BAB I - Eprints undip - Universitas Diponegoro

advertisement
ANALISIS YANG MEMPENGARUHI ADAPTIVE SELLING CAPABILITY
DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA PENJUALAN PADA
PERUSAHAAN FARMASI DI KOTA SEMARANG
YENNY WIDYA HASTUTI, SE
NIM. 1201 0111 400 198
The purpose of this research is to test the influences of individual
orientation value and salesman competence on adaptive selling capability to
increase sales performance. Using these variables, the usage of these
variables are able to solve the arising problem within pharmacy industry at
Semarang city.
The samples size of this research is 100 salesman pharmacy industry
at Semarang city. Using the Structural Equation Modeling (SEM). The results
show that the individual orientation value and salesman competence on
adaptive selling capability to increase sales performance.
The effect of individual orientation value on adaptive selling
capability are significant; The effect of salesman competence on adaptive
selling capability are significant; The effect of individual orientation value on
sales performance are significant; The effect of salesman competence on sales
performance are significant; and The effect of adaptive selling capability on
sales performance are significant;
Keywords: individual orientation value; salesman competence; adaptive selling
capability; and sales performance.
I. PENDAHULUAN
Farmasi sebagai salah satu
kebutuhan
dasar
manusia
berkembang
seiring
dengan
perkembangan peradaban manusia.
Industri ini memiliki tujuan untuk
menghasilkan obat yang aman dan
efektif untuk digunakan dalam terapi
(efficary, safety, toxicity). Seiring
dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek)
maka industri farmasi juga bertujuan
untuk kepentingan ekonomi dan daya
tahan suatu negara (Agoes, 1999).
Dengan demikian, farmasi yang
awalnya berfungsi untuk melindungi
manusia dari penderitaan, namun
sekarang telah berkembang menjadi
profesi yang menjanjikan, yang
ditunjukkan dengan bahwa saat ini
pasar
farmasi
sudah
mulai
mempengaruhi pasar industri.
Sektor farmasi di Indonesia
menarik untuk dikaji karena jumlah
penduduk yang lebih dari 200 juta
jiwa
serta
kondusif
untuk
perkembangan virus dan bakteri
karena beriklim tropis, penyebaran
penduduk tidak merata dan kondisi
geografis.
Dengan
demikian,
Indonesia menjadi pasar potensial
bagi industri farmasi nasional dan
dunia. Jadi tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa industri farmasi
Indonesia merupakan peluang bisnis
yang menjanjikan (Biantoro, 2003).
Data IMS Health mengungkapkan
bahwa sektor farmasi di Indonesia
bertumbuh dari sekitar Rp. 29,98
triliun pada tahun 2008 menjadi Rp.
33,96 triliun pada tahun 2009, dan
mencapai Rp. 37,53 triliun pada
tahun 2010. Kinerja industri farmasi
di Indonesia tercatat lebih tinggi
dibandingkan
Malaysia
dan
Singapura, padahal belanja kesehatan
di Indonesia tergolong rendah. Hal
ini disebabkan dari pertumbuhan
makro dan ekspansi usaha yang
dilakukan para emiten.
Industri farmasi memiliki
kompleksitas
dalam
strategi
distribusi produk farmasi, akibat
jenis obat yang dipasarkan. Adapun
obat yang dipasarkan menurut Faisal,
dkk (2001) dikelompokkan menjadi
dua kategori, yaitu produk etikal dan
produk over the counter (OTC).
Produk etikal adalah kelompok
produk farmasi yang hanya bisa
dibeli atau didapatkan dengan resep
dokter, baik obat generik, obat
bermerek, maupun obat tidak
bermerek. Sedangkan OTC adalah
kelompok produk bermerek yang
bisa dijual bebas tanpa harus
menggunakan
resep
dokter.
Berkaitan dengan dua kategori obat
ini maka jalur pemasaran produk
farmasi ada tiga, yaitu pemasaran
melalui jalur dokter, pemasaran
model
customer
goods,
dan
pemasaran model partai besar
(Sudarmadi,
2001).
Pemasaran
melalui
jalur
dokter
adalah
memasarkan produk etikal yang
hanya dapat dikonsumsi berdasarkan
resep dokter sehingga hanya dapat
diperoleh di apotik. Pemasaran
model customer goods adalah
memasarkan produk OTC dengan
pola mass marketing, yang bisa
dijual bebas di apotik, toko obat, dan
warung.
Sedangkan
pemasaran
model partai besar adalah penjualan
ditujukkan ke rumah sakit baik untuk
produk etikal maupun OTC.
Berdasarkan
pemaparan
mengenai industri farmasi yang ada
di atas, berkaitan dengan fokus
penelitian
ini
terdapat
aspek
distribusi pemasaran yang menarik
untuk
dikaji,
yaitu
distribusi
pemasaran obat etikal. Pada industri
farmasi, alur pemasaran produk
etikal terbatas pada outlet yang
ditunjuk yaitu apotik dan toko obat.
Selain itu, produk ini tidak boleh
untuk diiklankan. Dua hal utama
inilah yang membuat perusahaanperusahaan
farmasi
untuk
memasarkan
produk
etikalnya
menggunakan tenaga penjualan
khusus yang disebut dengan medical
representative (MR) atau detailer.
Medical
representative
memiliki peran penting dalam
menanamkan image dan keunggulan
produk kepada dokter sehingga
dokter bersedia menuliskan produk
etikal ke dalam resepnya. Selain itu,
MR diharapkan mampu menjadikan
dokter
sebagai
perantara
(intermediarer)
dalam
merekomendasikan produk obatnya
kepada pasien sebagai konsumen.
Dengan demikian, MR merupakan
ujung tombak perusahaan farmasi
dalam
memasarkan
produknya.
Kinerja MR ini memberikan
sumbangan besar bagi industri
farmasi. Oleh karena itu, MR
dituntut untuk memiliki kinerja yang
baik.
Kinerja merupakan indikatorindikator keberhasilan kerja atau
prestasi kerja sesungguhnya yang
dicapai
oleh
seseorang
atau
organisasi
karena
dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik
(Lukman, dkk., 1995). Ukuran
kinerja sering dikaitkan dengan
keberhasilan
dan
kegagalan
perusahaan dalam meraih tujuan
pokok perusahaan, di antaranya
adalah
memperoleh
laba,
meningkatkan jumlah penjualan, dan
mempertahankan
kelangsungan
hidupnya.
