BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi dewasa ini sangatlah pesat. Teknologi informasi mengubah gaya hidup masyarakat dalam segala sendi kehidupan. Masyarakat seolah sangat tergantung pada fungsi teknologi informasi dalam segala aspek kehidupannya. Fungsi teknologi informasi ibarat pisau bermata dua. Ada manfaat positifnya, sekaligus ada pula dampak negatifnya. Namun, manfaat maupun dampak negatif yang kelak muncul tentu bergantung pada niat dan perilaku tiap orang yang menggunakan produk teknologi komunikasi modern itu. Menurut Havighurts tugas-tugas perkembangan pada anak bersumber pada tiga hal, yaitu: kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. 1 Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: tugas-tugas perkembangan anak usia 0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosia l atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani. Tugas-tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun (usia sekolah) adalah menggunakan kemampuan fisiknya, belajar sosial, mengembangkan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis, 1 Dikutip dalam Hurlock, Elizabeth, B., 2000, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta, hal. 13 1 dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari- hari, mempersiapkan dirinya sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral, menentukan skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga. 2 Masa usia sekolah - school age (6-12 tahun) dianggap sebagai usia yang paling sesuai dalam menanamkan dan membentuk perilaku posit if, karena pada masa itu anak belajar untuk membentuk kepribadian. Pada masa ini anak memasuki masa belajar di dalam dan di luar sekolah. Anak belajar di sekolah, tetapi membuat latihan pekerjaan rumah yang mendukung hasil belajar di sekolah. Banyak aspek perilaku dibentuk melalui penguatan verbal, keteladanan dan identifikasi. Pada masa ini anak banyak belajar sistematis mengenai: 3 1. Perkembangan kemampuan intelek di sekolah, perluasan pengetahuan tentang lingkungan fisik, sosial, dan kebudayaan. 2. Perkembanga n kepribadian ditujukan pada pembentukan ciri-ciri dan sifatsifat kepribadian tertentu, seperti percaya diri, tanggung jawab, menghargai otoritas,mengejar prestasi, menghargai prestasi diri. 3. Perkembangan hubungan sosial – pergaulan Perkembangan seorang anak seperti yang telah banyak terurai di atas, tidak hanya terbatas pada perkembangan fisik saja tetapi juga pada perkembangan mental, sosial dan emosional. Salah satu tahap perkembangan anak yang paling penting adalah proses pembentukan perilakunya. Pada masa 2 3 Ibid. Ibid, hal. 14 2 usia dini, anak belajar mengembangkan kontrol dirinya dan belajar prilaku yang dapat diterima sesuai dengan norma masyarakat. Selain itu anak juga belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Abraham Maslow menyatakan bahwa kepribadian anak sebenarnya terbentuk dan berkembang melalui proses komunikasi, oleh karena itu diperlukan komunikasi antar pribadi yang efektif yang akan mampu menciptakan suasana yang akrab, saling pengertian, keterbukaan, dan kedekatan antara orang tua dan anak. Komunikasi yang tepat dapat membentuk kepribadian positif yang akan tercermin melalui perillaku anak yang positif pula meliputi mandiri, disiplin, kreatif, terbuka, percaya diri, dan bertanggung jawab. 4 Para orang tua ingin sekali anaknya tumbuh menjadi pribadi yang sehat, bahagia dan matang secara sosial, tetapi mereka sering kali tidak yakin bagaimana membantu anak mereka untuk mencapai tujuan itu. Salah satu alasan dari frustasi yang dirasakan para orang tua adalah karena mereka menerima pesan-pesan yang saling bertentangan tentang bagaimana mereka mengatur anak. Banyak orang tua mempelajari tradisi pengasuhan anak dari orang tua mereka. Padahal, budaya dan nilai- nilai masyarakat yang berlaku saat ini sudah mengalami perubahan. Akibatnya, tidak sedikit pula orang tua yang merasa bingung tentang apa yang harus mereka lakukan dalam mengarahkan perilaku anak yang diterima secara normatif dan dalam mengawasinya. Sayangnya, ketika tradisi pengasuhan akan diturunkan dari satu generasi ke 4 Dikutip dalam Koswara, 1991, Teori-teori Kepribadian, Erasco, Bandung, hal. 25 3 generasi berikutnya, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan biasanya muncul. 