ISSN 1693-4849 JURNAL PENDIDIKAN SERAMBI ILMU (Wadah Informasi Ilmiah dan Kreativitas Intelektual Pendidikan) VOLUME 17 NOMOR 2 MARET 2014 Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII IA 1 Pelajaran Biologi Materi Metabolisme Sel dengan Menggunakan Percobaan Sach dan Percobaan Ingenhouzs di MAN Model Banda Aceh Hasni (Hal 56- 61) Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bandar Baru Marzuki (Hal 62-66) Pengelolaan Sarana Dan Prasarana Sekolah Dalam Peningkatan Akreditasi Madrasah Aliyah Negeri I Kota Langsa Khairuddin (Hal 67-78) Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IA2 Materi Sel Pelajaran Biologi pada SMA Negeri 6 Banda Aceh Husna (Hal 79-83) Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Proklamasi Kemerdekaan Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014 Hayaton (Hal 84-91) Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Materi Kolonialisme Barat Pada Siswa Kelas Viii Smpn 1 Darul Kamal Tahun Pelajaran 2013/2014 Mardiana (Hal 92-99) Peningkatan Hasil Belajar Geografi Pada Persebaran Flora Dan Fauna Melalui Metode Penugasan Yunaidah (Hal 100-103) Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Terhadap Komitmen Kerja Guru Pada SMA Negeri 5 Banda Aceh Maria Lena (Hal 104-110) Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2012 / 2013 Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara (Hal 111-116) Diterbit Oleh FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu Volume 17 Nomor 2 Hal 56-116 Banda Aceh Maret 2014 Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 56 PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XII IA 1 PELAJARAN BIOLOGI MATERI METABOLISME SEL DENGAN MENGGUNAKAN PERCOBAAN SACH DAN PERCOBAAN INGENHOUZS DI MAN MODEL BANDA ACEH Oleh Hasni* Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembelajaran melalui metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas XII IA 1 pada MAN Model Banda Aceh pada materi metabolisme sel. Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus. Subjek penelitian adalah kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh Tahun Ajaran 2012/2013 sebanyak 34 siswa. Analisis data menggunakan metode deskriptif komperatif, yaitu dengan membandingkan nilai tes siswa, hasil observasi terhadap guru dan hasil wawancara dari kondisi awal dengan hasil-hasil yang dicapai dari setiap siklus dan analis pada siklus I dan siklus II dengan penerapan metode eksperimen. Pada akhir siklus II diketahui telah terjadi peningkatan yaitu dari siklus I 70 keatas sebanyak 28 siswa, nilai 70 kebawah 6 siswa yang tuntas hanyua 82,35%, sedangkan yang tidak tuntas 17,64%. Pada siklus II nilai 70 keatas sebanyak 32 siswa dan 70 kebawah sebanyak 2 siswa, jadi yang tuntas meningkat menjadi 94,11%, sedangkan yang tidak tuntas 5,88%. Dengan demikian sebagian besar siswa kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh mengalami peningkatan hasil belajar melalui metode eksperimen pada materi metabolisme sel khususnya sub konsep fotosintesis. Kata Kunci: Metode eksperimen, hasil belajar, penelitian tindakan kelas. Permendiknas No/41 tahun 2007 merupakan tuntutan Pemerintah kepada para pendidik/guru agar melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai Standar Proses dengan menggunakan berbagai strategi, pendekatan metoda dan model pembelajaran sehingga mencapai hasil pembelajaran yang optimal dalam menghadapi persaingan diera globalisasi yang penuh tantangan dan harapan. Hasil belajar siswa kelas XII IA 1 secara umum masih rendah terutama pelajaran biologi pada MAN Model Banda Aceh. Hal ini terbukti pada hasil belajar siswa kelas XII IA 1 tahun pelajaran 2012/2013. Peneliti sebagai guru pada kelas XII IA 1 yang jumlah siswa 34 orang terdiri dari 22 orang siswa perempuan 12 orang siswa laki-laki. Dari sekian banyak siswa dikelas tersebut, hanya 10 orang (39%) saja sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM ) 70, sedangkan yang lainnya harus diremidial. Salah satu metode yang diterapkan dalam pembelajaran materi metabolisme pada sub konsep fotosintesis adalah metode eksperimen. Penerapan metode eksperimen melalui percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach dalam pembelajaran fotosintesis diharapkan dapat membantu peserta didik untuk lebih memahami serta memperoleh gambaran yang lebih konkrit tentang konsep fotoseintesis sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada konsep tersebut. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut. ³(1) Apakah dengan penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pembelajaran materi metabolisme sub konsep fotosintesis pada kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh Tahun Ajaran 2012/2013, (2) Apakah kelebihan dan kekurangan penerapan metode eksperimen, (3) Manfaat apa saja dalam penerapan metode eksperimen, (4) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hasil belajar siswa, (5) apakah penerapan metode eksperimen dapat PHQLQJNDWNDQKDVLOEHODMDUVLVZD´ Tujuan penelitian ini adalah, (1) untuk mengetahui bagaimana peningkatan hasil belajar dari metode eksperimen pada materi metabolisme sub konsep foto sintesis melalui Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach, (2) untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan metode eksperimen, (3) untuk mengetahui manfaat penerapan metode eksperimen, (4) untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, (5) untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan metode eksperimen. TINJAUAN PUSTAKA A. Beberapa pengertian 1). Hasil Belajar Hasil belajar siswa dalam hal ini meliputi tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif, kemampuan kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis sintesis dan evaluasi. Aspek efektif, kemampuan efektif meliputi penerimaan partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup. Aspek psikomotorik, kemampuan psikomotorik meliputi persepsi, kesiapan, gerak terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompak, gerakan penyesuaian dan kreativitas. (Hamalik, 2003: 160) Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, Nana Sudjana (2009: 3) mendefinikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindak mengajar. 2). Metode Eksperimen Menurut Djamarah (2000), metode eksperimen adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik peroeangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Dengan metode ini anak didik diharapkan sepenuhnya terlibat merencanakan eksperimen, melakukan 57 eksperimen, menemukan fakta, mengumpulkan data, mengendalikan variable, dan memecahkan masalah yang dihadapinya secara nyata. Berikut ini beberapa kelebihan Metode Eksperimen, diantaranya: metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada hanya menerima kata guru atau buku, anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi ekspolasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuwan, dan dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaannya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia. Metode Eksperimen yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA, bagi guru menggunakan metode ini bisa mengetahui kekurangan dalam proses KBM dan siswa dalam menggunakan metode Eksperimen aktivitas belajarnya meningkat. Maka bagi sekolah dapat memberikan masukan pada guru tentang upaya peningkatan hasil belajar siswa (Suwandi, 2012). Metode Eksperimen adalah prosedur pembelajaran yang memungkinkan siswa melakukan percobaan untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari (Anggraini, 2010). Pengangkutan Zat a. Ekstra fasikuler: x Simplas (melalui protoplasma dengan perantaraan plasmodestama) x Apoplas (lewat rongga-rongga intersekuler) b. Intra fasikuler, menggunakan problem dan xylem pengangkutan dari bawah ke atas, dimungkinkan karena adanya: daya isap daun, tekanan akar, kapilaritas, transportasi yang menggunakan energi. Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh Hasni, Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Fotosintesis Asimilasi C dengan menggunakan energi cahaya Cahaya CO2 + H2O Kloropil 1. 2. 58 C6H12O6 + O2 + H2O Cahaya H2O NORURSLOH«DNWLIDVLNORURSLO H 2O H+ + OH«IRWROLVLVDLU +NADP OH + OH NADPH2 H 2O + O 2 Reaksi terang --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Reaksi gelap 3. CO2 + RDP APG «ILNVDVL&22 APG + NADPH2 ALPG + NADP 4. ALPG C6H12O8 amilum «SROLPHULVDVLproduk sintesa Pada kloroplas terjadi transformasi energi, yaitu dari energi cahaya sebagai energi kinetik berubah menjadi energi kimia sebagai energi potensial, berupa ikatan senyawa organik pada glukosa. Dengan bantuan enzimenzim, proses tersebut berlangsung cepat dan efisien. Bila dalam suatu reaksi memerlukan energi dalam bentuk panas reaksinya disebut reaksi endergonik. Reaksi semacam itu disebut disebut reaksi endoterm. 3). Metabolisme Sel merupakan unit kehidupan yang terkecil, oleh karena itu sel dapat menjalankan aktivitas hidup, di antaranya metabolism. Metabolisme adalah proses-proses kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup/sel. Metabolism disebut juga reaksi enzimatis, karena metabolisme terjadi selalu menggunakan katalisator enzim. Pada metabolisme sel bahan dan energi diperoleh dari lingkungan sel yang berupa cairan. Cairan yang mengelilingi sel disebut cairan ekstrasel. Cairan ini terdiri dari ion dan gas berikut: 1) gas (terutama O2 dan CO2), 2) ion anorganik (terutama NA+, Cl-, K, Ca++, HCO3, PO4), 3) zat organic (makanan dan vitamin), 4) hormone. Mekanisme pertukaran zat dalam sel dengan cairan eksternal melalui lima cara, yaitu difusi, osmosis, transport aktif, endositosis, dan eksositosis. Berdasarkan prosesnya metabolisme dibagi menjadi 2, yaitu: 1) anabolisme, 2) katabolisme. Tapi yang kita bahas pada eksperimen ini hanya materi anabolisme saja. Anabolisme adalah proses pembentukan molekul yang kompleks dengan menggunakan energi tinggi. Yaitu menggabungkan molekulmolekul kecil menjadi makromolekul yang lebih kompleks, memerlukan energi yang disuplai dari hidrolisis ATP. Makhluk hidup dapat mensintesa makanannya sendiri disebut autotrof, contohnya tumbuhan hijau. Berdasarkan cara memperoleh energi, autotrof dibagi menjadi fotoautotrof (cahaya menjadi kimia, missal fotosintesis) dan kemoautotraf (energi sebagai hasil oksidasi senyawa anorganik). Asal energi dalam proses metabolisme adalah energi matahari dan energi kimia. Tahap pertama dari sistem fotosintesis adalah reaksi terang, yang sangat bergantung kepada ketersediaan sinat matahari. Reaksi terang merupakan penggerak bagi reaksi pengikatan CO2 dari udara. Reaksi ini melibatkan beberapa kompleks protein dari membrane tilakoid yang terdiri dari sistem cahaya (fotosistem I dan II), sistem pembawa electron, dan komplek protein pembentuk ATP (enzim ATP sintese). Reaksi terang mengubah energi cahaya menjadi energi kimia, juga menghasilkan oksigen dan mengubah ADP dan NASP+ menjadi energi Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 pembawa ATP dan NADPH. Reaksi terang terjadi di tilakoid, yaitu struktur cakram yang terbentuk dari pelipatan membrane dalam kloroplas. Membran tilakoid menangkap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia. Jika ada bertumpuk-tumpuk tilakoid, maka disebut grana. B. Penerapan metode eksperimen Media pembelajaran dengan menggunakan metode ekspimen digunakan sebagai wahana mengajar oleh guru. Menurut Nasution (2005: 94), penggunaan media ini diharapkan dapat memberikan pengalaman dan manfaat konkret dan motivasi belajar, serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar peserta didik. Nasution (2005: 94) juga mengatakan bahwa penggunaan media dalam proses belajar mengajar, utamanya adalah untuk menghindari verbalisme, yaitu apabila peserta didik dapat menghafalkan kata-kata tanpa memahami makna dari kata-kata tersebut. C. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa Kemampuan guru, media yang digunakan guru, serta kesiapan siswa dalam mengikuti materi metabolisme khusus pada pembahasan anabolisme dengan menggunakan percobaan Sach dan Ingenhouz. D. Penggunaan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa Metode eksperimen merupakan suatu cara yang dapat membantu guru untuk membawa/mengantarkan pesan. Metode eksperimen dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkret, memotivasi serta mempertinggi daya serap dan daya ingat siswa dalam belajar. Metode juga bisa membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik. Arief S. Sadiman, dkk (2006: 7) memberikan pengertian bahwa media yang digunakan dalam pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mengantarkan pesan dari pengirim (guru) ke penerima (siswa) sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat peserta didik. Sehubung dengan proses pembelajaran, agar dapat dimengerti oleh siswa biasanya menggunakan alat atau media pembelajaran. Media pembelajaran adalah benda yang digunakan mempermudah tercapainya tujuan, seperti 59 gambar atau bagian, alat pandang pendengar, kamus ensiklopedi dan alat rekam dengar dan lain-lain (Pasandaran dan Fakihudin, 2007). METODA PENELITIAN A. Setting dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di MAN Model Banda Aceh di kelas XII IA 1 selama 3 bulan, mulai dari bulan September sampai bulan November 2012. B. Subjek penelitian dan sumber data Berdasarkan judul penelitian yaitu Penerapan Metode Eksperimen Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XII IA 1 Pada Pelajaran Biologi Materi Metabolisme Sel Melalui Percobaan Ingenhouzs dan Percobaan Sach di MAN Model Banda Aceh, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas XII IA 1 yang berjumlah 34 siswa yang terdiri dari 22 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki. Sumber data yang diperolah berasal dari siswa-siswi kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh, teman sejawat lainnya yang juga ikut mengajar Biologi kelas XII, dari pihak-pihak lain yang terkait dengan pembelajaran tersebut. C. Teknik dan alat pengumpulan data Teknik pengumpulan data yaitu: tes, observasi, dan wawancara. Sedangkan alat pengumpulan data yaitu instrument soal, lembar observasi terhadap siswa, dan lembar observasi terhadap guru. D. Teknik analisis data dan Indikator keberhasilan Teknik analisis data yang digunakan adalah Nilai tes (hasil belajar), proses pembelajaran (observasi aktifitas siswa dan PBM guru). Indikator keberhasilan yang diharapkan dalam kegiatan penelitian ini adalah: hasil penelitian ini diharapkan nilai ketuntasan siswa berkisar 70% siswa mencapai ketuntasan belajar, terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa pada setiap siklus. Terjadi peningkatan pelaksanaan proses belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru. E. Prosedur penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh Hasni, Penerapan Metode Eksperimen dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus. Setiap siklua dilaksanakan 2 kali kegiatan pembelajaran setiap KD, setiap kali pembelajaran terdiri atas 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan kompetisi dasar terdiri atas 4 indikator. Siklus terdiri atas: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi pembelajran sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan metode eksperimen melalui percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach peningkatan hasil belajar siswa. Tergambar dari antusiasme siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Melalui percobaan Ingenhouzs dan Sach diperoleh bahwa terjadi perubahan warna pada daun yang ditetesi lugol menjadi biru kehitaman yang mengindikasikan bahwa pada daun tersebut telah terbentuk amilum. A. Hasil siklus I Dari analisis terhadap hasil belajar yang dicapai oleh sisiwa diperoleh data bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas XII IA 1 yaitu 82,35% dan terdapat 28 siswa yang nilainya telah mencapai KKM dengan kata lain terdapat 28 siswa yang telah tuntas belajar sedangkan 6 siswa lainnya memperoleh nilai hasil belajar maish dibawah KKM. B. Hasil siklus II Hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus I belum sesuai dengan harapan yang diinginkan yaitu 100%. Hasil belajar siklus I hanya 82,35% siswa tuntas dan sebanyak 28 orang siswa yang memperoleh nilai 70 sesuai dengan nilai KKM. Mendapatkan hasil belajar yang belum sesuai dengan harapan yang diinginkan, maka dilanjutkan dengan siklus II untuk memperbaiki dan menyempurnakan halhal atau aspek yang masih kurang maksimal pada siklus I. setelah dilakukan siklus II, ternyata terjadi peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai lebih 70 yaitu sebanyak 32 orang dari jumlah total siswa 34 orang dengan persentase ketuntasan siswa 94,11%. Jumlah ini jelas menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari siklus I ke siklus II dan hasil tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan 60 yaitu ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 100%. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Penerapan metode eksperimen melalui Percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Materi Metabolisme Sel di kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh. 2. Penerapan metode eksperimen melalui Percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach dapat meningkatkan aktivitas siswa pada Materi Metabolisme Sel di kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh. 3. Penerapan metode eksperimen melalui Percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach dapat meningkatkan proses pembelajaran guru di dalam kelas pada Materi Metabolisme di kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh. 4. Penerapan metode eksperimen melalui Percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa pada Materi Metabolisme Sel di kelas XII IA 1 MAN Model Banda Aceh. 1. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan dan kondisi selama dilakukannya penelitian, maka peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada guru-guru IPA, khususnya biologi yang sering menemukan kendala dalam penyampaian materi kepada siswa agar dapat merancang proses pembelajaran yang sesuai dengan materi yang ingin disampaikan sehingga materi tersebut dapat diterima dengan baik oleh siswa. Terutama pada pemanfaatan media pembelajaran yang merupakan salah satu alat bantu dalam kegiatan proses belajar mengajar. 2. Khusus untuk penyampaian Materi Metabolisme Sel dapat dilakukan dengan penerapan metode eksperimen melalui Percobaan Ingenhouzs dan percobaan Sach agar proses pembelajaran menjadi lebih manarik dan menyenangkan bagi siswa. Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 3. Bagi guru yang tertarik dengan penelitian ini disarankan untuk menggunakan metode lainnya sebagai metode pembelajaran pada Materi Metabolisme Sel untuk variasi dalam dunia pendidikan kita. DAFTAR PUSTAKA Anggraini. 2010. Penerapan Pembelajaran Konstruktifi. Jakarta: Rineka Cipta. Angkowo, R dan Kosasih, A. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran Mempengaruhi Motivasi, Hasil Belajar dan Kepribadiaan. Jakarta: Grasindo. Depdikbud. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi SAINS. Jakarta. Dimyati & Mudjiono. 2006. Pengembangan Metode Pembelajaran Aktid di Sekolah Menengah. Bandung: Armico. Djamarah, S. B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Fenomena A. Newsletter. 2009. Pentingnya Alat Peraga dalam Pembelajaran Sains/IPA.http//www.ppiptek.ristek. go.id/fenomena-edisi-001/juniagustus.pdf. 61 Nasution, S. 2005. Didaktik Azas-Azas Mengajar. Jakarta: BumiAksara. Oemar, Hamalik. 2003. Metode Mengajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito. Passandaran, J. Djoko S. dan Fakihudin. 2007. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Terpadu. Makalah. Raharjo, R, dkk. 2004. Media Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sadiman, Arief, dkk. 2006. Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sanjaya, W. 2008. Perencanaandan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Persada Media Grup. Sudibyo, Elok. 2003. Beberapa Teori yang Melandasi Pengembangan Modelmodel Pengajaran. Jakarta: Dit PLP Ditjen Diksasmen Depdiknas. Suwandi. 2012. Penggunaan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Penerapan Konsep Energi Gerak pada Siswa Kelas III SD Negeri Sentul. Salatiga: Universitas Kristen Satya Lencana. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia Widiasarana. . Dra. Hj. Hasni* adalah Guru MAN Model Banda Aceh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 62 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEKOLAH MELALUI MANAJEMEN STRATEGIK PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 BANDAR BARU Oleh Marzuki* Abstract This study aims to determine the mechanism, consideration, implementation, and dissemination of the principal decision-making through strategic management at Bandar Baru SMPN 1. This research used descriptive method with qualitative approach, data collection techniques were interviews, observation and documentation study. Subjects were principals, vice-principals, and teachers. The results showed that: (1) The mechanism of decision-making is done by identifying activities problems, formulate goals, determine alternatives, determine solutions, and decisionmaking, (2) consideration in decision-making is done by consensus paths between teachers and employees, (3) Implementation of decision-making implemented through legalization, operational plans, and communication, and action, monitoring, review and evaluation, and (4) socialization of decisions implemented through an open explanation to the vice principal and carried out according to plan. Keywords : strategic management, and decision making Manajemen strategik dipahami sebagai model pengelolaan pendidikan modern yang harus diterapkan oleh setiap satuan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pandangan Sagala (2006:102) bahwa “Manajemen strategik merupakan pengelolaan pendidikan yang berorientasi pada quality assurance (jaminan kepada pelanggan), baik internal maupun eksternal dalam pengelolaan pendidikan yang berorientasi pada peningkatan mutu”. Sehingga jelaslah bahwa manajemen strategik haruslah direncanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan menganalisis potensi kekuatan dan kekurangan suatu lembaga secara internal serta menganalisis aspek lingkungan eksternal pendidikan. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pengambilan Keputusan Bagi seorang pimpinan pengambilan keputusan merupakan salah satu fungsi yang tidak dapat dihindari, sebab tanpa keputusan dan kebijakan fungsi kepemimpinan tidak dapat dilaksanakan dan fungsi manajemen tidak dapat berjalan untuk mewujudkan tujuan organisasi. Simon (Dermawan, 2006:15) mengemukakan bahwa “Keputusan adalah manifestasi kewenangan pimpinan yang sangat diharapkan oleh bawahan, sebab tanpa pengambilan keputusan, seluruh kegiatan bawahan menjadi tidak pasti”. Dengan demikian, jelaslah bahwa ketidakpastian terhadap sebuah keputusan dapat mengakibatkan lemahnya fungsi pimpinan terhadap stabilitas organisasi. Kelabilan ini merupakan titik awal kehancuran suatu organisasi. Hal ini mengandung arti bahwa keputusan dari seorang pimpinan menuntut dipenuhinya persyaratan profesional yang harus dimiliki. Upaya membangun keefektifan manajerial terletak pada pembekalan dimensi keterampilan teknis dan keterampilan konseptual. Deskripsi tersebut menjelaskan bahwa keterampilan seorang manajer dalam sebuah organisasi pendidikan sangatlah dibutuhkan terutama memiliki kemampuan dalam memahami perilaku organisasi pendidikan dengan berbagai karakteristik karyawan dan budaya organisasi. Terry (Lubis, 2006:5) bahwa “Pengambilan keputusan adalah pemilihan dua alternatif untuk dicari keputusan yang lebih baik”. Dari berbagai pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pembuatan dan pengambilan Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 keputusan merupakan kegiatan yang meliputi rumusan masalah, penambahan alternatif keputusan yang akan diambil, dan pemilihan alternatif keputusan yang akan melahirkan sebuah keputusan yang dapat diterima oleh semua komponen dalam suatu organisasi pendidikan. METODA PENELITIAN Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penggunaan metode dan pendekatan tersebut mengingat bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan menganalisis tentang pengambilan keputusan melalui konsep manajemen strategik pada SMP Negeri 1 Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya, dengan melibatkan partisipasi kepala sekolah maupun guru sebagai sumber informasi sebagai kegiatan pengumpulan data. Deskripsi tersebut sesuai dengan pernyataan Sukardi (2005:157) bahwa “Metode penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan obyek atau subyek yang diteliti sesuai dengan apa adanya dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik subyek yang diteliti secara cepat”. Dari deskripsi tersebut dapatlah dipahami bahwa pendekatan kualitatif adalah suatu pertanyaan mengenai hakikat gejala atau pertanyaan mengenai apa itu atau mendiskripsikan tentang apa itu, sehingga diperoleh informasi keadaan gejala yang sedang berlangsung sebagai pemecahan masalah yang ada, masalah yang hangat dan aktual, dalam bentuk kata atau kalimat sehingga memberikan makna. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guruguru, dan pihak- pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan di persekolahan. Moleong (2005:65) mengemukakan bahwa subjek penelitian pada penelitian kualitatif adalah sampel bertujuan artinya menjaring informasi dari berbagai macam sumber dan bentuknya sehingga dapat dirinci kekkhususannya yang ada dalam konteks yang unik. Dalam menemukan data yang benar tentang pengambilan keputusan sekolah 63 melalui manajemen strategik pada SMPN 1 Bandar Baru Pidie Jaya, peneliti mengunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Selanjutnya untuk menganilisis data yang telah dikumpulkan sejak awal penelitian sampai akhir penelitian dengan teknik reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1). Mekanisme Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian membuktikan bahwa mekanisme pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah di SMPN 1 Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya melalui kegiatan identifikasi awal terhadap unit permasalahan, merumuskan tujuan penyelesaian masalah, identifikasi berbagai alternatif solusi, menentukan kriteria pemilihan alternatif solusi, dan menentukan pilihan alternatif solusi sehingga menjadi kumpulan keputusan atau kebijakan. Selanjutnya hasil penelitian membuktikan bahwa bahwa upaya pengambilan keputusan di SMPN 1 Bandar Baru dilakukan dengan mengundang kehadiran para dewan guru dalam satu pertemuan khusus selanjutnya memaparkan suatu permasalahan terkait dengan keputusan yang akan diambil. Selanjutnya mekanisme pengambilan keputusan kepala sekolah di SMPN 1 Bandar Baru mengedepankan pada musyawarah dewan guru. Maka untuk mengkaji setiap keputusan yang sudah disepakati, dilakukanlah sebuah pertemuan khusus dewan guru untuk mengambil alternatif solusi setiap pemecahan masalah. 