Indonesian Student Association in Malaysia PAKSI JURNAL Artikel Pencarian bentuk arsitektur Islam yang berbasiskan nilai Nangkula Utaberta* Fakulti Alam Bina, Universiti Teknologi Malaysia, 81310 UTM Skudai, Johor, Malaysia Abstrak Seringkali berbagai kajian dan perancangan bangunan Arsitektur Islam melandaskan teori dan dasar perancangannya kepada obyek dan produk dari masyarakat Islam tanpa meneliti kesesuainnya dengan nilai-nilai dan prinsip dasar Islam. Pendekatan seperti ini akan terbatasi pada beberapa symbol yang dianggap merepresentasikan Arsitektur Islam seperti kubah dan minaret. Paper ini akan mencoba membahas beberapa bangunan lain yang dirancang di luar simbol-simbol tersebut, namun ternyata memiliki karakter yang lebih dekat kepada nilai-nilai dan prinsip dasar dari Islam. © 2005 The Malaysia Indonesian Student Association. All rights reserved. Katakunci: arsitektur Islam; bentuk; bangunan. ——— * Corresponding author; e-mail: [email protected] Indonesian Student Association in Malaysia Pendahuluan Paper akan membahas beberapa bangunan yang dianggap ‘baik’ dalam kerangka Arsitektur Islam. Pembahasan ini bukanlah pembahasan untuk menunjukkan bahwa bangunan yang disebutkan adalah bangunan yang Islami namun pembahasan ini berusaha menggambarkan beberapa upaya untuk menghasilkan bangunan dengan karakternya sendiri yang pada pandangan penulis dalam beberapa hal sesuai dengan prinsip nilai dan kerangka berpikir Arsitektur Islam.1 Pencarian untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari Arsitektur Islam adalah suatu perjuangan dan perjalanan yang panjang. Ia bukanlah suatu pergerakan yang statis dan kaku namun senantiasa bergerak secara aktif dan progresif. Selama kita memahami prinsip dan kerangka nilai yang membentuknya ditambah dengan usaha kita untuk menjadi Muslim yang baik maka ia akan senantiasa menghasilkan produk Arsitektur yang Islami. Pembahasan ini akan terbagi atas perjuangan identitas dan akulturasi budaya pada tipologi Masjid Nusantara, Usaha untuk mendefinisikan peranan dan fungsi Masjid pada Masjid Rusila, Usaha adaptasi bahasa Internasional Style menjadi bahasa lokal pada Masjid Negara, Aplikasi nilai-nilai sosial dan hubungan antar manusia pada sebuah Wakaf, Pembentukan identitas melalui ekspresi Struktur pada Masjid Negeri Sembilan dan Beberapa Inovasi dan Pendefinisian Baru Pada Usulan Perancangan Masjid Senai. Perjuangan Identitas dan Akulturasi Budaya pada Tipologi Masjid Nusantara Selain karena ketersediaan kayu di wilayah Nusantara yang memberi konsekuensi struktur dan menyebabkan masjid-masjid di Nusantara memiliki bentuk dan desain yang berbeda dengan masjid——— 1 Dalam pandangan penulis pembahasan dalam bentuk konkrit ini masih dapat dikembangkan dalam sebuah kajian yang lebih jauh dan detail. Pembahasan ini lebih merupakan pemberian contoh terhadap bagaimana usaha penerapan dari berbagai nilai dan prinsip sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. 39 masjid yang ada di Timur Tengah, namun sebenarnya ada aspek lain yang juga menjadi faktor penting dari perancangan Masjid Nusantara. Faktor tersebut adalah kondisi sosial dan budaya dari masyarakat di daerah tersebut. Sebagaimana kita semua ketahui, sebelum Islam masuk ke Nusantara agama Hindu dan Budha telah lebih dulu berkembang dan dianut oleh sebagian besar penduduk di kawasan Nusantara. Dalam catatan sejarah Nusantara, hubungan anatar Islam dan Hindu ataupun Budha berjalan dengan sangat baik terbukti dari perkembangan Islam di Nusantara yang dapat dikatakan aman dan damai. Catatan sejarah tentang peperangan yang cukup besar hanya terjadi antara Demak di awal berdirinya dengan Majapahit