1. Uji benedict (semikuantitatif)

advertisement
1. Uji benedict (semikuantitatif)
Tujuan : menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin
Teori singkat:
a) Glukosa
Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180.18) adalah heksosa—monosakarida yang mengandung
enam atom karbon. Glukosa merupakan aldehida (mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu
oksigennya membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil untuk aldosa berkabon
enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus samping hidroksil dan hidrogen kecuali atom
kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di luar cincin, membentuk suatu gugus CH 2OH.
Struktur cincin ini berada dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya
0.0026% pada pH 7.
b) Glukosa Urin
Darah disaring oleh jutaan nefron, sebuah unit fungsional dalam ginjal. Hasil penyaringan (filtrat)
berisi produk-produk limbah (mis. urea), elektrolit (mis. natrium, kalium, klorida), asam amino, dan
glukosa. Filtrat kemudian dialirkan ke tubulus ginjal untuk direabsorbsi dan diekskresikan; zat-zat yang
diperlukan (termasuk glukosa) diserap kembali dan zat-zat yang tidak diperlukan kembali diekskresikan
ke dalam urin.
Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerulus terdapat dalam urin (kurang dari 130
mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui (kadar
glukosa darah melebihi 160-180 mg/dl atau 8,9-10 mmol/l), atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun.
Untuk Mengetahui kadar glukosa dalam urin dapat dilakukan uji benedict.
c) Uji Benedict
Pemeriksaan glukosa urine dengan tes reduksi atau menggunakan benedict ini memanfaatkan sifat
glukosa sebagai pereduksi. Zat yang paling sering digunakan untuk menyatakan adanya reduksi adalah
yang mengandung garam cupri. Reagen terbaik yang mengandung garam cupri adalah larutan Benedict.
Prinsip dari tes Benedict = glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict) menjadi
kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi, bila urine
mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna seperti yang dijelaskan di atas. Namun,
bila tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi dan warna dari benedict tidak akan
berubah.
Tes reduksi ini tidak spesifik karena ada zat lain yang juga mempunyai sifat pereduksi seperti
monosakarida (galaktosa, fruktosa, pentosa), disakarida (laktosa), dan beberapa zat bukan gula (asam
homogentisat, formalin, salisilat kadar tinggi, vitamin C).
Bahan:
1. Larutan benedict
2. Urin sendiri
Cara kerja:
o
Siapkan alat dan bahan (tabung reaksi, pipet, waterbath, larutan benedict dan urin normal
serta patologis)
o
Masukkan 5 ml reagen Benedict ke dalam tabung reaksi A (untuk urin sendiri) dan tabung
reaksi B (untuk urin patologis)
o
Teteskan sebanyak 5-8 tetes urin sendiri ke tabung reaksi A dan urin patologis ke tabung
reaksi B
o
Masukkan tabung A dan B tadi ke dalam air mendidi (water bath) selama 5 menit atau
langsung dipanaskan di atas lampu spiritus selama 3 menit mendidih.
o
Angkat tabung, kocok isinya dan bacalah hasil reduksi dari kedua jenis urin.
BAHAN
Tabung
1
Larutan benedict
2 mL
Urin sendiri dan urin patologis
4 tetes
Panaskan selama 3 menit dalam air mendidih (100oC), lalu biarkan dingin perlahan
HASIL:
-Tidak ada perubahan warna pada urin sendiri
Bandingkan dengan seri pemeriksaan yang -Terdapat perubahan warna menjadi merah bata
sudah disiapkan
pada urin yg patologis
Acuan kadar gula (disiakan petugas)
Warna
Biru jernih
Hijau
Kuning kehijauan
Jingga
Merah bata
Keterangan: % = gram glukosa/dL
Penilaian
+
++
+++
++++
Kadar
0
< 0,5 %
(0,5-1) %
(1,0-2,0) %
>2%
KESIMPULAN :
Pada urin yang normal atau yang tidak mengandung glukosa jika diteteskan larutan benedict tidak terjadi
perubahan warna (merah bata) sedangkan pada urin yang mengandung glukosa ditemukan adanya
perubahan warna menjadi merah bata. Hal ini disebabkan karena glukosa yang ada pada urin mereduksi
larutan benedict yang mengandung kupri sulfat sehingga membentuk kuprosulfat yang terlihat dengan
adanya perubahan warna menjadi merah bata.
2. Uji Rothera (Zat Keton)
Tujuan : memeriksa adanya zat keton dalam urin
Teori singkat:
a. Gambaran Umum
Keton bisa berarti gugus fungsi yang dikarakterisasikan oleh sebuah gugus karbonil (O=C) yang
terhubung dengan dua atom karbon ataupun senyawa kimia yang mengandung gugus karbonil.
Senyawa karbonil yang berikatan dengan dua karbon membedakan keton dari asam
karboksilat, aldehid, ester, amida dan senyawa-senyawa beroksigen lainnya. Ikatan ganda gugus karbonil
membedakan keton dari alkohol dan eter. Keton yang paling sederhana adalah aseton (secara sistematis
dinamakan 2-propanon).
Atom karbon yang berada di samping gugus karbonil dinamakan karbon-α. Hidrogen yang
melekat pada karbon ini dinamakan hidrogen-α. Dengan keberadaan asam katalis, keton mengalami
tautorisme keto enol. Reaksi dengan basa kuat menghasilkanenolat.
b. Zat Keton
Zat-zat keton atau benda-benda keton dalam urin ialah aceton, asam aceto-acetat dan asam betahidroxibutirat. Karena aceton, yaitu zat yang terpenting diantara benda-benda keton bersifat mudah
menguap, maka urin yang diperiksa harus segar; kalau urin dibiarkan asam aceto-acetat berubah menjadi
aceton, begitu pula asam beta-hidroxibutirat yang lebih dulu menjadi asam aceto-acetat, sehingga zat-zat
itu juga menghilang dari urin.
Keton itu sebenarnya adalah hasil pemecahan protein, disaat tubuh sudah kehilangan glukosa,
disaat lemak sudah tidak ada maka protein akan di bongkar tubuh menjadi asam amino dan benda-benda
keton, keton tinggi biasanya kita temukan pada pasien Diabetes melitus, karena pada DM (diabetes
melitus) itu gula/glukosa tidak dapat masuk sel, sehingga sel akan kelaparan(tidak dapat menghasilkan
energi), sehingga yang jadi korban adalah protein yang dibongkar (untuk menghasilkan energi) jadilah
keton, bahaya keton tinggi adalah dapat menyebabkan ketoasidosis metabolik (salah satu komplikasi DM
yang berbahaya) yaitu pembongkaran protein besar-besaran yang menyebabkan kadar keton sangat tinggi.
Pasien akan shock berat, PH darah akan menjadi sangat asam (asidosis).

