High-LET radiation enhanced cell death (Radiasi High LET meningkatkan kematian sel) Sarianoferni *, Endah Wahjuningsih** * Radiology Department Faculty of Dentistry Hang Tuah University ** Oral Biology Department Faculty of Dentistry Hang Tuah University Abstract High LET radiation is a selective radiotherapy, being effective for the treatment of advanced malignancies in head and neck regions. It directly damages DNA by causing double-stranded breaks. The level of localized DNA damage caused by Ionizing radiation (IR) is believed to increase with elevating LET values of radiation. More than 50% of neoplasms have defects in the apoptotic machinery. Among the best characterized of these abnormalities are the increased expression of mutations in the tumor-suppressor gene TP53, which encodes tumor protein p53. This gene, called the “guardian of the genome,” initiates apoptosis in response to DNA damage induced by radiation. Cell inactivation induced by IR with different LET's have shown that high LET radiation is more effective than low LET X-rays regarding the yield of apoptosis and reproductive death. We hope this studies can give support basic science for the dentist about the treatment of head and neck malignancies. Key Words : High LET radiation, p53, apoptosis Korespondensi : Laboratorium Radiologi Kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim No. 150 Surabaya, Telp. (031) 5945864, 5912191 Abstrak Radiasi high LET merupakan terapi radiasi pilihan yang efektif untuk perawatan keganasan pada daerah kepala dan leher. Radiasi ini menyebabkan kerusakan secara langsung pada DNA dengan cara double-stranded breaks. Kerusakan DNA yang disebabkan oleh radiasi ionisasi meningkat dengan meningkatnya energi yang ditransfer (Linier Energy Transfer). Lebih dari 50% keganasan mengalami gangguan pada proses apoptosis. Salah satu yang paling khas pada keadaan ini adalah meningkatnya ekspresi mutasi dari tumor suppressor gene TP53, yang mengkode protein p53. Gen ini disebut sebagai “guardian of the genome,” yang memulai apoptosis sebagai respon terhadap kerusakan DNA yang diinduksi antara lain oleh radiasi. Inaktivasi sel yang disebabkan oleh radiasi ionisasi dengan LET yang berbeda menunjukkan bahwa radiasi high LET lebih efektif dibandingkan dengan low LET. Harapan kami tulisan ini dapat memberi dukungan ilmu dasar bagi dokter gigi mengenai perawatan keganasan kepala dan leher. 1 Pendahuluan Interaksi antara partikel bermuatan dengan atom-atom yang menyusun jaringan merupakan fase awal dimana terjadi interaksi fisis yang menyebabkan terlontarnya elektron pada kulit terluar dari atom. Keadaan ini dikenal sebagai proses ionisasi. Dalam lingkup biologik, terpajannya jaringan pada sinar pengion akan mengawali reaksi kimiawi dan berakhir berupa terjadinya reaksi jaringan yang pada gilirannya akan memperlihatkan efek klinis (1,2,3). Sifat radiasi yang dapat berinteraksi dengan bahan biologi dapat digunakan sebagai terapi keganasan. Radiasi yang digunakan untuk terapi (radioterapi) adalah berupa partikel berenergi yang akan menimbulkan proses ionisasi bila melewati berbagai materi termasuk materi biologi, radiasi ini juga dikenal sebagai radiasi korpuskuler. Radiasi ini mempunyai massa dan bermuatan sehingga daya tembusnya relatif pendek dibandingkan dengan radiasi kelompok gelombang elektromagnetik. Daya tembus radiasi korpuskuler bervariasi tergantung energinya (1,2,3). Radiasi pengion, baik partikel maupun gelombang elektromagnetik, yang berinteraksi dengan jaringan hidup akan mendeposit seluruh energinya ke seluruh bagian sel (2) . Proses ionisasi pada materi biologi kemudian akan diikuti oleh efek biologi, dan dapat menimbulkan kematian sel atau kecacatan DNA (deoxyribo nucleic acid). Mekanisme kerusakan sel akibat radiasi ionisasi