04. Budi Setyanta.cdr

advertisement
J.G.S.M. Vol. 16 No. 1 Februari 2015 hal. 33 - 43
33
MENGURANGI AMBIGUITAS DALAM PEMODELAN BAWAH PERMUKAAN GAYA BERAT
UNTUK GEOLOGIAWAN
AMBUGUITY REDUCTION IN SUBSURFACE GRAVITY MODELLING FOR GEOLOGISTS
Oleh :
Budi Setyanta
Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122
Abstrak
Interpretasi anomali gayaberat memberikan hasil yang tidak unik yaitu untuk satu penampang anomali gayaberat dapat
memberikan hasil yang bermacam-macam (sifat ambiguity). Seorang interpreter dapat mengurangi ambiguitas model
bawah permukaan gayaberat secara sederhana dengan berbagai cara sesuai dengan ketersediaan data pendukung yang
lain. Cara-cara tersebut diantaranya adalah dengan data bor atau data seismik, selain itu dapat juga dilakukan dengan
menggabungkan data gayaberat dengan data geomagnet pada lintasan yang sama. Selain itu dapat juga dilakukan
dengan membuat penampang koreksi rapatmassa batuan sehingga didapatkan nilai rapatmassa yang sesuai. Cara-cara
tersebut terbukti dapat mengurangi ambiguitas dalam pemodelan bawah permukaan gayaberat bahkan untuk pekerjaan
eksplorasi sekalipun. Namun demikian pemahaman tentang geologi dan tektonik daerah yang diteliti mutlak harus
diketahui oleh interpreter.
Kata kunci : Model gayaberat, ambiguitas, data pendukung lain, pemodelan
SM
Abstract
JG
Interpretation of gravity anomalie are not unique results, a cross-section gravity anomaly can give (ambiguity properties.
The interpreter are able to reduce subsurface model ambiguity in some simple various ways according to the availability
of other supporting data, include drilling data or seismic data. Moreover, it can also be done by combining the gravity
data with the geomagnetic data in the same transection. These methods are proven to reduce ambiguity in modeling
subsurface gravity even for exploration work. However, understanding the geology and tectonic scenario knowledges
absolutely must be owned by the interpreters.
Keywords: gravity model, ambiguity, other supporting data, modelling.
Pendahuluan
Pemetaan Gayaberat sistematik wilayah Indonesia
yang dilaksanakan sejak 1965 telah menghasilkan
peta anomali Bouguer dalam dua skala yaitu peta
skala 1: 100.000 untuk pulau Jawa-Madura
sebanyak 58 lembar peta, dan peta skala 1:
250.000 untuk wilayah luar pula Jawa-Madura
sebanyak 181 lembar peta. Pemetaan yang
memakan waktu sekitar 40 tahun ini bisa
diselesaikan pada akhir tahun 2007.
Dengan selesainya pemetaan tersebut pekerjaan
selanjutnya adalah menginterpretasi peta-peta yang
telah terbit dan dituangkan dalam tulisan ilmiah
melalui pemodelan-pemodelan. Dengan kajiankajian ini tidak menutup kemungkinan diperoleh halNaskah diterima :
Revisi terakhir :
18 Oktober
03 januari
2014
2015
hal baru mengenai keberadaan elemen-elemen
tektonik, struktur geologi, cekungan-cekungan
sedimentasi, daerah prospek mineralisasi dan
daerah-daerah yang perlu diwaspadai sebagai
kawasan rawan bencana geologi.
Namun demikikan perlu diketahui bahwa interpretasi
gaya berat bersifat tidak unik (non unique), yang
artinya dari suatu anomali gaya berat dapat dibuat
banyak model geologi bawah permukaan, dengan
kata lain ambiguitasnya cukup tinggi. Agar dapat
menghasilkan model bawah permukaan yang
mendekati kenyataan, maka seorang interpreter harus
menguasai hal-hal yang berkaitan dalam mengurangi
ambiguitas itu. Tujuan penulisan paper ini adalah
untuk memberi masukan pada ahli geologi yang
bekerja dalam bidang geofisika supaya tidak ragu-ragu
dalam pembuatan model geologi bawah permukaan
berdasarkan data geofisika khususnya gayaberat.
34
J.G.S.M. Vol. 16 No. 1 Februari 2015 hal. 33 - 43
Dasar Teori Gayaberat
o
Prinsip dalam penyelidikan geofisika adalah
melakukan pengukuran sifat-sifat fisik bumi atau
batuan dan membuat penafsiran geologi bawah
permukaan berdasarkan hasil pengukuran tersebut.
