BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi dewasa ini sangatlah
pesat. Teknologi informasi mengubah gaya hidup masyarakat dalam segala
sendi kehidupan. Masyarakat seolah sangat tergantung pada fungsi teknologi
informasi dalam segala aspek kehidupannya. Fungsi teknologi informasi ibarat
pisau bermata dua. Ada manfaat positifnya, sekaligus ada pula dampak
negatifnya. Namun, manfaat maupun dampak negatif yang kelak muncul tentu
bergantung pada niat dan perilaku tiap orang yang menggunakan produk
teknologi komunikasi modern itu.
Menurut Havighurts tugas-tugas perkembangan pada anak bersumber
pada tiga hal, yaitu: kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan dari
masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. 1 Tugas-tugas
perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: tugas-tugas perkembangan anak
usia 0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara
sederhana, belajar memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan,
mengenali realita sosia l atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional
dengan orang tua, saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah
serta membentuk nurani. Tugas-tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun
(usia sekolah) adalah menggunakan kemampuan fisiknya, belajar sosial,
mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis,
1
Dikutip dalam Hurlock, Elizabeth, B., 2000, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta,
hal. 13
1
dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan
konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari- hari, mempersiapkan
dirinya sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral,
menentukan skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial
atau lembaga. 2
Masa usia sekolah - school age (6-12 tahun) dianggap sebagai usia yang
paling sesuai dalam menanamkan dan membentuk perilaku posit if, karena pada
masa itu anak belajar untuk membentuk kepribadian. Pada masa ini anak
memasuki masa belajar di dalam dan di luar sekolah. Anak belajar di sekolah,
tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang mendukung hasil belajar di
sekolah.
Banyak aspek perilaku dibentuk melalui penguatan verbal,
keteladanan dan identifikasi. Pada masa ini anak banyak belajar sistematis
mengenai: 3
1. Perkembangan kemampuan intelek di sekolah, perluasan pengetahuan
tentang lingkungan fisik, sosial, dan kebudayaan.
2. Perkembanga n kepribadian ditujukan pada pembentukan ciri-ciri dan sifatsifat kepribadian tertentu, seperti percaya diri, tanggung jawab, menghargai
otoritas,mengejar prestasi, menghargai prestasi diri.
3. Perkembangan hubungan sosial – pergaulan
Perkembangan seorang anak seperti yang telah banyak terurai di atas,
tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik saja tetapi juga pada
perkembangan mental, sosial dan emosional. Salah satu tahap perkembangan
anak yang paling penting adalah proses pembentukan perilakunya. Pada masa
2
3
Ibid.
Ibid, hal. 14
2
usia dini, anak belajar mengembangkan kontrol dirinya dan belajar prilaku
yang dapat diterima sesuai dengan norma masyarakat. Selain itu anak juga
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Abraham Maslow menyatakan bahwa kepribadian anak sebenarnya
terbentuk dan berkembang melalui proses komunikasi, oleh karena itu
diperlukan komunikasi antar pribadi yang efektif yang akan mampu
menciptakan suasana yang akrab, saling pengertian, keterbukaan, dan
kedekatan antara orang tua dan anak. Komunikasi yang tepat dapat membentuk
kepribadian positif yang akan tercermin melalui perillaku anak yang positif
pula meliputi mandiri, disiplin, kreatif, terbuka, percaya diri, dan bertanggung
jawab. 4
Para orang tua ingin sekali anaknya tumbuh menjadi pribadi yang sehat,
bahagia dan matang secara sosial, tetapi mereka sering kali tidak yakin
bagaimana membantu anak mereka untuk mencapai tujuan itu. Salah satu
alasan dari frustasi yang dirasakan para orang tua adalah karena mereka
menerima pesan-pesan yang saling bertentangan tentang bagaimana mereka
mengatur anak. Banyak orang tua mempelajari tradisi pengasuhan anak dari
orang tua mereka. Padahal, budaya dan nilai- nilai masyarakat yang berlaku saat
ini sudah mengalami perubahan. Akibatnya, tidak sedikit pula orang tua yang
merasa bingung tentang apa yang harus mereka lakukan dalam mengarahkan
perilaku anak yang diterima secara normatif dan dalam mengawasinya.
Sayangnya, ketika tradisi pengasuhan akan diturunkan dari satu generasi ke
4
Dikutip dalam Koswara, 1991, Teori-teori Kepribadian, Erasco, Bandung, hal. 25
3
generasi berikutnya, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan biasanya
muncul. 5
Berbagai contoh fenomena di era modernisasi yang kerap kali terjadi
berkaitan dengan pentingnya peran komunikasi orang tua adalah salah satunya
berkenaan dengan perkembangan kecanggihan teknologi. Sesuatu yang tidak
dapat dihindari bahwa teknologi berkembang dengan pesat sehingga
penggunaannya banyak digunakan tidak semestinya. Disinilah komunikasi
antar pribadi orang tua dengan anak dibutuhkan untuk menanamkan nilai- nilai
moral dan perilaku positif serta mencegah anak berperilaku negatif seiring
perkembangannya.