2). Pertimbangan Kepala Sekolah dalam Pengambilan Keputusan pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian membuktikan bahwa merealisasi sebuah keputusan yang baik sangat dipengaruhi oleh unsur lainnya yang menjadi perhatian penting sekaligus menjadi pertimbangan bagi kepala sekolah. Pertimbangan tersebut dapat berupa keterbatasan waktu, kondisi cuaca, kondisi geografis sekolah, dan jumlah partisipan. Kondisi seperti ini seringkali muncul dan Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Marzuki, Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik sangat tidak diharapkan terjadi sehingga prosesi pengambilan keputusan sekolah sedikit mengalami polimik. Meskipun demikian, eksistensi peran dan fungsi kepala sekolah dapat mengimbangi persoalan tersebut menjadi sebuah pertimbangan dan kebijaksanaan dalam kegiatan pengambilan keputusan sekolah. Sehingga keputusan yang diambil dapat diterima secara baik dan bijaksana bagi seluruh komponen pendidikan dan warga sekolah. 3). Implementasi Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian memuktikan bahwa bahwa implementasi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah SMPN 1 Bandar Baru adalah melalui legalisasi keputusan, rancangan operasional, sosialisasi dan komunikasi, aksi dan tindakan, pengawasan, review dan evaluasi. Di samping itu, sumber daya merupakan kunci suksesnya pelaksanaan program kegiatan di sekolah yang terdiri dari personil yang profesional, memiliki wawasan yang luas dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap moral atau etika. 4). Sosialisasi Keputusan Kepala Sekolah Terhadap Kelangsungan Program Pendidikan pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian juga membuktikan bahwa sosialisasi keputusan sekolah terhadap kelangsungan program pendidikan di SMPN 1 Bandar Baru diterapkan melalui penjelasan secara terbuka dengan masing-masing wakil kepala sekolah selanjutnya disampaikan kepada seluruh komponen tenaga pendidikan dan kependidikan untuk dapat dilaksanakan sesuai rencana dan melibatkan seluruh komponen pendidikan dan kepala sekolah selalu bekerja sama dewan guru dalam membangun komunikasi yang baik sehingga terjaga interaksi sosial yang sangat tinggi. B. PEMBAHASAN 1). Mekanisme Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian membuktikan bahwa mekanisme pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah di SMPN 1 64 Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya melalui kegiatan identifikasi awal terhadap unit permasalahan, merumuskan tujuan penyelesaian masalah, identifikasi berbagai alternatif solusi, menentukan kriteria pemilihan alternatif solusi, dan menentukan pilihan alternatif solusi sehingga menjadi kumpulan keputusan atau kebijakan. Selanjutnya hasil penelitian membuktikan bahwa bahwa upaya pengambilan keputusan di SMPN 1 Bandar Baru dilakukan dengan mengundang kehadiran para dewan guru dalam satu pertemuan khusus selanjutnya memaparkan suatu permasalahan terkait dengan keputusan yang akan diambil. Selanjutnya mekanisme pengambilan keputusan kepala sekolah di SMPN 1 Bandar Baru mengedepankan pada musyawarah dewan guru. Maka untuk mengkaji setiap keputusan yang sudah disepakati, dilakukanlah sebuah pertemuan khusus dewan guru untuk mengambil alternatif solusi setiap pemecahan masalah. Deskripsi tersebut sesuai dengan tinjauan Atmosodirdjo (2007:14), bahwa pengambilan keputusan merupakan salah satu hal terpenting dalam manajemen strategik. Karena pengambilan keputusan tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan. Selain itu, dalam tataran proses pengambilan keputusan terdiri dari dua tahapan yaitu: “(a) Identifikasi masalah, (b) perumusan tujuan, (c) identifikasi alternatif solusi, (d) penentuan kriteria pemilihan alternatif solusi, dan (e) penentuan pilihan alternatif solusi (keputusan). Dari deskripsi tersebut jelaslah bahwa mekanisme perumusan keputusan hendaknya meliputi komponen-komponen identifikasi masalah, merumuskan tujuan, merumuskan alternatif solusi, menentukan kriteria pemilihan alternatif solusi, dan penentuan pilihan alternatif pemecahan masalah. Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa mekanisme pengambilan keputusan di sekolah dapat diwujudkan dengan mengenal indikator-indikator dari suatu permasalahan sehingga alternatif solusi permasalahan dengan sendriinya harus relevan dengan inti permasalahan yang dihadapi. Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 2). Pertimbangan Kepala Sekolah dalam Pengambilan Keputusan pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian membuktikan bahwa merealisasi sebuah keputusan yang baik sangat dipengaruhi oleh unsur lainnya yang menjadi perhatian penting sekaligus menjadi pertimbangan bagi kepala sekolah. Pertimbangan tersebut dapat berupa keterbatasan waktu, kondisi cuaca, kondisi geografis sekolah, dan jumlah partisipan. Kondisi seperti ini seringkali muncul dan sangat tidak diharapkan terjadi sehingga prosesi pengambilan keputusan sekolah sedikit mengalami polimik. Terkait dengan deskripsi tersebut, pertimbangan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan juga sangat dipengaruhi oleh perilaku pengambilan keputusan berkaitan dengan perilaku organisasi. Meskipun teori pengambilan keputusan klasik berjalan dalam asumsi rasionalitas dan kepastian, tetapi tidak begitu halnya dengan teori keputusan perilaku. Dari deskripsi tersebut, terkadang risiko dan ketidakpastian dari suatu keputusan dan kebijakan menyebabkan proses pengambilan keputusan organisasi diragukan karena ketidakpastian dan ambiguitas dari sejumlah model pengambilan keputusan yang sudah diterapkan selama bertahun-tahun. 3). Implementasi Pengambilan Keputusan Kepala Sekolah pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian memuktikan bahwa bahwa implementasi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kepala sekolah SMPN 1 Bandar Baru adalah melalui legalisasi keputusan, rancangan operasional, sosialisasi dan komunikasi, aksi dan tindakan, pengawasan, review dan evaluasi. Di samping itu, sumber daya merupakan kunci suksesnya pelaksanaan program kegiatan di sekolah yang terdiri dari personil yang profesional, memiliki wawasan yang luas dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap moral atau etika. Hal ini sesuai dengan Nawawi (2005:148-149), bahwa “Proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh disertai dengan penetapan cara pelaksanaan yang dibuat oleh manajemen puncak dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di 65 dalam suatu organiasasi, untuk mencapai tujuannya”. Dari tinjauan deskripsi di atas jelaslah bahwa dalam tahap implementasi pengambilan keputusan di sekolah mencakup langkah menggerakkan, melakukan evaluasi yang strategis, dan mengontrol atau pengawasan yang strategis. 4). Sosialisasi Keputusan Kepala Sekolah Terhadap Kelangsungan Program Pendidikan pada SMPN 1 Bandar Baru Hasil penelitian juga membuktikan bahwa sosialisasi keputusan sekolah terhadap kelangsungan program pendidikan di SMPN 1 Bandar Baru diterapkan melalui penjelasan secara terbuka dengan masing-masing wakil kepala sekolah selanjutnya disampaikan kepada seluruh komponen tenaga pendidikan dan kependidikan untuk dapat dilaksanakan sesuai rencana dan melibatkan seluruh komponen pendidikan dan kepala sekolah selalu bekerja sama dewan guru dalam membangun komunikasi yang baik sehingga terjaga interaksi sosial yang sangat tinggi. Oleh karena itu, keterampilan kepala sekolah sebagai manajer dalam kegiatan sosialisasi pengambilan keputusan merupakan tuntutan kompetensi yang harus dimiliki dan tuntutan kualitas manajemen yang mendorong untuk pengembangan program organisasi dan manajemen. Dengan demikian, Usman (2006:267), mengemukakan bahwa keterampilan yang dibutuhkan manajer dalam kegiatan pengambilan keputusan adalah: “(a) Keterampilan kognitif, (b) keterampilan menghimpun dan mengolah data, (c) keterampilan komunikasi, (d) keterampilan mempengaruhi, dan (e) keterampilan managerial”. Dengan demikian, jelaslah bahwa kepala sekolah mengembangkan keunggulan sekolah yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi agar sekolah dapat mewujudkan keunggulan sekolah sehingga dapat beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi sesuai dengan kebutuhan pengembangan mutu sumber daya manusia. Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 66 Marzuki, Pengambilan Keputusan Sekolah Melalui Manajemen Strategik SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat penulis simpulkan, yaitu: 1. Mekanisme pengambilan keputusan kepala sekolah pada SMPN 1 Bandar Baru dilakukan melalui kegiatan identifikasi awal, merumuskan tujuan, alternatif solusi, menentukan kriteria pemilihan solusi, dan menentukan solusi sehingga menjadi keputusan. Adapun dalam tataran proses, pengambilan keputusan dilakukan dengan mengundang kehadiran guru-guru selanjutnya memaparkan permasalahan terkait dengan keputusan yang akan diambil. 2. Pertimbangan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan antara lain mencakup keterbatasan waktu, kondisi cuaca, kondisi geografis sekolah, dan jumlah partisipan. 3. Implementasi pengambilan keputusan kepala sekolah dilaksanakan melalui legalisasi keputusan, rancangan operasional, sosialisasi dan komunikasi, tindakan, pengawasan, review, dan evaluasi. 4. Sosialisasi keputusan kepala sekolah terhadap kelangsungan program pendidikan dijelaskan secara terbuka dengan wakil kepala sekolah selanjutnya disampaikan kepada seluruh komponen tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan untuk dapat dilaksanakan sesuai rencana. 1. Saran-saran Adapun saran-saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Kepala sekolah, agar dapat meningkatkan pemahaman tentang konsep manajemen strategis dalam pengelolaan programprogram pendidikan di sekolah 2. Wakil kepala sekolah hendaknya lebih pro-aktif dalam mewujudkan keputusan denganformat keputusan yang mudah dipahami. 3. Para guru hendaknya dapat mengikuti semua prosedur dan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pengelola sekolah. 4. Karyawan sekolah seharusnya dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan dalam menterjemahkan berbagai rumusan keputusan sekolah. yang dibuat oleh kepala DAFTAR PUSTAKA Ardana, Komang, dkk. (2008). Perilaku Keorganisasian, Yogyakarta: Graha Ilmu. Atmosudirdjo, Prajudi. (2007), Pengambilan Keputusan, Jakarta: Ghalia Indonesia. Dermawan, Rizky. (2006). Pengambilan Keputusan, Bandung: Alfabeta. Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Murniati, AR. (2008), Manajemen Strategik: Peran Kepala Sekolah dalam Pemberdayaan, Bandung: Cipta Pustaka. Murniati, AR.. Usman Nasir (2009), Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan Sekolah Kejuruan, Bandung: Cipta Pustaka. Nawawi, Hadari. (2005), Strategik, Yogyakarta: Gadjah Mada Pers. Manajemen Universitas Robbins, Stephen, (2005). Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. (Terj. Yusuf Udaya). Jakarta: Arcan. Sagala, Syaiful. (2007), Manajemen Strategis dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung: Alfabeta. Salusu, J. (2005), Pengambilan Keputusan Strategik Untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non Profit, Jakarta: Grasindo. Sukardi, (2005), Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara. Usman, Husaini. (2006), Manajemen Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Marzuki* adalah Mahasiswa Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 67 PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN AKREDITASI MADRASAH ALIYAH NEGERI I KOTA LANGSA Oleh Khairuddin* Abstrak Pengelolaan sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang sangat penting di sekolah, karena keberadaannya akan sangat mendukung terhadap suksesnya proses pembelajaran di sekolah.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) perencanaan, 2) pengadaan, 3) inventarisasi, 4) pemeliharaan dan 5) penghapusan sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi MAN 1 Kota Langsa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua MGMP, komite sekolah, pengawas dan guru. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Perencanaan dilakukan oleh kepala sekolah bersama personel sekolah menyusun daftar kebutuhan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dan modal atau potensi yang telah ada. Kepala sekolah membentuk panitia khusus yang berhubungan dengan bangunan, mengatur kunjungan sekolah-sekolah yang digunakan sebagai model, dan mempelajari gambar bangunan sekolah dan perlengkapannya baik yang diproyeksikan maupun gambar biasa. 2) Pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan kebutuhan yang sudah ditentukan. Sekolah menyiapkan proposal sebelum melakukan pengadaan. Dalam proposal pengadaan dicantumkan secara jelas tentang jenis barang yang diminta, jumlah satuannya, merek beserta dengan tipenya, dan taksiran harganya. 3) Inventarisasi dengan cara menyediakan buku inventaris, buku pembelian, buku penghapusan, dan kartu barang. Barang inventaris diberikan lambang nama berbentuk angka yang tersusun menurut pola tertentu. Barang inventaris sekolah dipertanggungjawabkan dengan membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang ditujukan kepada Kantor Kementrian Agama setempat. 4) Pemeliharaan dengan cara menunjuk beberapa personel sekolah untuk pemeliharaan sarana dan prasarana secara rutin dan insidental. Apabila terjadi kerusakan akan dilaporkan kepada kepala sekolah dan menentukan perbaikan berupa mengusulkan dan menggantikannya kepada atasan berwenang. Sumber dana pemeliharaan adalah dari pemerintah, donatur, komite sekolah. 5) Penghapusan dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti: apabila sarana sudah dalam keadaan tua atau rusak berat, menelan biaya yang besar apabila diperbaiki, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan apabila dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat bencana alam. Proses penghapusan tersebut biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu di musnahkan atau di lelang kepada guru dan karyawan sekolah. Kata Kunci: Pengelolaan Sarana dan Prasarana dan Akreditasi Sekolah. Pendidikan adalah suatu proses pemberian bantuan bagi manusia peserta didik untuk mengembangkan daya berpikir, merasa dan bertingkahlaku sehingga mereka berkemampuan melaksanakan tugas, fungsi, dan perannya dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Bab I pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa ”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Salah faktor yang mendukung keberhasilan program pendidikan dalam proses pembelajaran yaitu sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Sarana dan prasarana sangat penting diperhatikan untuk Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 menunjang keterampilan siswa agar siap bersaing terhadap pesatnya teknologi. Pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan salah satu bidang kajian manajemen sekolah atau manajemen pendidikan dan sekaligus menjadi tugas pokok manajer sekolah atau kepala sekolah. Harun (2009:85) mengemukakan bahwa “Manajemen sarana dan prasarana adalah keseluruhan proses yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan prasarana pendidikan yang digunakan untuk mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara maksimal”. Sarana dan prasarana pendidikan juga menjadi salah satu tolak ukur dari mutu sekolah. Tetapi fakta di lapangan banyak ditemukan sarana dan prasarana yang kurang dioptimalkan dan dikelola dengan baik. untuk itu diperlukan pemahaman dan pengaplikasian manajemen sarana dan prasarana. Kepala sekolah yang menduduki jabatan dalam mengambil kebijakan seharusnya mampu meningkatkan berbagai komponen yang dapat membangun kinerja, data dan mutu dari tenaga pendidik dan kependidikan. Proses penjaminan mutu lembaga pendidikan dapat mengidentifikasi bidang-bidang pencapaian dan prioritas untuk perbaikan, menyediakan data untuk pembuatan keputusan bersama dan membantu membangun budaya perbaikan yang berkelanjutan sesuai tujuan akreditasi sekolah. Peran dan kemampuan kepala sekolah yang dapat memberikan pelayanan baik dalam penataan sarana dan prasarana maupun pemberdayaan warga sekolah. Usaha peningkatan akreditasi sekolah mengharuskan kepala sekolah memiliki acuan atau rencana strategi sekolah, sehingga lembaga pendidikan dapat melayani kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan. Pendidikan yang bermutu menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi salah satu pranata kehidupan sosial yang kuat dan berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa, budaya dan agama. Pelaksanaan Akreditasi pada Satuan Pendidikan secara langsung akan membawa sekolah/madrasah melakukan pembenahan pada berbagai aspek. Seorang Kepala sekolah 68 harus memiliki pandangan luas tentang sekolahnya dan apa yang menjadi tujuan pendidikan nasional. Upaya pemenuhan standar nasional pendidikan melalui evaluasi diri akan menuntut kepala sekolah/madrasah dan guru untuk menumbuh kembangkan sikap kepedulian, semangat bekerja, disiplin, dan hubungan yang harmonis diantara sesama warga sekolah/madrasah. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Langsa adalah salah satu sekolah/madrasah yang berada di Kecamatan Langsa Timur Kota Langsa. Pada tahun 2007, MAN 1 Langsa memperoleh nilai akreditasi peringkat A (sangat baik). Hasil pengamatan penulis, kondisi MAN 1 Langsa yang kondusif untuk belajar, serta kepedulian para stakeholder pada madrasah telah menunjukkan peningkatan mutu pendidikan, yaitu menjadikan madrasah tersebut sebagai madrasah rintisan manajemen berbasis sekolah dan madrasah unggulan dalam lingkungan Kementerian Agama kota Langsa. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah dalam Peningkatan Akreditasi Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa”. KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Manajemen Pendidikan Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Menurut Murniati AR (2008:71) “Manajemen adalah kegiatan mengatur berbagai sumber daya, baik manusia maupun material, dalam rangka melakukan berbagai kegiatan suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara optimal. Karena itu, manajemen merupakan tugas pimpinan dalam menggerakkan berbagai sumber yang ada kearah sasaran yang ingin dicapai”. Manajemen atau pengelolaan merupakan komponen integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Sebagaimana Sagala (2009:54) mengemukakan bahwa “Manajemen pendidikan adalah mencakup semua kegiatan yang dijalankan oleh institusi pendidikan, khususnya suatu pendidikan pada berbagai Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah tingkatan dan fungsi tugasnya dalam rangka mencapai tujuan”. Jika manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan membumi, niscaya tidak akan lagi terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya profesionalisme tenaga pengajar, saranaprasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam pendidikan. Substansi proses manajemen pendidikan yang harus dilakukan adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan atau pembinaan. Menurut Mulyati (2010:93) bahwa “proses manajemen secara umum mengikuti langkah-langkah merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan”. Sedangkan substansi tugasnya adalah murid, guru, atau orang tua, kurikulum, atau sumber belajar dan fasilitas. Agar kegiatan penyelenggaraan pendidikan di sekolah dapat terlaksana secara efektif, maka setiap pimpinan harus mampu melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap sumberdaya pendidikan, sumber belajar, fasilitas dan dana. B. Manajemen Sarana dan Prasarana Manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan salah satu bidang kajian manajemen sekolah atau manajemen pendidikan dan sekaligus menjadi tugas pokok manajer sekolah atau kepala sekolah. Sarana dan prasarana pendidikan juga menjadi salah satu tolok ukur dari mutu sekolah. Tetapi fakta di lapangan banyak ditemukan sarana dan prasarana yang tidak dioptimalkan dan dikelola dengan baik untuk itu diperlukan pemahaman dan pengaplikasian manajemen sarana dan prasarana pendidikan berbasis sekolah. Dalam rangka mengatur substansi fasilitas atau sarana di sekolah di gunakan suatu pendekatan administratif tertentu yang disebut juga manajemen sarana pendidikan. Sarana pendidikan merupakan sarana penunjang bagi proses belajar mengajar. Sedangkan prasarana pendidikan merupakan berbagai macam perlengkapan dan peralatan yang secara tidak langsung menunjang terhadap kelancaran kegiatan pendidikan khsususnya berkaitan dengan kelancaran kegiatan pembelajaran di sekolah. Manajemen sarana dan prasarana merupakan proses kerjasama pendayagunaan semua sarana dan 69 prasarana pendidikan secara efektif dan efisien. Sebagaimana Harun (2009:85) mengemukakan bahwa “Manajemen sarana dan prasarana adalah keseluruhan proses yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan prasarana pendidikan yang digunakan untuk mendukung terselenggaranya proses belajar mengajar, agar tujuan pendidikan dapat dicapai secara maksimal”. Bagi pengambil kebijakan di sekolah, pemahaman tentang sarana dan prasarana akan membantu memperluas wawasan tentang bagaimana dapat berperan dalam merencanakan, menggunakan dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang ada sehingga dapat dimanfaatkan dengan optimal guna mencapai tujuan pendidikan. C. Prinsip Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan Supaya tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai ada beberapa prinsip yang perlu di perhatikan dalam mengelola perlengkapan di sekolah, prinsipprinsip dalam mengelola sarana dan prasarana sekolah menurut Bafadal (2008:5) yaitu: “1) Prinsip pencapaian tujuan, 2) Prinsip efisiensi, 3) Prinsip administratif, 4) Prinsip kejelasan tanggung jawab dan 5) Prinsip kekohesifan”. Perlengkapan yang digunakan harus benar-benar tepat guna, maka baik jenis, bentuk, serta warna hendaknya benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan kegiatan anak didik/siswa. Penggunaan atau pemakaian sarana dan prasarana pendidikan disekolah merupakan tanggungjawab kepala sekolah pada setiap jenjang pendidikan. Untuk kelancaran kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana atau petugas yang berhubungan dengan penanganan saran dan prasarana sekolah diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal tersebut. D. Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Penetapan standar kompetensi dan standar mutu pendidikan nasional merupakan jaminan bagi laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas nasional. Adanya standar atau hasil yang harus dicapai, juga dapat meningkatkan komponen input dan Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 proses pembelajaran yang dilaksanakan akan lebih efektif sehingga hasilnya lebih optimal karena pembelajaran lebih terfokus. Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, seperti: ruang, buku, perpustakaan, labolatarium dan sebagainya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa 1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. 2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana meliputi ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium biologi, ruang laboratorium fisika, ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat beribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain/berolahraga. Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda yang bergerak atau tidak bergerak yang diperlukan untuk menyelenggarakan proses belajar mengajar baik secara langsung maupun tidak langsung dan benda-benda yang habis pakai ataupun tidak habis pakai. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 ayat (8) mengemukakan bahwa “Standar sarana dan 70 prasarana adalah Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat olah raga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi dan berkreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi”. Proses belajar mengajar pada setiap jenjang dan jenis pendidikan memerlukan dan dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar diperlukan pengelolaan atau manajemen sarana dan prasarana yang baik di sekolah. E. Akreditasi Sekolah Akreditasi dilakukan agar penyelenggaraan pendidikan pada semua lingkup mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentuksn kelayakan dan kinerja sekolah. Akreditasi sekolah/madrasah menurut Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (2009:5) adalah “proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk sertifikat pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional”. Salah satu program pemerintah yang sedang dilaksanakan sekarang adalah meningkatkan mutu pendidikan secara nasional. Salah satu yang harus dilakukan dalam meningkatkan mutu adalah dengan cara tersedia fasilitas yang memadai. Menurut Engkoswara (2010:225) bahwa “Fasilitas pendidikan merupakan faktor yang penting dalam penyelenggaraan pendidikan yang berfungsi memberikan kemudahankemudahan baik bagi siswa, guru maupun bagi tenaga kependidikan lainnya yang berupa gedung atau ruangan kelas, perumahan guru, penjaga sekolah, dan gedung laboratorium”. Proses akreditasi dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan untuk membantu dan memberdayakan program dan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumberdayanya dalam Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah mencapai tujuan pendidikan nasional. Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus berpedoman kepada norma-norma yang sesuai dengan tujuan dan fungsi akreditasi. Badan Akreditasi Nasional sekolah/madrasah (2009:53-56) menetapkan bahwa normanorma pelaksanaan akreditasi adalah “1) kejujuran, independensi, profesionalisme, 3) keadilan, 4) keadilan, 5) kesejajaran, 6) keterbukaan, 7) akuntabilitas, 8) bertanggung jawab, 9) bebas intimidasi, 10) menjaga kerahasiaan, dan 11) keunggulan mutu”. Akreditasi sekolah merupakan kerja yang tidak ringan, yang harus ditanggung oleh segenap warga sekolah. Akreditasi sekolah bukan pekerjaan satu atau beberapa orang. Sehingga, semua pihak harus berpartisipasi secara aktif bahkan proaktif. Satu saja pihak tidak mau terlibat, maka rusaklah seluruh kerja berat semua warga sekolah. Ibaratnya, karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Untuk itu sangat dibutuhkan kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkoordinasi. Kepala sekolah sangat berperan dalam meningkatkan akreditasi sekolah. Hasil akreditasi diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk pemetaan indikator kelayakan sekolah, kinerja warga dan kepala sekolah selama periode kepemimpinannya. Disamping itu, hasil akreditasi juga diperlukan kepala sekolah sebagai bahan masukan untuk penyusunan program serta anggaran pendapatan dan belanja sekolah. Akreditasi merupakan alat regulasi diri agar sekolah/madrasah mengenal kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. METODA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan gambaran yang berkenaan dengan pengelolaan sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa. Menurut Usman dan Purnomo (2009:78) bahwa “Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti sendiri”. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun 71 pandangan mereka yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata, gambaran holistik dan rumit. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua MGMP, komite sekolah, pengawas dan guru. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman dokumentasi. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dianalisis setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam bentuk laporan lapangan. Langkah-langkah dalam menganalisis data adalah reduksi data, display data, dan pengambilan keputusan dan verifikasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan dalam penelitian ini memberikan penjelasan sesuai dengan hasil penelitian dan dapat didukung oleh pendapat ahli yang jelas maka, pembahasan dapat penulis paparkan sebagai berikut: A. Perencanaan sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa Kepala Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa bersama personel sekolah menyusun daftar kebutuhan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dan modal atau potensi yang telah ada. Kemudian mempersiapkan perkiraan tahunan untuk diusahakan penyediaannya. Dalam bidang prasarana, kepala sekolah membentuk panitia untuk mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang berhubungan dengan bangunan, mengatur kunjungan sekolah-sekolah yang digunakan sebagai model, dan mempelajari gambar bangunan sekolah dan perlengkapannya baik yang diproyeksikan maupun gambar biasa. Perencanaan yang dilakukan berupa rehabilitasi bangunan, keindahan ruang belajar, halaman dan lapangan olahraga. Penentuan sarana pendidikan sekolah juga harus mempertimbangkan, siapa-siapa saja yang memfasilitasi atau membiayai pengadaan sarana tersebut. Pihak sekolah bisa mengajukan permohonan pengadaan sarana pendidikan kepada istansi atasan seperti kepada pemerintah melalui Kementerian Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 Agama provinsi, kabupaten/kota, bisa juga kepada pihak komite sekolah mengajukan RAPBM (Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja Madrasah) pada awal tahun pelajaran atau mungkin sumbangan dari masyarakat. Apabila pengajuan pengadaan sarana pendidikan tersebut hanya sebagian yang disetujui, maka harus menentukan sekala prioritas atau sarana yang paling penting dan mendesak diperlukan dalam penyelenggaraan pendidikan. Untuk memudahkan mengetahui sarana yang paling penting dan mendesak dalam keperluan pendidikan, maka pada daftar pengadaan sarana harus diurut dari nomor terkecil untuk sarana/fasiltas yang paling penting atau mendesak kemudian diikuti sarana yang lain sesuai dengan tingkat kepentingan. Perencanaan sarana dan prasarana pendidikan pada hakikatnya memberikan dampak perubahan terhadap akreditas sekolah sehingga dapat membangun kinerja personel sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kinerja pemimpin pendidikan dalam hal ini kepala sekolah sangat menentukan peningkatan hasil akreditasi sekolah. Menurut Harun (2009:86) dalam perencanaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah didasarkan atas beberapa tujuan, yaitu “(a) perencanaan kebutuhan sarana dan prasarana karena berkembangnya kebutuhan sekolah, (b) perencanaan untuk penggantian barang-barang yang rusak, dihapuskan atau hilang, dan (c) perencanaan sarana dan prasarana untuk persediaan barang”. Program pendidikan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan tenaga kerja akan berbeda dengan program pendidikan yang berorientasi pada pemerataan kesempatan belajar, dalam hal sarana dan prasarananya, karena itu dalam perencanaan kebutuhan tersebut tersebut perlu dikaji sstem internal pendidikan dan aspek eksternalnya seperti masalah demographi, ekonomi kebijakankebijakan yang ada. Prinsip prinsip umum dalam perencanaan seperti komprehensif, obyektif, fleksibel dan interdisiplin perlu diperhatikan. Menurut Usman (2009:649) bahwa program pengelolaan sarana dan prasarana mengacu kepada standar sarana dan prasarana, antara lain: 1. Merencanakan, memenuhi dan mendayagunakan sarana dan prasarana pendidikan. 2. 3. 4. 5. 72 Mengevaluasi dan melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana agar tetap berfungsi mendukung proses pendidikan Melengkapi fasilitas pembelajaran pada setiap tingkat kelas di sekolah/madrasah Menyusun skala prioritas pengembangan fasilitas pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan dan kurikulum masin-masing tingkat Pemeliharaan semua fasilitas fisik dan peralatan dengan memperhatikan kesehatan dan keamanan lingkungan. Perencanaan perlengkapan pendidikan merupakan upaya memikirkan perlengkapan yang di perlukan di masa yang akan datang dan bagaimana pengadaannya secara sistematis, rinci, dan teliti berdasarkan informasi dan realistis tentang kondisi sekolah. Sarana dan prasarana yang berupa gedung, sangat bagus kalau dibuat maketnya, agar dapat diproyeksikan arah pengembangannya. Arah pengembangan tersebut, tentu sejalan dengan proyeksi kebutuhan di masa yang akan datang. B. Pengadaan sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengadaan sarana dan prasarana pada MAN 1 Kota Langsa dilakukan berdasarkan perencanaan kebutuhan yang sudah ditentukan. Sekolah menyiapkan proposal sebelum melakukan pengadaan. Pada proposal pengadaan dicantumkan secara jelas tentang jenis barang yang diminta, jumlah satuannya, merek beserta dengan tipenya, dan taksiran harganya. Proses pengadaan sarana dan prasarana sekolah dengan cara membeli secara langsung ke toko-toko sarana dan prasarana yang kini banyak beredar. Pengadaan adalah kegiatan yang dilakukan untuk menyediakan semua jenis sarana dan prasarana pendidikan persekolahan yang sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Soetjipto (2010:171) bahwa “pengadaan adalah kegiatan untuk menghadirkan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas-tugas sekolah”. Dalam konteks persekolahan, pengadaan merupakan Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah segala kegiatan yang dilakukan dengan cara menyediakan semua keperluan barang atau jasa berdasarkan hasil perencanaan dengan maksud untuk menunjang kegiatan pembelajaran agar berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengadaan sarana dan prasarana merupakan fungsi operasional pertama dalam manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Fungsi ini pada hakikatnya merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan sesuai dengan kebutuhan, baik berkaitan dengan jenis dan spesifikasi, jumlah, waktu maupun tempat, dengan harga dan sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu aktivitas dalam manajemen sarana prasarana pendidikan adalah pengadaan sarana prasarana pendidikan. Pengadaan perlengkapan pendidikan biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan perkembangan pendidikan di suatu sekolah menggantikan barang-barang yang rusak, hilang, dihapuskan, atau sebab-sebab lain yang dapat di pertanggung jawabkan sehingga memerlukan pergantian, dan untuk menjaga tingkat persediaan barang setiap tahun dan anggaran mendatang. Ada beberapa alternatif cara dalam pengadaan sarana dan prasarana pendidikan persekolahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Harun (2009:87) bahwa pengadaan sarana dan prasarana dilaksanakan dengan cara “(a) pembelian, (b) buatan sendiri, (c) penerimaan hibah atau bantuan, (d) penyewaan, (e) peminjaman, dan (f) pendaurulangan”. Supaya tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai ada beberapa prinsip yang perlu di perhatikan dalam mengelola perlengkapan di sekolah, prinsipprinsip dalam mengelola sarana dan prasarana sekolah menurut Bafadal (2008:5) yaitu: “1) Prinsip pencapaian tujuan, 2) Prinsip efisiensi, 3) Prinsip administratif, 4) Prinsip kejelasan tanggung jawab dan 5) Prinsip kekohesifan”. Sebuah fasilitas yang ada harus dilakukan sebuah perbaikan untuk menjaga kualitasnya. Perbaikan merupakan cara pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan dengan jalan memperbaiki sarana dan prasarana yang telah mengalami kerusakan, baik dengan perbaikan satu unit sarana dan prasarana maupun dengan jalan penukaran instrumen yang baik di antara instrumen 73 sarana dan prasarana yang rusak sehingga instrumen-instrumen yang baik tersebut dapat disatukan dalam satu unit atau beberapa unit, dan pada akhirnya satu atau beberapa unit sarana dan prasarana tersebut dapat dioperasikan atau difungsikan. C. Inventarisasi sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Inventarisasi sarana dan prasarana pada MAN 1 Kota Langsa dilakukan dengan cara menyediakan buku inventaris, buku pembelian, buku penghapusan, dan kartu barang. Pada barang inventaris diberikan lambang nama atau jenis barang berbentuk angka bilangan yang tersusun menurut pola tertentu. Barang-barang inventaris sekolah dipertanggungjawabkan dengan jalan membuat laporan penggunaan barang-barang tersebut yang ditujukan kepada instansi atasan, biasanya Kementerian Agama setempat. Salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh sekolah. Lazimnya, kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut dengan istilah inventarisasi perlengkapan pendidikan. Kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Secara definitif, inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang milik negara secara sistematis, tertib, teratur berdasarkan ketentuan-ketentuan atau pedoman yang berlaku. Inventarisasi sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan pencatatan semua sarana prasarana dan merupakan suatu proses berkelanjutan, barang milik negara. Inventarisasi merupakan aktivitas dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan. Kegiatan inventarisasi atau pencatatan sarana dan prasarana ini merupakan proses yang berkelanjutan. Dengan melakukan inventarisasi terhadap sarana dan prasarana pendidikan, dapat diketahui jumlah, jenis barang, kualitas, tahun pembuatan, merek, ukuran harga dan sebagainya. Menurut Soetjipto (2010:171) “inventarisasi adalah kegiatan melaksanakan pengurusan penyelenggaraan, pengaturan, dan pencatatan barang-barang yang menjadi milik sekolah menengah yang bersangkutan dalam semua Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 daftar inventaris barang”. Kegiatan inventarisasi, meliputi: pencatatan sarana dan prasarana sekolah, pembuatan kode khusus untuk perlengkapan yang tergolong barang inventaris, dan semua perlengkapan pendidikan di sekolah yang tergolong barang inventaris harus dilaporkan. Untuk keperluan pengurusan dan pencatatan ini disediakan instrumen administrasi berupa: buku inventaris, buku pembelian, buku penghapusan, dan kartu barang. Setiap sekolah wajib menyelenggarakan inventarisasi barang milik negara yang dikuasai/diurus oleh sekolah masing-masing secara teratur, tertib dan lengkap. Kepala sekolah melakukan dan bertanggung jawab atas terlaksananya inventarisasi fisik dan pengisian daftar inventaris barang milik negara yang ada di sekolahnya. Melalui inventarisasi perlengkapan pendidikan diharapkan dapat terciptanya administrasi barang, penghematan keuangan, dan mempermudah pemeliharaan dan pengawasan. Maksud dan tujuan mengadakan penggolongan barang ialah agar terdapat cara yang cukup mudah dan efisien untuk mencatat dan sekaligus untuk mencari dan menentukan kembali barang tertentu, baik secara fisik maupun melalui daftar catatan ataupun di dalam ingatan orang. untuk keperluan pengurusan dan pencatatan. Menurut Hasbullah (2006:120) perlu menyediakan instrumen administrasi berupa “(1) buku inventaris, (2) buku pembelian, (3) buku penghapusan, dan (4) kartu barang”. Pencatatan dan pemberian bentuk lambang, sandi atau kode yang dipergunakan sebagai pengganti nama atau uraian bagi tiap golongan, kelompok dan atau jenis barang haruslah bersifat membantu/memudahkan penglihatan dan ingatan orang dalam mendapatkan kembali barang yang diinginkan. D. Pemeliharaan sarana dan prasarana dalam peningkatkan akreditasi pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa Kepala MAN 1 Kota Langsa menunjuk beberapa personel sekolah untuk pemeliharaan sarana dan prasarana secara rutin dan insidental. Apabila terjadi kerusakan sarana dan prasarana sekolah akan dilaporkan kepada kepala sekolah dan menentukan sikap perbaikan berupa pengusulan perbaikan atau 74 penggantian sarana dan prasarana tersebut kepada atasan berwenang. Sumber dana pemeliharaan adalah dari pemerintah, donatur, komite sekolah dan BP3. Proses manajemen sarana dan prasarana didalamnya mencangkup aspek penggunaan suatu barang atau benda yang dimilki harus jelas kegunaannya sehingga barang atau benda tersebut dapat dimanfaatkan dengan efektif. Penggunaan atau pemakaian sarana dan prasarana pendidikan di sekolah merupakan tanggungjawab kepala sekolah pada setiap jenjang pendidikan. Untuk kelancaran kegiatan tersebut, bagi kepala sekolah yang mempunyai wakil bidang sarana dan prasarana atau petugas yang berhubungan dengan penanganan sarana dan prasarana sekolah diberi tanggung jawab untuk menyusun jadwal tersebut. Menurut Suryosubroto (2010:116) bahwa “penggunaaan barang habis pakai harus secara maksimal dan dipertanggungjawabkan pada tiap triwulan sekali, sedangkan barang tetap dipertanggungjawabkan satu tahun sekali”. Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah merupakan aktivitas yang harus dijalankan untuk menjaga atau memelihara dan memanfaatkan sarana dan prasarana sekolah demi keberhasilan proses pembelajaran di sekolah serta agar perlengkapan yang dibutuhkan oleh personel sekolah dalam kondisi siap pakai. Kondisi siap pakai ini akan sangat membantu terhadap kelancaran proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Oleh karena itu, semua perlengkapan yang ada di sekolah membutuhkan perawatan, pemeliharaan, dan pengawasan agar dapat diperdayakan dengan sebaik mungkin. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan menurut Harun (2009:87) adalah “suatu pekerjaan penjagaan atau pencegahan kerusakan sarana dan prasarana sehingga barang tersebut kondisinya baik dan siap dipakai pada saat dibutuhkan”. Pemeliharaan sarana dan prasarana sangat penting dalam dunia pendidikan karena sebagai alat penggerak suatu pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu lembaga dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah Pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah jika ditinjau dari sifat maupun waktunya terdapat beberapa macam. Ditinjau dari sifatnya, yaitu: pemeliharaan yang bersifat pengecekan, pencegahan, perbaikan ringan dan perbaikan berat. Ditinjau dari waktu pemeliharaannya, yaitu: pemeliharaan sehari-hari (membersihkan ruang dan perlengkapannya), dan pemeliharaan berkala seperti pengecetan dinding, pemeriksaan bangku, genteng, dan perabotan lainnya. E. Penghapusan sarana dan prasarana dalam peningkatan akreditasi pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Langsa Penghapusan sarana dan prasarana pada MAN 1 Kota Langsa dilakukan dengan cara apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti: apabila sarana sudah dalam keadaan tua atau rusak berat, menelan biaya yang besar apabila diperbaiki, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan apabila dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat bencana alam. Proses penghapusan tersebut biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu di musnahkan atau di lelang kepada guru dan karyawan sekolah. Penghapusan sarana dan prasarana merupakan kegiatan pembebasan sarana dan prasarana dari pertanggungjawaban yang berlaku dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Harun (2009:88) bahwa “Penghapusan sarana dan prasarana pendidikan adalah kegiatan meniadakan barang-barang milik negara/daerah dari daftar inventaris”. Secara lebih operasional penghapusan sarana dan prasarana adalah proses kegiatan yang bertujuan untuk mengeluarkan/menghilangkan sarana dan prasarana dari daftar inventaris, kerena sarana dan prasarana tersebut sudah dianggap tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan terutama untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Penghapusan sebagai salah satu fungsi manajemen sarana dan prasarana pendidikan persekolahan harus mempertimbangkan alasan-alasan normatif tertentu dalam pelaksanaannya. Kepala sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan penghapusan terhadap perlengkapan sekolah. Namun perlengkapan yang akan dihapus harus memenuhi 75 persyaratan-persyaratan penghapusan. Demikian pula prosedurnya harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada beberapa alasan yang harus diperhatikan untuk dapat menyingkirkan atau menghapus sarana dan prasarana. Beberapa alasan tersebut yang dapat dipertimbangkan untuk menghapus sesuatu sarana dan prasarana menurut Khamid (http://kikoryu05. blogspot.com/2010/04/manajemen-saranadan-prasarana.html) harus memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat di bawah ini. 1. Dalam keadaan sudah tua atau rusak berat sehingga tidak dapat diperbaiki atau dipergunakan lagi. 2. Perbaikan akan menelan biaya yang besar sehingga merupakan pemborosan. 3. Secara teknis dan ekonomis kegunaannya tidak seimbang dengan besarnya biaya pemeliharaan. 4. Tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini. 5. Penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang (misalnya barang kimia). 6. Barang yang berlebih jika disimpan lebih lama akan bertambah rusak dan tak terpakai lagi. 7. Dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat bencana alam. Penghapusan sarana dan prasarana harus memenuhi salah satu syarat tersebut di atas. Prinsip yang harus diperhatikan adalah penghapusan barang tidak boleh menghambat kelancaran tugas sehari-hari, dan perlu dipikirkan penggantinya. Dalam pelaksanaan penghapusan barang-barang inventaris harus berdasarkan landasan hukum. Kepala sekolah beserta stafnya hendaknya mengelompokkan dan mendata barang-barang yang akan dihapus, kemudian mengajukan usulan penghapusan beserta lampiran jenis barang yang akan dihapus ke Kementerian Agama. Setelah SK dari kantor pusat tentang penghapusan barang sesuai berita acara yang ada. Penghapusan barang ini dapat dilakukan dengan cara pemusnahan atau pelelangan. Tujuan penghapusan sarana dan prasarana sekolah adalah mencegah atau membatasi kerugian yang lebih besar, mencegah terjadinya pemborosan biaya, membebaskan lembaga dari tanggung jawab Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 pengamanan, inventarisasi. meringankan beban 4. SIMPULAN DAN SARAN Adapun simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan sarana dan prasarana dilakukan oleh kepala sekolah bersama personel sekolah menyusun daftar kebutuhan sarana dan prasarana sekolah sesuai dengan kebutuhan sekolah dan modal atau potensi yang telah ada. Sarana direncanakan berdasarkan kebutuhan, bukan berdasarkan standar dalam pelaksanaan akreditasi. Kemudian mempersiapkan perkiraan tahunan untuk diusahakan penyediaannya. Dalam bidang prasarana, kepala sekolah membentuk panitia untuk mempelajari kebutuhankebutuhan khusus yang berhubungan dengan bangunan, mengatur kunjungan sekolah-sekolah yang digunakan sebagai model, dan mempelajari gambar bangunan sekolahdan perlengkapannya baik yang diproyeksikan maupun gambar biasa. Perencanaan yang dilakukan berupa rehabilitasi bangunan, keindahan ruang belajar, halaman dan lapangan olahraga. 2. Pengadaan sarana dan prasarana dilakukan berdasarkan perencanaan kebutuhan yang sudah ditentukan. Sekolah menyiapkan proposal sebelum melakukan pengadaan. Pada proposal pengadaan dicantumkan secara jelas tentang jenis barang yang diminta, jumlah satuannya, merek beserta dengan tipenya, dan taksiran harganya. Proses pengadaan sarana dan prasarana sekolah dengan cara pembelian, ada yang membeli secara langsung ke toko-toko sarana dan prasarana yang kini banyak beredar. 3. Inventarisasi dilakukan dengan cara menyediakan buku inventaris, buku pembelian, buku penghapusan, dan kartu barang. Pada barang inventaris diberikan lambang nama atau jenis barang berbentuk angka bilangan yang tersusun menurut pola tertentu. Barang-barang inventaris sekolah dipertanggungjawabkan dengan jalan membuat laporan penggunaan barangbarang tersebut yang ditujukan kepada 5. 76 instansi atasan, dalam hal ini Kementerian Agama setempat. Pemeliharaan sarana dan prasarana dengan menunjuk beberapa personel sekolah untuk pemeliharaan sarana dan prasarana secara rutin dan insidental. Apabila terjadi kerusakan sarana dan prasarana sekolah akan dilaporkan kepada kepala sekolah dan menentukan sikap perbaikan berupa mengusulkan perbaikan atau mengganti sarana atau prasarana tersebut kepada atasan berwenang. Sumber dana pemeliharaan adalah dari pemerintah, donatur, komite sekolah dan BP3. Penghapusan sarana dan prasarana dilakukan apabila memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti: apabila sarana sudah dalam keadaan tua atau rusak berat, menelan biaya yang besar apabila diperbaiki, tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan apabila dicuri, terbakar, musnah sebagai akibat bencana alam. Proses penghapusan tersebut biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu di musnahkan atau di lelang kepada guru dan karyawan sekolah. 1. Saran-saran 1. Kepala sekolah hendaknya melakukan perencanaan sarana dan prasarana dengan terlebih dahulu menyusun daftar perencanaan dari masing-masing satuan organisasi, baik kuantitatif (banyaknya) maupun kualitatif (mutu). Perencanaan yang baik dan teliti akan berdasarkan analisis kebutuhan, dan penentuan skala prioritas bagi kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan urutan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya untuk dilaksanakan yang disesuaikan dengan tersedianya dana dan tingkat kepentingan. Sarana dan prasarana yang direncanakan juga hendaknya memiliki daya guna jangka panjang, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. 2. Pengadaan barang hendaknya dapat dicatat sesuai dengan keadaan dan kondisinya. Hal itu dimaksudkan sebagai upaya pengecekan, serta melakukan pengontrolan terhadap keluar/masuknya barang atau sarana dan prasarana milik sekolah. Catatan tersebut dapat dituangkan dalam format pengadaan Khairuddin, Pengelolaan Sarana dan Prasarana Sekolah 3. 4. 5. sarana dan prasarana pendidikan yang disajikan dalam bentuk tabel sebagai rujukan bagi sekolah dalam melakukan aktivitas pengadaan sarana dan prasarana untuk sekolah. Contoh format disajikan secara berurutan, dari mulai dari berita acara penerimaan/pengeluaran barang, berita acara pemeriksaan barang, berita acara penyerahan barang, berita acara serah terima barang, sampai dengan format buku penerimaan barang. Inventarisasi hendaknya dilakukan secara teratur menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Misalnya mencatat semua barang inventaris di dalam buku “induk inventaris”, memberikan kode pada barang-barang yang diinventarisasikan, membuat laporan triwulan tentang barang, membuat daftar isian/format inventaris, dan membuat daftar rekapitulasi tahunan. Pemeliharaan harus dilakukan dengan baik, karena kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan penjagaan atau pencegahan dari kerusakan barang, sehingga barang tersebut kondisi baik dan siap dipakai. Pemeliharaan dimulai dari pemakaian barang, yaitu dengan cara berhati-hati dalam menggunakannya. Pemeliharaan yang bersifat khusus harus dilakukan oleh petugas profesional yang mempunyai keahlian sesuai dengan jenis barang yang dimaksud. Pelaksanaan penghapusan sarana dan prasarana hendaknya dilakukan pada setiap awal tahun sehingga pengadaan sarana dan prasarana yang baru bisa diusulkan pada anggaran tahun tersebut. Penghapusan lebih baik dilakukan oleh panitia tertentu yang ditunjuk/dibentuk oleh sekolah. Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan membentuk “panitia penghapusan barang inventaris” yang sebaiknya terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang yang masing-masing mewakili unsur keuangan, perlengkapan, dan bidang teknis. Panitia tersebut bertugas untuk meneliti, menilai barang-barang yang ada dan perlu dihapuskan, membuat berita acara, melaksanakan penghapusan sampai melelang atau memusnahkan barang-barang tersebut. 77 DAFTAR PUSTAKA Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. (2009). Kebijakan dan Pedoman Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta: Depdiknas. Bafadal, Ibrahim. (2008). Manajemen Perlengkapan Sekolah (Teori dan Aplikasinya). Jakarta: PT Bumi Aksara. Engkoswara dan Aan Komariah. (2011). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Hasbullah. (2006). Otonomi Pendidikan (Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Harun, Cut Zahri. (2009). Manajemen Sumber Daya Pendidikan. Yogyakarta: Pena Persada Desktop Publisher. Khamid, Syukri. (http://kikoryu05.blogspot. com/2010/04/manajemen-sarana-danprasarana.html). Diakses pada tanggal 21 April 2013. Mulyati, Yati dan Komariah, Aan. (2010). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Murniati AR. (2008). Manajemen Stratejik (Peran Kepala Sekolah dalam Pemberdayaan). Bandung: Citapustaka Media Perintis. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana. Sagala, Syaiful. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Soetjipto dan Raflis Kosasi. (2009). Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. Suryosubroto. (2010). Manajemen Pendidikan Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Usman, Husaini. (2009). Manajemen (Teori, Praktik dan Riset Pendidikan). Jakarta: Bumi Aksara. Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. 78 Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 79 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE TEBAK KATA DAPAT MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI IA2 MATERI SEL PELAJARAN BIOLOGI PADA SMA NEGERI 6 BANDA ACEH Oleh Husna* Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar biologi dengan Penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe tebak kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IA2 materi sel pada SMa Negeri 6 Banda aceh, sedangkan manfaatnya untuk mendapatkan teori-teori baru untuk menjadi refleksi penelitian selanjutnya. Kajian ini menggunakan metode PTK yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Sebagai subjek dalam PTK ini adalah siswa kelas XI IA2 semester ganjil (1) sumber data yang diperoleh dalam PTK ini hasil dari siswa kelas XI IA 2 sebanyak 25 orang hasil observasi oleh teman sejawat dan dokumentasi siswa-siswi. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini menunjukan bahwa di siklus I sebanyak 13 siswa tuntas (52%) dan pertemuan II sebanyak 23 siswa (92 %). Kata kunci : model cooperative learning dan hasil belajar Biologi Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan manusia, sehingga pemerintah telah berusaha meningkatkan baik dari segi kwalitas maupun kwantitas. Peningkatan kwalitas pendidikan tentunya tidak terlepas dari komponenkomponen pendidikan seperti guru, siswa, kurikulum, metode serta media yang digunakan. Bidang pendidikan menjadi ujung tombak peningkatan sumber daya manusia karena begitu pentingnya suatu bangsa atau negara untuk memperhatikan bidang pendidikan yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai manusia indonesia seutuhnya. Akan tetapi kenyatannya negara kita masih tertinggal dibanding negaranegara lain didunia. Itu karena selama ini dunia pendidikan kita belum mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Baru pada akhir-akhir ini terlihat beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memacu pendidikan dari segala sektor, baik negeri maupun swasta demi tercapainya pendidikan nasional, maka untuk mencapai tujuan pendidikan seperti tersebut diatas, salah satu bagian yang harus diperhatikan dalam komponen pendidikan itu adalah guru. Guru yang inovatif dan kreatif akan mampu membangun daya imajinasi dan kreatifitas siswanya yang secara otomatis memberikan Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh pengaruh positif pada peningkatan minat dan prestasi belajar siswa. Sebagai guru yang mengajar mata pelajaran biologi, kesulitan yang dialasssssmi siswa cerita lama yang tak pernah berakhir karena sebagian besar sudah beranggapan bahwa pelajaran biologi adalah pelajaran yang membosankan dan tidak menarik karena harus menghafal bahasa latin yang harus dihafal sebagai pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru. Kondisi diatas diperparah lagi dengan munculnya kesan dari siswa bahwa semua guru biologi kejam dan pemarah, hal inilah yang berpengaruh besar terhadap kurangnya minat dan motivasi belajar siswa sehingga berakibat rendahnya prestasi belajar biologi siswa secara keseluruhan. Untuk mengatasi kondisi ini, minimal mengurangi kelemahan– kelemahan dalam mempelajari biologi disekolah maka perlu dilakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan itu akan tercapai apabila ada kerjasama antara beberapa komponen diantaranya guru,siswa, materi pelajaran metode, media, evaluasi dan proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar, guru merupakan orang yang bertanggung jawab membawa siswa pada suatu taraf kematangan tertentu. Oleh karna Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 itu dalam proses belajar mengajar guru harus berusaha menempuh berbagai cara demi tercapainya tujuan pendidikan. Sesuai pendapat Raharja bahwa :” Hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dapat dicapai melalui proses belajar bermutu. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang optimal pula. Pendekatan belajar dan strategi melaksanakan pendekatan serta metode belajar termasuk faktor-faktor yang turut menentukan keberhasilan belajar”. Menurut Syah Muhibbin bahwa pencapaian prestasi belajar selam ini disekolah dapat dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor meliputi : (1). Keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa, seperti sikap siswa dan motivasi belajar siswa; (2). Kondisi lingkungan disekitar siswa, seperti keluarga, guru, sarana dan prasarana sekolah; dan (3). Tanggung jawab belajar siswa sebagai pelajar disekolah maupun dirumah. Berdasarkan pemantauan hasil evaluasi, ulangan harian mata pelajaran biologi materi sel pada kelas XI IA2 semester 1 tahun pelajaran 2012/2013 SMA Negeri 6 Banda Aceh, hanya 52 % yang mencapai target ketuntasan hal ini diduga karena komponen-komponen seperti yang disebutkan diatas masih kurang tepat dan buku paket yang masih terbatas sehingga hasil yang dicapai sangat rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas penulis melaksanakan tindakan kelas yang akan menggunakan Model pembelajaran cooperative learning tipe tebak kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IA2 materi SEL. TINJAUAN PUSTAKA Biologi merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan yang diberikan pada siswa untuk pengembangan pengetahuan, keterampilan,sikap, nilai ilmiah, rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa serta kehidupan didalamnya untuk dipelajari dari generasi ke generasi. Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh 80 Biologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup, seperti manusia, hewan dan tumbuhan dengan segala interaksinya. Dari pengertian yang dikemukakan diatas, dapat diketengahkan di sini bahwa biologi dan studi biologi berkenaan dengan: 1. Komponen kimiawi sel 2. Struktur sel 3.fungsi sel. Dengan kata lain pengajaran biologi hakekatnya adalah pengajaran tentang makhluk hidup dan komponen-komponen kimia dan fungsi yang terkandung di dalamnya. Model pembelajaran tebak kata adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan media kartu teka-teki yang berpasangan dengan kartu jawaban tekateki. Permainan tebak kata dilaksanakan dengan cara siswa menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu jawaban yang tepat. Melalui permainan tebak kata, selain anak menjadi tertarik untuk belajar juga memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran biologi dalam ingatan siswa. Jadi, guru mengajak siswa untuk bermain tebak kata dengan menggunakan media kartu dari kertas karton dalam mata pelajaran biologi materi sel. Menurut Edgar Dale, pengalaman belajar merupakan pengalaman langsung, observasi, demontrasi, wisata, televisi, film, radio, visual dan verbal. Secara optimal dapat dikatakan bahwa, lingkungan yang diberikan pada siswa menyerupai kondisi sebenarnya agar siswa mudah menerima materi pelajaran. Perkembangan anak dalam proses belajar mengajar lebih mengutamakan penggunaan indra (Lataheru, 1988) dan lebih mudah diingat, sedang daya serap anak 20% melalui membaca, 30% melalui melihat, 50% melalui melihat dan mendengar (Miarso, 1989) Proses belajar yang dialami siswa diharapkan akan menghasilkan suatu perubahan dan perubahan itu salah satunya tampak dalam prestasi belajar yang diperoleh siswa, terhadap prestasi belajar yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar tersebut berbedabeda sifatnya tergantung dari bidang yang sedang dipelajarinya. (Winkel,1990) mendefenisikan bahwa “ Prestasi belajar adalah suatu proses mental yang mengarah pada pengusaan pengetahuan, keterampilan dan sikap dengan keterampilan proses dan dilaksanakan agar menimbulkan tingkah laku progresif dan adaptif. Dengan demikian dapat Husna, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata dikatakan bahwa prestasi belajar hasil yang telah dicapai dalam belajar berupa pengetahuan atau keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa selama mengikuti pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka. Materi sel pelajaran biologi model pelajaran yang relevan adalah model pembelajaran kooperatif learning tipe tebak kata. Atas dasar itulah, Penulis ingin mengkaji lebih mendalam terhadap masalah ini melalui suatu penelitian, sehingga ditetapkan judul penelitian ini : penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe tebak kata dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IA2 materi sel pelajaran biologi pada SMA Negeri 6 Banda Aceh. Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya didorong untuk melakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan proses kegiatan kreatif. Oleh karena itu model pembelajaran tebak kata dapat dipergunakan untuk mendukung metode pembelajaran yang lain. Model pembelajaran tebak kata sebagai alat penyampaian pesan sangat jarang digunakan, tapi sebagai guru saya merasa tertarik untuk mempraktekan dan ternyata sangat menarik minat siswa dan bermanfaat untuk memudahkan kita sebagai guru di antaranya : a. Model tebak kata mampu menrik minat dan perhatian siswa. b. Pembelajaran akan lebih berkesan c. Mudah digunakan untuk semua jenis jenjang pendidikan METODA PENELITIAN A. Setting dan subjek penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 6 Banda Aceh, yang dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli s/d September 2012 semester ganjil, dengan subjek penelitian siswa-siswi XI IA2 tahun pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa sebanyak 25 orang terdiri dari 14 orang siswa laki-laki 11 orang siswi perempuan. B. Teknik dan alat pengumpulan data Data yang dikumpulkan dengan cara hasil tes, observasi, dan wawancara dengan menggunakan teknik pengumpulan data dari butir soal tes, lembar insrumen aktivitas siswa, lembar instrumen PBM guru dan pedoman wawancara. Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh 81 C. Validasi dan Analisis Data Validasi data berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada materi SEL. Tes ini diberikan setiap akhir pembelajaran, bentuk tes yang diberikan adalah tes tertulis berbentuk uraian. Validasi diperoleh dari rekaman hasil tes siswa. Setelah valid data di analisis dengan menggunakan analisis dengan menggunakan analisis dekriptif yang terdiri dari hasil belajar dan observasi. Indikator kinerja Sebagai indikator keberhasilan adalah terjadi peningkatan hasil balajar yaitu 52% siswa mencapai ketuntasan belajar dari nilai KKM 70, dan terjadi peningkatan motivasi serta aktivitas belajar mengajar. D. Prosedur penelitian Penelitian ini terdiri atas 2 siklus terdiri dari : 1. Planning, yaitu kegiatan yang dilakukan pada kegiatan ini adalah membuat perencanaan proses pembelajaran. Perencanaan yang dibuat adalah berupa silabus dan RPP beserta perangkatnya. Membuat instrumen observasi kegiatan siswa dan instrumen PBM guru. 2. Acting, yaitu kegitan yang dilakukan melaksanakan keseluruh kegiatan yang terdapat didalam kegiatan perencanaan. Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran materi SEL dengan menggunakan metode tebak kata pada pelajaran biologi. 3. Observasi: yaitu melaksanakan observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh guru peneliti terhadap siswa pada saat PBM berlangsung untuk melihat kegiatan siswa dan observasi yang dilakukan oleh guru kolaborasi terhadap PBM yang diselenggarakan oleh peneliti. 4. Refleksi: Dilakukan pada akhir PBM untuk melihat dari hasil dari kegiatan PBM yang telah dilaksanakan. Kemudian hasil dari refleksi pada siklus pertama merupakan acuan bagi peneliti untuk melaksanakan tindakan pada siklus selanjutnya (siklus II). Selanjutnya pada siklus II melakukan perubahan tindakan pada proses belajar mengajar terhadap kekurangan yang terjadi pada siklus I sehingga hasil PBM akan menjadi lebih baik sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil siklus I Pembelajaran yang dilaksanakan selama ini sebelum dilakukan penelitian tindakan kelas itu berjalan monoton dan pasif, dimana para guru melakukan tehnik mengajar berceramah, bagi siswa tehnik ini sangat membosankan sehingga berdampak pada hasil belajar dan motivasi mereka. Melihat kondisi ini penulis merasa perlu melakukan penelitian yang mengarah untuk menanggulangi masalah yang timbul, untuk itu penulis melakukan penelitian yang menggunakan konsep model pembelajaran cooperative learning tipe tebak kata. Berikut merupakan tabel rekapitulasi hasil tes formatif siswa pada siklus I. Tabel 1.1 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I Hasil No. Uraian Siklus I 1. Nilai rata-rata tes formatif 7,1 2. Jumlah siswa yang tuntas 13 belajar 3. Persentase ketuntasan belajar 52 % Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif learning metode tebak kata diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 7,1 dan ketuntasan belajar mencapai 52% atau ada 13 siswa dari 23 siswa yang sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya sebesar 52% lebih kecil dari presentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 85%. Maka dapat dikatakan nilai rata-rata belum optimal. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode yang dikembangkan guru. Serta terlihat bahwa siswa kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, karena sebagian siswa beranggapan bahwa kegiatan secara kelompok akan menghasilkan nilai kelompok. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan pada siklus II. Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh 82 B. Hasil Siklus II Tingkat keberhasilan pada siklus II mengalami peningkatan yang menggembirakan. Berikut merupakan rekapitulasi hasil tes formatif siswa pada siklus II. Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II Uraian Hasil No. Siklus II 1. Nilai rata-rata tes formatif 8,15 2. Jumlah siswa yang tuntas 23 belajar 3. Persentase ketuntasan belajar 92% Dari tabel diatas diperoleh nilai ratarata prestasi belajar siswa adalah 8,15 dan ketuntasan belajar mencapai 92% atau ada 23 siswa dari 25 siswa sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan secara klasikal siswa sudah mampu memahami penjelasan guru serta sudah tuntas dalam pembelajaran biologi pada materi sel. Adanya peningkatan hasil belajar pada siklus II ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan metode tebak kata sehingga siswa menjadi terbiasa dengan pembelajaran seperti ini, siswa lebih mudah memahami materi yang telah diberikan. Berikut merupakan tabel perbandingan Siklus I dan Siklus II. Tabel 1.3 Hasil tiap aspek PTK selama dua siklus Aspek Penelitian Siklus Siklus No I II 1 Hasil Belajar Siswa 2 a. Ketuntasan belajar 52% 92% 3 b. Rataan Nilai 7,1 8,15 Formatif SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan temuan hasil penelitian mengenai penggunaan model cooperative learning tebak kata untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI-A2 dalam pembelajaran Biologi di SMA Negeri 6 Banda Aceh, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah melakukan penelitian,jumlah ketuntasan secara klasikal diperoleh siswa kelas XI-IA2 SMA Negeri 6 Banda Aceh mengalami peningkatan, itu Husna, Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type Tebak Kata 2. dapat dilihat pda siklus I sebesar 52% (13 anak) kemudian meningkat pada siklus II sebesar 92% (23 anak). Peningkatan jumlah ketuntasan siswa dalam belajar, penggunaan model cooperative learning tipe tebak kata ini juga dapat meningkatkan nilai dan motivasi belajar para siswa kelas XI-IA2 dalam kegiatan belajar mengajar khususnya pelajaran biologi materi SEL. 1. Saran-saran Pada kesempatan ini peneliti ingin memberikan saran:1. Bahwa guru hendaknya menerapkan pembelajaran cooperative learning dengan metode tebak kata sesuai materi yang diajarkan, untuk meningkatkan hasil belajar kompetensi dasar sel. 2. Diharapkan pada teman-teman guru hendaknya dapat menggunakan metode dan media yang sesuai dan di desain terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA Dale, Edgar. 1969. Audio Visual Methods In Teaching New York: Holt Rinerhart dan Winston. Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1994. Petunjuk pelaksanaan proses Belajar Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka. Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta. Gerlach, Elly, 1980. Teaching and Media A Systematic Approach New Jersey: Englewood Cliff Printice Hall, Inc. Ismail, 2003. Media Pembelajaran ( ModelModel Pembelajaran ). Jakarta direktorat Pendidikan Nasional. Lataheru, John D. 1988. Media Pembelajaran Dalam Proses Mengajar Masa Kini. Jakarta:Depdikbud. Miarso, Yusufhadi. 1989. Media Dalam Pembelajaran, penelian selama 80 Tahun Jakarta; Pustekom Husna* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh 83 Sardiman, A.M 1996, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara. Toeti, Soekamto dan Udin Syarifudin Winata putra. 1996.Teori belajar dan modelmodel pembelajaran. Pusat antar Universitas untuk peningkatan dan pengembangan Aktivitas Intruksional Dirjen Dikti Depdikbut. Jakarta:PAU-PPAI Wasis, Dwiyogo. 2002. Pembelajaran Visioner. Jakarta: Rineka Cipta Winkel, W.S. 1990. Bimbingan dan Konseling di Sekolah menengah. Jakarta: PT. Grasindo. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 84 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI PROKLAMASI KEMERDEKAAN PADA SISWA KELAS VIII SMPN 1 DARUL KAMAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Oleh Hayaton* Abstrak Masalah penelitian tindakan kelas ini adalah rendahnya hasil belajar IPS dan aktivitas belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2013/2014.Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pembelajaran IPS. Tujuan khusus adalah meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat langsung bagi sekolah yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran IPS, di samping itu juga bermanfaat bagi guru dan siswa. Melalui penelitian tindakan kelas ini, guru memperoleh pengalaman melakukan penelitian dan meningkatkan kualitas pembelajaran, sedangkan siswa memperoleh pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan. Penelitian ini dilaksanakan ddalam 2 siklus, dimana aktivitas setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII sebanyak 25 orang siswa. Metode pemecahan masalah yang digunakan adalah menerapkan pembelajaran peta konsep pada pembelajaran IPS materi proklamasi kemerdekaan. Instrumen penelitian menggunakan kuis, lembaran observasi dan catatan lapangan. Pelaksanaan penelitian secara kolaboratif dengan melibatkan 2 orang guru IPS. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa. Siklus I nilai rata-rata yang dicapai siswa adalah 67 dengan ketuntasan belajar 68 % dan skor persentase rata-rata aktivitas siswa adalah 43%. Siklus II nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai siswa adalah 72 dengan ketuntasan belajar 88 % dan skor rata-rata aktivitas siswa adalah 68. Dengan demikian penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil sehingga peneliti merekomendasikan penerapan pembelajaran peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi proklamasi kemerdekaan dan aktivitas belajar siswa. Kata Kunci: Aktivitas, hasil belajar, peta konsep Kegiatan belajar mengajar dirancang dengan mengikuti prinsip yang edukatif, yaitu kegiatan yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran guru perlu memberikan dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritasnya atau haknya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar tetap berada pada diri siswa, dan guru hanya bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong siswa untuk belajar. Kenyataannya dalam melaksanakan pembelajaran guru bukannya memberikan dorongan kepada siswa agar aktif dalam belajar, akan tetapi guru aktif dalam menerangkan pembelajaran. Peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran sepertinya terabaikan. Akibat aktifnya guru dalam menerangkan pelajaran, mengakibatkan siswa menjadi pasif. Lebih ironisnya sepertinya guru tidak meyakini kalau siswa Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal sebenarnya mampu untuk belajar jika pengalaman belajar yang diberikan oleh guru menang bermakna. Akibat dari perilaku pembelajaran yang dilaksanakan, sepertinya apa yang diharapkan dalam pembelajaran IPS tidak terlaksana. Dalam pembelajaran IPS sebenarnya siswa harus menemukan sesuatu dari kegiatan pembelajaran yang dilakukannya, bukan menerima informasi dari guru sehingga siswa mengetahui materi pelajaran. Antara harapan dan kenyataan dalam pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Buktinya setelah diajarkan materi pelajaran, kemudian guru bertanya kepada siswa, ternyata tidak ada siswa yang mampu menjawab. Gambaran ini menunjukkan kegagalan dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu materi pelajaran IPS yang diajarkan di SMP adalah materi proklamasi kemerdekaan. Materi ini merupakan materi yang cukup sulit dipahami oleh siswa. Hal ini Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 disebabkan karena materi ini merupakan materi pelajaran yang membutuhkan suatu pemahaman akan suatu periswa yang terjadi dalam bernegara. Sementara pembelajaran yang dilakukan tidak mengarahkan siswa untuk memahami konsep, akan tetapi bagaimana memperoleh konsep dari pemberian informasi. Kesalahan dalam melaksanakan proses pembelajaran mengakibatkan sebagian besar siswa tidak tuntas dalam belajar IPS khususnya materi proklamasi kemerdekaan. Ini terlihat dari nilai yang dicapai siswa masih jauh dari harapan. Ketuntasan belajar siswa dalam materi ini masih rendah yaitu 55%. Selain dari pada kesalahan dalam melaksanakan pembelajaran mengakibatkan siswa pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Saat proses pembelajaran berlangsung paling hanya 1 atau 2 orang siswa yang bertanya, sedangkan yang lainnya diam. Bila tidak dilakukan perbaikan dalam pembelajaran, maka ketuntasan belajar dan aktivitas belajar siswa tidak akan meningkat. Untuk meningkatkan ketuntasan belajar dan aktivitas belajar siswa, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang memang dapat memberikan suatu cara-cara bagaimana siswa mengubah pola pembelajaran. Bila selama ini siswa tidak diajarkan bagaimana skema-skema konsep dari suatu materi yang dipelajarinya. Dengan siswa mengetahui skema-skema konsep, maka akan mempermudah siswa mengembangkan konsep yang dipelajari tanpa harus menghafal materi pelajaran yang terdapat dalam buku pelajaran. Model yang mampu memberikan siswa pengetahuan membuat skema-skema konsep adalah model peta konsep. Model peta konsep mengajarkan kepada siswa mengatur sejumlah konsep atau kata-kata kunci pada satu halaman kertas, kemudian menghubungkannya dengan garisgaris dan sepanjang garis itu ditulis suatu kata atau ungkapan yang menjelaskan kaitan antar kata-kata atau konsep-konsep materi pelajaran yang dipelajarinya. Dengan siswa mampu menghubungkan konsep-konsep tersebut, akan mempermudah siswa mengingatnya kembali konsep. Model peta konsep mampu membuat siswa aktif dalam belajar karena siswa menemukan sendiri peta konsep. Peta konsep yang dibuat oleh siswa tentu saja akan berbeda Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal 85 satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung dalam penjabaran konsep. Rumusan masalah yang harus dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah dengan menerapkan model peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar. Secara umum tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS di SMP Negeri 1 Darul Kamal. Secara khusus penelitian tindakan kelas ini untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. KAJIAN PUSTAKA Metode mencatat yang baik harus membantu siswa mengingat perkataan dan bacaan, dan meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu mengorganisasi materi, dan memberi wawasan baru. Peta pikiran (mind mapping) memungkinkan terjadinya semua hal itu. Peta pemikiran atau peta konsep adalah metode mencatat kreatif yang memudahkan siswa mengingat banyak informasi. Setelah selesai, catatan yang siswa buat membentuk sebuah pola gagasan yang saling berkaitan, dengan topik utama ditengah dan subtopik dan perincian menjadi cabangcabangya. Peta konsep terbaik adalah peta konsep yang warna warni dan menggunakan banyak gambar dan simbol, biasanya nampak seperti karya seni. Metode mencatat ini, yang didasarkan pada penelitian tentang otak memproses informasi, bekerja bersama otak siswa, bukan menentangnya (Buzan, 2003). Para ahli pernah menyangka bahwa otak memproses informasi secara linier, seperti metode mencatat tradisional. Para ilmuan sekarang mengetahui bahwa otak mengambil informasi. Saat otak mengingat informasi, biasanya dilakukan dalam bentuk gambar warna-warni, simbol, bunyi, dan perasaan. Peta konsep menirukan proses berpikir ini, yakni memungkinkan anda berpindah topik. Anda merekam informasi melalui simbol, gambar dengan warna warni persis seperti otak memprosesnya. Pembuatan peta konsep melibatkan kedua belah otak, sehingga siswa lebih mudah mengingatnya (Depoter, 2002). Model peta konsep perlu Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep diperkenalkan oleh guru kepada siswa, sehingga siswa akan terbiasa membuat informasi-informasi yang diperoleh dari pembelajarannya. Susilo (2002) menyatakan bahwa peta konsep merupakan suatu teknik yang memberikan gambaran dua dimensi mengenai struktur pengetahuan siswa dalam disiplin iilmu tertentu. Peta konsep merupakan suatu jaring-jaring pembelajaran yang menunjukkan konsep apa saja yang perlu dipelajari siswa dan bagaimana keterkaiatan konsep-konsep tersebut. Sebagai alat pembelajaran, peta konsep membantu siswa aktif berpikir untuk memusatkan pada sejumlah ide (berupa konsep-konsep) dari suatu pokok bahasan. Susilo (2002) menyatakan penggunaan peta konsep adalah mengekplorasi apa yang telah diketahui oleh pembelajar (siswa), memberikan arah pembelajaran (seperti peta jalanan), membantu mengekstraksi arti kerja, membantu membaca materi dari buku pelajaran, membantu siswa mencapai hasil pembelajaran yang berkualitas tinggi serta bermakna, karena membantu siswa mengingat informasi dan melihat keterkaitan antar konsep dan membantu siswa menggabungkan ide yang satu dengan lainnya Peta konsep bersifat idiosinkratik, maksudnya kebermaknaan konsep-konsep itu khas bagi setiap orang. Tidak ada dua peta konsep yang sama persis karena setiap yang dibuat oleh seseorang menunjukkan pengertiannya yang unik dalam bidang pengetahuan tertentu. Dalam membuat peta konsep