Pengukuran sifat-sifat fisik bumi (batuan) dapat
dilakukan di darat, laut dan udara. Pengukuran
tersebut berupa pengukuran perbedaan medan
potensial dan pengukuran fenomena sifat fisika
batuan bersinambungan yang lainnya.
r
az
P
dm
Gambar 1 : Sketsa Teori percepatan gayaberat di titik O terhadap
Pengaruh partikel-parikel dalam benda P (Nettleton,
1976)
Untuk komponen vertikal yang membentuk sudut ?
terhadap OP adalah :
az = γ dm cos θ ……......………….......…...(5)
r2
SM
Penyelidikan gayaberat mendasarkan diri atas variasi
rapat massa batuan secara lateral. Distribusi massa
bumi yang tidak merata secara lateral
mengakibatkan perbedaan nilai gayaberat di setiap
titik pada permukaan bumi. Perbedaan ini relatip
kecil, sehingga diperlukan alat ukur yang cukup peka
untuk menghitung perbedaan tersebut. Produk yang
dihasilkan pada penyelidikan ini umumnya adalah
peta gayaberat yang merupakan refleksi dari sebaran
perbedaan medan gayaberat yang disebabkan tidak
meratanya rapat massa batuan. Perbedaan tersebut
akan menimbulkan penyimpangan dari kondisi
normal di sekelilingnya yang lazim disebut anomali.
q
Teori metoda gayaberat berdasarkan hukum Newton
yaitu tentang gaya tarik menarik antara massa m1
dengan m2 dengan jarak sebesar r, adala :
r2
JG
F = γ m1.m2 .....................................(1)
Di mana F adalah besarnya gaya dalam dyne, m1
dan m2 adalah massa dalam gram dan r adalah jarak
antara m1 dan m2 dalam centimeter. Harga γ
disebut sebagai konstatnte gaya berat yang besarnya
6,67 x 10-8 dyne cm2/gr2.
Percepatan yang dialami oleh massa m2 adalah :
a =F .................................................(2)
m2
Dari persamaan (1) dan (2) didapatkan :
a = γ m1 ………................………...(3)
r2
Gambar 1, titik O terletak di permukaan bumi
berjarak r dari suatu massa m, maka percepatan
gayaberat pada O untuk tiap partikel dm di titik P
adalah :
a = dm/r2 ………...........………(4)
Percepatan gaya berat untuk seluruh massa m
didapat dengan mengintegralkan harga az yaitu :
a = γ ( dm cos θ
(Nettleton, 1976) ...........(6)
r2
Apabila m1 adalah massa bumi, maka az disebut
percepatan gravitasi, umumnya diberi notasi g yang
besarnya
g = γ M ….............................………. (7)
R2
dimana R adalah jari-jari bumi dan M adalah
massanya, satuan gravitasi adalah cm/detik2.
Pengaruh rapat massa pada pengukuran gaya
berat
Besarnya medan gaya berat berbanding, langsung
dengan massa penyebabnya, sedangkan massa
berbanding langsung dengan rapat massa (?) dan
volume. Hubungan antara rapat massa dan medan
gaya berat adalah :
g=
m
r2
atau
g= ρv
r2
Mengurangi Ambiguitas dalam Pemodelan Bawah Permukaan Gaya Berat untuk Geologiawan
Berdasarkan persamaan di atas menunjukkan bahwa
medan gaya berat berbanding lurus dengan rapat
massa, sehingga sangat penting mengetahui nilai
rapat massa pada batuan di sekitar titik pengukuran.
Dengan demikian pemilihan rapat massa secara
seksama sangat diperlukan dalam pembuatan model
bawah permukaan.
Medan gaya berat bumi
Pada kenyataannya bentuk bumi tidak berbentuk bola
sempurna, hal ini disebabkan oleh rotasi pada
sumbunya. Dengan anggapan bahwa unsur
pembentuk massa bumi homogen dan permukaan
bumi rata, maka permukaan bumi itu dapat
diibaratkan seperti bidang khayal yang merupakan
bidang ekuipotensial berbentuk bola dan dinamakan
spheroid. Tetapi para ahli geodesi memakai bidang
ekuipotensial baru sebagai bidang acuan perhitungan,
yaitu geoid yang didefinisikan sebagai bidang
permukaan laut rata-rata yang meliputi seluruh lautan
dan permukaan air laut yang melebar ke daratan.
International Gravity Standardization Network 1971
(Rais, 1979).
