BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi di Pulau Jawa yang terbesar mencapai kekuatan 8.5 SR, terutama di Jawa bagian barat, sedangkan yang berkekuatan 5-6 SR sering terjadi di wilayah bagian selatan (Soehaimi, 2008). Kota Pacitan merupakan salah satu daerah yang terletak di pulau Jawa bagian selatan dan berada pada jalur seismotektonik sesar aktif (Soehaimi, 2008) yang menyebabkan daerah tersebut sering mengalami gempabumi. Kabupaten Pacitan yang berbatasan dengan Sesar Grindulu menyebabkan daerah ini rawan terhadap gempabumi baik yang berpusat di laut ataupun yang di darat yang berpengaruh terhadap sesar aktif dan memicu sumber gempabumi. Kabupaten Pacitan dalam jangka waktu 1 tahun terakhir yaitu bulan Desember 2014 - November 2015 telah terjadi aktifitas gempa sebanyak 14 kali dengan kedalaman sumber gempa bernilai antara 10-90 Km, magnitudo bernilai antara 4 – 5.6 SR dan jarak sumber gempa dengan Kota Pacitan ±150 Km (United State Geological Survey (USGS) Earthquake), diakses 16 November 2015). Menurut Pawirodikromo (2012) kejadian gempabumi yang akan menyebabkan kerusakan parah pada bagunan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: mekanisme kejadian gempa, magnitudo gempa, kedalaman gempa, kondisi geologi rambatan gelombang gempa, jarak episenter dan kondisi tanah setempat (site effect). Berdasarkan faktor diatas, sehingga Kota Pacitan sangat berpotensi mengalami kerusakan yang parah akibat gempabumi yang melaluinya karena mempunyai tingkat seismisitas yang tinggi dan kondisi tanah yang didominasi oleh lapisan lapuk. Seperti halnya kerusakan bangunan akibat gempabumi di Kota Mexico 19 September 1985 dan Yogyakarta 27 Mei 2006, kerusakan bangunan pada gempagempa tersebut secara signifikan dipengaruhi oleh kondisi tanah di bawah bangunan yang relatif berbeda. Kerusakan yang parah pada gempabumi Mexico berada di kondisi tanah yang berupa endapan lempung yang sangat lunak (very soft clay soil) sedangkan gempabumi Yogyakarta berada di kondisi tanah berupa 1 endapan purba yang dibentuk dari sedimentasi gunung Merapi, pegunungan Menoreh dan pegunungan Selatan. Kejadian ini menambah referensi bahwa efek kondisi tanah setempat yang merupakan karakter fisis geologi bawah permukaan suatu daerah dalam merespon gempabumi yang melaluinya sebagai penyebab tingkat kerentanan suatu daerah terhadap bahaya gempabumi. Tipe struktur geologi yang paling mungkin mengakibatkan kerusakan yang parah ialah struktur yang terdiri dari lapisan lapuk (soft soil) yang terlalu tebal diatas lapisan keras (bedrock). Terdapat beberapa bagian selatan Pulau Jawa yang memiliki struktur geologi seperti yang dikategorikan sebagai struktur yang paling mungkin memberikan kerusakan yang parah pada bangunan yang dibangun di atas daerah dengan struktur tersebut. Dengan adanya keadaan yang seperti itu maka akan menjadi peringatan bahwa tidak ada daerah di Pulau Jawa yang betul-betul aman dari ancaman gempabumi termasuk Kota Pacitan yang banyak didominasi oleh lapisan lapuk yaitu pada aluvium (Qa) (Samodra, dkk., 1992). Penelitian mengenai upaya mitigasi bencana gempabumi di Kota Pacitan masih belum begitu banyak, sedangkan pada saat ini Kota Pacitan sudah menunjukkan perkembangannya setelah dilakukan berbagai aksi pembangunan. Infrastruktur merupakan salah satu syarat penting dalam perkembangan suatu wilayah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Besarnya ancaman gempabumi yang mungkin akan terjadi dimasa yang akan datang, membutuhkan usaha untuk penanggulan bencana (mitigasi), seperti yang dipetakan oleh Pandu dkk (2011) berdasarkan analisis indeks kerentanan seismik wilayah Kota Pacitan berpotensi mengalami kerusakan bangunan saat terjadi gempabumi, yaitu berada di sebelah timur sungai Grindulu dan sebelah selatan Kota Pacitan yang mempunyai indeks kerentanan seismik yang tinggi. Perencanaan pendirian infrastruktur bangunan dengan memperhatikan peta mikrozonasi ini diharapkan dapat memperkecil korban dan kerugian akibat gempabumi ke depannya. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mitigasi bencana gempabumi berdasarkan peta mikrozonasi seismik di Kota Pacitan. 2 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara faktor kualitas medium (Q) dengan amplifikasi dari data mikrotremor di Kota Pacitan. 2. Memperkirakan struktur kecepatan gelombang shear pada lapisan sedimen berdasarkan data mikrotremor array di Kota Pacitan. 3. Membuat peta mikrozonasi seismik berdasarkan metode Simple Additive Weight (SAW) untuk mengidentifikasi tingkat bahaya gempabumi yang lebih detail di Kota Pacitan. 1.3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan antara faktor kualitas (Q) dengan amplifikasi dari data mikrotremor di Kota Pacitan? 2. Bagaimana perkiraan struktur kecepatan gelombang shear pada lapisan sedimen dari data mikrotremor array di Kota Pacitan? 3. Bagaimana peta mikrozonasi seismik berdasarkan metode Simple Additive Weight (SAW) untuk mengidentifikasi tingkat bahaya gempabumi yang lebih detail di Kota Pacitan? 1.4. Ruang Lingkup Penelitian 1.4.1. Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi dengan hanya melakukan analisis hasil pengolahan data mikrotremor single station dan data mikrotremor array di Kota Pacitan serta informasi geologi daerah penelitian yang diperoleh dari peta geologi lembar Pacitan. Data yang digunakan merupakan data survei mikrotremor di Kota Pacitan yang diakuisisi pada tanggal 12-19 Desember 2013 oleh Pusat Survei Geologi Bandung serta data kejadian gempabumi yang diambil dari katalog gempa USGS selama 50 tahun (tahun 1965-2015) terakhir. 3 1.4.2. Ruang Lingkup Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pacitan yang terletak di ujung barat daya Provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo di utara, Kabupaten Trenggalek di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah) di barat. Gambar 1.1 merupakan peta lokasi penelitian. 1.4.3. Ruang Lingkup Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian diawali dengan studi literatur, persiapan data sekunder yaitu; data survei mikrotremor di Kota Pacitan yang diakuisisi pada tanggal 12-19 Desember 2013 oleh Pusat Survei Geologi Bandung dan data kejadian gempabumi yang diambil dari katalog gempa USGS selama 50 tahun (tahun 1965-2015) terakhir, tahap selanjutnya pengolahan data, kemudian tahap analisis hasil dan pembahasan serta tahap yang terakhir yaitu interpretasi dan kesimpulan dari penelitian. Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian NO TAHAPAN PENELITIAN 1 Studi literatur 2 Persiapan data sekunder 3 Pengolahan data 5. Analisis hasil dan pembahasan 6 Interpretasi dan kesimpulan MEI 2015JUN 2015 JUL 2015-AGS 2015 BULAN SEP NOV 20152016OKT DES 2016 2016 JAN 2016FEB 2016 MAR 2016MEI 2016 4 Gambar 1.1. Peta lokasi penelitian. 5 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi bagi masyarakat dan pemerintah kota Pacitan mengenai kerawanan seismik akibat bencana gempabumi sehingga perencanaan pendirian infrastruktur bangunan dengan memperhatikan peta mikrozonasi ini diharapkan dapat meningkatkan mitigasi bencana, memperkecil korban, dan kerugian akibat gempabumi di Kota Pacitan. 