ada cara yang harus dipahami. Andaikan anda seorang siswa, dan anda mendengarkan penjelasan materi disampaikan guru, anda hendaknya mencoba ketrampilan peta konsep. Ambil selembar kerta kosong dan letakkan di atas meja, ditengah halaman tulis judul pelajaran yang akan dipelajari. Pada judul yang telah anda tulis garis topik, seperti ranting pohon. Di samping garis-garis ini, tuliskan fakta seperti sub-sub pokok bahasan dan membuat simbol, gambar-gambar dan isyarat lain untuk membantu anda mengingat informasi. Pada akhir pembelajaran anda tambahkan perincian dibeberapa cabang, mungkin sedikit tambahan warna, dan merapikan simbol-simbol yang kamu buat. Sekarang anda memiliki peta konsep yang jelas, teratur dan mudah diingat. Peta konsep juga sangat berguna untuk sesi curah gagasan, terutama saat siswa Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal 86 bekerja berkelompok dan banyak orang meneriakkan gagasan bersamaan. Satu siswa dapat dengan cepat merekam informasi, sementara yang lain melanjutnkan diskusi. Peta konsep dibuat agar sesuai dengan lompatan yang terjadi dalam pikiran, sebab peta konsep bekerja seperti otak, benar-benar mendorong wawasan dan gagasan cemerlang. Dalam mengerjakan tugas menulis yang menantang, peta konsep membantu siswa menyusun informasi dan melancarkan aliran pikiran. Peta konsep dapat membantu siswa mengatasi hambatan belajar. Tugas menulis atau sesi curah gagasan dapat menghasilkan peta konsep, saat topik-topik utama memungkinkanberkembang menjadi subjek baru, dengan pemikiran dan penjelajahan lebih lanjut. Ini tidak berarti siswa salah membuat peta konsep pikiran asal atau peta itu tidak bernilai. Pencabangan menyimpang adalah bagian dari proses alamiah penjelajahan gagasan dan penyusunan informasi. Kebanyakan anak menganggap peta konsep sebagai cara mencatat yang menyenangkan dan menarik. Pada mulanya, mungkin ada yang ragu menggunakan metode ini karena khawatir akan melewatkan informasi. Mereka perlu dilatih agar merasa nyaman menggunakannya, tetapi dorong siswa terus menggunakan dan hasilnya akan bagus (Deporter, 2002). Secara pragmatis paling tidak ada tiga jenis pengalaman belajar yang harus disiapkan oleh guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan peta konsep. Pengalaman belajar tersebut harus tertanan dalam diri siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Cara melakukan penanaman pengalaman belajar dengan pendekatan peta konsep tentu saja mempunyai cara tersendiri. Masnur (2007) menyatakan bahwa pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa dengan pendekatan peta konsep adalah pengalaman mental, penga-laman fisik, dan pengalaman sosial. Pengalaman mental yang diperoleh melalui pembelajaran dengan menggunakan pendkatan peta konsep adalah pengalaman membaca saat akan membuat peta konsep, menghubung-hubungkan konsep-konsep yang akan dijelaskan melalui peta konsep. Pengalaman belajar melalui pengalaman mental biasanya siswa hanya memperoleh Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 informasi melalui indra. Di dalam pembelajaran IPS penggunaan media sangat diperlukan. Penggunaan media siswa akan dapat melihat dengan jelas tentang materi pelajaran yang diajarkan. Ditinjau dari tingkat perkembangan siswa, pengalaman belajar IPS khususnya pada tingkat dasar, penggunaan media lebih memudahkan siswa memahami pelajaran dari pada dijelaskan tanpa melihat kejelasan dari yang dibicarakan. Pengalaman fisik meliputi kegiatan peta konsep. Lazimnya siswa dapat memanfaatkan seluruh indranya ketika menggali informasi melalui pengalaman fisik. Pengalaman fisik akan memberikan kesan belajar yang mendalam pada diri siswa. Siswa tidak akan cepat lupa, karena siswa merasakan sendiri bagaimana pengetahuan diperoleh. Pada pembelajaran IPS peran fisik sangat diperlukan. Melalui pengalaman fisik siswa dapat mengeksplorasi. Hal ini akan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu konsep dan meningkatkan daya bertahan pemahaman tersebut dalam pikiran siswa. Masnur (2007) menyatakan bahwa pepatah menyatakan bahwa ”saya dengar saya lupa, saya lihat saya ingat, saya kerjakan saya mengerti”. Beberapa bentuk pengalaman sosial yang dapat dilakukan antara lain melakukan diskusi. Pengalaman belajar ini akan lebih bermanfaat kalau masing-masing diberi peluang untuk berinteraksi satu sama lain misalnya bertanya, menjawab, berkomentar dan lain sebagainya. Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dengan mengikuti prinsip-prinsip khas yang edukatif yaitu kegiatan yang berfokus pada kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Di dalam pembelajaran IPS guru perlu memberi dorongan kepada siswa untuk menggunakan otoritas atau haknya dalam membangun gagasan. Budiarto (2004) menyatakan bahwa pembangunan gagasan dalam pelajaran IPS dapat dilakukan siswa dengan melakukan diskusi tentang materi pelajaran. Ini artinya tanggung jawab belajar tetap berada pada diri siswa, dan guru hanya bertanggung jawab untuk menciptakan situasi yang mendorong siswa untuk belajar secara berkelanjutan atau sepanjang hayat (long education). Belajar memperkuat pernyataan bahwa belajar dengan Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal 87 cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran. METODA PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini dilaksanakan pada semester pertama tahun pelajaran 2013/2014 tepatnya dari Juli 2013 sampai bulan November 2013. Penelitian dilakukan disemester pertama, karena materi pelajaran proklamasi diajarkan pada semester tersebut. Penelitian dilakukan dikelas VII karena peneliti merupakan guru yang mengajar dikelas tersebut. Selain dari pada itu, siswa kelas VII merupakan siswa yang hasil belajar bidang studi IPS khususnya yang berhubungan dengan materi sejarah sedikit masih rendah dibandingkan dengan kelas yang lainnya. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal yang berjumlah 25 orang dengan perincian 13 orang siswa perempuan dan 12 orang siswa laki-laki. Secara kemampuan siswa kelas VII merupakan siswa yang kurang mampu karena berasal dari kondisi keluarga yang pendidikan orang tuanya kurang. Bahkan orang tuanya kurang memahami pentingnya belajar. Sumber data tempat diperolehnya data penelitian atau subjek yang dapat memberikan data sehubungan dengan penelitian. Di dalam penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal, guru pelaksana tindakan dan guru pengamat. Data yang diperoleh dari siswa berupa nilai hasil belajar dan aktivitas siswa. Data yang diperoleh dari guru berupa keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran dengan model peta konsep. B. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah tes dan observasi. Tes dilakukan pada setiap akhir proses pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa. Observasi yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran dengan model peta konsep. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal, lembaran observasi aktivitas siswa, dan lembaran observasi keterampilan guru melaksanakan proses pembelajaran dengan model peta konsep. Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang terdiri dari analisis hasil belajar dan analisis aktivitas siswa. Analisis hasil belajar dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu dengan membandingkan nilai test antar siklus. Analisis aktivitas siswa dan guru dianalisis secara deskriptif dengan memberikan penjelasan terhadap hasil observasi yang dilakukan. C. Rencana Tindakan Adapun prosedur dari penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan sebagai berikut. 1.Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada kegiatan ini adalah membuat perencanaan proses pembelajaran. Perencanaan yang dibuat adalah berupa silabus dan RRP beserta perangkatnya dan membuat lembaran observasi dan soal test hasil belajar siswa. 2.Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan seluruh kegiatan yang terdapat di dalam kegiatan perencanaan. Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran materi proklamasi kemerdekaan dengan menggunakan model peta konsep. 3.Pengamatan Melaksanakan observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator untuk mengamati aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain dari pada itu pengamatan terhadap siswa, juga dilakukan pengamatan terhadap kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. 4.Evaluasi Melakukan tes kepada siswa untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan dengan peta konsep. 5.Reflesi No 1 2 88 Refleksi dilakukan pada akhir proses belajar mengajar untuk melihat hasil dari kegiatan PBM yang telah dilaksanakan. Kemudian hasil dari refleksi pada siklus pertama merupakan acuan bagi peneliti untuk melakukan tindakan pada siklus kedua. Selanjutnya pada siklus kedua dilakukan perubahan tindakan pada proses belajar mengajar terhadap kekurangan yang terjadi pada siklus pertama sehingga hasil proses belajar mengajar akan menjadi lebih baik sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1). Deskripsi Siklus I Pada bagian pendahuluan, pelaksanaan pembelajaran diawal dengan melakukan apersepsi untuk menggali pengetahuan siswa, memberikan motivasi belajar siswa, dan memberikan informasi tentang tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti tindakan yang dilakukan guru adalah menjelaskan cara membuat peta konsep kepada siswa untuk materi proklmasi kemerdekaan. Setelah dijelaskan tentang cara menyusun peta konsep, selanjutnya guru membagi siswa menjadi 5 kelompok dan kepada masingmasing kelompok ditugaskan untuk membuat peta konsep materi proklamasi kemerdekaan. Saat siswa bekerja pada kelompoknya guru melakukan bimbingan kepada masing-masing kelompok. Setelah masing-masing kelompok selesai membuat peta konsep pada materi proklamasi kemerdekaan, selanjutnya dilakukan persentasi kelas. Saat persentasi kelas, guru bertindak sebagai moderator agar diskusi berjalan lancar.Pada akhir pembelajaran diberikan evaluasi untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa setelah dilakukan proses pembelajaran dengan peta konsep. Tabel 1. Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal Siklus I Predikat Frekwensi Persentase Keterangan Tuntas 17 68% Nilai rata-rata siswa adalah 67 Tidak Tuntas 8 32% Nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas VII SMPN 1 Darul Kamal adalah 67 dengan ketuntasan belajar 68%. Siswa yang tidak tuntas siklus I adalah 32%. Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal Hasil ini belum mencapai indikator yang ditetapkan. Pada indikator keberhasilan ketuntasan yang ditetapkan adalah 85%, sehingga pada siklus kedua perlu dilakukan Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 perbaikan pembelajaran. Walaupun indikator keberhasilan yang ditetapkan belum tercapai, tetapi terjadi peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal. No 1 2 3 4 5 6 Saat pelaksanaan proses pembelajaran, guru yang dijadikan kolaborator melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru. Hasil pengamatan dari kolaborator tentang aktivitas siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut. Tabel 2. Aktivitas Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam Pembelajaran Aspek yang diamati Frekwensi Persentase Memperhatikan penjelasan guru 15 60% Aktif bekerja dalam kelompok 12 48% Memberikan masukan pada saat diskusi kelompok 10 40% Mengajukan pertanyaan saat diskusi kelas 8 32% Menjawab pertanyaan saat diskusi kelas 10 40% Memberikan tanggapan saat diskusi 9 36% Persentase rata-rata Aktivitas Siswa 43% Persentase keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model peta masih kurang aktif, dimana ratarata persentase keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model peta konsep adalah 43%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa tergolong kategori kurang namun sudah meningkat dibandingkan hari-hari biasanya. Perbaikan harus dilakukan pada siklus berikutnya dengan cara lebih memotivasi dan membimbing siswa pada saat diskusi kelas maupun diskusi kelompok. Terutama dalam memotivasi siswa agar ingin bertanya, menjawab, dan memberikan tanggapan saat dilakukan diskusi kelas. Selain dari pada itu saat diskusi kelompok menyelesaikan tugas juga perlu dimotivasi agar kelompok lebih aktif. Tindakan yang harus dilakukan guru pada siklus II adalah memberikan suatu pemahaman kepada siswa tentang cara memberikan peganggal-penggalan peta konsep yang diberikan petunjuk untuk mengisi peta konsep dengan kata-kata kunci yang dapat dijadikan bahan infomasi. Pada saat melaksanakan bimbingan dikelompok, diharapkan guru tidak terfokus pada satu No 1 2 89 kelompok tertentu, tetapi harus menyebar untuk semua kelompok. Hal ini penting agar jangan timbul praduga pada diri siswa bahwa guru pilih kasih dalam membimbing. 2). Deskripsi Siklus II Perbaikan proses pembelajaran sesuai dengan hasil observasi kolaborasi yaitu melakukan apersepsi, memotivasi siswa, mengelola kelas, menjelaskan materi pelajaran, membagi siswa menjadi 5 kelompok, kemudian guru membagikan peta konsep yang harus diselesaikan oleh masingmasing kelompok. Pada akhir pembelajaran diberikan evaluasi untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa setelah dilakukan proses pembelajaran dengan peta konsep. Setelah masing-masing kelompok selesai membuat peta konsep pada materi proklamasi kemerdekaan, selanjutnya dilakukan persentasi kelas. Saat persentasi kelas, guru bertindak sebagai moderator agar diskusi berjalan lancar.Pada akhir pembelajaran diberikan evaluasi untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa setelah dilakukan proses pembelajaran dengan peta konsep. Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Kelas VII SM Negeri 1 Darul Kamal Siklus II Predikat Frekwensi Persentase Keterangan Tuntas 22 88% Nilai rata-rata siswa adalah 72 Tidak Tuntas 3 12% Nilai rata-rata hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas VII SMPN 1 Darul Kamal adalah 72 dengan ketuntasan belajar 88%. Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal Siswa yang tidak tuntas siklus I adalah 12%. Hasil ini belum mencapai indikator yang ditetapkan. Pada indikator keberhasilan Hayaton, Penerapan Model Pembelajaran Peta Konsep ketuntasan yang ditetapkan adalah 85%, sehingga pada siklus kedua perlu dilakukan perbaikan pembelajaran. Walaupun indikator keberhasilan yang ditetapkan belum tercapai, tetapi terjadi peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal. Dengan demikian indikator yang ditetapkan telah tercapai. No 1 2 3 4 5 6 90 Saat pelaksanaan proses pembelajaran, guru yang dijadikan kolaborator melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa dan guru. Hasil pengamatan dari kolaborator tentang aktivitas siswa saat kegiatan pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut. Tabel 4. Aktivitas Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam Pembelajaran Aspek yang diamati Frekwensi Persentase Memperhatikan penjelasan guru 20 80% Aktif bekerja dalam kelompok 18 72% Memberikan masukan pada saat diskusi kelompok 15 60% Mengajukan pertanyaan saat diskusi kelas 14 56% Menjawab pertanyaan saat diskusi kelas 17 68% Memberikan tanggapan saat diskusi 18 72% Persentase rata-rata Aktivitas Siswa 68% Persentase keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model peta masih kurang aktif, dimana ratarata persentase keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model peta konsep adalah 68%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa tergolong kategori cukup, bahkan lebih meningkat dari siklus I. Peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pada semua kegiatan dalam pembelajaran. B. Pembahasan Hasil belajar siswa yang diperoleh pada siklus I belum sesuai dengan harapan yang diinginkan yaitu 85%. Nilai rata-rata yang dicapai siswa adalah 67 dengan ketuntasan belajar siklus I hanya 68% tetapi indicator kinerja yang ditetapkan belum tercapai. Siswa yang tidak tuntas pada siklus I mencapai 32%. Pada siklus II nilai rata-rata yang dicapai siswa adalah 72 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 88% harapan yang diinginkan yaitu 85%. Dengan demikian indikator kinerja yang ditetapkan sebelum penlitian tindakan kelas ini tercapai. tercapai bahkan melebihi. Observasi yang dilakukan terhadap aktifitas siswa pada siklus I sebanyak 43% siswa aktif dalam kegiatan kegiatan pembelajaran sedangkan 57% kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Angka persentase keaktifan siswa yang diperoleh belum maksimal karena dari hasil observasi masih ada siswa yang tidak bekerja dalam Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal kelompoknya serta kegiatan. Hal ini disebabkan siswa masih mengalami kesulitan saat menyusun peta konsep. Selain dari pada itu jumlah siswa dalam satu kelompok 5 orang mengakibatkan siswa ribut dalam kelompok saat diskusi. Setelah dilakukan perbaikan dalam kegiatan pembelajaran pada siklus II terjadi peningkatan aktivitas siswa menjadi 68%. Ini artinya terjadi peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model peta konsep. Kalau pada siklus I siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, pada siklus II siswa cukup aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa juga merasa senang dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, ini terbukti dari masih beraktivitas siswa dalam belajar walaupun bel sudah berbunyi tanda pelajaran sudah selesai. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Model pembelajaran peta konsep dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas VII SMP Negeri 1 Darul Kamal dalam hal meberikan pendapat untuk pemecahan masalah, memberikan tanggapan terhadap orang lain, mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, termotivasi mengerjakan tugas, dan mempunyai tanggung jawab sebagai anggota kelompok. Selama mengikuti pembelajaran siswa merasa senang dalam berdiskusi, dan Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 memiliki keberanian dalam menyampaikan pendapat. 2. Hasil belajar yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siklus pertama dan siklus kedua mengalami peningkatan. Dengan demikian pembelajaran dengan model peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Guru yang mengajar di kelas VII sebagai pelaksana tindakan lebih terampil dalam melaksanakan pembelajaran dengan model peta konsep. 1. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, maka peneliti menyarankan sebagai berikut. 1. a.Kepada pihak terkait, dalam hal ini kepala SMP Negeri 1 Darul Kamal agar dapat mensosialisasikan hasil penelitian ini kepada guru-guru sebagai bahan informasi dalam meningkatkan partisipasi dan hasil belajar IPS khususnya materi proklamasi kemerdekaan. 2. b.Kepada guru-guru IPS di SMP Negeri 1 Darul Kamal dapat mencoba model pembelajaran dalam rangka menciptakan pembelajaran yang berkualitas guna lebih meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. DAFTAR PUSTAKA Bobbi Deporter, et al. 2002. Quantum Teching, Mempraktekan Quamtum Learning di Ruang Kelas. Bandung : Kaifa. ____________. 2002. Quantum Learning. Bandung : Kaifa. Budiarto. 2004. Pendekatan dalam Pembelajaran IPS. Jakarta: Depdiknas. Buzan. 2003. Model dan Pendekatan Dalam Belajar. Jakarta : Gramedia. Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran IPS SMP. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Dasar. Susilo. 2002. Belajar dan Pembelajaran yang Efektif. Jakarta : Rineka Cipta. Hayaton, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 Darul Kamal 91 Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 92 PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE SCRIPT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI KOLONIALISME BARAT PADA SISWA KELAS VIII SMPN 1 DARUL KAMAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Oleh Mardiana* Abstrak Ketidaksesuaian model pembelajaran berdampak pada hasil yang dicapai oleh siswa. Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kemampuan verbalisme guru mengakibatkan siswa tidak aktif dalam pembelajaran. Keadaan ini terjadi pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Masalah yang terjadi adalah hasil belajar siswa rendah dan siswa pasif dalam belajar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal terhadap materi kolonialisme barat dan aktivitas siswa mengikuti kegiatan pembelajaran Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini terdiri dari 2 siklus, dimana aktivitas setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal yang berjumlah 24 orang terdiri dari 15 orang siswa perempuan dan 9 orang siswa laki-laki. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah soal dan lembaran observasi. Teknik analisis data dilakukan dengan triangulasi. Hasil penelitian diketahui ketuntasan belajar siswa pada siklus pertama 75% dengan nilai rata-rata kelas 69. Ketuntasan belajar pada siklus II yaitu 87,5% dengan nilai rata-rata kelas 72. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script pada siklus I rata-rata persentase 80,7%. Dengan demikian hasil penelitian tindakan kelas ini dikatakan berhasil, sehingga di simpulkan terjadi peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal setelah diajarkan dengan model cooperative learning tipe script. Kata Kunci: Aktivitas, hasil belajar, cooperative script. Salah satu materi pelajaran IPS yang sulit dipahami oleh siswa adalah materi yang berhubugan dengan sejarah. Materi ini sulit dipahami, karena membutuhkan pemahaman yang mendalam dari siswa. Rendahnya pemahaman materi tentang sejarah juga terjadi pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal. Hasil belajar yang dicapai siswa pada materi yang berhubngan dengan sejarah masih rendah dibandingkan dengan materi pelajaran yang lainnya seperti geografi dan ekonomi. Hasil evaluasi yang dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal dalam materi yang berhubungan dengan sejarah masih kurang memuaskan. Nilai rata-rata yang dicapai siswa pada materi yang berhubungan dengan sejarah adalah 60. Ketuntasan belajar yang dicapai siswa hanya 50%. Ini artinya setengah dari siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tidak tuntas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran IPS khususnya materi yang berhubungan dengan sejarah. Ketidakberhasilan siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal dalam pembelajaran IPS materi yang berhubungan dengan sejarah, bukan tanpa sebab. Hasil refleksi setelah melakukan pembelajaran di kelas, penyebabnya adalah model pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional. Guru lebih mengedepankan kemampuan verbal (menjelaskan), sehingga siswa diperlakukan sebagai objek bukan sebagai subjek. Seharusnya pembelajaran dapat memposisikan siswa sebagai subjek. Siswa harus dilatih untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan, sementara guru berperan sebagai fasilisator. Kenyataan ini, perlu ditindaki oleh guru. Bila keadaan ini tidak dilakukan tindakan, maka siswa selalu gagal. Keadaan yang harus dirubah oleh guru adalah melaksanakan pembelajaran. Kalau selama ini pembelajaran bersifat teacher center (berpusat pada guru) menjadi studen center (berpusat pada siswa). Model pembelajaran yang menekankan proses pembelajaran Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 berpusat pada siswa adalah model cooperative learning. Wasis (2004), model cooperative learning merupakan model pembelajaran berpusat pada siswa dengan membentuk kelompok-kelompok belajar yang saling membantu sesama teman dalam pembelajaran. Di dalam pembelajaran setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi. Pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut antara lain, tipe STAD, Jigsaw, TGT, NHT dan lainnya. Di dalam penerapan cooperative learning guru harus mempelajari terlebih dahulu langkahlangkah dari berbagai macam tipe cooperative learning tersebut. Karena setiap tipe mempunyai langkah-langkah khusus serta mempunyai kelebihan dan kelemahan. Setelah mengkaji pustaka dan diskusi dengan rekan guru, maka untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam penelitian tindakan kelas ini akan diterapkan model cooperative learning tipe script yang merupakan salah satu tipe dalam pendekatan struktural. Dalam pelaksanaannya pembelajaran model cooperative learning tipe script memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan jawaban yang paling tepat, serta dapat mendorong siswa untuk meningkatkan aktivitas dan kerja sama menyelesaikan problema. Selain itu, model cooperative learning tipe script lebih menarik dipraktikan dari pada model kooperatif yang lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: (1). Apakah penerapan model cooperative learning tipe script dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran 2013/2014?; (2) Apakah penerapan model cooperative learning tipe script dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi kolonialisme barat pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran 2013/2014? Tujuan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini adalah: (1). Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran 2013/2014 saat diterapkan model cooperative learning tipe script dalam 93 pembelajaran IPS materi kolonialisme barat; dan (2). Untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi kolonialisme barat pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal tahun pelajaran 2013/2014 setelah diterapkannya model cooperative learning tipe script. TINJAUAN PUSTAKA Banyak para ahli pendidikan mendefinisikan pengertian tentang belajar, tetapi secara prinsipnya sama. Ahmadi (2005) bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Gie (2006) bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan/aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan pengetahuan atau kemahiran yang sedikit permanen. Whiterington (2000) belajar adalah segala kegiatan yang dilakukan manusia secara sadar yang membawa perubahan pada diri manusia baik kemampuan atau ketrampilan. Bila ketiga pendapat di atas diambil suatu kesimpulan, maka jelaslah bahwa definisi mengenai belajar ada suatu unsur yang terdapat atau terkandung pada setiap definisi yaitu adanya “perubahan”. Ruparupanya ada semacam kesamaan umum bahwa perbuatan belajar mengandung semacam perubahan dalam diri seseorang yang melakukan perbuatan belajar itu. Perubahan itu dapat dinyatakan sebagai suatu kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian atau pengetahuan. Jadi orang yang belajar tidak sama keadaannya dengan sebelum ia melakukan perbuatan belajar. Perubahan ini dapat meliputi pengetahuan, sikap atau ketrampilannya. Artinya seseorang sesudah melakukan suatu perbuatan belajar mungkin merasa lebih bahagia, menjadi lebih pandai menjaga kesehatannya, mempergunakan alam sekitarnya, dan mempertinggi kebaikan. Perubahan belajar terutama adalah proses yang sadar, setidak-tidaknya si pelajar dapat menjadi sadar, bahwa ia telah mencoba sesuatu dan bahwa ia mengalami semacam perubahan tertentu. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam belajar sebenarnya merupakan aspek-aspek kepribadian yang terus menerus berfungsi. Artinya pengalaman- Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script pengalaman yang baru itu tidak bersifat statis, tetapi bersifat dinamis. Menurut Nurhadi (2003) pembelajaran adalah bagaimana seorang guru melakukan proses belajar mengajar. Dalam hal ini bagaimana guru melakukan proses mengajar kepada siswa, sehingga kegiatan guru tersebut dapat membawa perubahan pada diri siswanya. Karena itu pembelajaran yang dilakukan guru sangat berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya perubahan terhadap siswa setelah belajar. Jika pembelajaran yang dilakukan oleh guru berkenan di hati siswa, maka perubahan-perubahan pada diri siswa akan cepat teramati oleh guru. Apabila pembelajaran yang dilakukan oleh guru tidak sesuai, maka akan sulit bagi siswa mengalami perubahan setelah belajar. Dalam hal pembelajaran inilah guru sangat menentukan keberhasilan siswa setelah belajar. Menurut Wasis (2004) cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang akhir-akhir ini cukup populer, termasuk dalam bidang studi IPS. Cooperative learning tidak saja unggul dalam memahami materi pelajaran, tetapi dapat membuat siswa belajar secara kritis dan rasa kesetiakawanan dalam mencapai tujuan belajar. Dengan kata lain keberhasilan dalam belajar adalah milik semua siswa. Slavin (dalam Lie,2004) menyatakan pembelajaran cooperative learning siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit karena mereka mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Dengan kata lain suatu permasalahan akan mudah dipecahkan jika dikerjakan secara bersamasama. Di dalam kelas cooperative learning siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang sederajat seperti campuran siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, rendah. Jenis kelamin dan ras serta saling membantu satu sama lain. Selama pelaksanaan 94 cooperative learning siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilanketerampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya. Seperti menjadi pendengar yang baik, memberi penjelasan kepada temannya sekelompok dengan baik, berdiskusi dan sebagainya. Agar dalam cooperative learning terlaksana dengan baik siswa diberikan latihan-latihan yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang diajarkan guru dan saling membantu antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasannya. Dalam cooperative learning siswa tidak berkompetisi dalam kelompoknya tetapi bagaimana caranya mencapai tujuan belajar. Teori kognitif (kontruktivis) serta pengajaran dan pembelajaran kontekstual (contextuan teaching and learning) melandasi pengembangan model pembelajaran cooperative learning (Lie, 2004). Teori-teori dalam psikologi yang dibutuhkan dalam pembelajaran adalah konstruktivis (constructivist theory of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan menstanformasikan informasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturanaturan lama dan merevisi apabila aturanaturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudian untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus menjadi anak tangga tersebut. Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 Teori pembelajaran kognitif (konstuktivis) yang terkenal adalah teori Jean Piaget. Menurut Jean Piaget (dalam Ibrahim, 2000) menyatakan bahwa setiap individu pada saat tumbuh mulai bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak dewasa akan mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu : sensori motor (usia 0 – 2 tahun), para operasional (usia 2–7 tahun), operasional konkrit (usia 7–11 tahun), dan operasional formal (usia 11 sampai dewasa). Selain Piaget, Vygotsky merupakan salah seorang yang penting dalam psikologi perkembangan. Sumbangan paling penting dari Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar manangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas tersebut berada pada tahap kemampuan anak (Wasis, 2004). Ide penting yang lain diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seseorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh atau yang lain memungkinkan siswa tumbuh sendiri. Ada dua implikasi utama dari teori yang diungkapkan oleh Vygotsky dalam pembelajaran IPS. Pertama, dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antara siswa,sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing kelompok. Kedua, pendekatan dalam pembelajaran menekankan kepada siswa semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri. Teknik pelaksanaan pembelajaran cooperative learning terdiri dari enem fase yaitu fase pertama guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memberikan motivasi awal berkaitan dengan materi pelajaranyang akan disampaikan. Fase kedua guru menyajikan informasi berkaitan dengan materi pelajaran.Penyajian materi dilakukan dengan cara demonstrasi atau eksperimen atau lewat 95 bahan bacaan. Fase ketiga guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi (perpindahan) secara efesien. Fase keempat guru membimbing kelompok-kelompok belajar siswa pada saat mengerjakan tugas mareka.Hal ini dilakukan agar siswa melakukan pekerjaannya tidak mengalami kendala. Fase kelima guru mengevaluasi hasil belajar siswa tentang materi yang telah dipelajarinya atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Fase keenam guru memberi penghargaan kepda kelompok-kelompok belajar yang memperoleh hasil terbaik. Hal ini dilakukan agar siswa termotivasi untuk belajar lebih giat diwaktu yang akan datang. Adapun kelebihan dari pembelajaran model cooperative learning adalah keberhasilan dalam kelompok bukan milik perorangan tetapi milik anggota kelompok,karena itu jika dalam satu kelompok tidak saling membantu maka kelompoknya akan kalah, karena itu dalam pembelajaran cooperative learning adanya saling kerja sama untuk mencapai tujuan. Terjalin kerja sama yang baik dalam kelompok, karena siswa saling melakukan diskusi dalam belajar. Model cooperative learning tidak hanya mengarah pada ranah kognitif, tetapi ranah psikomotorik dan afektif juga menjadi perhatian Adapun kelemahan dari model cooperative learning adalah diperlukan persiapan yang matang oleh guru dalam menyiapkan bahan pelajaran. Jumlah siswa dalam satu kelas tidak boleh mencapai 45 orang, karena akan menyulitkan proses pembelajaran dengan model cooperative learning. Dikhawatirkan siswa yang pandai akan mendominasi diskusi dalam kelompok, karena itu perlunya pengontrolan secara terusmenerus oleh guru. Terkadang suasana kelas menjadi ribut, karena terjadinya perdebatan antar siswa, sehingga mengganggu kelas lain. Model cooperative tipe script pertama sekali diperkenalkan oleh Dansereau dan Kalawan pada tahun 1985. Model cooperative learning tipe script model belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari. Siswa secara Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script bergantian menyampaikan materi sesama pasangannya. Bila siswa yang satu menyampaikan materi, maka pasangannya mendengarkan apa yang disampaikan. Kemudian siswa mendengarkan menyampaikan kembali materi yang di dengarnya dari pasangannya. Peran guru dalam model pembelajaran cooperative learning tipe script mempersiapkan bahan yang akan diinformasikan oleh siswa pada pasangannya. Biasanya materi yang akan disampaikan disusun dalam bentuk lembaran kerja siswa. Saat siswa saling menjelaskan materi pelajaran, guru berperan sebagai pendengar dari penyampaian materi oleh siswa. Langkah-langkah pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script adalah sebagai berikut. 1. Guru membagi siswa untuk berpasangan 2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan 3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar 4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ideide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya 5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. 6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru 7. Penutup METODA PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini dilaksanakan pada semester pertama tahun pelajaran 2013/2014 tepatnya dari tanggal 1 Juli 2013 sampai 1 November 2013. Penelitian dilakukan disemester pertama, karena materi pelajaran kolonialisme barat diajarkan pada semester tersebut. Penelitian dilakukan dikelas VIII karena peneliti merupakan guru yang 96 mengajar dikelas tersebut. Selain dari pada itu, siswa kelas VIII merupakan siswa yang hasil belajar bidang studi IPS khususnya yang berhubungan dengan materi sejarah sedikit masih rendah dibandingkan dengan kelas yang lainnya. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal yang berjumlah 24 orang dengan perincian 15 orang siswa perempuan dan 9 orang siswa laki-laki. Secara kemampuan siswa kelas VIII merupakan siswa yang kurang mampu karena berasal dari kondisi keluarga yang pendidikan orang tuanya kurang. Bahkan orang tuanya kurang memahami pentingnya belajar. Sumber data tempat diperolehnya data penelitian atau subjek yang dapat memberikan data sehubungan dengan penelitian. Di dalam penelitian ini, data yang diperoleh berasal dari siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal, guru pelaksana tindakan dan guru pengamat. Data yang diperoleh dari siswa berupa nilai hasil belajar dan aktivitas siswa. Data yang diperoleh dari guru berupa keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script. B. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah (1) Test dilakukan pada setiap akhir proses pembelajaran untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa. (2) Observasi yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa saat mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal, lembaran observasi aktivitas siswa, dan lembaran observasi keterampilan guru melaksanakan proses pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang terdiri dari (1) analisis hasil belajar dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu dengan mebandingkan nilai test antar siklus (2) aktivitas siswa dan guru dianalisis secara deskriptif dengan memberikan penjelasan terhadap hasil observasi yang dilakukan. C. Rencana Tindakan Adapun prosedur dari PTK yang akan dilakukan sebagai berikut. Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 1. Perencanaan Sebelum dilaksanakan penelitian, peneliti perlu melakukan berbagai persiapan sehingga semua komponen yang direncanakan dapat dikelola dengan baik. Langkah-langkah-langkah persiapan yang perlu ditempuh adalah: a. Membuat rencana pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-langkah yang dilakukan guru, di samping bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka implementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan. b.Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas, seperti lembaran kerja. c.Mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, seperti soal, lembaran observasi aktivitas siswa, dan lembaran observasi kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. 2. Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan yaitu melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe script, melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa, dan guru, serta melakukan penilaian. 3.Observasi Observasi/pengamatan dilakukan saat pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan. Adapun yang diamati dalam proses pengamatan adalah aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. 4.Refleksi Melakukan refleksi dalam arti merenungkan secara inten apa yang telah terjadi dan tidak terjadi, mengapa segala sesuatu terjadi dan atau tidak terjadi, serta menjadi alternatif- 97 alternatif solusi yang perlu dikaji, dipilih dan dilaksanakan untuk dapat mewujudkan apa yang dikehendaki. Secara teknik refleksi melakukan analisis dan sitesis terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Siklus I Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan sesuai perencanaan yaitu menjelaskan tujuan pembelajaran, mengingatkan kembali materi pelajaran yang akan dipelajari, memotivasi siswa untuk belajar, menjelaskan materi pelajaran secara singkat dan sistem pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script, membagi siswa untuk berpasangan dan membagikan bahan ajar pada setiap pasangan untuk dibaca dan dijelaskan pada pasangan. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin dengan memasukkan ideide pokok dalam ringkasannya, sementara pendengar menyimak/mengoreksi yang kurang lengkap dan membantu mengingat/menghafal. Siswa diminta menjawab pertanyaan yang terdapat lembaran kerja siswa secara berpasangan. Guru bersama-sama siswa membuat kesimpulan pembelajaran. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru pengamat melakukan observasi terhadap aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script. Hasil observasi aktivitas siswa dalam belajar sebagai berikut. Tabel 1. Aktivias Siswa Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Siklus I No Aktivitas Siswa Frekuensi (F) Persentase (%) 1 Mengambil giliran dan berbagi tugas 18 75 2 Mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi 10 41,7 3 Mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan 24 100 4 Bertanya jika tidak mengerti 10 41,7 5 Menghargai pendapat teman 24 100 6 Mengerjakan tugas tepat waktu 20 83,3 7 Memberikan tanggapan/menjawab 10 41,7 8 Mendengarkan penjelasan guru 22 91,7 Rata-rata persentase 71,9 Note: Jumlah siswa yang diamati 24 orang. Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal Mardiana, Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Script Aktivitas siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran 75% mengambil giliran dan berbagi tugas, 41,7% mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi, seluruhnya mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan, 41,7% bertanya jika tidak mengerti, seluruhnya menghargai pendapat teman, 83,3% mengerjakan tugas tepat waktu, 41,7% memberikan tanggapan/menjawab, dan 91,7% mendengarkan pendejalan guru. Dengan demikian terlihat secara jelas bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script sudah cukup aktif, dimana secara rata-rata persentase 71,9% siswa aktif dalam pembelajaran. Tabel 2. Distribusi Keberhasilan Siswa Pada Siklus I No Keterangan Nilai 1 Nilai tertinggi 85 2 Nilai Terendah 50 3 Nilai rata-rata kelas 69 4 Ketuntasan Belajar 75% Keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran yang diajarkan dengan model cooperative learning tipe script dengan tertinggi 85 dan nilai terendah 50. Tingkat ketuntasan belajar yang dicapai siswa yaitu 75% sedangkan 25% siswa tidak tuntas. Nilai rata-rata kelas yaitu 69. Dengan demikian persentase ketuntasan belajar yang dicapai siswa masih jauh dari indikator yang ditetapkan. Indikator yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 85% siswa tuntas. 98 Walaupun demikian terjadi peningkatan terhadap ketuntasan belajar siswa setelah diajarkan dengan model cooperative learning tipe script. Sebelum diajarkan dengan model ketuntasan belajar siswa hanya 50%. Aktivitas siswa mengikuti kegiatan pembelajaran pada siklus pertama, tergambar bahwa suasana kelas masih berpusat pada guru. Ini disebabkan guru kurang memotivasi siswa untuk siswa untuk bertanya, menjawab/menanggapi, menyampaikan ide/pendapat. Kondisi ini tentu saja efek dari kegiatan pembelajaran di mana guru terlalu antusias dan aktif dalam menjelaskan materi pelajaran. 2). Deskripsi Siklus II Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan pada siklus II guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mengingatkan kembali tentang materi, memotivasi siswa untuk belajar, menjelaskan materi pelajaran, penukaran pasangan yang tidak berhasil dalam siklus I, membagikan bahan ajar kepada pasangan, menetapkan siswa yang pertama berperan sebagai pembicara dan ssiswa yang berperan sebagai pendengar, siswa membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya sementara pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap. setiap pasangan menjawab pertanyaan yang terdapat pada lembaran kerja siswa, guru bersama siswa membuat simpulan. Tabel 3. Aktivias Siswa Mengikuti Kegiatan Pembelajaran Siklus II Aktivitas Siswa Frekuensi Persentase (F) (%) 1 Mengambil giliran dan berbagi tugas 20 83,3 2 Mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi 17 70,8 3 Mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan 24 100 4 Bertanya jika tidak mengerti 15 62,5 5 Menghargai pendapat teman 24 100 6 Mengerjakan tugas tepat waktu 20 83,3 7 Memberikan tanggapan/menjawab 13 54,2 8 Mendengarkan penjelasan guru 22 91,7 Rata-rata persentase 80,7 No Aktivitas siswa saat mengikuti kegiatan pembelajaran 83,3% mengambil giliran dan berbagi tugas, 70,8% mengundang teman untuk berbicara dalam diskusi, seluruhnya mendengarkan dengan aktif teman menjelaskan, 62,5% bertanya jika tidak Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 mengerti, seluruhnya menghargai pendapat teman, 83,3% mengerjakan tugas tepat waktu, 54,2% memberikan tanggapan/menjawab, dan 91,7% mendengarkan pendejalan guru. Dengan demikian terlihat secara jelas bahwa aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script sudah aktif, dimana secara rata-rata persentase 80,7% siswa aktif dalam pembelajaran. Tabel 4 Distribusi Keberhasilan Siswa Pada Siklus II No Keterangan Nilai 1 Nilai tertingg 85 2 Nilai terendah 60 3 4 Nilai rata-rata kelas Ketuntasan belajar 72 87,5% Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran pada siklus II dengan mengubah pasangan dan mengurangi aktivitas guru menerangkan, hasil tes terhadap siswa diketahui nilai rata-rata yang diperoleh siswa 72 dan ketuntasan belajar siswa 87,5%. Nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah tetap 85 tetapi ada peningkatan pada nilai terendah yang dicapai siswa menjadi 60. Dilihat dari persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II, ternyata tujuan yang ditetapkan dalam penelitian ini yang menyatakan penelitian dianggap berhasil jika persentase ketuntasan belajar yang dicapai siswa 85%. Ternyata dari hasil tes pada siklus II ketuntasan belajar yang dicapai siswa melebihi ketuntasan belajar yang ditetapkan pada indikator kerja pada penelitian tindakan kelas. Hasil tindakan pada siklus II, ternyata terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa dari 75% menjadi 87,5%. Peningkatan juga terjadai pada nilai rata-rata yang dicapai siswa, pada siklus I nilai rata-rata yang dicapai siswa 69, sedangkan pada siklus II menjadi72. Peningkatan juga terjadi pada aktivitas siswa mengikuti kegiatan pembelajaran, di mana pada siklus II jumlah siswa yang bertanya, mengajukan pendapat lebih banyak dari siklus II. Ini disebabkan kemampuan guru memotivasi siswa bertanya dan menjawab meningkat menjadi cukup mampu. Selain dari pada itu juga terjadai perubahan peran pada guru, dimana pada siklus I guru mendominasi proses pembelajaran, sedangkan pada siklus II siswa lebih aktif dalam belajar. Dengan 99 demikian penelitian tindakan kelas dikatakan telah berhasil meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik simpulan terjadi peningkatan hasil belajar IPS materi kolonialisme barat pada siswa kelas VIII SMPN 1 Darul Kamal. Peningkatan juga terjadi pada aktivitas siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script. Peningkatan hasil belajar dan aktivitas siswa disebabkan terjadi peningkatan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran saat pelaksanaan penelitian dilakukan. 1. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, maka peneliti menyarankan agar guru mata pelajaran IPS di SMPN 1 Darul Kamal hendaknya melakukan proses pembelajaran dengan model cooperative learning tipe script. Bukti menunjukkan bahwa model cooperative learning tipe script dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Diharapkan kepada siswa agar mau mengaktifkan kelompok-kelompok belajar sehingga membantu keberhasilan belajarnya. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 2005. Teknik Belajar yang Efektif. Jakarta: Renika Cipta. Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pelajaran IPA Kelas VIII SMP. Jakarta: Depdiknas. Gie, Liang. 2006. Cara Belajar yang Baik dan Efesien. Jakarta: Renika Cipta. Ibrahim. M. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:Universiti Press. Lie, Anita. 2004. Cooperatif Learning.Jakarta: Grasindo. Nurhadi. 2003. Model-model Pembelajaran. Surabaya: Unesa Press. Wasis. Mardiana, S.Pd* adalah Guru di SMP N 1 darul kamal 2004. Model-model Pembelajaran IPA. Jakarta : Depdiknas. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 100 PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI PADA PERSEBARAN FLORA DAN FAUNA MELALUI METODE PENUGASAN Oleh Yunaidah* Abstrak PTK ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar geografi pokok bahasan persebaran Flora dan Fauna melalui metode penugasan pada siswa kelas XI-IS-1 SMA Negeri 6 Banda Aceh, sedangkan manfaatnya untuk mendapatkan teori-teori baru untuk menjadi refleksi penelitian selanjutnya. Kajian ini menggunakan metode PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap siklus dilaksanakan 2 kali pembelajaran. Sebagai subjek dalam PTK ini adalah siswa Kelas XI-IS-1 semester ganjil (I). Sumber data yang diperoleh dalam PTK ini hasil dari siswa kelas XI-IS-1 sebanyak 29 orang, hasil observasi dari teman sejawat dan dokumentasi siswa-siswi. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa di siklus I pertemuan 1 sebanyak 17 siswa tuntas (58,6%) dan pertemuan 2 sisa yang telah tuntas sebanyak 20 orang (68,96%). Selanjutnya pada siklus II pertemuan 1 siswa yang telah tuntas ada sebanyak 23 orang (79,3%) dan pada pertemuan 2 meningkat lagi menjadi 27 orang (93,1%). Kata Kunci : Metode Penugasaan dan Hasil Belajar Geografi Pembelajaran merupakan suatu situasi yang melibatkan dua perbuatan yaitu: Perbuatan oleh siswa dan perbuatan mengajar oleh guru. Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa hal yang mempengaruhi yaitu: tujuan pembelajaran, bahan pelajaran, metode dan alat peraga, serta penilaian dan evaluasi. Proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa tentu mendatangkan hasil yang maksimal. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar tidak selamanya mendatangkan hasil yang maksimal. Berdasarkan pemantauan hasil evaluasi, ulangan harian mata pelajaran Geografi kelas XI-IS-1, semester 1 Tahun Pelajaran 2010/2011 SMA Negeri 6 Banda Aceh masih belum mencapai target ketuntasan. Sebahagian siswa mengalami kesulitan untuk memahami materi pelajaran. Hal ini diduga karena metode, model maupun strategi pembelajaran yang digunakan kurang tepat dan buku pegangan siswa yang terbatas sehingga rendahnya pemahaman siswa. Penulis melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas ini agar dapat mengupayakan peningkatan hasil belajar. Adapun peningkatan yang ingin dicapai dari 45% menjadi 70% ketuntasan. Untuk meningkatkan hasil belajar tentu dilakukan berbagai upaya termasuk memperbaiki strategi mengajar, Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh salah satu metode yang digunakan adalah metode diskusi. Metode penugasan ini adalah metode yang penulis gunakan dalam penelitian tindakan kelas di kelas XI-IS-1 materi persebaran Flora dan Fauna. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa masalah antara lain: (1). Guru dalam melaksanakan pembelajaran belum menggunakan metode yang sesuai; (2). Guru belum menggunakan alat peraga yang baik; (3). Suasana kelas yang kurang menyenangkan; dan (4). Buku yang tersedia sangat terbatas. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah dengan menggunakan metode Penugasan dapat meningkatkan hasil belajar Geografi pokok bahasan persebaran Flora dan Fauna pada siswa Kelas XI-IS-1 SMA Negeri 6 Banda Aceh tahun ajaran 2010/2011? TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran geografi Geografi adalah suatu ilmu yang mempelajari atau mengkaji bumi dan segala sesuatu yang ada diatasnya, seperti penduduk, flora, fauna, iklim, udara dengan segala interaksinya. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 Dari pengertian yang dikemukakan diatas, dapat di ketengahkan disini bahwa Geografi dan studi Geografi berkenaan dengan : 1. Permukaan bumi (Geosfer). 2. Alam Lingkungan (Atmosfer, Litosfer, Hidrosfer), 3. Umat manusia dengan kehidupannya (Antroposfer), 4. Penyebab keruangan gejala alam dan kehidupan termasuk persamaan dan perbedaan, serta 5. Analisis hubungan keruangan gejala-gejala Geografi di permukaan bumi. Dengan kata lain pengajaran Geografi hakekatnya adalah pengajaran tentang aspek-aspek keruangan permukaan bumi yang merupakan keseluruhan gejala alam dan kehidupan umat manusia dengan variasi kewilayahannya termasuk persebaran Flora dan Faunanya. Beberapa Definisi belajar sebagai suatu perubahan menurut para ahli sebagai berikut: 1. Gagne dan Berliner (Ani Tri dalam Mufid, 2007) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. 2. Teori belajar Konstruktivisme (Ani Tri dalam Mufid, 2007) belajar adalah lebih dari sekedar mengingat, siswa memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari, mereka harus bisa menyelesaikan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya. Guru adalah bukan orang yang mampu memberikan pengetahuan kepada siswa, sebab siswa yang harus mengkonstruksikan pengetahuan dalam memorinya sendiri. 