Salah satu teknologi modern yang banyak digandrungi anak-anak,
remaja, maupun orang dewasa adalah telepon pintar (Smartphone). Telepon
pintar adalah telepon genggam yang memiliki sistem operasi untuk masyarakat
luas, dimana pengguna dapat dengan bebas menambahkan aplikasi, menambah
fungsi- fungsi atau mengubah sesuai keinginan pengguna. Dengan kata lain,
telepon pintar merupakan komputer mini yang mempunyai kapabilitas sebuah
telepon. 6
Menurut Gary B,Thomas J, & Misty E, Smartphone adalah telepon
yang internet-enable yang biasanya menyediakan fungsi personal Digital
Assistan (PDA) seperti fungsi kalender, buku agenda, buku alamat, kalkulator
dan catatan. Smartphone mempunyai fungsi yang menyerupai komputer,
sehingga ke depannya teknologi smartphone akan menyingkirkan teknologi
5
Perkembangan
dan
Pembentukan
buadaya
pada
anak,
http://duniapsikologi.dagdigdug.com, diakses tanggal 05 Desember 2012
6
Shiraishi, Y., Ishikawa, D., Sano, S., Sakurai, K., 2010. Smartphone Trend and Evolution
in Japan. Tokyo: Mobile Computing Promotion Consortium.
4
komputer desktop terutama dalam hal pengangksesan data dari internet. Setiap
smartphone memiliki sistem operasi yang berbeda-beda, sama halnya dengan
sistem operasi pada komputer desktop. Sistem operasi (operating system)
adalah seperangkat program yang mengoordinasikan seluruh aktivitas peranti
keras komputer. Dari pengertian sistem operasi diatas, maka sistem operasi
pada smartphone merupakan program yang mengoordinasikan seluruh aktivitas
piranti pada smartphone itu sendiri. 7
Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI) mencatat jumlah
pengiriman telepon pintar meningkat dari hanya 6% (2009) menjadi 12% dari
jumlah pengiriman semua model ponsel ke Indonesia pada 2010. Menurut Dian
Siswarini, Sekretaris Jenderal ATSI, layanan data internet kini menjadi bagian
dari aktivitas harian pelanggan ponsel di Indonesia. Ia mencatat sebagian besar
pengguna telepon pintar dewasa ini menggunakan perangkat mereka untuk
menelusuri internet, membaca berita online, bergaul di jejaring sosial, dan
saling mengirim surat elektronik. 8
Smartphone menjadi salah satu jenis
teknologi informasi yang
fenomenal belakangan ini. Tukar informasi dan jalinan komunikasi ke segala
penjuru makin mudah. Penggunanya pun hampir tak mengenal batas usia.
Mulai dari orang tua, orang dewasa, remaja bahkan anak-anak. Yang
dikawatirkan adalah apabila layanan smartphone dapat dengan mudah
menggunakan internet dimanfaatkan oleh kalangan anak-anak dan remaja
untuk melihat- lihat “sesuatu” yang seharusnya belum layak untuk mereka
7
Gary B, S., Thomas J, C., & Misty E, V, 2007, Discovering Computers, Fundamentals, 3thed.
(Terjemahan). Salemba Infotek, Jakarta, hal 19
8
Siswarini,
Dian,
Operator
Berupaya
Tekan
Churn
Rate,
http://www.indonesiafinancetoday.com/read/6706/Operator-Berupaya-Tekan-Churn-Rate, diakses
tanggal 05 Desember 2012.
5
konsumsi. Karena memang penggunaan Smartphone belum memiliki batasan
yang jelas untuk pengkonsumsiannya pada aspek-aspek tertentu. Anak dan
remaja dapat dengan mudahnya mengakses semua hal yang ada diinternet, baik
itu mulai dari informasi yang positif maupun informasi yang belum selayaknya
mereka dapatkan atau sebenarnya informasi tersebut harus didapatkan melalui
pengawasan orang tua.
Pemakaian smartphone yang begitu mudahnya untuk dimanfaatkan
membuat para penikmat smartphone dalam menggunakan internet kadang
melupakan
bahwa
pengkonsumsiannya.
sebenarnya
mereka
Terlupakannya
memiliki
keterbatasan
keterbatasan
ini
yang
untuk
membuat
terciptanya dampak negatif pada anak atas pemanfaatan internet. Ditambah lagi
Smartphone dilengkapi dengan game-game yang menarik sehingga ditakutkan
rasa sosialisasi anak-anak akan berkurang, anak-anak lebih menyukai bermain
dengan Smartphone yang mereka miliki, sehingga mereka lebih banyak
menghabiskan waktu sendiri untuk bermain di smartphone
mereka.