5 Berbagai contoh fenomena di era modernisasi yang kerap kali terjadi berkaitan dengan pentingnya peran komunikasi orang tua adalah salah satunya berkenaan dengan perkembangan kecanggihan teknologi. Sesuatu yang tidak dapat dihindari bahwa teknologi berkembang dengan pesat sehingga penggunaannya banyak digunakan tidak semestinya. Disinilah komunikasi antar pribadi orang tua dengan anak dibutuhkan untuk menanamkan nilai- nilai moral dan perilaku positif serta mencegah anak berperilaku negatif seiring perkembangannya. Salah satu teknologi modern yang banyak digandrungi anak-anak, remaja, maupun orang dewasa adalah telepon pintar (Smartphone). Telepon pintar adalah telepon genggam yang memiliki sistem operasi untuk masyarakat luas, dimana pengguna dapat dengan bebas menambahkan aplikasi, menambah fungsi- fungsi atau mengubah sesuai keinginan pengguna. Dengan kata lain, telepon pintar merupakan komputer mini yang mempunyai kapabilitas sebuah telepon. 6 Menurut Gary B,Thomas J, & Misty E, Smartphone adalah telepon yang internet-enable yang biasanya menyediakan fungsi personal Digital Assistan (PDA) seperti fungsi kalender, buku agenda, buku alamat, kalkulator dan catatan. Smartphone mempunyai fungsi yang menyerupai komputer, sehingga ke depannya teknologi smartphone akan menyingkirkan teknologi 5 Perkembangan dan Pembentukan buadaya pada anak, http://duniapsikologi.dagdigdug.com, diakses tanggal 05 Desember 2012 6 Shiraishi, Y., Ishikawa, D., Sano, S., Sakurai, K., 2010. Smartphone Trend and Evolution in Japan. Tokyo: Mobile Computing Promotion Consortium. 4 komputer desktop terutama dalam hal pengangksesan data dari internet. Setiap smartphone memiliki sistem operasi yang berbeda-beda, sama halnya dengan sistem operasi pada komputer desktop. Sistem operasi (operating system) adalah seperangkat program yang mengoordinasikan seluruh aktivitas peranti keras komputer. Dari pengertian sistem operasi diatas, maka sistem operasi pada smartphone merupakan program yang mengoordinasikan seluruh aktivitas piranti pada smartphone itu sendiri. 7 Asosiasi Telekomunikasi Selular Indonesia (ATSI) mencatat jumlah pengiriman telepon pintar meningkat dari hanya 6% (2009) menjadi 12% dari jumlah pengiriman semua model ponsel ke Indonesia pada 2010. Menurut Dian Siswarini, Sekretaris Jenderal ATSI, layanan data internet kini menjadi bagian dari aktivitas harian pelanggan ponsel di Indonesia. Ia mencatat sebagian besar pengguna telepon pintar dewasa ini menggunakan perangkat mereka untuk menelusuri internet, membaca berita online, bergaul di jejaring sosial, dan saling mengirim surat elektronik. 8 Smartphone menjadi salah satu jenis teknologi informasi yang fenomenal belakangan ini. Tukar informasi dan jalinan komunikasi ke segala penjuru makin mudah. Penggunanya pun hampir tak mengenal batas usia. Mulai dari orang tua, orang dewasa, remaja bahkan anak-anak. Yang dikawatirkan adalah apabila layanan smartphone dapat dengan mudah menggunakan internet dimanfaatkan oleh kalangan anak-anak dan remaja untuk melihat- lihat “sesuatu” yang seharusnya belum layak untuk mereka 7 Gary B, S., Thomas J, C., & Misty E, V, 2007, Discovering Computers, Fundamentals, 3thed. (Terjemahan). Salemba Infotek, Jakarta, hal 19 8 Siswarini, Dian, Operator Berupaya Tekan Churn Rate, http://www.indonesiafinancetoday.com/read/6706/Operator-Berupaya-Tekan-Churn-Rate, diakses tanggal 05 Desember 2012. 5 konsumsi. Karena memang penggunaan Smartphone belum memiliki batasan yang jelas untuk pengkonsumsiannya pada aspek-aspek tertentu. Anak dan remaja dapat dengan mudahnya mengakses semua hal yang ada diinternet, baik itu mulai dari informasi yang positif maupun informasi yang belum selayaknya mereka dapatkan atau sebenarnya informasi tersebut harus didapatkan melalui pengawasan orang tua. Pemakaian smartphone yang begitu mudahnya untuk dimanfaatkan membuat para penikmat smartphone dalam menggunakan internet kadang melupakan bahwa pengkonsumsiannya. sebenarnya mereka Terlupakannya memiliki keterbatasan keterbatasan ini yang untuk membuat terciptanya dampak negatif pada anak atas pemanfaatan internet. Ditambah lagi Smartphone dilengkapi dengan game-game yang menarik sehingga ditakutkan rasa sosialisasi anak-anak akan berkurang, anak-anak lebih menyukai bermain dengan Smartphone yang mereka miliki, sehingga mereka lebih banyak menghabiskan waktu sendiri untuk bermain di smartphone mereka. Keterbatasan sosialisasi anak ini akan menyebabkan berkurangnya rasa sosial, pengingkaran terhadap norma-norma dan agama, bahkan sampai bersifat egoistis, dan individualis. 