BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara sedang berkembang, kota mengalami pertambahan jumlah penduduk dengan sangat pesat, hal ini diakibatkan oleh adanya migrasi atau berpindahnya penduduk dari desa ke kota yang tidak terkendali. Alasan utama perpindahan ini adalah faktor ekonomi, mereka menganggap bahwa prospek ekonomi di perkotaan lebih baik dibandingkan di desa. Adapun dampak yang ditimbulkan dari migrasi itu antara lain kemiskinan, terjadinya kesenjangan sosial ekonomi antara kaum miskin kota dengan kaum kaya kota yang memiliki kemewahan, dan dampak yang bisa kita lihat dan sering kita temui di kota-kota besar adalah munculnya perkampungan kumuh yang merupakan tempat tinggal bagi kaum miskin kota. Mereka yang datang ke kota tanpa memiliki bekal keterampilan yang memadai hanya akan menjadi tuna karya di kota. Kalaupun mereka bekerja biasanya hanya menjadi buruh serabutan, pengemis, pengamen, pemulung dan bahkan ada juga yang pada akhirnya menjadi penjahat di kota. Akibat persaingan yang ketat dalam memperoleh pendapatan serta minimnya lapangan kerja memunculkan pula pengangguran yang pada gilirannya melahirkan pekerjaan tidak terhormat. Pengamen perkotaan adalah fenomena yang mulai dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan sosial ekonomi dan politik yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu, diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang identik dengan kemiskinan perkotaan. Indonesia merupakan negara berkembang 'identik dengan 'kemiskinan'. Jadi masih mengandung kemiskinan dimana-mana, baik di kota maupun di desa. Kita dapat melihat di setiap kota pasti ada daerah yang perumahannya berhimpitan satu dengan yang lain, banyaknya pengamen, pengemis, anak jalanan dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan 'masyarakat miskin perkotaan'. Bahkan di malam hari banyak orang-orang tertentu yang tidur di emperan toko pinggir jalan. Kondisi demikian sangat memprihatinkan dan harus segera di atasi. Banyak cara telah dilakukan baik oleh lembaga pemerintah maupun non pemerintah dan juga individu-individu pemerhati kemiskinan dan permasalahannya untuk mengatasinya seperti transmigrasi penduduk dari daerah padat ke daerah yang masih jarang penduduknya, penanggulangan bertambahnya penduduk dengan program Keluarga Berencana (KB), dan lain-lain. Semua itu ternyata belum berhasil, dan bahkan pemerintah terkesan tidak serius dalam menghadapi fenomena tersebut. Semua itu berdasarkan pada kenyataan di lapangan memang fenomena itu tidak berkurang tetapi justru semakin banyak. Fenomena ini juga terjadi di sekitar tempat di Kota Surabaya. Di pinggir jalan,di rumah-rumah warga,di taman kota,dan tempat lain di Kota Surabaya banyak kita jumpai pengemis dan pengamen yang sedang beraktivitas mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka mengamen di berbagai tempat dan juga dengan berbagai cara serta penyebab mereka mengamen pun berbeda-beda. Pengamen dan pengemis ini tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan primer saja tetapi sudah merupakan pekerjaan tetap yang prospek kelestariannya akan berlanjut terus. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 1 Di satu sisi mereka dapat mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan (income) yang dapat membuatnya bertahan hidup dan menopang kehidupan keluarganya. Namun di sisi lain kadang mereka juga berbuat hal-hal yang merugikan orang lain, misalnya berkata kotor, mengganggu ketertiban jalan, merusak body mobil dengan goresan dan lain-lain, Salah satu tempat dikota Surabaya yang marak dengan anak jalanan yaitu kawasan Taman Bungkul yang merupakan kawasan wisata di kota Surabaya, tempat ini selalu ramai dengan pengunjung pada sore dan malam hari karena keramaian tempat ini menjadikan lahan bagi anak jalanan mencari nafkah. Anak jalanan di kawasan Taman Bungkul kebanyakan berprofesi sebagai pengamen. Pengamen seharusnya dapat dihargai, sehingga mereka merasa bahwa dirinya diakui oleh masyarakat hanya karena keadaan ekonomi yang memaksa mereka untuk mempertahankan hidupnya dengan cara semacam itu. Pengamen sering dikucilkan dan tidak dianggap keberadaannya dalam masyarakat, mereka sudah memiliki image yang jelek dalam masyarakat. Di jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana karakteristik latar belakang dan kehidupan pengamen? 2. Apa saja tindakan sosial anak jalanan (Pengamen) terhadap sesama pengamen? 3. Apa saja tindakan sosial anak jalanan (Pengamen) terhadap pengunjung Taman Bungkul Surabaya? 4. Berapa besar pendapatan sebagai pengamen di Taman Bungkul Surabaya? C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik latar belakang dan kehidupan pengamen. 2. Untuk menhetahui apa saja tindakan sosial anak jalanan (Pengamen) terhadap sesama pengamen. 3. Untuk mengetahui apa saja tindakan sosial anak jalanan (Pengamen) terhadap pengunjung Taman Bungkul Surabaya. 