Gejala-gejala adanya senyawa keton dengan pemeriksaan urin:

Ketika pengujian gula darah lebih tinggi dari 250 mg / dL (ketika tes lebih dari sekali).

Bila Anda merasakan penyakit atau tekanan.

Ketika rasa gangguan di perut Anda.

Jika Anda menderita infeksi.

Jika seorang wanita sedang hamil dan tanya dokter itu.

Jika seseorang menderita diabetes (tipe I).

Jika seseorang menderita diabetes (Type II) dan dokter memintanya untuk bekerja Keton tes.
c. Prosedur Pengujian
a) Prinsip Pengujian :
Percobaan ini berdasar kepada reaksi antara nitroprussida dan asam aceto-acetat atau aceton yang
menyusun suatu zat berwarna ungu. Teristimewa terhadap asam aceto-acetatlah reaksi ini peka
seakali(positif sampai 1 : 400.000); terhadap aceton kepekaan 1 : 20.000, sedangkan asam betahidroxibutirat tidak dapat dinyatakan dengan reaksi ini.
Disini dilakukan 2 kali pengujian, yang pertama yaitu pada urin normal yang tidak mengandung
zat keton. Sedangkan yang kedua dilakukan pada urin patologis yang mengandung zat keton.
b) Bahan-Bahan :

Urin sendiri

Urin patologis

Kristal amonium sulfat

Natrium nitroprusida 5% (segar)

Amonium hidroksida pekat
c) Alat-Alat :

Tabung reaksi

Sendok untuk mengambil zat bubuk

Pipet

Buret

Penjepit tabung reaksi
d) Cara Kerja :
1) Siapkan urin normal dan urin patologis.
2) Masukan urin normal dan urin patologis masing-masing ke dalam tabung reaksi yang
berbeda, kira-kira sekitar 3 ml. Gunakan pipet yang berbeda untuk mengambil masingmasing urin tersebut.
3) Beri tanda pada masing-masing tabung agar tabung tidak tertukar.
4) Ambil kristal amonium sulfat dengan menggunakan sendok, kemudian masukan kedalam
masing-masing tabung reaksi yang berisi urin-urin tadi.
5) Kemudian kocok dengan kuat kedua tabung reaksi yang berisi campuran urin tadi.
6) Tambahkan kembali kristal amonium sulfat, lalu kocok kembali dengan kuat sampai
larutan urin di kedua tabung tersebut jenuh.
7) Setelah larutan dikedua tabung dirasa cukup jenuh, tambahkan larutan natrium nitroprusida
sekitar 2-3 tetes dengan menggunakan pipet kedalam masing-masing tabung.
8) Kemudian kocok kembali kedua tabung tersebut agar natrium nitroprusida tercampur
dengan urin.
9) Setelah tercampur, tambahkan amonium hidroksida pekat ke dalam masing-masing tabung
tadi dengan menggunakan buret.
10) Kemudian kocok kedua tabung tersebut hingga kedua larutan tercampu, dan diamkan
selama 30 menit.
11) Setelah 30 menit lihat hasilnya, ada atau tidak cincin ungu pada kedua tabung.
e) Hasil Pengujian :
URIN NORMAL
Pada urin normal dari hasil pemeriksaan tidak ditemukan cincin ungu. Ini dapat disimpulkan
bahwa pada urin orang tersebut tidak terdapat badan keton yang mengindikasi bahwa orang
tersebut tidak mengalami diabetes melitus.
Gambar urin normal:
URIN PATOLOGIS
Dari hasil pemeriksaan di urin patologis, ternyata ditemukan cincin ungu. Ini menandakan bahwa
pada urin orang tersebut mengandung badan keton yang mengindikasikan adanya diabetes
melitus.
Gambar urin patologis:
Download