GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.L RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.L adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2008 RAHMAT HIDAYAT C14103044 RAHMAT HIDAYAT, C14103044. Gambaran Histologis Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio.L. (Dibimbing oleh Dinar Tri Soelistyowati dan Alimuddin). Tekanan pada populasi ikan diberbagai ekosistem perairan, baik didarat maupun dilautan, yang disebabkan oleh meningkatnya pencemaran, kerusakan habitat, predasi, maupun penangkapan yang berlebih berpotensi mengancam kepunahan suatu spesies. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya perikanan, suatu spesies ikan perlu dipertahankan atau ditingkatkan produksinya agar dapat memenuhi kebutuhan pangan bagi umat manusia serta bebas dieksploitasi untuk kebutuhan generasi mendatang. Solusi dari permasalahan tersebut adalah rehabilitasi dan konservasi biologi stok, terutama pada spesies ikan yang memiliki fekunditas kecil dan fertilitas yang rendah, sehingga perbanyakan populasi menjadi kendala yang serius. Salah satu teknologi pengembangbiakan dalam akuakultur adalah menghasilkan keturunan suatu spesies ikan dengan menitipkan gametnya pada spesies ikan lain, yaitu melalui transplantasi sel spermatogonia. Sel spermatogonia ini akan menurunkan informasi genetik ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran histologis testis terkait dengan populasi sel spermatogonia pada ikan mas Ciprynus carpio. L muda dan dewasa. Penelitian berlangsung dari bulan Februari sampai Agustus 2008 di Laboratorium Pengembangbiakan Ikan dan Genetika Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sampel ikan mas yang digunakan terdiri dari ikan muda dan dewasa masingmasing sebanyak 3 ekor yang bervariasi bobot tubuhnya. Preparat histologis testis dibuat dengan cara fiksasi menggunakan larutan Bouin selama ± 24 jam, dehidrasi dengan alkohol, secara bertingkat (70 %, 80 %, 90 %, 95 %) dan alkohol absolut (alkohol 100 %) I, II, III, Clearing dengan larutan xylol, infiltrasi dalam parafin cair, embedding dalam blok parafin, pemotongan blok parafin, deparafinisasi, rehidrasi dengan xylol dan alkohol bertingkat, pewarnaan menggunakan Hematoksilin-eosin (HE), dan Pengamatan dengan mikroskop. Gambaran histologis testis muda dan dewasa menunjukkan populasi sel spermatogonia yang paling banyak ditemukan pada ikan mas yang lebih muda yang memiliki nilai GSI paling kecil yaitu pada ikan berukuran terkecil, sedangkan pada ikan yang berukuran besar terdapat perbedaan GSI yang mencolok pada ikan yang telah mengalami pemijahan dibandingkan dengan yang belum memijah, nilai GSI yang lebih kecil menunjukkan siklus reproduksi telah berulang paska pemijahan yaitu menunjukkan populasi spermatogonia yang lebih tinggi, sebaliknya GSI lebih besar menunjukkan puncak kematangan, yaitu lebih banyak ditemukan spermatozoa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa GSI kecil merupakan indikator ketersediaan spermatogonia yang lebih banyak, sedangkan pada penggunaan ikan dewasa perlu mempertimbangkan korelasi GSI dengan bobot tubuhnya untuk meminimalisasi kesalahan pemilihan donor pada transplantasi sel dan meningkatkan keberhasilannya. GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.L RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Budidaya Perairan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SKRIPSI Judul Skripsi Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Gambaran Histologis Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio. L : Rahmat Hidayat : C14103044 : Teknologi dan Manajemen Akuakultur Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Dinar Tri Soelistyowati NIP. 131413353 Dr. Alimuddin NIP. 132133953 Mengetahui, Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, MSc NIP. 131578799 Tanggal lulus : KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT, dengan perkenan-Nya jua penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Gambaran Histologi Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio.L”, yaitu gambaran secara deskriptif morfologi dan jumlah populasi sel spermatogonia testis ikan mas muda dan dewasa. Berkenaan dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dr. Dinar Tri Soelistyowati dan Bapak Dr. Alimuddin yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, 2. Bapak Ir. Irzal Effendi, M.Si yang telah berkenan menguji penulis dan memberikan masukannya, 3. Bapak Adi Winarto P.hD atas arahan dan masukannya. 4. Abah dan Mamah, Teteh, Aa tercinta atas dukungan dan do’anya selama ini, 5. Teman-teman dan adik- adik BDP (Firman, Anna, Bambang, Erik, Dwi, Ma’ul, Hendi, Uu) atas segala bantuannya. 6. Abang-abang dan teman-temanku (mas Warsito, mas Geru, mas Insan, Dekri, Yanuar, Adit, Wasis, Komar, Hilman) atas dorongan dan bantuannya. 7. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini tidak luput dari kekurangan, namun penulis berharap dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2008 Penulis i RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cikedal, Pandeglang, Banten, pada tanggal 8 Agustus 1985 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara, dari ayah bernama Ardin, dan ibu bernama Badriyah. Pendidikan Taman Kanak-kanak penulis selesaikan di TK Mathla’ul Anwar pada tahun 1992 dan pendidikan Dasar di SDN Tunas Karya pada tahun 1997. Tahun 2000 lulus dari SMPN 1 Menes dan menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMUN 1 Menes pada tahun 2003. Pendidikan di Institut pertanian Bogor (IPB) penulis tempuh sejak tahun 2003 melalui Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dengan memilih Departemen Budidaya perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti pendidikan penulis pernah aktif dalam keanggotaan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM - C), (2006 - 2007) Penulis juga pernah aktif sebagai asisten Pendidikan Agama Islam (2005 - 2006 dan 2006 - 2007). Untuk menambah wawasan tentang dunia perikanan penulis lakukan dengan mengikuti Praktek Lapang (PL) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada bulan Juni sampai bulan September 2006 dengan judul “Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Tikus Cromileptes altivelis di Balai Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung”. Penulis melaksanakan tugas akhir dengan judul penelitian “Gambaran Histologis Testis Muda dan Dewasa pada Ikan Mas Cyprinus carpio.L”. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ………………………………………………………… i DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. . ii I. PENDAHULUAN …………………………………………... 1 1. 1. Latar Belakang …………………………………………. 1 1. 2. Tujuan ………………………………………………….. 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………. 3 2. 1. Sel Stem ………………………………………………… 3 2. 2. Testis …………………………………………………… 4 2. 3. Transplantasi …………………………………………… 6 2. 4. Transplantasi Stem Sel Spermatogonia ………………… 8 METODOLOGI …………………………………………….. 10 3. 1. Waktu dan Tempat ……………………………………… 10 3. 2. Prosedur Kerja ………………………………………….. 10 3. 3. Analisis Data ……………………………………………. 11 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………... 12 4. 1. Gonado Somatic Index (GSI) …………………………... 12 4. 2. Morfologi Sel germinal ………………………………… 13 KESIMPULAN …………………………………………….. 18 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 19 LAMPIRAN ………………………………………………………… 21 II. III. IV. V. i DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar histologis testis ikan ………………………………….. 6 2. Grafik perbandingan bobot testis dengan nilai GSI pada ikan mas ukuran kecil dan besar ………………………………. 12 3. Gambar testis secara histologis pada ikan mas ukuran kecil dan besar …………………………………………. 15 ii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan budidaya ikan dilakukan dengan tujuan memproduksi ikan sesuai dengan performa yang diinginkan, seperti morfologi, pertumbuhan, pertambahan jumlah dan kelangsungan hidup yang tinggi. Namun untuk mendapatkan tingkat produksi yang optimal, ternyata banyak sekali kendala yang dihadapi. Pada jenis ikan tertentu, terdapat ikan yang memiliki fekunditas yang kecil dan tingkat fertilitas yang rendah, masa kritis pada fase larva yaitu masa peralihan dari kuning telur menuju pakan alami sebagai sumber energi, serta siklus reproduksi yang terganggu akibat faktor lingkungan seperti predasi atau overeksploitasi oleh manusia, sehingga tidak mampu menghasilkan keturunan dalam jumlah yang besar. Selain itu, beberapa jenis ikan budidaya juga membutuhkan waktu lama untuk mencapai matang kelamin pertama. Teknologi dalam akukultur telah berhasil menghasilkan keturunan suatu spesies ikan yang salah satu sel gametnya dihasilkan pada spesies ikan lain, yaitu dengan melalui transplantasi sel spermatogonia. Teknologi ini mungkin dapat digunakan untuk menjadi alternatif program pengembangbiakan ikan yang jumlahnya terus berkurang, dan diharapkan dapat merevolusi teknik pemeliharaan ikan yang dikembangkan selama ini, sehingga dapat mengkonservasi populasi ikan yang terancam punah. Sel spermatogonia dihasilkan dalam proses spermatogenesis, yaitu merupakan sel yang mengandung populasi sel stem. Dalam proses spermatogenesis, spermatogonia berkembang menjadi spermatosit, spermatid hingga sperma. Sel spermatogonia dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi dan sel spermatogonia yang telah terdiferensiasi. Sel spermatogonia yang telah terdiferensiasi akan mengalami perbanyakan melalui pembelahan mitotik dan meiotik hingga menjadi spermatozoa. Sedangkan sel yang belum terdiferensiasi memiliki kemampuan memperbaharui diri sepanjang hidup organisme dan berkembang menjadi spermatozoa sama dengan sel spermatogonia yang telah terdiferensiasi. Stem sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi ini dapat menurunkan informasi genetik 1 ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi. Apabila sel spermatogonia yang belum terdiferensiasi ini ditransplantasikan ke embrio ikan lain, maka akan berkembang menjadi sel gonia dan sel gamet yang sesuai dengan jenis kelaminnya. Kemudian, melalui pembuahan secara buatan dengan ikan donor yang menginjeksikan sel spermatogonia-nya, maka akan menghasilkan keturunan dari ikan donor tersebut. Teknologi