9 Fenomena penggunaan smartphone juga terjadi dikalangan siswa sekolah dasar, seperti yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01 Yogyakarta. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 14 bulan Mei tahun 2013, diketahui bahwa siswa sekolah ini lebih dari 50% siswa kelas dua hingga kelas enam menggunakan smartphone (merek 9 Shiraishi, Y., Ishikawa, D., Sano, S., Sakurai, K., 2010. Op.cit. 6 Blackberry, Samsung Galaxy, Sony, Iphone, Lenovo dan lain- lain). Penggunaan smartphone ini dapat membawa dampak sosial yang bersifat negatif, salah satu dampaknya adalah perubahan perilaku anak, diakibatkan karena kecanduan dengan smartphone ini. Pemilihan Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01 Yogyakarta sebagai lokasi penelitian disebabkan dari jumlah siswa pengguna smartphone yang termasuk besar serta Sekolah Dasar Negeri ini merupakan salah satu sekolah unggulan di Kota Yogyakarta. Ditambah lagi Sekolah Dasar Negeri tersebut dikenal sebagai sekolah bagi kalangan menengah ke atas yang sebagian siswanya telah paham teknologi canggih dan telah diberikan smartphone secara mandiri oleh orang tua mereka. Selain itu peneliti juga membatasi murid Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01 karena dianggap paling sesuai untuk mendukung efektivitas dan efisiensi waktu penelitian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa perumusan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa orang tua memberikan smartphone terhadap anak Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01 Yogyakarta? 2. Apakah smartphone dapat menjadi media relasi antara orang tua dan anak? C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Motivasi orang tua dalam memberikan smartphone kepada anak. 2. Fungsi smartphone terhadap relasi antara orang tua dan anak. 7 D. Manfaat 1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan peneliti tentang penggunaan smartphone pada kalangan anak sekolah dasar. 2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang tua siswa Sekolah Dasar Ungaran 01 Yogyakarta mengenai penggunaan smartphone pada anak sekolah dasar, serta bentuk dari pengawasan orang tua dalam rangka penggunaan smartphone dikalangan anak sekolah dasar. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut bagi peneliti lain yang ingin meneliti hal yang sama serta penjelasan teoritisnya. E. Kerangka Teori 1. Teori Tindakan Sosial (Max Weber) Weber memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas melibatkan campur tangan proses pemikiran (dan tindakan yang bermakna yang ditimbulkan oleh-nya) antara terjadinya stimulus dan respons. Secara agak berbeda, tindakan dikatakan terjadi ketika individu melekatkan makna subjektif pada tindakan mereka. Dalam teori tindakannya, tujuan weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola dan regulitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. 10 Weber mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial yang titik tekannya yaitu pada verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metode untuk memperoleh pemahaman 10 Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi. Yogyakarta: Kreasi Wacana, hal. 137-138 8 yang valid mengenai arti-arti subyektif tindakan sosial.Bagi weber, istilah ini tidak hanya sekedar merupakan instropeksi. Instropeksi bisa memberikan seseorang pemahaman akan motifnya sendiri atau arti-arti subyektif, tetapi tidak cukup untuk memahami arti-arti subyektif dalam tindakan-tindakan orang lain. Sebaliknya, apa yang diminta adalah empatikemampuan menempatkan diri dalam kerangka berfikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu. 11 Menurut Weber individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu.Tindakan individu ini merupakan sosial yang rasional yaitu mencapai tujuan dengan sarana-sarana yang paling tepat. Tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan itu. Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial.Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan non rasional.Singkatnya, tindakan rasional berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Didalam kedua kategori utama mengena i tindakan rasional dan nonrasional itu, ada dua bagian yang berbeda satu sama lain. Weber menggunakan konsep rasional dengan membaginya kedalam empat tipe tindakan yaitu: 12 11 Ibid Doyle Paul Johnson, 1994, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta: PT. Gramedia, hal, 216-222. 