BAB IX PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. Permasalahan yang Dihadapi Sebagai salah satu sumber penting pembiayaan pembangunan, sumber daya alam yang ada dewasa ini masih belum dirasakan manfaatnya secara nyata oleh sebagian besar masyarakat. Pengelolaan sumber daya alam tersebut belum memenuhi prinsipprinsip keadilan dan keberlanjutan. Selain itu lingkungan hidup juga menerima beban pencemaran yang tinggi akibat pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas manusia lainnya yang tidak memperhatikan pelestarian lingkungan. Beberapa permasalahan pokok dihadapi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pertama adalah keterbatasan data dan informasi dalam kuantitas maupun kualitasnya. Keterbatasan data dan informasi yang akurat berpengaruh pada kegiatan pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang belum dapat berjalan dengan baik. Sementara itu, sistem pengelolaan informasi yang transparan juga belum melembaga dengan baik sehingga masyarakat belum mendapat akses terhadap data dan informasi secara memadai. Selanjutnya, permasalahan pokok lainnya adalah kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada, yang menyebabkan kerusakan sumber daya IX - 1 alam. Kondisi ini ditandai dengan maraknya pengambilan terumbu karang dan pemboman ikan, perambahan hutan, kebakaran hutan dan lahan, serta pertambangan tanpa izin. Permasalahan lain adalah belum jelasnya pengaturan pemanfaatan sumber daya genetik (transgenik) yang mengancam keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia, serta permasalahan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya fosil. Disamping itu, tingkat kualitas lingkungan hidup di darat, air, dan udara secara keseluruhan masih rendah, seperti tingginya tingkat pencemaran lingkungan dari limbah industri baik di perkotaan maupun di perdesaan, serta kegiatan transportasi dan rumah tangga baik berupa bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun non-B3. Tingginya ketergantungan energi pada sumber daya fosil, merupakan permasalahan penting yang mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada kenaikan permukaan laut, perubahan iklim lokal dan pola curah hujan, serta terjadinya hujan asam; belum tergantikannya bahan perusak lapisan ozon (BPO) seperti chloro fluoro carbon (CFC), halon, dan metil bromida; serta kurangnya pemahaman dan penerapan Agenda 21 di tingkat nasional dan lokal. Selanjutnya, prinsip keberlanjutan yang mengintegrasikan tiga aspek yaitu ekologi, ekonomi dan sosial budaya belum diterapkan di berbagai sektor pembangunan baik di pusat maupun di daerah. Biaya lingkungan belum dihitung secara komprehensif ke dalam biaya produksi, di lain pihak tidak diterapkannya sistem insentif bagi pemasaran produk yang akrab lingkungan (produk hijau). Hal ini mengakibatkan produk hijau tidak dapat bersaing, sementara di dalam negeri konsumen Indonesia dengan tingkat kemiskinan masih tinggi, tidak mempunyai pilihan untuk mengkonsumsi produk-produk hijau tersebut. Program sukarela yang ditawarkan seperti ISO 14000 dan ekolabeling juga masih belum banyak diterapkan, bahkan dirasakan oleh industri bukan sebagai peningkatan efisiensi perusahaan. Permasalahan-permasalahan tersebut diatas timbul antara lain karena rendahnya kapasitas kelembagaan, belum mantapnya peraturan perundangan, serta lemahnya penataan dan penegakan IX - 2 hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, sejalan dengan otonomi daerah, masih belum sepenuhnya jelas, karena peraturan pelaksanaan yang merinci fungsi dan kewenangan Pemerintah Daerah belum lengkap. Selain itu, terdapat permasalahan dalam hal kualitas sumber daya manusia untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sementara itu, masih rendahnya akses masyarakat terhadap data dan informasi sumber daya alam berakibat pula pada terbatasnya peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Lemahnya kontrol dan keterlibatan masyarakat, serta penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, juga merupakan masalah penting lain yang menyebabkan hak-hak masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam menjadi terbatas dan sering menimbulkan konflik antar pelaku. Peranan wanita sebagai salah satu kelompok yang rentan terhadap pencemaran lingkungan belum banyak diberdayakan. Selain itu kearifan tradisional dalam pelestarian lingkungan hidup perlu terus dipertahankan. Demikian pula sosialisasi kepada masyarakat mengenai prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup harus terus ditingkatkan. B. Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil-hasil yang Dicapai Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup seperti diuraikan diatas maka strategi kebijakan yang ditempuh adalah: (1) Mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial dalam pemanfaatan sumber daya alam; (2) Menumbuhkan tanggung jawab sosial dan praktik ekoefisiensi di tingkat perusahaan dengan mengintegrasikan biaya lingkungan dan biaya sosial terhadap biaya produksi; (3) Menerapkan teknologi yang terbaik dan tersedia, termasuk teknologi tradisional untuk kegiatan konservasi, IX - 3 rehabilitasi sumber daya alam; (4) Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang menjamin keseimbangan antara pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam, yang didukung oleh kepastian hukum atas kepemilikan dan pengelolaan; (5) Menata kelembagaan, termasuk pendelegasian kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap kepada pemerintah daerah; (6) Melakukan pembenahan terhadap sistem hukum yang ada menuju sistem hukum yang responsif yang didasari prinsipprinsip keterpaduan, pengakuan hak-hak asasi manusia, serta keseimbangan ekologis, ekonomis, dan pengarusutamaan gender; (7) Melakukan reorientasi paradigma pembangunan yang mengakui hak-hak publik terhadap pengelolaan sumber daya alam; serta (8) Mendorong budaya yang berwawasan lingkungan melalui revitalisasi budaya lokal dan menumbuhkan etika lingkungan dalam pendidikan dan lingkungan masyarakat; (9) Mengembangkan pola kemitraan dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam melaksanakan strategi kebijakan tersebut, langkahlangkah yang dilakukan mengacu pada program-program pokok yang telah ditetapkan, yaitu: program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup; program peningkatan efektivitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam; program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup; program penataan kelembagaan dan penegakan hukum pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup; dan program peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Program-program tersebut saling terkait satu sama lain dengan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi dengan kualitas lingkungan hidup yang semakin baik. IX - 4 1. Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Tujuan program ini adalah untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap dan handal mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui kegiatan inventarisasi, evaluasi, valuasi, dan penguatan sistem informasi yang menjamin terbukanya akses masyarakat terhadap informasi yang ada. Dalam pengembangan informasi lingkungan hidup diperlukan data yang akurat, konsisten, dan terkini. Disamping itu, demi kemudahan interpretasi dan pemahaman diperlukan standarisasi data yang dapat digunakan secara nasional. Untuk itu dalam tahun 2000 telah dikembangkan disain global basis data pengendalian pencemaran air, peta dasar lingkungan se-Indonesia, dan aplikasi profil lingkungan untuk media air. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut telah dihasilkan antara lain penyempurnaan data dan informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, melalui pemanfaatan teknologi penginderaan jauh yang sangat berguna untuk pemantauan ekosistem bumi. Sejalan dengan itu, telah dilakukan pula peningkatan akses masyarakat terhadap informasi kegiatan dan kasus-kasus lingkungan melalui media internet yang didukung sistem layanan kesiagaan dan tanggap darurat bencana lingkungan. Untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan informasi lingkungan dilakukan penyusunan Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2000 (State of the Environment Report, SoER) sebagai salah satu pelaksanaan Agenda 21. Kegiatan lain yang dilakukan adalah upaya untuk mengembangkan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah berdasarkan basis data setahun sebelumnya; pengembangan Pusat Layanan Informasi di kantor Bapedal, Jakarta, dan tiga kantor Bapedal Regional I; II; dan III, masing-masing berpusat di Pekanbaru, Denpasar, dan Makassar. Sedangkan untuk memperkaya dan mengelola berbagai jenis informasi lingkungan, dilaksanakan kegiatan untuk mendukung Pusat Layanan Informasi yang terdiri dari perpustakaan IX - 5 modern yang dilengkapi dengan koleksi sumber informasi dan sarana audio visual. Selanjutnya, dalam kegiatan inventarisasi sumber daya alam dan lingkungan hidup telah dilaksanakan inventarisasi seluruh hutan bakau di Jawa, Kalimantan Timur, NTB, Bali, Sulawesi Selatan, dan sebagian Irian Jaya; inventarisasi lahan potensi