1 MAKALAH KOLOKIUM Nama Pemrasaran/NIM Departemen Pembahas Dosen Pembimbing Judul Rencana Penelitian : : : : : Tanggal dan Waktu : Fika Fatia Qandhi/I34100132 Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Sahda Handayani/I34100128 Dr. Satyawan Sunito/19520326 103 1 001 Peran Perempuan dalam Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo (Kasus Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo) 18 Maret 2014, 08.00-09.00 WIB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris. Bagi kebanyakan penduduk Indonesia yang kehidupannya masih tergantung pada sektor pertanian, maka pemilikan lahan merupakan faktor penting. Dilema yang dihadapi tentang peruntukan lahan pada sektor pertanian seringkali bersaing dengan sektor lain seperti industri, pemukiman, dan perdagangan. Penguasaan dan pemilikan lahan berkaitan dengan berbagai aspek seperti ekonomi, demografi, hukum, politik, sosial, ekologi, dan lain sebagainya. Dilihat dari segi aspek hukum, hak memiliki dan menguasai pada umumnya melekat pada tiga jenis subyek hukum yaitu masyarakat, negara atau pemerintah dan perusahaan swasta. Gejala yang timbul seputar penguasaan dan pemilikan tanah pedesaan dan perkotaan dewasa ini adalah terpusatkan pada sebagian besar pemanfaatan pemilikan lahan di tangan sekolompok masyarakat pemilik modal kuat. Di lain pihak, masyarakat pedesaan sebagai masyarakat pemilik modal lemah cenderung tersingkir dari mekanisme pasar yang ada, yang berakibat pada timbulnya ketidakmerataan dalam penguasaan dan pemilikian tanah. Kondisi ini menggambarkan adanya ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah. Ketimpangan kepemilikan lahan yang meningkat akan menjadi pemicu berbagai jenis konflik, karena konflik itu sendiri pada hakikatnya adalah berupa penyampaian pesan telah terjadinya peningkatan kelangkaan yang tidak dapat diselesaikan oleh tatanan institusi yang mengatur interdepedensi di antara manusia, masyarakat, atau golongan terhadap sumber daya lahan masyarakat yang mengalaminya (Pakpahan, 2011). Ketimpangan penguasaan dan pemilikan lahan ini juga dapat dilihat dari kondisi tumpang tindih pemilikan lahan dan adanya berbagai pihak yang mengklaim kepemilikian suatu lahan masyarakat petani. Pada umumnya, tokoh yang terlibat dalam proses pengklaiman ini adalah perusahaan-perusahaan bermodal besar yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Proses pengklaiman ini juga didukung oleh aparat pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang memuluskan proyek-proyek perusahaan tersebut. Praktek ini bertentangan dengan tujuan Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960) yakni menjamin hak rakyat petani atas sumber daya agraria (bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) dan mengatur perolehan hasilnya agar rakyat menjadi makmur. Kondisi inilah yang membuat masyarakat petani melakukan perlawanan-perlawanan atas kondisi ketimpangan tersebut. Perlawanan-perlawanan tersebut diwujudkan dalam sebuah gerakan, yang sering digaungkan dengan gerakan petani. Henry A. Landsberger dan Yu. G. Alexandrov mendefinisikan gerakan sebagai reaksi kolektif terhadap kedudukan rendah. Kedudukan rendah ini digambarkan sebagai petani yang posisinya selalu termarjinalkan dari berbagai aspek, baik ekonomi maupun politik. Sedangkan petani oleh Wolf didefinisikan sebagai penduduk yang secara eksistensial terlibat dalam cocok tanam dan membuat keputusan yang otonom tentang proses cocok tanam, termasuk proses penggarapan atau penerima bagi hasil maupun pemilik-penggarap selama mereka berada pada posisi pembuat keputusan yang relevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa petani 2 adalah individu yang mandiri, berhak menentukan apa yang terbaik bagi hidup mereka, berhak mengambil keputusan, dan berhak memperjuangkan yang menjadi hak-hak mereka. Perlawanan-perlawanan terus dilakukan oleh petani hingga saat ini. Hal ini seperti terjadi di SPPQT, dimana pola perlawanan yang dikembangkan oleh organisasi petani SPPQT tidak dilakukan dengan mengubah struktur yang ada, melainkan memanfaatkan struktur yang ada dan menjadi bagian dari sistem tersebut untuk kemudian memperbaiki sistem dari dalam. Perlawanan dilakukan terhadap kemapanan yang ada dengan cara memperkuat aliansi dan menjadi bagian dari agenda negara (Purwandari, 2006). Di lain pihak perlawanan juga dilakukan secara terbuka dan terang-terangan seperti terjadi di Filipina. Berdasarkan hasil penelitian Jennifer dan Saturnirno, di Filipina perlawanan petani dapat diwakilkan oleh pergerakan organisasi UNOKRA. Aksi-aksi kolektif UNORKA tampil beragam mulai dari pendudukan tanah paksa sampai dialog, dari turun ke jalan sampai serangan-serangan legal, dari surat petisi sampai menyegel gerbang DAR untuk mendramatisasi protes mereka. Di dalam pergerakan petani, jarang sekali digambarkan secara terperinci bagaimana peran perempuan. Padahal keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian tidak saja menjadi bagian terbesar dari tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi juga memiliki pengetahuan dan keterampilan utama dalam kegiatan pekerjaan pertanian. Rasa kepemilikan atas lahan yang melekat pada perempuan tidak dapat memungkiri keterlibatan perempuan dalam setiap gerakan petani. Kodrat perempuan sebagai yang melahirkan anak membuat perempuan menjadi produsen primer dan pekerja pemeliharaan. Peran perempuan diidentifikasi dengan alam dan pemelihara kehidupan, sedangkan laki-laki identik dengan pengelola kebudayaan. Identifikasi ini mengakibatkan perempuan diberi peran di sektor domestik, mengurus rumah tangga dan laki-laki dalam peran publik, mengurus berbagai hal yang berhubungan dengan sektor produksi. Hampir secara universal, berlaku batas-batas sosial dan politik atas laki-laki dan perempuan yang disebabkan berlakunya perbedaan peran gender (Wahyuni, 2007). Salah satu contoh kasus yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah gerakan petani lahan pasir yang berada di Kulon Progo. Di Kulon Progo, terjadi konflik perebutan penguasaan lahan pantai yang mengandung bijih besi, antara Raja, yakni pihak Kraton Yogyakarta, Paku Alaman, dan masyarakat pesisir Kulon Progo. Pihak Kerajaan ingin membuka pertambangan pasir besi di lahan ini. Bermula dari rencana proyek besar penambangan Pasir Besi oleh PT. Jogja Magasa Mining (JMM) yang saham utamanya dimiliki oleh keluarga besar Kraton Yogyakarta dan Paku Alaman serta bekerja sama dengan PT Indomine Australia. Rencana ini disetujui oleh Pemda Kulon Progo dengan alasan argumen dapat meningkatkan pemasukan daerah. Lahan pantai yang direncanakan sebagai lahan tambang, membentang dari batas sungai Bogowonto hingga sungai Progo, lebih dari 3000 Ha, sepanjang 22 Km dari garis pantai. Pembangunan ini mengenai sejumlah desa di empat kecamatan. Desa-desa tersebut adalah Jangkaran dan Palihan di Kecamatan Temon, Glagah dan Karangwuni di Kecamatan Wates, Nomporejo, Kranggan, dan Banaran di Kecamatan Galur, dan Garongan, Pleret, Bugel, dan Karangsewu di Kecamatan Panjatan. Belasan ribu kepala keluarga (KK) terancam tergusur dari lahan pertanian dan rumahnya. Konsesi penambangan pasir besi yang sedemikian rupa, jelas sangat merugikan petani lahan pasir. Lahan pasir yang selama ini memberikan kehidupan kepada petani. Lahan pasir yang dulunya lahan kering kini dengan teknologi hasil temuan petani mampu menumbuhkan berbagai macam tanaman. Kondisi ini lah yang membuat petani lahan pasir Kulon Progo melakukan perlawanan. Pada kasus ini peneliti melakukan penelitian di desa yang lahan pertaniannya terkena konsesi penambangan pasir besi. Desa-desa di sepanjang pesisir pantai selatan ini memiliki sejarah panjang atas pengelohan lahan pasir. Lahan pasir telah menghidupi keluarga-keluarga petani Kulon Progo dan masyarakat luas melalui hasil pertanian mereka. Salah satu desa tersebut adalah Desa Bugel, di mana sebelah selatan Desa Bugel berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Petani-petani di wilayah selatan Desa Bugel secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam gerakan petani, baik laki-laki maupun perempuan, tua mapun muda. Hal ini disebabkan besarnya rasa kepemilikan atas lahan pertanian dan hasil pertanian petani. Keberhasilan perlawanan petani hingga saat ini menolak penambangan pasir besi merupakan hasil dari berbagai upaya perlawanan yang telah petani lakukan, yang melibatkan berbagai kalangan, baik perlawanan secara terbuka maupun secara sembunyi-sembunyi. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti akan menganalisis bagaimana peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo? 3 1.2 Masalah Penelitian Perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh petani tidak pernah terlepas dari keterlibatan perempuan di dalamnya. Peranan-peranan yang diberikan atau diambil oleh perempuan dalam gerakan petani sangat berkaitan erat dengan posisi dan peranan perempuan dalam sistem penghidupan penduduk. Baik perempuan maupun laki-laki tidak pernah terlepas dari aktivitas reproduktif, aktivitas produktif, dan aktivitas sosial atau yang bersifat kemasyarakatan. Di dalam sistem penghidupan penduduk secara alami tumbuh pembagian kerja atas laki-laki dan perempuan serta perbedaan akses dan kontrol terhadap sumber daya yang dimiliki bersama. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk mengetahui Bagaimana peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk serta posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani? Tidak dapat dipungkiri perempuan banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan produktif seperti dalam halnya kegiatan pertanian, kegiatan sosial kemasyarakatan, kegiatan pendidikan, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Tidak jarang perempuan menempati posisi penting dan terlibat aktif di dalamnya. Begitu pula dalam hal gerakan petani. Perempuan yang terlibat langsung dalam kegiatan pertanian dan merasakan langsung manfaat dari adanya lahan pasir memiliki rasa kepemilikan yang besar terhadap lahan pasir. Posisi dan peran-peran yang yang diambil atau diberikan perempuan dalam gerakan petani memiliki hubungan dengan posisi dan peranan perempuan dalam sistem penghidupan penduduk. Oleh karena itu penting bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana hubungan peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk dengan posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani? Peranan perempuan tidak hanya dirasakan dalam rumah tangga. Perempuan juga terlibat dan berperan di bidang pertanian. Wahyuni (2007) menyatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian tidak saja menjadi bagian tersebesar dari tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi perempuan juga memiliki pengetahuan dan keterampilan utama dalam kegiatan pekerjaan pertanian. Secara tradisional perempuan memiliki keterampilan memilih benih padi yang baik dan menyimpannya untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Perempuan juga mampu memilih lahan yang cocok untuk budidaya pertanian. Mereka juga mampu memilih tanaman yang cocok untuk pengobatan. Kemampuan tersebut dipelajari para perempuan untuk kebutuhan bertahan hidup keluarganya. Keterlibatan perempuan dalam bidang pertanian inilah yang memupuk rasa memiliki atas lahan dan hasil pertanian. Hal ini merupakan salah satu alasan perempuan terlibat langsung dalam gerakan petani. Perempuan memiliki pendapat dan gamabaran tersendiri mengenai konflik yang mereka hadapi dan perlawanan-perlawanan yang mereka lakukan. Oleh karena itu penting bagi peneliti bagaimana pendapat mereka (perempuan) terhadap masalah yang mereka hadapi dan perlawanan yang mereka lakukan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian umum pada penelitian ini adalah menganalisis peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo menggunakan analisis gender. Adapun tujuan-tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk serta posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani. 2. Menganalisis hubungan antara peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk dengan posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo. 3. Mengetahui pendapat mereka (perempuan) terhadap masalah yang mereka hadapi dan perlawanan yang mereka lakukan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian mengenai peranan perempuan dalam gerakan petani. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan atau literatur bagi akademisi yang ingin meneliti lebih jauh mengenai peran perempuan dalam gerakan petani. 4 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo. 2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Identitas Gender Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Faqih (1999) menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui. Artinya secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering disebut dengan kodrat Tuhan. Sedangkan gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas yang lain. Sejarah perbedaan gender antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaanperbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara sosial dan kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan –seolaholah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Illich yang diacu oleh Budirahayu, dkk (2011) membedakan seks atau jenin kelamin laki-laki dan perempuan berdasarkan biologis dan anatomi. Karena itu jenis kelamin merupakan sifat bawaan dengan kelahirannya sebagai manusia. Sedangkan gender adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembedaan laki-laki dan perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan. Adapun Heyzer yang diacu oleh Budirahayu, dkk (2011) memberi definisi gender sebagai berikut: Gender is the socially constructed role ascribed to men and women. Gender merupakan bentukan setelah kelahiran yang dikembangkan dan diinternalisasi oleh orang-orang di lingkungan mereka. Sementara itu Women’s Studies Encyclopedia yang diacu oleh Budirahayu, dkk (2011) mendefinisikan gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Berikut perbedaan antara jenis kelamin dan gender beserta contohnya. Tabel 1 Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender No 1 2 Jenis Kelamin Contoh Tidak dapat Alat kelamin laki-laki berubah dan perempuan Gender Dapat berubah Tidak dapat dipertukarkan Dapat dipertukarkan Jakun pada laki-laki dan payudara pada perempuan Contoh Peran dalam kegiatan seharihari, seperti lebih banyak perempuan jadi juru masak jika di rumah, tetapi jika di restoran lebih banyak laki-laki jadi juru masak 5 3 Berlaku sepanjang masa Status sebagai lakilaki atau perempuan Tergantung kebudayaan dan kebiasaan 4 Berlaku di mana saja Tergantung kebudayaan setempat 5 Merupakan kodrat Tuhan 6 Ciptaan Tuhan Di rumah, di kantor, dan di mana pun berada, seorang laki-laki atau perempuan tetap laki-laki dan perempuan Laki-laki memiliki ciri-ciri utama yang berbeda dengan ciriciri utama perempuan. Misal: jakun Perempuan bisa haid,hamil, melahirkan, dan menyusui, sedangkan laki-laki tidak bisa Sumber: Bukan merupakan kodrat Tuhan Buatan manusia Di Pulau Jawa, pada zaman penjajahan Baelanda kaum perempuan tidak memperoleh hak pendidikan. Setelah Indonesia merdeka,perempuan memiliki kebebasan untuk mengikuti pendidikan Pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan terhadap perempuan dikarenakan budaya setempat,antara lain: diutamakan untuk menjadi perawat, guru TK, pengasuh anak Pengaturan jumlah anak dalam satu keluarga Laki-laki dan perempuan berhak menjadi calon ketua RT, RW, kepala dessa, bahkan presiden Meneg PP: Panduan Gender dalam Perencanaan Partisipatif, diperbanyak oleh Bapemas Provinsi Jawa Timur, tahun 2002 Analisis Gender Salah satu alat analisis gender adalah kerangka Harvard yang dapat digunakan untuk keperluan menganalisis situasi hubungan gender dalam keluarga dan masyarakat. Kerangka Harvard terdiri atas tiga komponen, Overholt et al. (1986) yang diacu oleh ILO (tanpa tahun) menyatakan komponen tersebut adalah aktivitas, profil akses dan kontrol, dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian kerja, akses dan kontrol. 1) Profil Aktivitas Profil aktivitas didasarkan pada pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan. Profil ini mencakup informasi mengenai siapa yang melakukan kegiatan, kapan, dan dimana kegiatan dilaksanakan, berapa frekuensi dan waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut, dan berapa pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan tersebut. Analisi pembagian kerja pada penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi peran perempuan dalan sistem penghidupan penduduk dan dalam gerakan petani. 2) Profil Akses dan Kontrol Akses adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya maupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Selanjutnya kontrol adalah penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Profil akses dan kontrol (peluang dan penguasaan) terhadap sumber daya mencakup informasi mengenai siapa yang mempunyai peluang dan penguasaan terhadap sumber daya fisik atau material, pasar komoditas dan pasar kerja, dan sumber daya sosial-budaya. Berikutnya, profil peluang dan penguasaan terhadap manfaat mencakup informasi mengenai siapa yang mempunyai peluang dan penguasaaan atas hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, prestise, dan seterusnya. 6 Akses dan kontrol juga dapat dilihat dari tinggi rendahnya partisipasi. Aksesbilitas dapat diukur dengan partisipasi kuantitatif, yaitu berapa jumlah laki-laki dan perempuan yang berperanserta dalam lembaga tertentu dengan kedudukan dan tugas apa. Selanjutnya kontrol diukur dengan partisipasi kualitatif yaitu bagaimana peranan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan kebijakan di dalam sistem penghidupan penduduk dan gerakan petani. Kegunaan analisis ini adalah untuk memperlihatkan hierarki wewenang, pengambilan keputusan dan peran serta perempuan. Selain itu pola pengambilan keputusan dalam keluarga juga dapat digunakan untuk melihat siapa yang bertanggung jawab untuk apa dan siapa memperoleh manfaat apa. 3) Faktor-faktor pengaruh Untuk memecahkan permasalahan yang menyangkut hubungan gender perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian kerja, akses, dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat, partisipasi dalam lembaga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga. Faktor-faktor tersebut bisa berupa struktur kependudukan, kondisi ekonomi, kondisi politik, pola-pola sosial budaya, sistem norma, perundang-undangan, sistem pendidikan, lingkungan, religi, dan lain-lain. Analisis ini berguna untuk mengkaji fator-faktor apa saja yang mendorong keterlibatan perempuan dalam gerakan petani. Peran (pembagian kerja) Gender Peran merupakan suatu status yang dijalankan oleh seorang individu yang berada pada suatu kelompok atau situasi sosial tertentu. Maksud dari peran gender menurut Hubeis (2010): “Peran gender menampilkan kesepakatan pandangan dalam masyarakat dan budaya tertentu perihal ketepatan dan kelaziman bertindak untuk seks tertentu (jenis kelamin tertentu) dan masyarakat tertentu. Sementara itu, lebih terperinci lagi, Mugniesyah yang diacu oleh Aini (2014) mengemukakan bahwa peranan gender adalah suatu perilaku yang diajarkan dalam masyarakat, komunitas, dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan umur, kelas, ras, etnik, agama dan lingkungan geografi, ekonomi dan sosial. Definisi ini menunjukkan bahwa peran gender disuatu wilayah akan berneda dari peran gender lainnya sesuai dengan karakterisktik wilayahnya. Secara universal peran gender antara laki-laki dan perempuan diklasifikasikan ke dalam tiga peran pokok, yaitu peran reproduktif (domestik), peran produktif (publik) dan peran sosial (masyarakat), Hubeis (2010): 1) Peran Reproduktif (domestik) Merupakan peran yang dilakukan seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumber daya insani (SDI) dan tugas kerumahtanggaan. Tidak jarang kegiatan reproduktif ini tidak dianggap sebagai suatu pekerjaan yang konkret dan tidak diperhitungkan sebagai kerja produktif yang menghasilkan pendapatan. 2) Peran Produktif Merupakan peran yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa perihal kebedaan tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan. Misalnya laki-laki identik melakukan pekerjaan yang berat dengan menggunakan bantuan mesin, sedangkan perempuan melakukan pekerjaan yang ringan. 3) Peran Masyarakat (sosial) Peran masyarakat terkait dengan kegiatan jasa partisipasi politik. Kegiatan jasa masyarakat banyak yang bersifat relawan dan biasanya dilakukan oleh perempuan. Sedangkan kegiatan politik di masyarakat terkait dengan status dan kekuasaan seseorang, sehingga pada umumnya dilakukan oleh laki-laki. Terdapat klasifikasi tiga peran gender (Hubeis 2010): Tabel 2 Klasifikasi peran gender Gender Perempuan Reproduktif Peran utama:Istri, ibu, ibu rumah tangga Produktif Acap diasumsikan tidak memiliki peran produktif Sosial Manajemen, jasa, penyuluhan terkait pada 7 Laki-laki (keluarga) Pembantu (turut) mencari nafkah keluarga Bapak kepala rumah tangga Peran utama: mencari nafkah keluarga aspek peran reproduktif Pekerja tidak dibayar (informal) Kepemimpinan Politik Ketahanan/militer Pekerja dibayar Sumber: Hubeis 2010 Bentuk-bentuk Peranan Perempuan Peranan perempuan meliputi banyak hal, baik dalam rumah tangga, bidang pertanian, perkebunan, dan gerakan-gerakan sosial. Wahyuni (2007) menyatakan bahwa keterlibatan perempuan dalam kegiatan pertanian tidak saja menjadi bagian tersebesar dari tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi perempuan juga memiliki pengetahuan dan keterampilan utama dalam kegiatan pekerjaan pertanian. Secara tradisional perempuan memiliki keterampilan memilih benih padi yang baik dan menyimpannya untuk ditanam pada musim tanam berikutnya. Perempuan juga mampu memilih lahan yang cocok untuk budidaya pertanian. Mereka juga mampu memilih tanaman yang cocok untuk pengobatan. Kemampuan tersebut dipelajari para perempuan untuk kebutuhan bertahan hidup keluarganya. Kodrat perempuan sebagai yang melahirkan anak membuat perempuan menjadi produsen primer dan pekerja pemeliharaan. Peran perempuan diidentifikasi dengan alam dan pemelihara kehidupan, sedangkan laki-laki identik dengan pengelola kebudayaan. Identifikasi ini mengakibatkan perempuan diberi peran di sektor domestik, mengurus rumah tangga dan laki-laki dalam peran publik, mengurus berbagai hal yang berhubungan dengan sektor produksi. Kemudian Sukesi (1995) menyatakan bahwa dalam perkebunan tebu rakyat, wanita menunjukkan peran kerja yang nyata, baik