di penghujung pemerintahannya. Penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Songo terhadap para penduduk yang sebelumnya menganut agama Hindu yang ada di Nusantara dilakukan melalui suatu bentuk akulturasi dan penyampaian yang sangat toleran.2 Masjid sebagai suatu bangunan yang sangat penting dalam Islam pun tidak dapat dilepaskan dari konsep penyebaran Agama Islam ini. Penggunaan atap piramid, bumbung Meru, soko guru, gerbang dan berbagai ornamen lainnya, selain memperlihatkan suatu upaya untuk menghasilkan sebuah bangunan yang sesuai dengan waktu dan tempat dimana bangunan tersebut dibangun juga membahasan tentang sebuah proses akulturasi dan pembauran antara Islam dan Hindu ketika itu. Karenanya terlepas dari pendapat bahwa ia merupakan suatu Bid’ah atau bukan, secara Arsitektural ia berbicara tentang suatu upaya pencarian identitas dan bahasa Arsitektural yang berusaha beradaptasi dengan kondisi sosial budaya dari penduduk setempat. Karenanya dalam pandangan penulis dibandingkan dengan upaya penjiplakan terhadap bengunan-bangunan yang ada di Timur Tengah, hal ini merupakan suatu hal yang positif dalam pembentukan identitas dan pemahaman tentang apa yang dipahami sebagai Arsitektur Masjid dalam Arsitektur Islam di Nusantara. ——— 2 Hal ini dapat dilihat dari beberapa ritual hindu yang telah dirubah menjadi ritual Islam di Jawa dan beberapa daerah di Nusantara. 40 Indonesian Student Association in Malaysia Jika kita lihat dan pelajari Masjid-masjid yang ada di Nusantara seperti Masjid Kampung Hulu, Masjid Kampung Laut, Masjid Undang Kamat dan Masjid Kampung Keling di Malaysia atau Masjid Demak, Kudus, Banten dan banyak sekali Masjid tradisional di Indonesia kesemuanya berbicara tentang dua hal utama yang dapat menjadi kerangka utama Arsitektur Masjid di Nusantara yaitu suatu bentuk adaptasi terhadap kondisi fisik dan sosial budaya dimana Masjid itu dibangun. Masjid Universitas Indonesia sebagai salah satu Masjid modern terlihat mengadaptasi prinsip ini. Ia berbicara dalam bahasa Arsitektural yang mudah dipahami sebagai sebuah Masjid Nusantara karena bentuk dan elemen penyusunnya, namun juga merupakan sebuah adaptasi yang baik terhadap kondisi fisik dari kawasan dimana ia dibangun (lihat Gambar 1 & 2). Masjid Said Na’um yang ada di Jakarta juga menggunakan elemen dan bentuk yang sama. Ia berbicara tentang dua bahasa Arsitektural sebagaimana yang ada pada Masjid Universitas Indonesia secara lantang dan jelas. Beberapa inovasi yang dilakukan oleh Arsitek Masjid ini dalam upaya mengoptimalkan pencahayaan dan pengudaraan menunjukkan adaptasi dari masjid ini terhadap iklim dan kondisi site (Lihat gambar 3 dan 4). Penggunaan elemen-elemen betawi dan memadukannya dengan elemen Islam menunjukkan proses transformasi dan pengadaptasian dalam membahasakan apa yang dipahami sebagai Arsitektur Islam. Penataan ruang luar yang baik dari dari Masjid ini juga memberikan sebuah potensi dari pengoptimalan fungsi dari Masjid sebagai pusat pembangunan masyarakat (Lihat Gambar 5). Usaha untuk mendefinisikan peranan dan fungsi Masjid pada Masjid Rusila Pada pembahasan ini penulis menemukan suatu hal yang menarik karena ternyata aspek positif dari pendefinisian peran dan fungsi Masjid yang sebenarnya justru terlihat pada suatu Masjid yang sama sekali tidak direncanakan apalagi di-desain. Masjid Rusila dengan lingkungan yang ada di sekitarnya merupakan suatu suatu kompleks Masjid yang tumbuh dengan sendirinya karena tuntutan dan kebutuhan fungsional dari Masyarakat yang tinggal disana (Lihat Gambar 7). Banyak aspek dan refleksi nilai yang dalam pandangan penulis sangat penting dari Masjid ini. Yang pertama