KONSPIRASI MUSUH ISLAM Koran-koran di Ibukota, memberitakan lahirnya sebuah negara baru di tanduk Afrika. Namun berdirinya negara Eritrea yang berpenduduk lebih dari 35 juta mayoritas mayoritas Muslim ini (60%) tidak lepas dari sokongan berbagai konspirasi musuh Islam Internasional. Lalu apa makna dibalik berdirinya negara Eritrea ini? Eritrea terletak di timur laut Benua Afrika. Di Barat Daya terletak Sudan, di Selatan Etiopia dan di Timur laut adalah Jibouti, sedangkan di Timur ada Laut Merah. Luas Eritrea 119.000 km persegi. Eritrea adalah salah satu wilayah khilafah Islamiah. Islam telah masuk ke negeri itu sejak hijrah pertama sahabat Rasulullah SAW ke Habasyah (Ethiopia) tahun kelima kenabian. Pada tahun 1557 M Khilafah Utsmaniyah memasukkan negeri ini di bawah kekuasaannya. Dan pada abad 19 ia dikuasai Mesir. Tapi kemudian dijajah Italia pada tahun 1885 sampai 1941. Pada tahun 1941, Inggris mencaplok Eritrea dan membentuk federasi bersama Ethiopia pada 15 Agustus 1952. Itu merupakan realisasi resolusi PBB pada 2 Desember 1950 hasil kerja konspirasi bersama AS, Inggris dan Ethiopia. Konspirasi itu melihat posisi geografis yang strategis Eritrea sebagai pintu gerbang laut bagi hubungan Ethiopia dengan dunia luar. Ini dibutuhkan Ethiopia untuk basis Nasrani di Afrika. Namun federasi itu ditolak dan terus ditolak oleh rakyat Eritrea, karena mereka lebih suka bergabung dengan saudara se-Islam mereka dari bangsa Arab. Akhirnya, kaum Muslimin Eritrea terpaksa memanggul senjata melawan pasukan pemerintah Ethiopia sejak tahun 1961. Pada tahun 1989 seluruh kelompok Islam di Eritrea mengadakan konferensi. Hasil konferensi itu terbentuknya gerakan jihad Islam Eritrea. Pasukan pemeintah Ethiopia mendapat dukungan penuh dari negara-negara Barat dan Israel. Banyak desa dan kampung yang dibumihanguskan. Demikian harta kekayaan kaum Muslimin dirampas. Mereka dibunuh secara sadis. Hingga 1 juta dari 2,5 hingga 3 juta penduduk Eritrea di tahun 50-an akhirnya meninggalkan negerinya sebagai pengungsi. Para pengungsi itu umumnya berada di sebelah Timur Sudan. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang Nasrani, Komunis dan sekuler lokal memanfaatkan kesempatan menghantam kaum Muslimin, merampas harta kekayaan dan memperkosa wanita-wanita Muslimah. Mereka membentuk Front Pembebasan Rakyat Eritrea (EPLF), pimpinan Isayas Efewerki. Selain ketiga kelompok lokal di atas, Mossad Israel sebenarnya berada di balik semua makar itu. Sejak terjadinya berbagai perkembangan baru di Eropa Timur, Israel kembali mencurahkan perhatiannya ke benua Afrika yang telah terbina sejak zaman imperialisme. Di bawah payung militer dan badan intelijen Ethiopia, Mossad melakukan serangkaian upaya makar guna membabat habis para mujahidin Eritrea. Mereka melatih pasukan pemerintah, memberi bantuan ekonomi, bahkan mendirikan kamp-kamp komando Mossad di Ethiopia. Mereka berusaha merusak atau memutuskan hubungan Ethiopia dengan negara-negara Afrika lainnya dan Arab. Perhatian khusus Israel ini mempunyai makna mendalam perwujudan rencana Israel di kawasan tanduk Afrika ini. Sumber-sumber diplomatik Sudan di Daohah, Qotar, mengingatkan adanya konspirasi internasional untuk mendirikan negara Yahudi baru di Afrika Timur. Negara itu diberi nama Oxom yang berarti Kerajaan Anak-Anak Yahudi dari keturunan Nabi Sulaiman dan Balqis. Negara Oxom itu akan mencakup sebelah Selatan Sudan, sebelah Utara Ethiopia dan Eritrea. Rencana pendirian negara baru ini telah diupayakan dengan mendukung pemberontakan separatis Nasrani John Garang di Selatan Sudan. Pemberontakan ini bertujuan memisahkan membagi Sudan menjadi dua, Sudan Selatan dan Sudan Utara. Juga Israel berupaya menciptakan konflik antara Sudan dan negara-negara tetangganya, Uganda, Kenya dan Ethiopia. Selain itu Israel melakukan manuver politik strategis di Ethiopia untuk menguasai sumber mata air sungai Nil yang sangat penting bagi Sudan dan Mesir. Dengan demikian Sudan dan Mesir sangat tergantung pada Israel dalam politik air ini, sehingga Israel bisa menekan dan memaksa kemauan politik terhadap negara-negara itu. Jatuhnya Mengestu Halle Mariam yang diktator itu tahun 1991 tidak lepas dari keterlibatan kaum Muslim. Namun, Israel memberangus pejuang Muslim di Eritrea, selain itu membangun kerjasama dan dukungan penuh terhadap Front Pembebasan Rakyat Eritrea (EPLF) yang nota bene juga mendapat dukungan dari Vatikan. Ketika Isayas Efewerki berkunjung ke Israel pada tahun 1993, Simon Peres mengatakan kami benar-benar telah memperoleh sahabat yang sangat penting bagi Israel di kawasan Laut Merah. Isayas Efewerki sendiri seorang Nasrani Yahudi yang selama ini menjadi boneka Israel di Ethiopia. Pada saat referendum dari 3,5 juta penduduk Eritrea yang terdaftar hanya 800.000 orang. Kurangnya suara dalam pemilu itu karena keraguan rakyat terhadap pemerintah sementara. Serta partai-partai politik menentang orientasi pemerintah sementara. Sikap rakyat Eritrea menunjukkan tidak bersahabatnya rezim baru Isayas terhadap kekuatan Islam di Eritrea yang sebenarnya pelopor kemerdekaan Eritrea. Lalu benarkah keterlibatan Israel yang mendalam ini mempunyai tujuan strategis menciptakan negara baru Yahudi Oxom? Perkembangan di kawasan ini perlu diperhatikan secara cermat.** Sumber: Suara Muhammadiyah Edisi 17-02