jurnal pendidikan - Universitas Serambi Mekkah

advertisement
ISSN 1693-4849
JURNAL PENDIDIKAN
SERAMBI ILMU
(Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan)
VOLUME 17
NOMOR 2
MARET 2014

Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII IA 1 Pelajaran
Biologi Materi Metabolisme Sel dengan Menggunakan Percobaan Sach dan Percobaan Ingenhouzs
di MAN Model Banda Aceh
Hasni
(Hal 56- 61)

Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik Pada Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Bandar Baru
Marzuki
(Hal 62-66)

Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Sekolah Dalam Peningkatan Akreditasi Madrasah Aliyah
Negeri I Kota Langsa
Khairuddin
(Hal 67-78)

Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata dapat Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas XI IA2 Materi Sel Pelajaran Biologi pada SMA Negeri 6 Banda Aceh
Husna
(Hal 79-83)

Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Proklamasi
Kemerdekaan Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014
Hayaton
(Hal 84-91)

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi
Kolonialisme Barat Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014
Mardiana
(Hal 92-99)

Peningkatan Hasil Belajar Geografi Pada Persebaran Flora Dan Fauna Melalui Metode Penugasan
Yunaidah
(Hal 100-103)

Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Terhadap Komitmen Kerja Guru Pada SMA Negeri 5 Banda Aceh
Maria Lena
(Hal 104-110)

Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2012 / 2013
Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara
(Hal 111-116)
Diterbit Oleh
FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh
Jurnal
Pendidikan
Serambi Ilmu
Volume 17
Nomor 2
Hal
56-116
Banda Aceh
Maret
2014
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
56
PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA KELAS XII IA 1 PELAJARAN BIOLOGI MATERI METABOLISME SEL
DENGAN MENGGUNAKAN PERCOBAAN SACH DAN PERCOBAAN
INGENHOUZS DI MAN MODEL BANDA ACEH
Oleh
Hasni*
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran melalui metode eksperimen
dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XII IA 1 pada MAN Model Banda Aceh pada
materi metabolisme sel. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri
atas dua siklus. Subjek penelitian adalah kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh Tahun Ajaran
2012/2013 sebanyak 34 siswa. Analisis data menggunakan metode deskriptif komperatif, yaitu dengan
membandingkan nilai tes siswa, hasil observasi terhadap guru dan hasil wawancara dari kondisi awal
dengan hasil-hasil yang dicapai dari setiap siklus dan analis pada siklus I dan siklus II dengan
penerapan metode eksperimen. Pada akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan yaitu dari
siklus I 70 keatas sebanyak 28 siswa, nilai 70 kebawah 6 siswa yang tuntas hanyua 82,35%,
sedangkan yang tidak tuntas 17,64%. Pada siklus II nilai 70 keatas sebanyak 32 siswa dan 70 kebawah
sebanyak 2 siswa, jadi yang tuntas meningkat menjadi 94,11%, sedangkan yang tidak tuntas 5,88%.
Dengan demikian sebagian besar siswa kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh mengalami
peningkatan hasil belajar melalui metode eksperimen pada materi metabolisme sel khususnya sub
konsep fotosintesis.
Kata Kunci: Metode eksperimen, hasil belajar, penelitian tindakan kelas.
Permendiknas
No/41 tahun 2007
merupakan tuntutan Pemerintah kepada para
pendidik/guru agar melaksanakan kegiatan
pembelajaran sesuai Standar Proses dengan
menggunakan berbagai strategi, pendekatan
metoda dan model pembelajaran sehingga
mencapai hasil pembelajaran yang optimal
dalam
menghadapi
persaingan
diera
globalisasi yang penuh tantangan dan harapan.
Hasil belajar siswa kelas XII IA 1 secara
umum masih rendah terutama pelajaran
biologi pada MAN Model Banda Aceh. Hal
ini terbukti pada hasil belajar siswa kelas XII
IA 1 tahun pelajaran 2012/2013. Peneliti
sebagai guru pada kelas XII IA 1 yang jumlah
siswa 34 orang terdiri dari 22 orang siswa
perempuan 12 orang siswa laki-laki. Dari
sekian banyak siswa dikelas tersebut, hanya
10 orang (39%) saja sudah mencapai kriteria
ketuntasan minimal (KKM ) 70, sedangkan
yang lainnya harus diremidial. Salah satu
metode yang diterapkan dalam pembelajaran
materi metabolisme pada sub konsep
fotosintesis adalah metode eksperimen.
Penerapan metode eksperimen melalui
percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach
dalam pembelajaran fotosintesis diharapkan
dapat membantu peserta didik untuk lebih
memahami serta memperoleh gambaran yang
lebih konkrit tentang konsep fotoseintesis
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada konsep tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan
masalah pada penelitian ini sebagai berikut.
³(1) Apakah dengan penerapan metode
eksperimen dapat meningkatkan keaktifan
siswa pada pembelajaran materi metabolisme
sub konsep fotosintesis pada kelas XII IA 1
MAN Model Banda Aceh Tahun Ajaran
2012/2013, (2) Apakah kelebihan dan
kekurangan penerapan metode eksperimen, (3)
Manfaat apa saja dalam penerapan metode
eksperimen, (4) faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi hasil belajar siswa, (5) apakah
penerapan
metode
eksperimen
dapat
PHQLQJNDWNDQKDVLOEHODMDUVLVZD´
Tujuan penelitian ini adalah, (1) untuk
mengetahui bagaimana peningkatan hasil
belajar dari metode eksperimen pada materi
metabolisme sub konsep foto sintesis melalui
Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach,
(2) untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan metode eksperimen, (3) untuk
mengetahui manfaat penerapan metode
eksperimen, (4) untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa,
(5) untuk mengetahui hasil belajar siswa
setelah diterapkan metode eksperimen.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Beberapa pengertian
1). Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dalam hal ini meliputi
tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Aspek kognitif, kemampuan
kognitif
yang
meliputi
pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis sintesis dan
evaluasi. Aspek efektif, kemampuan efektif
meliputi penerimaan partisipasi, penilaian dan
penentuan sikap, organisasi dan pembentukan
pola hidup. Aspek psikomotorik, kemampuan
psikomotorik meliputi persepsi, kesiapan,
gerak terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompak, gerakan penyesuaian dan kreativitas.
(Hamalik, 2003: 160) Hasil belajar merupakan
bagian terpenting dalam pembelajaran, Nana
Sudjana (2009: 3) mendefinikan hasil belajar
siswa pada hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku sebagai hasil belajar dalam
pengertian yang lebih luas mencakup bidang
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati
dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan
hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindakan belajar dan tindak
mengajar.
2). Metode Eksperimen
Menurut Djamarah (2000), metode
eksperimen adalah metode pemberian
kesempatan kepada anak didik peroeangan
atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu
proses atau percobaan. Dengan metode ini
anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat
merencanakan
eksperimen,
melakukan
57
eksperimen,
menemukan
fakta,
mengumpulkan data, mengendalikan variable,
dan memecahkan masalah yang dihadapinya
secara nyata. Berikut ini beberapa kelebihan
Metode Eksperimen, diantaranya: metode ini
dapat membuat anak didik lebih percaya atas
kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya sendiri dari pada hanya
menerima kata guru atau buku, anak didik
dapat
mengembangkan
sikap
untuk
mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi)
tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang
dituntut dari seorang ilmuwan, dan dengan
metode ini akan terbina manusia yang dapat
membawa terobosan-terobosan baru dengan
penemuan sebagai hasil percobaannya yang
diharapkan
dapat
bermanfaat
bagi
kesejahteraan hidup manusia.
Metode
Eksperimen
yang
dapat
meningkatkan hasil belajar IPA, bagi guru
menggunakan metode ini bisa mengetahui
kekurangan dalam proses KBM dan siswa
dalam menggunakan metode Eksperimen
aktivitas belajarnya meningkat. Maka bagi
sekolah dapat memberikan masukan pada guru
tentang upaya peningkatan hasil belajar siswa
(Suwandi, 2012). Metode Eksperimen adalah
prosedur pembelajaran yang memungkinkan
siswa
melakukan
percobaan
untuk
membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau
hipotesis yang dipelajari (Anggraini, 2010).
Pengangkutan Zat
a. Ekstra fasikuler:
x Simplas (melalui protoplasma dengan
perantaraan plasmodestama)
x Apoplas
(lewat
rongga-rongga
intersekuler)
b. Intra fasikuler, menggunakan problem
dan xylem pengangkutan dari bawah ke
atas, dimungkinkan karena adanya: daya
isap daun, tekanan akar, kapilaritas,
transportasi yang menggunakan energi.
Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh
Hasni, Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Fotosintesis
Asimilasi C dengan menggunakan energi cahaya
Cahaya
CO2 + H2O
Kloropil
1.
2.
58
C6H12O6 + O2 + H2O
Cahaya H2O
NORURSLOH«DNWLIDVLNORURSLO
H 2O
H+ + OH«IRWROLVLVDLU
+NADP
OH + OH
NADPH2
H 2O + O 2
Reaksi terang
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Reaksi gelap
3. CO2 + RDP APG
«ILNVDVL&22
APG + NADPH2
ALPG + NADP
4. ALPG C6H12O8
amilum
«SROLPHULVDVLproduk sintesa
Pada kloroplas terjadi transformasi
energi, yaitu dari energi cahaya sebagai energi
kinetik berubah menjadi energi kimia sebagai
energi potensial, berupa ikatan senyawa
organik pada glukosa. Dengan bantuan enzimenzim, proses tersebut berlangsung cepat dan
efisien. Bila dalam suatu reaksi memerlukan
energi dalam bentuk panas reaksinya disebut
reaksi endergonik. Reaksi semacam itu
disebut disebut reaksi endoterm.
3). Metabolisme
Sel merupakan unit kehidupan yang
terkecil, oleh karena itu sel dapat menjalankan
aktivitas hidup, di antaranya metabolism.
Metabolisme adalah proses-proses kimia yang
terjadi di dalam tubuh makhluk hidup/sel.
Metabolism disebut juga reaksi enzimatis,
karena
metabolisme
terjadi
selalu
menggunakan katalisator enzim.
Pada metabolisme sel bahan dan energi
diperoleh dari lingkungan sel yang berupa
cairan. Cairan yang mengelilingi sel disebut
cairan ekstrasel. Cairan ini terdiri dari ion dan
gas berikut: 1) gas (terutama O2 dan CO2), 2)
ion anorganik (terutama NA+, Cl-, K, Ca++,
HCO3, PO4), 3) zat organic (makanan dan
vitamin), 4) hormone.
Mekanisme pertukaran zat dalam sel
dengan cairan eksternal melalui lima cara,
yaitu difusi, osmosis, transport aktif,
endositosis, dan eksositosis. Berdasarkan
prosesnya metabolisme dibagi menjadi 2,
yaitu: 1) anabolisme, 2) katabolisme. Tapi
yang kita bahas pada eksperimen ini hanya
materi anabolisme saja.
Anabolisme adalah proses pembentukan
molekul yang kompleks dengan menggunakan
energi tinggi. Yaitu menggabungkan molekulmolekul kecil menjadi makromolekul yang
lebih kompleks, memerlukan energi yang
disuplai dari hidrolisis ATP. Makhluk hidup
dapat mensintesa makanannya sendiri disebut
autotrof,
contohnya
tumbuhan
hijau.
Berdasarkan cara memperoleh energi, autotrof
dibagi menjadi fotoautotrof (cahaya menjadi
kimia, missal fotosintesis) dan kemoautotraf
(energi sebagai hasil oksidasi senyawa
anorganik). Asal energi dalam proses
metabolisme adalah energi matahari dan
energi kimia.
Tahap pertama dari sistem fotosintesis
adalah reaksi terang, yang sangat bergantung
kepada ketersediaan sinat matahari. Reaksi
terang merupakan penggerak bagi reaksi
pengikatan CO2 dari udara. Reaksi ini
melibatkan beberapa kompleks protein dari
membrane tilakoid yang terdiri dari sistem
cahaya (fotosistem I dan II), sistem pembawa
electron, dan komplek protein pembentuk
ATP (enzim ATP sintese). Reaksi terang
mengubah energi cahaya menjadi energi
kimia, juga menghasilkan oksigen dan
mengubah ADP dan NASP+ menjadi energi
Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
pembawa ATP dan NADPH. Reaksi terang
terjadi di tilakoid, yaitu struktur cakram yang
terbentuk dari pelipatan membrane dalam
kloroplas. Membran tilakoid menangkap
energi cahaya dan mengubahnya menjadi
energi kimia. Jika ada bertumpuk-tumpuk
tilakoid, maka disebut grana.
B. Penerapan metode eksperimen
Media
pembelajaran
dengan
menggunakan metode ekspimen digunakan
sebagai wahana mengajar oleh guru. Menurut
Nasution (2005: 94), penggunaan media ini
diharapkan dapat memberikan pengalaman
dan manfaat konkret dan motivasi belajar,
serta mempertinggi daya serap dan retensi
belajar peserta didik. Nasution (2005: 94) juga
mengatakan bahwa penggunaan media dalam
proses belajar mengajar, utamanya adalah
untuk menghindari verbalisme, yaitu apabila
peserta didik dapat menghafalkan kata-kata
tanpa memahami makna dari kata-kata
tersebut.
C. Faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa
Kemampuan guru, media yang digunakan
guru, serta kesiapan siswa dalam mengikuti
materi metabolisme khusus pada pembahasan
anabolisme dengan menggunakan percobaan
Sach dan Ingenhouz.
D. Penggunaan metode eksperimen dapat
meningkatkan hasil belajar siswa
Metode eksperimen merupakan suatu cara
yang
dapat
membantu
guru
untuk
membawa/mengantarkan
pesan.
Metode
eksperimen dimaksudkan untuk memberikan
pengalaman lebih konkret, memotivasi serta
mempertinggi daya serap dan daya ingat siswa
dalam belajar. Metode juga bisa membuat
proses pembelajaran menjadi lebih menarik.
Arief S. Sadiman, dkk (2006: 7) memberikan
pengertian bahwa media yang digunakan
dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang
dapat digunakan untuk mengantarkan pesan
dari pengirim (guru) ke penerima (siswa)
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat peserta didik. Sehubung
dengan proses pembelajaran, agar dapat
dimengerti oleh siswa biasanya menggunakan
alat atau media pembelajaran. Media
pembelajaran adalah benda yang digunakan
mempermudah tercapainya tujuan, seperti
59
gambar atau bagian, alat pandang pendengar,
kamus ensiklopedi dan alat rekam dengar dan
lain-lain (Pasandaran dan Fakihudin, 2007).
METODA PENELITIAN
A. Setting dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MAN
Model Banda Aceh di kelas XII IA 1 selama 3
bulan, mulai dari bulan September sampai
bulan November 2012.
B. Subjek penelitian dan sumber data
Berdasarkan judul penelitian yaitu
Penerapan Metode Eksperimen Dapat
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII
IA 1 Pada Pelajaran Biologi Materi
Metabolisme
Sel
Melalui
Percobaan
Ingenhouzs dan Percobaan Sach di MAN
Model Banda Aceh, dengan subjek penelitian
adalah siswa kelas XII IA 1 yang berjumlah
34 siswa yang terdiri dari 22 siswa perempuan
dan 12 siswa laki-laki. Sumber data yang
diperolah berasal dari siswa-siswi kelas XII
IA 1 MAN Model Banda Aceh, teman sejawat
lainnya yang juga ikut mengajar Biologi kelas
XII, dari pihak-pihak lain yang terkait dengan
pembelajaran tersebut.
C. Teknik dan alat pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yaitu: tes,
observasi, dan wawancara. Sedangkan alat
pengumpulan data yaitu instrument soal,
lembar observasi terhadap siswa, dan lembar
observasi terhadap guru.
D. Teknik analisis data dan Indikator
keberhasilan
Teknik analisis data yang digunakan
adalah Nilai tes (hasil belajar), proses
pembelajaran (observasi aktifitas siswa dan
PBM guru). Indikator keberhasilan yang
diharapkan dalam kegiatan penelitian ini
adalah: hasil penelitian ini diharapkan nilai
ketuntasan siswa berkisar 70% siswa
mencapai
ketuntasan
belajar,
terjadi
peningkatan aktivitas belajar siswa pada setiap
siklus. Terjadi peningkatan pelaksanaan
proses belajar mengajar yang diselenggarakan
oleh guru.
E. Prosedur penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan metode penelitian tindakan
Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh
Hasni, Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Setiap
siklua dilaksanakan 2 kali kegiatan
pembelajaran setiap KD, setiap kali
pembelajaran terdiri atas 2 Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran dan kompetisi
dasar terdiri atas 4 indikator. Siklus terdiri
atas: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,
dan refleksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi pembelajran sebelum dilakukan
tindakan dan sesudah dilakukan tindakan
dengan menggunakan metode eksperimen
melalui percobaan Ingenhouzs dan percobaan
Sach peningkatan hasil belajar siswa.
Tergambar dari antusiasme siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Melalui
percobaan Ingenhouzs dan Sach diperoleh
bahwa terjadi perubahan warna pada daun
yang ditetesi lugol menjadi biru kehitaman
yang mengindikasikan bahwa pada daun
tersebut telah terbentuk amilum.
A. Hasil siklus I
Dari analisis terhadap hasil belajar yang
dicapai oleh sisiwa diperoleh data bahwa nilai
rata-rata hasil belajar siswa kelas XII IA 1
yaitu 82,35% dan terdapat 28 siswa yang
nilainya telah mencapai KKM dengan kata
lain terdapat 28 siswa yang telah tuntas belajar
sedangkan 6 siswa lainnya memperoleh nilai
hasil belajar maish dibawah KKM.
B. Hasil siklus II
Hasil belajar siswa yang diperoleh pada
siklus I belum sesuai dengan harapan yang
diinginkan yaitu 100%. Hasil belajar siklus I
hanya 82,35% siswa tuntas dan sebanyak 28
orang siswa yang memperoleh nilai 70 sesuai
dengan nilai KKM. Mendapatkan hasil belajar
yang belum sesuai dengan harapan yang
diinginkan, maka dilanjutkan dengan siklus II
untuk memperbaiki dan menyempurnakan halhal atau aspek yang masih kurang maksimal
pada siklus I. setelah dilakukan siklus II,
ternyata terjadi peningkatan jumlah siswa
yang memperoleh nilai lebih 70 yaitu
sebanyak 32 orang dari jumlah total siswa 34
orang dengan persentase ketuntasan siswa
94,11%. Jumlah ini jelas menunjukkan bahwa
telah terjadi peningkatan yang cukup
signifikan dari siklus I ke siklus II dan hasil
tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan
60
yaitu ketuntasan hasil belajar siswa sebesar
100%.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa:
1. Penerapan metode eksperimen melalui
Percobaan Ingenhouzs dan percobaan
Sach dapat meningkatkan hasil belajar
siswa pada Materi Metabolisme Sel di
kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh.
2. Penerapan metode eksperimen melalui
Percobaan Ingenhouzs dan percobaan
Sach dapat meningkatkan aktivitas siswa
pada Materi Metabolisme Sel di kelas XII
IA 1 MAN Model Banda Aceh.
3. Penerapan metode eksperimen melalui
Percobaan Ingenhouzs dan percobaan
Sach
dapat
meningkatkan
proses
pembelajaran guru di dalam kelas pada
Materi Metabolisme di kelas XII IA 1
MAN Model Banda Aceh.
4. Penerapan metode eksperimen melalui
Percobaan Ingenhouzs dan percobaan
Sach dapat meningkatkan ketuntasan
belajar siswa pada Materi Metabolisme
Sel di kelas XII IA 1 MAN Model Banda
Aceh.
1. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan dan kondisi
selama dilakukannya penelitian, maka peneliti
dapat memberikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Kepada guru-guru IPA, khususnya
biologi yang sering menemukan kendala
dalam penyampaian materi kepada siswa
agar
dapat
merancang
proses
pembelajaran yang sesuai dengan materi
yang ingin disampaikan sehingga materi
tersebut dapat diterima dengan baik oleh
siswa. Terutama pada pemanfaatan media
pembelajaran yang merupakan salah satu
alat bantu dalam kegiatan proses belajar
mengajar.
2. Khusus untuk penyampaian Materi
Metabolisme Sel dapat dilakukan dengan
penerapan metode eksperimen melalui
Percobaan Ingenhouzs dan percobaan
Sach agar proses pembelajaran menjadi
lebih manarik dan menyenangkan bagi
siswa.
Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
3.
Bagi guru yang tertarik dengan penelitian
ini disarankan untuk menggunakan
metode
lainnya
sebagai
metode
pembelajaran pada Materi Metabolisme
Sel untuk variasi dalam dunia pendidikan
kita.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini. 2010. Penerapan Pembelajaran
Konstruktifi. Jakarta: Rineka Cipta.
Angkowo, R dan Kosasih, A. 2007.
Optimalisasi Media Pembelajaran
Mempengaruhi
Motivasi,
Hasil
Belajar dan Kepribadiaan. Jakarta:
Grasindo.
Depdikbud.
2004.
Materi
Pelatihan
Terintegrasi SAINS. Jakarta.
Dimyati & Mudjiono. 2006. Pengembangan
Metode Pembelajaran Aktid di
Sekolah
Menengah.
Bandung:
Armico.
Djamarah, S. B. 2000. Guru dan Anak Didik
dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta.
Fenomena A. Newsletter. 2009. Pentingnya
Alat Peraga dalam Pembelajaran
Sains/IPA.http//www.ppiptek.ristek.
go.id/fenomena-edisi-001/juniagustus.pdf.
61
Nasution, S. 2005. Didaktik Azas-Azas
Mengajar. Jakarta: BumiAksara.
Oemar, Hamalik. 2003. Metode Mengajar dan
Kesulitan-Kesulitan
Belajar.
Bandung: Tarsito.
Passandaran, J. Djoko S. dan Fakihudin. 2007.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia Terpadu. Makalah.
Raharjo, R, dkk. 2004. Media Pendidikan.
Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sadiman, Arief, dkk. 2006. Media Pendidikan
(Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya). Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Sanjaya, W. 2008. Perencanaandan Desain
Sistem
Pembelajaran.
Jakarta:
Persada Media Grup.
Sudibyo, Elok. 2003. Beberapa Teori yang
Melandasi Pengembangan Modelmodel Pengajaran. Jakarta: Dit PLP
Ditjen Diksasmen Depdiknas.
Suwandi.
2012.
Penggunaan
Metode
Eksperimen Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPA
Tentang
Penerapan Konsep Energi Gerak
pada Siswa Kelas III SD Negeri
Sentul. Salatiga: Universitas Kristen
Satya Lencana.
Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Gramedia Widiasarana.
.
Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
62
PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEKOLAH MELALUI MANAJEMEN
STRATEGIK PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 BANDAR BARU
Oleh
Marzuki*
Abstract
This study aims to determine the mechanism, consideration, implementation, and
dissemination of the principal decision-making through strategic management at Bandar Baru SMPN
1. This research used descriptive method with qualitative approach, data collection techniques were
interviews, observation and documentation study. Subjects were principals, vice-principals, and
teachers. The results showed that: (1) The mechanism of decision-making is done by identifying
activities problems, formulate goals, determine alternatives, determine solutions, and decisionmaking, (2) consideration in decision-making is done by consensus paths between teachers and
employees, (3) Implementation of decision-making implemented through legalization, operational
plans, and communication, and action, monitoring, review and evaluation, and (4) socialization of
decisions implemented through an open explanation to the vice principal and carried out according to
plan.
Keywords : strategic management, and decision making
Manajemen strategik dipahami sebagai model
pengelolaan pendidikan modern yang harus
diterapkan oleh setiap satuan pendidikan
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pandangan
Sagala (2006:102) bahwa “Manajemen
strategik merupakan pengelolaan pendidikan
yang berorientasi pada quality assurance
(jaminan kepada pelanggan), baik internal
maupun
eksternal
dalam
pengelolaan
pendidikan
yang
berorientasi
pada
peningkatan mutu”.
Sehingga jelaslah bahwa manajemen
strategik haruslah direncanakan oleh setiap
satuan pendidikan dengan menganalisis
potensi kekuatan dan kekurangan suatu
lembaga secara internal serta menganalisis
aspek lingkungan eksternal pendidikan.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pengambilan Keputusan
Bagi seorang pimpinan pengambilan
keputusan merupakan salah satu fungsi yang
tidak dapat dihindari, sebab tanpa keputusan
dan kebijakan fungsi kepemimpinan tidak
dapat dilaksanakan dan fungsi manajemen
tidak dapat berjalan untuk mewujudkan tujuan
organisasi.
Simon
(Dermawan,
2006:15)
mengemukakan bahwa “Keputusan adalah
manifestasi kewenangan pimpinan yang
sangat diharapkan oleh bawahan, sebab tanpa
pengambilan keputusan, seluruh kegiatan
bawahan menjadi tidak pasti”. Dengan
demikian, jelaslah bahwa ketidakpastian
terhadap
sebuah
keputusan
dapat
mengakibatkan lemahnya fungsi pimpinan
terhadap stabilitas organisasi. Kelabilan ini
merupakan titik awal kehancuran suatu
organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa
keputusan dari seorang pimpinan menuntut
dipenuhinya persyaratan profesional yang
harus dimiliki. Upaya membangun keefektifan
manajerial terletak pada pembekalan dimensi
keterampilan
teknis
dan
keterampilan
konseptual.
Deskripsi tersebut menjelaskan bahwa
keterampilan seorang manajer dalam sebuah
organisasi pendidikan sangatlah dibutuhkan
terutama memiliki kemampuan dalam
memahami perilaku organisasi pendidikan
dengan berbagai karakteristik karyawan dan
budaya organisasi. Terry (Lubis, 2006:5)
bahwa “Pengambilan keputusan adalah
pemilihan
dua
alternatif
untuk dicari keputusan yang lebih baik”.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat
dipahami bahwa pembuatan dan pengambilan
Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
keputusan merupakan kegiatan yang meliputi
rumusan masalah, penambahan alternatif
keputusan yang akan diambil, dan pemilihan
alternatif keputusan yang akan melahirkan
sebuah keputusan yang dapat diterima oleh
semua komponen dalam suatu organisasi
pendidikan.
METODA PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penggunaan metode dan
pendekatan tersebut mengingat bahwa tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mendiskripsikan dan menganalisis tentang
pengambilan keputusan melalui konsep
manajemen strategik pada SMP Negeri 1
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya, dengan
melibatkan partisipasi kepala sekolah maupun
guru sebagai sumber informasi sebagai
kegiatan pengumpulan data.
Deskripsi tersebut sesuai dengan
pernyataan Sukardi (2005:157) bahwa
“Metode penelitian deskriptif merupakan
metode
penelitian
yang
berusaha
menggambarkan obyek atau subyek yang
diteliti sesuai dengan apa adanya dengan
tujuan menggambarkan secara sistematis fakta
dan karakteristik subyek yang diteliti secara
cepat”.
Dari
deskripsi
tersebut
dapatlah
dipahami bahwa pendekatan kualitatif adalah
suatu pertanyaan mengenai hakikat gejala atau
pertanyaan
mengenai
apa
itu
atau
mendiskripsikan tentang apa itu, sehingga
diperoleh informasi keadaan gejala yang
sedang berlangsung sebagai pemecahan
masalah yang ada, masalah yang hangat dan
aktual, dalam bentuk kata atau kalimat
sehingga memberikan makna.
Subjek dalam penelitian ini adalah
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guruguru, dan pihak- pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan di persekolahan.
Moleong (2005:65) mengemukakan bahwa
subjek penelitian pada penelitian kualitatif
adalah sampel bertujuan artinya menjaring
informasi dari berbagai macam sumber dan
bentuknya
sehingga
dapat
dirinci
kekkhususannya yang ada dalam konteks yang
unik.
Dalam menemukan data yang benar
tentang pengambilan keputusan sekolah
63
melalui manajemen strategik pada SMPN 1
Bandar Baru Pidie Jaya, peneliti mengunakan
teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara
dan
studi
dokumentasi.
Selanjutnya untuk menganilisis data yang
telah dikumpulkan sejak awal penelitian
sampai akhir penelitian dengan teknik reduksi
data, penyajian data dan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1). Mekanisme Pengambilan Keputusan
Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar
Baru
Hasil penelitian membuktikan bahwa
mekanisme pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh kepala sekolah di SMPN 1
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya melalui
kegiatan identifikasi awal terhadap unit
permasalahan,
merumuskan
tujuan
penyelesaian masalah, identifikasi berbagai
alternatif
solusi,
menentukan
kriteria
pemilihan alternatif solusi, dan menentukan
pilihan alternatif solusi sehingga menjadi
kumpulan keputusan atau kebijakan.
Selanjutnya
hasil
penelitian
membuktikan
bahwa
bahwa
upaya
pengambilan keputusan di SMPN 1 Bandar
Baru
dilakukan
dengan
mengundang
kehadiran para dewan guru dalam satu
pertemuan khusus selanjutnya memaparkan
suatu permasalahan terkait dengan keputusan
yang akan diambil. Selanjutnya mekanisme
pengambilan keputusan kepala sekolah di
SMPN 1 Bandar Baru mengedepankan pada
musyawarah dewan guru. Maka untuk
mengkaji setiap keputusan yang sudah
disepakati, dilakukanlah sebuah pertemuan
khusus dewan guru untuk mengambil
alternatif solusi setiap pemecahan masalah.
