PERKEMBANGAN EKONOMI KEUANGAN DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL TRIWULAN II 2002 Perkembangan Ekonomi Dunia Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas Perkembangan Kerja Sama Internasional Artikel Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Tulisan dalam Tinjauan Triwulanan Perkembangan Ekonomi, Keuangan, dan Kerja Sama Internasional ini bersumber dari berbagai publikasi dan pendapat pribadi para penulis dan bukan merupakan pendapat dan kebijakan Bank Indonesia. Pengutipan diizinkan dengan menyebutkan sumbernya. Redaksi sangat mengharapkan komentar, saran, dan kritik demi perbaikan terbitan ini. Redaksi juga mengharapkan sumbangan artikel, karangan, atau laporan untuk dapat dimuat dalam terbitan ini. Alamat Redaksi: Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Gedung B, Lantai 20 Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 Telepon: (021) 381-8631, 381-8250, 381-8251 ; Faksimili: (021) 345-2917; E-mail : [email protected] ii Daftar Isi Halaman Pengantar Redaksi v I. Perkembangan Ekonomi Dunia Pendahuluan 1 1 Perekonomian Negara-negara Industri Maju Perekonomian Negara-negara Asia (Non-Jepang) 5 20 Perekonomian Rusia Perekonomian Negara-negara Oceania 46 50 Perekonomian Negara-negara Amerika Latin 58 Boks : Upaya Lanjutan Pemulihan Ekonomi Argentina 69 II. Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 71 Pendahuluan Pasar Uang 71 73 Pasar Modal Pasar Valuta Asing 75 81 Pasar Komoditas 85 III. Perkembangan Kerja Sama Internasional Pendahuluan Kerja Sama Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Internasional Sidang ASEAN Finance Ministers Meeting ke-6 Sidang ASEA N+3 Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM+3) dan AFMM+3 APEC Finance and Central Bank Deputies Meeting 88 88 89 89 94 95 SEACEN Governors’ Conference ke - 37 Kerja Sama Pembangunan Ekonomi Regional/Internasional 99 100 Sidang IMF-Bank Dunia Sidang Tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-35 100 104 IV. Artikel 106 Intervensi Valas Bank Sentral dan Ekspektasi Pasar 106 Harga Minyak internasional dan Harga BBM Dalam Negeri (Analisis dalam Semester I 2002) 120 Implementation of Standards and Codes : The View From East Asia 128 iii 139 Lampiran Tabel 1 Tabel 2 Pertumbuhan ekonomi negara maju dan negara berkembang Pertumbuhan produk nasional bruto riil per kapita 140 141 Tabel 3 Tabel 4 Tingkat pengangguran di negara-negara maju Laju inflasi negara maju dan negara berkembang 142 143 Tabel 5a Tabel 5b Pengeluaran pemerintah di beberapa negara industri utama Pengeluaran pemerintah di beberapa negara berkembang 144 145 Tabel 6 Tabel 7 Harga dan volume perdagangan dunia Nilai tukar dagang negara industri dan negara berkembang 146 147 Tabel 8 Tabel 9 Perkembangan harga komoditas primer Cadangan devisa negara industri dan negara berkembang 148 149 Tabel 10 Tabel 11 Neraca transaksi berjalan negara industri dan negara berkembang Neraca perdagangan negara industri dan negara berkembang 150 151 Tabel 12 Tabel 13 Ekspor negara industri dan negara berkembang Impor negara industri dan negara berkembang 152 153 Tabel 14 Tabel 15 Utang luar negeri dan debt service payment negara berkembang Perkembangan suku bunga luar negeri 154 155 Tabel 16a Uang beredar di negara-negara industri utama Tabel 16b Uang beredar di negara-negara berkembang 156 157 Tabel 17 Tabel 18 Perkembangan nilai tukar U.S. Dollar terhadap mata uang utama Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang utama 158 159 Tabel 19 Tabel 20 Perkembangan indeks harga saham di beberapa bursa saham dunia Private capital flows ke emerging market 160 161 Daftar Singkatan iv 162 Pengantar Redaksi Perekonomian global dalam triwulan II 2002 menunjukkan kondisi yang tidak diharapkan sebelumnya. Tahap pemulihan yang telah mulai berjalan dalam triwulan I 2002 ternyata sedikit terhambat akibat masih lemahnya tingkat konsumsi global terutama yang di terjadi di negaranegara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Inggris yang selama ini dianggap sebagai motor penggerak perekonomian dunia. Tingkat konsumsi yang menurun mengakibatkan tingkat produksi dan investasi juga menurun yang berlanjut kepada semakin turunnya tingkat pendapatan. Memburuknya ekonomi negara-negara utama telah berimbas ke perekonomian negaranegara berkembang terutama ke negara-negara yang mempunyai hubungan dagang dengan negara-negara maju tersebut. Akibat yang paling buruk dialami adalah negara-negara di Amerika Latin seperti Argentina dan Brasil yang mempunyai keterkaitan erat dengan AS dalam hubungan dagang. Selain itu kondisinya semakin diperparah dengan krisis keuangan pemerintah akibat tidakseimbangnya kebutuhan pembayaran utang dibandingkan dengan penerimaan disaat-saat ekonomi global mengalami kelesuan. Kondisi semakin memburuk terutama belum kembalinya dana-dana investor setelah terjadi fenomena pelarian dana (capital flight) pada awal tahun 2002. Sebagai konsekwensi atas peristiwa di atas, IMF memperkirakan bahwa ekonomi global hanya akan tumbuh sebesar 2,8% di tahun 2001 dan 3,2% di tahun 2003. Dalam rangka memicu pertumbuhan ekonomi domestik, negara-negara industri utama masih mempertahankan kebijakan fiskal maupun moneter yang longgar yang sudah diterapkan sejak tahun 2001. Arah kebijakan ekonomi dimaksud terutama diprakarsai oleh Amerika Serikat sebagai negara yang paling berat merasakan penurunan ekonomi sejak awal tahun 2001. Kebijakan moneter yang longgar ini juga diikuti oleh sebagian besar negara berkembang dikarenakan kondisi perekonomian masing-masing yang melambat setelah terpengaruh melemahnya kinerja ekonomi negara-negara maju. Namun demikian, sebagian negara berkembang justru masih mempertahankan kebijakan fiskal yang ketat dikarenakan besarnya tekanan keuangan pemerintah seiring dengan besarnya beban pembayaran utang pemerintah v baik terhadap kreditur asing maupun domestik. Dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kebijakan moneter dan fiskal yang longgar tersebut diperkirakan akan mulai berdampak positif terhadap perekonomian secara global mulai semester I 2003. Perkembangan situasi perekonomian dunia tersebut lebih lanjut akan dipaparkan lebih detail dalam Bab 1. Selanjutnya dalam Bab II akan dibahas dampak dari situasi perkembangan ekonomi dan kebijakan ekonomi terhadap pasar valuta asing, pasar uang, pasar saham, dan pasar obligasi. Selain itu, dalam bab yang sama juga akan mengulas perkembangan di pasar komoditi khususnya minyak mentah dan emas. Sementara itu dalam Bab III, terpapar resume hasil pertemuan/sidang kerja sama di bidang ekonomi, moneter dan keuangan pada berbagai forum kerjasama regional maupun internasional. Indonesia telah berpartisipasi dalam forum internasional/regional khususnya yang membahas kerjasama ekonomi, moneter, dan keuangan regional, internasional dan kegiatan penelitian. Kerjasama ekonomi, moneter, perdagangan dan keuangan internasional selama periode ini telah dilakukan dalam forum ASEAN, APEC, IMFC, Development Committee (Bank Dunia), dan ADB. Bab terakhir (IV) menyajikan beberapa artikel yang disusun oleh beberapa penulis dalam kaitannya antara Indonesia dengan dunia internasional atau isu internasional. Artikel pertama berjudul “Intervensi Valas Bank Sentral dan Ekspektasi Pasar”. Artikel kedua berjudul: “Harga Minyak Internasional dan Harga BBM Dalam Negeri : Analisa semester I 2002. Sementara itu artikel ke tiga berjudul: “Implementation of Standards and Codes : The View from East Asia” Dalam kesempatan ini kami sebagai tim penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak khususnya rekan-rekan di Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter – Bank Indonesia dan pihak lain yang telah membantu dan berperan serta dalam penyusunan laporan PEKKI triwulan II tahun 2002. Jakarta, 22 Agustus 2002 Tim Penyusun vi PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA PENDAHULUAN Pada awal tahun 2002 perekonomian dunia menunjukkan tanda-tanda membaik. Perdagangan global mulai bergerak naik, produksi industri mulai bergerak mantap hampir di sebagian besar belahan dunia. Sementara pemulihan ekonomi dunia sedang berlangsung, ketidak pastian tentang kekuatan dan daya tahannya juga semakin membesar. Kebijakan ekonomi makro yang telah ditempuh oleh negara-negara maju masih terus dilanjutkan dengan didukung oleh kegiatan dan kebijakan ekonomi di negara-negara emerging Asia yang bertujuan meningkatkan ketahanan terhadap shock perkembangan ekonomi eskternal yang merugikan di masa mendatang. Sementara itu, tekanan inflasi dunia secara umum relatif menurun. Bahkan untuk Jepang, deflasi masih menjadi isu yang serius dan semakin diperparah oleh perkembangan apresiasi Yen. Hal tersebut juga menjadi perhatian Cina dan Hong Kong SAR, meskipun dalam kasus ini perkembangan depresiasi USD justeru menguntungkan mereka. Sebaliknya, risiko inflasi meningkat tajam di sejumlah negara Amerika Latin, khususnya Argentina yang telah menerapkan kerangka kebijakan moneter yang kredibel. Dengan berkurangnya tekanan inflasi secara umum, kebijakan ekonomi makro yang ditempuh negara negara maju termasuk kebijakan pelonggaran moneter tampaknya masih tetap dipertahankan. Selain itu, perhatian juga difokuskan pada kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada ekonomi Amerika Serikat dan mendukung pengurangan secara teratur ketidak seimbangan global yang masih merupakan risiko serius dalam perekonomian dunia. Setelah mengalami penguatan ekonomi dunia pada triwulan I 2002, perhatian terhadap kesinambungan pemulihan ekonomi semakin menguat. Namun di sisi lain, pasar keuangan menunjukkan tanda tanda menurun, seiring dengan kejatuhan pasar ekuitas di Amerika Serikat sejak akhir triwulan I 2002, depresiasi mata uang USD, kekhawatiran atas kondisi pembiayaan di negara-negara emerging market, khususnya di Amerika Selatan dan Turki, dan ekspektasi terhadap perekonomian Amerika Serikat dan Euro. Pemulihan ekonomi diperkirakan masih Perkembangan Ekonomi Dunia 1 akan berlanjut, tetapi dalam semester II 2002 dan 2003 Pertumbuhan Ekonomi Dunia pertumbuhan ekonomi dunia Proyeksi 1999 2000 2001 2002 2003 diperkirakan lebih rendah dibanding perkiraan semula. Output Dunia Negara Industri Maju Amerika Serikat Jepang Jerman Perancis Italia Inggris Kanada 3,6 3,0 4,1 0,8 1,8 3,0 1,6 2,3 5,1 4,7 3,4 3,8 2,2 3,0 4,2 2,9 3,1 4,5 2,2 0,6 0,3 –0,5 0,6 1,8 1,8 1,9 1,5 2,8 1,5 2,2 –0,5 0,7 1,3 1,0 1,7 3,2 3,2 2,3 2,6 1,1 2,1 2,4 2,5 2,4 3,2 Negara Berkembang Afrika Asia China India ASEAN-4 3,9 2,5 6,1 7,1 6,8 2,8 5,7 3,0 6,7 8,0 5,4 5,1 3,9 3,6 5,6 7,3 4,1 2,6 4,2 3,1 6,2 7,5 5,4 3,6 5,2 4,2 6,2 7,2 5,4 4,2 Laju Inflasi Negara Maju Negara Berkembang 1,4 6,8 2,3 6,1 2,2 5,7 1,3 5,8 1,8 5,1 tergantung pada permintaan 5,3 12,5 -0,1 2,5 6,1 eksternal. Selain itu, per- 7,7 2,1 11,7 15,8 -1,3 1,6 2,0 5,0 5,9 7,2 baikan investasi global masih 5,0 4,6 11,9 15,1 -1,1 2,7 1,6 4,1 5,7 6,6 Volume Perdagangan Dunia Impor Negara Maju Negara Berkembang Ekspor Negara Maju Negara Berkembang Memasuki triwulan II 2002, langkah pemulihan ekonomi di beberapa negara mulai melamban. Pertumbuhan permintaan domestik di luar Amerika Serikat dan Inggris relatif rendah, sehingga peningkatan ekonomi Sumber : World Economic Outlook (Agustus 2002) menunjukkan keterbatasan, sehingga kebutuhan investasi untuk memelihara momentum pemulihan ekonomi dalam semester II 2002 dinilai semakin sulit. Pasar keuangan global mulai melemah sejak akhir triwulan I 2002, akibat adanya berbagai faktor antara lain revisi perkiraan keuntungan, perhatian tentang kesinambungan pemulihan ekonomi, dan perhatian meluas tentang praktek akuntansi dan auditing, khususnya di Amerika Serikat. Meskipun upaya untuk mengatasinya telah dilakukan dalam triwulan II 2002, pasar keuangan masih tetap bergejolak. Di tengah meningkatnya risiko dan ketidakpastian, permintaan obligasi pemerintah dan surat berharga perusahaan berkualitas tinggi masih terus meningkat — sejalan dengan ekspektasi bahwa pengetatan moneter akan ditunda - telah mendorong turun suku bunga jangka panjang. Spread untuk peminjam beresiko tinggi meningkat, hasrat beresiko menurun, meskipun belum pada posisi risk aversion. Di pasar uang, mata uang USD telah terdepresiasi terhadap Euro dan Yen, meskipun dalam tingkat yang agak moderat. Hal tersebut sebagian mencerminkan kekhawatiran tentang berlanjutnya defisit transaksi berjalan Amerika Serikat, penurunan daya tarik aset 2 Perkembangan Ekonomi Dunia Amerika Serikat, dan perlambatan diversifikasi kelembagaan kawasan Euro atas aset denominasi euro. Untuk kawasan Euro, fleksibilitas perekonomian berusaha didorong melalui reformasi tenaga kerja dan produk pasar. Namun demikian, sebagai cerminan melemahnya impor, permintaan domestik khususnya yang bersumber dari konsumsi swasta dan pengeluaran investasi menurun tajam pada awal tahun 2002. Dampak shock global — kenaikan harga minyak, penurunan perdagangan internasional, tekanan fiskal dan kondisi struktural — terhadap masing-masing negara juga terlihat dari perbedaan kinerja ekonomi. Permintaan domestik tumbuh paling lemah di Jerman dan Italia, sementara Perancis cenderung bertahan karena didukung oleh reformasi pasar tenaga kerja yang meningkatkan kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi melamban di Austria, Belgia, Belanda dan Portugal, sementara kinerja ekonomi menguat di Yunani, Irlandia dan Spanyol. Tingkat inflasi di kawasan Euro telah bergerak di sekitar ceiling ECB, yaitu 2 persen. Perhatian ditingkatkan melalui kenaikan upah secara gradual, yang sebagian digunakan untuk mengejar ketertinggalan upah pada periode sebelumnya, saat produktivitas rendah, yang pada gilirannya meningkatkan biaya tenaga kerja. Di Jepang, kegiatan ekonomi tampak stabil pada awal tahun 2002, meskipun mengandung sinyal campuran (mixed). Isu fundamental yang menjadi perhatian yaitu kelanjutan pencapaian tingkat pertumbuhan produksi yang pesat termasuk reformasi perbankan dan sektor corporate. Pemulihan ekonomi pada triwulan II 2002 belum berjalan sustainable dengan permintaan domestik yang masih tetap lemah. Penurunan kesejahteraan masih berlangsung seiring dengan penurunan harga ekuitas dan tanah. Sementara itu dampak pasar ekuitas Amerika Serikat yang melemah terhadap pasar Jepang tampaknya relatif rendah, meskipun tidak dapat begitu saja diabaikan. Sementara itu, tingkat inflasi yang masih berkisar 1 persen (cenderung deflasi), suku bunga jangka panjang yang menurun lebih kecil dibanding Amerika Serikat, dan menguatnya mata uang yen mendapat perhatian khusus oleh Jepang, karena perbaikan ekonomi dan ruang gerak untuk meng-offset manuver kebijakan ekonomi masih menghadapi kendala. Untuk negara-negara emerging Asia, kegiatan ekonomi mulai bergerak naik sejak awal tahun 2002, dengan ditandai oleh peningkatan produksi industri dan ekspor dalam rangka merespon penguatan ekonomi dunia dan peningkatan sektor IT. Pertumbuhan permintaan domestik belum sepenuhnya membaik (kecuali Korea dan Cina), namun secara umum masih Perkembangan Ekonomi Dunia 3 mendukung kebijakan makro ekonomi. Diantara negara NIEs dan ASEAN-4, pemulihan ekonomi pesat dialami oleh Korea, yang didorong oleh tingginya permintaan domestik sebagai akibat dari meningkatnya kredit konsumsi dan peningkatan ekspor. Pemulihan ekonomi emerging Asia lebih banyak bergantung pada pada ekspor dan perputaran siklus persediaan (kecuali Philipina, mencatat kegiatan pertanian yang tumbuh pesat) dengan penurunan tingkat inflasi dan permintaan global, sehingga kebijakan moneter menunggu kejelasan tentang peningkatan permintaan swasta. Selain itu, walaupun pasar keuangan (termasuk pasar ekuitas) mengalami kejatuhan, beberapa negara emerging Asia masih mampu mengakses pasar modal internasional. Begitu pula dampak contagion Amerika Latin terhadap ekonomi Asia adalah relatif terbatas. Sejauh ini, mata uang kawasan Asia (kecuali Cina, Hong Kong SAR dan Malaysia) telah meningkat terhadap USD, karena terpengaruh oleh menguatnya euro dan yen terhadap USD. Di kawasan Oceania, hasil pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2001 yang didukung oleh kebijakan ekonomi makro yang sesuai, nilai tukar yang kompetitif, kesejahteraan perumahan yang tinggi, dan migrasi jangka panjang, menyebabkan permintaan di Australia dan Selandia Baru meningkat pesat pada semester I 2002. Permintaan yang tinggi tersebut mendorong RBA dan RBNZ menerapkan lebih awal kebijakan pengetatan moneter. Di Australia, ketentuan tambahan diperlukan untuk membiayai reformasi struktural dan mendisiplinkan anggaran. Di Selandia Baru, pemerintah menitik beratkan pada pengembangan inovasi dan keahlian dan disertai upaya tambahan untuk mengurangi hambatan bekerja, menabung dan berinvestasi. Untuk negara kawasan Amerika Latin, kondisi ekonomi dan keuangan memburuk pada semester I 2002. Perekonomian kawasan mengalami kontraksi dan beberapa indikator keuangan menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan. Penurunan produksi di Amerika Latin dipengaruhi oleh krisis Argentina yang menyebar ke negara tetangganya khususnya Uruguay dan Paraguay. Secara luas, walaupun contagion langsung dari Argentina tampaknya terbatas, krisis tersebut telah menggiring pandangan para investor bahwa kekacauan ekonomi di kawasan tersebut akan berlangsung persisten. Secara khusus, peningkatan kesulitan yang dialami ekonomi kawasan bersumber dari interaksi antara ketidak pastian politik domestik dan kelemahan ekonomi, termasuk tingkat hutang yang tinggi, pembiayaan ekternal yang tinggi, dan sistem perbankan yang rapuh. Sementara itu, indikator keuangan kawasan juga mengalami tekanan. Spread obligasi melebar secara signifikan pada semester I 2002, termasuk peningkatan 4 Perkembangan Ekonomi Dunia tajam di Brazil, Equador, dan Venezuela bersamaan dengan memburuknya kondisi ekonomi di Argentina dan Uruguay. Mata uang beberapa negara Amerika Latin melemah, khususnya Brazilian Real dan Venezuelan bolivar. Untuk mengatasi kesulitan ekonomi, Chile dan Meksiko menerapkan manajemen kebijakan yang sehat, hutang pemerintah yang rendah (Chile), dan menjalin hubungan kuat dengan Amerika Serikat (Meksiko). PERKONOMIAN NEGARA-NEGARA INDUSTRI MAJU Amerika Serikat Secara keseluruhan perekonomian AS mengalami pertumbuhan yang kurang menggembirakan pada triwulan II 2002. PDB riil triwulan II 2002 tumbuh sebesar 1,1% (q-oq), setelah dalam periode sebelumnya tumbuh cukup tinggi sebesar 5,0% (q-o-q). Komponen yang memberikan kontribusi bagi pertumbuhan PDB dimaksud seperti penjualan domestic final, persediaan, dan perdagangan neto, menunjukkan kinerja yang menurun, yang masingmasing turun dari 3,2%, 3,5%, dan -0,7% (q-o-q) dalam triwulan I 2002 menjadi 2,1%, 1,2%, dan -1,3% dalam triwulan II 2002 (q-o-q). Lambatnya kinerja ekonomi AS ini banyak dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal ekonomi AS. Di sisi Internal, seiring dengan menurunnya laba perusahaan akibat melemahnya permintaan pasar, maka pendapatan dan permintaan masyarakatpun berkurang seperti terlihat pada penurunan pengeluaran konsumsi dan usaha. Jika dilihat indikator konsumsi swasta dan pengeluaran investasi domestik masing-masing mengalami Grafik PDB AS (%) penurunan dari 3,10% dan 14,2% pada triwulan I 2002 4 3.5 menjadi 1,90% dan -14% 3 pada triwulan II 2002. Pro- 2.5 duksi Industri yang sedikit 2 meningkat dari 3,2% menjadi 4,2% dalam periode yang 1.5 1 0.5 sama tidak mampu mening- 31/05/2002 31/01/2002 30/09/2001 31/05/2001 31/01/2001 30/09/2000 31/05/2000 31/01/2000 30/09/1999 31/05/1999 31/01/1999 30/09/1998 31/05/1998 31/01/1998 30/09/1997 31/05/1997 31/01/1997 30/09/1996 31/05/1996 31/01/1996 katkan kapasitas produksi 0 sehingga berdampak kepada Perkembangan Ekonomi Dunia 5 menurunnya investasi dan belanja modal. Melambatnya kinerja ekonomi AS telah berdampak kepada meningkatnya angka pengangguran dari 5,6% menjadi 5,9% dalam periode yang sama karena aktivitas perusahaan-perusahaan yang menyusut cukup drastis sehingga menyebabkan Indeks Keyakinan Konsumen mengalami penurunan. Menurut Departemen Perdagangan AS, meskipun penjualan ritel diharapkan meningkat, tetapi peningkatan tersebut sebagian besar didorong oleh kebijakan pemberian insentif dalam pembelian kendaraan dan alat angkut untuk periode tertentu. Penurunan suku bunga mortgage juga telah membantu meningkatkan penjualan sektor perumahan, termasuk alat-alat pertamanan. Meskipun belanja sektor ritel mencatat dua pertiga dari seluruh kegiatan ekonomi AS, namun bisnis tetap enggan meningkatkan komitmen belanja modal dalam jumlah besar sehingga menahan pemulihan ekonomi. Di sisi eksternal, perdagangan neto masih menunjukkan defisit yang meningkat akibat impor yang tumbuh pesat. Neraca perdagangan dan neraca berjalan dalam triwulan II 2002 masing-masing masih menunjukkan defisit USD116,1 miliar dan USD117,1 miliar (-4,4% dari PDB) yang lebih tinggi dibandingkan defisit sebesar USD106,4 miliar dan USD112,5 miliar (4,3% dari PDB) pada periode sebelumnya. Laju inflasi pada triwulan II 2002 yang tercermin pada Consumer Price Index mencapai 1,3% y-o-y sedikit lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 1,2% y-o-y namun demikian masih berada di bawah target yang ditetapkan Fedres (2,5% y-o-y). Dengan demikian diperkirakan inflasi selama tahun tahun 2002 akan mencapai 1,5% jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2001 sebesar 2,8%. Rendahnya tingkat inflasi seiring dengan aktivitas ekonomi AS yang masih lambat dalam periode terse- Grafik Pertumbuhan Output Industri AS (%) 10 but terutama dipengaruhi 8 oleh turunnya biaya upah 6 dan biaya operasional. Di 4 sisi produksi, indikator harga 2 30/04/2002 31/01/2002 31/10/2001 31/07/2001 30/04/2001 31/01/2001 31/10/2000 31/07/2000 30/04/2000 31/01/2000 31/10/1999 31/07/1999 30/04/1999 ducer Price Index masih menunjukkan deflasi sebe sar -2,2% y-o-y dalam tri- -8 6 31/01/1999 -6 31/10/1998 31/07/1998 30/04/1998 31/01/1998 31/10/1997 31/07/1997 30/04/1997 31/01/1997 31/10/1996 31/07/1996 -4 31/01/1996 -2 yang tercermin pada Pro30/04/1996 0 wulan II 2002 setelah Perkembangan Ekonomi Dunia periode sebelumnya juga Grafik Inflasi AS (%) tercatat deflasi sebesar 4 2,4%. 3.5 Guna meningkatkan 3 2.5 permintaan domestik dan 2 menstimulasi kegiatan di 1.5 sektor riil dengan dukungan laju inflasi yang rendah, pe- 1 0.5 0 30/04/2002 31/01/2002 31/10/2001 31/07/2001 30/04/2001 31/01/2001 31/10/2000 31/07/2000 30/04/2000 31/01/2000 31/10/1999 31/07/1999 30/04/1999 31/01/1999 31/10/1998 31/07/1998 30/04/1998 31/01/1998 31/10/1997 31/07/1997 30/04/1997 31/01/1997 31/10/1996 31/07/1996 nerapkan kebijakan moneter 30/04/1996 31/01/1996 merintah AS dan Fedres me- dan fiskal yang longgar sejak Grafik Neraca Perdagangan AS (Juta US$) tahun 2000 hingga kini. 0 31/05/2002 31/01/2002 30/09/2001 31/05/2001 31/01/2001 30/09/2000 31/05/2000 31/01/2000 30/09/1999 31/05/1999 1,75% (level terendah sejak 31/01/1999 Fed Fund target pada level 30/09/1998 -25 31/05/1998 tahankan suku bunga The 31/01/1998 -20 30/09/1997 2002 dengan cara memper- 31/05/1997 -15 31/01/1997 Fedres selama triwulan II 31/05/1996 -10 30/09/1996 -5 ekspansif yang ditempuh 31/01/1996 Langkah kebijakan moneter -30 -35 -40 May 1962), tampaknya belum berhasil meningkatkan kegiatan perekonomian secara keseluruhan. Di sisi kebijakan Fiskal, pengeluaran pemerintah yang diharapkan dapat mendorong tingkat konsumsi dan menstimulasi dunia usaha di sektor riil, tampaknya semakin sulit diterapkan karena anggaran tahun 2002 diperkirakan mencapai defisit -1,4% setelah di tahun 2001 mengalami surplus sebesar 1,2%. Kebijakan fiskal selama ini juga di arahkan untuk mengatasi peningkatan jumlah pengangguran AS yang kini telah mencapai 5,9% dan kemungkinan akan bertambah dengan adanya rencana PHK dalam bulan Juli 2002. Dengan mempertimbangkan dampak penurunan ekonomi global, dalam triwulan III dan triwulan IV tahun 2002 pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan masing-masing akan tumbuh sebesar 4,0%(q-o-q). Sehingga untuk keseluruhan tahun 2002 perekonomian akan tumbuh sebesar 2,8% dan pada tahun 2003 tumbuh sebesar 3,2% (masih lebih baik dibandingkan Perkembangan Ekonomi Dunia 7 pertumbuhan tahun 2001 Grafik Suku Bunga Fed Fund (%) Januari 1996 - April 2002 yang hanya mencatat pertumbuhan sebesar 1,2%.) 6.5 Hal ini akan tercapai dengan 5.5 dukungan kebijakan mone4.5 ter maupun fiskal yang 3.5 cukup akomodatif, produk- 30/04/2002 31/01/2002 31/10/2001 31/07/2001 30/04/2001 31/01/2001 31/10/2000 31/07/2000 28/04/2000 31/01/2000 29/10/1999 30/07/1999 30/04/1999 30/10/1998 29/01/1999 31/07/1998 30/04/1998 30/01/1998 31/10/1997 31/07/1997 30/04/1997 31/01/1997 31/10/1996 31/07/1996 penurunan upah, dan biaya 30/04/1996 tivitas yang meningkat, 1.5 31/01/1996 2.5 operasional yang rendah, guna mendorong kegiatan Grafik Tingkat Pengangguran AS (%) ekonomi di sektor riil. 6.5 6 Di sisi harga, inflasi 5.5 5 pada tahun 2002 (IHK) 4.5 diperkirakan mencapai rata- 4 rata sebesar 1,8%, semen- 3.5 tara itu untuk PPI diperkira- 3 30/04/2002 31/01/2002 31/10/2001 31/07/2001 30/04/2001 31/01/2001 31/10/2000 31/07/2000 30/04/2000 31/01/2000 31/10/1999 31/07/1999 30/04/1999 31/01/1999 31/10/1998 31/07/1998 30/04/1998 31/01/1998 31/10/1997 31/07/1997 30/04/1997 31/01/1997 31/10/1996 31/07/1996 30/04/1996 31/01/1996 kan mengalami deflasi sebesar -1,1% akibat lemahnya tekanan permintaan sejak akhir tahun 2001 dan awal 2002. Namun di sisi lain, harga komoditas diperkirakan mulai meningkat, sejalan dengan melemahnya US Dollar yang mendorong kenaikan harga produk impor. Pada tahun 2002 keseimbangan ekonomi eksternal AS diperkirakan akan sedikit memburuk seiring dengan melemahnya perekonomian dunia dan perekonomian dalam negeri. Dalam tahun ini nilai ekspor dan impor AS diperkirakan masing-masing akan tumbuh sebesar -2,0% dan 2,6% sehingga akan berpotensi meningkatkan defisit neraca perdagangan dan neraca berjalan yang masing-masing diperkirakan mencapai defisit USD463 miliar dan USD474,1 miliar (-4,5% dari PDB) di tahun 2002, setelah di tahun 2001 mencapai defisit masingmasing sebesar USD427,2 miliar dan USD393,4 miliar (-3,9% dari PDB). Dengan perkembangan ekonomi yang masih lambat, diperkirakan Fed Res akan tetap mempertahankan suku bunga The Fed Fund Target pada level yang rendah sebesar 1,75% 8 Perkembangan Ekonomi Dunia Data Indikator Utama Ekonomi AS : Aktual dan Proyeksi 2002Q1 2002Q2 2002Q3F Real GDP Growth * Private Consumption * Equipment investment * Government Expenditures * Exports * Imports Economic Activity 5.0 3.3 0.1 6.7 2.8 8.3 1.1 5.3 10.2 2.8 9.0 13.5 1.5 2.6 -3.5 2.8 0.5 0.4 Contibutions to changes in GDP * Domestic final sales * ^ in inventory * Net Exports 3.2 3.5 -0.7 4.2 1.2 -1.3 7.0 1.1 -0.4 Other Real Indicators * Industrial Prod. % yoy * Unemployment rate % 3.2 5.6 4.2 5.9 7.0 6.1 Prices and Wages * CPI % yoy * PPI % yoy 1.2 -2.4 1.3 -2.2 1.5 -0.8 Policies & External Balances Fiscal Balance (FY,$bil) * Actual (% of GDP) Trade Balance * Level (USD billions) Current Account Balance * Level (USD billions) * % of GDP 2002Q2 2002Q3F 2002Q4F 127 (2001) 1.2 (2001) -150 (2002) -1.4 (2002) -130 (2003) -1.2 (2003) -106.4 -116.1 -118.8 -112.5 -4.3 -117.1 -4.4 -120.3 -4.5 Percent change over previous period, seasonally adjusted annual rates, unless stated Sources: “World Financial Market-3rd quarter 2002”, JP Morgan hingga akhir tahun 2002. Hal ini didukung oleh tingkat inflasi yang masih rendah, jauh dibawah target maksimal Fed Res, upah yang menurun dan biaya operasional yang menurun. Di sisi kebijakan fiskal tampaknya pemerintah AS masih akan melakukan ekspansi pengeluaran fiskal yang cukup besar guna mendorong pemulihan ekonomi. Kondisi tersebut akan mendorong defisit anggaran pada tahun 2002 maupun 2003, meskipun AS tetap merencanakan untuk mengurangi defisit anggaran pada tahun-tahun berikutnya guna menjaga stabilitas fiskal. Pemerintah AS telah menyusun program stimulus fiskal yang diperkirakan akan mencapai USD 172 miliar di tahun 2002 dan USD 96 miliar di tahun 2003 dengan asumsi 25% dari hasil pemotongan pajak ini akan kembali meningkatkan pengeluaran konsumsi, guna mendorong kegiatan di sektor riil dan mengatasi tingginya angka pengangguran. Pada musim panas tahun lalu pemerintah telah menyetujui tax rebate senilai USD 80 miliar. Namun akibat serangan teroris di bulan September 2001, kebijakan tersebut dalam tahun 2002 disesuaikan kembali. Program stimulus fiskal tersebut diperkirakan akan berbentuk program pemotongan pajak tax rebate, insentif untuk berinvestasi, pengeluaran pemerintah tertentu, dan santunan termasuk fasilitas kesehatan bagi pengangguran. Perkembangan Ekonomi Dunia 9 Eropa Barat Negara-negara Euro Pertumbuhan ekonomi ke-12 negara yang tergabung dalam blok Euro agak sedikit melambat. Setelah tumbuh sebesar 0,4% (yoy) dalam triwulan IV 2001, ekonomi zona Euro hanya mencatat pertumbuhan sebesar 0,3% (yoy) dalam triwulan I 2002. Selanjutnya, Komisi Eropa memperkirakan bahwa pemulihan ekonomi di kawasan Euro akan berlangsung lambat sampai dengan akhir tahun 2002 ini. Dalam triwulan II 2002, ekonomi zona Euro diperkirakan hanya akan mengalami pertumbuhan antara 0,3% dan 0,6% (yoy). Perkiraan Komisi Eropa didasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan usaha di zona Euro belum menunjukkan tanda-tanda pulih sebagaimana tercermin dari lemahnya permintaan domestik dan ekspor. Kinerja ekonomi domestik yang masih lemah tersebut antara lain tercermin dari masih lemahnya consumer confidence, meningkatnya angka pengangguran, dan masih lemahnya produksi sektor industri di kawasan ini. Indeks consumer confidence pada bulan Juni 2002 masih bertahan pada angka –9, belum berubah dibandingkan dengan angka bulan Maret 2002. Tingkat pengangguran juga meningkat dari 8,2% (yoy) pada bulan Maret menjadi 8,4% (yoy) pada bulan Juni 2002. Dari sisi produksi, produksi sektor industri masih mengalami kontraksi sebesar 1,4% (yoy) dalam bulan Juni 2002 setelah dalam bulan Maret 2002 mencatat kontraksi sebesar 1,7% (yoy). Sementara itu, kecenderungan menguatnya euro telah meningkatkan kekhawatiran terhadap menurunnya kinerja ekspor. Melambatnya pertumbuhan ekonomi zona Euro tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal Grafik PDB, Inflasi, dan Tingkat Pengangguran Kawasan Euro (%) PDB, Inflasi (y (yoy) y) ternal bersumber dari masalah 12 4 10 3.5 3 8 2.5 6 2 1.5 4 1 2 0.5 0 0 June-02 Des-01 Inflasi Des 2000 June-01 1999 Jun Des-00 Des June-00 PDB Jun Des-99 Des 1998 June-99 Jun Des-98 Des 1997 June-98 Des-97 June-97 Jun Jun Des Jun 2001 2002 Tingkat pengangguran Tingkat Pengangguran 4.5 masing-masing negara. Faktor in- fiskal dan kondisi struktural lainnya, sementara faktor-faktor eksternal terutama bersumber dari meningkatnya harga minyak dunia dan melemahnya perdagangan internasional. Faktor-faktor eksternal yang seringkali disebut sebagai external shocks memiliki dampak 10 Perkembangan Ekonomi Dunia yang berlainan bagi masingGrafik Indeks Consumer Confidence Kawasan Euro masing negara, apalagi masingmasing negara memiliki kondisi internal yang berbeda-beda. Sebagai contoh di Jerman dan Italia, external shocks tersebut menyebabkan permintaan domestik melemah cukup signifikan, sementara Perancis relatif lebih kuat terhadap 0 -2 -4 -6 -8 -10 -12 -14 -16 -18 Jun-02 Mar-02 Dec-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Dec-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Dec-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Dec-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Dec-97 Sep-97 Jun-97 external shocks. Pertumbuhan 2 Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun Sep Des Mar Jun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 ekonomi yang relatif melambat juga terjadi di Austria, Belgia, Belanda, dan Portugal, sementara Yunani, Irlandia, dan Spanyol menunjukkan kinerja ekonomi yang lebih kuat. Masih lemahnya permintaan domestik tersebut menyebabkan berkurangnya tekanan terhadap laju inflasi di zona Euro. Laju inflasi di zona Euro cenderung menurun dalam periode laporan, yaitu berturut-turut dari 2,4% pada bulan April, 2,0% pada bulan Mei, dan kemudian menjadi 1,8% (yoy, headline inflation) pada bulan Juni 2002, di bawah ceiling rate yang ditetapkan ECB sebesar 2%. Sementara itu, core inflation (di luar makanan dan energi) dalam bulan Juni 2002 masih berada di sekitar 2,5% (yoy). Dua negara yang memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi di zona Euro adalah Jerman dan Italia, yang keduanya memberikan kontribusi setengah terhadap inflasi Euro. Laju inflasi Jerman dalam bulan Juni 2002 mencapai 0,9% (yoy), lebih rendah dari laju inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 1,1% (yoy). Berkurangnya tekanan inflasi mendorong ECB mengambil stance untuk tetap mempertahankan suku bunga untuk memperkuat momentum pemulihan ekonomi di kawasan Euro. Benchmark refinancing rate tetap dipertahankan pada level 3,25% yang telah berlaku sejak November 2001. Ke depan, laju inflasi di zona Euro diperkirakan menurun dengan mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut. Pertama, dampak peningkatan harga minyak dan bahanbahan makanan telah berlalu. Kedua, produktivitas akan mengalami siklus rebound terutama sebagai dampak reformasi di pasar tenaga kerja. Ketiga, jika kecenderungan apresiasi euro bisa dipertahankan. Disamping itu, output gap yang masih cukup besar di zona Euro juga cukup kondusif menekan turun laju inflasi. Perkembangan Ekonomi Dunia 11 Di sisi fiskal, defisit fiskal Grafik Pertumbuhan Produksi Sektor Industri di Kawasan Euro (%-yoy) secara keseluruhan diperkirakan mulai menurun kembali tahun ini, 8 walaupun masing-masing negara 6 anggota Euro menempuh kebi- 4 jakan yang berbeda-beda. Upaya- 2 upaya konsolidasi fiskal yang -4 6/30/02 1/31/02 8/31/01 3/31/01 10/31/00 5/31/00 12/31/99 7/31/99 2/28/99 9/30/98 4/30/98 11/30/97 -2 6/30/97 0 dilakukan negara-negara kecil relatif lebih berhasil dibandingkan dengan yang dilakukan negara- -6 negara besar anggota Euro. Jerman masih harus melakukan upaya pengetatan fiskal secara serius agar tidak menembus batas ambang defisit fiskal 3% dari PDB-nya. Portugal diperkirakan akan melampaui batas ambang defisit fiskal 3% dari PDB tahun 2002 ini. Posisi fiskal Perancis saat ini lebih sulit berkaitan dengan estimasi anggaran yang telah direvisi dan ketentuan perpajakan yang baru. Italia juga memerlukan upaya keras untuk memenuhi komitmen anggaran berimbang yang harus dicapai tahun 2005. Secara keseluruhan, sebagian besar negara-negara Euro harus memperkuat posisi fiskalnya dalam jangka menengah. Hal ini terutama dimaksudkan untuk memberikan ruang gerak yang cukup untuk menurunkan pajak dan menyediakan pelayanan kesehatan dan dana pensiun bagi masyarakat yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan dalam jangka waktu 10 hingga 20 tahun mendatang. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi potensial di zona Euro, reformasi struktural secara menyeluruh masih diperlukan. Beberapa langkah penting yang telah dilakukan dalam beberapa tahun terakkhir ini dan mulai menunjukkan hasil antara lain nampak di sektor tenaga kerja. Reformasi yang telah dilakukan terhadap pasar tenaga kerja meliputi kelonggarankelonggaran yang diberikan terhadap tenaga kerja kontrak, keringanan pajak kepada tenaga kerja berpenghasilan rendah, peningkatan fleksibilitas dalam perjanjian kerja, dan pemberian gaji yang cukup memadai. Pada akhirnya, reformasi tersebut telah memberikan kontribusi terhadap meningkatnya pertumbuhan lapangan kerja dan menurunnya pengangguran dalam paro kedua dasawarsa 90-an. Namun, upaya-upaya tersebut harus lebih diintensifkan guna meningkatkan pertumbuhan lapangan kerja dan output potensial dalam rangka mengantisipasi bertambahnya masa usia produktif tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja di zona 12 Perkembangan Ekonomi Dunia Euro —khususnya yang berusia di atas 55 tahun— relatif sangat rendah dibandingkan dengan di AS dan negara-negara maju lainnya. Selain di sektor tenaga kerja, reformasi juga harus menyentuh sektor riil dan sektor keuangan. Peningkatan integrasi dan efisiensi dari kedua sektor tersebut merupakan hal terpenting yang harus terus-menerus dilakukan. Ke depan, prospek ekonomi zona Euro nampaknya akan lebih baik. Hal ini tercermin dari beberapa indikator seperti: (i) ekspektasi produksi dan order produksi yang secara umum menunjukkan pertumbuhan yang menguat sepanjang tahun ini, (ii) kepercayaan rumah tangga dan dunia usaha yang secara umum membaik sejak akhir tahun 2001, dan (iii) siklus inventory yang dapat mendorong aktivitas dunia usaha di akhir tahun 2002. Konsumsi dan investasi nampaknya juga akan membaik sebagaimana tercermin dari beberapa indikator yang muncul menjelang akhir periode laporan. Beberapa indikator tersebut antara lain: (i) meningkatnya pertumbuhan pendapatan rumah tangga, (ii) kecenderungan menurunnya laju inflasi, (iii) menguatnya kinerja pasar tenaga kerja selama beberapa tahun terakhir, (iv) meningkatnya pendapatan sektor korporasi, dan (v) meningkatnya penggunaan kapasitas terpasang di sektor produksi. Dengan mempertimbangkan beberapa indikator tersebut, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi zona Euro akan meningkat dalam semester II tahun 2002 dan selanjutnya akan stabil pada level sekitar 2,5% dalam tahun 2003. Dalam jangka lebih pendek, Komisi Eropa juga memperkirakan bahwa ekonomi zona Euro akan tumbuh antara 0,7% dan 1% (yoy) untuk triwulan III 2002. Sejalan dengan hal tersebut, ECB meningkatkan forecast inflasi di zona Euro pada kisaran 2,1%-2,5% untuk tahun 2002, seiring dengan pertumbuhan ekonomi di kawasan ini yang diperkirakan tumbuh antara 0,9%-1,5% dalam tahun 2002. Namun demikian, perlu diwaspadai beberapa hambatan yang potensial membuyarkan harapan akan prospek ekonomi yang cerah di zona Euro. Pertama, kinerja ekspor zona Euro akan terpukul jika permintaan ekspor terutama dari pasar AS menurun atau nilai tukar euro menguat lebih lanjut. Kedua, dalam kondisi kapitalisasi pasar saham di Eropa yang masih lebih rendah dibandingkan dengan di AS dan saham-saham tersebut tidak dimiliki secara luas oleh sektor rumah tangga, pasar saham di zona Euro terancam jatuh bahkan lebih tajam daripada yang pernah dialami AS sejak tahun 2000. Kondisi ini berdampak buruk pada kepercayaan dan permintaan masyarakat. Ketiga, prospek produksi industri dan permintaan domestik di Jerman masih menimbulkan ketidakpastian, dan jika semakin memburuk akan berdampak serius bagi Eropa secara keseluruhan mengingat Jerman memiliki skala ekonomi terbesar di zona Euro. Perkembangan Ekonomi Dunia 13 Inggris Perekonomian Inggris sepanjang triwulan II tahun 2002 tumbuh sebesar 0,9% dibanding triwulan sebelumnya atau tumbuh sebesar 1,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laju pertumbuhan tersebut didorong oleh meningkatnya aktivitas produksi di sektor manufaktur dan sektor jasa. Meningkatnya produksi durable goods, terutama produk electrical and optical equipment, mendorong indeks produksi sektor industri kembali meningkat pada triwulan II. Indeks produksi sektor industri yang sempat terpuruk sampai level 99,7 pada akhir triwulan I, kembali meningkat mencapai 102 pada triwulan II. Sementara itu, sektor jasa yang kontribusinya mencapai 2/3 dari seluruh perekonomian untuk periode yang sama tumbuh sebesar 0,6% dibandingkan triwulan sebelumnya, atau tumbuh 2,1% dibanding tahun lalu. Namun, walaupun perekonomian Inggris masih dapat tumbuh - bahkan tertinggi di kawasan Eropa, kondisi bisnis masih lesu dan belum pulih sepenuhnya. Penjualan retail yang pada triwulan I merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi melambat pertumbuhannya dengan cukup drastis pada triwulan II. Angka penjualan retail pada akhir triwulan II hanya tumbuh 2,8% (yoy), jauh di bawah angka pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,7% (yoy). Sementara masih lemahnya permintaan dunia internasional terhadap produk buatan Inggris, serta melemahnya permintaan domestik yang tercermin pada menurunnya pertumbuhan retail sales, mengakibatkan kalangan manufaktur menurunkan produksinya dan persediaan barang dagangnya (inventories). Hal ini berdampak pada penurunan investasi baru dan pengurangan Grafik PDB Inggris (%) faktor produksi, terutama tenaga 4.00 kerja, 3.50 sehingga angka pe- ngangguran kembali meningkat 3.00 menjadi 3,2% dari sebesar 3,1% 2.50 pada triwulan I. Perkembangan 2.00 negatif lain yang terjadi pada 1.50 triwulan II ini adalah jatuhnya 1.00 indeks harga saham. Indeks Jun-02 Mar-02 Dec-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Dec-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Dec-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Dec-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Dec-97 Sep-97 Jun-97 Mar-97 Dec-96 Sep-96 Jun-96 benchmark FT-SE 100 merosot 615,40 poin atau 11,7% menjadi 14 Perkembangan Ekonomi Dunia 4656,40 pada akhir triwulan II dari level 5271,80 pada akhir triwulan I. Jatuhnya harga saham terutama didorong oleh menurunnya kepercayaan investor terhadap sistem pembukuan perusahaan. Upaya pemerintah Inggris dalam mencegah memburuknya kondisi perekonomian guna menciptakan stabilitas perekonomian, yaitu dengan menekan laju inflasi (melalui pengendalian money supply) sambil mempertahankan suku bunga rendah untuk mendorong aktivitas perekonomian. Jumlah uang beredar (M0) sepanjang triwulan II terus meningkat dimana pada bulan April 2002 tercatat pertumbuhan sebesar 8,1% (yoy) dan pada bulan Mei sebesar 9,3%. Per akhir triwulan II M0 tumbuh sebesar 9,4% (yoy). Namun, jumlah uang beredar dalam arti luas (M4) tumbuh lebih lambat, yaitu berturut-turut 6,00% (yoy), 6,10% dan 6,40% untuk bulan April, Mei dan Juni 2002. Pertumbuhan uang beredar tersebut relatif cukup tinggi, namun karena kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih mengakibatkan masyarakat lebih berhati-hati dalam pengeluarannya, sehingga dampak pertumbuhan uang beredar tersebut tidak berdampak inflatoir. Laju inflasi sepanjang triwulan II menunjukkan trend yang melambat dimana laju inflasi hanya sebesar 1%, yang berarti lebih rendah dibandingkan triwulan I yang mencapai 1,1% dan masih jauh di bawah target inflasi Bank of England sebesar 2,5% pada tahun 2002. Perkembangan inflasi yang relatif masih rendah tersebut memberikan ruang bagi Bank of England untuk mempertahankan benchmark suku bunga pada level 4,00%. Dengan demikian, benchmark suku bunga tersebut tidak pernah berubah sejak 8 November 2001 ketika Bank of England menurunkan suku bunga dari 4,50% menjadi 4,00%. Grafik Inflasi Inggris (%) 4.5 4 3.5 Pemerintah juga berupaya mendorong perekonomian melalui operasi fiskal. Pemerintah telah 3 2.5 2 1.5 memutuskan untuk meningkatkan pengeluaran sebesar £61 miliar 0 Jun-02 Apr-02 Feb-02 Dec-01 Oct-01 Aug-01 Jun-01 Apr-01 Feb-01 Dec-00 Oct-00 Aug-00 Jun-00 Apr-00 Feb-00 Dec-99 Oct-99 Aug-99 Jun-99 Apr-99 Feb-99 dengan April 2006. Peningkatan 0.5 Dec-98 Oct-98 Aug-98 Jun-98 Apr-98 Feb-98 untuk 3 tahun ke depan sampai 1 pengeluaran pemerintah tersebut Perkembangan Ekonomi Dunia 15 merupakan peningkatan yang tertinggi sepanjang dekade terakhir. Pengeluaran tersebut rencananya akan digunakan untuk sarana pendidikan, transportasi, perumahan dan pertahanan. Sementara itu, anggaran pendapatan dan belanja pemerintah mengalami defisit sepanjang triwulan II ini. Setelah mengalami defisit sebesar £2,7 miliar pada bulan Mei 2002, defisit anggaran pemerintah meningkat dengan drastis mencapai £7,2 miliar pada bulan Juni 2002. Meningkatnya defisit tersebut disebabkan oleh menurunnya penerimaan Pemerintah sebesar 18% (mom) atau 5,6% (yoy) menjadi £21,8 miliar. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya penerimaan pajak berkaitan dengan masih lesunya kegiatan perekonomian (produksi dan penjualan/sales). Di sisi lain, pengeluaran pemerintah juga mengalami penurunan, namun tidak setajam penurunan penerimaan, yaitu sebesar 18% (mom) menjadi sebesar £24,9 miliar. Namun, penurunan spending tersebut hanya disebabkan oleh lebih sedikitnya jumlah hari kerja di bulan Juni (18 hari kerja) dibandingkan jumlah rata-rata hari kerja setiap bulannya (22 hari kerja), sehingga pengeluaran ikut menurun. Sektor eksternal Inggris walaupun masih belum pasti, namun perkembangannya cukup memberikan angin segar. Ekspor tumbuh sebesar 1.08% (yoy) pada bulan Mei 2002 setelah mengalami penurunan terus menerus sampai bulan April 2002. Sebaliknya, impor bulan April dan Mei masih terus menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, bahkan dengan penurunan yang semakin besar, yaitu masing-masing sebesar -0,72% dan -1,60%. Hal ini berdampak pada menurunnya defisit transaksi berjalan sebesar 2,8% pada bulan April dan 48% pada bulan Mei. Nilai tukar pound sterling Perkembangan Nilai Tukar Pound Sterling (US$/Pound Sterling) sepanjang triwulan II diwarnai dengan apresiasi terhadap US dol- 1.75 lar. Pound sterling menguat cukup 1.7 1.65 signifikan sebesar 7,5% menjadi 1.6 USD1,5335 per pound sterling. 1.55 Menguatnya pound sterling lebih 1.5 didorong 1.45 oleh fundamental ekonomi Inggris yang lebih baik 7/31/02 4/30/02 1/31/02 10/31/01 7/31/01 4/30/01 1/31/01 10/31/00 7/31/00 4/30/00 1/31/00 10/31/99 7/31/99 4/30/99 1/31/99 10/31/98 7/31/98 4/30/98 1/31/98 1.4 dibandingkan Amerika yang masih berupaya keluar dari resesi ekonomi. 16 Perkembangan Ekonomi Dunia Berdasarkan perkembaIndeks Harga Saham FT-SE 100 ngan perekonomian yang masih lesu dan belum pulih sepenuhnya, Pemerintah Inggris memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat dari 2,2% pada tahun 7,500 7,000 6,500 6,000 5,500 2001 menjadi sebesar 1,6% pada 5,000 tahun 2002 ini. Namun, pada tahun 4,500 2003 perekonomian diperkirakan May-02 Feb-02 Nov-01 Aug-01 May-01 Feb-01 Nov-00 Aug-00 May-00 Nov-99 Feb-00 Aug-99 May-99 Feb-99 Nov-98 May-98 Aug-98 ekonomi akan kembali meningkat Feb-98 4,000 akan pulih sehingga pertumbuhan mencapai 2,6%. Sementara itu, laju inflasi pada tahun 2002 diperkirakan akan sebesar 2,3%, atau masih di bawah target inflasi Bank of England sebesar 2,5%. Laju inflasi Inggris tahun 2002 jika dihitung berdasarkan standar perhitungan inflasi European Union akan berkisar pada angka 1,4%. Dengan memperhatikan laju pertumbuhan ekonomi triwulan I dan II sebesar 1,1% dan 1,5%, serta prediksi pertumbuhan ekonomi tahun 2002 sebesar 1,6%, maka pertumbuhan ekonomi pada triwulan III dan IV harus melebihi 1,6%. Berdasarkan perkembangan leading indicator index dan indeks keyakinan konsumen, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun 2002 sebesar 1,6% kemungkinan tercapai. Leading indicator index - yang merupakan sinyal atau indikasi untuk mengukur tingkat produksi seluruh perekonomian Inggris - menunjukkan perkembangan yang terus meningkat sejak awal tahun sampai dengan bulan Juni 2002. Indeks pada akhir tahun 2001 sebesar 114,2, kemudian meningkat mencapai level 116 pada akhir triwulan I 2002 dan selanjutnya mencapai 117,5 pada akhir triwulan II. Peningkatan indeks ini diperkirakan akan efektif menjadi peningkatan produksi riil pada periode yang akan datang, termasuk pada paruh kedua tahun 2002. Indeks keyakinan konsumen pada triwulan II 2002 juga menunjukkan perkembangan yang membaik. Setelah sempat jatuh sampai pada level 3 pada triwulan I 2002, indeks keyakinan konsumen kembali meningkat menjadi 4 pada bulan April 2002 dan menjadi 6 pada bulan Mei 2002. Meningkatnya indeks keyakinan konsumen ini mengindikasikan akan meningkatnya pengeluaran konsumsi pada periode yang akan datang, sehingga diharapkan penjualan ritel akan kembali menguat pada paruh kedua 2002. Perkembangan Ekonomi Dunia 17 Dengan meningkatnya indikasi produksi (leading indicator index) dan indikasi pengeluaran konsumsi (consumer confidence index), serta peningkatan pengeluaran pemerintah dan membaiknya ekspor - walaupun dikhawatirkan akan terganggu oleh apresiasi pound sterling - diharapkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III dan IV tahun 2002 akan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan I dan II. Jepang Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan menurun dari 1,4% (q-o-q) pada triwulan I 2002 menjadi 0.2% (angka sementara) pada triwulan II 2002 psehubungan dengan kondisi sektor eksternal yaitu ekonomi dunia yang lesu maupun kondisi internal antara lain masalah non performing loan dan tingginya utang pemerintah. Usaha bank untuk menanggulangi non performing loan juga dikhawatirkan akan menekan konsumsi karena akan menambah jumlah perusahaan yang bangkrut, sehingga pengangguran meningkat. Konsumsi juga diperkirakan akan menurun sehubungan dengan kebijakan beberapa pabrik untuk mengurangi biaya dengan melakukan PHK. Tingkat pengangguran di Jepang meningkat pada bulan Mei menjadi 5.4% lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 5.2%. Demikian juga pada bulan Juni tingkat pengangguran Jepang masih tetap pada level 5.4%. Perusahaan Jepang cenderung untuk mempekerjakan karyawan secara part time karena akan lebih menghemat biaya. Dari sisi pekerja, dengan penghasilan yang diperoleh dari part time job berarti akan menurunkan daya beli, karena penghasilan yang mereka peroleh lebih kecil. Dari sisi harga dilaporkan indeks harga konsumen dalam triwulan pertama maupun kedua masih mengalami deflasi. Pada triwulan pertama deflasi berturut-turut sebesar 1.4%, 1.6% dan 1.2%, sedangkan pada triwulan kedua kembali mengalami deflasi sebesar 1.1%, 0.9% dan 0.7%. Lemahnya konsumsi dalam negeri telah mendorong perusahaan untuk menurunkan harga jual produknya. Mc Donalds, penjual hamburger terbesar, disebutkan menurunkan harga burgernya hingga 26%, sedangkan Compaq perusahaan pembuat komputer menurunkan harga desk top-nya hingga 10%. Matshusita Electric Industrial Co. menurunkan harga DVD player-nya hingga 12.5%, demikian juga beberapa perusahan seperti Nintendo, Sony Corp dan Microsoft Corp. yang masing-masing menurunkan harga jual produknya. Perusahaan terpaksa melakukan pemotongan harga jual produknya untuk menarik minat belanja 18 Perkembangan Ekonomi Dunia konsumen yang masih lemah seGrafik PDB Jepang (%) hubungan dengan pengangguran dan menurunnya pendapatan. 3 2 Sementara itu kebijakan Bank Sentral Jepang (Bank of Ja- Sep-00 Sep-01 Dec-01 Apr-02 Sep-99 Sep-98 Sep-97 Sep-96 Sep-95 -4 Sep-94 triliunan yen, belum menunjukkan Sep-93 -3 Sep-92 dan memompa dana hingga Sep-91 -2 Sep-90 bunga yang mendekati nol persen Sep-89 -1 Sep-88 dengan mempertahankan suku 0 Sep-87 pan) untuk menahan laju deflasi 1 hasilnya. BOJ ingin mengeliminasi Grafik Inflasi Jepang (%) deflasi karena turunnya harga akan menggerogoti laba perusahaan dan menyebabkan perusahaan kesulitan untuk membayar hutang. Tujuh bank terbesar di Jepang saat Aug-01 Apr-01 Dec-00 Aug-00 Apr-00 Dec-99 Aug-99 Apr-99 Dec-98 Aug-98 Apr-98 Dec-97 Aug-97 billion), yang menyebabkan mereka Apr-97 sebesar 26.8 trilliun Yen (USD230 Dec-96 mengatasi kredit bermasalah 2 1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 Aug-96 ini masih mengalami kesulitan 3 2.5 menunda mengeluarkan kredit, dan dampak selanjutnya ekonomi Jepang kesulitan memperoleh dana yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi. Dari sektor eksternal dilaporkan bahwa dalam bulan Mei surplus neraca transaksi berjalan meningkat sehubungan dengan peningkatan ekspor. Surplus neraca transaksi berjalan, yang merupakan pengukur perdagangan yang paling luas karena meliputi investasi dan jasajasa, meningkat menjadi 1.28 trilion yen pada bulan Mei dari 1.16 trilion yen pada bulan April. Perekonomian Jepang sangat tergantung pada permintaan luar negeri sebagai motor bagi pemulihan ekonominya karena permintaan dalam negerinya masih lemah dan diperkirakan masih akan lemah untuk beberapa tahun kedepan. Ketergantungan Jepang yang sangat tinggi terhadap pasar luar negeri, khususnya Amerika Serikat, sangat beresiko bagi pertumbuhan ekonomi, karena saat ini perkembangan ekonomi di AS sedang rawan. Selain itu menguatnya Perkembangan Ekonomi Dunia 19 Yen akan mengancam perGrafik Tingkat Pengangguran Jepang (%) tumbuhan ekspor maupun profit 6 perusahaan, sehingga pada 5.5 gilirannya akan mengganggu pertumbuhan ekonomi. Penguatan 5 Yen juga dikhawatirkan akan 4.5 menambah tekanan deflasi. 4 3.5 Pertumbuhan ekonomi 3 Jepang diperkirakan masih akan Apr-02 Dec-01 Aug-01 Apr-01 Dec-00 Aug-00 Apr-00 Dec-99 Aug-99 Apr-99 Dec-98 Aug-98 Apr-98 Dec-97 Aug-97 Apr-97 Dec-96 Aug-96 tergantung pada ekspor sebagai penggerak utama roda perekonomian. Namun demikian seiring dengan melambatnya proses pemulihan ekonomi di luar negeri, ekspor diperkirakan juga akan tumbuh melambat. Selanjutnya melambatnya ekspor akan mempengaruhi produksi industri yang diperkirakan juga akan tumbuh perlahan dengan sedikit fluktuasi dalam perjalanannya. Sementara itu berkaitan dengan permintaan domestik, investasi publik di proyeksikan menurun, sedangkan permintaan swasta dalam waktu dekat diperkirakan masih lemah. Apabila peningkatan ekspor dan produksi industri dapat dipertahankan, maka diharapkan akan dapat memberikan dampak positif bagi permintaan domestik. PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASIA (NON-JEPANG) Cina Perekonomian Cina pada triwulan II tahun 2002 tumbuh sebesar 8% (yoy) yang merupakan pertumbuhan tertinggi sejak triwulan I tahun 2001. Pada triwulan sebelumnya laju pertumbuhan PDB (current price) hanya mencapai 7,6%. Pertumbuhan yang tinggi tersebut terutama didorong oleh meningkatnya ekspor dan government spending. Ekspor yang kontribusinya mencapai 20% dari total perekonomian Cina, sepanjang triwulan I tahun 2002 ekspor meningkat cukup tinggi yaitu mencapai 17,8% dibandingkan triwulan II tahun sebelumnya, menjadi USD77,3 miliar. Meningkatnya ekspor didorong oleh semakin murahnya harga barang-barang di Cina berkaitan dengan deflasi yang terjadi sejak bulan 20 Perkembangan Ekonomi Dunia November 2001. Disamping itu, bergabungnya China ke dalam Grafik PDB Cina (%) WTO juga memberikan dampak 10.00 positif terhadap meningkatnya 9.50 perdagangan internasional negara 9.00 8.50 tersebut, namun tidak terbatas 8.00 pada peningkatan ekspor saja. 7.50 Impor Cina pada triwulan II juga 7.00 Dec-01 Mar-02 Jun-02 Sep-01 Dec-00 Mar-01 Jun-01 Sep-00 Jun-00 Dec-99 Mar-00 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Dec-98 Sep-98 Jun-98 Dec-97 Mar-98 Sep-97 yaitu sebesar 15,1% (yoy) menjadi Mar-97 Jun-97 5.50 Dec-96 pertumbuhan yang lebih rendah, Jun-96 6.00 Sep-96 6.50 meningkat walaupun dengan laju USD71,3 miliar. Hal ini pada akhirnya meningkatkan surplus neraca perdagangan secara signifikan sebesar 62% (yoy). Pengeluaran pemerintah merupakan crucial factor dalam mendorong pertumbuhan ekonomi China. Pertama, pengeluaran pemerintah bermanfaat untuk mendorong kegiatan perekonomian yang tengah mengalami kelesuan. Kedua, pengeluaran pemerintah ditujukan untuk mendorong perekonomian agar dapat tumbuh di atas 7% untuk menyerap tambahan tenaga kerja baru yang setiap tahunnya mencapai 8 juta orang. Sepanjang semester I tahun ini, pengeluaran pemerintah meningkat sebesar 24,4%, atau merupakan peningkatan tertinggi Grafik Inflasi Cina (%) dalam 8 tahun terakhir. Pening2.00 masih mampu tumbuh yaitu May-02 Feb-02 Nov-01 Aug-01 May-01 Feb-01 Nov-00 Aug-00 May-00 Feb-00 Nov-99 -0.50 Angka penjualan retail juga Aug-99 0.00 May-99 dan infrastruktur lainnya. Feb-99 0.50 Nov-98 1.00 pembangunan jalan raya, airport Aug-98 1.50 terutama dimanfaatkan untuk Feb-98 May-98 katan pengeluaran pemerintah -1.00 -1.50 sebesar 8,2% (yoy) pada bulan -2.00 April dan sebesar 9,3% pada bulan -2.50 Mei 2002, walaupun kondisi pasar Perkembangan Ekonomi Dunia 21 domestik masih lesu. Lesunya Perkembangan Nilai Tukar Renmimbi (Renmimbi/US$) pasar domestik tercermin pada terjadinya deflasi dan turunnya 8.2810 8.2800 indeks keyakinan konsumen yang 8.2790 kembali menurun pada triwulan II. 8.2780 Perkembangan harga barang- 8.2770 barang konsumen di Cina masih 8.2760 terus menunjukkan penurunan 8.2750 dimana per Mei 2002 tercatat May-02 Feb-02 Nov-01 Aug-01 May-01 Feb-01 Nov-00 Aug-00 May-00 Feb-00 Nov-99 Aug-99 May-99 Feb-99 Nov-98 Aug-98 May-98 Feb-98 8.2740 deflasi sebesar 1,1%, atau lebih tinggi dibandingkan deflasi pada akhir triwulan I sebesar 0,8%. Sementara itu, indeks keyakinan konsumen yang sempat naik mencapai level 97,2 pada triwulan I, menurun menjadi 97,1 pada bulan April dan Mei. Lesunya perekonomian Cina tidak terlepas dari dampak global economic slowdown yang mengakibatkan turunnya permintaan atas produk dari Cina dan lebih jauh lagi akan meningkatkan tingkat pengangguran. Untuk mengantisipasi hal tersebut masyarakat lebih memilih untuk mengurangi konsumsi dan meningkatkan tabungan. Tabungan rumah tangga pada bulan Juni 2002 meningkat cukup tinggi sebesar 16,7% menjadi 8,17 triliun renmimbi. Meningkatnya tabungan tersebut secara langsung meningkatkan jumlah uang beredar M1 dan M2, masing-masing sebesar 12,76% (yoy) dan 14,68%. Peningkatan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan M0 yang hanya sebesar 8,28% (yoy) pada periode yang sama. Namun, walaupun perekonomian masih lesu pada triwulan II, masyarakat masih optimis bahwa perekonomian akan segera membaik yang tercermin pada meningkatnya indeks ekspektasi konsumen. Indeks sedikit meningkat dari 97,2 pada akhir triwulan I menjadi 97,3 pada bulan Mei 2002. Indikasi lain yang juga menunjukkan arah perbaikan adalah kembali bergairahnya pasar modal. Indeks harga saham komposit di bursa saham Shanghai dan Shenzen mengalami peningkatan sepanjang triwulan II ini. Indeks harga saham di bursa Shanghai meningkat sebesar 8% menjadi 1372,76, sementara di bursa Shenzen meningkat 8,7% menjadi 507,00. 22 Perkembangan Ekonomi Dunia Perkembangan nilai tukar Perkembangan Harga Saham Gabungan di Bursa Shanghai dan Senzen renmimbi yang di-peg terhadap US dollar relatif tetap stabil pada level 8,277 renmimbi per US dollar. 2,500 Sepanjang triwulan II, renmimbi 2,000 hanya bergeser dari 8,2774 1,500 renmimbi/USD pada akhir triwulan 1,000 I menjadi 8,2771 renmimbi/USD Shenzen Shanghai 500 pada akhir triwulan II. Stabilitas nilai May-02 Feb-02 Nov-01 Aug-01 May-01 Feb-01 Nov-00 Aug-00 May-00 Feb-00 Nov-99 Aug-99 May-99 Feb-99 Nov-98 Aug-98 May-98 cadangan devisa yang sangat Feb-98 tukar renmimbi didukung oleh besar - mencapai USD238 miliar dan surplus neraca perdagangan. Berkaitan dengan outlook perekonomian China, pada tahun 2002 perekonomian diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar 7,6% dan sebesar 7,7% pada tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi tersebut, terutama tahun 2003, diperkirakan akan didorong oleh pulihnya perekonomian internasional yang akan mendorong ekspor dan produksi sektor industri. Sementara itu, government spending diperkirakan akan tetap tinggi sampai dengan tahun 2003. Hong Kong Perekonomian Hongkong pada triwulan II 2002 belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dan diperkirakan masih akan mengalami kontraksi. Kontraksi ini disebabkan antara lain oleh tingginya tingkat pengangguran dan menurunnya permintaan global, yang merupakan salah satu faktor yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara keseluruhan, kondisi perekonomian Hongkong pada triwulan II 2002 ditandai dengan menurunnya ekspor dan impor, meningkatnya tingkat pengangguran dan menurunnya penjualan ritel. Di sisi eksternal, setelah sempat mengalami peningkatan sebesar 2.5% di bulan April, ekspor Hongkong kembali menurun sebesar 1.8% menjadi sebesar HK$125.9 miliar di bulan Mei 2002. Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya permintaan dari luar negeri, terutama dari Eropa dan Amerika Serikat yang diharapkan dapat mendorong peningkatan ekspor Perkembangan Ekonomi Dunia 23 Hongkong. Hal ini menunjukkan Grafik PDB dan Inflasi Hong Kong (%) bahwa rebound yang diharapkan PDB terjadi pada permintaan global 20 Inflasi Inflasi PDB akan membutuhkan waktu yang 15 lebih 10 lama daripada yang PDB PDB diharapkan. Selain itu, impor juga 5 Inflasi 0 mengalami penurunan sebesar 2,15%(y-o-y) di bulan Mei menjadi sebesar HK$ 133.3 miliar. Namun -5 demikian, penurunan ekspor dan -10 Mar-02 Sep-01 Des-01 Mar-01 Jun-01 Sep-00 Des-00 Mar-00 Jun-00 Sep-99 Des-99 Mar-99 Jun-99 Sep-98 Des-98 Mar-98 Jun-98 Sep-97 Des-97 Mar-97 Jun-97 Sep-96 Des-96 impor ini menyebabkan defisit perdagangan menurun menjadi sebesar HK$7.4 miliar diban- dingkan HK$8 miliar pada tahun sebelumnya. Di sisi harga, tingkat inflasi masih menunjukkan kecenderungan menurun pada triwulan II 2002. Angka bulan Juni menunjukkan deflasi sebesar 3,2%, setelah bulan Mei mengalami deflasi sebesar 3,1%. Faktor yang menyebabkan terjadinya deflasi yang berkelanjutan adalah tingginya tingkat pengangguran yang mencapai 7.7% di bulan Juni 2002. Banyaknya perusahaan, terutama di sektor industri, restoran dan properti yang mem-PHK karyawannya untuk mengurangi biaya operasional serta disusul dengan terjadinya pemindahan tempat usaha ke Cina, dimana biayanya lebih murah dan upah tenaga kerja lebih rendah menyebabkan tingkat pengangguran di Hongkong meningkat pesat. Hal ini mendorong masyarakat untuk mengurangi konsumsi yang berakibat pada penurunan penjualan ritel dan penurunan harga. Penjualan ritel turun sebesar 5.9% menjadi HK$15.5 miliar dan diperkirakan penjualan ritel ini masih akan stagnan mengingat untuk beberapa bulan ke depan tingkat pengangguran masih akan tinggi. Sementara itu cadangan devisa Hong Kong pada bulan Juni meningkat sebesar 0.99% di banding posisi pada bulan Mei 2002 menjadi $112.4 miliar. Cadangan devisa tersebut telah meningkat dari $89.6 miliar pada tahun 1998, ketika negara-negara di Asia mengalami krisis. Di pihak lain, tingkat suku bunga base rate tidak berubah sejak diumumkan terakhir pada bulan Desember 2001, yaitu sebesar 3.25%. Sementara nilai tukar HK$ diperdagangkan pada level HK$ 7,799. 24 Perkembangan Ekonomi Dunia Sejalan dengan melambatnya pemulihan ekonomi global, Grafik Tingkat Pengangguran di Hong Kong (%) pemerintah Hongkong mem- 8 perkirakan pertumbuhan ekonomi 7.5 tahun 2002 akan mencapai 1%. 7 Tingginya tingkat pengangguran dan lemahnya permintaan ekspor dari Amerika Serikat diperkirakan masih menjadi faktor yang dapat 5.5 5 4.5 4 Apr-02 Jan-02 Oct-01 Jul-01 Apr-01 Jan-01 Oct-00 Jul-00 Apr-00 Jan-00 Oct-99 nomi Hongkong. Selain itu, tingkat 6 Jul-99 menghambat pertumbuhan eko- 6.5 pengangguran yang mencapai 7.7% pada bulan Juni diperkirakan akan tetap tinggi pada triwulan berikutnya dan secara rata-rata tingkat pengangguran selama tahun 2002 dapat mencapai 7.1%. Disisi eksternal, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan mencapai 2.3% sedangkan impor akan meningkat sebesar 0.9% di tahun 2002. Hongkong merupakan salah satu negara yang dapat bertahan dari serangan krisis keuangan yang melanda negara-negara Asia pada tahun 1998. Walaupun demikian, bukan berarti Hongkong telah terbebas dari ancaman krisis. Situasi perekonomian dunia yang belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan sistem ekonomi ‘highly open economy’ yang dianut oleh Hongkong, dapat menjadikan Hongkong sebagai sasaran dari ‘successive cyclical shocks’ sehingga dapat memperburuk kondisi perekonomian di Hongkong. Hal ini dapat dilihat pada saat permintaan global mengalami penurunan akhir-akhir ini (terutama pasar AS dan Eropa), perekonomian Hongkong terimbas dengan menurunnya tingkat permintaan ekspor. Hal ini diperburuk dengan rendahnya permintaan domestik akibat tingginya tingkat pengangguran yang mendorong berkurangnya tingkat konsumsi dan penurunan harga. Untuk mencegah terpuruknya perekonomian Hongkong, IMF menyarankan pemerintah Hongkong untuk memperbaiki defisit anggaran guna memperkuat keuangan publik di jangka panjang. Selain itu, dalam usahanya memelihara defisit anggaran, pemerintah Hongkong berencana untuk memotong pembayaran pegawai sipil, menghapus duty free pada tembakau dan wine di akhir tahun 2002 dan meningkatkan pajak di tahun depan. Pemerintah Hongkong juga mempertimbangkan kemungkinan untuk meningkatkan pajak pendapatan. Perkembangan Ekonomi Dunia 25 Korea Selatan Proses perbaikan ekonomi Korea Selatan sampai pertengahan tahun 2002 masih terus berlanjut, yang disertai dengan terpeliharanya kestabilan inflasi dan neraca transaksi berjalan yang mengalami peningkatan surplus. Setelah pada triwulan I 2002 pertumbuhan ekonomi mencapai 1,9% (qoq), pada triwulan II 2002 ekonomi Korea tumbuh lebih lambat sebesar 1,4% (qoq). Pertumbuhan ekonomi Korea banyak disumbang oleh meningkatnya konsumsi, investasi di bidang konstruksi, serta ekspor. Konsumsi tumbuh 2% pada triwulan II 2002 lebih rendah dari pada triwulan I sebesar 2.3%. Pertumbuhan konsumsi disumbang oleh peningkatan konsumsi sektor swasta, namun demikian pada triwulan II agak melambat karena kebijakan bank sentral menaikkan suku bunga guna menahan laju inflasi. Konsumsi swasta terutama ditujukan pada barang-barang tahan lama (durable) termasuk kendaraan bermotor, pendingin udara, dan telepon genggam. Belanja untuk barang-barang tersebut mengalami peningkatan yang tajam sejalan dengan peningkatan yang tinggi pada pengeluaran yang terkait dengan jasa-jasa. Sementara itu investasi meningkat 0.2% pada triwulan II, jauh lebih rendah dari pada triwulan I. Investasi pada triwulan I terutama disumbang oleh ekspansi di sektor konstruksi yang mencatat pertumbuhan sebesar 10,1%. Investasi konstruksi terutama dalam rangka pembangunan perumahan publik termasuk apartemen dan pusat-pusat belanja. Namun demikian pada triwulan II sektor konstruksi menurun hingga 2.8% akibat dari tingginya biaya dana (borrowing cost) sehingga menghambat boom pembelian rumah. Sementara itu pertumbuhan industri jasa juga dilaporkan melambat pada triwulan Grafik PDB Korea Selatan (%) II menjadi 2.1% dibandingkan 15 3.2% pada triwulan I. 10 Pada triwulan I/2002 neraca transaksi berjalan tercatat 5 mengalami surplus sebesar USD 0 Mar-02 Sep-01 Mar-01 Sep-00 Mar-00 Sep-99 Mar-99 Sep-98 Mar-98 Sep-97 Mar-97 Sep-96 Mar-96 -5 1,7 miliar, meningkat apabila dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan surplus terutama -10 karena terjadinya surplus pada transaksi 26 Perkembangan Ekonomi Dunia barang meskipun Pertumbuhan Ekonomi Korea Berdasarkan Pengeluaran 2000 2001 III II 9.3 3.6 6.7 7.9 0.1 3.7 0.5 1.2 1.5 -0.7 2.9 1.3 3.5 4.1 -0.1 1.9 -0.1 4.3 4.8 1.0 3.7 3.4 5.6 6.6 0.3 3.0 1.3 3.7 4.2 0.2 5.7 7.5 8.1 8.4 5.5 Pembentukan Modal Tetap Bruto Peralatan Konstruksi 11.4 35.3 -4.1 -4.1 -8.4 1.5 -4.8 -11.2 1.1 -3.1 -15.7 8.2 4.9 -3.1 10.7 -1.7 -9.8 5.8 6.5 3.2 10.1 Ekspor Barang dan jasa Impor Barang dan Jasa 20.5 20.0 9.0 0.2 0.7 -7.2 -4.1 -5.5 -1.1 1.1 1.0 -2.8 2.1 6.3 GDP GNP Pengeluaran Konsumsi Swasta Pemerintah IV Tahun 2002 I I Sumber : Bank of Korea transaksi jasa mengalami peningkatan defisit. Pada bulan April 2002, neraca transaksi berjalan tetap mengalami surplus. Ekspor barang dan jasa secara riil meningkat 2,1% terutama untuk barang-barang semikonduktor, peralatan komunikasi, dan kendaraan bermotor. Sedangkan impor barang dan jasa secara riil meningkat 6,3% terutama untuk barang konsumsi. Selanjutnya pada bulan Mei surplus neraca transaksi berjalan mencapai USD 1 miliar, sedangkan pada bulan Juni menurun tajam hingga sebesar USD 822.5 juta. Penurunan pada bulan Juni terutama disebabkan oleh membesarnya defisit neraca jasa karena berkurangnya jumlah wisatawan Jepang selama penyelenggaraan Piala Dunia 2002. Defisit neraca jasa yang meliputi tarvel, transportasi dan royalty melebar dari USD 347.2 juta menjadi USD 575.2 juta. Dengan demikian surplus neraca berjalan pada bulan Juni disumbang oleh neraca perdagangan. Pertumbuhan ekspor Juni sebesar 1.8% meningkat dari 1.7% bulan sebelumnya. Laju perkembangan inflasi menunjukkan trend penurunan yang berkelanjutan terutama sejak paro ke dua tahun 2001. Pada triwulan I 2002 laju inflasi Korea mencapai 1,6%. Laju inflasi terutama disumbang oleh peningkatan harga pada produk pertanian sebagai akibat pengaruh faktor musiman, kenaikan harga minyak, dan sewa bangunan. Namun pada bulan April 2002 laju inflasi terus meningkat sebagai akibat peningkatan harga produk petroleum dan sewa rumah. Atas dasar year-on-year laju inflasi pada bulan April 2002 mencapai 2,5%, meningkat pada bulan Mei 2002 mencapai 3,0% dan pada bulan Juni kembali turun menjadi 2,6%. Penurunan inflasi tersebut terutama disebabkan oleh kebijakan bank sentral yang menaikkan suku bunga pada bulan Mei. Di sektor moneter, sampai bulan April 2002 Bank of Korea mengambil kebijakan untuk tetap memelihara suku bunga benchmark yakni call rate target pada tingkat 4,0% sehingga Perkembangan Ekonomi Dunia 27 call rate di pasar uang tetap pada Grafik Inflasi Korea Selatan (%) tingkat yang sama. Namun pada 12 bulan Mei 2002 call rate di pasar 10 uang meningkat menjadi 4,25% 8 karena Bank of Korea menaikkan 6 target call rate sebesar 25 basis 4 points. Besaran moneter lainnya 2 yaitu M2 memperlihatkan kecen- 0 derungan meningkat dalam Jun-02 Jan-02 Aug-01 Mar-01 Oct-00 May-00 Dec-99 Jul-99 Feb-99 Sep-98 Apr-98 Nov-97 Jun-97 Jan-97 triwulan I 2002 sebagai akibat ekspansi fiskal dan pemberian kredit bank ke sektor riil, termasuk ke rumah tangga dan perusahaan skala menengah kecil. Namun M2 memperlihatkan penurunan kembali pada bulan April dan Mei karena banyak pengelola reksa dana (funds) memindahkan dananya dari deposito bank ke dalam bentuk pembelian “financial debenture” dan karena terjadinya peningkatan dalam kontraksi (absorpsi) likuiditas oleh pemerintah sehubungan dengan penjualan saham “Korea Telecommunication” oleh pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan M3 mencapai 12,1% lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Hal ini karena simpanan deposito pada investment trust companies menunjukkan peningkatan. Kebijakan bank sentral untuk menaikkan suku bunga guna meredam inflasi dapat dicapai seperti terlihat pada angka inflasi Juni yang kembali turun. Sementara itu surplus anggaran Korea dalam paruh pertama tahun 2002 meningkat karena tingginya pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan pendapatan pajak dan juga disumbang oleh penjualan saham pemerintah di KT Corp, perusahaan telekomunikasi terbesar di Korea. Surplus dalam enam bulan pertama 2002 mencapai 16.1 triliun won ($13.6 miliar) naik 24% dari tahun sebelumnya. Dalam prosentase terhadap GDP surplus tersebut mencapai 2.7% dari GDP. Besarnya surplus tersebut memberikan ruang yang cukup bagi pemerintah dalam menghadapi kemungkinan pertumbuhan melambat tahun ini. Singapura Pada triwulan II 2002 perekonomian Singapura mengalami ekspansi lebih dari yang diperkirakan, yaitu sebesar 3,9% setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya 28 Perkembangan Ekonomi Dunia (sebesar –1,5%), dipicu oleh Grafik PDB Singapura (%) keuntungan yang diperoleh dari industri kimia yang dipergunakan 12 untuk pembuatan barang elek- 10 tronika dan farmasi, menandai 8 6 pemulihan yang lebih cepat pada 4 perekonomian di Asia terutama 2 May-02 Mar-02 Jan-02 Nov-01 Sep-01 Jul-01 May-01 Mar-01 Jan-01 Nov-00 Sep-00 Jul-00 May-00 Mar-00 permintaan akan barang-barang Jan-00 -6 melambatnya Nov-99 mengimbangi Sep-99 -4 Jul-99 Kenaikan ekspor industri kimia May-99 0 -2 Mar-99 yang berbasis pada ekspor. -8 elektronik, karena menurunnya permintaan dari Amerika sebagai konsumen terbesar. Permintaan Amerika untuk durable goods seperti komputer, mesin dan logam menurun dalam tujuh bulan terakhir dan pada bulan Juni jatuh sebesar 3,8%. Menguatnya dollar Singapura juga dilaporkan memberikan dampak yang kompetitif bagi sektor ekspor. Industri manufaktur yang menyumbang 30% pada perekonomian Singapura, mengalami ekspansi pada triwulan kedua sebesar 7,5% (yoy) setelah mengalami penurunan sebesar 4,4% pada triwulan pertama. Industri manufaktur diperkirakan akan mengalami ekspansi 9,5% tahun ini setelah mengalami penurunan 11,6% di tahun 2001. Perekonomian Singapura diperkirakan akan pulih tahun 2002 karena ekspor semikonduktor dan elektronika membaik pada triwulan keempat, dibantu dengan pertumbuhan permintaan dan kebijakan nilai tukar yang lebih kondusif. GDP akan tumbuh antara 3-4% tahun ini setelah mengalami kontraksi sebesar 2% pada tahun 2001. Dari sisi eksternal, ekspor dilaporkan turun 7,9% dalam semester I 2002 dan kemungkinan akan tumbuh 4% selama tahun 2002. Ekspor elektronik turun 9,6% pada bulan Juni (yoy), sedangkan ekspor semikonduktor sebagai ekspor terbesar Singapura turun 18,9%. Sedangkan ekspor non migas pada bulan Juni turun 0,6% dari setahun sebelumnya menjadi SGD7,75 miliar (USD4,5 miliar). Pada perkiraan sebelumnya ekspor non migas diperkirakan naik 3%, yang menandakan bahwa pemulihan ekonomi Singapura tidak sekuat yang diperkirakan. Perkembangan Ekonomi Dunia 29 IHK pada bulan Juni meGrafik Inflasi Singapura (%) ningkat untuk pertama kalinya May-02 Mar-02 Mar-00 -0.5 Jan-02 bat menguatnya dollar Singapura, Nov-01 0 Sep-01 Juni IHK diperkirakan negatif akiJul-01 0.5 May-01 nan sebesar 0.3%. Selama bulan Mar-01 1 Jan-01 pada bulan Mei mengalami penuru- Nov-00 1.5 Sep-00 dari tahun sebelumnya, setelah Jul-00 2 May-00 dalam delapan bulan, naik 0,1% Jan-00 2.5 dan melemahnya permintaan -1 domestik. Menguatnya Dollar -1.5 Singapura mengakibatkan import inflation akan rendah dan dengan lemahnya permintaan domestik serta dicanangkannya promosi belanja tahunan di Singapura pada bulan Juni, maka diperkirakan IHK akan tetap negatif. Kenaikan inflasi lebih disebabkan oleh tekanan administered price, seperti akan adanya kenaikan biaya transportasi dan listrik pada bulan Juli, sehingga mendorong terjadinya penyesuaian harga. Di sisi lain, IHK juga dipicu oleh naiknya biaya perawatan kesehatan dan pendidikan. Untuk tahun 2002 IHK diperkirakan akan turun 0.2%. Angka pengangguran pada bulan Juni turun menjadi 4,1% (seasonally adjusted), setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 4,5%. Penciptaan lapangan kerja meskipun membaik, masih belum cukup menyerap tenaga kerja baru, sehingga pada Grafik Tingkat Pengangguran Singapura (%) semester kedua tahun ini diperkirakan pengangguran akan meningkat menjadi 5,5%. Perkembangan ekonomi dalam triwulan kedua kemungkinan tidak akan mendorong bank sentral untuk mengetatkan kebijakan Mar-02 Dec-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Dec-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Dec-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 moneter. Penurunan IHK yang berlangsung beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa bank 30 Perkembangan Ekonomi Dunia sentral mempertahankan kebijakan yang netral untuk mendorong ekspor tanpa khawatir akan terjadi inflasi. MAS akan terus mempertahankan kebijakan neutral exchange rate untuk mendukung ekspor pada triwulan mendatang. Pemerintah Singapura menandatangani perjanjian untuk memperoleh pembebasan pajak atas ekspor singapura ke empat negara European Free Trade Area (Iceland, Norway, Switzerland dan Liechtenstein). Singapura merupakan negara Asia pertama yang mengadakan perjanjian dengan Eropa dalam hal perdagangan bebas. Bagi Singapura perjanjian tersebut akan menguntungkan bagi eksportir elektronik dan kimia yang sedang berupaya untuk memperluas pangsa pasarnya. Sebagai kompensasi terhadap zero import tariff komoditas ekspornya, Singapura berjanji untuk membuka usaha jasa bagi investor dari keempat negara tersebut, termasuk jasa keuangan dan tenaga professional. Taiwan Perekonomian Taiwan tumbuh sebesar 0,9% pada triwulan pertama, setelah turun sebesar 1,9% pada triwulan keempat 2001. Membaiknya kembali permintaan dunia akan barangbarang elektronik membantu perekonomian Taiwan mengalami ekspansi mengakhiri resesi ekonomi Taiwan sembilan bulan terakhir. Dari sisi eksternal dilaporkan, order ekspor hanya tumbuh sebesar 11% dibandingkan bulan Mei sebesar 14,3%. Ekspor diharapkan dapat membantu memenuhi prediksi pertumbuhan ekonomi Taiwan untuk tahun 2002 sebesar 2,6% setelah pada tahun Grafik PDB Taiwan (%) sebelumnya hanya tumbuh se- Mar-02 Jul-01 -6 Nov-01 portasi langsung bagi kedua negara Mar-01 -4 Nov-00 karena perdagangan dan trans- Jul-00 -2 Mar-00 China adalah melalui Hong Kong, Nov-99 0 Jul-99 Kebanyakan ekspor dari Taiwan ke Mar-99 2 Nov-98 naik 29,8% pada bulan Juni (yoy). Jul-98 4 Mar-98 Amerika. Order dari Hong Kong Nov-97 6 Jul-97 melambatnya permintaan dari Mar-97 8 Nov-96 daratan membantu mengimbangi Jul-96 10 Mar-96 besar 1,9%. Ekspor ke China tersebut dilarang. Perkembangan Ekonomi Dunia 31 Pemulihan ekonomi Taiwan tergantung pada permintaan Amerika Serikat sebagai pasar ekspor terbesar kedua. Order ekspor Taiwan melambat pada bulan Juni karena menurunnya permintaan Amerika terhadap mobile phone dan barang lainnya. Konsumen Amerika mengurangi order 1,9% pada bulan Juni (yoy), setelah pada bulan Mei naik sebesar 6,2%. Sementara itu, Order ekspor dari Eropa dan Jepang, masing-masing meningkat 8,1% dan 15,3% pada bulan yang sama. Order ekspor untuk peralatan telekomunikasi meningkat 20,3% pada bulan Juni melambat dibandingkan dengan peningkatan pada bulan Mei sebesar 39,1%. Sementara order untuk barang elektronik meningkat 15,1% setelah pada bulan Mei meningkat sebesar 10,7%. Dalam enam bulan pertama tahun 2002 total order ekspor naik 7,1% dan produksi meningkat 4,8%, sementara untuk keseluruhan tahun 2002 pemerintah memperkirakan order ekspor akan tumbuh 7% dan produksi tumbuh 5%. Ekspor produk elektronik seperti komponen mobile-phone meningkat 39% pada bulan Juni, sedangkan penjualan mobile-phone dan barang telekomunikasi lainnya meningkat 0,8%. Dilaporkan bahwa ekspor ke Amerika mengalami penurunan sebesar 0,3% atau sebesar US$2,4 miliar, ke Jepang turun 2% menjadi US$1,1 miliar dan ke Eropa turun 5,5% menjadi US$1,4 miliar. Sementara itu ekspor ke Hong Kong meningkat sebesar 20% menjadi US$2,7 miliar, menjadikan Hong Kong sebagai negara tujuan ekspor terbesar. Pemerintah Taiwan memperkirakan ekspor akan tumbuh 3,4% pada tahun 2002. Meningkatnya permintaan dunia kemungkinan akan membantu perekonomian Taiwan tumbuh sebesar 2,6% pada tahun 2002. Total ekspor pada bulan Juni meningkat 9% (yoy) menjadi US$11,3 miliar yang merupakan kenaikan terbesar dalam 15 bulan terakhir. Sementara itu, total impor meningkat 11% (yoy) menjadi US$9,6 miliar yang merupakan kenaikan terbesar sejak November 2000. Trade surplus untuk Taiwan mencapai US$1,65 miliar menurun dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya sebesar US$1,68 miliar. Surplus transaksi berjalan pada triwulan pertama meningkat menjadi US$7,15 miliar dari US$4,0 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pada periode tersebut ekspor turun 7,8% (yoy) menjadi US$29,0 miliar, sedangkan impor turun 16% menjadi US$22,7 miliar, menyebabkan surplus perdaganganmeningkat menjadi US$6,3 miliar dari US$4,4 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Defisit neraca modal menyempit pada triwulan pertama menjadi US$21 juta dari US$63 juta dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan defisit neraca jasa menyempit menjadi US$492 juta dari US$1,3 miliar. 32 Perkembangan Ekonomi Dunia Perusahaan-perusahaan di Grafik Inflasi Taiwan (%) Taiwan meningkatkan investasi ke China menjadi 12% (yoy) menjadi US$328,7 juta di bulan Juni, sedangkan foreign direct investment di Taiwan turun lebih dari 2/3 6 5 4 3 2 menjadi US$205,3 juta. Perusahaan-perusahaan tersebut Jan-02 Jul-01 Jan-01 Jul-00 Jan-00 Jul-99 lebih Jan-99 -3 memanfaatkan Jul-98 -2 dan Jan-98 -1 melonggarnya peraturan investasi Jul-97 0 Jan-97 dari Jul-96 keuntungan Jan-96 mengambil 1 rendahnya upah dan biaya produksi di China. IHK pada bulan Juni meningkat sebesar 0,1%, setelah pada bulan Mei mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,3%. Naiknya harga-harga lebih disebabkan pada pengaruh musim hujan yang membatasi supply bahan makanan. Harga makanan dan minuman yang menyumbang _ angka IHK naik 0,8% di bulan Juni dari bulan sebelumnya. Sementara itu, pada bulan Juni IHPB turun 0,8% dari bulan Mei, atau turun 1,3% dari bulan yang sama tahun sebelumnya. Prediksi inflasi untuk tahun 2002 akan meningkat sebesar 0,6% lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya sebesar 0,4%. Grafik T ingkat Pengangguran T aiwan (%) Angka pengangguran tidak berubah dari bulan Mei sebesar 5,2%. Angka pengangguran tertinggi terjadi pada bulan Januari 6.00 5.00 4.00 yaitu sebesar 5,4%. Sedangkan 3.00 angka pengangguran terendah terjadi pada pertengahan tahun 2.00 May-02 Mar-02 Jan-02 Nov-01 Sep-01 Jul-01 May-01 Mar-01 Jan-01 Nov-00 Sep-00 Jul-00 May-00 Mar-00 Jan-00 Nov-99 angka tersebut, karena banyak Sep-99 0.00 Jul-99 belum pernah kembali lagi ke May-99 1.00 Mar-99 1998 yaitu sebesar 2,7%, dan perusahaan yang memindahkan Perkembangan Ekonomi Dunia 33 pabriknya ke China untuk mendapatkan keuntungan dari biaya produksi yang rendah. Selama tahun 2002 angka pengangguran diperkirakan sebesar 5%. Masuknya Taiwan ke dalam WTO awal tahun ini menurunkan pasar tenaga kerja karena perusahaan-perusahaan melakukan merger dan mengurangi tenaga kerja dalam menghadapi lebih ketatnya persaingan dengan asing. Dilaporkan pada bulan Juni 509.000 orang keluar dari pekerjaannya (232.000 di antaranya keluar karena tutupnya perusahaan), di bulan Mei 499.000 orang (234.000 di antatanya keluar karena tutupnya perusahaan), dan pada bulan April 495.000 orang (250.000 di antaranya keluar karena tutupnya perusahaan). Pertumbuhan money supply melambat pada bulan Juni karena lending dan investment menurun dan investor lebih memilih menanamkan dananya pada bond mutual funds daripada menyimpan di bank. M2 (currency in circulation + ckecking and saving account deposit + money market funds) meningkat 3,75% (yoy) dibandingkan pertumbuhan sebesar 4,3% pada bulan Mei. M1B (yang mengeluarkan time deposit dan foreign currency deposit dari M2) meningkat 20,4% (yoy) setelah tumbuh 20,8% di bulan Mei. Sedangkan M1A (net currency in circulation + checking account + passbook deposit) meningkat 10,9% lebih cepat dari pertumbuhan di bulan mei sebesar 8,9%. Bank sentral Taiwan menurunkan rediscount rate bagi commercial lender untuk 10-day loans yang mencapai rekor terendah pada tingkat 1,875%. Penurunan tersebut lebih besar dari yang diperkirakan oleh para ekonom, dilakukan sebagai upaya untuk menghentikan TWD yang mengalami apresiasi terlalu cepat. Untuk meredam oversupply US$ di local currency market, Bank sentral Taiwan menurunkan reserve requirement deposito valas bagi commercial lenders’ sebesar 0,125% dari 2,5%. Malaysia Perkonomian Malaysia sepanjang tahun 2002 diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5% membaik dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Indikasi membaiknya pertumbuhan ekonomi tersebut mulai nampak pada triwulan I 2002 yang mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 1%. Membaiknya pertumbuhan ekonomi tersebut diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan II 2002, yang ditandai dengan membaiknya kinerja ekspor. Optimisme tersebut didorong oleh membaiknya permintaan poduk ekspor oleh Amerika Serikat sejalan dengan membaiknya perekonomian negara tersebut. 34 Perkembangan Ekonomi Dunia Laju inflasi Malaysia di pada Grafik PDB Malaysia (%) triwulan II 2002 diperkirakan akan mengalami kenaikan cukup signifikan. Kondisi tersebut di- 15 10 tunjukkan dengan meningkatnya 5 indeks harga konsumen di Malay- Nov-01 Mar-02 Jul-01 Nov-00 Mar-01 Jul-00 Mar-00 Nov-99 Jul-99 Nov-98 Mar-99 Jul-98 Mar-98 Nov-97 -5 Jul-97 Mar-97 Januari - Juni 2002. Sementara itu, Nov-96 0 Jul-96 Mar-96 sia sebesar 1.7% pada periode pada akhir triwulan II 2002 IHK -10 Malaysia meningkat 0,1% yaitu dari 103,3 di bulan Mei ke 103,4. -15 Kenaikan IHK tersebut terutama didorong oleh kenaikan indeks harga bahan pangan sebesar 0,4%, jasa pelayanan kesehatan sebesar 0,2%, dan indeks harga aneka barang dan jasa sebesar 0,2%. Kenaikan indeks harga beebrapa jenis barang dan jasa tersebut lebih dominan dibandingkan dampak turunnya harga sandang (-0,2%), furniture dan peralatan rumah tangga (-0,1%). Ekspor Malaysia ke pasaran dunia mengalami peningkatan yang cukup signifikan sepanjang triwulan II 2002. Dalam empat bulan pertama tahun 2002, ekspor tercatat naik sebesar 5,8% dari tahun sebelumnya, kenaikan tersebut lebih besar dibandingkan dengan perkiraan semula sebasar 5,4%. Membaiknya kinerja ekspor tersebut terus berlanjut pada triwulan II 2002, Grafik Inflasi Malaysia (%) 1 ekspor Malaysia juga dirorong oleh 0 meningkatnya daya saing produk- Jan-02 dan gas alam ke Jepang. Kenaikan Jul-01 2 Jan-01 Amerika Serikat dan ekspor minyak Jul-00 3 Jan-00 ekspor produk-produk elektronik ke Jul-99 4 Jan-99 terutama didorong oleh kenaikan Jul-98 5 Jan-98 lebih besar dari perkiraan tersebut Jul-97 6 Jan-97 pada bulan Mei. Kenaikan ekspor Jul-96 7 Jan-96 dengan kenaikan sebesar 3,7% produk ekspor akibat melemahnya Perkembangan Ekonomi Dunia 35 nilai tukar ringgit Malaysia. Nilai tukar ringgit di bulan Juni melemah 4,7% terhadap euro, 3,9% terhadap poundsterling dan 2,6% terhadap yen. Sementara itu, impor mencatat pertumbuhan sebesar 3,5% lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yaitu 6,2%. Melambatnya pertumbuhan impor bersamaan dengan kenaikan ekspor tersebut mendorong kenaikan surplus neraca perdagangan Malaysia sebesar 23% ke posisi 25,1 miliar ringgit. Filipina Secara keseluruhan perekonomian Filipina pada triwulan II 2002 nampak membaik. Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2002 sebesar 3.8% y-o-y, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2002 diperkirakan masih tetap positif, walaupun terjadi kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekspor yang sedikit melambat. Selain itu, impor juga meningkat walaupun dengan laju yang melambat. Adapun tingkat pengangguran menunjukkan peningkatan di bulan April 2002. Perekonomian Filipina pada triwulan II 2002 ditandai dengan meningkatnya, ekspor dan impor, terjadinya trade surplus serta peningkatan keyakinan konsumen. Hal tersebut mendorong perekonomian tumbuh sebesar 3.8%. Disisi lain, tingkat pengangguran mencapai 13.90% di triwulan II, meningkat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 10.30%. Sementara itu, disisi eksternal ekspor meningkat sebesar 12% di bulan Mei sedangkan impor meningkat sebesar 2.9% (y-o-y) hingga mencapai USD2.8 miliar. Ekspor Grafik PDB Filipina (%) Filipina diperkirakan masih akan 7 meningkat sejalan dengan adanya 6 tanda-tanda pemulihan ekonomi di 5 Amerika Serikat, yang merupakan 4 3 pasar terbesar untuk ekspor 2 Filipina. Walaupun demikian, nilai 1 Mar-02 Nov-01 Jul-01 Mar-01 Nov-00 Jul-00 Mar-00 Nov-99 Jul-99 Mar-99 Nov-98 Jul-98 Nov-97 Mar-98 Jul-97 Mar-97 Nov-96 Jul-96 -1 ekspor dan impor diperkiranan Mar-96 0 akan meningkat dengan laju yang -2 melambat, seiring dengan lam- -3 batnya pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan dunia. 36 Perkembangan Ekonomi Dunia Pertumbuhan disisi eksternal ini mendorong terjadinya trade surplus sebesar USD158 juta di bulan Mei 2002. Disisi harga, inflasi menunjukkan pertumbuhan yang semakin melambat sebesar 3% di bulan Juni 2002, setelah triwulan sebelumnya mencapai 3.6%. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya keyakinan konsumen, yang didorong oleh kebijakan pemerintah Filipina untuk memotong tarif listrik. Selain itu, keyakinan bisnis juga tampak mengalami peningkatan setelah pemerintah dan militer Filipina berhasil menumpas kepala pemberontakan Abu Sabaya, yang dianggap pemerintah Filipina telah membuat investor tidak berani menanam modalnya di Filipina. Di pihak lain, tingkat pengangguran menunjukkan peningkatan sebesar 13.90% Sementara itu, Bank Sentral Filipina diperkirakan tidak akan merubah kebijakan tingkat suku bunga pinjaman overnight, yang berada pada level 9.25% untuk pinjaman komersial seiring dengan tingkat inflasi ke depan yang diperkirakan semakin menurun. Level ini merupakan level terendah dalam 10 tahun terakhir setelah Pemerintah memotong poin suku bunga sebesar 8% dalam kurun waktu December 2000 sampai dengan Maret 2002. Adapun Filipina peso diperdagangkan pada level 50.50 terhadap USD. Pemerintah Filipina memperkirakan perekonomian Filipina akan tumbuh sebesar 4% 4.5% di tahun 2002 dan dengan melihat perkembangan pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan II 2002 yang mencapai 4%, pemerintah Filipina yakin target ini bisa tercapai. Adapun tingkat inflasi untuk tahun 2002 diperkirakan berada di kisaran 3.5% - 3.8%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 4.5% - 5.5%. Hal ini didasarkan Grafik Inflasi Filipina (%) pada perkembangan inflasi sampai Apr-02 Jan-02 Oct-01 Jul-01 Apr-01 Jan-01 dan pertanian. Dari sisi fiscal, Oct-00 0 Jul-00 mempengaruhi produksi makanan Apr-00 2 Jan-00 bencana alam El Nino yang akan Oct-99 4 Jul-99 dimana diperkirakan akan terjadi Apr-99 6 Jan-99 dapat meningkat dengan pesat Oct-98 8 Jul-98 angka inflasi di triwulan III 2002 Apr-98 10 Jan-98 semakin kecil. Walaupun demikian, Oct-97 12 Jul-97 menunjukkan peningkatan yang Jan-97 14 Apr-97 dengan triwulan II 2002 yang pendapatan yang dihasilkan Perkembangan Ekonomi Dunia 37 selama 6 (enam) bulan terakhir Grafik Tingkat Pengangguran (%) mengindikasikan tidak tercapainya 15 target budget defisit tahun 2002, 14 dimana 13 dihasilkan 10% lebih rendah dari 12 yang ditargetkan. Sementara itu, 11 selisih budget selama 5 bulan 10 pendapatan yang terakhir telah mencapai 107.5 9 miliar peso atau telah mencapai 8 Mar-02 Jan-02 Nov-01 Sep-01 Jul-01 May-01 Mar-01 Jan-01 Nov-00 Sep-00 Jul-00 May-00 Mar-00 Jan-00 Nov-99 Sep-99 Jul-99 80% dari yang dianggarkan. Di sisi fiscal, Filipina merencanakan untuk meningkatkan batas atas defisit anggaran di tahun 2003, dari 2,7% dari PDB menjadi 3.2% dari PDB, sebagai antisipasi melambatnya pertumbuhan ekonomi serta dorongan pemerintah untuk meningkatkan pembelanjaan. Perkiraan defisit anggaran ini didasarkan pada perkiraan PDB sebesar 5.9% di tahun 2003. Sementara itu, pemerintah juga berusaha mengurangi defisit untuk menghindarkan tambahan utang yang dapat mendorong kenaikan tingkat bunga dan menghambat proses pemulihan ekonomi. Pengurangan defisit ini diusahakan melalui peningkatan pendapatan dari pajak, pengetatan audit perusahaan dan peningkatan ekspor. Selain itu, Pemerintah juga berusaha mencapai target defisit 3.4% dalam tahun 2002, setelah tahun sebelumnya mencapai defisit 4%. Disisi Moneter, Bank Sentral Filipina diperkirakan akan tetap mempertahankan level tingkat suku bunga O/N seiring dengan pertumbuhan inflasi yang semakin melambat. Thailand Sebagaimana negara lainnya di kawasan Asia, perkembangan ekonomi Thailand dalam semester I 2002 tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia, terutama perkembangan ekonomi AS, Jepang dan Euro. Setelah mengalami pertumbuhan 1,6% pada triwulan I tahun 2002, kondisi ekonomi Thailand pada tiwulan II kembali menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. PDB pada triwulan I tahun 2002 dilaporkan tumbuh 3,9% (y.o.y), tertinggi dalam tujuh triwulan terakhir, dan merupakan laju pertumbuhan tercepat ketiga di Asia setelah China dan Korea. 38 Perkembangan Ekonomi Dunia Kondisi ekonomi yang Grafik PDB Thailand (%) membaik dan tanda-tanda pemulihan ekonomi dalam triwulan II tahun 2002 antara lain dicerminkan oleh membaiknya sektor manu- 10 5 0 faktur. Sementara itu, pada periode yang sama, pendapatan dari sektor -5 pertanian, sektor yang memberi -10 kontribusi terbesar dalam pemDec-01 Jun-01 Dec-00 Jun-00 Dec-99 Jun-99 Dec-98 Jun-98 Dec-97 sektor jasa lainnya juga mengalami -15 Jun-97 bentukan PDB, dan pendapatan kenaikan yang cukup berarti. Pada triwulan II 2002, produksi manufaktur meningkat 7,9% y.o.y, lebih tinggi dibanding pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 4,4%. Kenaikan produk manufaktur tersebut ditandai oleh semakin luasnya basis pertumbuhan baik produk industri yang berorientasi ekspor maupun impor, terutama industri elektronik dan peralatan listrik, baja dan produk minuman. Pada sisi demand, konsumsi domestik pada triwulan II dilaporkan meningkat seiring dengan membaiknya pendapatan di sektor pertanian dan non-pertanian, tingkat suku bunga yang rendah, serta membaiknya keyakinan konsumen. Suku bunga yang relatif murah selama ini, dan sedanbg berlangsung tanda pemulihan ekonomi telah mendorong kenaikan penjualan otomotif dan properti. Kenaikan pengeluaran domestik tersebut dicerminkan oleh indeks konsumsi swasta yang cenderung meningkat sejak awal tahun ini. Pada bulan terakhir triwulan II tahun ini, indeks konsumsi swasta mencatat angka 105,1, meningkat 2,5% dibanding periode yang sama tahun lalu. Selain ditandai oleh konsumsi domestik, perbaikan ekonomi dalam triwulan II tersebut ditunjukkan pula oleh perbaikan angka investasi swasta dan ekspor. Selama periode tersebut, berbagai indikator invetasi swasta seperti permintaan penjualan mobil, impor barang-barang kapital serta penjualan semen mengalami kenaikan menyusul ekspansi sektor kontruksi dan peralatan investasi lainnya. Pada sisi lain, investasi dan ekspor yang membaik tersebut telah pula meng-offset kecenderungan menurunnya pengeluaran publik pada periode yang sama. Dari sisi inflasi, kondisi ekonomi yang membaik selama triwulan II tercermin pula pada tekanan inflasi yang moderat seiring dengan menurunnya harga produk makanan maupun Perkembangan Ekonomi Dunia 39 menurunnya harga minyak dunia. Grafik Inflasi Thailand (%) Sebagaimana diketahui, kebutu- 1.6 han minyak mentah Thailand ham- 1.4 1.2 pir seluruhnya dipenuhi melalui 1 impor. Headline IHK dan core IHK, 0.8 0.6 inflasi di luar harga makanan dan 0.4 energi, pada triwulan II masing- 0.2 0 30/06/2002 31/05/2002 30/04/2002 31/03/2002 28/02/2002 31/01/2002 31/12/2001 30/11/2001 31/10/2001 30/09/2001 31/08/2001 masing mencatat angka 0,2% dan 0,4% y.oy. Secara bulanan, angka headline IHK maupun core IHK pada bulan April, Mei dan Juni masing-masing mencapai 0,4%, 0,1% dan 0,2% y.o.y., dan 0,5%, 0,4%, dan 0,2% Dari sisi ekternal, membaiknya kondisi ekonomi partner dagang mupun membaiknya permintaan domestik telah mendorong kenaikan volume ekspor maupun impor barang dan jasa dari dan ke Thailand. Pada triwulan II 2002, nilai ekspor meningkat 3,4% (y.o.y), sementara pada periode yang sama nilai impor mencatat angka kenaikan 2,0% (y.o.y). Percepatan kenaikan impor telah menyebabkan surplus perdagangan pada periode yang sama mengalami sedikit penurunan, mencapai USD620 juta. Sementara itu, transaksi jasa dan transfer menurun dibanding periode triwulan sebelumnya menyusul tingginya arus modal keluar untuk pembayaran keuntungan dan pembagian deviden. Hal ini menyebabkan surplus transaksi berjalan pada triwulan II 2002 mencatat angka lebih rendah dibanding periode triwulan sebelumnya pada angka USD 1.037 juta. Sementara itu, lebih besarnya arus modal masuk yang terjadi pada triwulan II dibanding dengan aliran modal keluar untuk pembayaran utang telah menyebabkan BOP mengalami surplus sebesar 1.893 juta. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa Thailand pada akhir Juni 2002 mencapai USD36,8 miliar. Sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi, dan dalam upaya untuk memperkuat momentum pemulihan ekonomi, bank sentral Thailand kembali mempertahankan tingkat suku bunga yang berlaku sejak Januari 2002 pada level 2%. Tidak adanya tekanan inflasi yang berarti selama ini telah memungkinan bank sentral untuk mempertahankan suku bunga pada level yang rendah. Sementara itu, menyusul keputusan tersebut, BOT menyatakan bahwa perubahan suku bunga akan tergantung pada perkembangan kondisi ekonomi. Pernyataan ini 40 Perkembangan Ekonomi Dunia sekaligus meredam spekulasi bank sentral akan merubah suku bunga menyusul kecenderungan penguatan baht Thailand. Sampai dengan triwulan II tahun ini, atau triwulan III tahun fiskal 2002, defisit fiskal diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan semula menyusul kenaikan penerimaan pemerintah dari sektor pajak seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin membaik. Pada periode tersebut, penerimaan pajak mengalami kenaikan di semua kategori pajak. Dalam tahun fiskal 2002 yang dimulai bulan Oktober 2001, pemerintah sebelumnya memperkirakan defisit fiskal akan mencapai 200 miliar baht (USD4,7 miliar) Untuk tahun fiskal 2003 yang akan dimulai bulan Oktober tahun ini, pada awal Mei 2002 kabinet telah telah menyetujui anggaran tahun fiskal tersebut. Anggaran tahun fiskal 2003 tersebut sekaligus menandai dimulainya upaya untuk mengurangi defisit dalam waktu tiga tahun menjadi 175 miliar baht. Pemerintah memperkirakan utang publik akan meningkat menjadi 64% dari PDB pada tahun fiskal mendatang dari sekitar 58% pada tahun fiskal 2002. Sebagaimana diketahui, sejak krisis keuangan tahun 1997, pemerintah telah menempuh kebijakan defisit fiskal untuk membantu pemulihan ekonomi dari krisis. Setelah mengalami pertumbuhan 1,8% tahun lalu, dan menikmati pertumbuhan 1,7% pada triwulan I 2002, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, pemerintah Thailand memperkirakan ekonomi akan tumbuh dalam kisaran 3-4% tahun 2002. Perkiraan tersebut didasarkan pada membaiknya kinerja ekspor dan meningkatnya domestik demand. Namun demikian, optimisme atas pemulihan ekonomi tersebut masih dibayangi oleh beberapa resiko terutama melambatnya pertumbuhan ekspor menyusul perlambatan ekonomi di AS, Jepang dan negara partner dagang utama lainnya. Sementara itu, jatuhnya harga saham di AS telah memunculkan kekhawatiran kemungkinan memburuknya perdagangan internasional maupun iklim investasi pada sisa tahun ini. Sebagaimana diketahui, AS merupakan pasar ekspor terbesar dan menjadi investor terbesar ketiga terbesar di Thailand. Dari dalam negeri, lambatnya upaya mengatasi kredit macet, yang menjadi hambatan bagi upaya menstimulir perekonomian melalui ekspansi kredit, juga menjadi faktor lain yang diperkirakan akan menjadi hambatan bagi pemulihan ekonomi. Angka NPL sampai dengan semester I tahun ini belum menunjukkan perbaikan, sementara sebagian pinjaman yang telah direstrukturisasi dan dinyatakan sehat kembali menjadi memburuk. Perkembangan Ekonomi Dunia 41 Indonesia Pertumbuhan ekonomi pada triwulan ini diperkirakan berada pada kisaran 2,4% (y.o.y) lebih rendah dari triwulan sebelumnya 2,47% (y.o.y) dan berada dibawah perkiraan semula sekitar 3,5-4,0%. Pertumbuhan triwulan II ini juga tercatat kontraksi -0,05% (q.t.q) dibandingkan triwulan I 2002. Konsumsi yang diperkirakan masih menjadi penopang utama kegiatan ekonomi tumbuh sekitar 7,1-7,6% (y.o.y), menurun dibandingkan triwulan lalu (9,86%). Investasi pada triwulan ini masih mengalami pertumbuhan negatif (-2,9%)-(-2,4)% (y.o.y), meskipun penurunannya semakin kecil dibanding triwulan lalu (-6,14%). Demikian pula ekspor juga diperkirakan masih mencatat pertumbuhan negatif (-6,6%)-(-6,1)% (yoy) yang jauh lebih kecil dibanding triwulan sebelumnya (-25,84%). Surplus transaksi berjalan mengalami penurunan. Ekspor selama triwulan II 2002 diperkirakan mencapai USD14.273 juta meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (USD12.742 juta) meskipun lebih kecil dibandingkan triwulan yang sama 2001 (USD15.000 juta). Impor diperkirakan meningkat mencapai USD9.232 juta lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu (USD7.201 juta) namun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan II-2001 (USD9.511 juta). Dengan perkembangan ini, surplus transaksi berjalan pada triwulan ini tercatat USD823 juta, menurun dibandingkan triwulan lalu (USD1.283juta). Lalu lintas modal mencatat defisit sebesar USD400 juta, membaik dibandingkan triwulan Grafik PDB Indonesia (%) Konsumsi Pembentukan Modal Tetap Dom.Bruto Ekspor barang dan jasa Impor barang dan jasa % yoy 80 lalu (defisit USD 1.400 juta). Membaiknya lalu lintas modal ini 60 terjadi baik pada modal pemerintah 40 maupun swasta. Modal peme- 20 rintah mencatat surplus sebesar USD300 juta setelah mengalami 0 I (20) II III IV I 1997 II III IV I II III IV I 1998 1999 II III IV I 2000* II III IV I 2001 ** 2002 *** defisit USD700 juta pada triwulan lalu sebagai hasil rescheduling (40) utang pemerintah. Sedangkan (60) modal 42 Perkembangan Ekonomi Dunia swasta mengalami penurunan defisit dari USD1.000 juta pada triwulan lalu menjadi USD770 juta pada triwulan ini. Secara keseluruhan, neraca pembayaran Indonesia mencatat surplus sebesar USD383 juta sehingga cadangan devisa naik menjadi USD28,4 miliar atau setara dengan 5,7 bulan impor. Kondisi moneter Indonesia membaik yang membaik pada triwulan II 2002, tercermin dari menguatnya nilai tukar, menurunnya laju inflasi, dan terkendalinya besaran-besaran moneter, semakin mendorong menurunnya sukubunga serta meningkatkan kinerja perbankan dan kegiatan di pasar modal. Namun demikian, perkembangan ini belum sepenuhnya mampu memberikan dukungan yang positip terhadap pertumbuhan ekonomi triwulan II 2002. Realisasi APBN selama 5 bulan pertama tahun 2002 Grafik Laju Inflasi Triwulanan dan Tahunan (%) menunjukkan defisit sebesar 16.00 Rp6,93 triliun (16,4% dari perkiraan 14.00 defisit APBN). Defisit tersebut q-t-q (aksis kanan) 5.00 y-o-y (aksis kiri) 4.50 4.00 12.00 disebabkan oleh pendapatan 10.00 negara sebesar Rp94,48 triliun 8.00 (31,3% dari target), sementara 6.00 pengeluaran pemerintah mencapai 4.00 Rp101,4 triliun (29,5% dari target). 2.00 Defisit anggaran ditutup melalui 0.00 3.50 3.00 2.50 2.00 pembiayaan dalam negeri yang 1.50 1.00 0.50 I II III IV I II 2000 -2.00 III IV I 2001 II 2002 0.00 diperoleh antara lain dari hasil penjualan asset restrukturisasi perbankan sekitar Rp7,6 triliun. Grafik Inflasi Traded & Non-Traded (%) program Sementara itu, % Q to Q 8.00 TRADED sumber pembiayaan dari luar 6.00 negeri belum direalisasikan karena 4.00 secara neto bahkan terjadi aliran NON-TRADED 2.00 dana keluar sebesar Rp3.65 triliun 0.00 akibat lebih besarnya pembayaran cicilan pokok utang (Rp8.01 triliun) dibanding penarikan pinjaman 1 -2.00 2 3 1999 4 1 2 3 2000 4 1 2 3 2001 4 1 2 2002 -4.00 (Rp4.36 triliun). Perkembangan Ekonomi Dunia 43 Laju inflasi IHK pada Grafik Neraca Pembayaran Indonesia (%) triwulan II 2002 mencapai 0,92% Juta USD (q.t.q), lebih rendah dibandingkan 3000 triwulan lalu (3,50%). Secara 2000 tahunan, inflasi triwulan II 2002 1000 mencapai 11,48% (y.o.y), menurun 0 Tw. I -1000 Tw. II Tw. III Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III 2000 Tw. IV Tw. I Tw. II Tw. III 2001 Tw. IV triwulan lalu (14,09%). Beberapa faktor yang 2002 * -2000 dibandingkan mendorong menurunnya laju inflasi -3000 Current Account -4000 Capital Account selama triwulan ini diantaranya BOP akibat pasokan barang yang relatif * Angka 2002 adalah angka proyeksi BOP exercise 3 Juni 2002. cukup, distribusi barang yang membaik, melemahnya permintaan, menguatnya nilai tukar Rupiah, dan kenaikan administered prices yang tidak setinggi triwulan sebelumnya. Nilai tukar rupiah sepanjang triwulan II 2002 cenderung menguat mencapai rata-rata Rp9.119/USD, yang berarti menguat 1.069 poin atau 11,7% dari rata-rata triwulan lalu (Rp10.188). Menguatnya nilai tukar rupiah dalam triwulan II 2002 ditunjang oleh kuatnya sentimen positif dan tersedianya pasokan valas. Faktor-faktor sentimen positif yang mendorong nilai tukar rupiah menguat dan mendorong aliran modal masuk antara lain persetujuan Paris Club Grafik Nilai Tukar Rata-Rata dan London Club untuk men11,000 10,877 jadwalkan kembali pembayaran 10,560 10,500 10,260 10,393 10,229 10,086 utang pemerintah, persetujuan 9,912 10,000 pencairan pinjaman IMF, dan 9,495 9,500 9,304 9,118 erlaksananya berbagai program 8,967 9,000 8,703 8,500 privatisasi dan divestasi, serta 8,000 menguatnya mata uang regional 7,500 Asia. 7,000 Jul Ags Sep Okt Nov 2001 Des Jan Feb Mar Apr Mei 2002 Juni Perkembangan tersebut yang ditunjang pula oleh proyeksi 44 Perkembangan Ekonomi Dunia akan membaiknya ekonomi Indonesia oleh lembaga keuangan dunia, telah menumbuhkan optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia. Kuatnya sentimen positif tersebut tercermin pula oleh membaiknya indikator risiko khususnya dalam jangka pendek seperti menurunnya tingkat premi swap untuk semua tenor. Membaiknya kondisi ekonomi dunia yang dibarengi oleh semakin kondusifnya kondisi dalam negeri diperkirakan akan mampu mendorong kegiatan investasi dan ekspor yang selama ini masih tumbuh negatif. Dengan perkiraan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III2002 diperkirakan dapat mencapai 3,5-4,0% (y.o.y), meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu (3,15%). Dengan perkiraan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2002 pertumbuhan ekonomi diperkirakan antara 3,3-3,8% (y.o.y), yang berarti sedikit menurun dibandingkan perkiraan awal tahun 3,5-4,0%. Konsumsi swasta diperkirakan tumbuh dalam kisaran 5,3-5,8% (y.o.y) yang berarti menurun dibanding triwulan II-2002 (7,6-8,1%). Survei konsumen yang tercermin pada Indeks Ekspektasi Konsumen dan Rencana Pembelian Barang menunjukkan optimisme dalam kurun waktu 6-12 bulan ke depan. Investasi diperkirakan mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada kisaran 11,9-12,4% (y.o.y) setelah mengalami pertumbuhan negatif selama 4 triwulan berturut-turut. Ini ditunjang oleh minat investasi yang tercermin dari survei sentimen usaha untuk 3-6 bulan mendatang. Ekspor dan impor juga berpotensi untuk mencapai pertumbuhan yang cukup tinggi (masing-masing dalam kisaran 7,6-8,1 dan 26,4-26,9% ) setelah mencatat pertumbuhan negatif pada dua triwulan sebelumnya. Ini terlihat pada Consumer Confidence Index di Jepang dan Amerika yang kembali meningkat. Meskipun terjadi perbaikan potensial demand, yang menjadi tantangan adalah merealisasikannya menjadi pesanan pembelian dan produksi. Sejalan dengan pemulihan kondisi ekonomi dunia, prospek neraca pembayaran di triwulan III-2002 diharapkan relatif membaik. Ekspor barang diperkirakan akan tumbuh positip 8,0% (y.o.y) atau mencapai USD15,4 miliar. Sementara itu, impor barang juga diperkirakan akan tumbuh positip 19,0% (y.o.y) atau mencapai USD10,0 miliar. Secara keseluruhan, transaksi berjalan akan mencatat surplus USD1,5 miliar, lebih tinggi dibandingkan surplus triwulan sebelumnya (USD0,8 miliar). Sementara itu, neraca modal pada triwulan III 2002 diperkirakan akan memburuk dengan mencapai defisit sebesar USD1,5 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan defisit triwulan Perkembangan Ekonomi Dunia 45 lalu yang mencapai USD 0,4 miliar. Memburuknya neraca modal tersebut akibat perkiraan tingginya defisit modal swasta yang mencapai USD2,0 miliar untuk membayar utang luar negeri yang jatuh waktu. Dengan perkembangan neraca transaksi berjalan dan neraca modal tersebut, maka secara total neraca pembayaran diperkirakan hanya sedikit mengalami surplus sebesar USD0,06 miliar setelah triwulan sebelumnya mengalami surplus sebesar USD0,4 miliar. Dengan surplus tersebut, reserve assets diperkirakan akan menjadi USD28,4 miliar atau setara dengan 5,8 bulan impor. Apresiasi nilai tukar Rupiah yang terjadi selama ini diperkirakan akan sedikit tertahan dalam semester II-2002 ini. Nilai tukar diperkirakan akan bergerak dalam kisaran Rp8.6009.000/USD, sehingga rata-rata selama tahun 2002 diperkirakan mencapai Rp9.300/USD. Tekanan depresiasi diperkirakan akan terjadi sehubungan dengan beberapa sentimen negatif: (i) kemungkinan belum membaiknya ekonomi AS dan Jepang seperti yang diharapkan sehingga akan mengurangi penerimaan ekspor Indonesia, (ii) ekskalasi memanasnya suhu politik menjelang sidang umum MPR di bulan Agustus 2002 (iii) kekhawatiran atas beban keuangan pemerintah yang sangat besar, terutama apabila target penerimaan negara dari program divestasi maupun privatisasi tidak dapat dipenuhi, (iv) indikasi mulai meningkatnya pembelian US Dolar di pasar domestik oleh korporasi untuk membiayai impor yang masih besar dan pembayaran ULN (dalam semester II 2002 diperkirakan dapat mencapai USD24 miliar); (vi) Penyelesaian restrukturisasi utang swasta. Tekanan inflasi sampai dengan akhir tahun diperkirakan cenderung menurun meskipun secara triwulanan masih cukup tinggi. Pada triwulan III-2002 inflasi diperkirakan akan mencapai 11,36% (y.o.y) dan menurun kembali pada triwulan IV-2002 sebesar 10,09% (y.o.y), yang berarti sedikit lebih diatas target 9-10% yang telah ditetapkan di awal tahun. PEREKONOMIAN RUSIA Perkembangan ekonomi Rusia sampai dengan semester I 2002 tidak lepas dari perkembangan ekonomi global sejalan dengan semakin terbukanya ekonomi Rusia. Setelah menikmati pertumbuhan PDB 3,7% pada triwulan I 2002, pada triwulan II 2002 kondisi ekonomi Rusia diperkirakan tidak akan lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Dalam lima bulan pertama tahun ini, ekonomi Rusia mencatat pertumbuhan 3,7% y.o.y, lebih lambat dibanding 46 Perkembangan Ekonomi Dunia periode yang sama tahun lalu yang Grafik PDB Rusia (%) mencatat angka 5%. Lambatnya pertumbuhan ekonomi Rusia tersebut terutama dipicu oleh menurunnya kinerja ekspor menyusul semakin lemahnya daya saing produk ekspor. Tekanan inflasi domestik yang tinggi ditengarai telah menjadi faktor 10.5 11 9.9 9 6.6 4.8 2.6 -1.3 5.3 5.8 4.3 3.7 3.2 2.2 -1 -1.3 -2.7 -8.1 -8.2 Mar-02 Dec-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Dec-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Dec-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Dec-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Dec-97 Sep-97 Dalam periode tersebut, 10.8 Jun-97 utama melemahnya kinerja ekspor. 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8 -10 pengaruh negatif tekanan inflasi terhadap ekspor berlangsung setelah kenaikan harga konsumen tidak diimbangi oleh depresiasi ruble terhadap US dollar dalam nominal yang cukup tinggi. Dalam lima bulan pertama tahun ini, inflasi domestik mencapai 8,4%, sementara nilai nominal ruble terhadap US dollar hanya mengalami depresiasi sebesar 2,7%. Penurunan daya saing tersebut telah mendorong ekspor Rusia selama periode tersebut menurun 4,7%. Sementara itu, tekanan inflasi domestik pada sisi lain telah menyebabkan harga barang impor relatif lebih murah dibanding barang produksi dalam negeri. Laju pertumbuhan ekonomi yang lambat pada triwulan II 2002 antara lain dicerminkan oleh menurunnya pertumbuhan produksi industri di negara tersebut. Meskipun pertumbuhan output indutri di Rusia pada bulan Mei 2002 mencapai 2,8% y.o.y, namun pada lima bulan pertama tahun yang sama ouput produksi industri mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Setelah mengalami pertumbuhan 5,9% dalam lima bulan pertama tahun lalu, pada periode yang sama tahun ini ouput industri hanya tumbuh 3% y.o.y. Sementara kenaikan output industri pada bulan Mei tahun ini berlangsung menyusul kenaikan produksi bahan bakar, makanan dan industri metal seperti nikel dan tembaga. Kenaikan produk bahan bakar tersebut tidak terlepas dari keputusan pemerintah pada bulan Mei 2002 untuk untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 8,4% dan produksi gas sebesar 2,6% dari produksi bulan yang sama tahun lalu. Dari sisi inflasi, laju inflasi yang tinggi di Rusia pada triwulan II tahun ini terutama disumbang oleh kenaikan harga makanan. Dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, Perkembangan Ekonomi Dunia 47 angka inflasi bulan April, Mei dan Grafik Inflasi Rusia (%) Juni masing-masing mencapai 140 16,%, 15% dan 14,7%. Sementara 120 inflasi bulanan pada bulan tersebut 100 masing-masing mencata angka 80 1,2%, 1,7% dan 1,5%, sehingga 60 kumulatif inflasi selama semester I 40 tahun ini mencapai 9%. Angka 20 inflasi tersebut lebih rendah 0 Jun-02 Feb-02 Oct-01 Jun-01 Feb-01 Oct-00 Jun-00 Feb-00 Oct-99 Jun-99 Feb-99 Oct-98 Jun-98 Feb-98 Oct-97 Feb-97 Jun-97 dibandingkan dengan semester I tahun lau yang mencapai 12,7%. Angka inflasi yang tinggi pada triwulan II tersebut terutama di sumbang oleh kenaikan harga produk makanan serta harga ayam dan unggas lainnya. Selama ini Rusia dikenal sebagai importir poultry terbesar di dunia, dan pembatasan impor poultry dari US menyusul ditemukannnya daging yang terinfeksi salmonella, telah mendorong harga-harga makan melonjak. Selain kenaikan harga makanan, laju inflasi yang tinggi di Rusia juga disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar dan harga biaya energi lainnya. Kondisi ekonomi selama triwulan II yang diperkirakan tidak lebih baik dibanding triwulan sebelumnya tercermin pula pada kondisi lapangan kerja yang tidak menunjukkan kecenderungan membaik. Meskipun cenderung membaik dibandingkan periode yang sama tahun lalu, unemployment rate selama triwulan II tahun ini mencatat angka 0% m.o.m. Dari sisi eksternal, selain berpengaruh pada daya saing ekspor, laju inflasi yang tinggi telah mendorong impor mengalami kenaikan 7,4%. Dengan perkembangan tersebut, surplus perdagangan dalam lima bulan pertama tahun ini menurun 16% dibanding periode yang sama tahun lalu dan mencapai angka USD 18,6 miliar. Selain karena faktor inflasi domestik, nilai ekspor yang menurun pada periode tersebut disebabkan pula oleh lebih rendahnya nilai ekpor minyak Rusia menyusul harga minyak yang lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu maupun kesepakatan pembatasan ekspor minyak diantara negara OPEC dan non-OPEC. Berkaitan dengan sisi fiskal, dalam empat bulan pertama tahun ini, anggaran pemerintah dilaporkan mengalami surplus sebesar 132 miliat ruble, meningkat 86,7 miliar ruble dibanding 48 Perkembangan Ekonomi Dunia periode yang sama tahun Grafik Tingkat Pengangguran di Rusia (%) sebelumnya. Selama periode tersebut, total penerimaan pemerintah mencapai 656,8 miliar, 16 14 12 sementara total pengeluaran 10 mencapai 524,6 miliar ruble. Sur- 8 plus anggaran tersebut telah 6 digunakan oleh pemerintah untuk 4 membiayai pembayaran kembali May-02 Mar-02 Jan-02 Nov-01 Sep-01 Jul-01 May-01 Mar-01 Jan-01 Nov-00 Sep-00 Jul-00 May-00 Mar-00 Jan-00 Nov-99 Sep-99 Jul-99 May-99 Mar-99 domestik mupun hutang luar negeri 0 Jan-99 hutang pemerintah baik hutang 2 masing-masing sebesar 62 miliar ruble dan 70,2 miliar ruble. Sementara itu, sehubungan dengan bencana banjir di wilayah Rusia Selatan, Pemerintah Rusia akan menyampaikan draft amandemen anggaran federal 2002 menyusul kebutuhan anggaran yang lebih besar untuk mengatasi banjir tersebut. Dengan angka pertumbuhan yang mencapai 3,7% pada triwulan I dan kemungkinaan pertumbuhan yang modest pada triwulan II dan sisa triwulan 2002, ekonomi Rusia diperkirakan akan mencapai 3,6% dalam tahun 2002, menurun dibanding pertumbuhan ekonomi tahun 2001 dan 2000 yang masing-masing mencapai 5% dan 9%. Konsumsi swasta diperkirakan akan tetap menjadi faktor utama yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara harga minyak yang stabil pada level yang cukup tinggi serta berakhirnya periode pembatasan ekspor minyak diharapkan akan memberi kontribusi penting dalam upaya meningkatkan investasi yang sempat mengalami penurunan pada awal tahun ini. Penerimaan hasil ekspor minyak diharapkan akan membantu investment spending di negara tersebut paling tidak investasi di sektor perminyakan. Peran penting sektor minyak dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Rusia tersebut tidak diragukan mengingat sektor tersebut selama memberi kontribusi seperlima terhadap pembentukan PDB Rusia. Mengingat pendapatan ekpor dari minyak, gas, dan produk metal selama ini menyumbang 70% terhadap total pendapatan ekspor, arah pemulihan ekonomi Rusia akan tergatung pada pergerakan pasar komoditas utama dunia tersebut. Diperkirakan ekonomi Rusia untuk tahun 2003 tidak akan berbeda dengan angka pertumbuhan tahun 2002 Perkembangan Ekonomi Dunia 49 sebesar 4%. Dalam beberapa tahun kedepan, seiring dengan membaiknya ekonomi global, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Rusia akan mencapai kisaran 5,5-5,9%. Dari sisi inflasi, pemerintah akan melakukan upaya untuk mengurangi tekanan inflasi menyusul masih tingginya inflasi di negara tersebut. Upaya tersebut dilakukan untuk menciptakan prakondisi ekonomi makro lebih baik untuk menciptakan iklim investasi serta memperbaiki standar hidup penduduk. Pemerintah memperkirakan inflasi 2002 akan mencapai 12-14%, dan diharapkan akan mencapai kisaran 6-8% tahun 2005 mendatang. PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA OCEANIA Australia Perekonomian Australia diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup mengesankan hingga pertengahan tahun 2002 ini. Triwulan I mencatat pertumbuhan 4,2% yoy yang merupakan pertumbuhan tercepat dalam hampir dua tahun terakhir. Triwulan II diperkirakan mencatat ekspansi 0,9% qoq yang membuat laju tahunan bertahan pada angka lebih dari 4%. Walaupun terjadi peningkatan suku bunga oleh Reserve Bank of Australia (RBA) serta pergolakan pasar saham global, dan sementara ekspor mengalami penurunan, consumer spending yang membentuk sekitar 2/3 dari GDP terus meningkat dan menjadi motor utama pertumbuhan. Kenaikan consumer spending ini didukung oleh angka retail sales yang terus meningkat. Pada bulan Juni penjualan retail naik 0,9% (10% yoy) yang merupakan peningkatan yang ke tigabelas bulan berturut-turut. Sementara itu pertumbuhan retail volumes juga jauh lebih kuat daripada ekspektasi, yaitu 2,5% qoq pada triwulan II ini. Kenaikan penjualan retail ini dipicu oleh rendahnya borrowing cost yang dalam triwulan II mencapai level terendah dalam tiga dekade terakhir, meningkatnya employment, naiknya consumer confidence dan maraknya konstruksi rumah yang mendorong permintaan atas furniture dan perlengkapan rumah. Tahun ini hingga akhir triwulan II, RBA telah menaikkan Overnight Cash Rate (OCR), yang merupakan suku bunga benchmark Australia, sebanyak dua kali sebesar masing-masing 0,25% di bulan Mei dan Juni hingga mencapai 4,75% untuk membantu mengendalikan inflasi. Headline inflation (harga konsumen) melaju 0,7% qoq atau 2,8% yoy pada triwulan kedua ini, mendekati batas atas target inflasi bank sentral yang dipatok antara 2% hingga 3% tahun ini. Penggerak utama inflasi pada triwulan ini adalah harga minyak (petrol), perumahan, travel dan akomodasi serta asuransi kesehatan. Kenaikan harga rumah didorong oleh booming permintaan 50 Perkembangan Ekonomi Dunia rumah yang dipicu oleh rendahnya Grafik PDB dan Inflasi Australia (%) suku bunga pinjaman rumah dan bantuan (grant) pemerintah 7 kepada pembeli/pembangun 6 rumah untuk pertama kalinya (first- 5 home buyers/builders). 4 PDB 3 3/29/02 6/30/02 9/28/01 12/31/01 6/29/01 3/30/01 9/29/00 12/29/00 6/30/00 3/31/00 9/30/99 12/31/99 6/30/99 3/31/99 9/30/98 12/31/98 6/30/98 3/31/98 sebesar US$110 juta pada bulan 9/30/97 0 12/31/97 Berangkat dari angka defisit 6/30/97 1 3/31/97 derungan melebar pada triwulan II. 9/30/96 2 12/31/96 PDB Inflasi 6/28/96 gangan menunjukkan kecen- Inflasi Inflasi Defisit neraca perda- PDB PDB terakhir triwulan I, angka defisit semakin membesar dari bulan ke bulan. Pada bulan Juni defisit neraca perdagangan mencapai US$ 1.087 juta yang merupakan defisit bulanan terbesar sejak Agustus 2000. Secara rata-rata defisit neraca perdagangan triwulan II mencapai US$667,3 atau naik 116,9 % dari triwulan sebelumnya Perkembangan yang kurang menggembirakan ini disebabkan oleh turunnya ekspor, dibarengi dengan naiknya impor. Penurunan ekspor barang dan jasa sebesar 2,1% mom bulan Juni yang merupakan penurunan ke tiga bulan berturut-turut didorong oleh aktivitas global yang masih lemah, menurunnya harga komoditas ekspor dan menguatnya nilai tukar dolar Australia. Penurunan terutama dialami oleh ekspor komoditas pedesaan (rural exports) yang turun 7,2% akibat menurunnya indeks harga rural commodity. Sementara itu impor barang dan jasa justru menunjukkan trend kenaikan. Bula Juni mencatat kenaikan impor sebesar 1,8% mom setelah naik 1,7% bulan sebelumya, yang terutama dipicu oleh impor capital goods. Kenaikan ini sejalan dengan berlanjutnya kekuatan ekonomi domestik. Nilai tukar dolar Australia (AUD) mengalami apresiasi yang cukup signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (USD) hingga pertengahan tahun 2002 ini yang mencapai lebih dari 10%. Namun bulan Juni yang mencatat level tertinggi sepanjang tahun 2002 tampaknya telah mengawali tertahannya penguatan AUD yang selama ini terjadi karena pengaruh melemahnya USD di pasar internasional dan interest rate differential yang cukup besar dengan AS. Salah satu dampak yang kurang menguntungkan dari apresiasi ini adalah menurunnya export earnings serta daya saing ekspor Australia yang selanjutnya dapat berdampak pada melemahnya business confidence. Sementara itu tertahannya apresiasi AUD di bulan Juni didorong oleh Perkembangan Ekonomi Dunia 51 faktor profit taking karena mendekati akhir bulan / tahun buku yang berakhir Juni, serta meningkatnya kecenderungan risk aversion investor yang antara lain dipicu oleh melemahnya pasar saham global dan meningkatnya yield obligasi. Business confidence dan condition selama triwulan II sebenarnya masih menunjukkan kondisi yang menggembirakan, namun terdapat kecenderungan menurun menuju akhir triwulan. Menurunnya business confidence mendorong pertumbuhan employment agak lebih lemah daripada ekspektasi di bulan Juni akibat sebagian perusahaan mengalihkan komposisi tenaga kerjanya dengan mem-PHK sebagian tenaga full-time untuk mengurangi cost dan menyewa lebih banyak tenaga part time. Akibatnya unemployment rate meningkat sebesar 6,5% bulan Juni setelah terus menerus menurun sejak bulan Februari. Di sisi fiskal, diperkirakan defisit anggaran pemerintah Australia tahun 2002 akan melebihi AUD 1,2 miliar yang diekspektasikan sebelumnya. Cash deficit selama 11 bulan hingga Mei telah tercatat sebesar AUD 3 miliar. Perolehan pajak bulan Juni dapat memperkecil defisit tersebut. Defisit anggaran ini merupakan yang pertama terjadi dalam 5 tahun terakhir. Ekonomi Australia diperkirakan masih akan terus mengalami ekspansi di tahun 2002 dan 2003. Walaupun pembangunan perumahan diperkirakan akan menurun seiring dengan kenaikan suku bunga, business investment masih akan mempertahankan ekonomi terus mengalami ekspansi. Namun demikian perlu diperhatikan beberapa downside risk ke depan yang mencakup: 1) Kejatuhan pasar saham akibat skandal keuangan di AS dan akibatnya berupa penurunan pasar saham Australia dapat menurunkan household dan business wealth yang pada gilirannya dapat mendorong turunnya business dan consumer confidence. Jika kejatuhan pasar saham AS tersebut berlangsung cukup lama, maka dampaknya dapat terasa dengan melambatnya laju pemulihan ekonomi AS dan global yang selanjutnya akan memukul ekspor dan investasi bisnis Australia. 2) Meningkatnya kemungkinan datangnya gelombang El Nino yang akan mengakibatkan kekeringan dapat secara signifikan menurunkan produksi pertanian Australia serta pendapatan dari sektor ini pada tahun 2002 dan 2003 hingga masing-masing 15% dan 60%. 3) Koreksi harga perumahan setelah melalui periode kenaikan harga yang cukup signifikan, yang antara lain didorong oleh kenaikan suku bunga, juga dapat menurunkan wealth dan konsumsi pada paruh kedua 2002 hingga 2003 mendatang. 52 Perkembangan Ekonomi Dunia Walaupun dibayangi oleh berbagai resiko seperti disebutkan di atas, diperkirakan pertumbuhan ekonomi Australia pada tahun 2002 masih akan dapat mencapai 4% dan sedikit menurun di tahun 2003 menjadi 3,5%. Consumption dan public spending diperkirakan masih dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan disertai dengan business investment dan ekspor non pertanian. Apresiasi nilai tukar AUD terhadap USD tampaknya akan melambat, yang di satu sisi menguntungkan bagi ekspor Australia. Walaupun prospek kenaikan suku bunga dapat mendorong minat investor terhadap AUD karena interest rate differential yang menarik, melemahnya pasar saham global cenderung akan meningkatkan risk aversion investor. Selanjutnya depresiasi AUD dapat terjadi di tahun 2003 seiring dengan kemungkinan kembali meningkatnya aktivitas ekonomi di AS. Dalam beberapa bulan ke depan RBA diyakini akan mempertahankan level overnight cash rate 4,75% saat ini sambil mengamati seberapa jauh pengaruh kejatuhan pasar saham global akan mempengaruhi consumer confidence dan pertumbuhan ekonomi. Walaupun demikian laju inflasi yang telah mendekati batas atas target inflasi bank sentral pada triwulan II mendorong ekspektasi bahwa RBA masih akan menaikkan suku bunga benchmark-nya tahun 2002 ini, setidaknya 0,25% lagi menjadi 5%. Diperkirakan kenaikan baru akan terjadi pada triwulan ke IV. Harga barang-barang terutama di sektor properti diperkirakan masih akan terus naik setidaknya dalam beberapa bulan ke depan, walaupun kemungkinan sektor ini kemudian akan melambat seiring dengan masih akan meningkatnya suku bunga. Namun demikian upside risk berupa kenaikan laju inflasi mash ada karena global economic recovery masih akan terus berlanjut. Selain itu dengan aktivitas ekonomi yang masih akan tetap tinggi di Australia, keterbatasan kapasitas produksi dapat menjadi faktor pendorong inflasi disamping juga adanya kenaikan harga bahan bakar. Di lain pihak, kenaikan suku bunga dan menguatnya dolar Australia, walaupun laju apresiasinya cenderung melambat, dapat menjadi faktor yang membantu meredam laju inflasi. Dengan kondisi ini diperkirakan headline CPI akan berkisar pada batas atas target inflasi RBA (3%) Di sisi eksternal, kuatnya permintaan domestik diperkirakan akan terus memicu kenaikan impor, terutama impor capital goods yang mendorong pengeluaran investasi bisnis. Di lain pihak, pertumbuhan ekspor diantisipasi baru akan pulih pada sekitar pertengahan 2003 setelah pertumbuhan ekonomi global secara nyata meningkat. Dengan demikian, disertai juga dengan pertimbangan apresiasi AUD yang masih berlanjut, neraca perdagangan Australia diperkirakan Perkembangan Ekonomi Dunia 53 masih akan terus mengalami defisit di tahun 2002 dan 2003 hingga pemulihan ekonomi global terefleksi dalam peningkatan volume ekspor dan kebijakan moneter yang lebih ketat mperlambat pertumbuhan volume impor. Selandia Baru Ekonomi Selandia Baru menunjukkan performa yang cukup baik dengan pertumbuhan triwulan I 2002 mencapai 1,1% qoq atau sekitar 4% yoy. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh ekspor dan konsumsi swasta. Secara sektoral, pariwisata merupakan salah satu pendorong pertumbuhan dengan kenaikan jumlah turis yang mengalami rebound (naik 7,8%) setelah kelesuan pada triwulan terakhir tahun lalu akibat peristiwa 11 September. Produksi pertanian juga mengalami peningkatan. Walaupun demikian sektor manufaktur mengalami sedikit penurunan, demikian juga dengan investasi residensial (pendirian rumah baru) setelah peningkatan pembangunan rumah baru pada triwulan sebelumnya. Triwulan II 2002 sektor manufaktur diperkirakan mencatat pertumbuhan moderat. Peningkatan penjualan ritel dan kesempatan kerja pada triwulan ini merupakan indikasi bahwa pertumbuhan pada periode ini masih dipicu oleh konsumsi swasta. Sektor tenaga kerja Selandia Baru juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Tingkat pengangguran pada triwulan II ini berada pada level terendah dalam empat belas tahun terakhir, yaitu 5,1% dari 5,3% pada triwulan pertama 2002. Walaupun demikian kesempatan kerja hanya naik 0,6%, lebih rendah daripada Grafik PDB dan Inflasi Selandia Baru (%) pertumbuhan 1,3% pada triwulan 6 sebelumnya. Secara tahunan 5 pertumbuhan tenaga kerja pada 3 4 bulan terakhir ini sedikit melambat 3 dari puncak siklus 3,5% ke 3,1%. 2 Pemicu utama dari kenaikan 1 tenaga kerja ini, selain per0 tumbuhan ekonomi yang tinggi, PDB PDB -1 INFLAS juga Inflasi peningkatan populasi -2 Jun-02 Mar-02 Sep-01 Dec-01 Jun-01 Mar-01 Sep-00 Dec-00 Jun-00 Mar-00 Dec-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Dec-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Sep-97 Dec-97 Jun-97 Mar-97 Dec-96 Sep-96 Jun-96 Mar-96 penduduk usia mencapai 1,8% yoy. 54 Perkembangan Ekonomi Dunia kerja yang Pertumbuhan tenaga kerja Grafik Tingkat Pengangguran Selandia Baru (%) juga merupakan salah satu pendorong perkembangan penjualan ritel yang cukup baik selama triwulan II ini walaupun mengalami 8 7.5 7 sedikit penurunan. Penjualan ritel nominal naik sebesar 2,3%, sedikit lebih rendah daripada pertumbuhan sebesar 2,6% pada 6.5 6 5.5 triwulan I 2002. Sementara itu volJun-02 Mar-02 Dec-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Dec-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Dec-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Dec-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Dec-97 Sep-97 Jun-97 Mar-97 Dec-96 Sep-96 Jun-96 Mar-96 5 ume penjualan ritel mengalami penurunan, yaitu hanya naik 1,2% setelah mengalami peningkatan 2,2% pada triwulan I. Penurunan ini banyak disebabkan oleh naiknya harga barang-barang eceran, yaitu sebesar 1,1% dalam periode tiga bulan terakhir, hampir tiga kali lipat peningkatan harga eceran pada triwulan I sebesar 0,4%. Lonjakan harga ini terutama berasal dari kenaikan harga bahan bakar minyak sebesar 10% serta harga barang-barang rekreasi sebesar 3,4%. Secara keseluruhan inflasi di Selandia Baru mengalami peningkatan pada triwulan II 2002, didorong oleh makin mahalnya harga bahan bakar dan tarif angkutan udara yang masingmasing naik sebesar 9,9%. Akibatnya indeks harga konsumen naik 1% dalam tiga bulan yang berakhir 30 Juni 2002 atau 2,8% yoy. Pada triwulan pertama harga konsumen hanya naik 0,6% atau 2,6% yoy. Laju underlying inflation sendiri (di luar harga komoditas dan pajak) hanya sebesar 0,6% qoq. Tingkat inflasi ini sudah hampir menyentuh batas atas target inflasi bank sentral yang dipatok pada level 0- 3% untuk tahun 2002. Kecenderungan meningkatnya inflasi ini telah mendorong Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) untuk menaikkan suku bunga benchmark sebanyak tiga kali tahun ini hingga akhir Juni yang kesemuanya terjadi pada triwulan II. Besarnya kenaikan masing-masing 0,25% sehingga official cash rate (OCR), yang merupakan suku bunga benchmark Selandia Baru mencapai level 5,5% (Sebagai catatan, pada awal Juli 2002, RBNZ kembali menaikkan OCR sebesar 0,25% hingga mencapai 5,75%). Kenaikan suku bunga dalam negeri meningkatkan daya tarik mata uang dolar Selandia Baru (NZD). Suku bunga benchmark Australia dan Amerika Serikat hanya mencapai masingmasing 4,75% dan 1,75% sehingga menarik investor masuk ke negari Kiwi ini. Nilai tukar dolar Perkembangan Ekonomi Dunia 55 Selandia Baru cenderung menguat terhadap Australian dollar (AUD) dan US dollar (USD) dalam tahun 2002. Hingga akhir Juni NZD telah terapresiasi terhadap USD hingga di atas 15% , sementara AUD hanya terapresiasi sekitar 10% terhadap USD. Penguatan NZD ini mengurangi tekanan inflasi karena menurunkan harga barang-barang impor dalam NZD, namun tidak menguntungkan bagi eskportir dan cenderung menurunkan daya saing ekspor. Pada bulan Juni 2002 ekspor mengalami penurunan yang cukup tajam (15.3% m-t-m atau 7% yoy) menjadi NZ$ 2,61 milyar, yang merupakan penurunan terbesar dalam 3 1/2 tahun terakhir sejalan dengan penurunan harga komoditas global sebesar 0,5% dan menurunnya produksi pertanian sepanjang musim dingin di belahan bumi selatan. Menguatnya nilai tukar NZD turut menambah tekanan terhadap ekspor. Penurunan pada akhir triwulan ini mengimbangi kenaikan ekspor yang sempat terjadi pada bulan Mei. Di lain pihak impor mengalami penurunan terus menerus sepanjang triwulan II. Puncaknya di bulan Juni yang turun (10% m-t-m) menjadi NZ$ 2.34 atau 12% yoy. Penurunan impor ini dipicu oleh menurunnya keyakinan bisnis dan pengeluaran konsumsi sejalan dengan meningkatnya suku bunga. Pergerakan ekspor dan impor ini menyebabkan besaran neraca perdagangan yang cukup volatile, namun masih mencatat surplus khususnya pada bulan Mei dan Juni. Surplus neraca perdagangan Juni mencapai NZ$277 juta, turun dari NZ$478 di bulan Mei. Walaupun demikian trend pada enam bulan pertama tahun ini angka neraca perdagangan cenderung meningkat dan membaik dibandingkan dengan tahun 2001, terutama triwulan terakhir yang tak lepas dari pengaruh membaiknya perekonomian Amerika Serikat dalam paruh pertama tahun ini. Grafik T rade Balance (US$ Ribu) 800 Di sisi fiskal, pendapatan 600 pajak untuk tahun fiskal yang 400 berakhir 30 Juni 2002 mengalami 200 0 peningkatan sebesar 6,6% menjadi -200 NZ$ 38,64 miliar. Pada bulan Mei -400 -600 pemerintah -800 mengeluarkan anggaran untuk tahun ke depan. -1000 Dalam anggaran ini pemerintah Jan-96 Aug-96 Mar-97 Oct-97 May-98 Dec-98 Jul-99 Feb-00 Sep-00 Apr-01 Nov-01 Jun-02 -1200 tidak mencanangkan pengeluaran besar-besaran. 