adalah bagaimana penyusunan massa bangunan dari kompleks Masjid ini. Jika kita amati dari susunan massa bangunan dan blok plan dari keseluruhan kompleks Masjid ini maka kita tidak akan menemukan sebuah garis aksis, bangunan yang terlalu menonjol, susunan yang kaku apalagi pemaksaan terhadap lingkungan alami dari kawasan ini. Keseluruhan kawasan berkembang secara alami sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan fungsinya. Disini kita melihat sebuah bahasa Arsitektural yang rendah hati, manusiawi dan menghormati keberadaan Tuhan sebagai pencipta alam semesta . Aspek yang lain adalah bagaimana penempatan Masjid di lingkungan Masjid Rusila. Dari penempatan bangunan sebagaimana terlihat dibawah ini, bangunan Masji terletak menyatu dengan bangunan yang ada di sekitarnya. Ia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari lingkungan yang ada. Hal ini sangat sesuai dengan pendefinisian Masjid sebagai pusat pembangunan Masyarakat yang menuntut optimalisasi fungsi dan peranan Masjid dalam berbagai kegiatan masyarakat. Dengan penempatannya yang menyatu dengan rumah penduduk yang ada di sekitarnya ia memungkinkan pengoptimalan potensi Masjid ini bagi pembangunan Masyarakat. Aspek yang juga sangat penting dari perancangan Masjid Rusila ini adalah penempatan rumah Menteri Besar sebagai pemimpin sekaligus pusat kekuasaan politik dari daerah ini yang terletak menyatu dengan masyarakat dan Masjid tadi. Ia berbicara tentang prinsip demokrasi yang menjamin kesetaraan dan kebebasan berbicara antara elemen penguasa dan rakyat. Hal yang sama juga dapat kita temukan pada bagaimana Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin menyusun dan mengatur pemerintahan. Ia berbicara tentang nilai kerendahan hati, hubungan yang setara dan peranan pemimpin sebagai pelayan yang mengabdi pada masyarakat (Lihat Gambar 8). Usaha Adaptasi Bahasa Internasional Style menjadi bahasa lokal pada Masjid Negara Indonesian Student Association in Malaysia Hal yang menarik terjadi pada Masjid Negara Malaysia karena ia berbicara dalam dua bahasa Arsitektural yang bertolak belakang. Secara prinsip sebenarnya Masjid Negara dibangun dengan gaya International Style sebagaimana terlihat dari pemilihan bahan dan sistem strukturnya. Namun jika kita perhatikan pemilihan bentuk atap dan penggunaan serambinya maka dapat kita lihat bagaimana sang Arsitek berusaha memasukkan unsur Melayu dalam bangunan ini (Lihat Gambar 9). Penggunaan serambi yang bahkan lebih besar dari ruang sholatnya sendiri merupakan suatu hal yang sangat menarik pada Masjid Negara karena hal ini merupakan hal yang tidak biasa jika kita amati dari tipologi masjid-masjid yang ada di Malaysia. Serambi merupakan sebuah elemen penting dalam rumah Melayu, ia merupakan tempat dimana terjadi transisi antara ruang terbuka di luar bangunan dengan ruang tertutup di bagian dalam. Serambi yang biasa terletak di muka bangunan tradisional memiliki bahasa Arsitektural yang khas yakni undangan bagi tamu untuk memasuki bangunan, berbeda dengan pagar yang justru menghalangi tamu untuk masuk ke dalam bangunan (Lihat Gambar 10 & 11). Jika kita amati pada Masjid Negara, kita tidak menemukan pagar, namun kita menemukan banyak ruang terbuka berupa serambi yang ada di sekeliling tempat sholat. Disini kita melihat penggunaan bahasa Arsitektural setempat (bahasa Arsitektural tradisional) dalam suatu bangunan dengan International Style, suatu hal yang cukup menarik dan langka di Malaysia3. Dalam pandangan penulis usaha ini cukup positif dan akan memberikan sebuah kontribusi besar bagi pembentukan identitas Malaysia. Aplikasi nilai-nilai sosial dan hubungan antar manusia pada sebuah Wakaf Wakaf mungkin merupakan salah satu produk konstruksi dan bangunan yang sangat sederhana. Ia adalah bangunan yang begitu sederhana dan sepele jika kita melihatnya sebagai penggabungan berbagai ——— 3 Hal yang sama juga kita jumpai pada Bangunan Parlemen Malaysia yang juga memadukan antara bahasa Arsitektur International style dengan bahasa Arsitektur setempat. 