2). Pertimbangan Kepala Sekolah dalam
Pengambilan Keputusan pada SMPN 1
Bandar Baru
Hasil penelitian membuktikan bahwa
merealisasi sebuah keputusan yang baik
sangat dipengaruhi oleh unsur lainnya yang
menjadi perhatian penting sekaligus menjadi
pertimbangan
bagi
kepala
sekolah.
Pertimbangan
tersebut
dapat
berupa
keterbatasan waktu, kondisi cuaca, kondisi
geografis sekolah, dan jumlah partisipan.
Kondisi seperti ini seringkali muncul dan
Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala
Marzuki, Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik
sangat tidak diharapkan terjadi sehingga
prosesi pengambilan keputusan sekolah
sedikit mengalami polimik.
Meskipun demikian, eksistensi peran dan
fungsi kepala sekolah dapat mengimbangi
persoalan
tersebut
menjadi
sebuah
pertimbangan dan kebijaksanaan dalam
kegiatan pengambilan keputusan sekolah.
Sehingga keputusan yang diambil dapat
diterima secara baik dan bijaksana bagi
seluruh komponen pendidikan dan warga
sekolah.
3). Implementasi Pengambilan Keputusan
Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar
Baru
Hasil penelitian memuktikan bahwa
bahwa implementasi pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh kepala sekolah SMPN 1
Bandar Baru adalah melalui legalisasi
keputusan, rancangan operasional, sosialisasi
dan komunikasi, aksi dan tindakan,
pengawasan, review dan evaluasi. Di samping
itu, sumber daya merupakan kunci suksesnya
pelaksanaan program kegiatan di sekolah yang
terdiri dari personil yang profesional,
memiliki wawasan yang luas dan memiliki
komitmen yang tinggi terhadap moral atau
etika.
4). Sosialisasi Keputusan Kepala Sekolah
Terhadap
Kelangsungan
Program
Pendidikan pada SMPN 1 Bandar Baru
Hasil penelitian juga membuktikan
bahwa sosialisasi keputusan sekolah terhadap
kelangsungan program pendidikan di SMPN 1
Bandar Baru diterapkan melalui penjelasan
secara terbuka dengan masing-masing wakil
kepala sekolah selanjutnya disampaikan
kepada seluruh komponen tenaga pendidikan
dan kependidikan untuk dapat dilaksanakan
sesuai rencana dan melibatkan seluruh
komponen pendidikan dan kepala sekolah
selalu bekerja sama dewan guru dalam
membangun komunikasi yang baik sehingga
terjaga interaksi sosial yang sangat tinggi.
B. PEMBAHASAN
1). Mekanisme Pengambilan Keputusan
Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar
Baru
Hasil penelitian membuktikan bahwa
mekanisme pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh kepala sekolah di SMPN 1
64
Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya melalui
kegiatan identifikasi awal terhadap unit
permasalahan,
merumuskan
tujuan
penyelesaian masalah, identifikasi berbagai
alternatif
solusi,
menentukan
kriteria
pemilihan alternatif solusi, dan menentukan
pilihan alternatif solusi sehingga menjadi
kumpulan keputusan atau kebijakan.
Selanjutnya
hasil
penelitian
membuktikan
bahwa
bahwa
upaya
pengambilan keputusan di SMPN 1 Bandar
Baru
dilakukan
dengan
mengundang
kehadiran para dewan guru dalam satu
pertemuan khusus selanjutnya memaparkan
suatu permasalahan terkait dengan keputusan
yang akan diambil.
Selanjutnya mekanisme pengambilan
keputusan kepala sekolah di SMPN 1 Bandar
Baru mengedepankan pada musyawarah
dewan guru. Maka untuk mengkaji setiap
keputusan
yang
sudah
disepakati,
dilakukanlah sebuah pertemuan khusus dewan
guru untuk mengambil alternatif solusi setiap
pemecahan masalah. Deskripsi tersebut sesuai
dengan tinjauan Atmosodirdjo (2007:14),
bahwa pengambilan keputusan merupakan
salah satu hal terpenting dalam manajemen
strategik. Karena pengambilan keputusan
tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan.
Selain itu, dalam tataran proses pengambilan
keputusan terdiri dari dua tahapan yaitu: “(a)
Identifikasi masalah, (b) perumusan tujuan, (c)
identifikasi alternatif solusi, (d) penentuan
kriteria pemilihan alternatif solusi, dan (e)
penentuan
pilihan
alternatif
solusi
(keputusan).
Dari deskripsi tersebut jelaslah bahwa
mekanisme perumusan keputusan hendaknya
meliputi komponen-komponen identifikasi
masalah, merumuskan tujuan, merumuskan
alternatif
solusi,
menentukan
kriteria
pemilihan alternatif solusi, dan penentuan
pilihan alternatif pemecahan masalah.
Dengan demikian dapatlah dipahami
bahwa mekanisme pengambilan keputusan di
sekolah dapat diwujudkan dengan mengenal
indikator-indikator dari suatu permasalahan
sehingga alternatif solusi permasalahan
dengan sendriinya harus relevan dengan inti
permasalahan yang dihadapi.
Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
2). Pertimbangan Kepala Sekolah dalam
Pengambilan Keputusan pada SMPN 1
Bandar Baru
Hasil penelitian membuktikan bahwa
merealisasi sebuah keputusan yang baik
sangat dipengaruhi oleh unsur lainnya yang
menjadi perhatian penting sekaligus menjadi
pertimbangan
bagi
kepala
sekolah.
Pertimbangan
tersebut
dapat
berupa
keterbatasan waktu, kondisi cuaca, kondisi
geografis sekolah, dan jumlah partisipan.
Kondisi seperti ini seringkali muncul dan
sangat tidak diharapkan terjadi sehingga
prosesi pengambilan keputusan sekolah
sedikit mengalami polimik.
Terkait dengan deskripsi tersebut,
pertimbangan
kepala
sekolah
dalam
pengambilan
keputusan
juga
sangat
dipengaruhi oleh perilaku pengambilan
keputusan
berkaitan
dengan
perilaku
organisasi. Meskipun teori pengambilan
keputusan klasik berjalan dalam asumsi
rasionalitas dan kepastian, tetapi tidak begitu
halnya dengan teori keputusan perilaku.
Dari deskripsi tersebut, terkadang risiko
dan ketidakpastian dari suatu keputusan dan
kebijakan menyebabkan proses pengambilan
keputusan organisasi diragukan karena
ketidakpastian dan ambiguitas dari sejumlah
model pengambilan keputusan yang sudah
diterapkan selama bertahun-tahun.
3). Implementasi Pengambilan Keputusan
Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar
Baru
Hasil penelitian memuktikan bahwa
bahwa implementasi pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh kepala sekolah SMPN 1
Bandar Baru adalah melalui legalisasi
keputusan, rancangan operasional, sosialisasi
dan komunikasi, aksi dan tindakan,
pengawasan, review dan evaluasi. Di samping
itu, sumber daya merupakan kunci suksesnya
pelaksanaan program kegiatan di sekolah yang
terdiri dari personil yang profesional,
memiliki wawasan yang luas dan memiliki
komitmen yang tinggi terhadap moral atau
etika. Hal ini sesuai dengan Nawawi
(2005:148-149),
bahwa
“Proses
atau
rangkaian kegiatan pengambilan keputusan
yang bersifat mendasar dan menyeluruh
disertai dengan penetapan cara pelaksanaan
yang dibuat oleh manajemen puncak
dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di
65
dalam
suatu
organiasasi,
untuk
mencapai tujuannya”.
Dari tinjauan deskripsi di atas jelaslah
bahwa
dalam
tahap
implementasi
pengambilan keputusan di sekolah mencakup
langkah menggerakkan, melakukan evaluasi
yang strategis, dan mengontrol atau
pengawasan yang strategis.
4). Sosialisasi Keputusan Kepala Sekolah
Terhadap
Kelangsungan
Program
Pendidikan pada SMPN 1 Bandar Baru
Hasil penelitian juga membuktikan
bahwa sosialisasi keputusan sekolah terhadap
kelangsungan program pendidikan di SMPN 1
Bandar Baru diterapkan melalui penjelasan
secara terbuka dengan masing-masing wakil
kepala sekolah selanjutnya disampaikan
kepada seluruh komponen tenaga pendidikan
dan kependidikan untuk dapat dilaksanakan
sesuai rencana dan melibatkan seluruh
komponen pendidikan dan kepala sekolah
selalu bekerja sama dewan guru dalam
membangun komunikasi yang baik sehingga
terjaga interaksi sosial yang sangat tinggi.
Oleh karena itu, keterampilan kepala
sekolah sebagai manajer dalam kegiatan
sosialisasi pengambilan keputusan merupakan
tuntutan kompetensi yang harus dimiliki dan
tuntutan kualitas manajemen yang mendorong
untuk pengembangan program organisasi dan
manajemen. Dengan demikian, Usman
(2006:267),
mengemukakan
bahwa
keterampilan yang dibutuhkan manajer dalam
kegiatan pengambilan keputusan adalah: “(a)
Keterampilan kognitif, (b) keterampilan
menghimpun dan mengolah data, (c)
keterampilan komunikasi, (d) keterampilan
mempengaruhi,
dan
(e)
keterampilan
managerial”.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kepala
sekolah mengembangkan keunggulan sekolah
yang dimulai dari perencanaan sampai
evaluasi agar sekolah dapat mewujudkan
keunggulan
sekolah
sehingga
dapat
beradaptasi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi sesuai dengan
kebutuhan pengembangan mutu sumber daya
manusia.
Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala
66
Marzuki, Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil temuan penelitian, ada
beberapa hal yang dapat penulis simpulkan,
yaitu:
1. Mekanisme
pengambilan
keputusan
kepala sekolah pada SMPN 1 Bandar
Baru
dilakukan
melalui
kegiatan
identifikasi awal, merumuskan tujuan,
alternatif solusi, menentukan kriteria
pemilihan solusi, dan menentukan solusi
sehingga menjadi keputusan. Adapun
dalam tataran proses, pengambilan
keputusan dilakukan dengan mengundang
kehadiran
guru-guru
selanjutnya
memaparkan permasalahan terkait dengan
keputusan yang akan diambil.
2. Pertimbangan kepala sekolah dalam
pengambilan keputusan antara lain
mencakup keterbatasan waktu, kondisi
cuaca, kondisi geografis sekolah, dan
jumlah partisipan.
3. Implementasi pengambilan keputusan
kepala sekolah dilaksanakan melalui
legalisasi
keputusan,
rancangan
operasional, sosialisasi dan komunikasi,
tindakan, pengawasan, review, dan
evaluasi.
4. Sosialisasi keputusan kepala sekolah
terhadap
kelangsungan
program
pendidikan dijelaskan secara terbuka
dengan wakil kepala sekolah selanjutnya
disampaikan kepada seluruh komponen
tenaga
pendidikan
dan
tenaga
kependidikan untuk dapat dilaksanakan
sesuai rencana.
1. Saran-saran
Adapun saran-saran yang diajukan
adalah sebagai berikut:
1. Kepala sekolah, agar dapat meningkatkan
pemahaman tentang konsep manajemen
strategis dalam pengelolaan programprogram pendidikan di sekolah
2. Wakil kepala sekolah hendaknya lebih
pro-aktif dalam mewujudkan keputusan
denganformat keputusan yang mudah
dipahami.
3. Para guru hendaknya dapat mengikuti
semua prosedur dan ketentuan yang sudah
ditetapkan oleh pengelola sekolah.
4. Karyawan sekolah seharusnya dapat
meningkatkan pemahaman dan wawasan
dalam menterjemahkan berbagai rumusan
keputusan
sekolah.
yang
dibuat
oleh
kepala
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Komang, dkk. (2008). Perilaku
Keorganisasian, Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Atmosudirdjo, Prajudi. (2007), Pengambilan
Keputusan, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Dermawan, Rizky. (2006). Pengambilan
Keputusan, Bandung: Alfabeta.
Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Murniati, AR. (2008), Manajemen Strategik:
Peran
Kepala
Sekolah
dalam
Pemberdayaan,
Bandung:
Cipta
Pustaka.
Murniati, AR.. Usman Nasir (2009),
Implementasi Manajemen Stratejik
dalam
Pemberdayaan
Sekolah
Kejuruan, Bandung: Cipta Pustaka.
Nawawi,
Hadari.
(2005),
Strategik, Yogyakarta:
Gadjah Mada Pers.
Manajemen
Universitas
Robbins, Stephen, (2005). Teori Organisasi:
Struktur, Desain, dan Aplikasi. (Terj.
Yusuf Udaya). Jakarta: Arcan.
Sagala, Syaiful. (2007), Manajemen Strategis
dalam Peningkatan Mutu Pendidikan,
Bandung: Alfabeta.
Salusu, J. (2005), Pengambilan Keputusan
Strategik Untuk Organisasi Publik dan
Organisasi Non Profit, Jakarta:
Grasindo.
Sukardi, (2005), Metodologi Penelitian
Pendidikan:
Kompetensi
dan
Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Husaini. (2006), Manajemen Teori,
Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah
Kuala
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
67
PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN
AKREDITASI MADRASAH ALIYAH NEGERI I KOTA LANGSA
Oleh
Khairuddin*
Abstrak
Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang sangat penting di sekolah,
karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran di
sekolah.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) perencanaan, 2) pengadaan, 3) inventarisasi, 4)
pemeliharaan dan 5) penghapusan sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi MAN 1 Kota
Langsa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek
penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua MGMP, komite sekolah, pengawas dan
guru. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Perencanaan dilakukan oleh kepala sekolah bersama personel
sekolah menyusun daftar kebutuhan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah
dan modal atau potensi yang telah ada. Kepala sekolah membentuk panitia khusus yang berhubungan
dengan bangunan, mengatur kunjungan sekolah-sekolah yang digunakan sebagai model, dan
mempelajari gambar bangunan sekolah dan perlengkapannya baik yang diproyeksikan maupun
gambar biasa. 2) Pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan kebutuhan yang sudah ditentukan.
Sekolah menyiapkan proposal sebelum melakukan pengadaan. Dalam proposal pengadaan
dicantumkan secara jelas tentang jenis barang yang diminta, jumlah satuannya, merek beserta dengan
tipenya, dan taksiran harganya. 3) Inventarisasi dengan cara menyediakan buku inventaris, buku
pembelian, buku penghapusan, dan kartu barang. Barang inventaris diberikan lambang nama
berbentuk angka yang tersusun menurut pola tertentu. Barang inventaris sekolah
dipertanggungjawabkan dengan membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang ditujukan
kepada Kantor Kementrian Agama setempat. 4) Pemeliharaan dengan cara menunjuk beberapa
personel sekolah untuk pemeliharaan sarana dan prasarana secara rutin dan insidental. Apabila terjadi
kerusakan akan dilaporkan kepada kepala sekolah dan menentukan perbaikan berupa mengusulkan
dan menggantikannya kepada atasan berwenang. Sumber dana pemeliharaan adalah dari pemerintah,
donatur, komite sekolah. 5) Penghapusan dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti:
apabila sarana sudah dalam keadaan tua atau rusak berat, menelan biaya yang besar apabila diperbaiki,
tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan apabila dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat
bencana alam. Proses penghapusan tersebut biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu di musnahkan
atau di lelang kepada guru dan karyawan sekolah.
Kata Kunci: Pengelolaan Sarana dan Prasarana dan Akreditasi Sekolah.
Pendidikan adalah suatu proses
pemberian bantuan bagi manusia peserta didik
untuk mengembangkan daya berpikir, merasa
dan
bertingkahlaku
sehingga
mereka
berkemampuan melaksanakan tugas, fungsi,
dan perannya dalam kehidupan. Hal ini sesuai
dengan yang tercantum dalam Bab I pasal 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional bahwa ”Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan
yang
diperlukan
dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara”.
Salah
faktor
yang
mendukung
keberhasilan program pendidikan dalam
proses pembelajaran yaitu sarana dan
prasarana. Sarana dan prasarana pendidikan
adalah salah satu sumber daya yang menjadi
tolak ukur mutu sekolah dan perlu
peningkatan terus menerus seiring dengan
perkembangan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi yang cukup canggih. Sarana dan
prasarana sangat penting diperhatikan untuk
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
menunjang keterampilan siswa agar siap
bersaing terhadap pesatnya teknologi.
Pengelolaan sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah pada dasarnya
merupakan salah satu bidang kajian
manajemen
sekolah
atau
manajemen
pendidikan dan sekaligus menjadi tugas pokok
manajer sekolah atau kepala sekolah. Harun
(2009:85)
mengemukakan
bahwa
“Manajemen sarana dan prasarana adalah
keseluruhan proses yang terdiri dari
perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, dan
pengawasan sarana dan prasarana pendidikan
yang
digunakan
untuk
mendukung
terselenggaranya proses belajar mengajar, agar
tujuan pendidikan dapat dicapai secara
maksimal”. Sarana dan prasarana pendidikan
juga menjadi salah satu tolak ukur dari mutu
sekolah. Tetapi fakta di lapangan banyak
ditemukan sarana dan prasarana yang kurang
dioptimalkan dan dikelola dengan baik. untuk
itu diperlukan pemahaman dan pengaplikasian
manajemen sarana dan prasarana.
Kepala sekolah yang menduduki
jabatan
dalam
mengambil
kebijakan
seharusnya mampu meningkatkan berbagai
komponen yang dapat membangun kinerja,
data dan mutu dari tenaga pendidik dan
kependidikan. Proses penjaminan mutu
lembaga pendidikan dapat mengidentifikasi
bidang-bidang pencapaian dan prioritas untuk
perbaikan,
menyediakan
data
untuk
pembuatan keputusan bersama dan membantu
membangun
budaya
perbaikan
yang
berkelanjutan sesuai tujuan akreditasi sekolah.
Peran dan kemampuan kepala sekolah
yang dapat memberikan pelayanan baik dalam
penataan sarana dan prasarana maupun
pemberdayaan
warga
sekolah.
Usaha
peningkatan akreditasi sekolah mengharuskan
kepala sekolah memiliki acuan atau rencana
strategi sekolah, sehingga lembaga pendidikan
dapat melayani kebutuhan masyarakat
terhadap pendidikan. Pendidikan
yang
bermutu menunjukkan bahwa pendidikan
telah menjadi salah satu pranata kehidupan
sosial yang kuat dan berwibawa, serta
memiliki peranan yang sangat penting dan
strategis dalam pembangunan peradaban
bangsa, budaya dan agama.
Pelaksanaan Akreditasi pada Satuan
Pendidikan secara langsung akan membawa
sekolah/madrasah melakukan pembenahan
pada berbagai aspek. Seorang Kepala sekolah
68
harus memiliki pandangan luas tentang
sekolahnya dan apa yang menjadi tujuan
pendidikan nasional. Upaya pemenuhan
standar nasional pendidikan melalui evaluasi
diri akan menuntut kepala sekolah/madrasah
dan guru untuk menumbuh kembangkan sikap
kepedulian, semangat bekerja, disiplin, dan
hubungan yang harmonis diantara sesama
warga sekolah/madrasah.
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1
Langsa adalah salah satu sekolah/madrasah
yang berada di Kecamatan Langsa Timur Kota
Langsa. Pada tahun 2007, MAN 1 Langsa
memperoleh nilai akreditasi peringkat A
(sangat baik). Hasil pengamatan penulis,
kondisi MAN 1 Langsa yang kondusif untuk
belajar, serta kepedulian para stakeholder pada
madrasah telah menunjukkan peningkatan
mutu pendidikan, yaitu menjadikan madrasah
tersebut sebagai madrasah rintisan manajemen
berbasis sekolah dan madrasah unggulan
dalam lingkungan Kementerian Agama kota
Langsa.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul “Pengelolaan Sarana dan
Prasarana Sekolah dalam Peningkatan
Akreditasi Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota
Langsa”.
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Manajemen Pendidikan
Manajemen adalah suatu proses atau
kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan
atau pengarahan suatu kelompok orang-orang
ke arah tujuan-tujuan organisasional atau
maksud-maksud yang nyata. Menurut
Murniati AR (2008:71) “Manajemen adalah
kegiatan mengatur berbagai sumber daya, baik
manusia maupun material, dalam rangka
melakukan berbagai kegiatan suatu organisasi
untuk mencapai tujuan secara optimal. Karena
itu, manajemen merupakan tugas pimpinan
dalam menggerakkan berbagai sumber yang
ada kearah sasaran yang ingin dicapai”.
Manajemen
atau
pengelolaan
merupakan komponen integral dan tidak dapat
dipisahkan dari proses pendidikan secara
keseluruhan. Sebagaimana Sagala (2009:54)
mengemukakan
bahwa
“Manajemen
pendidikan adalah mencakup semua kegiatan
yang dijalankan oleh institusi pendidikan,
khususnya suatu pendidikan pada berbagai
Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah
tingkatan dan fungsi tugasnya dalam rangka
mencapai tujuan”. Jika manajemen pendidikan
sudah tertata dengan baik dan membumi,
niscaya tidak akan lagi terdengar tentang
pelayanan sekolah yang buruk, minimnya
profesionalisme tenaga pengajar, saranaprasarana tidak memadai, pungutan liar,
hingga kekerasan dalam pendidikan.
Substansi
proses
manajemen
pendidikan yang harus dilakukan adalah
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
atau pembinaan. Menurut Mulyati (2010:93)
bahwa “proses manajemen secara umum
mengikuti langkah-langkah merencanakan,
mengorganisasikan,
memimpin
dan
mengendalikan”.
Sedangkan
substansi
tugasnya adalah murid, guru, atau orang tua,
kurikulum, atau sumber belajar dan fasilitas.
Agar kegiatan penyelenggaraan pendidikan di
sekolah dapat terlaksana secara efektif, maka
setiap pimpinan harus mampu melakukan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap sumberdaya pendidikan, sumber
belajar, fasilitas dan dana.
B. Manajemen Sarana dan Prasarana
Manajemen sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah pada dasarnya
merupakan salah satu bidang kajian
manajemen
sekolah
atau
manajemen
pendidikan dan sekaligus menjadi tugas pokok
manajer sekolah atau kepala sekolah. Sarana
dan prasarana pendidikan juga menjadi salah
satu tolok ukur dari mutu sekolah. Tetapi fakta
di lapangan banyak ditemukan sarana dan
prasarana yang tidak dioptimalkan dan
dikelola dengan baik untuk itu diperlukan
pemahaman dan pengaplikasian manajemen
sarana dan prasarana pendidikan berbasis
sekolah.
Dalam rangka mengatur substansi
fasilitas atau sarana di sekolah di gunakan
suatu pendekatan administratif tertentu yang
disebut juga manajemen sarana pendidikan.
Sarana
pendidikan
merupakan
sarana
penunjang bagi proses belajar mengajar.
Sedangkan prasarana pendidikan merupakan
berbagai macam perlengkapan dan peralatan
yang secara tidak langsung menunjang
terhadap kelancaran kegiatan pendidikan
khsususnya berkaitan dengan kelancaran
kegiatan pembelajaran di sekolah. Manajemen
sarana dan prasarana merupakan proses
kerjasama pendayagunaan semua sarana dan
69
prasarana pendidikan secara efektif dan
efisien. Sebagaimana Harun (2009:85)
mengemukakan bahwa “Manajemen sarana
dan prasarana adalah keseluruhan proses yang
terdiri
dari
perencanaan,
pengadaan,
pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan
prasarana pendidikan yang digunakan untuk
mendukung terselenggaranya proses belajar
mengajar, agar tujuan pendidikan dapat
dicapai secara maksimal”. Bagi pengambil
kebijakan di sekolah, pemahaman tentang
sarana dan prasarana akan membantu
memperluas wawasan tentang bagaimana
dapat
berperan
dalam
merencanakan,
menggunakan dan mengevaluasi sarana dan
prasarana yang ada sehingga dapat
dimanfaatkan dengan optimal guna mencapai
tujuan pendidikan.
C. Prinsip Pengelolaan Sarana dan
Prasarana Pendidikan
Supaya
tujuan-tujuan
manajemen
perlengkapan bisa tercapai ada beberapa
prinsip yang perlu di perhatikan dalam
mengelola perlengkapan di sekolah, prinsipprinsip dalam mengelola sarana dan prasarana
sekolah menurut Bafadal (2008:5) yaitu: “1)
Prinsip pencapaian tujuan, 2) Prinsip efisiensi,
3) Prinsip administratif, 4) Prinsip kejelasan
tanggung jawab dan 5) Prinsip kekohesifan”.
Perlengkapan yang digunakan harus
benar-benar tepat guna, maka baik jenis,
bentuk, serta warna hendaknya benar-benar
disesuaikan
dengan
kebutuhan
dan
kepentingan kegiatan anak didik/siswa.
Penggunaan atau pemakaian sarana dan
prasarana pendidikan disekolah merupakan
tanggungjawab kepala sekolah pada setiap
jenjang pendidikan. Untuk kelancaran
kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang
mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana
atau petugas yang berhubungan dengan
penanganan saran dan prasarana sekolah
diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal
tersebut.
D. Standar Sarana dan Prasarana
Pendidikan
Penetapan standar kompetensi dan
standar mutu pendidikan nasional merupakan
jaminan bagi laju pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan produktivitas nasional. Adanya
standar atau hasil yang harus dicapai, juga
dapat meningkatkan komponen input dan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
proses pembelajaran yang dilaksanakan akan
lebih efektif sehingga hasilnya lebih optimal
karena pembelajaran lebih terfokus.
Sarana pendidikan adalah semua
perangkat peralatan, bahan dan perabot yang
secara langsung digunakan dalam proses
pendidikan di sekolah, seperti: ruang, buku,
perpustakaan, labolatarium dan sebagainya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas
disebutkan bahwa
1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan
sumber belajar lainnya, bahan habis
pakai, serta perlengkapan lain yang
diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran
yang
teratur
dan
berkelanjutan.
2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan,
ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolah raga, tempat beribadah, tempat
bermain,
tempat
bekreasi,
dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya
memiliki prasarana meliputi ruang kelas,
ruang perpustakaan, ruang laboratorium
biologi, ruang laboratorium fisika, ruang
laboratorium kimia, ruang laboratorium
komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang
pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha,
tempat beribadah, ruang konseling, ruang
UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban,
gudang, ruang sirkulasi, dan tempat
bermain/berolahraga.
Sarana dan prasarana pendidikan
adalah semua benda yang bergerak atau tidak
bergerak
yang
diperlukan
untuk
menyelenggarakan proses belajar mengajar
baik secara langsung maupun tidak langsung
dan benda-benda yang habis pakai ataupun
tidak habis pakai. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 ayat (8)
mengemukakan bahwa “Standar sarana dan
70
prasarana adalah Standar Nasional Pendidikan
yang berkaitan kriteria minimal tentang ruang
belajar, tempat olah raga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,
tempat bermain, tempat berekreasi dan
berkreasi, serta sumber belajar lain yang
diperlukan
untuk
menunjang
proses
pembelajaran termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi”.
Proses belajar mengajar pada setiap
jenjang dan jenis pendidikan memerlukan dan
dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Untuk
mencapai efektivitas dan efisiensi proses
belajar mengajar diperlukan pengelolaan atau
manajemen sarana dan prasarana yang baik di
sekolah.
E. Akreditasi Sekolah
Akreditasi
dilakukan
agar
penyelenggaraan pendidikan pada semua
lingkup mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan. Akreditasi sekolah adalah
kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara
sistematis dan komprehensif melalui kegiatan
evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi)
untuk menentuksn kelayakan dan kinerja
sekolah. Akreditasi sekolah/madrasah menurut
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah
(2009:5) adalah “proses penilaian secara
komprehensif terhadap kelayakan satuan atau
program
pendidikan,
yang
hasilnya
diwujudkan
dalam
bentuk
sertifikat
pengakuan dan peringkat kelayakan yang
dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri
dan profesional”.
Salah satu program pemerintah yang
sedang
dilaksanakan
sekarang
adalah meningkatkan mutu pendidikan secara
nasional. Salah satu yang harus dilakukan
dalam meningkatkan mutu adalah dengan cara
tersedia fasilitas yang memadai. Menurut
Engkoswara (2010:225) bahwa “Fasilitas
pendidikan merupakan faktor yang penting
dalam penyelenggaraan pendidikan yang
berfungsi
memberikan
kemudahankemudahan baik bagi siswa, guru maupun
bagi tenaga kependidikan lainnya yang berupa
gedung atau ruangan kelas, perumahan guru,
penjaga sekolah, dan gedung laboratorium”.
Proses akreditasi dilakukan secara
berkala dan terbuka dengan tujuan untuk
membantu dan memberdayakan program dan
satuan
pendidikan
agar
mampu
mengembangkan
sumberdayanya
dalam
Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah
harus berpedoman kepada norma-norma yang
sesuai dengan tujuan dan fungsi akreditasi.
Badan Akreditasi Nasional sekolah/madrasah
(2009:53-56) menetapkan bahwa normanorma pelaksanaan akreditasi adalah “1)
kejujuran, independensi, profesionalisme, 3)
keadilan, 4) keadilan, 5) kesejajaran, 6)
keterbukaan, 7) akuntabilitas, 8) bertanggung
jawab, 9) bebas intimidasi, 10) menjaga
kerahasiaan, dan 11) keunggulan mutu”.
Akreditasi sekolah merupakan kerja
yang tidak ringan, yang harus ditanggung oleh
segenap warga sekolah. Akreditasi sekolah
bukan pekerjaan satu atau beberapa orang.