rekayasa ini diprediksi akan sangat berguna untuk menyimpan (back-up) material genetik berbagai jenis ikan yang saat ini terancam kepunahan disebabkan karena sel spermatogonia mudah diawetkan dengan pembekuan (cryopreserve) pada suhu yang amat rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Prof. Goro Yoshizaki dan koleganya dari Tokyo University of Marine Science and Teknologi, telah berhasil membuat ikan salmon jantan memproduksi sperma ikan trout aktif setelah menyuntiknya dengan sel spermatogonia dari ikan trout. Sperma itu mampu membuahi telur ikan trout dan menghasilkan anak-anak ikan trout yang sehat. Kemudian Prof. Goro Yoshizaki juga telah menghasilkan seratus persen sel sperma dan sel telur ikan trout dari ikan salmon jantan dan betina yang mandul menggunakan teknologi triploidisasi. Penerapan teknologi transplantasi memerlukan informasi dasar mengenai gambaran sel spermatogonia pada ikan. Informasi ini diperlukan untuk mengetahui donor yang baik dengan porsi sel spermatogonia yang banyak. Donor dengan porsi sel yang banyak dapat menghasilkan induk semang (Surrogate broodstock) yang lebih banyak. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran histologis testis terkait dengan jumlah populasi sel spermatogonia pada ikan mas Cyprinus carpio.L pada tingkat kedewasaan yang berbeda. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sel Stem Sel stem ialah sel yang belum berdiferensiasi dan memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Kemampuan berdiferensiasi tersebut memungkinkan sel stem ini menjadi sistem perbaikan tubuh dengan menyediakan sel-sel baru selama organisme bersangkutan hidup. Sel stem ini merupakan suatu jenis sel yang spesial dengan kemampuannya yang sangat unik untuk memperbanyak dan memperbaharui dirinya sendiri. Keunikan lainnya adalah kemampuannya untuk dapat berubah menjadi berbagai macam jenis sel yang berbeda-beda, sesuai dengan lingkungannya. Bila sel stem di tanam dalam jaringan otak, maka akan menjadi sel otak, bila ditanam di jantung, akan menjadi sel jantung, dan bila ditanam di jaringan tulang maka berkembang menjadi sel tulang (Faried, 2007). Sel-sel induk dapat digolongkan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh sel tersebut maupun berdasarkan asalnya. Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh sel stem, terdapat 4 macam sel induk, yaitu : 1). Sel induk ber-totipotensi (toti = total) adalah sel induk yang memiliki potensi untuk berdiferensiasi menjadi semua jenis sel. Sel induk bertotipotensi diperoleh dari sel induk embrio , hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma; 2). Sel induk ber-pluripotensi (plur I = jamak); 3). Sel induk ber-multipotens; 4). Sel induk ber-unipotensi (uni = tunggal) adalah sel induk yang hanya dapat menghasilkan satu jenis sel tertentu, tetapi memiliki kemampuan memperbarui diri yang tidak dimiliki oleh sel yang bukan sel induk. Sedangkan berdasarkan jenis dan asal sel stem, sel induk dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : 1). Embryonal stem cells, yaitu berasal dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari setelah pembuahan). Massa sel bagian dalam mengelompok dan mengandung sel-sel induk embrionik. Sel-sel diisolasi dari massa sel bagian dalam dan dikultur secara in vitro. Sel induk embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada organisme dewasa, seperti sel-sel darah, selsel otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal, dan sel-sel lainnya. Embryonal stem cells ini terbagi dua yaitu (Faried, 2007) : a). Embryonic stem cells, berasal dari kumpulan sel, bernama inner cell mass, yang merupakan bagian dari embryo fase awal yang 3 dikenal sebagai blastocyte; b). Embryonic germ cells: berasal dari jaringan fetus. Sel tersebut diisolasi dari primordial stem cells yang di ambil dari jaringan gonad. 2). Adult stem cells, yaitu berasal dari sel yang belum berdiferensiasi pada sel individu dewasa, tetapi memiliki sifat-sifat menyerupai sel stem (Faried, 2007). Sel induk dewasa mempunyai dua karakteristik, yaitu : a). Sel-sel tersebut dapat berproliferasi dalam periode yang panjang untuk memperbarui diri; b). Sel-sel tersebut dapat berdiferensiasi untuk menghasilkan sel-sel khusus yang mempunyai karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial. 2.2. Testis Testis merupakan sepasang organ memanjang yang terletak pada dinding dorsal (Tang dan Affandi, 2002). Pada ikan mas, testis berbentuk lonjong dan berwarna putih susu. Testis sebagai gonad jantan memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil spermatogonia dan mensekresi hormon androgen (Nalbandov, 1990). Pada testis muda biasanya terlihat hanya ada sel spermatogonia dan sel sertoli pada tubulusnya (Prasetyaningtyas, 2006). Tubulus biasanya belum mengandung rumen dan terdapat jaringan ikat yang tebal di sekitar tubulus (Prasetyaningtyas, 2001). Terdapat beberapa jaringan di dalam testis (Pergiwa, 2003) yaitu : 1). Tubuli seminiferi, epitelnya terdiri dari dua macam sel yang berbeda, yaitu sel germinatif dan sel sertoli. Sel Germinatif merupakan sel yang akan