KINERJA STRUKTURAL DINDING PEMIKUL MODULAR

advertisement
(Surat Perjanjian No. III/LPPM/2016-02/75-P)
KINERJA STRUKTURAL
DINDING PEMIKUL MODULAR
BERBAHAN TANAH
WORKING PAPER
Disusun Oleh:
Ketua Peneliti :
Budianastas P., ST., MT. (Penata Muda)
Tim Peneliti :
Anastasia Maurina, ST., MT. (Penata Muda)
Dosen Pembina :
Dr. Kamal A. Arif (Lektor)
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Katolik Parahyangan
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................1
ABSTRAK....................................................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................................3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................................6
BAB III
METODE PENELITIAN ............................................................................................................ 14
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN ......................................................................................................... 18
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 28
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
1
ABSTRAK
Bahan bangunan yang terjangkau, layak pakai, kuat, dan ramah lingkungan akan menjadi
kecenderungan positif pada masa kini dan mendatang. Bahan tanah secara historis menjadi pilihan
bahan bangunan utama baik di masa lalu maupun masa kini. Dalam bentuknya sebagai bata merah,
bahan ini memiliki jejak karbon dan konsumsi energi yang besar karena proses pembakaran serta
transportasinya. Karena kedua proses itu pula bahan ini menjadi makin mahal dan menyumbang
pada nilai hunian yang makin.
Di sisi lain, kebutuhan hunian sehat dan layak huni meningkat seiring dengan peningkatan populasi
penduduk di daerah perkotaan Indonesia dan negara berkembang pada umumnya. Sampai saat ini
kebutuhan hunian belum sepenuhnya bisa terpenuhi. Perubahan iklim yang mengakibatkan kenaikan
suhu udara secara nyata menambah pada perlunya pengadaan rumah sehat dan layak huni lagi
segera dan terjangkau.
Berdasarkan kajian historis, beberapa jenis penerapan bahan tanah sebagai bahan bangunan
ternyata memiliki peluang menjadi bahan bangunan yang ramah lingkungan sekaligus terjangkau.
Dalam bentuk unit blok modular tanpa pembakaran, konsumsi energi dalam komponen harga bahan
dapat ditekan sampai ke porsi minimal. Demikian pula bila bahan baku diperoleh dari tapak
bangunan sendiri atau lokasi yang dekat.
Penelitian ini bermaksud menguji sejauh mana dugaan di atas terbukti dapat menekan biaya dengan
tetap memiliki daya dukung struktural standard. Metode yang digunakan adalah eksperimen yang
meliputi pembuatan beberapa prototype unit blok modular. Variabel pembanding yang akan
digunakan adalah varian material pendukung serta tipe built-in joinery-nya. Pengujian berupa
pembebanan vertikal dan lateral akan dilakukan pada tiap varian unit blok tunggal dan dalam bentuk
dinding pemikul (bearing wall).
Kata kunci: material tanah, ramah lingkungan, terjangkau, unit modular, uji struktural
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pemanasan global dan perubahan iklim saat ini bukan lagi berstatus wacana, tetapi sedang terjadi.
Dampaknya nyata dan teramati di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di Kota Bandung.
Indikasi teraga dari fenomena ini adalah kenaikan suhu rata-rata harian di Bandung.
Konteks pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan fasilitas hunian, terutama di daerah
perkotaan, menjadi sangat nyata. Menurut UN Habitat, pada tahun 2050. 7 dari 10 orang akan
tinggal di perkotaan1. Fasilitas hunian berkriteria sehat, layak, terjangkau, aman, ramah lingkungan,
antisipatif terhadap perubahan iklim, serta secara sosial membangun kapasitas manusianya,
menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam praktek pengadaannya.
Bahan bangunan konvensional selama ini berhasil memenuhi sebagian dari kebutuhan tersebut.
Tetapi secara biaya, baik biaya lingkungan maupun ekonomi, didapati bahwa bahan bangunan
konvensional sangat mahal2. Laju pemenuhan kebutuhan bangunan hunian makin jauh tertinggal
laju pertumbuhan penduduk riil yang membutuhkan habitasi sesuai standard layak huni.
Pengadaan material melalui cara-cara ekstraktif di tempat yang relative jauh dari lokasi calon
pengguna hunian selama ini mengakibatkan kelangkaan dan kerusakan lingkungan yang makin
membebani biaya inheren bahan bangunan. Demikian pula konsumsi energi yang relatif tinggi
dalam proses produksi bahan bangunan konvensional menambah beban pada harga hunian dan
lingkungan. Sejumlah teknologi untuk mengurangi beban ini banyak diupayakan oleh berbagai
pihak. Walaupun demikian, lebih banyak lagi hal yang bisa diupayakan.
Melalui pendekatan keberlanjutan dalam konteks adaptasi terhadap pemanasan global dan
perubahan iklim, bidang konstruksi dan arsitektur berupaya menawarkan bahan-bahan bangunan
alternatif yang lebih ramah lingkungan. Dalam konteks ini, bahan tanah (earthen material) sejak
awal Abad 213 sudah dinilai sebagai bahan bangunan yang memiliki properti demikian. Walaupun
secara historis sudah dikenal sejak 9000 tahun yang lalu, bahan tanah mulai dipertimbangkan
secara serius sebagai salah satu opsi bahan bangunan utama yang berjejak karbon rendah,
berkarakter termal cukup baik, ekonomis.
1.2. Rumusan Permasalahan
Metode konstruksi yang umum dikenal dalam penggunaan bahan tanah adalah pembentukan
langsung. Cara ini langsung mengaplikasikan material tanah (sudah disiapkan sebelumnya) ke
dalam bentuk bagian bangunan yang direncanakan. Aplikasi bisa berupa langsung menimbun
dalam bentuk tumpukan yang membentuk dinding dengan ketinggian dan ketebalan tertentu (cob,
adobe, wattle-and-daubt), atau menimbun dengan bantuan cetakan memanjang dan dibantu
pemadatan (rammed earth, tapia/tabby).
