KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat, rahmat, serta bimbingan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Paper Meteorologi Laut dengan judul “Pengaruh Presipitasi terhadap Pengembangan Kawasan Pesisir dan Lautan” ini dengan baik. Tujuan dari disusunnya paper ini sebagai salah satu prasyarat nilai mata kuliah Meteorologi Laut. Dalam kesempatan ini, saya sampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuannya, sehingga paper ini dapat terselesaikan dengan baik. Paper ini berisi tentang pembahasan singkat tentang topik yang diberikan mengenai pengaruh presipitasi pada lingkungan pesisir dan lautan. Saya menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Malang, Desember 2012 Penyusun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Presipitasi atau hujan adalah fenomena alam yang terjadi di muka bumi, yakni keadaan dimana jatuhnya cairan (dapat berbentuk cair atau beku) dari atmosfer ke permukaan bumi. Dalam meteorologi, presipitasi (juga dikenal sebagai satu kelas dalam hidrometeor, yang merupakan fenomena atmosferik) adalah setiap produk dari kondensasi uap air di atmosfer. Ia terjadi ketika atmosfer (yang merupakan suatu larutan gas raksasa) menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari larutan tersebut (terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua proses, pendinginan atau penambahan uap air. Dampak perubahan iklim global akibat pemanasan global (global warming) telah kita rasakan, misalnya tidak jelas lagi kapan musim hujan dimulai dan kapan berakhir. Banjir, tanah longsor, angin topan dan kekeringan akan terus terjadi. Kenaikan suhu udara dan laut, pencairan salju dan es di beberapa daerah kutub serta kenaikan permukaan laut secara global. Perubahan iklim diduga disebabkan oleh meningkatnya gas seperti CO2 (carbon dioxide), CH4 (methane), N2O (nitrous oxide), CFCs (chlorofluorocarbons) dan VOCs (volatile organic compounds) yang dihasilkan dari aktifitas dam penggunaan manusia sendiri. Pengaruh hujan sebagai penstabil temperature, secara langsung memberikan efek fisiologis pada ikan yang hanya berada pada temperature 0,5-10 C dari temperature alami ke temperature eksternal harus sesuai dengan temperatur internal yang diperlukan meskipun individu spesies bervariasi terhadap efek temperature. Hal ini terjadi karena laju metabolisme naik sejalan dengan kenaikan temperature sampai batas letal yang bervariasi dan dipengaruhi oleh tingkat oksigen dan salinitas, penurunan oksigen terlarut dan kenaikan laju metabolisme dapat berkombinasi yang membuat lingkungan kurang sesuai bagi kehidupan ikan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana proses terjadinya hujan? Bagaimana hubungan antara presipitasi dengan keadaan iklim? Apa pengaruh presipitasi terhadap lingkungan pesisir ditinjau dari prinsip ekologi? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dari penyusunan paper ini adalah : Mengetahui proses terjadinya hujan. Mengetahui hubungan antara presipitasi dan keadaan iklim. Mengetahui pengaruh presipitasi terhadap lingkungan pesisir ditinjau dari prinsip ekologi. BAB II Pengaruh Presipitasi terhadap Pengembangan Kawasan Pesisir dan Lautan Pengertian Presipitasi Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke permukaan, bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air. Untuk daerah tropik seperti Indonesia, bentuk presipitasi adalah pada umumnya berbentuk cairan dan biasa disebut hujan. Hujan berasal dari perpadatan dan kondensasi uap, yang selalu ada dalam atmosfir. Gerakan udara atau angin mempunyai saham besar dalam pembentukan hujan, berdasarkan atas gerakan udara ini hujan dapat dibagi dalam : 1. Hujan (presipitasi) convective ialah presipitation yang disebabkan oleh naiknya udara panas, lapisan udara naik ini kemudian bergerak ke daerah yang lebih dingin (terjadi perpadatan dan kondensasi) dan terjadi hujan. 