Penurunan
kinerja
merupakan pertanda buruk bagi tiap
perusahaan dan pelaku usaha, bahkan
dianggap awal kehancuran bagi
perusahaan. Menurut Baldauf et al
(2001), kinerja penjualan yang
efektif digambarkan sebagai evaluasi
keseluruhan dari outcome suatu
perusahaan yang salah satunya
ditentukan oleh kinerja tenaga
penjual, sedangkan kinerja tenaga
penjual hanya berhubungan dengan
faktor-faktor yang hanya bisa
dikontrol oleh tenaga penjual secara
langsung, seperti adaptive selling
capability, orientasi nilai individu,
dan kompetensi tenaga penjual.
Upaya industri farmasi untuk
dapat menjalin relasi dengan
pelanggan (dokter) memerlukan
kemampuan
untuk
memahami
kebutuhan dan keinginan pelanggan,
sehingga
penggunaan
MR
merupakan manifestasi dari strategi
personal selling dan ini dianggap
sebagai komponen paling penting
diantara komponen promotional mix
(Weitz et al., 1992 dalam Knowles et
al., 1994). Menurut Spiro & Weitz
(1990) personal selling merupakan
satu-satunya media komunikasi yang
memungkinkan pesan pemasaran
untuk beradaptasi dengan kebutuhan
dan
keyakinan
spesifik
dari
konsumen.
Media
komunikasi
pemasaran lainnya terbatas untuk
mengirimkan pesan yang ditargetkan
untuk konsumen di segmen tertentu.
Keuntungan utama dari personal
selling adalah kemampuan dari
tenaga penjual untuk beradaptasi
dengan kebutuhan dan keinginan
individual konsumen (Marks et al.,
1996). Dalam personal selling tenaga
penjual menjadi sumber utama
komunikasi
dengan
pelanggan
(Grewal & Sharma, 1991) tenaga
penjual juga menjadi kaitan kunci
dalam menambah nilai pelanggan
(Luthy dalam Beverland, 2001)
membantu untuk mengidentifikasi
peluang baru (Gordon et al dalam
Beverland, 2001) dan mempengaruhi
intensitas pembelian masa datang
(Boles et al dalam Beverland 2001).
Kontak personal kepada
pelanggan yang dilakukan oleh
tenaga penjual merupakan metode
paling efektif untuk membuat
penjualan. Dengan demikian tugas
manajer
penjualan
adalah
meningkatkan keefektifan tenaga
penjual selama berinteraksi dengan
pelanggan. Menurut Weitz et al
(1986) tenaga penjual yang efektif
lebih mengetahui tentang pendekatan
penjualan yang tepat untuk setiap
situasi. Tenaga penjual dengan
kinerja yang lebih tinggi mampu
untuk mengakomodasi kebutuhan
konsumen, yang memberinya segi
kompetitif
dalam
membangun
keuntungan dalam hubungan jangma
panjang dengan pelanggan. Tenaga
penjual yang efektif juga memiliki
motivasi intrinsik untuk berlaku baik
(Barker 1999). Dimensi sikap yang
secara spesifik berkaitan dengan
kesuksesan hasil penjualan adalah
kemampuan untuk secara efektif
menerima dan bertindak terhadap
rangsangan lingkungan, dimana hal
ini disebut juga dengan adaptive
selling capability (Knowles et al,
1994).
Menurut Goolsby et al (1992)
kesuksesan penjualan bergantung
pada
kemampuan
untuk
menginterpretasikan secara akurat
komunikasi verbal dan non verbal
dan
selanjutnya
menerapkan
interpretasi ini ke dalam komunikasi
persuasive.
Efektivitas
pada
pertukaran merupakan fungsi dari
tenaga
penjual
berdasarkan
karakteristik
psikologis
yang
berhubungan dengan adaptivitas. Hal
ini diperkuat dengan pendapat Miles
et al (1990) bahwa personal selling
tidak bersifat statis tapi dinamis.
Kesuksesan
personal
selling
membutuhkan kemampuan untuk
menyesuaikan bentuk komunikasi
terhadap
situasi
pembelian.
Berkaitan dengan sifat adaptif ini,
Weitz et al mengembangkan konsep
adaptive selling yang diyakini
mampu
meningkatkan
kinerja
penjualan.
Adaptive selling merupakan
penjualan yang mengadaptasi pada
kebutuhan dan harapan pelanggan
selama penjual dan pelanggan saling
berinteraksi (Weitz et al, 1986).
Adaptive selling juga merupakan
pemodifikasian gaya komunikasi,
format presentasi, dan isi pesan yang
dilakukan oleh penjual selama
berinteraksi
dengan
pembeli
(Reagan, 1995).
Praktek adaptive selling
memungkinkan tenaga penjual untuk
mengeksploitasi
keunggulan
personal selling (Sujan et al, 1988).
Adaptive
selling
didefinisikan
sebagai
mengubah
perilaku
penjualan selama ataupun setelah
terjadinya
interaksi
dengan
pelanggan
yang
dilakukan
berdasarkan pada informasi yang
diterima mengenai situasi penjualan
(Weitz et al, 1986). Tenaga penjual
yang
mempraktekkan
adaptive
selling akan mampu melakukan
perubahan yang tepat dalam perilaku
penjualannya sesuai situasi penjualan
yang dihadapi.
Pengaruh positif adaptive
selling terhadap kinerja penjualan
telah banyak diteliti. Penelitian yang
dilakukan Spiro & Weitz (1990),
Anglin et al (1990), Castleberry &
Shepperd (1993), dan Marks et al
(1996)
membuktikan
bahwa
penerapan
adaptive
selling
meningkatkan kinerja tenaga penjual.
Kemampuan dasar yang diperlukan
dalam pertemuan penjualan adalah
kemampuan tenaga penjual untuk
merasakan dan menerima informasi
dari pembeli dan lingkungannya.
Oleh karena itu adaptive selling
bergantung tidak hanya pada
kemampuan kognitif tetapi juga
kemampuan perseptual (Knowles et
al, 1994)
Perilaku tenaga penjualan
dipengaruhi oleh orientasi nilai yang
dimilikinya.
Tenaga
penjual
memiliki
pekerjaan
yang
mentargetkan hasil tertentu dan
pencapaian
target
ini
akan
mempengaruhi status dan reward
yang
akan
diperolehnya
di
lingkungan pekerjaan. Berkaitan
dengan hal inilah maka orientasi nilai
individu yang dimaksud dalam
penelitian ini merupakan orientasi
kinerja. Adanya orientasi nilai
membuatnya ingin dinilai memiliki
kemampuan
lebih
dan
mau
mempertimbangkan hasil akhir yang
dicapai sebagai bukti terhadap
kemampuannya (Ames & Acher
dalam Sujan et al., 1994).