1
WHO & UN Habitat. Hidden Cities: Unmasking And Overcoming Health Inequities In Urban Settings. WHO & UN Habitat. Kobe. 2010
2
Cullen, Jonathan M. & Julian M. Allwood. Sustainable Material – With Both Eyes Open. UIT Cambridge. Cambridge. 2012
3
Golebiowski, Jessica. Rammed Earth Architecture’s Journey To The High Hills Of The Santee And It’s Role As An Early Concrete. Clemson
University & The College of Charleston, 2009
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
3
Aplikasi material tanah seperti disebutkan di atas mencapai efisiensi tertinggi melalui sistem
pengerjaan padat karya. Pada konteks perkotaan kontemporer, sistem padat karya tidak
sepenuhnya tepat karena pola dan ritme kehidupan umumnya masyarakat perkotaan4. Skema
konvensional pengadaan rumah (transaksional) yang disesuaikan untuk penguatan aspek sosial
mungkin masih menjadi jawaban sementara.
Di saat yang sama, urgensi pengadaan hunian yang layak huni, terjangkau dan mampu
mengimbangi tingkat pertumbuhan penduduk semakin mendesak. Bahan bangunan umum
berbahan tanah yang sudah dikenal di Indonesia, yaitu bata merah, selama ini menjadi jawaban
dari desakan tersebut. Tetapi bata merah sebagai material makin menurun kualitasnya. Pun secara
ekologis, proses produksinya yang menggunakan proses pembakaran, memberi beban lingkungan
cukup besar.
Dari sisi pelaksanaan pembangunan, bata merah dan blok modular berbahan lainnya sebenarnya
memiliki kelebihan berupa kemudahan untuk pengadaan, yaitu semudah datang atau memesan ke
toko material. Artinya, blok modular juga mampu menjawab pengadaan yang relatif cepat. Selain
itu, blok modular juga mudah diangkut dan diantar, serta mudah dikerjakan tenaga kerja manual
dengan jumlah relatif sedikit tetapi dengan laju konstruksi relatif tinggi.
Maka, tantangan konteks tersebut dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian ini sebagai
berikut:
1.2.1. Dapatkah blok modular berbahan tanah memiliki keunggulan bahan tanah yang tidak
dibakar, tetapi sekaligus memiliki versatility blok modular konvensional yang melalui
proses pembakaran yang intensif-energi.
1.2.2. Bisakah diperoleh blok modular yang cukup stabil secara material, dengan daya dukung
struktural yang memadai, memiliki ukuran dan bobot yang relatif mudah dikerjakan secara
manual dengan jumlah tenaga kerja relatif sedikit, dan bisa dibuat dari bahan dasar yang
didapat tidak jauh dari lokasi pembangunan?
1.3. Tujuan Khusus dan Target Luaran
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah mengkaji performa blok modular material tanah yang
tidak dibakar di dalam bentuk arsitektural dan bentuk struktural serta merumuskan properti
material dari aspek arsitekturalnya. Target luaran penelitian ini adalah:
1.3.1. Makalah ilmiah (yang akan diterbitkan di jurnal dalam negeri tidak terakreditasi
1.3.2. Penyusunan Materi untuk persiapan kuliah pilihan pilihan material tanah
1.3.3. Penyusunan Materi untuk persiapan pembentukan Pusat Studi
4
Escobar, David M. Earth Architecture. Building With Rammed Earth In A Cold Climate. Master’s Thesis. Chalmers University of Technology.
Gothenburg, Sweden. 2013
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
4
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan keilmuan mengenai perancangan
bangunan berbahan material tanah, salah satunya penggunaan teknologi blok modular.
1.5. Urgensi Penelitian
Material tanah yang tidak dibakar sudah dipertimbangkan secara serius untuk menjadi pilihan
bahan bangunan alternative di beberapa Negara di Asia Tenggara (Thailand, Vietnam). Material
tanah diaplikasikan karena sejumlah keunggulan ramah lingkungannya perancang, dan juga
menghasilkan karakter estetis arsitektural yang unik. Hal ini menjadi bagian yang berpengaruh
dalam eksplorasi desain dan material pada perancangan arsitektur. Hingga saat ini penelitian
mengenai bahan tanah tanpa pembakaran di Indonesia masih minim sehingga diperlukan banyak
eksperimen serta uji laboratorium agar bahan tanah, salah satunya dalam bentuk unit blok
modular, dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Figur 1. House By The Creek; Chiangmai Life Construction; Thailand. 2014
(http://www.bamboo-earth-architecture-construction.com);
Figur 2. Penginapan dan Balai Warga Nam Dam, Kabupaten Quan Ba, Prop. Ha Giang, Vietnam; 1+1>2 Architects. 2015
(http://www.archdaily.com/778847/nam-dam-homestay-and-community-house-1-plus-1-2-architects)
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Road Map Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian awal dari rangkaian penelitian yang lebih besar, yaitu mengkaji
bahan dan konstruksi material tanah sebagai bahan bangunan alternatif yang ramah lingkungan dan
terjangkau di area perkotaan beriklim tropis, dalam kaitannya dengan rancangan arsitektural.
Rancangan keseluruhan penelitian ini adalah sebagai berikut:
2.2. Bahan Tanah (Earthen Material)
Secara historis, Bangunan tanah (earthen building) dalam arsitektur dikenal sejak 8000 sampai 6000
SM5. Warisan arsitektur berbasis bahan tanah banyak ditemui di setiap benua. Bahan tanah dalam
arsitektur di Nusantara hadir dalam bentuk bahan bangunan bata merah yang dibakar. Beberapa
candi dan bangunan warisan budaya lainnya menggunakan bata merah sebagai bahan bangunan
utama.
Secara teknis, bahan tanah yang ideal digunakan untuk bahan bangunan adalah bahan tanah yang
minim kandungan organiknya. Untuk mendapatkannya, biasanya dilakukan penggalian pada lokasi
penambangan tanah dengan menyingkirkan lapisan paling atas yang kaya zat hara. Lapisan tanah
5
Minke, Gernot. Building With Earth. Birkhauser, Boston. 2006
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
6
organik biasanya berwarna gelap dan kaya organisme serta luruhan jasad renik6. Secara kasat mata,
selain warna gelap, tanah organik menunjukkan konsentrasi tinggi sisa-sisa tanaman, hewan & jamur
pengurai, serta organism lainnya yang hidup di tanah.