2. Hujan (presipitasi) cyclonic, berasal dari naiknya udara terpusatkan dalam daerah dengan tekanan rendah. 3. Hujan (presipitasi) orografic, ini disebabkan oleh udara naik terkena rintangan -rintangan antara lain gunung-gunung. Sukarlah menentukan batas-batas antara ketiga jenis hujan itu tidaklah mudah ; jenis jenis hujan ini terjadi karena keadaan meteorologis sesuatu daerah pada sesuatu waktu tertentu saja. Pada sesuatu daerah, sesuai dengan keadaan meteorologisnya bisa terjadi hujan convective, hujan cyclonic atau hujan orografis. Pada masing-masing belahan dunia memiliki distribusi atau penyebaran hujan yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa distribusi hujan di dunia adalah sebagai berikut : Pada daerah Equator (dari 0 s/d 200) hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1500 dan 3000 mm/tahun. Untuk daerah antara 300 dan 400 hujan rata-rata bulanan di dataran berkisar antara 400 dan 800 mm/tahun. Untuk daerah bukan tropis (kering) yang termasuk negara berhujan, hujan rata-rata tahunan berkisar lebih kecil dari 200 mm/tahun bahkan sampai ±10 mm/tahun Daerah dengan garis lintang lebih besar 700, hujan rata-rata tahunan tidak akan lebih dari 200 mm/tahun. Presipitasi atau curah hujan merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan. Proyeksi presipitasi atau curah hujan pada masa yang akan datang penting untuk diketahui agar perencanaan hidrologis di berbagai sektor terminimalkan dari dampak yang merugikan. Dalam beberapa penelitian didapatkan bahwa : Desember Januari Februari (DJF) sebagai bulan basah, Maret April Mei (MAM) sebagai masa transisi dari musim basah ke musim kering, Juni Juli Agustus (JJA) sebagai musim kering dan September Oktober Nopember (SON) sebagai masa transisi dari musim kering ke musim basah. Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, rata-rata presipitasi untuk musim basah (DJF) adalah 150-450 mm/bulan, masa transisi MAM 100-400 mm/bulan, bulan kering JJA 120-310 mm/bulan dan masa transisi SON adalah 67-324 mm/bulan. Rata-rata presipitasi tertinggi (puncak presipitasi) dalam bulan DJF terjadi pada Januari 2010 dan Januari 2011, dalam masa transisi MAM terjadi pada April 2010. Rata-rata presipitasi terendah dalam bulan kering JJA terjadi pada bulan Juli- Agustus 2013 dan masa transisi SON terjadi pada September-Oktober 2013. Pada bulan basah DJF dan masa transisi MAM, daerah yang berpotensi lebih basah (presipitasi lebih besar dari 400 mm/bulan) sangat bervariasi daerahnya. Daerah yang berpotensi lebih kering (presipitasi kurang dari 100 mm/bulan) tahun 2010-2014 adalah wilayah Indonesia bagian selatan (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) pada bulan Juli-Agustus- September-Oktober tahun 2013. Proyeksi presipitasi di wilayah Indonesia mengalami peningkatan untuk masa transisi MAM dan mengalami penurunan dalam musim basah DJF, musim kering JJA dan masa transisi SON dalam lima tahun mendatang 20102014. Alat Pengukur Curah Hujan Terdapat beberapa prinsip penggunaan tipe alat pengukur hujan yang sering digunakan, yaitu: a. Weighing bucket rain gauge Pergerakan ember dikarenakan pertambahan berat akibat air, diteruskan ke pena yang akan merekam pergerakannya di atas grafik. Silinder yang dibungkus dengan kertas milimeter blok berputar sesuai dengan waktu. Grafik dan silinder ini dikendalikan oleh jam. b. Fload type automatic rain gauge Alat ukur hujan ens sifon, dengan prinsip cara kerja sebagai berikut : Corong menerima air hujan; kemudian masuk ke tabung di bawahnya.pelampung naik, sebagaimana permukaan m.a. naik di dalam