12 9 a. Rasionalitas instrumental, rasionalitas ini sangat menekankan tujuan tindakan dan alat yang dipergunakan dengan adanya pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam melakukan tindakan sosial. Hal ini mungkin mencakup pengunpulan informasi, mencatat kemungkinankemungkinan serta hambatan yang terdapat dalam lingkungan, dan mencoba untuk meramalkan konsekuensi-konsekuensi yang mungkin dari beberapa alternatif tindakan itu. Akhirnya suatu pilihan dilbuat atas alat yang dipergunakan. Sesudah tindakan itu dilaksanakan, orang dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai. b. Rasionalitas yang berorientasi nilai, sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar: tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai- nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai- nilai akhir berdifat non rasional dalam hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan-tujuan mana yang harus dipilih. c. Tindakan tradisiona l merupakan tipe tindakan sosial yang bersifat non irasional. Jika seseorang individu memperlihatkan perilaku seperti itu karena kebiasaan, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan, perilaki seperti itu digolongkan sebagai tindakan tradisional. Weber melihat bahwa tipe tindakan ini sedang hilang lenyap karena meningkatnya rasionalitas instrumental. 10 d. Tindakan afeksi, tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Tindakan itu benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan logis, ideolohi atau kriteria rasionalitas lainnya. Tindakan Pertama, reactive Sosial menurut behavior, dalam Weber terbagi reaksi menjadi perilaku dua. spontan terdapat subjective meaning atau dengan kata lain maksud tindakan yang dilakukan terjadi hanya spontan dan tidak berkelanjutan. Tindakan semacam ini adalah tindakan yang tak bertujuan, atau tidak di sadari sebelumnya oleh seseorang. Tindakan ini hanya begitu saja (involuntary), semisal: batuk, bersin, mengejapkan mata, menguap, kita tidak memilih merasa takut, senang, juga sakit. Hal ini tentu saja tidak bisa di nalar dengan latar belakang orang melakukan suatu tindakan. Konsep tindakan yang dimaksudkan adalah perilaku otomatis seseorang yang tidak melibatkan proses pemikiran dalam melakukan tindakan. Akan tetapi Weber tidak memfokuskan perhatiannya pada reactive behavior. Selanjutnya, poin kedua yang menjadi fokus kajiannya adalah social action, muncul dari stimulus atau respon dari suatu perilaku manusia yang menjalankan fungsinya sebagai suatu anggota di masyarakat.Secara tidak langsung, tindakan ini bersifat subyektif yang dilakukan oleh aktor di lingkungan masyarakat.Mereka reaktif dan dikondisikan, bukan produk pengambilan keputusan kreatif yang sukarela (voluntary). Bagi Weber, tugas analisis sosiologi terdiri dari “penafsiran tindakan menurut makna subyektifnya” (1921/1968: 8). Menurut definisi Weber sebagai “orientasi 11 sadar dan primer ke arah pertimbangan ekonomis, karena yang dipersoalkan bukanlah keharusan subjektif untuk melakukan pertimbangan ekonomis, namun keyakinan bahwa hal ini diperlukan.” Contoh sederhana tindakan ekonomis sehari- hari bisa di ambil dari tindakan tukang pos mengantarkan surat ke beberapa rumah sesuai alamat yang tertera. Dari kedua metodologi tipe yang dikenalkan oleh Weber fokus kajian lapangannya diperdalam menjadi empat tipe tindakan dasar: Pertama, traditional action (tindakan tradisional), adalah tindakan yang di ulang secara teratur, menjadi kebiasaan, tidak menjadi persoalan kebenaran dan keberadaannya.Tindakan semacam ini adalah tindakan warisan yang diturunkan dari generasi yang lalu. Sebuah contoh dari tindakan orang jawa “Saya melakukan ini karena Nenek saya mengajarkan demikian.”Hal ini bisa temukan pada kebiasaan orang jawa yang lebih mendahulukan atau mengutamakan, dan juga menghargai orang yang lebih tua. Kedua, affectual action (tindakan affectual), tindakan ini didasarkan pada sentiment atau emosi yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini akan mempengaruhi tindakan atau respon orang dalam melakukan suatu tindakan. Contoh dalam kehidupan sehari- hari bisa digambarkan oleh orang yang sedang jatuh cinta akan merasa nyaman jika kekasihnya disampingnya. Tetapi hal ini akan berubah berbeda bilamana sedang terjadi gejolak diantara mereka atau bertengkar dengan pasangannya. Tentunya hal ini akan berubah menjadi suasana emosi. 