KONSERVASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM Syariat Islam mempunyai bentuk- bentuk dasar dan semangat konservasi yang jelas. Dalam perspektif Islam, menjaga lingkungan hidup adalah kewajiban, yaitu sebagai salah satu kewajiban manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sehingga menjaga lingkungan hidup bukan hanya didorong oleh pertimbangan ekonomis semata. Peran manusia juga sebagai sosok yang termasuk memakmurkan memelihara alam bumi dan lingkungan hidup. Karena Alam dan lingkungan hidup tidak terpisahkan dari manusia. Serta secara ekonomis, alam dan lingkungannya sangat berharga dan penting. Dalam khasanah ilmu pengetahuan barat, konservasi merupakan cabang dari ilmu yang disebut ekologi. Ekologi berasal dari akar kata yang sama dengan ekonomi yaitu oikos (rumah tangga). Sehingga ekologi adalah ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup, yaitu mengenai hubungan timbal balik antara, makhluk hidup dengan benda-benda mati disekitarnya. DESKRIPSI UMUM HADIS–HADIS TENTANG LINGKUNGAN HIDUP. Ketika al-Qur’an diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, 14 abad yang silam, Beliau sudah berbicara tentang daur ulang lingkungan yang sehat lewat angin, gumpalan awan, air, hewan, tumbuh-tumbuhan, proses penyerbukan bunga, buahbuahan yang saling terkait dalam kesatuan ekosistem. Penanaman Pohon dan Penghijauan Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian akan penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw menggolongkan orang-orang yang menanam pohon sebagai shadaqah. Hal ini diungkapkan secara tegas dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang artinya : “…. Rasulullah saw bersabda : tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, ataupun hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah sadaqah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas). Pada QS. al-An’am (6): 99, Allah berfirman ; Terjemahnya : Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma mengurai tangkaitangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.[29] Menghidupkan Lahan Mati Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi bangunan dan tidak dimanfaatkan. Dalam QS. al-Haj (22): 5-6 Allah swt, berfirman : Terjemahnya : … Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami telah menurunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbu-hkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dia lah yang hak dan sesungguhnya Dia lah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kematian sebuah tanah akan terjadi kalau tanah itu ditinggalkan dan tidak ditanami, tidak ada bangunan serta peradaban, kecuali kalau kemudian tumbuh didalamnya pepohonan. Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat air dan pemukiman sebagai tempat tinggal. Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam. Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, ialah bagaimana menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan habitat yang ada tanpa merusaknya. Keseimbangan yang diciptakan Allah swt, dalam suatu lingkungan hidup akan terus berlangsung dan baru akan terganggu jika terjadi suatu keadaan luar biasa, seperti gempa tektonik, gempa yang disebabkan terjadinya pergeseran kerak bumi. Tetapi menurut al-Qur’an, kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan oleh ulah perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Firman Allah swt yang menandaskan hal tersebut adalah QS. al-Rum (30):41, sebagai berikut : Terjemahnya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar.” Di abad ini, campur tangan umat manusia terhadap lingkungan cenderung meningkat. Tindakan-tindakan mereka tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta keseimbangan interaksi antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu berlebihan, dan terkadang pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan penggundulan hutan di berbagai tempat, pendangkalan laut, gangguan terhadap habitat secara global, meningkatnya suhu udara, serta menipisnya lapisan ozon yang sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat. Demikianlah, kecemasan yang melanda orang-orang yang beriman adalah kenyataan bahwa kezhaliman umat manusia dan tindakan mereka yang merusak pada suatu saat kelak akan berakibat pada hancurnya bumi beserta isinya. Berikut merupakan institusi konservasi dalam syariat Islam 1. Hima’ Hima’ adalah kawasan hukum dimana dilarang untuk diolah dan dimiliki seseorang (pribadi), sehingga ia tetap menjadi wilayah yang dipergunakan bagi siapapun sebagai tempat tumbuhnya padang rumput dan tempat mengembalakan hewan. Al Mawardi dalam Al Ahkaamus-sulthaaniyah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah menetapkan suatu tempat seluas 6 mil menjadi hima’ bagi kuda-kuda kaum muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Menurut As Suyuti dan para fuqoha, sebuah kawasan dapat menjadi hima’ dengan empat syarat, yaitu : 1. Ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah 2. Dibangun berdasarkan ajaran Allah SWT – untuk tujuan-tujuan yang berkaitan dengan kesejahtraan umum 3. Tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi masyarakat sekitar 4. Harus mewujudkan manfaat yang nyata bagi masyarakat Maka, hima’ adalah istilah yang paling tepat untuk mewakili istilah daerah konservasi dalam Islam. Berdasarkan kekhususannya ada 5 jenis Hima’ : 1) Wilayah dimana menggembalakan hewan tidak diperbolehkan 2) Wilayah dimana menggembalakan hewan diperbolehkan hanya pada musim tertentu 3) Wilayah perlindungan lebah, menggembalakan hewan dilarang pada musim bunga/semi 4) Wilayah hutan, dilarang menebang pohon 5) Wilayah suaka lingkungan untuk daerah/komunitas tertentu (kota, desa, dusun atau suku tertentu), misalnya hutan kota, hutan adat dll Hima’ yang telah diakui oleh FAO memiliki ukuran berbeda-beda. Hima’ AlRabadha, yang dibangun oleh Khalifah Umar ibn Khatan dan kemudian diperluas oleh Khalifah Utsman, adalah salah satu yang terbesar. Membentang dari Ar Rabadhah di barat Najd hingga ke daerah sekitar kampung Dariyah. Pada tahun 1965 ada kurang lebih 3000 hima’ di Arab Saudi. Sebagai peninggalan Islam, sampai sekarang banyak hima’-hima’ di Arab Saudi yang masih memiliki keanekaragaman hayati dan habitat-habitat biologi penting. 2. Iqta Iqta merupakan lahan (garap) yang dipinjamkan oleh negara kepada para investor atau pengembang dengan pernjanjian kesanggupan untuk mengadakan reklamasi (perbaikan lahan yang digarap). Oleh karena itu dalam menggarap Iqta, harus ada jaminan tanggung jawab dan keuntungan baik untuk investor penggarap maupun untuk masyarakat sekitarnya. Apabila penggarap telah membangun lahan tersebut menjadi produktif, maka dia tidak bisa memindahtangankan lahan tersebut kepada orang lain. Apabila lahan tersebut selama 3 tahun ditelantarkan, maka penguasa negara bisa mencabut hak pakai penggarap lahan dan mengalihkannya kepada pihak lain yang ingin menghidupkan tanah tersebut. Lahan yang digunakan untuk Iqta adalah lahan yang di dalamnya tidak ada kepentingan umum, misalnya sumber daya air, kepentingan ekosistem dan tidak menimbulkan masalah baru bagi daerah sekitar pada masa penggarapan. Dalam kawasan tersebut juga harus dipastikan tidak terdapat sumber daya mineral atau keuntungan umum lain yang seharusnya dikuasai oleh pemerintah untuk kemaslahatan orang banyak. 3. Harim Harim adalah lahan atau kawasan yang sengaja dilindungi untuk melestarikan sumber-sumber air. Kata harim sendiri berarti suatu hal yang pribadi, sangat dihormati dan dimulyakan. Harim dapat dimiliki atau dicadangkan oleh kelompok atau individu ataupun kelompok. Biasanya harim terbentuk bersamaan dengan keberadaan ladang dan persawahan, tentu saja luas kawasan ini berbeda. Di dalam sebuah desa, harim dapat difungsikan untuk menggembalakan hewan ternak atau mencari kayu bakar. Yang penting dalam harim ini adalah adanya kawasan yang masih asli (belum dirambah), tidak dimiliki individu namun menjadi hak milik umum. Pemerintah dapat mengadministrasikan atau melegalisasi kawasan ini untuk keperluan bersama. Pada era Turki Utsmani harim digunakan untuk menunjukkan suatu area (di sekitar rumah) yang terlarang bagi laki-laki asing (untuk memasukinya). 4. Ihya al-Mawat Tanah sebagai unsur lingkungan paling mendasar mendapat perhatian lebih dalam Islam. Semangat menghidupkan (Ihya) kawasan mati/tidak produktif (al mawat) merupakan anjuran kepada setiap muslim untuk mengelola lahan supaya tidak ada kawasan yang terlantar. Menghidupkan di sini termasuk juga menjaga dan memelihara kawasan tertentu untuk kemaslahatan umum dan mencegah bencana. Semangat menghidupkan lahan ini penting sebagai landasan untuk memakmurkan bumi. Tentu saja pemerintah dan perundang-undangan harus akomadatif dalam mengelola dan menerapkan peraturan pemilikan lahan secara konsisten. Daya Dukung Lingkungan Sumber daya alam yang ada sebenarnya telah disediakan oleh Allah SWT lebih dari cukup untuk semua makhluk di muka bumi, termasuk manusia. Namun, berbagai pelanggaran dan ketamakan membuat sumber daya yang ada rusak dan tidak terdistribusikan dengan baik sehingga tidak bisa dimanfaatkan dengan adil dan maksimal. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang matang dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada termasuk air, hutan, tanah, minyak dan gas dll. Daya dukung lingkungan terhadap semua bentuk aktifitas manusia mesti diperhatikan. Daya dukung lingkungan adalah total potensi lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk aktifitas produktif. Tugas untuk mengikuti lomba blog UNNES #1 Semoga dapat bermanfaat