1 KEANEKARAGAMAN ORCHIDACEAE DI HUTAN CANGAR

advertisement
1
KEANEKARAGAMAN ORCHIDACEAE
DI HUTAN CANGAR, TAHURA R. SOERJO,
BATU, JAWA TIMUR
Asief Abdi1, Eko Sri Sulasmi1, dan Nina Dwi Yulia2
1Universitas Negeri Malang
2UPT BKT Kebun Raya Purwodadi - LIPI
E-mail: [email protected]
ABSTRAK: Hutan Cangar merupakan salah satu habitat alami bagi berbagai
spesies anggrek. Akses masuk ke dalam hutan Cangar tergolong mudah, sehingga
memungkinkan terjadinya penjarahan anggrek. Tujuan penelitian anggrek di hutan
Cangar yaitu untuk mengetahui spesies, sebaran, dan keterkaitan faktor abiotik
terhadap keanekaragaman anggrek di hutan Cangar. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat dua puluh lima spesies anggrek di hutan Cangar. Persebaran spesies
anggrek di hutan Cangar ada yang merata, ada juga yang tidak merata. Ragam
spesies anggrek terbanyak ditemukan di stasiun 1, 2, 3, dan 4.
Kata kunci: Keanekaragaman, orchidaceae, Cangar, Tahura R. Soerjo.
Orchidaceae (suku tumbuhan anggrek) merupakan salah satu suku
tumbuhan yang terdiri dari banyak spesies dan tersebar di dunia. Sebaran anggrek
paling melimpah terdapat di hutan tropis (Holiiman dalam Sutiyoso dan Sarwono
dalam Kurniawan; dkk, 2005). Sebanyak tujuh ratus tiga puluh satu spesies
anggrek dilaporkan ditemukan di Jawa dan 239 spesies diantaranya adalah spesies
endemik. Jumlah spesies anggrek yang ditemukan pada tiap propinsi di Jawa
berbeda-beda yaitu sebanyak 642 spesies di Jawa Barat, 295 spesies di Jawa
Tengah, dan 390 spesies di Jawa Timur (Comber, 1990).
Kondisi keberadaan spesies anggrek di habitat alaminya terus menerus
mengalami perubahan (Puspitaningtyas dalam Yulia dan Pa’i, 2011).
Kecenderungan para kolektor tanaman hias mengambil anggrek dari habitat
alaminya, menyebabkan beberapa spesies anggrek mulai terancam keberadaannya
di alam (Yulia dan Rusaeni, 2008).
Cangar adalah bagian dari Tahura R. Soerjo yang merupakan objek wisata
alam dan terletak di Kelurahan Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, dan
termasuk dalam kawasan konservasi Tahura R. Soerjo. Objek wisata di Cangar
meliputi pemandian air panas dan lintas alam yang berupa penjelajahan hutan
melalui jogging track. Berbagai spesies anggrek pernah dilaporkan ditemukan di
wilayah penjelajahan hutan Cangar. Keberadaan jalur masuk ke dalam hutan
melalui jalur lintas alam memungkinkan terjadinya penjarahan anggrek dari hutan
Cangar.
Salah satu cara untuk mengetahui kekayaan dan keberadaan spesies
anggrek di suatu kawasan yaitu dengan cara mencatat spesies anggrek tersebut di
habitat alaminya (Yulia dan Pa’i, 2011). Data yang diperoleh dapat digunakan
sebagai acuan atau dokumentasi kekayaan alam dari suatu kawasan
(Puspitaningtyas, 2007). Data mengenai spesies, persebaran, dan keterkaitan
faktor abiotik terhadap keanekaragaman anggrek di hutan Cangar masih sedikit,
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui atau menambah data
tersebut.
