UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-1 dan Ke-2 PENGANTAR KULIAH, ARTI PENTING SERANGGA, DAN SEJARAH ENTOMOLOGI Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Membedakan serangga dengan artropoda lain Menjelaskan sejarah keberadaan serangga di bumi termasuk adaptasinya I. Pendahuluan 1.1. Pembagian kelompok diskusi 1.2. Perkenalan Asisten praktikum 1.3. Review arti penting serangga √ √ √ Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 1&2 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) √ Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menjelaskan perbedaan serangga dengan artropoda lain Metode Ajar (STAR) Aktivitas Mahasiswa Pembelajaran kooperatif Berdiskusi mengenai ciri khas serangga Mahasiswa dalam kelompok menganalisis perbedaan serangga dengan artropoda lain Mendiskripsikan artropoda non serangga dan serangga Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 5, 7, 9b Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah Bab I. ARTI PENTING SERANGGA Mengapa perlu belajar serangga? A. Serangga berbeda dibanding hewan lain 1. Jumlah spesiesnya banyak Serangga merupakan spesies organisme yang mendominasi kehidupan di bumi, yaitu terdiri dari 1-4 juta spesies. Berbagai penelitian menyatakan bahwa makhluk hidup di dunia ini terdiri dari 80% artropoda dan 20% hewan selain artropoda dan manusia. Dari 80% artropoda, 75%nya adalah serangga dan 25% adalah artropoda lain selain serangga. Ordo Coleoptera merupakan serangga dengan jumlah spesies terbanyak dari seluruh kelompok serangga yang ada. Serangga merupakan hewan purba, telah ada di bumi sejak 400 juta tahun yang lalu (jt th yl) dan diketahui sebagai hewan daratan pertama di bumi, kelompok mamalia berada di bumi ± 230 jt th yl, sedangkan keberadaan manusia modern baru muncul ± 1 jt th yl. 2. Serangga adalah hewan purba Pengetahuan mengenai keberadaan serangga pada masa lampau tidaklah lengkap, kebanyakan hanya merupakan dugaan dan berdasarkan pada bukti-bukti secara tidak langsung. Ada 4 sumber informasi utama yang bisa dijadikan dasar tentang keberadaan serangga di masa lampau, yaitu: a. Fakta sejarah Terdapat beberapa batuan permata berbentuk serangga di Mesir kuno, puisi dan lukisan kuno tentang serangga di Cina, lempengan emas yang bergambarkan serangga pada masa Alexander Agung, dan juga lukisan di dinding goa yang dibuat oleh Indian Fremont, serta mahkota yang berhiaskan elytra serangga Coleoptera di Kuil Horyuji, Nara, Jepang. Hal ini membuktikan bahwa serangga telah ada dan telah dikenal oleh manusia sejak jaman dahulu {ribuan tahun sebelum masehi}, b. Fosil Fosil merupakan fakta akurat yang menunjukkan bahwa serangga merupakan hewan purba. Serangga umumnya bertubuh lunak, oleh karena itu pada dasarnya serangga bukanlah hewan yang mudah memfosil. Meskipun demikian masih bisa ditemukan fosil serangga di batuan, baik pada batubara maupun batuan sedimen. Selain pada batuan, fosil serangga juga ditemukan pada amber {getah pohon}. Fosil artropoda yang dianggap memiliki hubungan erat dengan serangga adalah Oncopoda, yaitu spesies Aysheaia pedunculata yang ditemukan di Yoho National Park, Columbia pada jaman Precambian dan dianggap sebagai nenek moyang serangga modern. Fosil lain yang sangat terkenal adalah fosil serangga Palaeoptera yaitu Meganeura (ditemukan 350 jt th yl) yang saat ini telah punah berbentuk seperti capung dengan bentangan sayap sepanjang 69 cm. Ini merupakan serangga terbesar yang pernah ada di bumi. Beberapa fosil juga banyak ditemukan baik pada batuan sedimen maupun pada amber. Fosil Coleoptera telah ditemukan pada batuan sedimen di sungai Eocene Green, Colorado Barat, dan fosil Orthoptera ditemukan pada amber di daerah pepohonan Columbia. Kedua fosil ini diperkirakan berumur 40 jt th yl. Terdapat dugaan telah terjadi evolusi pada serangga. Teori evolusi menyatakan bahwa serangga berasal dari hewan seperti cacing yang tubuhnya beruas-ruas. Dari Ruas-ruas yang ada muncul alat-alat tubuh, pada kepala muncul antena dan mata sederhana, pada ruas-ruas berikutnya muncul sepasang kaki sederhana. Pada perkembangan selanjutnya antena berkembang dengan baik dan mata sederhana berkembang menjadi mata majemuk. Ruas tubuh ke 1,2,3,4 mereduksi menjadi satu pada bagian kepala, ruas tubuh ke 5,6,7, menjadi toraks dengan 3 pasang kaki, sedangkan ruas ke 8 dan seterusnya. menjadi abdomen tanpa kaki. Hewan yang masih ada hingga saat ini dan dianggap serupa dengan nenek moyang serangga modern adalah velvet worm, karena memiliki beberapa persamaan dengan serangga yaitu peredaran darahnya terbuka, bernafas dengan sistem trachea, dan tipe alat mulutnya adalah pengunyah. c. Hubungan filogenetik Para ahli entomologi menghubungkan fosil serangga yang ditemukan pada masing-masing jaman purba dengan serangga yang ada pada saat ini, kemudian dibuatlah sebuah bagan alur perubahan serangga purba menjadi serangga modern berdasarkan habitat, ciri-ciri morfologi, serta berdasarkan DNA-nya. Hubungan filogenetik ini merupakan sumber informasi yang tidak langsung tetapi penting karena dapat digunakan sebagai pengidentifikasi seranggaserangga primitif berdasarkan pada kemiripan bentuk tubuh dengan serangga yang ada saat ini. d. Distribusi geografi Distribusi geografi serangga dapat juga dijadikan sebagai dasar prediksi tentang keberadaan serangga pada masa lampau yaitu dengan cara menginterpretasikan penyebaran serangga secara geografis dan hubungan inter-spesies, yang terjadi karena perubahan komposisi di bumi (terpisahnya pulau-pulau besar yang dulunya menyatu) pada jaman Cretaceous. Ke 4 informasi tersebut menunjukkan sebuah gambaran yang mengagumkan tentang sejarah serangga. Berdasarkan hal tersebut dapat dijelaskan prediksi kemunculan serangga di bumi, sebagai berikut: Serangga primitif {serangga tak bersayap} muncul setelah tumbuhan perintis tercipta di daratan. Pada saat itu {akhir jaman Silurian: kira-kira 410 jt th yl} semua filum utama tumbuhan perintis dan hewan termasuk artropoda telah berkembang dengan baik. Pada saat pertengahan jaman Devonian {375 jt th yl} kondisi udara dingin, basah, dan lembab sehingga terjadi kemunculan tumbuhan paku yang sangat melimpah di darat. Setelah itu iklim menjadi hangat dan lembap serta tercipta suatu kondisi lingkungan yang semakin kompleks sehingga muncullah serangga yang bisa terbang. Pada jaman Pennsylvanian {kira-kira 300 jt th yl} telah terdapat 12 ordo serangga, beberapa ordo saat ini telah punah. Kebanyakan serangga berbentuk seperti kecoa, oleh karena itu jaman Pennsylvanian juga disebut sebagai “jaman kecoa”. Pada jaman ini juga ditandai dengan ekspansi serangga secara besar-besaran pada daerah utara dan selatan yang berasal dari daerah katulistiwa. Pada jaman Permian, lebih dari 10 ordo serangga telah hidup mapan di bumi termasuk beberapa serangga modern. Pada jaman ini reptile dan tumbuhan juga berkembang dengan cepat, dan terjadi kenaikan kompetisi pada serangga predator {karnivora} dan herbivora. Hal ini menyebabkan peningkatan kompleksitas lingkungan yang memacu terjadinya peningkatan keanekaragaman. Akhir jaman Permian ditandai dengan kepunahan spesies-spesies hewan dan tumbuhan secara masal termasuk delapan ordo serangga punah saat itu. Pada jaman Triassic dan Jurassic spesies-spesies yang tersisa mengalami perkembangan yang sangat pesat, disinilah terjadi perubahan besar-besaran sejarah kehidupan di bumi (150-200 jt th yl). Pada masa ini, iklim menjadi lebih hangat dan kering serta diikuti dengan kemunculan mamalia dan burung termasuk ektoparasitnya, sedangkan serangga-serangga pemakan tumbuhan semakin mapan. Selama jaman Cretaceous terjadi perubahan iklim dan pergeseran komposisi bumi {terpisahnya pulau-pulau besar yang dulunya menyatu}. Pada jaman ini muncullah tumbuhan angiospermae dan dengan cepat mendominasi komunitas tumbuhan di bumi. Pada saat itu mulai terdapat serangga yang memanfaatkan bunga sebagai sumber pakan, baik pemakan nektar maupun polen. Pada akhir jaman Cretaceous terjadi lagi kepunahan organisme secara masal, yaitu kira-kira 70% dari keseluruhan organisme yang hidup pada saat itu mengalami kepunahan, termasuk Dinosaurus serta beberapa famili dan spesies serangga. Dugaan ini dikuatkan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ahli geologi dan paleontologi yang menyatakan bahwa pada waktu itu terjadi peningkatan jumlah debu di atmosfer sehingga sinar matahari terhalang dan suhu mengalami penurunan, keadaan semacam ini terjadi selama beberapa bulan. Menurut penelitian para ahli tersebut menyatakan bahwa terjadinya kepunahan masal itu adalah dampak dari pergerakan matahari melalui gerakan spiral galaksi Bimasakti. Kepunahan masal tersebut terjadi secara periodik, yaitu setiap 26 juta tahun sekali. Jaman Tertiary dan Quarternary terjadi pergolakan iklim hingga terbentuklah jaman es yang kini berada di daerah-daerah kutub. Hal ini juga menyebabkan terjadinya pemencaran organisme pada daerah yang sesuai termasuk serangga. Kebanyakan genus serangga modern telah mapan sejak 30 jt th yl dan masih ada hingga saat ini. Hal ini membuktikan bahwa serangga benar-benar binatang purba yang masih ada hingga saat ini. 3. Serangga sangat hebat adaptasinya Serangga hidup di semua habitat dan nice dibumi ini, baik di darat maupun diperairan. Hal ini menunjukkan bahwa serangga memiliki kemampuan adaptasi yang sangat hebat terhadap lingkungan. Keberadaan serangga hingga saat ini menunjukkan bahwa serangga adalah hewan yang sukses hidup dengan adaptasi yang sangat hebat. Adaptasi serangga ini didukung oleh: ukuran tubuh serangga yang kecil, mempunyai eksosekeleton, kecepatan reproduksi yang tinggi, bermetamorfosis, mempunya kemampuan terbang, serta memiliki kemampuan mempertahankan diri baik terhadap cekaman lingkungan maupun terhadap musuhnya. B. Mempunyai peranan penting bagi manusia 1. Serangga bermanfaat dan serangga netral Serangga bermanfaat dan serangga netral terdiri dari 90% dari keseluruhan serangga yang ada dimuka bumi ini. Berbagai peran serangga bermanfaat adalah sebagai rantai makanan dalam ekosistem, pengurai bahan organik, pembantu aerasi dalam tanah, pembantu keseimbangan ekosistem dan konservasi hutan, penyerbuk tanaman, model dalam ilmu pengetahuan, indikator lingkungan dan iklim, bahan baku industri, makanan, dan bahan inspirasi seni. 2. Serangga yang merugikan / sebagai hama Serangga yang bersifat sebagai hama hanya 10% dari serangga yang ada di muka bumi meskipun demikian peranan serangga ini menjadi sangat penting bagi manusia karena telah mampu menyebabkan kerugian yang sangat besar baik pada manusia secara langsung maupun pada tanaman serta pemukiman. Serangga yang merugikan ini umumnya bersifat sebagai hama pada daerah pemukiman, tanaman budidaya (hama tanaman maupun hama gudang), manusia (mengganggu secara langsung), maupun sebagai vektor penyakit manusia, hewan, tumbuhan. C. Sejarah entomologi Ilmu tentang serangga dimulai pada jaman Fir’aun, yaitu masa Ramses II pada tahun 400 SM yang dibuktikan dengan laporan seorang penulis Mesir tentang belalang yang menjadi hama pada pertanaman gandum. Pasca periode Renaisance (biologi modern) pada tahun 1667, Fransisco Redi mampu membantah teori Generatio spontanea dengan memanfaatkan seekor lalat. Pada tahun 1668 dipublikasikannya morfologi malphigi ulat sutera. Penamaan biologi yang dikenal dengan Sistema natural oleh Linnaeus yang dipublikasikan pada tahun 1758 merupakan sistem penamaan binomial pertama kali yang diperkenalkan di dunia. Sistema natural oleh Linnaeus ini digunakan untuk menamai tumbuhan dan hewan tingkat tinggi yang ada di muka bumi, sedangkan sistem penamaan binomial pada serangga dilakukan oleh muridnya yaitu Fabricius pada tahun 1775 yang disebut dengan sistema entomology. Entomologi adalah salah satu cabang ilmu zoology yang mempelajari segala sesuatu mengenai serangga (Entomon adalah serangga; logos adalah ilmu) dan orang yang mempelajarinya disebut entomologist atau entomologiwan. Orang yang mempelajari serangga bisa jadi berprofesi sebagai peneliti, guru, dosen, petani, dan bahkan para penghobi. Charles Darwin merupakan orang pertama yang dengan antusias mengoleksi kumbang sebagai hobi yang akhirnya ia teliti evolusinya dan menceritakannya kepada seluruh entomologiwan di seluruh dunia. Dewasa ini terdapat beberapa penghobi koleksi serangga dan bahkan menjualnya sebagai mata pencaharian; terutama serangga-serangga yang secara estetika menarik seperti kupu-kupu dari Bantimurung-Indonesia, kupu-kupu, kumbang, dan serangga lain dari Kuala LumpurMalaysia. Assessment Pertemuan I dan II 1. Jelaskan pengertian entomologi! 2. Sebutkan dan jelaskan peran serangga di alam! 3. Sebutkan dan jelaskan masalah yang ditimbulkan oleh serangga! 4. Jelaskan diagram pie mengenai proporsi jumlah serangga di bumi dibandingkan dengan jumlah hewan selain serangga! 5. Jelaskan sejarah entomologi! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-3 CARA KOLEKSI SERANGGA Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Mengoleksi serangga secara benar dengan menggunakan alat yang tepat Memanfaatkan jenisjenis alat koleksi serangga dengan baik Memahami tempat hidup masing-masing jenis serangga Mengawetkan serangga secara benar II. Cara Koleksi dan Pengawetan Serangga 2.1. Review cara-cara koleksi dan pengawetan serangga 2.2. Peralatan koleksi serangga 2.3. Peralatan pengawetan serangga √ √ √ √ √ Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 3 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menganalisis berbagai metode koleksi dan preservasi serangga Metode Ajar (STAR) Mahasiswa dalam kelompok menganalisis berbagai metode koleksi dan preservasi serangga dengan cara diskusi; didampingi dosen dan asisten Aktivitas Mahasiswa Berdiskusi menentukan metode koleksi berdasarkan habitat dan perilaku serangga menurut kelompoknya masing-masing Berdiskusi menentukan metode preservasi berdasarkan stadium dan tubuh serangga menurut kelompoknya masingmasing Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 2, 8, 9b Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah II. CARA KOLEKSI DAN PRESERVASI SERANGGA A. Metode Koleksi Serangga merupakan organisme yang sangat melimpah keberadaannya dan mampu hidup dimana saja, baik di darat maupun di air. Habitat serangga sangat bervariasi, masing-masing spesies mempunyai kekhasan tempat hidup oleh karena itu perlu dipikirkan metode penangkapan dan koleksi yang tepat untuk mendapatkan spesies serangga yang diinginkan. Masing-masing metode dikembangkan untuk menangkap serangga yang khas yang didasarkan pada perilaku dan habitatnya. Koleksi serangga memerlukan peralatan tertentu yang telah disiapkan di dalam tas cangklong yang sewaktu-waktu siap untuk dikeluarkan. Peralatan tersebut adalah: Aspirator Jaring serangga Pinset Botol pembunuh Vial yang berisi alkohol 80% Kertas HVS dibentuk segitiga Kantong plastik Kantong kertas Kuas kecil Pisau kecil/pisau lipat Buku catatan Pensil Kertas label 1. Penangkapan serangga dengan menggunakan aspirator Aspirator (Gambar 1) digunakan untuk menangkap serangga yang kecil dan pergerakannya sangat cepat, seperti: parasitoid ordo Hymenoptera, lalat Agromyzidae, trip, dan afid. Gambar 1. Aspirator Aspirator ini bisa digunakan langsung untuk menyedot serangga pada tanaman atau serangga-serangga kecil yang berada di dalam jaring serangga [kombinasi]. Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh (Gambar 2) Gambar 2. Botol pembunuh serangga 2. Penangkapan serangga dengan menggunakan tangan/pinset/kuas Cara penangkapan ini efektif untuk serangga yang relatif besar dan pergerakannya relatif tidak begitu gesit, seperti: ulat daun, belalang sembah, kumbang, dan semut. Penangkapan dengan menggunakan tangan perlu suatu pengalaman dan keterampilan khusus. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketika hendak menangkap serangga-serangga yang beracun atau bersengat, seperti ulat api famili Limacodidae dan semut subfamili Ponerine maka perlu alat bantu berupa pinset. Sedangkan kuas juga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menangkap serangga-serangga kecil yang lunak, seperti: nimfa Ephemeroptera dan Plecoptera. 3. Penangkapan serangga dengan menggunakan jaring serangga Ada tiga jenis jaring yang umum dipakai untuk menangkap serangga, yaitu: a. Aerial nets (Gambar 3) adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk menangkap serangga yang aktif terbang, seperti: kupu-kupu, capung, lebah, dan tawon. Sebaiknya gagang jaring dibuat dari bahan yang sangat ringan dan jaringnya terbuat dari kain kasa yang lembut. Biasanya kain kasa yang dipakai berwarna putih, tetapi beberapa ahli lebih suka menggunakan kain kasa yang berwarna hitam untuk menghindari terjadinya pantulan cahaya yang membuat takut serangga sebelum terjaring. Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh. Gambar 3. Aerial nets b. Sweep nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk menangkap serangga-serangga kecil yang gesit dan berada di rerumputan atau pada pucuk-pucuk tanaman, seperti: kumbang Coccinellidae, wereng Cicadellidae dan Delphacidae. Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh. c. Aquatic nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk menangkap serangga-serangga yang hidup didalam air [serangga air], seperti: larva Trichoptera dan Lepidotera. 4. Penangkapan serangga dengan menggunakan beating sheets Metode ini dilakukan dengan cara penggoyangan tumbuhan dengan keras yang dibawahnya telah dipasang beating sheets. Penangkapan dengan cara ini sangat sesuai untuk serangga-serangga yang tidak bersayap terutama efektif untuk serangga yang berklamufase dengan tumbuhan atau tersembunyi dan juga untuk serangga-serangga yang pergerakannya lamban, seperti: serangga ordo Phasmatodea, beberapa serangga ordo Coleoptera, Hemiptera, dan Hymenoptera. Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh. 5. Penangkapan serangga dengan menggunakan kain/wadah bentuk kerucut sebagai tadah Metode ini dilakukan dengan cara penyemprotan zat beracun atau insektisida pyrethroid pada tumbuhan yang dibawahnya telah dipasang kain sebagai wadah serangga-serangga yang mati dan jatuh. Cara ini sangat efektif untuk serangga-serangga yang hidup pada kanopi pohon, seperti beberapa serangga ordo Hymenoptera, Hemiptera, dan Phasmatodea yang tidak bisa dijangkau oleh tangan atau jaring serangga. 6. Penangkapan serangga dengan menggunakan corong Berlese Metode ini dilakukan dengan cara mengambil seresah tumbuhan yang kemudian diletakkan di dalam corong Berlese. Cara ini efektif untuk menangkap seranggaserangga sangat kecil yang hidup di dalam seresah umumnya berperan sebagai pengurai bahan organik, seperti: beberapa jenis semut, kumbang Tenebrionidae, Thysanura, dan beberapa Hexapoda bukan serangga seperti Collembola, Protura, dan Diplura. 7. Penangkapan serangga dengan menggunakan perangkap Macam-macam perangkap yang biasa digunakan untuk koleksi serangga adalah: a. Pitfall, digunakan untuk memerangkap serangga yang aktif berjalan diatas tanah, seperti semut, kumbang Carabidae dan Tenebrionidae. b. Lampu, digunakan untuk menangkap serangga yang aktif pada malam hari, seperti Noctuidae, Saturniidae, dan Sphingidae. c. Seks Feromon atau seks Feromoid, digunakan untuk menarik serangga jantan yang terpikat, seperti Plutella xyllostela d. Aroma pakan sebagai zat pemikat [Methyl Eugenol dan Cue Lure] digunakan untuk menangkap serangga yang membutuhkan pakan tertentu yang beraroma dan mutlak diperlukan untuk kepentingan seksualnya, seperti Bactrocera spp. dan Dacus spp. B. Metode Preservasi Serangga Pengawetan serangga yang benar membutuhkan suatu pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Serangga awetan [Spesimen] sangat penting untuk keperluan penelitian terutama yang berkaitan dengan biodiversitas serangga. Pengawetan serangga yang salah dapat berakibat fatal bagi spesimen yang disimpan. Pengawetan serangga diperlukan peralatan-peralatan khusus seperti: Relaxing dish Pinset Span block Pinning block Jarum serangga Jarum penthol Lem PVAC Kertas karding Botol koleksi Alkohol 80% Kertas label Pensil atau tinta tahan luntur Pengawetan serangga dan artropoda lain dilakukan dengan cara yang berbedabeda pada setiap spesies dan fase tumbuhnya. Ada dua cara pengawetan yang umum dilakukan, yaitu pengawetan kering dan pengawetan basah. Pengawetan kering dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh keras [umumya fase imago] dengan cara di pin [ditusuk dengan jarum preparat atau di karding (Gambar 4 dan 5)]. Gambar 4. Cara pengawetan serangga dengan cara di pin serta posisi spesimen dan label yang benar Gambar 5. Cara pengawetan serangga dengan cara dikarding serta pemberian label yang benar Jarum yang dipergunakan untuk menusuk spesimen serangga harus jarum anti karat atau stainless steel (bukan dari baja hitam atau dari kuningan) sebab jarum non-stainless akan cepat berkarat apabila terkena cairan tubuh serangga. Ukuran diameter dan panjang jarum bervariasi mulai dari nomor 00 sampai 9. Apabila jarum ditusukkan secara tidak langsung ke tubuh serangga, seperti halnya karding, jarum stainless steel tidak perlu dipergunakan, cukup dengan jarum dari baja. Beberapa serangga besar akan berubah warna atau kotor apabila diawetkan kering, oleh sebab itu perlu dilakukan proses pengeluaran isi perut atau ‘gutting’ sebelum serangga di pin. Buat belahan sedikit di salah satu sisi pleural membrane diantara sternal dan tergal plates. Pergunakan pinset untuk mengeluarkan alimentary canal, alat pencernaan makanan perlu hati-hati jangan sampai sambungan anterior dan posterior patah. Bagian perut kemudian dibersihkan dengan cermat dengan kapas dan tissue. Perutnya kemudian dibentuk kembali dengan diisi kapas agar bentuk abdomen kembali seperti sebelumnya. Belahan pada ujung pleural membrane kemudian dirapatkan kembali dan harus tertutup kembali sebelum serangga kering. Pengawetan basah dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh lunak [umumnya fase larva] dilakukan dengan cara menyimpan serangga didalam botol yang telah diisi dengan alkohol 80% (Gambar 6), dengan ketentuan bahwa spesimen yang diawetkan dalam alkohol harus disimpan dalam botol gelas dengan tutup yang rapat. Menggunakan botol plastik tidak baik untuk tempat spesimen karena mudah retak apabila diisi dengan alkohol. Pilih botol yang cukup besarnya agar spesimen tidak tertekuk dan hancur, selain itu juga akan memudahkan pengambilan pada saat akan diteliti/diamati. Gambar 6. Cara pengawetan basah larva serangga didalam botol yang telah diisi dengan alkohol 80% Setiap spesies serangga dan artropoda lain mempunyai kekhasan cara pengawetan, secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: LABA-LABA Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol. Sedikit ditambah glycerol pada ethanol akan membuat spesimen lemas (fleksibel). COLLEMBOLA Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount di euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi kanan. Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak berwarna. PROTURA Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount di euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi ventral. Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak berwarna. DIPLURA Matikan dalam 80% ethanol, jernihkan dalam KOH dan slide mount dalam euparal. Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak berwarna. THYSANURA Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol. ODONATA Matikan dalam botol pembunuh, sebaiknya capung dewasa dibiarkan hidup selama satu atau dua hari di dalam kertas amplop agar isi perutnya terserap tubuh. Serangga yang mati akan mengalami pembusukan isi perutnya sehingga akan mempengaruhi warna kulit perutnya atau bahkan putus karena busuk. Setelah capung dewasa mati, tusuklah dengan jarum serangga pada bagian tengah mesothorax (jarum harus keluar dari bagian bawah tubuh diantara pasangan kaki pertama dan kaki kedua). Kembangkan kedua pasang sayapnya dengan ketentuan letak anterior pinggir sayap belakang tegak lurus dengan tubuh dan letak sayap depan simetris (Gambar 7). Gambar 7. Lokasi penusukan jarum preparat dan pengaturan sayap pada Odonata [capung] ORTHOPTERA Matikan belalang dewasa dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan jarum serangga pada bagian kanan mesothorax (biasanya pada dasar sayap depan bagian kanan) belalang dewasa; bentangkan sayap bagian kiri dengan pinggir anterior sayap belakang membentuk garis tegak lurus dengan tubuh; atur kaki dengan sempurna dan antena yang panjang diatur menjulur ke belakang di atas tubuh (Gambar 8). Gambar 8. Lokasi penusukan jarum preparat dan pengaturan sayap pada Orthoptera [belalang] MANTODEA Matikan dalam botol pembunuh, untuk nimfa awetkan dalam 80% ethanol. Belalang sembah dewasa diawetkan dengan cara ditusuk dengan jarum serangga pada garis tengah mesothorax bagian kanan dan kembangkan sayap depan dan belakang sebelah kiri dengan pinggir anterior sayap belakang membentuk garis tegak lurus dengan tubuh (Gambar 9). Isi perut belalang sembah betina yang besar harus dibersihkan dan diisi dengan kapas. Gambar 9. Lokasi penusukan jarum preparat dan pengaturan sayap pada Mantodea [belalangsembah] HEMIPTERA Matikan dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan menggunakan jarum pada bagian skutelum bagian kanan (Gambar 10); Serangga yang kecil harus dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Gambar 10. Lokasi penusukan jarum preparat pada Hemiptera [kepik] THYSANOPTERA Matikan dalam 80% ethanol. Awetkan dalam lembaran kertas persegi panjang dengan bagian ventral menghadap ke atas, bentangkan sayap-sayapnya, kaki-kaki dan luruskan antenanya (Gambar 11). Gambar 11. Cara karding dan pengaturan antena, sayap serta kaki pada Thysanoptera [trips] NEUROPTERA Matikan dalam botol pembunuh. Awetkan dalam lembaran kertas karding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Larvanya awetkan dalam 80% ethanol. COLEOPTERA Tusuklah serangga dewasa tepat pada anterior elytron sebelah kanan sehingga jarum keluar diantara coxa tengah dan belakang; atur kaki-kakinya sehingga ruas-ruas tarsi dapat terlihat dengan jelas (Gambar 12). Spesies dengan ukuran sangat kecil dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Larva diawetkan dalam 80% ethanol. Gambar 12. Lokasi penusukan jarum preparat dan pengaturan kaki pada Coleoptera [kumbang] DIPTERA Tusuklah serangga dewasa pada bagian tengah mesothorax sebelah kanan. Atur sayapsayapnya untuk spesies yang besar sehingga sayap mengembang pada sisi anterior membentuk posisi tegak lurus (Gambar 13). Serangga yang ukuran tubuhnya kecil dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri, sayapnya dinaikkan ke atas dan kaki-kakinya diatur ke arah bawah. Serangga dewasa famili Tipulidae diawetkan dalam 80% ethanol atau dilem dibagian thorax pada kartu segiempat sehingga kaki-kakinya menempel pada kartu dengan setetes lem pada setiap tibia. Larva diawetkan dalam 80% ethanol. Gambar 13. Lokasi penusukan jarum preparat dan pengaturan sayap pada Diptera [lalat] LEPIDOPTERA Tusuklah dengan jarum pada bagian garis tengah mosthorax untuk serangga dewasa; atur kedua sayapnya dengan ketentuan sayap depan bagian posterior tegak lurus dengan badan, sayap kedua menyesuaikan. Pengaturan posisi sayap dilakukan pada span block (Gambar 14). Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol. Gambar 14. Cara pengawetan ordo Lepidoptera [kupu-kupu] menggunakan span block HYMENOPTERA Tusuklah serangga dewasa pada bagian kanan garis tengah mesothorax; atur sayapnya agar terlihat jelas venasinya (Gambar 15). Spesies yang kecil dan atau semua jenis semut perlu dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri (Gambar 16). Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol. Gambar 15. Lokasi penusukan jarum preparat dan pengaturan sayap pada Hymenoptera [lebah] Gambar 16. Cara karding pada Hymenoptera [semut] C. Informasi label untuk spesimen Serangga-serangga yang telah diawetkan harus diberi label agar mempunyai arti ilmiah. Label berisi informasi dasar mengenai tempat serangga ditemukan, tanggal serangga ditemukan, dan nama kolektornya. Selain itu juga perlu dituliskan nama spesies dan pendeterminasinya (dalam hal ini hanya sampai Ordo). Lokasi: nama lokasi serangga itu ditemukan perlu dicatat sedemikian rupa sehingga tempat itu dapat ditemukan pada peta dengan baik. Nama kota atau desa tidak boleh disingkat untuk mencegah diartikan keliru dengan tempat lain oleh seseorang yang kurang mengenal daerah tersebut. Dengan meningkatnya penggunaan koleksi data-base dan kebutuhan yang berkaitan dengan standarisasi data secara internasional maka label-label di museum spesimen perlu mencantumkan pula garis lintang utara dan selatan serta ketinggian tempat seperti contoh sebagai berikut: S 7043'43.80" E 112034'05.19" 2510 m dpl. Tanggal koleksi: tanggal koleksi akan memberi data tentang musim saat koleksi. Tulis hari/tanggal, bulan, dan tahun. Pergunakan sesuai perjanjian internasional dalam menulis hari dan tahun merujuk angka Arab dan bulan dengan angka Roman; sebagai alternative bulan dapat disingkat seperti 3.viii.1993 atau 3 Aug 1993. jangan ditulis seperti ini: 3.8.1993 sebab dapat diartikan di beberapa Negara sebagai bulan Maret tanggal 8, 1993. Jangan menyingkat tahun 1993 dengan ’93. apabila beberapa hari berturut-turut dipergunakan untuk koleksi di sebuah lokasi, maka hari-hari tersebut dapat ditulis sebagai berikut: 3-6.xi.1994. Kolektor: nama kolektor memungkinkan untuk berhubungannya kolektor dari suatu tempat (dalam/luar negeri) untuk saling bekerjasama dalam mencari informasi lebih lanjut atau menimbang kebenaran dari label yang tercantum. Tulis ejaan nama akhir kolektor atau nama depan disingkat. Data lain: banyak informasi yang penting, tetapi tidak ada relevansinya atau tidak tersedia untuk semua serangga. Biasanya ditulis dalam label tersendiri sebagai tambahan data-data primer. Misalnya: Catatan tentang inang serangga parasitik dan tanaman inang dari serangga fitopagus (apabila informasi tersebut dapat diketahui). Macam habitat secara rinci yang meliputi ketinggian tempat, tipe ekologi, dan kondisi cuaca saat koleksi. Contoh label: <18 mm Welirang Mount, East Java S 7043'43.80" E 112034'05.19" 2510 m dpl INDONESIA 27 xii 2003 Col. Suputa Camponotus gigas Sk. Yamane Det. < 8 mm Tanah berpasir Cuaca cerah Label untuk spesimen yang dipin dan atau dikarding harus dicetak rapi dengan tinta hitam yang tidak luntur dan berkualitas baik. Ukuran label tidak boleh lebih besar dari 18 mm x 8 mm dan apabila label pertama terlalu kecil untuk data, beberapa data harus ditulis lagi pada label kedua yang dideretkan di bawah label pertama di bawah pin spesimen tersebut. Label harus berjarak dari spesimen agar mudah dibaca dari atas. Label untuk spesimen di dalam alkohol harus ditulis dengan tinta hitam yang tidak luntur dengan kertas yang baik. Ukuran label tidak boleh lebih dari 5 x 2 cm; klasifikasi spesimen dan data koleksi harus ditulis pada label tersebut. Label harus dimasukkan ke dalam botol bersama-sama dengan spesimen tidak ditempel dengan lem di luar botol. Assessment Pertemuan III 1. Jelaskan pengertian koleksi serangga! 2. Jelaskan pengertian preservasi serangga! 3. Sebutkan dan jelaskan alat-alat koleksi serangga! 4. Jelaskan cara-cara preservasi serangga! 5. Jelaskan perbedaan antara preservasi kering dan preservasi basah! 6. Jelaskan kepentingan label spesimen serangga! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-4 dan 5 MORFOLOGI EKSTERNAL SERANGGA Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Memahami karakter morfologi luar tubuh serangga hubungannya dengan evolusi secara komprehensif Menjelaskan bagianbagian dan susunan kulit serangga serta fungsinya Menjelaskan perbedaan antara seta, spur, dan spine Menjelaskan tipe-tipe antenna, mata, kepala, alat mulut, kaki, dan sayap III. Morfologi Eksternal Serangga 3.1. Kulit/kerangka luar serangga 3.2. Evolusi serangga 3.3. Bagian-bagian tubuh serangga dan fungsinya √ √ √ √ Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 4&5 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menganalisis bentuk morfologi luar serangga Metode Ajar (STAR) Aktivitas Mahasiswa Pembelajaran kooperatif Mendiskripsikan bentuk luar tubuh serangga Mahasiswa dalam kelompok menganalisis berbagai bentuk luar tubuh serangga dengan cara diskusi; didampingi dosen dan asisten Mediskusikan evolusi pada serangga Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 1, 2, 3, 4, 5 Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah III. MORFOLOGI EKSTERNAL SERANGGA Serangga adalah invertebrata beruas yang memiliki kerangka luar (eksoskeleton). Eksoskeleton selain berfungsi sebagai kulit serangga juga berfungsi sebagai penyangga tubuh, alat proteksi diri, dan tempat melekatnya otot. Kulit serangga disebut integumen yang terdiri dari kutikula dan lapisan epidermis [Gambar 17]. Kutikula merupakan lapisan tipis yang strukturnya sangat kompleks yang terdiri dari epikutikula dan prokutikula. Epikutikula merupakan lapisan terluar integumen dan merupakan lapisan yang tipis, sedangkan prokutikula merupakan lapisan tebal yang terdiri atas eksokutikula dan endokutikula. Gambar 17. Kulit serangga Epikutikula mempunyai ketebalan antara 0,1 sampai dengan 3 µm yang tersusun dari tiga lapisan yaitu lapisan superficial, epikutikula bagian luar, dan epikutikula bagian dalam. Epikutikula merupakan lapisan yang sangat vital dalam mencegah terjadinya dehidrasi dan bersifat hidrofobik. Prokutikula mempunyai ketebalan 0, 5 sampai dengan 10 µm yang tersusun dari dua lapisan yaitu lapisan eksokutikula dan endokutikula. Bahan utama pembentuk prokutikula adalah kitin kompleks dengan protein. Kitin berperan sebagai elemen penyangga dan merupakan bahan khusus yang sangat penting dalam struktur ekstraseluler serangga. Kitin ini tersusun atas polimer tidak bercabang yaitu sebuah polisakarida yang tersusun dari β(1-4) yang merupakan unit yang tersambung pada Nasetil-D-glukosamin [Gambar 18]. Gambar 18. Struktur kitin Bagian kulit yang mengeras atau mengalami sklerotisasi disebut sklerit. Sklerit ini bisa berupa bidang, garis, galur, kerutan, atau lipatan; galur dan garis biasa juga disebut suture. Pada permukaan integumen terdapat beberapa proses eksternal yang membentuk kerutan, taji, sisik, duri, dan rambut. Selain proses eksternal juga terdapat proses internal yang membentuk apodem. Apodem merupakan area internal tempat melekatnya otot serangga. Serangga dewasa tubuhnya terbagi atas tiga bagian, yaitu caput, toraks, dan abdomen. Caput merupakan sebuah konstruksi yang padat dan keras dan terdapat beberapa suture yang menurut teori evolusi caput tersebut terdiri dari empat ruas yang mengalami penyatuan [Gambar 19]. Gambar 19. Hipotesis evolusi tubuh serangga yang berasal dari hewan sejenis cacing (Ross, 1964). Toraks terdiri dari tiga ruas yang jelas terlihat, sedangkan abdomen terdiri dari + 9 ruas. Caput merupakan kepala serangga yang berfungsi sebagai tempat melekatnya antena, mata majemuk, mata oseli, dan alat mulut. Berdasarkan posisinya kepala serangga dibagi menjadi tiga, yaitu hypognathous, prognathous, dan ephistognathous [Gambar 20]. Gambar 20. Tipe kepala serangga Hypognathous apabila alat mulutnya menghadap ke bawah, contoh serangganya adalah belalang Acrididae; prognathous apabila alat mulutnya menghadap ke depan, contoh serangganya adalah kumbang Carabidae; dan ephistognathous apabila alat mulutnya menghadap ke belakang, contoh serangga adalah semua serangga ordo Hemiptera. Antena serangga berjumlah dua atau sepasang, berupa alat tambahan yang beruas-ruas dan berpori yang berfungsi sebagai alat sensor. Bagian-bagian antena adalah antenifer, soket, scape, pedicel, meriston, dan flagelum [Gambar 21]. Gambar 21. Antena serangga Bentuk antena serangga sangat bervariasi berdasarkan jenis dan stadiumnya [Gambar 22]. Gambar 22. Tipe-tipe antena serangga Mata serangga terdiri dari dua macam yaitu mata majemuk dan mata oseli. Mata majemuk berfungsi sebagai pendeteksi warna dan bentuk, sedangkan mata oseli atau biasa disebut mata tunggal berfungsi sebagai pendeteksi intensitas cahaya. Mata majemuk terdiri dari beberapa ommatidia dan mata tunggal terdiri dari satu ommatidium [Gambar 23]. Gambar 23. Mata serangga Sebagai contoh, mata majemuk capung terdiri dari 28.000 ommatidia dan satu ommatidiumnya berukuran + 10 µ [Gambar 24]. Gambar 24. Mata serangga di foto dengan SEM {scanning electron microscope} Serangga makan dengan menggunakan mulutnya. Ada beberapa tipe alat mulut serangga, yaitu: penggigit-pengunyah [Gambar 25], penggigit-pengisap [Gambar 26], penusuk-pengisap [Gambar 27], pemarut-pengisap [Gambar 28], pengait-pengisap [Gambar 29], pencecap-pengisap [Gambar 30], dan pengisap [Gambar 31]. Gambar 25. Tipe alat mulut penggigit-pengunyah Gambar 26. Tipe alat mulut penggigit-pengisap Gambar 27. Tipe alat mulut penusuk-pengisap dan irisan melintang stilet Gambar 28. Tipe alat mulut pemarut-pengisap Gambar 29. Tipe alat mulut pengait-pengisap Gambar 30. Tipe alat mulut pencecap-pengisap Gambar 31. Tipe alat mulut pengisap dan irisan melintang proboscis Leher serangga merupakan daerah bermembran yang disebut cervix. Pada bagian cervix terdapat sepasang cervical sklerit [Gambar 32]. Sepasang cervical sklerit ini berfungsi sebagai engsel yang menghubungkan antara caput dengan toraks. Pada beberapa serangga cervix sklerit ini menyatu dengan pleura pada protoraks. Gambar 32. Cervical sklerit pada serangga Torakss adalah bagian yang menghubungkan antara caput dan abdomen. Toraks serangga terdiri dari tiga ruas yaitu protoraks, mesotoraks, dan metatoraks [Gambar 33]. Toraks juga merupakan daerah lokomotor pada serangga dewasa karena pada toraks terdapat tiga pasang kaki dan dua atau satu pasang sayap (kecuali ordo Thysanura tidak bersayap). Toraks bagian dorsal disebut notum. Gambar 33. Toraks serangga Kaki serangga dewasa berjumlah tiga pasang, sedangkan pada fase pradewasa jumlah kakinya sangat bervariasi tergantung spesiesnya. Secara umum kaki serangga terdiri dari beberapa ruas yaitu trochantin, coxa, trochanter, femur, tibia, tarsus, pretarsus, dan claw [Gambar 34]. Gambar 34. Kaki serangga Bentuk kaki serangga dewasa juga sangat bervariasi berdasarkan pada fungsinya. Kaki yang digunakan untuk meloncat disebut saltatorial, menggali disebut fosorial, berlari disebut kursorial, berjalan disebut gresorial, menangkap mangsa disebut raptorial, dan berenang disebut natatorial [Gambar 35]. Gambar 35. Tipe-tipe kaki serangga Sayap serangga terdiri dari dua atau satu pasang. Serangga bersayap pada fase dewasa dan pradewasa khusus pada Ephemeroptera yang biasa disebut fase subimago/preimago. Sayap serangga secara umum berupa lembaran yang bervena berfungsi untuk terbang. Venasi sayap ini penting untuk diketahui sebagai dasar untuk menentukan spesies serangga tertentu, khususnya bangsa lalat dan tawon. Venasi sayap serangga secara umum dapat dilihat pada Gambar 36. Gambar 36. Venasi sayap serangga Sayap serangga bentuknya sangat bervariasi, oleh karena itu entomologist memilahkan bentuk-bentuk sayap ini sebagai dasar untuk menentukan ordo. Sayap depan kumbang sangat tebal dan kuat yang digunakan sebagai pelindung tubuhnya disebut elytra; sayap depan kepik yang separuh bagian basal tebal disebut corium dan selebihnya membran, sayap depan kepik ini disebut hemelytra; sayap depan kecoa disebut tegmina; dan sayap belakang lalat yang disebut halter berukuran sangat kecil berujung membulat berfungsi sebagai alat penyeimbang ketika terbang [Gambar 37]. Gambar 37. Tipe-tipe sayap serangga Abdomen serangga merupakan bagian tubuh yang memuat alat pencernaan, ekskresi, dan reproduksi. Abdomen serangga terdiri dari beberapa ruas, rata-rata 9-10 ruas. Bagian dorsal dan ventral mengalami sklerotisasi sedangkan bagian yang menghubungkannya berupa membran. Bagian dorsal yang mengalami sklerotisasi disebut tergit, bagian ventral disebut sternit, dan bagian ventral berupa membran disebut pleura [Gambar 38]. Gambar 38. Abdomen serangga Assessment Pertemuan IV dan V 1. Jelaskan pengertian morfologi eksternal serangga! 