Keterbatasan sosialisasi anak ini akan menyebabkan berkurangnya rasa sosial,
pengingkaran terhadap norma-norma dan agama, bahkan sampai bersifat
egoistis, dan individualis. 9
Fenomena penggunaan smartphone juga terjadi dikalangan siswa
sekolah dasar, seperti yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01
Yogyakarta. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti pada
tanggal 14 bulan Mei tahun 2013, diketahui bahwa siswa sekolah ini lebih dari
50% siswa kelas dua hingga kelas enam menggunakan smartphone (merek
9
Shiraishi, Y., Ishikawa, D., Sano, S., Sakurai, K., 2010. Op.cit.
6
Blackberry, Samsung Galaxy, Sony, Iphone, Lenovo dan lain- lain). Penggunaan
smartphone ini dapat membawa dampak sosial yang bersifat negatif, salah satu
dampaknya adalah perubahan perilaku anak, diakibatkan karena kecanduan
dengan smartphone ini.
Pemilihan Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01 Yogyakarta sebagai lokasi
penelitian disebabkan dari jumlah siswa pengguna smartphone yang termasuk
besar serta Sekolah Dasar Negeri ini merupakan salah satu sekolah unggulan di
Kota Yogyakarta. Ditambah lagi Sekolah Dasar Negeri tersebut dikenal
sebagai sekolah bagi kalangan menengah ke atas yang sebagian siswanya telah
paham teknologi canggih dan telah diberikan smartphone secara mandiri oleh
orang tua mereka. Selain itu peneliti juga membatasi murid Sekolah Dasar
Negeri Ungaran 01 karena dianggap paling sesuai untuk mendukung efektivitas
dan efisiensi waktu penelitian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka dapat ditarik
beberapa perumusan masalah sebagai berikut:
1. Mengapa orang tua memberikan smartphone terhadap anak Sekolah Dasar
Negeri Ungaran 01 Yogyakarta?
2. Apakah smartphone dapat menjadi media relasi antara orang tua dan anak?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Motivasi orang tua dalam memberikan smartphone kepada anak.
2. Fungsi smartphone terhadap relasi antara orang tua dan anak.
7
D. Manfaat
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti
tentang penggunaan smartphone pada kalangan anak sekolah dasar.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
orang tua siswa Sekolah Dasar Ungaran 01 Yogyakarta mengenai
penggunaan smartphone pada anak sekolah dasar, serta bentuk dari
pengawasan orang tua dalam rangka penggunaan smartphone dikalangan
anak sekolah dasar.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih
lanjut bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sama serta penjelasan
teoritisnya.
E. Kerangka Teori
1. Teori Tindakan Sosial (Max Weber)
Weber memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas
melibatkan campur tangan proses pemikiran (dan tindakan yang bermakna
yang ditimbulkan oleh-nya) antara terjadinya stimulus dan respons. Secara
agak berbeda, tindakan dikatakan terjadi ketika individu melekatkan
makna subjektif pada tindakan mereka. Dalam teori tindakannya, tujuan
weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola dan
regulitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. 10
Weber mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial
antar hubungan sosial yang titik tekannya yaitu pada verstehen
(pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman
10
Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, hal. 137-138
8
yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial.Bagi weber, istilah
ini tidak hanya sekedar merupakan instropeksi. Instropeksi bisa
memberikan seseorang pemahaman akan motifnya sendiri atau arti-arti
subyektif, tetapi tidak cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam
tindakan-tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empatikemampuan menempatkan diri dalam kerangka berfikir orang lain yang
perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat
menurut perspektif itu. 11
Menurut Weber individu melakukan suatu tindakan berdasarkan
atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan atas suatu objek stimulus atau
situasi tertentu.Tindakan individu ini merupakan sosial yang rasional yaitu
mencapai tujuan dengan sarana-sarana yang paling tepat. Tindakan sosial
berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan
sosial jika individu tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan
itu. Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam
klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial.Pembedaan pokok yang
diberikan adalah antara tindakan rasional dan non rasional.Singkatnya,
tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan
pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Didalam kedua kategori utama
mengena i tindakan rasional dan nonrasional itu, ada dua bagian yang
berbeda satu sama lain. Weber menggunakan konsep rasional dengan
membaginya kedalam empat tipe tindakan yaitu: 12
11
Ibid
Doyle Paul Johnson, 1994, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: PT. Gramedia,
hal, 216-222.