Sehingga, semua pihak harus berpartisipasi
secara aktif bahkan proaktif. Satu saja pihak
tidak mau terlibat, maka rusaklah seluruh
kerja berat semua warga sekolah. Ibaratnya,
karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Untuk itu sangat dibutuhkan kemampuan
berkomunikasi,
bekerja
sama,
dan
berkoordinasi.
Kepala sekolah sangat berperan dalam
meningkatkan akreditasi sekolah. Hasil
akreditasi diharapkan dapat menjadi bahan
informasi untuk pemetaan indikator kelayakan
sekolah, kinerja warga dan kepala sekolah
selama periode kepemimpinannya. Disamping
itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala
sekolah sebagai bahan masukan untuk
penyusunan
program
serta
anggaran
pendapatan dan belanja sekolah. Akreditasi
merupakan
alat
regulasi
diri
agar
sekolah/madrasah mengenal kekuatan dan
kelemahan serta melakukan upaya yang terus
menerus untuk meningkatkan kekuatan dan
memperbaiki kelemahannya.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk
menghasilkan gambaran yang berkenaan
dengan pengelolaan sarana dan prasarana
dalam peningkatan akreditasi Madrasah
Aliyah Negeri 1 Kota Langsa. Menurut
Usman dan Purnomo (2009:78) bahwa
“Metode kualitatif berusaha memahami dan
menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi
tingkah laku manusia dalam situasi tertentu
menurut perspektif peneliti sendiri”. Penelitian
kualitatif didasarkan pada upaya membangun
71
pandangan mereka yang diteliti secara rinci,
dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik
dan rumit.
Subjek dalam penelitian ini adalah
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua
MGMP, komite sekolah, pengawas dan guru.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah
pedoman wawancara, pedoman observasi dan
pedoman dokumentasi.
Teknik pengumpulan data yang
dilakukan
adalah
dengan
observasi,
wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis
setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam
bentuk laporan lapangan. Langkah-langkah
dalam menganalisis data adalah reduksi data,
display data, dan pengambilan keputusan dan
verifikasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan dalam penelitian ini
memberikan penjelasan sesuai dengan hasil
penelitian dan dapat didukung oleh pendapat
ahli yang jelas maka, pembahasan dapat
penulis paparkan sebagai berikut:
A. Perencanaan sarana dan prasarana
dalam peningkatan akreditasi pada
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa
Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota
Langsa bersama personel sekolah menyusun
daftar kebutuhan sarana dan prasarana sekolah
sesuai dengan kebutuhan sekolah dan modal
atau potensi yang telah ada. Kemudian
mempersiapkan perkiraan tahunan untuk
diusahakan penyediaannya. Dalam bidang
prasarana, kepala sekolah membentuk panitia
untuk mempelajari kebutuhan-kebutuhan
khusus yang berhubungan dengan bangunan,
mengatur kunjungan sekolah-sekolah yang
digunakan sebagai model, dan mempelajari
gambar
bangunan
sekolah
dan
perlengkapannya baik yang diproyeksikan
maupun gambar biasa. Perencanaan yang
dilakukan berupa rehabilitasi bangunan,
keindahan ruang belajar, halaman dan
lapangan olahraga.
Penentuan sarana pendidikan sekolah
juga harus mempertimbangkan, siapa-siapa
saja yang memfasilitasi atau membiayai
pengadaan sarana tersebut. Pihak sekolah bisa
mengajukan permohonan pengadaan sarana
pendidikan kepada istansi atasan seperti
kepada pemerintah melalui Kementerian
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
Agama provinsi, kabupaten/kota, bisa juga
kepada pihak komite sekolah mengajukan
RAPBM (Rencana Anggaran Penerimaan dan
Belanja Madrasah) pada awal tahun pelajaran
atau mungkin sumbangan dari masyarakat.
Apabila
pengajuan
pengadaan
sarana
pendidikan tersebut hanya sebagian yang
disetujui, maka harus menentukan sekala
prioritas atau sarana yang paling penting dan
mendesak diperlukan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Untuk memudahkan mengetahui
sarana yang paling penting dan mendesak
dalam keperluan pendidikan, maka pada daftar
pengadaan sarana harus diurut dari nomor
terkecil untuk sarana/fasiltas yang paling
penting atau mendesak kemudian diikuti
sarana yang lain sesuai dengan tingkat
kepentingan.
Perencanaan sarana dan prasarana
pendidikan pada hakikatnya memberikan
dampak perubahan terhadap akreditas sekolah
sehingga dapat membangun kinerja personel
sekolah
untuk
meningkatkan
kualitas
pendidikan. Kinerja pemimpin pendidikan
dalam hal ini kepala sekolah sangat
menentukan
peningkatan hasil akreditasi
sekolah. Menurut Harun (2009:86) dalam
perencanaan sarana dan prasarana pendidikan
di sekolah didasarkan atas beberapa tujuan,
yaitu “(a) perencanaan kebutuhan sarana dan
prasarana karena berkembangnya kebutuhan
sekolah, (b) perencanaan untuk penggantian
barang-barang yang rusak, dihapuskan atau
hilang, dan (c) perencanaan sarana dan
prasarana untuk persediaan barang”.
Program pendidikan yang berorientasi
pada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja akan
berbeda dengan program pendidikan yang
berorientasi pada pemerataan kesempatan
belajar, dalam hal sarana dan prasarananya,
karena itu dalam perencanaan kebutuhan
tersebut tersebut perlu dikaji sstem internal
pendidikan dan aspek eksternalnya seperti
masalah demographi, ekonomi kebijakankebijakan yang ada. Prinsip prinsip umum
dalam perencanaan seperti komprehensif,
obyektif, fleksibel dan interdisiplin perlu
diperhatikan. Menurut Usman (2009:649)
bahwa program pengelolaan sarana dan
prasarana mengacu kepada standar sarana dan
prasarana, antara lain:
1. Merencanakan,
memenuhi
dan
mendayagunakan sarana dan prasarana
pendidikan.
2.
3.
4.
5.
72
Mengevaluasi
dan
melakukan
pemeliharaan sarana dan prasarana agar
tetap berfungsi mendukung proses
pendidikan
Melengkapi fasilitas pembelajaran pada
setiap tingkat kelas di sekolah/madrasah
Menyusun skala prioritas pengembangan
fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan
pendidikan dan kurikulum masin-masing
tingkat
Pemeliharaan semua fasilitas fisik dan
peralatan
dengan
memperhatikan
kesehatan dan keamanan lingkungan.
Perencanaan perlengkapan pendidikan
merupakan upaya memikirkan perlengkapan
yang di perlukan di masa yang akan datang
dan
bagaimana
pengadaannya
secara
sistematis, rinci, dan teliti berdasarkan
informasi dan realistis tentang kondisi
sekolah. Sarana dan prasarana yang berupa
gedung, sangat bagus kalau dibuat maketnya,
agar
dapat
diproyeksikan
arah
pengembangannya. Arah pengembangan
tersebut, tentu sejalan dengan proyeksi
kebutuhan di masa yang akan datang.
B. Pengadaan sarana dan prasarana dalam
peningkatan akreditasi pada Madrasah
Aliyah Negeri 1 Kota Langsa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengadaan sarana dan prasarana pada MAN 1
Kota
Langsa
dilakukan
berdasarkan
perencanaan
kebutuhan
yang
sudah
ditentukan. Sekolah menyiapkan proposal
sebelum melakukan pengadaan. Pada proposal
pengadaan dicantumkan secara jelas tentang
jenis barang yang diminta, jumlah satuannya,
merek beserta dengan tipenya, dan taksiran
harganya. Proses pengadaan sarana dan
prasarana sekolah dengan cara membeli secara
langsung ke toko-toko sarana dan prasarana
yang kini banyak beredar.
Pengadaan adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menyediakan semua jenis
sarana dan prasarana pendidikan persekolahan
yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut
Soetjipto
(2010:171)
bahwa
“pengadaan
adalah
kegiatan
untuk
menghadirkan
sarana
dan
prasarana
pendidikan
dalam
rangka
menunjang
pelaksanaan tugas-tugas sekolah”. Dalam
konteks persekolahan, pengadaan merupakan
Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah
segala kegiatan yang dilakukan dengan cara
menyediakan semua keperluan barang atau
jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan
maksud
untuk
menunjang
kegiatan
pembelajaran agar berjalan secara efektif dan
efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Pengadaan sarana dan
prasarana
merupakan fungsi operasional pertama dalam
manajemen sarana dan prasarana pendidikan
persekolahan. Fungsi ini pada hakikatnya
merupakan serangkaian kegiatan untuk
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan
persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik
berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah,
waktu maupun tempat, dengan harga dan
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.
Salah satu aktivitas dalam manajemen sarana
prasarana pendidikan adalah pengadaan sarana
prasarana
pendidikan.
Pengadaan
perlengkapan pendidikan biasanya dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan
perkembangan pendidikan di suatu sekolah
menggantikan barang-barang yang rusak,
hilang, dihapuskan, atau sebab-sebab lain
yang dapat di pertanggung jawabkan sehingga
memerlukan pergantian, dan untuk menjaga
tingkat persediaan barang setiap tahun dan
anggaran mendatang.
Ada beberapa alternatif cara dalam
pengadaan sarana dan prasarana pendidikan
persekolahan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Harun (2009:87) bahwa pengadaan sarana dan
prasarana dilaksanakan dengan cara “(a)
pembelian, (b) buatan sendiri, (c) penerimaan
hibah atau bantuan, (d) penyewaan, (e)
peminjaman, dan (f) pendaurulangan”.
Supaya
tujuan-tujuan
manajemen
perlengkapan bisa tercapai ada beberapa
prinsip yang perlu di perhatikan dalam
mengelola perlengkapan di sekolah, prinsipprinsip dalam mengelola sarana dan prasarana
sekolah menurut Bafadal (2008:5) yaitu: “1)
Prinsip pencapaian tujuan, 2) Prinsip efisiensi,
3) Prinsip administratif, 4) Prinsip kejelasan
tanggung jawab dan 5) Prinsip kekohesifan”.
Sebuah fasilitas yang ada harus
dilakukan sebuah perbaikan untuk menjaga
kualitasnya. Perbaikan merupakan cara
pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan
dengan jalan memperbaiki sarana dan
prasarana yang telah mengalami kerusakan,
baik dengan perbaikan satu unit sarana dan
prasarana maupun dengan jalan penukaran
instrumen yang baik di antara instrumen
73
sarana dan prasarana yang rusak sehingga
instrumen-instrumen yang baik tersebut dapat
disatukan dalam satu unit atau beberapa unit,
dan pada akhirnya satu atau beberapa unit
sarana dan prasarana tersebut dapat
dioperasikan atau difungsikan.
C. Inventarisasi sarana dan prasarana
dalam peningkatan akreditasi pada
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa Inventarisasi sarana dan
prasarana pada MAN 1 Kota Langsa
dilakukan dengan cara menyediakan buku
inventaris,
buku
pembelian,
buku
penghapusan, dan kartu barang. Pada barang
inventaris diberikan lambang nama atau jenis
barang berbentuk angka bilangan yang
tersusun menurut pola tertentu. Barang-barang
inventaris sekolah dipertanggungjawabkan
dengan jalan membuat laporan penggunaan
barang-barang tersebut yang ditujukan kepada
instansi atasan, biasanya Kementerian Agama
setempat.
Salah satu aktivitas dalam pengelolaan
perlengkapan pendidikan di sekolah adalah
mencatat semua perlengkapan yang dimiliki
oleh sekolah. Lazimnya, kegiatan pencatatan
semua perlengkapan itu disebut dengan istilah
inventarisasi
perlengkapan
pendidikan.
Kegiatan tersebut merupakan suatu proses
yang
berkelanjutan.
Secara
definitif,
inventarisasi
adalah
pencatatan
dan
penyusunan daftar barang milik negara secara
sistematis,
tertib,
teratur
berdasarkan
ketentuan-ketentuan atau pedoman yang
berlaku. Inventarisasi sarana dan prasarana
pendidikan adalah kegiatan pencatatan semua
sarana prasarana dan merupakan suatu proses
berkelanjutan, barang milik negara.
Inventarisasi
merupakan
aktivitas
dalam mengelola sarana dan prasarana
pendidikan. Kegiatan inventarisasi atau
pencatatan sarana dan prasarana ini
merupakan proses yang berkelanjutan. Dengan
melakukan inventarisasi terhadap sarana dan
prasarana pendidikan, dapat diketahui jumlah,
jenis barang, kualitas, tahun pembuatan,
merek, ukuran harga dan sebagainya. Menurut
Soetjipto (2010:171) “inventarisasi adalah
kegiatan
melaksanakan
pengurusan
penyelenggaraan, pengaturan, dan pencatatan
barang-barang yang menjadi milik sekolah
menengah yang bersangkutan dalam semua
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
daftar
inventaris
barang”.
Kegiatan
inventarisasi, meliputi: pencatatan sarana dan
prasarana sekolah, pembuatan kode khusus
untuk perlengkapan yang tergolong barang
inventaris,
dan
semua
perlengkapan
pendidikan di sekolah yang tergolong barang
inventaris harus dilaporkan. Untuk keperluan
pengurusan dan pencatatan ini disediakan
instrumen
administrasi
berupa:
buku
inventaris,
buku
pembelian,
buku
penghapusan, dan kartu barang.
Setiap
sekolah
wajib
menyelenggarakan inventarisasi barang milik
negara yang dikuasai/diurus oleh sekolah
masing-masing secara teratur, tertib dan
lengkap. Kepala sekolah melakukan dan
bertanggung jawab atas terlaksananya
inventarisasi fisik dan pengisian daftar
inventaris barang milik negara yang ada di
sekolahnya.
Melalui
inventarisasi
perlengkapan pendidikan diharapkan dapat
terciptanya administrasi barang, penghematan
keuangan, dan mempermudah pemeliharaan
dan pengawasan.
Maksud dan tujuan mengadakan
penggolongan barang ialah agar terdapat cara
yang cukup mudah dan efisien untuk mencatat
dan sekaligus untuk mencari dan menentukan
kembali barang tertentu, baik secara fisik
maupun melalui daftar catatan ataupun di
dalam ingatan orang. untuk keperluan
pengurusan
dan
pencatatan.
Menurut
Hasbullah (2006:120) perlu menyediakan
instrumen administrasi berupa “(1) buku
inventaris, (2) buku pembelian, (3) buku
penghapusan, dan (4) kartu barang”.
Pencatatan dan pemberian bentuk lambang,
sandi atau kode yang dipergunakan sebagai
pengganti nama atau uraian bagi tiap
golongan, kelompok dan atau jenis barang
haruslah bersifat membantu/memudahkan
penglihatan dan ingatan orang dalam
mendapatkan kembali barang yang diinginkan.
D. Pemeliharaan sarana dan prasarana
dalam peningkatkan akreditasi pada
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa
Kepala MAN 1 Kota Langsa menunjuk
beberapa personel sekolah untuk pemeliharaan
sarana dan prasarana secara rutin dan
insidental. Apabila terjadi kerusakan sarana
dan prasarana sekolah akan dilaporkan kepada
kepala sekolah dan menentukan sikap
perbaikan berupa pengusulan perbaikan atau
74
penggantian sarana dan prasarana tersebut
kepada atasan berwenang. Sumber dana
pemeliharaan adalah dari pemerintah, donatur,
komite sekolah dan BP3.
Proses manajemen sarana dan prasarana
didalamnya mencangkup aspek penggunaan
suatu barang atau benda yang dimilki harus
jelas kegunaannya sehingga barang atau benda
tersebut dapat dimanfaatkan dengan efektif.
Penggunaan atau pemakaian sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah merupakan
tanggungjawab kepala sekolah pada setiap
jenjang pendidikan. Untuk kelancaran
kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang
mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana
atau petugas yang berhubungan dengan
penanganan sarana dan prasarana sekolah
diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal
tersebut. Menurut Suryosubroto (2010:116)
bahwa “penggunaaan barang habis pakai harus
secara maksimal dan dipertanggungjawabkan
pada tiap triwulan sekali, sedangkan barang
tetap dipertanggungjawabkan satu tahun
sekali”.
Pemeliharaan sarana dan prasarana
sekolah merupakan aktivitas yang harus
dijalankan untuk menjaga atau memelihara
dan memanfaatkan sarana dan prasarana
sekolah
demi
keberhasilan
proses
pembelajaran di sekolah serta agar
perlengkapan yang dibutuhkan oleh personel
sekolah dalam kondisi siap pakai. Kondisi siap
pakai ini akan sangat membantu terhadap
kelancaran
proses
pembelajaran
yang
dilaksanakan di sekolah. Oleh karena itu,
semua perlengkapan yang ada di sekolah
membutuhkan perawatan, pemeliharaan, dan
pengawasan agar dapat diperdayakan dengan
sebaik mungkin. Pemeliharaan sarana dan
prasarana
pendidikan
menurut
Harun
(2009:87) adalah “suatu pekerjaan penjagaan
atau pencegahan kerusakan sarana dan
prasarana sehingga barang tersebut kondisinya
baik dan siap dipakai pada saat dibutuhkan”.
Pemeliharaan
sarana
dan
prasarana sangat
penting
dalam dunia
pendidikan karena sebagai alat penggerak
suatu pendidikan. Sarana dan prasarana
pendidikan dapat berguna untuk menunjang
penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik
secara langsung maupun tidak langsung dalam
suatu lembaga dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah
Pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan di sekolah jika ditinjau dari sifat
maupun waktunya terdapat beberapa macam.
Ditinjau dari sifatnya, yaitu: pemeliharaan
yang bersifat pengecekan, pencegahan,
perbaikan ringan dan perbaikan berat. Ditinjau
dari
waktu
pemeliharaannya,
yaitu:
pemeliharaan sehari-hari (membersihkan
ruang
dan
perlengkapannya),
dan
pemeliharaan berkala seperti pengecetan
dinding, pemeriksaan bangku, genteng, dan
perabotan lainnya.
E. Penghapusan sarana dan prasarana
dalam peningkatan akreditasi pada
Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa
Penghapusan sarana dan prasarana pada
MAN 1 Kota Langsa dilakukan dengan cara
apabila memenuhi syarat-syarat tertentu,
seperti: apabila sarana sudah dalam keadaan
tua atau rusak berat, menelan biaya yang besar
apabila diperbaiki, tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan masa kini dan apabila dicuri,
terbakar, musnah sebagai akibat bencana
alam. Proses penghapusan tersebut biasanya
dilakukan dengan dua cara yaitu di
musnahkan atau di lelang kepada guru dan
karyawan sekolah.
Penghapusan sarana dan prasarana
merupakan kegiatan pembebasan sarana dan
prasarana dari pertanggungjawaban yang
berlaku
dengan
alasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut Harun
(2009:88) bahwa “Penghapusan sarana dan
prasarana pendidikan adalah
kegiatan
meniadakan
barang-barang
milik
negara/daerah dari daftar inventaris”. Secara
lebih operasional penghapusan sarana dan
prasarana adalah proses kegiatan yang
bertujuan untuk mengeluarkan/menghilangkan
sarana dan prasarana dari daftar inventaris,
kerena sarana dan prasarana tersebut sudah
dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang
diharapkan terutama untuk kepentingan
pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Penghapusan sebagai salah satu fungsi
manajemen sarana dan prasarana pendidikan
persekolahan
harus
mempertimbangkan
alasan-alasan
normatif tertentu
dalam
pelaksanaannya.
Kepala sekolah memiliki kewenangan
untuk melakukan penghapusan terhadap
perlengkapan sekolah. Namun perlengkapan
yang akan dihapus harus memenuhi
75
persyaratan-persyaratan
penghapusan.
Demikian pula prosedurnya harus mengikuti
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan
untuk dapat menyingkirkan atau menghapus
sarana dan prasarana. Beberapa alasan
tersebut yang dapat dipertimbangkan untuk
menghapus sesuatu sarana dan prasarana
menurut
Khamid
(http://kikoryu05.
blogspot.com/2010/04/manajemen-saranadan-prasarana.html)
harus
memenuhi
sekurang-kurangnya salah satu syarat di
bawah ini.
1. Dalam keadaan sudah tua atau rusak berat
sehingga tidak dapat diperbaiki atau
dipergunakan lagi.
2. Perbaikan akan menelan biaya yang besar
sehingga merupakan pemborosan.
3. Secara teknis dan ekonomis kegunaannya
tidak seimbang dengan besarnya biaya
pemeliharaan.
4. Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa
kini.
5. Penyusutan di luar kekuasaan pengurus
barang (misalnya barang kimia).
6. Barang yang berlebih jika disimpan lebih
lama akan bertambah rusak dan tak
terpakai lagi.
7. Dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat
bencana alam.
Penghapusan sarana dan prasarana
harus memenuhi salah satu syarat tersebut di
atas. Prinsip yang harus diperhatikan adalah
penghapusan barang tidak boleh menghambat
kelancaran tugas sehari-hari, dan perlu
dipikirkan penggantinya. Dalam pelaksanaan
penghapusan barang-barang inventaris harus
berdasarkan landasan hukum.
Kepala sekolah beserta stafnya
hendaknya mengelompokkan dan mendata
barang-barang yang akan dihapus, kemudian
mengajukan usulan penghapusan beserta
lampiran jenis barang yang akan dihapus ke
Kementerian Agama. Setelah SK dari kantor
pusat tentang penghapusan barang sesuai
berita acara yang ada. Penghapusan barang ini
dapat dilakukan dengan cara pemusnahan atau
pelelangan. Tujuan penghapusan sarana dan
prasarana sekolah adalah mencegah atau
membatasi kerugian yang lebih besar,
mencegah terjadinya pemborosan biaya,
membebaskan lembaga dari tanggung jawab
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
pengamanan,
inventarisasi.
meringankan
beban
4.
SIMPULAN DAN SARAN
Adapun simpulan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan sarana dan prasarana
dilakukan oleh kepala sekolah bersama
personel sekolah menyusun daftar
kebutuhan sarana dan prasarana sekolah
sesuai dengan kebutuhan sekolah dan
modal atau potensi yang telah ada. Sarana
direncanakan berdasarkan kebutuhan,
bukan berdasarkan standar dalam
pelaksanaan
akreditasi.
Kemudian
mempersiapkan perkiraan tahunan untuk
diusahakan penyediaannya. Dalam bidang
prasarana, kepala sekolah membentuk
panitia untuk mempelajari kebutuhankebutuhan khusus yang berhubungan
dengan bangunan, mengatur kunjungan
sekolah-sekolah yang digunakan sebagai
model,
dan
mempelajari
gambar
bangunan sekolahdan perlengkapannya
baik yang diproyeksikan maupun gambar
biasa. Perencanaan yang dilakukan
berupa rehabilitasi bangunan, keindahan
ruang belajar, halaman dan lapangan
olahraga.
2. Pengadaan sarana dan prasarana
dilakukan
berdasarkan
perencanaan
kebutuhan yang sudah ditentukan.
Sekolah menyiapkan proposal sebelum
melakukan pengadaan. Pada proposal
pengadaan dicantumkan secara jelas
tentang jenis barang yang diminta, jumlah
satuannya, merek beserta dengan tipenya,
dan taksiran harganya. Proses pengadaan
sarana dan prasarana sekolah dengan cara
pembelian, ada yang membeli secara
langsung ke toko-toko sarana dan
prasarana yang kini banyak beredar.
3. Inventarisasi dilakukan dengan cara
menyediakan buku inventaris, buku
pembelian, buku penghapusan, dan kartu
barang. Pada barang inventaris diberikan
lambang nama atau jenis barang
berbentuk angka bilangan yang tersusun
menurut pola tertentu. Barang-barang
inventaris
sekolah
dipertanggungjawabkan dengan jalan
membuat laporan penggunaan barangbarang tersebut yang ditujukan kepada
5.
76
instansi atasan, dalam hal ini Kementerian
Agama setempat.
Pemeliharaan sarana dan prasarana
dengan menunjuk beberapa personel
sekolah untuk pemeliharaan sarana dan
prasarana secara rutin dan insidental.
Apabila terjadi kerusakan sarana dan
prasarana sekolah akan dilaporkan kepada
kepala sekolah dan menentukan sikap
perbaikan berupa mengusulkan perbaikan
atau mengganti sarana atau prasarana
tersebut kepada atasan berwenang.
Sumber dana pemeliharaan adalah dari
pemerintah, donatur, komite sekolah dan
BP3.
Penghapusan sarana dan prasarana
dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat
tertentu, seperti: apabila sarana sudah
dalam keadaan tua atau rusak berat,
menelan biaya yang besar apabila
diperbaiki, tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan masa kini dan apabila dicuri,
terbakar, musnah sebagai akibat bencana
alam. Proses penghapusan tersebut
biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu
di musnahkan atau di lelang kepada guru
dan karyawan sekolah.
1. Saran-saran
1. Kepala sekolah hendaknya melakukan
perencanaan sarana dan prasarana dengan
terlebih
dahulu
menyusun
daftar
perencanaan dari masing-masing satuan
organisasi, baik kuantitatif (banyaknya)
maupun kualitatif (mutu). Perencanaan
yang baik dan teliti akan berdasarkan
analisis kebutuhan, dan penentuan skala
prioritas bagi kegiatan-kegiatan untuk
mendapatkan urutan pertama, kedua,
ketiga dan seterusnya untuk dilaksanakan
yang disesuaikan dengan tersedianya dana
dan tingkat kepentingan. Sarana dan
prasarana yang direncanakan juga
hendaknya memiliki daya guna jangka
panjang, baik secara kualitas maupun
kuantitasnya.
2. Pengadaan barang hendaknya dapat
dicatat sesuai dengan keadaan dan
kondisinya. Hal itu dimaksudkan sebagai
upaya pengecekan, serta melakukan
pengontrolan terhadap keluar/masuknya
barang atau sarana dan prasarana milik
sekolah.
Catatan
tersebut
dapat
dituangkan dalam format pengadaan
Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah
3.
4.
5.
sarana dan prasarana pendidikan yang
disajikan dalam bentuk tabel sebagai
rujukan bagi sekolah dalam melakukan
aktivitas pengadaan sarana dan prasarana
untuk sekolah. Contoh format disajikan
secara berurutan, dari mulai dari berita
acara penerimaan/pengeluaran barang,
berita acara pemeriksaan barang, berita
acara penyerahan barang, berita acara
serah terima barang, sampai dengan
format buku penerimaan barang.
Inventarisasi hendaknya dilakukan secara
teratur menurut ketentuan-ketentuan yang
berlaku. Misalnya mencatat semua barang
inventaris di dalam buku “induk
inventaris”, memberikan kode pada
barang-barang yang diinventarisasikan,
membuat laporan triwulan tentang
barang, membuat daftar isian/format
inventaris,
dan
membuat
daftar
rekapitulasi tahunan.
Pemeliharaan harus dilakukan dengan
baik, karena kegiatan ini merupakan salah
satu kegiatan penjagaan atau pencegahan
dari kerusakan barang, sehingga barang
tersebut kondisi baik dan siap dipakai.
Pemeliharaan dimulai dari pemakaian
barang, yaitu dengan cara berhati-hati
dalam menggunakannya. Pemeliharaan
yang bersifat khusus harus dilakukan oleh
petugas profesional yang mempunyai
keahlian sesuai dengan jenis barang yang
dimaksud.
Pelaksanaan penghapusan sarana dan
prasarana hendaknya dilakukan pada
setiap awal tahun sehingga pengadaan
sarana dan prasarana yang baru bisa
diusulkan pada anggaran tahun tersebut.
Penghapusan lebih baik dilakukan oleh
panitia tertentu yang ditunjuk/dibentuk
oleh sekolah. Hal ini bisa dilakukan
misalnya dengan membentuk “panitia
penghapusan barang inventaris” yang
sebaiknya terdiri dari sekurang-kurangnya
tiga orang yang masing-masing mewakili
unsur keuangan, perlengkapan, dan
bidang teknis. Panitia tersebut bertugas
untuk meneliti, menilai barang-barang
yang ada dan perlu dihapuskan, membuat
berita acara, melaksanakan penghapusan
sampai melelang atau memusnahkan
barang-barang tersebut.
77
DAFTAR PUSTAKA
Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah.
(2009). Kebijakan dan Pedoman
Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta:
Depdiknas.
Bafadal,
Ibrahim.
(2008).
Manajemen
Perlengkapan Sekolah (Teori dan
Aplikasinya). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Engkoswara dan Aan Komariah. (2011).
Administrasi Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Hasbullah. (2006). Otonomi Pendidikan
(Kebijakan Otonomi Daerah dan
Implikasinya
terhadap
Penyelenggaraan
Pendidikan).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Harun, Cut Zahri. (2009). Manajemen Sumber
Daya Pendidikan. Yogyakarta: Pena
Persada Desktop Publisher.
Khamid, Syukri. (http://kikoryu05.blogspot.
com/2010/04/manajemen-sarana-danprasarana.html).
Diakses
pada
tanggal 21 April 2013.
Mulyati, Yati dan Komariah, Aan. (2010).
Manajemen Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Murniati AR. (2008). Manajemen Stratejik
(Peran Kepala Sekolah dalam
Pemberdayaan). Bandung: Citapustaka
Media Perintis.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana.
Sagala, Syaiful. (2009). Konsep dan Makna
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Soetjipto dan Raflis Kosasi. (2009). Profesi
Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryosubroto. (2010). Manajemen Pendidikan
Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Usman, Husaini. (2009). Manajemen (Teori,
Praktik dan Riset Pendidikan).
Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar.
(2009). Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta: Bumi Aksara.
78
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
79
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE
TEBAK KATA DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IA2
MATERI SEL PELAJARAN BIOLOGI PADA SMA NEGERI 6 BANDA ACEH
Oleh
Husna*
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar biologi dengan Penerapan model
pembelajaran cooperative learning tipe tebak kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI
IA2 materi sel pada SMa Negeri 6 Banda aceh, sedangkan manfaatnya untuk mendapatkan teori-teori
baru untuk menjadi refleksi penelitian selanjutnya. Kajian ini menggunakan metode PTK yang
dilaksanakan dalam 2 siklus. Sebagai subjek dalam PTK ini adalah siswa kelas XI IA2 semester ganjil
(1) sumber data yang diperoleh dalam PTK ini hasil dari siswa kelas XI IA 2 sebanyak 25 orang hasil
observasi oleh teman sejawat dan dokumentasi siswa-siswi.
Hasil yang dicapai dalam penelitian ini menunjukan bahwa di siklus I sebanyak 13 siswa tuntas
(52%) dan pertemuan II sebanyak 23 siswa (92 %).
Kata kunci : model cooperative learning dan hasil belajar Biologi
Pendidikan merupakan salah satu
faktor yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, sehingga pemerintah telah berusaha
meningkatkan baik dari segi kwalitas maupun
kwantitas. Peningkatan kwalitas pendidikan
tentunya tidak terlepas dari komponenkomponen pendidikan seperti guru, siswa,
kurikulum, metode serta media yang
digunakan.
Bidang pendidikan menjadi ujung
tombak peningkatan sumber daya manusia
karena begitu pentingnya suatu bangsa atau
negara
untuk
memperhatikan
bidang
pendidikan yang memungkinkan warganya
mengembangkan diri sebagai manusia
indonesia seutuhnya. Akan tetapi kenyatannya
negara kita masih tertinggal dibanding negaranegara lain didunia. Itu karena selama ini
dunia pendidikan kita belum mendapat
prioritas dalam pembangunan nasional. Baru
pada akhir-akhir ini terlihat beberapa upaya
yang dilakukan oleh pemerintah untuk
memacu pendidikan dari segala sektor, baik
negeri maupun swasta demi tercapainya
pendidikan nasional, maka untuk mencapai
tujuan pendidikan seperti tersebut diatas, salah
satu bagian yang harus diperhatikan dalam
komponen pendidikan itu adalah guru. Guru
yang inovatif dan kreatif akan mampu
membangun daya imajinasi dan kreatifitas
siswanya yang secara otomatis memberikan
Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh
pengaruh positif pada peningkatan minat dan
prestasi belajar siswa.
Sebagai guru yang mengajar mata
pelajaran biologi, kesulitan yang dialasssssmi
siswa cerita lama yang tak pernah berakhir
karena sebagian besar sudah beranggapan
bahwa pelajaran biologi adalah pelajaran yang
membosankan dan tidak menarik karena harus
menghafal bahasa latin yang harus dihafal
sebagai pekerjaan rumah yang diberikan oleh
guru. Kondisi diatas diperparah lagi dengan
munculnya kesan dari siswa bahwa semua
guru biologi kejam dan pemarah, hal inilah
yang berpengaruh besar terhadap kurangnya
minat dan motivasi belajar siswa sehingga
berakibat rendahnya prestasi belajar biologi
siswa secara keseluruhan. Untuk mengatasi
kondisi ini, minimal mengurangi kelemahan–
kelemahan dalam mempelajari biologi
disekolah maka perlu dilakukan upaya
perbaikan untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar.
Setiap proses belajar mengajar
mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
itu akan tercapai apabila ada kerjasama antara
beberapa komponen diantaranya guru,siswa,
materi pelajaran metode, media, evaluasi dan
proses belajar mengajar. Dalam proses belajar
mengajar, guru merupakan orang yang
bertanggung jawab membawa siswa pada
suatu taraf kematangan tertentu. Oleh karna
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
itu dalam proses belajar mengajar guru harus
berusaha menempuh berbagai cara demi
tercapainya tujuan pendidikan. Sesuai
pendapat Raharja bahwa :” Hasil belajar yang
bermutu hanya mungkin dapat dicapai melalui
proses belajar bermutu. Jika proses belajar
tidak optimal sangat sulit diharapkan
terjadinya hasil belajar yang optimal pula.
Pendekatan belajar dan strategi melaksanakan
pendekatan serta metode belajar termasuk
faktor-faktor
yang
turut
menentukan
keberhasilan belajar”.
Menurut Syah Muhibbin bahwa
pencapaian prestasi belajar selam ini disekolah
dapat dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor
meliputi : (1). Keadaan atau kondisi jasmani
dan rohani siswa, seperti sikap siswa dan
motivasi belajar siswa; (2). Kondisi
lingkungan disekitar siswa, seperti keluarga,
guru, sarana dan prasarana sekolah; dan (3).
Tanggung jawab belajar siswa sebagai pelajar
disekolah maupun dirumah.
Berdasarkan
pemantauan
hasil
evaluasi, ulangan harian mata pelajaran
biologi materi sel pada kelas XI IA2 semester
1 tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 6
Banda Aceh, hanya 52 % yang mencapai
target ketuntasan hal ini diduga karena
komponen-komponen seperti yang disebutkan
diatas masih kurang tepat dan buku paket yang
masih terbatas sehingga hasil yang dicapai
sangat rendah.
Untuk
mengatasi
permasalahan
tersebut diatas penulis melaksanakan tindakan
kelas yang akan menggunakan Model
pembelajaran cooperative learning tipe tebak
kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas XI IA2 materi SEL.
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi merupakan hasil kegiatan
manusia berupa pengetahuan, gagasan, konsep
yang terorganisasi tentang alam sekitar yang
diperoleh
dari
pengalaman
melalui
serangkaian proses ilmiah antara lain
penyelidikan, penyusunan dan pengujian
gagasan-gagasan yang diberikan pada siswa
untuk
pengembangan
pengetahuan,
keterampilan,sikap,
nilai
ilmiah,
rasa
mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan
Yang Maha Esa serta kehidupan didalamnya
untuk dipelajari dari generasi ke generasi.
Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh
80
Biologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang makhluk hidup, seperti
manusia, hewan dan tumbuhan dengan segala
interaksinya.
Dari
pengertian
yang
dikemukakan diatas, dapat diketengahkan di
sini bahwa
biologi dan studi biologi
berkenaan dengan: 1. Komponen kimiawi sel
2. Struktur sel 3.fungsi sel. Dengan kata lain
pengajaran biologi hakekatnya adalah
pengajaran tentang makhluk hidup dan
komponen-komponen kimia dan fungsi yang
terkandung di dalamnya.
Model pembelajaran tebak kata
adalah cara dalam proses belajar mengajar
dengan menggunakan media kartu teka-teki
yang berpasangan dengan kartu jawaban tekateki. Permainan tebak kata dilaksanakan
dengan cara siswa menjodohkan kartu soal
teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat.
Melalui permainan tebak kata, selain anak
menjadi tertarik
untuk
belajar juga
memudahkan dalam menanamkan konsep
pelajaran biologi dalam ingatan siswa. Jadi,
guru mengajak siswa untuk bermain tebak
kata dengan menggunakan media kartu dari
kertas karton dalam mata pelajaran biologi
materi sel.
Menurut Edgar Dale, pengalaman belajar
merupakan pengalaman langsung, observasi,
demontrasi, wisata, televisi, film, radio, visual
dan verbal. Secara optimal dapat dikatakan
bahwa, lingkungan yang diberikan pada siswa
menyerupai kondisi sebenarnya agar siswa
mudah
menerima
materi
pelajaran.
Perkembangan anak dalam proses belajar
mengajar lebih mengutamakan penggunaan
indra (Lataheru, 1988) dan lebih mudah
diingat, sedang daya serap anak 20% melalui
membaca, 30% melalui melihat, 50% melalui
melihat dan mendengar (Miarso, 1989)
Proses belajar yang dialami siswa
diharapkan
akan
menghasilkan
suatu
perubahan dan perubahan itu salah satunya
tampak dalam prestasi belajar yang diperoleh
siswa, terhadap prestasi belajar yang diberikan
oleh guru. Prestasi belajar tersebut berbedabeda sifatnya tergantung dari bidang yang
sedang
dipelajarinya.
(Winkel,1990)
mendefenisikan bahwa “ Prestasi belajar
adalah suatu proses mental yang mengarah
pada pengusaan pengetahuan, keterampilan
dan sikap dengan keterampilan proses dan
dilaksanakan agar menimbulkan tingkah laku
progresif dan adaptif. Dengan demikian dapat
Husna, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata
dikatakan bahwa prestasi belajar hasil yang
telah
dicapai
dalam
belajar
berupa
pengetahuan atau keterampilan dan sikap yang
diperoleh siswa selama mengikuti pelajaran di
sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka.
Materi sel pelajaran biologi model
pelajaran yang relevan adalah model
pembelajaran kooperatif learning tipe tebak
kata. Atas dasar itulah, Penulis ingin mengkaji
lebih mendalam terhadap masalah ini melalui
suatu penelitian, sehingga ditetapkan judul
penelitian ini : penerapan model pembelajaran
cooperative learning tipe tebak kata dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IA2
materi sel pelajaran biologi pada SMA Negeri
6 Banda Aceh.
Dalam proses pembelajaran, siswa
hendaknya didorong untuk melakukan
kegiatan yang dapat menumbuhkan proses
kegiatan kreatif. Oleh karena itu model
pembelajaran tebak kata dapat dipergunakan
untuk mendukung metode pembelajaran yang
lain. Model pembelajaran tebak kata sebagai
alat penyampaian pesan sangat jarang
digunakan, tapi sebagai guru saya merasa
tertarik untuk mempraktekan dan ternyata
sangat menarik minat siswa dan bermanfaat
untuk memudahkan kita sebagai guru di
antaranya :
a. Model tebak kata mampu menrik
minat dan perhatian siswa.
b. Pembelajaran akan lebih berkesan
c. Mudah digunakan untuk semua
jenis jenjang pendidikan
METODA PENELITIAN
A. Setting dan subjek penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA
Negeri 6 Banda Aceh, yang dilaksanakan
selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli s/d
September 2012 semester ganjil, dengan
subjek penelitian siswa-siswi XI IA2 tahun
pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa sebanyak
25 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki
11 orang siswi perempuan.
B. Teknik dan alat pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dengan cara
hasil tes, observasi, dan wawancara dengan
menggunakan teknik pengumpulan data dari
butir soal tes, lembar insrumen aktivitas siswa,
lembar instrumen PBM guru dan pedoman
wawancara.
Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh
81
C. Validasi dan Analisis Data
Validasi data berdasarkan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, digunakan
untuk mengukur hasil belajar siswa pada
materi SEL. Tes ini diberikan setiap akhir
pembelajaran, bentuk tes yang diberikan
adalah tes tertulis berbentuk uraian. Validasi
diperoleh dari rekaman hasil tes siswa. Setelah
valid data di analisis dengan menggunakan
analisis dengan menggunakan analisis
dekriptif yang terdiri dari hasil belajar dan
observasi.
Indikator kinerja
Sebagai
indikator
keberhasilan
adalah terjadi peningkatan hasil balajar yaitu
52% siswa mencapai ketuntasan belajar dari
nilai KKM 70, dan terjadi peningkatan
motivasi serta aktivitas belajar mengajar.
D. Prosedur penelitian
Penelitian ini terdiri atas 2 siklus
terdiri dari :
1. Planning, yaitu kegiatan yang dilakukan
pada
kegiatan
ini
adalah
membuat
perencanaan
proses
pembelajaran.
Perencanaan yang dibuat adalah berupa
silabus dan RPP beserta perangkatnya.
Membuat instrumen observasi kegiatan siswa
dan instrumen PBM guru.
2. Acting, yaitu kegitan yang dilakukan
melaksanakan keseluruh kegiatan yang
terdapat didalam kegiatan perencanaan.
Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran
materi SEL dengan menggunakan metode
tebak kata pada pelajaran biologi.
3. Observasi: yaitu melaksanakan observasi
atau pengamatan yang dilakukan oleh guru
peneliti terhadap siswa pada saat PBM
berlangsung untuk melihat kegiatan siswa dan
observasi yang dilakukan oleh guru kolaborasi
terhadap PBM yang diselenggarakan oleh
peneliti.
4. Refleksi: Dilakukan pada akhir PBM untuk
melihat dari hasil dari kegiatan PBM yang
telah dilaksanakan. Kemudian hasil dari
refleksi pada siklus pertama merupakan acuan
bagi peneliti untuk melaksanakan tindakan
pada siklus selanjutnya (siklus II). Selanjutnya
pada siklus II melakukan perubahan tindakan
pada proses belajar mengajar terhadap
kekurangan yang terjadi pada siklus I sehingga
hasil PBM akan menjadi lebih baik sesuai
dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil siklus I
Pembelajaran yang dilaksanakan
selama ini sebelum dilakukan penelitian
tindakan kelas itu berjalan monoton dan pasif,
dimana para guru melakukan tehnik mengajar
berceramah, bagi siswa tehnik ini sangat
membosankan sehingga berdampak pada hasil
belajar dan motivasi mereka.
Melihat kondisi ini penulis merasa
perlu melakukan penelitian yang mengarah
untuk menanggulangi masalah yang timbul,
untuk itu penulis melakukan penelitian yang
menggunakan konsep model pembelajaran
cooperative learning tipe tebak kata. Berikut
merupakan tabel rekapitulasi hasil tes formatif
siswa pada siklus I.
Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif
Siswa Pada Siklus I
Hasil
No.
Uraian
Siklus
I
1. Nilai rata-rata tes formatif
7,1
2. Jumlah siswa yang tuntas 13
belajar
3. Persentase ketuntasan belajar 52 %
Dari tabel diatas dapat dijelaskan
bahwa
dengan
menerapkan
model
pembelajaran kooperatif learning metode
tebak kata diperoleh nilai rata-rata prestasi
belajar siswa adalah 7,1 dan ketuntasan belajar
mencapai 52% atau ada 13 siswa dari 23 siswa
yang sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama
secara klasikal siswa belum tuntas belajar,
karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70
hanya sebesar 52% lebih kecil dari presentase
ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar
85%. Maka dapat dikatakan nilai rata-rata
belum optimal. Hal ini disebabkan karena
siswa masih merasa baru dan belum mengerti
apa yang dimaksudkan dan digunakan guru
dengan
menerapkan
metode
yang
dikembangkan guru. Serta terlihat bahwa
siswa kurang aktif dalam melakukan kegiatan
pembelajaran,
karena
sebagian
siswa
beranggapan bahwa kegiatan secara kelompok
akan menghasilkan nilai kelompok. Oleh
karena itu perlu upaya perbaikan pada siklus
II.
Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh
82
B. Hasil Siklus II
Tingkat keberhasilan pada siklus II
mengalami
peningkatan
yang
menggembirakan.
Berikut
merupakan
rekapitulasi hasil tes formatif siswa pada
siklus II.
Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif
Siswa Pada Siklus II
Uraian
Hasil
No.
Siklus II
1. Nilai rata-rata tes formatif
8,15
2. Jumlah siswa yang tuntas 23
belajar
3. Persentase ketuntasan belajar 92%
Dari tabel diatas diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 8,15 dan
ketuntasan belajar mencapai 92% atau ada 23
siswa dari 25 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
ini menunjukkan secara klasikal siswa sudah
mampu memahami penjelasan guru serta
sudah tuntas dalam pembelajaran biologi pada
materi sel. Adanya peningkatan hasil belajar
pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya
peningkatan
kemampuan
guru
dalam
menerapkan metode tebak kata sehingga siswa
menjadi terbiasa dengan pembelajaran seperti
ini, siswa lebih mudah memahami materi yang
telah diberikan.
Berikut
merupakan
tabel
perbandingan Siklus I dan Siklus II.
Tabel 1.3 Hasil tiap aspek PTK selama dua
siklus
Aspek Penelitian
Siklus Siklus
No
I
II
1 Hasil Belajar Siswa
2 a. Ketuntasan belajar
52%
92%
3 b.
Rataan
Nilai
7,1
8,15
Formatif
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan temuan hasil penelitian
mengenai penggunaan model cooperative
learning tebak kata untuk meningkatkan hasil
belajar siswa kelas XI-A2 dalam pembelajaran
Biologi di SMA Negeri 6 Banda Aceh, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah melakukan penelitian,jumlah
ketuntasan secara klasikal diperoleh
siswa kelas XI-IA2 SMA Negeri 6
Banda Aceh mengalami peningkatan, itu
Husna, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata
2.
dapat dilihat pda siklus I sebesar 52%
(13 anak) kemudian meningkat pada
siklus II sebesar 92% (23 anak).
Peningkatan jumlah ketuntasan siswa
dalam belajar, penggunaan model
cooperative learning tipe tebak kata ini
juga dapat meningkatkan nilai dan
motivasi belajar para siswa kelas XI-IA2
dalam kegiatan belajar mengajar
khususnya pelajaran biologi materi SEL.
1. Saran-saran
Pada kesempatan ini peneliti ingin
memberikan saran:1. Bahwa guru hendaknya
menerapkan
pembelajaran
cooperative
learning dengan metode tebak kata sesuai
materi yang diajarkan, untuk meningkatkan
hasil belajar kompetensi dasar sel. 2.
Diharapkan
pada
teman-teman
guru
hendaknya dapat menggunakan metode dan
media yang sesuai dan di desain terlebih
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA
Dale, Edgar. 1969. Audio Visual Methods In
Teaching New York: Holt Rinerhart
dan Winston.
Departemen Pendidikan dan kebudayaan,
1994. Petunjuk pelaksanaan proses
Belajar Mengajar, Jakarta. Balai
Pustaka.
Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta.
Gerlach, Elly, 1980. Teaching and Media A
Systematic Approach New Jersey:
Englewood Cliff Printice Hall, Inc.
Ismail, 2003. Media Pembelajaran ( ModelModel Pembelajaran ). Jakarta
direktorat Pendidikan Nasional.
Lataheru, John D. 1988. Media Pembelajaran
Dalam Proses Mengajar Masa Kini.
Jakarta:Depdikbud.
Miarso, Yusufhadi. 1989. Media Dalam
Pembelajaran, penelian selama 80
Tahun Jakarta; Pustekom
Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh
83
Sardiman, A.M 1996, Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.
Toeti, Soekamto dan Udin Syarifudin Winata
putra. 1996.Teori belajar dan modelmodel pembelajaran. Pusat antar
Universitas untuk peningkatan dan
pengembangan Aktivitas Intruksional
Dirjen
Dikti
Depdikbut.
Jakarta:PAU-PPAI
Wasis,
Dwiyogo. 2002. Pembelajaran
Visioner. Jakarta: Rineka Cipta
Winkel, W.S. 1990. Bimbingan dan Konseling
di Sekolah menengah. Jakarta: PT.
Grasindo.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
84
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN PADA SISWA
KELAS VIII SMPN 1 DARUL KAMAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
Hayaton*
Abstrak
Masalah penelitian tindakan kelas ini adalah rendahnya hasil belajar IPS dan aktivitas belajar
siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran
2013/2014.Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pembelajaran IPS. Tujuan
khusus adalah meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat
langsung bagi sekolah yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran IPS, di samping itu juga bermanfaat
bagi guru dan siswa. Melalui penelitian tindakan kelas ini, guru memperoleh pengalaman melakukan
penelitian dan meningkatkan kualitas pembelajaran, sedangkan siswa memperoleh pembelajaran yang
lebih menarik dan menyenangkan. Penelitian ini dilaksanakan ddalam 2 siklus, dimana aktivitas setiap
siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas VII sebanyak 25 orang siswa. Metode pemecahan masalah yang digunakan
adalah menerapkan pembelajaran peta konsep pada pembelajaran IPS materi proklamasi
kemerdekaan. Instrumen penelitian menggunakan kuis, lembaran observasi dan catatan lapangan.
Pelaksanaan penelitian secara kolaboratif dengan melibatkan 2 orang guru IPS. Hasil penelitian ini
menunjukkan peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa. Siklus I nilai rata-rata yang dicapai siswa
adalah 67 dengan ketuntasan belajar 68 % dan skor persentase rata-rata aktivitas siswa adalah 43%.
Siklus II nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa adalah 72 dengan ketuntasan belajar 88 % dan
skor rata-rata aktivitas siswa adalah 68. Dengan demikian penelitian tindakan kelas ini dikatakan
berhasil sehingga peneliti merekomendasikan penerapan pembelajaran peta konsep dapat
meningkatkan hasil belajar IPS materi proklamasi kemerdekaan dan aktivitas belajar siswa.
Kata Kunci: Aktivitas, hasil belajar, peta konsep
Kegiatan belajar mengajar dirancang
dengan mengikuti prinsip yang edukatif, yaitu
kegiatan yang berfokus pada kegiatan aktif
siswa dalam membangun makna atau
pemahaman. Dengan demikian, dalam
kegiatan pembelajaran guru perlu memberikan
dorongan kepada siswa untuk menggunakan
otoritasnya atau haknya dalam membangun
gagasan. Tanggung jawab belajar tetap berada
pada diri siswa, dan guru hanya bertanggung
jawab untuk menciptakan situasi yang
mendorong siswa untuk belajar.
Kenyataannya dalam melaksanakan
pembelajaran guru bukannya memberikan
dorongan kepada siswa agar aktif dalam
belajar, akan tetapi guru aktif dalam
menerangkan pembelajaran. Peran guru
sebagai fasilitator dalam pembelajaran
sepertinya terabaikan. Akibat aktifnya guru
dalam menerangkan pelajaran, mengakibatkan
siswa menjadi pasif. Lebih ironisnya
sepertinya guru tidak meyakini kalau siswa
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
sebenarnya mampu untuk belajar jika
pengalaman belajar yang diberikan oleh guru
menang bermakna.
Akibat dari perilaku pembelajaran yang
dilaksanakan, sepertinya apa yang diharapkan
dalam pembelajaran IPS tidak terlaksana.
Dalam pembelajaran IPS sebenarnya siswa
harus menemukan sesuatu dari kegiatan
pembelajaran yang dilakukannya, bukan
menerima informasi dari guru sehingga siswa
mengetahui materi pelajaran. Antara harapan
dan kenyataan dalam pembelajaran tidak
berjalan dengan baik. Buktinya setelah
diajarkan materi pelajaran, kemudian guru
bertanya kepada siswa, ternyata tidak ada
siswa yang mampu menjawab. Gambaran ini
menunjukkan kegagalan dalam pelaksanaan
pembelajaran.
Salah satu materi pelajaran IPS yang
diajarkan di SMP adalah materi proklamasi
kemerdekaan. Materi ini merupakan materi
yang cukup sulit dipahami oleh siswa. Hal ini
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
disebabkan karena materi ini merupakan
materi pelajaran yang membutuhkan suatu
pemahaman akan suatu periswa yang terjadi
dalam bernegara. Sementara pembelajaran
yang dilakukan tidak mengarahkan siswa
untuk memahami konsep, akan tetapi
bagaimana
memperoleh
konsep
dari
pemberian informasi.
Kesalahan dalam melaksanakan proses
pembelajaran mengakibatkan sebagian besar
siswa tidak tuntas dalam belajar IPS
khususnya materi proklamasi kemerdekaan.
Ini terlihat dari nilai yang dicapai siswa masih
jauh dari harapan. Ketuntasan belajar siswa
dalam materi ini masih rendah yaitu 55%.
Selain
dari
pada
kesalahan
dalam
melaksanakan pembelajaran mengakibatkan
siswa pasif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Saat proses pembelajaran
berlangsung paling hanya 1 atau 2 orang siswa
yang bertanya, sedangkan yang lainnya diam.
Bila tidak dilakukan perbaikan dalam
pembelajaran, maka ketuntasan belajar dan
aktivitas belajar siswa tidak akan meningkat.
Untuk meningkatkan ketuntasan belajar dan
aktivitas belajar siswa, maka diperlukan suatu
model pembelajaran yang memang dapat
memberikan suatu cara-cara bagaimana siswa
mengubah pola pembelajaran. Bila selama ini
siswa tidak diajarkan bagaimana skema-skema
konsep dari suatu materi yang dipelajarinya.
Dengan siswa mengetahui skema-skema
konsep, maka akan mempermudah siswa
mengembangkan konsep yang dipelajari tanpa
harus menghafal materi pelajaran yang
terdapat dalam buku pelajaran. Model yang
mampu memberikan siswa pengetahuan
membuat skema-skema konsep adalah model
peta konsep.
Model peta konsep mengajarkan
kepada siswa mengatur sejumlah konsep atau
kata-kata kunci pada satu halaman kertas,
kemudian menghubungkannya dengan garisgaris dan sepanjang garis itu ditulis suatu kata
atau ungkapan yang menjelaskan kaitan antar
kata-kata atau konsep-konsep materi pelajaran
yang dipelajarinya. Dengan siswa mampu
menghubungkan konsep-konsep tersebut, akan
mempermudah siswa mengingatnya kembali
konsep. Model peta konsep mampu membuat
siswa aktif dalam belajar karena siswa
menemukan sendiri peta konsep. Peta konsep
yang dibuat oleh siswa tentu saja akan berbeda
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
85
satu dengan yang lainnya dan sangat
tergantung dalam penjabaran konsep.
Rumusan
masalah
yang
harus
dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah
dengan menerapkan model peta konsep dapat
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul
Kamal Kabupaten Aceh Besar.
Secara umum tujuan dari penelitian
tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran IPS di SMP Negeri 1
Darul Kamal. Secara khusus penelitian
tindakan kelas ini untuk meningkatkan hasil
belajar dan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran.
KAJIAN PUSTAKA
Metode mencatat yang baik harus
membantu siswa mengingat perkataan dan
bacaan, dan meningkatkan pemahaman
terhadap materi, membantu mengorganisasi
materi, dan memberi wawasan baru. Peta
pikiran (mind mapping) memungkinkan
terjadinya semua hal itu. Peta pemikiran atau
peta konsep adalah metode mencatat kreatif
yang memudahkan siswa mengingat banyak
informasi. Setelah selesai, catatan yang siswa
buat membentuk sebuah pola gagasan yang
saling berkaitan, dengan topik utama ditengah
dan subtopik dan perincian menjadi cabangcabangya. Peta konsep terbaik adalah peta
konsep yang warna warni dan menggunakan
banyak gambar dan simbol, biasanya nampak
seperti karya seni.
Metode mencatat ini, yang didasarkan
pada penelitian tentang otak memproses
informasi, bekerja bersama otak siswa, bukan
menentangnya (Buzan, 2003). Para ahli
pernah menyangka bahwa otak memproses
informasi secara linier, seperti metode
mencatat tradisional. Para ilmuan sekarang
mengetahui bahwa otak mengambil informasi.
Saat otak mengingat informasi, biasanya
dilakukan dalam bentuk gambar warna-warni,
simbol, bunyi, dan perasaan.
Peta konsep menirukan proses berpikir
ini, yakni memungkinkan anda berpindah
topik. Anda merekam informasi melalui
simbol, gambar dengan warna warni persis
seperti otak memprosesnya. Pembuatan peta
konsep melibatkan kedua belah otak, sehingga
siswa lebih mudah mengingatnya (Depoter,
2002).
Model peta konsep perlu
Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep
diperkenalkan oleh guru kepada siswa,
sehingga siswa akan terbiasa membuat
informasi-informasi yang diperoleh dari
pembelajarannya. Susilo (2002) menyatakan
bahwa peta konsep merupakan suatu teknik
yang memberikan gambaran dua dimensi
mengenai struktur pengetahuan siswa dalam
disiplin iilmu tertentu. Peta konsep merupakan
suatu jaring-jaring pembelajaran yang
menunjukkan konsep apa saja yang perlu
dipelajari siswa dan bagaimana keterkaiatan
konsep-konsep tersebut.
Sebagai alat pembelajaran, peta konsep
membantu siswa aktif berpikir untuk
memusatkan pada sejumlah ide (berupa
konsep-konsep) dari suatu pokok bahasan.
Susilo (2002) menyatakan penggunaan peta
konsep adalah mengekplorasi apa yang telah
diketahui
oleh
pembelajar
(siswa),
memberikan arah pembelajaran (seperti peta
jalanan), membantu mengekstraksi arti kerja,
membantu membaca materi dari buku
pelajaran, membantu siswa mencapai hasil
pembelajaran yang berkualitas tinggi serta
bermakna, karena membantu siswa mengingat
informasi dan melihat keterkaitan antar
konsep dan membantu siswa menggabungkan
ide yang satu dengan lainnya Peta konsep
bersifat
idiosinkratik,
maksudnya
kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi
setiap orang. Tidak ada dua peta konsep yang
sama persis karena setiap yang dibuat oleh
seseorang menunjukkan pengertiannya yang
unik dalam bidang pengetahuan tertentu.
Dalam membuat peta konsep ada cara
yang harus dipahami. Andaikan anda seorang
siswa, dan anda mendengarkan penjelasan
materi disampaikan guru, anda hendaknya
mencoba ketrampilan peta konsep. Ambil
selembar kerta kosong dan letakkan di atas
meja, ditengah halaman tulis judul pelajaran
yang akan dipelajari. Pada judul yang telah
anda tulis garis topik, seperti ranting pohon.