4. Untuk mengetahui berapa besar pendapatan sebagai pengamen di Taman Bungkul Surabaya? D. MANFAAT Adapun manfaat yang diperoleh penulis dalam penulisan makalah ini adalah penulis dapat melatih diri dalam membuat karya tulis berupa makalah. Sedangkan bagi pembaca dapat sedikitnya menambah wawasan tentang tindakan sosial pengamen perkotaan yang ada di kota Surabaya khususnya di taman bungkul Surabaya. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA TINDAKAN SOSIAL Tindakan sosial adalah perbuatan atau perilaku manusia untuk mencapai tujuan subjekif dirinya. Misalnya: sejak kecil manusia sudah melakukan tindakan sosial, antara lain membagi makanan dengan temannya, dan memberi sesuatu kepada pengemis. Tindakan sosial manusia diperoleh melalui proses belajar dan proses pengalaman dari orang lain.Jika tindakan sosial itu dianggap baik, maka manusia akan melakukan tindakan yang sama. Jika tindakan sosial itu baik dan bermanfaat bagi orang lain, makin lama tindakan sosial tersebut dapat dianggap sebagai suatu kebisaaan yang harus dilakukan oleh seluruh anggota kelompok sosial. Tindakan sosial dapat dibedakan menjadi empat tipe. Keempat tipe tindakan itu diuraikan seperti berikut: 1. Bersifat Rasional (Instrumental) Tindakan sosial yang bersifat rasional adalah tindakan sosial yang dilakukan dengan pertimbangan dan pilihan secara sadar (masuk akal). Artinya tindakan sosial itu sudah dipertimbangkan masak-masak tujuan dan cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.Contohnya: Ari memutuskan bekerja daripada memilih melanjutkan kuliah setelah lulus SMA. Alasannya karena Ari ingin segera dapat membantu orang tua dan membiayai sekolah adik-adiknya.Setelah mengambil keputusan bekerja, maka Ari membuat lamaran kerja ke semua perusahaan yang membuka lowongan kerja sesuai kualifikasi pendidikan yang dimilikinya. 2. Berorientasi Nilai Tindakan sosial yang berorientasi nilai dilakukan dengan memperhitungkan manfaat, sedangkan tujuan yang ingin dicapai tidak terlalu dipertimbangkan.Tindakan ini menyangkut kriteria baik dan benar menurut penilaian masyarakat. Bagi tindakan sosial ini yang penting adalah kesesuaian tindakan dengan nilai-nilai dasar yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Contohnya: tidak pernah mempersoalkan mengapa kita harus makan dan minum dengan tangan kanan. Tindakan tersebut kita lakukan karena pandangan masyarakat yang menekankan kalau makan dan minum dengan tangan kanan lebih sopan daripada dengan tangan kiri. 3. Tradisional Tindakan sosial tradisional adalah tindakan sosial yang menggunakan pertimbangan kondisi kebisaaan yang telah baku dan ada di masyarakat. Oleh karena itu, tindakan ini cenderung dilakukan tanpa suatu rencana terlebih dahulu, baik tujuan maupun caranya,karena pada dasarnya mengulang dari yang sudah dilakukan. Contohnya: upacara-upacara adat yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Kegiatan tersebut dilaku-kan mengikuti kebiasaan yang telah turun-temurun. 4. Afektif Tindakan sosial afektif adalah tindakan sosial yang sebagian besar tindakannya dikuasai oleh perasaan (afektif) ataupun emosi, tanpa melakukan pertimbangan yang matang. Perasaan marah, cinta, sedih, gembira muncul begitu saja sebagai reaksi spontan terhadap situasi tertentu. Oleh sebab itu tindakan sosial itu bisa digolongkan menjadi tindakan yang irasional. Contohnya: seorang wanita menangis begitu mendengar cerita sedih. Tindakan tersebut merupakan ungkapan-ungkapan langsung tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu alasan tujuannya. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 3 KEMISKINAN Dalam Panduan IDT (1997) bahwa kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama diperbincangkan karena berkaitan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan upaya penanganannya. Dalam Panduan Keluarga Sejahtera (1996: 10) di kutip dari Waluyojati, unmuhsurakarta (2008) kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya dalam memenuhi kebutuhannya. Kemiskinan ini ditandai oleh sikap dan tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin di dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki berpartisipasi dalam pembangunan. Mengamati secara mendalam tentang kemiskinan dan penyebabnya akan muncul berbagai tipologi dan dimensi kemiskinan karena kemiskinan itu sendiri multikompleks, dinamis, dan berkaitan dengan ruang, waktu serta tempat dimana kemiskinan dilihat dari berbagai sudut pandang. Kemiskinan dibagi dalam dua kriteria yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang diukur dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sedangkan kemiskinan relatif adalah penduduk yang telah memiliki pendapatan sudah mencapai kebutuhan dasar namun jauh lebih rendah dibanding keadaan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan menurut tingkatan kemiskinan adalah kemiskinan sementara dan kemiskinan kronis. Kemiskinan sementara yaitu kemiskinan yang terjadi sebab adanya bencana alam dan kemiskinan kronis yaitu kemiskinan yang terjadi pada mereka yang kekurangan ketrampilan, aset, dan stamina (Aisyah, 2001: 151) di kutip dari Waluyojati, unmuhsurakarta, (2008) Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000: 107) sebagai berikut (di kutip dari Waluyojati, unmuhsurakarta, 2008): Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah. kemiskinan muncul sebab perbedaan akses dan modal. Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) . Adanya keterbelakangan, ketidak-sempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000: 7) yang mengemukakan bahwa negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor) Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 4 Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty ) Menurut Bayo (1996: 18) yang mengutip pendapat Chambers bahwa ada lima “ketidakberuntungan” yang melingkari orang atau keluarga miskin yaitu sebagai berikut (di kutip dari waluyojati, unmuhsurakarta, 2008): Kemiskinan (poverty) memiliki tanda-tanda sebagai berikut: rumah mereka reot dan dibuat dari bahan bangunan yang bermutu rendah, perlengkapan yang sangat minim, ekonomi keluarga ditandai dengan ekonomi gali lubang tutup lubang serta pendapatan yang tidak menentu; Masalah kerentanan (vulnerability), kerentanan ini dapat dilihat dari ketidakmampuan keluarga miskin menghadapi situasi darurat. Perbaikan ekonomi yang dicapai dengan susah payah sewaktu-waktu dapat lenyap ketika penyakit menghampiri keluarga mereka yang membutuhkan biaya pengobatan dalam jumlah yang besar; Masalah ketidakberdayaan. Bentuk ketidakberdayaan kelompok miskin tercermin dalam ketidakmampuan mereka dalam menghadapi elit dan para birokrasi dalam menentukan keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasi dirinya; Lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan baik kualitas maupun kuantitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka; Masalah keterisolasian. Keterisolasian fisik tercermin dari kantongkantong kemiskinan yang sulit dijangkau sedang keterisolasian sosial tercermin dari ketertutupan dalam integrasi masyarakat miskin dengan masyarakat yang lebih luas. Dari berbagai teori yang ada bahwa kemiskinan itu adalah mereka yang tak mampu memiliki penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka membutuhkan uluran tangan dan bantuan orang lain mencukupi kebutuhannya. PENGAMEN 1. Definisi Pengamen Definisi Pengamen itu sendiri, awalnya berasal dari kata amen atau mengamen (menyanyi, main musik, dsb) untuk mencari uang. Amen/pengamen (penari, penyanyi, atau pemain musik yang tidak bertempat tinggal tetap, berpindah-pindah dan mengadakan pertunjukkan di tempat umum). Jadi pengamen itu mempertunjukkan keahliannya di bidang seni. Seorang pengamen tidak bisa dibilang pengemis, karena perbedaannya cukup mendasar. Seorang pengamen yang sebenarnya harus betul-betul dapat menghibur orang banyak dan memiliki nilai seni yang tinggi. Sehingga yang melihat, mendengar atau menonton pertunjukkan itu secara rela untuk merogoh koceknya, bahkan dapat memesan sebuah lagu kesayangannya dengan membayar mahal. Semakin hari semakin banyak pengamen jalanan yang bertambah di setiap sudut-sudut jalan, lampu merah yang ada di Kota Makassar, bahkan di setiap rumah makan mulai dari anak balita sampai yang sudah tua, dari yang di lengkapi dengan alat musik seadanya sampai yang lengkap seperti pemain band, dari yang berpenampilan kotor sampai yang rapi, dari yang suaranya fals sampai yang bagus. Yang paling Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 5 memprihatinkan adalah anak balita yang terpaksa dan dipaksa untuk ngamen dan semua itu diatur oleh jaringan yang memasok mereka dan setiap uang yang ada di setor kepada orang tua mereka. Pengamen merupakan komunitas yang relatif baru dalam kehidupan pinggiran perkotaan, setelah kaum gelandangan, pemulung, pekerja sex kelas rendah, selain itu juga dianggap sebagai “virus social” yang mengancam kemampuan hidup masyarakat, artinya pengamen jalanan dianggap sebagai anak nakal, tidak tahu sopan santun, brutal, pengganggu ketertiban masyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika mereka sering diperlakukan tidak adil dan kurang manusiawi terutama oleh kelompok masyarakat yang merasa terganggu oleh komunitas anak jalanan seperti golongan ekonomi kelas atas (Suswandari, 2000). Menurut Fitriani (2003) anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalanan dengan cara mereka sendiri bekerja sebagai pengamen, penyemir sepatu, penjual Koran, pengemis, atau bahkan melacur. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengamen adalah salah satu pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dengan cara menyanyikan lagu baik menggunakan alat maupun tidak. Sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran dijalan atau tempat-tempat umum lainnya, tidak atau bergantung dengan keluarga, dan mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dijalanan. 