12
9
a. Rasionalitas instrumental, rasionalitas ini sangat menekankan tujuan
tindakan dan alat yang dipergunakan dengan adanya pertimbangan
dan pilihan yang sadar dalam melakukan tindakan sosial. Hal ini
mungkin mencakup pengunpulan informasi, mencatat kemungkinankemungkinan serta hambatan yang terdapat dalam lingkungan, dan
mencoba untuk meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin
dari beberapa alternatif tindakan itu. Akhirnya suatu pilihan dilbuat
atas alat yang dipergunakan. Sesudah tindakan itu dilaksanakan, orang
dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan
tujuan yang akan dicapai.
b. Rasionalitas yang berorientasi nilai, sifat rasionalitas yang berorientasi
nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek
pertimbangan dan perhitungan yang sadar: tujuan-tujuannya sudah ada
dalam hubungannya dengan nilai- nilai individu yang bersifat absolut
atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai- nilai akhir berdifat non
rasional
dalam
hal
dimana
seseorang
tidak
dapat
memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan-tujuan mana
yang harus dipilih.
c. Tindakan tradisiona l merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat non
irasional. Jika seseorang individu memperlihatkan perilaku seperti itu
karena kebiasaan, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan, perilaki
seperti itu digolongkan sebagai tindakan tradisional. Weber melihat
bahwa tipe tindakan ini sedang hilang lenyap karena meningkatnya
rasionalitas instrumental.
10
d. Tindakan afeksi, tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau
emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar.
Tindakan
itu
benar-benar
tidak
rasional
karena
kurangnya
pertimbangan logis, ideolohi atau kriteria rasionalitas lainnya.
Tindakan
Pertama, reactive
Sosial
menurut
behavior,
dalam
Weber
terbagi
reaksi
menjadi
perilaku
dua.
spontan
terdapat subjective meaning atau dengan kata lain maksud tindakan yang
dilakukan terjadi hanya spontan dan tidak berkelanjutan. Tindakan
semacam ini adalah tindakan yang tak bertujuan, atau tidak di sadari
sebelumnya oleh seseorang. Tindakan ini hanya begitu saja (involuntary),
semisal: batuk, bersin, mengejapkan mata, menguap, kita tidak memilih
merasa takut, senang, juga sakit. Hal ini tentu saja tidak bisa di nalar
dengan latar belakang orang melakukan suatu tindakan. Konsep tindakan
yang dimaksudkan adalah perilaku otomatis seseorang yang tidak
melibatkan proses pemikiran dalam melakukan tindakan. Akan tetapi
Weber
tidak
memfokuskan
perhatiannya
pada reactive
behavior.
Selanjutnya, poin kedua yang menjadi fokus kajiannya adalah social
action, muncul dari stimulus atau respon dari suatu perilaku manusia yang
menjalankan fungsinya sebagai suatu anggota di masyarakat.Secara tidak
langsung, tindakan ini bersifat subyektif yang dilakukan oleh aktor di
lingkungan masyarakat.Mereka reaktif dan dikondisikan, bukan produk
pengambilan keputusan kreatif yang sukarela (voluntary). Bagi Weber,
tugas analisis sosiologi terdiri dari “penafsiran tindakan menurut makna
subyektifnya” (1921/1968: 8). Menurut definisi Weber sebagai “orientasi
11
sadar dan primer ke arah pertimbangan ekonomis, karena yang
dipersoalkan bukanlah keharusan subjektif untuk melakukan pertimbangan
ekonomis, namun keyakinan bahwa hal ini diperlukan.” Contoh sederhana
tindakan ekonomis sehari- hari bisa di ambil dari tindakan tukang pos
mengantarkan surat ke beberapa rumah sesuai alamat yang tertera.
Dari kedua metodologi tipe yang dikenalkan oleh Weber fokus
kajian lapangannya diperdalam menjadi empat tipe tindakan dasar:
Pertama, traditional action (tindakan tradisional), adalah tindakan
yang di ulang secara teratur, menjadi kebiasaan, tidak menjadi persoalan
kebenaran dan keberadaannya.Tindakan semacam ini adalah tindakan
warisan yang diturunkan dari generasi yang lalu. Sebuah contoh dari
tindakan orang jawa “Saya melakukan ini karena Nenek saya mengajarkan
demikian.”Hal ini bisa temukan pada kebiasaan orang jawa yang lebih
mendahulukan atau mengutamakan, dan juga menghargai orang yang lebih
tua.
Kedua, affectual
action (tindakan
affectual),
tindakan
ini
didasarkan pada sentiment atau emosi yang dimiliki oleh seseorang. Hal
ini akan mempengaruhi tindakan atau respon orang dalam melakukan
suatu tindakan. Contoh dalam kehidupan sehari- hari bisa digambarkan
oleh orang yang sedang jatuh cinta akan merasa nyaman jika kekasihnya
disampingnya. Tetapi hal ini akan berubah berbeda bilamana sedang
terjadi gejolak diantara mereka atau bertengkar dengan pasangannya.