Figur 3. Beberapa bangunan cagar budaya berbahan tanah di dunia
Dari kiri ke kanan, atas: Samarra, Iraq, Abda VI M; Ghadames, Libya, Abad I M; Meknes, Maroko, Abad XI M;
bawah: Angkor, Kamboja, Abad VI M; Ping Yao, Cina, Abad XIV M; Fujian Tulou, Cina, Abad XV
UNESCO / WHEAP. World Heritage Inventory Of Earthen Architecture. ISBN: 978-2-906901-70-4. 2012
Sedangkan tanah yang minim kandungan organik, umumnya berwarna lebih terang, dengan tekstur
cenderung relative seragam, serta lebih padat. Tanah non organic yang akan dipakai untuk bahan
bangunan idealnya mengandung komposisi agregat, pasir, debu endapan (silt) dan tanah liat.
Loam is a mixture of clay, silt and sand, and sometimes contains larger aggregates like gravel and
stones. Engineering science defines its particles according to diameter: particles with diameters
smaller than 0.002 mm are termed clay, those between 0.002 and 0.06 mm are called silt, and those
between 0.06 and 2 mm are called sand. Particles of larger diameter are termed gravels and stones.
7
– Minke 2006
Sebagai pembentuk dinding struktural maupun pengisi, penambahan air pada tanah adalah langkah
penting yang selalu dilakukan. Tujuannya adalah mencapai bentuk campuran tanah yang cukup
plastis, sedemikian sehingga material tanah dapat dikerjakan dan dibentuk. Secara umum, ada
beberapa jenis proses penggerjaan dan pembentukan bahan tanah yang sudah plastis, yaitu:
2.2.1. Direct forming / pembentukan langsung, yaitu langsung mengaplikasikan bahan tanah
yang sudah dikondisikan sebelumnya ke bentuk yang diinginkan pada bagian bangunan.
Jenis-jenis konstruksi yang termasuk dalam tipe ini adalah:
6
7
FAO. Rural Structures In The Tropics. Design & Develompent. Rome, 2011
Minke, Gernot. Building With Earth. Birkhauser, Boston. 2006
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
7
a.
cob: yaitu konstruksi dinding tanah yang terbuat dari tanah subsoil dan biasanya
dicampur dengan potongan rumput atau jerami kering. Campuran kemudian
dikerjakan dan dibentuk ke dalam bentuk gumpalan atau bola-bola berdiameter
+/- 20 cm, lalu ditumpuk-tumpuk di atas jalur pondasi sampai mencapai
ketinggian dan ketebalan yang dibutuhkan, atau yang optimal sesuai karakter fisik
bahan8.
Figur 4. Dinding cob yang sedang dalam proses konstruksi (www.diyhousebuilding.com)
b.
wattle and daubt9: adobe atau cob yang digunakan sebagai pelapis anyaman
bambu bilah (gedék) yang didukung oleh tiang kayu atau bambu sebagai elemen
pengikat dan pembentuk dinding
Figur 5. Dinding wattle and dabubt yang sedang dalam proses konstruksi (www.lowimpact.org)
2.2.2. Pengerjaan menggunakan bekisting / formwork:
a.
rammed earth / pisé: bahan tanah yang sudah dibasahi sampai agak lembab
(bukan basah), lalu dimasukkan ke dalam cetakan dengan lebar tertentu, tinggi
cetakan tipikal 80-150cm, lalu ditumbuk menggunakan alat penumbuk dengan
bentuk ujung tertentu sampai padat.
8
9
FAO. Rural Structures In The Tropics. Design & Develompent. Rome, 2011
Ibid.
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
8
Figur 6. Dinding rammed earth yang sedang dalam proses konstruksi
(http://www.domusweb.it/en/architecture/2012/04/10/back-to-earth.html)
b.
tabby / tapia: pada prinsipnya adalah rammed earth yang menggunakan
campuran kapur, pasir dan cangkang kerang atau kerikil. Bahan-bahan tambahan
tersebut berkontribusi pada peningkatan kekuatan struktural dinding tabby10.
2.2.3. Modular unit, yaitu material tanah yang dibentuk ke dalam unit-unit modular untuk
kemudian disusun ke dalam bentuk yang direncanakan. Unit modular umumnya dibuat
dalam bentuk balok dan lazim disebut blok (block), adobe, atau bata (brick). Blok adobe
biasanya dijemur setelah dicetak / dipres di cetakan, dapat disebut bata jemur11.
Figur 7. Salah satu contoh modular unit yang sudah terpasang (kiri) dan unit individu (kanan)
10
Golebiowski, Jessica. Rammed Earth Architecture’s Journey To The High Hills Of The Santee And It’s Role As An Early Concrete. Clemson
University & The College of Charleston, 2009
11
Ibid.
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
9
Sedangkan bata merah (brick) yang umum dikenal prinsipnya adalah adobe yang dibakar
di dalam tungku sedemikian sehingga mencapai tingkat stabilitas lebih baik daripada bata
jemur. Unit modular atau blok dapat dirancang dengan atau tanpa tonjolan atau
cekungan sebagai mekanisme saling-kunci (interlocking) antar unit.
2.2.4. Contained Earth, yaitu material tanah yang dimasukkan dulu ke dalam wadah tertentu
untuk kemudian digunakan sebagai unit-unit pembangun bentuk yang diinginkan. Jenisjenis konstruksi yang termasuk dalam tipe ini adalah:
a.
Kantong tanah dan selang (hose)12: bahan tanah diwadahi karung-karung atau
selang dengan panjang unit tertentu. Karung atau selang berbahan sintetis atau
geotekstil dengan ukuran / volume tertentu, lalu ditumpuk-tumpuk membentuk
dinding sesuai dengan rencana dan ketinggian optimal yang diinginkan
Figur 8. Bangunan dengan konstruksi earthbag yang sedang dalam proses konstruksi di Nepal
(www.naturalbuildingblog.com)
b.