2
Karakterisasi morfologi merupakan salah satu cara untuk klasifikasi
tumbuhan. Karakterisasi morfologi lebih utama dilakukan daripada karakterisasi
molekuler karena mudah dilakukan dan menyediakan banyak karakter (Das, dkk ,
2012). Karakter suatu spesies tumbuhan dapat diketahui dengan karakterisasi
morfologi. Organ generatif sangat penting dalam identifikasi tumbuhan berbiji
tertutup. Organ generatif menyediakan lebih banyak karakter morfologi daripada
organ vegetatif, yang berguna dalam klasifikasi tumbuhan berbiji tertutup (Davis
dan Heywood, 1973). Identifikasi berdasarkan ciri morfologi sangat diperlukan
agar diperoleh data spesies yang lengkap dengan deksripsi morfologi dan kunci
identifikasi.
METODE
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif eksploratif. Data yang
diperoleh berupa ciri morfologi, nama ilmiah spesies anggrek, dan persebaran
spesies anggrek di hutan Cangar. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari
sampai April 2013. Pengambilan spesimen dilakukan di hutan Cangar yang
terletak di Kelurahan Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Malang, Jawa
Timur. Pengambilan data berupa ciri morfologi dan identifikasi dilakukan di
sublaboratorium botani jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.
Eksplorasi dilakukan dengan metode jelajah bebas di wilayah hutan
sepanjang jogging track Cangar yang digunakan sebagai transek utama. Jogging
track merupakan jalan setapak untuk masuk ke dalam hutan Cangar. Dari transek
utama, dibuat tiga belas stasiun dengan panjang tiap stasiun yaitu 100 m tanpa
jarak antar stasiun. Pada tiap stasiun ditarik garis sepanjang 5 m ke sisi kanan dan
kiri transek utama, sehingga tiap stasiun memiliki luas 100 x 10 m2. Batasan
dibuat sejauh 5 m ke sisi kanan dan kiri jogging track karena medan di luar jarak
tersebut sulit dijangkau.
Pengambilan spesimen dilakukan dengan jelajah bebas pada tiap stasiun.
Spesies yang sudah pernah ditemukan dan diambil pada stasiun sebelumnya tidak
diambil lagi, tetapi didata lagi untuk mencatat persebarannya di tiap stasiun.
Pendataan faktor abiotik meliputi ketinggian tempat, intensitas cahaya,
kelembaban udara, suhu udara, kelembaban tanah, dan pH tanah. Pendataan
dilakukan sebanyak tiga kali (kecuali ketinggian tempat) untuk mengetahui
rentangan nilai masing-masing faktor abiotik.
Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan dan mengidentifikasi
spesimen yang diperoleh. Spesimen yang diperoleh kemudian dideskripsi dan
diidentifikasi. Deskripsi dilakukan pada organ vegetatif dan generatif (jika ada,
baik asli maupun gambar hasil dokumentasi sebelumnya). Deskripsi dilakukan
dengan mencatat ciri dan karakter yang tampak pada spesimen. Data berupa ciri
tersebut digunakan dalam membuat kunci identifikasi spesies. Identifikasi
dilakukan dengan merujuk pada buku Orchids of Java karangan J. B. Comber.
HASIL
Spesies anggrek yang ditemukan di hutan Cangar sebanyak 25 spesies
anggrek yang terdiri dari 13 marga (Tabel 1). Dari keduapuluh lima spesies
anggrek tersebut, sebanyak 12 spesies dapat diidentifikasi (dengan rincian 10
sampai tingkat spesies, dan 2 sampai tingkat marga), sedangkan sebanyak 13
spesies diragukan hasil identifikasinya. Salah satu spesies, yaitu Coelogyne sp
3
tidak dapat diperoleh spesimennya, karena spesimen tersebut berada di pohon
inang yang tinggi, sehingga tidak dapat dimasukkan dalam kunci identifikasi.
Sebaran spesies anggrek ada yang dijumpai pada beberapa stasiun dan ada yang
hanya ditemukan di satu stasiun (Tabel 1).