Di samping garis-garis ini, tuliskan fakta
seperti sub-sub pokok bahasan dan membuat
simbol, gambar-gambar dan isyarat lain untuk
membantu anda mengingat informasi. Pada
akhir pembelajaran anda tambahkan perincian
dibeberapa cabang, mungkin sedikit tambahan
warna, dan merapikan simbol-simbol yang
kamu buat. Sekarang anda memiliki peta
konsep yang jelas, teratur dan mudah diingat.
Peta konsep juga sangat berguna
untuk sesi curah gagasan, terutama saat siswa
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
86
bekerja berkelompok dan banyak orang
meneriakkan gagasan bersamaan. Satu siswa
dapat dengan cepat merekam informasi,
sementara yang lain melanjutnkan diskusi.
Peta konsep dibuat agar sesuai dengan
lompatan yang terjadi dalam pikiran, sebab
peta konsep bekerja seperti otak, benar-benar
mendorong wawasan dan gagasan cemerlang.
Dalam mengerjakan tugas menulis yang
menantang, peta konsep membantu siswa
menyusun informasi dan melancarkan aliran
pikiran.
Peta konsep dapat membantu siswa
mengatasi hambatan belajar. Tugas menulis
atau sesi curah gagasan dapat menghasilkan
peta konsep, saat topik-topik utama
memungkinkanberkembang menjadi subjek
baru, dengan pemikiran dan penjelajahan lebih
lanjut. Ini tidak berarti siswa salah membuat
peta konsep pikiran asal atau peta itu tidak
bernilai. Pencabangan menyimpang adalah
bagian dari proses alamiah penjelajahan
gagasan
dan
penyusunan
informasi.
Kebanyakan anak menganggap peta konsep
sebagai cara mencatat yang menyenangkan
dan menarik. Pada mulanya, mungkin ada
yang ragu menggunakan metode ini karena
khawatir akan melewatkan informasi. Mereka
perlu
dilatih
agar
merasa
nyaman
menggunakannya, tetapi dorong siswa terus
menggunakan dan hasilnya akan bagus
(Deporter, 2002).
Secara pragmatis paling tidak ada tiga
jenis pengalaman belajar yang harus disiapkan
oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran
dengan pendekatan peta konsep. Pengalaman
belajar tersebut harus tertanan dalam diri
siswa setelah mengikuti proses belajar
mengajar. Cara melakukan penanaman
pengalaman belajar dengan pendekatan peta
konsep tentu saja mempunyai cara tersendiri.
Masnur (2007)
menyatakan bahwa
pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh
siswa dengan pendekatan peta konsep adalah
pengalaman mental, penga-laman fisik, dan
pengalaman sosial.
Pengalaman mental yang diperoleh
melalui pembelajaran dengan menggunakan
pendkatan peta konsep adalah pengalaman
membaca saat akan membuat peta konsep,
menghubung-hubungkan konsep-konsep yang
akan dijelaskan melalui peta konsep.
Pengalaman belajar melalui pengalaman
mental biasanya siswa hanya memperoleh
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
informasi
melalui
indra.
Di
dalam
pembelajaran IPS penggunaan media sangat
diperlukan. Penggunaan media siswa akan
dapat melihat dengan jelas tentang materi
pelajaran yang diajarkan. Ditinjau dari tingkat
perkembangan siswa, pengalaman belajar IPS
khususnya pada tingkat dasar, penggunaan
media lebih memudahkan siswa memahami
pelajaran dari pada dijelaskan tanpa melihat
kejelasan dari yang dibicarakan.
Pengalaman fisik meliputi kegiatan
peta konsep. Lazimnya siswa dapat
memanfaatkan seluruh indranya ketika
menggali informasi melalui pengalaman fisik.
Pengalaman fisik akan memberikan kesan
belajar yang mendalam pada diri siswa. Siswa
tidak akan cepat lupa, karena siswa merasakan
sendiri bagaimana pengetahuan diperoleh.
Pada pembelajaran IPS peran fisik sangat
diperlukan. Melalui pengalaman fisik siswa
dapat mengeksplorasi. Hal ini akan dapat
meningkatkan pemahaman siswa tentang
suatu konsep dan meningkatkan daya bertahan
pemahaman tersebut dalam pikiran siswa.
Masnur (2007) menyatakan bahwa pepatah
menyatakan bahwa ”saya dengar saya lupa,
saya lihat saya ingat, saya kerjakan saya
mengerti”.
Beberapa bentuk pengalaman sosial
yang dapat dilakukan antara lain melakukan
diskusi. Pengalaman belajar ini akan lebih
bermanfaat kalau masing-masing diberi
peluang untuk berinteraksi satu sama lain
misalnya bertanya, menjawab, berkomentar
dan lain sebagainya.
Kegiatan pembelajaran hendaknya
dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip
khas yang edukatif yaitu kegiatan yang
berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam
membangun makna atau pemahaman. Di
dalam pembelajaran IPS guru perlu memberi
dorongan kepada siswa untuk menggunakan
otoritas atau haknya dalam membangun
gagasan. Budiarto (2004) menyatakan bahwa
pembangunan gagasan dalam pelajaran IPS
dapat dilakukan siswa dengan melakukan
diskusi tentang materi pelajaran. Ini artinya
tanggung jawab belajar tetap berada pada diri
siswa, dan guru hanya bertanggung jawab
untuk menciptakan situasi yang mendorong
siswa untuk belajar secara berkelanjutan atau
sepanjang hayat (long education). Belajar
memperkuat pernyataan bahwa belajar dengan
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
87
cara mengalami langsung akan meningkatkan
kebertahanan informasi dalam pikiran.
METODA PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri
1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester
pertama tahun pelajaran 2013/2014 tepatnya
dari Juli 2013 sampai bulan November 2013.
Penelitian dilakukan disemester pertama,
karena materi pelajaran proklamasi diajarkan
pada semester tersebut. Penelitian dilakukan
dikelas VII karena peneliti merupakan guru
yang mengajar dikelas tersebut. Selain dari
pada itu, siswa kelas VII merupakan siswa
yang hasil belajar bidang studi IPS khususnya
yang berhubungan dengan materi sejarah
sedikit masih rendah dibandingkan dengan
kelas yang lainnya.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
VII SMP Negeri 1 Darul Kamal yang
berjumlah 25 orang dengan perincian 13 orang
siswa perempuan dan 12 orang siswa laki-laki.
Secara kemampuan siswa kelas VII
merupakan siswa yang kurang mampu karena
berasal dari kondisi keluarga yang pendidikan
orang tuanya kurang. Bahkan orang tuanya
kurang memahami pentingnya belajar.
Sumber data tempat diperolehnya data
penelitian atau subjek yang dapat memberikan
data sehubungan dengan penelitian. Di dalam
penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari
siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal,
guru pelaksana tindakan dan guru pengamat.
Data yang diperoleh dari siswa berupa nilai
hasil belajar dan aktivitas siswa. Data yang
diperoleh dari guru berupa keterampilan
dalam melaksanakan pembelajaran dengan
model peta konsep.
B. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik
yang
digunakan
dalam
pengumpulan data penelitian ini adalah tes
dan observasi. Tes dilakukan pada setiap akhir
proses pembelajaran untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai siswa. Observasi yang
dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa
saat mengikuti pembelajaran dengan model
peta konsep. Intrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah soal, lembaran observasi
aktivitas siswa, dan lembaran observasi
keterampilan guru melaksanakan proses
pembelajaran dengan model peta konsep.
Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep
Analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif yang terdiri dari analisis
hasil belajar dan analisis aktivitas siswa.
Analisis hasil belajar dilakukan dengan
menggunakan analisis deskriptif komparatif
yaitu dengan membandingkan nilai test antar
siklus. Analisis aktivitas siswa dan guru
dianalisis
secara
deskriptif
dengan
memberikan penjelasan terhadap hasil
observasi yang dilakukan.
C. Rencana Tindakan
Adapun prosedur dari penelitian
tindakan kelas yang akan dilakukan sebagai
berikut.
1.Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan
ini adalah membuat perencanaan proses
pembelajaran. Perencanaan yang dibuat adalah
berupa silabus dan RRP beserta perangkatnya
dan membuat lembaran observasi dan soal test
hasil belajar siswa.
2.Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan adalah
melaksanakan seluruh kegiatan yang terdapat
di dalam kegiatan perencanaan. Melaksanakan
kegiatan
proses
pembelajaran
materi
proklamasi
kemerdekaan
dengan
menggunakan model peta konsep.
3.Pengamatan
Melaksanakan
observasi
atau
pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator
untuk mengamati aktivitas siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain dari
pada itu pengamatan terhadap siswa, juga
dilakukan pengamatan terhadap kemampuan
guru dalam mengelola proses pembelajaran.
4.Evaluasi
Melakukan tes kepada siswa untuk
mengetahui keberhasilan siswa dalam
memahami materi pelajaran yang diajarkan
dengan peta konsep.
5.Reflesi
No
1
2
88
Refleksi dilakukan pada akhir proses
belajar mengajar untuk melihat hasil dari
kegiatan PBM yang telah dilaksanakan.
Kemudian hasil dari refleksi pada siklus
pertama merupakan acuan bagi peneliti untuk
melakukan tindakan pada siklus kedua.
Selanjutnya pada siklus kedua dilakukan
perubahan tindakan pada proses belajar
mengajar terhadap kekurangan yang terjadi
pada siklus pertama sehingga hasil proses
belajar mengajar akan menjadi lebih baik
sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin
dicapai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1). Deskripsi Siklus I
Pada bagian pendahuluan, pelaksanaan
pembelajaran diawal dengan melakukan
apersepsi untuk menggali pengetahuan siswa,
memberikan motivasi belajar siswa, dan
memberikan informasi
tentang
tujuan
pembelajaran. Pada kegiatan inti tindakan
yang dilakukan guru adalah menjelaskan cara
membuat peta konsep kepada siswa untuk
materi proklmasi kemerdekaan. Setelah
dijelaskan tentang cara menyusun peta
konsep, selanjutnya guru membagi siswa
menjadi 5 kelompok dan kepada masingmasing kelompok ditugaskan untuk membuat
peta konsep materi proklamasi kemerdekaan.
Saat siswa bekerja pada kelompoknya guru
melakukan bimbingan kepada masing-masing
kelompok. Setelah masing-masing kelompok
selesai membuat peta konsep pada materi
proklamasi
kemerdekaan,
selanjutnya
dilakukan persentasi kelas. Saat persentasi
kelas, guru bertindak sebagai moderator agar
diskusi
berjalan
lancar.Pada
akhir
pembelajaran diberikan evaluasi untuk
mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa
setelah dilakukan proses pembelajaran dengan
peta konsep.
Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal Siklus I
Predikat
Frekwensi
Persentase
Keterangan
Tuntas
17
68%
Nilai rata-rata siswa
adalah 67
Tidak Tuntas
8
32%
Nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai
oleh siswa kelas VII SMPN 1 Darul Kamal
adalah 67 dengan ketuntasan belajar 68%.
Siswa yang tidak tuntas siklus I adalah 32%.
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
Hasil ini belum mencapai indikator yang
ditetapkan. Pada indikator keberhasilan
ketuntasan yang ditetapkan adalah 85%,
sehingga pada siklus kedua perlu dilakukan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
perbaikan pembelajaran. Walaupun indikator
keberhasilan yang ditetapkan belum tercapai,
tetapi terjadi peningkatan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1
Darul Kamal.
No
1
2
3
4
5
6
Saat pelaksanaan proses pembelajaran,
guru yang dijadikan kolaborator melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru.
Hasil pengamatan dari kolaborator tentang
aktivitas siswa saat kegiatan pembelajaran
berlangsung adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Aktivitas Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam Pembelajaran
Aspek yang diamati
Frekwensi
Persentase
Memperhatikan penjelasan guru
15
60%
Aktif bekerja dalam kelompok
12
48%
Memberikan masukan pada saat diskusi kelompok
10
40%
Mengajukan pertanyaan saat diskusi kelas
8
32%
Menjawab pertanyaan saat diskusi kelas
10
40%
Memberikan tanggapan saat diskusi
9
36%
Persentase rata-rata Aktivitas Siswa
43%
Persentase keaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
model peta masih kurang aktif, dimana ratarata persentase keaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
model peta konsep adalah 43%. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas siswa tergolong
kategori kurang namun sudah meningkat
dibandingkan hari-hari biasanya. Perbaikan
harus dilakukan pada siklus berikutnya dengan
cara lebih memotivasi dan membimbing siswa
pada saat diskusi kelas maupun diskusi
kelompok. Terutama dalam memotivasi siswa
agar ingin bertanya, menjawab, dan
memberikan tanggapan saat dilakukan diskusi
kelas. Selain dari pada itu saat diskusi
kelompok menyelesaikan tugas juga perlu
dimotivasi agar kelompok lebih aktif.
Tindakan yang harus dilakukan guru
pada siklus II adalah memberikan suatu
pemahaman kepada siswa tentang cara
memberikan
peganggal-penggalan
peta
konsep yang diberikan petunjuk untuk mengisi
peta konsep dengan kata-kata kunci yang
dapat dijadikan bahan infomasi. Pada saat
melaksanakan
bimbingan
dikelompok,
diharapkan guru tidak terfokus pada satu
No
1
2
89
kelompok tertentu, tetapi harus menyebar
untuk semua kelompok. Hal ini penting agar
jangan timbul praduga pada diri siswa bahwa
guru pilih kasih dalam membimbing.
2). Deskripsi Siklus II
Perbaikan proses pembelajaran sesuai
dengan hasil observasi kolaborasi yaitu
melakukan apersepsi, memotivasi siswa,
mengelola
kelas,
menjelaskan
materi
pelajaran, membagi siswa menjadi 5
kelompok, kemudian guru membagikan peta
konsep yang harus diselesaikan oleh masingmasing kelompok. Pada akhir pembelajaran
diberikan evaluasi untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai siswa setelah dilakukan
proses pembelajaran dengan peta konsep.
Setelah masing-masing kelompok selesai
membuat peta konsep pada materi proklamasi
kemerdekaan,
selanjutnya
dilakukan
persentasi kelas. Saat persentasi kelas, guru
bertindak sebagai moderator agar diskusi
berjalan lancar.Pada akhir pembelajaran
diberikan evaluasi untuk mengetahui hasil
belajar yang dicapai siswa setelah dilakukan
proses pembelajaran dengan peta konsep.
Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Kelas VII SM Negeri 1 Darul Kamal Siklus II
Predikat
Frekwensi
Persentase
Keterangan
Tuntas
22
88%
Nilai rata-rata siswa adalah 72
Tidak Tuntas
3
12%
Nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai
oleh siswa kelas VII SMPN 1 Darul Kamal
adalah 72 dengan ketuntasan belajar 88%.
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
Siswa yang tidak tuntas siklus I adalah 12%.
Hasil ini belum mencapai indikator yang
ditetapkan. Pada indikator keberhasilan
Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep
ketuntasan yang ditetapkan adalah 85%,
sehingga pada siklus kedua perlu dilakukan
perbaikan pembelajaran. Walaupun indikator
keberhasilan yang ditetapkan belum tercapai,
tetapi terjadi peningkatan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1
Darul Kamal. Dengan demikian indikator
yang ditetapkan telah tercapai.
No
1
2
3
4
5
6
90
Saat pelaksanaan proses pembelajaran,
guru yang dijadikan kolaborator melakukan
pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru.
Hasil pengamatan dari kolaborator tentang
aktivitas siswa saat kegiatan pembelajaran
berlangsung adalah sebagai berikut.
Tabel 4. Aktivitas Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam Pembelajaran
Aspek yang diamati
Frekwensi
Persentase
Memperhatikan penjelasan guru
20
80%
Aktif bekerja dalam kelompok
18
72%
Memberikan masukan pada saat diskusi kelompok
15
60%
Mengajukan pertanyaan saat diskusi kelas
14
56%
Menjawab pertanyaan saat diskusi kelas
17
68%
Memberikan tanggapan saat diskusi
18
72%
Persentase rata-rata Aktivitas Siswa
68%
Persentase keaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
model peta masih kurang aktif, dimana ratarata persentase keaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
model peta konsep adalah 68%. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas siswa tergolong
kategori cukup, bahkan lebih meningkat dari
siklus I. Peningkatan keaktifan siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran pada semua
kegiatan dalam pembelajaran.
B. Pembahasan
Hasil belajar siswa yang diperoleh
pada siklus I belum sesuai dengan harapan
yang diinginkan yaitu 85%. Nilai rata-rata
yang dicapai siswa adalah 67 dengan
ketuntasan belajar siklus I hanya 68% tetapi
indicator kinerja yang ditetapkan belum
tercapai. Siswa yang tidak tuntas pada siklus I
mencapai 32%. Pada siklus II nilai rata-rata
yang dicapai siswa adalah 72 dengan
ketuntasan belajar siswa mencapai 88%
harapan yang diinginkan yaitu 85%. Dengan
demikian indikator kinerja yang ditetapkan
sebelum penlitian tindakan kelas ini tercapai.
tercapai bahkan melebihi.
Observasi yang dilakukan terhadap
aktifitas siswa pada siklus I sebanyak 43%
siswa aktif dalam kegiatan kegiatan
pembelajaran sedangkan 57% kurang aktif
dalam
kegiatan
pembelajaran.
Angka
persentase keaktifan siswa yang diperoleh
belum maksimal karena dari hasil observasi
masih ada siswa yang tidak bekerja dalam
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
kelompoknya serta kegiatan. Hal ini
disebabkan siswa masih mengalami kesulitan
saat menyusun peta konsep. Selain dari pada
itu jumlah siswa dalam satu kelompok 5 orang
mengakibatkan siswa ribut dalam kelompok
saat diskusi. Setelah dilakukan perbaikan
dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II
terjadi peningkatan aktivitas siswa menjadi
68%. Ini artinya terjadi peningkatan keaktifan
siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
dengan model peta konsep. Kalau pada siklus
I siswa kurang aktif dalam kegiatan
pembelajaran, pada siklus II siswa cukup aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Siswa juga
merasa senang dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran, ini terbukti dari masih
beraktivitas siswa dalam belajar walaupun bel
sudah berbunyi tanda pelajaran sudah selesai.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat ditarik simpulan
sebagai berikut.
1. Model pembelajaran peta konsep dapat
meningkatkan aktivitas siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam hal
meberikan pendapat untuk pemecahan
masalah, memberikan tanggapan terhadap
orang lain, mengerjakan tugas yang
diberikan
oleh
guru,
termotivasi
mengerjakan tugas, dan mempunyai
tanggung jawab sebagai anggota kelompok.
Selama mengikuti pembelajaran siswa
merasa senang dalam berdiskusi, dan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
memiliki keberanian dalam menyampaikan
pendapat.
2. Hasil belajar yang ditunjukkan oleh nilai
rata-rata dan ketuntasan belajar siklus
pertama dan siklus kedua mengalami
peningkatan.
Dengan
demikian
pembelajaran dengan model peta konsep
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Guru yang mengajar di kelas VII sebagai
pelaksana tindakan lebih terampil dalam
melaksanakan pembelajaran dengan model
peta konsep.
1. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
simpulan di atas, maka peneliti menyarankan
sebagai berikut.
1. a.Kepada pihak terkait, dalam hal ini kepala
SMP Negeri 1 Darul Kamal agar dapat
mensosialisasikan hasil penelitian ini
kepada guru-guru sebagai bahan informasi
dalam meningkatkan partisipasi dan hasil
belajar IPS khususnya materi proklamasi
kemerdekaan.
2. b.Kepada guru-guru IPS di SMP Negeri 1
Darul Kamal dapat mencoba model
pembelajaran dalam rangka menciptakan
pembelajaran yang berkualitas guna lebih
meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Bobbi Deporter, et al. 2002. Quantum
Teching, Mempraktekan Quamtum
Learning di Ruang Kelas. Bandung :
Kaifa.
____________. 2002. Quantum Learning.
Bandung : Kaifa.
Budiarto. 2004. Pendekatan dalam
Pembelajaran IPS. Jakarta:
Depdiknas.
Buzan. 2003. Model dan Pendekatan Dalam
Belajar. Jakarta : Gramedia.
Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran
IPS SMP. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar.
Susilo. 2002. Belajar dan Pembelajaran yang
Efektif. Jakarta : Rineka Cipta.
Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal
91
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
92
PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SCRIPT UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI KOLONIALISME BARAT PADA SISWA
KELAS VIII SMPN 1 DARUL KAMAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh
Mardiana*
Abstrak
Ketidaksesuaian model pembelajaran berdampak pada hasil yang dicapai oleh siswa. Model
pembelajaran yang lebih mengedepankan kemampuan verbalisme guru mengakibatkan siswa tidak
aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini terjadi pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Masalah yang terjadi adalah hasil belajar siswa rendah dan siswa
pasif dalam belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa kelas VIII
SMPN 1 Darul Kamal terhadap materi kolonialisme barat dan aktivitas siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana aktivitas setiap siklus meliputi
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah
siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal yang berjumlah 24 orang terdiri dari 15 orang siswa
perempuan dan 9 orang siswa laki-laki. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian adalah soal dan lembaran observasi. Teknik analisis data dilakukan dengan triangulasi.
Hasil penelitian diketahui ketuntasan belajar siswa pada siklus pertama 75% dengan nilai rata-rata
kelas 69. Ketuntasan belajar pada siklus II yaitu 87,5% dengan nilai rata-rata kelas 72. Aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script pada siklus I rata-rata
persentase 80,7%. Dengan demikian hasil penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil, sehingga di
simpulkan terjadi peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal
setelah diajarkan dengan model cooperative learning tipe script.
Kata Kunci: Aktivitas, hasil belajar, cooperative script.
Salah satu materi pelajaran IPS yang
sulit dipahami oleh siswa adalah materi yang
berhubugan dengan sejarah. Materi ini sulit
dipahami, karena membutuhkan pemahaman
yang mendalam dari siswa. Rendahnya
pemahaman materi tentang sejarah juga terjadi
pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal.
Hasil belajar yang dicapai siswa pada materi
yang berhubngan dengan sejarah masih rendah
dibandingkan dengan materi pelajaran yang
lainnya seperti geografi dan ekonomi. Hasil
evaluasi yang dilakukan terhadap siswa kelas
VIII SMPN 1 Darul Kamal dalam materi yang
berhubungan dengan sejarah masih kurang
memuaskan. Nilai rata-rata yang dicapai siswa
pada materi yang berhubungan dengan sejarah
adalah 60. Ketuntasan belajar yang dicapai
siswa hanya 50%. Ini artinya setengah dari
siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tidak
tuntas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
IPS khususnya materi yang berhubungan
dengan sejarah.
Ketidakberhasilan siswa kelas VIII
SMPN 1 Darul Kamal dalam pembelajaran
IPS materi yang berhubungan dengan sejarah,
bukan tanpa sebab. Hasil refleksi setelah
melakukan
pembelajaran
di
kelas,
penyebabnya adalah model pembelajaran yang
dilakukan masih bersifat konvensional. Guru
lebih mengedepankan kemampuan verbal
(menjelaskan), sehingga siswa diperlakukan
sebagai objek bukan sebagai subjek.
Seharusnya pembelajaran dapat memposisikan
siswa sebagai subjek. Siswa harus dilatih
untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan,
sementara guru berperan sebagai fasilisator.
Kenyataan ini, perlu ditindaki oleh
guru. Bila keadaan ini tidak dilakukan
tindakan, maka siswa selalu gagal. Keadaan
yang harus dirubah oleh guru adalah
melaksanakan pembelajaran. Kalau selama ini
pembelajaran
bersifat
teacher
center
(berpusat pada guru) menjadi studen center
(berpusat pada siswa). Model pembelajaran
yang menekankan proses pembelajaran
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
berpusat pada siswa adalah model cooperative
learning. Wasis (2004), model cooperative
learning
merupakan model pembelajaran
berpusat pada siswa dengan membentuk
kelompok-kelompok belajar yang saling
membantu sesama teman dalam pembelajaran.
Di dalam pembelajaran setiap anggota
kelompok saling bekerja sama dan membantu
untuk memahami materi pelajaran. Belajar
belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai materi.
Pembelajaran kooperatif terdiri dari
beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut antara lain,
tipe STAD, Jigsaw, TGT, NHT dan lainnya.
Di dalam penerapan cooperative learning guru
harus mempelajari terlebih dahulu langkahlangkah dari berbagai macam tipe cooperative
learning tersebut. Karena setiap tipe
mempunyai langkah-langkah khusus serta
mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Setelah mengkaji pustaka dan diskusi
dengan rekan guru, maka untuk meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar
siswa dalam
penelitian tindakan kelas ini akan diterapkan
model cooperative learning tipe script yang
merupakan salah satu tipe dalam pendekatan
struktural.
Dalam
pelaksanaannya
pembelajaran model cooperative learning tipe
script memberi kesempatan kepada siswa
untuk saling membagi ide-ide dan jawaban
yang paling tepat, serta dapat mendorong
siswa untuk meningkatkan aktivitas dan kerja
sama menyelesaikan problema. Selain itu,
model cooperative learning tipe script lebih
menarik dipraktikan dari pada model
kooperatif yang lainnya.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut: (1). Apakah penerapan model
cooperative learning tipe script dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas
VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran
2013/2014?; (2) Apakah penerapan model
cooperative learning tipe script dapat
meningkatkan hasil belajar IPS materi
kolonialisme barat pada siswa kelas VIII
SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran
2013/2014?
Tujuan dilaksanakannya penelitian
tindakan kelas ini adalah: (1). Untuk
mengetahui peningkatan aktivitas belajar
siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun
pelajaran 2013/2014 saat diterapkan model
cooperative learning tipe script dalam
93
pembelajaran IPS materi kolonialisme barat;
dan (2). Untuk meningkatkan hasil belajar
IPS materi kolonialisme barat pada siswa
kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun
pelajaran 2013/2014 setelah diterapkannya
model cooperative learning tipe script.
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak
para
ahli
pendidikan
mendefinisikan pengertian tentang belajar,
tetapi secara prinsipnya sama. Ahmadi (2005)
bahwa
belajar adalah
suatu
bentuk
pertumbuhan atau perubahan dalam diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman
dan latihan. Gie (2006) bahwa belajar adalah
segenap rangkaian kegiatan/aktivitas yang
dilakukan secara sadar oleh seseorang dan
mengakibatkan perubahan pengetahuan atau
kemahiran
yang
sedikit
permanen.
Whiterington (2000) belajar adalah segala
kegiatan yang dilakukan manusia secara sadar
yang membawa perubahan pada diri manusia
baik kemampuan atau ketrampilan.
Bila ketiga pendapat di atas diambil
suatu kesimpulan, maka jelaslah bahwa
definisi mengenai belajar ada suatu unsur
yang terdapat atau terkandung pada setiap
definisi yaitu adanya “perubahan”. Ruparupanya ada semacam kesamaan umum bahwa
perbuatan belajar mengandung semacam
perubahan dalam diri seseorang yang
melakukan perbuatan belajar itu. Perubahan
itu dapat dinyatakan sebagai suatu kecakapan,
kebiasaan, sikap, pengertian atau pengetahuan.
Jadi orang yang belajar tidak sama
keadaannya dengan sebelum ia melakukan
perbuatan belajar. Perubahan ini dapat
meliputi
pengetahuan,
sikap
atau
ketrampilannya. Artinya seseorang sesudah
melakukan suatu perbuatan belajar mungkin
merasa lebih bahagia, menjadi lebih pandai
menjaga kesehatannya, mempergunakan alam
sekitarnya, dan mempertinggi kebaikan.
Perubahan belajar terutama adalah
proses yang sadar, setidak-tidaknya si pelajar
dapat menjadi sadar, bahwa ia telah mencoba
sesuatu dan bahwa ia mengalami semacam
perubahan tertentu. Perubahan-perubahan
yang terjadi dalam belajar sebenarnya
merupakan aspek-aspek kepribadian yang
terus menerus berfungsi. Artinya pengalaman-
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script
pengalaman yang baru itu tidak bersifat statis,
tetapi bersifat dinamis.
Menurut Nurhadi (2003) pembelajaran
adalah bagaimana seorang guru melakukan
proses belajar mengajar. Dalam hal ini
bagaimana guru melakukan proses mengajar
kepada siswa, sehingga kegiatan guru tersebut
dapat membawa perubahan pada diri
siswanya. Karena itu pembelajaran yang
dilakukan guru sangat berpengaruh terhadap
cepat atau lambatnya perubahan terhadap
siswa setelah belajar. Jika pembelajaran yang
dilakukan oleh guru berkenan di hati siswa,
maka perubahan-perubahan pada diri siswa
akan cepat teramati oleh guru. Apabila
pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak
sesuai, maka akan sulit bagi siswa mengalami
perubahan setelah belajar. Dalam hal
pembelajaran inilah guru sangat menentukan
keberhasilan siswa setelah belajar.
Menurut Wasis (2004) cooperative
learning
merupakan
suatu
model
pembelajaran dimana siswa belajar dalam
kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja
sama dan membantu untuk memahami suatu
bahan pembelajaran. Belajar belum selesai
jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai bahan pembelajaran.
Cooperative learning merupakan model
pembelajaran yang akhir-akhir ini cukup
populer, termasuk dalam bidang studi IPS.