Medical
representative
seperti tenaga penjualan lainnya
dituntut untuk memiliki kompetensi
yang baik dalam hal penjualan,
karena
perannya
dalam
mengimplementasikan strategi bisnis
pemasaran (Baldauf & Cravens,
2002). Kompetensi tenaga penjualan
akan
mempengaruhi
kinerja
penjualan dan keefektifan organisasi,
karena kompetensi mengarah pada
pengetahuan, keahlian, sikap, nilai
atau karakteristik personal yang
mendasari seseorang dan berkaitan
dengan efektivitas kinerja seseorang
dalam pekerjaannya (Barker, 1999).
Kinerja
penjualan
pada
tenaga farmasi yang ada di Kota
Semarang
pada
tahun
2012
mengalami
penurunan
yang
ditunjukkan
dari
rendahnya
pertumbuhan
angka
penjualan
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal
ini
mengindikasikan
adanya
penurunan
kinerja
penjualan.
Sementara itu, hasil wawancara
terhadap supervisor MR dari delapan
perusahaan farmasi dijelaskan karena
perilaku konsumen yang semakin
cerdas. Dalam agenda penelitian
Weitz et al (1986) dinyatakan
perlunya diteliti lebih lanjut tentang
penerapan adaptive selling dalam
mempengaruhi peningkatan kinerja
tenaga penjual. Tanner Jr (1994)
menemukan bahwa tenaga penjual
akan
mengubah
presentasi
penjualannya sesuai dengan tipe
pembeli yang dihadapi. Hanya saja
dalam penelitiannya, penerapan
adaptive selling dalam meningkatkan
kinerja tenaga penjual belum diteliti
(Marks et al, 1996).
Bertitik tolak dari latar
belakang tersebut, penting untuk
mengamati sekaligus menganalisis
yang mempengaruhi adaptive selling
capability
untuk
meningkatkan
kinerja penjualan pada perusahaan
farmasi di Kota Semarang.
Permasalahan
dalam
penelitian ini adalah penurunan
pertumbuhan penjualan farmasi di
Kota Semarang pada Tahun 2012,
hal ini yang perlu menjadi perhatian
karena dalam jangka panjang tidak
baik bagi kelangsungan hidup
(survive) perusahaan farmasi di Kota
Semarang. Penelitian ini berusaha
mengintegrasikan
model
dari
penelitian
terdahulu
yang
menggambarkan sebuah hubungan
kausalitas yang terjalin diantara
variabel – variabel pembentuk
orientasi
nilai
individu
dan
kompetensi tenaga penjual dalam
meningkatkan kinerja penjualan
melalui adaptive selling capability.
Berdasarkan permasalahan tersebut
maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana meningkatkan kinerja
penjualan?. Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka yang menjadi
pertanyaan penelitian ini yaitu :
1. Apakah orientasi nilai individu
berpengaruh terhadap adaptive
selling capability?
2. Apakah
kompetensi
tenaga
penjual berpengaruh terhadap
adaptive selling capability?
3. Apakah
adaptive
selling
capability berpengaruh terhadap
kinerja penjualan?
4. Apakah orientasi nilai individu
berpengaruh terhadap kinerja
penjualan?
5. Apakah
kompetensi
tenaga
penjualan berpengaruh terhadap
kinerja penjualan?
II. TELAAH PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN MODEL
2.1
Pengembangan
Model
Penelitian
2.1.1 Orientasi Nilai Individu
dan
Adaptive
Selling
Capability
Tenaga
penjualan
yang
berorientasi nilai akan lebih fleksibel
melakukan
adaptive
selling
capability karena adanya tuntutan
untuk memberikan performa terbaik.
Hal ini senada dengan penemuan
Sujan, et al (1994) bahwa orientasi
nilai individu merupakan orientasi
motivasional yang memadu perilaku
dari tenaga penjual. Semakin tinggi
orientasi nilai individu maka
semakin tinggi adaptive selling
capability.
Berdasarkan penjabaran di
atas maka diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Ada pengaruh positif dan
signifikan dari orientasi nilai
individu terhadap adaptive
selling capability
2.1.2 Kompetensi
Tenaga
Penjual
dan
Adaptive
Selling Capability
Ketika
tenaga
penjual
melakukan adaptive selling maka
dirinya membutuhkan kemampuan
untuk menyesuaikan diri dalam
menggunakan strategi penjualan
dengan mempertimbangkan tipikal,
motif, dan perilaku penjualan yang
terjadi selama berinteraksi dengan
pelanggan atau interaksi lintas
pelanggan berdasarkan informasi
yang
dipersepsikan
mengenai
karakteristik
situasi
penjualan.
Dengan kata lain, kompetensi yang
dimiliki tenaga penjual membuat
lebih mudah melakukan adaptive
selling. Semakin tinggi kompetensi
tenaga penjual maka semakin tinggi
adaptive selling capability.
Berdasarkan penjabaran di
atas maka diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H2 : Ada pengaruh positif dan
signifikan dari kompetensi
tenaga
penjual
terhadap
adaptive selling capability
2.1.3 Adaptive Selling Capability
dan Kinerja Penjualan
Beberapa penelitian tentang
adaptive selling (Weitz et al., 1986,
Spiro & Weitz, 1990, Anglin et al.,
1990, serta Castleberry &Shepperd,
1992) menunjukkan hubungan yang
positif antara adaptive selling dengan
kinerja penjualan. Adaptive selling
capability menunjukkan kemampuan
dan kecakapan tenaga penjual dalam
melakukan teknik dan pendekatan
tertentu
secara
tepat
dengan
memperhatikan kondisi dan situasi
yang dihadapi. Tenaga penjual akan
dapat memberikan suatu pemuasan
kebutuhan pada pelanggan karena
mampu mengenali setiap kebutuhan
dan keinginan pelanggan yang
berbeda – beda dan memberikan
suatu aternatif pendekatan penjualan
yang tepat. Pada akhirnya adaptive
selling
capability
ini
akan
meningkatkan kinerja penjualan yang
dicapai tenaga penjual.
Berdasarkan penjabaran di
atas maka diajukan hipotesis sebagai
berikut:
H3 : Ada pengaruh positif dan
signifikan dari adaptive selling
capability terhadap kinerja
penjualan
2.1.4 Orientasi Nilai Individu
dan Kinerja Penjualan
Tenaga
penjual
yang
berorientasi nilai individu akan
berfokus pada kinerja yang bagus
agar memperoleh penghargaan dan
pengakuan dari pihak lain. Mereka
sering membandingkan kinerjanya
dengan kinerja harapan supervisor
dan rekan sekerjanya. Mereka ingin
diakui oleh pihak lain dan hal
tersebut
mendorongnya
untuk
melakukan usaha keras dalam
bekerja sehingga mencapai kinerja
yang tinggi (Sujan, et al., 1994).