Tabel 1 Spesies dan Sebaran Anggrek di Stasiun 1-13
No
Marga
1
Appendicula
2
Bulbophyllum
3
Ceratostylis
4
Coelogyne
5
Dendrobium
6
Dendrochilum
7
Eria
8
9
10
11
12
13
Liparis
Malaxis
Nervilia
Pholidota
Schoenorchis
Trichotosia
Spesies
A.angustifolia
A.elegans
B.flavidiflorum
B.gibbosum
B.ovalifolium*
C.anjasmorensis
C.sp
C.longifolia
C.miniata*
C.sp*
D.nudum
D.tenellum*
D.aurantiacum*
D.cornutum*
E.monostachya*
E.oblitterata*
E.sp1
E.sp2*
E.verruculosa
L.caespitosa
M.junghuhnii*
N.punctata*
P.carnea*
S.juncifolia*
T.annulata
1
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
4
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
5
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Sebaran
7 8 9
√ √
√ - √
- - - √ - √ √
- √ √ √ - - - - √
- - √
√ √ √
- √ - √ √ √ √ - √ - √
√ - √
- - √
√ √ √
- - - - √
- - - √ √ √ √
√ √ √
6
√
√
√
√
√
√
-
10
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
11
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
12
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
13
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Cara
Hidup
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
E
T
T
E
E
E
Keterangan:
√= dijumpai
-= tidak dijumpai
*= hasil identifikasi diragukan
E= epifit
T= terestrial
Faktor abiotik yang diukur meliputi ketinggian tempat, intensitas cahaya,
kelembaban udara, suhu udara, pH tanah, dan kelembaban tanah. Kondisi faktor
abiotik pada tiap stasiun berbeda-beda. Intensitas cahaya semakin berkurang pada
ketinggian tempat yang semakin tinggi. Stasiun 1, 2, 3, dan 4 memiliki intensitas
cahaya cukup tinggi, sehingga kondisi hutan di keempat stasiun tersebut masih
cukup terang. Kelembaban udara meningkat pada ketinggian tempat yang semakin
tinggi. Kelembaban udara tertinggi terdapat di stasiun delapan, yaitu mencapai 94
%. Faktor abiotik di tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Tabel 2 Faktor Abiotik di Stasiun 1 - 13
Stasiun
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Ketinggian
(m dpl)
1600-1630
1630-1653
1653-1674
1674-1702
1702-1717
1717-1727
1727
1703-1727
1697-1727
1697-1710
1656-1697
1638-1656
1630-1638
Intensitas cahaya (Lux)
868x100-902x100
792x100-935x100
254x100-965x100
34x100-202x100
37x100-41x100
10x100-26x100
3x100-10x100
13x100-14x100
95x100-102x100
16x100-90x100
95x100-26x100
44x100-47x10
44x100-166x100
Kelembaban
udara (%)
60-66
60-72
58-78
56-80
70-80
72-90
76-90
78-94
66-70
66-70
72
72-76
72-78
Suhu
pH
udara
tanah
(°C)
22-23 6,8-7
22-25 6,8-7
20-22 6,2-7
21
6,3-7
19-21 6,2-7
19-20 6,8-7
19-20
6-7
18
6,2-7
24-25
7
21-24
7
19-28 6,8-7
20-22 6,6-7
21-22 6,4-7
Kelembaban
tanah (%)
25-66
25-60
25-58
25-56
25-70
25-72
25-76
25-78
25-66
25-66
25-72
25-76
25-78
Berdasarkan spesimen yang telah diperoleh dan dideskripsikan, dapat
dibuat kunci identifikasi sebagai berikut.