12 Ketiga, instrumentally rational action, tindakan yang pada dasarnya dilakukan tertentu.“Jalan dengan pintas adanya dianggap kepentingan pantas.” maupun tujuan sudah cukup Mungkin mencerminkan kebiasaan orang Indonesia dalam bertindak. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan adalah tindakanefisien untuk mencapai tempat tujuan, inilah cara terbaik untuk mencapainya, dan melalui jalur ini adalah jalan aman mencapai tujuan. Keempat, value rational action (tindakan rasionalitas nilai), tindakan semacam ini adalah tindakan yang terkait dengan komitmen.Tindakan ini dilakukan dengan penuh kesadaran yang tidak terlepas dari religious, hukum, ataupun juga bentuk-bentuk lainnya. Dari keempat bentuk tindakan diatas, sebenarnya weber tahu akan tindakan terdiri dari percampuran atau kombinasi antara tindakan yang dilakukan oleh actor. Dari sinilah Weber telah mewariskan pemahamannya mengenai tindakan sosial. Ada penekanan khusus yang ia lakukan dalam menanggapi fenomena sosial yaitu lebih mengutamakan rational dari pada suatu tindakan yang dilakukan atas dasar tradisi atau perasaan belaka. 2. Teori Rasionalisasi (Max Weber) Sulit memperoleh definisi yang jekas tentang rasionalisasi dari karya Weber. Seperti sebelumnya, Weber mendefenisikan rasionalitas; dimana Weber membedakan jenis rasonalitas – rasionalitas sarana-tujuan dan rasionalitas nilai. Namun, konsep-konsep tersebut merujuk pada tipe tindakan. Donald Levine berpendapat bahwa Weber tertarik pada 13 rasionalitas yang terobjektivasi, yaitu tindakan yang sejalan dengan proses sistematisasi eksternal. 13 Stephen Kalberg melakukan pembahasan yang cukup bermanfaat dengan mengidentifikasi empat tipe dasar rasionalitas (“objektif”) dalam karya Weber antara lain: 14 a. Rasionalitas Praktis merupakan tahap rasionalitas dimana orang yang mempraktikkan rasionalitas ini menerima realitas yang ada dan sekedar mengkalkulasikan cara termudah untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Tipe rasionalitas semacam ini muncul seiring makin longgarnya ikatan- ikatan magis primitif, dan pasti ada pada setiap peradaban. b. Rasionalitas Teoretis merupakan tahap rasionalitas dimana upaya kognitif digunakan untuk menguasai realitas melalui konsep-konsep yang makin abstrak dan bukan melalui tindakan. Tipe rasionaltas ini pada awalnya digunakan oleh tukang sihir dan pendeta ritual yang selanjutnya digunakan oleh filsuf, hakim dan ilmuwan. Tipe rasionalitas ini mendorong seseorang untuk lebih memahami dunia yang didalamnya penuh dengan makna. c. Rasionalitas Substantif merupakan tipe rasionalitas yang secara langsung menyusun tindakan-tindakan ke dalam pola-pola melalui kluster-kluster nilai. Tipe rasionalitas ini menyatakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu memerlukan sejumlah sarana melalui sistem nilai. Suatu sistem nilai (secara substantif) tidak lebih rasional daripada sistem lainnya. 13 14 Ibid. Ritzer, George. 2008, Op.cit, hal. 147-149. 14 d. Rasionalitas Formal merupakan tipe rasionalitas yang melibatkan kalkulasi sarana-tujuan. Tipe rasionalitas ini merujuk kepada aturan, hukum atau regulasi yang bersifat universal. Pada dasarnya rasionalitas formal hanya muncul di dunia Barat seiring dengan munculnya industrialisasi. Aturan, hukum atau regulasi yang berlaku secara universal dan menjadi ciri rasionalitas formal di dunia Barat khususnya ditemukan pada lembaga- lembaga ekonomi, hukum, ilmu pengetahuan maupun dalam bentuk dominasi birokratis. Lebih dalam lagi Colemen membahas teori pilihan rasional dengan memusatkan perhatian pada aktor. 15 Dimana aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan, dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Dalam teori pilihan rasional, Aktor pun dipandang mempunyai pilihan (nilai dan keperluan) sehingga tujuan aktor pun ditentukan oleh pilihan (nilai dan keperluan) tersebut. Teori pilihan rasional tidak menghiraukan apa yang menjadi pilihan atau apa yang menjadi sumber pilihan aktor. Yang penting adalah kenyataan bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan pilihan aktor. 16 Dalam teori pilihan rasional ada dua pemaksa yang mempengaruhi tindakan aktor, pertama yaitu keterbatasan sumber, aktor mempunyai sumber maupun akses yang berbeda terhadap sumber daya lain. Bagi aktor yang mempunyai sumber daya yang besar akan lebih mudah dalam pencapaian tujuan dibandingkan aktor yang mempunyai sumber daya 15 Ritzer, George dan Goodman Douglas, 2004, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prenada Media, hal. 395-396. 