mengalami perubahan selama proses spermatogenesis sebelum siap untuk mengadakan fertilisasi. Sel sertoli merupakan sel yang berbentuk panjang dan kadang-kadang seperti piramid, terletak dekat atau diantara sel germinatif. Sel ini memberi makan kepada spermatozoa yang masih muda, memfagosit sel-sel spermatozoa yang telah mati atau mengalami degradasi; 2). Sel stroma atau tenunan pengikat di luar tubuli seminiferi, yang mengandung pembuluh darah, limfe, sel saraf dan sel makrofag; 3). Sel interstitial dan sel-sel Leydig. Sel Leydig dapat menghasilkan hormon testosteron, yang juga dihasilkan oleh spermatozoa dan kelenjar adrenal. Sel spermatozoa merupakan hasil perkembangan dari sel spermatogonia yang diproduksi oleh tubul seminiferi dari testis pada epitel germinatif dengan 4 cara pembelahan. Hal ini terjadi melalui proses spermatogensesis, secara sempurna setelah individu mencapai dewasa kelamin. Proses spermatogenesis dibagi menjadi empat tahap (Ownby, 1999) yaitu : 1) Tahap proliferasi, yaitu dimulai sejak sebelum lahir sampai saat setelah lahir. Bakal sel kelamin yang ada pada lapisan basal dari tubuli seminiferi melepaskan diri dan membelah secara mitosis sampai dihasilkan banyak sel spermatogonia; 2) Tahap tumbuh, yaitu spermatogonia membelah diri secara mitosis sebanyak empat kali sehingga dihasilkan 16 sel spermatogonia; 3) Tahap menjadi masak, yaitu sel spermatogonia menjadi sel spermatosit. Pada tahap ini terjadi pembelahan meiosis sehingga sel spermatosit primer berubah menjadi sel spermatosit sekunder. Kemudian sel spermatosit sekunder akan berubah menjadi spermatid bersamaan dengan pengurangan jumlah kromosom dari diploid (2n) menjadi haploid (n); 4) Tahap transformasi, yaitu terjadi proses metamorfosa seluler dari sel spermatid sehingga terbentuk sel spermatozoa; Menurut Djuwita dkk. (2000), proses spermatogenesis dibagi menjadi dua tahap yaitu : 1). Spermatositogenesis, adalah pertumbuhan jaringan spermatogenik dengan pembelahan mitosis yang diikuti dengan pembelahan reduksi (meiosis). Pada fase ini spermatogonia mempunyai kemampuan memperbaharui diri, sehingga menjadi dasar spermatogonial stem cell (Ogawa et al., 1997). Pada pembelahan meiosis jumlah kromosom dibagi dua sama banyak yaitu dari diploid (2n) menjadi haploid (n), sehingga pada saat yang bersamaan sel benih primordial juga berkembang menjadi spermatogonia yang selanjutnya akan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer akan berkembang menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sekunder melalui pembelahan meiosis akan menghasilkan spermatid; 2). Spermiogenesis, yaitu sel spermatid akan mengalami metamorfosa dan membentuk spermatozoa secara sempurna. Perubahan proses metamorfosa ini meliputi pembentukan akrosom, kepala, badan, dan ekor dari spermatozoa. 5 Gambar 1.Gambar Histologis Testis Ikan (Takayama dan Hibiya, 1995 ) 2. Sel spermatogonium primer, 3. Sel spermatogonium sekunder, 4. Sel spermatosit primer, 6. Sel spermatosit sekunder 8. Sel spermatid, 9. Sel spermatozoa 2.3. Transplantasi Transplantasi adalah pemindahan sel, jaringan, maupun organ hidup dari donor kepada resipien atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya dengan tujuan mengembalikan fungsi yang telah hilang (Nurcahyo, 2007) Jaringan atau organ yang didonorkan bisa berasal dari tubuh yang masih hidup maupun yang belum lama mati. Yang lebih efektif adalah jaringan yang berasal dari tubuh yang masih hidup karena angka keberhasilannya tinggi. Transplantasi sel induk dapat berupa (Arifin, 2004): 1). Transplantasi autologus, menggunakan sel induk pasien bersangkutan, yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi dosis tinggi; 2). Transplantasi alogenik menggunakan sel induk dari donor yang cocok, yaitu berasal dari induk yang memiliki hubungan keluarga atau tanpa hubungan 6 keluarga; 3). Transplantasi singenik, menggunakan sel induk dari saudara kembar identik. Masalah terbesar dalam transplantasi adalah rejeksi (penolakan), sebagaimana kuman atau benda asing yang memasuki tubuh, dan tubuh penerima akan mengembangkan berbagai reaksi penolakan atau rejeksi terhadap organ dan jaringan yang baru dicangkokkan tersebut. Untuk mengurangi besarnya penolakan tersebut, maka sebaiknya jaringan donor dan jaringan resipien harus memiliki kesesuaian yang semaksimal mungkin. Untuk mencapai tingkat kesesuaian yang semaksimal mungkin, dilakukan penentuan jenis jaringan donor dan resipien. Transplantasi yang paling baik dilakukan bila organ atau jaringan pengganti berasal dari tubuh sendiri (Anonimous, 2002), karena tidak akan menimbulkan rejeksi. Sebaliknya, organ atau jaringan yang berasal dari orang lain (kecuali saudara kembar satu telur) sering menimbulkan reaksi penolakan yang mungkin mengakibtakan berbagai komplikasi. Jika seseorang menerima jaringan dari donor, maka antigen pada jaringan yang dicangkokkan tersebut akan memberi peringatan kepada tubuh resipien bahwa jaringan tersebut merupakan benda asing (Nurcahyo, 2007). Antigen adalah zat yang dapat merangsang terjadinya suatu respon kekebalan, yang ditemukan pada permukaan