Tenaga
penjual
yang
mempunyai orientasi nilai, akan
menggunakan seluruh waktunya
untuk melaksanakan pekerjaan,
bahkan kalau perlu rela lembur, tidak
mudah menyerah, dan tidak kena
lelah untuk mendapatkan order,
sehingga
pekerjaannya
dapat
diselesaikan dengan baik. Mereka
juga ingin senantiasa terlihat sebagai
tenaga penjual yang baik, selalu
berpikir agar prestasinya lebih baik
dibandingkan rekan kerja, dan selalu
mengadakan penilaian terhadap diri
sendiri berdasarkan kriteria penilaian
dari supervisor. Dengan adanya
usaha-usaha tersebut diharapkan nilai
kinerja yang diperoleh akan baik.
Dengan demikian, orientasi nilai
individu dapat mendorong kinerja
penjualannya.
Berdasarkan penjabaran di
atas maka diajukan hipotesis
sebagai berikut:
H4 : Ada pengaruh positif dan
signifikan dari orientasi nilai
individu
terhadap
kinerja
penjualan
2.1.5
Kompetensi
Tenaga
Penjual
dan
Kinerja
Penjualan
Penelitian Barker (1999),
menyatakan bahwa kinerja tenaga
penjual dapat dievaluasi dengan
menggunakan faktor-faktor yang
dikendalikan oleh tenaga penjual itu
sendiri berdasarkan dengan perilaku
tenaga penjual dan hasil akhir yang
diperoleh tenaga penjual. Perusahaan
sangat membutuhkan tenaga penjual
yang memiliki tingkat kompetensi
yang tinggi, khususnya dalam
aktifitaspenjualan. Tenaga penjual
yang memiliki tingkat kompetensi
yang tinggi akan dapat bekerjasama,
mampu mengatasi konflik, mampu
berkomunikasi,
dan
memiliki
product knowledge yang memadai
(Rentz, et al., 2002).
Menurut Baldauf et al (1997)
kinerja tenaga penjual yang tinggi
dipengaruhi
oleh
sikap
dan
karakteristik-karakteristik
lainnya
yang dimiliki tenaga penjual.
Kompetensi tenaga penjual sangat
diperlukan
dalam
menjalankan
tugasnya agar lebih efektif. Selain itu
pengetahuan
tenaga
penjual
mengenai produk dengan berbagai
kualitas dan fasilitas yang dimiliki
sebuah produk juga menjadi salah
satu faktor yang diperlukan.
Penelitian Kohli et al (1998),
menyatakan
bahwa
aktifitas
penjualan akan lebih efektif apabila
tenaga
penjualan
memiliki
kompetensi dan pengalaman di
bidangnya, maka pencapaian tujuan
perusahaan akan lebih mudah
dicapai. Kinerja tenaga penjual
adalah
bagian
tujuan
dari
implementasi
berbagai
strategi
penjualan yang dilakukan secara
berkesinambungan untuk mencapai
tujuan perusahaan yang perusahaan
yang diharapkan. Kinerja tenaga
penjual diposisikan sebagai tolok
ukur dari peningkatan kinerja
perusahaan yang signifikan dan
ditunjukkan
dengan
efektifitas
aktifitas penjualan oleh tenaga
penjual yang memiliki kompetensi
dalam aktifitas penjualan yang
tinggi, dan hal ini merupakan kunci
sukses jangka panjang pada kinerja
tenaga penjual (Marshall et al, 2001;
Keillor et al., 2000).
Kompetensi yang dimiliki
tenaga penjual bertujuan untuk
memperkuat
strategi aktifitas
penjualan pada target marketnya,
sehingga pada akhirnya menciptakan
keunggulan
kompetitif
bagi
perusahaan. Hasil penelitian Baldauf
et al (2001) dan Weilbaker (1990)
menyatakan bahwa kompetensi
tenaga penjual dalam melakukan
aktifitas
penjualan
memiliki
pengaruh yang besar terhadap kinerja
tenaga penjual.
Berdasarkan penjabaran di
atas maka diajukan hipotesis
sebagai berikut:
H5 : Ada pengaruh positif dan
signifikan dari kompetensi
tenaga penjual terhadap kinerja
penjualan
Berdasarakan penjabaran di
atas
maka
disusun
kerangka
pemikiran teoritis seperti yang
disajikan pada Gambar di bawah ini:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
H4
ORIENTASI NILAI
INDIVIDU
H1
H3
ADAPTIVE
SELLING
CAPABILITY
KINERJA
PENJUALAN
H2
KOMPETENSI
TENAGA PENJUAL
H5
Sumber : Spiro & Weitz (1990), Weilbaker (1990), Sujan, et al (1994), Shervani
& Challagalla (1998), Barker (1999),
III. METODE PENELITIAN
Sampel penelitian ini adalah
tenaga penjual perusahaan farmasi di
kota Semarang, sejumlah 100
responden. Structural Equation
Modeling (SEM) yang dijalankan
dengan perangkat lunak AMOS,
digunakan untuk menganalisis data,
Hasil analisis menunjukkan bahwa
orientasi
nilai
individu
dan
kompetensi
tenaga
penjual
berpengaruh
terhadap
adaptive
selling
capability
dalam
meningkatkan kinerja penjualan.
IV. ANALISIS DATA DAN
PEMBAHASAN
4.1.Analisis Structural Equation
Modelling
Analisis selanjutnya adalah
analisis Structural Equation Model
(SEM) secara full model, setelah
dilakukan analisis terhadap tingkat
unidimensionalitas dari indikatorindikator pembentuk variable laten
yang diuji dengan confirmatory
faktor analysis. Analisis hasil
pengolahan data pada tahap full
model SEM dilakukan dengan
melakukan uji kesesuaian dan uji
statistik. Hasil pengolahan data untuk
analisis full model SEM ditampilkan
pada Gambar 4.1, Tabel 4.1 dan
Tabel 4.1.
Gambar 4.1
Hasil Pengujian
Structural Equation Model (SEM)
Chi Square = 75.196
df = 71
Prob = .344
RMSEA = .024
GFI = .911
AGFI = .868
TLI = .994
CFI = .995
.69
e1
x1
e2
x2
e3
x3
.83
.74
Orientasi
Nilai
Individu
.86
.68
.83
.26
.26
.62
e8
x8
.61
e9
z2
.19
e10
x10
e11
x11
x4
Adaptive
Selling
Capability
.70
e5
.69
.83
x6
e7
x7
e12
.34
Kinerja
Penjualan
.86
.81
x13
e13
x14
e14
.65
.24
.83
.84
x5
e6
.25
x12
.75
.79 .89
.68
e4
.43 .76
.78
x9
.67
.82
.48
.57
z1
.79
Kompetensi
Tenaga
Penjualan
.90
.80
Uji terhadap hipotesis model
menunjukkan bahhwa model ini
sesuai dengan data atau fit terhadap
data
yang
digunakan
dalam
penelitian adalah seperti telihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 4.1
Hasil Pengujian Kelayakan Model
Structural Equation Model (SEM)
Goodness of Fit
Indeks
Chi – Square
Cut-off Value
Kecil ( < 92.339)
Hasil Analisis
Evaluasi Model
75,196
Baik
Probability
 0.05
0,344
Baik
RMSEA
 0.08
0,024
Baik
GFI
 0.90
0,911
Baik
AGFI
 0.90
0,868
Cukup Baik
TLI
 0.95
0,994
Baik
CFI
 0.95
0,995
Baik
Sumber : Data penelitian yang diolah
Untuk uji statistik terhadap
hubungan antar variable yang
nantinya digunakan sebagai dasar
untuk menjawab hipotesis penelitian
yang telah diajukan. Uji statistik
hasil pengolahan dengan SEM
dilakukan dengan melihat tingkat
signifikansi hubungan antar variable
yang ditampakkan melalui nilai
Probabilitas (p) dan dan Critical
Ratio (CR) masing-masing hubungan
antar
variable.