1.7. Peneliti Terdahulu Beberapa penelitian tentang studi mikrotremor sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu (Nakamura, 2008; Daryono, 2011; Sunardi dkk., 2012; Thein dkk., 2015). Penelitian ini memiliki beberapa kesamaan dalam hal tema dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, namun juga memiliki perbedaan dalam hal tujuan, metode analisis dan objek kajian yang digunakan. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.2. Nakamura (2008) melakukan pengukuran mikrotremor untuk mengkaji indeks kerentanan seismik di distrik Marina (San Fransisco) yang mengalami tingkat kerusakan parah akibat gempabumi Loma Prieta 1989 yang menggoncang pantai California (Mw 6,9). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dari sebaran nilai indeks kerentanan sesmik didaerah pantai hingga kawasan perbukitan, daerah pantai yang merupakan dataran aluvial dan reklamasi menunjukkan nilai indeks kerentanan seismik yang tinggi dan mengalami kerusakan bangunan yang parah, kemudian nilai indeks kerentanan seismik berubah semakin kecil ketika memasuki kawasan perbukitan yang tidak mengalami kerusakan bangunan. Daryono (2011) telah melakukan penelitian di zona graben Bantul, Yogyakarta yang memperoleh kesimpulan bahwa pola persebaran nilai indeks kerentanan seismik hasil pengukuran mikrotremor memiliki kemiripan dengan persebaran lokasi kejadian rekahan tanah akibat gempabumi Bantul 27 Mei 2006. Persebaran nilai indeks kerentanan seismik juga sangat berpengaruh pada 6 persebaran nilai ground shear strain. Jika nilai indeks kerentanan seismik semakin besar maka semakin besar pula nilai ground shear strain. Sunardi dkk., (2012) telah melakukan kajian tingkat kerawanan gempabumi di Kabupaten dan Kota Sukabumi menggunakan metode yang berbasis pada sistem informasi geografis (SIG). Peta mikrozonasi tingkat kerawanan gempabumi dibuat berdasarkan analisis multikriteria memanfaatkan data pengukuran mikrotremor, kegempaan dan geologi. Analisis multrikriteria yang dipergunakan adalah model pembobotan sederhana (simple additive weight). Peta tingkat kerawanan gempabumi dibuat dengan tumpang susun (overlay) petapeta periode dominan, nilai faktor amplifikasi, nilai PGA, zona sesar dan kelompok batuan. Berdasarkan peta tingkat kerawanan gempabumi Kabupaten dan Kota Sukabumi didapatkan lima tingkat kerawanan gempabumi mulai dari tingkat kerawanan sangat rendah sampai kerawanan sangat tinggi. Thein dkk., (2015) melakukan penelitian di Kota Palu menggunakan 8 titik data mikrotremor array untuk mengestimasi struktur kecepatan gelombang shear pada lapis sedimen. Ground profile diestimasi dengan kurva dispersi menggunakan metode Spatial Autocorrelation (SPAC). Teknik Particle Swarm Optimization (PSO) digunakan untuk menentukan kurva dispersi. Dari sistem array ini diperoleh hasil rerata dari 3 perlapisan pertama. Semua hasil sistem array dievaluasi berdasar hasil perhitungan mikrotremor sistem array, hasil laboratorium dikombinasi dengan hasil inversi dan program the Particle Swarm Optimization. Untuk lapisan teratas kecepatan Vs ≤ 300 m/s lapisan ke dua berkecepatan 300 m/s ≤ Vs ≥ 1300 m/s, dan untuk lapisan ke tiga berkecepatan Vs ≥ 1300 m/s. Di Kota Palu dijumpai endapan aluvial yang tebal, yaitu di daerah pantai dengan ketebalan antara 75 m sampai dengan lebih dari 125 m yang menipis ke arah perbukitan dengan ketebalan sedimen kurang dari 25. 