setiap sel di tubuh manusia. Tiga antigen spesifik pada permukaan sel darah merah adalah A, B dan Rh, yang menentukan apakah akan terjadi penolakan atau penerimaan pada suatu transfusi darah. Karena itu darah digolongkan berdasarkan ketiga jenis antigen tersebut. Jaringan lainnya memiliki berbagai antigen, sehingga penyesuaian menjadi lebih mungkin terjadi. Sekelompok antigen yang disebut human leukocyte antigen (HLA) merupakan antigen yang paling penting pada pencangkokan jaringan lain selain darah. Semakin sesuai antigen HLA-nya, maka kemungkinan besar pencangkokan akan berhasil. Biasanya sebelum suatu organ dicangkokkan, jaringan dari donor dan resipien diperiksa jenis HLA-nya. Pada kembar identik, antigen HLAnya benarbenar sama. Pada orang tua dan sebagian besar saudara kandung, beberapa memiliki antigen yang sama, 1 diantara 4 pasang saudara kandung memiliki antigen yang sama. Meskipun jenis HLA agak mirip, tetapi jika sistem kekebalan resipien tidak 7 dikendalikan, maka organ yang dicangkokkan biasanya ditolak. Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian. Penolakan bisa bersifat ringan dan mudah ditekan atau mungkin juga sifatnya berat dan progresif meskipun telah dilakukan pengobatan. Penolakan tidak hanya dapat merusak jaringan maupun organ yang dicangkokkan tetapi juga bisa menyebabkan komplikasi. 2.4. Transplantasi Sel Stem Spermatogonia Dalam setiap proses reproduksi, pada umumnya benih ikan dihasilkan dari embrio yang berkembang dari hasil pembuahan sel telur oleh sel sperma induknya atau yang dikenal dengan istilah fertilisasi. Sel sperma dan sel telur ini berkembang dari sel gonia masing - masing yaitu merupakan sel pertama yang berkembang dari proses gametogenesis. Pada ikan betina disebut sel oogania dan pada ikan jantan disebut sel spermatogonia. Teknologi dalam budidaya telah berhasil menghasilkan keturunan suatu spesies ikan yang salah satu induknya berasal dari spesies lain, yaitu dengan melalui transplantasi sel spermatogonia. Sel spermatogonia secara alamiah akan berkembang akan menjadi sperma, tetapi apabila disuntikkan ke dalam perut embrio ikan betina akan berkembang menjadi sel telur. Namun tak semua spesies bisa menerima transplantasi semacam itu jika tak menemukan kerabat dekat suatu spesies bersangkutan untuk menjadi orang tua pengganti. Sel spermatogonia merupakan sel pertama dari proses spermatogenesis. Sel spermatogonia akan tetap dalam masa dorman hingga masa pubertas (Slomianka, 2006). Pada testis muda biasanya terlihat hanya ada sel spermatogonia dan sel sertoli pada tubulusnya (Prasetyaningtias, 2006). Di dalam epitel seminiferus sel spermatogonia terbagi menjadi dua tipe sel, yaitu sel spermatogonia tipe A dan tipe B (Slomianka, 2006) : 1). Sel spermatogonia tipe A memiliki nukleus yang berbentuk bulat dengan rangkaian benang-benang kromatin, dengan satu atau dua nukleoli. Spermatogonia tipe A merupakan sel yang dapat membentuk generasi baru baik berupa sel spermatogonia tipe B maupun sel spermatogonia tipe A. Sel ini 8 memiliki kemampuan memperbaharui diri (self-renewal) sepanjang hidup organisme dan juga dapat terus berkembang menjadi spermatozoa seperti halnya sel spermatogonia terdiferensiasi. Sel spermatogonia tipe A ini dapat menurunkan informasi genetik ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi ; 2). Sel spermatogonia tipe B memiliki nuklei yang berbentuk bulat dan benangbenang kromatin berbagai ukuran, biasanya terikat pada membran nuklear dan satu nukleolus. Meskipun sel spermatogonia tipe B dapat meregenerasi, akan tetapi tidak dapat berfungsi seperti se steml, dan pembelahan mitosis akhirnya akan selalu berbentuk spermatosit primer. Transaplantasi sel spermatogonia telah berhasil dilakukan diantaranya oleh Goro Yoshizaki dari Universitas Tokyo yaitu dengan mengisolasi spermatogonia dari testis ikan rainbow trout (Onchorhynchus mykiss) dan mentransplantasikan dalam rongga perut ikan jantan dan betina lainnya. Pada tubuh ikan jantan, sel yang ditransplantasikan berkembang menjadi sperma, sedangkan pada ikan betina menjadi sel telur (Wah, 2006). Dalam riset Yoshizaki, sperma ikan salmon jantan yang ditransplantasi dengan bakal gonad atau primordial germ cell tahap awal pembentukan sperma dan digunakan untuk membuahi telur trout hanya menghasilkan 0,4 persen anak ikan trout sehat, sisanya adalah ikan hibrida yang tidak berumur panjang. Untuk meningkatkan persentase itu, tim Yoshizaki berupaya membuat salmon yang didesain memiliki tiga set kromosom sehingga menjadi mandul. Ketika diinjeksi dengan sel spermatogonia, ikan itu memproduksi sperma aktif dan telur seluruhnya dari ikan trout. Anak-anak yang dihasilkan pun 100 persen ikan trout, tak ada lagi ikan hibrida salmon - trout (Dewi, 2007). 