56 Perkembangan Ekonomi Dunia Walaupun laju pertumbuhan Amerika Serikat diperkirakan agak melambat dalam semester berikutnya dan kontraksi masih terus berlanjut di Jepang, kondisi ekonomi dunia yang tengah memasuki masa recovery dengan dengan laju yang cukup kuat di paruh pertama 2002, serta pertumbuhan ekonomi Australia yang mengesankan akan menguntungkan perekonomian Selandia Baru yang mengarahkan setengah dari ekspornya ke AS, Jepang dan Australia. Prospek masih akan meningkatnya suku bunga dan indikasi kejatuhan pasar saham dunia akan menyebabkan pertumbuhan permintaan domestik hanya pada level yang moderate di paruh kedua 2002, namun diperkirakan pertumbuhan 4,4% masih akan tercapai tahun ini. Sementara pertumbuhan PDB riil tahun 2002 diperkirakan akan mencapai 3,3%, lebih tinggi dibandingkan dengan 1,8% pada tahun 2001, karena dibantu oleh pertumbuhan ekspor yang lebih baik. Surplus perdagangan tahun 2002 diperkirakan masih belum dapat menyamai surplus tahun lalu. Apresiasi dolar Selandia Baru dapat memperngaruhi kinerja ekspor. Di lain pihak, defisit penerimaan terancam makin melebar akibat biaya debt service yang naik seiring dengan naiknya hutang dan repatriasi profit oleh perusahaan asing. Setelah mengalami defisit penerimaan sebesar 6,3% dari PDB di tahun 2001, kecil kemungkinan akan terjadi penurunan dalam waktu dekat. Defisit neraca berjalan diperkirakan akan mencapai sekitar USD 2,1 miliar di tahun 2002 dan 2003, atau ekivalen masng-masing 3,8% dan 3,2%. Di sisi inflasi, walaupun laju inflasi hingga triwulan II 2002 (yoy) telah mendekati batas atas target inflasi (0% - 3%), kenaikan suku bunga benchmark sebanyak empat kali tahun ini (hingga Juli 2002) oleh Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) diperkirakan dapat menahan permintaan domestik sehingga mengurangi tekanan inflasi hingga akhir tahun ini. Apresiasi dolar Selandia Baru yang akan mengurangi tekanan harga impor serta inflasi harga produsen yang moderate juga akan menjadi faktor yang turut mencegah laju inflasi melampaui targetnya. Di lain pihak, administered price, seperti rencana kenaikan harga gasoline oleh pemerintah masih menjadi penyebab tekanan inflasi. RBNZ tidak banyak memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga dalam kondisi dimana pendapatan di sektor pertanian menurun dan gaji (hourly wages) pada triwulan II mengalami penurunan dengan semakin banyaknya recruitment tenaga kerja part-time yang upahnya lebih murah, yang kesemuanya akan menyebabkan menurunnya pengeluaran konsumsi. Disamping itu downside risk melambatnya ekspor, meningkatnya ketidakpastian atas perekonomian Perkembangan Ekonomi Dunia 57 Amerika Serikat dan melemahnya pasar saham global, mewarnai ekspektasi pasar tentang penurunan suku bunga FedRes dalam waktu dekat. Walaupun demikian kekhawatiran economic overheating dan inflasi yang melampaui target diperkirakan akan membuat RBNZ menaikkan suku bunga hingga tahun 2003, sementara inflasi diantisipasi akan mencapai 2,5% tahun 2002 dan akan menurun di tahun 2003. Nilai tukar NZD, yang telah beberapa lama mengalami undervalue, telah terapresiasi lebih dari 10% selama paruh pertama tahun 2002. Faktor fundamental, terutama meningkatnya perbedaan suku bunga dengan AS akan terus memberikan support terhadap NZD dalam jangka menengah. Sementara itu kekuatan NZD juga akan dipengaruhi oleh stabilitas pemerintahan yang bergantung pada hasil pemilihan umum bulan Juli 2002. PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA AMERIKA LATIN Meksiko Untuk pertama kalinya sejak tahun 2000, perekonomian Meksiko mengalami pertumbuhan pada triwulan II 2002. Perekonomian Meksiko pada triwulan laporan tumbuh sebesar 1,2%(Q-o-Q), lebih rendah dari target pemerintah sebesar 2%. Nilai ekonomi Meksiko pada triwulan yang sama meningkat sebesar 6.8% dari tahun sebelumnya menjadi 6.1 triliun peso (USD663 miliar) setahunnya. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2002 dicerminkan oleh antara lain pertumbuhan di sektor konstruksi sebesar 5%, sektor industri jasa keuangan sebesar 4,7%, sektor industri pertanian sebesar 1,1% dan sektor Grafik PDB dan Inflasi Meksiko (%) industri manufaktur sebesar 2,1%. 8 Pertumbuhan ekonomi 6 Meksiko yang menggembirakan 4 tersebut juga ditunjukkan oleh Inflasi PDB 10 2 mencapai titik terendah selama 0 -2 tujuh bulan terakhir. -4 pengangguran turun dari 2,7% Mar-02 Feb-02 Jan-02 Inflasi Des-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Des-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Perkembangan Ekonomi Dunia Des-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Des-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Des-97 Sep-97 Jun-97 Mar-97 PDB 58 menurunnya angka pengangguran Angka pada bulan Mei menjadi 2,4% pada bulan Juni. Sementara itu, tingkat inflasi Meksiko pada bulan Juni meningkat lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya sebagai akibat melemahnya mata uang peso telah mendorong menurunnya impor, khususnya dari Amerika Serikat. Tingkat inflasi bulan Juni sebesar 0,49%, lebih tinggi dari yang diperkirakan sebesar 0,45%. Dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, maka tingkat inflasi Meksiko sampai dengan akhir tahun diperkirakan sebesar 4,95%. Tingkat inflasi tersebut dikhawatirkan akan lebih tinggi dari yang ditargetkan oleh Pemerintah sebesar 4,5%. Inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan penurunan nilai mata uang peso Meksiko sebesar 9% terhadap US dollar antara bulan April sampai dengan Juni. Sebagai akibat dari penurunan nilai mata uang peso tersebut, banyak analis memperkirakan bahwa bank sentral Meksiko kemungkinan akan menurunkan jumlah pinjaman kepada bank dengan meningkatkan suku bunga untuk menahan inflasi. Selama tiga tahun terahir Meksiko telah menjadi negara dengan inflasi sesuai target yang ditetapkan. Upaya ini sebagai bagian dari rencana Meksiko untuk memperoleh kepercayaan para investor, menarik investasi asing dan meningkatkan produktivitas domestik melalui upaya Pemerintah menstablikan mata uangnya. Resesi yang terjadi di Amerika Serikat dan Meksiko sejak tahun 2000 serta kekhawatiran bahwa Brazil tidak akan mampu membayar utang telah menjadikan Meksiko negara yang kurang menarik untuk investasi karena investor cenderung menghindarkan penanaman dana pada aset yang beresiko. Sampai saat ini Meksiko tidak terpengaruh bahkan sebaliknya diuntungkan oleh bond default dan devaluasi di Argentina pada bulan Januari 2002. Bond default dan devaluasi di Argentina telah menjadikan investor menarik dananya dari Amerika Selatan dan memindahkan ke Meksiko. Di sisi eksternal, meningkatnya ekspor minyak telah menyebabkan mengecilnya defisit perdagangan Meksiko. Ekspor minyak Meksiko rwiwulan II 2002 meningkat 6% dari tahun sebelumnya menjadi USD1,2 miliar. Sementara itu ekspor Meksiko secara keseluruhan turun sebesar 1,7%. Di sisi lain, impor barang-barang setengah jadi (intermediate goods), yang meliputi dua pertiga dari seluruh impor, turun sebesar 0,6% menjadi $10,3 miliar. Impor Meksiko secara keseluruhan turun sebesar 1,7% menjadi USD13,5 miliar pada periode yang sama. Kendati mengalami pertumbuhan pada triwulan II 2002, namun penurunan di sektor industri manufaktur dan eskpor yang rendah ke Amerika Serikat pada akhir triwulan laporan menunjukkan bahwa perekonomian Meksiko mengalami perlambatan pertumbuhan, dan hal Perkembangan Ekonomi Dunia 59 ini dapat berarti pertumbuhan Meksiko akan melambat pada triwulan berikutnya. Apabila hal ini terjadi, maka para ekonom meragukan bahwa Pemerintah Meksiko dapat mencapai target pertumbuhan 2002 sebesar 1,7%. Pada bulan Juni 2002, sektor industri turun sebesar 0,7% dari bulan sebelumnya. Penurunan produksi di sektor industri manufaktur terjadi sebagai akibat dari penurunan produksi di sektor industri manufkatur dan pertambangan. Sementara itu penjualan ritel Meksiko pada akhir triwulan laporan mengalami penurunan setelah selama dua bulan sebelumnya meningkat. Penurunan penjualan ritel tersebut mengindikasikan bahwa konsumen menahan pengeluarannya sebagai akibat melambatnya pemulihan ekonomi dan kegagalan pemerintah menciptakan lapangan kerja. Kondisi ini bersamaan dengan melambatnya permintaan dari Amerika Serikat, negara yang membeli 90% produk ekspor Meksiko, diperkirakan akan mengakibatkan Meksiko kembali mengalami resesi. Perkiraan tersebut disebabkan negara ini telah mengalami kontraksi selama enam triwulan terakhir. Untuk triwulan III 2002, perekonomian Meksiko diperkirakan tumbuh sebesar 0,3% dibandingkan triwulan sebelumnya. Brazil Perekonomian Brazil mengalami resesi pada triwulan I 2002 menyusul program power rationing dan tingginya tingkat suku bunga yang menyebabkan turunnya tingkat produksi sektorsektor energi, konstruksi, manufaktur, dan penjualan ritel. Dalam tiga bulan pertama tahun 2002, perekonomian Brazil terkontraksi sebesar 0,73%. Diperkirakan akan sangat sulit untuk segara memulihkan kondisi perekonomian Brazil dengan mendorong investasi dan konsumsi mengingat tingginya tingkat suku bunga perbankan. Harapan akan membaiknya perekonomian pada triwulan II 2002 tampaknya masih cukup besar, dengan selesainya power rationing pada bulan Maret. Dengan selesainya program tersebut akan membantu sektor industri untuk segera keluar dari kondisi buruk yang terjadi sejak pertengahan tahun 2001. Selain itu, harapan akan meningkatnya output diperkirakan juga akan terjadi menyusul kebijakan bank sentral untuk menurunkan tingkat suku bunga pada 19 Juni 2002, dan diperkirakan sektor perbankan akan merespon kebijakan tersebut dengan menurunkan tingkat suku bunga sekitar 25bps atau 50bps. Laju inflasi di Brazil yang diukur berdasarkan IPCA index sepanjang triwulan II 2002 cenderung turun, dari 0,78% di awal triwulan menjadi 0,33% di akhir triwulan. Sementara itu, 60 Perkembangan Ekonomi Dunia indeks keyakinan konsumen Grafik PDB dan Inflasi Brasil (%) mengalami penurunan sebesar 5,49% menunjukkan indikasi 6 meningkatnya ketidakpastian 5 4 politik dan ekonomi yang pada Inflasi PDB 3 2 1 gilirannya diperkirakan akan berpengaruh besar terhadap premi 0 risiko, nilai tukar, dan suku bunga. -1 -2 Dalam kondisi belum -3 Jun-02 Inflasi Mar-02 Des-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Des-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Des-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Des-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Des-97 Sep-97 Jun-97 Mar-97 PDB pulihnya kinerja perekonomian Brazil, tercatat sepanjang triwulan II 2002, defisit transaksi berjalan mengalami penurunan hingga mencapai US$1,98 miliar. Turunnya defisit ini sangat membantu perekonomian Brazil dengan mengurangi kebutuhan terhadap pembiayaan eksternal. Faktor pendorong utama turunnya defisit tersebut adalah besarnya surplus neraca perdagangan hingga mencapai US$2,61 miliar akibat turunnya impor menyusul pemogokan besar-besaran yang terjadi pada instansi bea cukai sejak bulan April. Selain itu, turunnya pengeluaran masyarakat untuk berwisata ke luar negeri semenjak terjadinya resesi turut mendorong turunnya defisit transaksi berjalan. Perkembangan ekonomi yang belum menggembirakan telah mendorong kenaikan jumlah pengangguran di Brazil pada triwulan II 2002. Jumlah pengangguran terbesar yang mencapai puncaknya pada bulan April dengan kenaikan sebesar 8,2%, tertinggi dalam dua tahun terakhir. Meningkatnya jumlah pengangguran tersebut khususnya merupakan dampak pemutusan hubungan kerja yang terjadi di sektor konstruksi dan ritel sejalan dengan belum pulihnya kondisi perekonomian. Selain akibat pemutusan hubungan kerja, besarnya jumlah pengangguran tersebut juga disebabkan oleh bertambahnya jumlah angkatan kerja baru. Selain jumlah pengangguran yang meningkat, pemerintah Brazil juga mengumumkan turunnya penghasilan riil masyarakat sebesar 5,3%. Kondisi ini juga merupakan sinyal bahwa kondisi perekonomian belum sepenuhnya pulih. Sebagai respon terhadap besarnya gejolak di pasar uang selama triwulan II 2002, pada bulan Juni 2002 IMF kembali memberikan bantuan keuangan sebesar US$10 miliar Perkembangan Ekonomi Dunia 61 dalam kerangka stand-by agreement. Selanjutnya, untuk mempertahankan sustainabilitas hutang pemerintah, pemerintah Brazi menaikkan target surplus fiskal khususnya untuk nonfinancial public sector. Pemerintah Brazil juga menaikkan target inflasi untuk tahun 2002 dan 2003 sejalan dengan melemahnya nilai tukar real serta melebarkan kisaran target niali tukar. Chili Pada triwulan I 2002, perekonomian Chili tumbuh sebesar 1,5%, sementara untuk keseluruhan tahun 2002 diperkirakan ekonomi hanya akan tumbuh sebesar 2,5%, lebih rendah dari pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 2,8%. Pertumbuhan yang rendah tersebut disebabkan oleh tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya permintaan produk tembaga Chili. Tingkat pengangguran di Chili selama triwulan II 2002 dilaporkan telah mencapai 9,5%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 8,8%. Tingkat pengangguran tersebut lebih tinggi dari angka perkiraan sebesar 9,4%. Tingkat pengangguran yang tinggi tersebut disebabkan oleh para petani mengurangi tenaga kerjanya sebagai akibat dari telah berakhirnya musim panen dan mulainya musim dingin. Hampir separuh pengangguran terjadi di sektor pertanian. Tingkat pengangguran yang tinggi tersebut juga disebabkan oleh menurunnya produksi manufaktur yang pada bulan Juni turun sebesar 2% dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya. Produksi manufkatur mengalami penurunan untuk dua bulan terakhir. Sementara itu, rendahnya permintaan produk tembaga Grafik PDB Chili (%) 10 Chili disebabkan oleh melemahnya 8 permintaan luar negeri Chili. 6 Disamping itu, menurunnya harga 4 tembaga sebesar 11,1% dalam 2 satu bulan telah menurunkan 0 penerimaan dollar dan penerimaan -2 -4 Pemerintah secara signifikan, -6 mengingat Chile merupakan Mar-02 Dec-01 Sep-01 Jun-01 Mar-01 Dec-00 Sep-00 Jun-00 Mar-00 Dec-99 Sep-99 Jun-99 Mar-99 Dec-98 Sep-98 Jun-98 Mar-98 Dec-97 Sep-97 Jun-97 Mar-97 negara produsen metal terbesar di dunia. 62 Perkembangan Ekonomi Dunia Dalam upaya menggeGrafik Inflasi Chili (%) rakkan pengeluaran masyarakat guna mendorong pertumbuhan 8 ekonomi, maka Pemerintah Chili 7 pada tanggal 8 Agustus 2002 telah 6 menurunkan suku bunga dari 5 3,25% menjadi 3%. Namun penurunan suku bunga yang sedemikian 4 rendah tersebut dikhawatirkan tidak 3 akan memberi pengaruh yang 2 Apr-02 Jan-02 Oct-01 Jul-01 Apr-01 Jan-01 Oct-00 Jul-00 Apr-00 Jan-00 Oct-99 Jul-99 Apr-99 Jan-99 Oct-98 Jul-98 Apr-98 Jan-98 Oct-97 Jul-97 Apr-97 Jan-97 berarti terhadap perekonomian Chili, karena masyarakat yang khawatir akan kehilangan peker- jaan tidak bersedia untuk melakukan pinjaman, kendati suku bunga sudah sangat rendah. Sejak ditetapkannya benchmark pada tahun 1986, Bank Sentral Chili sampai dengan saat ini telah menurunkan suku bunga pinjamannya sebesar 3,5 percentage points. Penurunan suku bunga yang terjadi pada bulan Agustus merupakan yang keenam kalinya dalam satu tahun. Permintaan dalam negeri yang melemah tercermin dari menurunnya penjualan ritel yang pada triwulan II 2002 tumbuh sebesar 0,6% dibandingkan tahun sebelumnya, lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 1,6%. Penjualan ritel tercatat menyumbang sebesar 11,5% dari perekonomian Chili sebesar $69 miliar. Menurunnya pengeluaran masyarakat dan perusahaan diluar yang diperkirakan telah menyebabkan inflasi menurun. Indeks Harga Konsumen pada bulan Juni turun sebesar 0,1% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan pada bulan Juni merupakan yang pertama kalinya terjadi pada tahun 2002. Pada bulan Juni harga makanan, transportasi dan biaya kesehatan turun masing-masing sebesar 0,1%, 0,4% dan 0,2%. Sementara itu, kekhawatiran atas menurunnya investasi ke Chili sebagai dampak ekonomi Brazil yang diperkirakan akan melakukan default terhadap utang-utangnya seperti yang dilakukan oleh Argentina, maka Pemerintah Chile menempuh langkah penurunan pajak untuk peningkatan penanaman modal asing yang pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Beberapa jenis pajak yang diturunkan meliputi (i) penghapusan lebih cepat biaya fixed assets dengan tujuan mengurangi biaya perusahaan dan memungkinkan Perkembangan Ekonomi Dunia 63 dana digunakan untuk mengganti mesin-mesin yang telah aus, (ii) memperlonggar pajak bagi perusahaan-perusahaan asing melalui upaya mempercepat implementasi perjanjian menghapuskan double taxation dengan enam negara, termasuk Brazil dan Norway. Argentina Secara keseluruhan ekonomi Argentina dalam triwulan II 2002 menunjukkan kinerja yang terus menurun yang tercermin pada pertumbuhan negatif sebesar -11,0% (q-o-q) setelah pada triwulan sebelumnya juga mengalami kontraksi sebesar -21,8% (q-o-q). Dalam lima bulan pertama tahun 2002 angka produksi industri turun -15,8% y-o-y. Penurunan terutama di sektor tekstil, produksi non logam, dan otomotif. Melambatnya kinerja ekonomi Argentina terutama mencapai puncaknya pada akhir tahun 2000 terutama setelah IMF memutuskan menghentikan bantuan pada saat yang sama sebesar USD22 miliar kepada Argentina karena pemerintahnya tidak berhasil mengatasi defisit anggaran. Krisis Argentina yang telah berlangsung 4 tahun yang lalu mencapai puncaknya pada saat keuangan pemerintah tertekan, sehingga memaksa pemerintah melakukan default pembayaran utang-utang pemerintah yang berjumlah USD 133 juta dan mendorong dilepaskannya kebijakan sistem peg mata uang pada bulan Januari 2001. Pada bulan Desember 2001 pemerintah membekukan dana pihak ketiga masyarakat di bank-bank domestik yang selanjutnya diswapkan dengan obligasi pemerintah jangka 3, 5, dan 10 tahun guna mencegah bank collapse telah mendorong terjadinya capital outflow dan mata Grafik PDB Argentina (%) 10 75% terhadap USD. Kondisi ini 9.2 8.2 8.48.18.47.7 6.46.7 5.1 3.3 5 0 uang Peso terdevaluasi sebanyak -0.6 menyebabkan tingkat harga -3 -5 melonjak sehingga memperburuk -0.2 -0.5-0.2-0.4-0.6 -1.9-2 -0.6 ditandai oleh meningkat pesatnya -10 -10.7 angka kemiskinan yang telah -15 -16 31/03/2002 30/09/2001 31/03/2001 30/09/2000 31/03/2000 30/09/1999 31/03/1999 30/09/1998 31/03/1998 30/09/1997 31/03/1997 30/09/1996 31/03/1996 -20 situasi yang sebelumnya telah -4.9 -5.2-5.1 mencapai 50% dari jumlah penduduk (36 juta populasi) dan tingkat pengangguran yang telah mencapai 24% dari angkatan kerja. 64 Perkembangan Ekonomi Dunia Disisi harga, angka inflasi Grafik Inflasi Argentina (%) yang tercermin pada angka IHK melonjak tajam dari 4,2% y-o-y 30 dalam triwulan I 2002 menjadi 25 23,3% y-o-y dalam triwulan II 2002. 20 Meningkatnya laju inflasi ini 15 terutama disebabkan oleh hal-hal 10 yang telah diutarakan diatas seperti 5 depresiasi tajam nilai tukar Peso, 0 30/04/2002 31/01/2002 31/10/2001 31/07/2001 30/04/2001 31/01/2001 31/10/2000 31/07/2000 30/04/2000 31/01/2000 31/10/1999 31/07/1999 30/04/1999 31/01/1999 31/10/1998 31/07/1998 30/04/1998 31/01/1998 31/10/1997 31/07/1997 30/04/1997 31/01/1997 -5 31/10/1996 ekonomian akibat capital outflow 31/07/1996 per- 30/04/1996 likuiditas 31/01/1996 merosotnya dan terhentinya bantuan luar negeri, ketidakstabilan sosial politik dalam negeri, serta tidak efektifnya kebijakan ekonomi. Meningkatnya laju inflasi tersebut telah mendorong suku bunga domestik meningkat pesat baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Suku bunga jangka pendek yang tercermin pada suku bunga PUAB jangka waktu 3 bulan telah mencapai 48,75%, sementara untuk jangka panjang yang tercermin pada yield obligasi 10 tahun telah mencapai 6817% pada akhir triwulan II 2002. Bank sentral Argentina menyatakan bahwa cadangan devisa telah turun ke level USD9,93 miliar pada pertengahan Juni 2002 (turun setengahnya dibandingkan level pada akhir tahun 2001), karena adanya intervensi valas untuk mencegah Grafik T ingkat Pengangguran Argentina (%) terus merosotnya mata uang Peso 21.5 18.3 14.7 16.4 Perkembangan Ekonomi Dunia 31/05/2002 31/10/2001 31/05/2001 31/10/2000 keluarkannya USD22,7 miliar untuk 0 31/05/2000 di- 15.4 dan 31/10/1999 lender 5 31/10/1997 multilateral 10 31/05/1997 utang sebesar USD103 juta kepada 31/08/1999 takan telah melakukan pembayaran 13.8 31/10/1998 pemerintah, bank sentral menya- 14.5 12.4 menyatakan default atas Utang 31/05/1999 13.2 31/05/1998 31/08/1998 cent. Meskipun pemerintah sempat 14.5 13.2 15 13.7 31/10/1996 diperdagangan sekitar level 29 US 16.1 20 17.4 Januari 2002 lalu. Saat ini peso 31/05/1996 25 17.1 menyusul devaluasi pada bulan 65 intervensi dalam pertengahan Juni Grafik Neraca Perdagangan Argentina (US$ ribu) 2002, bahkan pada bulan Mei pembayaran utang pemerintah 2000 oleh bank sentral kepada bank 1500 dunia telah mencapai USD680 1000 juta. Tahun 2002 ini Argentina 31/05/2002 31/01/2002 30/09/2001 31/05/2001 31/01/2001 30/09/2000 31/05/2000 31/01/2000 30/09/1999 31/01/1999 31/05/1999 30/09/1998 31/05/1998 31/01/1998 Pemerintah Argentina telah 30/09/1997 -500 31/05/1997 utang jatuh tempo. 31/01/1997 0 30/09/1996 kepada investor multilateral karena 31/05/1996 500 31/01/1996 berhutang sebesar USD 9 miliar -1000 mengeluarkan peraturan baru yang membatasi penarikan dana kas atau dana yang akan ditransfer ke luar negeri pada bank-bank oleh deposan Argentina, setelah terjadi penarikan dana kas oleh masyarakat hingga USD700 juta akibat kepanikan yang terjadi di masyarakat sehubungan dengan isu pembekuan rekening para deposan bank oleh bank sentral dalam rangka mencegah Capital Outflow. Guna mencegah terus terjadinya penarikan dana kas masyarakat, Bank Sentral Argentina menetapkan batas maksimum penarikan dana kas oleh masyarakat sebesar USD250 dari bank per minggu dan membatasi transfer dana ke luar negeri hingga USD1000 per bulan yang kemudian diubah menjadi USD 10.000 . Sementara itu larangan bagi bank-bank untuk menerima dana dari luar negeri baik dalam bentuk kas maupun transfer telah dicabut. Guna melakukan transaksi melebihi dana kas yang tersedia, Data indikator ekonomi utama Economic Activity Real GDP Growth * Consumption * investment * Government balance, % of GDP * Net trade * CPI, %oya * PPI,%oya Exchange rate, unit/$ eop Marchandise trade bal. ($bil) * Exports * Imports Current acc. Bal. % of GDP International reserve, ($ bil.) Total external debt, % of GDP Source: “World Financial Market-3rd quarter”, J.P. Morgan 66 Perkembangan Ekonomi Dunia Argentina 2001 2002f -4.4 -4.3 -2.2 -5.5 2.1 -1.1 -2.3 1.00 7.5 26.7 19.1 -4.4 -1.6 15.3 55 -15.0 -12.7 -7.4 -2.5 5.1 33.2 92 7.50 17.2 25.3 8.1 6.3 7.1 7.0 169 2003f -4.5 -5.7 0.2 0.5 1.0 130.0 180 11.50 19.6 26.9 7.3 8.8 19.2 6.0 334 masyarakat dapat menggunakan Grafik T ingkat Pengangguran Argentina (%) sarana pembayaran lainnya seperti 132566 140190 147181 142416 144769 146339 144241 143871 2001 semua kredit baru harus 100000 80000 143654 bahwa sejak tanggal 3 Desember 120000 104255 101960 99468 95147 90974 90912 dikeluarkan juga menetapkan 140000 145289 124211 141742 141646 141957 141349 atau transfer. Peraturan baru yang 160000 135588 130481 124315 107140 melalui cek, kartu kredit, kartu debit, 60000 40000 berdenominasi USD, sementara itu untuk kredit berdenominasi Peso 31/03/2002 30/09/2001 31/03/2001 30/09/2000 31/03/2000 30/09/1999 31/03/1999 30/09/1998 30/09/1997 31/03/1998 31/03/1997 30/09/1996 Desember 2001 dapat dikonversi 31/03/1996 yang sudah terjadi sebelum 3 20000 0 kedalam USD jika debitur menginginkan hal itu. Tujuan diterapkan peraturan baru ini adalah untuk memperkuat lembaga keuangan dengan memberikan kesempatan bagi bank-bank untuk berkonsolidasi tanpa mengurangi aktivitas ekonomi. Selanjutnya, berhubung kondisi yang berlangsung semakin membahayakan sistem perbankan, maka pemerintah menetapkan pembekuan rekening deposan dan telah menawarkan kepada para deposan tersebut untuk menukar dana dimaksud dengan obligasi pemerintah denominasi Peso yang akan jatuh tempo pada tahun 2007 dan 2012. Perekonomian Argentina diperkirakan tidak akan terpuruk lebih dalam lagi dan prospek ekonomi kedepan akan membaik dengan berbagai program reformasi ekonomi yang didukung oleh IMF dan investor asing. Dengan demikian diharapkan inflasi yang sangat tinggi bisa dihindari dan kebijakan dolarisasi tidak akan jadi diterapkan. Dengan dukungan internasional dan reformasi kebijakan ekonomi dan formulasi kebijakan moneter yang efektif diharapkan sistem perbankan akan kembali berjalan guna membiayai roda perekonomian. Selanjutnya diharapkan angka pengangguran akan berkurang, pendapatan masyarakat meningkat dan secara akumulasi ekonomi secara keseluruhan akan membaik. Namun demikian jika program ekonomi yang akan diterapkan tidak berhasil memperbaiki ekonomi, maka dipastikan output riil akan merosot tajam akibat langkanya dana untuk menggerakan roda perekonomian, selanjutnya akan berakibat kepada turunnya penghasilan masyarakat dan meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. Namun demikian diharapkan ekonomi akan membaik di tahun 2003 pada saat program ekonomi sudah efektif dan sistem perbankan sudah mulai bangkit dari keterpurukan. Perkembangan Ekonomi Dunia 67 Khusus di sektor eksternal, diharapkan akan mulai bangkit mulai semester II 2002 seiring dengan membaiknya kinerja sektor industri yang berbasis ekspor dan kembali pulihnya kepercayaan para investor baik dalam maupun luar negeri. Secara keseluruhan pada tahun 2002 diperkirakan surplus neraca perdagangan akan membesar sehubungan dengan merosotnya impor dan berkurangnya pengeluaran dalam neraca jasa-jasa. Kedepan diharapkan pemerintah Argentina akan terus melakukan negosiasi kepada IMF dan kreditur asing untuk menjadwal kembali ULN maupun obligasi pemerintah yang tempo termasuk permintaan agar diberikan pinjaman baru untuk menutupi kurangnya likuiditas ekonomi. Khusus untuk utang terhadap IMF yang akan jatuh tempo pada tgl 17 Juli 2002 sebesar USD 985 juta diharapkan dapat diperpanjang. Diharapkan dari Inter-American Development Bank dapat menangguhkan utang yang harus jatuh tempo atau paling tidak dapat memberikan pinjaman baru. Demikian juga perlakuan yang sama diharapkan dari lender lain seperti World bank dan kreditur swasta. Diharapkan juga bantuan khusus untuk program sosial dan stabilasasi fiskal, dari IADB dan the World Bank sebesar USD446 juta yang tidak terkait dengan persyaratan bantuan IMF dalam triwulan III akan segera cair. Disisi harga, setelah 3 tahun sebelumnya mengalami deflasi, devaluasi mata uang Peso mengakibatkan harga-harga meningkat tajam. Dalam 4 bulan pertama tahun 2002, IHK telah meningkat lebih dari 20%, dan WPI meningkat lebih dari 60%. Dalam masa mendatang tingkat inflasi akan dipengaruhi paling tidak oleh 2 faktor. Pertama, tingkat pencetakan/ penambahan uang karta baru yang bergantung pula kepada kondisi defisit anggaran pemerintah dan upaya penyelesaian deposito masyarakat yang dibekukan. Kedua, prospek atas tuntutan kenaikan gaji yang diindeks yang menjadi tuntutan serikat buruh. Dalam hal nilai tukar, setelah nilai tukar Peso mencapai Ps4/USD1 pada akhir Maret 2002 lalu dan kemudian turun ke level Ps3/USD1 beberapa minggu kemudian setelah bank sentral Argentina melakukan intervensi, maka nilai tukar Peso kedepan akan sangat dipengaruhi oleh disiplin anggaran pemerintah dalam mengurangi defisit anggaran termasuk perkembangan fundamental ekonomi. Dalam kondisi yang diselimuti ketidakpastian, kurangnya likuiditas karena penghimpunan dana baik dari domestik maupun asing hanya dapat diperoleh dari pasar valas yang cenderung beresiko tinggi terhadap nilai tukar Peso. Beberapa analis memperkirakan bila bantuan dan keyakinan investor asing tidak membaik maka nila tukar Peso bisa menjadi Ps 5,66.0/USD 1 dalam triwulan III 2002 dan bahkan bisa menjadi Ps9/USD1 tahun 2003 mendatang. 68 Perkembangan Ekonomi Dunia BOKS : UPAYA LANJUTAN PEMULIHAN EKONOMI ARGENTINA Untuk mengatasi permasalahan ekonomi paling tidak ada empat hal yang saat ini menjadi prioritas dan sedang dibahas bersama antara pemerintah Argentina dan IMF yaitu: menyusun kerangka kebijakan fiskal yang tepat termasuk koordinasi dengan setiap propinsi, upaya stabilisasi sistem perbankan dengan mengembalikan fungsi bank sebagai lembaga penyimpan dan penyalur dana, penentuan kebijakan moneter yang kondusif terutama dalam penentuan banyaknya uang kartal yang kondusif bagi perekonomian, dan upaya pemulihan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat Argentina termasuk peningkatan independensi bank sentral. Selain itu pemerintah juga tengah melakukan upaya penjajakan meminta bantuan pemikiran dari beberapa ahli asing seperti mantan kepala Fedres ‘Paul Volcker, mantan kepala IMF ‘Michael Camdessus, dan mantan presiden komisi Eropa ‘Jacques Dellors’, untuk memulihkan sistem perbankan yang porak-poranda dan memformulasikan kebijakan moneter yang efektif. Sejalan upaya memulihkan ekonomi nasional, pemerintah Argentina terus berupaya menjalin hubungan baik kembali dengan para kreditur untuk mempermudah akses pinjaman baru yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis keuangan pemerintah. Dengan IMF sendiri, pemerintah Argentina selain mengharapkan kelanjutan program bantuan keuangan baru, juga mengharapkan IMF dapat terus merollover pokok dan bunga yang jatuh tempo meskipun sebesar USD 900 juta sudah disetujui dirollover oleh IMF untuk ULN yang jatuh tempo di bulan Juli 2002. Demikian pula terhadap InterAmerican Development Bank (IADB), pemerintah Argentina mengharapkan hutang yang jatuh tempo pada bulan Juli 2002 sebesar USD700 juta untuk dirollover meskipun IADB sendiri sudah memberikan sinyal tidak memungkinkan untuk memberikan penangguhan pembayaran utang luar negeri Argentina. IADB dapat memberikan pinjaman baru terutama untuk program sosial, kesehatan, dan pendidikan seperti yang sempat diberikan sebesar USD694 juta pada bulan Mei 2002. Sementara itu terhadap ULN dari kreditur multilateral yang akan jatuh tempo sebesar USD2,7 miliar di bulan September 2002 juga diharapkan hal sama. Perkembangan Ekonomi Dunia 69 Bank sentral Argentina telah menyusun rencana program moneter untuk periode Februari hingga Desember 2002 yang berisikan rencana untuk mencetak uang Peso baru senilai Peso 14,7 miliar eq. USD3,83 miliar , jauh diatas yang sebelumnya dianggarkan pemerintah sebesar 3,5 miliar Peso. Selain itu juga direncanakan untuk mencetak obligasi senilai 11,155 miliar Peso sebagai instrumen pengganti deposito masyarakat yang dibekukan sejak Desember 2001 (perkiraan hanya 30% deposan yang berminat untuk program Peso bond- swap 2012 dan 15% untuk P eso bond-swap 2007 ini). Penyusunan program kebijakan moneter ini terkait dengan upaya kemungkinan untuk mencairkan deposito masyarakat, stabilisasi sektor perbankan, termasuk pengendalian pencetakan uang baru/penggunaan script currency yang dikeluarkan provinci guna mencegah hyperinflation yang saat ini sudah mencapai 42,6%. IMF disisi lain terus mengupayakan perundingan mengenai kebijakan moneter yang disusun oleh pemerintah Argentina dengan tujuan untuk mencegah terulangnya hyperinflation sebesar 5000% yang pernah terjadi di tahun 1980-an. Sementara itu bank sentral juga sedang meyusun strategi guna mengatasi terus menurunnya DPK diperbankan yang diperkirakan dapat mencapai 32,519 miliar Peso dalam periode Februari hingga Desember 2002. Perbankan Argentina kehilangan dana deposito sebesar USD18 miliar pada saat rush terjadi dibulan Desember 2001 yang selanjutnya diambil langkah pembekuan deposito masyarakat yang masih tersisa sebesar USD40 miliar dalam rangka mencegah collapsnya perbankan Argentina. 70 Perkembangan Ekonomi Dunia PASAR KEUANGAN DAN PASAR KOMODITAS PENDAHULUAN Indikasi pemulihan ekonomi dunia yang terjadi pada triwulan I 2002, tidak berlanjut pada triwulan berikutnya, karena pada triwulan II perkembangan ekonomi di semua kawasan menunjukkan kecenderungan menurun. Perkembangan ekonomi saling mempengaruhi terhadap perkembangan di pasar komoditas dan pasar keuangan, yang meliputi pasar uang, pasar modal dan pasar valuta asing. Dengan demikian perubahan arah perkembangan ekonomi tersebut juga tercermin pada perkembangan variabel-variabel di pasar keuangan dan komoditas. Di pasar uang, perkembangan arah pergerakan suku bunga dipengaruhi oleh kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter, terutama oleh Bank Sentral AS sebagai negara terbesar dunia. Menghadapi perkembangan ekonomi yang cenderung menurun pada triwulan II 2002, Bank Sentral negara-negara maju memutuskan untuk tetap mempertahankan tingkat suku bunganya yang saat ini sudah pada level yang rendah. Dengan demikian benchmark suku bunga bank sentral sepanjang periode laporan tidak mengalami perubahan. Perkembangan ekonomi dalam triwulan II tercermin pada perkembangan suku bunga yang terjadi di pasar uang, baik dikawasan Eropa maupun Asia yang masing-masing menunjukkan kecenderungan yang seragam yaitu cenderung menurun. Penurunan suku bunga tersebut menunjukkan lemahnya ekspektasi pasar terhadap perkembangan ekonomi dunia, sehingga menurunkan minat investor untuk memulai usaha, sehingga terjadi adjustment dengan sendirinya berupa turunnya suku bunga pasar uang. Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, perkembangan pasar obligasi sepanjang periode laporan ditandai dengan kecenderungan menurunnya yield obligasi pemerintah di seluruh dunia kecuali yield obligasi pemerintah Indonesia (Yankee Bond RI). Penurunan yield obligasi tersebut mendorong harga obligasi sebagai instrumen fixed income terkoreksi naik. Hal ini terjadi karena para investor beramai-ramai mengalihkan dananya dari pasar uang dan pasar saham ke pasar obligasi (flight to quality) menyusul kecenderungan menurunnya suku bunga di pasar uang dan terpuruknya bursa saham dunia. Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 71 Perkembangan pasar saham dunia diwarnai oleh melemahnya indeks harga saham di hampir seluruh bursa saham dunia. Diawali dari terpuruknya bursa saham AS seiring dengan lesunya perekonomian AS, sentimen bearish tersebut kemudian menjalar ke bursa saham Eropa, Jepang, dan bursa-bursa saham lain di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa negaranegara lain memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap pasar AS sehingga menjadikan AS sebagai barometer ekonomi dan pusat keuangan dunia. Di pasar valuta asing, nilai tukar mata uang utama dunia bergerak searah yaitu cenderung menguat terhadap USD. Faktor domestik yang melatar belakangi melemahnya USD tersebut antara lain adalah kinerja ekonomi AS yang melemah sepanjang triwulan II maupun turunnya indeks saham karena penurunan profit yang memicu sentimen negatif investor. Sementara itu faktor positif terhadap mata uang utama lainnya juga turut menekan nilai tukar USD. Dalam periode laporan, optimisme kebangkitan ekonomi Eropa maupun keyakinan terhadap perkembangan ekonomi di Jepang masing-masing memberikan sentimen positif terhadap penguatan nilai tukar mata uang euro, Pounsterling dan Yen terhadap USD, meskipun nilai tukar mata uang Yen sepanjang periode laporan sempat mengalami fluktuasi. Sejalan dengan perkembangan tersebut, mata uang negara-negara di Asia juga cenderung menguat terhadap USD yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal masing-masing negara. Perkembangan di pasar komoditas, sepanjang triwulan II cukup beragam untuk masing-masing komoditas. Komoditi utama dunia yaitu minyak, perkembangannya sepanjang periode laporan sangat berfluktuasi dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu faktor supply dan demand, juga oleh faktor non ekonomi. Sementara itu kecederungan peningkatan harga emas yang berlangsung dalam triwulan I masih berlanjut pada triwulan II. Namun demikian, faktor yang melatar belakangi peningkatan harga emas pada triwulan I dan II berbeda. Peningkatan harga emas pada triwulan I dikarenakan oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan membaiknya kondisi ekonomi. Sedangkan pada triwulan II, peningkatan harga emas adalah karena perkembangan saham yang memburuk sehingga mendorong naiknya permintaan emas sebagai alternatif investasi. Sementara itu perkembangan harga komoditas pertanian yaitu kopi cederung menurun karena panen yang meningkat di Brazil pada akhir laporan, sedangkan harga jagung dan gandum cenderung meningkat karena kekhawatiran berkurangnya hasil panen di AS sebagai produsen utama dunia. 72 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas PASAR UANG Perkembangan pemulihan ekonomi yang terjadi pada kuartal pertama 2002 di AS, Eropa dan Jepang, diharapkan akan mengatasi masalah kepercayaan investor dan konsumen yang tercermin pada perkembangan di berbagai pasar termasuk pasar keuangan. Memasuki kuartal kedua, pasar keuangan diberbagai kawasan dunia terlihat masih berupaya untuk memulihkan kepercayaan investor dan konsumen sebagaimana terlihat dari kecenderungan turunnya suku bunga. Sementara itu, perkembangan ekonomi di AS dan Jepang pada kuartal kedua yang menunjukkan penurunan dibandingkan dengan perkembangan pada kuartal sebelumnya mengindikasikan bahwa belum akan terjadi peningkatan suku bunga dalam waktu dekat. Perkembangan pasar uang masih dipengaruhi oleh kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral, yang Grafik Suku Bunga Fed Fund April 1999 - Juni 2002 melakukan penyesuaian terhadap Persen perkembangan ekonomi dengan 7,0 cara memanipulasi suku bunga 6,0 maupun kebijakan moneter, 5,0 dengan Federal Reserve (Bank 4,0 Sental AS) sebagai pemimpinnya. 3,0 Meskipun ekonomi AS mengalami pertumbuhan, namun tingkat Fed Fund Effective Fed Fund Target 2,0 1,0 0 pertumbuhannya rendah dan tidak pasti. 4 6 Menghadapi kondisi pertahankan suku bunganya tetap 10 12 2 4 6 8 10 12 2000 2 4 6 8 10 5.37 yang 4 6 5.43 4.71 5.00 4.37 4.40 4.33 4.48 4.14 4.42 3.91 3.54 3.593.54 4.00 AS 2 2002 Persen 6.00 pada level yang rendah. Bank Sentral 12 2001 Suku Bunga Pasar Uang Negara-Negara Maju (6 bulan) (%) demikian The Fed mengambil kebijakan untuk tetap mem- 8 1999 telah 2.52 3.00 1.98 memberlakukan kebijakan suku 3.25 2.33 1.96 2.00 bunga rendah tersebut, yaitu pada 1.00 level 1.75% sejak Desember tahun lalu, pada triwulan masih mempertahankan suku bunga di 0.13 0.08 0.10 0.08 0.09 0.10 0.00 GBP-LIBOR USD-LIBOR Maret 2001 Desember 2001 JPY-LIBOR Juni 2001 Maret 2002 EURO-LIBOR September 2001 Juni 2002 level tersebut. Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 73 Kebijakan Grafik Suku Bunga Pasar Uang Asia Persen 18.00 16.00 17.85 17.07 15.63 1) diikuti juga oleh bank sentral 17.94 Inggris (Bank of England) dan 17.40 16.11 bank sentral euro (European 14.00 Central Bank) yang masing- 12.00 masing mempertahankan suku 10.00 8.00 6.00 4.66 4.00 2.25 2.00 0.00 tersebut Jakarta 2.19 3.04 1.88 1.13 0.88 1.13 Singapura Maret 2001 Desember 2001 3.00 3.28 3.27 3.23 3.24 4.79 4.73 4.70 bunganya pada level 4% dan 3.25%. Suku bunga tersebut 2.442.382.63 telah bertahan sejak ditetapkan Malaysia Juni 2001 Maret 2002 1) Interbank rate Thailand September 2001 Juni 2002 Korea pada bulan Agustus tahun 2001. Para ekonom Eropa memandang bahwa perekonomian negara-negara di Eropa masih belum keluar dari penurunan yang terjadi pada tahun lalu, sehingga kenaikan suku bunga dipandang masih terlalu dini. Saat ini masih banyak perusahan kecil yang sangat tergantung pada pinjaman dengan suku bunga rendah. Demikian juga di Inggris perkembangan ekonominya masih belum menunjukkan kemajuan yang signifikan, sehingga dipandang masih diperlukan suku bunga yang rendah. Sementara itu Bank of Japan (BOJ) dalam triwulan II 2002, masih mempertahankan kebijakan suku bunga mendekati nol dan menyediakan dana untuk perekonomian guna menahan jatuhnya harga agar negara dapat keluar dari resesi. Kebijakan suku bunga tersebut dimulai sejak Maret tahun lalu. Penyediaan dana tersebut juga ditujukan agar bank dapat memberikan pinjaman yang dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian. BOJ menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan terus dipertahankan hingga harga-harga, kecuali makanan segar, berhenti dari kecenderungan turun terus-menerus. Harga-harga mulai turun sejak Juli 1998, sempat terhenti antara Mei s.d. September 1999, selanjutnya menurun kembali pada periode berikutnya. Kebijakan yang diambil oleh bank sentral berbagai negara tersebut beserta perkembangan ekonomi yang terjadi berpengaruh terhadap suku bunga pasar uang di berbagai kawasan sebagaimana tercermin pada suku bunga LIBOR dan suku bunga pasar uang Asia. Di pasar uang London pada akhir triwulan II 2002 suku bunga poundsterling mencapai 4.32% turun dari 4.39% pada triwulan sebelumnya. Demikian pula suku bunga dolar AS, Yen Jepang 74 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas dan euro, masing-masing turun dari 2.33%, 0.10% dan 3.59% pada akhir triwulan I 2002 menjadi 1.96%, 0.082% dan 3.53% pada akhir triwulan II 2002. Perkembangan ekonomi dalam negeri dan luar negeri pada triwulan II yang kurang kondusif mempengaruhi suku bunga Jepang yang sudah sangat rendah tersebut makin turun lagi. Menurunnya pasar AS mengurangi permintaan produk Jepang. Kondisi tersebut dibarengi dengan melemahnya USD menyebabkan harga produk Jepang mahal, sehingga mengurangi ekspor. Sementara itu di kawasan Asia lainnya, suku bunga pasar juga menunjukkan kecenderungan searah dengan suku bunga negara maju. Suku bunga pasar uang Indonesia (JIBOR 6 bulan), Singapura, Malaysia, Thailand dan Korea Selatan turun masing-masing dari 17.40%, 1.13%, 3.24%, 2.38% dan 4.73% pada akhir triwulan I 2002 menjadi 16.11%, 0.87%, 3.23%, 2.06% dan 4.70% pada akhir triwulan II 2002. Perkembangan yang terjadi pada seluruh suku bunga pasar uang di berbagai kawasan tersebut menunjukkan kecenderungan yang seragam, yang mengindikasikan bahwa proses pemulihan ekonomi secara global masih terus berlangsung. PASAR MODAL Pasar Obligasi Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, perkembangan pasar obligasi sepanjang periode laporan ditandai dengan kecenderungan menurunnya yield obligasi pemerintah di seluruh dunia kecuali yield obligasi pemerintah Indonesia (Yankee Bond RI). Penurunan yield obligasi tersebut mendorong harga obligasi sebagai instrumen fixed income terkoreksi naik. Hal ini terjadi karena para investor beramai-ramai mengalihkan dananya dari pasar uang dan pasar saham ke pasar obligasi (flight to quality) menyusul kecenderungan menurunnya suku bunga di pasar uang dan terpuruknya bursa saham dunia. Di pasar uang, lesunya kondisi ekonomi menimbulkan ekspektasi terhadap penurunan suku bunga guna menggairahkan kembali kegiatan ekonomi masyarakat dan dunia usaha. Walaupun sebagian besar otoritas moneter di seluruh dunia tetap mempertahankan suku bunga benchmark, namun suku bunga di pasar uang cenderung menurun mengikuti ekspektasi pasar. Di pasar saham, jatuhnya indeks harga saham terutama dipicu oleh sikap skeptis di kalangan investor terhadap kecenderungan menurunnya kualitas corporate governance dan pendapatan dunia usaha. Hal ini diperparah dengan munculnya skandal keuangan WorldCom di AS Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 75 menjelang akhir periode laporan Grafik Perkembangan Yield Obligasi Beberapa Negara (%) yang ternyata berdampak buruk terhadap kepercayaan investor. 