Anomali gayaberat Bouguer
Anomali gayaberat Bouguer atau Anomali Bouguer
adalah selisih antara harga gayaberat yang diamati,
setelah dikoreksi dengan beberapa koreksi dengan
harga gayaberat normal (gayaberat teoritis berdasarkan
posisi lintangnya). Koreksi yang perlu di lakukan
meliputi : Koreksi pasang surut (tide correction),
koreksi medan (terrain correction), koreksi Bouguer
(Bouguer correction), koreksi udara bebas (free air
correction) dan koreksi drif. Olehh para ahli koreksikoreksi tersebut sudah dibuat masing-masing
formulasinya. Perhitungan beberapa koreksi tersebut
menghasilkan formula Anomali Bouguer Lengkap
BA = gobs – gnormal + gfa –gb + TC
Apabila tidak tersedia peta topografi dengan skala
yang diinginkan dan koreksi medan tidak dilakukan,
maka anomali yang didapatkan disebut anomali
Bouguer sederhana yang dapat dirumuskan sebagai
berikut :
JG
SM
Rumusan medan gravitasi normal pada bidang
datum telah dirumuskan oleh The International
Assosiation of Geodesy (IAG. 1967, dalam Rais,
1979) yang dikenal sebagai Formula 1967 yang
berbentuk :
γ = 978031,846 (1 + 0,00530278895 sin2 θ
+ 0.000023462 sin2 θ ) mGal
dengan kesalahan maksimum 0.004 mGal. Rumus
ini adalah hasil revisi dari Formula 1930 yang dibuat
oleh Heiskanen dan Casini pada tahun 1928/1930.
Setelah waktu berjalan terbukti bahwa nilai ellipsoid
hasil hitungan Hyford (USA, 1909, dalam Rais,
1979) yang digunakan untuk perhitungan rumus
Heiskanen dan Casini ternyata keliru, sehingga perlu
direfisi. Untuk memindahkan anomaly gayaberat dari
Formula 1930 ke Formula 1967 digunakan rumus :
? g = (-17,2 + 13,6 sin2 θ) mGal, karena perubahan
nilai Postdam Datum dari 981,274 gal menjadi
981,260 gal sehingga nilai gayaberat di mana-mana
(termasuk di Indonesia) berkurang dengan 14 mGal
(Untung, 1977, Rais, 1979).
Sebagai akibatnya, peta gaya berat di Indonesia,
terutama lembar-lembar peta sekala 1 : 100.000
daerah Pulau Jawa, yang pada umumnya masih
memakai perhitungan dengan Formula 1930 harus
direvisi (nilainya dikurangi 14 mGal). Selanjutnya
nilai gayaberat mutlak setelah dipindahkan ke nilai
hasil pengukuran baru ini disebut nilai IGSN 71 atau
35
B.A. = gobs – gn + gfa – gb
di mana :
B.A.
gobs
gn
gfa
gb
= anomali Bouguer sederhana
= gayaberat yang terbaca
= gayaberat teoritis
= koreksi udara bebas
= koreksi Bouguer
Penyebab terjadinya ambiguitas dalam
interpretasi
Interpretasi anomali gayaberat memberikan hasil
yang tidak unik yaitu untuk satu penampang anomali
gayaberat interpretasinya bermacam-macam (sifat
ambiguity). Untuk mengurangi ambiguitas hasil
interpretasi anomali gayaberat maka dikembangkan
beberapa analisa seperti : penentuan kedalaman
benda dengan analisa panjang gelombang,
penurunan kedalaman maksimum, analisa
frekuensi, teknik gradient vertical, teknik gradient
horizontal dan lain-lain yang berbasis pada
perhitungan matematis.
Sifat ambiguitas ini terjadi untuk semua metode
medan potensial, yang digunakan pada hampir semua
metode geofisika, termasuk pada metode gayaberat
dimana bermacam-macam pemodelan gayaberat
berasal dari pola data yang sama (Gambar 2).
36
J.G.S.M. Vol. 16 No. 1 Februari 2015 hal. 33 - 43
terutama bagi seorang geologiawan yang tidak begitu
memahami tentang hitung-hitungan matematika.
Salah satu teknik yang diusulkan untuk mengurangi
ambiguitas model bawah permukaan gayaberat
diantaranya adalah dengan mencari data sekunder,
misalnya :
Data bor
Gambar 2 : Beberapa kemungkinan model bodi bawah permukaan dari
satu kurva Anomali gaya berat (Nettleton, 1976)
Dalam kasus ini dapat diambil contoh misalnya
model gayaberat bawah permukaan daerah Teluk
Bone (Siagian & Widijono, 2009). Dalam makalah
tersebut telah menggunakan data bor BBA -1X
sebagai patokan untuk mengetahui ketebalan batuan
sedimen klastik dan batuan gunungapi klastik di
sepanjang lintasan pemodelan yang memotong tegak
lurus Cekungan Bone diperoleh model geologi bawah
permukaan yang dapat dikaitkan dengan eksplorasi
minyak bumi (Gambar 3).