pertanian di NTB; inventarisasi areal lahan sawah di Sumatera, Sulawesi, Bali, NTB; serta inventarisasi terumbu karang di Sumatera Barat, Riau, dan wilayah Indonesia Timur (Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya). Disamping itu, juga telah dilakukan penyusunan neraca sumber daya alam daerah di 10 (sepuluh) Kabupaten di Kalimantan Selatan, dan penyusunan tata ruang wilayah Kabupaten Bangka. Program Nasional Pemantauan Lingkungan Perairan Laut (Seawatch Indonesia) telah dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data lingkungan kelautan yang paling mendekati akurat khususnya untuk Teluk Jakarta, Masalembo, Batam, Belawan, dan Perairan Jepara. Sementara itu, potensi ikan sebagai sumber daya alam laut yang bisa pulih, potensi lestarinya diperkirakan sebesar 6,26 juta ton per tahun. Potensi lahan untuk pengembangan budidaya laut jika dibatasi pada iso-depth 50 meter dan daerah yang aman dari gelombang, luasnya diperkirakan mencapai 1,9 juta ha. Sementara itu, dari jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan di Zona Ekonomi Eksklusive Indonesia (ZEEI) sebesar 1,5 juta ton per tahun, saat ini baru sekitar 83 persen yang telah dimanfaatkan. Untuk mengetahui potensi sumber daya hutan, pada tahun 2000 telah dilakukan rekalkulasi sumber daya hutan. Rekalkulasi dilakukan pada hutan produksi seluas 46,8 juta Ha atau 70,5 persen dari seluruh hutan produksi, serta hutan lindung dan konservasi seluas 29,8 juta Ha atau 55,14 persen dari seluruh hutan lindung dan konservasi. Dari hasil rekalkulasi tersebut terlihat bahwa kawasan hutan yang perlu direhabilitasi seluas 20,1 juta Ha, sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan adalah seluas 15,1 juta Ha. Sementara itu, di bidang energi dan sumber daya mineral telah dilakukan pengembangan pelayanan informasi data spasial energi dan sumber daya mineral, serta membentuk sistem IX - 6 komunikasi data antara pusat dan daerah. Data terbaru dari hasil penyelidikan dan penelitian diinformasikan bahwa cadangan minyak bumi adalah 9,8 miliar barel, yang meliputi cadangan terbukti 5,2 miliar barel dan cadangan potensial 4,6 miliar barel. Sedangkan cadangan gas bumi adalah 158,26 triliun kaki kubik, yang meliputi cadangan terbukti 92,48 triliun kaki kubik dan cadangan potensial 65,78 triliun kaki kubik. Cadangan panas bumi tidak kurang dari 20 ribu Mwe. Cadangan tersebut termasuk yang berada di perairan laut yang tidak dapat pulih. Dalam pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi, dilakukan upaya untuk mendapatkan model atau metode pemanfaatan teknologi dirgantara untuk mendukung pelayanan teknis kepada masyarakat. Pada tahun 2000 dan 2001, telah dilakukan beberapa usaha antara lain adalah: peningkatan dan pengembangan kemampuan sistem penerima dan pengolah data satelit penginderaan jauh, melalui peningkatan kemampuan stasiun bumi satelit penginderaan jauh di Parepare dan Biak, sehingga stasiun-stasiun bumi tersebut dapat menyajikan data satelit penginderaan jauh dan informasi yang diturunkan dari data tersebut. 2. Program Peningkatan Efektivitas Pengelolaan, Konservasi, dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam Program ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui. Dalam rangka pelaksanaan program ini, telah dilakukan kegiatan konservasi melalui pengelolaan kawasan konservasi darat dan laut. Sampai dengan April 2001, kawasan konservasi yang telah ditunjuk sebanyak 1.077 unit dengan luas keseluruhan sekitar 56,87 juta Ha, yang terdiri dari Taman Nasional sebanyak 40 unit dengan luas 14,82 juta Ha; Cagar Alam sebanyak 173 unit dengan luas 2,67 juta Ha; Suaka Margasatwa sebanyak 50 unit dengan luas 3,62 juta Ha; Taman Wisata Alam sebanyak 92 unit dengan luas 973,89 ribu Ha; Taman Hutan Rakyat sebanyak 16 unit dengan luas 257,49 ribu IX - 7 Ha; Taman Buru sebanyak 14 unit dengan luas 239,39 ribu Ha; dan Hutan Lindung sebanyak 692 unit dengan luas 34,31 juta Ha. Dalam rangka pengamanan kawasan konservasi lahan basah, selama tahun 2000 telah dilakukan sosialisasi penataan batas Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang berada pada wilayah administratif Kabupaten Manokwari. Demikian pula upaya pelestarian keanekaragaman hayati darat dan laut, perlindungan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati terus dikembangkan. Untuk mendukung strategi tersebut beberapa propinsi telah menyusun strategi pengelolaan keanekaragaman hayati untuk wilayahnya. Selanjutnya, beberapa langkah strategis juga telah dilakukan dalam rangka menanggulangi penebangan kayu ilegal