8.00 Situasi yang tidak menguntung- 7.00 6.00 kan di pasar uang dan pasar 5.00 saham itulah yang menjadi fak- 4.00 tor penyebab utama para inves- 3.00 tor memburu obligasi pemerin- 2.00 tah sehingga harga instrumen 1.00 fixed income cenderung me- 0.00 Jun-01 Jul-01 Aug-01 Sep-01 Oct-01 Nov-01 Dec-01 Jan-02 Feb-02 Mar-02 Apr-02 May-02 Jun-02 US UK Japan China Korea ningkat dalam periode laporan. Singapore Bermula dari pasar obligasi AS, sentimen bullish kemudian menghinggapi pasar obligasi dunia. Yield US Treasury Notes berjangka waktu 10 tahun yang akan jatuh tempo tahun 2006 mendatang turun 95,2 bps dari 4,61% pada akhir Maret 2002 menjadi 3,66% pada akhir Juni 2002. Penurunan yield US T Notes tersebut kemudian diikuti oleh obligasi pemerintah negara-negara lainnya. Yield obligasi Pemerintah Jepang (JGB) menurun 19,0 bps dari 0,90% menjadi 0,71% dalam periode yang sama. Yield obligasi Pemerintah Inggris juga menurun, yaitu sebesar 32,8 bps dari 5,39% menjadi 5,06%, sementara yield obligasi negara-negara Asia seperti Cina, Korea Selatan, dan Singapura masing-masing menurun sebesar 73,0 bps, 68,6 bps, dan 46,4 bps berturut-turut dari 5,92%, 5,85%, dan 3,72% menjadi 5,19%, 5,16%, Grafik PerkembanganYield Obligasi Pemerintah Indonesia (%) 3,26% dalam periode yang sama. Selain karena sentimen 14 bullish, menurunnya yield obli- 13 12 gasi di luar pasar AS juga dipicu 11 oleh pelarian modal dari pasar 10 AS ke negara-negara tersebut 9 termasuk ke pasar obligasi 8 domestiknya atau dari aset-aset 7 berdenominasi dolar AS ke aset- 6 Jun01 Jul01 Aug- Sep01 01 Oct- Nov- Dec- Jan- Feb01 01 01 02 02 Mar02 Apr- May- Jun02 02 02 aset berdenominasi selain dolar AS (flight to currency). 76 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas Berbeda dengan perkembangan obligasi pada umumnya, yield Yankee Bond Indonesia justru meningkat. Ini berarti harga obligasi Pemerintah Indonesia tersebut turun. Penyebab utama menurunnya daya tarik obligasi Indonesia tersebut bersumber dari keragu-raguan para investor terhadap kemampuan keuangan Pemerintah Indonesia dalam memenuhi kewajibankewajibannya. Dalam periode laporan, yield Yankee Bond RI meningkat 36,2 bps dari 7,39% menjadi 7,75%. Pasar Saham Sepanjang periode laporan, perkembangan pasar saham dunia diwarnai oleh melemahnya indeks harga saham di hampir seluruh bursa saham dunia. Diawali dari terpuruknya bursa saham AS seiring dengan lesunya perekonomian AS, sentimen bearish tersebut kemudian menjalar ke bursa saham Eropa, Jepang, dan bursa-bursa saham lain di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara lain memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap pasar AS sehingga menjadikan AS sebagai barometer ekonomi dan pusat keuangan dunia. Di bursa saham AS, indeks saham Dow Jones (DJIA) anjlok 1.161 poin atau merosot 11,2% sepanjang periode laporan dan ditutup pada posisi 9.243 pada akhir periode laporan. Merosotnya indeks saham AS tersebut terutama dipicu oleh saham-saham industri otomotif, telekomunikasi, dan komputer. Penurunan saham-saham otomotif terjadi setelah Morgan Stanley merekomendasikan pelepasan saham General Motor dan Ford karena kekhawatiran akan menurunnya permintaan produk otomotif di AS sehubungan dengan perkiraan melambatnya consumer spending di AS. Sementara itu, saham-saham industri penerbangan dan pelayaran juga ikut terpukul terutama akibat meningkatnya harga minyak dunia sehingga memperberat biaya operasional maskapai penerbangan dan pelayaran. Lambatnya pemulihan ekonomi AS sebagaimana disinyalir oleh Alan Greenspan menjadi faktor penyebab utama terpuruknya bursa saham AS. Indikasi perlambatan ekonomi AS antara lain tercermin dari menurunnya angka retail sales, masih lemahnya consumer spending, dan Prosentase kenaikan harga saham pada Triwulan II 2002 DJIA NKY 225 Stoxx 50 JCI STI SET Kospi -11,16% -3,66% -17,17% 4,82% -13,88% 4,05% -17,07% Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 77 melambatnya pertumbuhan Grafik Perkembangan Indeks Harga Saham Utama Dunia 12300 nerja ekonomi AS telah memicu 12000 NKY 225 11700 11400 DJIA, NKY 225 sektor jasa. Melambatnya ki- peningkatan angka jobless claim dan mengurangi optimisme 11100 terhadap prospek keuntungan DJ Stoxx 50 10800 10500 perusahaan-perusahaan di AS 10200 9900 sehingga menurunkan secara DJIA 9600 drastis minat investor untuk 9300 berinvestasi di AS. Kepercayaan 21/06/2002 07/06/2002 24/05/2002 10/05/2002 26/04/2002 12/04/2002 29/03/2002 15/03/2002 01/03/2002 15/02/2002 01/02/2002 18/01/2002 04/01/2002 9000 investor terhadap prospek usaha di AS tersebut semakin diperburuk oleh sinyalemen FBI mengenai kemungkinan serangan teroris baru ke AS, adanya kasus investigasi atas pajak penjualan Tyco International Ltd., dan skandal keuangan yang menimpa perusahaan telekomunikasi terbesar di AS, WorldCom pada akhir periode laporan. Hal ini menimbulkan sikap skeptis di kalangan investor sehingga memicu spekulasi pelarian modal keluar AS. Di sisi lain, peningkatan harga minyak dunia juga semakin memperberat beban ekonomi AS mengingat AS merupakan konsumen minyak terbesar dunia. Walaupun ada perkembangan positif yang muncul dari order barang-barang durable di AS yang dilaporkan mulai meningkat dalam periode laporan, namun peningkatan tersebut tidak cukup kuat untuk menahan kemerosotan indeks harga saham. Di Eropa, perkembangan pasar saham juga diwarnai oleh kecenderungan menurunnya indeks harga saham perusahaan-perusahaan Eropa. Kecenderungan penurunan indeks harga saham tersebut terutama didorong kekhawatiran terhadap menurunnya keuntungan dunia usaha di Eropa sehingga menurunkan business confidence di Eropa. Proses pemulihan ekonomi di Eropa ternyata belum cukup kuat untuk meningkatkan keuntungan dunia usaha. Sepanjang periode laporan, indeks saham Dow Jones Stoxx 50 merosot sebesar 634 poin atau 17,2% — tingkat kemerosotan terbesar dibandingkan dengan indeks harga saham dunia lainnya— dan ditutup pada posisi 3.061 pada akhir periode laporan. Penurunan indeks harga saham Eropa terutama dimotori oleh saham-saham perusahaan telekomunikasi seperti Nokia dan Ericsson. Kekhawatiran terhadap menurunnya angka penjualan dan ekspor kedua perusahaan menjadi 78 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas penyebab utama turunnya harga Grafik Perkembangan Indeks Harga Saham Asia Non-Jepang saham kedua raksasa telekomunikasi Eropa tersebut. 1000 900 dengan kecenderungan menguat- 800 JCI 500 400 21/06/2002 07/06/2002 24/05/2002 10/05/2002 26/04/2002 12/04/2002 29/03/2002 200 15/03/2002 didukung pula oleh analisis UBS 01/03/2002 300 15/02/2002 SET produk ekspor Eropa. Hal ini Warburg yang memperkirakan STI 600 01/02/2002 AS sebagai pasar utama produk- 700 18/01/2002 lemahnya consumer spending di Kospi 04/01/2002 nya mata uang euro dan masih JCI, SET, Kospi Kekhawatiran tersebut berkaitan bahwa penjualan telepon selular akan mengalami penurunan. Selain saham-saham perusahaan telekomunikasi, saham-saham perbankan, industri otomotif, industri farmasi, serta saham lembaga keuangan dan asuransi juga mengalami penurunan. Penurunan saham-saham perbankan terutama dipicu oleh spekulasi pasar terhadap kemungkinan peningkatan suku bunga benchmark oleh ECB. Penurunan saham-saham industri otomotif terkait dengan rekomendasi Morgan Stanley untuk melepas saham General Motor dan Ford Motor. Saham-saham perusahaan farmasi juga mengalami penurunan dipicu oleh penurunan saham AstraZeneca Plc —perusahaan farmasi terbesar kedua di Eropa— akibat tertundanya pengenalan obat kolesterol produksi perusahaan tersebut ke pasar AS. Sementara itu, penurunan saham-saham lembaga keuangan dan asuransi seperti Zurich Financial Services karena terimbas oleh merosotnya bursa saham AS. Perkembangan pasar saham Jepang ditandai dengan naik turunnya indeks Nikkei 225 sepanjang periode laporan. Perkembangan indeks Nikkei 225 tersebut terbagi ke dalam dua fase. Pada mulanya, indeks Nikkei 225 cenderung meningkat sejak awal April hingga menjelang akhir Mei 2002. Namun kemudian indeks Nikkei 225 cenderung kembali bergerak menurun hingga akhir Juni 2002. Secara keseluruhan, dalam periode laporan indeks Nikkei 225 mengalami penurunan sebesar 403 poin atau 3,7% sehingga ditutup pada posisi 10.622 pada akhir periode laporan. Kecenderungan meningkatnya indeks Nikkei 225 pada fase pertama terutama didorong oleh masuknya investor global terutama dari pasar AS ke pasar saham Jepang dan optimisme Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 79 pemulihan ekonomi serta membaiknya prospek keuntungan dunia usaha Jepang. Faktor lain yang mendorong indeks Nikkei menguat adalah spekulasi pembelian saham-saham perusahaan besar oleh lembaga dana pensiun memasuki awal tahun fiskal (April) dan laporan mengenai kenaikan order barang-barang durable di AS sebagai pasar utama produk-produk ekspor Jepang. Peningkatan harga saham dimotori oleh saham-saham industri otomotif (Nissan, Honda, dan Toyota), saham-saham industri pembuat chip dan elektronika (NEC Corp. dan Sony Corp.), saham-saham perusahaan komputer (Cisco System Inc.), dan saham industri kosmetika (Sheseido Co.). Selanjutnya, kecenderungan menurunnya indeks Nikkei 225 pada fase kedua terutama disebabkan oleh kecenderungan menguatnya yen, melemahnya kinerja ekonomi AS, dan dampak negatif skandal keuangan WorldCom di AS. Menguatnya yen telah memukul sahamsaham perusahaan yang berorientasi ekspor seperti Sony Corp. Hal ini semakin diperberat dengan melemahnya perekonomian AS yang merupakan pasar terbesar produk-produk ekspor Jepang sebagaimana tercermin dari menurunnya angka retail sales dan consumer confidence di AS serta menurunnya prospek keuntungan dunia usaha AS. Sementara itu, skandal keuangan WorldCom tidak saja memukul bursa saham AS tetapi juga bursa-bursa saham lainnya di dunia termasuk bursa saham Jepang. Faktor domestik yang turut menekan turun indeks Nikkei adalah munculnya spekulasi mengenai keengganan pemerintah untuk membantu menghapuskan kredit macet di sektor perbankan sehingga menekan turun harga saham-saham perbankan. Lesunya bursa saham utama dunia berdampak negatif terhadap sebagian besar bursa saham Asia. Perkembangan bursa saham Asia lainnya di luar Jepang juga ditandai dengan melemahnya indeks harga saham kecuali di bursa saham Jakarta dan Thailand. Indeks STI Singapura dan indeks Kospi Korea masing-masing menurun sebesar 250,2 dan 152,9 poin atau 13,9% dan 17,1% sepanjang periode laporan sehingga ditutup pada posisi 1.553,0 dan 742,7 pada akhir periode laporan. Sebaliknya, IHSG Jakarta dan indeks SET Thailand justru meningkat dalam periode yang sama, masing-masing sebesar 23,2 dan 15,2 poin atau 4,8% dan 4,1% sehingga ditutup pada posisi 505,0 dan 389,1. Penurunan indeks STI dan Kospi dimotori oleh saham-saham industri elektronika dan komputer. Selain karena terimbas oleh melemahnya indeks saham utama dunia, melemahnya kedua indeks saham Asia tersebut terutama dipicu oleh kekhawatiran akan terpukulnya kinerja ekspor Singapura dan Korea. Hal ini berkaitan dengan menguatnya mata uang domestik kedua 80 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas negara di satu sisi dan menurunnya daya serap pasar AS karena melemahnya kinerja ekonomi negeri Paman Sam tersebut di sisi yang lain. Sementara itu, peningkatan IHSG dan indeks SET terutama dipicu oleh spekulasi masuknya investor asing ke bursa saham Jakarta dan Thailand. Khusus untuk bursa saham Jakarta, peningkatan IHSG dimotori oleh saham-saham PT Telkom dan PT Astra Internasional setelah membukukan kenaikan angka penjualannya. Sentimen positif juga muncul dari isu-isu domestik seperti berlanjutnya proses divestasi sahamsaham yang dikuasai BPPN. PASAR VALUTA ASING Setelah diwarnai dengan pergerakan mata uang yang bervariasi dalam triwulan sebelumnya, dalam triwulan II 2002 mata uang dunia bergerak searah, yakni secara keseluruhan menguat terhadap dolar AS. Dengan perkataan lain, perkembangan pasar valuta asing sepanjang triwulan II 2002 ditandai dengan kecenderungan melemahnya mata uang Dolar AS sebagai mata uang utama dunia. Melemahnya dolar AS terutama dilatarbelakangi oleh tiga faktor yang memicu sentimen negatif terhadap dolar AS, yaitu: (i) kinerja ekonomi AS yang belum menggembirakan, (ii) kekhawatiran terhadap bahaya inflasi, dan (iii) jatuhnya indeks harga saham di bursa saham AS. Melemahnya kinerja ekonomi AS tercermin dari beberapa indikator ekonomi antara lain: belum membaiknya pengeluaran konsumsi dan keyakinan konsumen, menurunnya permintaan terhadap durable goods, meningkatnya angka pengangguran, perkiraan turunnya produksi industri manufaktur, perkiraan memburuknya pendapatan sektor korporasi, dan semakin membesarnya defisit neraca perdagangan AS. Melemahnya dolar AS juga dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap ancaman inflasi mengingat stance kebijakan moneter Federal Reserve yang masih belum berubah sebagaimana tercermin dalam beberapa kali pertemuan FOMC. Tingkat suku bunga benchmark, Fed fund, masih dipertahankan pada level rendah yaitu 1,75% sampai dengan akhir triwulan II 2002. Sebelumnya, spekulasi yang beredar di pasar bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga Fed fund telah menyebabkan turunnya return aset fixed-income AS sehingga menjadi lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Lambatnya pemulihan ekonomi AS dan menurunnya keuntungan perusahaanperusahaan di AS menimbulkan kekecewaan di kalangan investor sehingga memicu sentimen negatif baik di pasar uang maupun di pasar modal AS. Harga saham di bursa saham AS pun Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 81 jatuh karena nyaris kehilangan Indeks Nilai T ukar dan Nilai T ukar Nominal Euro Yen Januari 2002 - Juni 2002 daya tarik. Akibatnya beredar spekulasi pelarian modal dari AS tor global karena menurunnya minat investor internasional terhadap aset-aset dalam denominasi dolar AS. Hal ini pada 125.00 Indeks Nilai Tukar (1 Jan 2001 = 100) ke kawasan lain oleh para inves- 120.00 YEN/USD 115.00 110.00 INDEKS NILAI TUKAR YEN 105.00 100.00 INDEKS NILAI TUKAR EURO 95.00 90.00 USD/EUR100 18/06/2002 26/06/2002 10/06/2002 31/05/2002 23/05/2002 15/05/2002 07/05/2002 29/04/2002 19/04/2002 11/04/2002 03/04/2002 26/03/2002 18/03/2002 08/03/2002 28/02/2002 20/02/2002 12/02/2002 04/02/2002 25/01/2002 taan terhadap dolar AS menurun 17/01/2002 gilirannya menyebabkan permin- 09/01/2002 01/01/2002 85.00 sehingga nilai tukar dolar AS Indeks Nilai T ukar Nominal Asia Januari 2002 - Juni 2002 (1 Jan 2001 = 100) cenderung melemah dalam periode laporan. Selain faktor-faktor do- 120.00 115.00 110.00 25/06/2002 11/06/2002 18/06/2002 04/06/2002 04/06/2002 28/05/2002 21/05/2002 14/05/2002 07/05/2002 30/04/2002 23/04/2002 16/04/2002 09/04/2002 02/04/2002 26/03/2002 19/03/2002 SGD 12/03/2002 masing negara. Dari kawasan THB IDR 05/03/2002 85.00 KRW PHP 26/02/2002 oleh sentimen positif dari masing- JPY 19/02/2002 90.00 12/02/2002 terhadap dolar AS juga didorong 05/02/2002 95.00 29/01/2002 menguatnya mata uang dunia 22/01/2002 100.00 15/01/2002 nilai tukar dolar AS sendiri, 08/01/2002 105.00 01/01/2002 mestik AS yang memperlemah Eropa, menguatnya nilai tukar mata uang Euro dan Poundsterling terhadap dolar AS juga tidak terlepas dari optimisme kebangkitan ekonomi Eropa. Kondisi ini pada gilirannya meningkatkan minat investor global terhadap aset-aset dalam denominasi euro dan pound relatif dibandingkan dengan aset-aset dalam denominasi dolar AS. Selain itu, penguatan euro didorong pula oleh menurunnya inflasi di Zona Euro dan dukungan pejabat ECB terhadap penguatan euro selama ini. Dengan demikian, dalam periode laporan euro dan pound masing-masing menguat sebesar 12,1% dan 7,0% ke posisi USD99,14 sen per euro dan USD1,5335 per pound pada akhir periode laporan. Hampir sama dengan yang terjadi di Eropa, meningkatnya optimisme terhadap proses pemulihan ekonomi Jepang membawa sentimen positif bagi mata uang Yen. Optimisme tersebut dilandasi oleh membaiknya kinerja ekonomi Jepang yang mencatat ekspansi dalam triwulan I 82 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 2002 setelah dalam tiga triwulan sebelumnya berturut-turut mencatat kontraksi. Disamping itu, rencana pemerintah Jepang untuk menyelesaikan kredit bermasalah dalam sistem perbankan yang selama ini menjadi sumber utama lambatnya pemulihan ekonomi Jepang juga ikut memicu optimisme terhadap prospek ekonomi Jepang. Tampaknya, penurunan country sovereign rating Jepang oleh S&P bulan April 2002 menjadi “AA-” telah mendorong pemerintah untuk mempercepat penyelesaian kredit bermasalah di sektor perbankan. Langkah ini tampaknya lebih banyak memicu sentimen positif dibandingkan dengan sentimen negatif di pasar valuta asing. Optimisme terhadap prospek ekonomi Jepang ternyata tidak saja menarik bagi investor asing tetapi juga bagi investor domestik di Negeri Sakura tersebut. Investor Jepang lebih memilih investasi di dalam negeri dibandingkan dengan investasi di AS. Demikian juga halnya dengan investor asing yang lebih memilih aset-aset berdenominasi yen dibandingkan dengan aset-aset berdenominasi dolar AS. Hal ini tercermin dari meningkatnya pembelian saham di Jepang baik oleh investor lokal maupun oleh investor asing. Spekulasi masuknya investor asing di pasar saham Jepang telah meningkatkan permintaan terhadap yen sehingga mendorong yen terapresiasi. Walaupun indeks harga saham di Jepang menurun dalam periode laporan mengikuti tren penurunan bursa saham dunia, namun prosentase penurunannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan penurunan indeks harga saham di bursa saham AS dan Eropa. Sepanjang periode laporan, nilai tukar yen memang sempat beberapa kali melemah terhadap dolar AS didorong oleh pelepasan aset-aset berdenominasi yen oleh investor dan intervensi oleh BOJ. Aksi pelepasan aset-aset Jepang tersebut berlangsung setelah Moody’s merencanakan akan menurunkan credit rating Jepang menjadi “A2”, mengikuti jejak S&P bulan April lalu. Namun, dampak penurunan credit rating tersebut hanya berlangsung sesaat. Apresiasi yen juga sempat tertahan oleh intervensi yang dilakukan BOJ guna melindungi kepentingan eksportir Jepang karena apresiasi yen sudah dinilai terlalu tinggi. Kurang efektifnya kebijakan intervensi tersebut antara lain disebabkan oleh ketidakjelasan sikap Pemerintah Jepang. Di satu sisi, pemerintah tidak menghendaki yen terlalu kuat, namun di sisi lain, pemerintah menyatakan bahwa intervensi hanya akan dilakukan jika yen melemah terlalu drastis. Dalam periode laporan, yen telah mengalami apresiasi sebesar 11,1% dan ditutup pada posisi 119,47 yen per dolar AS pada akhir periode laporan. Mata uang Asia lainnya selain yen juga menunjukkan kecenderungan menguat sepanjang periode laporan. Dolar Singapura, won Korea, Thai baht, peso Filipina, dan rupiah Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 83 masing-masing menguat dari posisi S$1,8432, 1327 won, 43,50 baht, 51,00 peso, dan Rp9825 per dolar AS pada akhir Maret 2002 ke posisi S$1,7672, 1201 won, 41,51 baht, 50,40 peso, dan Rp8713 per dolar AS pada akhir Juni 2002. Dengan demikian, kelima mata uang tersebut masing-masing menguat sebesar 4,3%, 10,5%, 4,8%, 1,2%, dan 12,8% dalam periode laporan. Hal ini menempatkan rupiah sebagai mata uang berkinerja terbaik di Asia dengan indeks nilai tukar nominal sebesar 89,36, jauh di bawah Thailand yang memiliki indeks nilai tukar nominal terdekat sebesar 95,01 pada akhir periode laporan. Menguatnya mata uang Asia selain yen dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal dan internal. Faktor-faktor eksternal terutama bersumber dari menurunnya kinerja pasar keuangan AS di satu sisi dan menguatnya mata uang yen di sisi yang lain. Melemahnya kinerja ekonomi AS telah mengurangi daya tarik aset-aset berdenominasi dolar AS sehingga memukul sektor keuangan AS khususnya bursa saham. Kondisi ini menyebabkan para investor cenderung mengalihkan dananya ke luar AS termasuk ke Asia sehingga meningkatkan permintaan mata uang Asia. Sebagai contoh, salah satu lembaga dana pensiun terbesar di AS merencanakan akan menanamkan investasinya di Filipina, sementara bursa saham Thailand kebanjiran investor asing. Sementara itu, menguatnya mata uang yen telah membantu meningkatkan kinerja ekspor negara-negara Asia pesaing Jepang melalui peningkatan daya saing produk-produk ekspornya. Repatriasi devisa hasil ekspor itulah yang mendorong mata uang domestik negaranegara Asia selain Jepang menguat. Faktor-faktor internal yang mendorong mata uang Asia selain yen menguat terutama bersumber dari optimisme pemulihan ekonomi domestik masing-masing negara. Didorong oleh peningkatan consumer spending, Korea Selatan mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam satu setengah tahun terakhir. Thailand meningkatkan target pertumbuhan ekonominya setelah mencatat peningkatan dalam domestic spending dan investasi sehingga IMF menyatakan kepuasannya atas kinerja ekonomi Thailand. Optimisme terhadap percepatan pemulihan ekonomi juga nampak di Singapura sebagaimana tercermin dari meningkatnya pertumbuhan di sektor industri manufaktur dan membaiknya kinerja ekspor. Sementara itu, reformasi ekonomi yang lebih cepat, kenaikan harga minyak dunia, keberhasilan Paris Club III dan London Club, pencairan pinjaman IMF serta hasil penjualan aset-aset BPPN memberi sentimen positif terhadap rupiah. 84 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas PASAR KOMODITAS Pasar komoditas internasional sepanjang triwulan II 2002 menunjukkan perkembangan yang beragam. Selama periode tersebut, perkembangan ekonomi dan politik global telah mendorong harga minyak mengalami gejolak yang tajam, sementara jatuhnya harga saham telah mendorong harga emas cenderung meningkat. Dalam periode yang sama, kenaikan harga juga berlangsung pada berbagai komoditas logam lainnya seperti tembaga, Nikel dan platinum. Sementara untuk perkembangan komoditas pertanian antara lain ditandai oleh kecenderungan menurunnya harga kopi internasional dan kecenderungan kenaikan harga jagung dan gandum. Perkembangan harga minyak internasional pada triwulan I 2002 ditandai oleh pergerakan harga yang sangat volatile. Berbagai perkembangan sisi permintaan dan penawaran sepanjang periode tersebut telah mendorong volatilas harga minyak internasional semakin meningkat. Dari sisi supply, beberapa faktor utama yang mendorong pergerakan harga minyak selama periode tersebut adalah pasang-surutnya konflik Palestina dan Israel, yang ikuti ancaman embargo minyak dari Iraq, dan rencana kenaikan produksi minyak oleh produsen minyak utama di luar OPEC seperti Rusia dan Norwegia. Sementara dari sisi permintaan, faktor utama yang mempengaruhi harga minyak mengalami volatilitas yang tinggi adalah perkembangan persediaan minyak di AS mengingat posisi negara tersebut sebagai konsumen energi ter- Grafik Harga Spot Minyak Mentah Brent (US$/barrel) Agustus 2001 - Juni 2002 besar di dunia. Selama triwulan II 2002, 30 rata-rata harga minyak varian brend mencapai USD25,12 per 25 barrel, dan mencapai USD25,44 per barrel. Pada periode tersebut, 20 level harga tertinggi dicapai pada level USD27, 26 per barrel pada 25/06/2002 13/06/2002 31/05/2002 21/05/2002 17/04/2002 09/05/2002 29/04/2002 05/04/2002 25/03/2002 13/03/2002 01/03/2002 19/02/2002 07/02/2002 28/01/2002 16/01/2002 04/01/2002 20/12/2001 10/12/2001 28/11/2001 16/11/2001 06/11/2001 25/10/2001 15/10/2001 03/10/2001 21/09/2001 11/09/2001 30/08/2001 katnya konflik Palestina dan Is- 20/08/2001 15 awal triwulan II menyusul mening- rael. Sementara level harga Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 85 terendah dicapai pada posisi Grafik Harga Spot Emas (US$/T oz) Agustus 2001 - Juni 2002 USD 22,61 per barrel pada tanggal 11 Juni 2002 menyusul 330 laporan membaiknya per- 320 sediaan minyak AS serta 28/06/2002 18/06/2002 06/06/2002 27/05/2002 15/05/2002 03/05/2002 23/04/2002 11/04/2002 01/04/2002 20/03/2002 08/03/2002 26/02/2002 14/02/2002 04/02/2002 23/01/2002 11/01/2002 01/01/2002 20/12/2001 10/12/2001 28/11/2001 dan Norwegia akan mulai 16/11/2001 270 06/11/2001 pengurangan produksi. Rusia 25/10/2001 280 15/10/2001 dengan OPEC dalam rangka 03/10/2001 290 21/09/2001 untuk mengakhiri kesepakatan 11/09/2001 300 30/08/2001 rencana Rusia dan Norwegia 20/08/2001 310 meningkatkan produksi minyak mereka mulai semester II 2002. Seperti diketahui, dalam upaya meningkatkan harga minyak dunia, negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC, maupun non-OPEC pada awal tahun ini telah sepakat untuk mengurangi produksi minyak mereka. Berbeda dengan komoditas minyak yang mengalami volatilitas yang tinggi, harga komoditas utama lainnya yaitu emas selama triwulan II menunjukkan perkembangan yang cenderung meningkat mengikuti perkembangan yang sama pada triwulan sebelumnya. Di bursa London, harga komoditas emas yang pada awal triwulan II mencapai posisi USD303 per ounce, dan mencapai USD 326,55 per ounce pada akhir triwulan II, atau rata-rata mencapai USD 312,96 per ounce selama periode tersebut. Harga emas yang cenderung meningkat tersebut terutama didorong oleh meningkatnya permintaan emas di kalangan investor internasional menyusul terjadinya gejolak di pasar saham. Jatuhnya saham-saham di dunia pada triwulan II, dan kecenderungan kenaikan harga emas internasional sejak awal tahun telah menjadikan emas sebagai alternatif investasi yang menarik di luar investasi di pasar uang. Kondisi ini telah mendorong para investor mengalihkan sebagian portfolio investasi mereka dari pasar uang ke pasar komoditas terutama komoditas emas. Diluar komoditas utama minyak dan emas, perkembangan pasar komoditaa pada triwulan II ditandai pula oleh kecenderungan kenaikan harga tembaga, nikel, dan platinum. Komoditas tembaga yang cenderung meningkat pada triwulan II terutama didorong oleh menurunnya persediaan tembaga dunia ditengah kemungkinan meningkatnya permintaan 86 Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas tembaga untuk kebutuhan industri terutama industri manufaktur. Menurut London Exchange, persedian tembaga dunia telah menurun sekitar 4200 ton, dan mencapai 894.175 metric ton pada akhir bulan Juni 2002, posisi terendah sejak bulan Februari 2002. Pada akhir triwulan II 2002, tembaga diperdagangkan pada posisi USD1652,0, meningkat dari USD1687,0 per metric ton pada awal triwulan tersebut. Perkembangan komoditas pertanian seperti kopi selama triwulan II menunjukkan kecenderungan menurun. Hal tersebut terutama didorong oleh kehawatiran meningkatnya supply kopi dunia setelah Brazil, produsen kopi terbesar di dunia, memperkirakan kenaikan hasil panen kopi sebesar 13% mulai bulan Juni tahun ini. Meskipun Brazil mengatakan akan menyimpan seperlima dari produk kopinya sampai dengan akhir bulan Juni 2003, namun kekhawatiran Brazil akan membanjiri pasar tetap untuk mendapatkan devisa tetap menguat, mengingat terbatasnya kondisi anggaran pemerintah Brazil maupun ketidakstabilan mata uangnya. Sementara komoditas jagung dan gandum dalam periode yang sama cenderung meningkat hingga mencapai posisi tertinggi dalam empat tahun terakhir menyusul kehawatiran turunnya produksi akibat kondisi cuaca yang sangat panas di daerah penghasil komoditas tersebut di AS. AS selama ini merupakan produsen jagung terbesar dan merupakan eksportir gandum terbesar di dunia. Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas 87 PERKEMBANGAN KERJA SAMA INTERNASIONAL PENDAHULUAN Pada triwulan II 2002, indonesia telah berpartisipasi dalam berbagai forum internasional mengenai kerjasama ekonomi, moneter dan keuangan regional/internasional. Kerja sama ekonomi, moneter dan keuangan regional/internasional dalam periode laporan telah dibahas dalam forum ASEAN Finance, IMF dan SEACEN. Sementara kerja sama pembangunan ekonomi regional/internasional telah dibahas dalam forum ADB dan Bank dunia. Selama triwulan laporan, ASEAN Finance telah menyelenggarakan dua pertemuan yaitu ASEAN Finance Minister Meeting (AFMM) ke-6 dan ASEAN +3 Finance and central Bank Deputies Meeting (AFDM+3). AFMM membahas beberapa materi sidang antara lain (i) tindak lanjut hasil ASEAN Summit ke-8, (ii) kemajuan kerja sama ASEAN di bidang keuangan, (iii) ASEAN Surveillance Process, (iv) Chiang Mai Initiative (v) Early Warning System (EWS) (vi) Enhancing the effectiveness of ASEAN+3 Economic Reviews and policy Dialogues. Forum ASEAN +3 Finance and Central Bank Deputies Meeting membahas antara lain mengenai (i) Bilateral Swap Arrangement (BSA), (ii) East Asian Economic Outlook, (iii) ASEAN +3 Economic Reviews and Policy Dialogues, (iv) monitoring Capital Flows. Sementara itu, APEC Finance and Central Bank Deputies Meeting Membahas beberapa agenda, antara lain (i) Perkembangan ekonomi dunia, (ii) combating the financing terrorism and money laundering; improving the allocation of domestic savings for economic development; dan advancing pending fiscal and financial reforms, (iii) perkembangan program kerja sama dilingkungan APEC. Dalam forum IMFC dibahas beberapa masalah antara lain (i) ekonomi global, (ii) upaya memperkuat pencegahan dan penanganan krisis, (iii) peran IMF dinegara berpendapatan rendah, (iv) streamlining conditionality and enhancing ownership, dan (v) combating money laundering and the financing of terrorism. Sementara dalam Development Committe di bahas empat masalah pokok yaitu (i) upaya mendorong pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan, (ii) upaya meningkatkan pendidikan, (iii) kemajuan yang dicatat dalam inisiatif penyelesaian utang negara miskin melalui skim HIPC, dan (iv) upaya memerangi money laundering dan pembiayaan terorisme. Forum lainnya, 88 Perkembangan Kerja Sama Internasional SEACEN Governor’s Conference ke 37 mengambil tema pokok “Strengthening financial and economic Resillience in an environtment of Globalisation, yang diantaranya membahas tentang (i) economic outlook negara anggota SEACEN, (ii) IMF Surveillance, (iii) tantangan memperkuat economic and financial resillience dalam era globalisasi. Selanjutnya sidang tahunan ADB ke 35 mengambil tema ‘mengurangi kemiskinan melaui program pro-poor, pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, pengembangan sosial dan good governance”. Para Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan anggota ADB mendiskusikan beberapa hal antara lain (i) outlook perekonomian dan implikasinya bagi negara berkembang, (ii) program pengentasan kemiskinan, (iii) long-term strategig framework (LTSF), medium term strategy, dan new strategy untuk operasional wilayah pasifik, (iv) masaalah pelestarian lingkungan, (v) kerjasama antara negara yang berbatasan, dan (vi) pemantauan dampak dari efektivitas kegiatan ADB. KERJA SAMA EKONOMI, MONETER, DAN KEUANGAN REGIONAL/INTERNASIONAL Sidang ASEAN Finance Ministers Meeting ke-6 Pada tanggal 1-6 April 2002 telah diselenggarakan serangkaian Sidang ASEAN, yaitu ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM) Working Group, AFDM dan ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM) di Yangon, Myanmar. Mengingat bahwa Sidang AFDM Working Group dan AFDM merupakan forum untuk penyiapan materi bagi sidang AFMM, maka materi sidang pada dasarnya sama. Oleh karena laporan disajikan per topik bahasan dalam ketiga pertemuan tersebut. Pada dasarnya materi yang dibahas dalam Sidang dapat dikelompokkan dalam beberapa bidang yang meliputi: (i) Tindak lanjut hasil ASEAN Summit, (ii) Kemajuan kerja sama ASEAN di bidang keuangan, (iii) ASEAN Surveillance Process, (iv) Kerja sama ASEAN+3 di bidang keuangan, dan (v) lain-lain. Hasil Sidang secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : I. Tindak lanjut hasil ASEAN Summit ke-8 a. Hanoi Plan of Action, tindak lanjut yang perlu dilaksanakan adalah merevisi ASEAN Finance Work Program sesuai dengan rekomendasi mid-term review. b. Roadmap for Integration ASEAN (RIA), tindak lanjut yang perlu dilaksanakan adalah meningkatkan liberalisasi sektor jasa keuangan dalam bentuk negosiasi putaran Perkembangan Kerja Sama Internasional 89 ketiga untuk periode 2002-2004 atas dasar konsep paper yang telah disiapkan Sekretariat ASEAN. c. Regional Surveillance, tindak lanjut yang perlu dilaksanakan adalah melakukan revisi atas ASEAN Surveillance Process (ASP). Dalam hal ASEAN+3, upaya peningkatan surveillance dilaksanakan oleh ASEAN+3 Study Group. II. Kemajuan kerja sama ASEAN di bidang keuangan Sidang mencatat laporan yang disampaikan oleh ketua masing-masing Working Group yang meliputi bidang: a. Mekanisme perdagangan bilateral tanpa menggunakan mata uang asing (Bilateral Payment Arrangement/BPA). Dalam hal ini Malaysia sebagai pemrakasa melaporkan bahwa jumlah negara peserta bertambah tetapi tidak pernah menyebutkan jumlah perdagangan dengan menggunakan skema tersebut. b. Monitoring Hedge Fund Activities dilaporkan oleh Malaysia. Selanjutnya disepakati agar Malaysia melakukan penelitian lebih lanjut dan menjajagi kemungkinan bagi negara-negara ASEAN untuk mengambil posisi yang sama pada berbagai forum internasional. Singapore dalam hal ini sangat menentang ide ini yang kemungkinan disebabkan hedge fund banyak berkedudukan di negara tersebut. c. Protocol untuk pelaksanaan paket kedua mengenai komitmen di bidang perdagangan jasa dalam rangka AFAS telah siap ditandatangani para Menteri. Dalan Sidang AFMM, para Menteri telah menandatangani Protocol mengenai komitmen liberalisasi sektor jasa keuangan dan menugaskan Working Committee untuk pelaksanaannya. Disamping itu, para Menteri juga menyambut baik pemikiran untuk menyiapkan posisi bersama ASEAN dalam menghadapi negosiasi sektor jasa-jasa dalam rangka GATS. d. Indonesia melaporkan hasil sidang di berbagai forum keuangan internasional, antara lain: APEC, ASEM, IMF dan G-20, sementara Philipina melaporkan keberhasilan sidang Summit di Monterey, Meksiko, mengenai Financing for Development. e. Development of ASEAN Bond Market, dilaporkan kemajuannya oleh Singapore dan akan dilanjutkan dengan workshop dengan tema “Development of Bond Market in Asia” yang akan diselenggarakan pada paruh kedua tahun 2002 bekerjasama dengan Jepang. 90 Perkembangan Kerja Sama Internasional III. ASEAN Surveillance Process Pada Sidang AFDM, Sekretariat ASEAN mempresentasikan Sixth ASEAN Surveillance Report yang meliputi pertumbuhan ekonomi global dan regional, perkembangan moneter, fiskal, sektor riil serta reformasi struktural dan kebijakan yang ditempuh negara-negara ASEAN sebagai bagian dari peer review. Pada Sidang AFMM, dalam rangka ASEAN Surveillance Peer Review, ADB mempresentasikan laporan “Asia Economic Monitor”. Dalam laporan diuraikan bahwa negara Asia Timur sedang mengalami pemulihan dari pertumbuhan ekonomi yang melambat tahun 2001 menjadi 5,2% tahun 2002 dan diharapkan akan lebih baik lagi menjadi 6% tahun 2003. Namun Sidang juga menyatakan kekhawatirannya mengenai depresiasi yen yang berpotensi dapat mengganggu stablitas di kawasan Asia. Sebagai informasi, Indonesia melaporkan bahwa perkembangan ekonomi pada triwulan I tahun 2002 menggembirakan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan ASEAN Surveillance Process, ADB mengemukakan bahwa akan diselenggarkan dua angkatan program pelatihan singkat bagi pejabat departemen keuangan dan bank sentral, masing-masing untuk 15 peserta pada bulan Juni dan November 2002. Mengenai keberadaan ASEAN Surveillance Coordianting Unti (ASCU), para Menteri menyetujui usulan untuk mempertahankan eksistensi ASCU sebagai unit di bawah Bureau of Finance and Surveillance di Sekretariat ASEAN. Tugas unit tersebut adalah memberi dukungan teknis bagi ASEAN Finance Ministers Process dalam memprakasai dan mengkoordinasikan kerja sama ASEAN dan ASEAN+3 di bidang keuangan. Dalam Sidang AFMM, untuk mendukung pemulihan ekonomi di negara-negara ASEAN, para Menteri menyatakan akan menerapkan kebijakan moneter dan fiskal yang mendukung pertumbuhan, memperkuat sektor keuangan termasuk pengembangan pasar obligasi dan memprioritaskan pengembangan usaha kecil dan menengah termasuk penyediaan pendanaannya. Dalam tahun 2002, pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakaan mencapai 3,5-4%. Disamping Sidang-sidang sebagaimana tersebut di atas, juga diselenggarakan sidangsidang lainnya yang terkait dengan sidang-sidang dimaksud, yaitu AFMM+3 dan AFMM-ADB. Hasil dari sidang-sidang tersebut secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : Perkembangan Kerja Sama Internasional 91 I. Chiang Mai Initiative (CMI) Masing-masing negara melaporkan kemajuan kerja sama yang dicapai dalam rangka Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan “+3 countries” (Jepang, China, Korea). Sampai saat ini telah ditandatangani enam perjanjian BSA, yaitu antara Jepang-Malaysia, JepangThailand, Jepang-Philipina, China-Thailand, Jepang-China, dan Jepang-Korea, dengan nilai keseluruhan berjumlah $14 miliar. Dalam hal ini Indonesia belum menandatangani perjanjian karena terdapat ganjalan adanya persyaratan penjaminan Pemerintah. Dalam waktu dekat diharapkan tim Jepang akan datang ke Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini. Monitoring of Capital Flows - Bilateral exchange of capital flows data. Masing-masing negara melaporkan kemajuan dalam tukar menukar data mengenai capital flows termasuk Indonesia juga telah melakukan pertukaran data dengan beberapa negara. Dalam hal ini, data yang diberikan Bank Indonesia adalah secara netto. - Japan-ASEAN Finance Technical Assistance Fund. Pada Sidang AFDM+3, Sekretariat ASEAN melaporkan pembentukan dana pada tanggal 7 September 2001 untuk meningkatkan stabilitas finansial kawasan melalui peningkatan monitoring capital flows dan melakukan riset berasal dari sumbangan Jepang sebesar 88 juta yen untuk periode September 2001 – Maret 2002. Untuk periode selanjutnya (April 2002 – Maret 2003) Jepang telah menyediakan 151 juta yen yang akan digunakan untuk negara peserta program monitoring short-term capital flows (termasuk Indonesia); pengembangan Early Warning Sytem (EWS); dan studi pengembangan mekanisme bantuan keuangan. Sebagian dari dana tersebut (sekitar $40,000) diusulkan Jepang untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan sidang ASEAN+3. II. Early Warning System (EWS) ADB melaporkan progres yang telah dicapai dalam pengembangan model EWS untuk digunakan dalam surveillance. Selain itu, ADB juga membantu negara-negara ASEAN+3 untuk mengembangkan prototype EWS antara lain dengan menyelenggarakan Workshop di Bangkok tanggal 13-14 Desember 2001. EWS yang dibuat ADB pada dasarnya meru- 92 Perkembangan Kerja Sama Internasional pakan pengembangan atas model EWS yang dibuat oleh Reinhart dan Kaminsky (IMF). Pada Sidang AFDM+3, ADB mempresentasikan paper berjudul “An Assessment of Economic and Financial Vulnerability in East Asia”. Dalam paper tersebut kerentanan (vulnerability) diukur dari tiga indikator, yaitu: (i) macroprudential indicators (melibatkan 12 negara), (ii) EWS model (melibatkan 5 negara terkena krisis, yaitu Indonesia, Korea, Malaysia, Philipina dan Thailand), dan (iii) leading economic indicators (baru melibatkan data Malaysia dan Philipina). Berdasarkan macroprudential indicators, secara ringkas dapat dilaporkan bahwa selama tahun 2001 posisi transaksi berjalan memburuk (terutama pada negara-negara yang perekonomiannya lebih terbuka); nilai tukar sebagian besar negara cenderung mengalami apreasiasi, posisi neraca modal memburuk, kerentanan neraca modal membaik (karena utang jangka pendek berkurang); ekspansi kredit meningkat (terutama di Korea perlu diwaspadai); Non-performing Loan (NPL) terus menurun namun sebagian karena adanya pengalihan NPL ke lembaga restrukturisasi bank/kredit; posisi fiskal tidak mengkhawatirkan di sebagian besar negara (kecuali Indonesia dan Philipina); pinjaman yang diberikan bank sentral meningkat di beberapa negara; pertumbuhan ekonomi merosot. Secara keseluruhan, kinerja perekonomian ASEAN+3 relatif cukup baik ditengah perkembangan perekonomian dunia yang tidak menguntungkan. Berdasarkan model EWS ADB, selama periode observasi, composite leading index di lima negara terkena krisis tidak mengeluarkan warning signal yang berarti bahwa kecil kemungkinan akan terjadinya tekanan nilai tukar yang mengarah ke krisis dalam beberapa bulan mendatang. Berdasarkan leading economic indicators, baik di Malaysia maupun di Philipina produksi sektor industri dan manufaktur menunjukkan bahwa titik terendah telah terlewati, yang berarti bahwa pemulihan ekonomi terjadi sejak awal tahun 2002. III. Enhancing the Effectivenessof ASEAN+3 Economic Reviews and Policy Dialogues Merupakan lanjutan dari upaya peningkatan Policy Dialogue untuk menghindari “moral hazard” dalam pemanfaatan BSA dengan “+3 countries” dan memelihara stabilitas kawasan yang dilaksanakan melalui dua fase. Untuk itu, telah dibentuk Studi Group yang dipimpin bersama oleh Jepang dan Malaysia. Pada fase pertama, policy dialogue dilaksanakan Perkembangan Kerja Sama Internasional 93 secara informal (karena bersifat voluntary). Sebagai uji coba, pada Sidang AFDM telah dilaksanakan informal policy dialogue dengan menggunakan template yang telah disepakati. Hasil uji coba pelaksanaan informal policy dialogue ini sementara dinilai cukup positif. Pada fase dua, sesuai dengan usulan Malaysia, dibentuk Group of Eminent Persons (GEP). Tugas GEP membuat analisis perekonomian suatu negara secara independen sehingga diharapkan akan diperoleh hasil analisis yang obyektif. Di satu pihak Malaysia sangat berkeinginan agar fase kedua ini dapat segera terlaksana dengan dukungan terutama dari Thailand dan Kamboja. Di pihak lain, banyak negara yang kurang sependapat dengan adanya GEP ini (termasuk Indonesia dan Singapore). Indonesia kurang mendukung karena: (i) manfaat kurang jelas, (ii) ada biaya bagi penunjukan GEP, dan (iii) berbagai modalitas dari penggunaan GEP belum disinggung dalam proposal Malaysia. Sidang AFMM akhirnya memutuskan bahwa policy dialogue dilaksanakan dalam setting “informal retreat”. Sidang ASEAN+3 Finance and Central Bank Deputies Meeting (AFDM+3) dan AFMM+3 Pada tanggal 9 Mei 2002 telah diselenggarakan Sidang ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting+3 (AFDM+3), back-to-back dengan Sidang ADB ke-35, di Suzhou, China. Sidang AFDM+3 tersebut dilanjutkan dengan Sidang ASEAN Finance Ministers Meeting+3 pada tanggal 10 Mei 2002 di tempat yang sama. Dalam Sidang AFDM+3 pada pembahasan finalisasi Joint Press Statement, pembahasan terpusat pada materi perkembangan Bilateral Swap Arrangement (BSA) dan keterkaitan antara BSA dengan pertukaran data short-term capital flows. Menanggapi usulan Jepang untuk mengaitkan pertukaran data dengan BSA, Indonesia mengemukakan bahwa sesuai dengan kesepakatan sebelumnya pertukaran data tersebut hendaknya tetap dilakukan secara sukarela dan tidak dikaitkan dengan perjanjian BSA. Sidang ditutup dengan kesepakatan bahwa pertukaran data short-term capital flows tersebut tetap dilakukan secara sukarela dan tidak dikaitkan dengan perjanjian BSA. Dalam Sidang AFMM+3 dilakukan pertukaran pandangan mengenai perkembangan perekonomian dan keuangan internasional, yang didahului dengan presentasi oleh The Regional Economic Monitoring Unit ADB mengenai “East Asian Economic Outlook Report”. Selanjutnya dalam kerangka memperkuat kerja sama keuangan dan moneter di Asia Timur, dikemukakan progress implementasi Chiang Mai Initiative, enchancing the effectiveness of 94 Perkembangan Kerja Sama Internasional ASEAN +3 Economic Reviews and Policy Dialogues, Monitoring of Capital Flows, dan Early Warning System. Sidang AFMM+3 ditutup dengan kesepakatan untuk menyetujui Joint Press Statement yang telah dipersiapkan pada Sidang AFDM+3. APEC Finance and Central Bank Deputies Meeting Pada tanggal 22 April 2002 telah diselenggarakan Sidang APEC Tingkat Deputi di Washington, D.C., Amerika Serikat. Sidang tersebut back-to-back dengan Pertemuan Interim IMFC dan Development Committee. Sidang APEC Tingkat Deputi yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Meksiko, Dr. Agustin