3. Menurut Suharsimi Arikunto (Dalam Mufid, 2007) belajar merupakan suatu proses karena adanya usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan dalam dirinya, baik merupakan pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Perubahan tingkah laku yang dapat diamati dari penampilan orang belajar adalah hasil belajar. Tingkat kemampuan siswa dari hasil belajar dapat dilihat dari kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik (Bloom dalam Sutrisno, 2006) Senada dengan pendapat diatas Arikunto (dalam Sutrisno, 2006) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh dari dan Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh 101 sesudah kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau kata-kata baik, sedang dan kurang. Hasil belajar dapat diukur langsung melalui tes yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. B. Pengertian Metode Penugasan Untuk meningkatkan hasil belajar Geografi, metode yang digunakan dalam proses pembelajaranharus menarik sehingga siswa termotivasi untuk belajar. Agar hasil belajar meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan siswa secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan dan psikomotor dalam proses belajar mengajar. Untuk itu metode penugasan lebih tepat digunakan. Pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas ini dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan. Metode pemberian tugas, dianjurkan antara lain untuk mendukung metode ceramah, inkuiri, VCT. Penggunaan metode ini memerlukan pemberian tugas denganbaik, baik ruang lingkup maupun bahannya. Pelaksanannya dapat diberikan secara individual maupun kelompok. Dalam proses pembelajaran, siswa hendaknya didorong untuk melakukan kegiatan yang dapat menumbuhkan proses kegiatan kreatif. Oleh karena itu metode pemberian tugas dapat dipergunakan untuk mendukung metode pembelajaran yang lain. Penggunaan metode pemberian tugas bertujuan : 1. Menumbuhkan proses pembelajaran yang eksploratif 2. Mendorong perilaku kreatif. 3. Membiasakan berpikir komprehensif 4. Memupuk kemandirian dalam proses pembelajaran. METODA PENELITIAN A. Setting dan Subjek Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 6 Banda Aceh, yang dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Juli s/d September 2011 semester Ganjil, dengan subyek penelitian siswa-siswi kelas XI-IS-1 Yunaidah, Peningkatan Hasil Belajar Geografi tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa sebanyak 29 orang terdiri dari yang terdiri dari 7 orang siswa perempuan dan 22 orang siswa laki-laki. B. Teknik dan Alat Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dengan cara hasil test, observasi, dan wawancara. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data dari butir soal tes, lembar instrumen aktivitas siswa, lembar instrumen PBM guru, dan pedoman wawancara. C. Validasi dan Analisis Data Validasi data berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada Materi persebaran Flora dan Fauna. Tes ini diberikan setiap akhir pembelajaran, bentuk tes yang diberikan adalah tes tulisan berbentuk uraian. Validasi diperoleh dari rekaman hasil test siswa. Setelah valid data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif yang terdiri dari hasil belajar dan observasi. D. Indikator Kinerja Sebagai indikator keberhasilan adalah terjadi peningkatan hasil belajar yaitu 70% siswa mencapai ketuntasan belajar nilai KKM 65. E. Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari: 1. Planning, yaitu kegiatan yang dilakukan pada kegiatan ini adalah membuat perencanaan proses pembelajaran. Perencanaan yang dibuat adalah berupa silabus dan RPP beserta perangkatnya. Membuat instrumen observasi kegiatan siswa dan instrumen observasi PBM guru. 2. Acting, yaitu kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan seluruh kegiatan yang terdapat didalam kegiatan perencanaan. Melaksanakan kegiatan proses pembelajaran materi persebarab Flora dan Fauna dengan menggunakan metode penugasan pada pelajaran geografi 3. Observasi, yaitu melaksanakan observasi atau pengamatan yang dilakukan oleh guru peneliti terhadap siswa pada saat PBM berlangsung untuk melihat kegiatan siswa dan observasi yang dilakukan oleh guru kolaborasi Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh 102 terhadap PBM yang diselenggarakan oleh peneliti. 4. Refleksi, dilakukan pada akhir PBM untuk melihat hasil dari kegiatan PBM yang telah dilaksanakan. Kemudian hasil dari refleksi pada siklus pertama merupakan acuan bagi peneliti untuk melakukan tindakan pada siklus selanjutnya (siklus II). Selanjutnya pada siklus II melakukan perubahan tindakan pada proses belajar mengajar terhadap kekurangan yang terjadi pada siklus I sehingga hasil PBM akan menjadi lebih baik sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi pembelajaran sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan dengan menggunakan metode penugasan terjadi peningkatan. Tergambar dari antusias siswa dalam mengikuti pelajaran, siswa lenih aktif dan kreatif serta dapat menemukan jawaban atau pemecahan masalah dari materi yang mereka kerjakan dalam kegiatan belajar yang dialaminya sehingga dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa serta mengembangkan kreatifitas siswa. Hasil Siklus I Dari analisis terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa diperoleh data bahwa siswa yang memperoleh ketuntasan pada pertemuan 1 sebanyak 17 siswa tuntas (58,6%) dan 12 siswa tidak tuntaas (41,4%) dengan nilai rata-rata sebesar 59,8. Kemudian pertemuan 2 jumlah ketuntasan siswa menjadi 20 siswa (68,96%) dan 9 siswa belum tuntas (31,03%) dengan nilai rata-rata sebesar 63,7. Berdasarkan nilai rata-rata seperti itu, hasil ini dapat dilihat dari observasi bahwa dalam kegiatan pembelajaran masih terdapat siswa yang kurang aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran, dan siswa juga kurang memahami materi yang disampaikan guru. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan pada siklus II. Hasil Siklus II Berdasarkan hasil tes kemampuan siswa siklus II pada pertemuan I dapat dilihat 23 siswa (79,3%) tuntas, selebihnya yaitu sebanyak 6 siswa (20,7%) tindak tuntas dengan nilai rata-rata 68,5. Kemudian pada pertemuan 2 jumlah siswa terus bertambah Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 hingga menjadi 27 siswa kini tuntas (93,1%) dan bersisa 2 siswa tidak tuntas (6,9%) dengan nilai rata-rata sebesar 80,2. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa indikator nilai KKM dan nilai rata-rata yang ditetapkan dalam penelitian ini telah terpenuhi, sehingga penelitian menggunakan metode penugasan ini berhasil meningkatkan jumlah dan nilai belajar siswa. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan temuan hasil penelitian mengenai penggunaan metode penugasan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI-IS-1 dalam pembelajaran geografi di SMA Negeri 6 Banda Aceh, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran menggunakan metode penugasan dimulai dari pemilihan topik, melakukan aturan diskusi, sikap kelompok menjelaskan hasil, menarik kesimpulan dari hasil diskusi setiap kelompok. 2. Penggunaan metode penugasan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran geografi dengan materi Persebaran Flora dan Fauna. Dari hasil penelitian sudah ada peningkatan dari siklus I dan siklus II dimana jumlah siswa yang tuntas pada siklus I hanya sebesar 58,6% lalu meningkat menjadi 93,1% pada siklus II. 1. Saran-saran Pada kesempatan ini peneliti ingin memberikan beberapa saran yang ingin disampaikan adalah sebagai berikut: • Perlunya penggunaan metode lain dalam pembelajaran geografi saat memberikan materi pelajaran sehingga siswa mudah dan proses belajar mengajar menjadi menyenangkan, seperti alat peraga • Diharapkan kepada guru untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam mengelola pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. • Untuk memaksimalkan hasil penelitian ini disarankan kepada para Yunaidah* adalah Guru SMA N 6 Banda Aceh 103 guru geografi lain untuk melakukan hal yang serupa di tempat mengajarnya masing-masing. DAFTAR PUSTAKA Afif Miftahul Majid, S.sos. Dkk. 2006, Intisari Geografi SMA, Bandung, Pustaka Setia Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek. Jakart: Rineka Cipta Beni, S. 2008. Model-model Pembelajaran Kreatif. Bandung: Tinta Emas Publishing Depdiknas, 2006. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan. Jakarta Ismail, 2003. Media Pembelajaran (ModelModel pembelajaran). Jakarta Direktorat Pendidikan Nasional K. Wardiyatmoko, 2006, Geografi 2 SMA, Jakarta, Erlangga Nana Sudrajat. 1989, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1989 Suryubroto. 1990. Beberapa aspek Dasardasar Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta Soejadi, 2000. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta Sujana, 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung Remaja Rusda Karya Sujana, 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo Yusmans Hestiyanto. 2005, Geografi 2 SMA, Jakarta, Yudistira Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 104 PENGARUH MASA KERJA DAN SERTIFIKASI GURU TERHADAP KOMITMEN KERJA GURU PADA SMA NEGERI 5 BANDA ACEH Oleh Maria Lena Abstrak Masa kerja seorang guru adalah lamanya waktu yang telah dilalui oleh seorang guru yang mengabdikan segala kemampuannya pada sebuah lembaga pendidikan. Guru yang telah bertahun-tahun mengajar akan dapat memperbaiki kemampuan mengajarnya sehingga semakin tinggi tingkat kemampuan dan komitmen terhadap tugas keguruannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara masa kerja dan sertifikasi guru terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Adapun yang dijadikan populasi dalam penelitian ini adalah guru yang telah mendapat sertifikat sertifikasi dan bertugas pada SMA Negeri 5 Banda Aceh, sedangkan yang dijadikan sampel sebanyak 32 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama terdapat pengaruh yang positif antara masa kerja guru dengan komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh (rx1y = 0,737), kedua terdapat pengaruh yang positif antara sertifikasi guru dengan komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh (rx2y = 0,771), ketiga terdapat pengaruh yang positif antara masa kerja dan sertifikasi guru terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh ( rx1x2y = 0,867). Hasil analisis secara serempak menunjukkan bahwa masa kerja dan sertifikasi guru dapat mempengaruhi komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. Kata Kunci : Masa Kerja, Sertifikasi Guru dan Komitmen Kerja Guru. Dunia pendidikan terus dituntut untuk dapat menghasilkan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan pekerjaan seiring dengan berkembangnya teknologi dan budaya masyarakat. Pemerintah telah berupaya meningkatkan kemampuan profesional guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat usia dini sampai perguruan tinggi. Selain sertifikasi upaya lain yang telah ditentukan di Indonesia untuk meningkatkan kompetensi profesional guru misalnya, Pusat Kegiatan Guru (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), maupun Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalahmasalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya. Mulyasa (2009:6) menyebutkan bahwa:”Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, antara lain dengan disahkannya Undang-Undang Guru dan Dosen yang ditindaklanjuti dengan pengembangan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang guru dan dosen, yang dimaksudkan agar meningkatkan profesional dan kompetensi guru” Dalam perkembangan pendidikan, peserta didik di masa yang akan datang diharapkan menjadi manusia Indonesia berkualitas yang senantiasa mampu memecahkan persoalan-persoalan kebutuhan hidupnya secara mandiri dan pada gilirannya dapat memberikan kontribusi dalam mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera. Kadar kualitas SDM yang terukur akan menjadi tolok ukur untuk merekontruksi pendidikan dari waktu ke waktu. Salah satu barometer keberhasilan pendidikan dalam mewujudkan SDM adalah dengan mengukur kualitas SDM yang ditandai dengan meningkatnya kualitas pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang lebih dinamis dan mandiri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan beragama dengan tatanan nasional dan internasional. Tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 3 berikut ini: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” Oleh sebab itu, transformasi sekolah era kontemporer menuju sekolah bermutu diawali dengan komitmen bersama terhadap mutu pendidikan oleh sekolah, administrator, guru, staf, siswa dan orang tua dalam komunitas sekolah. Dalam hal ini, mutu yang dimaksud yaitu kemampuan sumber daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu dari peserta didik. Jika dilihat dari hasil pendidikan, mutu pendidikan dipandang berkualitas jika mampu melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Guru dalam melaksanakan tugas mengajar senantiasa berkeinginan untuk meningkatkan kemampuan dalam memberikan pelayanan kepada siswa, masyarakat, dan lingkungan terutama lingkungan tempat bertugas. Dalam melaksanakan tugas ini guru berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Salah satunya dengan mengikuti sertifikasi sehingga memperoleh kesejahteraan dan kenyamanan yang lebih dalam melaksanakan tugas. Tunjangan sertifikasi bukan hanya dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan guru, tetapi juga dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi dan komitmen kerja guru. Paradigma pertama, beranggapan bahwa kesejahteraan guru perlu ditingkatkan, agar mereka bisa menjalankan tugas mendidik generasi muda bangsa dengan baik. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Banda Aceh merupakan sekolah yang telah lama berdiri di kawasan Kopelma Darussalam. Sekolah ini terus melakukan pembenahan di segala bidang demi terciptanya kualitas lulusan yang sesuai dengan era globalisasi saat ini. Hal ini tidak terlepas dari motivasi dan komitmen guru sehingga berdampak bagi peningkatan produktivitas guru dalam mengajar. Sebagai insan yang memiliki keterbatasan memang kadang kala mempengaruhi stabilitas diri, namun tidak 105 jarang juga ada sebagian besar guru yang bekerja penuh dedikasi dan loyalitas tinggi sehingga mereka mampu membangun komitmen kerjanya dengan baik. Dengan demikian guru yang memiliki komitmen kerja yang tinggi akan mempengaruhi cara kerja dan hasil kerjanya. Sejauh mana tingkat komitmen kerja guru tersebut sangat ditentukan oleh berbagai variabel, diantaranya yaitu masa kerja dan sertifikasi, maka masa kerja dan sertifikasi diharapakan mampu meningkatkan komitmen kerja guru. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Terhadap Peningkatan Komitmen Kerja Guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: Bagaimanakah pengaruh antara masa kerja dan sertifikasi guru terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh? Berangkat dari rumusan masalah tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa: 1. Masa kerja berpengaruh terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. 2. Sertifikasi guru berpengaruh terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. 3. Masa kerja dan sertifikasi guru secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menyajikan data dan informasi yang dapat memperkaya khazanah dan konsep manajemen pendidikan serta menjadi landasan berpijak bagi penelitian selanjutnya. Dengan diungkapkannya pengaruh masa kerja dan sertifikasi terhadap komitmen kerja guru, maka diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengambil kebijakan khususnya manajer pendidikan dalam rangka mengembangkan sistem pembinaan yang lebih profesional. 2. Manfaat Praktis Sementara manfaat pada tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru maupun lembaga pendidikan, khususnya SMA Negeri 5 Banda Aceh guna dalam rangka Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru meningkatkan komitmen kerjanya. Di samping itu diharapkan juga bermanfaat untuk: a. Kepala sekolah sebagai manajer pada sekolah dalam upaya membentuk kompetensi guru yang lebih baik. b. Para guru dalam hal pengembangan kemampuan dan pengetahuannya untuk meningkatkan komitmen kerjanya c. Gambaran bagi pengawas, untuk melakukan supervisi yang lebih baik dan profesional. TINJAUAN PUSTAKA A. Masa Kerja, Sertifikasi Guru dan Komitmen Kerja Guru 1). Konsep Manajemen Manajemen dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut oleh suatu kode etik. Manajemen juga dipandang sebagai suatu seni untuk mendapatkan sesuatu dan dilakukan melalui orang lain. Hal ini meminta perhatian pada kenyataan bahawa manajer mencapai tujuan organisasi dengan mengatur orang lain untuk melakukan pekerjaan yang diperlukan tanpa melakukan pekerjaan sendiri. Pendidikan merupakan suatu proses manajemen, oleh karena itu menejemen sangat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Perlunya manajemen dalam pendidikan adalah untuk mengantisipasi perubahan global yang disertai oleh kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi informasi. Perubahan itu sendiri sangat cepat dan pesat, sehingga perlu ada perbaikan yang berkelanjutan (continous improvement) di bidang pendidikan sehingga output pendidikan dapat bersaing dalam era globalisasi seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi. Persaingan tersebut hanya mungkin dimenangkan oleh lembaga pendidikan yang tetap memperhatikan kualitas pendidikan dalam pengelolaannya. Sebab syarat untuk bisa bersaing adalah perbaikan yang berkelanjutan dalam organisasi. Manajemen pendidikan adalah implementasi manajemen dalam bidang pendidikan. Sedangkan manajemen sekolah dikatakan sebagai salah satu bagian dari manjemen pendidikan yang diimplementasikan di tingkat sekolah. Manajemen pendidikan cakupannya lebih luas dan diterapkan pada 106 semua jenis dan semua jenjang pendidikan. Menurut Darling-Hammond, (Suharsaputra, 2010:66): “Manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan, dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien” 2). Masa Kerja Masa kerja seorang guru adalah lamanya waktu yang telah dilalui oleh seorang guru yang mengabdikan segala kemampuannya pada sebuah lembaga pendidikan. Adapun perhitungan masa kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini dibatasi mulai dari 0 tahun 0 bulan (masa kerja minimum) sampai dengan 36 tahun (batas kerja maksimum). Bahar (Kunandar, 2007:23) mengungkapkan: “Pengalaman mengajar dalam penelitian ini mengacu pada lamanya seorang guru mengajar di sekolah, guru yang bertahun-tahun mengajar akan dapat memperbaiki keterampilan mengajar, guru yang telah memiliki pengalaman mengajar dalam waktu yang lama akan semakin tinggi tingkat kemampuan dan keterampilan mengajarnya, dan semakin tinggi pula kemampuan dalam melaksanakan tugas keguruannya”. 3). Sertifikasi Guru Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tertuang beberapa pasal tentang sertifikasi sebagai berikut : • Pasal 1 butir 11 : sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen. • Pasal 8 : guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. • Pasal 11 butir 1 : sertifikat pendidik sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. • Pasal 16 : guru yang memiliki sertifikat pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru negeri maupun swasta dibayar pemerintah. 107 Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 Dengan demikian sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kompetensi atau surat keterangan sebagai pengakuan terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan setelah lulus uji kompetensi. Peningkatan kompetensi guru pada dasarnya hanya merupakan satu aspek yang berperan dalam peningkatan kinerja dan motivasi guru sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan. 4). Komitmen Kerja Komitmen merupakan salah satu bentuk prilaku individu atau kelompok dalam suatu organisasi atau lembaga. Dalam kaitannya dengan prilaku komitmen dapat diartikan sebagai suatu sikap yang ditimbulkan oleh seseorang atau situasi. Hakikat komitmen kerja sebenarnya merupakan kemauan dari dalam diri seorang guru untuk mengadakan perubahan tingkah laku secara kontinu dalam melaksanakan tugasnya. Menurut Hamzah B. Uno, (2008:30) perubahan tingkah laku tersebut pada umumnya ada beberapa indikator : “1) adanya tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, 2) adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 3) adanya kemauan dan kebutuhan dalam mengajar, 4) adanya rasa betah dan kesenangan terhadap pekerjaan, 5) adanya penghargaan dalam mengajar, 6) adanya rasa wajib dan tindakan dalam melaksanakan tugas”. 5). Pengaruh Masa Kerja dan sertifikasi Terhadap Komitmen kerja Guru Pengaruh masa kerja dan sertifikasi terhadap komitmen kerja guru dapat terlihat dari sikap yang ditunjukkan oleh guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Guru dalam melaksanakan tugas profesinya selalu ingin mencari tantangan terhadap hal-hal yang baru, ingin mengadakan penelitian untuk pengembangan tugas walaupun hanya dalam lingkungan kerjanya saja, ini berarti guru tersebut memiliki komitmen yang tinggi, begitu pula halnya dengan guru berpengalaman yang memiliki masa kerja yang tinggi. Robert E. Slavin (2008:31) mengemukakan bahwa “Guru-guru berpengalaman merupakan guru yang intensional yang memiliki sumber daya yang baik”. METODA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif guna mengetahui seberapa besar pengaruh masa kerja dan sertifikasi yang diikuti oleh guru dalam rangka peningkatan komitmen kerjanya. Peneliti dapat mengidentifikasi fakta-fakta atau peristiwa yang terjadi sebagai variabel yang dipengaruhi dan melakukan penyelidikan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi. X1 Y X2 Keterangan: masa kerja X1 : sertifikasi X2 : Y : komitmen kerja guru Penelitian ini akan dilaksanakan pada SMA Negeri 5 Banda Aceh yang terletak di Jalan Hamzah Fansuri nomor 1 Kopelma Darussalam. Sementara waktu pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terhitung Oktober sampai dengan Desember 2011. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu semua guru yang telah mendapat sertifikat/lulus sertifikasi pendidik profesional. Jumlah guru di SMA Negeri 5 Banda Aceh yang telah lulus tersebut adalah 32 orang. Karena jumlah populasi tidak terlalu besar maka peneliti mengambil seluruhnya sebagai subjek, dengan merujuk kepada Arikunto (2006: 134) bahwa “sekedar ancerancer apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik di ambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi”. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1). Diskripsi Variabel Masa kerja guru Hasil penelitian diperoleh rata-rata masa kerja guru di SMA Negeri 5 Banda Aceh adalah tergolong tinggi yaitu mempunyai masa kerja rata-rata 26 – 30 tahun hal ini ditunjukkan responden yang sudah bersertifikasi mempunyai masa kerja cenderung tinggi, sedangkan yang mempunyai masa kerja 11 – 15 tahun tidak ada atau 0%, 16 – 20 tahun sebanyak 2 orang atau 6,25%, 21 – 25 tahun sebanyak 7 orang atau 21.875%, sedangkan Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru yang mempunyai masa kerja lebih dari 30 tahun adalah sebanyak 5 orang atau 15.625%. 2). Diskripsi Variabel Sertifikasi Guru Hasil penelitian diperoleh rata-rata kinerja guru yang bersertifikasi adalah 4,12 dengan penyebaran pilihan jawaban dari responden rentang 4 dan 5 3). Diskripsi Variabel Komitmen Kerja Guru Hasil penelitian diperoleh rata-rata komitmen guru adalah 4, 17 dengan penyebaran pilihan jawaban dari responden rentang 4 dan 5. B. Pembahasan 1). Pengaruh Masa kerja Terhadap Komitmen Kerja Guru Dalam analisa pembahasan ini penulis ingin membahas mengenai pengaruh masa kerja terhadap komitmen kerja guru. Koefisien Regresi ( ): Konstanta sebesar 2.986 artinya jika masa kerja (X1) dianggap konstan, maka besarnya komitmen kerja guru yang dilakukan oleh guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh adalah sebesar 2.986 pada satuan skala likert, yang menyatakan jika tidak ada masa kerja maka besarnya komitmen kerja guru SMA Negeri 5 Banda Aceh adalah sebesar 2.986 pada satuan skala likert. Koefisien regresi masa kerja (X1) sebesar 0.270. Artinya bahwa setiap 100% perubahan (masa kerja) maka secara relatif akan mempengaruhi komitmen kerja guru sebesar 27.0%, dengan demikian semakin tinggi masa kerja guru SMA Negeri 5 Banda Aceh, maka secara relatif akan meningkatkan komitmen kerja guru. Koefisien Korelasi dan Determinasi Koefisien korelasi (R) = 0.737 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan varibel terikat sebesar 73.7%. Artinya masa kerja (X1) mempunyai hubungan yang kuat terhadap komitmen kerja guru, atau variabel masa kerja (X1) mempunyai hubungan yang kuat dalam meningkatkan komitmen kerja guru SMA Negeri 5 Banda Aceh. Koefisien Determinasi (R²) = 0.543. Artinya sebesar 54.3% perubahan-perubahan dalam variabel terikat (komitmen kerja guru) 108 dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam variabel masa kerja (X1). Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 45.7% dijelaskan oleh faktor lain diluar dari variabel yang dijadikan indikator penelitian, hal ini mengindikasikan bahwa masih ada sebesar 45.7% faktor komitmen kerja guru dipengaruhi oleh faktor lain, selain dari masa kerja guru. 2). Pengaruh Sertifikasi Terhadap Komitmen kerja guru Koefisien Regresi ( ): Koefisien regresi sertifikasi (X2) sebesar 0.318. Artinya bahwa setiap 100% perubahan (sertifikasi) maka secara relatif akan mempengaruhi komitmen kerja guru sebesar 31.8%, dengan demikian semakin tinggi sertifikasi guru SMA Negeri 5 Banda Aceh, maka secara relatif akan meningkatkan komitmen kerja guru. Koefisien Korelasi dan Determinasi Koefisien korelasi (R) = 0.771 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel bebas dengan varibel terikat sebesar 77.1%. Artinya sertifikasi (X2) mempunyai hubungan yang kuat terhadap komitmen kerja guru, atau variabel sertifikasi (X2) mempunyai hubungan yang kuat dalam meningkatkan komitmen kerja guru SMA Negeri 5 Banda Aceh. Koefisien Determinasi (R²) = 0.594. Artinya sebesar 59.4% perubahan-perubahan dalam variabel terikat (komitmen kerja guru) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam variabel sertifikasi (X2). Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 40.6% dijelaskan oleh faktor lain diluar dari variabel yang dijadikan indikator penelitian, hal ini mengindikasikan bahwa masih ada sebesar 40.6% faktor komitmen kerja guru dipengaruhi oleh faktor lain, selain dari sertifikasi kerja guru. 3). Pengaruh Secara Simultan Masa Kerja dan Sertifikasi Terhadap Komitmen Kerja Guru Untuk meningkatkan komitmen kerja guru oleh guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh, maka perlu dilihat variabel yang mempengaruhi komitmen kerja guru SMA Negeri 5 Banda Aceh tersebut yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yaitu masa kerja (X1), sertifikasi (X2), terhadap komitmen kerja guru (Y) pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 Sertifikasi mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan komitmen kerja guru, hal ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunaryo (2010), bahwa pemahaman terhadap pendidikan, pelatihan, dan masa kerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan kompetensi guru pada tingkat korelasi positif pada tingkat cukup. Oleh sebab itu diperlukan tindak lanjut terhadap usaha peningkatan kompetensi ke tingkat yang lebih baik, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih optimal dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat penulis simpulkan, yaitu: 1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel masa kerja guru (X1) terhadap komitmen kerja guru (Y) pada SMA Negeri 5 Banda Aceh, semakin tinggi masa kerja guru SMA Negeri 5 Banda Aceh, maka secara relatif akan meningkatkan komitmen kerja guru. 2. Terdapat pengaruh yang positif dan seknifikan antara sertifikasi guru (X2) terhadap komitmen kerja guru (Y) pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. 3. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara masa kerja guru (X1) dan sertifikasi guru (X2) secara bersamasama terhadap komitmen kerja guru (Y), secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap komitmen kerja guru SMA Negeri 5 Banda Aceh. 1. Saran-saran 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru-guru SMA Negeri 5 Banda Aceh memiliki komitmen kerja yang tinggi dan diharapkan kepada kepala sekolah agar terus memberikan arahan dan bimbingan serta semangat kerja kepada guru yang telah sertifikasi maupun yang belum sertifikasi. 2. Untuk meningkatkan komitmen kerja hendaknya guru terus berupaya meningkatkan kompetensinya, baik itu kompetensi profesional, kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, maupun kompetensi sosial demi terciptanya peningkatan kualitas guru yang mengajar di SMA Negeri 5 banda Aceh 3. 109 yang berdampak pada lulusan yang bermutu di sekolah tersebut. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pendekatan yang berbeda, karena adanya keterbatasan interpretasi terhadap fenomena yang diperolah dalam penelitian ini yang mungkin belum mampu menjelaskan secara mendalam. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif sehingga lebih terfokus pada hasil berupa angka-angka. Disamping menggunakan variabel lain yang dapat mempengaruhi komitmen kerja guru pada SMA Negeri 5 Banda Aceh. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:Rineka Cipta. Depdiknas, 2007. Standar Kompetensi Guru (SKG). Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional, (2006), Undang-Undang Guru dan Dosen, Jakarta: TamitaUtama. Kunandar. 2010. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Sukses Dalam Sertifikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Muslich, Masnur. 2007. Sertifikasi Guru menuju Profesionalisme Pendidik, Jakarta: Bumi Aksara. Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya. Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung: Alfabeta. Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori Dan Praktik, Penerjemah: Marianto Samosir, Boston: Indeks. Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi Pendidikan, Jakarta: Refika Aditama. Maria Lena, Pengaruh Masa Kerja dan Sertifikasi Guru Usman, Husaini. 2009. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Undang-Undang SISDIKNAS UU RI NO. 20 Th. 2003. 2009. Jakarta : Sinar Grafika 110 Uno, Hamzah B. 2008. Teori Motivasi Dan Pengukurannya, Jakarta: Bumi Aksara. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 111 ANALISIS PENALARAN DALAM SOAL UJIAN NASIONAL MATEMATIKA SMP/MTs TAHUN AJARAN 2012 / 2013 Oleh Sukmawarti* dan Dewi Liliani Batubara** Abstrak Ujian Nasional (UN) adalah kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional. Masalah utama dalam penelitian ini adalah rendahnya kemampuan siswa dalam UN Matematika. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penalaran apa saja yang terdapat dalam soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs Tahun Ajaran 2012/2013? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis penalaran yang terdapat dalam soal ujian Nasional matematika SMP/MTs. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif. Sedangkan metode dalam penelitian ini menggunakan kerangka kerja Lithner. Penelitian dilakukan dengan cara menganalisis soal UN berdasarkan konteks teori, kejadian contoh dan latihan soal dalam buku teks rujukan, memberikan argumen dan kesimpulan serta mengomentarinya sesuai dengan hasil analisis penalaran yang terdapat dalam soal UN. Hasil analisis penalaran dari 40 butir soal UN Matematika SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013, karakter soal UN sebagian besar menggunakan penalaran Imitative Reasoning. 95% soal menggunakan Memorized Reasoning dan Algoritmic Reasoning, dan 5% soal dengan penalaran Creative Reasoning tipe Local Creative Reasoning. Materi soal UN sesuai dengan standar isi dan sudah dipelajari, serta sering dijumpai siswa dalam pembelajaran matematika. Dengan demikian siswa tidak perlu cemas menghadapi Ujian Nasional dan harus percaya diri dalam mengikutinya. Kata Kunci: Ujian Nasional, Penalaran Matematika Banyak usaha telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, baik dalam proses pembelajaran maupun hasil penilaian. Salah satu usaha pemerintah meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan standar kelulusan Ujian Nasional (UN). Namun peningkatan standar kelulusan ini ternyata membuat seluruh elemen terkait, mulai dari Dinas Pendidikan, kepala sekolah, guru, siswa, serta orang tua merasa cemas dan was-was. Bahkan bagi siswa menjadi hal yang paling menakutkan. Tidak jarang ada siswa yang stres bahkan sampai putus asa menjelang UN. Hal ini tentu sangat memprihatinkan bagi dunia pendidikan Indonesia. UN yang awalnya diharapkan menjadi wadah peningkatan mutu pendidikan untuk ‘melahirkan’ generasi yang berkompeten, nyatanya menjadi ‘momok’ yang menakutkan. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan pada UN, merupakan mata pelajaran yang paling dikhawatirkan ketercapaian standar kelulusannya. Dari beberapa kali UN, matematika selalu menjadi penyebab utama kegagalan siswa. Selain kepercayaan diri yang kurang dalam menghadapi UN, salah satu sebab utama kesulitan menyelesaikan soal-soal UN matematika dikarenakan kurangnya penalaran siswa dalam menyelesaikan soalnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wahyudin (Alamsyah, 2000:3) bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika adalah siswa kurang menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Dalam menyelesaikan soal matematika umumnya siswa lebih senang dan mudah menyelesaikan soal dengan langsung menggunakan rumus dan soal yang berbentuk angka dengan penyelesaian yang cenderung mekanistik. Kegiatan penyelesaian soal seperti ini sudah terbiasa mereka lakukan sewaktu belajar di kelas. Fakta ini menunjukkan bahwa siswa kurang memahami konsep matematika dan lemah dalam penalaran. Penalaran yang digunakan hanya bersifat hafalan sehingga Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 melemahkan pemahaman matematika mereka. Hal ini dapat menjadi penghalang bagi siswa untuk mahir dalam pemecahan masalah dan pembuktian. Sementara yang diharapkan dari pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu dalam pemecahan masalah, komunikasi dan penalaran, tidak hanya terampil melakukan perhitungan matematis yang prosedural dengan menggunakan algoritma yang baku. Penalaran menjadi salah satu kompetensi yang sangat penting sehingga harus dipelajari oleh siswa. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar dapat dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat objektif, disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu masalah. Penyelesaian soal-soal dalam UN Matematika tidak terlepas dari proses bernalar. Pemecahan masalah dalam menjawab soal UN matematika dapat diselesaikan melalui penalaran untuk memperoleh jawaban soal yang baik dan benar. Berdasarkan uraian diatas, peneliti berpikir perlu kiranya untuk melakukan analisis tentang tipe penalaran yang terdapat dalam soal UN matematika SMP/MTs tahun pelajaran 2012/2013. Masalah yang diteliti adalah tipe penalaran dalam menyelesaikan soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 berdasarkan kerangka kerja Lithner. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah jenis penalaran apa yang terdapat dalam soal Ujian Nasional Matematika SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 ? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis penalaran yang terdapat dalam soal ujian Nasional matematika SMP/MTs, dan mendeskripsikan tingkat kesukaran soal berdasarkan kerangka penalaran Lithner. TINJAUAN PUSTAKA A. Ujian Nasional Salah satu program peningkatan mutu pendidikan nasional adalah dengan menetapkan Ujian Nasional sebagai alat ukur keberhasilan siswa di tingkat sekolah dasar dan menengah secara nasional. Sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada 112 pasal 63 ayat 1 bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah salah satunya dilakukan oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah tersebut bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional (UN). Ujian Nasional di tingkat SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 dilaksanakan pada tanggal 22-25 April 2013. Paket soal terdiri dari 30 paket dengan rincian 20 paket yang akan dibagikan per kelas dan 10 paket sebagai cadangan. Jumlah soal 40 butir berbentuk multiple choice (pilihan ganda) dengan jangka waktu pengerjaan 120 menit. Pemerintah menargetkan UN tahun ajaran 2012/2013 ini akan lebih ‘bersih’ dan bebas dari kecurangan. Dengan perubahan jumlah paket soal yang sebelumnya 5 paket menjadi 30 paket peluang kecurangan lebih kecil dan dapat diminimalisir. UN sebagai alat ukur keberhasilan proses pembelajaran baik dari sisi guru sebagai pengajar maupun dari pihak siswa sebagai pebelajar merupakan penilaian eksternal berskala nasional yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan penilaian proses dan hasil belajar yang dilakukan pendidik dan satuan pendidikan pada saat proses pembelajaran berlangsung merupakan penilaian yang bersifat internal dan menyeluruh dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pemerintah melalui Kemdikbud dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) menetapkan pelaksanaan UN mengacu pada Peraturan BNSP Nomor 0148/ SK–POS / BNSP / I / 2011. Standar Kompetensi Lulusan UN mata pelajaran Matematika untuk tingkat SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 adalah: (1) menggunakan konsep operasi hitung dan sifat-sifat bilangan, perbandingan, bilangan berpangkat, bilangan akar, aritmetika sosial, barisan bilangan, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah; (2) memahami operasi bentuk aljabar, konsep persamaan dan pertidaksamaan linier, persamaan garis, himpunan, relasi, fungsi, sistem persamaan linier, serta penggunaannya dalam pemecahan masalah; (3) memahami konsep kesebangunan, sifat dan unsur bangun datar, serta konsep hubungan antarsudut dan garis, Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara, Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Memahami sifat dan unsur bangun ruang, dan menggunakannya dalam pemecahan masalah; (4) memahami konsep dalam statistika, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah; dan (5) memahami konsep peluang suatu kejadian serta menerapkannya dalam pemecahan masalah. B. Penalaran Matematika Matematika merupakan salah satu ilmu yang berkaitan dengan proses bernalar. Depdiknas (2002:6) menyatakan bahwa, materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Konsep yang ada pada matematika seutuhnya merupakan proses bernalar untuk mencapai suatu kesimpulan terstruktur dan saling terkait. Konsep-konsep ini diambil berdasarkan teorema, aksioma, postulat, dalil, rumus, maupun sifat-sifat yang ada dalam matematika. Kesimpulan akhir yang didasari oleh konsep tersebut menjadi pembuktian yang logis dan tidak terbantahkan kebenarannya dalam penyelesaian masalah atau soal matematika. Disamping itu dalam penyelesaian soal matematika dapat digunakan penalaran yang melibatkan aplikasi logaritma, prosedur, keterkaitan antar konsep dan gagasan yang matematis. Penalaran yang mencakup kemampuan berfikir secara logis dan sistematis merupakan ranah kognitif matematika tertinggi. Penalaran didefenisikan sebagai jalan berfikir yang diambil untuk mengolah pernyataan dan menghasilkan kesimpulan dalam menyelesaikan soal (Lithner, 2003:3). Lithner mengemukakan bahwa penalaran merupakan sebarang jalan berfikir dalam mengerjakan soal, sehingga penalaran tidak harus didasarkan pada deduktif formal dan menandakan prosedur yang singkat dalam menemukan fakta atau bukti-bukti. Penalaran dapat dikatakan sebagai proses berfikir, dan sebagai hasil dari proses berfikir, atau keduanya. Lithner mendeskripsikan suatu konsep kerangka kerja penalaran yang bertujuan sebagai dasar analisis data. Dari kerangka kerja penelitian yang dilakukan oleh Lithner, penalaran matematika (Reasoning of mathematic) 113 dibedakan menjadi dua tipe, yaitu Imitative Reasoning dan Creative Mathematically Founded Reasoning. Imitative Reasoning (IR) merupakan jenis penalaran yang menciptakan koneksi bernalar siswa berdasarkan peniruan solusi soal, contoh soalnya persis seperti yang ada didalam buku teks, atau mengikuti contoh dibuku teks, dan dengan mengingat prosedural dalam menjawab soal. Jawaban dan solusi adalah dua unsur penting dalam soal. Kebenaran pengerjaan soal tidak terlepas dari kesesuaian jawaban dan solusi dengan intruksi soal, seperti dalam latihan dibuku teks, soalsoal ujian, dan dalam kehidupan nyata. Jawaban didefenisikan sebagai uraian konkrit dari sifat yang diminta dalam soal. Sementara solusi soal adalah jawaban yang diperkuat dengan argumen untuk membuktikan kebenaran suatu jawaban. Ada dua kelompok utama penalaran IR yang digambarkan berdasarkan perbedaan unsur karakteristiknya, yaitu Memorized Reasoning (MR) dan Algoritmic Reasoning (AR). Penalaran yang terdapat dalam pengerjaan soal matematika dapat dikelompokkan kedalam Memorized Reasoning, jika (1) cara pengerjaan soal dengan mengulang solusi yang lengkap dari apa yang diingat oleh siswa; dan (2) jawaban soal cukup hanya dituliskan atau diucapkan berdasarkan apa yang sudah dihafal dan diingat siswa. Sehingga jenis soal yang dapat diselesaikan dengan penalaran MR adalah soal-soal yang berkenaan dengan pembuktian suatu fakta, menurunkan suatu rumus, menjelaskan defenisi dan membuktikan teorema. Algoritmic Reasoning dapat diartikan sebagai kumpulan prosedural dan aturan yang menjadi acuan ketika menyelesaikan suatu soal matematika. Penalaran soal yang termasuk tipe ini dapat dilihat berdasarkan kondisi berikut: (1) strategi pemilihan yang didasarkan dengan mengingat kembali sekumpulan prosedural dan aturan yang akan menjamin suatu solusi yang benar itu dapat dicapai; dan (2) implementasi strategi terdiri dari hasil penghitungan trivial atau tindakan dengan mengikuti aturan-aturan. Creative Mathematical Founded Reasoning atau yang disebut juga Creative Reasoning (CR) adalah sebuah kerangka kerja yang dipandang sebagai sebuah hasil dari Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 berfikir matematika kreatif. Proses-proses berfikir matematika kreatif dalam konteks ini didasarkan pada sifat fleksibel, melalui pendekatan yang berbeda, dan tidak dibatasi dengan tekanan aturan-aturan yang biasa (Haylock, 1997, Silver, 1997).Dalam matematika, berfikir kreatif termasuk proses bernalar yang fleksibilitas (kelenturan berfikir). Secara spesifik kreatifitas ini muncul dari suatu kreasi baru yang diciptakan siswa sebagai hasil dari penalaran yang berkaitan dengan pengetahuan awal siswa terhadap penyelesaian soal. Karakteristik penalaran yang kreatif dalam CR dapat dilihat berdasarkan urutan penalaran dalam menyelesaikan soal dengan kondisi: (1) Apakah merupakan suatu penalaran yang baru (novelty); dan (2) dalam mencari solusi soal terdapat strategi, implementasi, argumentasi dan penarikan kesimpulan yang valid dan logis serta mengacu kepada sifat-sifat essential matematika yang melibatkan unsur-unsur dasar penalaran. Ada dua kelompok utama penalaran CR, yaitu Local Creative Reasoning (LCR) dan Global Creative Reasoning (GCR). Suatu soal dapat dikategorikan kedalam jenis penalaran LCR, jika soal tersebut hampir secara keseluruhan dapat diselesaikan dengan menggunakan Imitative Reasoning hanya dengan memodifikasi algoritma lokal, sehingga essensinya hanya pada modifikasi algoritma yang digunakan dalam menyelesaikan soal. Selain itu soal yang menggunakan LCR dapat diselesaikan dengan prosedur dan langkah-langkah penyelesaian yang telah diketahui serta sudah dipelajari oleh siswa. Suatu soal dapat dikategorikan kedalam jenis penalaran Global Creative Reasoning (GCR) jika soal tersebut tidak memiliki solusi yang berdasarkan pada solusi Imitative Reasoning. Soal jenis ini selalu membutuhkan penalaran yang menggunakan Creative Reasoning pada keseluruhan langkah-langkah pengerjaan soal. Kalaupun ada hanya sebagian kecil dari GCR yang didasarkan pada Imitative Reasoning. Sebagai langkah awal siswa harus melihat soal tersebut termasuk kedalam materi apa, setelah itu barulah mengikuti langkah-langkah penyelesaian selanjutnya. 114 METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif. Prosedur penelitian ini adalah mengkaji muatan materi, contoh, dan latihan soal yang ada dalam lima buku teks dari penerbit dan pengarang yang berbeda untuk setiap kelasnya, dan membandingkannya dengan soal Ujian Nasional (UN) matematika SMP/MTs tahun pelajaran 2012/2013. Analisis soal dilakukan dengan cara mengelompokkan tiap soal dan solusinya dengan mengikuti empat langkah analisis kerangka kerja Lithner berikut. 1. Menganalisi soal Ujian Nasional Ada 4 (empat) variabel yang digunakan dalam menganalisis soal UN, yaitu: a. Solusi (solution). b. Konteks (contexs). c. Informasi tentang keadaan soal (Explicit information about situation). d. kata kunci, ungkapan dan informasi lain sesuai buku teks (Other key features). 2. Analisis dari Buku Teks Analisis dilakukan dengan mencari kejadian-kejadian soal yang ada dalam contoh soal maupun latihan-latihan, dan dalam kejadian teks teori. 3. Argumentasi dan Kesimpulan Argumentasi tentang persyaratan jenis penalaran dan kesimpulan mengenai pengelompokan soal. 4. Komentar Komentar merupakan tanggapan tentang bagaimana seharusnya keadaan siswa setelah menyelasaikan soal dan mendeskripsikan soal berdasarkan penalaran Lithner. Subyek dalam penelitian ini adalah soal-soal Ujian Nasional matematika SMP/MTs tahun ajaran 2012 / 2013 .Obyek yang diteliti adalah jenis-jenis penalaran Lithner (a frame work Lithner) yang terdapat dalam soal-soal Ujian Nasional matematika SMP/MTs tahun ajaran 2012 / 2013. Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen adalah soal UN Matematika SMP/ MTs untuk tahun ajaran 2012/2013 wilayah Medan Kota, dengan jumlah soal 40 butir dan berbentuk multiple choice. Paket soal UN untuk tahun ajaran 2012/2013 ada 30 paket dengan 20 paket soal utama yang diujikan dan Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan Sukmawarti dan Dewi Liliani Batubara, Analisis Penalaran dalam Soal Ujian Nasional 10 paket soal sebagai cadangan jika ada kesalahan teknis pada 20 paket soal utama. Data yang dikumpulkan kemudian akan diolah dengan menggunakan kerangka kerja Lithner yang merupakan rujukan peneliti dalam mengolah data penelitian. Dalam kerangka kerja Lithner, penalaran soal dikelompokakan menjadi dua kelompok umum yaitu Imitative Reasoning (IR) dan Creative Reasoning (CR). Kedua kelompok umum tersebut dibagi kedalam dua tipe yaitu, untuk IR ada tipe Memorized Reasoning (MR) dan Algoritmic Reasoning (AR) sedangkan untuk penalaran CR dikelompokkan menjadi Local Creative Reasoning (LCR) dan Global Creative Reasoning (GCR). 115 HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk sampel penelitian diambil salah satu paket soal dari 30 jenis paket soal UN. Perolehan data dalam penelitian ini diambil dari hasil analisis soal Ujian Nasional dengan menggunakan kerangka kerja penalaran Lithner. Soal UN matematika SMP/MTs tahun 2012/2013 merupakan soal-soal gabungan yang materi soalnya diambil dari setiap kelasnya. Komposisi materi pelajaran seimbang dari tingkatan kesulitan materi kelas. Berikut ini tabel hasil analisis komposisi persentase tipe penalaran soal berdasarkan materi tiap kelas. Tabel 1. Persentase Tipe Penalaran Berdasarkan Materi Soal Tipe Kelas Jumlah Persentase No No.Soal Penalaran Soal (%) 1. IR VII 5 12,5 % 1, 2, 5, 10, 12 VIII 16 40 % 9, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 32, 34 IX 17 42,5 % 3, 4, 6, 7, 8, 20, 21, 22, 28, 31, 33, 35, 36, 37, 38, 39, 40 2. CR VII 0 0 0 VIII 1 2,5 % 17 IX 1 2,5 % 11 Setelah dilakukan penelitian terhadap soal UN matematika SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 40 butir soal diperoleh data hasil penelitian yang merujuk pada kerangka kerja Lithner dengan pengelompokan soal berdasarkan tipe penalaran yang terdapat dalam soal tersebut maka substansi penalaran soal UN tersebut terdiri dari 38 butir soal yang termasuk tipe penalaran Imitative Reasoning, yang dirincikan dengan 31 butir soal (77,5 % ) termasuk Algoritmic Reasoning, dan 7 butir soal (17,5 %) termasuk Memorized Reasoning. Kemudian untuk 2 butir soal (5 %) lainnya termasuk penalaran Creative Reasoning tipe Local Creative Reasoning. Dari hasil perolehan data tersebut menunjukkan bahwa soal-soal yang diujikan dalam UN merupakan soal yang seharusnya dapat diselesaikan siswa dengan mudah. Hasil analisis buku teks pegangan siswa juga membuktikan bahwa sebagian besar dari soalsoal UN tersebut adalah soal yang udah diajarkan, sudah pernah dibahas dan sudah sangat akrab dengan siswa. Ada banyak ditemukan kejadian contoh dan latihan soal dalam buku teks yang konteks serta kejadian soalnya mirip dengan soal-soal yang diujikan dalam UN. Data konkrit ini seharusnya menjadi indikator yang mendeskripsikan keberhasilan siswa memperoleh nilai yang memuaskan dalam pencapaian nilai UN. Namun fakta yang ada sangat bertolak belakang dengan apa yang diharapkan dan kondisi yang ada dilapangan. Masih banyak siswa, guru, orangtua siswa, instansi pendidikan dan pihak-pihak pendidikan lainnya yang masih cemas dan takut ketika menjelang UN, mereka takut akan standar kelulusan yang ditetapkan oleh pendidikan pusat. Kondisi lain yang juga mempengaruhi UN SMP/MTs untuk tahun 2012/2013 salah satunya distribusi pendidikan yang cenderung tidak merata di setiap daerah. Distribusi pendidikan di kota jauh lebih baik dari pada di desa, sehingga mengakibatkan banyaknya siswa yang tidak dapat mencapai nilai standar kelulusan. Hal yang lebih memprihatinkan adalah kondisi UN tahun ajaran 2012/2013 ini Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Maret 2014 Volume 17 Nomor 2 yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Adanya peraturan-peraturan baru serta perbedaan mencolok lainnya yang cukup menambah kekhawatiran siswa saat menghadapi UN. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada jumlah paket soal yang makin banyak, LJK yang menyatu dengan lembar soal UN yang menyebabkan siswa kesulitan dan harus berhati-hati pada saat memisahkan LJK dari lembar soal UN agar LJK tersebut tidak rusak. Karena jika LJK rusak, maka LJK tersebut tidak bisa dipakai lagi. Hal lain yang menuntut kehati-hatian siswa saat UN adalah kualitas kertas LJK yang sangat tipis. Keadaan ini tentunya sangat berpengaruh terhadap jalannya UN. Perubahan-perubahan yang mencolok dalam UN tahun ajaran 2012/2013 yang serba dadakan dan terlihat amburadul sehingga tidak fleksibel dengan kondisi di lapangan dan keadaan siswa yang mengikuti UN. Lambannya sosialisasi UN dengan peraturan-peraturan baru menjadikan pihak sekolah harus siap dengan situasi yang bisa saja terjadi tanpa koordinasi yang baik. SIMPULAN DAN SARAN Dari analisis dan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: 1. Materi soal-soal UN Matematika SMP/MTs tahun ajaran 2012/2013 adalah materi pelajaran yang sudah dipelajari, sering dijumpai siswa dalam pembelajaran matematika dan sesuai dengan standar isi pelajaran matematika. 2. Karakter soal UN sebagian besar menggunakan penalaran Imitative Reasoning, dimana terdapat 95% soal yang menggunakan penalaran Memorized Reasoning dan Algoritmic Reasoning. Sedangkan 5% sisanya merupakan soal dengan penalaran Creative Reasoning tipe Local Creative Reasoning. Tidak terdapat kejadian soal yang baru bagi siswa dan penalaran Global Creative Reasoning. 1. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan kepada: 1. Siswa agar memperbanyak latihan membahas contoh dan soal-soal latihan yang terdapat dalam buku teks maupun yang diajarkan guru. Hal ini 2. 3. 116 dikarenakan konteks soal UN sejalan dengan materi dan soal pada buku teks. Guru lebih banyak memberikan contoh dan soal-soal latihan yang konteks dan indikator soalnya mirip dengan soal UN, sehingga siswa terlatih dan tidak cemas dalam menghadapi UN. Kemendiknas agar memberikan materi dan tingkat penalaran soal UN lebih berimbang, dengan komposisi penalaran Memorized Reasoning sebanyak 25 %, Algoritmic Reasoning 55 %, dan untuk Local Creative Reasoning 20 % . DAFTAR PUSTAKA Andriyatie, dkk.2011 : Ringtone Matematika SMP/MTs Kelas VII,VIII,IX. Jakarta: PT. Grasindo. Kemendikbud Dirjend Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan SMP, 2012, Materi Pengayaan Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika, Jakarta. Lithner, Johan, 2006, A framework for analyzing Creative and Imitative Mathematical Reasoning, Dept.of Science and Mathematics Education, Umea University, Sweden. Lithner, Johan. Jesper Boesen and Torulf Palm, 2006, The Requirements of Mathematical Reasoning in Upper secondary Level Assessments, Dept.of Science and Mathematics Education, Umea University, Sweden. Lithner, Johan, 2012, Learning Mathematics By Creative Or Imitative Reasoning, International Congress on 12th Mathematical Education,8 – 15 July, Seoul, Korea. Mujib, Abdul dan Suparingga, Erik. Analisis Penalaran Ujian Nasional Matematika SMA/MA Program IPA Tahun Ajaran 2011/2012. Laporan Penelitian. UMN Alwashliyah, Medan. Wardhani, Sri, Rumiati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. P4TK Matematika Kemendiknas.Yogyakarta. Yunimahmudah, 2009, Tesis: Studi Kasus UN Matematika SMP/MTs Tahun 2007/2008. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Sukmawarti* adalah Dosen Kopertis Wilayah I dpk pada FKIP UMN Alwashliyah Medan