SM
Hal ini terjadi karena sifat integralisasi dari gravitasi
itu sendiri dan dapat dibuktikan bahwa berbagai
anomali bisa dihasilkan dari jumlah distribusi
densitas yang tak terhingga. Nilai gravitasi yang
tergambar merupakan nilai gravitasi akibat distribusi
massa pada suatu area seperti pada Gambar 2.
Data bor merupakan salah satu data akurat sehingga
pada titik perpotongan dengan jalur pemodelan, data
bor tersebut dapat dipakai sebagai pengendali dalam
hal ketebalan sedimen atau jenis batuannya.
Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan rapat
massa rata-rata batuan yang ada pada tiap poligon
yang akan kita masukkan dalam model.
Data seismik
Mengurangi ambiguias dalam pemodelan ternyata
dapat dilakukan dengan cara yang cukup sederhana
Data seismik sangat baik untuk mengurangi
ambiguitas dalam interpretasi karena dari
JG
Mengurangi ambiguitas dalam penafsiran model
bawah permukaan gaya berat
Gambar 3 : Model Bawah Permukaan Gaya berat arah Barat-Timur daerah Teluk Bone, Sulawesi (Siagian & Widijono, 2009)
Mengurangi Ambiguitas dalam Pemodelan Bawah Permukaan Gaya Berat untuk Geologiawan
penampang seismik dapat melihat perlapisan,
struktur geologi dan ketebalan batuan sedimennya
sehingga sangat baik untuk mengontrol model gaya
berat. Sebagai contoh adalah Kieckhefer, dkk,.
(1981) dan Setyanta (2011) yang telah
menggunakan analisa penampang seismik untuk
pembuatan model gaya berat bawah permukaan
sampai struktur keraknya (Gambar 4 dan Gambar 5).
Dari segmen yang ada data seismik tersebut kita
tinggal menyambung lintasan yang tidak ada data
seismiknya. Seandainya penampang gayaberat
memotong massa air laut maka seyogyanya
disertakan data kedalaman air laut karena rapat
massa air laut yang relatif kecil (rata-rata 1,03 gr/cc)
sangat mempengaruhi perubahan kurva anomali.
Data Geomagnet
Menggabungkan sekaligus data gayaberat dengan
data geomagnet dalam pemodelan juga dapat
mengurangi ambiguitas karena kedua data tersebut
dapat saling mengontrol atau saling mengunci karena
kurva hasil perhitungan komputer dan hasil
pengukuran di lapangan masing-masing metoda
harus selaras. Data geomagnet juga dapat membantu
menentukan arah perlapisan batuan jika dijumpai dua
alternatif arah perlapisan dalam model gayaberat. Hal
tersebut disebabkan karena rapat massa dan
kerentanan magnet suatu batuan di bawah
permukaan akan mempengaruhi besaran nilai dalam
kurva anomali.