Cartens membahas tiga agenda pokok, yaitu: (i) Perkembangan ekonomi dunia khususnya yang mempengaruhi negara-negara APEC, (ii) Persiapan Pertemuan APEC Tingkat Menteri, dan (iii) Laporan perkembangan kemajuan kelompok-kelompok kerja di lingkungan APEC. Perkembangan Perekonomian Dunia Pertemuan Tingkat Deputi APEC bulan April 2002 membahas situasi terakhir perkembangan ekonomi dunia, khususnya negara-negara APEC. Dalam pertemuan ini selain tiap negara menyampaikan laporan, wakil dari IMF juga menyampaikan pandangannya mengenai perekonomian global yang dilanjutkan juga dengan pandanaan dari sisi regional oleh ADB dan IDB. Secara umum, pandangan yang disampaikan tidak berbeda dengan pandangan mengenai perekonomian dunia yang disampaikan di Sidang Interim IMF yaitu terdapat indikasi mulai pulihnya perekonomian dunia. Secara khusus, pertemuan membahas mengenai prospek pulihnya perekonomian Jepang yang walaupun diperkirakan membaik namun masih menghadapi beberapa resiko khususnya yang berasal dari restrukturisasi perbankan. Walaupun demikian, dilihat dari kepentingan negara-negara APEC, terdapat beberapa isu yang menjadi pokok bahasan bersama. Isu pertama adalah pentingnya keseimbangan fiskal dalam memelihara momentum perekonomian yang stabil. Keseimbangan fiskal menjadi penting untuk menjaga stabilnya momentum perekonomian di Amerika Serikat serta upaya mendorong pemulihan perekonomian Jepang. Di negara-negara sedang berkembang disoroti masalah keseimbangan fiskal di negara-negara Asia yang baru mengalami krisis. Isu lain yang dibahas adalah dampak dari kenaikan harga minyak bumi sebagai dampak dari krisis Timur Tengah terhadap perekonomian negara-negara APEC. Pertemuan mencatat Perkembangan Kerja Sama Internasional 95 bahwa dampak dari kenaikan harga minyak bumi tersebut akan bervariasi. Dampak bagi Indonesia dan Meksiko yang merupakan eksportir akan berbeda dengan negara APEC lainnya yang merupakan importir. APEC Finance Ministers’ Process Pertemuan membahas persiapan yang dilakukan dalam rangka APEC Finance Ministers Meeting (AFMM) ke-9 tanggal 2 s.d. 6 September 2002 di Los Cabos, Meksiko. Dalam pertemuan ini telah dipresentasikan policy theme untuk AFMM yaitu combating the financing terrorism and money laundering; improving the allocation of domestic savings for economic development; dan advancing pending fiscal and financial reforms. Selanjutnya pertemuan juga membahas inisiatif dari Amerika Serikat untuk meningkatkan interaksi antara Senior Officials Meeting (SOM) dengan APEC Finance Ministers’ Process. Inisiatif ini dirasakan penting guna meningkatkan efektivitas keterkaitan antara dua forum. Interaksi tersebut telah semakin diperkuat sejak Finance Ministers’ Process (FMP) terakhir di China dimana Ketua SOM ikut hadir dalam pertemuan FMP yang kemudian dilanjutkan pada pertemuan Technical Working Group ke-13 di Puerto Vallarta, Jalisco, Desember 2001. Perkembangan Kerja Sama di Lingkungan APEC a. Voluntary Action Plan for Supporting Freer and More Stable Capital Flows (VAP) Dalam APEC Finance Ministers Meeting (AFMM) yang ketujuh di Brunei Darussalam, telah disepakati laporan VAP mengenai liberalisasi transaksi modal dan upaya memperkuat pasar keuangan yang dilakukan melalui policy dialogue. Kedepannya telah disepakati tahap dua dari policy dialogue dalam rangka VAP yang direncanakan dapat terwujud dalam tahun ini. b. Bank Failure Management Sebagai kelanjutan dari arahan Pemimpin APEC dalam tahun 1999, kerja sama mengenai Bank Failure Management telah diluncurkan yang dipimpin bersama oleh Meksiko, Selandia Baru dan Korea. Upaya ini telah pula didukung di tingkat Menteri melalui policy dialogue yang diadakan di Acapulco, Meksiko bulan Juni 2001. Selanjutnya inisiatif ini akan menerbitkan publikasi mengenai pelajaran-pelajaran yang dapat ditarik dari sisi kebijakan 96 Perkembangan Kerja Sama Internasional dalam permasalahan ini. Publikasi ini juga akan diluncurkan melalui media internet sebagai sarana rujukan dalam rangka penyebarluasan pengetahuan teknis dan asistensi yang dapat digunakan negara-negara anggota untuk mengurangi kelemahan yang muncul di sektor perbankan. c. Financial Regulators Training Initiative Financial Regulators Training Initiative diluncurkan dalam bulan Mei 1998 yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas pelatihan dari pengatur kebijakan sektor keuangan di lingkungan APEC. Inisiatif ini juga didukung oleh Bank Pembangunan Asia yang mendirikan sebuah sekretariat dalam bulan November 1999. Saat ini program pelatihan telah memasuki tahap kedua dan akan berakhir dalam bulan Oktober tahun 2002. d. Strengthening Corporate Governance in the APEC Region Dalam upaya mendorong kembalinya modal ke kawasan APEC, maka sebuah policy dialogue telah dilakukan dengan fokus peningkatan corporate governance di kawasan APEC. Policy Dialogue ini telah dilakukan di Singapura dengan dipimpin oleh Selandia Baru, Meksiko dan Singapura yang hasilnya telah dilaporkan dalam APEC Finance Ministers Meeting ke-8 dalam laporan yang berjudul “Strengthening Corporate Governance in the APEC Region – Key Themes from the APEC Corporate Governance Policy Dialogue”. Inisiatif ini akan dilanjutkan bersama oleh Meksiko, Australia, Korea dan Filipina dalam tahun 2002 dengan fokus pada corporate governance di sektor keuangan. e. Insolvency Law Dalam konteks corporate governance, serangkaian seminar dalam rangka hukum kepailitan (insolvency law) telah dilakukan di Sydney pada akhir November 1999, yang dilanjutkan di Bali dalam bulan Februari 2001. Pertemuan berikutnya akan diselenggarakan di Thailand. Inisiatif dalam rangka hukum kepailitan ini diarahkan kepada lima permasalahan, yaitu : (i) Pembentukan Sistem kepailitan yang efektif, (ii) Aturan main hakim, (iii) kemandirian hakim, (iv) pembentukan pengadilan khusus, dan (v) aturan main penyelesaian perkara di luar pengadilan. Inisiatif ini dipimpin bersama oleh Indonesia dan Thailand. f. APEC Privatisation Forum Dalam rangka forum privatisasi di lingkungan APEC, Sekretariat forum telah mempertimbangkan untuk meneruskan rangkaian forum tahunan yang telah dilaksanakan Perkembangan Kerja Sama Internasional 97 selama tiga tahun terakhir. Untuk tahun 2002, forum tahunan akan diarahkan kepada sponsor dari forum ini; memperkuat koordinasi dengan OECD termasuk mengadakan regional roundtable; serta permasalahan pemantauan paska-privatisasi. g. APEC Initiative on Fighting Financial Crimes Dipimpin Amerika Serikat dan Thailand, sebuah kelompok kerja telah dibentuk dalam rangka memerangi kejahatan di sektor keuangan. Kelompok kerja ini diarahkan kepada identifkasi permasalahan sehingga lembaga internasional dapat memberikan bantuan dan nasihat teknis yang dibutuhkan agar upaya yang dilaksanakan sesuai dengan standar internasional. h. Electronic Financial Transaction Systems Kelompok kerja Electronic Financial Transaction Systems dipimpin bersama oleh Jepang, Hong Kong dan China telah tiga kali mengadakan pertemuan termasuk konsultasi dengan sektor swasta. Disamping itu, kelompok kerja ini telah pula melakukan dua kali survei, masing-masing ke sektor pemerintah dan swasta, guna memperoleh gambaran terakhir mengenai e-finance di kawasan APEC. Atas dasar itu, kelompok kerja ini tidak mengeluarkan semacam rekomendasi mengenai standard ataupun best practice, mengingat keragaman dan duplikasi sistem yang ada di negara-negara APEC. Walaupun demikian kelompok kerja ini akan menyampaikan laporan berisi pedoman dan studi kasus pengembangan e-finance untuk dilaporkan dalam AFMM tahun ini. i. APEC Finance and Development Program Dalam APEC Finance Ministers Meeting di Suzhou, China bulan September tahun 2001, telah disepakati kerja sama di negara-negara APEC dalam rangka mengembangkan capacity building negara-negara APEC dalam masalah-masalah yang menyangkut pembangunan dan sektor keuangan. Tema yang menjadi pedoman pokok APEC Finance and Development Program (AFDP) adalah “Improving Financial Intermediation for Economic Growth, Development and Stability”. Tiga bidang yang menjadi prioritas AFDP adalah (i) pengembangan pasar modal, (ii) pembiayaan usaha kecil dan menengah, dan (iii) pengembangan sektor keuangan dan ekonomi yang terkait dengan lalu lintas modal. Ketiga bidang tersebut akan diwujudkan melalui rangkaian lokakarya (workshop), forum tahunan dan proyek penelitian. Lokakarya mengenai pasar modal dan pembiayaan usaha kecil 98 Perkembangan Kerja Sama Internasional akan diselenggarakan masing-masing dalam bulan Juli dan Oktober tahun ini. Forum tahunan pertama akan diadakan di Beijing, China pada tanggal 26 Mei 2002, sementara penelitan mengenai lalu-lintas modal dimulai pertengahan tahun 2002 dan dilaporkan dalam bulan Februari 2004. SEACEN Governors’ Conference ke - 37 Pada tanggal 25-26 Juni 2002 telah diselenggarakan Konferensi South East Asian Central Banks (SEACEN) Tingkat Gubernur ke-37 di Ulaanbaatar, Mongolia. Sebanyak 15 negara anggota dan observer dari berbagai bank sentral serta otoritas moneter menghadiri pertemuan tersebut. Sidang dipimpin oleh Gubernur Mongolia, Mr. Ochirbat Chuluunbat. Tema dari pertemuan kali ini adalah “Strengthening Financial and Economic Resilience in an Environment of Globalisation”. Menteri Keuangan Mongolia (Mr. N. Enkhbayar) mengemukakan bahwa tema Konferensi kali ini sangat penting bagi ekonomi kecil. Menteri Keuangan Mongolia lebih lanjut menekankan perlunya memiliki sektor keuangan yang lebih kuat untuk dapat menjadikan perekonomian suatu negara tahan terhadap gangguan eksternal. Kendati disadari bahwa Mongolia mengalami banyak kemajuan, namun masih terdapat hal-hal yang harus diselesaikan dalam rangka meningkatkan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan rumah tangga dan mengurangi kemiskinan. Menteri Keuangan Mongolia mengemukakan beberapa perubahan dalam Undangundang Perbankan Mongolia dalam rangka meningaktkan kerangka hukum untuk pinjaman perbanakan dan untuk memfasilitasi debt repayment. Dalam welcome address-nya, Gubernur Bank Sentral Mongolia, Mr. O. Chuluunbat, menyatakan ucapan terima kasih karena penyelenggaraan Koferensi SEACEN ke-37 diadakan di Mongolia yang bertepatan dengan mulai pulihnya kepercayaan di sektor perbankan Mongolia. Lebih lanjut dikemukakan ucapan terimakasih kepada SEACEN yang telah memberikan kesempatan kepada para staff negara anggota SEACEN untuk menikmati pelatihan dalam isu kebanksentralan yang diberikan oleh SEACEN. Dalam kesempatan tersebut, Managing Director Monetary Authority of Singapore (MAS), Mr. Koh Yong Guan, mengamati bahwa economic outlook negara anggota SEACEN telah mengalami perbaikan. Negara anggota SEACEN telah menjadi lebih bertahan (resilience) sejak krisis keuangan di Asia beberapa waktu lalu. Hal ini ditunjukkan dengan dampak positif dari Perkembangan Kerja Sama Internasional 99 globalisasi, namun menekankan bahwa negara harus terus menerus memperkuat daya tahan ekonomi dan keuangannya (economic and financial resilience). Lebih lanjut dikemukakan bahwa SEACEN Centre telah memainkan peran penting dalam kerja sama diantara negara anggota SEACEN, dan SEACEN Centre harus terus mengkoordinir berbagai pelatihan dengan inisiatif regional lainnya. Sementara itu, Executive Director IMF (Mr. Mike Callaghan) mengemukakan inisiatif IMF untuk membantu negara-negara mempersiapkan krisis keuangan dengan lebih baik lagi. Mr. Callaghan mencatat bahwa IMF Surveillance saat ini mencakup berbagai area seperti external vulnerability assessments, financial sector vulnerabilities, dan structural policies, sebagai tambahan dari fokus awal yaitu isu moneter, fiskal dan nilai tukar. Mr. Callaghan juga mencatat bahwa kendati fokus upaya untuk memperkuat manajemen krisis keuangan telah dipusatkan pada usulan untuk membentuk kerangka hukum dalam rangka membantu negara-negara mengatasi masalah unstaihable sovereign debt, namun pencegahan dan manajemen krisis keuangan lebih tergantung pada kepemimpinan nasional, politiical will dan community concensus matters of intererst to the Group, serta economic outlook negara tersebut di kawasan dan negara utama. Dalam Konferensi ini juga dibahas oleh para Gubernur mengenai bagaimana negara merespon terhadap tantangan memperkuat economic and financial resilience dalam era globalisasi. Para Gubernur juga membahas mengenai berbagai isu seperti perlunya mengurangi kerentanan terhadap gangguan ekonomi domestik, mempertahankan tingkat cadangan devisa, mencapai stabilitas ekonomi jangka panjang, dan meminimumkan resiko sistemik keuangan. Para Gubernur juga membahas ketidakpastian akan economic outlook dari negara-negara industri serta implikasinya bagi negara anggota SACEN. Dalam Koferensi tersebut juga dibahas mengenai perubahan haluan penanaman modal asing ke Asia Utara. KERJA SAMA PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL/INTERNASIONAL Sidang IMF-Bank Dunia Pada tanggal 20-21 April 2002 telah diselenggarakan Sidang IMF-Bank Dunia musim Spring (Sping Meeting) di Washington, D.C., Amerika Serikat. Sidang dibagi menjadi dua, yaitu International Monetary and Financial Committee (IMFC) dan Development Committee (DC). Hasil kedua Sidang dimaksud secara ringkas diuraikan sebagai berikut: 100 Perkembangan Kerja Sama Internasional International Monetary and Financial Committee (IMFC) Pertemuan IMFC, yang dilangsungkan pada 20 April 2002 di Washington, D.C., telah membahas berbagai isu yang meliputi: (i) perekonomian global, (ii) upaya memperkuat upaya untuk mencegah dan mengatasi krisis, (iii) peranan IMF di negara-negara berpenghasilan rendah, streamlining conditionality and enhancing ownership, serta combating ML and Financing of Terrorism. The Global Economy Komite mencatat perkembangan ekonomi dunia yang semakin membaik, namun mencatat adanya ketidakpastian berkaitan dengan masalah keamanan di berbagai kawasan di dunia. Dalam upaya memperkuat dan menjaga kelangsungan pemulihan ekonomi dunia, negara-negara maju bertanggung jawab melalui kebijakan moneter yang diarahkan untuk mendorong pertumbuhan, serta dengan menjaga tingkat inflasi. Kebijakan tersebut disertai pula dengan upaya memperkuat reformasi ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan dan fleksibilitas ekonomi, memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi dan berkelanjutan, serta mendukung pengurangan secara bertahap atas ketidakseimbangan yang persisten dalam perekonomian global. Komite menyambut baik kebijakan dari komitmen internasional dalam konferensi PBB di Monterrey, dalam rangka meningkatkan standar hidup dan mengurangi kemiskinan melalui kebijakan yang kuat serta peningkatan dan efektifitas bantuan yang ada. Sementara dalam rangka pemulihan ekonomi dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara luas di negara berkembang, komite menekankan pentingnya perdagangan yang lebih terbuka dan mendesak untuk menentang tekanan terhadap proteksionisme serta melanjutkan upaya mengurangi hambatan dalam perdagangan. Strengthening Crisis Prevention and Resolution Kegiatan surveillance tetap menjadi hal utama dalam rangka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan yang kuat, serta membantu upaya mencegah krisis. Komite meminta Fund untuk meningkatkan kualitas atas saran kebijakan kepada negara anggota, dan meminta anggota untuk menerapkan saran tersebut. Komite mencatat bahwa surveillance seharusnya mencakup penilaian kembali atas kebijakan dan kondisi ekonomi secara Perkembangan Kerja Sama Internasional 101 tepat waktu dan efektif. Komite mendorong Fund untuk menekankan pada cakupan inisiatif saat ini, yang didesain untuk meningkatkan efektifitas surveilance serta upaya pencegahan krisis. Upaya ini memasukkan pula Financial Sector Assesment (FSAP) dan kebijakan transparansi termasuk upaya mendorong publikasi Article IV dan laporan-laporan Fund lainnya. Upaya lebih lanjut pada standard and codes adalah krusial untuk memperkuat relevasi mereka dan kontribusi Fund surveillance, dan menjamin negara-negara untuk mempunyai akses yang cukup terhadap bantuan teknis. Komite menyetujui program kerja Fund untuk memperkuat keberadaan kerangka kerja Prague dalam rangka mengatasi krisis. Komite menyambut baik usulan untuk meningkatkan process restrukturisasi utang dan mendesak Fund untuk melanjutkan kajian atas aspek legal, kelembagaan, dan prosedural atas pendekatan yang ada saat ini. The Fund’s Role in Low-Income country Komite menerima the Monterrey Consensus, yang menegaskan kembali bahwa instuitusi dan kebijakan yang kuat, bersama-sama dengan dukungan internasional yang luas, adalah pilar kembar dalam upaya mengurangi kemiskinan. Komite menyambut baik hasil kajian atas Fund’s Poverty Reduction and Growth (PRGF) dan Poverty Reduction Strategy Paper (PRSP), mendesak Fund dan Bank Dunia untuk melanjutkan kerjasama mereka serta mengharapkan adanya kemajuan dalam upaya ini. Komite juga mendukung Fund untuk melanjutkan kesiapan dalam merespon secara fleksible dan proactive atas kebutuhan pembiayaan yang diperlukan oleh negara-negara berpenghasilan rendah, termasuk penambahan atas pembiayaan PRGF dimana penambahan tersebut diperlukan. Streamlining Conditionality and Enhancing Ownership Komite menyambut baik hasil kemajuan yang dicapai dalam upaya meningkatkan efektifitas Fund-supported program melalui conditionality yang lebih sederhana dan terfokus dan meningkatkan ownership atas reformasi ekonomi. Combating Money laundering and the Financial of Terrorism Komite menekankan bahwa upaya internasional melawan penyalahgunaan sistem keuangan internasional untuk pembiayaan kegiatan terorisme tetap menjadi prioritas utama. 102 Perkembangan Kerja Sama Internasional Komite mendesak negara-negara yang belum mengimplemtasikan UN instrument dalam rangka melawan pembiayan terorisme, pembekuan aset teroris dan membentuk financial intellegent unit serta pertukaran informasi, agar segera menerapkan instrumen tersebut. Komite menekankan bahwa keberhasilan upaya tersebut akan tergatung pada kewaspadaan dan aksi yang tepat pada level global. Development Committee Terdapat empat permasalahan pokok yang menjadi pembahasan dari Sidang Development Committee (DC). Permasalahan Pertama adalah upaya mendorong pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan dengan berlandaskan kepada Kesepakatan Konferensi Pertumbuhan di Moneterry Meksiko beberapa waktu lalu dan mengacu kepada sasaran yang diinginkan dalam Millenium Development Goals. Dalam hal ini Sidang telah membahas berbagai upaya tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu melalui peningkatan kemitraan/kolaborasi antara negara dengan lembaga terkait serta harmoniasi dari berbagai langkah guna mendorong efektivitas bantuan yang diberikan Bank Dunia beserta lembaga-lembaga yang dinaunginya. Perhatian khusus diberikan kepada upaya mendorong pertumbuhan di negara-negara yang berpenghasilan rendah serta peningkatan kemampuan negara-negara tersebut dalam memanfaatkan bantuan yang diberikan Bank Dunia melalui capacity building serta peningkatan corporate dan public governance. Dalam hal ini Sidang mendukung Monterry Agreement yang menyerukan adanya sinergi antara bantuan pembangunan yang diberikan dengan peningkatan akses negara tersebut dalam perdagangan dunia. Sidang mendorong Bank Dunia untuk meningkatkan bantuan kepada negara-negara miskin guna meningkatkan infrastruktur dalam memanfaatkan peluang dari perdagangan global. Permasalahan kedua adalah upaya meningkatkan pendidikan. Terkait dengan upaya memberantas kemiskinan, peningkatan pendidikan merupakan langkah yang sangat vital. Sidang menyetujui dan mendukung langkah kerja Bank Dunia dalam mencapai konsensus internasional untuk menciptakan sistem pendidikan dasar yang dapat dijangkau seluruh anakanak pada tahun 2015. Dalam hal ini Sidang mendorong Bank Dunia untuk juga meningkatkan kerja sama dengan lembaga-lembaga lain khususnya lembaga-lembaga multilateral PBB seperti UNESCO. Berbagai perkembangan yang ada akan dibahas lagi dalam pertemuan mendatang. Permasalahan ketiga yang menjadi pembahasan adalah kemajuan yang dicatat dalam Perkembangan Kerja Sama Internasional 103 inisiatif penyelesaian utang negara miskin melalui skim Heavily Indebted Poor Countries (HIPC). Permasalahan khusus yang dibahas adalah dalam menangani utang negara-negara miskin yang dianggap sudah tidak sustainable lagi. Dalam hal ini, Sidang berpandangan bahwa tambahan pembiayaan hanya dapat dilakukan secara kasus per kasus. Adanya pengkajian mengenai debt sustainability adalah sangat penting sebagai dasar penilaian negara maupun lembaga donor dalma memberikan pinjaman konsesional (concessional loans). Permasalahan keempat adalah upaya memerangi money laundering serta pembiayaan terorisme. Dalam hal ini Sidang sepakat untuk meningkatkan langkah kerja yang telah dilakukan selama ini serta meningkatkan kerja sama dengan IMF dalam penerapannya dengan tetap memperhatikan batas kewenangan dan mandat yang ada. Sidang juga mencatat perlunya bantuan untuk meningkatkan capacity building dari berbagai negara dalam upaya implementasi langkah kerja yang telah digariskan. Sidang Development Committee tahun ini secara khusus membahas permasalahan governance. Upaya meningkatkan governance semakin dirasakan mengingat tanpa adanya upaya ini, maka berbagai langkah bantuan dan kerja sama yang dilakukan lembaga internasional akan menjadi kurang efektif. Sebagai indikasi akan pentingnya masalah ini Bank Dunia dan Brookins Institute telah menyelenggarakan Konferensi bertema “Financial Sector Governance: The Roles of the Public and Private Sectors” di New York, 17-19 April 2002. Sidang Tahunan Asian Development Bank (ADB) ke-35 Pada tanggal 8-12 Mei 2002 telah diselenggarakan Sidang Tahunan ADB ke-35 backto-back dengan Sidang ASEAN Finance and Central Bank Deputies Meeting +3 (AFDM+3) di Shanghai, China. Seperti penyelenggaraan Sidang pada tahun-tahun sebelumnya, Sidang Tahunan ADB ke-35 tahun 2002 juga disertai penyelenggaraan country presentation dari beberapa negara dan beberapa seminar. Pada business session, para gubernur mendiskusikan outlook perekonomian dunia dan implikasinya bagi perkembangan negara-negara sedang berkembang. Selain itu juga dilakukan review terhadap operasional ADB, dimana para gubernur mengemukakan pendapat mereka terhadap strategi dasar pengembangan dan manajemen ADB. Adapun tema Sidang Tahunan ADB ke-35 adalah ‘mengurangi kemiskinan melalui program pro-poor, pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, pengembangan sosial dan good governance’. 104 Perkembangan Kerja Sama Internasional Para Gubernur ADB mencatat pertumbuhan ekonomi dunia berada pada tahap pemulihan setelah mengalami penurunan pada tahun 2001, demikian juga dengan perekonomian regional Asia-Pasifik. Bahkan beberapa anggota negara berkembang (DMCs) menunjukkan proses pemulihan eknomi yang lebih cepat dari perkiraan. Namun hal ini tidak berarti semua permasalahan perekonomian sudah terselesaikan. Beberapa hal yang harus dilakukan DMCs adalah mempercepat reformasi kebijakan ekonomi dan reformasi struktural, meningkatkan investasi sumber daya manusia termasuk pengembangan penguasaan IT, memberdayakan perempuan, dan mendorong upaya penciptaan good governance. Para Gubernur ADB mencatat bahwa ADB telah melaksanakan program pengentasan kemiskinan secara efektif, dan menekankan peran penting perdagangan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan serta mendorong peran sektor swasta lebih besar. Para Gubernur ADB mencatat perlunya Long-Term Strategic Framework (LTSF), Medium-Term Strategy, dan The New Strategy untuk operasional di wilayah Pasifik, melalui reorganisasi struktur bagian operasional ADB, kebijakan baru terhadap operasional sektor swasta, perlindungan sosial, air, dan teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, para Gubernur ADB mendukung peran lebih jauh ADB di Afghanistan, dan menekankan pentingnya menjaga kesinambungan pembangunan kawasan Asia tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan, mengingat dewasa ini kemiskinan dan kerusakan lingkungan meningkat cukup signifikan. Berkaitan dengan permasalahan lingkungan, para Gubernur ADB berharap ADB dapat berperan aktif pada World Summit on Sustainable Development yang akan diselenggarakan di Johannesburg. ADB mendukung pelaksanaan program-program kerja sama regional meliputi pengembangan the Greater Mekong sub-region dan Asia Tengah, serta meningkatkan dukungan terhadap pengembangan sub-regional lainnya, seperti BIMP-EAGA dan IMT-GT. Selain itu, ADB perlu bekerjasama lebih erat lagi dengan lembaga-lembaga kerja sama pembangunan baik bilateral maupun multilateral. Untuk itu telah dicapai Memorandum of Understanding antara ADB dengan World Bank, UNDP, WTO, ILO dan lembaga-lembaga lainnya. Para Gubernur ADB juga menekankan pentingnya pemantauan dampak dan efektivitas kegiatan ADB, dimana ADB perlu memperoleh kepastian bahwa manfaat program pengentasan kemiskinan benar-benar dirasakan oleh masyarakat miskin. Gubernur ADB juga menekankan pentingnya bantuan bagi DMCs untuk mengembangkan kemampuan mengevaluasi dan memonitor dampak program tersebut. Perkembangan Kerja Sama Internasional 105 ARTIKEL A. INTERVENSI VALAS BANK SENTRAL & EKPEKTASI PASAR1 Oleh : Ferry Syarifuddin2 Paper ini mengulas hubungan antara intervensi bank sentral di pasar valas dengan ekspektasi pasar dengan menggunakan metode dan hasil analisa yang relatif baru. Studi dilakukan dengan menggunakan data intervensi yang dilakukan oleh bank sentral G-10 diantaranya Fedres, Bank of Japan, dan Bundesbank dan ekspektasi pasar terhadap dollar/mark (untuk kurun waktu 1985-1996) dan dollar/yen (untuk kurun waktu 1991-1996). Pengaruh intervensi valas terhadap ekpestasi pasar dilihat melalui pendekatan distribusi proyeksi nilai tukar (probablility density function - PDF) pada suatu waktu tertentu. Selain itu untuk melihat pengaruh selain intervensi terhadap distribusi nilai tukar, studi mencoba memasukkan beberapa variabel ekonomi makro yang berpengaruh besar selama ini terhadap nilai tukar dengan menggunakan pendekatan model ekonometri. Penelitian dalam paper ini menggunakan 2 metode pendekatan. Pertama, adalah dengan menggunakan ‘event analysis’, untuk melihat perilaku moments PDF dalam suatu episode intervensi yang dilakukan. Kedua, pendekatan ekonometris untuk melihat rata-rata tendensi dampak intervensi terhadap moments PDF. Atas dasar penelitian ini, dapat disimpulkan secara umum bahwa dengan menggunakan pendekatan ‘event analysis’, intervensi valas, bergantung kepada situasi, terbukti berpengaruh terhadap ekpektasi proyeksi nilai tukar bagi peserta pasar dan sejalan dengan tujuan intervensi bank sentral dalam mempengaruhi nilai tukar ke arah yang diinginkan. Namun demikian, dengan pendekatan teknik ekonometris, intervensi valas oleh bank sentral secara rata-rata, tidak terbukti secara signifikan, dan sistematis berpengaruh terhadap ekspektasi nilai tukar ke depan. 1. PENDAHULUAN Jatuhnya nilai tukar Yen pada tahun 1998 dan Euro pada musim gugur tahun 2000 telah mengundang pemikiran pada berbagai kalangan untuk mengevaluasi pentingnya intervensi valas untuk menstabilkan nilai tukar sesuai yang diharapkan. Berbagai metode telah dilakukan untuk melihat dampak atau efektivitas intervensi valas ini terhadap pergerakan nilai tukar. 1 Disarikan dari BIS Paper,’Central Bank Intervention and Market Expectations’ oleh Gabriele Galati and Will Melic, April 2002 2 Peneliti Ekonomi Yunior di Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, Bank Indonesia 106 Artikel Pada umumnya, berbagai penelitian yang dilakukan selama ini berusaha melihat dampak intervensi terhadap level ataupun varian nilai tukar. Namun kini telah dilakukan penelitian dampak nilai tukar terhadap ‘market uncertainty/volatility’ nilai tukar seperti yang tercermin pada Option Prices. Studi dalam paper ini menggunakan 2 pendekatan. Pertama, pendekatan ‘event analysis’, untuk melihat perilaku moments (PDFs) akibat intervensi valas yang dilakukan bank sentral. Kegunaan pendekatan ini adalah untuk melihat apakah intervensi yang dilakukan sudah mencapai sasaran atau belum. Kedua, dengan menggunakan teknik ekonometri untuk melihat hubungan rata-rata antara intervensi valas dengan perilaku moments PDFs. Metode ini juga berguna untuk melihat perilaku nilai tukar akibat perubahan variabel makroekonomi selain intervensi valas. Dengan menggunakan pendekatan ‘event analysis’, dapat disimpulkan bahwa bergantung kepada situasi tertentu, intervensi ternyata berpengaruh terhadap ekpektasi nilai tukar pasar. Namun demikian, dengan menggunakan teknik ekonometri, intervensi valas tidak terbukti secara signifikan mempunyai dampak sistematis terhadap persepsi nilai tukar. Dapat ditambahkan pula bahwa dengan tingkat keyakinan 90% dan 95%, masing-masing metode intervensi tidak terbukti mempunyai dampak yang berbeda terhadap nilai tukar kedepan. Studi ini dilakukan pada sistem devisa ‘floating exchange rate’. Pada bagian 2, di ulas mengenai kegunaan pendekatan PDFs sebagai salah satu alat dalam menganalisa pergerakan nilai tukar. Bagian 3, meneliti hubungan antara intervensi dengan ekspektasi pasar dengan menggunakan metode PDFs dalam kasus dollar/mark di tahun 1986-1996 dan dollar/yen di tahun 1991/1996. Bagian 4, dalam meneliti, studi ini dipecah dalam 4 sub periode yaitu: periode ‘Plaza Accord’ (1985), periode ‘Louvre Accord’ (1986-1988), periode 1988-92 saat intervensi dilakukan untuk meredam fluktuasi dollar, periode 1992-96 saat intervensi dilakukan untuk mendukung penguatan dollar. Pada bagian 5, dilakukan penelitian untuk melihat dampak masing-masing intervensi dengan menggunakan metode intervensi yang berbeda. Intervensi bisa dilakukan dengan unilateraly vs coordinated, large vs small, officialy announced vs discreetly, dan single vs repeated. 2. EVOLUSI TUJUAN, TRANSMISI, DAN TAKTIK INTERVENSI VALAS. Bermula dari kejatuhan Yen di tahun 1998 dan Euro di tahun 2000, banyak pihak kembali mempelajari efektivitas intervensi untuk mengarahkan nilai tukar sesuai yang diharapkan. Setiap Artikel 107 intervensi mempunyai tujuan yang berbeda-beda bergantung kepada keinginan bank sentral si pelaku. Pada tempo dulu, efektivitas intervensi masih diandalkan sebagai intrumen bank sentral untuk menstabilkan nilai tukar dikarenakan rata-rata perdagangan valas di pasar internasional belum sebesar saat ini. Sebagai contoh, di tahun 1992 jumlah rata-rata transaksi valas internasional bernilai $820 miliar/hari, sedangkan di tahun 1998 meningkat sebesar 76% menjadi $1.500 di tahun 1998 (BIS, 1999a), meskipun kemudian turun menjadi $1.210 miliar di bulan April 2001. Jumlah ini sangat besar dibandingkan cadangan devisa yang dimiliki bank sentral negara manapun, sehingga dapat mengurangi efektivitas intervensi valas (lihat tabel 1). Ketidak-efektifan intervensi valas oleh bank sentral semakin memungkinkan dikarenakan bank sentral kini dituntut lebih transparan terhadap publik termasuk tuntutan menunjukkan neraca off-balance sheet. 2.1 Tujuan Intervensi Valas Tujuan intervensi dalam studi ini bergantung kepada situasi nilai tukar di masing-masing periode, diantaranya sebagai berikut: a. Plaza Accord (September 1985) Pada periode ini negara G-5 melakukan intervensi untuk mendukung penguatan nilai tukar non-dollar b. Louvre Accord (Februari 1987) Anggota G-6 mendeklarasikan untuk menjaga kestabilan nilai tukar c. Telephone Accord (Desember 1987) Dolar melemah, maka bank sentral melakukan intervensi untuk mendukung penguatan US Dollar Dengan melihat hal diatas dapat disimpulkan bahwa di satu pihak bank sentral pada umumnya melakukan intervensi untuk meredam fluktuasi nilai tukar atau mencegah pergerakan nilai tukar yang terlalu drastis/excessive dalam jangka pendek, namun di lain pihak bank sentral cenderung mendukung pergerakan nilai tukar secara cepat jika memang dinilai kurs jauh dari yang diinginkan. 2.2 Transmission channel Intervensi valas akan berpengaruh kepada nilai tukar melalui 3 channel, yaitu: 108 Artikel a. the Monetary Channel Intervensi akan berpengaruh terhadap nilai tukar melalui perubahan suku bunga jangka pendek. Channel ini biasanya dilakukan bank sentral agar tidak mengoff-set penuh dampak intervensi terhadap jumlah cadangan devisa bank domestik. Dalam teori ekonomi, usaha bank sentral ini bisa dikategorikan strelized atau non-sterilized intervention dengan diiringi kebijakan perubahan suku bunga official domestik. b. the Portfolio Channel Intervensi akan mempengaruhi persepsi investor melalui perubahan portofolio simpanan dalam kondisi antara aset domestik dan asing yang imperfect. Dalam kondisi ini, bank sentral melakukan intervensi untuk mendorong investor untuk meminta kenaikan return pada asset yang stoknya bertambah, sehingga secara otomatis akan mengubah kurs. Namun dengan semakin besarnya nilai transaksi valas di pasar internasional, efektivitas intervensi melalui channel ini diragukan. c. Signalling channel Kondisi tersebut mendorong bank sentral untuk lebih credible dalam mempengaruhi persepsi pasar atas intervensi yang dilakukan agar bisa seiring dengan tujuan bank sentral. Tujuan kebijakan tersebut biasanya untuk meredam fluktuasi nilai tukar yang terlalu tajam. Diperkirakan saat ini banyak bank sentral melakukan intervensi valas secara rahasia (tanpa memberi informasi terlebih dahulu kepada pasar) dikarenakan cadangan devisa yang terbatas dan jumlah intervensi yang kecil. Diharapkan dengan cara tersebut akan terjadi perubahan nilai tukar di pasar sesuai dengan arah yang diinginkan bank sentral meskipun jumlah intervensi sangat kecil. Kondisi ini akan efektif terutama dengan fenomena belum samanya informasi yang diterima pelaku pasar yang mungkin disebabkan oleh struktur mikro di pasar valas. 2.3 Strategi Intervensi Dengan melihat situasi pasar valas dan tujuan intervensi, bank sentral diseluruh dunia melakukan berbagai strategi dalam melakukan intervensi valas. Dalam rezim floating exchange rates, biasanya bank sentral membiarkan nilai tukar bergerak sesuai supply dan demand valas. Artikel 109 Dalam beberapa kasus, bank sentral melakukan intervensi valas ‘leaning with the wind’ (intervensi dilakukan guna mendukung trend nilai tukar yang sedang terjadi), dibandingkan dengan ‘leaning against the wind’ (menghambat trend yang terjadi). Kondisi tersebut terlihat pada saat intervensi bersama beli US Dollar di pasar yang tipis dilakukan oleh Jepang, Jerman, dan USA pada tanggal 15 Agustus 1995, guna mendukung apresiasi dollar yang sedang terjadi. Hal ini dilatar belakangi bahwa banyak investor Jepang melakukan pembelian obligasi AS dan adanya tendensi di pasar option bahwa banyak pelaku pasar melakukan hedge atas posisi short dollar. Dalam beberapa waktu terakhir, bank sentral lebih menyukai intervensi valas dilakukan secara rahasia karena akan berdampak efektif dengan memanfaatkan imperfect information/ order flow channel. Di lain pihak, beberapa bank sentral lain melakukan intervensi dengan transparan (contoh bank of Canada). Hal ini banyak dilakukan karena bank sentral dituntut untuk lebih transparan terhadap publik atas apa yang dilakukannya. Intervensi bersama (concerted intervention) antar bank sentral banyak terbukti lebih efektif dibanding intervensi sendiri (single intervention), terlebih didukung oleh tujuan dan komitmen bank sentral dalam mencapai target kebijakan moneternya sepanjang tidak terdapat perbedaan kepentingan masing-masing bank sentral dengan kepentingan domestik. Setelah krisis yang menimpa Asia beberapa tahun terakhir, banyak intervensi dilakukan di pasar forward untuk mempengaruhi likuiditas domestik forward secara rahasia. Kini, banyak bank sentral menggunakan sarana Options dalam melakukan intervensi valas. Pada bulan Agustus 1996, sebagai contoh, Bank of Mexico melakukan auction di pasar Option dengan tujuan utama untuk meningkatkan reserves/giro pada bank sentral. Keuntungan lain dengan menggunakan transaksi derivatif ini, seperti yang dilakukan di pasar forward, tidak akan menambah reserves sehingga tidak memerlukan sterilisasi. Namun banyak bank sentral enggan melakukan itu disebabkan adanya risiko non linear payoff of options dan kekhawatiran kurang efektifnya signal kepada pasar atas nilai tukar yang ingin dicapai bank sentral. 3. MEMANFAATKAN INFORMASI DARI HARGA OPTION UNTUK MENGANALISA INTERVENSI VALAS. Hubungan antara intervensi valas dengan ekspektasi pasar (yang menjadi tujuan utama penulisan) dilihat dengan menggunakan indikator volatilitas nilai tukar yang tercermin pada Option Prices. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan melihat seluruh aspek distribusi nilai tukar ke depan (mean, variance, skewness, dan kurtosis) pada suatu waktu. Selanjutnya 110 Artikel akan dilihat hubungan rata-rata distribusi nilai tukar kedepan pada keseluruhan periode dengan melibatkan beberapa indikator ekonomi utama dengan teknik ekonometri, guna memisahkan dampak intervensi valas terhadap perubahan indikator ekonomi. 3.1 Intervensi Valas dan PDF Analisis probability density function (PDF) sudah banyak dilakukan guna melihat kecenderungan/perilaku dan ekspektasi pasar. PDF yang diukur pada suatu waktu tertentu terbagi dalam 4 moment yaitu: Mean, Variance, Skewness, dan Kurtosis3. Moment pertama, Mean, menunjukkan nilai ekspektasi tukar spot yang terjadi pada saat kontrak option berakhir. Moment kedua, Variance, menunjukkan tingkat ketidakpastian atas perubahan nilai tukar dalam waktu dekat. Moment ketiga, skewness, menunjukkan kecenderungan pergerakan nilai tukar forward dalam waktu dekat (potensi apresiasi/depresiasi. Moment keempat, kurtosis, untuk melihat indikasi kemungkinan terjadinya perubahan besar terhadap pergerakan nilai tukar dalam waktu dekat. Studi ini menggunakan data settlement futures dan option prices diperoleh dari the Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk mendapatkan perhitungan perilaku distribusi nilai tukar kedepan. Data untuk PDF yang digunakan khususnya adalah exchange-traded options karena ketersediaan data yang panjang, walaupun jenis data ini lebih kecil dibandingkan OTC options. Exchange-traded options antara harga kuota dengan besarnya strikes juga terlihat lebih konsisten. 3.2 Dampak intervensi Tahap pertama untuk menganalisa hubungan antara ekspektasi pasar dengan intervensi adalah melihat kelaziman umum yang biasa terjadi. Untuk melihat hubungan tersebut dilakukan dengan dua metode yaitu melalui event analysis yang banyak menggunakan grafik, dan lainnya adalah melalui pendekatan ekonometri. Dalam pendekatan event analysis melalui analisa grafik, studi dilakukan dengan melihat perilaku distribusi nilai tukar kedepan rata-rata keseluruhan periode baik pada saat dilakukan intervensi valas maupun 10 hari sebelum dan sesudah intervensi dilakukan (nilai moments dinormalisasi menjadi Nol). Mean dari netral PDF tersebut mencerminkan rata-rata dari 3 Perubahan moments PDF masing-masing sebagai contoh dapat dilihat pada figure 1-3 Artikel 111 keseluruhan intervensi yang dilakukan bank sentral. Hasil studi menghasilkan kesimpulan bahwa pada umumnya bank sentral melakukan intervensi beli dollar pada saat dollar mengalami kecenderungan melemah. Dengan intervensi tersebut, kecenderungan pergerakan nilai tukar akan tertahan bahkan terkoreksi ke arah yang berlawanan setelah dilakukan intervensi. Variance dari neutral PDF, menghasilkan kesimpulan bahwa secara rata-rata, intervensi akan meningkatkan variance yang berarti intervensi akan semakin memperbesar ketidakpastian nilai tukar kedepan. Skewness dari neutral PDF, menyimpulkan bahwa intervensi valas yang dilakukan bank sentral cenderung menaikkan nilai skewness. Hal ini berarti pasar cenderung mengikuti pola nilai tukar yang diinginkan bank sentral (sebagai contoh: persepsi nilai tukar dollar kedepan cenderung menguat setelah dilakukan intervensi beli dollar oleh bank sentral dibandingkan kecenderungan skewness melemah sebelum intervensi dilakukan). Kurtosisi (moment keempat PDF) menyimpulkan bahwa rata-rata kurtosis cenderung sedikit meningkat setelah dilakukan intervensi. Hal ini mengindikasikan bahwa persepsi pasar terhadap kemungkinan perubahan besar nilai tukar kedepan, mengalami peningkatan. Untuk memisahkan dampak intervensi dari faktor lainnya terhadap nilai tukar, maka dilakukan teknik ekonometrika dengan mengikutsertakan beberapa variable ekonomi makro beserta news dan perkembangan kebijakan selain intervensi sebagai explanatory variable. Variable News dimasukkan karena dalam studi ini ingin melihat perilaku distrubusi nilai tukar kedepan sebagai dampak dari perbedaan suatu nilai variable ekonomi yang diumumkan dibandingkan perkiraan pasar sebelum besaran itu diumumkan. Variable makroekonomi dan News variable selama ini berdampak cukup signifikan terhadap pergerakan nilai tukar, oleh sebab itu perlu kehati-hatian dalam mengambil kesimpulan dampak perubahan nilai tukar bila intervensi dilakukan bersamaan dengan saat pengumuman besaran leading ekonomi makro. Terlebih lagi setelah dari hasil penelitian terbukti bahwa pengumuman indikator leading ekonomi makro sangat berpengaruh terhadap perubahan level maupun variance nilai tukar ke depan. Dalam melakukan analisa ekonometri, studi tersebut menemukan adanya problem simultaneus antara intervensi dengan volatilitas nilai tukar. Untuk itu perlu dilakukan teknik ekonometri yang tepat guna meniadakan dampak simultan ini agar hasil yang diperoleh tidak bias. Beberapa cara untuk mengatasi antara lain melalui penyesuaian data dengan menggunakan instrument variable. Dari hasil pengamatan yang dimulai 1 Januari 1985 hingga 30 Agustus 1996 dan dari 1 April 1991 hingga 30 Agustus 1996 (hasil tes ekonometrika bisa di lihat pada tabel 2a-5c), 112 Artikel terlihat bahwa intervensi valas pada saat itu oleh bank sentral memberikan dampak positif terhadap nilai tukar forward dollar/mark dan dollar/yen, meskipun secara statistik tidak signifikan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa intervensi mempunyai dampak posistif terhadap ekspektasi nilai tukar kedepan secara kumulatif meskipun tidak signifikan secara statistik (sama halnya hasil yang diperoleh dengan menggunakan data spot rate). Sementara itu, test yang dilakukan dalam periode yang sama untuk melihat dampak intervensi rata-rata terhadap skewness PDF, menunjukkan bahwa intervensi berpengaruh terhadap persepsi pasar atas nilai tukar kedepan baik dollar/mark dan dollar/yen ke arah yang diinginkan bank sentral, meskipun secara statistik tidak signifikan pada tingkat keyakinan 90% maupun 95%. Hasil yang sama juga terjadi pada Mean PDF. Khusus untuk Variance PDF, dalam periode yang sama menunjukkan hasil yang berbeda antara dollar/mark dan dollar/yen. Di pasar dollar/mark, intervensi tidak diikuti perubahan variance secara signifikan, namun sebaliknya di pasar dollar/yen nilai variance meningkat secara signifikan. Terakhir untuk melihat kurtosis, intervensi valas dalam periode yang sama tidak terbukti secara signifikan mengubah persepsi pasar atas perubahan besar yang akan terjadi pada nilai tukar ke depan. 4. INTERVENSI VALAS DAN EKSPEKTASI PASAR DALAM PERIODE YANG BERBEDA Pada bagian ini, studi dilakukan untuk melihat dampak intervensi dalam kurun waktu yang berbeda. Kurun waktu dalam studi ini dibagi kedalam 4 sub-periode, yaitu: Plaza Accord (1985), Louvre Accord (1986-88), Periode 1988-92 saat dollar berfluktuasi tajam, periode 1992-96 (periode mnedukung penguatan dollar). Studi dalam periode ini dilakukan dengan kedua pendekatan yaitu ‘event analysis’ dan ‘teknik ekonometri’. 