ada dua cara yaitu secara langsung dan tidak langsung. Radiasi High LET menyebabkan kematian sel, secara langsung, mengenai unsur yang penting yaitu DNA yang terdapat pada inti sel, untuk itu tidak tergantung dari radikal bebas dalam merusak DNA (3,4). DNA adalah struktur subsel yang paling peka terhadap radiasi dibandingkan struktur yang lain. Kerusakan DNA dapat memicu aktivasi dan stabilisasi p53. p53 adalah mediator sentral dalam merespon kerusakan DNA dan stress sel, yang diharapkan mempunyai peranan penting terhadap sensitivitas tumor terhadap stimulus apoptosis seperti radiasi. Hasil akhir aktivitas p53 adalah apoptosis dan cell cycle arrest (1,5). 2 Dasar Aplikasi Klinis Radiobiologi Sebagian besar ionisasi terjadi sepanjang lintasan elektron berkecepatan tinggi, yang memindahkan sejumlah energi ke dalam jaringan. Banyaknya energi yang ditransfer dalam satuan jarak lintas sinar dalam materi biologi disebut sebagai Linear Energy Transfer (LET), dengan kata lain jumlah energi yang dipindahkan oleh radiasi ke obyek yang diradiasi per unit panjang arah perjalanan melalui obyek tersebut. LET terbagi menjadi dua yaitu Low Linear Energi Transfer (Low LET) dan High Linear Energy Transfer (High LET). Yang termasuk dalam Low LET antara lain sinar X, sinar gamma. Dan yang termasuk High LET adalah proton, neutron, charge particles(3,6) . Low LET maupun High LET sudah cukup lama digunakan untuk terapi suatu keganasan. High LET yang merupakan sinar pengion berupa partikel berenergi tinggi akan menyebabkan kerusakan pada rantai ganda DNA, juga jaringan sehat disekitarnya dengan cakupan radiasi yang pendek. Radiasi ini sangat membantu perawatan keganasan disamping radiasi konvensional dan kemoterapi. Pada radiasi Low LET interaksi radiasi yang dihasilkan relatif lebih jauh antara satu dengan yang lain dan tersebar diseluruh sel(7). Partikel-partikel dengan cakupan radiasi yang pendek, memungkinkan ionisasi yang luas sepanjang jalur yang dilalui. Oleh karena itu, radiasi High LET tidak membutuhkan dosis yang banyak untuk membunuh sel. Dengan demikian dosis yang diperlukan untuk membunuh suatu sel lebih kecil dibandingkan dengan radiasi Low LET(7). Efek radiasi ionisasi yang terjadi karena kerja elektron yang terbentuk oleh High LET, akan langsung berinteraksi dengan rantai DNA mengakibatkan terjadinya kerusakan atau kecacatan inti beserta sel komponennya. Dengan demikian DNA dari sel tersebut akan mengalami fragmentasi dan akhirnya sel mengalami kematian (8). Efek radiasi Low LET menjelaskan bahwa radiasi yang memajan tubuh individu akan mempengaruhi komponen air yang ada di dalam sel, sehingga terbentuklah suatu bahan yang dikenal sebagai radikal bebas, radiasi ionisasi berinteraksi dengan bahan biologi melalui proses yang bertahap, diawali dengan tahap fisik dan berakhir dengan tahap biologik. Radikal bebas yang terbentuk dapat memicu kematian sel (8) . Pada tahap awal (tahap fisik), absorbsi radiasi pengion dengan hasil berupa eksitasi dan ionisasi molekul atau atom penyusun bahan biologi. Tahap kedua yaitu tahap fisikokimia, tahap dimana 3 atom atau molekul yang tereksitasi atau terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak stabil. Lebih dari 60% tubuh manusia terdiri dari air. Oleh karena itu peranan air sangat besar dalam menentukan hasil akhir efek radiasi. Efek langsung pada molekul atau atom penyusun tubuh hanya memberikan sumbangan yang kecil bagi akibat biologi akhir dibandingkan efek tak langsung melalui media air. Absorbsi tenaga radiasi oleh air akan menghasilkan radikal bebas yang sangat reaktif dan toksik melalui radiolisis air. Tahap ketiga yaitu tahap kimia dan biologi, tahap ini ditandai dengan terjadinya reaksi radikal bebas dan peroksida dengan molekul-molekul organik sel untuk menimbulkan keseimbangan