Tentunya hal ini akan berubah menjadi suasana emosi.
12
Ketiga, instrumentally rational action, tindakan yang pada
dasarnya
dilakukan
tertentu.“Jalan
dengan
pintas
adanya
dianggap
kepentingan
pantas.”
maupun
tujuan
sudah
cukup
Mungkin
mencerminkan kebiasaan orang Indonesia dalam bertindak. Mereka
beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan adalah tindakanefisien untuk
mencapai tempat tujuan, inilah cara terbaik untuk mencapainya, dan
melalui jalur ini adalah jalan aman mencapai tujuan.
Keempat, value rational action (tindakan rasionalitas nilai),
tindakan
semacam
ini
adalah
tindakan
yang
terkait
dengan
komitmen.Tindakan ini dilakukan dengan penuh kesadaran yang tidak
terlepas dari religious, hukum, ataupun juga bentuk-bentuk lainnya.
Dari keempat bentuk tindakan diatas, sebenarnya weber tahu akan
tindakan terdiri dari percampuran atau kombinasi antara tindakan yang
dilakukan
oleh actor. Dari
sinilah
Weber
telah
mewariskan
pemahamannya mengenai tindakan sosial. Ada penekanan khusus yang ia
lakukan
dalam
menanggapi
fenomena
sosial
yaitu
lebih
mengutamakan rational dari pada suatu tindakan yang dilakukan atas
dasar tradisi atau perasaan belaka.
2. Teori Rasionalisasi (Max Weber)
Sulit memperoleh definisi yang jekas tentang rasionalisasi dari
karya Weber. Seperti sebelumnya, Weber mendefenisikan rasionalitas;
dimana Weber membedakan jenis rasonalitas – rasionalitas sarana-tujuan
dan rasionalitas nilai. Namun, konsep-konsep tersebut merujuk pada tipe
tindakan. Donald Levine berpendapat bahwa Weber tertarik pada
13
rasionalitas yang terobjektivasi, yaitu tindakan yang sejalan dengan proses
sistematisasi eksternal. 13 Stephen Kalberg melakukan pembahasan yang
cukup bermanfaat dengan mengidentifikasi empat tipe dasar rasionalitas
(“objektif”) dalam karya Weber antara lain: 14
a. Rasionalitas Praktis merupakan tahap rasionalitas dimana orang yang
mempraktikkan rasionalitas ini menerima realitas yang ada dan sekedar
mengkalkulasikan cara termudah untuk mengatasi kesulitan yang
mereka hadapi. Tipe rasionalitas semacam ini muncul seiring makin
longgarnya ikatan- ikatan magis primitif, dan pasti ada pada setiap
peradaban.
b. Rasionalitas Teoretis merupakan tahap rasionalitas dimana upaya
kognitif digunakan untuk menguasai realitas melalui konsep-konsep
yang makin abstrak dan bukan melalui tindakan. Tipe rasionaltas ini
pada awalnya digunakan oleh tukang sihir dan pendeta ritual yang
selanjutnya digunakan oleh filsuf, hakim dan ilmuwan. Tipe rasionalitas
ini mendorong seseorang untuk lebih memahami dunia yang
didalamnya penuh dengan makna.
c. Rasionalitas Substantif merupakan tipe rasionalitas yang secara
langsung menyusun tindakan-tindakan ke dalam pola-pola melalui
kluster-kluster nilai. Tipe rasionalitas ini menyatakan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu memerlukan sejumlah sarana melalui sistem nilai.
Suatu sistem nilai (secara substantif) tidak lebih rasional daripada
sistem lainnya.
13
14
Ibid.
Ritzer, George. 2008, Op.cit, hal. 147-149.
14
d. Rasionalitas Formal merupakan tipe rasionalitas yang melibatkan
kalkulasi sarana-tujuan. Tipe rasionalitas ini merujuk kepada aturan,
hukum atau regulasi yang bersifat universal. Pada dasarnya rasionalitas
formal hanya muncul di dunia Barat seiring dengan munculnya
industrialisasi. Aturan, hukum atau regulasi yang berlaku secara
universal dan menjadi ciri rasionalitas formal di dunia Barat khususnya
ditemukan pada lembaga- lembaga ekonomi, hukum, ilmu pengetahuan
maupun dalam bentuk dominasi birokratis.