dalam tahun 2000, yaitu melakukan operasi intelijen terhadap kegiatan penebangan kayu ilegal dan melaksanakan operasi represif di wilayah rawan penebangan dan peredaran hasil hutan ilegal secara terpadu, sampai dengan bulan Agustus 2001 telah ditangani 516 kasus dengan 360 tersangka, dan ditemukannya barang bukti yaitu sitaan 54,28 ribu meter kubik kayu olahan dan bulat serta temuan 26,86 ribu meter kubik kayu olahan dan bulat. Selanjutnya juga dilaksanakan Inpres Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Puting Demikian pula dalam penyelenggaraan Ministerial Conference on Forest Law Enforcement and Governance di Bali tanggal 11–13 September 2001, pertemuan tersebut telah mengeluarkan deklarasi dan komitmen untuk memberantas penebangan liar, perdagangan kayu liar dan kejahatan kehutanan lainnya. Disamping itu, juga telah dilakukan langkah preventif melalui pendekatan sosial budaya kepada masyarakat di sekitar hutan, dengan berbagai kegiatan seperti program hutan kemasyarakatan, padat karya, hutan rakyat, HPH bina desa, penempatan pos-pos penjagaan di sepanjang perbatasan Indonesia – Malaysia, dan patroli bersama secara rutin oleh aparat keamanan IX - 8 dan masyarakat. Penindakan hukum terhadap para pelaku penebangan kayu ilegal juga telah dilakukan. Dalam tahun 2000 telah dilakukan pengusutan terhadap 12 orang yang diduga kuat melakukan tindakan penebangan kayu ilegal di berbagai propinsi. Sementara itu, kebakaran hutan dan lahan tahun 2000 dan 2001 yang terjadi masing-masing mencakup areal seluas 29,6 ribu Ha dan 14,6 ribu Ha. Dalam rangka menanggulangi kebakaran hutan dan lahan tersebut, langkah-langkah yang telah dilakukan adalah: memberikan peringatan dini terhadap para pihak di wilayah rawan kebakaran yang sudah diaplikasikan di Kalimantan Timur; memantau dan mensosialisasikan data titik api melalui berbagai sarana komunikasi di Sumatera dan Kalimantan; meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan serta antisipasi musim kemarau panjang melalui kampanye dan dialog; dan pemantapan brigade kebakaran hutan dengan dilengkapinya sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan. Disamping itu, pada tahun 2000 juga telah dilakukan pelatihan tenaga terampil pemadam kebakaran sebanyak 16.680 orang, instruktur nasional sebanyak 58 orang, dan master trainers sebanyak 305 orang. Dalam rangka pemenuhan sarana dan prasarana telah disediakan peralatan tangan, semi mekanik dan mekanik, dan dua unit fire fighting kits; pendirian stasiun penanggulangan kebakaran hutan di 10 lokasi Dinas Kehutanan dan di lima Taman Nasional yaitu Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Berbak, Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Gunung Palung, dan di Taman Nasional Bukit 30. Selanjutnya, telah pula dilakukan penyempurnaan prosedur tetap Fire Suppression Mobilisation (FSM) di Kalimantan Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis dilakukan melalui kegiatan pembangunan hutan tanaman industri (HTI), penghijauan, serta pembangunan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan. Sampai dengan Juni 2001, kawasan hutan produksi untuk Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) telah mencapai 217 unit, dengan areal kerja seluas 8,64 juta Ha, yang terdiri dari HTI Pulp sebanyak 27 unit (4,85 juta Ha), HTI Kayu Perkakas sebanyak 89 unit (2,5 IX - 9 ribu Ha), HTI Trans sebanyak 68 unit (820,23 Ha) dan HTI campuran/perkebunan sebanyak 33 unit (450,69 Ha). Selanjutnya, kegiatan penghijauan yang pelaksanaannya oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, dalam tahun 2000 dilakukan di 25 propinsi yang mencakup 220 Dati II. Hasil yang dilakukan meliputi penanaman input langsung 42,43 ribu Ha, pemeliharaan pertama 12,38 ribu Ha, penghijauan areal dampak 445,71 Ha, dan penghijauan swadaya 23,47 ribu Ha. Dalam rangka kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis tersebut juga telah dilakukan rehabilitasi hutan bakau yang rusak yang mencakup areal seluas 3,12 ribu Ha, dan bantuan bibit untuk areal dampak sebanyak 898 ribu batang; serta penyelenggaraan Kredit Usaha Tani Konservasi (KUK DAS). Dalam rangka pembangunan hutan kemasyarakatan telah dikeluarkan izin bagi kelompok masyarakat yang tergabung dalam wadah koperasi, sebanyak 19 koperasi dengan areal seluas 58,87 ribu Ha. Untuk mendukung penyediaan pangan lokal dan pemanfaatan lahan-lahan kosong, telah dikembangkan hutan cadangan pangan di beberapa daerah. Dalam tahun 2000 pengembangan usaha hutan cadangan pangan dan tanaman obat dilakukan melalui penyediaan bibit siap tanam