam negara tersebut dipilih untuk
mewakili negara maju dan negara berkembang di Amerika dan Asia. Amerika
Serikat, Jepang, dan Singapura merupakan negara maju di masing-masing wilayah.
Sedangkan Meksiko, Tiongkok, dan Indonesia merupakan negara berkembang di
masing-masing wilayah. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah komunikasi yang
dilakukan oleh FOMC terbukti berpengaruh di negara maju maupun negara
berkembang. Pemilihan negara maju dan negara berkembang sebagai sampel juga
digunakan untuk melihat apakah ada integrasi dan bagaimana sifat dari integrasi antar
pasar saham di masing-masing negara. Komunikasi yang dilakukan oleh FOMC
6
dikelompokkan menjadi empat variabel dummy yaitu kebijakan moneter ketat (MPT),
kebijakan moneter longgar (MPE), outlook perekonomian yang positif (EOP), dan
outlook perekonomian yang negatif (EON). Ukuran return yang digunakan dalam
penelitian ini adalah persentase perubahan harian dari indeks harga saham di enam
negara sampel. Sedangkan ukuran dari volatilitas return adalah varians bersyarat dari
model GARCH (1,1).
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat mengisi literature gap mengenai pengaruh
komunikasi FOMC terhadap return dan volatilitas return saham di Indonesia. Selain
itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh
komunikasi FOMC terhadap return dan volatilitas return saham di Indonesia dan di
negara sampel lainnya.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah:
1. Bab 1 Pendahuluan
2. Bab 2 Landasan Teori
3. Bab 3 Metodologi
4. Bab 4 Analisis dan Pembahasan
5. Bab 5 Kesimpulan dan Saran
7
Download