Tanah dalam blok berongga13 (hollow blocks) dan / atau ban bekas: bahan tanah
dimasukkan ke dalam ban luar bekas, setelah sebelumnya ban bekas disusun
dalam satu lapis deretan sesuai posisi dinding yang diingikan Lalu setelah lapis
pertama diisi tanah dan dipadatkan, ban bekas lapis berikutnya ditumpukkan
diatas lapisan awal dan diisi tanah, dipadatkan lagi. Demikian proses dilanjutkan
sampai terbentuk dinding dari lapisan-lapisan ban bekas terisi tanah padat.
Sedangkan dari proses stabilisasinya, yaitu proses untuk merekayasa properti material bahan tanah
agar lebih tahan terhadap proses penuaan, operasional, dan weathering, dikenal ada beberapa
proses, yaitu:
12
13
Minke, Gernot. Building With Earth. Birkhauser, Boston. 2006
Ibid.
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
10
2.2.5. Unstabilised earthen material
Bahan tanah tanpa stabilisasi adalah bahan tanah yang digunakan tanpa bahan aditif
seperti semen, kapur, abu hasil pembakaran, atau lainnya. Bahan tanah tanpa stabilisasi
mengandalkan stabilitas inherennya dari pemadatan dan komposisi awal bahan tanah itu
sendiri
2.2.6. Stabilized earthen material
Bahan tanah dengan stabilisasi adalah bahan tanah yang mendapat tambahan bahan
aditif seperti semen, kapur, abu hasil pembakaran, atau lainnya. Bahan aditif tersebut
berfungsi memperkuat ikatan / kohesi antar partikel pembangun massa bahan.
Diharapkan perkuatan tersebut akan menambah durabilitas bahan tersebut dalam
pemakaian rutin dan paparan hujan, angin, serta sinar matahari.
Proses pembakaran yang menghasilkan bata merah juga merupakan cara stabilisasi bahan
tanah yang sudah dibentuk ke dalam unit-unit modular. Pembakaran menghasilkan bahan
akhir yang relatif lebih keras dari bahan tanpa pembakaran.
2.3. Kelebihan Bahan Tanah (Earthen Material)
2.3.1. Murah & mudah didapat (dari tapak bangunan atau sekitarnya)
2.3.2. Energi terkandung dan jejak karbon rendah
a.
diperoleh secara lokal (500-100 km)
b.
minim transportasi
c.
minim konsumsi energi pengolahan material
d.
minim konsumsi energi proses pembangunan
2.3.3. Karakteristik arsitektural & struktural
a.
Tekstur & warna
b.
Kemampuan daya dukung sebagai dinding pemikul untuk bangunan 1-6 lantai,
(kombinasi dengan bahan struktural lain), seperti didapati di dua buah bangunan
berlantai tiga dan enam lantai di Weiburg, Jerman, yang dibangun tahun 1828 dan
183014
c.
Kenyamanan termal; Bahan tanah yang bersifat porus memiliki kapasitas untuk
menyimpan dan melepas uap air dari dan ke udara di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan terjadinya kelembaban relatif yang cukup konstan pada udara di
bagian interior bangunan.
d.
Durabilitas; bila didukung faktor desain arsitektur keseluruhan dan kombinasi
dengan bahan pelapis permukaan atau stabilisator lainnya, bahan tanah dapat
bertahan lama tanpa kekurangan daya dukung strukturalnya (lihat contoh di butir
b.)
2.3.4. Memiliki kapasitas termal yang tinggi15 (memungkinkan bagian dalam bangunan jauh
lebih dingin bila di luar panas, dan sebaliknya) melalui:
a.
Regulasi kelembaban
b.
Regulasi temperatur dengan berperan sebagai thermal mass
14
15
Minke, Gernot. Building With Earth. Birkhauser. Boston, 2006
FAO. Rural Structures In The Tropics. Design & Develompent. Rome, 2011
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
11
2.3.5. Ekonomi, Sosial & estetika
a.
Peluang menjadi bangkitan ekonomi lokal; teknik pengerjaan yang sederhana dan
manual memungkinkan penguasaan keterampilan pembuatannya di masyarakat
secara lebih luas, membuka peluang lapangan kerja
b.
Arsitektur komunitas (gotong royong, arisan rumah, karakter lokal); membuka
peluang perkuatan komunitas di tingkat akar rumput
c.
Personalisasi dan peluang inklusi simbol-simbol kultural pada permukaan bahan,
membangun sense of belonging dan place-making
d.
Tekstur dan warna yang unik pada tiap bangunan
2.4. Kekurangan Bahan Tanah (Earthen Material)
2.4.1. bila tidak diberi bahan pelapis atau desain pelindung, bahan ini relatif rentan terhadap
penetrasi air
2.4.2. rentan terhadap abrasi dari pemakaian, air atau angin, serta mudah retak akibat rasio
susut yang tinggi ketika proses mengering, sehingga akan memerlukan pemeliharaan
rutin dengan frekuensi cukup tinggi16
2.4.3. keterbatasan rasio / prosentase luas bukaan terhadap luas bidang dinding
2.4.4. keterbatasan ketebalan minimal yang dibutuhkan untuk mencapai kapasitas load bearing
dan thermal mass
2.4.5. probabilitas yang tinggi dalam hal ketidakseragaman komposisi unsur penyusun bahan
tanah, tidak bisa langsung digunakan sebelum melalui pengujian (sederhana)
2.4.6. kandungan kimiawi yang tidak kasat mata dapat mempengaruhi performa teknis material
dan kesehatan penghuni, perlu mengetahui riwayat perlakuan tanah yang akan
digunakan
2.4.7. Pada proses stabilisasi, karakter positif berkurang kapasitasnya atau hilang sama sekali,
yaitu kapasitas menjaga kelembaban interior (tidak porus/ pori-pori tertutup)
2.4.8. Proses stabilisasi melalui pembakaran, penambahan semen atau kapur, menambahkan
beban energi total yang diperlukan. Proses produksi semen, kapur dan bata merah
menggunakan energi dalam jumlah besar dan melepaskan zat kontaminan ke atmosfir
dalam jumlah relatif besar. Selain menambah efek rumah kaca di atmosfir, kontaminan
utama berupa CO2 dan partikel debu mikroskopis juga mengganggu kesehatan.