sebanyak 6,84 juta batang di 26 propinsi; pelaksanaan kegiatan pemanfaatan lahan dibawah tegakan hutan melalui usaha tani wanafarma seluas 4.950 Ha di 16 propinsi; dan pelaksanaan pelatihan kepada petani dibidang hutan cadangan pangan dan tanaman obat sebanyak 780 orang di 26 propinsi. Selanjutnya, kegiatan yang telah dilakukan berkaitan dengan keanekaragaman dan keamanan hayati di antaranya adalah penyiapan berbagai perangkat kebijakan dalam hal akses dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan sumber daya genetik, tindak lanjut protokol keamanan hayati (Cartagena Protocol) serta pengendalian invasi jenis asing ke Indonesia. Sejalan dengan itu, dalam tahun 2000 telah dilakukan penyusunan sejumlah peraturan, seperti: (1) Pedoman Teknis Pengendalian Pemanfaatan Spesies Hasil Rekayasa Genetik; (2) Pedoman Teknis Pengendalian dan Pemulihan Kerusakan Ekosistem Strategis; (3) Pedoman Teknis IX - 10 Pengendalian Penurunan dan Pemulihan Populasi Elang Jawa, Buaya dan Rusa; (4) Pedoman Teknis Pengendalian Penurunan dan Pemulihan Populasi Cendana, Tengkawang dan Bambu. Selanjutnya, telah pula dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa. 3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, kegiatan industri perkotaan maupun domestik, serta transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan. Dalam upaya pengendalian pencemaran air telah dilakukan langkah-langkah koordinasi untuk menyusun Rencana Induk PROKASIH 2005; Pedoman Penyusunan Program Kerja Daerah PROKASIH 2005; masukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air; menyusun Panduan Kerja Teknis Kegiatan PROKASIH di daerah; dan memberikan dukungan dan bimbingan teknis ke 17 propinsi, terutama untuk pengolahan data. Pada tahun 2000 telah diadakan kegiatan pemantauan ekosistem bumi khususnya kegiatan pemantauan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mencegah perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Kegiatan tersebut termasuk pemantauan kondisi terumbu karang di Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi; kondisi hutan bakau di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Dalam rangka penyelamatan lingkungan dari limbah radioaktif, telah diadakan upaya pengawasan langsung terhadap limbah radioaktif rumah sakit, fasilitas kesehatan dan industri, serta penyusunan data dasar pengawasan keselamatan radiasi. IX - 11 Dalam rangka pengendalian pencemaran limbah domestik dan perkotaan serta limbah pertanian dan perkebunan telah dilakukan upaya memperbaiki konsep Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Evaluasi Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, menyusun Pedoman Umum, Pedoman Pelaksanaan, Kriteria Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan di kawasan perkotaan; dan melakukan uji-coba sistem self-assesment untuk kota-kota Surabaya, Bukittinggi, Denpasar, Bogor, Balikpapan dan Samarinda terutama untuk Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam program Adipura. Selanjutnya, pengendalian pencemaran udara telah dilakukan peningkatan Program Langit Biru dari sumber bergerak (transportasi) dan tidak bergerak (industri). Pengurangan pencemaran timbal dari kendaraan bermotor terus diupayakan dan untuk wilayah DKI Jakarta pemasokan bensin tanpa timbal diberlakukan pada 1 Juli 2001 sedangkan untuk wilayah lainnya pada tahun 2003. Dalam upaya pengendalian pencemaran udara dari sumber tidak bergerak telah dilakukan pemantauan terhadap persyaratan teknis alat pengendalian pencemaran udara bagi industri, pengukuran mutu emisi cerobong industri dan pemantauan kualitas udara ambien di 10 kota besar. Selain itu juga memberi masukan teknis untuk rancangan baku mutu emisi untuk industri baru (minyak dan gas, pabrik pupuk fosfat, urea, amonium sulfat, asam fosfat serta majemuk-NPK), dan memberi masukan teknis untuk rancangan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Dalam kaitan dengan emisi gas rumah kaca, terdapat dokumen strategi Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Gas Rumah Kaca terhadap lingkungan di Indonesia dan saat ini sedang dilakukan studi strategi nasional Clean Development Mechanism (CDM) serta alternatif-alternatif penggunaan bahan bakar selain fosil. Khusus deposisi asam telah dilakukan persiapan Jaringan Kerjasama Pemantauan Deposisi Asam Asia Timur (EANET=East Asia Network on Acid Deposition Monitoring). Untuk mengganti bahan perusak lapisan ozon (BPO) telah dimanfaatkan dana hibah dari Multilateral Fund (MF), dan terus dilakukan pengawasan IX - 12 penggunaan CFC tanpa izin. Sebagai