2. Faktor- Faktor Penyebab Munculnya Pengamen Menurut hasil penelitian Artidjo Alkastar (dalam Sudarsono, 1995) tentang potret Anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen menyatakan bahwa yang menyebabkan menuju kearah kehidupan jalanan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yaitu sebagai berikut : a) Faktor Internal meliputi : kemalasan, tidak mau bekerja keras, tidak kuat mental, cacat fisik dan psikis, adanya kemandirian hidup untuk tidak bergantung kepada orang lain. b) Faktor Eksternal meliputi : Faktor ekonomi : pengamen dihadapkan kepada kemiskinan keluarga dan sempitnya lapangan pekerjaan yang ada. Faktor geografis : kondisi tanah tandus dan bencana alam yang tak terduga. Faktor sosial : akibat arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota tanpa disertai partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial. Faktor pendidikan : rendahnya tingkat pendidikan dan tidak memiliki keterampilan kerja. Faktor psikologis : adanya keretakan keluarga yang menyebabakan anak tidak terurus. Faktor kultural : lebih bertendensi pasrah kepada nasib dan hukum adat yang membelenggu. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 6 Faktor lingkungan : anak dari keluarga pengamen telah mendidik anak menjadi pengamen pula. Faktor agama : kurangnya pemahaman agama, tipisnya iman dan kurang tabah dalam menghadapi cobaan hidup. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pengamen adalah adanya dua faktor, yaitu intern dan ekstern dimana faktor intern antara lain kemalasan, dan bahkan kemandirian untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa bergantung dengan orang lain, dan faktor ekstern yaitu meliputi kondisi ekonomi keluarga yang lemah yang dialami oleh orang tua, kondisi kehidupan keluarga yang kurang harmonis, lingkungan, kultural dan pendidikan. 3. Macam-macam Pengamen Jalanan Pengamen ada di mana-mana mulai di perempatan jalan raya, di dalam bis kota, di rumah makan, di ruko, di perumahan, di kampung, di pasar, dan lain sebagainya. Penampilan pengamen pun macam-macam juga mulai dari tampilan yang biasa saja sampai penampilan banci / bencong, anak punk, preman, pakaian pengemis dan pakaian seksi nan minim. Pengamen terkadang sangat mengganggu ketenangan kita akan tetapi mau bagaimana lagi. Jika mereka tidak mengamen mereka mau makan apa dan dari pada mereka melakukan kejahatan. lebih baik mengamen secara baik-baik walaupun mengganggu, Berikut ini adalah macam-macam pengamen : a. Pengamen Baik Pengamen yang baik adalah pengamen profesional yang memiliki kemampuan musikalitas yang mampu menghibur sebagian besar pendengarnya. Para pendengar pun merasa terhibur dengan ngamenan pengamen yang baik sehingga mereka tidak sungkan untuk memberi uang receh maupun uang besar untuk pengamen jenis ini. Pengamen ini pun sopan dan tidak memaksa dalam meminta uang. b. Pengamen Tidak Baik Pengamen yang tidak baik yaitu merupakan pengamen yang permainan musiknya tidak enak di dengar oleh para pendengarnya namun pengamen ini umumnya sopan dan tidak memaksa para pendengar untuk memberikan sejumlah uang. Tetapi ada juga yang menyindir atau mengeluh langsung ke pendengarnya jika tidak mendapatkan uang seperti yang diharapkan. c. Pengamen Pengemis Pengamen ini tidak memiliki musikalitas sama sekali dan permainan musik maupun vokal pun sesuka hatinya/ seenak hatinya. Setelah mengamen mereka tetap menarik uang receh dari para pendengarnya. Dibanding mengamen mereka lebih mirip pengemis karena hanya bermodal dengan nekat saja dalam mengamen serta hanya berbekal belas kasihan dari orang lain dalam mencari uang. d. Pengamen Pemalak / Penebar Teror Pengamen yang satu ini adalah pengamen yang lebih suka melakukan teror kepada para pendengarnya sehingga para pendengar merasa lebih memberikan uang receh daripada mereka diapa-apakan oleh pengamen tukang palak tersebut. Mereka tidak hanya menyanyi tetapi kadang hanya membacakan puisi-puisi yang menebar teror dengan pembawaan yang meneror kepada para pendengar. Pengamen jenis ini biasanya akan memaksa diberi uang dari tiap pendengar dengan modal teror. Pengamen ini layak dilaporkan ke polisi dengan perbuatan tidak menyenangkan di depan umum. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 7 e. Pengamen Penjahat Pengamen yang penjahat adalah pengamen yang tidak hanya mengamen tetapi juga melakukan tindakan kejahatan seperti sambil mencopet, sambil nodong, menganiaya orang lain, melecehkan orang lain, dan lain sebagainya. Kalau menemukan pengamen jenis ini jangan ragu untuk melaporkan mereka ke polisi agar modus mereka tidak ditiru orang lain. f. Pengamen Cilik / Anak-Anak Pengamen jenis ini ada yang bagus tetapi ada juga yang sangat tidak enak untuk didengar. Yang tidak enak didengar inilah yang lebih condong mengemis daripada mengamen. Akan tetapi bagaimanapun juga mereka hanya anak-anak bocah cilik yang menjadi korban situasi dari orang-orang jahat dan tidak kreatif di sekitarnya. Pengamen anak ini bisa dipaksa menjadi pengamen oleh orang tua, oleh preman, dsb namun juga ada yang atas kemauan sendiri dengan berbagai motif. Sebaiknya jangan diberi uang agar tidak ada anak-anak yang menjadi pengamen. Mereka seharusnya tidak berada di jalanan (Media Indonesia Online. com). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak jalanan terbagi di beberapa kategori, yaitu anak jalanan yang hidup dan tumbuh di jalanan, anak jalanan yang hidup dan menggelandang di jalanan tetapi secara periodik pulang dan anak jalanan yang berada di jalanan hanya untuk mencari nafkah. Sedangkan Pengamen itu sendiri adalah bagian dari anak jalanan yang terbagi menjadi enam yaitu : pengamen baik, pengamen tidak baik, pengamen pengemis, pengamen pemalak, pengamen penjahat dan pengamen cilik. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 8 BAB III PEMBAHASAN A. Karakteristik Latar Belakang dan Kehidupan Pengamen 1. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek untuk mengetahui karakteristik latar belakang kehidupan anak jalanan. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang terkadang dijadikan cermin kepribadian seseorang sesuai nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tingkat pendidikan juga dapat dijadikan sebagai ukuran dalam menentukan tingkat kehidupan sosial ekonomi seseorang. Apalagi pada zaman yang sangat maju seperti saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut tentunya anak jalanan yang bekerja di sektor informal khususnya sebagai pengamen tentunya tidak terlalu membutuhkan tingkat pendidikan yang memadai untuk menggeluti pekerjaannya. Namun tingkat pendidikan yang ada sangat diperlukan dalam kehidupan operasi kerjanya yang berada dikawasan perkotaan. Ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan yang rendah hanya mampu bekerja di sektor informal sebagai pengamen karena tidak mempunyai potensi dan keterampilan yang cukup untuk bekerja di sektor formal. Bahkan tidak menutup kemungkinan seseorang yang sedang menduduki bangku kuliah pun juga dapat bekerja sebagai pengamen. Sedangkan responden yang tingkat pendidikannya SMA/Sederajat bekerja di sektor informal karena mereka sulit mendapatkan lapangan pekerjaan di sektor formal di perkotaan. Disisi lain karena faktor dari dalam diri sendiri dan ekonomi keluarga yang mengharuskan mereka bekerja di sektor formal sebagai pengamen. 2. Faktor Pendorong Salah satu aspek untuk mengetahui karakteristik latar belakang kehidupan anak jalanan adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang mendorong anak jalana untuk terjun ke sektor informal sebagai pengamen. Dimana jumlah anak jalanan di Kota Surabaya tiap tahunnya makin bertambah. Dari hasil wawancara yang saya lakukan menunjukkan bahwa faktor pendorong mereka bekerja sebagai pengamen yaitu tidak ada pekerjaan yang lain , mendengar cerita dan di ajak oleh teman, iseng-iseng atau ingin mencoba, dari kemauan sendiri, dan untuk menghibur diri sendiri. Hal ini terlihat bahwa sebagian besar anak jalanan bekerja sebagai pengamen di Kota Surabaya, karena kemauan sendiri. 3. Faktor Penyebab Menurut hasil penelitian Artidjo Alkastar (dalam Sudarsono, 1995) tentang potret Anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen menyatakan bahwa yang menyebabkan menuju kearah kehidupan jalanan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya pengamen adalah adanya dua faktor, yaitu intern dan ekstern dimana faktor internal antara lain kemalasan, dan bahkan kemandirian untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup tanpa bergantung Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 9 dengan orang lain, dan faktor ekstern yaitu meliputi kondisi ekonomi keluarga yang lemah yang dialami oleh orang tua, kondisi kehidupan keluarga yang kurang harmonis, lingkungan, kultural dan pendidikan. Sedangkan dari hasil wawancara yang saya lakukan memperlihatkan bahwa yang menjadi penyebab mereka memilih bekerja sebagai pengamen adalah kurangnya lapangan pekerjaan yang memadai, adapun hubungan dengan keluarga atau orang tua yang kurang baik, kondisi kebutuhan ekonomi keluarga yang tidak cukup, dan ini menjadi penyebab tertinggi mereka mengamen di jalan serta karena Kemauan sendiri. 4. Pekerjaan Selama di Kota Surabaya Mereka mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang mereka miliki, sebagaimana kita ketahui bahwa para pendatang dari desa rata-rata mempunyai kemampuan dan keterampilan yang sangat minim, sehingga meraka banyak tertampung atau mendapatkan pekerjaan pada jenis pekerjaan di sektor informal. Dari hasil data yang telah saya peroleh dari hasil wawancara, mereka sebagian besar langsung bekerja sebagai pengamen, adapun rata-rata ikut bekerja sementara dengan keluarga dan adapula yang menganggur saat pertama berada di kota Surabaya. Dari data tersebut juga menunjukkan bahwa mereka sebagiannya bekerja di sektor informal yang menunjukkan masa menganggur mereka relatif singkat. 