Untuk
proses
pengujian statistik ini ditampakkan
dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Standardized Regression Weight
Estimate
S.E.
0,27
0,128
2,106 0,035
Adaptive_Selling_Capability <--- Kompetensi_Tenaga_Penjualan
0,252
0,121
2,092 0,036
Kinerja_Penjualan
<--- Adaptive_Selling_Capability
0,257
0,084
3,055 0,002
Kinerja_Penjualan
<--- Orientasi_Nilai_Individu
0,206
0,093
2,219 0,026
Kinerja_Penjualan
<--- Kompetensi_Tenaga_Penjualan
0,186
0,087
2,15 0,032
x3
<--- Orientasi_Nilai_Individu
1
x2
<--- Orientasi_Nilai_Individu
1,063
0,113
9,435
***
x1
<--- Orientasi_Nilai_Individu
1,03
0,113
9,125
***
x7
<--- Kompetensi_Tenaga_Penjualan
1
x6
<--- Kompetensi_Tenaga_Penjualan
0,882
0,081 10,873
***
x5
<--- Kompetensi_Tenaga_Penjualan
1,015
0,092 11,036
***
x4
<--- Kompetensi_Tenaga_Penjualan
0,959
0,089 10,814
***
Adaptive_Selling_Capability <--- Orientasi_Nilai_Individu
C.R.
P
x11
<--- Adaptive_Selling_Capability
1
x10
<--- Adaptive_Selling_Capability
0,962
0,095 10,094
***
x9
<--- Adaptive_Selling_Capability
0,875
0,093
9,362
***
x8
<--- Adaptive_Selling_Capability
0,912
0,096
9,503
***
x12
<--- Kinerja_Penjualan
1
x13
<--- Kinerja_Penjualan
1,259
0,154
8,165
***
x14
<--- Kinerja_Penjualan
1,091
0,139
7,823
***
Pengujian 5 hipotesis penelitian ini
dilakukan berdasarkan nilai Critical
Ratio (CR) dari suatu hubungan
kausalitas dari hasil pengolahan SEM
sebagaimana pada tabel 4.3 berikut.
4.2. Pengujian Hipotesis
Setelah semua asumsi dapat
dipenuhi, selanjutnya akan dilakukan
pengujian hipotesis sebagaimana
diajukan pada bab sebelumnya.
Tabel 4.3
Regression Weight Structural Equational Model
Estim
ate
S.E
C.R
P
0,27
0,1
28
2,1
06
0,0
35
2,0
92
0,0
36
Adaptive_Selling_Ca
pability
<--
Orientasi_Nilai_Individ
u
Adaptive_Selling_Ca
pability
<--
Kompetensi_Tenaga_P
enjualan
0,252
0,1
21
Kinerja_Penjualan
<--
Adaptive_Selling_Capa
bility
0,257
0,0
84
3,0
55
0,0
02
Kinerja_Penjualan
<--
Orientasi_Nilai_Individ
u
0,206
0,0
93
2,2
19
0,0
26
Kinerja_Penjualan
<--
Kompetensi_Tenaga_P
enjualan
0,186
0,0
87
2,1
5
0,0
32
Sumber : Data primer yang diolah
Dari
hasil
pengujian
diperoleh bahwa semua nilai CR
berada di atas 1,96 atau dengan
probabilitas yang lebih kecil dari
0,05. Dengan demikian semua
Hipotesis diterima.
menandakan bahwa orientasi
nilai
individu
mempunyai
pengaruh terhadap adaptive
selling
capability.
Dengan
demikian dapat disimpulkan
bahwa H1 diterima.
4.2.1. Pengujian Hipotesis 1
4.2.2. Pengujian Hipotesis 2
Dari hasil perhitungan
yang diperoleh dari CR variabel
kinerja tenaga penjualan terhadap
adaptive selling capability adalah
sebesar 2,106 dan dengan nilai
probabilitas sebesar 0,035. Nilai
probabilitas = 0,035 < 0,05,
Dari hasil perhitungan
yang diperoleh dari CR variabel
kompetensi
tenaga
penjual
terhadap
adaptive
selling
capability adalah sebesar 2,092
dan dengan nilai probabilitas
sebesar 0,036. Nilai probabilitas
1
= 0,036 < 0,05, menandakan
bahwa kompetensi tenaga penjual
mempunyai pengaruh terhadap
adaptive
selling
capability.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan bahwa H2 diterima.
menandakan bahwa kompetensi
tenaga
penjual
mempunyai
pengaruh terhadap kinerja tenaga
penjualan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa H5
diterima.
4.2.3. Pengujian Hipotesis 3
Dari hasil perhitungan
yang diperoleh dari CR variabel
adaptive
selling
capability
terhadap kinerja tenaga penjualan
adalah sebesar 3,055 dan dengan
nilai probabilitas sebesar 0,002.
Nilai probabilitas = 0,002 < 0,05,
menandakan bahwa adaptive
selling capability mempunyai
pengaruh terhadap kinerja tenaga
penjualan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa H3
diterima.
4.2.4. Pengujian Hipotesis 4
Dari hasil perhitungan
yang diperoleh dari CR variabel
orientasi nilai individu terhadap
kinerja tenaga penjualan adalah
sebesar 2,219 dan dengan nilai
probabilitas sebesar 0,026. Nilai
probabilitas = 0,026 < 0,05,
menandakan bahwa orientasi
nilai
individu
mempunyai
pengaruh terhadap kinerja tenaga
penjualan. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa H4
diterima.
4.2.5. Pengujian Hipotesis 5
Dari hasil perhitungan
yang diperoleh dari CR variabel
kompetensi
tenaga
penjual
terhadap kinerja tenaga penjualan
adalah sebesar 2,150 dan dengan
nilai probabilitas sebesar 0,032.