4.1 Periode Plaza Accord (1985) Sebelum 1985, US$ menguat tajam terhadap Yen dan Mark karena didorong oleh kondisi ekonomi yang lebih baik di AS dibandingkan dengan di Jerman dan Jepang. Kondisi ini mengundang ekspektasi bahwa AS akan melakukan pengetatan moneter sementara di Jerman dan Jepang akan bertahan atau melonggarkan kebijakan moneternya. Selain itu dengan semakin besarnya defisit fiskal dan booming FDI di AS maka permintaan US$ semakin meningkat sehingga mendorong berlanjutnya apresiasi US$ yang Artikel 113 bersifat ‘bubble’. Kondisi ini tidak di inginkan oleh ketiga negara maju tersebut sehingga mereka melakukan intervensi jual AS. Dampaknya pada bulan Maret US$ mulai depresiasi dan stabil di bulan Juli 1985, Agustus kembali meningkat dan selanjutnya melemah lagi pada bulan September 1985. Selanjutnya pada tanggal 22 September 1985 negara G-5 melakukan kesepakatan dalam ‘Plaza Accord’ bahwa nilai tukar merupakan cerminan fundamental ekonomi. Untuk itu penguatan mata uang non-dollar saat itu perlu diusahakan bersama. Pada saat itu kelima negara melakukan intervensi jual dollar di pasar dollar/mark. Dari analisis PDF terlihat bahwa pasar bereaksi dengan turunnya mean PDF (depresiasi US$), kenaikan variance (meningkatnya ketidakpastian), skewness tidak berubah, sedangkan kurtosis meningkat. Hal tersebut berarti pasar mengharapkan akan terjadi perubahan besar atas nilai tukar kedepan dalam waktu dekat. Dalam setahun, G-5 melakukan intervensi jual dollar selama 61 hari (terkonsentrasi selama Januari-Februari dan September-Oktober) di pasar dollar/mark. Jika seluruh episode tersebut (1985) dirata-rata dengan menggunakan pendekatan ekonometri terlihat bahwa intervensi mampu mencegah penurunan nilai tukar US$ namun angka skewness tidak signifikan secara statistik. Selain itu intervensi secara rata-rata tidak meningkatkan variance. Namun intervensi ternyata mempengaruhi persepsi pasar akan terjadinya perubahan besar dalam nilai tukar kedepan yang tercermin pada peningkatan angka kurtosis walaupun secara statistik tidak signifikan. 4.2 Periode Louvre Accord (1986-1988) Dengan melemahnya ekonomi dan meningkatnya defisit anggaran AS, US Dollar mulai melemah pada tahun 1986. Pada awal 1987, US Dollar telah melemah sebesar 40% terhadap Yen dan Mark dibandingkan kurs tahun 1985. Kondisi ini disepakati untuk dipertahankan dalam Louvre Accord yang diumumkan oleh G-6 pada tanggal 22 Februari 1987. Namun demikian pada bulan Maret 1987, nilai tukar kembali melemah seiring dengan banyaknya investor yang melepas saham/obligasi denominasi US$ dan puncaknya pasar saham anjlok di bulan Oktober 1987. Pada tanggal 22 Desember 1987, negara G-7 sepakat menahan jatuhnya US$ yang dituangkan dalam kesepakatan ‘Telephone Accord’. Walaupun dilakukan intervensi, nilai tukar US$ tetap melemah karena kurangnya intermediasi tujuan bank sentral kepada pasar. Setelah dilakukan intervensi, tanggal 5 Januari 1988 angka Mean PDF meningkat 114 Artikel (apresiasi US$), dan skewness meningkat, yang berarti pasar cenderung melihat US$ akan menguat dalam waktu dekat. Selama periode ini, negara G-7 melakukan intervensi selama 87 hari di pasar dollar/ mark dalam periode 1986-88. Pada saat itu bank sentral melakukan strategi leaning against the wind. Hasil intervensi ternyata cukup efektif meredam kecenderungan melemahnya US$ dan hasilnya signifikan pada level 90 dan 95%. Selain itu dari hasil tes ekonometri terlihat bahwa angka variance meningkat yang mengindikasikan ketidakpastian yang meningkat atas perubahan nilai tukar kedepan, walaupun tidak bisa disimpulkan sebagai dampak hanya dari intervensi. 4.3 Periode mengurangi fluktuasi dollar (1988-92) Mulai membaiknya ekonomi AS dan diterapkannya kebijakan moneter yang ketat di tahun 1988-1989 menyebabkan US$ kembali menguat terhadap Mark dan Yen. Beberapa bank sentral selanjutnya melakukan intervensi jual US$ pada tanggal 24 September 1989 untuk menahan apresiasi US$ yang berlebihan karena dianggap tidak sesuai dengan fundamental ekonomi. Pada periode 1988-92, bank sentral melakukan intervensi selama 183 hari di pasar dollar/mark, 85% dalam bentuk intervensi jual Dollar. Teknik yang digunakan tetap leaning against the wind. Akibat intervensi yang dilakukan, angka variance PDF turun, skewness turun/bergeser ke kiri. Hal ini mengartikan bahwa pasar menilai nilai tukar kedepan akan melemah dan kepastian berkurang. Selanjutnya, apresiasi US$ berkurang di tahun 1990, dan mulai berfluktuasi. Keputusan menaikkan suku bunga oleh EMU pada tanggal 16 Juli 1992 menambah tekanan terhadap US Dollar. Sehingga pada tanggal 20 Juli 1992, dilakukan intervensi beli untuk menahan pelemahan USDollar. Intervensi tersebut dinilai cukup berhasil karena Mean PDF meningkat, Skewness bergeser kekanan, dan variance meningkat. Dengan pendekatan ekonometri, kecenderungan rata-rata intervensi tidak berdampak secara signifikan terhadap persepsi nilai tukar ke depan. 4.4 Periode mendukung penguatan US Dollar (1992-96) Dalam periode Agustus 1992 hingga April 1995, US Dollar melemah tajam terhadap Mark dan Yen. Dollar melemah dari Yen 110 menjadi Yen 80 dan dari DM1,72 menjadi DM1,36. Artikel 115 Melemahnya Dollar terkait dengan kondisi ekonomi Jerman dan Jepang yang lebih baik dibandingkan AS yang diikuti dengan penjualan asset-aset berdenominasi US$. Pada tanggal 29 April 1994, dilakukan intervensi beli Dollar oleh Fedres di pasar dollar/ mark dan dollar/yen. Intervensi mengakibatkan variance PDF turun yang berarti intervensi berhasil menurunkan ketidakpastian pasar akan future FX. Selanjutnya pada tgl 2 Maret 1995, Fedres bersama BOJ melakukan intervensi beli Dollar karena dollar masih melemah tajam. Kemudian intervensi dibantu oleh ECB, meskipun nilai Dollar masih terus melemah seperti yang tercermin dengan tidak berubahnya skewness setelah intervensi dilakukan. Dollar baru pulih setelah beberapa bulan kemudian seiring dengan menurunnya perekonomian Jerman dan Jepang yang diikuti dengan kebijakan penurunan suku bunga di kedua negara tersebutinterest differential membaik. Pada tanggal 7 Juli 1995, saat BOJ menurunkan O/N call money rate ke 0.75% dan pada saat yang sama Fedres dan BOJ melakukan intervensi beli Dollar, skewness bergeser kekanan dan nilai tukar dollar mulai menguat kembali. Pada tanggal 15 Agustus intervensi beli dollar tetap dilakukan sehingga dollar menguat terlebih lagi investor mulai memborong US Bonds. Kondisi ini mengakibatkan mean meningkat , skewness bergeser kekanan, variance fluktuatif, dan kurtosis meningkat. Secara keseluruhan, antara Agustus 1992 dan Desember 1996, bank sentral melakukan intervensi selama 154 hari untuk mendukung penguatan Dollar. Mayoritas intervensi dilakukan di pasar dollar/yen, juga dilakukan intervensi beli dolar against mark selama 11 hari. Strategi yang dilakukan tetap leaning against the wind. Secara statistik, dalam periode ini dampak dari pengumuman indikator makro ekonomi bersamaan dengan intervensi adalah positif terhadap peningkatan mean, pergeseran skewness ke kanan guna penguatan dollar, penurunan variance nilai tukar dollar/yen (penurunan ketidakpastian pasar), dan kurtosis yang tidak berubah, karena persepsi yang berbeda di masingmasing intervensi. 4.5 Ringkasan Hasil Secara umum dapat disimpulkan bahwa bergantung kepada situasi saat itu, intervensi berhasil mempengaruhi ekspektasi pasar atas nilai tukar kedepan, walaupun secara spesifik hasilnya berbeda-beda antar periode penelitian. Juga dapat disimpulkan 116 Artikel bahwa dengan pendekatan ekonometri untuk melihat tendensi rata-rata, intervensi valas tidak terbukti secara signifikan mempunyai dampak sistematis terhadap ekspektasi nilai tukar ke depan. Dengan pendekatan event analysis, pada periode Plaza Accord (September 1985) terlihat bahwa setelah intervensi jual dollar dilakukan, Mean PDF turun tajam, yang kemudian diikuti melemahnya USD sejalan dengan keinginan bank sentral untuk melemahkan dollar agar sesuai dengan fundamental ekonomi. Namun hal ini tidak didukung oleh pergeseran skewness ke kanan, meskipun variance (indikator ketidakpastian) dan kurtosis (harapan akan terjadinya perubahan besar), meningkat. Pada periode Louvre Accord (Februari 1987), G-6 berpendapat untuk bekerja sama menjaga nilai tukar sesuai dengan kondisi ekonomi fundamental, untuk mencapai level kurs yang tepat. Namun kesepakatan ini tidak diikuti oleh perubahan pada Mean dan Skewness, meskipun variance turun. Sesuai kesepakatan Telephone Accord (1987), G-6 melakukan intervensi beli dollar untuk menahan jatuhnya dollar, walaupun intervensi bersama yang besar tersebut, tidak berhasil menahan jatuhnya dollar karena skewness masih bergeser kekiri. Barulah pada bulan Januari 1988, intervensi cukup berhasil karena diikuti pergeseran skewness ke kanan. Pada September 1992, intervensi bersama dengan membeli dollar cukup efektif meskipun dilakukan dalam jumlah kecil. Hal ini tercermin dengan bergesernya skewness ke kanan. Hal yang sama juga terjadi pada saat intervensi beli dollar dilakukan pada bulan Agustus 1995 dengan didukung oleh peningkatan variance dan kurtosis. Dengan pendekatan ekonometris, studi dilakukan untuk melihat perubahan ekspektasi nilai tukar kedepan sebagai dampak dari pengumuman indikator ekonomi makro selain intervensi. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa intervensi sendiri tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap ekspektasi nilai tukar (mean PDF). Dalam studi ini juga terlihat bahwa pergerakan Mean PDF akan signifikan dipengaruhi oleh intervensi jika terjadi pergerakan Skewness. Selain itu berdasarkan pendekatan ekonometri, secara rata-rata terlihat bahwa intervensi mengakibatkan peningkatan variance walaupun masih belum konklusif. Sementara itu persepsi perubahan besar yang akan terjadi seperti yang tercermin pada perubahan kurtosis, mempunyai hasil yang berbeda-beda dimasing-masing periode. Artikel 117 5. DAMPAK ATAS PENERAPAN INTERVENSI DENGAN STRATEGI YANG BERBEDA Strategi intervensi valas yang berbeda dapat mempengaruhi ekspektasi pasar dalam berbagai cara. Dampaknya tergantung apakah intervensi dilaksanakan secara sepihak atau dalam kerjasama dengan bank sentral lainnya, apakah hal tersebut diumumkan ke publik atau dilaksanakan diam-diam, apakah hal tersebut melibatkan jumlah yang kecil atau besar, atau apakah intervensi tersebut dilaksanakan dalam sehari atau diulangi dalam beberapa hari berturut-turut. Untuk membandingkan dampak dari berbagai strategi intervensi ini, fokus studi dilakukan pada periode tertentu, Agustus 1992 hingga September 1996. Selama periode ini, tujuan dari intervensi dan konteksnya konsisten secara luas, tetapi strategi intervensi yang berbeda tersebut diaplikasikan pada waktu yang berbeda pula. Terlebih lagi, semua episode intervensi melibatkan pembelian dolar di pasar dolar/yen. Dilihat dari frekuensi strategi intervensi yang berbeda diikuti oleh pasar dolar/mark dan di pasar dolar/yen, dalam 88% kasus, intervensi untuk mendukung dolar dilakukan secara sepihak oleh Bank of Japan. Pada kasus yang lain, setidaknya satu lagi bank sentral masuk ke pasar pada hari yang sama. Dalam studi terlihat bahwa hampir semua intervensi selama periode 1992-96 dilakukan secara diam-diam, sementara intervensi yang diumumkan secara resmi hanya sekitar 5% dari kasus. Definisi intervensi yang “berat” atau “ringan” berubah-ubah menurut kebutuhan dan sangat jelas bergantung pada periode waktu yang ada. Untuk tujuan analisa ini definisi intervensi sebagai “berat” /“ringan” jika intervensi melibatkan setidaknya (kurang dari) $1 miliar. Sekitar 20% dari intervensi yang dilaksanakan selama periode Agustus 1992 sampai Desember 1996 adalah berat. Kemudian, intervensi dibedakan antara intervensi hanya sehari dari intervensi berulangulang. Dalam studi tersebut, definisi sebuah intervensi sebagai “satu hari” (“single-day”) adaalah ketika bank sentral menghindar/tidak memasuki pasar selama 5 hari sebelum dan 5 hari sesudah pelaksanaan intervensi. Diklasifikasikan intervensi “berulang” jika bank sentral memasuki pasar setidaknya dua kali dalam periode 10 hari. Antara tahun 1992-1996 intervensi dilakukan kebanyakan dalam trend berulang. Hanya sekitar 6% dari semua kasus bank sentral mengintervensi tidak lebih dari sekali dalam masa 10 hari kerja. Pada kasus lainnya intervensi 118 Artikel dilakukan setidaknya dua kali pada masa tersebut. Ada total 15 “clusters” intervensi, yaitu episode di mana bank sentral melakukan intervensi lebih dari sekali dalam 10 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perubahan pada mean PDF sekitar episode intervensi sedikit berbeda untuk berbagai strategi intervensi. Intervensi yang disetujui bersama dan secara resmi diumumkan untuk mendorong dolar nampaknya memiliki dampak lebih besar secara marjinal terhadap expected future dari nilai dolar/yen. Dari studi terlihat pula bahwa rata-rata perubahan pada skewness PDF adalah cukup besar untuk intervensi yang disetujui bersama dan diumumkan secara resmi. Sementara hasil tersebut menunjukkan dukungan untuk signalling channel, searah dengan konsensus umum dalam literatur efektifitas intervensi, berbagai tes statistik yang mengontrol perubahan kebijakan dan kejutan melalui berita ekonomi makro mengindikasikan bahwa perbedaan ini tidak siknifikan secara statistik. Berdasarkan hasil tes dapat disimpulkan bahwa, untuk periode 1992-96, keberadaan signalling channel tidak terlihat untuk pasar dolar/yen. Salah satu interpretasi dari hasil ini adalah, walaupun hanya sebuah fraksi kecil intervensi yang dilakukan antara 1992 dan 1996 yang secara resmi diumumkan, dalam semua kasus pelaku pasar mengetahui saat bank sentral memasuki pasar dolar/yen. Selama periode 1992-96, angka variance PDFs cenderung naik ketika intervensi disetujui bersama, secara resmi diumumkan dan besar. Bagaimanapun, seperti pada mean PDF, tes statistik merekomendasikan bahwa perbedaan ini secara statistik tidak signifikan. Rata-rata strategi intervensi yang berbeda memiliki dampak serupa yang mungkin sekali dilakukan pelaku pasar terhadap perubahan ekstrim di pasar dolar/yen pada masa mendatang, yaitu kurtosis PDFs. Pengecualian satu-satunya adalah intervensi yang diumumkan secara resmi, yang sepertinya diikuti oleh sedikit kenaikan yang jelas pada kurtosis. Bagaimanapun, tes statistik menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak secara statistik siknifikan. Sebagai kesimpulan, di mana ada bukti bahwa untuk periode 1992-96 intervensi yang disetujui bersama dapat memiliki dampak yang lebih kuat pada ekspektasi pasar, hasil ekonometri merekomendasikan bahwa strategi intervensi yang berbeda-beda tidak memiliki dampak berbeda secara sistimatis pada confidence level 95% atau 90%. Hasil ini menghilangkan keraguan pada pentingnya signalling channel, yang memprediksikan bahwa intervensi memiliki dampak yang lebih jelas ketika dilakukan dengan cara yang lebih kelihatan. Artikel 119 B. HARGA MINYAK INTERNASIONAL DAN HARGA BBM DALAM NEGERI : Analisis Semester I 2002) Oleh : Aswin Kosotali1 PERKEMBANGAN HARGA MINYAK INTERNASIONAL Setelah cenderung meningkat sejak awal tahun 2002, menyusul pengurangan produksi oleh produsen minyak dunia, harga minyak mentah internasional pada triwulan II bergerak lebih volatile dan cenderung menurun terutama sejak bulan Mei. Pada triwulan II tersebut, harga minyak sempat meningkat tajam hingga mencapai level tertinggi selama tahun 2002 (USD27,25 per barrel) menyusul ekskalasi konflik di Timur Tengah. Pada awal tahun 2002, harga minyak mencapai level USD20,35 per barrel, dan meningkat ke level USD25,6 per barrel pada akhir triwulan I tahun ini atau rata-rata mencapai USD21,10 per barrel. Selama triwulan II, rata-rata harga minyak variant brend mencapai USD25, 12 per barrel. Pada periode tersebut, level harga tertinggi dicapai pada level USD27, 26 per barrel pada awal triwulan II menyusul meningkatnya konflik Palestina dan Israel. Sementara level harga terendah dicapai pada posisi USD 22,61 per barrel pada tanggal 11 Juni 2002. Volatilitas harga minyak mentah internasional serta kemungkinan perkembagannya ke depan saat ini menarik untuk diamati. Apakah kecenderungan volatilitas harga minyak saat ini bersifat persisten atau hanya bersifat sementara paling tidak sampai dengan tahun 2002. Hal ini bukan saja kaitan yang erat antara harga minyak mentah internasional dengan perkembangan ekonomi global, namun juga peranan strategisnya terhadap perkembangan ekonomi domestik. Terhadap ekonomi domestik, selain berkaitan dengan pembentukan asumsi dalam pencapaian target penerimaan anggaran pemerintah, perkembangan harga minyak internasional akan berpengaruh pula dalam pembentukan harga BBM dalam negeri menyusul keputusan pemerintah untuk mengkaitkan harga BBM dalam negeri dengan harga pasar internasional mulai 1 April 2001. Mengingat peran strategis harga minyak internasional tersebut, upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang selama ini mempengaruhi pembentukan harga minyak mentah internasional menjadi penting. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk memahami lebih baik dinamika harga 1 Asisten Peneliti Ekonomi di Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional, Bank indonesia 120 Artikel minyak mentah internasional, Grafik 1. Harga Spot Minyak Mentah Brent tahun 2002 namun juga memperkirakan arah perkembangannya ke depan pal- USD/barrel 31 ing tidak sampai dengan akhir tahun 2002. Tulisan ini bermaksud untuk mengkaji secara sekilas faktor-faktor yang mempengaruhi harga minyak mentah 29 27 25 23 21 19 17 internasional baik dari sisi 15 1/2 permintaan maupun sisi pena- 1/16 1/30 2/13 2/27 3/13 3/27 4/10 4/24 5/8 5/22 6/5 6/19 2002 waran selama tahun 2002, serta sejauh mana perkembangan tersebut akan berpengaruh pada pembentukan BBM dalam negeri. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK TAHUN 2002 Harga minyak internasional, selain dipengaruhi oleh kekuatan supply dan demand, perkembangan harga minyak selama tahun ini juga diwarnai oleh jfaktor-faktor non-ekonomi seperti konflik politik global/regional terutama perkembangan politik di kawasan Timur Tengah. Hal ini yang membedakan pembentukan harga komoditas minyak internasional berbeda dengan komoditas utama dunia lainnya. Sisi permintaan Dari sisi permintaan, beberapa faktor utama yang selama ini mempengaruhi pembentukan harga minyak internasional adalah perkembangan ekonomi dunia dan tingkat persediaan minyak di AS. Dalam semester dua tahun ini, faktor tersebut diperkirakan masih akan menjadi faktor penting yang akan mempengaruhi permintaan minyak dunia disamping faktor lain yaitu faktor perubahan musim. Perkembangan ekonomi dunia. Setelah mengalami pertumbuhan yang menurun pada tahun lalu, sampai dengan triwulan II tahun ini ekonomi dunia belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal tersebut antara lain ditandai oleh lambatnya proses pemulihan ekonomi AS, Euro maupun Jepang. Setelah tumbuh 5,6% pada triwulan I tahun ini, Artikel 121 laju pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan II justru semakin melambat dan hanya mencapai 1,1%. Sementara sampai dengan akhir semester I 2002, tanda-tanda ekonomi akan lebih baik pada sisa triwulan belum juga terlihat. Dengan perkembangan tersebut, pemulihan ekonomi AS dipekirakan akan semakin mundur dari perkiraan semula pada akhir tahun ini. Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi pula pada ekonomi di Euro menyusul masih lemahnya domestik demand, faktor yang dominan dalam pembentukan GDP. Sementara itu, perkembangan ekonomi Jepang saat ini masih ditandai oleh periode deflasi, utang publik yang meningkat serta belum teratasinya permasalahan sektor keuangan mereka. Diperkirakan ekonomi Jepang baru akan mengalami bottom up pada akhir tahun ini. Lembaga konsultan minyak berpengaruh di 26 negara, International Energy Agency (IEA), telah menurunkan perkiraan permintaan minyak dunia pada semester dua tahun ini seiring dengan lambatnya pemulihan ekonomi dunia. IEA juga memperkirakan produksi minyak di luar OPEC akan meningkat sekitar 6% pada periode tersebut. Sementara itu, outlook pertumbuhan permintaan dunia selama tahun ini diperkirakan sekitar 420.000 barrel per hari, tidak berbeda dengan tahun lalu atau kurang dari separo dari rata-rata tahun 1990-an. Persediaan minyak AS. Selain isu perkembangan ekonomi dunia, posisi persediaan minyak di negara tersebut memegang peran penting dalam mempengaruhi pergerakan harga minyak internasional mengingat posisi AS sebagai konsumen minyak terbesar di dunia. Sepanjang triwulan II tahun ini, posisi persediaan minyak AS telah menjadi salah satu faktor penting dalam mendorong volatilitas harga minyak internasional. Seberapa jauh faktor tersebut akan mempengaruhi pembentukan harga minyak internasional ke depan tidak akan terlepas dari perkembangan ekonomi AS. Lambatnya pemulihan ekonomi diperkirakan tidak akan mendorong lonjakan permintaan untuk memenuhi kebutuhan cadangan minyak mereka. Perubahan musim. Selain faktor tersebut diatas, pada semester dua tahun ini permintaan minyak dunia akan dipengaruhi pula oleh perubahan musim khususnya di belahan bumi utara. Sebagaimana tahun sebelumnya, datangnya musim dingin akan diikuti pula oleh meningkatnya permintaan energi sehingga mendorong harga minyak cenderung meningkat. Namun, sebagaiman tahun-tahun sebelumnya, lonjakan permintaan minyak tersebut diperkirakan baru akan berlangsung pada akhir tahun ini sehingga tidak akan berpengaruh siginikan terhadap rata-rata harga minyak secara keseluruhan pada tahun ini. Pengaruh perubahan musim tersebut terhadap harga minyak diperkirakan baru akan terlihat pada awal triwulan tahun depan. 122 Artikel Sisi Penawaran Dari sisi penawaran, faktor-faktor yang selama dominan mempengaruhi penawaran minyak dunia adalah perkembangan produksi minyak OPEC maupun non-OPEC. Perkembangan harga minyak internasional selama tahun ini, selain dipengaruhi oleh faktor tersebut, dipengaruhi pula oleh faktor perkembangan politik global terutama konflik di Timur Tengah. Sebagaimana sebelumnya, perkembangan penawaran minyak pada semester dua tahun 2002 kemungkinan masih akan mengikuti perkembangan faktor-faktor tersebut. Produksi OPEC. Dengan tingkat produksi yang mencapai sepertiga dari total produksi minyak dunia, peranan negara-negara OPEC dalam mempengaruhi supply minyak dunia tidak diragukan lagi. Kesepakatan mereka untuk mengurangi kuota produksi pada Januari tahun ini telah mendorong harga minyak meningkat 32% selama triwulan I tahun ini. Total kuota produksi 10 negara anggota OPEC minus Iraq saat ini mencapai sekitar 21,7 juta barrel per hari. Pada semester dua tahun ini, supply minyak oleh negara anggota OPEC diperkirakan tidak akan lebih rendah dari supply saat ini, bahkan diperkirakan akan cenderung meningkat dari kuota yang telah disepakati saat ini. Beberapa faktor yang memberi indikasi tersebut antara lain adalah keputusan OPEC mempertahankan quota produksi sebelum menaikkan kuota tersebut pada September tahun ini, serta masuknya kembali Iraq sebagai supplier minyak Produksi dan Quota Minyak negara anggota OPEC (‘000 b/d) Negara Saudi Arabia Iran Venezuela Iraq U.A.E. Kuwait Nigeria Libya Indonesia Algeria Qatar Total OPEC ex. Itaq April 7430 3320 2470 1230 1970 1860 1950 1310 1140 800 620 24100 22870 Mei 7460 3360 2620 18000 1950 1790 1980 1300 1140 840 640 24880 23080 Quota (per 26 Juni 02) 7053 3186 2497 1894 1741 1787 1162 1125 693 562 21701 Perkiraan Target +407 +174 +123 +56 +49 +193 +138 +15 +147 +78 +1379 Kapasitas 10100 3900 3000 2900 2500 2500 2230 1500 1300 1000 790 31720 28820 Sumber : Bloomberg Artikel 123 dunia. Masuknya Iraq tentunya akan memperbesar pasokan minyak dunia mengingat produksi Iraq menempati posisi lima besar diantara anggota OPEC bersama-sama dengan Saudi Arabia,Iran, dan Venezuela. Kemungkinan kenaikan supply minyak dari negara OPEC diperkuat pula oleh kecenderungan pelanggaran kuota yang telah disepakati. Kecenderungan tersebut antara lain dicerminkan oleh kenaikan kuota harian OPEC, di luar produksi Iraq, yang mencapai 1,38 juta barrel, atau 6,4% di atas kuota. Produksi non-OPEC. Pada triwulan I tahun 2002, selain didorong oleh penurunan kuota OPEC, kenaikan harga minyak dunia pada periode tersebut didukung pula oleh kesediaan produsen minyak utama non-OPEC seperti Rusia dan Norwegia untuk membatasi ekspor minyak mereka. Namun, sebagai produsen minyak terbesar kedua dan ketiga di dunia setelah Arab Saudi, rencana mereka untuk meningkatkan ekspor minyak pada semester II tahun 2002 telah mendorong harga minyak internasional kembali menurun terutama pada bulan Mei 2002 . Menyusul kesepakatan antara AS dan Rusia, sebagai upaya AS mengurangi ketergantungan supply minyak dari Timur Tengah, Rusia akan menambah produksi minyak sebesar 8,9% dari produksi tahun lalu menjadi 7,8 juta barrel per hari pada triwulan III tahun ini. Pada periode tersebut, Rusia akan meningkatkan pula ekspor minyak ke Eropa sebesar 9,8% atau sebesar 3 juta barrel per hari. Sementara itu, mengikuti langkah Rusia, Norwegia akan menambah produksi minyaknya mulai awal semester dua tahun ini. Kondisi politik global. Ekskalasi konflik Palestina-Israel pada tahun 2002 telah menjadi faktor utama harga minyak dunia meningkat hingga mencapai level tertinggi pada USD27,26 per barrel pada 2 April 2002. Meskipun penyelesaian menyeluruh atas konflik tersebut saat ini belum dicapai antara Palestina dan Israel, namun upaya-upaya negaranegara Barat terutama Grafik 2. Harga Swap Minyak Mentah AS USD/barrel tampaknya akan mampu meredam 25,0 potensi konflik kembali meningkat 24,8 pada masa mendatang. Seiring dengan meredanya konflik tersebut, 24,81 24,66 24,79 24,77 24,6 24,57 24,41 24,4 24,2 dan juga oleh faktor lainnya, harga 24,22 24,0 minyak dunia kembali menurun 23,8 hingga saat ini. Sementara itu, kecilnya kemungkinan negara 124 Artikel Juni Juli Augt Sep 2002 Okt Nov Des anggota OPEC dari kawasan Timur Tengah menggunakan minyak sebagai senjata politik di masa mendatang akan menjamin kelancaran pasokan minyak dari kawasan ini. Hal tersebut terbukti dengan tidak adanya dukungan dari Arab Saudi maupun anggota OPEC lainnya terhadap langkah embargo minyak oleh Iraq menyusul konflik Israel-Palestina pada triwulan II lalu. Di luar konflik Israel-Palestina, konflik politik di kawasan ini yaitu antara AS dengan Iraq, tampaknya tidak berpotensi menimbulkan solidaritas kawasan yang memunculkan spekulasi embargo minyak sebagaimana konflik Israel Palestina. Dengan melihat perkembangan faktor-faktor tersebut diatas, perkembangan harga minyak pada semester dua tahun ini akan tandai oleh kemungkinan penurunan permintaan minyak dunia, sementara pada sisi lain, pada periode yang sama akan ditandai oleh meningkatnya supply minyak dunia. Dengan perkiraan tersebut, besar kemungkinan kecenderungan penurunan harga minyak dunia akan terus berlanjut sampai dengan akhir tahun 2002. Beberapa pengamat memperkirakan rata-rata harga minyak dunia tahun ini akan mencapai USD20 per barrel tahun ini. Kemungkinan penurunan harga minyak tersebut terlihat pula pada spot forward kurs minyak mentah di pasar berjangka. Di pasar tersebut, per tanggal 18 Juni 2002, harga swap minyak mentah varian brend untuk 1 s/d 7 bulan (Juni s/d Desember 2002) bergerak menurun dari USD24,79 per barrel bulan Juni 2002 menjadi USD24,57 untuk bulan Oktober dan mencapai USD24,22 untuk Desember 2002. PERKEMBANGAN HARGA BBM DALAM NEGERI Sejak 1 April 2002, penetapan harga BBM dihitung berdasarkan rata-rata perkembangan Mid Oil Platts Singapore (MOPS) yakni harga transaski jual-beli pada bursa minyak Singapore. Dengan ketentuan tersebut, secara teknis harga BBM bulanan dihitung berdasarkan perkembangan MOPS pada bulan sebelumnya untuk masing-masing Jenis BBM. Selain harga MOPS, faktor yang lain yang mempengaruhi perhitungan BBM adalah rata-rata harian nilai tukar rupiah, handling fee sebesar 5%, serta pajak yaitu PPN (10%) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) sebesar 5%. Dengan formula perhitungan tersebut di atas, harga BBM akan mengikuti perubahan MOPS serta nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Seiring dengan penurunan harga minyak dunia (variant brent) sejak bulan Mei 2002, harga MOPS telah pula bergerak dengan trend yang sama. Artikel 125 Tabel 2. Rata-rata Harga Minyak Dunia, Rata-rata Nilai Tukar dan Harga BBM Bulan Rata-rata Harga Minyak Dunia*) Rata-rata nilai Tukar Rupiah (Rp/USD) Harga BBM (Rp/liter)** Minyak Minyak Solar Diesel Premium Minyak Bakar Januari 19,48 10.393 Februari 21,87 10.229 1550 1550 1110 925 Maret 23,69 9.912 1550 1150 1120 950 April 25,69 9.495 1600 1250 1240 1030 Mei 25,65 9.118 1750 1400 1390 1120 Jun 23,32 8703 1750 1400 1390 1120 *) Harga spot minyak mentah variant dalam US$ per barrel **) Harga BBM untuk transportasi Harga bulan Januari dan Februari adalah harga sejak tanggal 17 Jan - 28 Feb 2002 Harga jual semua jenis BBM untuk usaha kecil, industri, sektor/kegiatan lain diberlakukan 75% harga pasar, kecuali premium Dengan melihat kecenderungan penurunan harga minyak dan juga menguatnya nilai tukar rupiah, rata-rata harga minyak internasional dan nilai tukar dalam semester dua tahun 2002 diperkirakan akan lebih rendah dari rata-rata harga minyak dan nilai tukar yang digunakan pemerintah sebagai dasar perhitungan menetapkan harga BBM pada batas tertinggi pada bulan Mei lalu. Dengan demikian, pada semester II tahun ini harga BBM dimungkin kan lebih rendah dibawah harga jual tertinggi saat ini. Namun, keputusan pemerintah untuk tidak merubah harga BBM untuk bulan Juni, bahkan untuk jenis premium yang sepenuhnya mengikuti harga pasar, menunjukkan bahwa harga BBM tidak serta merta turun meskipun harga minyak dunia menurun dan nilai tukar menguat. Hal tersebut kemungkinan tidak Grafik 3. Rata-rata Aktual dan Perkiraan Nilai Tukar dan Harga Minyak Dunia lepas dari adanya agenda lain dari Rp/USD pemerintah untuk mengurangi 10000 subsidi BBM secara bertahap 9800 USD/barrel 26,0 25.5 9600 sampai tahun 2004. Untuk tahun 25,0 9400 2002, subsidi BBM akan dikurangi 9200 dari Rp 41,5 triliun pada tahun 2001 9000 24.5 24,0 8800 menjadi tinggal Rp 30 trilliun tahun 2002 dan menjadi dibawah Rp 10 triliun untuk tahun 2003. 126 Artikel 8600 Nilai tukar Actual Est. nilai tukar optimis Est. nilai tukar pesimis Swap price Rata-rata oil price 23.5 23,0 8400 Mar April Mei Juni Juli 2002 Augt Sep Okt Nov Des Dengan demikian, agenda pemerintah untuk mengurangi subsidi akan berdampak pada elastisitas BBM dalam negeri terhadap perkembangan harga minyak internasional dan nilai tukar. Kalaupun pemerintah harus menurunkan harga BBM dalam negeri, seiring dengan penurunan harga minyak internasional dan atau penguatan nilai tukar, penurunan harga tersebut tampaknya akan dilakukan dalam jumlah yang tidak signifikan Artikel 127 C. IMPLEMENTATION OF STANDARDS AND CODES : THE VIEW FROM EAST ASIA1 By : Dr. Miranda S.Goeltom2 Sari H. Binhadi3 The international community has embarked on developing a set of international standards and codes aimed at strengthening the international financial system. There are 12 standards designed by a number of international institutions considered as key for sound financial system and deserving priority in implementation. The key standards, listed below, are broadly accepted as representing minimum requirements for good practice. Subject Area Key Standard Issuing Body Macroeconomic Policy and Transparency Monetary and Financial Policy Transparency Code of Good Practices on Transparency in Monetary and Financial Policies Fiscal Policy Transparency Code of Code of Good Practices on Fiscal Transparency Data Dissemination Special Data Dissemination Standard (SDDS) / General Data Dissemination System (GDDS) IMF Principles and Guidelines on Effective Insolvency and Creditor Rights Systems Principles of Corporate Governance International Accounting Standards (IAS) International Standards on Auditing (ISA) Core Principles for Systematically Important Payment Systems The Forty Recommendations of the Financial Action Task Force on Money Laundering World Bank Core Principles for Effective Banking Supervision Objectives and Principles of Securities Regulation Insurance Core Principles BCBS IOSCO IAIS IMF IMF Institutional and Market Infrastructure Insolvency Corporate Governance Accounting Auditing Payment and Settlement Market Integrity OECD IASB IFAC CPSS FATF Banking Supervision Banking Supervision Securities Regulation Insurance Supervision This paper is a general representation from the practices of standards and codes in East Asia 1 2 3 Presented in Seminar of Overseas Development Institute, London - June 21, 2002 Deputy Governor, Bank Indonesia Assistant Economist, International economic and Institution Studies Division, Bank Indonesia 128 Artikel I. INTRODUCTION The importance of international standards and codes to strengthen the international financial system has been acknowledged as the critical element that would help prevent crisis. A large number of economies worldwide are in the process of implementing the codes and standards and the progress varies. In the mean time, these standards are continually evaluated at international, regional, as well as national level. Assessing the implementation would help address issues that arise during implementation. o The importance of international standards and codes - Background: • Growing financial and trade linkages increase interdependencies and potential for contagion • Growing awareness of the importance of financial infrastructure for financial stability after recent crisis • The increase importance of private sector capital enhanced the need for data and policy transparency - Intended benefit: • Crisis prevention (reduce vulnerability to crisis) Weaknesses in the financial infrastructure has been one of the major factors contributing to recent economic and financial crisis in a number of economies. The development and implementation of these international standards and codes is intended to help economies establish prudent policy and improve their financial infrastructure, including the market and the institutional aspects. Resilient financial system reduces the risk of negative contagion, while diminishing the potential of an economy to be the source of the negative contagion itself. • Discourage accumulation of imbalance by improving transparency The implementation of the standards and codes will enhance the transparency of countries’ economy and their financial sectors. This will provide early warning on the accumulation of economic imbalances between countries and encourage immediate efforts both at national and international level. Artikel 129 • Improve risk assessment Information on how far an economy meets international best practices should help the assessment of risk of an economy for lending and investment decision. Standardized data such as that produced under the SDDS as one of the key international standards would also help investors and lenders in their comparative analysis. • Strengthen international financial system The strong and resilient financial structure of an economy as well as the economic and financial transparency resulting from proper development and implementation of the international standards would in turn support the strengthening of the international financial system. o General overview of the adoption of standards and codes worldwide - In recent years, there appears to be stronger awareness to adopt standards and codes worldwide. This is among others indicated by: • Growing participation to the Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC) Up to the end of 2001, there have been 201 ROSC conducted, covering 67 economies. Although the compliance performance varies, the increasing participation, which is voluntary, indicates growing acceptance to the standards worldwide. In fact, there are more economies implementing the international standards than the number covered by the ROSC so far. • Survey by Financial Stability Forum A survey to financial institutions conducted by the Financial Stability Forum acknowledges that there is increasing awareness towards the importance of international standards, partly because of the official sector’s initiatives and could also due to growing international business activity which amplify the importance of understanding the adherence of an economy to those standards as part of the risk assessment process. • Continued discussion at international fora such as G20, EMEAP Various international fora have put the international standards in their agenda. The 130 Artikel discussions involve either the international standards as a whole or the specific key areas, depending on the main concern of each forum. II. IMPLEMENTATION Standards and codes appear to be achievable and hopes for the benefits are high. However the implementation may not be as smooth. Moreover, the period needed for completion will vary across countries. o Benefits: In the spirit of reforms and awakening from crisis, many emerging economies enhance their attempts to adopt the international standards and codes voluntarily. The standards in general provide a good guidance for the establishment of a strong and prudent financial system, such as banking and payment system. A number of laws and regulations used the international standards as reference. Moreover, the transparency principal promoted by the international standards increase discipline in many areas. Risk assessments are made easier once compliance with the standards and codes is in place. However, it is worth noted that the use of standard-compliant information such as those resulted from the SDDS is more limited in emerging countries since the number of research institutions or other users is more limited. o Problems As East Asian economies take serious efforts in meeting the international standards and codes, a number of issues arise in the implementation. Drawing from the experience in implementation, the following lists down those issues: 1. Questionable advantage of the international standards and codes Despite the promising benefits of the international standards and codes, some emerging countries feel that compliance with standards and codes does not necessarily translate into better capital market access, narrower spreads or more stable currencies. In addition, standards and codes could be less important for countries that have limited capital account openness. These add to the problem of limited usefulness of standardcompliant data in emerging countries as mentioned above. The undemonstrated benefit of compliance could make it more difficult for economies to convince domestic legislature to support the implementation of the international standards and codes. Artikel 131 2. Problems of a “one size fits all” approach and how to prioritize various standards • Most standards are developed by the more developed countries, which may not be suitable yet for emerging countries. Therefore, this approach may work for a certain aspects, but not work for others since countries have different characteristics and the development in each country is unique. • Example is the suitability of the New Basel Accord for developing countries. The standard CAR of 8% may not be appropriate for some emerging countries that are still in the process of recovering from the recent Asian crisis. Adding more risks to the element of CAR would make it even harder for those economies to comply. Furthermore, the required collateral for credit in the form of securities may not be the most appropriate choice for countries where the market for those securities is not yet stable or optimally established and the risk is relatively high. • As another example, in relation to SDDS, some developing countries may resent the disclosure of some sensitive data such as foreign exchange reserve since the disclosure of this amount to the public may encourage volatility in the market. Moreover, unlike most developed economies, some emerging countries may not be ready with a certain data, such as the definition of M3 for money. • Prioritization in implementing the standards varies for each economies depending on the urgency of the matter, the depth of the problems, the availability and sufficiency of resources and supporting aspects such as financial system, legal, and socio cultural background. For example a few economies (Australia, Japan, Hong Kong, Singapore) agreed to implement the New Basel Accord in 2005, while others are still deciding on the timing and approach. Also, some felt that the Simple Standardized Approach (SSA) does not address the basic issues affecting smaller banks in emerging markets. 3. Resources constraint / allocation The implementation of standards and codes require a great deal of efforts that involve human resources and funding. An important problem regarding resources relates to the matter of availability and allocation. Limitation of resources forces an economy to prioritize matters, and for some countries, efforts to recover the economy become the first 132 Artikel priority, hence, resources cannot be optimally absorbed for the implementation of standards and codes. 4. Infrastructure constraint Insufficient legal support often inhibits the implementation of standards and codes. A number of laws and regulations are either absent, still in process or have just been issued, such as money laundering act and laws for a certain aspects of payment system. Moreover, some standards may require sophisticated technology such as in the payment system. Some aspects of the technology may need to be further improved which would take some time to complete. Another aspect of the structural concern relates to the organizational matter. Some of the standards require the formation of specific committee or task force. In the implementation of standards for money laundering under the FATF 40 recommendations, for example, the process of forming a separate financial intelligence unit necessary to meet the FATF recommendations may need months to complete although the function can be carried out temporarily by the central bank. 5. Lack of responsible body at the national level to coordinate and monitor the implementation of codes and standards In the absence of central coordination and monitoring, the international standards will be implemented separately by the concerned institutions, such as the central bank for SDDS and bank supervision, and ministry of finance for fiscal policy. With lack of appropriate planning and monitoring, the implementation of those standards may not be optimal and some standards may be left untouched. 6. Lack of awareness The implementation of standards calls for commitments and understanding from all parties involved including the private sector and the public in general. In the implementation of good corporate governance for instance, the small role of minority shareholders in supervision due to the tendency of being passive and the insufficient transparency and disclosure from the company, as well as the insufficient supervision from creditors pose some weaknesses in the implementation of good corporate governance. Artikel 133 In the case of SDDS, a number of emerging economies still retains weak reporting minded, causing some difficulties in obtaining proper data for SDDS In the implementation of core principles on payment system, communication between the body that establish the payment system and the participating banks still needs to be enhanced to allow for better understanding on the work of the system and allow for inputs towards better implementation of the principles. 