9 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2008 di Laboratorium Kesehatan ikan dan Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas perikanan dan Ilmu kelautan, dan di Laboratorium Histologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 3.2. Prosedur kerja Sampel ikan yang digunakan ialah ikan mas yang terdiri dari ikan muda dan dewasa, masing-masing sebanyak 3 ekor yang bervariasi bobot tubuhnya. Setiap ekor ikan mas ditimbang bobot tubuhnya, kemudian dibedah untuk diambil testisnya dan ditimbang untuk menghitung nilai GSI-nya. Testis yang didapatkan di fiksasi ke dalam larutan Bouin untuk kemudian dibuat preparat histologis. (Lampiran). Dengan menggunakan mikroskop cahaya maka secara histologis didapatkan gambaran mikroskopik morfologi dan jumlah populasi sel germinal dari jaringan testis pada ikan mas. Penentuan gambaran morfologi dan jumlah populasi sel germinal ini dtentukan berdasarkan perbedaan warna, bentuk, dan letak dari masing-masing kelompok sel-nya. Penggunaan pewarna HE dimaksudkan karena pewarna ini dapat menggambarkan struktur dan komponen dari suatu jaringan. Hematoksilin-Eosin (HE) termasuk pewarna mordant dimana terdapat mordant (metal) sebagai perantara untuk mengikat molekul zat warna. Hematoksilin adalah zat warna alami yang bersifat basa (basofili) yang akan mewarnai jaringan yang bersifat asam (asidofilik) yang memberikan warna biru pada inti. Sedangkan eosin merupakan zat warna sintetik yang bersifat asam (asidofilik) yang akan mewarnai komponen basa dalam jaringan yaitu yang terdapat pada protein sitoplasma, sehingga sitoplasma berwarna merah. 10 3.4. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif yang meliputi parameter berat tubuh, berat gonad, dan nilai GSI (Gonado Somatic Index) dan disajikan dalam bentuk grafik dan foto gambaran mikroskopis morfologi dan jumlah sel spermatogonia secara visual pada sampel histologis. Nilai GSI dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : GSI = Wg/W x 100 % Keterangan : Wg = Bobot testes W = Bobot ikan 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Gonado Somatic Index (GSI) Perkembangan testis berhubungan dengan nilai GSI. GSI merupakan perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh (Effendie, 1997). Grafik perbandingan bobot testis dengan nilai GSI pada ikan mas ukuran kecil dan besar disajikan pada Gambar 1. Gambar 2. Grafik perbandingan bobot testis dengan nilai GSI pada ikan mas ukuran kecil dan besar Bobot testis ikan kecil yang terdiri dari 3 ukuran ikan dengan bobot ≤ 30 g bervariasi dari 0.13 g sampai 0.99 g. Sedangkan pada ikan besar yang mempunyai bobot ≥ 150 g, bobot testisnya berkisar antara 9.56 g sampai 27.89 g. Nilai GSI berkisar antara 1.65 sampai 8.99. Nilai GSI terkecil terdapat pada ikan mas berukuran kecil dengan bobot testis 0.13 g, sedangkan nilai GSI terbesar terdapat pada ikan mas berukuran besar dengan bobot testis 27.89 g. Pada ketiga ukuran ikan besar, terdapat perbedaan nilai GSI, yaitu GSI lebih kecil pada ikan berbobot 270 g dibandingkan dengan ikan yang berbobot 150 g. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan gambaran histologisnya bahwa pada ikan dengan bobot 270 g (ikan besar ke-III) telah mengalami pemijahan, sedangkan pada ikan dengan bobot 150 g (ikan besar 1) masih dalam perkembangan untuk menjadi matang. 12 4. 2. Morfologi sel germinal Morfologi sel germinal dari setiap organisme secara histologis adalah spesifik. Sel ini berdiferensiasi mulai dari sel spermatogonia hingga menjadi sel spermatozoa. Perkembangan testis ikan mas berdasarkan gambaran histologisnya secara mikroskopis disajikan pada gambar 3. Pada ikan yang masih muda (gambar 3.a) terlihat sel spermatogonia lebih dominan daripada sel lainnya. Sedangkan pada gambar 3.b dan 3.c terlihat populasi sel spermatid, spermatosit primer dan sekunder dalam jumlah yang berimbang. Selain itu ditemukan pula sel spermatogonia dalam jumlah lebih sedikit. Sebaliknya pada ikan yang lebih dewasa (gambar 3.d dan 3.e), sel spermatozoa tampak lebih dominan, juga ditemukan sel spermatogonia. Fase tersebut menggambarkan gonad ikan yang sedang mencapai puncak kematangan dan akan segera memijah. Sedangkan gambar 2. f memperlihatkan sel spermatozoa yang lebih sedikit dan tampak sel-sel germinal lain yang sudah mulai terbentuk, menunjukkan ikan sudah melewati masa pemijahan dan kembali pada siklus awal. Menurut Wodzicka-Tomaszewska dkk (1991), sel spermatogonia merupakan sel yang paling awal yang terdiri dari dan terletak satu lapis dibawah membran dasar, sedangkan turunan berikutnya secara cepat mendekati lumen. Sel spermatosit primer terletak di sekitar sel spermatogonia, tetapi lebih dekat ke lumen, setiap sel membelah secara meitotik menjadi dua sel yang lebih kecil. Sedangkan sel spermatosit sekunder, membelah segera setelah pembentukannya, sehingga jarang terlihat. Sel spermatid merupakan sel yang jauh lebih kecil, sangat dekat dan berhubungan dengan sel sertoli, kebanyakan dari sel ini mempunyai inti dan tidak menunjukkan gambaran mitotik, sel-sel ini mengalami perubahan bentuk menjadi spermatozoa. Yani (1994) dalam Tang dan Affandi (2002), menjelaskan gambaran gonad jantan ikan bentulu, Barbichtys laevis dalam 5 fase, yaitu : 1). Pada ikan muda, sel spermatogonia telah terlihat dengan jelas (pembesaran 200 x), tubulus seminiferus jelas terlihat yang merupakan tempat spermatozoa dihasilkan, banyak dijumpai pada jaringan ikat; 2). Tahap perkembangan gonad, gonad lebih berkembang, jaringan ikat semakin sedikit, kantung tubulus seminiferus sudah mulai di isi spermatosit primer; 3). Dewasa, spermatosit primer berkembang 13 menjadi spermatosit sekunder. Spermatosit sudah menyebar, namun masih terbungkus oleh kista; 4). Fase matang, spermatosit sudah berkembang menjadi spermatid dan spermatozoa. Kantung tubulus seminiferus sudah diisi oleh spermatozoa; 5). Fase pemijahan, gonad didominasi oleh spermatosit tapi sudah muncul lagi spermatogonium. Sebagian ruangan gonad terlihat banyak yang kosong. 