2.5. Blok modular terstabilisasi tanpa pembakaran
Pada area perkotaan di negara berkembang, opsi prefabrikasi bahan bangunan masih menjadi
pilihan umum. Agar dapat menjadi pilihan yang secara serius dipertimbangkan, material tanah
sebagai bahan bangunan sebaiknya memiliki opsi pengadaannya melalui cara prefabrikasi demikain.
Dalam bentuk blok yang siap antar dan pakai, dengan dimensi unit yang memungkinkan pengerjaan
secara manual, dibuat di lokasi terdekat dari tapak konstruksi, menawarkan jawaban untuk
pengadaan bahan bangunan terjangkau.
16
Ibid.
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
12
Mempertahankan kelebihan material tanah menjadi penting, agar karakteristik ramah lingkungan,
berkelanjutan, sehat, dan lainnya tetap dapat menjadi kontribusi positif bagi penghuni. Penggunaan
bahan-bahan stabilisasi tak terbarukan dan boros energi (semen, kapur) perlu dihindarkan untuk
menekan jumlah energi terkandung pada material tanah berbentuk blok modular. Di sisi lain,
stabilisasi unit modular diperlukan agar bahan yang sudah berbentuk blok dapat mempertahankan
karakter fisik dan keandalannya baik pada tahap penyimpanan, pengiriman, pengerjaan, dan
pemakaian.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, akan sangat baik bila kelebihan material tanah, khususnya dalam
bentuk blok modular, dapat digabungkan dengan penerapan stabilisasi yang ramah lingkungan.
Karena itu, penelitian ini merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
2.5.1. Dapatkah blok modular berbahan tanah memiliki keunggulan bahan tanah yang tidak
dibakar, tetapi sekaligus memiliki keunggulan blok modular konvensional yang melalui
proses pembakaran yang intensif-energi, tanpa melalui pembakaran? Bahan minimenergi-terkandung apa yang dapat menjaga stabilitas bahan atau unit modular?
2.5.2. Bisakah diperoleh blok modular yang cukup stabil secara material, dengan daya dukung
struktural yang memadai, memiliki ukuran dan bobot yang relatif mudah dikerjakan
secara manual dengan jumlah tenaga kerja relatif sedikit, dan bisa dibuat dari bahan
dasar yang didapat tidak jauh dari lokasi pembangunan?
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Berdasarkan Tujuan
Berdasarkan tujuannya, Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang sering juga
disebut sebagai Riset / Penelitian Terapan (Applied Research, Practical Research), yaitu
penelitian yang dilakukan dengan hati-hati, sistematis dan terus-menerus terhadap
suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan dengan segera bagi keperluan tertentu.
3.1.2. Berdasarkan Metode Penelitian
Berdasarkan metode penelitiannya, penelitian ini melakukan satu metode penelitian,
yaitu penelitian eksperimental (experimental research).
3.2. Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan objek penelitian berupa model unit modular yang dibuat berdasarkan
landasan pemikiran pada studi literatur dan pertanyaan penelitian, serta dua tipe unit modular
yang didapat dari 2 (dua) sumber produsen di Jawa Barat.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Mengacu kepada metode penelitian ini, maka data yang diperlukan adalah bersumber dari data
hasil pengujian objek studi. Pengujian pada unit blok individual melalui serangkaian pengujian
sebagai berikut (pengujian model dalam bentuk dinding setinggi 2.6 m belum terlaksana):
3.3.1. Uji pembebanan (Load bearing test); simulasi beban vertikal menggunakan mesin uji
tekan
3.3.2. Penilaian tingkat workability & transportability; menguji tingkat kemudahan dalam hal
pengerjaan dan pemindahan / pengangkutan dari kedua varian ukuran
3.4. Data Uji
Data uji didapat dari hasil pengujian model uji di laboratorium struktur (bertempat di Lab.
Struktur Prodi Teknik Sipil). Model yang dimaksud adalah:
3.4.1. Benda uji unit modular
a.
Blok modular dengan dimensi 12 x 24 x 7 cm, yaitu seukuran bata merah atau
bata beton (concrete block) yang lazim di pasaran, dengan bahan tanah
berkomposisi tanah liat, silt, pasir & agregat lain (rasio 3:3:4)
b.
Blok tanah modular pembanding yang didapat dari produsen di Jawa Barat
dengan dua variasi campuran bahan
c.
Blok tanah modular dibuat dengan memiliki 1 tipe built-in joinery yang
memungkinkan mekanisme saling-kunci (inter-locking) antar unit blok
3.4.2. Model dinding blok tanah berskala 1:1
a.
Luas dinding (l x t) 1 m x 2.6 m; tinggi 2.6 m dipilih berdasarkan ketinggian ruang
dalam tipikal yang dinilai masih nyaman bagi rata-rata orang Indonesia
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
14
b.
c.
Tebal dinding mengikuti ketebalan unit individual blok modular, yaitu 40 cm
Belum terlaksana karena kendala ketersediaan lokasi, keterbatasan waktu
sehubungan dengan perpindahan Gedung 4 & 5 ke Gedung PPAG tahap 1
3.4.3. Data uji yang akan didapatkan adalah :
a.
kekuatan terhadap beban vertikal (load bearing capacity)
b.
kekuatan terhadap gaya geser (lateral capacity / joinery performance) tidak
terlaksana karena keterbatasan waktu sehubungan dengan perpindahan
Gedung 4 & 5 ke Gedung PPAG tahap 1
c.
Kemudahan dalam pengerjaan dan pemindahan (ukuran dan berat modul yang
paling optimal)
3.5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang dipakai pada penelitian ini adalah analisis komparatif – kualitatif. Analisis
yang dilakukan adalah membandingkan data hasil uji yang didapat dengan rujukan dari hasil
studi literatur berupa tulisan ilmiah untuk objek penelitian dan metode yang serupa.
3.6. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan serangkaian pendahuluan dan persiapan dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
3.6.1. Tahap pertama melakukan studi literatur terdiri dari:
a.
Menyusun pengetahuan mengenai posisi riset yang akan dilakukan
b.
Merumuskan permasalahan
c.