Cooperative learning tidak saja unggul dalam
memahami materi pelajaran, tetapi dapat
membuat siswa belajar secara kritis dan rasa
kesetiakawanan dalam mencapai tujuan
belajar. Dengan kata lain keberhasilan dalam
belajar adalah milik semua siswa. Slavin
(dalam Lie,2004) menyatakan pembelajaran
cooperative learning siswa lebih mudah
menemukan dan memahami konsep-konsep
yang sulit karena mereka mendiskusikan
masalah tersebut dengan temannya. Dengan
kata lain suatu permasalahan akan mudah
dipecahkan jika dikerjakan secara bersamasama.
Di dalam kelas cooperative learning
siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang
siswa yang sederajat seperti campuran siswa
yang berkemampuan tinggi, sedang, rendah.
Jenis kelamin dan ras serta saling membantu
satu sama lain. Selama pelaksanaan
94
cooperative learning siswa tetap tinggal dalam
kelompoknya
selama
beberapa
kali
pertemuan. Mereka diajarkan keterampilanketerampilan khusus agar dapat bekerja sama
dengan baik di dalam kelompoknya. Seperti
menjadi pendengar yang baik, memberi
penjelasan kepada temannya sekelompok
dengan baik, berdiskusi dan sebagainya.
Agar dalam cooperative learning
terlaksana dengan baik siswa diberikan
latihan-latihan yang direncanakan untuk
diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas
anggota
kelompok
adalah
mencapai
ketuntasan materi yang diajarkan guru dan
saling membantu antara teman sekelompok
untuk mencapai ketuntasannya. Dalam
cooperative learning siswa tidak berkompetisi
dalam kelompoknya tetapi bagaimana caranya
mencapai tujuan belajar. Teori kognitif
(kontruktivis)
serta
pengajaran
dan
pembelajaran
kontekstual
(contextuan
teaching
and
learning)
melandasi
pengembangan
model
pembelajaran
cooperative learning (Lie, 2004).
Teori-teori dalam psikologi yang
dibutuhkan dalam pembelajaran adalah
konstruktivis
(constructivist theory of
learning). Teori konstruktivis ini menyatakan
bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
menstanformasikan
informasi
komplek,
mengecek informasi baru dengan aturanaturan lama dan merevisi apabila aturanaturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar
benar-benar memahami dan dapat menerapkan
pengetahuan
mereka
harus
bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala
sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah
payah dengan ide-ide.
Menurut teori konstruktivis ini, satu
prinsip yang paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat
hanya sekedar memberikan pengetahuan
kepada siswa. Siswa harus membangun
sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru
dapat memberikan kemudian untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide mereka
sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. Guru dapat memberi siswa anak
tangga yang membawa siswa ke pemahaman
yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri
yang harus menjadi anak tangga tersebut.
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
Teori
pembelajaran
kognitif
(konstuktivis) yang terkenal adalah teori Jean
Piaget. Menurut Jean Piaget (dalam Ibrahim,
2000) menyatakan bahwa setiap individu pada
saat tumbuh mulai bayi yang baru dilahirkan
sampai menginjak dewasa akan mengalami
empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu :
sensori motor (usia 0 – 2 tahun), para
operasional (usia 2–7 tahun), operasional
konkrit (usia 7–11 tahun), dan operasional
formal (usia 11 sampai dewasa).
Selain Piaget, Vygotsky merupakan
salah seorang yang penting dalam psikologi
perkembangan. Sumbangan paling penting
dari Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi
apabila anak bekerja atau belajar manangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun
tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan
kemampuan atau tugas tersebut berada pada
tahap kemampuan anak (Wasis, 2004). Ide
penting yang lain diturunkan dari teori
Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding
berarti memberikan sejumlah besar bantuan
kepada seseorang anak selama tahap-tahap
awal pembelajaran dan kemudian anak
tersebut mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah ia dapat
melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan
masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh atau yang
lain memungkinkan siswa tumbuh sendiri.
Ada dua implikasi utama dari teori
yang diungkapkan oleh Vygotsky dalam
pembelajaran IPS. Pertama, dikehendakinya
susunan kelas berbentuk pembelajaran
kooperatif antara siswa,sehingga siswa dapat
berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit
dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif di dalam
masing-masing kelompok. Kedua, pendekatan
dalam pembelajaran menekankan kepada
siswa semakin bertanggung jawab terhadap
pembelajaran sendiri.
Teknik pelaksanaan pembelajaran
cooperative learning terdiri dari enem fase
yaitu fase pertama guru menyampaikan tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memberikan motivasi awal
berkaitan dengan materi pelajaranyang akan
disampaikan. Fase kedua guru menyajikan
informasi
berkaitan
dengan
materi
pelajaran.Penyajian materi dilakukan dengan
cara demonstrasi atau eksperimen atau lewat
95
bahan bacaan. Fase ketiga guru menjelaskan
kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok
agar
melakukan
transisi
(perpindahan) secara efesien. Fase keempat
guru
membimbing
kelompok-kelompok
belajar siswa pada saat mengerjakan tugas
mareka.Hal ini dilakukan agar siswa
melakukan pekerjaannya tidak mengalami
kendala. Fase kelima guru mengevaluasi hasil
belajar siswa tentang materi yang telah
dipelajarinya atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
di depan kelas. Fase keenam guru memberi
penghargaan kepda kelompok-kelompok
belajar yang memperoleh hasil terbaik. Hal ini
dilakukan agar siswa termotivasi untuk belajar
lebih giat diwaktu yang akan datang.
Adapun kelebihan dari pembelajaran
model
cooperative
learning
adalah
keberhasilan dalam kelompok bukan milik
perorangan
tetapi
milik
anggota
kelompok,karena itu jika dalam satu
kelompok tidak saling membantu maka
kelompoknya akan kalah, karena itu dalam
pembelajaran cooperative learning adanya
saling kerja sama untuk mencapai tujuan.
Terjalin kerja sama yang baik dalam
kelompok, karena siswa saling melakukan
diskusi dalam belajar. Model cooperative
learning tidak hanya mengarah pada ranah
kognitif, tetapi ranah psikomotorik dan afektif
juga menjadi perhatian
Adapun
kelemahan
dari
model
cooperative learning adalah diperlukan
persiapan yang matang oleh guru dalam
menyiapkan bahan pelajaran. Jumlah siswa
dalam satu kelas tidak boleh mencapai 45
orang, karena akan menyulitkan proses
pembelajaran dengan model cooperative
learning. Dikhawatirkan siswa yang pandai
akan mendominasi diskusi dalam kelompok,
karena itu perlunya pengontrolan secara terusmenerus oleh guru. Terkadang suasana kelas
menjadi ribut, karena terjadinya perdebatan
antar siswa, sehingga mengganggu kelas lain.
Model cooperative tipe script pertama
sekali diperkenalkan oleh Dansereau dan
Kalawan pada tahun 1985. Model cooperative
learning tipe script model belajar dimana
siswa bekerja berpasangan dan bergantian
secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian
dari materi yang dipelajari. Siswa secara
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script
bergantian menyampaikan materi sesama
pasangannya. Bila siswa yang satu
menyampaikan materi, maka pasangannya
mendengarkan apa yang disampaikan.
Kemudian
siswa
mendengarkan
menyampaikan kembali materi yang di
dengarnya dari pasangannya.
Peran guru dalam model pembelajaran
cooperative
learning
tipe
script
mempersiapkan
bahan
yang
akan
diinformasikan oleh siswa pada pasangannya.
Biasanya materi yang akan disampaikan
disusun dalam bentuk lembaran kerja siswa.
Saat siswa saling menjelaskan materi
pelajaran, guru berperan sebagai pendengar
dari penyampaian materi oleh siswa.
Langkah-langkah pembelajaran dengan
model cooperative learning tipe script adalah
sebagai berikut.
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa
untuk dibaca dan membuat ringkasan
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang
pertama berperan sebagai pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar
4. Pembicara
membacakan
ringkasannya
selengkap mungkin, dengan memasukkan
ide-ide
pokok
dalam
ringkasannya.
Sementara
pendengar
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ideide pokok yang kurang lengkap dan
membantu mengingat/menghafal ide-ide
pokok dengan menghubungkan materi
sebelumnya atau dengan materi lainnya
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara
ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya.
Serta lakukan seperti diatas.
6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan
Guru
7. Penutup
METODA PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri
1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester
pertama tahun pelajaran 2013/2014 tepatnya
dari tanggal 1 Juli 2013 sampai 1 November
2013. Penelitian dilakukan disemester
pertama,
karena
materi
pelajaran
kolonialisme barat diajarkan pada semester
tersebut. Penelitian dilakukan dikelas VIII
karena peneliti merupakan guru yang
96
mengajar dikelas tersebut. Selain dari pada itu,
siswa kelas VIII merupakan siswa yang hasil
belajar bidang studi IPS khususnya yang
berhubungan dengan materi sejarah sedikit
masih rendah dibandingkan dengan kelas yang
lainnya.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas
VIII SMPN 1 Darul Kamal yang berjumlah 24
orang dengan perincian 15 orang siswa
perempuan dan 9 orang siswa laki-laki. Secara
kemampuan siswa kelas VIII merupakan
siswa yang kurang mampu karena berasal dari
kondisi keluarga yang pendidikan orang
tuanya kurang. Bahkan orang tuanya kurang
memahami pentingnya belajar.
Sumber data tempat diperolehnya data
penelitian atau subjek yang dapat memberikan
data sehubungan dengan penelitian. Di dalam
penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari
siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal, guru
pelaksana tindakan dan guru pengamat. Data
yang diperoleh dari siswa berupa nilai hasil
belajar dan aktivitas siswa. Data yang
diperoleh dari guru berupa keterampilan
dalam melaksanakan pembelajaran dengan
model cooperative learning tipe script.
B. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik
yang
digunakan
dalam
pengumpulan data penelitian ini adalah (1)
Test dilakukan pada setiap akhir proses
pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar
yang dicapai siswa. (2) Observasi yang
dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa
saat mengikuti pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe script.
Intrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah soal, lembaran observasi
aktivitas siswa, dan lembaran observasi
keterampilan guru melaksanakan proses
pembelajaran dengan model cooperative
learning tipe script.
Analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif yang terdiri dari (1) analisis
hasil belajar dengan menggunakan analisis
deskriptif
komparatif
yaitu
dengan
mebandingkan nilai test antar siklus (2)
aktivitas siswa dan guru dianalisis secara
deskriptif dengan memberikan penjelasan
terhadap hasil observasi yang dilakukan.
C. Rencana Tindakan
Adapun prosedur dari PTK yang akan
dilakukan sebagai berikut.
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
1. Perencanaan
Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti
perlu melakukan berbagai persiapan
sehingga
semua
komponen
yang
direncanakan dapat dikelola dengan baik.
Langkah-langkah-langkah persiapan yang
perlu ditempuh adalah:
a. Membuat rencana pembelajaran (RPP)
yang berisikan langkah-langkah yang
dilakukan guru, di samping bentuk
kegiatan yang dilakukan siswa dalam
rangka implementasi tindakan perbaikan
yang telah direncanakan.
b.Mempersiapkan fasilitas dan sarana
pendukung yang diperlukan di kelas,
seperti lembaran kerja.
c.Mempersiapkan cara merekam dan
menganalisis data mengenai proses dan
hasil tindakan perbaikan, seperti soal,
lembaran observasi aktivitas siswa, dan
lembaran observasi kemampuan guru
mengelola proses pembelajaran.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan yaitu melakukan
proses pembelajaran dengan menggunakan
model cooperative learning tipe script,
melakukan pengamatan terhadap aktivitas
siswa, dan guru, serta melakukan penilaian.
3.Observasi
Observasi/pengamatan
dilakukan
saat
pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan.
Adapun yang diamati dalam proses
pengamatan adalah aktivitas siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran dan
kemampuan guru dalam mengelola proses
pembelajaran.
4.Refleksi
Melakukan refleksi dalam arti merenungkan
secara inten apa yang telah terjadi dan tidak
terjadi, mengapa segala sesuatu terjadi dan
atau tidak terjadi, serta menjadi alternatif-
97
alternatif solusi yang perlu dikaji, dipilih
dan dilaksanakan untuk dapat mewujudkan
apa yang dikehendaki. Secara teknik
refleksi melakukan analisis dan sitesis
terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
dilaksanakan sesuai perencanaan
yaitu
menjelaskan
tujuan
pembelajaran,
mengingatkan kembali materi pelajaran yang
akan dipelajari, memotivasi siswa untuk
belajar, menjelaskan materi pelajaran secara
singkat dan sistem pembelajaran dengan
model cooperative learning tipe script,
membagi siswa untuk berpasangan dan
membagikan bahan ajar pada setiap pasangan
untuk dibaca dan dijelaskan pada pasangan.
Guru dan siswa menetapkan siapa yang
pertama berperan sebagai
pembicara dan
siapa yang berperan sebagai pendengar.
Pembicara
membacakan
ringkasannya
selengkap mungkin dengan memasukkan ideide pokok dalam ringkasannya, sementara
pendengar
menyimak/mengoreksi
yang
kurang
lengkap
dan
membantu
mengingat/menghafal.
Siswa
diminta
menjawab pertanyaan yang terdapat lembaran
kerja siswa secara berpasangan.
Guru
bersama-sama siswa membuat kesimpulan
pembelajaran.
Selama
proses
pembelajaran
berlangsung, guru pengamat melakukan
observasi terhadap aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe script. Hasil
observasi aktivitas siswa dalam belajar
sebagai berikut.
Tabel 1. Aktivias Siswa Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Siklus I
No
Aktivitas Siswa
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1
Mengambil giliran dan berbagi tugas
18
75
2
Mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi
10
41,7
3
Mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan
24
100
4
Bertanya jika tidak mengerti
10
41,7
5
Menghargai pendapat teman
24
100
6
Mengerjakan tugas tepat waktu
20
83,3
7
Memberikan tanggapan/menjawab
10
41,7
8
Mendengarkan penjelasan guru
22
91,7
Rata-rata persentase
71,9
Note: Jumlah siswa yang diamati 24 orang.
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script
Aktivitas siswa saat mengikuti kegiatan
pembelajaran 75% mengambil giliran dan
berbagi tugas, 41,7% mengundang teman
untuk berbicara dalam diskusi, seluruhnya
mendengarkan
dengan
aktif
teman
menjelaskan, 41,7% bertanya jika tidak
mengerti, seluruhnya menghargai pendapat
teman, 83,3% mengerjakan tugas tepat waktu,
41,7% memberikan tanggapan/menjawab, dan
91,7% mendengarkan pendejalan guru.
Dengan demikian terlihat secara jelas bahwa
aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran
dengan model cooperative learning tipe script
sudah cukup aktif, dimana secara rata-rata
persentase 71,9% siswa aktif dalam
pembelajaran.
Tabel 2. Distribusi Keberhasilan Siswa Pada
Siklus I
No
Keterangan
Nilai
1
Nilai tertinggi
85
2
Nilai Terendah
50
3
Nilai rata-rata kelas
69
4
Ketuntasan Belajar
75%
Keberhasilan siswa dalam memahami
materi pelajaran yang diajarkan dengan model
cooperative learning tipe script dengan
tertinggi 85 dan nilai terendah 50. Tingkat
ketuntasan belajar yang dicapai siswa yaitu
75% sedangkan 25% siswa tidak tuntas. Nilai
rata-rata kelas yaitu 69. Dengan demikian
persentase ketuntasan belajar yang dicapai
siswa masih jauh dari indikator yang
ditetapkan. Indikator yang ditetapkan dalam
penelitian ini adalah 85% siswa tuntas.
98
Walaupun demikian terjadi peningkatan
terhadap ketuntasan belajar siswa setelah
diajarkan dengan model cooperative learning
tipe script. Sebelum diajarkan dengan model
ketuntasan belajar siswa hanya 50%. Aktivitas
siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada
siklus pertama, tergambar bahwa suasana
kelas masih berpusat pada guru. Ini
disebabkan guru kurang memotivasi siswa
untuk
siswa
untuk
bertanya,
menjawab/menanggapi,
menyampaikan
ide/pendapat. Kondisi ini tentu saja efek dari
kegiatan pembelajaran di mana guru terlalu
antusias dan aktif dalam menjelaskan materi
pelajaran.
2). Deskripsi Siklus II
Langkah-langkah pembelajaran yang
dilakukan pada siklus II guru menjelaskan
tujuan pembelajaran, mengingatkan kembali
tentang materi, memotivasi siswa untuk
belajar,
menjelaskan materi pelajaran, penukaran
pasangan yang tidak berhasil dalam siklus I,
membagikan bahan ajar kepada pasangan,
menetapkan siswa yang pertama berperan
sebagai pembicara dan ssiswa yang berperan
sebagai pendengar, siswa membacakan
ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan
ide-ide
pokok
dalam
ringkasannya
sementara
pendengar
menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide
pokok yang kurang lengkap. setiap pasangan
menjawab pertanyaan yang terdapat pada
lembaran kerja siswa, guru bersama siswa
membuat simpulan.
Tabel 3. Aktivias Siswa Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Siklus II
Aktivitas Siswa
Frekuensi
Persentase
(F)
(%)
1
Mengambil giliran dan berbagi tugas
20
83,3
2
Mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi
17
70,8
3
Mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan
24
100
4
Bertanya jika tidak mengerti
15
62,5
5
Menghargai pendapat teman
24
100
6
Mengerjakan tugas tepat waktu
20
83,3
7
Memberikan tanggapan/menjawab
13
54,2
8
Mendengarkan penjelasan guru
22
91,7
Rata-rata persentase
80,7
No
Aktivitas siswa saat mengikuti kegiatan
pembelajaran 83,3% mengambil giliran dan
berbagi tugas, 70,8% mengundang teman
untuk berbicara dalam diskusi, seluruhnya
mendengarkan
dengan
aktif
teman
menjelaskan, 62,5% bertanya jika tidak
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
mengerti, seluruhnya menghargai pendapat
teman, 83,3% mengerjakan tugas tepat waktu,
54,2% memberikan tanggapan/menjawab, dan
91,7% mendengarkan pendejalan guru.
Dengan demikian terlihat secara jelas bahwa
aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran
dengan model cooperative learning tipe script
sudah aktif, dimana secara rata-rata persentase
80,7% siswa aktif dalam pembelajaran.
Tabel 4 Distribusi Keberhasilan Siswa Pada
Siklus II
No
Keterangan
Nilai
1 Nilai tertingg
85
2 Nilai terendah
60
3
4
Nilai rata-rata kelas
Ketuntasan belajar
72
87,5%
Setelah
dilakukan
perbaikan
pembelajaran pada siklus II dengan mengubah
pasangan dan mengurangi aktivitas guru
menerangkan, hasil tes terhadap siswa
diketahui nilai rata-rata yang diperoleh siswa
72 dan ketuntasan belajar siswa 87,5%. Nilai
tertinggi yang dicapai siswa adalah tetap 85
tetapi ada peningkatan pada nilai terendah
yang dicapai siswa menjadi 60. Dilihat dari
persentase ketuntasan belajar siswa pada
siklus II, ternyata tujuan yang ditetapkan
dalam penelitian ini yang menyatakan
penelitian dianggap berhasil jika persentase
ketuntasan belajar yang dicapai siswa 85%.
Ternyata dari hasil tes pada siklus II
ketuntasan belajar yang dicapai siswa
melebihi ketuntasan belajar yang ditetapkan
pada indikator kerja pada penelitian tindakan
kelas.
Hasil tindakan pada siklus II, ternyata
terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa
dari 75% menjadi 87,5%. Peningkatan juga
terjadai pada nilai rata-rata yang dicapai
siswa, pada siklus I nilai rata-rata yang dicapai
siswa 69, sedangkan pada siklus II menjadi72.
Peningkatan juga terjadi pada aktivitas siswa
mengikuti kegiatan pembelajaran, di mana
pada siklus II jumlah siswa yang bertanya,
mengajukan pendapat lebih banyak dari siklus
II. Ini disebabkan kemampuan guru
memotivasi siswa bertanya dan menjawab
meningkat menjadi cukup mampu. Selain dari
pada itu juga terjadai perubahan peran pada
guru, dimana pada siklus I guru mendominasi
proses pembelajaran, sedangkan pada siklus II
siswa lebih aktif dalam belajar. Dengan
99
demikian penelitian tindakan kelas dikatakan
telah berhasil meningkatkan hasil belajar dan
aktivitas siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat ditarik simpulan
terjadi peningkatan hasil belajar IPS materi
kolonialisme barat pada siswa kelas VIII
SMPN 1 Darul Kamal. Peningkatan juga
terjadi pada aktivitas siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan model cooperative
learning tipe script. Peningkatan hasil belajar
dan aktivitas siswa disebabkan terjadi
peningkatan
kemampuan
guru
dalam
mengelola
proses
pembelajaran
saat
pelaksanaan penelitian dilakukan.
1. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian dan
simpulan di atas, maka peneliti menyarankan
agar guru mata pelajaran IPS di SMPN 1
Darul Kamal hendaknya melakukan proses
pembelajaran dengan model cooperative
learning tipe script. Bukti menunjukkan
bahwa model cooperative learning tipe script
dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
siswa. Diharapkan kepada siswa agar mau
mengaktifkan kelompok-kelompok belajar
sehingga membantu keberhasilan belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 2005. Teknik Belajar yang
Efektif. Jakarta: Renika Cipta.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Pelajaran IPA
Kelas VIII SMP. Jakarta: Depdiknas.
Gie, Liang. 2006. Cara Belajar yang Baik dan
Efesien. Jakarta: Renika Cipta.
Ibrahim. M. 2000. Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya:Universiti Press.
Lie, Anita. 2004. Cooperatif Learning.Jakarta:
Grasindo.
Nurhadi. 2003. Model-model Pembelajaran.
Surabaya: Unesa Press.
Wasis.
Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal
2004. Model-model Pembelajaran
IPA. Jakarta : Depdiknas.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
100
PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI PADA PERSEBARAN FLORA
DAN FAUNA MELALUI METODE PENUGASAN
Oleh
Yunaidah*
Abstrak
PTK ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar geografi pokok bahasan persebaran
Flora dan Fauna melalui metode penugasan pada siswa kelas XI-IS-1 SMA Negeri 6 Banda Aceh,
sedangkan manfaatnya untuk mendapatkan teori-teori baru untuk menjadi refleksi penelitian
selanjutnya. Kajian ini menggunakan metode PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap
siklus dilaksanakan 2 kali pembelajaran. Sebagai subjek dalam PTK ini adalah siswa Kelas XI-IS-1
semester ganjil (I). Sumber data yang diperoleh dalam PTK ini hasil dari siswa kelas XI-IS-1
sebanyak 29 orang, hasil observasi dari teman sejawat dan dokumentasi siswa-siswi. Hasil yang
dicapai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa di siklus I pertemuan 1 sebanyak 17 siswa tuntas
(58,6%) dan pertemuan 2 sisa yang telah tuntas sebanyak 20 orang (68,96%). Selanjutnya pada siklus
II pertemuan 1 siswa yang telah tuntas ada sebanyak 23 orang (79,3%) dan pada pertemuan 2
meningkat lagi menjadi 27 orang (93,1%).
Kata Kunci : Metode Penugasaan dan Hasil Belajar Geografi
Pembelajaran merupakan suatu situasi yang
melibatkan dua perbuatan yaitu: Perbuatan
oleh siswa dan perbuatan mengajar oleh guru.
Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa
hal yang mempengaruhi yaitu: tujuan
pembelajaran, bahan pelajaran, metode dan
alat peraga, serta penilaian dan evaluasi.
Proses
pembelajaran
yang
dirancang
sedemikian rupa tentu mendatangkan hasil
yang maksimal.
Dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar tidak selamanya mendatangkan hasil
yang maksimal. Berdasarkan pemantauan
hasil evaluasi, ulangan harian mata pelajaran
Geografi kelas XI-IS-1, semester 1 Tahun
Pelajaran 2010/2011 SMA Negeri 6 Banda
Aceh masih belum mencapai target
ketuntasan. Sebahagian siswa mengalami
kesulitan untuk memahami materi pelajaran.
Hal ini diduga karena metode, model maupun
strategi pembelajaran yang digunakan kurang
tepat dan buku pegangan siswa yang terbatas
sehingga rendahnya pemahaman siswa.
Penulis melaksanakan Penelitian
Tindakan Kelas ini agar dapat mengupayakan
peningkatan
hasil
belajar.
Adapun
peningkatan yang ingin dicapai dari 45%
menjadi 70% ketuntasan. Untuk meningkatkan
hasil belajar tentu dilakukan berbagai upaya
termasuk memperbaiki strategi mengajar,
Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh
salah satu metode yang digunakan adalah
metode diskusi. Metode penugasan ini adalah
metode yang penulis gunakan dalam
penelitian tindakan kelas di kelas XI-IS-1
materi persebaran Flora dan Fauna.
Berdasarkan uraian latar belakang
diatas, penulis dapat mengidentifikasi
beberapa masalah antara lain: (1). Guru dalam
melaksanakan
pembelajaran
belum
menggunakan metode yang sesuai; (2). Guru
belum menggunakan alat peraga yang baik;
(3).
Suasana
kelas
yang
kurang
menyenangkan; dan (4). Buku yang tersedia
sangat terbatas.
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah “Apakah dengan menggunakan metode
Penugasan dapat meningkatkan hasil belajar
Geografi pokok bahasan persebaran Flora dan
Fauna pada siswa Kelas XI-IS-1 SMA Negeri
6 Banda Aceh tahun ajaran 2010/2011?
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran geografi
Geografi adalah suatu ilmu yang
mempelajari atau mengkaji bumi dan segala
sesuatu yang ada diatasnya, seperti penduduk,
flora, fauna, iklim, udara dengan segala
interaksinya.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
Dari pengertian yang dikemukakan
diatas, dapat di ketengahkan disini bahwa
Geografi dan studi Geografi berkenaan dengan
: 1. Permukaan bumi (Geosfer). 2. Alam
Lingkungan (Atmosfer, Litosfer, Hidrosfer), 3.
Umat
manusia
dengan
kehidupannya
(Antroposfer), 4. Penyebab keruangan gejala
alam dan kehidupan termasuk persamaan dan
perbedaan, serta 5. Analisis hubungan
keruangan
gejala-gejala
Geografi
di
permukaan bumi.
Dengan
kata
lain
pengajaran
Geografi hakekatnya adalah pengajaran
tentang aspek-aspek keruangan permukaan
bumi yang merupakan keseluruhan gejala
alam dan kehidupan umat manusia dengan
variasi kewilayahannya termasuk persebaran
Flora dan Faunanya.
Beberapa Definisi belajar sebagai suatu
perubahan menurut para ahli sebagai berikut:
1. Gagne dan Berliner (Ani Tri dalam
Mufid, 2007) menyatakan bahwa belajar
merupakan
proses
dimana
suatu
organisme mengubah perilakunya karena
hasil dari pengalaman.
2. Teori belajar Konstruktivisme (Ani Tri
dalam Mufid, 2007) belajar adalah lebih
dari
sekedar
mengingat,
siswa
memahami dan mampu menerapkan
pengetahuan yang
telah dipelajari,
mereka harus bisa menyelesaikan
masalah, menemukan sesuatu untuk
dirinya. Guru adalah bukan orang yang
mampu memberikan pengetahuan kepada
siswa, sebab siswa yang harus
mengkonstruksikan pengetahuan dalam
memorinya sendiri.
3. Menurut Suharsimi Arikunto (Dalam
Mufid, 2007) belajar merupakan suatu
proses karena adanya usaha untuk
mengadakan perubahan terhadap diri
manusia yang melakukan, dengan
maksud memperoleh perubahan dalam
dirinya, baik merupakan pengetahuan,
keterampilan maupun sikap.
Perubahan tingkah laku yang dapat
diamati dari penampilan orang belajar adalah
hasil belajar. Tingkat kemampuan siswa dari
hasil belajar dapat dilihat dari kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik (Bloom
dalam Sutrisno, 2006) Senada dengan
pendapat diatas Arikunto (dalam Sutrisno,
2006) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan sesuatu yang diperoleh dari dan
Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh
101
sesudah kegiatan pembelajaran berlangsung.
Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk angka,
huruf, atau kata-kata baik, sedang dan kurang.
Hasil belajar dapat diukur langsung melalui
tes yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
B. Pengertian Metode Penugasan
Untuk meningkatkan hasil belajar
Geografi, metode yang digunakan dalam
proses pembelajaranharus menarik sehingga
siswa termotivasi untuk belajar. Agar hasil
belajar meningkat diperlukan situasi, cara dan
strategi pembelajaran yang tepat untuk
melibatkan siswa secara aktif baik pikiran,
pendengaran, penglihatan dan psikomotor
dalam proses belajar mengajar. Untuk itu
metode penugasan lebih tepat digunakan.
Pemberian tugas adalah cara dalam
proses belajar mengajar dengan jalan memberi
tugas kepada siswa. Tugas-tugas ini dapat
berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat
kabar, majalah atau buku bacaan) membuat
kliping, mengumpulkan gambar, perangko,
dan dapat pula menyusun karangan.
Metode pemberian tugas, dianjurkan
antara lain untuk mendukung metode ceramah,
inkuiri, VCT. Penggunaan metode ini
memerlukan pemberian tugas denganbaik,
baik ruang lingkup maupun bahannya.
Pelaksanannya dapat diberikan secara
individual maupun kelompok.