Lebih dalam lagi Colemen membahas teori pilihan rasional dengan
memusatkan perhatian pada aktor. 15 Dimana aktor dipandang sebagai
manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor
mempunyai tujuan, dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai
tujuan itu. Dalam teori pilihan rasional, Aktor pun dipandang mempunyai
pilihan (nilai dan keperluan) sehingga tujuan aktor pun ditentukan oleh
pilihan (nilai dan keperluan) tersebut. Teori pilihan rasional tidak
menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber
pilihan aktor. Yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan
untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan pilihan aktor. 16
Dalam teori pilihan rasional ada dua pemaksa yang mempengaruhi
tindakan aktor, pertama yaitu keterbatasan sumber, aktor mempunyai
sumber maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya lain. Bagi aktor
yang mempunyai sumber daya yang besar akan lebih mudah dalam
pencapaian tujuan dibandingkan aktor yang mempunyai sumber daya
15
Ritzer, George dan Goodman Douglas, 2004, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prenada
Media, hal. 395-396.
16
Ibid.
15
sedikit. Terkait dengan keterbatasan sumber daya, dalam hal ini ada yang
disebut dengan biaya kesempatan (opportunity cost) ketika aktor tidak
mempunyai sumber daya yang cukup untuk mencapai tujuan yang menarik
baginya, maka si aktor memilih untuk tidak mencapai tujuan tersebut.
Tetapi dia akan mencari peluang lain dengan memilih tujuan kedua yang
lebih bernilai sesuai dengan cost yang ia miliki, inilah yang disebut dengan
memaksimalkan pencapaian keuntungan. Sumber pemaksa kedua yaitu
lembaga sosial, sanksi yang terdapat dalam lembaga sosial baik itu negatif
ataupun positif akan mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertent u
dan menghindarkan tindakan yang lain, hal ini bisa saja menjadi hambatan
bagi aktor dalam pencapaian tujuannya. 17
Bagi Colemen itu sendiri ada dua unsur utama dalam teori pilihan
rasional, yaitu aktor dan sumber daya. Interaksi antara aktor dan sumber
daya secara rinci menuju ketingkat sistem sosial, ia menjelaskannya
dengan perhatian satu orang terhadap sumber daya yang dikendalikan
orang lain, menyebabkan keduanya terlibat dalam tindakan yang saling
membutuhkan. Sebagai aktor yang mempunyai tujuan, masing- masing dari
keduanya bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepentingannya
hal ini lah yang memberikan ciri saling tergantung atau ciri sistematik
terhadap tindakan mereka. Bermula dari tindakan rasional individual
inilah, membawa mereka pada perilaku kolektif, dimana Colemen
mebahasnya sebagai hubungan mikro-makro atau dampak tindakan
individual terhadap individu lain. 18
17
18
Ibid.
Ibid.
16
Dalam
menganalisis
hubungan
mikro- makro
Colemen
mengenalkan konsep perilaku kolektif. Perilaku kolektif merupakan
kumpulan dari setiap tindakan individu yang pada akhirnya menciptakan
keseimbangan. Keseimbangan itu sendiri tercipta karena adanya saling
kontrol atas tindakan-tindakan individu yang ada dalam suatu kolompok
sosial. Colemen menyebut norma sebagai kontrol
perilaku kolektif,
menurutnya norma diprakarsai dan dipertahankan oleh beberapa orang
yang melihat keuntungan yang dihasilkan dari pengamatan terhadap norma
dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma itu. Sekali lagi, bahwa
yang dipertegas dalam teori pilihan rasional itu adalah bahwa tindakan
aktor individual itu dupayakan untuk memaksimalkan kepentingan
mereka. Maka dalam upaya memaksimalkan utilitas mereka,
sebagian
dengan menggerakan hak untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan
memperoleh sebagian hak untuk mengendalikan aktor lain. Karena
pemindahan pengendalian itu tidak terjadi secara sepihak, maka dalam
kasus norma ini terdapat keseimbangan. 19
Beberapa masalah akan dihadapi dalam menganalisa tindakan
sosial menurut titik pandangan ini. Para ahli filsafat sosial, pujangga, dan
pengamat sosial lainnya berbeda secara mendalam dalam memberikan
prioritas pada pikiran, intelek, dan logika (kegiatan otak) atau pada hati
(seperti perasaan, sentimen, emosi) kalau menjelaskan perilaku manusia.
Sejauh mana perilaku manusia itu bersifat rasional, tidak seorangpun
berbuat sesuatu tanpa pikiran, tetapi pikiran mungkin hanya sekedar
19
Ritzer, George. 2008, Op.cit, hal.391-392.
17
keinginan untuk menyatakan suatu perasaan, dan bukan suatu perhitungan
yang sadar atau logis. Kebanyakan manusia heran mengapa kadang-kadang
pikiran manusia tidak mampu membangkitkan motivasi atau mendorong
manusia untuk bertindak. Kadang-kadang mungkin juga orang berpikir
bahwa tindakan orang lain itu sama sekali tidak masuk akal, hanya menjadi
berarti apabila orang itu menjelaskan alasan bagi tindakan itu—mesipun
kriteria yang digunakan untuk penilaian seperti itu mungkin agak longgar.