FORE ARC
BASIN
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Two way Travel time (sec)
OUTER-ARC
RIDGE
INDIAN OCEAN
0
Water Depth
1
2
3
4
5
0 10 20km
ea
nic Crust
0
50
SM
Oc
0
JG
50
25
0
-25
-50
-75
Vertical Exaggeration = 6.1 x
100
150
Distance from trech (km)
mGal
75
100
200
200 km
Observed
Calculated
Nias
C
0
A
B
B
1.03
A
1.03
A
B
2.60
2.45
C
C
C
2.41
2.41
Sumatra
A
B
B
C
2.53
A
2.55
2.65
2.50
DEPTH (KM)
10
2.90
2.69
2.75
3.40
20
30
A
1.50 - 2.00 gm/cc
B
2.01 - 2.20 gm/cc
C
2.21 - 2.40 gm/cc
REFRACTION CONTROL
(
= REVERSED EXPLOSIVES LINE
3.40
3.40
AIRGUN LINE )
3.30
Vertical Exaggeration = 5 : 1
40
0
37
100
Distance from trech (km)
200
Gambar 4 : Model struktur bawah permukaan gayaberat kerak di sekitar P. Nias yang dikontrol oleh penampang seismik
reflesi multichannel (Kieckhefer, et al.,1981)
38
J.G.S.M. Vol. 16 No. 1 Februari 2015 hal. 33 - 43
TWT km sec
a
KEPULAUAN KAI
0 LAUT BANDA
1
2
3
KEP. ARU (PAPARAN ARAFURA)
PALUNG
ARU
4
5
6
7
8
mGal
= anomali dihitung
= anomali diamati
A
B
b
100
50
0
1,04
1,04
150
Distance
200
350
2,20
2,67
SM
PALUNG
ARU
KEP. ARU
(PAPARAN ARAFURA)
JG
KEPULAUAN KAI
2,67
2,67
2,67
2,90
LAUT BANDA
300
1,04
2,20
2,67
250
km
KETERANGAN
Air laut
140
100
60
20
-20
-60
-100
-140
-180
-220
Depth km
-0
-4
-8
-12
-16
-20
-24
-28
-32
-36
Depth km
-0
-4
-8
-12
-16
-20
-24
-28
-32
2,67
Rapat masa
Batuan (gr/cc)
Batuan Sedimen Tersier
Batuan Kerak Granitan
Batuan Mantel Atas
Patahan turun
Sumber kegempaan
Gambar 5 : Interpretasi Penampang Seismik refleksi (Kartaadipura, et al., 1982, Gambar a) sebagai pengendali pemodelan penampang
bawah permukaan gayaberat (Gambar b) arah barat-timur daerah Kepulauan Kai-Aru dan sekitarnya (Setyanta, 2011).
39
Mengurangi Ambiguitas dalam Pemodelan Bawah Permukaan Gaya Berat untuk Geologiawan
Pada Gambar 6 diperlihatkan bahwa ada dua
alternatif model geologi bawah permukaan daerah
Meratus, Kalimantan yang masing-masing
mempunyai implikasi geodinamika berbeda (Setyanta
& Setyadi, 2006). Dalam hal ini data magnet
diperlukan untuk memilih satu diantara dua alternatif
keterdapatan batuan ultramafik yang merupakan
batuan kerak samudera mempunyai kemagnetan
tinggi, sehingga nilainya lebih tinggi daripada batuan
di sekitarnya. Adanya data magnet ini dapat
menghilangkan ambiguitas penafsiran arah
penunjaman sehingga tataan tektoniknya dapat
dijelaskan.
memperoleh rapat massa batuan yang tepat yaitu
2,3 gr/cc untuk mereduksi data gayaberat maupun
pembuatan model bawah permukaan daerah Blok
Kalosi, Mamuju, Sulawesi (Gambar 7). Dengan cara
yang sama Untung, dkk. (1992) mendapatkan
rapatmassa lapisan batugamping yang tepat untuk
mereduksi data dan pemodelan di daerah Babo Blok,
Papua Barat sebesar 2,4 gr/cc (Gambar 8). Hal ini
dilakukan karena penyelidikan seismik refleksi
mustahil dilakukan di daerah Blok Babo.
Teknik gradien digunakan untuk menentukan jenis
sesar berdasarkan sudut kemiringan kurva anomali
di atas slab (Telford, drr, 1976), sedangkan analisis
spektral digunakan untuk menentukan ketebalan
sedimen secara tepat. Setyanta & Widijono (2009)
menggunakan teknik gradien untuk menentukan
jenis sesar di daerah Beoga, Papua. Penampakan
sesar naik dicirikan oleh gradien paling curam pada
kurva anomali. Bukti pada peta geologi menunjukkan
tersingkapnya batuan ofiolit (Gambar 9). Contoh
penggunaan analisa spektral telah dilakukan di
daerah Muarawahau, Kalimantan (Setyanta, dkk.,
2008) dimana dalam estimasi ketebalan sedimen
berdasarkan moving average jendela 7 untuk lapisan
pertama 0,514 km dan laposan kedua 4, 266 km
(Gambar 10).
Koreksi Rapat massa, teknik gradien dan analisis
spektral
JG
SM
Jika tidak tersedia data bor. data seismik dan data
geomagnet, mengurangi ambiguitas dapat juga
dilakukan secara matematis, contohnya dengan
menentukan nilai rapatmassa yang lebih tepat
(mendekati nilai rapatmassa batuan yang
sebenarnya). Cara ini dapat dilakukan dengan
membuat penampang koreksi rapatmassa
berdasarkan metoda Netlleton (1976). Metoda ini
dilakukan dengan syarat data topografi atau
ketinggian sepanjang lintasan harus tersedia.