16 Ibid. 15 sedikit. Terkait dengan keterbatasan sumber daya, dalam hal ini ada yang disebut dengan biaya kesempatan (opportunity cost) ketika aktor tidak mempunyai sumber daya yang cukup untuk mencapai tujuan yang menarik baginya, maka si aktor memilih untuk tidak mencapai tujuan tersebut. Tetapi dia akan mencari peluang lain dengan memilih tujuan kedua yang lebih bernilai sesuai dengan cost yang ia miliki, inilah yang disebut dengan memaksimalkan pencapaian keuntungan. Sumber pemaksa kedua yaitu lembaga sosial, sanksi yang terdapat dalam lembaga sosial baik itu negatif ataupun positif akan mendorong aktor untuk melakukan tindakan tertent u dan menghindarkan tindakan yang lain, hal ini bisa saja menjadi hambatan bagi aktor dalam pencapaian tujuannya. 17 Bagi Colemen itu sendiri ada dua unsur utama dalam teori pilihan rasional, yaitu aktor dan sumber daya. Interaksi antara aktor dan sumber daya secara rinci menuju ketingkat sistem sosial, ia menjelaskannya dengan perhatian satu orang terhadap sumber daya yang dikendalikan orang lain, menyebabkan keduanya terlibat dalam tindakan yang saling membutuhkan. Sebagai aktor yang mempunyai tujuan, masing- masing dari keduanya bertujuan untuk memaksimalkan perwujudan kepentingannya hal ini lah yang memberikan ciri saling tergantung atau ciri sistematik terhadap tindakan mereka. Bermula dari tindakan rasional individual inilah, membawa mereka pada perilaku kolektif, dimana Colemen mebahasnya sebagai hubungan mikro-makro atau dampak tindakan individual terhadap individu lain. 18 17 18 Ibid. Ibid. 16 Dalam menganalisis hubungan mikro- makro Colemen mengenalkan konsep perilaku kolektif. Perilaku kolektif merupakan kumpulan dari setiap tindakan individu yang pada akhirnya menciptakan keseimbangan. Keseimbangan itu sendiri tercipta karena adanya saling kontrol atas tindakan-tindakan individu yang ada dalam suatu kolompok sosial. Colemen menyebut norma sebagai kontrol perilaku kolektif, menurutnya norma diprakarsai dan dipertahankan oleh beberapa orang yang melihat keuntungan yang dihasilkan dari pengamatan terhadap norma dan kerugian yang berasal dari pelanggaran norma itu. Sekali lagi, bahwa yang dipertegas dalam teori pilihan rasional itu adalah bahwa tindakan aktor individual itu dupayakan untuk memaksimalkan kepentingan mereka. Maka dalam upaya memaksimalkan utilitas mereka, sebagian dengan menggerakan hak untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan memperoleh sebagian hak untuk mengendalikan aktor lain. Karena pemindahan pengendalian itu tidak terjadi secara sepihak, maka dalam kasus norma ini terdapat keseimbangan. 19 Beberapa masalah akan dihadapi dalam menganalisa tindakan sosial menurut titik pandangan ini. Para ahli filsafat sosial, pujangga, dan pengamat sosial lainnya berbeda secara mendalam dalam memberikan prioritas pada pikiran, intelek, dan logika (kegiatan otak) atau pada hati (seperti perasaan, sentimen, emosi) kalau menjelaskan perilaku manusia. Sejauh mana perilaku manusia itu bersifat rasional, tidak seorangpun berbuat sesuatu tanpa pikiran, tetapi pikiran mungkin hanya sekedar 19 Ritzer, George. 2008, Op.cit, hal.391-392. 17 keinginan untuk menyatakan suatu perasaan, dan bukan suatu perhitungan yang sadar atau logis. Kebanyakan manusia heran mengapa kadang-kadang pikiran manusia tidak mampu membangkitkan motivasi atau mendorong manusia untuk bertindak. Kadang-kadang mungkin juga orang berpikir bahwa tindakan orang lain itu sama sekali tidak masuk akal, hanya menjadi berarti apabila orang itu menjelaskan alasan bagi tindakan itu—mesipun kriteria yang digunakan untuk penilaian seperti itu mungkin agak longgar. Fenomena penggunaan smartphone dikalangan siswa SD, dapat disebabkan oleh pemberian atau penghargaan orang tua atas prestasi anak di sekolah yang bertujuan untuk memotivasi anak mereka. menurut Colemen, ia memusatkan perhatian bahwa aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan atau mempunyai maksud. Artinya aktor mempunyai tujuan, dan tindakannya tertuju pada upaya untuk mencapai tujuan itu. Dengan begitu orang tua siswa dipandang sebagai aktor yang membuat anak menggunakan smartphone, memiliki tujuan agar anaknya termotivasi dengan belajar menjadi giat. Sejauh mana perilaku manusia itu bersifat rasional, tidak seorangpun berbuat sesuatu tanpa pikiran, tetapi pikiran mungkin hanya sekedar keinginan untuk menyatakan suatu perasaan, dan bukan suatu perhitungan yang sadar atau logis. Dalam hal ini, orang tua memberikan smartphone mungkin saja bukan hanya suatu perhitungan melainkan pada perasaan kasih sayang kepada buah hati mereka. 