14 3.a 3. b 3. c 3. d 3. e 3. f a. Sel spermatogonia b. Sel Spermatosit primer c. Sel Spermatosit sekunder d. Sel Spermatid e. sel Spermatozoa Gambar 3. Gambar testis secara histologis pada ikan mas ukuran kecil dan besar 15 Secara kuantitatif perkembangan testis ikan dapat dilihat dengan membandingkan gambaran histologis testis secara mikroskopis dengan nilai GSI. Pada gambar 3.a terlihat populasi sel spermatogonia yang lebih dominan hampir di seluruh tubulus dengan bentuk bulat dan seragam, terlihat sebuah nukleus di dalamnya. Menurut Chinabut et al., (1991), kebanyakan sel spermatogonia mempunyai sebuah nukleus yang bentuknya tidak beraturan serta mempunyai sebuah nukleolus. Proses akhir sel spermatogonia, akan tumbuh dan membelah menjadi spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid dan spermatozoa, dan bergerak kedalam mendekati lumen. Pada gambar 3.b, populasi sel spermatogonia jumlahnya jauh lebih sedikit dan populasi sel lainnya sudah mulai berkembang dan mengelompok dengan warna yang berbeda dan bentuk yang spesifik. Populasi sel spermatosit primer sudah terlihat cukup banyak dengan warna biru keunguan, terletak dekat dengan sel spermatogonia dan bentuknya lebih kecil daripada sel spermatogonia. Sel spermatosit sekunder bentuknya lebih kecil daripada sel spermatosit sekunder, sedangkan sel spermatid terlihat lebih kecil daripada sel spermatosit sekunder dengan warna biru pekat, dan jumlahnya lebih banyak daripada sel germinal lainnya. Gambar 3.c memperlihatkan jumlah populasi dari sel spermatogonia yang lebih sedikit dan semakin berkurang, dan sel germinal lainnya yang semakin bertambah. Pada gambar 3.d terlihat populasi sel spermatozoa yang sangat banyak dengan bentuk yang sangat kecil dan berwarna merah pekat hampir memenuhi seluruh ruang tubulus, dan populasi sel germinal lain yang sudah sangat jarang. Populasi sel spermatozoa yang semakin bertambah banyak dan menyebar, terlihat pada gambar 3.e. Sedangkan pada gambar 3.f populasi dari sel spermatozoa jumlah populasinya menjadi menurun, terlihat dengan adanya ruang-ruang kosong pada tubulusnya, sedangkan germinal lainnya mulai muncul kembali. Semakin meningkat nilai GSI dan akan mencapai batas maksimum menunjukkan saat akan terjadi pemijahan (Effendi, 1997). Perkembangan testis ini terlihat jelas pada gambar 3.d dan 3.e. Nilai GSI juga terlihat meningkat dengan bertambahnya bobot tubuh dan bobot testis. Nilai terkecil terdapat pada ikan berukuran kecil I yaitu 1.65 dan terbesar terdapat pada ikan berukuran besar II yaitu 8.99. Hal ini sesuai yang digambarkan secara histologis (Gambar 3. a). 16 bahwa pada ikan kecil I memperlihatkan testis yang lebih muda, yaitu terlihat dengan adanya populasi sel spermatogonia dalam jumlah yang lebih banyak. Pada nilai GSI yang paling besar yaitu ikan besar II, terlihat adanya jumlah populasi sel spermatozoa yang lebih banyak (Gambar 3.e), hal ini memperlihatkan bahwa ikan tersebut sedang mencapai puncak pematangan dan akan mulai memijah. Diantara kelompok ikan besar, ikan besar III nilai GSI-nya lebih kecil, padahal bobot tubuh dan bobot testisnya lebih besar dari ikan besar I yang nilai GSI-nya lebih besar (gambar 3.f). Dalam hal ini, nilai GSI yang lebih kecil ini dikarenakan ikan besar III tersebut sudah melewati proses pemijahan sehingga bobot tubuh dan bobot testisnya pun menjadi menurun. Secara histologis sel- sel spermatozoa-nya terlihat lebih sedikit, kemudian terlihat pula sel-sel germinal lain yang mulai terbentuk kembali. 17 V. KESIMPULAN Berdasarkan gambaran histologis testis ikan mas Cyprinus carpio.L, jumlah populasi sel spermatogonia yang paling banyak ditemukan adalah pada ikan yang memiliki nilai GSI yang paling kecil dengan bobot ikan 7.88 g (ikan yang lebih muda). 18 VI. DAFTAR PUSTAKA Anonimous . 2002. Transplantasi. http://www.republika.co.id .2008. Pengobatan Regeneratif Dengan Sel Induk. http:www.ristek.go.id. Arifin, P. 2004. Potensi Transplantasi Sel Induk. http//:www.kompas.com. Chinabut, S. C. Limsuwan and P. Kitsawat. 1991. Histology Of The Walking Catfish, Clarias batrachus. International Development Research Centre, Canada. Dewi, T. 2007. Demi Sepotong Sushi Tuna. http://www.tempointeraktif.com. Djuwita, I. Boediono, A. Mohamad, K. 2000. Bahan Kuliah Embriologi. FKH.IPB. Bogor. Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama Faried, A. 2007. Cancer, Stem cells, And Cancer Stem Cells. http://www.ahmadfaried.com. Nalbandov, AV. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mamalia Dan Unggas. Keman S, Penerjemah. Jakarta : UI Press. Nurcahyo. 