Dengan metoda ini Sobari & Setyanta (1995)
Calc
Obs
SE
Jarak (km)
0
10
50
30
70
PEGUNGANMERATUS
Bobaris
Manjam
2,72
Cek. Asem-asem
2,4 gr/cc
50
30
90
70
-10,0
-14,0
-2
µMs
650
550
450
350
250
150
50
-50
-150
2,0
-2,0
-6,0
2,6 gr/cc
2,6 gr/cc
2,68 gr/cc
-10,0
-14,0
-18,0
-18,0
2,74
2,9
Sedimen
Tersier
Batuan
Ofiolit
-22,0
-22,0
2,68
Batuan
Granitik
2,72
Batuan
Terobosan
2,74
2,9
Sedimen
Tersier
Batuan
Ofiolit
= calc
= obs
B
A
Jarak (km)
Batuan
2,68 Granitik
ÑT
600
400
200
0
-200
2,72 Batuan Terobosan
-400
-600
-10
10
30
Cek. Barito
50
70
MERATUS
Cek. Asem-asem
0.00 S.I.
O FIOLI
0,15 S.I.
T B OBAR IS
MODEL GEOMAGNET
OFIOLIT
M
MA NJA
.00
-1.00
-2.00
-3.00
-4.00
-5.00
-6.00
-7.00
-8.00
-9.00
Kedalaman (km)
0,00 S.I.
90
Gambar 6 : Dua alternatif (a dan b) model bawah permukaan gaya berat dan magnet daerah Meratus. Model a lebih cocok
karena arah slab sesuai dengan model geomagnet (Setyanta & Setiadi, 2006)
Kedalaman (km)
-2,0
-6,0
2,68 gr/cc
10
PEGUNGANMERATUS
Cek. Asem-asem
Bobaris
Manjam
Cek. Barito
2,4 gr/cc
2,4 gr/cc
2,9 gr/cc
2,0
2,9 gr/cc
2,6 gr/cc
SE
Jarak (km)
0
90
Kedalaman (km)
Cek. Barito
2,4 gr/cc
2,74 gr/cc
NW
,
NW
Calc
Obs
b
-2
µMs
650
550
450
350
250
150
50
-50
-150
2 ,7 4 g r/c c
a
40
J.G.S.M. Vol. 16 No. 1 Februari 2015 hal. 33 - 43
100
120o00
2o00
119o00
A
50
B
1,5
B
mGal
1,7
0
B
1,9
2,0
2,1
2,2
Tasiu
2,35
2,3
2,67
-50
2,7
2,8
T
Bulu Matimangan
-100
2000
C
meter
Sobbang
T
Buntubang
TOPOGRAFI
1000
Kalumpang
Tasiu
Sobbang
3o00
0
J A R A K (KM)
JG
SM
Gambar 7: Penampang Rapat massa dalam menentukan background density Daerah Mamuju, Sulawesi dengan Metoda Nettleton untuk mengurangi
ambiguitas penentuan rapat massa batuan (Sobari & Setyanta, 1995)
A : Peta Anomali Bouguer Lembar Mamuju
B : Penampang nilai rapat massa batuan rata-rata (yang berwarna biru nilai rapat massa yang dapat mewakili daerah tersebut).
C : Penampang topografi (ketinggian dalam meter)
1000
1,8
90
1,9
2,0
2,1
2,2
80
2,3
2,4
750
2,5
2,6
70
2,67
TO
P
O
2,74
60
E AIR
-100
OBS
ERV
ED -3
000
500
FRE
40
30
250
1160
1140
1120
1100
1080
1060
1040
1020
1000
980
960
20
Gambar 8 : Penampang koreksi rapat massa daerah Blok Babo, Papua Barat, mendapatkan nilai rapat massa sebesar 2,4 karena kurvanya
paling smooth (Untung, dkk, 1992).