2. Jelaskan teori evolusi yang terjadi pada serangga! 3. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe antena serangga! 4. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe kepala serangga! 5. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe alat mulut serangga! 6. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe kaki serangga! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-6 dan 7 MORFOLOGI INTERNAL SERANGGA Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Memahami karakter morfologi internal serangga hubungannya dengan evolusi secara komprehensif Menjelaskan sistem peredaran darah, sistem pernafasan, sistem pencernaan dan sistem syaraf serangga serta alat reproduksi serangga IV. Morfologi Internal Serangga 4.1. Sistem peredaran darah 4.2. Sistem pernafasan 4.3. Sistem pencernaan 4.4. Sistem saraf 4.5. Alat reproduksi √ √ √ √ Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 6&7 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menganalisis bentuk morfologi internal serangga Metode Ajar (STAR) Mahasiswa dalam kelompok menganalisis fungsi bentuk internal tubuh serangga dengan cara diskusi; didampingi dosen dan asisten Aktivitas Mahasiswa Mendiskripsikan bentuk internal tubuh serangga Mediskusikan sistem pencernaan pada serangga yang pakannya berbeda-beda (nectar, daun atau bagian tanaman yang lain) Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 3, 4, 5, 7, 8 Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah IV. MORFOLOGI INTERNAL SERANGGA A. Sistem Pencernaan serangga Serangga mempunyai pakan yang sangat bervariasi mulai dari pemakan tumbuhtumbuhan, serangga lain, bangkai binatang, seresah, kayu, kertas, sampai dengan pemakan darah manusia. Dalam mencerna pakannya serangga mempunyai saluran pencernaan yang dimulai dari mulut - faring - esophagus - crop - proventriculus – ventriculus - pyloric ampulla - rectum - sampai ke anus sebagai tempat pembuangan. Pakan serangga didalam mulut di hancurkan oleh mandibula yang berfungsi sebagai gigi serangga, kemudian pakan yang telah hancur diteruskan ke faring kemudian ke esophagus, pakan untuk sementara disimpan di dalam crop. Setelah dari crop diteruskan lagi ke dalam proventriculus yang berfungsi sebagai penggerinda pakan, pakan yang telah halus kemudian masuk ke dalam ventriculus yang merupakan daerah penyerapan sari-sari makanan oleh tubuh serangga. Pakan yang sudah diserap sari makanannya diteruskan ke pyloric ampulla kemudian diteruskan ke rectum dan dibuang melalui anus. Saluran pencernaan serangga dibagi tiga bagian utama yaitu foregut, midgut, dan hindgut yang oleh beberapa ahli juga disebut sebagai stomodeum, mesenteron, dan proctodeum (Gambar 39). Gambar 39. Sistem pencernaan serangga Foregut terdiri dari faring yang terletak di setelah mulut serangga; esophagus berbentuk seperti tabung; crop berbentuk seperti tabung yang membesar berfungsi sebagai tembolok; dan proventriculus berupa bagian seperti pipa pendek yang dinding bagian dalamnya dilengkapi dengan gerigi yang digunakan untuk menggerinda pakan. Midgut terdiri dari katup stomodeal yang berfungsi sebagai pintu keluarnya pakan dari proventriculus ke ventriculus dan menghambat masuknya cairan pakan kearah yang berlawanan; Ventriculus berupa seperti tabung yang membesar hampir sama dengan crop tetapi fungsinya berbeda. Ventriculus merupakan daerah penyerapan sari-sari makanan. Hindgut terdiri dari katup pyloric yang berfungsi sebagai pintu masuknya pakan dari ventriculus ke pyloric ampulla dan menghambat masuknya pakan dari arah sebaliknya; malpighian tubule berbentuk seperti usus memanjang; pyloric ampulla yang berupa daerah pertemuan antara malpighian tubule dan ventriculus; rectum berbentuk seperti pipa yang menggelembung berisi sisa-sisa makanan yang akan dibuang: anus tempat pembuangan sisa-sisa makanan yang tidak diperlukan lagi dalam tubuh serangga. Bentuk morfologi sistem pencernaan serangga sangat bervariasi berdasarkan stadia dan jenis pakannnya (Gambar 40). Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan morfologi sistem pencernaan pada setiap fase pertumbuhan serangga Malacosoma americanum. Gambar 40a adalah sistem pencernaan larva yang bertipe alat mulut penggigit-pengunyah. Gambar 40b adalah morfologi sistem pencernaan pupa, dan Gambar 40c adalah morfologi sistem pencernaan imago M. americanum bertipe alat mulut pengisap. Gambar 40. Sistem pencernaan a) larva, b) pupa, dan c) imago Malacosoma americanum Pada serangga yang bertipe alat mulut penusuk-pengisap terdapat bagian yang disebut salivary gland dan salivary canal. Salivary gland merupakan kelenjar ludah yang menghasilkan enzim pencernaan yang disekresikan oleh serangga melalui salivary canal sesaat sebelum serangga tersebut menghisap pakannya. Serangga-serangga yang mempunyai kelenjar ludah ini umumnya adalah ordo Hemiptera dan Diptera. Pada bidang pertanian serangga jenis ini bisa jadi sangat merugikan karena berpotensi besar sebagai vektor patogen (virus, bakteri, dan mikoplasma). B. Sistem Pernafasan Serangga bernafas mengambil O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 melalui sederetan lubang pada bagian lateral tubuhnya. Lubang –lubang tempat keluarmasuknya udara tersebut disebut spirakel, dari spirakel udara diteruskan menuju trachea yaitu merupakan tabung tidak bercabang yang berisi udara kemudian udara diteruskan menuju tracheolus yang merupakan tabung yang lebih kecil dari trachea dan bercabang-cabang. Tracheolus ini berujung pada jaringan tubuh serangga (Gambar 41). Gambar 41. Sistem pernafasan terbuka pada serangga Keluar masuknya udara melalui spirakel dibantu oleh gerakan-gerakan otot yang berhubungan dengan sistem syaraf pusat. Di dalam sistem pernafasan serangga dikenal juga adanya kantung udara yang berupa kantung yang bisa mengembang dan mengempis yang berfungsi untuk menurunkan berat badan, mendistribusikan udara, mendinginkan suhu tubuh serangga ketika serangga terbang, dan untuk meningkatkan tekanan tubuh selama masa pergantian kulit (Gambar 42). Gambar 42. Kantong udara pada sistem pernafasan serangga Pada serangga terdapat dua sistem pernafasan yaitu sistem pernafasan terbuka dan sistem pernafasan tertutup. Sistem pernafasan terbuka umumnya terdapat pada serangga-serangga terrestrial, contoh serangganya adalah serangga ordo Orthoptera, Hemiptera, dan Strepsiptera. Sistem pernafasan tertutup terdapat pada serangga- serangga aquatik (yang hidup di dalam air), contoh serangganya adalah serangga ordo Odonata, Ephemeroptera, Trichoptera, sebagian kecil ordo Coleoptera, Diptera, dan Lepidoptera. Sistem pernafasan tertutup pada prinsipnya sama dengan sistem pernafasan terbuka hanya pada bagian spirakelnya tidak berupa sebuah lubang tetapi berupa sebuah lembaran atau berupa benang yang berfungsi sebagai insang (trachea berada di dalam lembaran insang) dan O2 masuk ke dalam insang dengan cara difusi (Gambar 43). Gambar 43. Insang dan sistem pernafasan tertutup pada capung C. Sistem Peredaran Darah Sistem peredaran darah pada serangga dikenal dengan sistem peredaran darah terbuka yaitu darah serangga bersirkulasi di dalam tubuh tanpa melalui pembuluh darah atau vena secara lengkap. Peredaran darah pada serangga dibantu oleh gerakangerakan otot yang mampu memompa darah bersirkulasi secara baik. Serangga hanya mempunyai pembuluh darah dorsal yang berada di sepanjang tubuh serangga bagian dorsal dan terbuka pada daerah caput. Darah serangga mengalir dari bagian anterior melalui hemocoel (merupakan ruang dalam tubuh serangga yang dilalui darah) kemudian darah masuk ke dalam lubang-lubang ostia pada pembuluh dorsal, di dalam ostia darah kembali ke bagian anterior melalui aorta hingga ke daerah caput lagi. Pembuluh darah dorsal yang terdapat lubang ostianya seringkali juga dikenal sebagai jantung serangga. Jantung serangga ini berupa tabung berotot yang bisa berkontraksi dan merupakan pembuluh yang sempit yang pada kedua sisi lateralnya berlubang vertikal yang disebut dengan ostia. Ostia mempunyai katup yang menghalangi aliran darah keluar dari jantung (Gambar 44). Gambar 44. Sirkulasi darah dalam tubuh serangga Aorta berupa tabung kecil yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya darah serangga ke bagian caput, daerah tersebut bermuara di belakang dan di bawah otak. Selain darah serangga bersirkulasi di dalam tubuh serangga, darah juga bersirkulasi di dalam venasi sayap. Salah satu contohnya adalah sirkulasi darah yang terjadi pada sayap lalat rumah (Diptera: Muscidae) (Gambar 45). Gambar 45. Sirkulasi darah dalam venasi sayap lalat Darah serangga disebut dengan haemolymph yang terdiri dari cairan plasma yang merupakan suspensi sel darah atau disebut haemocytes. Ada beberapa tipe sel darah serangga (haemocytes) tetapi klasifikasi yang secara komprehensif sangat sulit dilakukan karena setiap individu mempunyai kekhasan sel darah dan kenampakan yang berbeda-beda pada kondisi yang berbeda dan penggunaan teknik pengamatan yang berbeda. Tetapi secara umum sel darah serangga dapat dikategorikan ke dalam empat tipe utama yaitu prohaemocytes, plasmatocytes, granular haemocytes, cystocytes (coagulocytes) (Gambar 46). Gambar 46. Tipe-tipe sel darah serangga Prohaemocytes merupakan sel yang berbentuk bulat kecil dengan nuclei yang relatif besar dan terdapat basophilic citoplasma yang mengandung ribosom yang sangat banyak tetapi sedikit mengandung reticulum endoplasma. Plasmatocytes yang merupakan tipe sel darah yang banyak dijumpai pada sebagian besar serangga bentuknya sangat bervariasi dengan sebuah basophilic citoplasma yang mengandung beberapa ribosom, mitokondria, dan beberapa bentuk vakuola. Sel darah ini bersifat phagositic. Granular haemocytes juga bersifat phagositic seperti perbedaannya adalah terletak pada granular haemocytes terdapat plasmatocytes butiran-butiran acidophilic yang tampak sebagai membran yang bulat bila dilihat dengan menggunakan mikroskop electron. Sel-sel darah ini juga mengandung reticulum endoplasmic yang kasar dan melimpah. Cystocytes (coagulocytes) jika dilihat dengan phase contras microscope terdapat butiran-butiran hitam kecil dengan ujung meruncing yang bertebaran. Selain keempat tipe sel darah tersebut masih ada tipe sel darah yang hanya terdapat pada serangga-serangga tertentu, yaitu oenocytoids yang terdapat pada Coleoptera, Lepidoptera, dan beberapa Diptera dan Hemiptera subordo Heteroptera. D. Sistem Syaraf Berbagai aktivitas serangga dan beberapa sistem yang bervariasi di dalam tubuh serangga selalu berhubungan dengan sistem syaraf. Sistem syaraf ini terdiri dari sel yang memanjang disebut neuron yang merupakan pembawa informasi dalam bentuk impuls elektrik dari sel-sel sensor eksternal dan internal ke effector yang cocok. Sel-sel tersebut juga disebut sebagai gliar cells yang melindungi, mendukung, dan menyediakan nutrien untuk neurons. Berdasarkan pada anatomi internal sistem syaraf serangga dibagi tiga bagian utama yang merupakan bagian-bagian yang saling berhubungan. Tiga bagian utama tersebut adalah Central Nervous Sistem (CNS), Visceral Nervous Sistem (VNS), dan Pheriveral Nervous Sistem (PNS). Central Nervous Sistem (sistem syaraf pusat) pada serangga tersusun atas sebuah rantai ganda ganglia yang tersambung secara lateral dan longitudinal (Gambar 47). Gambar 47. Sistem syaraf pada serangga Otak serangga mempunyai struktur yang sangat kompleks dan terletak dibagian dorsal foregut di dalam caput. Otak serangga terbentuk dari tiga bagian yang menyatu yaitu protocerebrum, deuterocerebrum, dan tritocerebrum (Gambar 48). Gambar 48. Otak dan sistem syaraf Stomatogastric Locusta sp. (Orthoptera) Protocerebrum berhubungan dengan sensor pada mata majemuk dan oceli, deuterocerebrum berhubungan dengan sensor antena, dan tritocerebrum berhubungan dengan sensor labrum dan usus depan. Sel-sel syaraf serangga disebut juga neuron yang terbagi atas tiga tipe yaitu neuron indra yang membawa impuls syaraf indra; neuron perantara yang menghubungkan antara neuron indra dengan neuron motor; dan neuron motor yang membawa impuls dari pusat integrasi ke otot. Sistem pengontrol aktivitas foregut dan pembuluh bagian dorsal serangga adalah sistem syaraf stomodeal. Sistem syaraf stomodeal ini merupakan komponen utama yang mengawali terbentuknya pasangan syaraf yang mencakup sistem pencernaan dan dua pasang kelenjar endokrin (corpora cardiaca dan corpora alata). Kedua kelenjar ini berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangbiakan serangga. E. Sistem Reproduksi Serangga berkembangbiak dengan cara yang sangat bervariasi, umumnya serangga mempunyai satu jenis kelamin pada satu individu tetapi beberapa serangga tertentu memiliki dua jenis kelamin dalam satu individu (hermaprodit). Serangga betina memiliki sepasang ovari (indung telur) dan setiap indung telur terdiri atas sejumlah ovariole yang berbentuk seperti tabung yang di dalamnya terdapat sejumlah ovum (Gambar 49). Ovari berbentuk oval dengan ujung yang meruncing yang disebut terminal filament. Pada bagian pangkal ovari terdapat calyx yang merupakan pertemuan antar cabang pada bagian pangkal ovariole. Bagian yang merupakan tangkai dari ovari yang bercabang dua disebut lateral oviduct, lateral oviduct ini bertemu pada satu titik menjadi sebuah tangkai yang menghubungkan dengan vagina yang disebut common oviduct. Didalam sistem reproduksi serangga betina terdapat spermatecha (kantung sperma) dan spermatechal gland (kelenjar spermatecha). Kantung sperma ini berfungsi sebagai penyimpan sperma setelah terjadi perkawinan dengan jantan yang digunakan untuk vertilisasi telur. Selain spermatecha juga terdapat sepasang atau dua pasang accessory gland atau kelenjar tambahan. Kelenjar tambahan ini struktur dan fungsinya sangat bervariasi, misalnya pada kecoa sekresi yang dikeluarkan dari kelenjar tambahan ini berbentuk sebuah kapsul atau ootheca yang mengelilingi telur dan terjadi akumulasi di dalam bursa capulatrix. Gambar 49. Morfologi internal sistem reproduksi serangga betina Sistem reproduksi serangga jantan terletak di bagian posterior abdomen dan terdiri dari sepasang gonad (testes) yang terhubung oleh beberapa saluran yang membuka dan berhubungan dengan organ seksual (aedeagus=penis) (Gambar 50). Sepasang testes berbentuk membulat yang didalamnya terdapat beberapa testicular folikel yang berpangkal pada vas efferens yang tersambung pada sebuah tangkai yang disebut vas defferens. Vas defferens tersebut berpangkal pada sebuah bagian yang disebut seminal vesicle. Pada sistem reproduksi jantan terdapat ejaculatory duct yang merupakan saluran terakhir dari alat reproduksi yang berujung pada aedeagus. Gambar 50. Morfologi internal sistem reproduksi serangga jantan Assessment Pertemuan VI dan VII 1. Jelaskan pengertian morfologi internal serangga! 2. Jelaskan sistem pencernaan serangga! 3. Jelaskan sistem pernafasan serangga! 4. Jelaskan peredaran darah serangga! 5. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe sel darah serangga! 6. Jelaskan sistem syaraf serangga! 7. Jelaskan sistem reproduksi serangga! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-8 UJIAN TENGAH SEMESTER Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Menjawab dan menguraikan permasalahan koleksi, perservasi, serta menganalisis morfologi eksternal maupun internal serangga Ujian Tengah Semester √ Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 8 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa dalam mejawab pertanyaan Metode Ajar (STAR) Aktivitas Mahasiswa Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Menjawab pertanyaan tertulis dan mejawab langsung pertanyaan saat wawancara Membuat soal ujian dan mewawancarai mahasiswa Sumber Ajar UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-9 dan 10 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGBIAKAN SERANGGA Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Memahami dan menjelaskan proses molting pada serangga Menjelaskan tipe-tipe metamorfosis pada serangga Memahami tipe-tipe larva dan pupa serangga Memahami tipe perkembangbiakan serangga V. Pertumbuhan dan Perkembangbiakan Serangga 5.1. Review cara-cara pertumbuhan serangga (metamorfosis) 5.2. Mengenal bentuk telur, tipe larva dan pupa 5.3. Review cara-cara perkembangbiakan serangga √ √ √ √ √ Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 9 & 10 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menganalisis berbagai metamorfosis dan perkembangbiakan serangga Metode Ajar (STAR) Pembelajaran kooperatif Mahasiswa dalam kelompok menganalisis berbagai metamorfosis dan perkembangbiakan serangga dengan cara diskusi; didampingi dosen dan asisten Aktivitas Mahasiswa Berdiskusi mengenai metamorphosis dan perkembangbiakan serangga secara kelompok Mendiskripsikan tipe-tipe metamorfosis serangga Mendiskripsikan tipe-tipe perkembangbiakan serangga Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 3, 4, 9b Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah V. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGBIAKAN SERANGGA Pertumbuhan dan perkembangbiakan serangga sangat bervariasi dan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pertumbuhan dan perkembangbiakan serangga ini sangat erat kaitannya dengan reproduksi. Kemampuan reproduksi serangga sangat tinggi hal ini menguntungkan serangga dalam proses pelestarian hidup generasinya. Didalam perkembangbiakan serangga terdapat beberapa fase yaitu fase embrionik, dan fase pasca embrionik. Perkembangbiakan embrionik adalah perkembangbiakan serangga mulai dari proses embrio hingga keluar menjadi sebuah individu baru. Perkembangan embrionik pada serangga secara umum dikelompokkan ke dalam tiga tipe yaitu ovipar, vivipar, dan ovovivipar. Ovipar adalah serangga yang berkembangbiak dengan cara bertelur. Telur-telur yang diletakkan serangga ini dalam keadaan yang sudah sempurna artinya telah dibuahi oleh sperma jantan. Proses pembuahan telur-telur oleh sperma jantan terjadi di dalam tubuh betina sebelum telur tersebut diletakkan. Organ yang berperan di dalam pembuahan sel-sel telur di dalam tubuh betina adalah spermatecha. Perkembangan embrionik serangga jenis ini terjadi di luar tubuh induknya, sumber nutrien berasal dari kuning telur. Telur-telur serangga sangat beragam baik ukurannya maupun bentuknya. Ukuran telur serangga yang terkecil adalah 0,15 mm dan ukuran telur yang terbesar untuk serangga diameternya mencapai 3 mm. Bentuk telur serangga sangat bervariasi ada yang berbentuk datar atau seperti sisik yaitu telur ngengat (Carpocapsa pomonella), ada juga telur yang berbentuk membulat yaitu telur (Scarabaeidae: Cetoniinae) dan juga telur Papilionidae, telur berbentuk kerucut yaitu telur Pierisrapae sp. (Lepidoptera: Pieridae), telur yang memanjang yaitu telur wereng dan Epilachna sp. (Coleoptera: Coccinelidae) serta masih banyak lagi bentuk-bentuk telur yang lain (Gambar 51). Gambar 51. Bentuk-bentuk telur serangga Setiap spesies serangga yang berkembangbiak dengan cara ovipar meletakkan telur-telurnya pada tempat yang sesuai bagi serangga pradewasanya untuk mendapatkan pakan, misalnya kumbang penggerek batang akan meletakkan telurnya pada celah-celah kulit batang kayu. Sedangkan kupu-kupu yang ulatnya memakan kubis akan meletakkan telurnya pada daun-daun kubis. Ada kekhasan serangga dalam meletakkan telur khususnya predator. Belalang sembah (Mantodea:Mantidae) meletakkan telurnya pada ranting, ini bukan berarti bahwa belalang sembah memakan ranting dan juga pada Chrysopa sp. (Neuroptera: Chrysopidae). Bentuk telur predator mempunyai kekhasan tersendiri. Telur belalangsembah terbungkus oleh lapisan seperti spon yang menutupi telur-telurnya sehingga serangga pradewasa dari telur yang telah menetas terlebih dahulu tidak melihat telur-telur lain yang belum menetas. Demikian juga dengan Chrysopa yang telurnya diletakkan secara sendiri-sendiri yang dilengkapi dengan penyangga seperti ranting yang berfungsi sebagai pemisah antara telur satu dengan lainnya agar saat menetas keturunannya tidak saling memakan (kanibal) (Gambar 52). Gambar 52. Telur Chrysopha sp. Vivipar adalah serangga yang berkembangbiak dengan cara melahirkan. Serangga pradewasa yang dilahirkan berupa serangga yang sudah sempurna dan memiliki organ tubuh yang lengkap (tidak lagi berupa embrio). Perkembangan embrio berlangsung di dalam tubuh induknya dan embrio memperoleh nutrien langsung dari induknya melalui celah pada embrio yang berfungsi sebagai plasenta. Contoh serangga yang berkembangbiak dengan cara vivipar adalah kutu daun (Afid)(Gambar 53). Gambar 53. Afid yang sedang melahirkan anak Ovovivipar adalah serangga yang berkembangbiak dengan cara bertelur/beranak. Perkembangbiakan ovovivipar ini menyerupai perkembangbiakan vivipar yaitu telur-telur telah dibuahi secara sempurna di dalam tubuh induknya, telur tersebut tetap berada di dalam tubuh induknya sampai menetas. Setelah menetas kemudian sang induk melahirkan serangga pradewasa tersebut pada tempat-tempat yang menjadi inang bagi anaknya. Contoh serangga yang berkembangbiak dengan cara ovovivipar ini adalah lalat-lalat (Sarcophagidae) pemakan daging atau bangkai dan beberapa parasitoid belalang. Lalat Sarcopaghidae meletakkan anak yang berupa tempayak pada daging atau bangkai yang merupakan pakan bagi serangga pradewasanya. Ada tiga tipe reproduksi serangga yaitu parthenogenesis, hermaphroditism, dan polyembryony. Pertumbuhan dan perkembangbiakan serangga dari telur yang tidak dibuahi disebut parthenogenesis. Beberapa tawon betina dikawin oleh tawon jantan tetapi tidak semua telur-telurnya terbuahi, tetapi semua telur tersebut mampu menetas. Afid betina tidak selalu dikawin oleh afid jantan tetapi mampu menghasilkan keturunan meskipun tidak terjadi kopulasi. Serangga betina parthenogenesis yang hanya menghasilkan keturunan betina saja disebut thelytoky, dan yang menghasilkan keturunan jantan disebut arrhenotoky, sedangkan yang menghasilkan keturunan jantan dan betina disebut amphitoky atau deuterotoky. Beberapa serangga parthenogenesis seperti Heteropeza pygmaea (Diptera: Cecidomyidae) mampu menghasilkan keturunan pada saat pradewasa (larva), fenomena ini disebut paedogenesis. Serangga-serangga yang mampu membuahi sel-sel telurnya sendiri disebut hermaphrodite. Icerya purchasi (Hemiptera: Margarodidae) adalah salah satu contoh serangga yang berkembangbiak dengan cara hermaphrodite. Serangga tersebut mempunyai gonad dan juga ovary. Polyembryony adalah reproduksi aseksual yang menghasilkan dua atau lebih embrio dari satu telur. Jumlah embrio yang dihasilkan dari satu telur sangat bervariasi, tergantung dari spesies dan besar-kecilnya inang (untuk serangga parasitoid). Salah satu contohnya adalah parasitoid Copidosoma spp. (Hymenoptera: Encyrtidae) yang mampu menghasilkan 3000 embrio dari satu telur. Ada tiga fase pertumbuhan serangga yaitu pertumbuhan embrionik, pradewasa, dan dewasa. Perkembangbiakan embrionik diawali dengan vertilisasi telur. Hal ini biasanya terjadi di dalam tubuh serangga betina karena mempunyai spermatecha. Vertilisasi ini ditandai dengan bertemunya sperma dengan sel telur (ovum). Setelah terjadi vertilisasi maka berlangsunglah proses pembelahan nucleus menuju ke permukaan telur dan terbentuklah blastoderm yang merupakan sebuah lapisan seluler tipis. Didalam telur terjadi proses pembentukan kuning telur (vitellogenesis). Pada akhir proses terjadilah pembentukan chorion atau cangkang telur (Gambar 54). Gambar 54. Proses pembentukan blastoderm Proses embrionik selanjutnya adalah terbentuknya bakal embrio (germ band). Germ band melengkung masuk ke dalam kuning telur dan setelah itu terbentuklah tiga jaringan utama yaitu mesoderm, endoderm, dan ectoderm (Gambar 55). Gambar 55. Mesoderm, endoderm, dan ectoderm Mesoderm membentuk lapisan dalam yang terdiri dari otot, lemak, dan gonad sedangkan endoderm membentuk lapisan tengah yang terdiri dari usus atau saluran pencernaan (midgut) dan ectoderm membentuk lapisan luar yang terdiri dari usus depan (foregut), usus belakang (hindgut), sayap dan garis trachea. Akhir dari semua proses tersebut adalah penetasan telur dan munculnya organisme baru yang merupakan serangga pradewasa. Semua proses reproduksi tersebut dikontrol oleh sistem endokrin. Sistem endokrin adalah sebuah sistem komunikasi internal yang secara relatif sangat cepat yang berhubungan dengan sistem syaraf. Secara umum serangga pradewasa adalah telur, larva, dan pupa. Serangga yang telah menetas dari telur disebut larva. Larva dipisahkan lagi menjadi beberapa nama sesuai dengan metamorfosis dan tempat hidupnya. Semua serangga yang bermetamorfosis sempurna (holometabola) larvanya disebut larva. Sedangkan serangga yang metamorfosisnya bertahap (paurometabola) larvanya disebut nimfa, dan serangga yang metamorfosisnya tidak lengkap (hemimetabola) disebut naiad. Ada beberapa tipe larva pada serangga yang didasarkan pada jumlah kaki dan bentuk tubuhnya. Bedasarkan jumlah kaki, serangga dibedakan atas tiga tipe yaitu polipoda, oligopoda, dan apoda. Sedangkan berdasarkan bentuk tubuhnya larva serangga dibedakan atas beberapa tipe yaitu eruciform, scarabaeiform, campodeiform, elateriform, vermiform, dan flatyform (Gambar 56). Gambar 56. Tipe-tipe larva serangga Polipoda adalah larva yang berkaki lebih dari 3 pasang yaitu selain mempunyai kaki thorakial (kaki sesungguhnya) juga mempunyai kaki tambahan yang berupa kaki abdominal. Larva polipoda ini juga disebut bertipe eruciform dan platyform. Larva bertipe eruciform ciri-cirinya adalah sebagai berikut: caputnya bertipe hypognathous, sangat jelas ruas-ruas tubuhnya, kakinya pendek, antena sangat kecil, dan tubuhnya berupa silinder dan