Menyusun statement of the art
d.
mengenai upaya stabilisasi dan performa unit blok modular berbahan tanah
3.6.2. Tahap kedua, melakukan penentuan lokasi pengambilan bahan dasar dan tim kerja
lapangan (tukang, pengamat)
3.6.3. Tahap ketiga adalah penelitian melalui percobaan (experimental research)
a.
Pembuatan model uji
b.
Pengujian laboratorium
c.
Analisis komparatif-kualitatif
3.6.4. Tahap keempat menarik kesimpulan.
Tahap ini akan menyajikan kesimpulan dari penelitian serta saran, rekomendasi dan
peluang penelitian berikutnya
3.6.5. Tahap kelima finalisasi laporan penelitian.
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
15
BAB IV
JADWAL PELAKSANAAN
Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada table berikut ini.
T ahun Penelitian 2016
Tahap
1
2
3
4
5
6
7
Studi Literatur
Penentuan lokasi & tim lapangan
Pembuatan model uji
Pengujian laboratorium
Analisis komparatif-kualitatif
Penyimpulan
Pelaporan
Feb Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus September Oktober NovemberSub total
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 orang minggu
2 2 2 2 2 2 1 1
1 1 1 1 2 2 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2
14
10
2 2 2x
22
3 3 3 3 2 2 2
18
2 2 2 2
8
2 2 2 2
8
2 2 2 2 8
Masa libur / cuti bersama Hari Raya Idul Fitri
2
Jumlah orang-minggu (O.M.)
Waktu pelaksanaan aktual
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
18
O.M.
O.M.
O.M.
O.M.
O.M.
O.M.
O.M.
BAB V
5.1.
Penentuan Lokasi Pengambilan Bahan Dasar
-
-
5.2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor penentuan lokasi:
Alasan teknis:
o Kemudahan perolehan sample – proyek konstruksi bangunan yang sedang pada
tahap pekerjaan tanah / galian persiapan pondasi,
o hasil tes tanah (sondir) – rekomendasi kedalaman galian utk jenis pondasi tiang bor
(tanah hasil galian pasti bukan tanah permukaan, kedalaman galian lebih dari 1m
dari permukaan – menghindari tanah dengan kandungan organic tinggi di
permukaan
o kemudahan akses – kemudahan pengemasan dan keluar-masuk kendaraan
pengangkut sample tanah
Alasan legal / perijinan:
o kemudahan mendapat ijin pengambilan sample tanah sebesar 2 m3 dari pemilik
tanah di luar kampus UNPAR, karena kesulitan memperoleh ijin penggalian sample
tanah yang cocok dari lokasi di dekat lab pengujian.
Alat dan Bahan
5.2.1. Bahan
a. Bahan untuk benda uji yang dibuat di lab
Tanah dari lokasi penggalian yang melalui pengujian awal seperti dijelaskan di
bagian 5.3.
b. Benda uji pembanding yang didapat dari produsen
Benda uji dari dua produsen yang berbeda di Jawa Barat, dengan deskripsi seperti
dijelaskan di bagian 5.4.
5.2.2. Alat
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
5.3.
Alat
Angle Grinder
Mesin Uji Tekan
Plat baja (perata beban)
Sendok semen + ember
Botol uji sedimentasi + pengaduk
Penggaris
Gunting
Mesin press (moulding plate sesuai desain unit
modular benda uji)
Keterangan
Pembuatan Alat Press Unit Modular
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
18
Alat yang digunakan untuk membuat unit modular benda uji adalah mesin pembuat bata
press manual dengan penyesuaian pada diameter silinder dan profil interlocking-nya.
Figur 9.
Gambar teknis unit modular untuk benda uji.
Figur 10.
Foto mesin press dengan dua buah silinder sebagai cetakan lubang bata
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
19
Sedangkan untuk penelitian kuat tekan, alat yang digunakan adalah cetakan berbentuk
silinder berdiameter 10cm dengan ketinggian 20cm, serta kubus berukuran 10x10x10cm.
Bentuk dan cetakan ini dipilih untuk kemudahan dalam pengujian, yaitu untuk mendapatkan
permukaan yang rata dan berukuran sama atau lebih kecil dari bidang tekan alat uji yang
digunakan.
5.4.
Pembuatan benda uji unit modular (Benda Uji Utama)
5.4.1. Uji komposisi tanah
Uji komposisi tanah sederhana yang dilakukan meliputi rub test, sedimentation test,
ball-drop test17.
a.
Rub Test
Rub test atau tes gosokan / usapan, dilakukan dengan cara menggosok-gosokan
sekepal tanah contoh di antara dua telapak tangan selama 3-5 menit. Setelah itu,
tanah contoh dilepaskan dari telapak tangan, lalu kedua telapak tangan saling
digosokkan ke satu sama lain dengan gerakan seperti sedang membersihkan
permukaan telapak tangan. Bila masih ada lapisan tanah yang menempel dan
permukaan telapak tangan tampak kotor, kandungan tanah liat dinilai cukup tinggi.
Figur 11.
Lapisan tanah cukup merata melekat di permukaan
telapak tangan setelah digosok-gosok
Pada pengujian ini, tanah contoh meninggalkan lapisan kecoklatan di permukaan
tangan yang cukup jelas dan merata. Dari uji rub test ini disimpulkan bahwa tanah
mengandung cukup banyak komponen tanah liat.
b.
Sedimentation test
Uji sedimentasi dilakukan dengan mencampurkan 100 gram tanah contoh dengan
air. Volume air yang digunakan adalah 2 (dua) kali volume tanah contoh tersebut.
Tanah contoh dan air dicampur di dalam wadah berupa bejana kaca bertutup (tidak
17
Minke, Gernot. Building With Earth. Birkhauser, Boston. 2006
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
20
kedap air). Campuran lalu diaduk menggunakan pengaduk logam selama 5-10
menit atau sampai tanah terurai seluruhnya di dalam air. Campuran tersebut
kemudian diendapkan selama 24-48 jam. Setelah endapan terbentuk, akan terlihat
komposisi tanah liat – silt – agregat dari tanah contoh tersebut. Dibuat 6 (enam)
sample pada uji sedimentasi ini untuk mendapatkan hasil yang dinilai dapat
mewakili komposisi kandungan tanah liat – silt – agregat pada tanah contoh.