41 elemen struktur dan penyatuan beberapa bahan bangunan. Namun jika kita melihatnya sebagai sebuah aplikasi dari nilai-nilai dan prinsip dasar dari Arsitektur Islam maka kita akan melihatnya sebagai sebuah produk yang memiliki nilai yang luar biasa. Jika kita lihat pada beberapa hadits berikut: Abu Huraira reported Allah’s Messenger (may peace be upon him) as saying: He who alleviates the suffering of a brother our of the sufferings of the world, Allah would alleviate his suffering from the sufferings of the Day of Resurrection, and he who finds relief for one who is hard pressed, Allah would make things easy for him in the Hereafter. Allah is at the back of a servant so long as the servant is at the back of his brother , and he who treads the path in search of knowledge, Allah would make that path easy, leading to Paradise for him and those persons who assemble in the house among the houses of Allah (mosques), and recite the Book of Allah and they learn and teach the Qur’an (among themselves) there would descend upon them the tranquility and mercy would cover them and the angels would surround them and Allah makes a mention of them in the presence of those near ‘Him, and he who is slowpaced in doing good deeds, his (high) descent does not make him go ahead.4 Narrated Abu Huraira: The Prophet (may peace be upon him) said, “The poor person is not the one who asks a morsel or two (of meals) from the others, but the poor is the one who has nothing and ashamed to beg from others.”5 It is narrated of the authority on Anas b. Malik that the Prophet (may peace and blessing be upon him) observed: None amongst you believes (truly) till one likes for his brother or for his neighbor or for his neighbor that which he loves for himself.6 ‘Umar b. al-Khattab quoted the Prophet (may peace be upon him) as saying on the same occasion: Help the oppressed (sorrowful) and guide those who have lost their way.7 ——— 4 Sahih Muslim Vol. IV, p.1417 Sahih Al Bukhari Vol.II, p.322 6 Sunan Abu Dawud, Vol. III, p.1346 7 Sunan Abu Dawud, Vol.IV, p.1347 5 42 Indonesian Student Association in Malaysia Narrated ‘Amir bin Saad bin Abi Waqqas that his father said, “In the year of the last Hajj of the Prophet (may peace be upon him) I became seriously ill and the Prophet (may peace be upon him) used to visit me enquiring about my health. I told him, “I am reduced to state because of illness and I am wealthy and have no inheritors except a daughter, (In this narration the name of ‘Amir bin sa’d is mentioned and in fact it is a mistake; the narrator is ‘A’isha bint Sa;d bin Abi Waqqas), should I give two-thirds of my property in charity?’ he said, ‘No. I asked, ‘Half?’ He said, ‘No.’ then he added, ‘One-third, and even one-third is much. You’d better leave your inheritors wealthy rather than leaving them poor, begging other you will get reward for whatever you spend for Allah’s sake, even for what you put in your wife’s mouth.’ I said, ‘O Allah’s Apostle! Will I be left alone after my companions have gone?’ He said, ‘If you are left behind, whatever good deeds you will do will upgrade you and raise you high. And perhaps you will have a long life so that some people will be benefited by you while others will be harmed by you. O Allah! Complete the emigration of my companions and do not turn them renegades.’ But Allah’s Apostle felt sorry for poor Sa’ad bin Khaulana he died in Mecca.” (but Saan bin Abi Waqqas lived long afer the prophet.)8 Abu Huraira reported the Apostle of Allah (may peace be upon him) as saying: When a man dies, his action discontinues from his except three things, namely perpetual sadaqah (charity), or the knowledge by which benefit is acquired, or a pious child who prays for him.9 Kita akan menyadari bahwa wakaf adalah sebuah bentuk sumbangan sosial yang sangat bernilai dari seseorang kepada orang banyak dan hal ini merupakan salah satu prinsip dan nilai dasar dalam Islam yang sangat penting bagi pembentukan kerangka Arsitektur Islam. Dari sini dapat kita lihat peranan penting dari wakaf dan berbagai sarana publik dalam Arsitektur Islam. Ia mungkin merupakan satu-satunya produk asli dari peradaban Melayu yang berkontribusi secara langsung kepada Arsitektur Islam selain serambi (Lihat Gambar 12). ——— 8 9 Sahih Al-Bukhari, Vol.II, p.214 Sunan Abu Dawud, Vol. II, p.812 Beberapa Inovasi dan Pendefinisian Baru Pada Usulan Perancangan Masjid Senai Ada banyak sekali hal yang menarik jika kita amati usulan desain Masjid Senai yang dilakukan oleh Mohamad Tajuddin Mohamad Rasdi dan Ghofar Rozaq Nazila. Hal yang menarik tersebut meliputi beberapa inovasi yang dilakukan pada bentuk dasar dari massa masjid beserta penyusunannya, pemilihan bentuk atap, elemen penanda, pembentukan Mihrab, ornamentasi dan bagaimana interaksi dengan elemen alam (Lihat Gambar 13). Jika kita amati bentuk dasar dan penyusunan massa dari usulan rancangan ini kita amendapati bahwa ia ia menggunakan bentuk-bentuk dasar yang disusun dengan hati-hati. Ide bentuk dasar ini merupakan metode yang digunakan oleh Claude Nicolaus Ledoux (1736-1806) dan Ettiane Boullee (1728-1799) di awal pergerakan Arsitektur Modern yang kemudian juga digunakan oleh para penganut kubisme sebagaimana juga yang dilakukan oleh Wright dan Le Corbusier ketika merancang bangunan-bangunannya. Penyusunannya pun terlihat berusaha menghindarkan sebuah bentuk yang massif dan besar, namun perancangan ini terlihat berusaha memecahkan massa dari Masjid ini atas beberapa bagian yang integratif (Lihat Gambar 14). Atap yang dipilih adalah atap tradisional yang disesuaikan dengan bentuk dasar dari keseluruhan massa. Pemilihan bentuk atap ini terlihat berbicara tentang regionalisme dan bahasa perancangan di mana Masjid ini dibangun. Elemen penanda dari masjid ini kelihatannya diwakili oleh elemen vertikal berbentuk persegi. Elemen penanda ini kelihatannya berusaha menggantikan peranan Minaret yang biasa digunakan pada masjid. Namun bentuknya terlihat begitu sederhana tanpa ornamen yang rumit dan berlebihan. Disini terlihat si arsitek hanya mengambil fungsi dasar dari Minaret yaitu sebagai penanda dengan menghilangkan kesan mubazir dari Minaret yang biasa digunakan (Lihat Gambar 15 dan 16). Pembentukan Mihrab mungkin merupakan elemen yang paling menarik dari rancangan ini. Masjid ini tidak memiliki mihrab sebagai sebuah dinding yang biasanya berupa lorong buntu yang biasanya menonjol pada dinding yang menghadap kiblat. Desain ini menggantikan Qibla Wall tadi dengan sebuah kolam yang mengalir airnya sebagai Indonesian Student Association in Malaysia sebuah pembentukan suasana kontemplatif yang mengacu pada ciptaan Tuhan. Pohon yang ditanam di belakang kolam tersebut menjadi pembentuk suasana sekaligus menjaga kekhusyukan dari orang yang sholat terhadap gangguan dari luar (Lihat Gambar 17). Ornamentasi yang ada pada rancangan ini pun terlihat dibuat seperlunya saja. Elemen yang penting sekaligus penanda dari bangunan masjid