5. Relasi Sosial Pengamen Terhadap Keluarga/OrangTua Dalam kehidupan bermasyarakat, baik sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial selalu memerlukan manusia lain untuk berinteraksi dan saling memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat dipenuhinya sendiri serta dilandasi aturan-aturan. Aturan-aturan tersebut diciptakan dan disepakati bersama untuk mencapai ketenteraman dan kenyamanan hidup bersama dengan orang lain. Aturanaturan itu dipakai sebagai ukuran, patokan, anggapan serta keyakinan tentang sesuatu yang baik, buruk, pantas, asing, dan seterusnya oleh karena itu penulis mencoba menelusuri bagaimana kondisi perasaan mereka selama menjadi pengamen di Taman Bungkul Surabaya. Hubungan mereka terhadap keluarga dan orang tua mereka masing-masing sangat baik. Ini menunjukkan bahwa kecenderungan mereka turun di jalan dan bekerja sebagai pengamen memiliki hubungan yang sangat baik terhadap keluarganya dan dapat di golongkan sebagai Children On The Street. B. Tindakan Sosial Anak Jalanan (Pengamen) Terhadap Sesama Pengamen 1. Alasan Utama Menjadi Pengamen Sebagai makhluk hidup kita senantiasa melakukan tindakan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan merupakan suatu perbuatan, perilaku, atau aksi yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya guna mencapai tujuan tertentu. Dimana tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan berorientasi pada atau dipengaruhi oleh orang lain, dengan kata lain setiap tindakan manusia Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 10 memiliki arti yang subjektif. Adapun beberapa alasan mereka memilih bekerja sebagai pengamen bahwa sebagian besar adalah untuk menyalurkan hobi akan bakat menyayi, untuk mencari uang buat memenuhi kebutuhan sehari-hari, untuk menghibur orang-orang, dan untuk menghilang kan rasa pengagguran dalam diri. Mengamen merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mereka karena dengan mengamen mereka bisa menyalurkan hobi dan bakat mereka di bidang seni, seperti yang diungkapkan oleh ARD (18 tahun) sebagai berikut. “Setiap hari saya mengamen bos, hobi saya kan memang nyanyi bos. kalo sudah sore gini bos pergi ma itu ke taman kota buat ngamen terus tengah malam baru pulang bos.” Anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen biasanya berkumpul di beberapa tempat yang ramai akan aktifitas orang-orang. Mereka lebih aktif mengamen setiap hari khususnya pada malam hari terutama pada malam minggu, karena setiap hari khususnya pada malam hari banyak orang-orang yang datang untuk bermalam mingguan sehingga peluang mereka mendapatkan uang lebih besar, dan pada saat malam minggu mereka mengamen dari sore hari sampai pagi hari. 2. Cara dan Tindakan Pengamen pada Saat Mengamen Perilaku anak jalanan adalah unik, walaupun banyak diantara mereka yang beresiko, tetapi ada juga hal positif dari mereka, yaitu : pandai membaca peluang, tahan bekerja keras, memiliki solidaritas yang tinggi dengan sesama teman, mudah membuat keterampilan, bersikap terbuka dan saling percaya. Bahkan pada umumnya anak jalanan mempunyai harapan untuk: menyelesaikan sekolah, memperoleh pekerjaan tetap dan uang cukup, bersatu kembali dengan keluarga, memulai hidup baru (Sudrajat, 1995, dalam Werdiastuti, 1998). Peranan sanak keluarga, teman maupun kerabat yang ada di sekitarnya mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengamen untuk bekerja. Mulanya hanya mendapatkan informasi tentang cerita-cerita anak jalanan, kemudian diajak untuk mencoba dan melihat langsung keadaan yang sebenarnya, sehingga pada akhirnya mereka memutuskan sendiri. besarnya peranan sanak keluarga dan temanteman dalam memberi informasi bagi para anak jalanan, juga dalam mengajak dan menemani responden untuk pertama kalinya bekerja sebagai pengamen. Dapat kita lihat tindakan pengamen sama siapa yang menemani ketika pertama kali mengamen di sekitar taman bungkul Surabaya Dari hasil wawancara memperlihatkan bahwa tindakan pengamen ketika pertama kali mengamen sebagian besar ditemani oleh teman-temannya, ada juga bersama saudara sekandungnya, dan di temani sahabat atau kerabat, serta mengamen dengan cara sendiri, pada umumnya anak jalanan di sekitar Taman Bungkul Surabaya di ajak oleh teman-temannya dan mereka bekerja dengan cara mengamen. Adapun cara responden mengamen sangat bervariasi beberapa anak jalanan di sekitar kawasan Taman Bungkul Surabaya menggantungkan hidupnya dengan cara berprofesi sebagai pengamen mulai dari mendengar cerita-cerita dari temanteman, ikut-ikutan, sampai menjadi pengamen jalanan, dan selalu mengharapkan belas kasihan dari pengujung yang datang di sekitar Taman Bungkul Surabaya. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 11 Pengamen atau sering disebut pula sebagai penyanyi jalanan (Inggris: street singers), sementara musik-musik yang dimainkan umumnya disebut sebagai Musik Jalanan. Pengertian antara musik jalanan dengan penyanyi jalanan secara terminologi tidaklah sederhana, karena musik jalanan dan penyanyi jalanan masingmasing mempunyai disiplin dan pengertian yang spesifik bahkan dapat dikatakan suatu bentuk dari sebuah warna musik yang berkembang di dunia kesenian Di sepanjang jalan di pinggiran Taman Bungkul Surabaya pasti kita akan temui anak jalanan yang bergerombol, berebutan rejeki, mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan sehari-sehari mereka yang semakin mendesak. Kebutuhan sehari-hari yang terus menuntut untuk dipenuhi, Yang mereka pikirkan hanyalah memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka guna melangsungkan kehidupan. maka pada