efek kimia akhir. Tahap biologis, yang ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang bervariasi tergantung molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal bebas dan peroksida yang terjadi sebelumnya. Proses ini berlangsung beberapa puluh menit hingga beberapa puluh tahun tergantung pada tingkat kerusakan sel yang terjadi. Kerusakan yang terjadi dapat meluas dari skala seluler ke jaringan, ke organ bahkan dapat menimbulkan kematian (8). Aktivasi p53 akibat kerusakan DNA Radiasi pada sel dapat mengakibatkan perubahan penting pada sifat biologik sebuah sel. DNA merupakan salah satu faktor teramat penting dalam kehidupan makhluk hidup adalah merupakan molekul target(2). p53 adalah mediator sentral dalam merespon kerusakan DNA dan stress sel, p53 dinobatkan sebagai tumor suppressor gene karena mempunyai peranan yang sangat besar dengan serangkaian fungsi untuk melindungi sel dari kerusakan DNA (5,9). p53 mengalami mutasi pada lebih dari 50% tumor dan mengalami hambatan fungsi pada sebagian tumor yang lain. Hal ini terjadi karena p53 berperan besar dalam mengatur siklus sel, perbaikan DNA, dan aktivasi bax. (Rotter). p53 juga mempunyai peranan penting pada pertumbuhan sel, proliferasi dan mutasi, atau delesi pada gen p53yang menyebabkan resistensi terhadap terapi kanker (10,11). Struktur p53 terdiri atas gugus N-transaktivasi, gugus kaya prolin, gugus DNAbinding spesifik, gugus tetramerisasi, dan ekor basic C-terminal. Gugus N-terminal transaktivasi berguna untuk pengaturan stabilitas p53 di dalam sel, gugus kaya prolin berguna untuk menekan pertumbuhan sel, gugus DNA binding spesifik berguna untuk 4 menempelnya p53 pada DNA dimana penempelan ini berefek menghambat proses transkripsi, dan gugus ekor basic C-terminal berfungsi untuk menempelnya p53 pada rantai tunggal dimana hal ini menyebabkan p53 dapat berfungsi lebih lanjut pada proses berhentinya siklus sel, aktivasi GADD45 pada proses perbaikan DNA, dan aktivasi bax pada apoptosis. Serangkaian fungsi inilah yang membuat p53 dinobatkan sebagai tumor suppressor gene (5). Dalam sel yang tenang kadar p53 akan dijaga untuk tetap stabil rendah dan tidak aktif. Pada dasarnya jenis p53 ini (wildtype p53) memiliki waktu paruh yang sangat singkat, yaitu sekitar 20-30 menit sehingga jarang terdeteksi pada sel yang tidak mengalami stres. Bila sel mengalami stres akibat bahan-bahan perusak DNA seperti radiasi, hipoksia, hipoglikemia, maka p53 akan mengalami stabilisasi sehingga memiliki masa hidup lebih lama guna mengatur berhentinya siklus sel, perbaikan DNA dan apoptosis (12). Aktivasi p53 sebagai respon terhadap kerusakan DNA akibat radiasi maupun agen toksik lainnya menyebabkan penghentian siklus sel pada fase G1. Pada radiasi p53 tidak secara langsung menyebabkan berhentinya G1 tetapi melalui teraktivasinya p21WAF1 suatu inhibitor CDK (cyclin dependent kinase), walaupun ada mekanisme lain yang belum jelas. Bahkan dilaporkan bahwa aktivasi p53 berakibat berhentinya G2 (melalui aktivasi bax dan menghambat aktifitas gen-gen yang anti-apoptosis seperti Bcl-2, Bcl-xl, dan Bcl-w. akhirnya diperoleh fakta bahwa radiasi menyebabkan aktivasi p53 yang berakibat berhentinya siklus sel atau apoptosis. Mutant p53 telah kehilangan kemampuan ini, sehingga memungkinkan terjadinya proliferasi sel yang telah mengalami kerusakan DNA (12) . Telah dijelaskan bahwa untuk menjalankan fungsi p53 membutuhkan serangkaian transkripsi yang spesifik untuk menyebabkan penghentian siklus sel,dan dapat melalui beberapa jalur melalui transkripsi dependent maupun independent. Terhentinya siklus pada fase G1 atau apoptosis sangat tergantung pada mekanisme yang terlibat (12). Respon biologi terhadap radiasi High LET dan Low LET Pelepasan energi dari sinar pada materi biologi yang dilalui, yang