pekerjaan pengelolaan maupun pekerjaan fisik. Keterampilan kerjanya tidak berbeda dengan pekerja pria, namun ruang geraknya dibatasi oleh nilai-nilai gender di rumah tangga dan di perkebunan tebu. Curahan kerja wanita diperlukan terutama dalam kedudukan sebagai pekerja keluarga dan buruh tani. Di rumah tangga, wanita mendominasi pekerjaan rumah tangga dan melakukan pekerjaan jasa bagi terlaksananya produksi tebu, namun kurang mendapat perhatian. Kekuasaan wanita nyata tetapi sebatas rumah tangga dan pengelolaan tanaman pangan yang subsisten. Di sisi lain, perempuan juga berperan dalam gerakan petani. Hafid (2001) menyatakan bahwa masuknya perempuan dalam kelompok elit petani telah mendorong semangat perjuangan petani. Partisipasi kaum perempuan telah mendorong petani untuk terjun dalam kancah perjuangan hak milik tanahnya. Dalam kasus tanah Jenggawah, terlihat bahwa perempuan juga ikut andil dalam proses pengambilan keputusan, dalam hal ini diidentikkan dengan menggunakan pertimbangan hati nurani. Sehingga komposisi antara laki-laki dan perempuan akan melahirkan komposisi strategis yang harmonis. Perempuan juga berperan dalam mobilisasi massa dan dalam mengomunikasikan perjuangan-perjuangan yang mereka lakukan kepada sesama perempuan lainnya. Selain itu, kehadiran perempuan juga memperkuat kesan bahwa persoalan menuntut hak oleh petani Jenggawah bukan hanya persoalan kaum pria saja. Perjuangan tersebut tidak semata persoalan politis, tetapi sudah masuk pada persoalan keluarga dan urusan perut anak-anaknya. Tidak hanya sebatas itu, perempuan juga terlibat dalam gerakan-gerakan sosial yang meliputi aspek-aspek yang lebih luas. Suryochondro (1995) dalam tulisannya memaparkan gerakan-gerakan wanita di beberapa negara. Gerakan wanita di Inggris memperjuangkan perolehan hak pilih. Di Amerika, setelah Revolusi Amerika berakhir (1861-1863) kaum wanita mulai ikut bergerak dalam rangka pembaharuan kehidupan agama. Selain itu, kaum wanita juga berperan dalam gerakan anti perbudakan yang dimulai tahun 1830. Kemudian, gerakan wanita di Jepang dimulai pada abad ke-19 yang menuntut persamaan hak pria dan wanita dalam keluarga dan masyarakat, peningkatan kesempatan pendidikan bagi wanita, penghapusan sistem selir, dan penghapusan perizinan pelacuran. Di India, yang menjadi jajahan Inggris sejak tahun 1857 dan memperoleh kemerdekaan tahun 1947, timbuk gerakan wanita yang bergandengan dengan gerakan kemerdekaan. Dalam hal ini Mahatma Gandhi sangat berjasa dengan mendorong wanita berpartisipasi dalam perjuangan memperoleh kemerdekaan bangsa. Dan terakhir gerakan wanita di Filipina sangat dipengaruhi oleh kekuasaan politik. Sedangkan di Indonesia pada awal 8 pergerakan perempuan berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan mengusung semangat nasionalisme. Rahayu, dkk mengatakan bahwa berdasarkan sejarah panjang perjuangan SPP, peran perempuan sangat besar. Mulai dari awal penguasaan lahan sampai pada penataan produksi dan upaya mempengaruhi kebijakan baik di tingkat desa maupun tingkat nasional. Upaya keterlibatan perempuan dalam organisasi sangat penting. Upaya keterlibatan ini bisa dilihat dalam musyawarah-musyawarah organisasi. Keterlibatan mereka tidak hanya dalam persoalan penggarapan lahan akan tetapi keterlibatan perempuan dalam kegiatan-kegiatan organisasi dari mulai pendidikan sampai pada pengambilan keputusan, itu tersebut merupakan hal penting bagi agenda SPP ke depan karena peranan perempuan dalam gerakan reforma agraria merupakan hal yang tidak terbantahkan dalam perjuangannya. Munculnya pemimpin-pemimpin perempuan di desa-desa bagi SPP adalah keharusan. Pelibatan perempuan secara aktif mulai dari menentukan bibit tanaman, pengolahan dan pemeliharaan tanaman, panen, dan sampai pada pemasaran bersama. Dan dalam organisasi SPP perempuan harus terlibat dalam musyawarah-musyawarah organisasi, ikut menentukan jalan atau tidaknya organisasi, ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan organisasi, ikut terlibat dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah, baik di tingkat desa, maupun di tingkat nasional. Hal-hal yang sudah dan harus dilakukan perempuan dalam organisasi SPP adalah: 1. Ikut ambil bagian dalam musyawarah keluarga dan berani memutuskan sikap menghadapi persoalan-persoalan keluarga dan persoalan kampungnya. 2. Ikut ambil bagian dalam musyawarah keluarga dan musyawarah kampungnya menentukan sikap dalam pengelolaan organisasi SPP. 3. Ikut ambil bagian dalam musyawarah kampungnya dan menentukan sikap apa yang harus diambil dalam musyawarah tersebut. 4. Ikut ambil bagian dan berperan aktif dalam musyawarah-musyawarah di kampungnya dari tingkat kelompok, kampung, desa, kabupaten dan tingkat nasional. 5. Bersama-sama dengan petani laki-laki, pemuda dan pihak lain mengurus organisasi SPP dan melakukan pembagian kerja yang adil sehingga organisasi tertata dan terkelolan dengan baik. 6. Ikut ambil bagian dalam merumuskan dan melaksanakan kerja-kerja organisasi SPP yang telah disepakati bersama. 7. Bersama-sama dengan petani lainnya baik laki-laki dan perempuan belajar bersama dalam mengelola organisasi dan mengelola desanya. 8. Ikut ambil bagian dalam upaya penyelesaian sengketa agraria di desanya melalui organisasi SPP dan pemerintahan desa. 9. Memperkuat peran-peran perempuan dalam organisasi, misalnya membuat kegiatankegiatan khusus perempuan, contohnya: pengajian perempuan, pendidikan ibu-ibu, diskusi hasil reproduksi dan lain-lain. Dari penjelasan kasus di atas, terlihat bahwa peranan perempuan pada nyatanya sangat esensial dan beragam. Terlihat bahwa perempuan berperan dalam proses pengembangan pertanian, beperan dalam bidang perkebunan, gerakan-gerakan petani dan gerakan-gerakan sosial. Peranan perempuan di berbagai bidang ini menggugat pemikiran-pemikiran pihak yang mengsubordinatkan peranan perempuan. Gerakan Petani Wolf dan Moore dalam Landsberger (1984) mengatakan terdapat tiga karakteristik yang mencirikan petani, diantaranya adalah subordinasi legal, kekhususan kultural, dan khususnya ‘pemilikan de facto’ atas tanah. Sepuluh tahun kemudian Wolf dalam monografnya, mendefiniskan peasants sebagai tukang cocok tanam pedesaan yang surplusnya dipindahkan kepada kelompok penguasa yang dominan. Bukan pemilikan, tetapi lepasnya penguasaan terhadapnya dan penguasaan atas tenaga kerjanya sendiri. Dengan kata lain telah ditutupi oleh sistem lain dimana kontrol atas alat-alat produksi, termasuk penentuan tenaga kerja manusia, berpindah-pindah dari tangan produsen primer kepada kelompok-kelompok yang tidak melakukan proses produktif itu sendiri. Namun kemudian Wolf juga mendefinisikan petani sebagai penduduk yang secara ekstensial terlibat dalam cocok tanam dan membuat keputusan yang otonom tentang proses cocok tanam, mencakup penggarapan atau penerima bagi hasil maupun pemilik-penggarap selama 9 mereka ini berada pada posisi pembuat keputusan yang relevan tentang bagaimana pertumbuhan tanaman mereka. Landsberger dan Alexandrov (1984) mendefinisikan bahwa petani adalah para tukang cocok tanam pedesaan yang menduduki posisi yang relatif rendah pada berbagai dimensi yang penting. Dimensi penting yang dimaksudkan disini adalah dimensi ekonomi dan politik. Dimensi ekonomi dan politik dapat dibagi ke dalam tiga rangkaian dimensi yang setara yakni pengendalian atas masukan ekonomi dan politik yang relevan, pengendalian proses transformasi dalam ekonomi dan politik, dan dimensi yang berkaitan dengan tingkat faedah dari keluaran (output) dari masingmasing sektor ini di masyarakat. Suatu contoh dalam hal masukan ekonomi, para tukang cocok tanam desa dapat diukur dari (1) jumlah masukan yang mereka kendalikan (tanah, modal, tenaga kerja); dan (2) kepastian dengan mana mereka mengendalikan masukan itu. Dalam hal proses transformasi, petani dapat melakukan partisipasi, kurang lebih dalam perumusan nyata keputusankeputusan politik. Pada akhirnya petani, sedikit atau banyak, memperoleh keuntungan dari isi keputusan yang dibuat. Namun seringkali posisi petani disubordinatkan. Petani sering dianalogikan sebagai masyarakat yang tidak memiliki kekuasaan untuk merubah struktur, pasrah terhadap kondisi yang menimpa mereka dan patuh terhadap aturan-aturan yang ada. Petani seringkali hanya dijadikan obyek-obyek pembangunan lewat program-program yang terlihat revolusiener, padahal terkadang sama sekali tidak menyuntuh kebutuhan petani. Kondisi-kondisi ini menimbulkan ketidakpuasan dalam diri petani. Landsberger dan Alexandrov (1984) menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis situasi yang seringkali memainkan peranan dalam merangsang ketidakpuasan petani, diantaranya yakni inkonsistensi status, kemorosaan relatif dari status lama seseorang atau dari harapan orang tentang statusnya yang sekarang dan perasaan adanya ancaman terhadap status di masa depan. Inkonsistensi status didefinisikan sebagai kedudukan yang relatif baik menurut satu karakteristik sementara tetap rendah menurut karakteristik lain, yang merupakan salah satu pencetus pemberontakan petani di Inggris di tahun 1831 dan di Perancis di tahun 1789. Dalam kedua kasus tersebut, perbaikan nasib petani telah terjadi dalam berbagai hal, namun di sisi lain justru hal tersebut lah yang membuat ketaksanggupan yang masih ada seperti dalam hal pajak perkawinan dan kerja bakti yang menyulitkan petani. Kemudian, kedudukan yang tak menguntungkan dibandingkan dengan yang lain –kemorosotan relatif- sedikitnya memainkan peranan di Mexico, dimana meningkatnya kontak dengan Amerika Serikat memungkinkan petani untuk membandingkan nasibnya dengan tetangganya dan akibatnya menjadi tidak puas. Dan yang terakhir adalah kemorosotan sehubungan dengan masa lalu atau yang diharapkan sekarang ataupun ancaman terhadapnya di masa depan, sebagaimana terjadi dalam kasus pemberontakan Pugachev. Salah satu perubahan masyarakat yang dapat menghasilkan ketidakpuasan petani adalah penggusuran petani dan komunitas petani yang telah ada sebelumnya, pencaplokan hak-hak meraka oleh tuan-tuan tanah dan negara dalam suatu proses feodalisasi, yang akan membawa kepada perasaan merosotnya status petani. Kebijaksanaan pencaplokan serupa itu mungkin dicetuskan oleh perangsang-perangsang seperti keinginan untuk mengambil keuntungan dari kesempatan komersial dan teknik yang baru, atau dari tekanan negatif pada elite politik dan ekonomi, seperti kekalahan perang. Rasa ketidakpuasan yang timbul tersebut kemudian mendorong petani untuk melakukan gerakan-gerakan perlawanan terhadap kondisi yang memarginalkan mereka. Landsberger dan Alexandrov (1984) mendefinisikan gerakan sebagai reaksi kolektif terhadap kedudukan rendah. Kedudukan rendah ini digambarkan sebagai petani yang posisinya selalu termarginalkan dari berbagai aspek, baik ekonomi maupun politik. Rasa-rasa ketidakpuasan inilah yang juga mendasari gerakan-gerakan petani yang ada di Indonesia seperti dalam kasus Serikat Petani Pasundan, SPPQT, kasus tanah Jenggawah, dan kasus petani di Desa Cisarua. Di negara-negara lain kondisi ini juga terlihat dalam gerakan-gerakan petani yang ada di negara India, Zimbabwe, dan Filipina. Dimensi-dimensi Gerakan Petani Landsberger dan Alexandrov (1984) menggambarkan gerakan petani dengan menggunakan dimensi-dimensi tertentu, yakni: (1) tingkat adanya kesadaran bersama