ini adalah tulisan ‘Allah’ yang dibuat tidak sebagaimana Masjid pada umumnya namun ia dibuat secara kontemporer dan sederhana (Lihat Gambar 18). Interaksi bangunan ini dengan alam sekitarnya juga sangat menarik, secara keseluruhan bangunan ini terlhat menyatu dengan pohon pohon yang ada di sekitarnya. Elemen air yang mengalir di dalam Masjid juga memperjelas ini. Di beberapa bagian pemasukkan elemen air ini memberikan sebuah interaksi yang positif antara seorang seorang manusia dengan lingkungannya (Lihat Gambar 19). Dari berbagai ide inilah terlihat berbagai usaha dari sang Arsitek untuk menghasilkan sebuah bangunan dengan karakter yang kuat dan integratif. Kesimpulan Pembahasan diatas menunjukkan berbagai upaya untuk menghasilkan sebuah bangunan atau pemikiran yang berlandaskan pada pemahaman nilai dan nilai moral dari Islam. Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa perjuangan dan pencarian bentuk Arsitektur Islam yang berbasiskan nilai (Al-Qur’an dan Sunnah) memungkinkan sebuah kajian yang progresif dan aktif karena ia tidak terikat kepada suatu aturan yang baku dan kaku namun lebih merupakan sebuah eksplorasi untuk menghasilkan sebuah konsep dan desain yang harmoni dengan Islam. Rujukan Ali, Zakaria (1946). Islamic Art in Shouteast Asia: 830-1570 AD. Selangor: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. Bargebuhr, Frederic P (1968). The Alhambra. Berlin: Walter de Gruyter & Co. 43 Bamborough, Philip (1976). The Treasures of Islam. Dorset: Blandford Press. Beckwith. John (1979). Early Christian and Byzantine Art. Middlesex: Penguin Books. Briggs, Martin (1924). Muhammadan Architecture in Egypt and Palestine. Oxford: Clarendon Press. Chiari, Joseph (1977). Art and Knowledge. London: Elek Books Ltd. Creswell, KAC (1968). A Short Account of Early Muslim Architecture. Beirut: Librarie du Liban. Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala dan Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1998). Masjid Kuno Indonesia. Jakarta: Proyek Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat. Frishman. Martin & Hasan-Uddin Khan (1994). The Mosque: History Architectural Development & Regional Diversity. London: Thames & Hudson Ltd. Golombek, Lisa dan Donald Wilber (1988). The Timurid Architecture of Iran and Turan Vol 1. Princeton: Princeton University Press. Hoag. JD (1963). Western Islamic Architecture. New York: George Braziller Inc. Hoag. JD (1989). Islamic Architecture. London: Faber and Faber. Holod. Renata & Hasan Uddin Khan (1997). The Mosque and the Modern World. London: Thames and Hudson Ltd. Lee, Sherman E (1973). A History of Far Eastern Art. Englewood: Prentice Hall Inc. Michell. George (1995). Architecture of the Islamic World. London: Thames and Hudson Ltd. Mumtaz, Kamil Khan (1986). Architecture in Pakistan. Singapore: Concept Media Nasir, Abdul Halim (1984). Masjid-Masjid di Semenanjung Malaysia. Kuala Lumpur: Berita Publishing Sdn Bhd. Nasr, Seyyed Hossein (1987). Islamic Art and Spirituality. Cambridge: Golgonooza Press. Omer. Spahic (2002). Studies in the Islamic Built Environment. Kuala Lumpur: Research Centre, International Islamic University Malaysia. 