Figur 12.
Alat uji berupa bejana kaca, pengaduk logam dan benda uji
berupa 100 gram tanah yang sudah dicampurkan ke dalam
air di dalam bejana
Figur 13. 6 bejana kaca berisi campuran tanah dan air, sesaat setelah diaduk merata
Figur 14. 6 bejana kaca berisi campuran tanah dan air, setelah diendapkan selama 32 jam
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
21
Tebal lapisan endapan menunjukkan kurang lebih kandungan ketiga komponen
tersebut. Lapisan teratas adalah tanah liat, disusul silt dan partikel yang lebih
besar, lalu paling bawah adalah agregat lain yang berukuran relatif besar seperti
pasir, pecahan kerikil dan lainnya.
Hasil sedimentasi menunjukkan porsi endapan tanah liat sebanyak rata-rata 45-50
% pada ke enam bejana pengujian tersebut.
c.
Ball-drop test
Pengujian ini menggunakan gumpalan tanah yang dibentuk bola berdiameter 4 cm
yang dijatuhkan dari ketinggian 200 cm. Contoh tanah yang digunakan diupayakan
berada pada kondisi terkering yang masih memungkinkan untuk dibentuk menjadi
bola berdiameter 4 cm tersebut. Bentuk bola setelah tumbukan dengan lantai
dapat menunjukkan karakter atau kandungan tanah liat di dalam benda uji
tersebut.
Figur 15. Hasil tumbukan yang dianggap ideal adalah pada benda uji kedua dari kiri, menurut Gernot Minke (2006)
Figur 16. Hasil pengujian 5 (lima) benda uji untuk ball-drop test
Dari uji ball-drop, 3 benda uji menunjukkan hasil terpecah-pecah, sedangkan 2
benda uji relatif tetap berbentuk gumpalan / bola. Tes ini menunjukkan
kemungkinan proporsi agregat yang cukup tinggi dengan tanah liat yang rendah.
Hal ini berkebalikan dengan dua hasil tes sebelumnya.
d.
Kesimpulan Uji Komposisi Tanah
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
22
Hasil uji komposisi melalui ketiga pengujian di atas menunjukkan perbedaan
kandungan tanah liat. Dua pengujian menunjukkan indikasi kadar tanah liat yang
tinggi, sedangkan pengujian ketiga justru sebaliknya. Dari hasil ini, diputuskan
bahwa kondisi tanah contoh cenderung mengandung tanah liat dalam jumlah
besar. Hasil pengujian ketiga tidak diperhitungkan dengan pertimbangan
kemungkinan benda uji dibuat dari sampel yang terlalu kering, sehingga
menghasilkan karakter tumbukan seperti itu.
Karena kandungan tanah liat tinggi, bahan dasar tanah tersebut harus ditambah
agregat lain untuk menghasilkan komposisi yang dinilai tepat18. Pasir digunakan
sebagai agregat aditif sesuai dengan rekomendasi teoritis karena kandungan zat
organic minimum, relatif seragam, dan mudah didapat.
5.4.2. Penggunaan Serat Alami Sebagai Stabilisator Organik
Bahan bangunan berbahan campuran agregat (pasir, split, abu batu, tanah), air dan
bahan pengikat (semen, kampur, tanah liat) akan menghasilkan bahan yang bersifat
relatif plastis ketika basah, dan kemudian berangsur-angsur mengeras melalui proses
pengeringan. Ketika mencapai tingkat kekeringan optimal, bahan tersebut mencapai
tingkat kuat tekannya yang optimal. Kelemahan dari bahan semacam ini (blok beton,
bata merah, batako, dll.) adalah sifatnya yang getas (mudah pecah, tidak lentur). Pada
keadaan terbeban, bahan bersifat getas akan mudah merambatkan retakan19.
Serat plastik, karbon, fiberglass dan bahkan serat alami (ijuk, sabut kelapa) digunakan
untuk memperbaiki kelemahan bahan bangunan berbasis adukan agregat tersebut.
Serat ijuk yang dihasilkan pohon aren (Arenga pinnata) dikenal sebagai serat alami yang
memiliki kekuatan terhadap gaya tarik cukup baik20, bersifat lentur dan tidak mudah
rapuh, sangat tahan terhadap genangan asam termasuk genangan air laut yang
mengandung garam21. Bahan didapat dari ijuk yang sudah dipilin menjadi tali tambang
ijuk untuk memudahkan pemotongan. Ijuk dipotong ke dalam ukuran panjang 2 cm.
5.4.3. Pencampuran bahan dasar

Komposisi bahan dasar yang digunakan yaitu:
Pasir
Tanah
Air

18
19
20
21
Berat (kg)
7
5
0.05
%
58
41
1
Pencampuran dilakukan dengan membasahi bahan dasar tanah, lalu pasir
ditambahkan kemudian sambil diaduk dengan tangan, seperti proses
pembuatan adonan roti karena sifat adonan yang relatif lengket akibat
kandungan tanah liat yang cukup tinggi. Setelah pasir teraduk cukup rata, ijuk
(dalam keadaan kering) ditambahkan terakhir.
Minke, Gernot. Building With Earth. Birkhauser, Boston. 2006
Gurning, Nuria et. al. Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit, 2013
Munandar, Imam et. al, Kekuatan Tarik Serat Ijuk (Arenga Pinnata Merr),FEMA 1-3, 2013
Wahyudi, Tri et al, Penggunaan Serat Ijuk Dan Sabut Kelapa Terhadap Kuat Tekan Pada Beton K-100, 2013
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
23
Figur 17.
Proses pencampuran bahan-bahan secara manual
Figur 18.
Hasil adonan akhir setelah dicampur ijuk


Kelebihan dari campuran ini adalah ijuk cukup mudah teraduk ke dalam
campuran tersebut, dengan syarat ijuk harus dalam keadaan cukup terurai
(tidak menggumpal atau terpilin)
Kekurangan dari cara pencampuran ini adalah adukan yang dibasahi di awal
cenderung terasa berat ketika harus diaduk secara manual. Perlu
dipertimbangkan penggunaan alat bantu pengaduk motorik untuk
mempercepat proses pencampuran.