tentang nasib yang dialami; (2) tingkat dimana aksi itu bersifat kolektif baik dalam lingkup orang yang 10 terlihat dan tingkat koordinasi dan organisasi aksi (sampai kepada titik yang tinggi yakni ketika diorganisasikan dengan cara yang kompleks); (3) lingkup dimana aksi itu bersifat instrumental, yang berarti dirancang untuk mencapai sasaran di luar aksi itu sendiri dan dilaksanakan karena gratifikasi yang terkandung di dalam aksi itu sendiri; dan (4) tingkat dimana reaksi itu didasarkan secara eksklusif atas kerendahan status sosial, ekonomi dan politik memainkan peranan murni yang merdeka. Pada dimensi pertama, tingkat kesadaran, hal-hal yang harus dikaji adalah penilaian kasar mengenai jumlah petani yang mungkin menyadari kebersamaan persoalan mereka dan mutu dari kesadaran itu, misalnya apakah ada visi mengenai sistem sosial secara keseluruhan, dibandingkan dengan jumlah yang betul-betul sadar dan tingkat mutu yang paling tinggi. Selanjutnya, dimensi kedua yakni tingkat kolektifitas aksi. Titik puncak dari dimensi ini terjadi bila koordinasi tugas dan pembagian kerja dan beberapa penugasan wewenang dibentuk secara eksplisit. Pengukuran tingkat kolektivitas dapat dilakukan dengan memperhitungkan keluasan lingkup aksi kolektif tersebut, misalnya pertanyaan, dari semua petani yang mungkin bereaksi dengan cara yang sama, berapa petani yang melakukan aksinya; dan tingkat eksplisit organisasi dapat dijabarkan melalui pertanyaan dari mereka yang bereaksi dengan cara yang sama, berapa proporsi yang sengaja mengkoordinasi reaksinya dengan pihak lain. Kemudian, dimensi ketiga yakni orientasi instrumental, lawan ekspresif dan soal rasionalitas. Kelakuan ‘ekspresif‘ dalam banyak kolektivitas dianggap terjadi bila anggotaanggotanya mencari kepuasan dalam proses menjadi anggota itu. Kepuasan ini dapat berjenis ‘positif’–sosiabilitas dan pengakuan dalam bergabung bersama—atau berjenis ‘negatif’. Kelakuan instrumental, di pihak lain merupakan kata sifat yang dilekatkan bila suatu perkumpulan atau gerakan mengejar sasaran yang terletak di luar kegiatan langsung mereka, dan dimana kegiatan itu dilakukan pertama-tama untuk mencapai hasil akhir yang akan mereka capai: perubahan dalam penguasaan tanah atau upah yang lebih tinggi. Selanjutnya, dimensi keempat yakni status rendah sebagai basis gerakan. Dalam hal ini status rendah digambarkan sebagai petani, yakni kaum yang terpinggirkan. Bentuk-bentuk dan Strategi Perlawanan Petani Bentuk-bentuk perlawanan petani sangat beragam, mulai dari yang bersifat sembunyisembunyi hingga aksi terbuka, mulai dari laten hingga manifes. Perlawanan-perlawanan petani merupakan representasi dari rasa ketidakpuasan petani dan permasalahan-permasalahan agraria yang terjadi. Bentuk-bentuk perlawanan petani berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Oleh karenanya gerakan petani bersifat unik. Gerakan-gerakan ini juga berkaitan erat dengan pengetahuan lokal masyarakat petani setempat, jaringan yang dimiliki oleh petani dan kultur yang berkembang di daerah tersebut. Hal ini lah yang akan menentukan strategi apa yang dipilih oleh petani dalam perlawanan-perlawanannya. Beberapa gerakan petani disokong oleh organisasi non pemerintah. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Aprianto (2008) yang menyatakan bahwa kelahiran gerakan sosial baru di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari hadirnya organisasi non pemerintah (Ornop) sebagai aktor kritis terhadap pembangunan di tingkat lokal, nasional dan internasional. Terdapat dua pendekatan yang dilakukan oleh gerakan sosial dalam rangka memasuki ruang politik kenegaraan yakni, pertama, mendorong keterlibatan tokoh atau pemimpin dari gerakan sosial untuk memasuki ranah politik praktis dari tingkat yang paling rendah yaitu kepala desa maupun level eksekutif dan legislatif baik lokal maupun nasional. Kedua, menyiapkan upayaupaya untuk melakukan intervensi dan mempengaruhi agenda-agendda negara dalam rangka pelaksanaan gerakan sosial. Atas alasan tersebut, berbagai serikat tani kemudian mendorong upaya untuk memasuki ranah politik praktis dalam rangka membuka peluang jalannya gagasan dari gerakan sosial. Hal ini pula lah yang dilakukan oleh petani-petani di Salatiga melalui SPPQT. Hasil penelitian Purwandari (2006) menunjukkan bahwa pola perlawanan yang dikembangkan oleh organisasi petani SPPQT tidak dilakukan dengan mengubah struktur yang ada, melainkan mempergunakan struktur yang ada dan menjadi bagian dari sistem tersebut untuk kemudian memperbaiki sistem dari dalam. Perlawanan dilakukan terhadap kemapanan yang ada dengan cara memperkuat aliansi dan menjadi bagian dari agenda negara.Gerakan perlawanan yang dikembangkan SPPQT merupakan basis dekonstruksi sosial. Saat ini strategi yang dikembangkan adalah SPPQT mulai masuk dalam pembahasan APBD dan masuk dalam ranah 11 politik. SPPQT mulai ambil bagian dalam proses pengambilan keputusan. Upaya yang saat ini dikembangkan adalah penguatan pola gerakan sebagai upaya mempengaruhi kebijakan lokal. Selain itu juga terdapat perlawanan-perlawanan yang dilakukan secara kolektif melalui afiliasi dengan lembaga swadaya masyarakat dan lembaga hukum. Hafid (2001) menyatakan bahwa strategi perlawanan yang dilakukan oleh petani Jenggawah adalah perlawanan kolektif. Cara yang digunakan adalah dengan unjuk rasa. Selain itu, petani Jenggawah juga menguatkan jaringan dengan beberapa lembaga hukum dan LSM. Perlawanan petani dalam bentuk yang lebih radikal dan langsung yakni lewat aksi massa juga merupakan jalan yang dipilih petani. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Serikat Petani Pasundan (SPP). Aji (2005) menyatakan bahwa salah satu kewajiban anggota SPP adalah melakukan aksi massa. Beberapa aksi massa tersebut adalah reclaiming atau secara aktif melakukan penguasaan tanah, ekspansi anggota baru di lingkungan sekitarnya untuk menambah jumlah anggota OTL, dukungan solidaritas terhadap OTL-OTL yang lain melalui pengerahan massa, dan (d) aksi demonstrasi untuk mendesakkan isu-isu penyelesaian sengketa tanah dan reformasi agraria yang dilakukan secara bersama-sama dengan organisasi lain. Strategi yang dilakukan SPP berbeda antara aksi massa yang dilakukan “di dalam” dengan aksi massa “di luar”. Sebagai suatu bentuk perlawanan langsung, aksi massa “di dalam” seringkali dilakukan secara rahasia (underground), terutama aksi reclaiming yang mana mereka harus berhadapan dengan “preman perkebunan”, kepolisian, bahkan militer. Massa SPP ini tidak terlihat karena menyatu dengan warga desa lainnya, sementara secara bergerilya mereka melakukan perlawanan sehingga pihak lawan akan kesulitan mendeteksi gerakan-gerakannya. Sedangkan aksi massa “di luar” atau yang sering disebut dengan demonstrasi dilakukan dengan cara sebaliknya. Aksi massa ini dilakukan secara terbuka dan justru menggalang kekuatan-kekuatan dari organisasi tani di luar SPP. Strategi aksi massa yang terbuka antara lain diperlihatkan pada jumlah massa yang sangat besar di tempat-tempat tertentu seperti kantor DPR, DPRD, di jalanjalan protokol; sejumlah poster, baliho, bendera SPP, lagu-lagu perjuangan dan menyebarkan “statement” yang terkait dengan tema aksi saat itu. Hal ini juga dilakukan oleh gerakan-gerakan petani di Zimbabwe, India, dan Filipina. Kasus gerakan petani di India, Routledge (2005) menyatakan bahwa gerakan petani di India dipelopori oleh organisasi Narmada Bachao Andolan (NBA). NBA melancarkan dua bentuk perjuangan yang saling berkait. Pertama, disebut dengan perlawanan wacana. Perang-perang kata ini meliputi kesaksian, lagu, syair dan naras (slogan-slogan), disertai riset serta analisis rinci tentang dampak waduk dan alternatif-alternatif pembangunan berkelanjutan. Kedua, dikenal dengan istilah perlawanan fisik. Taktik-taktik perjuagan mereka melebar menjangkau berbagai macam repetoar perlawanan, termasuk bentuk-bentuk konflik institusional dan ekstra-institusional, serta aneka metode aksi langsung non-kekerasan- mulai dari demonstrasi dan pawai, perkemahan dan pendudukan satyagraha, puasa serta mogok makan. Kemudian kasus gerakan petani di Filipina, Boras dan Franco (2005) menyatakan bahwa jenis-jenis aksi yang digunakan adalah dengan melakukan pendudukan tanah, pemogokan, demonstrasi jalan, aksi di tempat kerja dan dialog. Gerakan petani di Filipina juga diwakili oleh nama organisasi UNORKA. Aksi-aksi kolektif UNORKA tampil beragam mulai dari pendudukan tanah paksa sampai dialog, dari turun ke jalan sampai serangan-serangan legal, dari surat petisi sampai menyegel gerbang DAR untuk mendramatisasi protes mereka. Selanjutnya kasus yang terjadi di Zimbabwe, Moyo (2005) menyatakan bahwa perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh petani adalah dengan melakukan pendudukan tanah dan invansi. Invasi mencakup kunjungan sementara yang berlangsung hanya sekian hari, serta kunjungan sporadis yang berulang-ulang dan tidak diikuti aksi menetap berkepanjangan. Namun kondisi sebaliknya, yakni perlawanan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan lokalistik terjadi pada kasus petani di Desa Cisarua. Kinseng dan Ariendi (2011) menyatakan bahwa bentuk perlawanan kecil yang dilakukan di Desa Cisarua ialah memperluas lahan garapan secara diam-diam dengan koordinasi yang dilakukan hanya berdasarkan asas sama tahu saja. Organisasi yang anonim, bersifat non formal, dengan bentuk perlawanan kecil dan sembunyisembunyi yang dilakukan setiap hari oleh petani Desa Cisarua dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian serta berpura-pura bodoh dengan berpura-pura tidak mengetahui bahwa lahan yang mereka garap merupakan tanah HGU yang tidak boleh digarap oleh petani. Perjuangan yang dilakukan oleh petani ialah bersifat individual, tidak secara kolektif. 