1a. Anggrek epifit ………………….…………………..............…………... 2
b. Anggrek terestrial ……………………………………………………… 23
2a. Memiliki umbi semu …..………………………………………….……. 3
b. Tidak memiliki umbi semu …….…………………………………....... 12
3a. Satu umbi semu terdiri dari satu daun ………………..………………… 4
b. Satu umbi semu terdiri lebih dari satu daun ……………..……………... 9
4a. Daun tebal dan cukup kaku ………..………………...………………… 5
b. Daun tipis tetapi cukup kuat…….………………………………………. 7
5a. Umbi semu terlihat jelas, panjang daun ± 2 - 5, 3 cm ….....…...…..…. 6
b. Umbi semu tidak terlihat jelas, panjang daun ± 16, 3 cm
…………………………………………………. Bulbophyllum gibbosum
6a. Umbi semu berbentuk oval, dengan panjang ± 1, 3 cm. Daun berbentuk
oval-lonjong, berukuran ± 2 - 3, 4 cm x 0, 7 - 0, 8 cm
……………………………………………...… Bulbophyllum ovalifolium
b. Umbi semu berbentuk lanset, dengan panjang ± 2, 8 cm. Daun berbentuk
lanset, berukuran ± 5, 3 x 1 cm……………... Bulbophyllum flavidiflorum
7a. Umbi semu berbentuk bulat telur, perhiasan bunga melekuk ke
belakang.………...………………………..………...… Liparis caespitosa
b. Umbi semu berbentuk lanset, perhiasan bunga tidak melekuk ke
belakang ………………..……………………………………………….. 8
5
8a. Umbi semu berdempetan satu sama lain, bunga berukuran kecil,
perhiasan bunga berwarna putih kehijauan
……………………………………………….… Dendrochilum cornutum
b. Jarak antar umbi semu ± 4, 5 – 8, 8 cm, bunga berukuran kecil, perhiasan
bunga berwarna jingga …………………….. Dendrochilum aurantiacum
9a. Satu umbi semu terdiri lebih dari satu ruas dan lebih dari dua daun. Daun
silindris, perhiasan bunga berwarna putih bersih
……………………………………………...……... Dendrobium tenellum
b. Satu umbi semu terdiri dari satu ruas dan dua daun saja. Daun berbentuk
pipih, perhiasan bunga berwarna coklat atau merah ………...……….….10
10a. Perbungaan terminal muncul dari umbi semu yang tidak berkembang.
Dalam satu perbungaan terdiri dari ± 10 bunga
…….…………………………………………………… Pholidota carnea
b. Perbungaan terminal muncul dari umbi semu yang berkembang. Dalam
satu perbungaan terdiri dari 3 - 4 bunga ……………...………..……….. 11
11a. Jarak antar umbi semu ± 0, 9 cm - 2 cm. Daun berukuran ± 11, 3 x 2, 2
cm. Perhiasan bunga berwarna merah cerah …………. Coelogyne miniata
b. Umbi semu berjejal satu sama lain. Daun berukuran ± 26 - 38 x 4 - 5, 5
cm. Perhiasan bunga berwarna coklat pucat .…... … Coelogyne longifolia
12a. Batang tumbuh tegak ………………………………….…………..…. 13
b. Batang tergantung bebas …………..………………..….…………..…19
13a. Satu batang terdiri dari satu daun saja ………….…………..……….... 14
b. Satu batang terdiri dari lebih dari satu daun …………………………. 15
14a. Panjang batang ± 4, 8 cm. Daun berukuran ± 8, 5 x 1, 5 cm, tidak terlalu
tebal, …………………………………………..……….…. Ceratostylis sp
b. Panjang batang ± 5 mm. Daun berukuran ± 2, 5 x 0, 4 cm, dan sangat
tebal ………………………………….......….. Ceratostylis anjasmorensis
15a. Daun berbentuk oval, pollinia berjumlah 6……..... Appendicula elegans
b. Daun berbentuk lanset, pollinia berjumlah 8 …………………...……. 16
16a. Daun tumbuh di sepanjang batang ………………………..……...….. 17
b. Daun hanya tumbuh di bagian dekat ujung ……......…………..……. 18
17a. Daun berbentuk lanset (± 44, 5 x 2, 1 cm), berwarna hijau muda pucat,
ujung berbelah sangat asimetris. Batang tidak terlihat, tertutup pelepah
daun, ……………..…………………..…………… Eria monostachya
b. Daun berbentuk lanset (± 14 – 22 x 1 - 2, 75 cm), berwarna hijau tua,