memanjang. Contohnya adalah larva Acherontia lachesis (Lepidoptera: Sphingidae). Sedangkan ciri larva yang bertipe flatyform adalah caputnya bertipe hypognathous, kakinya sangat pendek, tubuhnya gepeng, umumnya pemakan tumbuhan dan beberapa spesies mempunyai spines yang beracun. Contohnya adalah larva Parasa lepida (Lepidoptera: Limacodidae). Oligopoda adalah larva yang berkaki 3 pasang yaitu kaki thorakial saja. Larva oligopoda ini juga disebut bertipe scarabaeiform, campodeiform, dan elateriform. Ciri-ciri larva yang bertipe scarabaeiform adalah caputnya bertipe hypognathous, tubuhnya silender dan berbentuk seperti huruf C dan kakinya pendek. Contohnya adalah larva Oryctes rhinoceros (Coleoptera: Scarabaeidae). Ciri larva yang bertipe campodeiform adalah caputnya bertipe prognathous, kakinya panjang, umumnya sangat aktif dan berperan sebagai predator. Contohnya adalah larva Coccinela septempunctata (Coleoptera: Coccinelidae). Sedangkan ciri larva yang bertipe elateriform adalah caputnya bertipe prognathous, kakinya pendek, tubuhnya silinder memanjang (sangat panjang), dan umumnya pemakan tumbuhan. Contohnya adalah larva Tenebrio molitor (Coleoptera: Tenebrionidae). Apoda adalah larva yang tidak berkaki disebut juga bertipe vermiform. Larva serangga jenis ini biasanya bergerak dengan menggunakan peristaltik hidroskleleton tubuhnya, tidak mempunyai caput, dan tidak bermata. Contoh serangga jenis ini adalah larva Bactrocera umbrosus (Diptera: Tephritidae). Serangga memiliki eksoskeleton sehingga dalam pertumbuhannya harus mengalami proses pergantian kulit. Larva tumbuh dan berkembang melalui proses ekdisis yaitu pergantian kulit untuk tumbuh menjadi serangga yang lebih besar. Stadium larva serangga mengalami beberapa ganti kulit rata-rata antara 4-10 pergantian kulit. Batas antar pergantian kulit disebut instar. Serangga yang baru saja menetas dari telur disebut instar 1 dan setelah ganti kulit pertama disebut sebagai larva instar 2, begitu seterusnya. Setelah fase larva khususnya untuk serangga yang bermetamorfosis sempurna (holometabola) akan memasuki fase pupa. Ada tiga tipe pupa berdasarkan bentuknya yaitu eksarata, obtekta, dan coarctata (Gambar 57). Eksarata adalah pupa serangga yang morfologinya atau bentuknya sudah menyerupai imago yaitu bakal caput, torak, abdomen, kaki, dan antenanya sudah terlihat jelas dan tidak lagi menyatu dalam satu bentuk (seperti bentuk patung). Contoh serangganya adalah pupa Oecophylla smaragdina (Hymenoptera: Formicidae). Obtekta adalah pupa serangga yang bentuknya hampir menyerupai bentuk imago yaitu bakal caput, torak, abdomen, kaki, dan antenanya terlihat berupa relief. Contoh serangganya adalah pupa Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae). Coarctata adalah pupa serangga yang bentuknya seperti tong tidak terlihat bakal caput, torak, abdomen, kaki, dan antenanya. Contoh serangganya adalah Dacus petioliforma (Diptera: Tephritidae). Gambar 57. Tipe-tipe pupa serangga Setelah fase pupa atau fase nimfa untuk serangga yang metamorfosisnya sederhana akan masuk ke dalam fase dewasa yaitu mejadi serangga dewasa. Umumnya serangga dewasa hidup di daratan hanya beberapa spesies serangga dewasa yang hidup di atas permukaan air. Serangga mengalami proses metamorfosis dalam tumbuh dan berkembang mulai dari pradewasa sampai dewasa. Metamorfosis adalah perubahan bentuk serangga dari satu fase ke fase berikutnya. Ada tiga tipe metamorfosis pada serangga yaitu metamorfosis sederhana, metamorfosis sempurna, dan metamorfosis antara. Metamorfosis sederhana dibagi menjadi tiga tipe pertumbuhan serangga yaitu ametabola, hemimetabola, dan paurometabola. Ametabola adalah serangga-serangga yang tidak mengalami metamorfosis yaitu bentuk antara serangga pradewasa dan dewasanya sama persis, dalam hal ini serangga hanya mengalami perkembangan pada organ seksualnya yaitu terjadi kematangan gonad pada serangga dewasanya. Contoh serangganya adalah ordo Thysanura (Gambar 58). Gambar 58. Metamorfosis Thysanura Hemimetabola adalah serangga yang mengalami metamorfosis tidak lengkap yaitu umumnya adalah serangga semi aquatic. Serangga dengan pertumbuhan hemimetabola ini habitat fase pradewasanya adalah di dalam air disebut dengan naiad sedangkan fase dewasanya adalah di darat. Contoh serangganya adalah ordo Ephemeroptera, Odonata (Gambar 59), dan Plecoptera. Gambar 59. Metamorfosis Odonata Paurometabola yaitu serangga yang bermetamorfosis secara bertahap. Serangga jenis ini baik pradewasa yang disebut nimfa maupun dewasanya hidup pada habitat yang sama. Contoh serangganya adalah ordo Hemiptera, Orthoptera (Gambar 60), Isoptera, Phasmatodea, Blattodea, Mantodea, dan Mantophasmatodea. Gambar 60. Metamorfosis Orthoptera Metamorfosis sempurna dibagi menjadi satu tipe pertumbuhan yaitu holometabola. Serangga ini mengalami metamorfosis mulai dari telur, larva, pupa, dan imago. Contoh serangganya adalah ordo Lepidoptera (Gambar 61), Coleoptera, Hymenoptera, Trichoptera, dan Diptera. Gambar 61. Metamorfosis Lepidoptera Metamorfosis antara adalah gabungan antara metamorfosis sederhana dan metamorfosis sempurna. Serangga ini mengalami metamorfosis mulai dari telur, nimfa, pupa, dan imago. Contoh serangganya adalah ordo Thysanoptera dan beberapa ordo Hemiptera (Gambar 62). Gambar 62. Metamorfosis Hemiptera Di dalam metamorfosis serangga mengalami molting atau ecdysis yaitu terkelupasnya kulit atau kutikula lama (exuvium). Tahapan pertama pada molting adalah terjadinya apolysis yaitu ditandai dengan terpisahnya kutikula dari lapisan epidermis dan saat disekresikannya gel molting. Kemudian terbentuklah epikutikula baru dibawah gel molting. Hormon yang berperan pada kedua proses diatas adalah Prothoracicotropic hormone (PTTH) yang menstimulasi kelenjar protorak untuk melepaskan hormon molting (ecdysone). Ecdyson mengaktivasi proses apolisis dan terbentuknya epikutikula baru serta pengendapan prokutikula. Tahap berikutnya adalah gel molting diaktivasi untuk meleburkan prokutikula lama. Setelah itu prokutikula baru yang sangat lembut terbentuk di bawah epikutikula baru, saat inilah proses ecdysis berlangsung yaitu kulit kutikula lama terkelupas. Proses ecdysis tersebut diaktivasi oleh hormon eclosion yang tersimpan di dalam corpora cardiaca dan berperan di dalam simpul syaraf ventral. Setiap serangga mempunyai ecdysial line yaitu bagian kutikula terluar dari serangga yang akan terbelah ketika proses ecdysis berlangsung. Setelah pergantian kulit terjadi seketika itu juga diikuti oleh pertumbuhan serangga yang meliputi pengembangan kutikula, pengerasan, dan pewarnaan (tanning) serta pengendapan endokutikula. Proses ini dikontrol oleh hormon bursicon yang dikeluarkan dari otak serangga. Salah satu penelitian yang cukup menarik adalah yang dilakukan oleh Stefan Kopec yang membuktikan bahwa hormon bursicon terbukti terdapat di otak serangga (Gambar 63). Gambar 63. Ligasi pada ulat untuk membuktikan asal hormone diproduksi Secara garis besarnya proses molting pada serangga dapat dilihat pada Gambar 64 di bawah ini. Hormonal Signal Molting Event PTTH Ecdysone Eclosion Hormone Bursicon 1. Apolysis 2. Epicuticle deposition 3. Procuticle deposition 4. Ecdysis 5. Cuticle Expansion 6. Hardening & Darkening 7. Endocuticle deposition Gambar 64. Bagan molting serangga Assessment Pertemuan IX dan X 1. Jelaskan pengertian pertumbuhan dan perkembangan! 2. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe perkembangan embrionik pada serangga! 3. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe larva serangga! 4. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe pupa serangga! 5. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe metamorfosis serangga! 6. Jelaskan proses pergantian kulit pada serangga! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-11 PERILAKU SERANGGA Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Memahami dan menjelaskan caracara pertahanan diri pada serangga Membedakan antara mimikri dan kriptik Menjelaskan mimikri serangga antara Batesian dan Mullerian VI. Perilaku Pertahanan Diri Serangga 6.1. Review cara-cara pertahanan diri serangga Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 11 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) √ √ √ √ √ √ Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menganalisis berbagai perilaku pertahanan diri serangga Metode Ajar (STAR) Pembelajaran kooperatif Mahasiswa dalam kelompok menganalisis berbagai perilaku pertahanan diri serangga dengan cara diskusi; didampingi dosen dan asisten Aktivitas Mahasiswa Berdiskusi mengenai mimikri Batesian dan Mullerian berdasarkan kelompoknya masingmasing Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 4, 6, 9b Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah VI. PERILAKU PERTAHANAN DIRI SERANGGA Serangga merupakan hewan purba yang masih ada hingga saat ini. Salah satu keberhasilan hidup serangga adalah terdapatnya sistem proteksi pertahanan diri terhadap musuh-musuhnya. Beberapa bentuk pertahanan diri serangga adalah mempunyai bentuk yang sama dengan tempat hidupnya, membangun struktur untuk melindungi tubuhnya, beracun, menggigit, menyengat, mengeluarkan zat yang mengganggu, dan menyerupai spesies lain (mimicry). Serangga yang menyerupai bentuk yang sama dengan tempat hidupnya salah satu contohnya adalah belalang ranting (Phasmatodea). Belalang ranting ini sangat mirip dengan ranting sungguhan dimana serangga tersebut hinggap. Pada negara empat musim belalang ranting ini mempunyai perilaku yang dapat menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya. Misalnya pada musim semi belalang ranting berada pada fase pradewasa yang berwarna hijau, sedangkan pada musim gugur belalang ranting telah menjadi serangga dewasa dan berwarna coklat. Selain belalang ranting juga terdapat beberapa ngengat yang sama persis dengan batang sebuah pohon, belalang yang mirip dengan daun, beberapa larva kupu-kupu Papilionidae yang morfologinya mirip dengan kotoran burung. Beberapa serangga membangun struktur untuk melindungi tubuhnya. Diantaranya adalah ulat famili Psychidae yang membuat selongsong tubuh dari sutra yang melindungi seluruh tubuhnya dari sinar matahari maupun predator. Selain Lepidoptera juga Trichoptera. Beberapa larva Trichoptera membuat rumah yang terbuat dari kerikil, bahan-bahan organik seperti ranting atau daun-daunan untuk menutupi tubuhnya. Serangga (Hemiptera: Reduviidae) ada yang mempunyai sifat menutupi tubuhnya dengan menggunakan potongan-potongan daun kering dan seresah sehingga tubuhnya nyaris tidak terlihat seperti organisme hidup. Serangga juga ada yang beracun, menggigit jika diganggu, dan menyengat jika diperlukan. Serangga yang umum kita temukan beracun adalah ulat api (Lepidoptera: Limacodidae). Serangga-serangga yang apabila diganggu menggigit seperti semut rangrang. Tawon dan lebah mempunyai sengat yang digunakan untuk membuat jera musuhmusuhnya; khususnya lebah madu sengat hanya digunakan sebagai alat pertahanan diri sedangkan pada jenis tawon selain digunakan sebagai pertahanan diri sengat juga digunakan sebagai senjata untuk melumpuhkan mangsa. Kumbang Carabidae dan jenis kepik mempunyai kelenjar yang mengeluarkan zat dengan bau yang sangat menyengat sehingga dihindari oleh musuhnya. Beberapa kumbang Carabidae seperti “kumbang pembom” mengeluarkan zat hidroksikuinon yang mampu melelehkan kulit musuhnya. Pertahanan diri serangga merupakan respon yang muncul akibat ancaman musuh alami terhadap kelangsungan hidupnya. Hal ini berkaitan dengan status serangga sebagai pakan serangga lain atau hewan lain selain serangga (predator/parasitoid). Pertahanan diri serangga dibagi atas dua kelompok yaitu primer dan skunder. Pertahanan diri serangga primer meliputi tiga tipe yaitu crysis, aposematism, dan mimicry. Crysis yaitu bentuk tubuh serangga yang berkamuflase terhadap lingkungan sekitarnya atau biasa diartikan tersembunyi. Contoh serangganya adalah ordo Phasmatodea. Aposematism adalah spesies serangga yang mempunyai warna tubuh sangat mencolok sebagai tanda bahwa serangga tersebut beracun. Contohnya adalah serangga ordo Lepidoptera. Mimicry adalah spesies serangga yang mempunyai kemiripan dengan serangga spesies lain. Pada serangga dikenal ada dua bentuk mimicry yaitu Batesian dan Mullerian. Sebagai contoh beberapa lalat Syrphidae mempunyai bentuk morfologi yang mirip dengan lebah, lebah mempunyai sengat untuk proteksi dirinya sementara lalat Syrphidae tidak mempunyai proteksi yang berupa sengat. Disini menunjukkan bahwa lalat Syrphidae diuntungkan oleh serangga model dalam hal ini adalah lebah. Jenis mimicry semacam ini termasuk dalam kategori mimicry Batesian, sedangkan serangga yang kedua-duanya memiliki alat proteksi diri termasuk dalam kategori mimicry Mullerian, contohnya adalah beberapa ngengat (Lepidoptera: Sphingidae) yang mempunyai sayap transparan sangat mirip dengan tawon Vespidae. Ngegat ini tubuhnya sangat beracun sedangkan tawon Vespidae memiliki sengat yang juga sangat beracun, pada kedua serangga ini masing-masing mepunyai alat proteksi diri yang berupa racun sehingga kedua-duanya disebut sebagai serangga model. Pertahanan diri serangga skunder meliputi