44 Indonesian Student Association in Malaysia Proceedings of an International Seminar: Sponsored by the Aga Khan Award for Architecture and The Indonesian Institute of Architect 15-19 October 1990, Expressions of Islam in Buildings, Jakarta & Yogyakarta: Aga Khan Trust for Culture on Behalf of The Aga Khan Awrd for Architecture. Rivoira, G.T. (1975). Moslem Architecture: Its origins and Development. New York: Hacker Art Books. Serageldin, Ismail (1989). Space for Freedom: The Search for Architectural Excellence in Muslim Societie. Butterworth: The Aga Khan Award for Architecture & Butterworth Architecture. Steele, James (1994). Architecture for Islamic Society Today. New York: Academy Edition. Tajuddin M. Rasdi, Mohd (1998). Mosque as a community Development Centre. Johor Bahru: Penerbit Universiti Teknologi Malaysia. Tajuddin M. Rasdi, Mohd (1999). Peranan, Kurikulum dan Rekabentuk Masjid sebagai Pusat Pembangunan Masyarakat. Johor Bahru: Penerbit Universiti Teknologi Malaysia. Tajuddin M Rasdi. Mohd (2001). Konsep Perbandaran Islam: Suatu Gagasan Alternatif. Johor Bahru: Penerbit Universiti Teknologi Malaysia. Tajuddin M Rasdi,. Mohd (2003). KALAM Papers: Crisis in Islamic Architecture. Johor Bahru: Pusat Kajian Alam Bina Dunia Melayu (KALAM). The Aga Khan Program for Islamic Architecture (1988). Theories and Principles of Design in the Architecture of Islamic Societies. Massachusetts: Harvard University Press. Indonesian Student Association in Malaysia 45 Lampiran Gambar Gambar 1. Eksterior Masjid Universitas Indonesia, merupakan suatu bentuk perpaduan antara prinsip Islam dan nilai dan budaya setempat. Gambar 2. Interior Masjid Universitas Indonesia memadukan antara prinsip-prinsip struktur tradisional dengan elemen modern. 46 Indonesian Student Association in Malaysia Gambar 3. Eksterior dari Masjid Said Na’um yang mencerminkan adaptasi terhadap kondisi fisik dan budaya setempat. Gambar 4. Perancangan lansekap yang baik, memungkinkan banyaknya aktivitas sebagai pusat pengembangan masyarakat. Indonesian Student Association in Malaysia 47 Gambar 5. ornamentasi dan elemennya menggunakan bahasa Arsitektur Betawi yang merupakan Arsitektur setempat. Gambar 7. Blok plan dan suasana Masjid Rusila yang menunjukkan integrasi antara masjid dengan sistem hidup masyarakat yang ada di sekitarnya. 48 Indonesian Student Association in Malaysia Gambar 8. Kondisi bangunan di sekitar Masjid Rusila : Tidak mencerminkan suatu gaya tertentu, hanya dibuat menurut kebutuhan dan fungsi berkaitan. Gambar 9. Masjid Negara: Bangunan International Style yang tetap berusaha berbicara dalam bahasa arsitektur local. Indonesian Student Association in Malaysia 49 Gambar 10. Masjid yang tidak berpagar memberi kesan mengundang jika dibandingkan dengan Masjid-Masjid yang dibuat sekarang dengan pagar tinggi-tinggi. Gambar 11. Kantilever dan over slab banyak ditemukan pada masjid Negara: berfungsi sebagai serambi sekaligus ruang terbuka yang mengakomodir kebutuhan akan sirkulasi udara dan pencahayaan. 50 Indonesian Student Association in Malaysia Gambar 12. Wakaf: suatu bentuk kontribusi seorang Muslim untuk komunitas masyarakatnya. Gambar 13. Perancangan dan sketsa awal dari perancangan Masjid Senai menunjukkan interaksi bangunan ini dengan bangunan sekitarnya. Indonesian Student Association in Malaysia 51 Gambar 14. Massa bangunan tersusun dari bentuk sederhana yang dipecahkan atas beberapa bagian sebagai suatu kesatuan yang integral. Gambar 15. Atap bangunan menggunakan bentuk atap tradisional Nusantara dengan penyesuaian terhadap prinsip dan bentuk perancangan bagian Masjid yang lain. 52 Indonesian Student Association in Malaysia Gambar 16. Elemen vertikal sebagaimana peranan sebuah minaret sebagai penanda pada Masjid ini Gambar 17. Interior bagian dalam Masjid dan inovasi yang dilakukan pada bagin Qibla Wall menunjukkan penanganan yang berbeda terhadap masalah privasi dan ke-khusyukan dalam Masjid ini Indonesian Student Association in Malaysia Gambar 18. Ornamentasi dan elemen simbolisasi pada Masjid ini yang ditata dengan baik Gambar 19. Interaksi bangunan manusia dan elemn alam lainnya seperti air dan pohon. 53