ujung runcing. Batang terlihat, tidak tertutup pelepah daun
……………………………………………………….…… Eria oblitterata
6
18a. Panjang umbi semu ± 33, 3 cm…...……..…...…………...…...... Eria sp1
b. Panjang batang ± 9, 2 cm. (Hampir sama dengan E.sp1, tetapi ukuran
batang dan daunnya lebih kecil) …………….…....……...…....... Eria sp2
19a. Pertumbuhan batang monopodial, daun berbentuk
silindris..………………...…………..…………… Schoenorcis juncifolia
b. Pertumbuhan batang simpodial, daun berbentuk lanset……...…..…… 20
20a. Panjang daun ± 4, 8 cm, bagian dasar daun agak memutar. Daun kelopak
panjangnya ± 0, 3 cm ……..………......……... Appendicula angustifolia
b. Panjang daun ± 8 cm atau lebih, bagian dasar daun tidak memutar. Daun
kelopak panjangnya 0, 5 cm atau lebih panjang …..…...…..…...……. 21
21a. Bagian pelepah daun berambut. Daun kelopak berambut halus jarang
…………………………………………...……. Trichotosia annulata
b. Bagian pelepah daun tidak berambut. Daun kelopak tidak berambut
…….……...………………………………………………………..…... 22
22a. Perbungaan aksilar, muncul di bagian dekat ujung batang yang sudah tak
berdaun. Satu perbungaan terdiri dari ± 3 bunga. Perhiasan bunga
berwarna kuning kecoklatan, jumlah pollinia 4
…………………………………………………….... Dendrobium nudum
b. Perbungaan aksilar, muncul tepat di sisi yang berlawanan dengan letak
daun. Satu perbungaan terdiri dari satu bunga. Perhiasan bunga berwarna
putih, jumlah pollinia 8 ……………..………...........… Eria verruculosa
23a. Satu tumbuhan terdiri dari ± 4 daun. Daun berbentuk lanset, dengan tepi
sedikit berombak. ……………………………………. Malaxis junghuhnii
b. Satu tumbuhan hanya terdiri dari satu daun saja. Daun berbentuk bulat,
dengan tepi berlekuk. …….…….…………….……..…. Nervilia punctata
PEMBAHASAN
Identifikasi Anggrek
Dua puluh lima spesies anggrek ditemukan di hutan Cangar dan sepuluh
spesies diantaranya dapat diidentifikasi sampai tingkat spesies karena spesies
tersebut dilengkapi dengan bunga. Bunga sangat penting dalam kegiatan
identifikasi sampai tingkat spesies. Sebanyak dua spesies, yaitu Eria sp1 dan
Ceratostylis sp dapat diidentifikasi sampai tingkat marga. Kedua spesies tersebut
diperoleh organ bunganya saat pengambilan spesimen. Ceratostyilis sp tidak dapat
diidentifikasi sampai tingkat spesies karena kondisi bunga yang digunakan
sebagai spesimen kondisinya kurang layak. Spesimen Eria sp1 dapat diidentifikasi
dengan buku Orchids of Java karangan Comber, tetapi berdasarkan karakter yang
terlihat, hasil identifikasinya menuju pada Eria sp (J.B.Comber specimen no.
1598 at Kew).
Tiga belas spesies diragukan hasil identifikasinya. Beberapa spesies
pernah dijumpai dan didokumentasikan bunganya dalam bentuk gambar saat
observasi. Identifikasi spesimen yang tidak dilengkapi dengan bunga dilakukan
7
dengan bantuan gambar hasil dokumentasi saat observasi, kemudian dicocokkan
dengan ciri dan gambar yang ada di buku Orchids of Java, sehingga hasil
identifikasi yang diperoleh kurang tepat, dan diragukan. Pengamatan morfologi
bunga sangat penting untuk mengidentifikasi anggrek sampai tingkat spesies.
Organ generatif menyediakan lebih banyak karakter untuk klasifikasi tumbuhan
berbiji tertutup daripada organ vegetatif (Davis dan Heywood, 1973). Kontribusi
morfologi vegetatif terhadap taksonomi relatif kecil jika dibandingkan dengan
morfologi generatif (Rideng dalam Mahadi, 2011).