5.4.4. Modul benda uji
Dalam penelitian ini, objek penelitian yang diharapkan diuji melalui proses pembuatan
dan tes tekan adalah uni modular yang dibuat menggunakan mesin press (lihat 5.3.).
Tetapi karena kendala ketersediaan plat antar-muka untuk pengujian pada mesin uji
tekan yang cocok dengan profil tonjolan pada unit modular tersebut, akhirnya
diputuskan membuat benda uji ke dalam dua bentuk standar yang umum digunakan di
laboratorium struktur, yaitu:


Silinder berukuan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm
Kubus berukuran 10 x 10 x 10 cm
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
24
Figur 19.
Cetakan modul benda uji dan proses pemampatan
bahan adukan ke dalam cetakan
Figur 20.
Hasil akhir modul uji setelah dikeluarkan dari cetakan
Benda uji yang sudah dikeluarkan dari cetakan kemudian dikeringkan dengan cara di
angin-angin selama 10 – 14 hari. Pada saat laporan ini dibuat, proses pengeringan sudah
memasuki hari ke-9.
5.5.
Pengadaan benda uji pembanding
5.5.1. Benda uji pembanding 1 (Benda Uji Tipe 1), berasal dari pabrik bata di Cicalengka, Jawa
Barat, dengan komposisi 10 % semen dan 90 % campuran abu batu dan pasir.
Figur 20.
Penyesuaian untuk validitas uji
tekan dalam mesin uji dilakukan
dengan membuang bagian
tonjolan (interlocking nodes) agar
didapat permukaan atas dan
bawah yang rata dan dapat
menerima dan meneruskan beban
secara merata
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
25
Figur 21.
Benda uji tipe 1 berbahan abu batu, pasir
dan semen
5.5.2. Benda uji pembanding 2 (Benda Uji Tipe 2), dibuat di pabrik di Karawang dari bahan
tanah dan semen. Bahan dasar benda uji ini diduga adalah tanah merah dengan rasio
tanah terhadap semen yang tidak diketahui karena tidak berhasil mendapatkan informasi
dari produsen dan / atau melakukan pengujian geoteknik).
Figur 22.
Benda uji 2 berbahan tanah
dan campuran semen. Benda
uji di kiri masih dengan
interlocking nodes-nya. Benda
uji di kanan sudah tanpa
interlocking nodes, siap diuji di
mesin uji tekan
5.6.
Pengujian benda uji unit modular
5.6.1. Uji tekan (Crushing Test)
Semua benda uji dites menggunakan mesin uji tekan (crushing test) untuk
mensimulasikan beban gravitasional yang terjadi pada bangunan. Benda uji tipe 1 dan 2
sudah melalui proses pengujian. Sedangkan benda uji utama yang dibuat di
laboratorium struktur belum dapat diuji karena belum selesai proses pengeringannya.
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
26
Karena hal tersebut, perbandingan hasil pengujian yang lengkap baru akan ditampilkan
setelah pengujian terhadap benda uji utama selesai dilakukan.
Adapun standard rujukan untuk membandingkan hasil uji tekan (crushing test) bendabenda uji tersebut merujuk ke laman http://www.theconstructioncivil.org/test-forbricks tentang standard kuat tekan bata.
5.7.
Pengujian benda uji unit modular dalam bentuk dinding
5.7.1. Model dinding blok tanah berskala 1:1
Rencana awal penelitian juga meliputi pengujian penerapan unit modular yang dibuat di
lab struktur ke dalam bentuk dinding pemikul dengan spesifikasi:

Luas dinding (l x t) 1 m x 2.6 m; tinggi 2.6 m dipilih berdasarkan ketinggian ruang
dalam tipikal yang dinilai masih nyaman bagi rata-rata orang Indonesia

Tebal dinding mengikuti panjang unit individual blok modular, yaitu 24 cm
Bagian penelitian ini juga belum terlaksana karena terkendala ketersediaan lokasi serta
keterbatasan waktu sehubungan dengan perpindahan Gedung 4 & 5 ke Gedung PPAG
tahap 1. Keterbatasan lahan dan perijinan pemakaian area terbuka untuk pelaksanaan
pengujian pun turut menjadi faktor tertundanya bagian penelitian ini, walaupun bahan
dan alat sudah disiapkan.
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
27
DAFTAR PUSTAKA
Cullen, Jonathan M. & Julian M. Allwood. Sustainable Material – With Both Eyes Open. UIT
Cambridge. Cambridge. 2012
Escobar, David M. Earth Architecture. Building With Rammed Earth In A Cold Climate. Master’s
Thesis. Chalmers University of Technology. Gothenburg, Sweden. 2013
FAO. Rural Structures In The Tropics. Design & Develompent. Rome, 2011
Gurning, Nuria et. al. Pembuatan Beton Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit. 2013
Minke, Gernot. Building With Earth. Birkhauser. Bsel, Berlin, Boston. 2006
Munandar, Imam et. al, Kekuatan Tarik Serat Ijuk (Arenga Pinnata Merr). JURNAL FEMA 1-3, 2013
UNESCO / WHEAP. World Heritage Inventory Of Earthen Architecture. ISBN: 978-2-906901-70-4.
2012
Wahyudi, Tri et al. Penggunaan Serat Ijuk Dan Sabut Kelapa Terhadap Kuat Tekan Pada Beton K-100.
2013
WHO & UN Habitat. Hidden Cities: Unmasking And Overcoming Health Inequities In Urban Settings.
WHO & UN Habitat. Switzerland. 2010
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
28
Jurnal nasional tidak terakreditasi yang ditargetkan sebagai media publikasi hasil penelitian.
Judul Jurnal:
Penerbit:
Alamat Redaksi:
Jurnal Nasional Arsitektur ATRIUM
Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
Universitas Kristen Dutawacana
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-25, Yogyakarta 55224
(0274)563929 pesawat 504
[email protected]
WORKING PAPER - Kinerja Struktural Dinding Pemikul Modular Berbahan Tanah
29
Download