pola terbang, pura-pura mati, menyengat, melepaskan bagian anggota tubuh, mengelak serangan, mengejutkan, dan menggunakan bahan kimia. Serangga tertentu mempunyai pola terbang yang sangat unik yang berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap serangan musuhnya. Contoh serangganya adalah golongan ngengat yang mengelak serangan kelelawar dengan memanfaatkan pendeteksian gelombang ultrasonic (Gambar 65). Serangga ordo Coleoptera tertentu mempunyai kekhasan dengan pura-pura mati. Predator serangga umumnya tertarik oleh mangsa yang bergerak dan akan menghindari serangga mati, oleh karena itu dengan perilaku pura-pura mati ordo Coleoptera tersebut akan terhindar dari serangan predator. Selain ordo Coleoptera juga beberapa semut (Polyrhachis spp.) yang mempunyai perilaku berpura-pura mati dengan menelangkupkan kakinya ketika terganggu. Beberapa serangga mempunyai anggota tubuh pada integumennya yang bisa terlepas tanpa berakibat negatif terhadap serangga yang bersangkutan. Hal ini bisa ditunjukkan seperti golongan Hemiptera yang terbalut lapisan lilin atau tepung, rambut-rambut Trichoptera, dan sisik Lepidoptera. Thomas Eisner dan kawankawannya dari Cornell university melaporkan bahwa imago Lepidoptera dan Trichoptera seringkali terperangkap pada jaring laba-laba hanya untuk sementara waktu karena imago Lepidoptera mempunyai sisik dan Trichoptera mempunyai rambut-rambut sehingga dengan mudah sisik dan rambut tersebut terlepas tanpa melukai serangga yang bersangkutan. Gambar 65. Beberapa pola terbang ngengat [a,b,c, dan d] untuk melarikan diri dari serangan kelelawar Beberapa sayap kupu-kupu khususnya famili Lycaenidae bagian posterior sayap belakangnya terdapat bagian sayap yang memanjang dan bergerak-gerak menyerupai antena. Sebagian sayap yang menyerupai antena ini akan mengecoh predatornya dan predator tersebut akan menyerang bagian yang menyerupai antena sehingga kupukupu dapat terlepas. Serangga-serangga dengan perilaku yang tiba-tiba membentangkan sayapnya (pada ngengat) atau membesarkan bagian toraknya pada larva Papilionidae sehingga membuat predator terkejut dan tidak jadi memangsanya. Assessment Pertemuan XI 1. Jelaskan pengertian pertahanan diri serangga! 2. Sebutkan dan jelaskan tipe-tipe pertahanan diri serangga! 3. Jelaskan pengertain pertahanan diri primer dan sekunder! 4. Jelaskan pengertian cryptic, aposematism, dan mimicry! 5. Jelaskan pengertian mimikri Mullerian! 6. Jelaskan pengertian mimikri Batesian! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-12, 13, dan 14 KLASIFIKASI, TAKSONOMI, DAN IDENTIFIKASI SERANGGA Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Mengklasifikasikan serangga Memahami metode identifikasi serangga Mengidentifikasi Ordo dan famili serangga penting secara benar VII.Klasifikasi, Taksonomi, dan Identifikasi Serangga 7.1. Review klasifikasi serangga 7.2. Review taksonomi serangga 7.3. Metode identifikasi serangga 7.4. Pengenalan Ordo dan Famili serangga Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 12, 13, & 14 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) √ √ √ √ √ √ Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menganalisis berbagai metode identifikasi serangga Metode Ajar (STAR) Pembelajaran kolaboratif Mahasiswa dalam kelompok menganalisis berbagai metode identifikasi serangga dengan cara diskusi; didampingi dosen dan asisten Aktivitas Mahasiswa Berdiskusi mengurutkan metode identifikasi serangga dari yang akurat sampai yang tidak akurat menurut kelompoknya masing-masing Mendiskripsikan Ordo dan Famili serangga penting di dalam bidang pertanian Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 1, 2, 9b Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah VII. KLASIFIKASI, TAKSONOMI, DAN IDENTIFIKASI SERANGGA Klasifikasi, taksonomi, dan identifikasi organisme hidup adalah sebuah ilmu pengetahuan yang sangat komplek. Klasifikasi adalah pengelompokan, yaitu pengelompokan organisme berdasarkan ciri-ciri morfologi, fisiologi, dan perilaku yang sama. Istilah taksonomi berasal dari bahasa Yunani [taxis = susunan dan nomos = hukum] yang berarti “the arranging of species and groups thereof into a sistem which shall exhibit their relationship to each other and their places in a natural classification”{glossary of entomology}. Identifikasi adalah pemilahan organisme dan memasukkannya pada takson dalam urutan klasifikasi. Klasifikasi, taksonomi, dan identifikasi serangga merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari karena jumlah spesies serangga yang sangat banyak, merupakan hewan purba, dan mempunyai peranan penting bagi manusia. Seorang naturalis Swedia yaitu Carolus Linneaus (1707-1778) mengelompokkan organisme hidup pada tingkatan ordo. Sistem pengelompokkan tersebut berdasarkan pada persamaan-persamaan struktur morfologi organisme hidup dan anatominya. Sistem ini dikenal dengan nama Sistema Natural yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1758. Saat itulah pertama kali dikenalkan sistem penamaan binomial. Pada tahun 1775 seorang murid Linneaus yaitu Fabricius mempublikasikan Sistema Entomology yaitu sistem penamaan binomial pada serangga. Sistem penamaan binomial ini artinya adalah pemberian nama ilmiah spesies/jenis serangga dengan dua nama yaitu istilah umum [nama Genus] plus istilah khusus [nama Spesies], kedua nama ini harus ditulis miring atau digaris bawah atau ditulis berbeda dengan tulisan yang lain. Sampai saat ini sistem penamaan pada serangga menggunakan sistem penamaan binomial yang secara umum diklasifikasikan kedalam tujuh kategori utama, yaitu: Kingdom: Animalia Filum: Artropoda Klas: Insekta Ordo: { 29 Ordo; sebagian besar berakhiran ptera} Famili: { > 1.000 Famili; semuanya berakhiran idae} Genus: Spesies: Pada beberapa serangga, kategori utama ini dibagi lagi dengan menambahkan awalan Super pada Klas, Ordo, dan Famili; dan awalan Sub pada Filum, Klas, Ordo, Famili, dan Genus. Selain itu juga dikenal beberapa kategori tambahan, yaitu: infraklas, kohort, divisi, tribe, dan seri; tetapi kategori ini jarang sekali dipakai. Penulisan nama taxon di atas spesies terdiri dari satu kata (uninominal). Serangga termasuk kedalam superklas Hexapoda yang berasal dari bahasa Yunani [heksa = enam dan podos = kaki] yang berarti artropoda yang berkaki enam {pada saat fase dewasanya}. Superklas Hexapoda terdiri dari dua klas, yaitu klas Entognatha dan klas Insekta. Klas Insekta terdiri dari dua subklas, yaitu subklas Apterygota dan subklas Pterygota. Keduanya berasal dari bahasa Yunani [a = tidak dan pteron = sayap] yang berarti subklas Apterygota adalah kelompok serangga-serangga yang tidak bersayap sedangkan subklas Pterygota adalah kelompok serangga-serangga bersayap. Di bawah subklas adalah infraklas, serangga terdiri dari dua infraklas yaitu Neoptera [serangga yang sayap belakangnya terlipat pada saat posisi istirahat] dan infraklas Palaeoptera [serangga yang sayap belakangnya terbentang/tidak terlipat pada saat posisi istirahat]. Dua Infraklas serangga ini terdiri dari dua divisi yaitu divisi Endopterygota dan divisi Exopterygota dan bawah divisi adalah ordo yang sebagian besar berakhiran ptera. Di bawah ordo berturut-turut adalah subordo, superfamili yang selalu berakhiran oidea, famili yang selalu berakhiran idae, subfamili yang selalu berakhiran inae, genus yang terdiri dari satu kata dengan awalan huruf kapital, dan spesies yang terdiri dari satu kata tanpa huruf kapital [penulisan spesies harus selalu didahului oleh nama genus]. Sebagai contoh, kumbang diklasifikasikan sebagai berikut: moncong [Hypomeces squamosus Fabricius] Kingdom: Animalia Filum: Artropoda Subfilum: Mandibulata Superklas: Hexapoda Klas: Insekta Subklas: Pterygota Infraklas: Neoptera Divisi: Endopterygota Ordo: Hemiptera Subordo: Polyphaga Superfamili: Curculionoidea Famili: Curculionidae Subfamili: Brachyderinae Genus: Hypomeces Spesies: Hypomeces squamosus Ketentuan dalam penulisan nama spesies adalah harus selalu didahului dengan nama genus, jadi spesies kumbang moncong tersebut diatas harus ditulis Hypomeces squamosus [secara binomial=dua nama “genus dan spesies”] tidak boleh ditulis hanya squamosus saja. Nama spesies inilah yang disebut sebagai nama ilmiah suatu jenis serangga. Nama ilmiah yang digunakan umumnya berasal dari bahasa Latin, selain bahasa Latin kadang-kadang juga digunakan bahasa Yunani dan bahasa lain dengan ketentuan bahwa bahasa apapun yang digunakan harus selalu dilatinkan. Penulisan nama ilmiah harus mengikuti ketentuan sebagai berikut: penulisan nama genus harus diawali dengan huruf kapital, sedangkan nama spesies harus diawali dengan huruf kecil [Contoh: Hypomeces squamosus], kadang-kadang setelah nama spesies ditambahkan nama author, nama author ditulis tegak dengan diawali huruf kapital [Contoh: Hypomeces squamosus Fabricius, Fabricius adalah nama author] dan kalau spesiesnya belum diketahui cukup ditulis sp. saja dan tidak perlu ditulis miring/digaris bawah [Contoh: Hypomeces sp. atau Hypomeces sp.]. Serangga dalam satu genus dengan spesies lebih dari satu dan belum diketahui secara pasti masingmasing spesiesnya maka spesiesnya di tulis spp. [Contoh: Hypomeces spp. atau Hypomeces spp.]. Jadi dengan kata lain sp. menunjukkan satu spesies, sedangkan spp. menunjukkan lebih dari satu spesies atau banyak spesies. Nama ilmiah serangga selalu sama dimanapun serangga tersebut berada, sedangkan nama umum serangga sangat bervariasi berdasarkan negara dimana serangga tersebut berada. Selain nama ilmiah dan nama umum juga dikenal nama lokal, nama ini juga sangat bervariasi berdasarkan tempat atau wilayah atau pulau dimana serangga tersebut berada. Sebagai contoh hama padi “Walangsangit”: Nama Ilmiah : Leptocorisa acuta Thunberg {dipakai di Seluruh Dunia} Nama Umum : Walangsangit Rice Bug Reiswanze Chinche Común del Arroz Rijstwants Gundhi Bug Gundi Poka {Indonesia} {Inggris} {Jerman} {Spanyol} {Belanda} {India} {Bangladesh} Nama Lokal : Walang Sangit Kungkang Tenang Pianggang Empangau {Jawa} {Sunda} {Madura} {Sumatera} {Kalimantan} Contoh diatas menunjukkan bahwa nama ilmiah serangga di seluruh dunia adalah sama, sedangkan nama umum sangat bervariasi berdasarkan nama umum serangga tersebut di suatu negara, demikian juga nama lokal sangat bervariasi berdasarkan nama umum serangga tersebut di suatu wilayah [daerah, suku, atau pulau]. Oleh karena itu nama ilmiah lebih sesuai digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan karena dengan disebutkan nama ilmiahnya maka semua orang dimanapun berada akan segera mengetahui serangga yang dimaksud. Identifikasi serangga dilakukan dengan menggunakan buku kunci identifikasi. Banyak buku kunci identifikasi yang tersedia di perpustakaan, selain buku secara elektronik di internet juga menyediakan kunci identifikasi. Kebanyakan kunci identifikasi serangga secara dichotomous atau dua-dua pilihan karakter yang selalu berpasangan. Contoh: Karakteristik morfologi spesimen serangga digunakan sebagai dasar identifikasi sampai tingkat ordo (buku Kunci Determinasi Serangga [Subyanto dan Sulthoni, 1991] halaman 27-40). Cara menggunakan buku kunci determinasi adalah sebagai berikut: amati morfologi spesimen yang ditemukan dan cocokkan dengan kunci dimulai dari nomor 1a atau 1b (sebelah kiri). Apabila cocok maka langsung dilanjutkan pada nomor selanjutnya berdasarkan nomor yang tertera di sebelah kanan keterangan yang sesuai. Misalkan: Serangga yang ditemukan seperti dibawah Cara mencocokkan: ini 1(a) karena bersayap lanjut ke nomor ………. 2 2(a) karena pangkal sayap depan tebal / seperti kulit serangga lanjut ke nomor ………. 3 3(b) Karena sayap depan tidak kecil dan tidak lebih kecil daripada sayap belakang lanjut ke nomor ……………… 4 4(a) Karena tipe alat mulutnya pengisap / punya paruh lanjut ke nomor ………. 5 5(a) Karena paruhnya muncul dari bagian depan kepala Jadi Ordo serangga tersebut adalah HEMIPTERA Cara lain selain menggunakan buku kunci identifikasi, adalah dengan cara membaca deskripsi perilaku dan ciri morfologinya, mencocokkan dengan gambar, mencocokkan dengan spesimen standart di museum, dan bertanya kepada ahlinya. Identifikasi dengan menggunakan Lucid key lebih mudah dilakukan dan dimengerti karena setiap karakter yang dimaksud selalu diikuti dengan foto/gambar. Caranya adalah install program Lucid key ke dalam komputer kemudian ikuti petunjuk di layar monitor hingga sukses install. Setelah sukses install jalankan programnya dengan mengamati spesimen serangga yang telah dipreservasi/diawetkan serta cocokkan dengan karakter dan foto-foto spesimen yang tersedia di layar monitor komputer. Informasi lebih lanjut mengenai Lucid Key silakan buka website http://www. lucidcentral.org Apabila ada keragu-raguan atau kesulitan terutama untuk menentuan sampai tingkat genus atau spesies, hal ini bisa diatasi dengan cara mengirimkan spesimen ke tempat-tempat yang melayani jasa identifikasi. Ketentuan pengiriman spesimen untuk diidentifikasi adalah spesimen yang telah diawetkan harus dilengkapi data yang lengkap selain yang tertera pada labelnya. Data yang harus ada adalah: Nama Pengirim, Tanggal Pengiriman, Alamat Pengirim, dan Alasan Pengiriman Spesimen (peranan serangga, kepentingannya untuk apa, dlsb.), Keterangan apakah spesimen tersebut dikehendaki untuk dikirim kembali setelah diidentifikasi atau tidak (kalau tidak biasanya secara otomatis akan disimpan di Museum). Data tambahan tersebut ditulis pada lembaran kertas dengan pensil atau dicetak dengan printer laser. Spesimen yang akan dikirim dikemas dengan cara dimasukkan ke dalam kotak pengiriman yang berukuran 13 x 9 x 5 cm. Pada kemasan diberi keterangan “Bahan Penelitian” agar lebih diperhatikan oleh jasa pengiriman. Contoh penerima jasa identifikasi serangga adalah: Mr. John Maxen Insect/Mite Identification Services, CABI BIOSCIENCE UK Center (Egham), Bakeham Lane, Egham, Surrey TW20 9 TY, United Kingdom Assessment Pertemuan XII, XIII, dan XIV 1. Jelaskan pengertian klasifikasi serangga! 