tabung di bawah. Pergerakannya direkam oleh pena dengan bergeraknya slinder/grafik berikut waktu/jamnya. Untuk membatasi besarnya tabung, maka dipasang pipa isap (hevel), bila air dalam tabung naik melampaui batas tertentu (mencapai batas syphon atas), pipa isap akan bekerja sebagai syphon sehingga air meluap ke luar, maka seluruh air pada tabung terkosongkan. c. Tipping bucket type rain-gauge Sesuai dengan fungsinya atas ini dikategorikan menjadi penampung bagian atas terdiri tabung dan corong. Penampung bagian bawah dilengkapi dengan penampung bergerak (tipping bucket), bentuknya simetris, dapat bergerak pada sumbunya simetris, dapat bergerak pada sumbu horizon. Apabila sebelah pihak terisi penuh, maka titik berat berubah, bucket bergerak, air tumpah membawa pihak yang satunya kepada posisi di bawah corong, dan seterusnya. Proses Terjadinya Hujan Proses terjadinya hujan dimulai dari terbentuknya awan. Awan terbentuk ketika udara menjadi sangat jenuh (supersaturated), dimana ketika teknan uap aktual mencapai atau melebihi tekanan uap jenuh. Supersaturation terjadi melalui pengembangan dan pendinginan kolom udara yang menyebabkan uap air terkondensasi pada partikel atmosfir. Umumnya awan yang terbentuk di wilayah tropis adalah awan dengan suhu diatas 0oC. Jenis awan ini mencairkan partikel kristal yang terbentuk di wilayah atmosfir dengan suhu di bawah 0 oC. Proses ini juga mengecilkan kristal hujan dan membentuk butiran hujan. Butiran hujan bertumbuh pada awan yang suhunya lebih tinggi (warm clouds) melalui proses kondensasi. Jenis hujan yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh suhu lapisan atmosfir antara terjadinya hujan dan permukaan tanah (lapisan yang dilewati hujan). Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk hujan. Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan sangat cepat (sekitar 45 menit). Mekanisme lain dalam proses hujan adalah kombinasi konvektif dan stratiform yang merupakan proses pengangkatan massa udara dan uap air secara orografis melalui pegungungan dan perbukitan. Pengertian Pesisir Wilayah pesisir merupakan pertemuan antara wilayah laut dan wilayah darat, dimana daerah ini merupakan daerah interaksi antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang sangat dinamis dan saling mempengaruhi. Wilayah pesisir sangat rentan terhadap dampak dari trend perubahan iklim yang dapat memicu bahaya seperti: kenaikan muka laut (Sea Level Rise, SLR) dan variabilitas musiman (ENSO, gelombang badai, dan kejadian ekstrim laut lainnya), demikian juga sangat rentan terhadap aktivitas manusia baik di darat maupun di laut, sehingga dalam pengelolaannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hasil interaksi parameter-parameter darat-laut-atmosfer menciptakan ekosistem pesisir yang memiliki karakteristik tersendiri, seperti ekosistem mangrove, estuari, terumbu karang dan padang lamun serta upwelling, dll. 1. Ekosistem hutan mangrove mempunyai potensi ekologis yang berperan dalam mendukung keberadaan lingkungan fisik dan biota. Secara fisis hutan mangrove berperan sebagai penahan ombak, penahan angin, pengendali banjir, penetralisir pencemaran, perangkap sedimen dan penahan intrusi air asin. Sedangkan peranannya dalam lingkup biota adalah sebagai tempat persembunyian dan berkembangbiaknya berbagai macam biota air. 2. Ekosistem estuari adalah suatu badan air semi tertutup (seperti: muara sungai), yang berhubungan bebas dengan laut lepas, dimana air laut bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai atau drainase daratan. Ekosistem ini sangat produktif dan penting dalam menjaga kelestarian sumber daya perikanan. 