terjadi secara random akan menyebabkan perubahan-perubahan akibat radiasi pada setiap molekul dalam 5 sel. Penyebab utama kerusakan sel atau kematian sel adalah kerusakan DNA. Kerusakan DNA yang terjadi akibat radiasi ionisasi adalah single atau double strand breaks rantai DNA, perubahan atau kehilangan basa-basa pembentuk DNA, terjadi cross links antara DNA dengan protein kromosom. Kerusakan-kerusakan yang terjadi akan menginduksi proses repair baik yang sempurna maupun tidak sempurna. Pada derajat kerusakan tertentu terutama pada double strand breaks tidak dapat dilakukan proses repair, dengan akibat sel akan diprogram untuk mati yang dikenal sebagai proses apoptosis(3,4,6). Jaringan juga dapat memberikan respon yang berbeda terhadap radiasi High LET maupun Low LET dengan adanya oksigen, hal ini disebut dengan Oxygen-Enhancement Ratio (OER). OER pada radiobiologi merupakan peningkatan kemampuan pengobatan atau peningkatan efek dari radiasi ionisasi dengan adanya oksigen. Pengaruh ini sangat besar pada radiasi ionisasi Low LET. Jika sejumlah populasi sel tumor mengalami hipoksia sepanjang fraksinasi radioterapi, High LET akan lebih efektif dibandingkan Low LET (4, 13). Linier energy transfer yang berbeda dapat menyebabkan respon biologi yang berbeda, kondisi ini dinyatakan dalam relative biological effectiveness (RBE). Dosis yang sama pada radiasi dengan LET yang berbeda dapat menghasilkan efek biologi yang berbeda pula. Ada sejumlah bahan kimia yang dapat merubah respon sel terhadap radiasi. Salah satu bahan kimia yang mempunyai efek sangat besar terutama pada terapi radiasi adalah oksigen. Karena efeknya yang sangat universal, respon sel terhadap radiasi dengan adanya oksigen diberikan nama yang spesifik yaitu oxygen effect (4, 13) . Adanya oksigen bertindak sebagai radikal bebas ketika radiasi berinteraksi dengan molekul air. Perbaikan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radiasi tidak dimungkinkan karena adanya oksigen. Oksigen menyebabkan kerusakan yang diakibatkan oleh radiasi menjadi permanen. Efek oksigen sangat besar dan penting pada radiasi Low LET (sinar x dan gamma). Pada kondisi dimana tumor dalam keadaan hypoxic atau tetap dalam keadaan hipoksia sepanjang perjalanan fraksinasi radioterapi, maka radiasi High LET lebih efektif dibandingkan radiasi Low LET(4, 13). RBE adalah pengukuran kerusakan yang disebabkan oleh radiasi ionisasi, dimana radiasi High LET lebih tinggi dibandingkan radiasi low LET (4) . RBE yang tinggi pada radiasi High LET disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada DNA adalah double 6 stranded dan kerusakan yang terjadi tidak dapat diperbaiki, sehingga memungkinkan untuk kondisi jaringan yang radioresisten, terutama pada tumor yang mempunyai pertumbuhan lambat yang resisten terhadap radiasi low LET (13). Diskusi Yamakawa pada penelitiannya menggunakan human gingival cancer cells (Ca9-22 cells) yang terdapat mutant p53 (mp53) kemudian diiradiasi dengan X-rays C-ion (13-100 KeV/µm) atau Fe-ion beams (200KeV/µM). Hasil menunjukkan sensitifitas yang tinggi dengan menyebabkan meningkatnya jumlah apoptosis. Sehingga Yamakawa menyimpulkan radiasi high LET meningkatkan apoptosis dibandingkan dengan radiasi low LET dengan cara aktifasi Caspase 3 melalui Caspase 9 dengan adanya mp53 (14). Takahashi et al melaporkan bahwa wild type p53 lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan mutant type p53. Meskipun mutasi yang terjadi pada p53 dapat menyebabkan resistensi terhadap radioterapi, kemoterapi maupun termoterapi, radiasi high LET menyebabkan apoptosis lebih tinggi dibandingkan low LET tanpa memandang status gen p53 pada sel kanker. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh oleh Sekine E. et al yang menyatakan bahwa radiasi high LET mengakibatkan kerusakan kromosom dengan perbaikan yang minimal dibandingkan dengan radiasi low LET radiation pada sel yang normal(15,16). Radiasi High LET dengan cakupan radiasi yang pendek, memungkinkan ionisasi yang luas sepanjang jalur yang dilalui, sehingga tidak membutuhkan dosis yang banyak untuk membunuh sel. Dengan demikian dosis yang diperlukan untuk membunuh suatu sel lebih kecil dibandingkan dengan radiasi Low LET. Tingkat kerusakan DNA yang ditimbulkan oleh radiasi sebanding dengan meningkatnya energi dari radiasi yang di transfer. Inaktivasi sel yang disebabkan oleh radiasi ionisasi dengan LET yang berbeda telah pernah diteliti, dan hasilnya bahwa radiasi dengan High LET menunjukkan lebih efektif menimbulkan apoptosis dibandingkan Low LET(17). Radiasi high LET mempunyai beberapa keuntungan yaitu (i) mempunyai distribusi dosis yang baik, (ii) mempunya RBE yang tinggi, (iii) mempunyai OER yang rendah, (iv) 7 mempunyai variasi yang cell cycle-related radiosensitivity, dan (v) kesempatan sel untuk memperbaiki diri yang rendah. Sehingga dapat disimpulkan radiasi high LET mempunyai lethal effect yang tinggi termasuk terhadap sel tumor yang mempunyai sifat radioresisten. Hal ini berarti radiasi high LET mempunyai sifat dapat mengakibatkan kerusakan pada sel tumor dengan efek yang minimal pada jaringan sehat sekitarnya (10). Daftar Pustaka 1. White. Pharoah, M.J. Oral Radiology Principles and Interpretation.5th Ed., Mosby Comp., 2004; 1-5, 25-32. 2. Susworo R. Dasar-dasar radioterapi. Tata laksana radioterapi penyakit kanker. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.hlm 1, 6-12. 3. Erawati D. Prinsip dasar onkologi radiasi. Pelatihan radiografer radioterapi RSU Dr. Sutomo Surabaya. 2006; 1-13. 4. Brower V. Carbo Ion therapy to debut in Europe. Jn ci.oxfordjournal. org. 2011 Oct; 101: 74-6. 5. Cotran RS, Kumar V, Collins T. Robbins pathologic basis of disease,7th ed. Philadelphia: WB Saunder Company. 2003: 28-33, 209-12. 6. Kiang JG, Garrison BR, Gorbunov NV. Radiation Combined Injury: DNA Damage, Apoptosis, and Autophagy. Adaptive Medicine 2010; 2(1): 1-10. 7. Allen BJ. Internal high linear energy transfer (LET) targeted radiotherapy for cancer. Phys Med Biol. 2006 Jul 7;51(13):R327-41. 8. Sudiana IK, 2008. Patobiologi molekuler kanker. Jakarta: Salemba Medika, hlm 45-60. 9. Fujita Y. et al. Role of p53 mutation in the effect of boron neutron capture therapy on oral squamous cell carcinom. Radiation Oncology 2009, 4:63. 10. Mori E., Takahashi A., Yamakawa. High LET heavy ion radiation induces p53independent apotosis. J.Radiant. Res. 2009; 50: 37-42. 11. Rouach EY. The p53 tumour suppressor gene: a mediator of a G1 growth arrest and of apoptosis. Experientia. 1996 Oct 31;52(10-11):1001-7. 12. Rotter V. Expression of the wild type p53 tumor suppressor gene in normal cells and its deregulation in cancer cells. Cancer Research and Therapy. p.176-7. 8 13. Hall EJ., GiarcciaAJ. Radiobiology for the Radiologist. Sixth Ed. Lippincott William and Wilkins. 2006. (7): 9, 106. 14. Yamakawa N. et al. High LET radiation enhances apoptosis in mutated p53 cells trough Caspase-9 activation. Cancer Sci. 2008; 99 (7): 1455-9 15. Takahashi A., Matsumoto H., Yuki K., High-LET radiation enhanced apoptosis but not necrosis regardless of p53 status. 2004 Oct; 60: 591-7. 16. Sekine E. et al. High LET heavy ion radiation induces lower numbers of initial chromosome breaks with minimal repair than low LET radiation in normal human cells. Mutation Research/Genetic Toxicology and Environmental Mutagenesis. Vol. 652 ( 1), 2008: 95-101. 17. Min FL, Zhang H, Li WJ, Gao QX, Zhou GM. Effect of exogenous wild-type p53 on melanoma cell death pathways induced by irradiation at different linear energy transfer. In Vitro Cell Dev Biol Anim. 2005 Sep-Oct;41(8-9):284-8. 9