18 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek/ obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain- lain)pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya. 20 Selanjutnya, Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. 21 Penelitian ini mencoba untuk memberikan gambaran keadaan penggunaan smartphone dikalangan siswa sekolah dasar dilihat dari bagaimana smartphone dapat menjadi media relasi antara orang tua dan anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif (penggambaran) yang berupa fakta-fakta tertulis maupun lisan. 2. Obyek Penelitian Definisi objek penelitian menurut Nawawi adalah sebagai berikut: objek penelitian merupakan seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain- lain 20 Nawawi, Hadari, 2007, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, hal 67 21 Moeleong, Lexy, 2006, Metodologi Penelitian Kualitatif: Remaja Rosdakarya, Bandung, hal 3 19 pada saat sekarang berdasarkan fakta- fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. 22 Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian adalah sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk mendapatkan data tertentu. Kriteria dari informan yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah Siswa pengguna smartphone kelas IV dan V, Orang tua siswa yang bersangkutan, Siswa pengguna telepon genggam biasa di sekolah Dasar Negeri Ungaran 01 Yogyakarta. Alasan pemilihan obyek orang tua dalam penelitian tersebut dikarenakan orang tua merupakan orang yang paling dekat dengan anak, dengan demikian orang tua lah yang paling mengerti mengenai perkembangan anaknya sebelum dan sesudah menggunakan smartphone. 3. Lokasi Penelitian Adapun fokus penelitian mengenai penggunaan smartphone dikalangan anak usia sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Ungaran 01, maka lokasi penelitian dilakukan di Sekolah Dasar tersebut yang terletak di jalan Serma Taruna Ramli No 3, Kotabaru, Gondokusuman, DI Yogyakarta. Namun terdapat kemungkinan pula penelitian dilakukan di beberapa rumah orang tua siswa pengguna smartphone yang menurut peneliti sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan. Tempat-tempat ini diharapkan mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dan menjadi tempat yang sesuai sebagai sumber informasi. 22 Nawawi, Hadari, 2007, Op.cit, hal 70 20 4. Teknik Pengumpulan Data Data-data dari lapangan dikumpulkan secara terus menerus sampai tuntas melalui proses wawancara secara mendalam, pengamatan berpartisipasi, dan analisis dokumen selama penelitian berlangsung. Datadata tersebut disusun dalam suatu catatan lapangan sebagai langkah awal dalam analisis data. Ada dua tahap dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti sebagai berikut: a. Survei tanggal 14 bulan Mei tahun 2013 yang bertujuan untuk menentukan sampel sekolah. Dari survei tersebut didapatkan jumlah siswa yang menggunakan smartphone dari kelas II sampai dengan kelas VI sekitar 50% dari jumlah siswa keseluruhan 652. Selain itu, penggunaan smartphone pada kalangan murid Sekolah Dasar Negeri tersebut diizinkan oleh pihak sekolah untuk digunakan dilingkungan Sekolah. b. Melakukan wawancara mendalam terhadap siswa kelas IV dan V yang menggunakan smartphone sebanyak enam orang, empat siswa yang menggunakan telepon genggam biasa serta lima ibu sebagai orang tua siswa pengguna smartphone. Informan yang diwawancarai tidak memiliki kriteria khusus hanya mereka yang menggunakan smartphone dan bersedia menjadi informan dalam penelitian ini. 21 a) Data primer Data primer yang digunakan adalah data dari hasil wawancara, yang diperoleh secara langsung dari informan/nara sumber. Informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pemilihan sample berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya. 23 I. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematis atas fenomena- fenomena yang diteliti. Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan atau kegiatan yang dilakukan oleh subyek penelitian. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mengamati kondisi pergaulan siswa, pengawasan orang tua dalam penggunaan smartphone serta relasi anak kepada orang tua. II. Wawancara (field interviewing) Metode wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan, wawancara, dan membagikan kuesioner atau daftar pertanyaan kepada responden. Wawancara adalah sebuah praktek metode kualitatif untuk mengetahui bagaiman orang berfikir dan merasakan mengenai praktek komunikasi mereka. 24 Tetapi sebuah wawancara lebih dari sekedar sebuah proses linier yang sederhana dimana mempertanyakan pertanyaan dan mendapatkan 23 Ruslan, Ahmadi. 2004. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang: UIN Press, hal. 156-157 24 Keyton, Joann, 2006, Communication and Organizational Culture: A Key to Understanding Work Experiences, Sage Publications, Inc., USA, hal. 269 22 jawaban. Wawancara sebagai sebuah metode penelitian kualitatif yang merupakan sebuah bentuk semi langsung (semidirected form) dari percakapan atau pembicaraan dengan maksud mengetahui cara pandang responden. Wawancara dimulai dengan mempertanyakan pertanyaan yang umum untuk mendapatkan informasi yang sesungguhnya. Menurut Mason, wawancara dapat berubah-ubah dikarenakan kurang mengenal struktur dan kurang terlibat dalam lingkungan yang akan diwawancara. 25 Pewawancara harus memiliki ide yang luas mengenai topik apa yang akan diketahui tetapi, pada saat yang bersamaan harus memiliki terminologi dan topik persoalan untuk didiskusikan dengan responden, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam menjawab pertanyaan penelitian. III. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data teoritis guna memperoleh pendapat para ahli dan teorinya melalui sumber bacaan. 26 Dalam penelitian ini sumber pustaka yang digunakan berhubungan dengan topik penelitian yaitu mengenai penggunaan smartphone dikalangan siswa, berupa buku-buku, website, dan artikel lainnya. b) Data sekunder Data sekunder merupakan data yang bersumber pada literature, dokumen.Data sekunder merupakan data yang besumber dari sumber lain dengan tujuan untuk melengkapi data primer seperti literatur, dokumen 25 26 Ibid Sugiyono. 2009.Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: CV.Alfabeta, hal. 180 23 serta sumber tertulis lainnya. Data tersebut digunakan untuk mendukung koherasi data yang diperoleh dangan mengutip dari sumber lain yang bertujuan untuk melengkapi data primer. 5. Teknik Analisis Data Analisis data dengan menggunakan domain. Setelah itu dilakukan telaah data, menata, dan menemukan apa yang digunakan dan apa yang diteliti. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan selama pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam waktu tertentu. 27 Proses analisis data dilakukan secara terus menerus dalam proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan selama penelitian berlangsung. a. Reduksi data Data-data yang telah diperoleh dari lapangan akan bertambah seiring dengan berjalannya proses pengumpulan data, oleh karena itu data tersebut perlu direduksi, dirangkum, dipilah-pilah, diambil yang pentingpenting, dicari tema dan polanya. Melalui proses reduksi data ini laporan mentah yang diperoleh di lapangan disusun menjadi lebih sistematis, sehingga mudah dikendalikan, memberi gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. b. Penyajian data Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah disusun dari hasil reduksi data. Data yang ada kemudian disatukan dalam 27 Ibid, hal. 337 24 unit-unit informasi yang menjadi rumusan kategori-kategori dengan berpegan pada prinsip holistik dan dapat dit afsirkan tanpa informasi tambahan. Berdasarkan penyajian data ini memungkinkan peneliti untuk dapat menarik kesimpulan atau pengambilan tindakan lebih lanjut. c. Menarik kesimpulan Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan diambil dari penyajian data yang telah dilakukan sehingga sejak awal penelitian diupayakan untuk mencari makna data yang telah dikumpulkan. Untuk itu peneliti perlu mencari pola, tema, persamaan, perbandingan, hal- hal yang timbul, dan sebagainya. Kesimpulan penelitian tentang penggunaan smartphone ditinjau dari pengawasan orangtua terhadap dampak perubahan sosial anak dapat lebih mendalam dan mengakar seiring dengan bertambahnya informasi dari hasil wawancara, pengamatan, studi dokumenter selama penelitian berlangsung. 25