41
JG
SM
Mengurangi Ambiguitas dalam Pemodelan Bawah Permukaan Gaya Berat untuk Geologiawan
Gambar 9. Gradien horizontal kurva Anomali gayaberat di atas slab, A
sesar geser, B sesar naik dan C sesar normal, (Telford, drr,
1976, kiri).Model 2-D bawah permukaan gayaberat dan
rekaan penampang geologi arah utara-selatan daerah
Beoga, Papua (Setyanta & Widijono,2009, kanan)
Gambar 10. Model bawah permukaan gayaberat dan geologi arah AB,
daerah Muarawahau, Kalimantan (tanpa skala) berdasarkan
estimasi ketebalan sedimen, moving average pada jendela 7
(Setyanta & Setiadi, 2008)
42
J.G.S.M. Vol. 16 No. 1 Februari 2015 hal. 33 - 43
-200
- 160
-120
- 80
A’ - 40
A
0
20
25
0
50
PALU
0
A’ Arah Pemodelan
50
25
U
A
140
180
220
260
Jarak (km)
H
KETERANGAN
Kontur anomali gayaberat (mGal)
Laut : Anomali Free Air
Darat : Anomali Bouguer
100
1,03
1,03
2,4
+ +
+ + + + + + + + + + + + ++ +
+
+
+
+
+ +
+
+ + + + ++ + + ++
+ + + + + 2,68 + + + + + + + + +
+
+
+
+
+ +
+ +
+ + ++ + + + + + + +
+ + +
2,4
75
60
1oS
75
L
o
2S
3,1
o
o
118 T
o
119 T
o
120 T
o
121 T
122 T
-0
-5
-15
-25
-35
Kedalaman (km)
50
0
Donggala
A
mGal
anomali diamati
0oS
A’
- 45
-85
A’ -65
-35
-25
50
0
Donggala
A
20
50
PALU
0
25
50
A’ Arah Pemodelan
A
U
SM
KETERANGAN
Kontur anomali gayaberat (mGal)
Laut : Anomali Free Air
Darat : Anomali Bouguer
2oS
3,10
118o T
119o T
120o T
121o T
100
140
Jarak (km)
........2,4.1,03
.. .................. .
+
+ + ++ + + + ++ + + +
+
+ + ++ +
+ ++ + +2,68 + +
+ +
+
+ + + + ++ +
+
+
+
++ ++
H
75
60
1oS
75
L
25
0
A
180
220
260
............
. . . . . . .1,03
+ ++ + + +
+ ++ + +++ +++ + ++++ +
+
+++ + + 2,68 + ++ +
+++ ++ +
+ + ++
+ ++
++ + +
+ +
+
+ + +
+ + + ++ +
+ + + ++ ++ +
++ + + + + +
+
+
+ + +
+
+
+ + + ++
+
+ ++ +
+ + + +
+
+
+
+
+ ++ +
+
+ + + + + + +
+ +
+
+ +
+ +
+ +
+ +
+
+
+
+
+
+ + + +
+ + ++ +
+ +
+
+ ++ +
+ ++ +
+
+
+ + + +
+
+
+ +
2,54
122 o T
JG
KETERANGAN
Air laut
Mantel Atas
+ +
++ +
Fragmentasi
kerak granitik
+ + Kerak Granitik
-0
-0
-5
-15
- 25
- 35
Kedalaman (km)
0oS
A’
mGal
Gambar 11. Peta Anomali gayaberat daerah sekitar Palu dan alternatif model geologi bawah permukaan arah AA’ dengan batuan alas
granitan (Widijono & Setyanta 1998)
- 45
.. .. . Sedimen
2,4 Rapatmassa batuan (gr/cc)
Gambar 12 : Peta Anomali gayaberat daerah sekitar Palu dan alternatif model geologi bawah permukaan arah AA’ dialasi oleh
fragmentasi kerak granitan pada zona sesar regional Palu-Koro (Widijono & Setyanta 1998)
Namun demikian hal yang paling penting adalah
seorang interpreter harus mengerti keadaan geologi
dan memahami tataan tektonik daerah lintasan
pemodelan karena pembuatan model geologi bawah
permukaan berdasarkan data gayaberat harus sesuai
dengan tataan tektonik yang ada. Sebagai gambaran
misalnya di daerah patahan Palu-Koro,berdasarkan
perhitungan matematis dalam satu lintasan yang
dibuat oleh Widijono & Setyanta (2000),
berdasarkan kajian geologi dan tektonik maka model
yang sesuai adalah model kedua, dimana daerah
tersebut dialasi oleh dua macam kerak granitik yang
berbeda rapatmassanya (Gambar 11 dan 12).
Interpretasi tersebut didasarkan atas kondisi geologi
bahwa daerah tersebut merupakan zona patahan
regional, sehingga batuan dasar granitan mengalami
fragmentasi yang menyebabkan nilai rapat massa
lebih rendah daripada batuan granitan secara umum.
Selain hal-hal yang telah diuraikan di atas, seorang
pembuat model harus bisa memilih metoda atau
cara yang cocok dalam mengurangi ambiguitas hasil
pemodelan karena tiap-tiap daerah karakteristiknya
berbeda, sehingga memerlukan metoda yang cocok.
Dengan kata lain seorang geologiawan juga harus
mengerti filosofi tentang ilmu gayaberat.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, sebagai penutup dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu
1. Ambiguitas dapat dikurangi menjadi seminimal
mungkin dengan menggunakan data sekunder
berupa data bor, data seismik, data geomagnet
atau dengan cara matematis misalnya dengan
koreksi rapatmassa, teknik gradien dan analisis
spektral.