Nilai probabilitas = 0,032 < 0,05,
4.3. Pembahasan
Pengujian hipotesis yang
dilakukan membuktikan bahwa ada
pengaruh yang searah antara
orientasi nilai individu dengan
adaptive selling capability. Hal ini
mendukung penelitian Sujan, et al
(1994) bahwa orientasi nilai individu
merupakan orientasi motivasional
yang memadu perilaku dari tenaga
penjual. Semakin tinggi orientasi
nilai individu maka semakin tinggi
adaptive selling capability.
Pengujian hipotesis yang
dilakukan membuktikan bahwa ada
pengaruh yang searah antara
kompetensi tenaga penjual dengan
adaptive selling capability. Hal ini
mendukung penelitian Weitz, et al
(1986) bahwa ketika tenaga penjual
melakukan adaptive selling maka
dirinya membutuhkan kemampuan
untuk menyesuaikan diri dalam
menggunakan strategi penjualan
dengan mempertimbangkan tipikal,
motif, dan perilaku penjualan yang
terjadi selama berinteraksi dengan
pelanggan atau interaksi lintas
pelanggan berdasarkan informasi
yang
dipersepsikan
mengenai
karakteristik
situasi
penjualan.
Dengan kata lain, kompetensi yang
dimiliki tenaga penjual membuat
lebih mudah melakukan adaptive
selling. Semakin tinggi kompetensi
tenaga penjual maka semakin tinggi
adaptive selling capability.
Pengujian hipotesis yang
dilakukan membuktikan bahwa ada
pengaruh yang searah antara
adaptive selling capability dengan
kinerja
penjualan.
Hal
ini
mendukung penelitian Castleberry
dan Shepperd, (1992) bahwa
adaptive
selling
capability
menunjukkan
kemampuan
dan
kecakapan tenaga penjual dalam
melakukan teknik dan pendekatan
tertentu
secara
tepat
dengan
memperhatikan kondisi dan situasi
yang dihadapi. Tenaga penjual akan
dapat memberikan suatu pemuasan
kebutuhan pada pelanggan karena
mampu mengenali setiap kebutuhan
dan keinginan pelanggan yang
berbeda – beda dan memberikan
suatu aternatif pendekatan penjualan
yang tepat. Pada akhirnya adaptive
selling
capability
ini
akan
meningkatkan kinerja penjualan yang
dicapai tenaga penjual.
Pengujian hipotesis yang
dilakukan membuktikan bahwa ada
pengaruh yang searah antara
orientasi nilai individu dengan
kinerja
penjualan.
Hal
ini
mendukung penelitian Sujan et al.,
(1994) bahwa Tenaga penjual yang
mempunyai orientasi nilai, akan
menggunakan seluruh waktunya
untuk melaksanakan pekerjaan,
bahkan kalau perlu rela lembur, tidak
mudah menyerah, dan tidak kena
lelah untuk mendapatkan order,
sehingga
pekerjaannya
dapat
diselesaikan dengan baik. Mereka
juga ingin senantiasa terlihat sebagai
tenaga penjual yang baik, selalu
berpikir agar prestasinya lebih baik
dibandingkan rekan kerja, dan selalu
mengadakan penilaian terhadap diri
sendiri berdasarkan kriteria penilaian
dari supervisor. Dengan adanya
usaha-usaha tersebut diharapkan nilai
kinerja yang diperoleh akan baik.
Dengan demikian, orientasi nilai
individu dapat mendorong kinerja
penjualannya.
Pengujian hipotesis yang
dilakukan membuktikan bahwa ada
pengaruh yang searah antara
kompetensi tenaga penjual dengan
kinerja
penjualan.
Hal
ini
mendukung penelitian Rentz et al.,
(2002) bahwa perusahaan sangat
membutuhkan tenaga penjual yang
memiliki tingkat kompetensi yang
tinggi,
khususnya
dalam
aktifitaspenjualan. Tenaga penjual
yang memiliki tingkat kompetensi
yang tinggi akan dapat bekerjasama,
mampu mengatasi konflik, mampu
berkomunikasi,
dan
memiliki
product knowledge yang memadai.
V. KESIMPULAN DAN
IMPLIKASI MANAGERIAL
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Kesimpulan Hipotesis
Berdasarkan hipotesis satu
menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang searah antara orientasi nilai
individu dengan adaptive selling
capability. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi orientasi nilai
individu maka semakin tinggi
adaptive selling capability. Tenaga
penjualan yang berorientasi nilai
akan lebih fleksibel melakukan
adaptive selling capability karena
adanya tuntutan untuk memberikan
performa terbaik. Orientasi nilai
individu
merupakan
orientasi
motivasional yang memadu perilaku
dari tenaga penjual. Semakin tinggi
orientasi nilai individu maka
semakin tinggi adaptive selling
capability.
yang tepat. Pada akhirnya adaptive
selling
capability
ini
akan
meningkatkan kinerja penjualan yang
dicapai tenaga penjual.
Berdasarkan hipotesis dua
menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang searah antara kompetensi
tenaga penjual dengan adaptive
selling
capability.
Hal
ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi
kompetensi tenaga penjual maka
semakin tinggi adaptive selling
capability. Frekuensi kontak bisnis
atau kunjungan yang dilakukan oleh
perusahaan melalui para tenaga
penjualannya
akan
mampu
mempengaruhi
keputusan
perusahaan pembeli untuk membeli
produk perusahaan. Lebih jauh
dijelaskan bahwa melalui kontak
bisnis yang dilakukan perusahaan
maka
sebenamya
perusahaan
menjalin
kedekatan
hubungan
(interpersonal)
dan
akan
mempercepat
pemahaman
perusahaan akan kebutuhan outlet.
Dengan memahami kebutuhan outlet
tersebut maka perusahaan dapat
mengambil kebijakan tepat yang
mendukung
adaptive
selling
capability.
Berdasarkan hipotesis empat
menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang searah antara orientasi nilai
individu dengan kinerja penjualan.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan
adanya
usaha-usaha
tersebut
diharapkan nilai kinerja yang
diperoleh akan baik. Dengan
demikian, orientasi nilai individu
dapat
mendorong
kinerja
penjualannya. Tenaga penjual yang
mempunyai orientasi nilai, akan
menggunakan seluruh waktunya
untuk melaksanakan pekerjaan,
bahkan kalau perlu rela lembur, tidak
mudah menyerah, dan tidak kena
lelah untuk mendapatkan order,
sehingga
pekerjaannya
dapat
diselesaikan dengan baik. Mereka
juga ingin senantiasa terlihat sebagai
tenaga penjual yang baik, selalu
berpikir agar prestasinya lebih baik
dibandingkan rekan kerja, dan selalu
mengadakan penilaian terhadap diri
sendiri berdasarkan kriteria penilaian
dari supervisor. Dengan adanya
usaha-usaha tersebut diharapkan nilai
kinerja yang diperoleh akan baik.