7 Tabel 1.2. Perbandingan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini Penelitian Tahun Daerah Penelitian California, USA Judul Penelitian Tujuan Penelitian Sumber Data On The H/V Spectrum Mengkaji prinsip dasar metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) 1. Pengamatan 2. Data sekunder 1. HVSR 2. Analisis hubungan antara indeks kerentanan seismik berdasarkan mikrotremor dengan kerusakan bangunan 1.Mengetahui karakteristik indeks kerentanan seismik pada setiap satuan bentuklahan 2.Mengetahui persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan pendekatan satuan bentuklahan di zona Graben Bantul Memberikan informasi tingkat kerawanan gempabumi Kabupaten dan 1. Survei mikrotremor 2. Peta dasar 3. Data bor 4. Data geolistrik 5. Data peremeter gempabumi 6. Data rasio kerusakan rumah 1. HVSR 2. Kualitatif dan kuantitatif 1.Survei mikrotremor 2. Data geologi 3. Data kegempaan 1. HVSR 2. SAW (Simple Additive Weight) Nakamura 2008 Daryono 2011 Zona Graben Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Indeks Kerentanan Seismik Berdasarkan Mikrotremor pada Setiap Satuan Bentuklahan di Zona Graben Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Sunardi dkk. 2012 Kabupaten dan Kota Sukabumi Kajian Kerawanan Gempabumi Berbasis SIG dalam Upaya Mitigasi Bencana Studi Metode Analisis Hasil Penelitian Dataran aluvial dan kawasan reklamasi yang memiliki indeks kerentanan seismik yang tinggi, mengalami kerusakan bangunan yang parah. Indeks kerentanan seismik mengecil di daerah transisi hingga kawasan perbukitan 1.Karakteristik indeks kerentanan seismik, ground shear strain dan rasio kerusakan rumah berubah mengikuti satuan bentuklahan. 2.Persebaran spasial indeks kerentanan seismik berdasarkan pendekatan satuan bentuklahan menunjukkan bahwa variasi nilai indeks kerentanan seismik dipengaruhi oleh jenis material penyusun, ketebalan sedimen dan kedalaman muka air tanah. Peta tingkat kerawanan gempabumi Kabupaten dan Kota Sukabumi didapatkan zona kerawanan gempabumi tinggi-sangat tinggi 8 Tabel 1.2. (lanjutan) Kasus Kabupaten dan Kota Sukabumi Thein dkk. Elnisa K. (Penelitian ini) 2015 2016 Kota Palu Kota Pacitan Estimation of Swave velocity structure for sedimentary layered media using Microtremor array measurements in Palu City, Indonesia Mikrozonasi Seismik di Kota Pacitan dengan Menggunakan Data Mikrotremor Berdasarkan HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio) dan SAW (Simple Additive Weight) Kota Sukabumi dengan menggunakan analisis multikriteria Mengestimasi struktur kecepatan gelombang shear pada lapis sedimen. 1.Mengetahui hubungan antara faktor kualitas medium (Q) dengan amplifikasi dari data mikrotremor di Kota Pacitan. 2.Memperkirakan struktur kecepatan gelombang shear pada lapisan sedimen 4. Data kependudukan 1.Survei mikrotremor (array dan single station) 2. Data bor 1. HVSR 2. SPAC (Spatial 1. Data mikrotremor single station 2. Data mikrotremor array 3. Data gempabumi 1. HVSR 2. SPAC (Spatial Autocorrelation 3. SAW (Simple Additive Weight Autocorrelation) terkonsentrasi di sepanjang patahan cimandiri yang membentang dengan arah barat daya- timur laut. Pada lapisan teratas kecepatan Vs ≤ 300 m/s lapisan ke dua berkecepatan 300 m/s ≤ Vs ≥ 1300 m/s, dan untuk lapisan ke tiga berkecepatan Vs ≥ 1300 m/s. Di Kota Palu dijumpai endapan aluvial yang tebal, yaitu di daerah pantai dengan ketebalan antara 75 m sampai dengan lebih dari 125 m yang menipis ke arah perbukitan dengan ketebalan sedimen kurang dari 25 m. 1. Faktor kualitas medium (Q) memiliki nilai yang sebanding dengan besarnya amplifikasi. 2. Struktur kecepatan gelombang shear pada lapisan sedimen terdiri dari 3 lapisan. 3. Peta mikrozonasi seismik di Kota Pacitan menghasilkan tiga tingkat bahaya gempabumi, yaitu: daerah tingkat kerawanan rendah, daerah tingkat kerawanan sedang dan daerah tingkat kerawanan tinggi. 9 Tabel 1.2. (lanjutan) berdasarkan data mikrotremor array di Kota Pacitan 3.Membuat peta mikrozonasi seismik berdasarkan metode Simple Additive Weight (SAW) untuk mengidentifikasi tingkat bahaya gempabumi yang lebih detail di Kota Pacitan. 10