Fenomena penggunaan smartphone dikalangan siswa SD, dapat
disebabkan oleh pemberian atau penghargaan orang tua atas prestasi anak di
sekolah yang bertujuan untuk memotivasi anak mereka. menurut Colemen,
ia memusatkan perhatian bahwa aktor dipandang sebagai manusia yang
mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai
tujuan, dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu.
Dengan begitu orang tua siswa dipandang sebagai aktor yang membuat anak
menggunakan smartphone, memiliki tujuan agar anaknya termotivasi
dengan belajar menjadi giat. Sejauh mana perilaku manusia itu bersifat
rasional, tidak seorangpun berbuat sesuatu tanpa pikiran, tetapi pikiran
mungkin hanya sekedar keinginan untuk menyatakan suatu perasaan, dan
bukan suatu perhitungan yang sadar atau logis. Dalam hal ini, orang tua
memberikan smartphone mungkin saja bukan hanya suatu perhitungan
melainkan pada perasaan kasih sayang kepada buah hati mereka.
18
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kualitatif.
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah
yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek/ obyek
penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain- lain)pada saat sekarang
berdasarkan
fakta- fakta
yang
tampak,
atau
sebagaimana
adanya. 20
Selanjutnya, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif
adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan
dalam peristilahannya. 21
Penelitian ini mencoba untuk memberikan gambaran keadaan
penggunaan smartphone dikalangan siswa sekolah dasar dilihat dari
bagaimana smartphone dapat menjadi media relasi antara orang tua dan
anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu
suatu penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif
(penggambaran) yang berupa fakta-fakta tertulis maupun lisan.
2. Obyek Penelitian
Definisi objek penelitian menurut Nawawi adalah sebagai berikut:
objek penelitian merupakan seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain- lain
20
Nawawi, Hadari, 2007, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, hal 67
21
Moeleong, Lexy, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif: Remaja Rosdakarya, Bandung,
hal 3
19
pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya. 22
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian adalah
sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan
data tertentu. Kriteria dari informan yang dijadikan objek dalam penelitian
ini adalah Siswa pengguna smartphone kelas IV dan V, Orang tua siswa
yang bersangkutan, Siswa pengguna telepon genggam biasa di sekolah
Dasar Negeri Ungaran 01 Yogyakarta. Alasan pemilihan obyek orang tua
dalam penelitian tersebut dikarenakan orang tua merupakan orang yang
paling dekat dengan anak, dengan demikian orang tua lah yang paling
mengerti
mengenai
perkembangan
anaknya
sebelum
dan
sesudah
menggunakan smartphone.
3. Lokasi Penelitian
Adapun
fokus
penelitian
mengenai
penggunaan
smartphone
dikalangan anak usia sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01,
maka lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Dasar tersebut yang terletak
di jalan Serma Taruna Ramli No 3, Kotabaru, Gondokusuman, DI
Yogyakarta. Namun terdapat kemungkinan pula penelitian dilakukan di
beberapa rumah orang tua siswa pengguna smartphone yang menurut
peneliti sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan. Tempat-tempat ini
diharapkan mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dan menjadi
tempat yang sesuai sebagai sumber informasi.
22
Nawawi, Hadari, 2007, Op.cit, hal 70
20
4. Teknik Pengumpulan Data
Data-data dari lapangan dikumpulkan secara terus menerus
sampai tuntas melalui proses wawancara secara mendalam, pengamatan
berpartisipasi, dan analisis dokumen selama penelitian berlangsung. Datadata tersebut disusun dalam suatu catatan lapangan sebagai langkah awal
dalam analisis data.
Ada dua tahap dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh
peneliti sebagai berikut:
a. Survei tanggal 14 bulan Mei tahun 2013 yang bertujuan untuk
menentukan sampel sekolah. Dari survei tersebut didapatkan jumlah
siswa yang menggunakan smartphone dari kelas II sampai dengan
kelas VI sekitar 50% dari jumlah siswa keseluruhan 652. Selain itu,
penggunaan smartphone pada kalangan murid Sekolah Dasar
Negeri tersebut diizinkan oleh pihak sekolah untuk digunakan
dilingkungan Sekolah.
b. Melakukan wawancara mendalam terhadap siswa kelas IV dan V
yang menggunakan smartphone sebanyak enam orang, empat siswa
yang menggunakan telepon genggam biasa serta lima ibu sebagai
orang
tua
siswa
pengguna
smartphone.
Informan
yang
diwawancarai tidak memiliki kriteria khusus hanya mereka yang
menggunakan smartphone dan bersedia menjadi informan dalam
penelitian ini.