12 Dari beberapa kasus di atas, terlihat bahwa terdapat berbagai macam bentuk perlawanan yang dilakukan oleh petani, diantaranya perlawanan secara sembunyi-sembunyi dan perlawanan terbuka dan langsung. Perlawanan secara terbuka dan langsung diantaranya dilakukan dengan melakukan aksi massa, unjuk rasa, pendudukan tanah, pemogokan, reclaiming, demonstrasi, pawai, perkemahan, puas, mogok makan, dialog, melancarkan serangan-serangan legal melalui surat petisi. Sedangkan perlawanan secara sembunyi-sembunyi dilakukan dalam bentuk perlawanan kecil secara diam-diam dan berpura-pura bodoh. Selain itu bentuk perlawanan tidak langsung dapat terlihat dengan memasuki ruang politik kenegaraan dan mempergunakan struktur yang ada dan menjadi bagian dari sistem tersebut untuk kemudian memperbaiki sistem dari dalam. Selain itu dapat terlihat bahwa perlawanan ada yang dilakukan secara individual maupun kolektif. Dan dapat dikategorikan terdapat dua jenis perlawanan, yakni perlawanan wacana dan perlawanan fisik. Perlawanan wacana meliputi perang-perang kata seperti kesaksian, lagu, syair dan naras (slogan-slogan), disertai riset serta analisis rinci tentang dampak waduk dan alternatifalternatif pembangunan berkelanjutan. Faktor-faktor Munculnya Gerakan Petani Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya masih menggantungkan penghidupannya pada sektor pertanian. Oleh karena itu lahan memegang peranan penting bagi kesejahteraan masyarakat. Lahan merupakan hal yang paling esensial dan keberadaannya seringkali diperebutkan oleh berbagai pihak, pada umumnya diwakili oleh tiga aktor yakni, masyarakat, negara, dan pihak swasta. Lahan merupakan bagian dari kajian agraria. Berbicara mengenai agraria di Indonesia tidak pernah terlepas dari historis Indonesia sejak dari zaman kolonialisme, era Orde Lama hingga Orde Baru. Era Orde Lama ditandai dengan lahirnya UUPA. Fauzi (1999) menyatakan bahwa berlakunya UUPA berusaha mengatasi dualisme hukum agraria masa kolonial, yakni: hukum yang berasal dari penjajah (kolonial), disebut juga Hukum Barat, dan hukum yang berasal dari adat asli Indonesia. Dengan UUPA, pemerintah, dan masyarakat pasca kolonial melaksanakan rekonstruksi bangunan politik agraria untuk pemenuhan tujuan-tujuan pendirian negara bangsa sebagaimana tercantum pada dokumen-dokumen dasar negara: Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. UUPA beserta peraturan-peraturan jabarannya, ingin mengubah kenyataan yang berkembang di masa kolonial. Yakni, menjamin hak rakyat petani atas sumber daya agraria (bumi, air, ruang angkassa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) dan mengatur perolehan hasilnya agar rakyat menjadi makmur. Usaha ini disebut juga sebagai pembaruan agraria (land reform). Fauzi (1999) dalam bukunya Petani dan Penguasa menyatakan bahwa pada masa selanjutnya terjadi perubahan penguasa politik (suksesi rezim) dari Orde Lama ke Orde Baru, yang berakibat pada berhentinya pelaksanaan populisme dan dimulainya skenario politik agraria yang baru yang merubah seluruh sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Retorika “Revolusi” dan praktek politik agraria populis digantikan secara drastis dan dramatis oleh retorika “Pembangunan” dan praktek politik agraria kapitalis. Strategi pembangunisme ini dijalankan dengan mengaitkan diri dengan kapitalisme internasional, yang dilakukan dengan membuka diri terhadap agen-agen donasi internasional seperti World Bank (WB), International Monetary Funds (IMF), dan International Group for Goverment of Indonesia (IGGI). Kebijakan-kebijakan politik agraria yang dibangun oleh Orde Baru, pertama adalah menjadikan masalah land reform hanya sebagai masalah teknis. Kedua, menghapus semua legitimasi partisipasi organisasi petani di dalam program land reform. Ketiga, penerapan kebijakan massa mengambang (floating mass) pada menjelang pemilu tahun 1971 dengan memotong hubungan massa pedesaan dengan partaipartai politik. Keempat, diundangkannya UUPD (Undang-undang Pemerintahan Desa) tahun 1979. Dan kelima, terlibatnya unsur polisi dan militer di dalam pengawasan dinamika pembangunan desa. Pembangunan kapitalisme di sektor agraria terlihat dari dilaksanakannya program revolusi hijau, eksploitasi hutan dan agroindustri. Pembangunan kapitalisme ini melahirkan konflik agraria dan aksi protes agraria. Terdapat sejumlah konflik utama yang meruyak: Pertama, pemerintah mewajibkan petani untuk mempergunakan unsur-unsur revolusi hijau, demi tercapai-terjaganya swasembada beras. Kedua, perkebunan mengambil alih tanah tanah yang sebelumnya dikuasai oleh rakyat. Ketiga, terdapat sejumlah kasus dimana pemerintah melakukan pengambilalihan (penggusuran) tanah untuk apa 13 yang dinyatakan sebagai “program pembangunan” baik oleh pemerintah sendiri maupun swasta. Keempat, konfilik akibat eksploitasi hutan. Berdasarkan sejarah panjang politik agraria di atas, terlihat bahwa landasan terciptanya konflik atas lahan di Indonesia yang terus terjadi hingga saat ini adalah hasil dari sebuah perencanaan panjang pada era Orde Baru yang secara sengaja mengaburkan agenda land reform. Hal tersebut berdampak pada terciptanya kondisi tumpang tindih kepemilikan lahan, perebutan lahan, penguasaaan lahan yang tidak seimbang, dan berbagai kondisi ketimpangan lainnya. Landsberger dan Alexandrov (1984) menyatakan bahwa permulaan suatu gerakan petani tidak hanya sendirinya mewakili suatu perubahan, tetapi merupakan konsekuensi dari perubahan yang mendahului sebagaimana halnya setiap kejadian historis. Gerakan petani tidak hanya terjadi secara simultan. Pembentukan gerakan petani dapat dilatarbelakangi oleh berbagai kejadian, diantaranya yakni: (a) kejadian jangka pendek yang mempercepat –kalah perang, pajak baru, sederetan panen yang gagal—sebagai hal yang berbeda dari perubahan jangka panjang dalam struktur sosial, ekonomi maupun politik: seperti kemorosotan aristokrasi yang berdasar feodal, pembukaan kemungkinan komersial dalam pertanian dan tendensi sentralistis pada pemerintah nasional, (b) perubahan pada fase pertama membawa akibat kepada kelas yang mendominasi petani dan baru kemudian diteruskan kepada petani, (c) perubahan-perubahan di sektor ekonomi dan (d) perubahan-perubahan obyektif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Purwandari (2006) yang menyatakan bahwa petanipetani di Salatiga mendapatkan tekanan struktural yang tidak hanya terkait persoalan teknik produksi, namun juga menyentuh akar kehidupan petani terutama terkait dengan hak atas tanah. Kondisi ini juga dialami oleh petani di Desa Cisarua yang memiliki keterbatasan akses dan penguasaan lahan akibat dilegitimasinya lahan di wilayah desa tersebut sebagai HGU untuk perkebunan milik negara. Kasus tanah jenggawah juga muncul sebagai bentuk kekecewaan panjang petani terhadap kebijakan pemerintah, yang memberikan kewenangan kepada PTPN X untuk mengambil tanah milik petani di Jenggawah. Kasus serupa juga terjadi di Tanah Pasundan, dimana sebagian besar lahan dikuasai oleh PTPN dan PT. Perhutani. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Aprianto (2008) yang menyatakan bahwa munculnya gerakan sosial, walau masih embrional, pada tingkat tertentu merupakan bagian dialektika untuk melakukan perubahan kebijakan atas proses pembangunan yang tidak adil. Hal ini mengindikasikan bahwa akar-akar pembangunan yang ditanamkan pada era Orde Baru tidak menyelesaikan permasalahanpermasalahan yang sangat mendasar yakni permasalahan pendistribusian lahan secara adil dan merata, sebagaimana yang diamanahkan dalam UUPA Tahun 1960. Padahal kepemilikan dan penguasaan atas lahan mutlak diperlukan untuk pengembangan sektor pertanian. Pergolakan agraria juga terjadi di beberapa negara belahan lain di dunia. Kondisi ini memperlihatkan bahwa permasalahan agraria bukan hanya menjadi agenda bangsa namun juga dunia. Boras dan Franco (2005) menyatakan bahwa pergolakan agraria di Filipina berpangkal dari periode kolonial Spanyol (1565-1898). Selama kurun waktu tiga setengah abad penjajahan Spanyol inilah, konsep kepemilikan privat individu sebesas-bebasnya atas tanah diperkenalkan. Konsep yang diperkenalkan pada abad-16 ini, membentuk landasan sosial dan ekonomi untuk perkembangan bertahap distribusi kepemilikan dan kontrol tanah yang sangat kacau balau. Selama kurun waktu tersebut terjadi pemberontakan-pemberontakan besar. Kondisi yang melatarbelakangi terjadinya pergolakan di Filipina tidak jauh berbeda dengan kondisi yang terjadi di Indonesia, yang sama-sama mengalami masa penjajahan yang sangat panjang. Pada masa tersebut Indonesia dan Filipina sebagai negara terjajah tidak memiliki kekuasaan untuk mengatur kepemilikan lahan bagi warga negaranya sendiri dan hal ini diperparah dengan langgengnya sistem tersebut di masa pemerintahan selanjutnya. Hal yang sama juga terjadi di Zimbabwe. Moyo (2005) menyatakan bahwa di Zimbabwe, masyarakat sipil yang didominasi kaum perkotaan, termasuk gerakan ornop tidak pernah memprioritaskan agenda land reform, sementara masyarakat sipil pedesaan secara formal telah disisihkan dari debat pertanahan akibat mengalami kemiskinan berbasis kelas. Selain itu, prospek akan demokratisasi dan land reform egaliter di Zimbabwe pupus akibat perubahan arah kebijakan dari sosialisme ke neoliberalisme. Pemaksaan program-program penyesuaian struktural di seantero Afrika pada tahun 1980an dirasionalisasi dengan penjelasan tentang adanya ‘krisis’ ekonomi politik di Afrika. Selain itu, kondisi yang melatarbelakangi lahirnya permasalahan agraria juga dapat dipengaruhi oleh adanya adopsi budaya barat yang diinisiasi dalam bentuk proyek-proyek 14 pembangunan, sebagaimana yang terjadi di India. Routledge (2005) menyatakan bahwa pergolakan di India terjadi bersamaan dengan pembangunan waduk raksasa, yang diasosiasikan sebagai wujud pembangunan berkelanjutan mengenai penanggulangan kemarau. Penerapan pembangunan kerap didahului oleh penciptaan abnormalitas di suatu tempat. Masalah-masalah ini karenanya membutuhkan profesionalisasi dan institusionalisasi praktek-praktek pembangunan. Hal ini terjadi melalui wacana pakar-pakar pembangunan, kolonisasi proses pembangunan oleh otoritas seperi otoritas Kontrol Narmada serta diperkuat dengan iming-iming manfaat dan kegunaan bagi calon pengguna dan penerima manfaat. Berdasarkan kasus-kasus di atas, jelas petani adalah pihak yang selalu dijadikan obyek pembangunan dan paling dirugikan dari program-program pembangunan yang ada. Petani menjadi kaum mayoritas yang terpinggirkan di tanahnya sendiri. Petani sering berada di posisi yang tersudutkan dan tertekan. Tekanan-tekanan ini datang dari berbagai pihak mulai dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani hingga pengambilalihan dan penguasaan lahan secara besar-besaran oleh pemilik modal. Hal ini lah yang mendorong petani untuk melakukan perlawanan-perlawanan yang diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan nyata, yang sering disebut sebagai gerakan petani. Petani secara mandiri mengorganisir dan melakukan perlawanan-perlawanan. Hasil-hasil penelitian di atas menunjukan bahwa banyak hal yang melatarbelakangi lahirnya perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh petani. Diantaranya adalah keterbatasan akses dan penguasaan lahan akibat dilegitimasinya lahan petani oleh pihak pemerintah maupun swasta atau dengan kata lain kebijakan pemerintah tidak berpihak kepada nasib petani. Kondisi ini memperlihatkan bahwa land reform tidak menjadi primadona dalam agenda pemerintah yang berakibat pada terjadinya tumpang tindih kepemilikan lahan dan dominasi penguasaan lahan oleh sejumlah pihak yang berkuasa. Hal ini diperkuat dengan belum adanya perubahan kebijakan yang tegas atas proses pembangunan yang tidak adil. Perlawanan-perlawanan yang mencuat juga dapat disebabkan oleh adanya proses adopsi budaya barat yang diinisiasi dalam bentuk proyekproyek pembangunan yang telah merasuki di hampir semua negara-negara dunia ketiga. 2.2 Kerangka Pemikiran Gerakan petani merupakan bentuk perlawanan petani terhadap sistem yang dengan sengaja berupaya untuk mengambil hak petani atas tanah. Gerakan petani dilakukan atas dasar kesadaran petani dan rasa kepemilikan atas tanah yang telah menghidupi keluarga dan orang banyak. Oleh karena itu, gerakan petani melibatkan seluruh pihak dan seluruh lapisan dari masyarakat, laki-laki dan perempuan. Peran-peran yang diambil atau diberikan kepada perempuan dalam gerakan petani berhubungan dengan peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk. Peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk mencakup tiga peran, yakni: peran reproduktif, peran produktif, dan peran sosial (masyarakat). Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis gender kerangka Harvard untuk mengetahui peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk serta untuk mengetahui posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani. Indikator yang digunakan adalah aktivitas, akses, dan kontrol. Pada sistem penghhidupan penduduk, variabel aktivitas meliputi aktivitas pada kegiatan reproduktif, kegiatan produktif, kegiatan sosial atau yang bersifat kemasyarakatan. Kemudian variabel akses dan kontrol meliputi akses dan kontrol terhadap sumberdaya fisik/material, akses dan kontrol terhadap sumberdaya sosial-budaya, akses dan kontrol terhadap pasar komoditas dan tenaga kerja serta akses dan kontrol terhadap manfaat. Sedangkan pada gerakan petani, variabel aktivitas meliputi kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam gerakan petani. Sedangkan variabel akses dan kontrol meliputi akses dan kontrol terhadap kegiatan-kegiatan gerakan petani. Adapun faktor-faktor pengaruh yang terdapat analisis gender akan dianalisis menggunakan metode kualitatif, untuk mengetahui bagaimana hubungan peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk terhadap posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran yang digunakan peneliti pada penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini. 15 Faktor-faktor pengaruh Analisis Gender 1. Pembagian kerja (aktivitas) 2. Akses 3. Kontrol Peran Perempuan dalam Sistem Penghidupan Penduduk 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Aktivitas Reproduktif (domestik) Aktivitas Produktif (pertanian) Aktivitas Sosial (masyarakat) Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Fisik/Material Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Sosial-Budaya Akses dan Kontrol terhadap Pasar Komoditas dan Tenaga Kerja Akses dan Kontrol terhadap Manfaat Posisi dan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani 1. Aktivitas yang dilakukan perempuan dalam gerakan petani 2. Akses perempuan terhadap aktivitas gerakan petani 3. Kontrol perempuan terhadap aktivitas gerakan petani Keterangan: : hubungan : alat analisis Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian 2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut: 1. Peran (pembagian kerja) gender dalam kegiatan reproduktif, produktif, dan sosial masyarakat petani berhubungan dengan posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani 2. Akses (peluang) gender terhadap sumber daya dan manfaat berhubungan dengan posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani 3. Kontrol (penguasaan) gender terhadap sumber daya dan manfaat berhubungan dengan posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani 2.4 Definisi Operasional No Variabel Definisi Operasional Peran (pembagian kerja) Reproduktif 1 Aktivitas Pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan peran yang dilakukan seseorang untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pemeliharaan sumberdaya insani (SDI) dan tugas Indikator Jenis Data 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempuan 3. Bersama Nominal 16 kerumahtanggaan Peran (pembagian kerja) Produktif 2 Aktivitas Pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan peran yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa perihal kebedaan tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan Peran (pembagian kerja) Sosial 3 Aktivitas Pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan peran masyarakat terkait dengan kegiatan sosial dan jasa partisipasi politik. Akses terhadap Sumberdaya Fisik/Material 4 Akses Kesempatan untuk menggunakan sumber daya fisik/material maupun hasilnya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Akses terhadap Sumberdaya Sosial-Budaya 5 Akses Kesempatan untuk menggunakan sumber daya sosial-budaya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempuan 3. Bersama Nominal 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempuan 3. Bersama Nominal 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempuan 3. Bersama Nominal 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempuan 3. Bersama Nominal Akses terhadap Sumberdaya Pasar Komoditas dan Tenaga Kerja 6 Akses Kesempatan untuk menggunakan 1. Dominan sumber daya sosial-budaya tanpa laki-laki memiliki wewenang untuk 2. Dominan mengambil keputusan terhadap cara perempuan penggunaan dan hasil sumber daya 3. Bersama tersebut. Akses terhadap Manfaat 7 Akses Kesempatan untuk menggunakan hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, prestise, dan lain-lain tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Kontrol terhadap Sumberdaya Fisik/Material 8 Kontrol Penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya fisik atau material Kontrol terhadap Sumberdaya Sosial-Budaya 9 Kontrol Penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan sumberdaya Nominal 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempuan 3. Bersama Nominal 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempuan 3. Bersama Nominal 1. Dominan laki-laki 2. Dominan Nominal 17 sosial-budaya Kontrol terhadap Pasar Komoditas dan Tenaga Kerja 9 Kontrol Penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan pasar komoditas dan tenaga kerja Kontrol terhadap Manfaat 10 Kontrol Penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas hasil pendapatan, kekayaan bersama, kebutuhan dasar, pendidikan, prestise, dan lain-lain. Peran (pembagian kerja) Gerakan Petani 11 Aktivitas Pembagian kerja gender yang dapat dilihat dari profil kegiatan peran masyarakat terkait dengan kegiatankegiatan gerakan petani Akses terhadap Kegiatan-kegiatan Gerakan Petani 12 Akses Kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan gerakan petani tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut. Kontrol terhadap Kegiatan-kegiatan Gerakan Petani 13 Kontrol Penguasaan atau kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas kegiatan-kegiatan gerakan petani perempuan 3. Bersama 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempua 3. Bersama Nominal 1. Dominan laki-laki 2. Dominan perempua 3. Bersama Nominal 1. Berperan aktif 2. Kurang berperan aktif Nominal 1. Dapat mengakses secara penuh 2. Kurang dapat mengakses secara penuh Nominal 1. Dapat mengontrol secara penuh 2. Kurang dapat mengontrol secara penuh Nominal 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Informasi yang dikumpulkan dalam penelitian survei adalah informasi dari responden dengan menggunakan kuesioner. Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dan penelitian eksplanatori. Menurut Bungin (2005), penelitian deskriptif dimaksudkan hanya untuk menggambarkan, menjelaskan, atau meringkaskan berbagai kondisi, situasi, fenomena atau berbagai variabel penelitian menurut kejadian sebagaimana adanya yang dapat dipotret, diwawancara, diobservasi, serta yang dapat diungkapkan melalui bahan dokumenter. Kemudian Bungin menjelaskan mengenai penelitian eksplanatori yang menjelaskan hubungan berbagai variabel yang timbul di masyarakat dengan menggunakan hipotesis yang diuji secara statistik. Pada umumnya, penelitian deskriptif dilakukan untuk memperkuat hasil yang didapatkan dari penelitian eksplanatori. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan didukung penelitian kualitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh. Pendekatan kuantitatif akan diteliti menggunakan instrumen kuesioner. Terdapat tiga konsep yang diukur secara kuantitatif. Pertama, ialah konsep mengenai peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk dengan variabel 18 yang diukur berupa peran (pembagian kerja) reproduktif, peran (pembagian kerja) produktif, peran (pembagian kerja) sosial, akses dan kontrol terhadap sumberdaya fisik/material, akses dan kontrol terhadap sumberdaya sosial-budaya, akses dan kontrol terhadap pasar komoditas dan tenaga kerja serta akses dan kontrol terhadap manfaat. Kedua ialah konsep peran perempuan dalam gerakan petani dengan variabel yang diukur peran (pembagian kerja) kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam gerakan petani, akses dan kontrol terhadap kegiatan-kegiatan gerakan petani Pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara wawanacara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi terkait. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menjelaskan atau menggambarkan mengenai sejarah pertanian lahan pasir, sejarah kepemilikan, penguasaan, dan penggarapan lahan pasir, gerakan petani lahan pasir Kulon Progo, faktor-faktor yang mempengaruhi peran perempuan dalam gerakan petani dan untuk menggambarkan pendapat perempuan mengenai masalah yang sedang mereka hadapi dan perlawanan yang mereka lakukan. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di desa yang lahan pertaniannya terkena konsesi penambangan pasir besi. Hal ini dikarenakan desa tersebut berada di sepanjang pesisir pantai selatan yang memiliki sejarah panjang atas pengelohan lahan pasir. Lahan pasir telah menghidupi keluarga-keluarga petani Kulon Progo dan masyarakat luas melalui hasil pertanian mereka. Petani-petani di wilayah selatan secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam gerakan petani, baik laki-laki maupun perempuan, tua mapun muda. Hal ini disebabkan besarnya rasa kepemilikan atas lahan pertanian dan hasil pertanian petani. Lokasi penelitian bertempat di Desa Bugel Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Jogjakarta. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive karena lokasi ini termasuk lokasi yang terkena proyek konsesi pertambangan pasir besi. Penelitian ini akan dilaksanakan selama enam bulan, yaitu terhitung sejak Februari 2014 sampai dengan Juni 2014. Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti meliputi penyusunan proposal penelitian, kolokium, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi. Adapun tabel jadwal penelitian yang dilakukan oleh peneliti terlampir pada Lampiran 2. 3.3 Teknik Pengambilan Informan dan Responden Populasi dalam penelitian ini adalah warga yang bertempat tinggal di Desa Bugel wilayah selatan. Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Responden akan diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili keberadaannya sebagai individu yang lahan pertaniannya terancam oleh konsesi pertambangan pasir besi dan terlibat dalam gerakan petani. Responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya. Unit analisa atau unit yang akan diteliti oleh peneliti adalah individu yang terlibat dalam gerakan petani. Alasan pemilihan unit analisa ini dikarenakan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yakni menganalisis peran perempuan dalam gerakan petani lahan pasir Kulon Progo. Metode penarikan sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah pengambilan sampel acak sederhana. Hal ini dikarenakan unit penelitian atau satuan elementer dari populasi bersifat homogen yakni petani lahan pasir dan terlibat dalam gerakan petani. Oleh karena itu, jumlah sampel yang akan diambil adalah sebanyak 30 orang petani yang lahannya terkena konsesi penambangan pasir besi. Informan diperlukan untuk melengkapi data yang didapat melalui responden. Warga yang dapat berperan sebagai informan adalah mereka yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perlawanan petani lahan pasir Kulon Progo. Informan kunci dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat maupun tokoh yang dituakan baik di desa yang bersangkutan maupun di dalam internal kelompok PPLP-KP. Pemilihan informan di wilayah ini menggunakan teknik bola salju (snow ball). Metode ini dipilih untuk mendapatkan informan yang benar-benar terlibat, mengetahui, dan memahami pergerakan dan perlawanan yang dilakukan. 