7. Limited private sector involvement It has been argued that there is lack of focus on standards and codes by the private sector that may have been due to lack of familiarity, the complexity of the assessment process and concerns about data quality. For example, investors may not refrain from investing in a particular country because of non-compliance with SDDS. On the other hand, the private sector was originally hoped to meet the expectations to help provide data and information. The insufficient private sector involvement casts some doubts on the ability of the private community to fill in the information gap. 8. Dilemma of transparency versus careful disclosure to prevent unfavorable public reaction While transparency for various public data is the ideal practice, the disclosure of certain data may be disadvantageous under certain circumstances. For example, some economies, especially those with small amount of foreign exchange reserve may prefer not to disclose the reserve data to the public under the consideration that sharp movements of this data could trigger high volatility in the domestic foreign exchange market. In addition, financial disclosures cases such as the Enron case would complicate the market’s expectation on the nature and coverage of disclosure, while the existing disclosure standards may have not been able to accommodate the increasing expectation. 9. Technical problem One important obstacle to proper implementation of standards and codes is the lack of technical know-how. Example is in the core principles for payment system, where the method for assessing the payment system is still unclear and there is lack of common reference, such as in the official websites, all of which add to the knowledge gap. 134 Artikel Another technical problem involves difficulties of coordination among data sources such as in the case of SDDS, since data are derived from various sources involving a number of institutions. This problem has caused delay in the preparation of some data under SDDS requirement. 10.No supervision (consultation basis) such as from the IMF or BIS In certain cases, the absence of sufficient consultation opportunity with the standards setting body such as the IMF and BIS hinders a better and more efficient implementation of the standards, as economies attempt to resolve the encountered problems by themselves. Other issues: ROSC (Reports on the Observance of Standards and Codes) by the IMF The ROSC report is descriptive and does not involve rating. While rating system could be hazardous to the non-compliant economies such as risking a deferral of FDI, such rating would actually provide simple and practical reference for comparative study and risk assessment. Nevertheless, there are strong opponents against expanding the IMF’s role outside of its existing mandate such as assuming the role of a global rating agency. Moreover, the publication of the reports in the IMF website is based on the country’s consent and presently only covers around 70% off all ROSC conducted. So far, the participation to the ROSC program is voluntary, but the surveillance under the Article IV surveillance process by the IMF would also include observance on the standards and codes. III. CONCLUSION Development and implementation of international standards and codes is a good path towards strengthening the international financial system, but some areas need to be reviewed to enable a wider applicability. Prioritization and careful timing for compliance is an important issue as mature and emerging economies differ. Furthermore, as issues still lingering the implementation of the standards and codes, efforts need to be directed towards addressing such issues both at the national, regional and international level. Artikel 135 IV. RECOMMENDED ACTIONS In light of the various issues arised during the implementation, a number of actions can be recommended: 1. Technical Assistance Technical assistance in the form of consultation or seminar / training session from the standards setting institutions such as the IMF, BIS or OECD as well as from regulators and the private sectors will help address the issue of knowledge gap that has so far inhibited proper implementation of the international standards and codes. It is to be noted, however, that some of the areas of standards such as corporate governance concerns matters where approaches in each countries varies due to differences in social and cultural background. In this case, the technical assistance and assessment exercises should not reflect excessive reliance on concepts linked to a particular model, such as applying developed countries model of corporate governance in the western hemisphere to that of the developing countries in Asia. 2. Communication among economies and peer support Along with the technical assistance, cooperation among economies and peer support should be enhanced to allow for information sharing based on the experience of each economy and discussion on various issues encountered. 3. Self assessment Aside from the program of Report on the Observance of Standards and Codes (ROSC) and Financial Sector Assessment Program (FSAP) conducted by the IMF and the World Bank, national self assessment would be a good approach to ensure proper implementation. The assessment method itself would ideally be conducted based on a standardized system. The assessment can also be conducted by individual institutions including the private sector, such as the self-assessment scorecard system for the implementation of good corporate governance. 4. Infrastructure building (including enhancing enforcement) Building the proper infrastructure including the legal system and technology is one of the important steps necessary. The legal support in particular would provide a strong basis to enforce the implementation. 136 Artikel 5. Emerging economies involvement in standards and codes Involving emerging economies in the designing and development of standards would encourage wider acceptance on the international standards and codes as it would incorporate fairer and broader perspective. 6. Monitoring and coordinating body/committee at national level The presence of such body within an economy would ensure the efforts towards a complete implementation of all standards, more focused resolution for the issue and problems encountered, and allow for more efficient implementation, among others through more efficient resource allocation and central information gathering. 7. Socialization Socialization on the importance of implementing standards and codes would enhance awareness and increase acceptance, discipline and quality in the implementation. Moreover, socialization on the use of information related to the practice of standards and codes such the SDDS and ROSC would enhance the benefit of implementing the standards and codes. 8. Private sector involvement Private sector involvement needs to be encouraged such as in the assessment of core principles for payment system and in the practice of good corporate government. The private sector encouragement could involve incentive type effort plus the attempt to enhance familiarity as well the usefulness of the standards to the private sector. One important way to achieve this is to include the private sector in the development of the standards. Seeing the international standards issues from private sector‘s point of view such as through investor-relations program would be beneficial for this purpose. In addition, aside from socialization efforts to increase awareness, the use of incentives could also encourage private sector interest as well. The practice of rewarding certification and public awards for companies which have excellently implemented good corporate governance is a good example of incentives that have helped increase the interest in applying the standards. Artikel 137 Indonesia Experience Indonesia has already begun and is still continuing the efforts to adopt the international standards and codes. Various areas of the standards have been implemented. Indonesia has practically complied with the SDDS, while intensively working on the adherence with other key standards such as the 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision, Core Principles for Systematically Important Payment System, good corporate governance and the FATF 40 recommendations of FATF on money laundering. Indonesia encounters most of the issues described above. For instance, in the implementation of payment system standards, Indonesia encounters difficulties in finding the reference for proper assessment of the system based on the core principles. Reports on other countries’ assessment methods do not provide enough technical guidance. While own method assessment might be fairly appropriate, more guidance would help ensure the appropriateness. In the SDDS compliance efforts done by the Indonesian central bank, some difficulties arise in gathering data from several external sources. In complying with the FATF recommendations on money laundering, Indonesia has just issued the Money Laundering Act in March 2002, and some structural improvements still need to be completed such as the formation of financial intelligence unit. The benefit of the adherence with the standards has been felt in part, such as in the restructuring efforts of the banking system with the implementation of the Basel Core Principles and good corporate governance. On the other hand, more distant expected benefit such as better capital market access are yet to actualize. It is still questionable whether the adherence to the international standards has some impact on the more stable currencies and narrower spreads that Indonesia is experiencing at the moment. Nevertheless, Indonesia continues to support the idea of a dopting international standards and will keep resolving the issues encountered, while hoping to involve more in the development of the standards. Moreover, international support is believed to contribute for more appropriate implementation. 138 Artikel Lampiran Tabel 11) Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju dan Negara Berkembang dalam persen Kelompok Negara/Negara Dunia Negara-negara maju Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis Negara-negara maju lainnya Negara-negara berkembang Berdasarkan kawasan Afrika Asia ASEAN-4 China Timur Tengah, Malta dan Turki Amerika Latin Argentina Brazilia Chile Columbia Berdasarkan sumber penerimaan ekspor Pengekspor minyak Bukan pengekspor minyak Negara industri baru Asia (NIEs) Hong Kong SAR Korea Singapura Taiwan Negara-negara ASEAN Indonesia Philipina Malaysia Thailand Negara-negara dalam transisi Eropa Tengah dan Timur Negara Persemakmuran Independen dan Mongolia Rusia Di luar Rusia 1) Produk Domestik Bruto riil. Sumber : IMF, World Economic Outlook, Agustus 2002 140 Lampiran 1998 1999 2000 2001 Proyeksi 2002 2003 4,2 3,4 3,2 4,4 3,0 2,0 1,8 1,4 4,3 1,9 4,3 5,8 2,8 2,7 2,8 4,3 3,0 1,8 -1,0 2,0 3,9 3,5 2,2 3,5 3,6 3,3 2,9 4,1 2,1 1,6 0,7 1,8 5,1 3,0 5.0 3,9 4,7 3,8 3,4 3.8 3,1 2,9 2,2 3,0 4,5 4.2 5,3 5,7 2,5 0.8 0.6 0.3 1.9 1,8 -0,5 0,6 1,5 1.8 1,6 3,9 2,8 1,7 1,5 2,2 1.7 1,0 -0.5 0,7 2,5 1,3 3.2 4,2 3.7 2.5 2,3 2.6 2.4 2,5 1.1 2,1 3.6 2.4 3.2 5,2 3,1 6,5 3,6 8,8 5,6 5,4 8,1 3,6 7,6 3,2 3,5 4,0 -9,2 7,8 3.9 2,1 3,9 -0,1 3,4 0,4 2,6 6,1 2,5 7,1 1,0 0,2 -3,4 0,5 -1,1 -4,1 3,0 6,7 5,1 8,0 6,1 4,0 -0,8 4,4 4,4 2,7 3,6 5,6 2,6 7,3 1.8 0,7 -4.4 1,9 2.8 1,4 3,1 6.2 3,6 7,5 3,5 0.4 -16.7 1.8 2.6 1,2 4,2 6,2 4,2 7,2 4,6 3.0 2.4 2.0 4,8 2,5 4,8 5,9 5,8 5,0 5,0 8,4 6,8 3,4 3,6 -2,3 -5,1 -6,7 0,4 4,7 1,2 4,2 8.0 3,0 10,9 6,9 5,4 7,0 1.8 8,5 10,4 9.3 10.3 5,9 -14.0 -5.4 0,8 0,2 3,0 –2,0 -1,9 0.5 4,4 3.6 1,5 6.4 3.6 3.0 -0.8 5,7 5,1 3,8 5,8 4.2 4,0 4,5 5,2 7,5 -1,8 1,6 2,6 -13,2 -0,5 -7,5 -10,4 -0,8 2,3 0,8 3,4 6,1 4,3 3,6 2,2 4,8 4,4 8,3 4,6 6,6 3,8 3,3 3,2 0,5 1,8 5,0 3,0 3,5 4,0 3.5 3.5 3,9 2.8 4,5 3.8 5,5 3,5 4,5 3.8 1,1 0,9 1,5 -2,8 -4,9 1,6 4,6 5,4 2,8 8.4 9.0 6,9 6,4 5,4 8,8 4.6 4.4 5.2 4,9 4,9 4,9 1997 Tabel 2 Pertumbuhan Produk Nasional Bruto Riil per Kapita dalam persen Kelompok Negara/Negara 1996 1997 1998 2,5 2,4 2,6 2,2 1,0 4,8 0,5 -0,4 0,7 2,8 2,6 3,5 3.1 1.8 1.6 1.2 3.2 1,5 Negara-negara industri lainnya 3,0 Negara-negara berkembang Berdasarkan kawasan Afrika Asia Timur Tengah, Malta dan Turki Amerika Latin Proyeksi 2002 2003 1999 2000 2001 2.1 2.3 3,4 2.6 1.8 -1.3 2.0 3.0 3.1 2,8 2.4 3,2 1.7 1.6 0.5 1.8 4.2 2.6 3,8 3.4 3.8 3.1 2.9 2.2 3.0 4.5 4.2 0.8 0.6 0.3 1.9 1.8 -0.5 0.6 1.5 1.8 1.7 1.5 2.2 1.7 1.0 -0.5 0.7 3.2 1.3 2.5 2.3 2.6 2.4 2.5 1.1 2.1 3.2 2.4 3,6 1.5 4.3 5.3 1.6 2.7 3.4 4,9 5.8 3.5 3.9 5.7 3.9 4.2 5.2 3,0 6,7 2,6 1.8 3.2 6.6 5.6 5.3 3.6 4.0 3.9 2.3 2.6 6.1 1.1 0.2 3.0 6.7 6.1 4.0 3.6 5.6 1.8 0.7 3.1 6.2 3.5 0.4 4.2 6.2 4.6 3.0 Negara-negara industri baru Asia (NIEs) 5,1 4,7 -3.5 7.0 8.5 0.8 4.6 4.9 Negara-negara dalam transisi -0,6 1.6 -0,8 3.6 6,6 5.0 3.9 4.5 Negara-negara maju Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis Sumber : IMF, World Economic Outlook, April 2002 Lampiran 141 Tabel 3 Tingkat Pengangguran di Negara-negara Maju dalam persen Kelompok Negara/Negara 1997 Negara-negara maju Proyeksi 2002 2003 1998 1999 2000 2001 6,9 6,8 6,4 5,9 5.9 6,4 6.5 6,6 5.0 7.1 11,7 3,4 9,8 9,1 12,3 6,3 4,5 6.3 11,8 4,1 8.9 8,3 11,8 6,2 4,2 6,0 11,4 4,7 8,6 7,6 11,2 5,7 4,0 5,5 10,6 4,7 7,9 6,8 9,5 6,0 4,8 5,1 9,5 5,0 7,9 7,2 8,7 6,5 6,0 5,2 9,3 5,8 8.2 7,4 8,9 6.8 6,5 5.3 8.9 5.7 8,1 6,6 8,6 Negara-negara maju lainnya 7,8 8,1 7,3 6,2 5,7 6,3 6,1 Negara industri baru Asia (NIEs) 2,5 5,4 5,2 3,8 4,3 4,1 3.3 Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis Sumber : IMF, World Economic Outlook, Agustus 2002 142 Lampiran Tabel 4 Laju Inflasi Negara Maju dan Negara Berkembang dalam persen Kelompok Negara/Negara Negara-negara maju Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris*) Italia Jepang Jerman Kanada Perancis Negara-negara maju lainnya Negara-negara berkembang Berdasarkan kawasan Afrika Asia China Timur Tengah, Malta dan Turki Amerika Latin Argentina Brazilia Chile Columbia Berdasarkan sumber ekspor Pengekspor minyak Bukan pengekspor minyak Negara industri baru Asia (NIEs) Hong Kong SAR Korea Singapura Taiwan Negara-negara ASEAN Brunei Darussalam Indonesia Philipina Malaysia Thailand Negara-negara dalam transisi Eropa Tengah dan Timur Negara Persemakmuran Independen dan Mongolia Rusia Di luar Rusia 1997 1998 1999 2000 2001 Proyeksi 2002 2003 2,1 2,0 2,3 2,8 1,9 1,7 1,5 1,6 1,2 2,3 10,9 1,5 1,3 1,5 2,7 2,0 0,7 0,6 1,0 0,9 2,4 10,6 1,4 1,4 2,2 2,3 1,7 -0,3 0,7 1,8 0,3 1,3 6,9 2,3 2,3 3,4 2,1 2,6 -0,8 2,1 2,7 1,8 2,4 6,1 2,2 2,1 2,8 2,1 2,7 –0,7 2,4 2,5 1,8 2.9 5,7 1,5 1,2 1,5 1.9 2,4 -1,0 1,4 1,8 1,8 2.4 5,8 1,7 1,6 2,3 2,1 1,9 -0,6 1,0 2.1 1.4 2,2 5.1 14,6 4,8 2,8 28,3 12,9 0,5 6,9 6,1 18,5 10,9 7,7 -0,8 28,1 9,9 0,9 3,2 5,8 18,7 12,3 2,5 -1,4 23,7 8,9 -1,2 4,9 3,3 10,9 14,3 1,9 0,4 19,6 8,1 -0,9 7,0 3,8 9,2 13,2 2,6 0,7 17,2 6,4 -1.1 6,8 3,6 8,0 9,7 2,5 -0.4 17.5 9.5 41.2 6.5 2,2 5.7 9.5 3.0 1,5 12,3 9.2 52.3 4.3 2.7 5,0 20,1 9,0 3,4 5,9 3,1 1,3 1,9 18,0 9,8 4,4 0,9 5,3 -1,1 2,4 17,2 5,9 -4,0 0,8 0,1 0,2 13,8 5,3 1,1 -3,7 2,3 1,1 1,3 12,0 5,1 1,9 –1,6 4,1 1,0 – 1.3 5,0 1,2 -2,6 2,7 -0,4 10,7 4,5 2.2 -0.2 3.3 1,0 1,6 1,7 6,6 5,9 2,6 5,6 27,3 41,8 19,1 14,7 29,6 -0,4 58,4 9,7 5,1 8,1 21,8 17,2 25,0 27,7 19,3 -0,1 20,7 6,6 2,8 0,3 44,1 11,0 70,5 85,7 41,8 1,5 3,8 4,3 1,6 1,6 20,2 32,9 25,0 20,8 34,9 2,5 11,5 6,1 1,4 1,7 15,9 25.0 19,8 20,7 18,0 n,a, 11.9 5,0 1,8 0.7 11,0 18.4 13,4 15.8 12.0 n,a, 8,7 5,1 2,5 1.9 2,4 14.2 10.5 11.0 10,1 *) Indeks harga eceran di luar bunga hipotik, Sumber : IMF, World Economic Outlook, April dan Agustus 2002 Lampiran 143 Tabel 5a Pengeluaran Pemerintah di Beberapa Negara Industri Utama miliar mata uang masing-masing Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Amerika Total (dolar) Defisit/surplus (% PDB) 1.621,8 -0,03 1.693,3 0,62 1,700,0 1,71 1,788,3 2.58 1.902,9 n.a. 183.11) n.a. Inggris Total (pound) Defisit/surplus (% PDB) 306.579 -2.58 313.836 -0.38 324.393 1,52 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. Italia Total (lira) Defisit/surplus (% PDB) 595,0 –1,57 611,3 –2,31 327,2 0,1 369,3 -1.24 n.a. n.a. n.a. n.a. Jerman Total (mark) Defisit/surplus (% PDB) 1.214,65 –2,9 1.233,9 0.9 n.a. n.a. n.a. n.a. 32.6602) 0.45 25.4601) n.a. Kanada Total (dolar) Defisit/surplus (% PDB) 186,95 0,61 193,58 0,33 201,44 0,92 210,96 1,34 n.a. n.a. n.a. n.a. Perancis Total (frank) Defisit/surplus (% PDB) 3.789,2 -3,5 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. 1) Data s.d. Mei 2002 2) Data s.d. Desember 2001 Sumber : - IMF. International Financial Statistics, Agustus 2002 144 Lampiran Tabel 5b Pengeluaran Pemerintah di Beberapa Negara Berkembang1) Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 ASEAN Indonesia : Total (triliun rupiah) Defisit/surplus (%) Philipina : Total (miliar peso) Defisit/surplus (%) Malaysia : Total (miliar ringgit) Defisit/surplus (%) Singapura : Total (miliar dolar Sing) Defisit/surplus (%) 112,893 -0.67 466,69 0,33 59,109 2,35 29,222 9.70 174,92 -2.95 511,08 -10,82 60,371 -1,76 25,56 16.72 223,462 -1.14 585,43 23,35 68,210 -3,17 26,70 10.26 n.a. n.a. 638,7 -26,99 n.a. n.a. 30,068 11.38 299,7 -34,3 706,433 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. 76,3251) -21,7561) n.a n.a 875,714 842,581 833,042 853,067 908.613 74,4441) -317,73 -2.786,08 -3.340,84 2.205,30 n.a. Argentina : Total (miliar peso) 46.174,3 47.108,3 49.214,2 49.365,9 n.a. Defisit/surplus (%) -1,49 -1,39 -2,87 -2,40 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. 33,6402) 26,2741) Thailand : Total (miliar baht) Defisit/surplus (%) 2002 Negara-negara lainnya Brasil : Total (juta reais) Defisit/surplus (%) n.a. -29,83 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. 79,004 107.494 112.826 83.896 n.a. n.a. Korea : Total (miliar won) Defisit/surplus (%) -1.27 -2.97 -3.21 0.43 n.a. n.a. Meksiko : Total (miliar peso) 505,902 556,079 689,921 848,502 896,907 n.a. Defisit/surplus (%) -1.074,60 -1.444,60 -1.553,66 -1.274,90 -0,64 n.a. 1) Data s.d. April 2002 2) Data s.d. Desember 2001 Sumber : - IMF. International Financial Statistics, Agustus 2002 Lampiran 145 Tabel 6 Harga dan Volume Perdagangan Dunia Kelompok Negara/Negara Perdagangan barang dan jasa Perdagangan dunia Volume Deflator harga Dalam dolar AS Dalam SDR Volume perdagangan Ekspor Negara-negara maju Negara-negara berkembang Impor Negara-negara maju Negara-negara berkembang Nilai tukar dagang Negara-negara maju Negara-negara berkembang Perdagangan barang Perdagangan dunia Volume Deflator harga Dalam dolar AS Dalam SDR Harga dalam dolar AS Manufaktur Minyak Komoditas primer nonmigas Harga dalam dolar SDR Manufaktur Minyak Komoditas primer nonmigas Volume perdagangan Ekspor Negara-negara maju Negara-negara berkembang Pengekspor migas Bukan pengekspor migas Impor Negara-negara maju Negara-negara berkembang Pengekspor migas Bukan pengekspor migas Deflator harga dalam SDR Ekspor Negara-negara maju Negara-negara berkembang Pengekspor migas Bukan pengekspor migas Impor Negara-negara maju Negara-negara berkembang Pengekspor migas Bukan pengekspor migas Nilai tukar dagang Negara-negara maju Negara-negara berkembang Pengekspor migas Bukan pengekspor migas Sumber : IMF, World Economic Outlook, April dan Agustus 2002 146 Lampiran 1997 1998 1999 2000 2001 Proyeksi 2002 2003 10.5 4.2 5.3 12.5 -0.1 2.5 6.1 –6.1 –0.9 –4.5 –3.1 –1.9 –2.7 –0.7 2.9 –3.3 0.1 –1.3 0.6 1.0 0.8 10,5 13.9 4.0 4.8 5,1 4.1 11,9 15.1 -1.1 2.7 1.6 4.1 5.7 6.6 9,3 11,8 5.9 –0.9 7.7 1.2 11.7 15.8 –1.3 1.6 2.0 5.0 5.9 7.2 -0,5 –0.7 1,4 –6.8 -0,3 4.7 -2,2 7.0 0,2 –2,8 0.9 –1.6 0.4 –1.2 10,6 4.6 5.6 12.8 –0.17 2.6 6.7 -6,3 –1.1 –5.4 –4.0 –1.9 –2.7 0.3 4.0 –3.5 - –-1.5 0.4 1.0 0.9 –8.0 -5,4 -3,0 -1,8 -32,1 -14,7 -1,9 37,5 -7,0 -5,1 57.0 1.8 -2,4 -14.0 -5.4 -0.5 0.5 4.4 1.2 -0.8 5.7 -3.0 -0,2 2,4 -0,4 -31,2 -13,4 -2,7 36.5 -7,8 -1,6 62.8 5.6 1.1 -10,9 -2.1 1.4 -3.4 1.8 1.0 –4.5 7.0 10.9 12.8 5.0 15.2 4.3 4.7 2.0 5.5 5.2 4.6 --5.6 12.0 15.3 5.8 17.8 –1.9 2.4 -0.1 3.3 1.2 4.8 –1.7 6.7 6.3 6.7 3.3 7.4 10.0 10.2 14.1 9.5 5.9 0.4 3.1 --- 8.7 0.7 –1.1 1.0 11.9 16.5 10.8 17.4 –2.0 1.8 8.4 0.8 1.8 6.8 4.6 7.2 6.7 8.2 4.0 8.9 -2,2 1.3 1.4 1.3 –3.4 –10.7 –26.6 –6.1 –3.4 5.0 27.6 0.2 1.0 13.9 48.3 4.9 0.1 –1.9 –7.4 -0.1 0.6 –0.4 –5.6 1.1 1.1 0.1 -4.9 1.2 -1,6 2.3 1.0 2.5 -4,9 –4.4 -0.9 -5.0 –3.4 0.3 -2.0 0.7 3.7 6.1 3.4 6.5 –0.3 1.1 3.5 0.7 1.1 1.3 2.5 1,0 0.7 1.2 1.3 1.2 -0.6 -0.9 0.4 -1.1 1.6 -6.5 -25.9 -1.2 --4.7 30.2 -0.5 -2.5 7.4 43.4 -1.5 0.4 -3.0 -10.5 -0.8 0,6 -1,6 -7,9 0.1 0.4 -1.1 -6.2 0.1 Tabel 7 Nilai Tukar Dagang Negara Industri dan Negara Berkembang 1998 1999 2000 2001 Proyeksi 2002 2003 -0,5 -0,4 1.6 3.3 1.5 -3.7 -1.9 -0.7 ---0.7 1,4 2,1 3.5 2.2 2.0 3.2 2.0 -4.1 1.1 0.3 -0,3 0.2 -0.9 0.7 -0.5 -0.6 0.6 1.1 -0.3 -0.3 -2,2 -2,8 -2.5 2.1 -6.3 -4.5 -4.5 4.2 -2.5 -1.1 0,2 0,6 2.5 -0.5 1.8 -1.6 0.1 -1.3 1.1 -0.5 0.9 1.1 2.9 0.7 0.5 3.2 0.2 -4.6 -0.4 0.4 0.4 0.5 1.6 -0.4 -0.3 0.1 --0.2 -0.4 0.2 Negara-negara berkembang -0.9 -6.5 4.7 7.4 -3.0 -1.6 -1.1 Negara industri baru Asia (NIEs) Afrika Amerika Latin Asia Timur Tengah, Malta dan Turki Sub-Sahara Afrika -1.2 -1.0 -2.4 -0.5 0.4 -2.8 0.3 -9.7 -7.1 0.4 -18.5 -9.1 -1.1 6.0 0.1 -0.7 23.5 6.7 -4.2 16.4 6.7 -3.5 30.3 12.8 -1.4 -5.9 -3.4 -0.1 -7.5 -6.4 2.0 -4.5 -0.1 -0.3 -5.2 -3.9 0.5 0.2 -1.2 0.4 -5.5 1.1 Kelompok Negara/Negara 1997 Negara-negara maju Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis Negara-negara maju lainnya Sumber : IMF, World Economic Outlook, April 2002 Lampiran 147 Tabel 8 Perkembangan Harga Komoditas Primer Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 Minyak (US$/barel) London Spot Brent Blend 19,12 12,72 17,70 28,31 22,71 141,5 Kopi (US$/pound) Dari Brasil (di New York) 166,80 121,81 88,92 79,80 50,50 29,4 Emas (US$/fine ounce) Inggris 331,10 294,20 278,78 279,00 278,43 73,1 Nikel (US$/pound) Inggris 314,10 209,72 272,27 391,48 270,78 86,9 47,44 46,61 45,31 47,36 48,88 93,01) Timah (sen $/pound) London 255,85 251,12 244,55 246,57 203,64 69,4 Tembaga (sen $/pound) Inggris 103,20 75,01 71,33 82,31 71,68 56,3 Karet (US$/pound) Semua jenis (di New York) 1) Data tahun 2002, s.d. bulan Juni 2002 kecuali data Karet s.d. Mei 2002 Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002 148 Lampiran 2001 2002 Tabel 9 Cadangan Devisa Negara Industri dan Negara Berkembang1) miliar juta SDR Kelompok Negara/Negara Cadangan internasional Negara-negara industri Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggeris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis Negara-negara berkembang Negara-negara ASEAN Indonesia Philipina Malaysia Singapura Thailand 20011) 2002 1.578.8 1.707.5 1.755,22) 614,7 677,5 707,8 709,52) 59,4 23,7 24,1 153,9 56,7 16,6 35,1 53,2 26,9 19,1 209,9 48,4 20,6 32,3 52,6 34,2 22,4 273,3 47,6 24,5 31,8 55,0 30,1 22,2 315,3 n.a. 27,1 28,7 n.a.3) 30,83) 21,13) 330,33) 42,33) 27,83) 25,73) 689,0 704,0 787,5 901,2 999,7 1.045,72) 12,4 5,6 15,5 52,8 19,5 16,2 6,7 18,2 53,2 20,6 19,4 9,9 22,3 56,0 24,9 22,0 10,2 22,7 61,5 24,7 21,8 11,0 24,3 60,0 25,8 21,43) 11,52) 25,03) 60,42) 27,13) 1997 1998 1999 2000 1.292,3 1.277,9 1.402,2 603,3 573,9 52,8 24,6 43,6 163,6 60,8 13,3 25,8 1) s.d. Desember 2001 2) s.d. Mei 2002 3) s.d. Juni 2002 Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002 Lampiran 149 Tabel 10 Neraca Transaksi Berjalan Negara Industri dan Negara Berkembang dalam persen Proyeksi 2002 2003 Kelompok Negara/Negara 1999 2000 2001 Negara-negara maju Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis Negara-negara maju lainnya -0,5 -1,0 -3,5 -1,1 0,5 2,4 -0,9 0,2 2,6 2,0 -0,9 -1,5 -4,2 -2.0 -0,5 2,5 -1,0 2,6 1,5 2,0 -0,7 -1,4 -3.9 -2.1 0,1 2,1 0,5 2,8 1.8 2,4 -0,7 -1,4 -4,3 -2,3 0,4 3,0 1.2 2.4 1.5 2,3 -0.7 -1.3 -4.2 -2.2 0.5 2.8 1.9 2,4 1.2 2,1 Negara industri baru Asia (NIEs) Hong Kong Korea Singapura Taiwan 7,1 7,3 6,0 25,9 2,9 4.4 5,5 2,7 16.7 2,9 6.0 7.4 2,0 20.4 6.7 5.7 9.2 1.4 21.7 5.8 5.4 9.4 0,8 22.3 5.9 Negara-negara ASEAN Indonesia Philipina Malaysia Thailand 9,2 4,1 10,0 15,9 10,2 7,8 5,3 11.3 9,4 7,6 5,9 4.7 6.3 8.2 5,4 3,8 2.7 3,3 6.9 3.5 2,1 2.0 -3.3 6.5 2.4 Negara-negara dalam transisi Eropa Tengah Rusia -5,7 11,8 -5,2 17.5 -3.9 10.3 -4,1 7.0 -4.2 6.3 Sumber : IMF, World Economic Outlook, Agustus 2002 150 Lampiran Tabel 11 Neraca Perdagangan Negara Industri dan Negara Berkembang miliar dolar AS 20021) Kelompok Negara/Negara 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis -189,4 -21.2 54,1 83,6 69.4 31.1 14.9 -196,2 -20.2 39,9 101,6 70.1 18.6 26.9 -244.7 -343.12 -36.1 -44.5 35,6 23,4 122,4 123,3 76.9 70.1 15.3 25.8 24.9 18.0 -449.6 -45.3 10,7 116,7 57.3 39.8 1.1 -423,7 -48,3 15,9 70,2 82,8 41,4 2,9 n.a. n.a. 1,8 n.a. n.a. n.a. n.a. Negara industri baru Asia (NIEs) Hong Kong Korea Singapura Taiwan -17,8 -15.0 2.2 13,6 -20,6 -3.2 1.1 7,7 -7,8 41.6 14.8 5,9 -3,2 28.4 11.2 11,2 -8,2 16.9 11.4 8,5 -1,5 13,4 n.a. 12,6 n.a. n.a. n.a. n.a. Negara-negara ASEAN Indonesia Philipina Malaysia Thailand -5.9 -11.3 3.8 -9.5 10.1 -11.1 3.5 1.6 18.4 -2.8 17.5 16.2 20.6 5.0 22.6 14.0 25.0 6.9 n.a. 11.8 6.1 2,8 n.a. 8,6 n.a. n.a. n.a. 2,1 Lampiran 151 1) s.d. Triwulan I 2002 Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002 Tabel 12 Ekspor Negara Industri dan Negara Berkembang miliar dolar AS Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis 688,70 281,06 240.40 420,96 512,43 214,42 289,95 682,14 271,84 245.70 387,93 543,40 214,33 305,64 702,10 268,19 235.18 419,37 542.87 238,45 300,76 781,13 281,56 238,26 479,25 549,60 276,64 298,84 730.80 267.35 241.73 403.49 570.52 259.86 294.36 58.071) 22.342) 20.042) 32.832) n.a. n.a. 25.151) 253,94 200,23 1.633,51 1.572,79 233,37 1.655.88 340,35 1.997,71 n.a. 1.915.99 n.a. n.a. Negara-negara berkembang Pengekspor minyak Bukan pengekspor minyak Negara-negara industri baru Asia (NIEs) Hong Kong SAR Korea Singapura Taiwan Negara-negara ASEAN Indonesia Philipina Malaysia Thailand 188,06 136,16 109,90 121,08 174,00 132,31 114,68 110,52 173,89 143,68 137,00 121,50 201,86 172,27 137,88 147,78 189.94 150.44 121.75 122.50 16.142) 13.241) 10.631) n.a. 53,44 24,88 78,74 57,37 48,85 29,41 73,30 54,46 48,67 36,58 84,46 58,44 62,12 39,78 98,14 69,06 n.a. 32.66 88.00 65.13 n.a. 2.821) n.a. 5.162) 1) Data s.d. April 2002 2) data s.d. Mei 2002 Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002 152 Lampiran Tabel 13 Impor Negara Industri dan Negara Berkembang miliar dolar AS Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 Negara-negara industri utama Amerika Serikat Inggris Italia Jepang Jerman Kanada Perancis 899,0 306,6 210,3 338,8 445,6 200,9 271,9 944,4 314,0 218,4 280,5 471,4 206,1 288,4 1.059,4 318,0 220,3 311,3 473,5 220,2 289,9 Negara-negara berkembang Pengekspor minyak Bukan pengekspor minyak 171,6 1.823,5 155,8 1.664,3 208,6 144,6 132,4 113,9 41,7 38,6 79,0 62,9 Negara industri baru Asia (NIEs) Hong Kong Korea Singapura Taiwan Negara-negara ASEAN Indonesia Philipina Malaysia Thailand 2001 2002 1.259,3 334,4 236,6 379,5 497,8 244,8 301,0 896,51 242,00 175,9 265,6 370,5 173,6 222,3 99.952) 26,441) 18,861) 27.943) n.a. n.a. 23.761) 150,5 1.701,5 175,1 2.009,3 36,2 997,5 184,5 93,3 104,7 104,9 179,5 119,8 111,1 111,0 212,8 160,4 134,5 n.a. 152,3 106,7 88,5 n.a. 17.093) 12.542) 9.882) n.a. 27,3 31,5 58,3 43,0 24,0 32,6 65,0 50,3 33,5 33,8 82,2 61,9 9,2 24,4 19,2 47,4 n.a. 3.392) 7.102) 5.363) 1) Data s.d. Maret 2002 2) Data s.d. April 2002 3) Data s.d. Mei 2002 Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002 Lampiran 153 Tabel 14 Utang Luar Negeri dan Debt Service Payment Negara-negara Berkembang Kelompok Negara/Negara 1998 Total Negara berkembang Afrika Asia Timur Tengah, Malta dan Turki Amerika Latin 2.108,4 290,4 697,0 368,1 752,3 Negara dalam transisi Eropa Tengah dan Timur Negara Persemakmuran Bebas dan Mongolia Rusia Di luar Rusia Sumber : IMF, World Economic Outlook, April 2002 154 Lampiran 1999 DSP Total 2000 DSP Total Proyeksi 2002 2003 2001 DSP Total DSP Total 317,1 2.145,3 345,0 2.208,1 351,5 2.190,4 26,5 291,3 26,2 277,6 26,9 276,1 98,7 702,3 96,7 674,9 99,5 675,8 35,8 384,3 38,0 486,7 41,1 486,1 156,2 767,5 184,1 768,9 184,1 752,4 352,4 26,6 102,6 44,1 179 DSP Total 2.232 322,4 2.236,7 268,4 34,1 265,2 688,7 100,3 716,8 502,4 40,7 510,1 772,5 147,3 744,5 DSP 342,9 26,4 104,8 44,9 166,7 360,8 167,9 50,2 29,5 359,2 173,3 47,0 28,8 361,4 179,4 48,3 32,2 362,9 187,2 50,9 32,7 370,7 197,9 49,4 31,6 373,4 210,5 57,8 34,3 192,9 158,2 34,7 20,8 16,3 4,5 185,9 144,3 41,6 18,2 12,9 5,3 181,9 140,7 41,2 16,1 9,8 6,3 175,7 131,2 44,5 18,2 12,4 5,8 172,7 126,0 46,9 17,8 12,6 5,2 162,8 114,0 48,9 23,6 18,4 5,1 Tabel 15 Perkembangan Suku Bunga Luar Negeri Suku Bunga 26 Juli Perubahan dari Perubahan Benchmark 2002 Des 2000 (bp) Terakhir* Global GDP-weighted average 3.04 -236 Amerika Amerika Serikat GDP-weighted average Federal funds rate 3.26 1.75 -431 -475 11 Des 01 (-25bp) Proyeksi Sep 02 Des 02 Mar 03 Jun 03 Des 03 3.06 3.09 3.31 3.49 3.59 3.32 1.75 3.13 1.75 3.44 2.25 3.69 3.53 2.50 2.50 2.75 2.75 3.25 3.50 3.50 Kanada Overnight funding rate 2.75 -300 16 Jul 02 (+25bp) Brazil SELIC overnight rate 18.00 225 17 Jul 02 (-50 bp) Meksiko 91-day Cetes rate 7.39 -978 12 Apr 02 (-60mil) 8.00 6.00 5.70 8.20 7.00 Chile Discount rate 3.25 -475 12 Jul 02 (-75bp) 3.25 3.25 3.25 3.50 4.00 Eropa/Afrika GDP-weighted average 3.61 -165 3.61 3.89 4.14 4.38 4.81 Euro Refi rate 3.25 -150 8 Nov 01 (-50bp) 3.25 3.50 4.00 4.25 4.50 Inggris Repo rate 4.00 -200 8 Nov 01 (-50bp) 4.00 4.50 4.75 5.25 5.50 Swedia Repo rate 4.25 25 2 Mei 2002 (+25bp) 4.25 4.75 5.00 5.25 5.25 Denmark 14-day CD rate 3.55 -185 1 Feb 02 (-5bp) 3.55 3.80 4.05 4.30 4.80 Norwegia Deposit rate 7.00 0 4 Jul 02 (+50bp) 7.00 7.50 7.50 7.50 7.50 Republik Czech 2-week repo rate 3.00 -225 26 Jul 02 (-75bp) 3.00 3.00 3.25 3.50 3.75 Hungaria 2-week repo rate 9.50 -225 9 Jul 02 (-50bp) 9.50 10.00 10.00 9.00 8.00 Polandia 28-day intervention rate 8.00 8.00 8.00 Afrika Selatan Repo rate Swiss Asia/Pasifik Australia Selandia Baru 18.50 17.00 15.50 14.50 13.00 8.50 - 1050 26 Jun 02 (-50bp) 12.50 502) 14 Jun 02 (+100bp) 8.00 8.00 3-month Swiss Libor1) 0.75 -275 26 Jul 02 (-50bp) 0.75 1.00 1.50 1.75 2.50 GDP-weighted average Cash rate Cash rate 2.05 4.75 5.75 -67 -150 -75 5 Jun 02 (+25bp) 3 Jul 02 (+25bp) 2.05 5.00 6.00 2.07 5.25 6.25 2.12 5.50 6.50 2.13 2.17 5.50 5.75 6.50 6.50 Jepang Overnight call rate 0.00 -25 19 Mar 01 (-15 bp) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 Hong Kong Discount window base 3.25 -475 12 Des 01 (-25bp) 3.25 3.25 3.75 4.00 4.00 China 1-year working capital 5.31 -54 20 Feb 02 (-54 bp) 5.30 5.30 5.30 5.30 5.60 Korea Overnight call rate 4.25 -100 7 Mei 02(+25bp) 4.25 4.50 4.75 5.00 5.25 Indonesia 1-month SBI rate 14.99 57 not applicable 4.25 4.50 4.75 5.00 5.25 India Bank rate 6.50 -150 22 Okt 01 (-50bp) Philipina Reverse repo rate 7.00 -650 15 Mar 02 (-25bp) 7.00 7.00 7.25 Thailand 14-day repo rate 2.00 50 21 Jan 02 (-25bp) 2.00 2.00 2.25 2.25 2.25 Taiwan Official discount rate 1.88 -275 27 Jun 02 (-25bp) 1.88 1.88 2.13 2.38 2.38 12.50 12.50 12.50 11.50 11.50 14.50 14.00 13.50 13.00 12.00 7.50 7.50 * Untuk Meksiko perubahan ini mencerminkan pergerakan akhir dari “corto” 1) Level saat ini dan proyeksi mengacu pada nilai tengah kisaran target SNB 2) 100bp sesuai dengan penyesuaian tekhnis atas repo rate Sumber : JP Morgan Lampiran 155 Tabel 16a Uang Beredar di Negara-negara Industri Utama Negara 1997 1998 1999 2000 2001 20021) Amerika Serikat (miliar dolar) M1 M2 1.096,9 4.051,4 1.120,4 4.406,4 1.148,3 4.675,9 1.112,3 4.966,0 1.203,5 5.479,7 1.186,3 5.564,9 Inggris (miliar pound) M0 M2 M4 27,8 837,4 722,2 29,4 900,1 783,2 32.8 932,3 815.0 34.6 971,4 882,7 37.3 1.120,6 941,3 35,32) 1.174,12) 956,72) Italia (triliun lira) M1 M2 645,8 931,0 717,7 975,3 459.3 n.a. 487.2 n.a. 515.8 n.a. n.a. n.a. Jepang (triliun yen) M1 M2 204,3 374,1 214,4 387,9 239,5 383,3 247.9 381,8 281,8 361,5 n.a. 318,72) Jerman (miliar deutsche mark) M1 M2 872,9 1.265,7 930,6 1.322,1 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. Kanada (miliar canadian dolar) M1 M2 169,9 377,7 179,6 380,4 199,2 388,1 225,2 444,4 253,8 464,6 252,62) n.a. Perancis (miliar france) M1 M2 1.933,0 3.624,0 1.993,0 3.781,0 n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. n.a. 1) Juni 2002 2) Mei 2002 Sumber : IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002. 156 Lampiran Tabel 16b Uang Beredar di Negara-negara Berkembang Kelompok Negara/Negara 1997 1998 1999 2000 2001 20021) ASEAN Indonesia (triliun rupiah) M1 M2 68.8 355,6 87.3 577,4 114.6 646,2 156.8 747,028 170.5 666.5 n.a. n.a. Philipina (miliar peso) M1 M2 266.3 1.238,9 286.0 1.348,3 395.6 1.514,5 390.6 1.674,7 392.3 1.746.8 n.a. n.a. Malaysia (juta ringgit) M1 M2 82.840,0 192.198,0 58.522,0 212.544,0 75,602.0 241.249,0 80.630 267.691 83.879 273.043 83.86 279.07 Singapura (juta dolar) M1 M2 27.511,0 95.953 27.239,0 133.545 31,109.0 143.365 33.2621 137.636 36.114 144.826 34.33 145.40 Thailand (miliar baht) M1 M2 430,1 3911,6 451,0 4311,6 739.7 4.279,1 684,3 4.505,8 640,0 4.662,6 598.4 4.822,1 M1 M2 21.482,0 56.038,0 21.489,0 64.162,0 21,836,0 67,315,0 19.839,0 70.677,0 15.701,0 57.476,0 n.a. n.a. M1 M2 35.036,0 168.495,0 35.583,0 222.956,0 44.375,0 284.943,0 46.997 366.052,0 53.506,0 414.072,0 n.a. n.a. M1 325.391,0 387.897,0 489,136.0 564,233 676,65 M2 1.295.084,0 1.656.617,0 2.016.394,0 2.339.587,0 2.738.433,0 633,62 2.835,88 Negara-negara lainnya Argentina (miliar peso) Korea (miliar won) Meksiko (miliar peso) 1) Data s.d. Mei 2002 Sumber : - IMF, International Financial Statistics, Agustus 2002. Lampiran 157 Tabel 17 Perkembangan Nilai Tukar Dolar AS terhadap Mata Uang Utama Rata-rata Periode Dolar Kanada per $ Frank Perancis per $ Lira Italia per $ Mark Jerman per $ Pound Inggris per $ Euro Eropa per $ Yen Jepang per $ 1996 1997 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 1,35 5,18 1.522,20 1,53 1,64 - 115,70 1,36 1,39 1,38 1,41 5,60 5,78 6,09 5,88 1.638,90 1.690,10 1.763,00 1.720,40 1,66 1,71 1,81 1,76 1,63 1,64 1,62 1,66 - 121,22 119,57 117,93 125,24 1998 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 1,43 1,47 1,53 1,54 6,10 6,06 5,60 5,62 1.792,63 1.782,00 1.649,00 1.659,90 1,82 1,81 1,67 1,68 1,65 1,67 1,70 1,66 1.17 128,31 138,77 136,45 113,60 1999 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 1,51 1,46 1,47 1,45 6,10 6,34 6,14 6,52 1.799,17 1.870,43 1.812,32 1.924,43 1,82 1,89 1,83 1,94 1,61 1,58 1,65 1,62 1.08 1.04 1.07 1.01 118,90 121,10 106,46 102,50 2000 Triwulan Triwulan Triwulan Triwulan I II III IV 1,45 1,48 1,52 1,50 6,87 6,96 7,43 6,96 2.027,08 2,026,87 2,191,96 2,055,44 2,05 2,04 2,28 2,08 1,60 1,51 1,46 1,49 0,96 0,95 1,14 1,06 102,78 106,21 108,14 114,41 2001 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 1,57 1,51 1,57 1,59 6,87 7,72 7,20 7,37 2.206,07 2.279,31 2.154,52 2.176.81 2,05 2,30 2,15 2,20 1,41 1,42 1,47 1,45 1,13 1,18 0,91 0,89 125,51 124,65 119,56 131,66 2002 Triwulan I Triwulan II 1,59 1,52 7,52 6,62 2.222,2 1.953,0 2,24 1,97 1,43 1,53 0,87 0,99 132,73 119,47 Sumber : Bloomberg 158 Lampiran Tabel 18 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Utama Akhir Periode Rp/$ Rp/Y100 Rp/DM Rp/FRF Rp/EUR Rp/GBP 1997 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 2.402,0 2.431,9 3.269,0 5.402,5 1.934,2 2.127,7 2.710,0 4.032,3 1.443,6 1.412,1 1.853,0 2.597,8 429,0 419,1 552,2 776,4 - 1998 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 8.550,0 14.950,0 10.850,0 8.000,0 6.316,2 10.526,3 7.936,5 6.940,0 4.506,7 8.245,7 6.401,6 4.776,9 1.352,1 2.459,8 1.909,2 1.424,3 - 1999 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 8.725,0 6.705,0 8.300,0 7.100,0 7.245,0 5.595,0 7.825,0 6.942,5 4.801,0 3.548,9 4.547,5 3.652,5 1.417,4 1.058,6 1.360,6 1.091,7 9.352,0 7.071,0 8.880,0 7.125,0 14.153,0 10.852,5 13.759,4 11.362,5 2000 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 7.580,0 8.760,0 8.775,0 9.675,0 7.374,0 8.250,0 9.515,0 8.456,4 3.702,5 4.280,0 3.964,2 4.651,4 1.110,1 1.283,2 1.188,5 1.390,1 7.245,0 8.375,0 7.757,0 9.120,5 12.076,4 13.250,0 11.348,8 14.415,8 2001 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 9.752,0 11.390,0 9.715,0 10.400,0 7.769,9 9.137,6 8.138,0 7.898,0 4.757,1 4.947,2 4.527,1 4.729,9 1.419,5 1.475,1 n.a. n.a. 8.630,1 9.670,1 8.860,0 9.270,0 13.750,3 16.120,3 14.323,3 15.127,8 2002 Triwulan I Triwulan II 9.825,0 8.713,0 7.400,0 7.285,0 4.379,0 4.417,5 n.a. n.a. 8.585,0 8.695,0 13.969,9 13.361,4 - - 3.963,9 4.085,4 5.284,5 7.708,8 13.957,3 24.842,1 18.285,8 13.336,0 Sumber : Bloomberg Lampiran 159 Tabel 19 Perkembangan Indeks Harga Saham di Beberapa Pasar Hong Kong Stock Exchange Jakarta Stock Exchange Singapura Stock Exchange Tokyo Stock Exchange Hang Seng IHSG FT Index Dow Jones ST Index Nikkei 1997 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 12.534,3 15.196,8 15.049,3 10.722,8 662,2 724,6 546,7 401,7 4.312,9 4.604,6 5.244,2 5.135,5 6.583,5 7.672,8 7.945,3 7.908,3 1.894,8 1.921,5 1.861,1 1.507,7 18.003,4 20.605,0 17.887,7 15.258,7 1998 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 11.518,7 8.543,1 7.883,5 10.048,6 541.4 445,9 276,2 398,0 5.932,2 5.832,5 5.064,4 5.882,6 8.799,8 8.952,0 7.842,6 9.181,4 1.484,4 1.009,2 939,7 1.392,7 16.527,2 15.830,3 13.406,4 13.842,2 1999 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 10.942,2 13.532,1 12.733,2 16.962,1 393,6 662,0 547,9 676,9 6.295,3 6.318,5 6.029,8 6.930,2 9.786,16 10.970,8 10.337,0 11.497,1 1.518,3 2.167,7 2.021,9 2.479,1 15.836,6 17.529,7 17.605,5 18,934,3 2000 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 17.406,5 16.155,8 15.648,0 15.095,5 583,3 515,1 415,5 416,3 6.540,2 6.312,7 6.264,1 6.222,5 10.921,9 10.447,9 10.650,9 10.786,8 2.132,6 2.038,0 1.986,7 1.926,8 20.337,3 17.441,1 15.747,0 13.785,7 2001 Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV 12.760,6 13.042,5 9.950,7 11.397,2 381,1 437,6 392,5 392,0 5.633,7 5.642,5 4.903,4 5.217,4 9.878,8 10.502,4 8.847,6 10.021,5 1.674,2 1.726,5 1.319,5 1.623,6 12.999,7 12.969,1 9.774,6 10.542,6 Akhir Periode 2002 Triwulan I Triwulan II Sumber : Bloomberg 160 Lampiran 11.032,9 10.598,6 481,8 505,0 London New York Stock Stock Exchange Exchange 5.271,8 4.656,4 10.403,9 9.243,3 1.803,2 11.024,9 1.553,0 1.0.621,8 Tabel 20 Private Capital Flows ke Emerging Market miliar dolar AS Proyeksi 2002 2003 Kelompok Negara 1996 1997 1998 1999 2000 2001 Total Emerging Market Total Net Private Capital Inflows1) Net Foreign Direct Investment Net Portfolio Investment Net Other Investment 231,8 119,5 85,9 26,5 114,6 145,1 48,3 -78,9 65,6 155,1 -1,6 -87,9 77,5 158,9 31,5 -125,3 25,7 157,8 -4,4 -127,7 25,6 171,8 -42,6 -103,6 64,7 149,6 -0,8 -84,2 65,8 159,8 0,4 -94,3 Negara-negara di Asia yang mengalami krisis 2) Total Net Private Capital Inflows Net Foreign Direct Investment Net Portfolio Investment Net Other Investment 74,3 11,7 26,9 35,7 -5,6 10,2 8,9 -24,7 -31,6 11,5 -9,0 -34,1 -13,9 14,5 11,9 --- -16,5 13,5 7,1 -37,0 -18,7 10,3 3,1 -32,0 -5,9 9,7 6,0 -21,5 -3,9 11,4 1,4 -16,7 Negara-negara di Asia lainnya Total Net Private Capital Inflows Net Foreign Direct Investment Net Portfolio Investment Net Other Investment 50,5 45,7 3,5 1,3 22,9 49,7 -0,1 -26,6 -14,2 48,5 -6,3 -56,3 10,4 43,0 0,9 -33,5 12,6 54,3 4,2 -71,2 17,0 47,2 -13,6 -16,6 31,6 58,7 0,8 -27,9 9,6 59,0 -9,7 -39,6 Afrika Total Net Private Capital Inflows Net Foreign Direct Investment Net Portfolio Investment Net Other Investment 11,3 4,3 2,8 4,2 8,6 8,1 7,0 -6,5 10,0 6,8 3,7 -0,5 11,0 8,9 8,7 -6,6 6,4 7,6 -2,2 1,0 7,9 22,1 -9,0 -5,2 9,5 11,5 -1,0 -1,0 10,5 10,1 -1,3 1,6 Amerika Latin Total Net Private Capital Inflows Net Foreign Direct Investment Net Portfolio Investment Net Other Investment 66,4 40,3 38,8 -12,7 70,6 56,2 25,9 -11,7 71,3 60,6 18,7 -8,0 42,8 63,7 11,1 -32,0 44,8 64,7 4,8 -24,6 23,4 66,9 -2,0 -41,4 10,8 40,0 2,2 -31,4 14,6 44,3 11,2 -41,2 Timur T engah Malta dan T urki Total Net Private Capital Inflows Net Foreign Direct Investment Net Portfolio Investment Net Other Investment 7,0 4,7 0,6 1,7 15,0 5,2 -0,9 10,7 9,8 6,3 -13,2 16,6 0,8 5,4 -4,2 -0,4 -22,5 7,8 -13,7 -16,7 -49,5 10,5 -22,0 -38,1 -16,6 9,1 -8,5 -17,2 -1,7 11,2 -6,0 -6,9 Negara-negara dalam transisi Total Net Private Capital Inflows Net Foreign Direct Investment Net Portfolio Investment Net Other Investment 19,3 12,5 13,3 -3,6 3,0 15,8 7,5 -20,2 20,3 21,4 4,5 -5,6 12,6 23,9 2,9 -12,5 9,6 23,4 2,5 -16,2 26,7 25,1 4,0 -2,3 29,4 30,4 5,8 -6,7 32,8 34,9 6,1 -8,2 1) Net Foreign Direct Investment ditambah Net Portfolio Investment dan Net Other Investment 2) Indonesia, Korea, Malaysia, Philipina, dan Thailand Sumber : IMF, World Economic Outlook, April dan Agustus 2002 Lampiran 161 DAFTAR SINGKATAN ACBF Asian Central Bank Forum AFMM APEC Finance Ministers ‘ Meeting APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APEC Asia Pacific Economy Cooperation AS Amerika Serikat ASEAN Association of South East Asian Nation BBM Bahan Bakar Minyak BIS Bank for International Settlement BOJ Bank of Japan BPPN Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPS Biro Pusat Statistik BUMN Badan Usaha Milik Negara CA Current Account CME Chicago Mercantile exchange CPI Consumer Price Index DJIA Dow Jones Industrial Average ECB European Bentral Bank EMEAP Executives’ Meeting of East Asia Pacific Central Banks EMU European Monetary Union EXCO Executive Committee DPK Dana Pihak Ketiga FDI Foreign Direct Investment Fed Res Federal Reserve FX Foreign Exchange FSF Financial Stability Forum FOMC Federal Reserve Open Market Committe G-5 Group-5 G-7 Group-7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada, Italia) G-15 Group-15 (Aljazair, Argentina, Brazil, Chili, India, Indonesia, Jamaika, Kuba, Malaysia, Meksiko, Mesir, Peru, Srilanka, Thailand, Venezuela, Zimbabwe) G-20 Group-20 (Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brazil, Cina, Perancis, Jerman, Kanada, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Korea, Meksiko, Rusia, Saudi Arabia, Turki, Uni Eropa, IMF dan Bank Dunia) Lampiran 163 GNP Gross National Product HLIs Highly Leverage Institutions HKMA Hong Kong Monetary Authority HRD Human Resource Development ICT Information, Communication and Technology IDB Inter-American Development Bank IHK Indeks Harga Konsumen IHSG Indeks Harga Saham Gabungan IMF International Monetary Fund IT Information Technology JCI Jakarta Composite Index KIEP Korean Institute of International Economy Policy KCH Knowledge Clearing House Kospi Korea Stock Price Index LIBOR London Interbank Offer Rates MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat Mo Uang Beredar m-t-m month to month NIEs Newly Industrialzed Economics NKY Nikkei 225 NPL Non Performing Loan OCR Official Cash Rate OECD Organization for Economic Cooperation and Development OPEC Organization of Petroleum Exporting Countries OTC over the counter PDB Produk Domestik Bruto PDF Probability Density Function PHK Pemberhentian Hubungan Kerja PMI Purchasing Manager Index PPI Producer Price index PPN Pajak Pertambahan Nilai PUAB Pasar Uang Antar Bank q-o-q Quarter on Quarter 164 Lampiran RBA Reserve Bank of Australia RBNZ Reserve Bank of New Zealand SBI Surat Berharga Bank Indonesia SIBOR Singapore Interbank Offer Rates S&P Standard and Poors SOM Senior Official Meeting SET Stock Exchange of Thailand SEACEN South East Asia Central Banks STI Strait Time Index TDL Tarif Dasar Listrik TI Teknologi Informasi TILF Trade and Investment Liberalization Facilitation t-o-t term of trade UKM Usaha Kredit Menengah ULN Utang Luar Negeri USD United States Dollar WPI World Price index WTO World Trade Organization y-o-y year on year Lampiran 165 Tim Penyusun : Ferry Syarifuddin; Benny Siswanto; Ayu Lestari; M. Taufik Amrozy Kontributor Bahan dan Data Ekonomi Dunia Benny Siswanto : Pendahuluan Ferry Syarifuddin : Amerika Serikat, Argentina, Indonesia Nanang Hendarsah : Korea Selatan Aswin Kosotali : Thailand, Rusia Gunawan B. Padoli : Malaysia; Brazil M. Noor Nugroho : Inggris; China Sari H. Binhadi : Australia, Selandia Baru Indah Nuryani : Singapura; Taiwan Ayu Lestari : Jepang M. Taufik Amrozy : Euro Shinta R. I. Soekro : Meksiko; Chili Evie Sylviani : Hong Kong, Filipina Pasar Keuangan dan Pasar Komoditas M. Taufik Amrozy : Pasar Valas; Pasar Saham/Obligasi Ayu Lestari : Pasar Uang Aswin Kosotali : Pasar Komoditas Kerjasama Internasional Shinta R. I. Soekro Artikel Ferry Syarifuddin; Sari H. Binhadi; Aswin Kosotali Lampiran (T abel) Ferry Syarifuddin; Dewi Kriswanti Editor Benny Siswanto; Ferry Syarifuddin Layout Sunarto Administrasi Suwarto