21
a)
Data primer
Data primer yang digunakan adalah data dari hasil wawancara,
yang diperoleh secara langsung dari informan/nara sumber. Informan
dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu pemilihan sample berdasarkan pada karakteristik tertentu
yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi
yang telah diketahui sebelumnya. 23
I. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas
fenomena- fenomena yang diteliti. Teknik observasi digunakan untuk
mengumpulkan data tentang keadaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
subyek penelitian. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mengamati kondisi pergaulan siswa, pengawasan orang tua dalam
penggunaan smartphone serta relasi anak kepada orang tua.
II. Wawancara (field interviewing)
Metode wawancara merupakan metode pengumpulan data
dengan cara mengadakan pengamatan, wawancara, dan membagikan
kuesioner atau daftar pertanyaan kepada responden. Wawancara adalah
sebuah praktek metode kualitatif untuk mengetahui bagaiman orang
berfikir dan merasakan mengenai praktek komunikasi mereka. 24 Tetapi
sebuah wawancara lebih dari sekedar sebuah proses linier yang
sederhana dimana mempertanyakan pertanyaan dan mendapatkan
23
Ruslan, Ahmadi. 2004. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang: UIN Press,
hal. 156-157
24
Keyton, Joann, 2006, Communication and Organizational Culture: A Key to
Understanding Work Experiences, Sage Publications, Inc., USA, hal. 269
22
jawaban. Wawancara sebagai sebuah metode penelitian kualitatif yang
merupakan sebuah bentuk semi langsung (semidirected form) dari
percakapan atau pembicaraan dengan maksud mengetahui cara pandang
responden. Wawancara dimulai dengan mempertanyakan pertanyaan
yang umum untuk mendapatkan informasi yang sesungguhnya.
Menurut Mason, wawancara dapat berubah-ubah dikarenakan
kurang mengenal struktur dan kurang terlibat dalam lingkungan yang
akan diwawancara. 25 Pewawancara harus memiliki ide yang luas
mengenai topik apa yang akan diketahui tetapi, pada saat yang bersamaan
harus memiliki terminologi dan topik persoalan untuk didiskusikan
dengan responden, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan dalam menjawab pertanyaan penelitian.
III. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data
teoritis guna memperoleh pendapat para ahli dan teorinya melalui sumber
bacaan. 26 Dalam penelitian ini sumber pustaka yang digunakan
berhubungan dengan topik penelitian yaitu mengenai penggunaan
smartphone dikalangan siswa, berupa buku-buku, website, dan artikel
lainnya.
b) Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang bersumber pada literature,
dokumen.Data sekunder merupakan data yang besumber dari sumber lain
dengan tujuan untuk melengkapi data primer seperti literatur, dokumen
25
26
Ibid
Sugiyono. 2009.Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta,
hal. 180
23
serta sumber tertulis lainnya. Data tersebut digunakan untuk mendukung
koherasi data yang diperoleh dangan mengutip dari sumber lain yang
bertujuan untuk melengkapi data primer.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data dengan menggunakan domain. Setelah itu dilakukan
telaah data, menata, dan menemukan apa yang digunakan dan apa yang
diteliti.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama pengumpulan
data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu
tertentu. 27 Proses analisis data dilakukan secara terus menerus dalam proses
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan
kesimpulan selama penelitian berlangsung.
a. Reduksi data
Data-data
yang telah diperoleh dari lapangan akan bertambah
seiring dengan berjalannya proses pengumpulan data, oleh karena itu data
tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilah-pilah, diambil yang pentingpenting, dicari tema dan polanya. Melalui proses reduksi data ini laporan
mentah yang diperoleh di lapangan disusun menjadi lebih sistematis,
sehingga mudah dikendalikan, memberi gambaran yang jelas, dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
b. Penyajian data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah
disusun dari hasil reduksi data. Data yang ada kemudian disatukan dalam
27
Ibid, hal. 337
24
unit-unit informasi yang menjadi rumusan kategori-kategori dengan
berpegan pada prinsip holistik dan dapat dit afsirkan tanpa informasi
tambahan. Berdasarkan penyajian data ini memungkinkan peneliti untuk
dapat menarik kesimpulan atau pengambilan tindakan lebih lanjut.
c.
Menarik kesimpulan
Kesimpulan awal yang dikemukakan
masih bersifat sementara,
dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan diambil
dari penyajian data yang telah dilakukan sehingga sejak awal penelitian
diupayakan untuk mencari makna data yang telah dikumpulkan. Untuk itu
peneliti perlu mencari pola, tema, persamaan, perbandingan, hal- hal yang
timbul, dan sebagainya. Kesimpulan penelitian tentang penggunaan
smartphone ditinjau dari pengawasan orangtua terhadap dampak
perubahan sosial anak dapat lebih mendalam dan mengakar seiring dengan
bertambahnya informasi dari hasil wawancara, pengamatan, studi
dokumenter selama penelitian berlangsung.
25
Download