2. Jelaskan pengertian Neoptera! 3. Jelaskan pengertian Palaeoptera! 4. Jelaskan pengertian Pterigota! 5. Jelaskan pengertian Apterigota! 6. Jelaskan pengertain Polifaga! 7. Jelaskan pengertian Adefaga! 8. Jelaskan pengertian taksonomi serangga! 9. Jelaskan cara-cara identifikasi serangga! 10. Jelaskan pentingnya identifikasi serangga dalam bidang pertanian! 11. Jelaskan ketentuan pemberian nama ilmiah pada serangga! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-15 ENTOMOLOGI MOLEKULER DAN BERITA ENTOMOLOGI TERKINI Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Memahami molekuler pada bidang entomologi pertanian Menjelaskan caracara identifikasi serangga secara molekuler Memahami dan menjelaskan cara kerja tanaman transgenik tahan serangan serangga VIII. Entomologi Molekuler dan Berita Entomologi Terkini 8.1. Review molekuler pada bidang pertanian yang berhubungan dengan serangga 8.2. Analisis DNA serangga untuk identifikasi 8.3. Tanaman trasgenik tahan serangan serangga Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 15 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) √ √ √ √ √ √ Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa menganalisis isu-isu molekuler serangga Metode Ajar (STAR) Mahasiswa dalam kelompok menganalisis berbagai informasi molekuler serangga dengan cara diskusi; didampingi dosen dan asisten Aktivitas Mahasiswa Berdiskusi mengenai cara ektraksi DNA serangga untuk identifikasi Berdiskusi mengenai cara kerja tanaman transgenik tahan serangan serangga Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Sumber Ajar Menilai keaktifan masing-masing mahasiswa dalam memberikan pendapat 7, 9a, 9b Menilai keakuratan pendapat mahasiswa berdasarkan referensi ilmiah VIII. ENTOMOLOGI MOLEKULER DAN BERITA ENTOMOLOGI TERKINI A. Entomologi Molekuler Mempelajari fungsi dan hubungan serangga di dalam lingkungan merupakan hal yang sangat menarik dengan memanfaatkan beberapa metode eksperimental. Dewasa ini telah berkembang tentang konsep biologi molekuler yang merupakan metode yang didasarkan kepada sesuatu yang lebih spesifik yaitu genetic material (DNA). DNA adalah deoxyribonucleic acid yang merupakan bahan genetik pada sel, dan komponen DNA pada sel adalah genome. DNA merupakan sebuah polimer panjang yang terdiri dari empat basa nitrogen yaitu adenine, thymine, cytosine, dan guanine yang saling terikat satu sama lain oleh sebuah gula phosphate. DNA merupakan pembawa sifat terkecil dari suatu organisme. Pada tahun 1970-an pertama kali diketahui bahwa plasmid adalah bagian yang ideal untuk propagasi atau cloning oleh DNA asing (Gambar 66). Gambar 66. Formasi molekul DNA rekombinan Pemanfaatan biologi molekuler dalam bidang entomologi telah banyak dilakukan khususnya di negara maju, misalnya hiridisasi DNA digunakan untuk estimasi hubungan antar spesies pada serangga untuk mempelajari phylogenetic pada proses evolusi. Hadirnya teknik molekuler ini juga sangat bermanfaat untuk kepentingan identifikasi serangga. Sebuah metode taksonomi yang berdasar pada PCR telah dikembangkan sejak tahun 1990-an dan diketahui sebagai amplifikasi yang cepat pada polimorfik DNA atau RAPD. Selain pemanfaatan biologi molekuler yang secara langsung berkaitan dengan serangga juga terdapat pemanfaatan yang secara tidak langsung berhubungan dengan serangga, misalnya rekayasa genetik untuk pemuliaan tanaman tahan serangga hama yang telah banyak dilakukan. Di Indonesia pernah diintroduksi kapas tahan hama Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae) yaitu tepatnya di Sulawesi Selatan. Rekayasa genetik tersebut dilakukan dengan cara memasukkan gen Cry1Ac bakteri Bacillus thuringiensis yang mengandung delta endotoksin yang bersifat racun terhadap serangga ordo Lepidoptera khususnya H. armigera ke dalam tanaman kapas Bollgard. Beberapa peneliti dan praktisi menyangsikan keberhasilan tanaman transgenik ini di Indonesia dan salah satu kekhawatirannya adalah terjadinya resistensi ulat penggerek bol kapas (H. armigera) terhadap delta endotoksin. Penelitian mengenai pengelolaan serangga yang telah tahan terhadap gen Cry Bacillus thuringiensi telah juga dilakukan (Lampiran 1. Manuscript Proceedings of the 2nd Indonesia Biotechnology Conference 2001 ). B. Berita Entomologi Terkini 1. Ditemukan ordo serangga baru di Afrika bagian selatan Untuk pertama kalinya sejak 87 tahun yang lalu peneliti menemukan serangga yang termasuk dalam ordo baru. Serangga tersebut di temukan di pegunungan Brandberg Namibia yang terletak di pesisir barat Afrika bagian selatan. Oliver Zompro adalah seorang spesialis belalang ranting dari Institut Max Planck di Plon Jerman telah mengidentifikasi serangga tersebut sebagai makhluk yang unik. Ciri-ciri morfologi serangga ini menyerupai gabungan antara belalang ranting, belalang sembah, dan belalang kayu; oleh karena itu serangga baru ini dinamai dengan ordo baru yaitu Mantosphasmatodea. Ruas pertama abdomennya membesar, kaki depan dan kaki tengahnya digunakan untuk menangkap mangsa, dan kaki belakangnya digunakan untuk berjalan (tidak untuk meloncat). Panjang tubuhnya hingga mencapai 4 cm, serangga ini juga disebut “gladiator” yang aktif pada malam hari (Nocturnal), hidup di rumput yang berada di celah-celah batu-batuan, dan bersifat karnivora. Zompro pertama kali menduga bahwa dia telah menemukan sebuah ordo serangga baru ketika mengidentifikasi fosil serangga yang menyerupai belalang ranting yang dikirimkan oleh kolektor-kolektor amber di Jerman. Setelah menemukan spesimen-spesimen yang mirip pada koleksi-koleksi terbaru di museum London dan Berlin dia mengira bahwa serangga yang ditemukan pada amber tersebut telah punah atau bisa jadi masih ada tetapi berada di daerah-daerah yang belum dijamah manusia. Beberapa tanggapan bermunculan mengenai penemuan ini. Piotr Naskrecki seorang director of Conservation International’s new Invertebrate Diversity Initiative menyatakan bahwa penemuan serangga ini bagaikan menemukan seekor gajah Mastodon atau harimau bertaring pedang. Diana Wall seorang ecologist dari Universitas Negeri Colorado di Pot Collin menyatakan bahwa penemuan ini adalah sangat hebat dan mengagumkan. Dia juga menambahkan bahwa buku-buku entomologi yang menuliskan tentang ordo-ordo serangga perlu dilakukan revisi dengan adanya penemuan baru ini. Silahkan access atau download: http://news.nasionalgeographic.com/news/2002/03/0328_0328_TVstickinsect. html http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/1937150.stm 2. Terdapat genus serangga yang baru dilaporkan keberadaannya di Yogyakarta Yogyakarta merupakan kota pelajar dan daerah wisata yang cukup terkenal di dalam dan luar negeri. Mobilitas manusia dari dan ke Yogyakarta sangat tinggi, hal ini membawa konskuensi masuknya organisme asing ke wilayah Yogyakarta akan semakin terfasilitasi. Banyaknya buah dan sayur yang masuk ke wilayah Yogyakarta, baik buah dan sayur komersial maupun bahan bawaan para turis domestik maupun international, oleh-oleh dari luar kota (mengingat banyaknya pelajar yang dari luar kota) dan juga didukung dengan kesadaran masyarakat yang sangat rendah terhadap sanitasi lingkungan kaitannya dengan adanya bahaya invasive alien species, hal ini mendukung masuknya organisme asing masuk ke wilayah Yogyakarta. Penelitian mengenai inventarisasi lalat buah hama di Yogyakarta menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah spesies lalat buah yang terdapat di Yogyakarta. Survey yang dilakukan pada tahun 1980-an hanya diketahui terdapat 3 spesies lalat buah, kemudian pada tahun 1990 inventarisasi yang dilakukan oleh Badan Karantina Tumbuhan menunjukkan terjadinya peningkatan yaitu diketahui terdapat 8 spesies lalat buah. Inventarisasi lalat buah yang dilakukan Laboratorium Entomologi Dasar FAPERTA UGM akhir-akhir ini menunjukkan terjadi peningkatan jumlah spesies yaitu diketahui terdapat 22 spesies lalat buah termasuk dua genus yang baru dilaporkan keberadaannya di Yogyakarta maupun Indonesia. Dua genus yang baru dilaporkan keberadaannya di Yogyakarta dan Indonesia tersebut adalah Dacus longicornis dan D. petioliforma. Keberadaan dua spesies Dacus ini belum pernah dilaporkan berada di Yogyakarta, bahkan keberadaan D. petioliforma belum pernah dilaporkan keberadaan di Indonesia. Ciri morfologi kedua spesies ini dan informasi selebihnya pada Lampiran 2. Manuscript Indonesian Journal of Plant Protection 2005. Assessment Pertemuan XV 1. Jelaskan pengertian DNA! 2. Jelaskan pengertian filogenetik serangga berdasarkan DNAnya! 3. Jelaskan pengertian tanaman transgenik gen cry Bacillus thuringiensis tahan serangan serangga hama! 4. Jelaskan kegagalan kapas transgenik di Sulawesi Selatan! 5. Apakah anda setuju tanaman transgenik tahan serangan serangga hama diproduksi dan ditanam di Indonesia? Jelaskan jawaban saudara! UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN Alamat: Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Fax./Telp. 0274 523926 E-mail: [email protected] Buku 2 : RPKPM (Rencana Kegiatan Pembelajaran Mingguan) Modul Pembelajaran Pertemuan Ke-16 UJIAN AKHIR SEMESTER Sem. Ganjil / 3 sks (2 sks temu kelas, 1 sks prakt.)/ Kode PNH 3102 Oleh: Dr. Suputa Dr. Nugroho Susetya Putra Prof. Dr. Y. Andi Trisyono Prof. Dr. Edhi Martono Dr. Witjaksono Didanai oleh Dana BOPTN P3-UGM Tahun Anggaran 2013 November 2013 Mahasiswa mampu: Memahami dan menjelaskan secara komprehensif ilmu serangga pada bidang pertanian Ujian Akhir Semester √ Web Soal-tugas Audio/Video Gambar Presentasi Media Ajar Teks Pertemuan ke 16 Tujuan Ajar/ Keluaran/ Indikator Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Metode Evaluasi dan Penilaian Keaktifan mahasiswa dalam mejawab pertanyaan Metode Ajar (STAR) Aktivitas Mahasiswa Aktivitas Dosen/ Nama Pengajar Menjawab pertanyaan tertulis dan menjawab langsung pertanyaan saat wawancara Mengumpulkan tugastugas Membuat soal ujian dan mewawancarai mahasiswa dan menilai hasil kerja mahasiswa (tugas-tugas) Sumber Ajar DAFTAR BACAAN BUKU AJAR Anonimous, 1995. Encyclopedia of Nature. Dorling Kindersley Multimedia. CD-ROM. BBC News. 18 April 2002. New Insect Order Discovered. SCI/TECH. http://News. bbc.co.uk/2/hi/science/nature/ 1937150.stm. Blum, M.S. 1985. Fundamentals of Insect Physiology. A Wiley-Interscience Publication. John Wiley and Sons. New York. Chichester. Brisbane. Toronto. Singapore. 598 pages. Borror D.J. & R.E. White. 1970. A Field Guide to the Insects of America North of Mexico. Houghton Mifflin. Boston. 404 pages. Borror, D.J. & D.M. Delong. 1971. An Introduction to the Study of Insects. Third Edition. Holt, Rinehart, and Winston INC. Printed in the United State of America. 812 pages. Borror, D.J. & D.M. Delong. 1971. An Introduction to the Study of Insects. Third Edition. Holt, Rinehart, and Winston INC. Printed in the United State of America. 812 pages. Borror, D.J. and R.E. White. 1970. A Field Guide to The Insect. Houghton Mifflin Company. Boston. 404 pages. Chapman, R.F. 1982. The Insect Structure and Functions. 3th. Harvard University Press. Cambridge. Massachusetts. Hong Kong. 919 pages. Chapman, R.F. 1982. The Insect Structure and Functions. Third Edition. Harvard University Press. Cambridge. Massachusetts. Hong Kong. 919 pages. Dixon, A.F.G. 1973. Biology of Aphids. Edward Arnold. London. 58 pages. Evans. 1984. Insect Biology. A Textbook of Entomology. Colorado State University. Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts. California. London. Amsterdam. Ontario. Sydney. 436 pages. Furman, D.P. and E.P. Catts. 1982. Manual of Medical Entomology. 4th Edition. Cambridge University Press. USA. 207 p ages. Gullan, P.J. & P.S Craston. 2000. The Insects An Outline of Entomology. 2th ed. Blackwell Science. Oxford. 473 pages. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta. 237 halaman. Matthews, R.W. and J.R. Matthews. 1978. Insect Behavior. John Wiley and Sons. New York, Chichester. Brisbane. Toronto. Singapore. 507 pages. Romoser, W. and J.G. Stoffolano. 1997. Science of Entomology. McGraw-Hill Science/Engineering/Math. 4h Edition. 624 pages. Trivedi, B.P. 2002. New Insect Order Found in South Africa. News. National Geographic. Http://news.nationalgeographic.com/new/ 2002/03/0328_0328_TVstickinsect.html. Youdeowei, A. 1977. A Laboratory Manual of Entomology. Oxford University Press Nigeria. Oxford House. Iddo Gate. Ibadan. Nigeria. 208 pages.