bagian dari penerapan pembangunan berkelanjutan, Agenda 21 sektoral untuk bidang pertambangan, energi, permukiman dan pariwisata di tingkat nasional telah diluncurkan dan pada saat ini dalam proses sosialisasi. Beberapa daerah telah memiliki Agenda 21 lokal dan pemerintah terus melakukan bimbingan teknis penyusunan Agenda 21 ini. Untuk mendukung upaya minimasi limbah telah dilakukan penggunaan prinsip-prinsip pencegahan melalui teknologi produksi bersih dan daur ulang. Penerapan produksi bersih telah dilakukan terutama untuk agroindustri melalui penyelenggaraan proyek percontohan di beberapa industri gula sebagai demo proyek, serta penyusunan buku panduan pelaksanaannya. Dalam rangka mendorong pemanfaatan limbah melalui daur ulang telah dilakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok masyarakat dalam kegiatan swakelola yang menerapkan prinsip 4R (reuse, recovery, reduce dan recycle). Dalam hal pengintegrasian biaya lingkungan terhadap biaya produksi telah dilakukan kegiatan sosialisasi internalisasi aspek lingkungan dalam perdagangan terutama mengantisipasi diberlakukannya AFTA tahun 2003, penggunaan pendekatan instrumen ekonomi, berupa retribusi, pajak atau denda bagi penghasil limbah yang didasarkan pada prinsip pencemar bayar (poluter pays principle). Selain itu, juga sedang dilakukan kajian penerapan mekanisme instrumen pasar untuk mendukung penggunaan produk hijau. 4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan, mengembangkan kelembagaan serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. IX - 13 Dalam aspek kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup tersebut, telah dilakukan pembentukan dan penguatan kelembagaan lingkungan daerah serta pengembangan mekanisme kelembagaan lingkungan hidup lintas sektoral. Hingga Agustus 2000 telah terbentuk 26 Bapedalda propinsi dan 163 Bapedalda kabupaten/kota. Kelembagaan Bapedalda propinsi telah diperkuat dengan laboratorium lingkungan yang telah diadakan di 26 propinsi. Selain itu telah dilakukan peningkatan kapasitas kelembagaan melalui pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia aparatur pemerintah pengelola lingkungan hidup. Penyusunan rancangan undang-undang (RUU) pengelolaan sumber daya alam berikut perangkat peraturannya, pada saat ini telah sampai pada tahap penyelesaian Naskah Akademis. Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyusunan RUU tersebut, sejak awal tahap inisiasi telah dikembangkan forum konsultasi publik baik secara nasional maupun lokal yang keseluruhannya akan diselesaikan dalam tahun 2001. Demikian pula dalam penyusunan rancangan RUU Pengelolaan Kawasan Pesisir, pada saat ini sedang dalam proses konsultasi publik, dan untuk putaran pertama telah dilakukan di Balikpapan, Manado, dan Jakarta. Disamping itu, untuk melengkapi peraturan yang lebih operasional terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, telah dikeluarkan Keputusan Meneg LH Nomor 40, 41, dan 42 Tahun 2000 sebagai pedoman pelaksanaan di lapangan. Selain itu, berkaitan dengan penebangan kayu ilegal maka telah diterbitkan Inpres Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Puting. Untuk melindungi kepunahan kayu ramin (gonystylus spp), telah dihentikan sementara kegiatan penebangan dan perdagangan kayu ramin, hal itu telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 127/Kpts-V/2001 tanggal 11 April 2001. Pedoman Umum Pengembangan Daerah Penyangga Taman Nasional yang dapat digunakan sebagai acuan bagi daerah untuk IX - 14 membangun masyarakat yang berada di daerah penyangga, juga telah selesai disusun. Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip keadilan dan penerapan disinsentif bagi penggunaan sumber daya hutan, telah dikembangkan tarif Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) Progresif untuk areal HPH dengan luas lebih dari 100 ribu Ha. Dalam rangka pelaksanaan program-program sukarela, seperti sistem manajemen dan kinerja lingkungan (ISO-14000 dan ekolabeling) bagi perusahaan industri dan jasa agar dapat bersaing di tingkat internasional, telah dilakukan penyusunan rancangan Pedoman Sertifikasi Ekolabel bagi lembaga sertifikasi, serta rancangan Pembentukan Komite Ekolabel Indonesia yang telah sampai pada tahap revisi di tingkat Badan Standardisasi Nasional. Dalam pengembangan system manajemen lingkungan telah dihimpun data dasar terhadap 71 perusahaan yang telah mendapat sertifikat ISO 14001, 12 lembaga sertifikasi ISO 14001 yang beroperasi di Indonesia, 30 personel auditor lingkungan baik yang bersertifikat maupun yang hanya mengikuti kursus