3. Ekosistem terumbu karang dan padang lamun umumnya terdapat di perairan pantai yang bersih dan jernih, jauh dari muara sungai besar atau estuari. Terumbu karang ini berfungsi sebagai tempat ikan dan binatang laut lainnya tumbuh dan berkembang-biak. Disamping itu memiliki fungsi fisis yang dapat mereduksi energi gelombang. 4. Ekosistem up-welling terdapat di laut lepas, dimana nutrien yang mengendap di dasar laut terangkat naik kepermukaan oleh arus vertikal air laut dari dasar ke permukaan. Nutrien yang terangkat kepermukaan ini membantu produktivitas ikan yang tinggi. Secara umum, perubahan pola curah hujan dan limpasan air tawar dapat mengakibatkan beberapa dampak penting antara lain: Perubahan siklus hidrologi (penguapan, presipitasi, aliran) Pengaruh pada ketersediaan air di pesisir dan Pulau-Pulau kecil Perubahan ekosistem dan komunitas di pesisir dalam berbagai cara Perubahan transpor sedimen, nutrien, dan zat-zat yang terkontaminasi (polutan) Perubahan sirkulasi dan perlapisan massa air estuari, lahan basah dan paparan benua Pengaruh Presipitasi pada Wilayah Pesisir Presipitasi atau curah hujan memiliki keterkaitan yang erat dengan iklim. Dewasa ini, isu dunia adalah adanya global warming atau perubahan iklim global yang memiliki dampak buruk pada dunia dan juga termasuk pada wilayah pesisir. Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida terperangkap dalamat (N2O) dan mosfer CFC bumi. sehingga Energi energi matahari matahari memanasi permukaan bumi, sebaliknya bumi memantulkan kembali energi tersebut ke angkasa. Gas di atomsfer (uap air, karbon dioksida, metana, asam nitrat dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan, memberi efek seperti rumah kaca, sehingga gas diatmosfer tersebut disebut gas rumah kaca. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang didapatkan di dalam paper ini adalah sebagai berikut : Presipitasi adalah istilah umum dari semua bentuk air yang jatuh ke permukaan, bentuk ini bisa berupa butiran-butiran es, salju dan cairan air. Presipitasi merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting dan sekaligus sumber utama air yang terdapat di planet bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih banyak difokuskan pada curah hujan. Tinggi atau rendahnya tingkatan presipitasi sangat erat kaitannya dengan iklim. Dampak global warming diantaranya adalah kenaikan muka air laut, kenaikan temperature air laut, maupun meningkatnya kejadian-kejadian ekstrem misalnya badai atau siklon. 3.2 Saran Saran yang dapat diberikan dengan adanya penulisan paper ini adalah sangat diperlukan kesadaran manusia untuk menjaga alam di sekitarnya karena alam sangat mempengaruhi keseharian hidup manusia. Faktor perusak alam yang utama adalah adanya kegiatan manusia, jika manusia dapat bijak menghadapi perannya bagi alam, tentunya dampak perubahan iklim yang terjadi dapat diminimalisasi. DAFTAR PUSTAKA Marpaung, Sartono. 2012. Kajian Presipitasi di Wilayah Indonesia Berdasarkan Beberapa Model Iklim Global. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim. Bandung : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Putuhena, Jusmy D. 2011. Perubahan Iklim Dan Resiko Bencana Pada Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Pengembangan PulauPulau Kecil 2011. Syafrudin, Ir. 2006. Jurnal Presipitasi Pengembangan Teknik Lingkungan. Media Komunikasi Program Studi dan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang : Universitas Diponegoro. Susilo, Ir. Hadi. 2012. Rekayasa Hidrologi Modul 3 Presipitasi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Universitas Mercu Buana. Teknik dan Perencanaan. Jakarta : Pengaruh Presipitasi terhadap Pengembangan Kawasan Pesisir dan Lautan Oleh : Cynthia Asthari Kris Hardani 115080601111039 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012