Persebaran Spesies Anggrek di Hutan Cangar
Hutan Cangar memiliki ketinggian 1600 - 1727 m dpl. Ketinggian tempat
dan kondisi hutan Cangar yang masih primer merupakan habitat ideal bagi
berbagai spesies anggrek. Kebanyakan spesies anggrek hidup di hutan dengan
ketinggian 500 - 2000 m dpl yang merupakan habitat ideal bagi anggrek (Comber,
1990).
Hutan Cangar memiliki kondisi faktor abiotik yang beragam. Faktor
abiotik tersebut akan mempengaruhi keberadaan ragam spesies anggrek yang
hidup di tiap stasiun. Secara keseluruhan, hutan Cangar menunjukkan kondisi
cahaya yang tidak terlalu terang. Hutan Cangar merupakan hutan tropis dan
memiliki intensitas cahaya tidak terlalu tinggi, karena pengaruh dari derajat
keberawanan yang tinggi (Ewusie dalam Rahmasari, 2011).
Ragam spesies anggrek terbanyak berada pada stasiun 1, 2, 3, dan 4.
Terdapat lima belas sampai sembilan belas spesies anggek di stasiun tersebut.
Stasiun 1, 2, 3, dan 4 memiliki kondisi cahaya cukup tinggi dan vegetasi hutan
banyak terdiri dari pohon besar. Intensitas cahaya di stasiun 1, 2, 3, dan 4 berkisar
202 - 965 x 100 Lux. Intensitas cahaya yang cukup tinggi dan vegetasi hutan yang
terdiri dari dari pohon besar menyebabkan wilayah di stasiun 1, 2, 3, dan 4
ditumbuhi berbagai spesies anggrek, terutama anggrek epifit. Anggrek epifit
membutuhkan intensitas cahaya yang lebih banyak daripada anggrek terestrial
(Dressler dalam Tirta; dkk, 2006).
Ragam spesies anggrek paling sedikit ditemukan di stasiun enam, yaitu
sejumlah tujuh spesies anggrek. Stasiun enam memiliki kondisi cahaya yang
redup, intensitas cahayanya sebesar 10 - 26 x 100 Lux, kelembaban udara yang
tinggi (72 - 90 %), dengan suhu udara 19 - 20 °C, dan vegetasi hutan yang banyak
terdiri dari tumbuhan perdu. Ragam spesies anggrek di tiap stasiun berbeda karena
kebanyakan spesies anggrek sensitif terhadap ketinggian tempat dan suhu
(Comber, 1990).
Terdapat dua spesies anggrek terestrial yang ditemukan di hutan Cangar
yaitu Nervilia punctata dan Malaxis junghuhnii. Kedua spesies anggrek terestrial
ini persebarannya tidak merata, tetapi masih dapat tumbuh di hutan Cangar.
Derajat keasaman dan kelembaban tanah di hutan Cangar bervariasi. Derajat
keasaman tanah berkisar 6 - 7, dan kelembaban tanah berkisar 25 - 78 % di hutan
Cangar. Tanah yang lembab umumnya bersifat sedikit asam. Kebanyakan
tumbuhan akan tumbuh dengan baik di tanah yang memiliki kondisi sedikit asam
(Buckman dan Brady, 1982).
Persebaran anggrek di hutan Cangar ada yang merata, yaitu Eria
verruculosa, ada yang tidak merata, dan ada juga yang hanya ditemukan di satu
8
stasiun, yaitu Ceratostylis anjasmorensis yang hanya dijumpai di stasiun delapan.
Persebaran tumbuhan epifit dipengaruhi oleh dua proses utama, yaitu pemencaran
dan pertumbuhan (Hirata dalamTirta, dkk, 2010).
Persebaran suatu spesies anggrek yang merata menunjukkan bahwa
spesies anggrek tersebut dapat beradaptasi dengan cukup baik pada berbagai tipe
lingkungan dan memiliki rentangan toleransi yang luas terhadap lingkungannya.