terakreditasi. Disamping itu, telah dihimpun 116 SNI (Standar Nasional Indonesia) yang berkaitan dengan lingkungan hidup, yakni SNI Udara, pengujian kualitas air sumber dan limbah cair, kesehatan dan keselamatan kerja, kecelakaan, alat kebakaran, perlindungan diri dan sampah, sistem manajemen lingkungan dan audit. Berkaitan dengan penanganan kasus lingkungan hidup, pada saat ini telah dikelola dan diproses 500 pengaduan atau pelaporan kasus lingkungan dari masyarakat. Dari kasus-kasus tersebut telah ditindak-lanjuti sebanyak 80 persen diteruskan kepada daerah bersangkutan, dan sisanya ditangani oleh pusat. Di samping itu telah dilakukan penyusunan dan pembahasan berbagai pedoman penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan meliputi pembentukan lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan; pembentukan sekretariat lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan; pengangkatan dan pemberhentian arbiter dan mediator/pihak ketiga lainnya; serta IX - 15 pedoman tata cara permohonan pengaduan penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan. Sementara itu, untuk menekan kerugian negara yang disebabkan oleh pelanggaran kapal penangkap ikan asing yang berbendera Indonesia, maka telah dibentuk Tim Terpadu Penanggulangan Penyalahgunaan Perizinan Usaha Perikanan, yang keanggotaannya terdiri dari berbagai instansi. Selanjutnya, untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian kapal-kapal ikan juga telah direncanakan pengembangan Vessel Monitoring System/Monitoring Controlling and Surveillance (VMS/MCS). Dalam rangka kerjasama regional untuk pencegahan penangkapan ikan secara ilegal serta menegakkan ketaatan terhadap ketentuan pengelolaan perikanan serta sistem pelaporan, pada tanggal 1 Maret 2001, Indonesia telah ikut menyepakati International Plan of Action on Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing. 5. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Kegiatankegiatan yang telah dilakukan dalam pelaksanaan program ini pada tahun 2000 adalah: peningkatan jumlah dan kualitas anggota masyarakat yang peduli dan mampu terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungan; serta pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan lingkungan hidup melalui pendekatan keagamaan, adat, dan budaya. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal telah diselenggarakan dan difasilitasi berbagai pelatihan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan di kalangan masyarakat, seperti pelatihan pengendalian kerusakan hutan bakau bagi LSM dari 8 propinsi di Sumatera; serta pelatihan lingkungan hidup untuk para guru, mubaligh dan mubalighah di Riau dan Sulawesi. Disamping itu, juga telah disiapkan modul-modul pendidikan dan rencana pendidikan IX - 16 lingkungan hidup untuk 1.200 sekolah kejuruan negeri beserta kegiatan monitoring, evaluasi pelaksanaan, serta penyuluhan bagi guru-guru Sekolah Menengah Kejuruan. Sejalan dengan upaya peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam bidang kehutanan telah dikembangkan kredit usaha hutan rakyat (KUHR) kepada masyarakat. Sampai tahun 2000 jumlah dana kredit yang telah disalurkan dalam rangka pengembangan hutan rakyat pola kemitraan sebesar Rp 107,6 milyar untuk areal seluas 46,7 ribu Ha dengan jumlah petani peserta sebanyak 45 ribu orang. Disamping itu, di beberapa daerah penyangga taman nasional telah dikembangkan program-program pemberdayaan masyarakat agar mereka mempunyai alternatif pendapatan yang diselaraskan dengan kelestarian kawasan konservasi yang ada. Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kawasan konservasi, dilakukan kegiatan pengembangan bina cinta alam bagi para pemuda kader konservasi dengan tujuan agar mereka dapat menyampaikan pentingnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya kepada masyarakat. Pada tahun 2000 telah dilaksanakan pembentukan kader konservasi sebanyak 92 orang di Jawa Tengah dan Jawa Barat; kader konservasi tingkat pemula sebanyak 115 orang di Kepulauan Seribu dan Nusa Tenggara Barat; kader konservasi tingkat madya sebanyak 60 orang di Sulawesi Selatan; kader konservasi dan kelompok pecinta alam sebanyak 145 orang di Taman Nasional Ujung Kulon dan Nusa Tenggara Barat; pembinaan generasi muda Saka Wana Bakti sebanyak 40 orang di Sulawesi Selatan; pendidikan pembentukan kelompok Bina Wisata Alam di Pulau Datok sebanyak 30 orang di Taman Nasional Gunung PalungKalimantan Barat; pendidikan lingkungan bagi guru dan siswa SLTP dan SMU sebanyak 126 orang di Taman Nasional Gunung Palung-Kalimantan Barat. Dalam