Mengurangi Ambiguitas dalam Pemodelan Bawah Permukaan Gaya Berat untuk Geologiawan
43
2. Untuk mengurangi ambiguias diperlukan
ketelitian dalam hal menentukan rapat massa
batuan baik unuk perhitungan reduksi (dengan
penampang koreksi rapat massa) maupun untuk
pemodelan.
4. Dalam pembuatan model geologi bawah
permukaan seyogyanya dilakukan bersamasama antara geologiawan dan geofisikawan
untuk menghasilkan model yang paling baik.
3. Dalam pembuatan model bawah permukaan,
seorang geologiawan harus mengerti filosofi ilmu
gayaberat mengapa dalam satu kurva anomali
bisa berasal dari beberapa model geologi.
Demikian pula sebaliknya seorang geofisikawan
harus tahu geologi dasar, misalnya tentang
struktur dan tektonika yang menentukan logis
tidaknya suatu model geologi bawah permukaan.
Ucapan terima kasih
Dengan selesainya penulisan makalah ini, maka
penulis mengucapkan terima-kasih yang sebesarbesarnya kepada Dewan Editor dan Kepala Pusat
Survei Geologi atas saran-saran dan ijin penerbitan
tulisan ini.
Acuan
Kieckhefer, R.M., Moore, G.F. and Sugiarta, W., 1981, Crustal Structure of the Sunda Fore Arc Region West of
Central Sumatra from gravity data. Journal of Geophysical Research, v. 86, no. B8; 7003-7012.
Nettleton, L.L., 1976, Gravity snd Magnetic in oil prospecting, New York, McGraw-Hill Books Co., Inc., 464 p.
SM
Rais, J, 1978, International Gravity Standardization Net 1971 (IGSN 71), Proceeding, PIT HAGI 9-10 Oktober
1978, Yogyakarta : 80-89.
Setyanta, B.dan Setyadi, I., 2006, Kompleks batuan ultramafik Meratus sebagai bagian dari ofiolit kerak
samudera ditinjau dari aspek geomagnetik dan gaya berat, Jurnal Sumber Daya Geologi, vol XVI, no 6 ;
335-348.
JG
----------, Setyadi, I. dan Simamora, W.H., 2008, Model geologi bawah permukaan daerah Muarawahau hasil
analisis anomali gayaberat berdasrkan estimasi kedalaman dengan metoda analisis spektral, Jurnal
Sumber Daya Geologi, v. 18, no. 6 : 379-389.
---------- dan Widijono, B.S., 2009, Medan gayaberat pada batuan ofiolit (ultramafik) di Beoga, Papua dan
implikasi terhadap proses alih tempatnya, Jurnal Sumber Daya Geologi, vol. XIX, no. 3 : 177-189.
----------, 2011, Medan gayaberat dan model geodinamika di sekitar Kepulauan Kai dan Kepulauan Aru, Maluku,
Jurnal Sumber Daya Geologi, v. 20, no. 6 : 305-316.
Siagian, H.P. and B.S. Widijono, 2009, The possibility of hydrocarbon trap and its potential in the North Bone
Basin, based on geological and geophysical data, Jurnal Sumber Daya Geologi, v. 19, no. 1; 63-76.
Sobari, I & Setyanta, B, 1995, Koreksi densitas dalam penafsiran anomaly Bouguer Lembar Mamuju, Sulawesi
Selatan, Proceedings Seminar hasil penelitian/pemetaan geologi dan geofisika, PPPG 22-23 Mei 1995
: 360-372.
Telford, W.M., Geldart, L.P., Sherrif, R.E. and Keys, D.A., 1976, Applied Geophysics, Cambridge University
Press, London, 860p.
Untung, M., 1977, Pembakuan untuk Penyelidikan gaya berat di Indonesia. Berita Direktorat
Geologi/Geosurvey Newsletter, v.IV, : 14-17.
---------, Sardjono, I. Budiman, J. Nasution dan E. Mirnanda, 1992, Babo Block, gravity and magnetic
interpretation report, GRDC-Mobil Exploration Bomberai Inc. 51, tidak dipublikasikan.
Widijono, B.S. dan Setyanta, B., 2000, Model kerak dan implikasi geodinamika Lajur Sesar Palu Koro, sajian
analisis data gayaberat, kegempaan dan kinematika, Seri Geofisika, no 1, Maret 2000, hal 21-33, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Download