3.4 Pengumpulan Data 19 Data yang digunakan dalam peneilitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan langsung di lapangan dengan cara observasi, kuesioner, serta wawancara mendalam yang dilakukan langsung kepada responden maupun informan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis yang terdapat di Paguyuban Petani Lahan Pasir Kulon Progo (PPLP-KP). Data sekunder berupa dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian ini, seperti dokumen sejarah penguasaan lahan, data lahan yang terkena konsesi penambangan pasir besi, data masyarakat yang menjadi anggota PPLP-KP maupun data mengenai kegiatan-kegiatan perlawanan yang dilakukan oleh PPLP-KP. Data sekunder juga diperoleh melalui berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya 3.5 Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2010 dan Minitab 13 for windows. Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2010. Kemudian Minitab 13 for windows digunakan untuk membantu dalam uji statitistik yang akan menggunakan Regresi Logistik. Uji korelasi Regresi Logistik digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala nominal. Regresi Logistik digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel peran perempuan dalam sistem penghidupan penduduk dengan posisi dan peran perempuan dalam gerakan petani. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. DAFTAR PUSTAKA Aji GB. 2005. Tanah Untuk Penggarap: Pengalaman Serikat Petani Pasundan Menggarap Lahanlahan Perkebunan dan Kehutanan. Bogor: Pustaka Latin. Aini FN. 2014. Analisis Gender dalam Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Aprianto TC. 2008. Wajah Prakarsa Partisipatif: Dinamika Gagasan Reforma Agraria dan Gerakan Sosial di Indonesia Pasca 1998. [Jurnal]. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. Volume 12, Nomor 1. Boras S dan Franco JC. Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga: Perubahan Pola-Pola Mobilisasi Petani untuk Tanah dan Demokrasi di Filipina. Yogyakarta: Resist Book. Budirahayu, dkk. 2011. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group. Bungin B. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif Edisi Kedua. Jakarta: Kecana Prenada Media Group Fakih M. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial: Analisis Gender dan Ketidakadilan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fauzi N. 1999. Petani dan Penguasa. Yogyakarta: Insist, KPA bekerjasama dengan Pustaka Pelajar. 20 Hafid JOS. 2001. Perlawanan Petani Kasus Tanah Jenggawah: Strategi dan Taktik Perlawanan. Bogor: Pustaka Latin. Hubeis AVS. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor [ID]: IPB Press. [ILO] International Labour Organization. [Internet]. [diunduh 2014 Feb 25; Tersedia pada: http://www.ilo.org/public/english/region/asro/mdtmanila/training/unit1/harvrdfw.htm. Kedzior S. 2006. A Political Ecology of the Chipko Movement: Women’s Participation in the Chipko Movement. [Master Theses]. University of Kentucky, Uknowledge. Kinseng RA dan Ariendi GT. 2011. Strategi Perjuangan Petani dalam Mendapatkan Akses dan Penguasaan atas Lahan. [Jurnal]. Sodality. Vol. 05, No.01, Hal. 13-31. Landsberger HA. 1984. Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial: Pergolakann Petani, Beberapa Tema dan Variasinya. Jakarta: CV. Rajawali. Moyo S. 2005. Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga: Gerakan Pendudukan Tanah dan Demokratisasi di Zimbabwe: Kontradiksi Neoliberalisme. Yogyakarta: Resist Book. Pakpahan A. 2011. Kelangkaan Sumber Daya Lahan Indonesia. Koran Tempo. [internet]. [diunduh pada tanggal 30 November 2013]. Tersedia di http://aguspakpahan.com/media/files/buku/kelangkaan_lahan_indonesia_20_12_2012_011.pdf. Purwandari H. 2006. Perlawanan Tersamar Organisasi Petani (Upaya Memahami Gerakan Sosial Petani). [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Rahayu, dkk. 2005. Gerakan Rakyat untuk Pembaruan Agraria. Garut: Serikat Petani Pasundan. Routledge P. 2005. Gerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga: Pekik Kaum Terkutuk: Perlawanan di Tengah Pengenyahan Lembah Narmada. Yogyakarta: Resist Book Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Sukesi K. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan: Wanita dalam Perkebunan Rakyat: Hubungan Kekuasaan Pria-Wanita dalam Perkebunan Tebu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Suryochondro S. 1995. Kajian Wanita dalam Pembangunan: Timbulnya dan Perkembangan Gerakan Wanita di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Wahyuni ES. 2007. Perempuan Petani dan Penanggulangan Kemiskinan. [Jurnal]. Agrimedia. Vol.12, No.1. hal:26-32 21 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo Lokasi penelitian Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Februari Maret Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi April Mei Juni 22 Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Nomor Responden Hari, Tanggal Survei Tanggal Entri Data INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT PERAN PEREMPUAN DALAM GERAKAN PETANI LAHAN PASIR KULON PROGO Saya, Fika Fatia Qandhi, mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Sehubungan dengan penelitian yang saya lakukan, saya meminta kesediaan Saudara/Saudari/Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Jawaban Saudara/Saudari/Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya dan digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian ini. Terima kasih. Petunjuk : Berilah centang (√) pada kolom yang telah disediakan Untuk kolom yang di dalamnya terdapat titik-titik, maka isilah sesuai dengan informasi yang ditanya Identitas Karakteristik Responden 1 Nama : ……………………………………………… 2 Umur : ……………………………………………… tahun 3 Jenis kelamin : …………………………………………………………………... 4 Agama : …………………………………………………………………... 5 Alamat : …………………………………………………………………... 6 Nomor telepon 7 Pendidikan : (1) Tidak Tamat SD (2) Tamat SD (3) Tamat SLTP/SMP (4) Tamat SLTA/SMA (5) Perguruan Tinggi (6) Lainnya :………………………………………………… 8 Pekerjaan : ………………………………………………………… Utama 9 Pekerjaan : ………………………………………………………………………………… Sampingan/ ………………………………………………………………………………… Tambahan ………………………………… II. Analisis Gender (Berikan tanda (√) pada kondisi yang sesuai) *) P: Dominan perempuan/istri L: Dominan laki-laki/suami B: Bersama 23 PERAN (PEMBAGIAN KERJA) GENDER No Pertanyaan Pembagian Kerja Reproduktif 1 Siapa yang berbelanja kebutuhan rumah? 2 Siapa yang memilih pangan yang akan dikonsumsi? 3 Siapa yang memasak? 4 Siapa yang membereskan rumah? 5 Siapa yang menyetrika pakaian? 6 Siapa yang mengasuh anak-anak? 7 Siapa yang merawat orang sakit? 8 Siapa yang mencuci pakaian? JUMLAH Pembagian Kerja Produktif (Pertanian Komoditas Cabai Keriting) 1 Siapa yang melakukan pengolahan lahan? 2 Siapa yang melakukan pembersihan lahan? 3 Siapa yang mencangkul? 4 Siapa yang membuat petak-petak tanaman/bedengan? 5 Siapa yang menyebar pupuk dasar (5 kompos)? Siapa yang melakukan pemasangan mulsa dan penyempurnaan 6 kompos? 7 Siapa yang melakukan penanamn? 8 Siapa yang menyiram tanaman? 9 Siapa yang melakukan penyiangan tanaman? Siapa yang melakukan pengendalian hama dan penyakit 10 tanaman? 11 Siapa yang melakukan pemupukan susulan? 12 Siapa yang melakukan pemetikan hasil panen? JUMLAH Pembagian Kerja Produktif (Pertanian Komoditas Cabai Melon) 1 Siapa yang mengolah lahan? 2 Siapa yang membersihkan lahan? 3 Siapa yang mencangkul dan melakukan pemupukan dasar? 4 Siapa yang menanam? 5 Siapa yang menyiram tanaman? 6 Siapa yang menyiang tanaman? 7 Siapa yang mengendalikan hama/menyemprot pestisida? 8 Siapa yang memupuk tanaman? Siapa yang melakukan pemetikan hasil panen dan penjarangan 9 buah? JUMLAH Pembagian Kerja Produktif (Perdagangan) 1 Siapa yang menjaga toko/warung/berjualan di pasar? 2 Siapa yang membeli barang/bahan baku? 3 Siapa yang membuat produk? 4 Siapa yang mengatur keuangan? JUMLAH Pembagian Kerja Produktif (Peternakan) 1 Siapa yang membersihkan kandang? P Pelaku L B 24 2 3 4 5 6 Siapa yang menyiapkan makan ternak? Siapa yang memberi makan ternak? Siapa yang menggembalakan ternak? Siapa yang merawat ternak? Siapa yang melakukan pemasaran hasil? JUMLAH Pembagian Kerja Produktif (Lain-lain) 1 Siapa yang mengajar? 2 Siapa yang menarik ojek? 3 Siapa yang bekerja sebagai kuli bangunan? 4 Siapa yang bekerja di pabrik? 5 Siapa yang bekerja di kantor? JUMLAH Pembagian Kerja Sosial 1 Siapa yang mengikuti kegiatan keagamaan? 2 Siapa yang mengikuti kegiatan PNPM? 3 Siapa yang mengikuti kegiatan kelompok tani/GAPOKTAN? 4 Siapa yang mengikuti kegiatan kelompok perempuan? 5 Siapa yang mengikuti kegiatan gotong-royong? 6 Siapa yang mengikuti rapat RT/lainnya? 7 Siapa yang mengikuti penyuluhan? 8 Siapa yang menghadiri hajatan? JUMLAH AKSES No Pertanyaan Akses terhadap sumberdaya fisik/material Siapa yang memiliki kesempatan untuk memanfaatkan lahan 1 pertanian? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menggunakan modal 2 uang untuk pemenuhan kebutuhan keluarga? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menggunakan modal 3 uang untuk pemenuhan kegiatan pertanian? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menggunakan sarana 4 produksi pertanian? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menggunakan hasil 5 pertanian untuk pemenuhan kebutuhan keluarga? JUMLAH Akses terhadap pasar komoditas dan tenaga kerja Siapa yang memiliki kesempatan untuk menyediakan (membeli) 1 bibit dan saprotan? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menentukan waktu 2 penjualan hasil pertanian? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menentukan tempat 3 penjualan hasil pertanian? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menentukan jumlah 4 hasil pertanian yang akan dijual? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menentukan jumlah 5 buruh tani yang akan digunakan ketika panen berlangsung? P Pelaku L B 25 6 7 Siapa yang memiliki kesempatan untuk pengelolaan lahan pertanian? Siapa yang memiliki kesempatan untuk pengelolaan usaha non pertanian? JUMLAH Akses terhadap sumberdaya sosial-budaya 1 Siapa yang memiliki kesempatan untuk mengeyam pendidikan? Siapa yang memiliki kesempatan untuk mengikuti kegiatan 2 penyuluhan pertanian? Siapa yang memiliki kesempatan untuk mengikuti kegiatan 3 penyuluhan lainnya? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menentukan tanaman 4 apa yang akan ditanami pada musim-musim tertentu? Siapa yang memiliki kesempatan untuk menentukan strategi 5 pengelolaan pertanian? JUMLAH Akses terhadap manfaat Siapa yang memiliki kesempatan atas pemanfaatan hasil 1 pendapatan? Siapa yang memiliki kesempatan atas pemanfaatan kekayaan 2 bersama? Siapa yang memiliki kesempatan atas pemanfaatan kebutuhan 3 dasar? 4 Siapa yang memiliki kesempatan atas pendidikan di kelurga? JUMLAH KONTROL No Pertanyaan Kontrol terhadap sumberdaya fisik/material Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 1 keputusan) atas penggunaan lahan pertanian? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 2 keputusan) atas modal uang untuk pemenuhan kebutuhan keluarga? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 3 keputusan) atas modal uang untuk pemenuhan kegiatan pertanian? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 4 keputusan) atas sarana produksi pertanian? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 5 keputusan) atas hasil pertanian untuk pemenuhan kebutuhan keluarga? JUMLAH Akses terhadap pasar komoditas dan tenaga kerja 1 Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil P Pelaku L B 26 2 3 4 5 6 7 keputusan) untuk menyediakan (membeli) bibit dan saprotan? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil keputusan) untuk menentukan waktu penjualan hasil pertanian? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil keputusan) untuk menentukan tempat penjualan hasil pertanian? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil keputusan) untuk menentukan jumlah hasil pertanian yang akan dijual? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil keputusan) untuk menentukan jumlah buruh tani yang akan digunakan ketika panen berlangsung? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil keputusan) untuk pengelolaan lahan pertanian? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil keputusan) untuk pengelolaan usaha non pertanian? JUMLAH Akses terhadap sumberdaya sosial-budaya Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 1 keputusan) untuk menentukan siapa yang berhak mengeyam pendidikan? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 2 keputusan) untuk mengikuti kegiatan penyuluhan pertanian? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 3 keputusan) untuk mengikuti kegiatan penyuluhan lainnya? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 4 keputusan) untuk menentukan tanaman apa yang akan ditanami pada musim-musim tertentu? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 5 keputusan) untuk menentukan strategi pengelolaan pertanian? JUMLAH Akses terhadap manfaat Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 1 keputusan) atas pemanfaatan hasil pendapatan? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 2 keputusan) atas pemanfaatan kekayaan bersama? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 3 keputusan) atas pemanfaatan kebutuhan dasar? Siapa yang memiliki kewenangan penuh (mengambil 4 keputusan) atas pendidikan di kelurga? JUMLAH PERAN (PEMBAGIAN KERJA) GENDER DALAM GERAKAN PETANI Jawaban Posisi No Pertanyaan Ya Tidak Apakah Saudari ikut dalam proses inisiasi 1 pembentukan PPLP? Apakah Saudari mengikuti diskusi terkait 2 rencana penambangan pasir besi di awal Peran 27 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 pembentukan PPLP? Apakah Saudari ikut memberikan pendapat ketika diskusi berlangsung? Apakah Saudari ikut dalam mengambil keputusan ketika menentukan sikap terkait perencanaan penambangan pasir besi? Apakah Saudari ikut mendatangi gedunggedung pemerintahan? Apakah Saudari ikut membuat tumpeng ketika perayaan PPLP? Apakah Saudari mengikuti kegiatan diskusi tentang perjuangan masyarakat pesisir di kampus-kampus? Apakah Saudari mengikuti kegiatan diskusi tentang perjuangan masyarakat pesisir di beberapa kumpulan masyarakat yang juga memperjuangkan lahan pertaniannya? Apakah Saudari ikut dalam pencegatan pekerja pilot proyek PT. Jogja Magasa Iron (JMI) oleh warga masyarakat Gupit? Apakah Saudari ikut dalam proses pembentukan kesenian teater “unduk gurun”? Apakah Saudari ikut dalam pementasan teater di kampus Atma Jaya, Jakarta? Apakah Saudari ikut dalam pementasan teater di kampus Universitas Gajah Mada? Apakah Saudari ikut dalam kunjungan ke Kebumen dalam rangka menjalin solidaritas? Apakah Saudari ikut dalam proses pembentukan FKMA (Forum Komunikasi Masyarakat Agraris) Apakah Saudari ikut dalam diskusi di Gerbang Revolusi, Garongan? Apakah Saudari menjalin hubungan dengan seniman terkait strategi perlawanan penambangan pasir besi? Apakah Saudari menjalin hubungan dengan agamawan terkait strategi perlawanan penambangan pasir besi? Apakah Saudari menjalin hubungan dengan akademisi terkait strategi perlawanan penambangan pasir besi? Apakah Saudari ikut dalam proses kampanye permasalahan petani di dunia maya? Apakah Saudari menjalin solidaritas dengan masyarakat pendukung penolakan penambangan pasir besi yang bertempat di Australia? Apakah Saudari menjalin solidaritas dengan CAF (Casual Anarchist Federalism) yang berada di Inggris? Apakah Saudari ikut serta dalam 28 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 kampanye penolakan pertambangan pasir besi di Filipina? Apakah Saudari mengikuti aksi-aksi demosntrasi ? Apakah Saudari ikut andil dalam proses pembuatan surat untuk presiden yang pertama? Apakah Saudari ikut andil dalam proses pembuatan surat untuk presiden yang kedua? Apakah Saudari ikut andil dalam proses pembuatan surat untuk presiden yang ketiga? Apakah Saudari mengikuti aksi demo di pemerintah Kabupaten Kulon Progo? Apakah Saudari mengikuti aksi demo di kantor DPR yang pertama? Apakah Saudari mengikuti aksi demo di kantor DPR yang kedua? Apakah Saudari mengikuti aksi demo di kantor DPR yang ketiga? Apakah Saudari mengikuti aksi demo di kantor DPR yang keempat? Apakah Saudari mengikuti aksi demo di kantor DPR yang kelima? Apakah Saudari ikut memasak ketika berlangsung aksi-aksi demontrasi? Apakah Saudari ikut bertugas mengorganisir petani-petani ketika sebelum dan saat aksi-aksi demontrasi berlangsung? Apakah Saudari ikut dalam aksi penutupan jalan menuju pilot plan proyek penambangan pasir besi? Apakah Saudari ikut memblokade jalur lalu lintas penambangan untuk menghalangi aktivitas rutin pihak penguasa pertambangan pasir besi? Apakah Saudari ikut dalam aksi unjuk rasa dan membuat keributan untuk menggagalkan sosialisasi rencana penambangan pasir besi? JUMLAH Akses terhadap Kegiatan-kegiatan dalam Gerakan Petani No 1 2 3 4 Pertanyaan Apakah Saudari memiliki kesempatan untuk mengikuti diskusi-diskusi terkait rencana penolakan penambangan pasir besi? Apakah Saudari memiliki kesempatan untuk mengikuti pertemuan dengan kelompok gerakan petani lainnya? Apakah Saudari memiliki kesempatan untuk mengikuti diskusi dengan kelompok gerakan petani lainnya? Apakah Saudari memiliki kesempatan untuk menjalin solidaritas dengan Jawaban Ya Tidak 29 kelompok gerakan petani lainnya? Apakah Saudari memiliki kesempatan untuk menjalin solidaritas dengan individu-individu lainnya (seniman, dan lain-lain)? Apakah Saudari memiliki kesempatan untuk mengikuti aksi-aksi, demonstrasi, atau kampanye terkait rencana penolakan penambangan pasir besi? Apakah Saudari memiliki kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan gerakan petani lainnya (pementasan drama, penjegatan pihak penambang, dll) 5 6 7 JUMLAH Kontrol terhadap Kegiatan-kegiatan Gerakan Petani No 1 2 3 4 5 6 7 Pertanyaan Jawaban Ya Tidak Apakah Saudari memiliki kewenangan (mengambil keputusan) dalam kegiatan diskusi-diskusi terkait rencana penolakan penambangan pasir besi? Apakah Saudari memiliki kewenangan (mengambil keputusan) dalam pertemuan dengan kelompok gerakan petani lainnya? Apakah Saudari memiliki kewenangan (mengambil keputusan) dalam kegiatan diskusi dengan kelompok gerakan petani lainnya? Apakah Saudari memiliki kewenangan (mengambil keputusan) dalam menjalin solidaritas dengan kelompok gerakan petani lainnya? Apakah Saudari memiliki kewenangan (mengambil keputusan) dalam menjalin solidaritas dengan individu-individu lainnya (seniman, dan lainlain)? Apakah Saudari memiliki kewenangan (mengambil keputusan) di setiap kegiatan aksi-aksi, demonstrasi, atau kampanye terkait rencana penolakan penambangan pasir besi? Apakah Saudari memiliki kewenangan (mengambil keputusan) dalam kegiatan-kegiatan gerakan petani lainnya (pementasan drama, penjegatan pihak penambang, dll) JUMLAH Lampiran 4. Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam 1. Pedoman Wawancara Mendalam Kepada Tokoh Gerakan Petani (Perempuan) Hari, Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara : Nama dan Umur Informan : Pekerjaan : Pertanyaan Penelitian : a. Bagaimana pendapat Ibu mengenai konflik yang terjadi antara petani dan pihak penambang pasir besi? b. Bagaimana pendapat Ibu mengenai perlawanan yang telah dilakukan oleh petani? c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peran perempuan dalam gerakan petani? d. Menurut Ibu, apakah laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama? e. Menurut Ibu, apakah laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam masyarakat? f. Apakah ada aturan di masyarakat yang membedakan laki-lakidan perempuan? 30 2. Pedoman Wawancara Mendalam Kepada Tokoh Gerakan Petani Hari, Tanggal Wawancara : Lokasi Wawancara : Nama dan Umur Informan : Pekerjaan : Pertanyaan Penelitian : a. Bagaimana sejarah kepemilikan lahan pasir Kulon Progo? b. Bagaimana kronologi asal mula adanya rencana penambangan pasir besi yang memicu munculnya konflik agraria? c. Faktor-faktor apa saja yang mendorong terjadinya gerakan petani? d. Bagaimana kronologi perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh petani? e. Bagaimana bentuk strategi perlawanan yang dilakukan oleh petani? f. Bagaimana keterlibatan perempuan dalam setiap gerakan petani? g. Bagaimana bentuk solidaritas antara petani dengan paguyuban petani lainnya? h. Bagaimana proses pembentukan PPLP-KP (Paguyuban Petani Lahan Pasir Kulon Progo)? i. Kegiatan-kegiatan apa saja yang telah dilakukan oleh PPLP-KP? Lampiran 5. Rancangan Skripsi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Masalah Penelitian 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Kegunaan Penelitian 2. PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.2 Kerangka Pemikiran 2.3 Hipotesis 2.4 Definisi Operasional 3. PENDEKATAN LAPANG 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data 3.3 Pengolahan dan Analisis Data 4. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pertanian Lahan Pasir 4.2 Sejarah Kepemilikan, Penguasaan, dan Penggarapan Lahan Pasir 4.3 Gerakan Petani Lahan Pasir Kulon Progo 5. PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM PENGHIDUPAN PENDUDUK 5.1 Peran (Pembagian Kerja) Gender 5.1.1 Peran (Pembagian Kerja) Gender pada Aktivitas Reproduktif 5.1.2 Peran (Pembagian Kerja) Gender pada Aktivitas Produktif 5.1.3 Peran (Pembagian Kerja) Gender pada Aktivitas Sosial (Masyarakat) 5.2 Akses dan Kontrol 5.2.1 Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Fisik/Material 5.2.2 Akses dan Kontrol terhadap Sumberdaya Sosial-Budaya 5.2.3 Akses dan Kontrol terhadap Pasar Komoditas dan Tenaga Kerja 5.2.4 Akses dan Kontrol terhadap Manfaat 5.3 Faktor-faktor Pengaruh 6. POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM GERAKAN PETANI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) Gender dalam Gerakan Petani 6.2 Akses dan Kontrol terhadap Gerakan Petani 7. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERAN PEREMPUAN DALAM SISTEM PENGHIDUPAN PENDUDUK DENGAN POSISI DAN PERAN PEREMPUAN DALAM GERAKAN PETANI 31 7.1 Hubungan antara Peran (Pembagian Kerja) Gender dengan Posisi dan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani 7.2 Hubungan antara Akses dan Kontrol dengan Posisi dan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani 7.3 Hubungan antara Faktor-faktor Pengaruh dengan Posisi dan Peran Perempuan dalam Gerakan Petani 8. PENUTUP 8.1 Kesimpulan 8.2 Saran 9. DAFTAR PUSTAKA 10. LAMPIRAN