pengembangan pola kemitraan dengan lembaga masyarakat dilakukan perintisan pola kemitraan usaha kecil dan menengah untuk memanfaatkan bahan baku dan produk ramah lingkungan, pengembangan kewirausahaan masyarakat rentan IX - 17 melalui introduksi kegiatan usaha ramah lingkungan dan pemanfaatan limbah pertanian dan hasil hutan non kayu, serta perumusan bahan-bahan kebijakan untuk perlindungan dan pemberdayaan masyarakat rentan khususnya Komunitas Adat Terpencil (KAT). Untuk mempertahankan kearifan tradisional dalam melestarikan lingkungan telah dilakukan inventarisasi dan dokumentasi dalam wujud buku "Bunga Rampai Kearifan Lingkungan" dari berbagai kategori masyarakat yaitu pesisir, pedalaman dan pertanian menetap. Untuk meningkatkan peran perempuan dan kesetaraan gender, upaya yang dilakukan adalah penyebarluasan informasi peran, hak, dan kesempatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan kepada masyarakat lokal. C. Tindak Lanjut yang Diperlukan Untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang sumber daya alam yang telah ditetapkan dan sekaligus mengatasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi, maka strategi yang ditempuh diarahkan pada upaya: mengelola sumber daya alam, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui; menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan; mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap; memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal; serta memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu. Strategi tersebut dijabarkan kedalam langkah-langkah tindak lanjut berupa program-program pembangunan yang berisikan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun mendatang. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain ditujukan untuk mendukung upaya pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui: penyempurnaan data potensi IX - 18 sumber daya alam; pembentukan mekanisme jaringan informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di pusat dan daerah; pengembangan sistem informasi dan data monitoring kualitas lingkungan hidup yang sahih dan berkesinambungan; pengukuhan kawasan hutan dan penetapan kawasan-kawasan tertentu yang dilindungi. Kegiatan penyempurnaan data dan informasi tersebut dibutuhkan untuk mendukung upaya peningkatan efektivitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam. Untuk itu diperlukan: penyusunan rencana pengelolaan sumber daya hutan dan air berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas dan tata ruang; penyediaan insentif untuk daerah konservasi sumber daya alam dan penyusunan peraturan disinsentif dalam bentuk tarif dan user fee bagi penggunaan sumber daya alam yang tidak terkendali; penyusunan mekanisme pemeliharaan kawasan konservasi yang melibatkan masyarakat, pemerintah daerah dan swasta; pemulihan lingkungan hidup yang kritis akibat kerusakan ekosistem. Dalam rangka mendukung program pencegahan dan pengendalian kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup akan dilakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan; pengembangan teknologi pengelolaan limbah rumah tangga dan komunal; pengembangan dan sosialisasi teknologi produksi bersih; pengendalian pencemaran air, tanah, dan udara; pengawasan dan pengelolaan keselamatan radiasi dan limbah nuklir. Dalam bidang penataan kelembagaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, akan dilakukan langkah-langkah yang bertujuan untuk mendukung upaya: penetapan peraturan yang mengatur kewenangan dan tanggung jawab daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; penyusunan Undang-undang dan perangkat hukum di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; pembinaan terhadap industri yang menerapkan standar barang dan/atau jasa (ISO-14000, ekolabeling dan hutan lestari) agar dapat bersaing di pasar global; penegakan hukum yang tegas dan konsisten dalam kasus pelanggaran ketentuan AMDAL, eksploitasi IX - 19 sumber daya alam tanpa izin, dan perusakan sumber daya alam lainnya. Sementara itu, peningkatan peranan dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup harus terus ditingkatkan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan akan diarahkan kepada upaya: peningkatan dan pengakuan atas peran dan kepemilikan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; penyusunan pedoman mekanisme konsultasi publik dalam penetapan kebijakan dan peraturan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat lokal dalam pengawasan pengelolaan sumber daya alam dan pengendalian kualitas lingkungan hidup. IX - 20