setiap harinya mereka mengamen. Menurut Mulandar (1996) memberikan gambaran yang melekat ketika seorang anak digolongkan sebagai anak jalanan salah satunya berada ditempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-tempat hiburan) selama 3-24 jam sehari. Ini menunjukkan bahwa mereka pada umumnya mengamen 4 s/d 5 jam dalam sehari dan tidak menutup kemungkinan mereka pada malam-malam minggu di atas 5 jam dalam sehari bahkan ada yang sampai pagi hari masih tetap mengamen. Anak jalanan muncul akibat adanya kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di kota ini. Beberapa anak jalanan di sekitar kawasan Taman Bungkul Surabaya menggantungkan hidupnya dengan cara berprofesi sebagai pengamen yang memainkan alat musik dari gitar dan alat musik sederhana yang terbuat dari tutup botol minuman bekas yang kemudian dirangkai sedemikian rupa hingga menghasilkan nada tertentu. Alat musik yang sering digunakan responden pada saat mengamen di sekitar Taman Bungkul Surabaya memakai gitar sebanyak (70%), dan menggunakan gendang sebanyak (10%), adapun yang menyajikan musik dengan alat yang terbuat dari tutup botol sebanyak (5%), serta rincih-rincih sebanyak (10%), dan harmonika sebanyak (5%). Ini menunjukkan bahwa sebagian besar para pengamen cenderung menggunakan alat musik dari gitar lebih banyak. Bahkan pada umumnya para pengamen tersebut sudah memiliki gitar sendiri. Anak jalanan tumbuh dengan berbagai latar belakang sosial, seperti anak broken home, anak yatim yang terbuang, anak-anak yang kelahirannya tidak dikehendaki, atau anak-anak yang harus membantu ekonomi orang tuanya maupun anak-anak yang lari dari berbagai problema keluarga maupun masyarakatnya. Selanjutnya dari kondisi dan situasi demikian mereka tumbuh dan mensosialisasikan dirinya ditengah-tengah budaya perkotaan yang keras dan penuh dengan kesibukan. Dari hasil wawancara diperoleh gambaran pengamen yang membelanjakan untuk kebutuhan pribadinya setelah sehabis mengamen sebanyak (35%), lalu pengamen yang menabung atau menyimpannya sebanyak (20%), kemudian pengamen yang memberikan kepada orang tuanya sebanyak (30%), adapun pengamen yang mengajak teman-temannya untuk berbagi sama-sama sebanyak (15%), serta pengamen yang menjadikan pekerjaan mengamen untuk memenuhi kebutuhan hidup sebanyak (10%). Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 12 C. Tindakan Sosial Anak Jalanan (Pengamen) Terhadap Pengunjung Taman Bungkul Surabaya Weber menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan dengan interaksi sosial, sesuatu tidak akan dikatakan tindakan sosial jika individu tersebut tidak mempunyai tujuan dalam melakukan tindakan tersebut. Max weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan sosial yang rasional yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat (Ritzer, 1983). Tindakan pengamen terhadap pengunjung yang tidak memberikan uang setelah mengamen yang marah- marah terhadap pengunjung tersebut sebanyak (10%), dan memaksa pengunjung agar di berikan imbalan setelah mengamen dalam hal ini tindakan mereka berupa ungkapan yang selalu mereka lontarkan kepada pengunjung “berapaberapa aja boss buat makan” sebanyak (35%), serta tetap mengamen sampai pengunjung memberikan uang sebanyak (30%), adapun yang meninggalkan pengunjung tersebut sebanyak (25%). Pada dasarnya mereka yang bekerja sebagai pengamen bukan hanya karena ingin menyalurkan hobi atau bakat akan menyanyi akan tetapi dapat juga di lihat dari tindakan mereka yang cenderung sebagian besar suka memaksa terhadap pengujung hal ini pada umumnya karena mereka merasa kurang di hargai. Pengamen seharusnya dapat dihargai, sehingga mereka merasa bahwa dirinya diakui oleh masyarakat hanya karena keadaan ekonomi yang memaksa mereka untuk mempertahankan hidupnya dengan cara semacam itu. Pengamen sering dikucilkan dan tidak dianggap keberadaannya dalam masyarakat, mereka sudah memiliki image yang jelek dalam masyarakat. Di jalanan mereka berinteraksi dengan nilai dan norma yang jauh berbeda dengan apa yang ada di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. D. Pendapatan Sebagai Pengamen di Taman Bungkul Surabaya Berbagai jenis aktivitas manusia tentunya mengharapkan imbalan, apalagi yang bernilai ekonomi, tentunya imbalan yang dimaksud adalah pendapatan yang diperoleh pengamen dalam bentuk uang. Penghasilan yang mereka dapatkan tergantung berapa lama mereka mengamen. Dari hasil survey yang saya lakukan, rata-rata pengamen yang memiliki penghasilan tinggi dalam sehari mengamen di atas 5 jam di sekitar Taman Bungkul Surabaya diperoleh gambaran pendapatan pengamen dalam sehari mengamen sebanyak (5%) berpenghasilan antara Rp.5.000 s/d Rp.10.000, sebanyak (35%) berpenghasilan antara Rp. 10.000 s/d Rp. 20.000, dan sebanyak (60%) berpenghasilan antara Rp. 30.000 s/d Rp. 50.000, serta sebanyak (10%) berpenghasilan antara Rp. 50.000 s/d Rp. 100.000. Lamanya para pengamen bekerja di sekitar Taman Bungkul Surabaya membuat mereka mengadopsi perilaku lingkungan di sekitar kawasan Taman Bungkul Surabaya tanpa filtrasi. Perilaku di sekelilingnya seringkali diadopsi sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku, dimana perilaku yang di tampilkan kurang baik dan bahkan bertentangan dengan norma sosial yang ada. Masyarakat seringkali menganggap anak jalanan merupakan anak yang urakan, tidak tahu aturan, terbelakang dan sangat dekat dengan tindak kriminal. Dari pandangan ini maka secara tidak langsung memunculkan sifat yang buruk dari anak jalanan tersebut dalam bergaul dengan masyarakat. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 13 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan pada tindakan sosial anak jalanan di kawasan Taman Bungkul Surabaya khususnya pada anak jalanan yang berprofesi sebagai pengamen dapat diambil kesimpulan bahwa: 1) Tindakan mereka pada umumnya di dasari oleh hasrat ingin menuangkan kreatifitas mereka akan bakat menyanyi lewat mengamen. Sebab mengamen merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi mereka karena dengan mengamen mereka bisa menyalurkan hobi dan bakat mereka di bidang seni. 2) Anak jalanan memilih hidup di jalan terkadang bukan hanya faktor kondisi kesulitan ekonomi namun juga karena mereka menikmati kondisi lingkungan di jalan. Taman Bungkul yang merupakan kawasan wisata di kota Surabaya, tempat ini selalu ramai dengan pengunjung pada sore dan malam hari karena keramaian tempat ini menjadikan lahan bagi para pengamen mencari nafkah dan mendapatkan teman. 3) Faktor-faktor yang menyebabkan mereka turun ke jalan untuk mengamen disekitar Taman Bungkul adalah faktor internal yaitu keinginan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari secara mandiri dan faktor eksternal yaitu keadaan hubungan keluarga yang kurang harmonis serta kondisi ekonomi keluarga yang jauh dari kecukupan. 4) Tindakan mereka kepada sesama pengamen dan pengunjung,dari hasil penelitian sangat beragam dimana tindakan mereka umumnya merupakan tindakan yang bertujuang untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. 5) Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima, pengamen seharusnya dapat dihargai sehingga mereka merasa bahwa dirinya diakui oleh masyarakat hanya karena keadaan ekonomi yang memaksa mereka untuk mempertahankan hidupnya dengan cara semacam itu. B. SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas maka saran dari penulis diharapkan dapat memberi manfaat adalah : 1) Masyarakat luas, khususnya para orang tua pengamen agar memberikan kasih sayang, ketentraman, penerimaan diri bahwa anak jalanan tidak hanya sebagai tulang punggung keluarga atau pencari nafkah utama sehingga orang tua dapat memberikan hak yang sama seperti anak-anak lainnya. 2) Tindakan sosial anak jalanan khususnya pengamen yang berada di kawasan Taman Bungkul Surabaya, diharapkan agar dapat berinteraksi sosial dengan baik terhadap lingkungan di sekitarnya sehingga interaksi sosial yang muncul adalah interaksi yang positif. 3) Bagi para Peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan acuan untuk mengungkap keragaman permasalahan dan pengalaman tentang berpikir positif yang belum tergali sehingga dapat menjadi rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 14 LAMPIRAN Gambar 1 Wawancara langsung dengan beberapa anak jalanan (pengamen) di Taman Bungkul Surabaya. Gambar 2 Suasana malam di Taman Bungkul Surabaya yang semakin dipadati pengunjung, yang menjadi lumbung penghasilan para pengamen perkotaan. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 15 Daftar Pustaka 1. Anarita, Popon, dkk, Baseline Survei untuk Program Dukungan dn Pemberdayaan Anak Jalanan di Perkotaan (Bandung), Bandung: Akatiga-Pusat analisis sosial, 2001. 2. Arief, Armai, “ Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan Dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dan Stabilitas Nasional”, Dalam Jurnal Fajar, LPM UIN Jakarta, Edisi 4, No.1, November 2002. 3. Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga Dirjen Pemberdayaan Sosial, Standarisasi Pemberdayaan Peran Keluarga, Jakarta: Depsos, 2002. 4. Goode, William J, Sosiologi Keluarga, Jakarta: Bumi Aksara, Cet IV, 1995. 5. Sunusi, Makmur, Anak Terlantar Dalam Perspektif Pekerjaan Sosial, Endang WD BM, Kebijakan Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta Dalam Penanganan Anak Terlantar, Makalah Dalam Seminar Nasional ‘Penanganan Anak Terlantar Berbasis Keluarga”, Jakarta: UMJ, 12 April 2003. 6. Ertanto, Kirik. 1999. Anak jalanan dan Subkultur: Sebuah Pemikiran Awal, Yogyakarta, Lembaga Indonesia Perancis. 7. Johnson, Doyle Paul. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terjemahan Robert M.Z Lawang dari buku Sociological Theory Classical Founders and Contemporary Prespective, Jakarta : Gramedia. 8. Manning, Chris dan Noer Effendi, Tadjuddin: Urbanisasi, Pengangguran, dan Sektor Informal di kota, Yayasan Obor Indonesia. 9. Media Indonesia Online. Macam& Jenis-Jenis Pengamen Jalanan / Artis Penghibur Jalanan. Diperoleh dari www.mediaindonesiaonline.com di peroleh pada tanggal 21 Juli 2011. Tindakan Sosial Pengamen Perkotaan di Taman Bungkul Surabaya 16