2007. Pencangkokkan. http://www.indonesiaindinesia.com. Ogawa, T. Arechaga, J.M. Avarbock, M.R. Brinster, R.L. 1997. Transplantation of Testis Germinal Cells In To Mouse Seminiferous Tubules. Int J Dev Biol 41: 111-122. 19 Ownby, C. 1999. Spermatogenesis. http:///www.cvmarkstate.edu. Pergiwa, S.G. 2003. Gambaran Morfologi Tahapan Spermatogenesis Pada Kucing Lokal Felis catus. Skripsi. Bogor : FKH. IPB. Prasetyaningtias, W.E. 2001. Studi Histokimia Lektin Pada Distribusi Glikokonjugat Di Epitel Tubuli Seminiferi Testis Babi Rusa Babyrousa babyrussa. Skripsi. Bogor : FKH. IPB. Prasetyaningtias, W.E. 2006. Transplantasi Testis Muda Sebagai Upaya Preservasi Gonad In Vivo. Laporan Penelitian Dosen Muda Institut Pertanian Bogor. IPB. Slomianka. 2006. Blue Histology - Male Reproduction System. School Of Anatomy And Human Biology – The University Of Western Australia. Australia. Takashima, F and Hibiya, T. 1995. An Atlas Of Fish Histology : Normal and Features. Second Edition. Tokyo. Kondasha Ltd. Tang, M. U. Affandi, Ridwan. 2002. Biologi Reproduksi Ikan. Wah. 2006. Spermatogonia ikan Jantan Bisa Betina Bisa. http://www.kompas.co.id. Wodzicka-Tomaszewska, Manika. Sutama, I.K. Putu, I.G. Chaniago, Tamrin.D. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, Dan Produksi Ternak Di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 20 LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan Preparat Histologis dengan Pewarna Hematoksilin-Eosin (HE) : a. Fiksasi Ikan mas yang telah diambil testisnya dimasukan kedalam larutan fiksatif (Bouin) selama 24 jam. Setelah fiksasi, beberapa bagian dari testis dipotong dan dilabeli, kemudian dimasukkan kedalam basket untuk selanjutnya dimasukkan kedalam larutan dehidrasi. b. Dehidrasi Dehidrasi dilakukan dengan memasukkan potongan testes yang telah difiksasi kedalam alkohol 70 % sebagai stopping point selama jangka waktu yang tidak ditentukan. Setelah itu potongan testes dipindahkan ke dalam alkohol 80 %, 90 %, 95 %, masing-masing selama 24 jam, sedangkan pada alkohol 100 % (absolut I, II, III), lama pemaparan masing-masing I jam. c. Clearing atau Penjernihan Clearing atau penjernihan dilakukan dengan memindahkan jaringan dari alkohol absolut III ke larutan penjernih (Xylol). Pemaparan dilakukan dalam xylol I (30 menit), xylol II (30 menit), dan xylol III (1 jam). d. Infiltrasi dan Embedding Infiltrasi dilakukan dalam parafin cair yang ditempatkan dalam inkubator bersuhu 60-70 o C dan dilakukan secara bertahap (3 tahap) dengan lama pemaparan masing-masing selama 1 jam. Embedding dilakukan dengan memasukkan potongan jaringan ke dalam cetakan embedding yang sebelumnya telah diisi parafin cair hingga cembung di atas plate panas pada embedding tissue console. Cetakan embedding selanjutnya dipindahkan ke plate dingin, dan setelah parafin setengah membeku, label jaringan dtempelkan dan diapungkan di atas air dingin. Setelah parafin beku sempurna, hasil embedding dapat dilepas dari cetakannya dan diris-iris berbentuk segi empat, lalu ditempelkan pada blok kayu. e. Pemotongan Blok Parafin Proses pemotongan diawali dengan memasang blok jaringan pada mikrotom, selanjutnya dilakukan pemotongan dengan ukuran 5 µm. Proses pemotongan dilakukan berkali-kali hingga diperoleh potongan yang sempurna. Hasil potongan 21 diambil dengan cara melekatkan pada kertas basah dan ditempatkan diatas permukaan air dingin selama beberapa saat, pindahkan ke atas permukaan air hangat dan selanjutnya ditempelkan pada gelas objek dan diamati di bawah mikroskop. Hasil potongan yang baik dilabeli pada bagian yang terdapat sediaan, dikeringkan dan disimpan di dalam inkubator. f. Deparafinisasi dan Rehidrasi Proses deparafinisasi dan rehidrasi pada dasarnya membalik rangkaian proses sebelumnya dengan tujuan sediaan bersih dari parafin dan terisi air kembali sehingga agen pewarna dapat bekerja untuk mewarnai sel-sel komponen ekstraseluler. Sediaan dimasukan kedalam xylol sebanyak 3 kali untuk melarutkan parafin. Rehidrasi dilakukan bertahap dengan cara memasukkan sediaan ke dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol absolut tiga kali, 95 %, 90 % 80 % dan 70 % dengan lama pada masing-masing tahap 3-5 menit, setelah itu dilakukan rehidrasi dalam air kran selama 10 menit dan aquades 5 menit. g. Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) Pewarnaan diawali dengan mencuci preparat pada air mengalir selama 10 menit dan destilated water selama 5 menit. Preparat direndam dalam hematoksilin selama 5-10 menit, kemudian direndam dalam air mengalir selama 15-30 menit, dan DW selama 5 menit. Setiap tahapan harus diamati di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah pewarnaan sudah cukup baik atau belum. Tanda bahwa preparat telah terwarnai dengan baik bila inti berwarna biru. Bila sudah member hasil yang dikehendaki dilanjutkan dengan pewarnaan dengan eosin ± 5 menit, kemudian dilakukan dehidrasi dimulai dengan alkohol konsentrasi mulai 70 %, 80 %, 90 %, 95 % dan alkohol absolut I, II, dan III. Untuk clearing dilakukan dengan xylol I, II, dan III. 22