Berdasarkan hipotesis tiga
menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang searah antara adaptive selling
capability dengan kinerja penjualan.
Hal ini menunjukkan bahwa adaptive
selling capability akan meningkatkan
kinerja penjualan yang dicapai
tenaga penjual. Tenaga penjual akan
dapat memberikan suatu pemuasan
kebutuhan pada pelanggan karena
mampu mengenali setiap kebutuhan
dan keinginan pelanggan yang
berbeda – beda dan memberikan
suatu aternatif pendekatan penjualan
Berdasarkan hipotesis lima
menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang searah antara kompetensi
tenaga penjual dengan kinerja
penjualan. Hal ini menunjukkan
bahwa tenaga penjual yang memiliki
tingkat kompetensi yang tinggi akan
dapat
bekerjasama,
mampu
mengatasi
konflik,
mampu
berkomunikasi,
dan
memiliki
product knowledge yang memadai.
Kompetensi yang dimiliki tenaga
penjual bertujuan untuk memperkuat
strategi aktifitas penjualan pada
target marketnya, sehingga pada
akhirnya menciptakan keunggulan
kompetitif
bagi
perusahaan.
Kompetensi tenaga penjual dalam
melakukan
aktifitas
penjualan
memiliki pengaruh yang besar
terhadap kinerja tenaga penjual.
5.1.2.
Kesimpulan
Penelitian
Masalah
Permasalahan
dalam
penelitian ini adalah penurunan
pertumbuhan penjualan farmasi di
Kota Semarang pada Tahun 2012,
hal ini yang perlu menjadi perhatian
karena dalam jangka panjang tidak
baik bagi kelangsungan hidup
(survive) perusahaan farmasi di Kota
Semarang. Untuk mengatasi masalah
rendahnya kinerja penjualan, maka:
perusahaan
farmasi
di
Kota
Semarang
perlu
meningkatkan
orientasi nilai individu dengan
memprioritaskan pada tenaga penjual
agar dapat menunjukkan kemampuan
yang terbaik dengan memberikan
pelatihan-pelatihan seperti: training
soft skill, brain storming dan lain
sebagainya. Selain itu kompetensi
tenaga
penjual
juga
perlu
ditingkatkan
dengan
memprioritaskan
dengan
kemampuan tenaga penjual dalam
menjelaskan
obat
dengan
pemahaman yang mudah diterima
dokter,
apoteker
dan
asisten
apoteker.
5.2. Implikasi Teoritis
Kinerja penjualan sangat
dipengaruhi oleh orientasi nilai
individu (Castleberry dan Shepperd,
1992), adaptive selling capability
(Sujan et al., 1994); dan kompetensi
tenaga penjual (Rentz et al., 2002).
Hasil penelitian ini mempertegas
hasil penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Castleberry dan
Shepperd, (1992); Sujan et al.,
(1994); dan Rentz et al., (2002);
yang menunjukkan hasil bahwa
orientasi nilai individu, adaptive
selling capability, dan kompetensi
tenaga
penjual
mempengaruhi
kinerja penjualan.
5.3. Implikasi Managerial
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar faktorfaktor adaptive selling capability
dalam
menumbuhkan
kinerja
penjualan yang tinggi. Implikasi
kebijakan yang diberikan adalah
sebagai berikut:
1. Dari pengaruh variabel yang
mempengaruhi
kinerja
penjualan, variabel adaptive
selling capability yang paling
besar mempengaruhi kinerja
penjualan; kemudian yang
prioritas
kedua
variabel
orientasi nilai individu dan
prioritas
ketiga
adalah
variabel kompetensi tenaga
penjual.
2. Dari
pengaruh
variabelvariabel yang mempengaruhi
adaptive selling capability,
variabel
orientasi
nilai
individu paling dominan
mempengaruhi
adaptive
selling capability, kemudian
prioritas
kedua
adalah
variabel kompetensi tenaga
penjual.
Tabel 5.1
Implikasi Kebijakan
No
Indikator
1
dokter segera menulis obat
dalam resep
2
mampu mencapai target
penjualan
3
dokter sering menulis obat
dalam resep
Menggunakan teknik
pendekatan penjualan yang
berbeda
4
5
Mengubah pendekatan
penjualan
6
Cepat beradaptasi
7
Memiliki informasi tentang
karakteristik
dokter/apoteker/AA
Ingin menunjukkan
kemampuan
8
9
10
11
Implikasi
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
meningkatkan hubungan yang baik dengan
dokter melalui kontak sosial yang baik.
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
memonitor progress perkembangan omzet
penjualan netto sesuai dengan tingkat
pertumbuhan yang ditargetkan
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
memastikan dokter sering menulis resep
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
memenuhi waktu dan jumlah pesanan secara
tepat agar tidak terjadi kehilangan
kesempatan menjual
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
meningkatkan pengenalan obat melalui media
informasi seperti: Televisi, Koran, dan lain
sebagainya.
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
meningkatkan potongan diskon
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
meningkatkan pemberian diskon
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
meningkatkan pelatihan terutama publik
speaking, dan cara melakukan negosiasi .
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
Ingin menjadi terbaik
meningkatkan
pemahaman
kemampuan
pemecahan masalah (Problem solving) dan
memahami perasaan dan situasi mitra kerja
Senantiasa mengevaluasi diri Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
meningkatkan
sikap
profesional
dan
menunjukkan kapasitasnya sebagai tenaga
penjual yang berkualitas
mampu bekerjasama dengan Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
dengan rekan kerja dan orang saling memahami terhadap setiap perubahan
lain (dokter/apoteker/AA)
yang terjadi perusahaan untuk saling
menyesuaikan diri.
No
Indikator
12 mampu menjelaskan obat
dengan mudah dipahami
kepada dokter/apoteker/AA
yang memiliki latar belakang
berbeda
13 mampu menanggapi keluhan
atau pertanyaan yang
berkaitan dengan obat yang
diajukan oleh
dokter/apoteker/AA
14 bekerja sesuai prosedur yang
ditetapkan perusahaan
Implikasi
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
meningkatkan keyakinan bersama dan saling
mempercayai bahwa hubungan bisnis ini
dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan
saling menguntungkan.
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
menjaga kebenaran jumlah barang yang
dikirim dan yang diretur, serta nilai tagihan
yang harus dibayar.
Perusahaan farmasi di Kota Semarang perlu
saling mengisi dan berempati satu sama lain
5.4. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan
dalam
penelitian ini karena adanya nilai R
square untuk adaptive selling
capability yang relatif rendah yaitu
sebesar 0,194, hal ini menunjukkan
hanya 19,4% orientasi nilai individu
dan kompetensi tenaga penjual
mampu menjelaskan adaptive selling
capability.