Dalam proses pembelajaran, siswa
hendaknya didorong untuk melakukan
kegiatan yang dapat menumbuhkan proses
kegiatan kreatif. Oleh karena itu metode
pemberian tugas dapat dipergunakan untuk
mendukung metode pembelajaran yang lain.
Penggunaan metode pemberian tugas
bertujuan :
1. Menumbuhkan proses pembelajaran
yang eksploratif
2. Mendorong perilaku kreatif.
3. Membiasakan berpikir komprehensif
4. Memupuk kemandirian dalam proses
pembelajaran.
METODA PENELITIAN
A. Setting dan Subjek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA
Negeri 6 Banda Aceh, yang dilaksanakan
selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli s/d
September 2011 semester Ganjil, dengan
subyek penelitian siswa-siswi kelas XI-IS-1
Yunaidah, Peningkatan Hasil Belajar Geografi
tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa
sebanyak 29 orang terdiri dari yang terdiri dari
7 orang siswa perempuan dan 22 orang siswa
laki-laki.
B. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dengan cara
hasil test, observasi, dan wawancara. Dengan
menggunakan teknik pengumpulan data dari
butir soal tes, lembar instrumen aktivitas
siswa, lembar instrumen PBM guru, dan
pedoman wawancara.
C. Validasi dan Analisis Data
Validasi data berdasarkan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, digunakan
untuk mengukur hasil belajar siswa pada
Materi persebaran Flora dan Fauna. Tes ini
diberikan setiap akhir pembelajaran, bentuk
tes yang diberikan adalah tes tulisan berbentuk
uraian. Validasi diperoleh dari rekaman hasil
test siswa. Setelah valid data dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif yang terdiri
dari hasil belajar dan observasi.
D. Indikator Kinerja
Sebagai
indikator
keberhasilan
adalah terjadi peningkatan hasil belajar yaitu
70% siswa mencapai ketuntasan belajar nilai
KKM 65.
E. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 2 siklus.
Setiap siklus terdiri dari:
1. Planning, yaitu kegiatan yang dilakukan
pada
kegiatan
ini
adalah
membuat
perencanaan
proses
pembelajaran.
Perencanaan yang dibuat adalah berupa
silabus dan RPP beserta perangkatnya.
Membuat instrumen observasi kegiatan siswa
dan instrumen observasi PBM guru.
2. Acting, yaitu kegiatan yang dilakukan
adalah melaksanakan seluruh kegiatan yang
terdapat didalam kegiatan perencanaan.
Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran
materi persebarab Flora dan Fauna dengan
menggunakan metode penugasan pada
pelajaran geografi
3. Observasi, yaitu melaksanakan observasi
atau pengamatan yang dilakukan oleh guru
peneliti terhadap siswa pada saat PBM
berlangsung untuk melihat kegiatan siswa dan
observasi yang dilakukan oleh guru kolaborasi
Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh
102
terhadap PBM yang diselenggarakan oleh
peneliti.
4. Refleksi, dilakukan pada akhir PBM untuk
melihat hasil dari kegiatan PBM yang telah
dilaksanakan. Kemudian hasil dari refleksi
pada siklus pertama merupakan acuan bagi
peneliti untuk melakukan tindakan pada siklus
selanjutnya (siklus II). Selanjutnya pada siklus
II melakukan perubahan tindakan pada proses
belajar mengajar terhadap kekurangan yang
terjadi pada siklus I sehingga hasil PBM akan
menjadi lebih baik sesuai dengan harapan dan
tujuan yang ingin dicapai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi
pembelajaran
sebelum
dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan
tindakan dengan menggunakan metode
penugasan terjadi peningkatan. Tergambar
dari antusias siswa dalam mengikuti pelajaran,
siswa lenih aktif dan kreatif serta dapat
menemukan jawaban atau pemecahan masalah
dari materi yang mereka kerjakan dalam
kegiatan belajar yang dialaminya sehingga
dapat membina tanggung jawab dan disiplin
siswa serta mengembangkan kreatifitas siswa.
Hasil Siklus I
Dari analisis terhadap hasil belajar
yang dicapai oleh siswa diperoleh data bahwa
siswa yang memperoleh ketuntasan pada
pertemuan 1 sebanyak 17 siswa tuntas
(58,6%) dan 12 siswa tidak tuntaas (41,4%)
dengan nilai rata-rata sebesar 59,8. Kemudian
pertemuan 2 jumlah ketuntasan siswa menjadi
20 siswa (68,96%) dan 9 siswa belum tuntas
(31,03%) dengan nilai rata-rata sebesar 63,7.
Berdasarkan nilai rata-rata seperti itu, hasil ini
dapat dilihat dari observasi bahwa dalam
kegiatan pembelajaran masih terdapat siswa
yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan
pembelajaran, dan siswa juga kurang
memahami materi yang disampaikan guru.
Oleh karena itu perlu upaya perbaikan pada
siklus II.
Hasil Siklus II
Berdasarkan hasil tes kemampuan
siswa siklus II pada pertemuan I dapat dilihat
23 siswa (79,3%) tuntas, selebihnya yaitu
sebanyak 6 siswa (20,7%) tindak tuntas
dengan nilai rata-rata 68,5. Kemudian pada
pertemuan 2 jumlah siswa terus bertambah
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
hingga menjadi 27 siswa kini tuntas (93,1%)
dan bersisa 2 siswa tidak tuntas (6,9%) dengan
nilai rata-rata sebesar 80,2. Dari hasil tersebut
dapat dilihat bahwa indikator nilai KKM dan
nilai rata-rata yang ditetapkan dalam
penelitian ini telah terpenuhi, sehingga
penelitian menggunakan metode penugasan ini
berhasil meningkatkan jumlah dan nilai
belajar siswa.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan temuan hasil penelitian
mengenai penggunaan metode penugasan
untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas
XI-IS-1 dalam pembelajaran geografi di SMA
Negeri 6 Banda Aceh, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses pembelajaran menggunakan metode
penugasan dimulai dari pemilihan topik,
melakukan aturan diskusi, sikap kelompok
menjelaskan hasil, menarik kesimpulan dari
hasil diskusi setiap kelompok.
2. Penggunaan metode penugasan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran geografi dengan materi Persebaran
Flora dan Fauna. Dari hasil penelitian sudah
ada peningkatan dari siklus I dan siklus II
dimana jumlah siswa yang tuntas pada siklus I
hanya sebesar 58,6% lalu meningkat menjadi
93,1% pada siklus II.
1. Saran-saran
Pada kesempatan ini peneliti ingin
memberikan beberapa saran yang ingin
disampaikan adalah sebagai berikut:
• Perlunya penggunaan metode lain
dalam pembelajaran geografi saat
memberikan
materi
pelajaran
sehingga siswa mudah dan proses
belajar
mengajar
menjadi
menyenangkan, seperti alat peraga
• Diharapkan kepada guru untuk lebih
meningkatkan kemampuannya dalam
mengelola pembelajaran sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai
dengan maksimal.
• Untuk
memaksimalkan
hasil
penelitian ini disarankan kepada para
Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh
103
guru geografi lain untuk melakukan
hal yang serupa di tempat
mengajarnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Afif Miftahul Majid, S.sos. Dkk. 2006,
Intisari Geografi SMA, Bandung,
Pustaka Setia
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu
pendekatan Praktek. Jakart: Rineka
Cipta
Beni, S. 2008. Model-model Pembelajaran
Kreatif. Bandung: Tinta Emas
Publishing
Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat satuan
Pendidikan. Jakarta
Ismail, 2003. Media Pembelajaran (ModelModel
pembelajaran).
Jakarta
Direktorat Pendidikan Nasional
K. Wardiyatmoko, 2006, Geografi 2 SMA,
Jakarta, Erlangga
Nana Sudrajat. 1989, Dasar-dasar Proses
Belajar Mengajar, Bandung: Sinar
Baru, 1989
Suryubroto. 1990. Beberapa aspek Dasardasar Kependidikan, Jakarta: Rineka
Cipta
Soejadi, 2000. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta : Rineka Cipta
Sujana, 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung Remaja Rusda
Karya
Sujana, 2005. Dasar-dasar Proses Belajar
Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algesindo
Yusmans Hestiyanto. 2005, Geografi 2 SMA,
Jakarta, Yudistira
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
104
PENGARUH MASA KERJA DAN SERTIFIKASI GURU TERHADAP KOMITMEN
KERJA GURU PADA SMA NEGERI 5 BANDA ACEH
Oleh
Maria Lena
Abstrak
Masa kerja seorang guru adalah lamanya waktu yang telah dilalui oleh seorang guru yang
mengabdikan segala kemampuannya pada sebuah lembaga pendidikan. Guru yang telah bertahun-tahun
mengajar akan dapat memperbaiki kemampuan mengajarnya sehingga semakin tinggi tingkat
kemampuan dan komitmen terhadap tugas keguruannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah terdapat pengaruh antara masa kerja dan sertifikasi guru terhadap komitmen kerja guru pada
SMA Negeri 5 Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
deskriptif. Adapun yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah guru yang telah mendapat
sertifikat sertifikasi dan bertugas pada SMA Negeri 5 Banda Aceh, sedangkan yang dijadikan sampel
sebanyak 32 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama terdapat pengaruh yang
positif antara masa kerja guru dengan komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh (rx1y =
0,737), kedua terdapat pengaruh yang positif antara sertifikasi guru dengan komitmen kerja guru pada
SMA Negeri 5 Banda Aceh (rx2y = 0,771), ketiga terdapat pengaruh yang positif antara masa kerja dan
sertifikasi guru terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh ( rx1x2y = 0,867). Hasil
analisis secara serempak menunjukkan bahwa masa kerja dan sertifikasi guru dapat mempengaruhi
komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh.
Kata Kunci : Masa Kerja, Sertifikasi Guru dan Komitmen Kerja Guru.
Dunia pendidikan terus dituntut untuk
dapat menghasilkan sumber daya manusia yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
lapangan
pekerjaan
seiring
dengan
berkembangnya
teknologi
dan
budaya
masyarakat.
Pemerintah
telah
berupaya
meningkatkan kemampuan profesional guru
diantaranya meningkatkan kualifikasi dan
persyaratan jenjang pendidikan yang lebih
tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat usia
dini sampai perguruan tinggi. Selain sertifikasi
upaya lain yang telah ditentukan di Indonesia
untuk meningkatkan kompetensi profesional
guru misalnya, Pusat Kegiatan Guru (PKG),
Kelompok Kerja Guru (KKG), maupun
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
yang memungkinkan para guru untuk berbagi
pengalaman dalam memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi dalam kegiatan
mengajarnya. Mulyasa (2009:6) menyebutkan
bahwa:”Pemerintah melakukan berbagai upaya
untuk mengembangkan standar kompetensi dan
sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya
Undang-Undang Guru dan Dosen yang
ditindaklanjuti
dengan
pengembangan
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang guru dan dosen, yang dimaksudkan
agar meningkatkan profesional dan kompetensi
guru”
Dalam perkembangan pendidikan,
peserta didik di masa yang akan datang
diharapkan menjadi manusia Indonesia
berkualitas
yang
senantiasa
mampu
memecahkan persoalan-persoalan kebutuhan
hidupnya secara mandiri dan pada gilirannya
dapat
memberikan
kontribusi
dalam
mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera.
Kadar kualitas SDM yang terukur akan
menjadi tolok ukur untuk merekontruksi
pendidikan dari waktu ke waktu. Salah satu
barometer keberhasilan pendidikan dalam
mewujudkan SDM adalah dengan mengukur
kualitas SDM yang ditandai dengan
meningkatnya kualitas pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang lebih dinamis dan mandiri
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan beragama dengan tatanan nasional dan
internasional.
Tujuan pendidikan nasional tertuang
dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 pasal 3 berikut ini: “Pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”
Oleh sebab itu, transformasi sekolah
era kontemporer menuju sekolah bermutu
diawali dengan komitmen bersama terhadap
mutu pendidikan oleh sekolah, administrator,
guru, staf, siswa dan orang tua dalam
komunitas sekolah. Dalam hal ini, mutu yang
dimaksud yaitu kemampuan sumber daya
sekolah mentransformasikan multi jenis
masukan dan situasi untuk mencapai derajat
nilai tambah tertentu dari peserta didik. Jika
dilihat dari hasil pendidikan, mutu pendidikan
dipandang berkualitas jika mampu melahirkan
keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada
peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu
jenjang pendidikan atau menyelesaikan
program pembelajaran tertentu.
Guru dalam melaksanakan tugas
mengajar senantiasa berkeinginan untuk
meningkatkan kemampuan dalam memberikan
pelayanan kepada siswa, masyarakat, dan
lingkungan terutama lingkungan tempat
bertugas. Dalam melaksanakan tugas ini guru
berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginannya. Salah satunya dengan mengikuti
sertifikasi sehingga memperoleh kesejahteraan
dan
kenyamanan
yang
lebih
dalam
melaksanakan tugas.
Tunjangan sertifikasi bukan hanya
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan guru, tetapi juga dimaksudkan
untuk meningkatkan kompetensi dan komitmen
kerja guru. Paradigma pertama, beranggapan
bahwa kesejahteraan guru perlu ditingkatkan,
agar mereka bisa menjalankan tugas mendidik
generasi muda bangsa dengan baik.
Sekolah Menengah Atas (SMA)
Negeri 5 Banda Aceh merupakan sekolah yang
telah lama berdiri di kawasan Kopelma
Darussalam. Sekolah ini terus melakukan
pembenahan di segala bidang demi terciptanya
kualitas lulusan yang sesuai dengan era
globalisasi saat ini. Hal ini tidak terlepas dari
motivasi dan komitmen guru sehingga
berdampak bagi peningkatan produktivitas
guru dalam mengajar.
Sebagai
insan
yang
memiliki
keterbatasan
memang
kadang
kala
mempengaruhi stabilitas diri, namun tidak
105
jarang juga ada sebagian besar guru yang
bekerja penuh dedikasi dan loyalitas tinggi
sehingga
mereka
mampu
membangun
komitmen kerjanya dengan baik. Dengan
demikian guru yang memiliki komitmen kerja
yang tinggi akan mempengaruhi cara kerja dan
hasil kerjanya. Sejauh mana tingkat komitmen
kerja guru tersebut sangat ditentukan oleh
berbagai variabel, diantaranya yaitu masa kerja
dan sertifikasi, maka masa kerja dan sertifikasi
diharapakan mampu meningkatkan komitmen
kerja guru. Oleh karena itu penulis ingin
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Terhadap
Peningkatan Komitmen Kerja Guru pada SMA
Negeri 5 Banda Aceh.
Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu: Bagaimanakah pengaruh
antara masa kerja dan sertifikasi guru terhadap
komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5
Banda Aceh?
Berangkat dari rumusan masalah
tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui bahwa:
1. Masa kerja berpengaruh terhadap komitmen
kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda
Aceh.
2. Sertifikasi guru berpengaruh terhadap
komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5
Banda Aceh.
3. Masa kerja dan sertifikasi guru secara
bersama-sama berpengaruh
signifikan
terhadap komitmen kerja guru pada SMA
Negeri 5 Banda Aceh.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini secara teoritis
diharapkan dapat menyajikan data dan
informasi
yang
dapat
memperkaya
khazanah
dan
konsep
manajemen
pendidikan serta menjadi landasan berpijak
bagi penelitian selanjutnya. Dengan
diungkapkannya pengaruh masa kerja dan
sertifikasi terhadap komitmen kerja guru,
maka diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi pengambil kebijakan
khususnya manajer pendidikan dalam
rangka mengembangkan sistem pembinaan
yang lebih profesional.
2. Manfaat Praktis
Sementara manfaat pada tataran praktis,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi guru maupun lembaga
pendidikan, khususnya SMA Negeri 5
Banda Aceh guna dalam rangka
Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru
meningkatkan komitmen kerjanya. Di
samping itu diharapkan juga bermanfaat
untuk:
a. Kepala sekolah sebagai manajer pada
sekolah dalam upaya membentuk
kompetensi guru yang lebih baik.
b. Para guru dalam hal pengembangan
kemampuan dan pengetahuannya untuk
meningkatkan komitmen kerjanya
c. Gambaran bagi pengawas, untuk
melakukan supervisi yang lebih baik
dan profesional.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Masa Kerja, Sertifikasi Guru dan
Komitmen Kerja Guru
1). Konsep Manajemen
Manajemen dipandang sebagai profesi
karena manajemen dilandasi oleh keahlian
khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer,
dan para profesional dituntut oleh suatu kode
etik. Manajemen juga dipandang sebagai suatu
seni untuk mendapatkan sesuatu dan dilakukan
melalui orang lain. Hal ini meminta perhatian
pada kenyataan bahawa manajer mencapai
tujuan organisasi dengan mengatur orang lain
untuk melakukan pekerjaan yang diperlukan
tanpa melakukan pekerjaan sendiri.
Pendidikan merupakan suatu proses
manajemen, oleh karena itu menejemen sangat
berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
Perlunya manajemen dalam pendidikan adalah
untuk mengantisipasi perubahan global yang
disertai oleh kemajuan ilmu pengetahun dan
teknologi informasi. Perubahan itu sendiri
sangat cepat dan pesat, sehingga perlu ada
perbaikan yang berkelanjutan (continous
improvement) di bidang pendidikan sehingga
output pendidikan dapat bersaing dalam era
globalisasi seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi informasi. Persaingan tersebut hanya
mungkin
dimenangkan
oleh
lembaga
pendidikan yang tetap memperhatikan kualitas
pendidikan dalam pengelolaannya. Sebab
syarat untuk bisa bersaing adalah perbaikan
yang berkelanjutan dalam organisasi.
Manajemen
pendidikan
adalah
implementasi manajemen dalam bidang
pendidikan. Sedangkan manajemen sekolah
dikatakan sebagai salah satu bagian dari
manjemen pendidikan yang diimplementasikan
di tingkat sekolah. Manajemen pendidikan
cakupannya lebih luas dan diterapkan pada
106
semua jenis dan semua jenjang pendidikan.
Menurut Darling-Hammond, (Suharsaputra,
2010:66): “Manajemen sekolah merupakan
proses pemanfaatan seluruh sumber daya
sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang
rasional
dan
sistematik
(mencakup
perencanaan, pengorganisasian, pengerahan
tindakan, dan pengendalian) untuk mencapai
tujuan sekolah secara efektif dan efisien”
2). Masa Kerja
Masa kerja seorang guru adalah
lamanya waktu yang telah dilalui oleh seorang
guru yang mengabdikan segala kemampuannya
pada sebuah lembaga pendidikan.
Adapun perhitungan masa kerja yang
dimaksudkan dalam penelitian ini dibatasi
mulai dari 0 tahun 0 bulan (masa kerja
minimum) sampai dengan 36 tahun (batas kerja
maksimum).
Bahar
(Kunandar,
2007:23)
mengungkapkan:
“Pengalaman
mengajar
dalam penelitian ini mengacu pada lamanya
seorang guru mengajar di sekolah, guru yang
bertahun-tahun
mengajar
akan
dapat
memperbaiki keterampilan mengajar, guru
yang telah memiliki pengalaman mengajar
dalam waktu yang lama akan semakin tinggi
tingkat
kemampuan
dan
keterampilan
mengajarnya, dan semakin tinggi pula
kemampuan dalam melaksanakan tugas
keguruannya”.
3). Sertifikasi Guru
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen tertuang beberapa pasal tentang
sertifikasi sebagai berikut :
• Pasal 1 butir 11 : sertifikasi adalah proses
pemberian sertifikat pendidik kepada guru
dan dosen.
• Pasal 8 : guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
• Pasal 11 butir 1 : sertifikat pendidik
sebagaimana dalam pasal 8 diberikan
kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan.
• Pasal 16 : guru yang memiliki sertifikat
pendidik memperoleh tunjangan profesi
sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun
swasta dibayar pemerintah.
107
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
Dengan demikian sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat kompetensi atau
surat keterangan sebagai pengakuan terhadap
kemampuan seseorang dalam melakukan suatu
pekerjaan setelah lulus uji kompetensi.
Peningkatan kompetensi guru pada dasarnya
hanya merupakan satu aspek yang berperan
dalam peningkatan kinerja dan motivasi guru
sehingga
dapat
meningkatkan
kualitas
pendidikan.
4). Komitmen Kerja
Komitmen merupakan salah satu
bentuk prilaku individu atau kelompok dalam
suatu organisasi atau lembaga. Dalam
kaitannya dengan prilaku komitmen dapat
diartikan sebagai suatu sikap yang ditimbulkan
oleh seseorang atau situasi.
Hakikat komitmen kerja sebenarnya
merupakan kemauan dari dalam diri seorang
guru untuk mengadakan perubahan tingkah
laku secara kontinu dalam melaksanakan
tugasnya. Menurut Hamzah B. Uno, (2008:30)
perubahan tingkah laku tersebut pada
umumnya ada beberapa indikator : “1) adanya
tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, 2)
adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 3)
adanya kemauan dan kebutuhan dalam
mengajar, 4) adanya rasa betah dan kesenangan
terhadap pekerjaan, 5) adanya penghargaan
dalam mengajar, 6) adanya rasa wajib dan
tindakan dalam melaksanakan tugas”.
5). Pengaruh Masa Kerja dan sertifikasi
Terhadap Komitmen kerja Guru
Pengaruh masa kerja dan sertifikasi
terhadap komitmen kerja guru dapat terlihat
dari sikap yang ditunjukkan oleh guru dalam
melaksanakan tugas sehari-hari. Guru dalam
melaksanakan tugas profesinya selalu ingin
mencari tantangan terhadap hal-hal yang baru,
ingin
mengadakan
penelitian
untuk
pengembangan tugas walaupun hanya dalam
lingkungan kerjanya saja, ini berarti guru
tersebut memiliki komitmen yang tinggi, begitu
pula halnya dengan guru berpengalaman yang
memiliki masa kerja yang tinggi. Robert E.
Slavin (2008:31) mengemukakan bahwa
“Guru-guru berpengalaman merupakan guru
yang intensional yang memiliki sumber daya
yang baik”.
METODA PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
deskriptif
kuantitatif
guna
mengetahui seberapa besar pengaruh masa
kerja dan sertifikasi yang diikuti oleh guru
dalam rangka peningkatan komitmen kerjanya.
Peneliti dapat mengidentifikasi fakta-fakta atau
peristiwa yang terjadi sebagai variabel yang
dipengaruhi dan melakukan penyelidikan
terhadap
variabel-variabel
yang
mempengaruhi.
X1
Y
X2
Keterangan:
masa kerja
X1 :
sertifikasi
X2 :
Y :
komitmen kerja guru
Penelitian ini akan dilaksanakan pada
SMA Negeri 5 Banda Aceh yang terletak di
Jalan Hamzah Fansuri nomor 1 Kopelma
Darussalam. Sementara waktu pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini
terhitung Oktober sampai dengan Desember
2011.
Adapun yang menjadi populasi dalam
penelitian ini yaitu semua guru yang telah
mendapat sertifikat/lulus sertifikasi pendidik
profesional. Jumlah guru di SMA Negeri 5
Banda Aceh yang telah lulus tersebut adalah 32
orang. Karena jumlah populasi tidak terlalu
besar maka peneliti mengambil seluruhnya
sebagai subjek, dengan merujuk kepada
Arikunto (2006: 134) bahwa “sekedar ancerancer apabila subjeknya kurang dari 100 lebih
baik di ambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1). Diskripsi Variabel Masa kerja guru
Hasil penelitian diperoleh rata-rata
masa kerja guru di SMA Negeri 5 Banda Aceh
adalah tergolong tinggi yaitu mempunyai masa
kerja rata-rata 26 – 30 tahun hal ini ditunjukkan
responden
yang
sudah
bersertifikasi
mempunyai masa kerja cenderung tinggi,
sedangkan yang mempunyai masa kerja 11 –
15 tahun tidak ada atau 0%, 16 – 20 tahun
sebanyak 2 orang atau 6,25%, 21 – 25 tahun
sebanyak 7 orang atau 21.875%, sedangkan
Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru
yang mempunyai masa kerja lebih dari 30
tahun adalah sebanyak 5 orang atau 15.625%.
2). Diskripsi Variabel Sertifikasi Guru
Hasil penelitian diperoleh rata-rata
kinerja guru yang bersertifikasi adalah 4,12
dengan penyebaran pilihan jawaban dari
responden rentang 4 dan 5
3). Diskripsi Variabel Komitmen Kerja
Guru
Hasil penelitian diperoleh rata-rata
komitmen guru adalah 4, 17 dengan
penyebaran pilihan jawaban dari responden
rentang 4 dan 5.
B. Pembahasan
1). Pengaruh Masa kerja Terhadap
Komitmen Kerja Guru
Dalam analisa pembahasan ini penulis
ingin membahas mengenai pengaruh masa
kerja terhadap komitmen kerja guru.
Koefisien Regresi ( ):
Konstanta sebesar 2.986 artinya jika
masa kerja (X1) dianggap konstan, maka
besarnya komitmen kerja guru yang dilakukan
oleh guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh
adalah sebesar 2.986 pada satuan skala likert,
yang menyatakan jika tidak ada masa kerja
maka besarnya komitmen kerja guru SMA
Negeri 5 Banda Aceh adalah sebesar 2.986
pada satuan skala likert.
Koefisien regresi masa kerja (X1)
sebesar 0.270. Artinya bahwa setiap 100%
perubahan (masa kerja) maka secara relatif
akan mempengaruhi komitmen kerja guru
sebesar 27.0%, dengan demikian semakin
tinggi masa kerja guru SMA Negeri 5 Banda
Aceh, maka secara relatif akan meningkatkan
komitmen kerja guru.
Koefisien Korelasi dan Determinasi
Koefisien korelasi (R) = 0.737 yang
menunjukkan bahwa derajat hubungan
(korelasi) antara variabel bebas dengan varibel
terikat sebesar 73.7%. Artinya masa kerja (X1)
mempunyai hubungan yang kuat terhadap
komitmen kerja guru, atau variabel masa kerja
(X1) mempunyai hubungan yang kuat dalam
meningkatkan komitmen kerja guru SMA
Negeri 5 Banda Aceh.
Koefisien Determinasi (R²) = 0.543.
Artinya sebesar 54.3% perubahan-perubahan
dalam variabel terikat (komitmen kerja guru)
108
dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan
dalam variabel masa kerja (X1). Sedangkan
selebihnya yaitu sebesar 45.7% dijelaskan oleh
faktor lain diluar dari variabel yang dijadikan
indikator penelitian, hal ini mengindikasikan
bahwa masih ada sebesar 45.7% faktor
komitmen kerja guru dipengaruhi oleh faktor
lain, selain dari masa kerja guru.
2).
Pengaruh
Sertifikasi
Terhadap
Komitmen kerja guru
Koefisien Regresi ( ):
Koefisien regresi sertifikasi (X2)
sebesar 0.318. Artinya bahwa setiap 100%
perubahan (sertifikasi) maka secara relatif akan
mempengaruhi komitmen kerja guru sebesar
31.8%, dengan demikian semakin tinggi
sertifikasi guru SMA Negeri 5 Banda Aceh,
maka secara relatif akan meningkatkan
komitmen kerja guru.
Koefisien Korelasi dan Determinasi
Koefisien korelasi (R) = 0.771 yang
menunjukkan bahwa derajat hubungan
(korelasi) antara variabel bebas dengan varibel
terikat sebesar 77.1%. Artinya sertifikasi (X2)
mempunyai hubungan yang kuat terhadap
komitmen kerja guru, atau variabel sertifikasi
(X2) mempunyai hubungan yang kuat dalam
meningkatkan komitmen kerja guru SMA
Negeri 5 Banda Aceh.
Koefisien Determinasi (R²) = 0.594.
Artinya sebesar 59.4% perubahan-perubahan
dalam variabel terikat (komitmen kerja guru)
dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan
dalam variabel sertifikasi (X2). Sedangkan
selebihnya yaitu sebesar 40.6% dijelaskan oleh
faktor lain diluar dari variabel yang dijadikan
indikator penelitian, hal ini mengindikasikan
bahwa masih ada sebesar 40.6% faktor
komitmen kerja guru dipengaruhi oleh faktor
lain, selain dari sertifikasi kerja guru.
3). Pengaruh Secara Simultan Masa Kerja
dan Sertifikasi Terhadap Komitmen Kerja
Guru
Untuk meningkatkan komitmen kerja
guru oleh guru pada SMA Negeri 5 Banda
Aceh, maka perlu dilihat variabel yang
mempengaruhi komitmen kerja guru SMA
Negeri 5 Banda Aceh tersebut yaitu untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu
masa kerja (X1), sertifikasi (X2), terhadap
komitmen kerja guru (Y) pada SMA Negeri 5
Banda Aceh.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
Sertifikasi mempunyai pengaruh besar
dalam meningkatkan komitmen kerja guru, hal
ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sunaryo (2010), bahwa pemahaman
terhadap pendidikan, pelatihan, dan masa kerja
mempunyai hubungan yang signifikan dengan
kompetensi guru pada tingkat korelasi positif
pada tingkat cukup. Oleh sebab itu diperlukan
tindak lanjut terhadap usaha peningkatan
kompetensi ke tingkat yang lebih baik,
sehingga mampu memberikan kontribusi yang
lebih optimal dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil temuan penelitian, ada
beberapa hal yang dapat penulis simpulkan,
yaitu:
1. Terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara variabel masa kerja guru
(X1) terhadap komitmen kerja guru (Y)
pada SMA Negeri 5 Banda Aceh,
semakin tinggi masa kerja guru SMA
Negeri 5 Banda Aceh, maka secara relatif
akan meningkatkan komitmen kerja guru.