Anggrek yang persebarannya cukup luas di hutan Cangar yaitu Dendrobium
nudum, Bulbophyllum gibbosum, Eria sp1, Eria veruculosa, Appendicula elegans,
Trichotosia annulata dan Dendrochilum cornutum. Spesies tersebut sangat umum
dan merupakan euryecious orchids di hutan Cangar. Yulia (2010) menyatakan
bahwa euryecious orchids merupakan spesies anggrek yang dapat beradaptasi
pada berbagai tipe lingkungan.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat empat spesies anggrek endemik
Jawa di hutan Cangar, yaitu Dendrobium tenellum, Eria verruculosa, Malaxis
junghuhnii, dan Ceratostylis anjasmorensis. Spesies anggrek endemik memiliki
persebaran yang terbatas di Jawa dan cukup rentan akan kepunahan.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua puluh lima spesies anggrek,
dengan empat spesies anggrek diantaranya merupakan spesies endemik Jawa.
Persebaran spesies anggrek di hutan Cangar ada yang merata, yaitu Eria
verruculosa dan spesies lainnya tidak merata. Ragam spesies anggrek cenderung
lebih banyak di stasiun dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi dan kondisi
vegetasi hutan banyak ditumbuhi pohon besar (stasiun 1, 2, 3, dan 4).
Hutan Cangar merupakan habitat bagi berbagai spesies anggrek, sehingga
perlu dijaga dari konversi habitat, seperti perluasan kawasan wisata Cangar, dan
areal pertanian warga sekitar. Penelitian sebaiknya dilaksanakan ketika banyak
spesies anggrek berbunga, agar hasil identifikasi yang diperoleh tepat, karena
bunga sangat penting dalam identifikasi anggrek sampai tingkat spesies.
DAFTAR RUJUKAN
Buckman, H. O dan Brady, N. C. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Bhatara Karya
Aksara.
Comber, J. B. 1990. Orchids of Java. England: Bentham - Moxon Trust.
Das, S. N., Sudarsono., H. M. H., Bintoro, D., Yudiwanti, W. E. K. 2012.
Keragaman Spesies Pala (Myristica spp.) Maluku Utara Berdasarkan
Penanda Morfologi Dan Agronomi. Jurnal Littri 18(1):1-9.
Davis dan Heywood. 1973. Principles of Angiosperm Taxonomy. New York:
Robert E. Krieger Publishing Company.
Kurniawan, A., Pendra, I. K., dan Parta, I. G. M. 2005. Eksplorasi dan Penelitian
Anggrek Dendrobium di Kabupaten Karangasem, Bali. Laporan Teknik
Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Kebun Raya
Eka Karya, Bali.
Mahadi, D. A. 2011. Kekerabatan Jenis-jenis Dillenia di Unit Pelaksana Teknis
Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi, Pasuruan,
Berdasarkan Ciri Morfologi Vegetatif dan Generatif. Skripsi. Universitas
Negeri Malang.
9
Puspitaningtyas, D. M. 2007. Inventarisasi anggrek dan inangnya di Taman
Nasional Meru Betiri, Jawa timur. Biodiversitas. Vol. 8. No. 3.
Rahmasari, E. K. 2011. Komposisi dan Struktur Vegetasi Pada Areal Hutan Bekas
Terbakar. Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor.
Tirta, I.G., Sudiatna, I. N., Suparta, I. P., Gira, I. M., Deger, I. W. 2006. Studi
Anggrek Epifit Pada Tiga Lokasi di Kabupaten Malinau, Kalimantan
Timur. Buletin Kebun Raya. Vol. 13. No.1.
Yulia, N. D, dan Rusaeni, N.R. 2008. Studi habitat dan Inventarisasi Dendrobium
capra J.J. Smith di Kabupaten Madiun dan Bojonegoro. Biodiversitas. Vol.
9. No. 3.
Yulia, N. D, dan Pa’i. 2011. Diversitas Anggrek Tanah di Kawasan Hutan
Lindung Gunung Manyutan Pegunungan Wilis, Jawa Timur. Berkas.
Penelitian. Hayati Edisi Khusus: 7A (21–23), 2011.
Yulia, N. D. 2010. Evaluasi Keragaman Anggrek Kawasan Hutan Alam Jawa
Timur Bagian Selatan. Laporan Akhir Tahun 2010 Program Intensif
Peneliti dan Perekayasa LIPI
Download