5.5. Agenda Penelitian Mendatang
Berdasarkan keterbatasan
penelitian
dengan rendahnya R
Square
dari
adaptive
selling
capability, maka perluasan penelitian
yang disarankan dari penelitian ini
adalah
menambah
variabel
independen yang mempengaruhi
adaptive selling capability.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker David A, 1991, Managing
Brand Equity, Capitalyzing
on the Value of a Brand
Name, The Free Press:New
York.
-------------------, 1996, Building
Strong Brands 1 st ed., The
Free Press: New York.
Anglin A. K., Stolman, J.J. &
Gentry, J.W. 1990. The
congruence
of
manager
perception of salesperson
performance and knowledgeBased measures of adaptive
selling. Journal of personal
selling & sales management
Vol.10: 81-90
Baldauf, A. & David, C.W. 2002.
The effect of Moderators on
the Salesperson Behavior
Performance and Salesperson
outcome performance and
sales
organization
effectiveness
relationship.
European
Journal
of
Marketing, Vol.36 No.11/12:
1367-1388
Baldauf, A., David, C.W. & Piercy,
N.F.
2001.
Examining
Business Strategy, Sales
Management,
and
Salesperson Antecedents of
Sales
Organization
Effectiveness. Journal of
Personal Selling & Sales
Management, Vol.21, No.2:
109-122 (Spring).
Barker, T.A. 1999. Benchmark of
succesful
salesforce
performance.
Canadian
Journal of Administrative
Science
Barney, 1991, “The Effects of
Organizational Differences
and
Trust
on
Th
Effectiveness of Selling
Partner Relationship, Journal
of Marketing, Vol 6 January
Beverland,
Michael,”Contextual
Influences And The Adoption
And
Practices
Of
Relationship Selling In A
Business
To
Business
Setting:An
Exploratory
Study”,Journal Of Personal
Selling
And
Sales
Management Volume XXI
No 3 (Summer 2001)
Boorom, M.L, J.R. Goolsby and R.P.
Ramsey, 1998, Relational
Communication Traits and
Their Effect on Adadtiveness
and
Sales
Performance,
Journal of The Academy of
Marketing Science Vol.26
No.1
Castleberry, Stephen B and David
Sheperd,”Effective
Interpersonal Listening And
Personal Selling”, Journal Of
Personal Selling And Sales
Management Volume XIII
No 1 (Winter 1993)
Ferdinand, A. 2004. Strategic
Selling-In
Management.
Research Paper Series No.
03
Ferdinand, A. 2006. Structural
Equation Modeling Dalam
Penelitian
Manajemen:
Aplikasi Model-model rumit
dalam Penelitian untuk Tesis
S-2 dan Disertasi S-3.
Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro
Goolsby, Jerry R.,Rosemary R
Lagace and Michael L.
Boorom,”Psychological
Adaptiveness And Sales
Performance”, Journal Of
Personal Selling And Sales
Management Vol XII No 2
(Spring 1992)
Grewal, D & Sharma, A, 1991, The
Effect of Salesforce Behavior
on Customer Satisfication: an
interactive
framework,
Journal of Personalselling &
Sales Management, vol.11
p.13-23
Indriantoro, N. & Supomo, B. 2002.
Metodologi Penelitian Bisnis:
Untuk
Akuntansi
Dan
Manajemen.
Yogyakarta:
BPFE
Knowles, Patricia A, Stephen J
Grove and Kay Keck,”Signal
Detection Theory And Sales
Effectiveness”, Journal Of
Personal
Selling
And
SalesManagement Volume
XVI No 3(Summer 1996)
Adaptation Of The Seller’s
Interpersonal Style ToThe
Stage Of The Dyad’s
Relationship
And
The
Buyer’s
Communication
Style” Journal Of Personal
Selling
And
Sales
Management Volume X
(February 1990)
Kohli, Ajay K., Jaworsky, Bernard J.
1994, “The Influence of
Coworker
Feedback
on
Salespeople,
Journal
of
Marketing, Vol. 58, Oktober.
p. 82-94
Komache, 1996, ”Customers Mean
Business : Six Steps to
Building Relationship That
Last”, Reading Addison
Wesley
Lado
& Wilson (1994), “Peak
Performance
in
The
Salesforce”,
Journal
of
Personnal Selling & Sales
Management, Vol XX, No.1.
Lukman, A., dkk. 1995. Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Edisi Kedua. Jakarta: Balai
Pustaka
Mac Dufie & Kochan (1991), ”
Customer
benefits
and
Company Consequences of
Customer-Salesperson
Relationship in Retailing,”75
(1), 11-31. Journal of
Personal Selling & Sales
Management
Marks, Ronald, Douglas W.Vorhies
and
Gordon
J.
Badovick,”Psychometric
Evaluation Of The Adapts
Scale:A
Critique
And
Recommendations”, Journal
Of Personal Selling And
Sales Management Volume
XVI No 4 (Fall 1996)
Miles, Morgan P., Danny R. Arnold
& Henry W. Nash,”Adaptive
Communication:The
Rentz,
J.O., Shepherd, C.D.,
Taschian, A., Dabholkar, P.A
&
Ladd, R.T. 2002. A
Measuren of Selling Skill:
Scale
Development
and
Validation.
Journal
of
Personal Selling & Sales
Management, Vol.22 (1): 1321 (Winter)
Spiro, R.L and B.A. Weitz, 1990,
Adaptive
Selling
:
Conseptualization,
Measurement,
and
Nomological
Validity,
Journal
of
Marketing
Research Vol. 27 February
1990
Sujan, Harish., Barton A. Weitz and
Mita Sujan,”Increasing Sales
Productivity By Getting
Salespeople
To
Work
Smarter”,
Journal
Of
Personal Selling And Sales
Management (Agustus 1988)
Sujan, Harish, Barton A. Weitz and
Nirmalya Kumar,”Learning
Orientation, Working Smart
And
Effective
Selling”,
Journal
Of
Marketing
Volume 58 (July 1994)
Tanner Jr, John F.,”Adaptive Selling
In Trade Shows”, Journal Of
Personal Selling And Sales
Management Volume XIV,
No 2 (Spring 1994)
Weilbaker,
Dan
C.(1990),”The
Identification
of
selling
needed for missionary type
sales”. Journal of Personal
Selling
and
Sales
Management
Vol.10, p.45-48
(Summer)
Weitz, B.A., Sujan, H., & Sujan, M.
1986.
Knowledge,
Motivation,
Adaptive
Behaviour: A Framework for
Improving
Selling
Effectiveness. Journal of
Marketing. Vol. 50: 174-191
Download