2. Terdapat pengaruh yang positif dan
seknifikan antara sertifikasi guru (X2)
terhadap komitmen kerja guru (Y) pada
SMA Negeri 5 Banda Aceh.
3. Terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara masa kerja guru (X1)
dan sertifikasi guru (X2) secara bersamasama terhadap komitmen kerja guru (Y),
secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap komitmen kerja guru
SMA Negeri 5 Banda Aceh.
1. Saran-saran
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
guru-guru SMA Negeri 5 Banda Aceh
memiliki komitmen kerja yang tinggi dan
diharapkan kepada kepala sekolah agar
terus memberikan arahan dan bimbingan
serta semangat kerja kepada guru yang
telah sertifikasi maupun yang belum
sertifikasi.
2. Untuk meningkatkan komitmen kerja
hendaknya
guru
terus
berupaya
meningkatkan kompetensinya, baik itu
kompetensi
profesional,
kompetensi
paedagogik, kompetensi kepribadian,
maupun
kompetensi
sosial
demi
terciptanya peningkatan kualitas guru yang
mengajar di SMA Negeri 5 banda Aceh
3.
109
yang berdampak pada lulusan yang
bermutu di sekolah tersebut.
Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda,
karena adanya keterbatasan interpretasi
terhadap fenomena yang diperolah dalam
penelitian ini yang mungkin belum mampu
menjelaskan secara mendalam. Hal ini
dikarenakan penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif sehingga lebih
terfokus pada hasil berupa angka-angka.
Disamping menggunakan variabel lain
yang dapat mempengaruhi komitmen kerja
guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi.
2006.
Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan
Praktik, Jakarta:Rineka Cipta.
Depdiknas, 2007. Standar Kompetensi Guru
(SKG). Jakarta: Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional, (2006),
Undang-Undang Guru dan Dosen,
Jakarta: TamitaUtama.
Kunandar.
2010.
Guru
Profesional
Implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) Dan
Sukses Dalam Sertifikasi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru
menuju Profesionalisme Pendidik,
Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sagala,
Syaiful. 2009.
Kemampuan
Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan, Bandung: Alfabeta.
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan
Teori Dan Praktik, Penerjemah:
Marianto Samosir, Boston: Indeks.
Suharsaputra, Uhar. 2010.
Administrasi
Pendidikan, Jakarta: Refika Aditama.
Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru
Usman, Husaini. 2009. Manajemen: Teori,
Praktik, dan Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Undang-Undang SISDIKNAS UU RI NO. 20
Th. 2003. 2009. Jakarta : Sinar
Grafika
110
Uno, Hamzah B. 2008. Teori Motivasi Dan
Pengukurannya,
Jakarta:
Bumi
Aksara.
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
111
ANALISIS PENALARAN DALAM SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA
SMP/MTs TAHUN AJARAN 2012 / 2013
Oleh
Sukmawarti* dan Dewi Liliani Batubara**
Abstrak
Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional. Masalah utama dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan siswa
dalam UN Matematika. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penalaran apa saja yang
terdapat dalam soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2012/2013? Sedangkan
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis penalaran yang terdapat dalam soal ujian Nasional
matematika SMP/MTs. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif. Sedangkan metode dalam
penelitian ini menggunakan kerangka kerja Lithner. Penelitian dilakukan dengan cara menganalisis
soal UN berdasarkan konteks teori, kejadian contoh dan latihan soal dalam buku teks rujukan,
memberikan argumen dan kesimpulan serta mengomentarinya sesuai dengan hasil analisis penalaran
yang terdapat dalam soal UN. Hasil analisis penalaran dari 40 butir soal UN Matematika SMP/MTs
tahun ajaran 2012/2013, karakter soal UN sebagian besar menggunakan penalaran Imitative
Reasoning. 95% soal menggunakan Memorized Reasoning dan Algoritmic Reasoning, dan 5% soal
dengan penalaran Creative Reasoning tipe Local Creative Reasoning. Materi soal UN sesuai dengan
standar isi dan sudah dipelajari, serta sering dijumpai siswa dalam pembelajaran matematika. Dengan
demikian siswa tidak perlu cemas menghadapi Ujian Nasional dan harus percaya diri dalam
mengikutinya.
Kata Kunci: Ujian Nasional, Penalaran Matematika
Banyak usaha telah dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia, baik dalam proses
pembelajaran maupun hasil penilaian. Salah
satu usaha pemerintah meningkatkan kualitas
pendidikan adalah dengan meningkatkan
standar kelulusan Ujian Nasional (UN).
Namun peningkatan standar kelulusan ini
ternyata membuat seluruh elemen terkait,
mulai dari Dinas Pendidikan, kepala sekolah,
guru, siswa, serta orang tua merasa cemas dan
was-was. Bahkan bagi siswa menjadi hal yang
paling menakutkan. Tidak jarang ada siswa
yang stres bahkan sampai putus asa menjelang
UN. Hal ini tentu sangat memprihatinkan bagi
dunia pendidikan Indonesia. UN yang
awalnya
diharapkan
menjadi
wadah
peningkatan
mutu
pendidikan
untuk
‘melahirkan’ generasi yang berkompeten,
nyatanya menjadi ‘momok’ yang menakutkan.
Matematika sebagai salah satu mata
pelajaran yang diujikan pada UN, merupakan
mata pelajaran yang paling dikhawatirkan
ketercapaian standar kelulusannya. Dari
beberapa kali UN, matematika selalu menjadi
penyebab utama kegagalan siswa. Selain
kepercayaan diri yang kurang dalam
menghadapi UN, salah satu sebab utama
kesulitan menyelesaikan soal-soal UN
matematika dikarenakan kurangnya penalaran
siswa dalam menyelesaikan soalnya. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Wahyudin
(Alamsyah, 2000:3) bahwa salah satu
kecenderungan yang menyebabkan siswa
gagal menguasai dengan baik pokok-pokok
bahasan dalam matematika adalah siswa
kurang menggunakan nalar yang logis dalam
menyelesaikan soal atau persoalan matematika
yang diberikan.
Dalam
menyelesaikan
soal
matematika umumnya siswa lebih senang dan
mudah menyelesaikan soal dengan langsung
menggunakan rumus dan soal yang berbentuk
angka dengan penyelesaian yang cenderung
mekanistik. Kegiatan penyelesaian soal seperti
ini sudah terbiasa mereka lakukan sewaktu
belajar di kelas. Fakta ini menunjukkan bahwa
siswa kurang memahami konsep matematika
dan lemah dalam penalaran. Penalaran yang
digunakan hanya bersifat hafalan sehingga
Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
melemahkan pemahaman matematika mereka.
Hal ini dapat menjadi penghalang bagi siswa
untuk mahir dalam pemecahan masalah dan
pembuktian. Sementara yang diharapkan dari
pembelajaran matematika adalah agar siswa
mampu
dalam
pemecahan
masalah,
komunikasi dan penalaran, tidak hanya
terampil melakukan perhitungan matematis
yang prosedural dengan menggunakan
algoritma yang baku.
Penalaran menjadi salah satu
kompetensi yang sangat penting sehingga
harus dipelajari oleh siswa. Kemampuan
menggunakan matematika sebagai cara
bernalar dapat dialih gunakan pada setiap
keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,
berpikir sistematis, bersifat objektif, disiplin
dalam memandang dan menyelesaikan suatu
masalah. Penyelesaian soal-soal dalam UN
Matematika tidak terlepas dari proses
bernalar.
Pemecahan
masalah
dalam
menjawab soal UN matematika dapat
diselesaikan
melalui
penalaran
untuk
memperoleh jawaban soal yang baik dan
benar. Berdasarkan uraian diatas, peneliti
berpikir perlu kiranya untuk melakukan
analisis tentang tipe penalaran yang terdapat
dalam soal UN matematika SMP/MTs tahun
pelajaran 2012/2013.
Masalah yang diteliti adalah tipe
penalaran dalam menyelesaikan soal Ujian
Nasional Matematika SMP/MTs tahun ajaran
2012/2013 berdasarkan kerangka kerja
Lithner. Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah jenis penalaran apa yang terdapat
dalam soal Ujian Nasional Matematika
SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 ?
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui jenis penalaran yang
terdapat dalam soal ujian Nasional matematika
SMP/MTs, dan mendeskripsikan tingkat
kesukaran
soal
berdasarkan
kerangka
penalaran Lithner.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ujian Nasional
Salah satu program peningkatan
mutu pendidikan nasional adalah dengan
menetapkan Ujian Nasional sebagai alat ukur
keberhasilan siswa di tingkat sekolah dasar
dan menengah secara nasional. Sebagaimana
tertuang dalam PP Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan pada
112
pasal 63 ayat 1 bahwa penilaian pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
salah satunya dilakukan oleh pemerintah.
Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh
pemerintah tersebut bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi dan dilakukan dalam bentuk
Ujian Nasional (UN).
Ujian Nasional di tingkat SMP/MTs
tahun ajaran 2012/2013 dilaksanakan pada
tanggal 22-25 April 2013. Paket soal terdiri
dari 30 paket dengan rincian 20 paket yang
akan dibagikan per kelas dan 10 paket sebagai
cadangan. Jumlah soal 40 butir berbentuk
multiple choice (pilihan ganda) dengan jangka
waktu pengerjaan 120 menit.
Pemerintah menargetkan UN tahun
ajaran 2012/2013 ini akan lebih ‘bersih’ dan
bebas dari kecurangan. Dengan perubahan
jumlah paket soal yang sebelumnya 5 paket
menjadi 30 paket peluang kecurangan lebih
kecil dan dapat diminimalisir. UN sebagai alat
ukur keberhasilan proses pembelajaran baik
dari sisi guru sebagai pengajar maupun dari
pihak siswa sebagai pebelajar merupakan
penilaian eksternal berskala nasional yang
dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan
penilaian proses dan hasil belajar yang
dilakukan pendidik dan satuan pendidikan
pada saat proses pembelajaran berlangsung
merupakan penilaian yang bersifat internal
dan menyeluruh dari aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Pemerintah melalui Kemdikbud dan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)
menetapkan pelaksanaan UN mengacu pada
Peraturan BNSP Nomor 0148/ SK–POS /
BNSP / I / 2011. Standar Kompetensi Lulusan
UN mata pelajaran Matematika untuk tingkat
SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 adalah:
(1) menggunakan konsep operasi hitung dan
sifat-sifat bilangan, perbandingan, bilangan
berpangkat, bilangan akar, aritmetika sosial,
barisan bilangan, serta penggunaannya dalam
pemecahan masalah; (2) memahami operasi
bentuk aljabar, konsep persamaan dan
pertidaksamaan linier, persamaan garis,
himpunan, relasi, fungsi, sistem persamaan
linier, serta penggunaannya dalam pemecahan
masalah;
(3)
memahami
konsep
kesebangunan, sifat dan unsur bangun datar,
serta konsep hubungan antarsudut dan garis,
Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan
Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara, Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional
serta menggunakannya dalam pemecahan
masalah. Memahami sifat dan unsur bangun
ruang,
dan
menggunakannya
dalam
pemecahan masalah; (4) memahami konsep
dalam statistika, serta menerapkannya dalam
pemecahan masalah; dan (5) memahami
konsep peluang suatu kejadian serta
menerapkannya dalam pemecahan masalah.
B. Penalaran Matematika
Matematika merupakan salah satu
ilmu yang berkaitan dengan proses bernalar.
Depdiknas (2002:6) menyatakan bahwa,
materi matematika dan penalaran matematika
merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan,
yaitu materi matematika dipahami melalui
penalaran dan penalaran dipahami dan
dilatihkan melalui belajar materi matematika.
Konsep yang ada pada matematika seutuhnya
merupakan proses bernalar untuk mencapai
suatu kesimpulan terstruktur dan saling
terkait.
Konsep-konsep
ini
diambil
berdasarkan teorema, aksioma, postulat, dalil,
rumus, maupun sifat-sifat yang ada dalam
matematika. Kesimpulan akhir yang didasari
oleh konsep tersebut menjadi pembuktian
yang
logis
dan
tidak
terbantahkan
kebenarannya dalam penyelesaian masalah
atau soal matematika. Disamping itu dalam
penyelesaian
soal
matematika
dapat
digunakan penalaran yang melibatkan aplikasi
logaritma, prosedur, keterkaitan antar konsep
dan gagasan yang matematis.
Penalaran
yang
mencakup
kemampuan berfikir secara logis dan
sistematis
merupakan
ranah
kognitif
matematika tertinggi. Penalaran didefenisikan
sebagai jalan berfikir yang diambil untuk
mengolah pernyataan dan menghasilkan
kesimpulan dalam menyelesaikan soal
(Lithner, 2003:3). Lithner mengemukakan
bahwa penalaran merupakan sebarang jalan
berfikir dalam mengerjakan soal, sehingga
penalaran tidak harus didasarkan pada
deduktif formal dan menandakan prosedur
yang singkat dalam menemukan fakta atau
bukti-bukti. Penalaran dapat dikatakan sebagai
proses berfikir, dan sebagai hasil dari proses
berfikir,
atau
keduanya.
Lithner
mendeskripsikan suatu konsep kerangka kerja
penalaran yang bertujuan sebagai dasar
analisis data. Dari kerangka kerja penelitian
yang dilakukan oleh Lithner, penalaran
matematika (Reasoning of mathematic)
113
dibedakan menjadi dua tipe, yaitu Imitative
Reasoning dan Creative Mathematically
Founded Reasoning.
Imitative Reasoning (IR) merupakan
jenis penalaran yang menciptakan koneksi
bernalar siswa berdasarkan peniruan solusi
soal, contoh soalnya persis seperti yang ada
didalam buku teks, atau mengikuti contoh
dibuku teks, dan dengan mengingat prosedural
dalam menjawab soal. Jawaban dan solusi
adalah dua unsur penting dalam soal.
Kebenaran pengerjaan soal tidak terlepas dari
kesesuaian jawaban dan solusi dengan intruksi
soal, seperti dalam latihan dibuku teks, soalsoal ujian, dan dalam kehidupan nyata.
Jawaban didefenisikan sebagai uraian konkrit
dari sifat yang diminta dalam soal. Sementara
solusi soal adalah jawaban yang diperkuat
dengan
argumen
untuk
membuktikan
kebenaran suatu jawaban. Ada dua kelompok
utama penalaran IR yang digambarkan
berdasarkan perbedaan unsur karakteristiknya,
yaitu Memorized Reasoning (MR) dan
Algoritmic Reasoning (AR).
Penalaran yang terdapat dalam
pengerjaan
soal
matematika
dapat
dikelompokkan
kedalam
Memorized
Reasoning, jika (1) cara pengerjaan soal
dengan mengulang solusi yang lengkap dari
apa yang diingat oleh siswa; dan (2) jawaban
soal cukup hanya dituliskan atau diucapkan
berdasarkan apa yang sudah dihafal dan
diingat siswa. Sehingga jenis soal yang dapat
diselesaikan dengan penalaran MR adalah
soal-soal yang berkenaan dengan pembuktian
suatu fakta, menurunkan suatu rumus,
menjelaskan defenisi dan membuktikan
teorema.
Algoritmic Reasoning dapat diartikan
sebagai kumpulan prosedural dan aturan yang
menjadi acuan ketika menyelesaikan suatu
soal matematika. Penalaran soal yang
termasuk tipe ini dapat dilihat berdasarkan
kondisi berikut: (1) strategi pemilihan yang
didasarkan dengan mengingat kembali
sekumpulan prosedural dan aturan yang akan
menjamin suatu solusi yang benar itu dapat
dicapai; dan (2) implementasi strategi terdiri
dari hasil penghitungan trivial atau tindakan
dengan mengikuti aturan-aturan.
Creative Mathematical Founded
Reasoning atau yang disebut juga Creative
Reasoning (CR) adalah sebuah kerangka kerja
yang dipandang sebagai sebuah hasil dari
Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
berfikir matematika kreatif. Proses-proses
berfikir matematika kreatif dalam konteks ini
didasarkan pada sifat fleksibel, melalui
pendekatan yang berbeda, dan tidak dibatasi
dengan tekanan aturan-aturan yang biasa
(Haylock,
1997,
Silver,
1997).Dalam
matematika, berfikir kreatif termasuk proses
bernalar yang fleksibilitas (kelenturan
berfikir). Secara spesifik kreatifitas ini muncul
dari suatu kreasi baru yang diciptakan siswa
sebagai hasil dari penalaran yang berkaitan
dengan pengetahuan awal siswa terhadap
penyelesaian soal.
Karakteristik penalaran yang kreatif
dalam CR dapat dilihat berdasarkan urutan
penalaran dalam menyelesaikan soal dengan
kondisi: (1) Apakah merupakan suatu
penalaran yang baru (novelty); dan (2) dalam
mencari solusi soal terdapat strategi,
implementasi, argumentasi dan penarikan
kesimpulan yang valid dan logis serta
mengacu
kepada
sifat-sifat
essential
matematika yang melibatkan unsur-unsur
dasar penalaran. Ada dua kelompok utama
penalaran CR, yaitu Local Creative Reasoning
(LCR) dan Global Creative Reasoning (GCR).
Suatu soal dapat dikategorikan
kedalam jenis penalaran LCR, jika soal
tersebut hampir secara keseluruhan dapat
diselesaikan dengan menggunakan Imitative
Reasoning hanya dengan memodifikasi
algoritma lokal, sehingga essensinya hanya
pada modifikasi algoritma yang digunakan
dalam menyelesaikan soal. Selain itu soal
yang menggunakan LCR dapat diselesaikan
dengan prosedur dan langkah-langkah
penyelesaian yang telah diketahui serta sudah
dipelajari oleh siswa.
Suatu soal dapat dikategorikan
kedalam jenis penalaran Global Creative
Reasoning (GCR) jika soal tersebut tidak
memiliki solusi yang berdasarkan pada solusi
Imitative Reasoning. Soal jenis ini selalu
membutuhkan penalaran yang menggunakan
Creative Reasoning pada keseluruhan
langkah-langkah pengerjaan soal. Kalaupun
ada hanya sebagian kecil dari GCR yang
didasarkan pada Imitative Reasoning. Sebagai
langkah awal siswa harus melihat soal tersebut
termasuk kedalam materi apa, setelah itu
barulah
mengikuti
langkah-langkah
penyelesaian selanjutnya.
114
METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
deskriftif. Prosedur penelitian ini adalah
mengkaji muatan materi, contoh, dan latihan
soal yang ada dalam lima buku teks dari
penerbit dan pengarang yang berbeda untuk
setiap kelasnya, dan membandingkannya
dengan soal Ujian Nasional (UN) matematika
SMP/MTs tahun pelajaran 2012/2013.
Analisis soal dilakukan dengan cara
mengelompokkan tiap soal dan solusinya
dengan mengikuti empat langkah analisis
kerangka kerja Lithner berikut.
1. Menganalisi soal Ujian Nasional
Ada 4 (empat) variabel yang digunakan
dalam menganalisis soal UN, yaitu:
a. Solusi (solution).
b. Konteks (contexs).
c. Informasi tentang keadaan soal
(Explicit
information
about
situation).
d. kata kunci, ungkapan dan informasi
lain sesuai buku teks (Other key
features).
2. Analisis dari Buku Teks
Analisis dilakukan dengan mencari
kejadian-kejadian soal yang ada dalam
contoh soal maupun latihan-latihan, dan
dalam kejadian teks teori.
3. Argumentasi dan Kesimpulan
Argumentasi tentang persyaratan jenis
penalaran dan kesimpulan mengenai
pengelompokan soal.
4. Komentar
Komentar merupakan tanggapan tentang
bagaimana seharusnya keadaan siswa
setelah
menyelasaikan
soal
dan
mendeskripsikan
soal
berdasarkan
penalaran Lithner.
Subyek dalam penelitian ini adalah
soal-soal
Ujian
Nasional
matematika
SMP/MTs tahun ajaran 2012 / 2013 .Obyek
yang diteliti adalah jenis-jenis penalaran
Lithner (a frame work Lithner) yang terdapat
dalam soal-soal Ujian Nasional matematika
SMP/MTs tahun ajaran 2012 / 2013.
Dalam penelitian ini yang menjadi
instrumen adalah soal UN Matematika SMP/
MTs untuk tahun ajaran 2012/2013 wilayah
Medan Kota, dengan jumlah soal 40 butir dan
berbentuk multiple choice. Paket soal UN
untuk tahun ajaran 2012/2013 ada 30 paket
dengan 20 paket soal utama yang diujikan dan
Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan
Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara, Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional
10 paket soal sebagai cadangan jika ada
kesalahan teknis pada 20 paket soal utama.
Data yang dikumpulkan kemudian
akan diolah dengan menggunakan kerangka
kerja Lithner yang merupakan rujukan peneliti
dalam mengolah data penelitian. Dalam
kerangka kerja Lithner, penalaran soal
dikelompokakan menjadi dua kelompok
umum yaitu Imitative Reasoning (IR) dan
Creative Reasoning (CR). Kedua kelompok
umum tersebut dibagi kedalam dua tipe yaitu,
untuk IR ada tipe Memorized Reasoning (MR)
dan Algoritmic Reasoning (AR) sedangkan
untuk penalaran CR dikelompokkan menjadi
Local Creative Reasoning (LCR) dan Global
Creative Reasoning (GCR).
115
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk sampel penelitian diambil
salah satu paket soal dari 30 jenis paket soal
UN. Perolehan data dalam penelitian ini
diambil dari hasil analisis soal Ujian Nasional
dengan
menggunakan
kerangka
kerja
penalaran Lithner.
Soal UN matematika SMP/MTs tahun
2012/2013 merupakan soal-soal gabungan
yang materi soalnya diambil dari setiap
kelasnya. Komposisi
materi pelajaran
seimbang dari tingkatan kesulitan materi
kelas. Berikut ini tabel hasil analisis
komposisi persentase tipe penalaran soal
berdasarkan materi tiap kelas.
Tabel 1. Persentase Tipe Penalaran Berdasarkan Materi Soal
Tipe
Kelas
Jumlah Persentase
No
No.Soal
Penalaran
Soal
(%)
1.
IR
VII
5
12,5 %
1, 2, 5, 10, 12
VIII
16
40 %
9, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 23,
24, 25, 26, 27, 29, 30, 32, 34
IX
17
42,5 %
3, 4, 6, 7, 8, 20, 21, 22, 28, 31,
33, 35, 36, 37, 38, 39, 40
2.
CR
VII
0
0
0
VIII
1
2,5 %
17
IX
1
2,5 %
11
Setelah dilakukan penelitian terhadap
soal UN matematika SMP/MTs tahun ajaran
2012/2013 yang berjumlah 40 butir soal
diperoleh data hasil penelitian yang merujuk
pada kerangka kerja Lithner dengan
pengelompokan soal berdasarkan tipe
penalaran yang terdapat dalam soal tersebut
maka substansi penalaran soal UN tersebut
terdiri dari 38 butir soal yang termasuk tipe
penalaran
Imitative
Reasoning,
yang
dirincikan dengan 31 butir soal (77,5 % )
termasuk Algoritmic Reasoning, dan 7 butir
soal (17,5 %) termasuk Memorized Reasoning.
Kemudian untuk 2 butir soal (5 %) lainnya
termasuk penalaran Creative Reasoning tipe
Local Creative Reasoning.
Dari hasil perolehan data tersebut
menunjukkan bahwa soal-soal yang diujikan
dalam UN merupakan soal yang seharusnya
dapat diselesaikan siswa dengan mudah. Hasil
analisis buku teks pegangan siswa juga
membuktikan bahwa sebagian besar dari soalsoal UN tersebut adalah soal yang udah
diajarkan, sudah pernah dibahas dan sudah
sangat akrab dengan siswa. Ada banyak
ditemukan kejadian contoh dan latihan soal
dalam buku teks yang konteks serta kejadian
soalnya mirip dengan soal-soal yang diujikan
dalam UN. Data konkrit ini seharusnya
menjadi indikator yang mendeskripsikan
keberhasilan siswa memperoleh nilai yang
memuaskan dalam pencapaian nilai UN.
Namun fakta yang ada sangat
bertolak belakang dengan apa yang
diharapkan dan kondisi yang ada dilapangan.
Masih banyak siswa, guru, orangtua siswa,
instansi
pendidikan
dan
pihak-pihak
pendidikan lainnya yang masih cemas dan
takut ketika menjelang UN, mereka takut akan
standar kelulusan yang ditetapkan oleh
pendidikan pusat. Kondisi lain yang juga
mempengaruhi UN SMP/MTs untuk tahun
2012/2013 salah satunya distribusi pendidikan
yang cenderung tidak merata di setiap daerah.
Distribusi pendidikan di kota jauh lebih baik
dari pada di desa, sehingga mengakibatkan
banyaknya siswa yang tidak dapat mencapai
nilai standar kelulusan.
Hal yang lebih memprihatinkan
adalah kondisi UN tahun ajaran 2012/2013 ini
Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan
Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2
yang
berbeda
dengan
tahun-tahun
sebelumnya. Adanya peraturan-peraturan baru
serta perbedaan mencolok lainnya yang cukup
menambah
kekhawatiran
siswa
saat
menghadapi UN. Perbedaan tersebut dapat
dilihat pada jumlah paket soal yang makin
banyak, LJK yang menyatu dengan lembar
soal UN yang menyebabkan siswa kesulitan
dan harus berhati-hati pada saat memisahkan
LJK dari lembar soal UN agar LJK tersebut
tidak rusak. Karena jika LJK rusak, maka LJK
tersebut tidak bisa dipakai lagi. Hal lain yang
menuntut kehati-hatian siswa saat UN adalah
kualitas kertas LJK yang sangat tipis. Keadaan
ini tentunya sangat berpengaruh terhadap
jalannya UN. Perubahan-perubahan yang
mencolok dalam UN tahun ajaran 2012/2013
yang serba dadakan dan terlihat amburadul
sehingga tidak fleksibel dengan kondisi di
lapangan dan keadaan siswa yang mengikuti
UN. Lambannya sosialisasi UN dengan
peraturan-peraturan baru menjadikan pihak
sekolah harus siap dengan situasi yang bisa
saja terjadi tanpa koordinasi yang baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari analisis dan hasil penelitian,
dapat disimpulkan bahwa:
1. Materi
soal-soal
UN
Matematika
SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 adalah
materi pelajaran yang sudah dipelajari,
sering
dijumpai
siswa
dalam
pembelajaran matematika dan sesuai
dengan standar isi pelajaran matematika.
2. Karakter soal UN sebagian besar
menggunakan
penalaran
Imitative
Reasoning, dimana terdapat 95% soal
yang menggunakan penalaran Memorized
Reasoning dan Algoritmic Reasoning.
Sedangkan 5% sisanya merupakan soal
dengan penalaran Creative Reasoning tipe
Local Creative Reasoning. Tidak terdapat
kejadian soal yang baru bagi siswa dan
penalaran Global Creative Reasoning.
1. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka disarankan kepada:
1. Siswa agar memperbanyak latihan
membahas contoh dan soal-soal latihan
yang terdapat dalam buku teks maupun
yang diajarkan guru. Hal ini
2.
3.
116
dikarenakan konteks soal UN sejalan
dengan materi dan soal pada buku teks.
Guru lebih banyak memberikan contoh
dan soal-soal latihan yang konteks dan
indikator soalnya mirip dengan soal
UN, sehingga siswa terlatih dan tidak
cemas dalam menghadapi UN.
Kemendiknas agar memberikan materi
dan tingkat penalaran soal UN lebih
berimbang,
dengan
komposisi
penalaran
Memorized
Reasoning
sebanyak 25 %, Algoritmic Reasoning
55 %, dan untuk Local Creative
Reasoning 20 % .
DAFTAR PUSTAKA
Andriyatie, dkk.2011 : Ringtone Matematika
SMP/MTs Kelas VII,VIII,IX. Jakarta:
PT. Grasindo.
Kemendikbud Dirjend Pendidikan Dasar
Direktorat Pembinaan SMP, 2012,
Materi Pengayaan Ujian Nasional
Mata Pelajaran Matematika, Jakarta.
Lithner, Johan, 2006, A framework for
analyzing Creative and Imitative
Mathematical Reasoning, Dept.of
Science and Mathematics Education,
Umea University, Sweden.
Lithner, Johan. Jesper Boesen and Torulf
Palm, 2006, The Requirements of
Mathematical Reasoning in Upper
secondary Level Assessments, Dept.of
Science and Mathematics Education,
Umea University, Sweden.
Lithner, Johan, 2012, Learning Mathematics
By Creative Or Imitative Reasoning,
International
Congress
on
12th
Mathematical Education,8 – 15 July,
Seoul, Korea.
Mujib, Abdul dan Suparingga, Erik. Analisis
Penalaran Ujian Nasional Matematika
SMA/MA Program IPA Tahun Ajaran
2011/2012. Laporan Penelitian. UMN
Alwashliyah, Medan.
Wardhani, Sri, Rumiati. 2011. Instrumen
Penilaian Hasil Belajar Matematika
SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS.
P4TK
Matematika
Kemendiknas.Yogyakarta.
Yunimahmudah, 2009, Tesis: Studi Kasus UN
Matematika
SMP/MTs
Tahun
2007/2008.
Bandung
:
Institut
Teknologi Bandung.
Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan
Download